Daya Saing Kadin7
-
Upload
ignatius-wirawan -
Category
Documents
-
view
82 -
download
0
Transcript of Daya Saing Kadin7
B U T I R - B U T I R P E M I K I R A N P E R D A G A N G A N I N D O N E S I A 2 0 0 9 – 2 0 1 465
A. Daya Saing dalam Perekonomian Nasional
Semakin liberalnya perdagangan dunia akan menuntut peningkatan daya
saing produk Indonesia di pasar global. Kemampuan bersaing produk
Indonesia harus dipahami keterkaitannya dengan sektor hulu dan hilir
serta perlu dirumuskan sumber-sumber pertumbuhan ekonomi dengan
melakukan komparasi terhadap industri negara-negara lain.
Krugman dan Obstfeld dalam bukunya, International Economics (2006),
berpendapat bahwa kemakmuran nasional dapat diperoleh melalui
perdagangan internasional yang memberi manfaat saling menguntungkan
bagi pihak-pihak yang menjual dan membeli. Melalui perdagangan akan
dihasilkan surplus produsen dan konsumen. Produsen akan mendapat
kesempatan menjual produk yang dihasilkannya ke lebih banyak
konsumen. Demikian juga konsumen dapat menikmati berbagai produk
yang tidak dihasilkan oleh produsen lokal.
Keunggulan komparatif mungkin saja merupakan inti dari teori
perdagangan dan spesialisasi, tetapi tidak selalu berhubungan erat dengan
diskusi mengenai daya saing yang terjadi di dunia nyata. Contoh nyata
adalah fenomena.
Kemakmuran suatu negara haruslah diusahakan. Michael E. Porter dalam
bukunya yang berjudul The Competitive Advantage of Nations (1990) juga
menegaskan bahwa kemakmuran negara bukanlah merupakan sebuah
warisan. Kemakmuran tidak bergantung dari melimpahnya sumber daya
alam, tenaga kerja, tingkat suku bunga, ataupun nilai tukar mata uang asing,
seperti halnya yang diutarakan kaum ekonom klasik yang mengagungkan
pentingnya perdagangan.
BAB VPENINGKATAN DAYA SAING
BAB V PENINGKATAN DAYA SAING
B U T I R - B U T I R P E M I K I R A N P E R D A G A N G A N I N D O N E S I A 2 0 0 9 – 2 0 1 466
Daya saing negara bergantung dari kapasitas industri negara tersebut
untuk terus berinovasi dan berkembang. Oleh karena itu, meskipun diyakini
memberi banyak manfaat, sebagian orang berpandangan skeptis tentang
manfaat yang didapatkan melalui perdagangan, khususnya perdagangan
internasional. Perdagangan internasional juga membuat khawatir produsen
dalam negeri atas keberadaan pasar dari barang yang diproduksinya, oleh
karena itu sejak zaman klasik sampai sekarang masih saja ada kesangsian,
tidakkah lebih baik kalau penduduk dari negara tertentu membeli produk
yang dihasilkan negaranya sendiri karena akan menciptakan lapangan
kerja?”.
Perdagangan internasional yang mendorong terjadinya globalisasi
ditandai dengan semakin berkembangnya sistem inovasi teknologi
informasi, perdagangan, reformasi politik, transnasionalisasi sistem
keuangan, dan investasi. Indonesia mengikuti arus perdagangan bebas
internasional dengan menandatangani General Agreement on Tariffs and
Trade (GATT) yang menghasilkan pembentukan World Trade Organization
(WTO) dan deklarasi Asia Pasific Economic Cooperation (APEC) tentang
sistem perdagangan bebas dan investasi yang berlaku penuh pada tahun
2010 untuk negara maju dan tahun 2020 bagi negara berkembang. Tidak
kalah pentingnya, Indonesia bersama-sama negara di lingkungan ASEAN
lainnya telah sepakat membentuk perdagangan bebas ASEAN, yaitu ASEAN
Free Trade Area (AFTA) yang sudah mulai diberlakukan pada tahun 2002.
Melalui berbagai kesepakatan internasional tersebut, sudah tentu mau tidak
mau akan tercipta persaingan yang semakin ketat, baik dalam perdagangan
internasional maupun dalam upaya menarik investasi multinasional.
Pertanyaan besar yang muncul kemudian adalah: “Mampukah Indonesia
memanfaatkan keterbukaan pasar internasional dan bersaing di pasar
global?” Kalau tidak mampu maka Indonesia hanya akan dimanfaatkan
sebagai pasar produk dunia.
Ekspor produk Indonesia ke pasar internasional masih banyak bersifat
produk tradisional dalam bentuk bahan baku (raw material). Pelaku usaha
agribisnis Indonesia dalam pasar internasional pasti akan menghadapi
B U T I R - B U T I R P E M I K I R A N P E R D A G A N G A N I N D O N E S I A 2 0 0 9 – 2 0 1 467
pembeli besar berupa importir atau industri pengolahan lanjutan. Posisi
semacam ini cenderung menempatkan Indonesia pada posisi yang lemah
karena besarnya volume pembelian yang dilakukan oleh pasar industri
dan sedikitnya jumlah pembeli. Kelemahan ini semakin menumpuk karena
adanya kecenderungan atas homogenitas produk yang kita hasilkan
dengan produk yang dihasilkan oleh negara lain.
Posisi Indonesia dalam kesepakatan perdagangan bebas dunia relatif
kurang menguntungkan. Seiring dengan semakin liberalnya perdagangan
dunia, Indonesia harus meningkatkan kemampuan bersaingnya di pasar
global. Pasar global dapat bermakna pasar internasional di negara lain
dan pasar dalam negeri yang sudah semakin dipenuhi dengan produk
impor. Melihat kondisi perekonomian Indonesia dikhawatirkan dampak
globalisasi akan memberi dampak negatif bagi Indonesia, terutama kalau
Indonesia tidak mampu menjadi pemasok bagi kebutuhan produk vital,
seperti pangan.
Publikasi The Global Competitiveness Report yang diterbitkan oleh World
Economic Forum pada tahun 2008 menunjukkan bagaimana daya saing
Indonesia dalam persaingan global. Pada tahun 2008, peringkat daya saing
Indonesia berdasarkan Growth Competitiveness Index berada di urutan ke–
55 dari 134 negara, data selengkapnya terdapat pada tabel pada berikut.
Prestasi Indonesia di 2008 tersebut relatif tidak mengalami kemajuan
dibandingkan prestasi tahun 2007 yang berada di urutan 54 dari 131
negara.
Peningkatan daya saing perlu mendapat perhatian karena punya potensi
besar untuk dikembangkan di Indonesia. Ketersediaan pasokan bahan
baku, tenaga kerja, dan teknologi yang relatif melimpah semestinya
mampu dikembangkan lebih jauh.
Menurut penelitian yang dilakukan Asia Development Bank (ADB) Institute
(2003), daya saing berarti kemampuan perusahaan untuk bersaing.
Perusahaan memiliki strategi tersendiri untuk menurunkan biaya,
meningkatkan kualitas produk, dan mendapatkan jaringan pemasaran.
BAB V PENINGKATAN DAYA SAING
B U T I R - B U T I R P E M I K I R A N P E R D A G A N G A N I N D O N E S I A 2 0 0 9 – 2 0 1 468
GCI 2008–2009 rank GCI
(among 2007 2007–2008Country/Economy Rank Score countries)* rank
United States 1 5.74 1 1Switzerland 2 5.61 2 2Denmark 3 5.58 3 3Sweden 4 5.53 4 4Singapore 5 5.53 5 7Finland 6 5.50 6 6Germany 7 5.46 7 5Netherlands 8 5.41 8 10Japan 9 5.38 9 8Canada 10 5.37 10 13Hong Kong SAR 11 5.33 11 12United Kingdom 12 5.30 12 9Korea, Rep. 13 5.28 13 11Austria 14 5.23 14 15Norway 15 5.22 15 16France 16 5.22 16 18Taiwan, China 17 5.22 17 14Australia 18 5.20 18 19Belgium 19 5.14 19 20Iceland 20 5.05 20 23Malaysia 21 5.04 21 21Ireland 22 4.99 22 22Israel 23 4.97 23 17New Zealand 24 4.93 24 24Luxembourg 25 4.85 25 25Qatar 26 4.83 26 31Saudi Arabia 27 4.72 27 35Chile 28 4.72 28 26Spain 29 4.72 29 29China 30 4.70 30 34United Arab Emirates 31 4.68 31 37Estonia 32 4.67 32 27Czech Republic 33 4.62 33 33Thailand 34 4.60 34 28Kuwait 35 4.58 35 30Tunisia 36 4.58 36 32Bahrain 37 4.57 37 43Oman 38 4.55 38 42Brunei Darussalam 39 4.54 n/a n/aCyprus 40 4.53 39 55Puerto Rico 41 4.51 40 36Slovenia 42 4.50 41 39Portugal 43 4.47 42 40Lithuania 44 4.45 43 38South Africa 45 4.41 44 44Slovak Republic 46 4.40 45 41Barbados 47 4.40 46 50Jordan 48 4.37 47 49Italy 49 4.35 48 46India 50 4.33 49 48Russian Federation 51 4.31 50 58Malta 52 4.31 51 56Poland 53 4.28 52 51Latvia 54 4.26 53 45Indonesia 55 4.25 54 54Botswana 56 4.25 55 76Mauritius 57 4.25 56 60Panama 58 4.24 57 59Costa Rica 59 4.23 58 63Mexico 60 4.23 59 52Croatia 61 4.22 60 57Hungary 62 4.22 61 47Turkey 63 4.15 62 53Brazil 64 4.13 63 72Montenegro 65 4.11 64 82Kazakhstan 66 4.11 65 61Greece 67 4.11 66 65Romania 68 4.10 67 74
(Cont’d.)
GCI 2008–2009 rank GCI
(among 2007 2007–2008Country/Economy Rank Score countries)* rank
Azerbaijan 69 4.10 68 66Vietnam 70 4.10 69 68Philippines 71 4.09 70 71Ukraine 72 4.09 71 73Morocco 73 4.08 72 64Colombia 74 4.05 73 69Uruguay 75 4.04 74 75Bulgaria 76 4.03 75 79Sri Lanka 77 4.02 76 70Syria 78 3.99 77 80El Salvador 79 3.99 78 67Namibia 80 3.99 79 89Egypt 81 3.98 80 77Honduras 82 3.98 81 83Peru 83 3.95 82 86Guatemala 84 3.94 83 87Serbia 85 3.90 84 91Jamaica 86 3.89 85 78Gambia, The 87 3.88 86 102Argentina 88 3.87 87 85Macedonia, FYR 89 3.87 88 94Georgia 90 3.86 89 90Libya 91 3.85 90 88Trinidad and Tobago 92 3.85 91 84Kenya 93 3.84 92 99Nigeria 94 3.81 93 95Moldova 95 3.75 94 97Senegal 96 3.73 95 100Armenia 97 3.73 96 93Dominican Republic 98 3.72 97 96Algeria 99 3.71 98 81Mongolia 100 3.65 99 101Pakistan 101 3.65 100 92Ghana 102 3.62 n/a n/aSuriname 103 3.58 101 113Ecuador 104 3.58 102 103Venezuela 105 3.56 103 98Benin 106 3.56 104 108Bosnia and Herzegovina 107 3.56 105 106Albania 108 3.55 106 109Cambodia 109 3.53 107 110Côte d’Ivoire 110 3.51 n/a n/aBangladesh 111 3.51 108 107Zambia 112 3.49 109 122Tanzania 113 3.49 110 104Cameroon 114 3.48 111 116Guyana 115 3.47 112 126Tajikistan 116 3.46 113 117Mali 117 3.43 114 115Bolivia 118 3.42 115 105Malawi 119 3.42 n/a n/aNicaragua 120 3.41 116 111Ethiopia 121 3.41 117 123Kyrgyz Republic 122 3.40 118 119Lesotho 123 3.40 119 124Paraguay 124 3.40 120 121Madagascar 125 3.38 121 118Nepal 126 3.37 122 114Burkina Faso 127 3.36 123 112Uganda 128 3.35 124 120Timor-Leste 129 3.15 125 127Mozambique 130 3.15 126 128Mauritania 131 3.14 127 125Burundi 132 2.98 128 130Zimbabwe 133 2.88 129 129Chad 134 2.85 130 131
* One country that was included last year is not shown because of lack ofsurvey data (Uzbekistan). This explains why the lowest rank in this columnis 130, rather than 131.
The Global Competitiveness Index rankings and 2007–2008 comparisons
GCI 2008–2009 GCI 2008–2009
The Global Competitiveness Report 2008-2009 © 2008 World Economic Forum
Tabel 11The Global Competitivenss Index 2008
Sumber: World Economic Forum - The Global Competitiveness Report 2008-2009 (2008)
B U T I R - B U T I R P E M I K I R A N P E R D A G A N G A N I N D O N E S I A 2 0 0 9 – 2 0 1 469
Pengembangan industri membutuhkan peningkatan daya saing di pasar
domestik dan internasional. Daya saing produk Indonesia memang perlu
mendapat perhatian dan secara sistematis harus ditingkatkan sebagai
salah satu cara membangun perekonomian Indonesia. Oleh karena itu,
dalam kaitan ini perlu diketahui ukuran daya saing industri Indonesia di
pasar internasional sebagai landasan untuk melakukan analisis daya saing
dan merumuskan upaya-upaya peningkatan daya saing dalam rangka
pembangunan daya saing dan perekonomian nasional.
Perkembangan perekonomian Cina yang sangat pesat saat ini mendapat
perhatian seluruh negara di dunia, baik itu sebagai ancaman maupun
peluang yang baru. Cina dianggap sebagai ancaman karena terkenal
dengan komoditas-komoditas ekspor yang berkualitas tinggi, namun
harganya relatif murah. Murahnya produk Cina tidak hanya karena biaya
input (terutama upah tenaga kerja) yang rendah, namun China juga
memberlakukan nilai tukar yang tetap rendah (undervaluation of Yuan)
terhadap mata uang dolar AS sebagaimana yang dituding oleh negara
Amerika Serikat. Selain itu, pemberlakuan tax duty juga merupakan salah
satu faktor penyebab rendahnya produk-produk ekspor Cina.
Menurut hasil studi ASEAN–China Working Group on Economic Cooperation
(2001), FTA ASEAN–Cina diperkirakan dapat memberi keuntungan bagi
kedua belah pihak. Ekspor ASEAN ke Cina akan meningkat sebesar 48
persen dan ekspor Cina ke ASEAN akan meningkat 55,1 persen. GDP riil
ASEAN diperkirakan bertambah sebesar US$5,4 miliar (0.9 persen) dan
GDP riil Cina akan meningkat sebesar US$ 2,2 miliar (0,3 persen). Kenaikan
GDP anggota ASEAN terbesar akan dinikmati oleh Vietnam (2,15 persen),
sedangkan Indonesia (1,12 persen) sedikit lebih rendah dari Malaysia (1,17
persen).
B. Pengembangan Daya Saing
Perkembangan konsep daya saing oleh Cho dan Moon dalam bukunya
yang berjudul Evolution of Competitiveness Theory (2000) dimulai dari
BAB V PENINGKATAN DAYA SAING
B U T I R - B U T I R P E M I K I R A N P E R D A G A N G A N I N D O N E S I A 2 0 0 9 – 2 0 1 470
pandangan merkantilisme yang memandang perdagangan sebagai suatu
zero-sum game, dengan surplus perdagangan sebuah negara diimbangi
dengan defisit perdagangan negara lain.
Namun, Adam Smith dalam bukunya yang berjudul The Wealth of Nations
(2003) memandang perdagangan sebagai positive-sum game dengan semua
mitra yang berdagang dapat memperoleh manfaat jika negara-negara
melakukan spesialisasi dalam memproduksi barang-barang yang memiliki
keunggulan absolut. Ia percaya operasi hukum alam atau invisible hand
dan oleh karenanya mendukung individualisme dan perdagangan bebas.
Selain itu, setiap orang lebih memahami kebutuhan dan keinginannya
sendiri. Jika setiap orang diizinkan mencari kesejahteraannya sendiri maka
dalam jangka panjang, ia akan memberikan kontribusi paling besar bagi
kebaikan bersama. Hukum alam, dan bukannya peraturan pemerintah,
akan berperan mencegah penyalahgunaan kebebasan ini. Secara khusus,
keunggulan dari hukum alam ini di matanya berasal dari pembagian kerja
(division of labor).
Perdagangan internasional oleh karenanya merupakan positive game bagi
Adam Smith. Mengkritik merkantilisme, Smith menunjukkan bagaimana
segala bentuk campur tangan pemerintah, seperti memberikan
monopoli, mensubsidi ekspor, melarang impor, dan mengatur upah, dapat
menghambat pertumbuhan alamiah aktivitas ekonomi. Sebaliknya, Smith
mengungkapkan keunggulan spesialisasi berdasarkan wilayah dan negara.
Diawali dengan penalaran seperti ini menunjukkan bagaimana setiap
negara dapat jauh lebih baik secara ekonomis dengan berkonsentrasi
pada apa yang dapat dilakukannya dengan paling baik daripada
mengikuti doktrin merkantilis berupa kecukupan diri nasional (national
self-sufficiency).
Persaingan adalah sangat penting dalam masyarakat seperti yang
diusulkan oleh Adam Smith. Persaingan memastikan bahwa setiap orang
dan negara akan melakukan apa yang paling sesuai mereka lakukan. Hal
ini memastikan bahwa masing-masing mendapatkan penghargaan penuh
atas jasa-jasa mereka dan kontribusi maksimal mereka bagi kebaikan
B U T I R - B U T I R P E M I K I R A N P E R D A G A N G A N I N D O N E S I A 2 0 0 9 – 2 0 1 471
bersama. Oleh karena itu, peran pemerintah atau penguasa seharusnya
minimal.
Kebijakan perekonomian pemerintah yang paling penting adalah
menghilangkan monopoli dan melindungi persaingan. Meskipun demikian,
posisi Smith terhadap regulasi pemerintah tidaklah mutlak. Sebagaimana
ditunjukkan dalam tugas ketiga pemerintah, Smith menyatakan bahwa
proyek-proyek yang diperlukan yang terlalu besar untuk lembaga swasta
akan dilaksanakan oleh kewenangan publik.
Perdebatan tentang konsep keunggulan komparatif diawali ketika Smith
menerbitkan bukunya yang dilanjutkan oleh banyak ekonom yang
memberikan kontribusi pada teori ini. Di antaranya, kontribusi mengenai
teori perdagangan internasional sedemikian penting sehingga teori
klasik ini kadang-kadang dikatakan sebagai teori Ricardian. Terdapat
suatu persoalan dengan teori keunggulan absolut. Sebuah negara yang
superior seperti ini mungkin tidak memperoleh manfaat dari perdagangan
internasional. Aturan ini dikenal sebagai teori keunggulan komparatif.
Implikasi penting dari teori ini adalah bahwa sekalipun sebuah negara
tidak memiliki suatu keunggulan absolut dalam barang apapun, negara
ini dan juga negara-negara lainnya masih akan mendapatkan manfaat dari
perdagangan internasional.
Impor dapat menguntungkan bagi sebuah negara walaupun negara itu
mampu memproduksi produk yang diimpor dengan biaya yang lebih
rendah. Oleh karena itu, tidak benar adanya, sebagaimana yang diyakini
oleh Adam Smith, bahwa di dalam perdagangan bebas masing-masing
komoditas akan diproduksi oleh negara yang memproduksinya dengan
biaya riil yang paling rendah. Hal ini merupakan prinsip keunggulan
komparatif yang melandasi keunggulan pembagian tenaga kerja, baik
antar-individu, antar-wilayah, maupun antar-negara. Model perdagangan
internasional Ricardian dengan demikian merupakan suatu alat yang sangat
bermanfaat untuk menjelaskan alasan-alasan mengapa perdagangan
dapat terjadi dan bagaimana perdagangan meningkatkan kesejahteraan
para mitra yang berdagang.
BAB V PENINGKATAN DAYA SAING
B U T I R - B U T I R P E M I K I R A N P E R D A G A N G A N I N D O N E S I A 2 0 0 9 – 2 0 1 472
Banyak barang manufaktur yang melalui suatu siklus produk yang
terdiri dari introduksi, pertumbuhan, kedewasaan, dan penurunan. Jadi,
keunggulan komparatif dari barang ini berubah dari waktu ke waktu
dan dari satu negara ke negara lain. Selain itu, perusahaan cenderung
dirangsang oleh kebutuhan dan kesempatan yang ada di pasar yang
terdekat, yaitu home market. Home market memainkan peran ganda
dalam hipotesis ini. Home market tidak hanya berperan sebagai sumber
rangsangan untuk perusahaan inovasi, tetapi juga lokasi yang lebih disukai
untuk melaksanakan produksi.
Berbeda dengan model keunggulan komparatif yang cenderung outside-
in approach yang menempatkan pasar, kompetisi, dan konsumen sebagai
titik awal proses penyusunan strategi. Konsep yang disusun oleh Prahalad
dan Hamel lebih cenderung inside-out. The core competence model yang
disusun oleh Prahalad dan Hamel, dalam penelitiannya yang berjudul
Competing For The Future (1994), bahwa daya saing dalam jangka panjang
diturunkan dari kemampuan untuk membangun core competence, yaitu
lower cost dan more speedily dari pesaing. The core competence dapat
menghasilkan produk baru yang tidak diantisipasi sebelumnya.
Sumber utama untuk membangun competence adalah kemampuan
manajemen untuk mengkonsolidasikan corporate-wide technologies dan
production skills menjadi kompetensi. Mereka menganjurkan perusahaan
agar strategi bersaing dibangun di seputar core of shared competencies.
Core competence yang dimaksudnya harus memenuhi tiga persyaratan
dasar, yaitu
1. menyediakan akses potensial ke pasar yang bervariasi luas;
2. membuat kontribusi nyata untuk membuat product benefit seperti
yang diharapkan konsumen;
3. more competence semestinya sulit ditiru oleh pesaing.
B U T I R - B U T I R P E M I K I R A N P E R D A G A N G A N I N D O N E S I A 2 0 0 9 – 2 0 1 473
Untuk membangun core competence diperlukan proses perbaikan yang
berkelanjutan yang menjadi komitmen seluruh level manajemen, termasuk
manajemen puncak.
Daya saing menggambarkan kemampuan bersaing di masa lalu, masa kini,
dan dapat diproyeksikan ke masa depan. Daya saing bersifat dinamis dan
akan mengalami fluktuasi dari waktu ke waktu bergantung pada tingkat
kompetisi, perubahan perilaku permintaan, dan kemampuan dasar industri
di negara bersangkutan.
Dalam teori perdagangan modern dikatakan bahwa di dalam perdagangan
dengan tingkat kompetisi yang tidak sempurna, keunggulan komparatif
tetap memegang peranan penting untuk menjelaskan pola perdagangan
yang terjadi. Namun, skala ekonomi dan motivasi strategis juga berperan
penting.
Keunggulan komparatif tidak selalu berhubungan erat dengan diskusi
mengenai daya saing dikarenakan beberapa hal. Pertama, karena
keunggulan komparatif merupakan konsep mikroekonomi yang berfokus
pada perdagangan industri spesifik yang mampu menjelaskan mengapa
sebuah negara melakukan ekspor atas produk-produk padat karya,
sementara negara lain melakukan spesialisasi hanya untuk produk yang
padat modal. Setiap negara mempunyai keunggulan komparatif dalam
hal memperoduksi produk-produk tertentu, yaitu bila negara tersebut
mempunyai tingkat biaya produksi yang lebih rendah dibandingkan
negara pesaingnya. Oleh karena itu, keunggulan komparatif tidak terlalu
berperan nyata dalam perspektif makroekonomi.
Kedua, keunggulan komparatif adalah konsep ekuilibrium, yang mem-
prediksi pola perdagangan di saat harga, aliran perdagangan, dan nilai tukar
berada pada posisi ekuilibrium. Sementara itu, keputusan bisnis secara
eksplisit seringkali harus mempertimbangkan juga tingkat pertumbuhan
jangka pendek selain hasil ekuilibrium jangka panjang.
BAB V PENINGKATAN DAYA SAING
B U T I R - B U T I R P E M I K I R A N P E R D A G A N G A N I N D O N E S I A 2 0 0 9 – 2 0 1 474
Akhirnya, keunggulan komparatif tidak menempatkan secara khusus
semua alternatif teknologi yang mungkin dilakukan oleh produsen. Pada
tingkat mikroekonomi, jika berbicara mengenai produk spesifik, teori tidak
akan selalu dapat menjelaskan negara mana yang mempunyai campuran
sumber daya dan faktor harga yang paling baik untuk berbagai tipe produk
yang diproduksi. Hal ini bergantung dari infrastruktur dan teknologi serta
rendahnya angka relatif jumlah tenaga kerja terhadap kapital yang akan
berimplikasi terhadap tingginya produktivitas dan nilai upah buruh. Bagi
produk-produk padat karya, upah yang tinggi tidak selalu berkorelasi
positif terhadap keunggulan komparatif jika tersedia teknologi alternatif
yang menggunakan sedikit tenaga kerja dan lebih banyak kapital. Sebagai
contoh, beberapa produk yang diproduksi secara manual di Cina dapat
diproduksi dengan mesin di Amerika.
Daya saing global pada dasarnya berhubungan dengan biaya sehingga
yang memenangkan kompetisi adalah negara yang mampu memasarkan
produk dengan harga paling rendah atau kualitas terbaik. Biaya
berhubungan dengan harga faktor-faktor input (seperti nilai tukar, upah
domestik, biaya material), produktivitas, kemampuan untuk memproduksi
barang berkualitas, biaya transportasi, biaya komunikasi, kendala
perdagangan, strategi perdagangan, dan kemampuan untuk memenuhi
spesifikasi pasar.
Pada kenyataannya, penggunaan terminologi daya saing sangatlah
luas. Seringkali para pendukung daya saing menekankan pada tingkat
pertumbuhan produktivitas yang berkelanjutan, terutama dalam hal
memproduksi produk-produk yang memenuhi kebutuhan pasar global
dan mampu menggiring ke tingkat hidup yang lebih baik.
Reinhardt (2005) dalam bukunya yang berjudul Western China: Enhancing
Industrial Competitiveness and Employment menyatakan bahwa pembuat
kebijakan industri di seluruh dunia semakin sering menggunakan
teknologi dan klasifikasi pasar untuk menilai daya saing manufaktur. Sektor
industri manufaktur yang intensif teknologi mempunyai pertumbuhan
dan prospek dagang lebih baik, menawarkan kesempatan belajar, dan
B U T I R - B U T I R P E M I K I R A N P E R D A G A N G A N I N D O N E S I A 2 0 0 9 – 2 0 1 475
seringkali menghasilkan eksternalitas bagi perekonomian. Selain itu, sektor
manufaktur yang intensif teknologi juga menghasilkan nilai tambah lebih
tinggi dan memberikan hambatan masuk lebih tinggi bagi pendatang
baru.
Hal paling mendasar dari perekonomian global adalah banyaknya manfaat
dari perdagangan antarnegara. Jika ada dua atau lebih negara yang saling
menjual dan membeli barang dan jasa, pertukaran ini akan memberikan
manfaat bagi negara-negara yang terlibat.
Manfaat perdagangan internasional sesungguhnya lebih luas dari apa
yang disadari masyarakat umum. Hanya saja, selama ini telah berkembang
pendapat yang salah bahwa perdagangan internasional akan sulit dilakukan
di antara negara-negara yang mempunyai perbedaan jauh, baik dalam hal
tingkat produktivitas maupun tingkat kesejahteraan masyarakat.
Negara dengan tingkat perkembangan teknologi yang rendah mungkin
merasa bahwa melakukan hubungan dagang dengan negara yang lebih
maju akan mendatangkan kehancuran karena ketidakmampuan bersaing.
Negara dengan teknologi dan tingkat kesejahteraan masyarakat yang
tinggi akan merasa bahwa melakukan hubungan dagang dengan negara
yang kurang maju dapat menurunkan standar kehidupan mereka. Ada
juga kekuatiran bahwa negara maju akan dibanjiri oleh produk dari negara
berkembang dengan kualitas produk rendah.
Sekalipun sebuah negara akan mendapatkan manfaat positif dari
perdagangan internasional, namun mungkin saja hal ini akan memberi
dampak tidak menguntungkan bagi beberapa kelompok masyarakat
dalam satu negara, karena perdagangan internasional akan memberikan
pengaruh yang besar dalam hal distribusi pendapatan.
Dampak liberalisasi perdagangan tidak hanya berpengaruh terhadap
produksi, namun juga dapat terjadi pada perubahan konsumsi. Pada banyak
BAB V PENINGKATAN DAYA SAING
B U T I R - B U T I R P E M I K I R A N P E R D A G A N G A N I N D O N E S I A 2 0 0 9 – 2 0 1 476
negara termasuk Indonesia, liberalisasi perdagangan telah mempengaruhi
pola konsumsi masyarakat termasuk dalam menyikapi produk impor.
Berbagai perdebatan yang kontradiktif tentang perdagangan menghasil-
kan beberapa teori perdagangan internasional, antara lain:
1. Perdagangan internasional akan berpengaruh negatif bagi pemilik
sumber daya yang bersifat spesifik dalam industri tertentu yang
harus bersaing dengan barang atau jasa impor karena tidak dapat
menemukan tenaga kerja alternatif dari industri lain.
2. Perdagangan internasional juga akan mengubah distribusi
pendapatan pada beberapa kelompok besar, seperti kelompok
pekerja dan pemilik modal.
Keikutsertaan pada perdagangan internasional dapat dipandang dari dua
alasan berikut.
1. Setiap negara yang berdagang mempunyai perbedaan.
2. Perdagangan merupakan sarana untuk mencapai skala ekonomi
produksi. Jika suatu negara hanya memproduksi beberapa jenis
produk tertentu, keterlibatannya dalam perdagangan internasional
membuat negara ini mempunyai kesempatan untuk memproduksi
jenis produk yang terbatas tadi dalam skala yang lebih besar sehingga
akan lebih efisien dibandingkan dengan jika negara tersebut harus
memproduksi sendiri semua produk kebutuhan dalam negerinya.
Melalui perdagangan internasional juga dapat tergambar bagaimana
hubungan dan rivalitas antarnegara, khususnya dalam perekonomian
dunia, yang antara lain digambarkan dalam peta persaingan.
Seseorang mungkin mengumpamakan secara naif bahwa ukuran kinerja
dari sebuah perekonomian nasional sekadar neraca perdagangan saja
artinya daya saing dapat diukur dengan kemampuan sebuah negara untuk
menjual produk ke luar negeri yang jumlahnya lebih banyak daripada
jumlah produk yang dibelinya. Tetapi, dalam teori ataupun praktik suatu
surplus perdagangan mungkin merupakan suatu tanda kelemahan
nasional, sebaliknya suatu defisit mungkin merupakan suatu tanda
kekuatan.
B U T I R - B U T I R P E M I K I R A N P E R D A G A N G A N I N D O N E S I A 2 0 0 9 – 2 0 1 477
Negara-negara tidak saling bersaing seperti halnya perusahaan saling
bersaing. Pada persaingan antarperusahaan, keberhasilan perusahaan yang
menang bersaing akan berakibat kekalahan pada perusahaan satunya. Tetapi
dalam persaingan antarnegara, keberhasilan negara yang satu menjual
produk ke negara lain juga memberi manfaat bagi negara yang mengimpor,
khususnya dalam menghasilkan surplus konsumen. Negara pengimpor akan
mendapatkan produk berkualitas dengan harga lebih murah.
Para pendukung daya saing tidak pernah menyangkal pentingnya kinerja
perekonomian domestik. Terlebih-lebih, secara nyata semua resep daya
saing menekankan tingkat tabungan dan investasi domestik, pendidikan,
biaya modal, penelitian, dan pengembangan. Perdagangan pada umumnya
diperlakukan sebagai isu sekunder – lebih sebagai gejala daripada penyebab
daya saing.
Krugman tidak menjelaskan perlambatan dalam pertumbuhan produktivitas
AS, tetapi ia menunjukkan bahwa faktor-faktor domestik merupakan
penyebab intinya. Meskipun demikian, perlambatan tersebut datang tepat
pada saat impor AS sedang membubung tinggi dan seluruh industri, seperti
produk elektronik, konsumsi disapu habis oleh para pesaing luar negeri yang
mengejar taktik merkantilis.
Negara mencoba untuk meningkatkan standar kehidupan setiap warganya.
Standar hidup yang lebih tinggi bergantung pada peningkatan produktivitas.
Dalam banyak perekonomian, tingkat pertumbuhan produktivitas pada
prinsipnya ditentukan oleh ukuran investasi domestik dalam pabrik dan
perlengkapan, penelitian dan pengembangan, keterampilan dan infrastruktur
publik, kualitas manajemen swasta, dan administrasi publik.
Banyak perusahaan yang mendapatkan keuntungan dari adanya kompetisi
tingkat dunia karena tekanan tersebut sekaligus juga merupakan tantangan.
Mereka dapat memanfaatkan adanya persaingan domestik yang begitu
ketat, pemasok lokal yang agresif, dan konsumen lokal yang begitu banyak
tuntutannya.
BAB V PENINGKATAN DAYA SAING
B U T I R - B U T I R P E M I K I R A N P E R D A G A N G A N I N D O N E S I A 2 0 0 9 – 2 0 1 478
Pada kondisi semakin meningkatnya persaingan global, peran negara
menjadi semakin penting. Dengan semakin beralihnya basis persaingan
ke arah kreativitas dan asimilasi pengetahuan, peran negara semakin
bertumbuh. Keunggulan bersaing akan tercipta dan menjadi mapan
melalui suatu proses lokalisasi tingkat tinggi. Perbedaan nilai antar-
negara, perbedaan budaya, struktur ekonomi, institusi, dan sejarah bangsa,
semuanya mempengaruhi tingkat kesuksesan daya saing negara. Ada
beberapa perbedaan mencolok pada pola daya saing antarnegara. Tidak
ada satu pun negara yang dapat unggul di semua atau di sebagian besar
sektor industri. Oleh karena itu, suatu negara dapat unggul pada sektor
industri tertentu karena lingkungan negaranya sangat menunjang, dinamis,
dan penuh tantangan.
Dalam debat yang berkelanjutan tentang daya saing negara, topik yang
paling kontroversial dan menimbulkan silang pendapat tentang peran
pemerintah. Banyak orang yang melihat pemerintah sebagai penolong
utama atau pendukung industri memberlakukan kebijakan untuk
memberikan kontribusi secara langsung pada kinerja kompetitif dari
industri strategis atau target. Pakar yang lain menerima pandangan
pasar bebas bahwa operasi perekonomian seharusnya dibiarkan menjadi
pekerjaan dari invisible hand.
Kedua pandangan tersebut yang dilaksanakan secara ekstrem tidaklah
benar. Keduanya, diikuti pada hasil logisnya, akan mengarah pada erosi
permanen dari kemampuan kompetitif sebuah negara. Di satu sisi, nasihat
bantuan pemerintah untuk industri seringkali mengusulkan kebijakan
yang pada kenyataannya akan melukai perusahaan dalam jangka panjang
dan hanya menciptakan permintaan untuk mendapatkan bantuan yang
lebih besar. Di sisi lain, berkurangnya nasihat dari suatu pemerintah
mengabaikan peran bahwa pemerintah perlu membentuk konteks
dan struktur kelembagaan yang melingkupi perusahaan dan dalam
menciptakan suatu lingkungan yang merangsang perusahaan untuk
memperoleh keunggulan kompetitif.
B U T I R - B U T I R P E M I K I R A N P E R D A G A N G A N I N D O N E S I A 2 0 0 9 – 2 0 1 479
Peran yang tepat bagi pemerintah adalah sebagai suatu katalis dan
menantang dengan maksud untuk memperkuat – atau bahkan mendorong–
perusahaan untuk meningkatkan aspirasi mereka dan bergerak menuju
tingkat kinerja kompetitif yang lebih tinggi, walaupun proses ini mungkin
tidak menyenangkan dan sulit. Pemerintah tidak dapat menciptakan
industri yang kompetitif karena hanya perusahaan yang dapat melakukan
hal itu. Pemerintah memainkan suatu peran yang memang parsial yang
berhasil hanya saat bekerja bersamaan dengan kondisi yang mendukung
dalam diamond tersebut. Meskipun demikian, peran pemerintah untuk
mentransmisikan dan memperkuat kekuatan diamond adalah suatu peran
yang kuat.
Kebijakan pemerintah yang berhasil adalah suatu peran yang kuat. Kebijakan
pemerintah yang berhasil adalah yang menciptakan suatu lingkungan
sehingga perusahaan dapat memperoleh keunggulan kompetitif, kecuali
dalam negara yang berada dalam awal proses pembangunan. Peran ini
adalah suatu peran yang tidak langsung dan bukan peran yang langsung.
Seringkali diperlukan lebih dari satu dekade bagi sebuah industri untuk
menciptakan keunggulan kompetitif dan proses tersebut memerlukan
peningkatan keterampilan manusia secara berkelanjutan, penginvestasian
dalam produk, dan proses serta penetrasi pasar asing.
Satu-satunya konsep daya saing pada tingkat nasional adalah produktivitas.
Tujuan pokok dari sebuah negara adalah menghasilkan suatu standar
kehidupan yang tinggi dan meningkat bagi para warganya. Kemampuan
untuk melakukannya bergantung pada produktivitas dimana tenaga kerja
dan modal suatu negara digunakan. Produktivitas adalah nilai output
yang diproduksi oleh suatu unit tenaga kerja atau modal. Produktivitas
bergantung pada kualitas dan penampilan produk (yang menentukan
harga yang dapat mereka minta) dan pada efisiensi di mana produk
dihasilkan. Produktivitas adalah penentu utama dari standar hidup negara
yang berjangka panjang. Produktivitas adalah akar penyebab pendapatan
per kapita nasional. Produktivitas sumber daya manusia menentukan upah
karyawan. Produktivitas dimana modal digunakan menentukan return
yang diperolehnya untuk para pemegang sahamnya.
BAB V PENINGKATAN DAYA SAING
B U T I R - B U T I R P E M I K I R A N P E R D A G A N G A N I N D O N E S I A 2 0 0 9 – 2 0 1 480
C. Menciptakan Daya Saing PerdaganganDi saat sebuah negara membuka diri dan lebih agresif dalam menerapkan
konsep pasar bebas maka pada saat itu pula negara tersebut dapat menjadi
pemenang ataupun korban globalisasi. Hasil akhirnya sangat bergantung
kesiapan negara itu sendiri dan langkah-langkah yang diambil dalam
menghadapi persaingan bebas tersebut.
Di samping peran para pedagang dan industri atau pengusaha dalam
menciptakan keunggulan produk dan proses, diperlukan juga peran
aktif pemerintah melalui penerapan strategi-strategi perdagangan yang
terintegrasi. Penciptaan daya saing perdagangan dapat dirangkum dalam
kerangka seperti terdapat pada gambar berikut.
Kerangka di atas mencakup fondasi, pilar-pilar, dan payung atau atap
yang dibutuhkan agar sebuah negara dapat menciptakan daya saing
perdagangan global untuk produk dan jasa yang ditawarkan oleh industri
nasional.
1. WTO dan rezim perdagangan lainnya
Peraturan-peraturan yang diterapkan oleh WTO dan rezim per-
dagangan lainnya, seperti AFTA atau perjanjian perdagangan
bilateral, harus menjadi payung dalam rangka peningkatan daya
saing perdagangan nasional. Walau bagaimana pun, sebagai anggota
dari badan dunia seperti WTO dan sebagai negara yang telah
menandatangani atau meratifikasi perjanjian perdagangan, kita
wajib untuk menciptakan dan meningkatkan daya saing tanpa harus
melanggar koridor yang ada.
Diskusi dan penjelasan tentang peran WTO, pentingnya menganut
framework yang ada, dan kemungkinan menggunakan celah
(loophole) telah dibahas di bab sebelumnya .
B U T I R - B U T I R P E M I K I R A N P E R D A G A N G A N I N D O N E S I A 2 0 0 9 – 2 0 1 481
2. Infrastruktur Supply Chain
Sektor perdagangan tidak dapat terlepas dari berfungsinya faktor
rantai suplai (supply chain), bahkan pada kebanyakan jenis produk
keunggulan produk termajinalisasi oleh buruk ataupun mahalnya
rantai suplai ini. Oleh karena itu, salah satu pilar paling utama untuk
menciptakan daya saing perdagangan adalah adanya infrastruktur
supply chain yang memadai dan berfungsi dengan optimum.
Dua hal pokok dalam infrastruktur supply chain ialah:
a. tersedianya jaringan transportasi yang efisien dan efektif;
b. tersedianya sarana pendukung yang memudahkan transaksi
barang dan jasa antara pembeli dan penjual.
Peran transportasi dalam perdagangan sangat menonjol mengingat
komponen biaya transportasi akhirnya harus diserap dalam biaya
Infr
astr
ukt
ur
Supp
ly C
hain
Stan
dar
isas
i dan
Ser
tifi
kasi
Infr
astr
ukt
ur
info
rmas
i dan
Mo
dal
Per
atu
ran
dan
Keb
ijak
an
Best practice & pengembangan kemampuan perdagangan
WTO dan rezim perdagangan lainnya
Gambar 5 Kerangka Pengembangan Daya Saing Perdagangan
BAB V PENINGKATAN DAYA SAING
B U T I R - B U T I R P E M I K I R A N P E R D A G A N G A N I N D O N E S I A 2 0 0 9 – 2 0 1 482
produk itu sendiri. Secara global, biaya transportasi menyangkut
nilai kapital atau modal sarana transportasi (truk, kereta api, dll) dan
biaya operasional transportasi itu sendiri (perawatan, bahan bakar,
dll). Di negara berkembang yang sarana transportasi biasanya kurang
optimal, biaya transportasi per unit produk per kilometer umumnya
menjadi kendala yang menambah biaya produk secara berlebihan
dan selanjutnya menjadikan produk yang semula kompetitif menjadi
tidak kompetitif. Oleh karena itu, diperlukan peran pemerintah
sebagai regulator untuk menyediakan jaringan transportasi seperti
disebut di atas.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam optimalisasi sarana transportasi,
antara lain sebagai berikut.
• Tersedianya sarana multimoda terintegritas yang memungkinkan
pergerakan barang untuk memiliki lebih dari satu pilihan
transportasi (udara-laut-darat-kereta api). Berdasarkan jenis
barangnya, pengusaha dapat mengoptimalkan sarana
transportasi yang dipilih.
• Pemberian fasilitas fiskal untuk menurunkan harga beli
sarana transportasi. Di negara seperti Indonesia yang sarana
transportasi umumnya masih diimpor ataupun hanya dirakit
secara lokal, modal yang diperlukan untuk menyediakan sarana
transportasi umumnya lebih tinggi dari negara yang sudah
dapat memproduksi sarana transportasi sendiri. Oleh karenanya,
pemerintah sebaiknya memikirkan untuk menyediakan fasilitas
yang mampu menurunkan harga jual sarana transportasi itu.
• Jadwal transportasi adalah aspek lain yang perlu diperhatikan.
Dalam hal ini, bukan hanya frekuensinya, melainkan juga
waktunya. Sebagai contoh, bila hasil produksi sebuah
perkebunan siap dikirimkan setiap hari pada jam 09:00 pagi,
tetapi jadwal kereta api hanya ada setiap jam 16:00 sore maka
terjadi waktu jeda (idle time) yang signifikan yang secara
langsung mengurangi nilai kualitas produk dan secara tidak
langsung menambah biaya produk.
• Keamanan adalah aspek lain yang memiliki dampak langsung
B U T I R - B U T I R P E M I K I R A N P E R D A G A N G A N I N D O N E S I A 2 0 0 9 – 2 0 1 483
terhadap penambahan biaya transportasi. Keamanan dalam hal
ini menyangkut keamanan terhadap barang yang dikirim (tidak
hilang dalam perjalanan) dan juga keamanan agar barang
tiba dengan selamat (tidak ada kecelakaan). Satu hal yang
perlu mendapat perhatian khusus ialah perlu adanya standar
keselamatan (safety standard) yang mengacu kepada standar
internasional.
• Aspek lain yang perlu diperhatikan adalah sarana transportasi
tidak boleh menimbulkan biaya operasional transportasi yang
tinggi. Contohnya ialah bila jalan banyak berlobang sehingga
biaya perawatan dan operasional kendaraan menjadi mahal
yang secara langsung akan berpengaruh terhadap biaya
transportasi per kilometer.
Selain sarana transportasi yang memadai, juga diperlukan adanya
fasilitas pendukung, seperti forwarder, servicing agent, dan jasa-jasa
yang memungkinan perpindahan barang secara efisien. Dalam hal
ini, perlu difasilitasi agar ada semacam jasa one-stop-service yang
memungkinan penjual dan pembeli barang tidak perlu terlibat dalam
administrasi dan monitoring transportasi.
Jasa one-stop-service tidak dapat lagi berfungsi sekadar sebagai agen
atau broker, namun harus dapat memberikan nilai tambah yang
berarti. Dalam hal ini, kondisi yang diharuskan adalah penyedia jasa
one-stop-service harus mampu mengintegrasikan dirinya ke dalam
supply chain antara penjual dan pembeli dan sekaligus menghilangkan
beberapa fungsi operasional supply chain di dalam organisasi penjual
dan pembeli itu sendiri.
3. Standarisasi dan sertifikasi
Standarisasi dan sertifikasi menjadi sangat penting untuk mengurangi
kesenjangan dalam interpretasi terhadap kualitas dan representasi
dari barang dan jasa yang diperdagangkan. Umumnya, pihak pembeli
adalah yang menetapkan standar tersebut dan pihak penjual
wajib memenuhi standar yang diminta apabila ingin mendapatkan
BAB V PENINGKATAN DAYA SAING
B U T I R - B U T I R P E M I K I R A N P E R D A G A N G A N I N D O N E S I A 2 0 0 9 – 2 0 1 484
nilai wajar (fair value) dari barang yang dijual. Standar di sini dapat
berbentuk fisik barang, kemasan, atau bentuk non-fisik lain.
Untuk produk-produk ekspor tertentu yang belum ada standar
internasional, segera diperlukan adanya standar yang ditentukan
bersama antara negara asal barang dan negara tujuan barang
(bilateral atau multilateral bila menyangkut beberapa negara anggota
perdagangan).
Adanya standar bukan hanya menjadi jaminan untuk pihak yang
bertransaksi, tetapi juga manjadi nilai tambah dimana apabila standar
dapat ditentukan secara ekplisit, standar tersebut akan menjadi
keunggulan (competitive advantage) yang mudah ditiru oleh produsen
dari negara lain. Sebuah contoh dari penerapan standar yang menjadi
nilai senjata komptitif ialah bila sebuah negara di Eropa menerapkan
standar untuk impor pisang, dimana pisang tersebut harus memiliki
bentuk tertentu dan dengan ukuran panjang tertentu, dimana
standar tersebut hanya dapat dipenuhi oleh pemasok dari Afrika dan
tidak dapat dipenuhi oleh pemasok dari Amerika Selatan/ Karibia.
Dalam hal ini, secara efektif standar tersebut menjadi penghalang
bagi pisang asal Amerika Selatan/ Karibia dan menjadi senjata ampuh
untuk pisang Afrika.
Tingkatan standar dan jenis standar terhadap suatu barang sangat
beragam dan dampaknya terhadap daya saing barang itu sendiri
sangat bervariasi. Dalam hal ini, produsen tidak perlu menerapkan
semua standar yang ada, tetapi perlu mengetahui dan memiliki
analisis akan dampak setiap standar terhadap daya saing produknya
dan sekaligus memikirkan kemungkinan penerapan standar tertentu
yang menjadi senjata dalam menciptakan keunggulan produk.
Di samping penerapan standar, daya saing juga dapat tercipta melalui
adanya sertifikasi. Dalam hal ini, sertifikasi menjadi kepanjangan
tangan dan realisasi dari penerapan standar itu sendiri.
B U T I R - B U T I R P E M I K I R A N P E R D A G A N G A N I N D O N E S I A 2 0 0 9 – 2 0 1 485
4. Infrastruktur informasi dan permodalan (capital)
Pilar ketiga dalam rangka peningkatan daya saing ialah perlunya
sarana pendukung yang memudahkan tersedianya informasi dan
permodalan.
Salah satu faktor penyebab adanya transaksi perdagangan ialah
kepercayaan antara pihak yang bertransaksi. Apabila para pihak saling
mengenal dan percaya terhadap satu sama lain atau mengenal pihak
ketiga yang memberikan jaminan, transaksi akan terjadi dengan cepat.
Di era tradisional, berkembangnya kepercayaan tersebut disebabkan
oleh berita dari mulut ke mulut dan terbentuknya reputasi akan salah
satu pihak atau objek transaksi. Di era modern, dimana interaksi fisik
antara pihak yang bertransaksi semakin jarang, diperlukan suatu
infrastruktur sebagai jembatan untuk membangun kepercayaan
tersebut.
Transparansi informasi dan kualitas informasi memberikan pengaruh
tersendiri pada nilai produk. Apabila ada kepincangan informasi
antara pihak yang bertransaksi, baik tentang objek transaksi maupun
para pihak itu sendiri, secara tidak langsung risiko yang terkandung
akan diterjemahkan kepada harga barang. Dalam hal ini, pihak
penjual akan menerapkan premi (harga yang lebih tinggi untuk
mengantisipasi risiko), sedangkan pihak pembeli akan menerapkan
potongan harga.
Salah satu syarat penting dalam penyediaan informasi adalah dalam
bentuk tersedianya sarana tukar-menukar informasi. Hal ini dapat
terfasilitasi dengan bagus dengan penerapan teknologi, seperti EDI
(Eletronic Data Interchange), Intranet, dan Extranet. Adanya teknologi
seperti ini memungkinkan untuk menghindari duplikasi, bekerja
dengan menggunakan database yang sama, dan menarik interpretasi
yang sinkron antara pihak yang bertransaksi. Dengan adanya
kemudahan dan transparansi ini, waktu untuk proses dokumentasi
dan verifikasi dapat dipotong.
BAB V PENINGKATAN DAYA SAING
B U T I R - B U T I R P E M I K I R A N P E R D A G A N G A N I N D O N E S I A 2 0 0 9 – 2 0 1 486
Dengan semakin ketatnya persaingan antara para produsen dan
antara negara-negara yang mencoba melakukan proteksi terselubung,
kebutuhan akan informasi dan kemampuan untuk menerjemahkan
informasi menjadi tidak terelakkan. Di dalam perdagangan
internasional, hal ini dapat dilihat dalam bentuk kesenjangan antara
pengetahuan pemasok akan spesifikasi yang dituntut oleh konsumen
di negara tujuan dimana spesifikasi tersebut sering sekali di luar
konteks barang yang ditransaksikan. Contohnya adalah penolakan
akan barang yang dikaitkan dengan hal hal umum seperti pelecehan
hak asasi manusia, perusakan lingkungan, ataupun hal-hal spesifik
seperti ukuran kemasan. Banyak produsen yang memiliki barang
yang kompetitif, tetapi gagal melakukan transaksi karena buta akan
informasi seperti di atas.
Untuk mengatasi hal seperti ini, diperlukan adanya networking
internasional dengan memanfaatkan kecanggihan dunia maya
(trade network) ataupun dengan memberdayakan duta-duta bangsa,
khususnya korps diplomatik. Pentingnya peran perdagangan dalam
eksistensi sebuah negara telah menjadikan diplomasi perdagangan
sebagai bagian penting dari misi para diplomat. Bila di masa lalu,
seorang diplomat dituntut untuk lugas dan pandai dalam hal politik
dan mungkin juga pertahanan maka di era sekarang, mereka juga
dituntut untuk cakap dalam hal perdagangan sehingga tugas
promosi produk sebuah negara bukan hanya menjadi tugas dari
atase perdagangan dan stafnya, tetapi menjadi misi dari seluruh
korps diplomatik. Hal ini hanya dapat terjadi apabila korps diplomatik
dibekali dengan pengetahuan tentang perdagangan dan kemampuan
negosisasi perdagangan (yang jelas berbeda dengan negosiasi
tentang kerja sama militer atau negosiasi jenis lain).
Oleh karenanya, sebagai salah satu bentuk usaha dalam meningkatkan
daya saing perdagangan, pemerintah perlu memasukkan kurikulum
perdagangan sebagai bahan inti untuk semua diplomat dan
memberikan mandat dan target yang jelas bagi setiap perwakilan di
B U T I R - B U T I R P E M I K I R A N P E R D A G A N G A N I N D O N E S I A 2 0 0 9 – 2 0 1 487
luar negeri dalam peningkatan perdagangan. Departemen luar negeri
dan para duta besar harus menjadi promotor ekspor.
Di segi lain, diperlukan juga adanya sarana untuk menyelesaikan
perselisihan. Dalam hal ini, penyelesaian yang cepat, efektif, dan adil.
Adanya para negosiator dan arbitrasi dapat menurunkan tingkat
risiko perdagangan dan menjadi salah satu motor peningkatan
daya saing. Termasuk dalam hal ini ialah perlunya pengetahuan/
informasi tentang hukum perdagangan internasional dan peraturan
perdagangan yang berlaku di negara tujuan.
Sinkronisasi dan pertukaran informasi juga diperlukan dalam
sektor pembiayaan, seperti L/C, jaminan bank, dan lain lain dimana
peran serta industri perbankan dan institusi pembiayaan sangat
berpengaruh pada peningkatan daya saing perdagangan bukan
hanya untuk perdagangan ekspor, melainkan juga perdagangan
dalam negeri.
Para pemain sektor perdagangan perlu memiliki pengetahuan
tentang berbagai aspek pembiayaan, baik yang menyangkut
mekanisasi dan instrumen pembiayaan maupun tentang para
pemain sektor pembiayaan termasuk kemampuan mereka. Tingkat
permainan dalam pembiayaan perdagangan saat ini telah semakin
canggih sehingga metode pembiayaan dapat menjadi faktor penentu
dalam menurunkan harga produk. Hal ini terlihat nyata di negara-
negara yang memiliki tingkat suku bunga yang tinggi, dimana suatu
metode pembiayaan yang dapat menghemat suku bunga 1–2%
dapat menjadikan produk yang semula tidak kompetitif kini menjadi
bersaing.
Di samping itu, diperlukan juga adanya pasar keuangan dimana
para pedagang dapat menukarkan kewajiban ataupun piutangnya
(secondary market) sehingga siklus perputaran uang diperpendek
dan pedagang dapat memutar uangnya dengan frekuensi yang lebih
tinggi (frequent turnover). Tentunya untuk meciptakan pasar keuangan
BAB V PENINGKATAN DAYA SAING
B U T I R - B U T I R P E M I K I R A N P E R D A G A N G A N I N D O N E S I A 2 0 0 9 – 2 0 1 488
yang kondusif untuk mendukung sektor perdagangan ini, diperlukan
regulasi yang ketat dan penerapan hukum yang konsisten agar faktor
moral hazard dapat dihindari.
5. Peraturan dan kebijakan
Pilar keempat dalam peningkatan daya saing perdagangan berada di
tangan pemerintah dan regulator, tepatnya dalam bentuk penerapan
peraturan dan kebijakan yang mendukung dan mendorong
perdagangan. Pilar keempat ini sebenarnya menopang pilar-pilar
yang lain karena pada dasarnya menjadikan tiga pilar pertama
berfungsi dengan baik diperlukan peraturan dan kebijakan.
Ada beberapa contoh kebijakan yang dapat dipertimbangkan seperti
di bawah ini.
• Kebijakan perpajakan
- Mengingat perlunya standarisasi dan sertifikasi maka ada
baiknya pemerintah memberikan fasilitas pengurangan
pajak bagi tindakan-tindakan yang mengarah pada
peningkatan mutu, standarisasi, dan sertifikasi. Juga perlu
dipertimbangkan untuk memberikan tax holiday terhadap
perusahaan sertifikasi dalam rangka menurunkan biaya
sertifikasi produk.
- Memberikan percepatan depresiasi terhadap biaya transfer
teknologi selama teknologi yang didapat dapat dibuktikan
sebagai motor untuk meningkatkan daya saing produk.
• Kebijakan yang mendukung transaksi elektronik, baik untuk
melahirkan situs-situs perdagangan maya sejenis E-Bay, Pay-
Pal, Alibaba maupun untuk memberikan kepastian kepada para
pengguna situs tersebut.
• Menetapkan prioritas sektoral, baik untuk jangka pendek,
menengah, maupun jangka panjang sesuai dengan road-map
perdagangan. Dalam hal ini, tujuannya adalah agar regulasi
dan peraturan dapat berada di depan permasalahan untuk
B U T I R - B U T I R P E M I K I R A N P E R D A G A N G A N I N D O N E S I A 2 0 0 9 – 2 0 1 489
mengantisipasi kebutuhan pasar seperti teridentifikasi dalam
road map.
• Kebijakan sektor keuangan yang diperlukan untuk menggiatkan
pembiayaan perdagangan seperti telah dibahas dalam pilar
ketiga di atas
• Acap kali, badan pemerintah menilai agen sebagai penambah
biaya dan bukan penambah nilai (lebih mahal membeli barang
dari agen daripada langsung dari sumbernya). Padahal, apabila
peran agen di dalam negeri dapat dioptimalkan dan menjadi
pencipta nilai tambah maka pemerintah sebagai pembelanja
terbesar dapat memberikan pasar yang lebih besar bagi para
agen yang selanjutnya akan mengarah kepada penciptaan
lapangan kerja. Untuk itu, pemerintah perlu mengarahkan
dan menuntut adanya adopsi terhadap konsep Total Cost of
Ownership atau TCO.
Konsep TCO melihat biaya sebuah objek. Bukan hanya dari harga
barang tersebut, melainkan dari total biaya yang diperlukan mulai
dari sourcing, pembelian objek, kepemilikan, dan perawatan hingga
masa akhir objek tersebut. Konsep ini mengajarkan bahwa harga
beli sebuah barang adalah seperti pucuk bongkahan es di laut bahwa
sebenarnya bongkahan tersebut masih memiliki massa yang jauh
lebih besar daripada pucuknya, tetapi tidak kelihatan. Menggunakan
analogi serupa, sebuah barang yang dibeli dengan harga murah
(pucuk bongkahan es) belum tentu memiliki TCO yang rendah
karena masih ada biaya-biaya lain yang tidak terlihat, namun harus
ditanggung oleh pembeli (bongkahan yang tersembunyi di bawah
laut), seperti proses administrasi yang dituntut penjual, keperluan
perawatan dengan frekuensi tinggi, down time yang tinggi (sering
rusak), masa pakai yang pendek, hasil produk yang tidak konsisten,
kesulitan mendapatkan sparepart, tidak adanya pelayanan purna jual,
dan sebagainya.
BAB V PENINGKATAN DAYA SAING
B U T I R - B U T I R P E M I K I R A N P E R D A G A N G A N I N D O N E S I A 2 0 0 9 – 2 0 1 490
Apa yang diperlukan dalam hal ini ialah agar para agen memegang
peran dalam rangka menurunkan TCO barang-barang dibeli oleh
pemerintah.
6. Best practice dan pengembangan kemampuan perdagangan
Pada akhirnya semua pilar dan payung yang tertulis di atas tidak akan
berfungsi tanpa adanya fondasi yang kuat. Dalam meningkatkan
daya saing perdagangan, fondasi tersebut adalah kemauan produsen
barang atau jasa untuk mengadopsi best practice dan secara konsisten
melakukan peningkatan kemampuan perdagangan.
Para produsen dan pedagang harus mau dan siap untuk mengubah
pola pikir dan pola kerja dalam membuat produk dan melancarkan
proses perdagangan, seperti dalam menggunakan teknologi dalam
transaksi, melakukan investasi saran perdagangan, dan yang paling
utama menyadari bahwa faktor manusia memegang peranan penting
dalam perdagangan dan peningkatan daya saing perdagangan tidak
akan bisa dicapai tanpa peningkatan kemampuan insan-insan yang
terlibat dalam dunia perdagangan.
D. Rekomendasi Pengembangan Daya Saing
Direkomendasikan beberapa kebijakan untuk meningkatkan daya saing
perekonomian nasional, yaitu sebagai berikut.
1. Penetapan prioritas pembangunan sektor unggulan
Potensi industri Indonesia perlu dioptimalkan pemanfaatannya melalui
sinergi kebijakan pemerintah dan pelaku usaha sehingga terbangun
keterkaitan hulu dan hilir yang menjadikan industri Indonesia
mempunyai daya saing kuat di kompetisi global. Pembangunan
perekonomian tidak dapat dilakukan secara meluas tanpa sinergi
kekuatan. Prioritasisasi Pembangunan Sektor Unggulan khususnya
industri akan mendorong sinergi segenap potensi perekonomian
nasional.
B U T I R - B U T I R P E M I K I R A N P E R D A G A N G A N I N D O N E S I A 2 0 0 9 – 2 0 1 491
2. Peningkatan produktivitas Daya saing sektor industri akan benar-benar kokoh dan berkelanjutan
bila dilakukan melalui program peningkatan produktivitas untuk
meningkatkan nilai tambah berupa peningkatan output dan
minimalisasi input yang dilakukan oleh pelaku usaha, pemerintah,
dan masyarakat umum.
3. Perkuatan daya saing di pasar domestik Membangun daya saing internasional industri Indonesia perlu
diawali dengan memperkuat daya saingnya di pasar domestik melalui
perkuatan pelaku usaha industri dalam negeri dan menyediakan
iklim usaha yang kondusif. Perkuatan daya saing di pasar domestik
memerlukan keterlibatan pelaku usaha, pemerintah, konsumen, dan
masyarakat Indonesia.
4. Peningkatan daya saing berbasis pemasaran Kekuatan bersaing industri Indonesia di pasar global memerlukan
kebersamaan pelaku usaha dan fasilitasi pemerintah untuk
memperkuat penetrasi ekspor dan pemasaran pada umumnya.
Diperlukan perubahan sikap pandang dan prioritas program yang
mendorong peningkatan daya saing berbasis pemasaran, khususnya
untuk meningkatkan penetrasi pasar ekspor.
5. Pengembangan perekonomian berbasis teknologi Pembangunan perekonomian terutama peningkatan daya saing
sektor industri akan dapat dilakukan secara berkelanjutan dalam
rangka peningkatan efisiensi dan kualitas melalui aplikasi teknologi.
Pengembangan perekonomian berbasis teknologi secara meluas akan
menjadi motor penggerak peningkatan nilai tambah perekonomian
nasional.
BAB V PENINGKATAN DAYA SAING
B U T I R - B U T I R P E M I K I R A N P E R D A G A N G A N I N D O N E S I A 2 0 0 9 – 2 0 1 492