Darah Dan Pembuluh Darah

201
2.1 Penyakit Darah 2.1.1 Kelainan Pembekuan Darah Defisiensi herediter masing-masing dari sepuluh factor pembekuan telah diterangkan. Haemofili A (defisiensi factor VIII) dan haemofili B (penyakit Christma,defisiensi factor IX). (Hoffbrand dan Pettit. 1996) Hemofilia berasal dari bahasa Yunani Kuno, yang terdiri dari dua kata yaitu haima yang berarti darah dan philia yang berarti cinta atau kasih sayang. Hemofilia adalah suatu penyakit yang diturunkan, yang artinya diturunkan dari ibu kepada anaknya pada saat anak tersebut dilahirkan. Darah pada seorang penderita hemofilia tidak dapat membeku dengan sendirinya secara normal. Proses pembekuan darah pada seorang penderita hemofilia tidak secepat dan sebanyak orang lain yang normal. Ia akan lebih banyak membutuhkan waktu untuk proses pembekuan darahnya. Penderita hemofilia kebanyakan mengalami gangguan perdarahan di bawah kulit; seperti luka memar jika sedikit mengalami benturan, atau luka memar timbul dengan sendirinya jika penderita telah melakukan aktifitas yang berat; pembengkakan pada persendian, seperti lulut, pergelangan kaki atau siku tangan. Penderitaan para penderita hemofilia dapat membahayakan jiwanya jika perdarahan terjadi pada bagian organ tubuh yang vital seperti perdarahan pada otak. Hemofilia terbagi atas dua jenis, yaitu : - Hemofilia A; yang dikenal juga dengan nama : 1

description

Darah Dan Pembuluh Darah

Transcript of Darah Dan Pembuluh Darah

Page 1: Darah Dan Pembuluh Darah

2.1 Penyakit Darah

2.1.1 Kelainan Pembekuan Darah

Defisiensi herediter masing-masing dari sepuluh factor pembekuan telah diterangkan.

Haemofili A (defisiensi factor VIII) dan haemofili B (penyakit Christma,defisiensi factor IX).

(Hoffbrand dan Pettit. 1996)

Hemofilia berasal dari bahasa Yunani Kuno, yang terdiri dari dua kata yaitu haima yang

berarti darah dan philia yang berarti cinta atau kasih sayang. Hemofilia adalah suatu penyakit

yang diturunkan, yang artinya diturunkan dari ibu kepada anaknya pada saat anak tersebut

dilahirkan.

Darah pada seorang penderita hemofilia tidak dapat membeku dengan sendirinya secara

normal. Proses pembekuan darah pada seorang penderita hemofilia tidak secepat dan sebanyak

orang lain yang normal. Ia akan lebih banyak membutuhkan waktu untuk proses pembekuan

darahnya.

Penderita hemofilia kebanyakan mengalami gangguan perdarahan di bawah kulit; seperti luka

memar jika sedikit mengalami benturan, atau luka memar timbul dengan sendirinya jika

penderita telah melakukan aktifitas yang berat; pembengkakan pada persendian, seperti lulut,

pergelangan kaki atau siku tangan. Penderitaan para penderita hemofilia dapat membahayakan

jiwanya jika perdarahan terjadi pada bagian organ tubuh yang vital seperti perdarahan pada otak.

 Hemofilia terbagi atas dua jenis, yaitu : 

- Hemofilia A; yang dikenal juga dengan nama :

 

- Hemofilia Klasik; karena jenis hemofilia ini adalah yang paling banyak kekurangan faktor

pembekuan pada darah.

- Hemofilia kekurangan Factor VIII; terjadi karena kekurangan faktor 8 (Factor VIII) protein

pada darah yang menyebabkan masalah pada proses pembekuan darah.

  

- Hemofilia B; yang dikenal juga dengan nama :

 

- Christmas Disease; karena di temukan untuk pertama kalinya pada seorang bernama Steven

Christmas asal Kanada

- Hemofilia kekurangan Factor IX; terjadi karena kekurangan faktor 9 (Factor IX) protein

pada darah yang menyebabkan masalah pada proses pembekuan darah.

1

Page 2: Darah Dan Pembuluh Darah

Hemofilia A atau B adalah suatu penyakit yang jarang ditemukan. Hemofilia A terjadi

sekurang - kurangnya 1 di antara 10.000 orang. Hemofilia B lebih jarang ditemukan, yaitu 1 di

antara 50.000 orang.

Hemofilia tidak mengenal ras, perbedaan warna kulit atau suku bangsa.Hemofilia paling

banyak di derita hanya pada pria. Wanita akan benar-benar mengalami hemofilia jika ayahnya

adalah seorang hemofilia dan ibunya adalah pemabawa sifat (carrier). Dan ini sangat jarang

terjadi. (Lihat penurunan Hemofilia). Sebagai penyakit yang di turunkan, orang akan terkena

hemofilia sejak ia dilahirkan, akan tetapi pada kenyataannya hemofilia selalu terditeksi di tahun

pertama kelahirannya.

Tingkatan Hemofilia

Hemofilia A dan B dapat di golongkan dalam 3 tingkatan, yaitu : 

Klasifikasi Kadar Faktor VII dan Faktor IX di dalam

darah

 Berat  Kurang dari 1% dari jumlah normalnya

 Sedang  1% - 5% dari jumlah normalnya

 Ringan  5% - 30% dari jumlah normalnya

Penderita hemofilia parah/berat yang hanya memiliki kadar faktor VIII atau faktor IX

kurang dari 1% dari jumlah normal di dalam darahnya, dapat mengalami beberapa kali

perdarahan dalam sebulan. Kadang - kadang perdarahan terjadi begitu saja tanpa sebab yang

jelas.Penderita hemofilia sedang lebih jarang mengalami perdarahan dibandingkan hemofilia

berat. Perdarahan kadang terjadi akibat aktivitas tubuh yang terlalu berat, seperti olah raga yang

berlebihan. Penderita hemofilia ringan lebih jarang mengalami perdarahan. Mereka mengalami

masalah perdarahan hanya dalam situasi tertentu, seperti operasi, cabut gigi atau mangalami luka

yang serius. Wanita hemofilia ringan mungkin akan pengalami perdarahan lebih pada saat

mengalami menstruasi.

(http://www.hemofilia.or.id/hemofilia.php)

2.1.2 Anemia

I. Anemia defisiensi hematin

1. Defisiensi besi

2

Page 3: Darah Dan Pembuluh Darah

Defisiensi besi adalah penyebab dasar pada 500 juta kasus anemia di seluruh dunia. Besi

dari makanan diabsorbsi di usus halus bagian atas. Besi ditransportasikan dalam darah oleh

transferin dan disimpan dalam bentuk terikat dengan feritin.

Penyebab defisiensi besi adalah kehilangan darah dari slauran pencernaan atau saluran

urogenital. Kebutuhan besi yang meningka pada kehamilan dapat menyebabkan defisiensi besi

maternal. Defisiensi besi memiliki gambaran klinis penting yang berkaitan dengan anemia yaitu

lelah, sesak napas, kaki dan pergelangan kaki bengkak, membran mukosa pucat dan yang lebih

sering terjadi defisiensi dalam jaringan (stomatitis angularis, glositis).

Defisiensi besi dicurigai jika ditemukan anemia mikrositik(sel darah merah berukuran

kecil) dan hipokrom( sel darah merah dengan kadar hemoglobin berkurang). Kadar besi dan

feritin dalam serum rendah dan kapasitas ikat besi total (transferin)tinggi. Feritin merupakan

protein fase akut yang kadarnya bisa normal atau meningkat pada pasien dengan inflamasi,

keganasan, penyakit hati, walaupun terdapat defisiensi besi. Pemeriksaan yang yang lebih

spesifik untuk memastikan defisiensi besi adalah kadar reseptor trasferin dalam serum yang

meningkat pada defisiensi besi

2. Defisiensi vitamin B12

Penyebab defisiensi vitamin B12 di Inggris paling sering adalah anemia pernisiosa dan

penyebab lainnya antara lain adalah malabsorbsi vit B12 pada ileum terminal. Dimana anemia

jenis ini menyerang usia sekitar 60 tahun. Pada anemia pernisiosa terdapat antibodi antara lain :

Sel parietal lambung, sehingga mengakibatkan gastritis autoimun dan mengurangi

sekresi faktor intrinsik

Faktor intrinsik, sehingga mencegah terjadinya pengikatan vitamin B12

Defisiensi vitamin B12 memilki gambaran klinis seperti gejala anemia pada umumnya

yaitu ikterus ringan, glositis, dan penurunan berat badan. Anemia pernisiosa merupakan penyakit

autoimun dan oleh karena penyakit autoimun lainnya seperti vitiligo serta gangguan neurologis.

Sebagain besar pasien mengalami anemia makrositik dengan sumsum tulang

megaloblastik (adanya hambatan pematangan prekursor sle darah merah), trombositopenia

sedang/ringan dan leukopenia sering ditemukan. Pada defisiensi B12 ini ditemukan kadar

vitamin B12 seru rendah dan ditemukan antibodi terhadap faktor intrinsik.

3. Defisiensi folat

3

Page 4: Darah Dan Pembuluh Darah

Defisiensi folat merupakan penyebab umum anemia makrositik. Folat terdapat dalam

jumlah yang banyak pada sayur berwarna hijau dan diabsorbsi terutama pada usus halus bagian

atas. Defisiensi folat dapat terjadi akibat :

Defisiensi dalam diet

Malabsorbsi, seperti pada penyakit seliaka

Kebutuhan yang meningkat drastis, misalnya pada anemia hemolitik

Kebutuhan yang meningkat, misalnya pada kehamilan

Obat antagonis folat, seperti metotreksat

Adanya anemia makrositik yang disertai rendahnya kadar folat dalam sel darah merah dan serum

menegakkan diagnosis dan sumsung tulang terliat megaloblastik.

II. Anemia hemolitik

Pada anemia hemolitik, masa hidup sel darah merah lebih pendek daripada sel darah

merah normal yang dapat hidup sampai 120 hari. Walaupun sumsung tulang dapat meningkatkan

produksi sel darah merah sampai tujuh kali, namun jumlah ini tetap tidak mencukupi dan

terjadilah anemia. Peningkatan sedemikian besarnya pada produksi sel darah merah

meningkatkan kebutuhan folat yang jika tidak terpenuhi dapat memicu terjadinya defisiensi folat.

Hemolisis dapat terjadi kongenital maupun didapat Gambaran klinis yang umum adalah pucat,

ikterus, splenomegali yang bervariasi.

Kelainan pemeriksaan laboratorium pada hemolisis menunjukkan tanda-tanda

peningkatan jumlah sel darah merah yang dihancurkan :

Peningkatan jumlah bilirubin plasma yang tidak terkonjugasi

Peningkatan kadar laktat dehidrogenase plasma yang telah dilepaskan dari sel

darah merah yang rusak

Kadar haptoglobin plasma yang rendah atau tidak ada sama sekali

1. Anemia hemolitik herediter, penyebabnya antara lain :

Sferositosis herediter

Penyakit dominan autosomal ini menghasilkan membran sel darah merah yang abnormal

dan biasanya timbul pada masa kanak-kanak dengan pucat dan seranga ikterus. Dan biasanya

terdapat dalam riwayat keluarga. Pada pemeriksaan ditemukan sferosit(sel darah merah yang

berukuran kecil, sferis, berwarna gelap tanpa ada daerah pucat di tengah) tepatnya pada apus

darah.

4

Page 5: Darah Dan Pembuluh Darah

Defisiensi enzim sel darah merah

Defisiensi dari hampir enzim apapun yang terlibat dalam metabolisme glukosa sel darah

merah dapat mengakibatkan anemia hemolitik. Penyebab yang paling pentig adalah defisiensi

glukosa-6-fosfat dehidrogenase dan defisiensi piruvat kinase. Sebagian orang dengan defisiensi

G6PD ini biasanya asimptomatik sampai terjadi serangan hemolitik akut yang dipicu oleh infeksi

dan jenis obat.

Defisiensi piruvat kinase

Merupakan penyakit resesif autosomal yang jarang terjadi. Gambaran klinis dapat

bervariasi namun kebanyakan timbul pada masa kanak-kanak dengan anemia dan ikterus.

Splenomegali biasanya hanya ringan. Ditemukan anemia hemolitik ”prickle cells” yang aneh

pada darah dan penurunan aktifitas PK yang signifikan pada sel darah merah.

2. Anemia hemolitik didapat, penyebabnya antara lain :

Purpura trombositopenik trombotik (TTP)

Ditandai dengan adanya fragmen sel darah merah pada apus darah, trombositopenia,

kelainan neurologis, gangguan ginjal dan demam.Adanya kerusakan sel endotel dan agregasi

trombosit merupakan patogenesis penyakit purpura trombositopenik trombotik.

Sindrom uremik hemolitik

Ditandai dengan anemia hemolitik mikroangiopati, trombositopenia dan gangguan ginjal.

Etioloinya sering tidak diketahui namun yang paling sering adalah E.coli.

Hemolisis kardiak

Ini biasanya terjadi setelah penggunaan katup jantung prostetik dan disebabkan oleh

kebocoran kecil di sekitar katup. Pasien mengalami anemia dan apus darah ditemukan

fragmentasi sel darah

II. Anemia hemolitik autoimun

Anemia hemolitik autoimun dapat disebabkan oleh antibodi panas atau dingin.

Gambaran klinisnya adalah kelelahan, letargi, kadang terjadi gagal jantung. Splenomegali sering

ditemukan. Selain gambaran klinis hemolisis, pada apus darah ditemukan sferosit dan pada

beberapa kasus ditemukan aglutinasi sel darah merah.

Hemolisis yang dimediasi antibodi panas

Biasanya diakibatkan pengikatan sel darah merah oleh IgG yang menyebabkan fagositosis di

limpa. Penyebabnya antara lain :

5

Page 6: Darah Dan Pembuluh Darah

Idiopatik

Penyakit limfoproliferatif

Penyakit autoimun

Penyakit inflamasi usus

Obat-obatan

Hemolisis yang dimediasi antibodi dingin

Biasanya IgM dapat bersifat poliklonal dan timbul sebagai kosekuensi dari infeksi atau

bersifat monoklonal pada penyakit limfopriliferatif atau keadaan idiopatik-penyakit hemaglutinin

dingin

Hemoglobinuria paroksismal dingin

Kelainan yang jarang terjadi ini biasanya sembuh dengan sendirinya, paling sering

ditemukan pada anak-anak dan sering didahului oleh riwayat penyakit akibat virus. Penyebabnya

adala antibodi dingin IgG poliklonal. (Davey, 2005 :304-309)

2.1.2 Thalasemia

Talasemia merupakan suatu penyakit darah yang ditandai dengan berkurang atau

ketiadaan produksi dari hemoglobin normal. Talasemia biasanya terjadi di daerah-daerah dimana

terjadi endemik malaria, khususnya malaria yang disebabkan oleh Plasmodium falciparum

Darah terdiri dari plasma yang berupa cairan, sel darah merah (eritrosit), sel darah putih

(leukosit), dan keping darah (trombosit). Leukosit berfungsi untuk melindungi tubuh terhadap

infeksi, dan trombosit berfungsi untuk mekanisme pembekuan darah. Eritrosit membawa satu

protein yang disebut hemoglobin yang berfungsi untuk mengikat oksigen di paru-paru,

membawanya ke peredaran darah, dan melepaskannya ke sel dan jaringan tubuh.

Molekul hemoglobin terdapat pada semua eritrosit dan menjadi penyebab dari merahnya

warna darah manusia. Hemoglobin terdiri dari haem (suatu kompleks yang terdiri dari zat besi)

dan berbagai macam globin ( rantai protein yang ada di sekeliling kompleks haem). Pada orang

normal, hemoglobin dibagi menjadi :

1. Hb A (95%-98%)

HbA mengandung dua rantai alpha (α) dan dua rantai beta (β).

6

Page 7: Darah Dan Pembuluh Darah

2. Hb A2 (2%-3,5%)

HbA2 mempunyai dua rantai alpha (α) dan dua rantai delta (δ).

3. Hb F (<2%)

HbF diproduksi pada saat masa kehamilan dan akan menurun seiring dengan

bertambahnya usia. HbF mempunyai dua rantai alpha (α) dan dua rantai gamma (γ).

Pada talasemia terjadi kelainan pada gen-gen yang mengatur pembentukan dari rantai

globin sehingga produksinya terganggu. Gangguan dari pembentukan rantai globin ini akan

mengakibatkan kerusakan pada sel darah merah yang pada akhirnya akan menimbulkan

pecahnya sel darah tersebut.

Klasifikasi Talasemia

Berdasarkan gangguan pada rantai globin yang terbentuk, talasemia dibagi menjadi :

1. Talasemia alpha

Talasemia alpha disebabkan karena adanya mutasi dari salah satu atau seluruh globin

rantai alpha yang ada. Talasemia alpha dibagi menjadi :

Silent Carrier State (gangguan pada 1 rantai globin alpha).Pada keadaan ini mungkin

tidak timbul gejala sama sekali pada penderita, atau hanya terjadi sedikit kelainan berupa

sel darah merah yang tampak lebih pucat (hipokrom).

Alpha Thalassaemia Trait (gangguan pada 2 rantai globin alpha). Penderita mungkin

hanya mengalami anemia kronis yang ringan dengan sel darah merah yang tampak pucat

(hipokrom) dan lebih kecil dari normal (mikrositer).

Hb H Disease (gangguan pada 3 rantai globin alpha). Gambaran klinis penderita dapat

bervariasi dari tidak ada gejala sama sekali, hingga anemia yang berat yang disertai

dengan perbesaran limpa (splenomegali).

Alpha Thalassaemia Major (gangguan pada 4 rantai globin aplha). Talasemia tipe ini

merupakan kondisi yang paling berbahaya pada talasemia tipe alpha. Pada kondisi ini

tidak ada rantai globin yang dibentuk sehingga tidak ada HbA atau HbF yang diproduksi.

Biasanya fetus yang menderita alpha talasemia mayor mengalami anemia pada awal

kehamilan, membengkak karena kelebihan cairan (hydrops fetalis), perbesaran hati dan

limpa. Fetus yang menderita kelainan ini biasanya mengalami keguguran atau meninggal

tidak lama setelah dilahirkan.

2. Talasemia Beta

7

Page 8: Darah Dan Pembuluh Darah

Talasemia beta terjadi jika terdapat mutasi pada satu atau dua rantai globin yang ada.

Talasemia beta dibagi menjadi :

Beta Thalassaemia Trait. Pada jenis ini penderita memiliki satu gen normal dan satu gen

yang bermutasi. Penderita mungkin mengalami anemia ringan yang ditandai dengan sel

darah merah yang mengecil (mikrositer).

Thalassaemia Intermedia.Pada kondisi ini kedua gen mengalami mutasi tetapi masih bisa

memproduksi sedikit rantai beta globin. Penderita biasanya mengalami anemia yang

derajatnya tergantung dari derajat mutasi gen yang terjadi.

Thalassaemia Major (Cooley’s Anemia).Pada kondisi ini kedua gen mengalami mutasi

sehingga tidak dapat memproduksi rantai beta globin. Biasanya gejala muncul pada bayi

ketika berumur 3 bulan berupa anemia yang berat. 

Diagnosis

Diagnosis dari talasemia diketahui dengan melakukan beberapa pemeriksaan darah, seperti : 

      FBC (Full Blood Count)

Pemeriksaan ini akan memberikan informasi mengenai berapa jumlah sel darah merah

yang ada, berapa jumlah hemoglobin yang ada di sel darah merah, dan ukuran serta

bentuk dari sel darah merah.

      Sediaan Darah Apus

Pada pemeriksaan ini darah akan diperiksa dengan mikroskop untuk melihat jumlah dan

bentuk dari sel darah merah, sel darah putih dan platelet. Selain itu dapat juga dievaluasi

bentuk darah, kepucatan darah, dan maturasi darah.

      Iron studies

Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui segala aspek penggunaan dan penyimpanan

zat besi dalam tubuh. Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk membedakan apakah

penyakit disebabkan oleh anemia defisiensi besi biasa atau talasemia.

      Haemoglobinophathy evaluation

Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui tipe dan jumlah relatif hemoglobin yang ada

dalam darah.

      Analisis DNA

8

Page 9: Darah Dan Pembuluh Darah

Analisis DNA digunakan untuk mengetahui adanya mutasi pada gen yang memproduksi

rantai alpha dan beta. Pemeriksaan ini merupakan tes yang paling efektif untuk

mendiagnosa keadaan karier pada talasemia.

Terapi

Sebagian besar penderita talasemia tidak memerlukan terapi. Penderita talasemia HbH

dan talsemia intermedia memerlukan pengawasan yang ketat dan kadang-kadang harus menjalani

transfusi darah. Pemberian asam folat kadang dapat diberikan, tetapi suplemen zat besi tidak

dianjurkan.

Penderita Major Beta Thalassaemia memerlukan transfusi secara reguler setiap enam

sampai delapan minggu tergantung dari derajat anemia. Transfusi darah secara terus menerus ini

dapat menimbulkan kelebihan zat besi di dalam tubuh, yang disebut hemosiderosis. Keadaan ini

dapat menimbulkan efek jangka panjang yang berbahaya karena dapat menyebabkan gagal

jantung dan hati. Oleh sebab itu biasanya transfusi darah disertai dengan penggunaan obat-

obatan yang dapat menurunkan kadar zat besi dalam tubuh (chelating agent).

Pada beberapa keadaan, kadang diperlukan suatu tindakan operasi untuk mengambil

limpa dari dalam tubuh (splenectomy), karena limpa telah rusak. Terapi lain dapat berupa

transplantasi sumsum tulang. Prosedur ini menjanjikan kesembuhan pada penderita talasemia

namun angka keberhasilan sampai saat ini sulit diprediksi.

Koenzim Q10 dan Talasemia

Adanya kerusakan sel darah merah dan zat besi yang menumpuk di dalam tubuh akibat

talasemia, menyebabkan timbulnya  aktifasi oksigen atau yang lebih dikenal dengan radikal

bebas. Radikal bebas ini dapat merusak lapisan lemak dan protein pada membram sel, dan

organel sel, yang pada akhirnya dapat menyebabkan kerusakan dan kematian sel. Biasanya

kerusakan ini terjadi di organ-organ vital dalam tubuh seperti hati, pankreas, jantung dan kelenjar

pituitari. Oleh sebab itu penggunaan antioksidan, untuk mengatasi radikal bebas, sangat

diperlukan pada keadaan talasemia.

Dari penelitian yang dilakukan oleh Siriraj Hospital, Universitas Mahidol , Bangkok,

Thailand, ditemukan bahwa kadar koenzim Q 10 pada penderita talasemia sangat rendah.

Pemberian suplemen koenzim Q 10 pada penderita talasemia terbukti secara signifikan mampu

menurunkan radikal bebas pada penderita talasemia. Oleh sebab itu pemberian koenzim Q 10

9

Page 10: Darah Dan Pembuluh Darah

dapat berguna sebagai terapi ajuvan pada penderita talasemia untuk meningkatkan kualitas

hidup.

(http://www.thalassemia.com/what_is_thal.html)

2.1.4 Leukemia

Produksi sel darah yang tidak terkontrol disebabkan oleh mutasi yang bersifat kanker

pada sel mielogen atau sel limfogen. Hal ini menyebabkan leukemia, yang biasanya ditandai

dengan sel darah putih abnormal yang sangat meningkat dalam sirkulasi darah. (Guyton & Hall,

2007)

Tipe Leukemia

Leukemia dibagi menjadi dua tipe umum : Leukemia Limfosit dan Leukemia

Mielogenosa. Leukemia limfositik disebabkan oleh produksi sel limfoid yang bersifat kanker,

biasanya dimulai di nodus limfe atau jaringan limfositik lain dan menyebar ke daerah tubuh

lainnya. Tipe leukemia yang kedua, leukemia mielogenosa, dimulai dari produksi sel

mielogenosa muda yang bersifat kanker di sumsum tulang dan kemudian menyebar ke seluruh

tubuh, sehingga sel darah putih diproduksi di banyak organ ekstramedular-terutama di nodus

limfe, limpa, dan hati.

Pada leukemia mielogenosa, kadang-kadang proses yang bersifat kanker itu memproduksi

sel yang berdiferensial sebagian, menghasilkan apa yang disebut dengan leukemia netrofilik,

leukemia eosinofilik, leukemia basofilik, atau leukemia monositik. Namun yang lebih sering

terjadi adalah sel leukemia dengan bentuk yang aneh dan tidak berdiferensiasi serta tidak identik

dengan sel darah putih yang normal apapun. Biasanya semakin sel tidak berdiferensiasi, maka

leukemia yang terjadi semakin akut, dan jika tidak diobati sering menyebabkan kematian dalam

waktu beberapa bulan. Pada beberapa sel yang lebih berdiferensiasi, prosesnya dapat

berlangsung kronik, kadang-kadang begitu lambatnya sampai lebih dari 10 hingga 20 tahun. Sel

leukemia, khususnya sel yang sangat tidak berdiferensiasi, biasanya tidak berfungsi memberikan

perlindungan normal terhadap infeksi. (Guyton & Hall, 2007)

Pengaruh Leukemia Terhadap Tubuh

10

Page 11: Darah Dan Pembuluh Darah

Efek pertama leukemia adalah pertumbuhan metastatik sel leukemik di tempat yang

abnormal dari tubuh. Sel leukemik dari sumsum tulang dapat berkembang biak sedemikian

hebatnya sehingga dapat menginvasi tulang di sekitarnya, menimbulkan rasa nyeri dan, pada

akhirnya tulang cenderung mudah fraktur.

Hampir semua sel leukemia akan menyebar ke limpa, nadus limfe, hati, dan daerah

pembuluh darah lainnya, tanpa menghiraukan leukemia itu berasal dari sumsum tulang atau

nodus limfe. Efek umum dari leukemia adalah timbulnya infeksi, anemia berat, dan

kecenderungan untuk berdarah karena terjadi trombositopenia (kekurangan trombosit). Berbagai

pengaruh ini terutama diakibatkan oleh penggantian sel normal di sumsum tulang dan sel limfoid

oleh sel leukemik yang tidak berfungsi.

Akhirnya, pengaruh leukemia yang paling penting pada tubuh adalah penggunaan bahan

metabolik yang berlebihan oleh sel kanker yang sedang tumbuh. Jaringan leukemik

memproduksi kembali sel-sel abru dengan begitu cepat, sehingga timbul dengan kebutuhan

makanan yang besar sekali dari cadangan tubuh, khususnya asam amino dan vitamin. Akibatnya,

energi pasien jadi sangat berkurang, dan penggunaan asam amino yang berlebihan khususnya

menyebabkan jaringan protein tubuh yang normal mengalami kemunduran yang cepat. Jadi,

sewaktu jaringan leukemik tumbuh, jaringan lain akan melemah. Setelah mengalami kelaparan

metabolik yang berkepanjangan, hal ini sudah cukup untuk menyebabkan kematian. (Guyton &

Hall, 2007)

2.1.5 Multiple Myeloma

Definisi

Multipel Myeloma (mielomatosis) adalah proliferasi monoklonal neoplastik dari sel

plasma sumsum tulang, ditandai oleh lesi litik tulang, penimbunan sel plasma dalam sumsum

tulang, dan danya protein monoclonal dalam serum dan urine. Delapan puluh persen kasus

terjadi di atas umur 40 tahun. Di inggris terdapat angka kematian tahuanan rata-rata 9 per juta

penduduk.

(Hoffbrand & Pettit, 1996 : 180)

Penyakit ini menyerang pria dan wanita, dan biasanya ditemukan pada usia diatas 40

tahun. Tumor sel plasma (plasmasitoma) paling banyak ditemukan di tulang panggul, tulang

11

Page 12: Darah Dan Pembuluh Darah

belakang, tulang rusuk dan tulang tengkorak. Kadang mereka ditemukan di daerah selain tulang,

terutama di paru-paru dan organ reproduksit.

(http://medicastore.com/penyakit/312/Mieloma_Multipel_multiple_myeloma.html)

Sel plasma yang abnormal hampir selalu menghasilkan sejumlah besar antibodi yang

abnormal dan pembentukan antobodi yang normal berkurang. Sebagai akibatnya, penderita lebih

mudah terkena infeksi.

Pecahan dari antibodi yang abnormal seringkali terkumpul di ginjal, menyebabkan

kerusakan dan kadang menyebabkan gagal ginjal.

Endapan dari pecahan antibodi di dalam ginjal atau organ lainnya bisa menyebabkan

amiloidosis. Pecahan antibodi abnormal di dalam air kemih disebut protein Bence-Jones.

(http://medicastore.com/penyakit/312/Mieloma_Multipel_multiple_myeloma.html)

Etiologi

Idiopatik

(http://medicastore.com/penyakit/312/Mieloma_Multipel_multiple_myeloma.html)

Gejala

Multipel Myeloma seringkali menyebabkan nyeri tulang (terutama pada tulang belakang

atau tulang rusuk) dan pengeroposan tulang sehingga tulang mudah patah. Nyeri tulang biasanya

merupakan gejala awal, tetapi kadang penyakit ini terdiagnosis setelah penderita mengalami:

- Anemia, karena sel plasma menggeser sel-sel normal yang menghasilkan sel darah merah di

sumsum tulang.

- Infeksi bakteri berulang, karena antibodi yang abnormal tidak efektif melawan infeksi.

- Gagal ginjal, karena pecahan antibodi yang abnormal (protein Bence-Jones) merusak ginjal.

Kadang mieloma multipel mempengaruhi aliran darah ke kulit, jari tangan, jari kaki dan

hidung karena terjadi pengentalan darah (sindroma hiperviskositas). Berkurangnya aliran darah

ke otak bisa menyebabkan gejala neurologis berupa kebingungan, gangguan penglihatan dan

sakit kepala.

(http://medicastore.com/penyakit/312/Mieloma_Multipel_multiple_myeloma.html)

Pemeriksaan Laboratoris

Beberapa pemeriksaan darah bisa membantu dalam mendiagnosis penyakit ini :

- Hitung jenis darah komplit, bisa menemukan adanya anmeia dan sel darah merah yang

12

Page 13: Darah Dan Pembuluh Darah

abnormal.

- Laju endap sel darah merah (eritrosit) biasanya tinggi.

- Kadar kalsium tinggi, karena perubahan dalam tulang menyebabkan kalsium masuk ke dalam

aliran darah.

(http://medicastore.com/penyakit/312/Mieloma_Multipel_multiple_myeloma.html)

Tetapi kunci dari pemeriksaan diagnostik untuk penyakit ini adalah elektroforesis

protein serum dan imunoelektroforesis, yang merupakan pemeriksaan darah untuk menemukan

dan menentukan antibodi abnormal yang merupakan tanda khas dari mieloma multipel. Antibodi

ini ditemukan pada sekitar 85% penderita. Elektroforesisi air kemih dan imunoelektroforesis juga

bisa menemukan adanya protein Bence-Jones, pada sekitar 30-40% penderita.

(http://medicastore.com/penyakit/312/Mieloma_Multipel_multiple_myeloma.html)

Pemeriksaan Rontgen dan Biopsi

Pemeriksaan rontgen seringkali menunjukkan pengeroposan tulang (osteoporosis).

Biopsi sumsum tulang menunjukkan sejumlah besar sel plasma yang secara abnormal tersusun

dalam barisan dan gerombolan ; sel-sel juga tampak abnormal.

(http://medicastore.com/penyakit/312/Mieloma_Multipel_multiple_myeloma.html)

Penatalaksanan

Pengobatan ditujukan untuk :

- mencegah atau mengurangi gejala dan komplikasi.

- menghancurkan sel plasma yang abnormal.

- memperlambat perkembangan penyakit.

(http://medicastore.com/penyakit/312/Mieloma_Multipel_multiple_myeloma.html)

Obat pereda nyeri (analgesik) yang kuat dan terapi penyinaran pada tulang yang

terkena, bisa mengurangi nyeri tulang.

Penderita yang memiliki protein Bence-Jones di dalam air kemihnya harus minum

banyak untuk mengencerkan air kemih dan membantu mencegah dehidrasi, yang bisa

menyebabkan terjadinya gagal ginjal.

Penderita harus tetap aktif karena tirah baring yang berkepanjangan bisa mempercepat

terjadinya osteoporosis dan menyebabkan tulang mudah patah.

13

Page 14: Darah Dan Pembuluh Darah

Tetapi tidak boleh lari atau mengangkat beban berat karena tulang-tulangnya rapuh.

(http://medicastore.com/penyakit/312/Mieloma_Multipel_multiple_myeloma.html)

Pada penderita yang memiliki tanda-tanda infeksi (demam, menggigil, daerah

kemerahan di kulit) diberikan antibiotik.

Penderita dengan anemia berat bisa menjalani transfusi darah atau mendapatkan

eritropoietin (obat untuk merangsang pembentukan sel darah merah).

Kadar kalsium darah yang tinggi bisa diobati dengan prednison dan cairan intravena,

dan kadang dengan difosfonat (obat untuk menurunkan kadar kalsium). Allopurinol diberikan

kepada penderita yang memiliki kadar asam urat tinggi.

(http://medicastore.com/penyakit/312/Mieloma_Multipel_multiple_myeloma.html)

Kemoterapi memperlambat perkembangan penyakit dengan membunuh sel plasma yang

abnormal. Yang paling sering digunakan adalah melfalan dan s iklofosfamid . Kemoterapi juga

membunuh sel yang normal, karena itu sel darah dipantau dan dosisnya disesuaikan jika jumlah

sel darah putih dan trombosit terlalu banyak berkurang. Kortikosteroid (misalnya prednison atau

deksametason) juga diberikan sebagai bagian dari kemoterapi. Kemoterapi dosis tinggi

dikombinasikan dengan terapi penyinaran masih dalam penelitian. Pengobatan kombinasi ini

sangat beracun, sehingga sebelum pengobatan sel stem harus diangkat dari darah atau sumsum

tulang penderita dan dikembalikan lagi setelah pengobatan selesai. Biasanya prosedur ini

dilakukan pada penderita yang berusia dibawah 50 tahun.

(http://medicastore.com/penyakit/312/Mieloma_Multipel_multiple_myeloma.html)

Pada 60% penderita, pengobatan memperlambat perkembangan penyakit. Penderita

yang memberikan respon terhadap kemoterapi bisa bertahan sampai 2-3 tahun setelah

penyakitnya terdiagnosis. Kadang penderita yang bertahan setelah menjalani pengobatan, bisa

menderita leukemia atau jaringan fibrosa (jaringan parut) di sumsum tulang. Komplikasi lanjut

ini mungkin merupakan akibat dari kemoterapi dan seringkali menyebabkan anemia berat dan

meningkatkan kepekaan penderita terhadap infeksi.

(http://medicastore.com/penyakit/312/Mieloma_Multipel_multiple_myeloma.html)

Prognosis

Perpanjangan hidup median (median survival) adalah dua tahun dengan 20% bertahan

hidup empat tahun. Sifat prognostik yang paling serius adalah konsentrasi urea darah; jika urea

14

Page 15: Darah Dan Pembuluh Darah

darah lebih dari 14 mmol/L pada saat ditemukan perpanjangan hisup median hanya beberapa

bulan. Jika urea darah kurang dari 7 mmol/L perpanjangan hidup median adalah 33 bulan.

Anemia berat, albumin serum yang rendah pada saat ditemukan, dan proteinuria Bence-Jones

juga merupakan prognostik jelek.

(Hoffbrand & Pettit, 1996 : 185)

2.1.6 Neutropenia

Definisi

Jumlah absolute neutrofil pada orang dewasa kurang dari 1800 per µl. harus di catat

bahwa 1500 per µl merupakan batas normal rendah rentang normal pada beberapa penelitian dan

2 % populasi normal memiliki jumlah kurang dari batas bawah ini. Populasi kulit hitam di

Amerika Serikat memiliki batas neutrofil normal lebih rentan dibandingkan dengan populasi

Kaukasian(Water, Larry.1998)

Menentukan Mekanisme

Neutropenia menetap, bahkan pada derajat ringan, yang tidak dapat dijelaskan oleh suatu

kejadian akut (seperti infeksi virus) harus dievaluasi dan bila mungkin harus ditentukan etiologi

spesifiknya(Water, Larry.1998)

Data Dasar Rutin

Jumlah sel darah lengkap

Aspirasi dan biopsy sumsum tulang

Evaluasi ukuran limpa (PE, spleen scan)

Data-data di atas akan membantu menempatkan mekanisme neutropenia ke dalam salah

satu kategori berikut :

Penurunan proliferasi sumsum tulang

Produksi sumsum tulang yang tidak efektif

Penurunan daya tahan hidup neutrofil

Neutropenia redistribusi (marginasi)

(Water, Larry.1998)

15

Page 16: Darah Dan Pembuluh Darah

1. Penurunan Proliferasi Sumsum Tulang

Etiologi yang Lazim

Anemia aplastik

Infiltrasi sumsum tulang (mieloptisis)

Agranulositosis akut

Neutropenia atau aplasia akibat obat

Sumsum tulang menunjukkan penurunan precursor granulosit dan dapat menunjukkan

suatu etiologi spesifik pada penyakit infiltrate sumsum tulang seperti leukemia, kanker

metastasis, dan sebagainya. Induksi obat merupakan etiologi yang paling umum(Water,

Larry.1998)

Neutropenia Hipoproliferatif Akibat Induksi Obat

a. Universal, Berhubungan dengan Dosis

Sebagian besar zat kemoterapetik yang digunakan dalam onkologi menyebabkan neutropenia

yang berhubungan dengan dosis (dan biasanya trombositopenia) pada setiap orang. Zat-zat lain,

yang biasanya tidak dianggap penekan sumsum tulang akan menyebabkan neutropenia pada

setiap orang bila digunakan dengan dosis yang cukup besar. Termasuk :

Kloramfenikol

Etanol

Rifampin

(Water, Larry.1998)

b. Idiosinkratik, Berhubungan dengan Dosis

Obat-obat ini hanya menyebabkan neutropenia pada sebagian individu. Biasanya obat

harus diminum dalam dosis besar selama kurun waktu tertentu (sedikitnya 2 minggu) sebelum

awitan neutropenia. Factor-faktor penjamu yang tidak dikenal merupakan prasyarat. Obat yang

sangat baik untuk dipelajari dalam kategori ini adalah klorpromasin, yang diketahui menghambat

sintesis DNA. Neutropenia biasanya terjadi selama 3 bulan pertama pengobatan atau sama sekali

tidak terjadi. Seringkali neutropenianya ringan (dapat juga berat), dan jumlah sel darah putih

cepat kembali normal setelah penghentian obat. Zat-zat lain (kurang teliti) yang dapat termasuk

kategori neutropenia akibat induksi obat adalah :

Zat-zat anti-tiroid

16

Page 17: Darah Dan Pembuluh Darah

Fenotiasin yang lain

Imipramin

Antibiotika

Kloramfenikol

Sulfonamide

Carbenicillin

Isoniazid

Antibiotika β-laktam

Antihistamin (misalnya pyribenzamine)

Fenilbutazon

Penisilamin

(Water, Larry.1998)

c. Reaksi Hipersensitivitas

Beberapa neutropenia akibat induksi oabt tampak sebagai reaksi alergi, hipersensitivitas,

mengarah ke maekanisme antibody (sebagian besar tidak terbukti dengan baik). Raksi-reaksi

demikian tampaknya tidak berhubungan dengan dosis dan seringkali disertai eosinofilia. Obat-

obat yang dianggap menyebabkan tipe reaksi ini termasuk :

Sulfonamide

Antibiotika β-laktam (eosinofilia, ruam dan demam umum terjadi)

Ampisilin

Kloramfenikol

Penisilin

Fenilbutazon

Kuinidin

Prokainamid

Diuretika (tiasid, asam etakrinat)

(Water, Larry.1998)

Agranulositosis Akut

Neutropenia produksi terisolasi berat akibat induksi obat dengan jumlah absolute

neutrofil kurang dari 200 disebut agranulositosis akut. Terutama terlihat dalam bentuk reaksi

17

Page 18: Darah Dan Pembuluh Darah

idiosinkrasi dan hipersensitivitas dan merupakan penyakit yang mengancam kehidupan

(mortalitas 20 %). Penyembuhan biasanya terjadi dalam 2 minggu setelah penghentian obat.

Pengobatan meliputi pengenalan, penghentian semua obat yang mungkin menjadi penyebab,

rawat inap dan antibiotika spectrum luas untuk mengatasi demam(Water, Larry.1998)

Anemia Aplastik

Agranulositosis akut merupakan penyakit yang dapat sembuh sendiri dalam waktu

singkat dengan kesembuhan sempurna bila penderita dapat bertahan melalui masa singkat

neutropenia. Sebaliknya, anemia aplastik yang dapat terjadi sebagai reaksi hipersensitivitas

terhadap obat tertentu, biasanya kronis dan seringkali fatal. Transplantasi sumsum tulang

menjadi tindakan pilihan untuk penderita muda dengan aplasia berat dan tersedianya saudara

kandung dengan HLA identik. Kadang-kadang androgen bermanfaat untuk penderita dengan

aplasia ringan(Water, Larry.1998)

d. Neutropenia atau Pansitopenia Kronis, Tidak Dapat Dijelaskan

Teknik biakan sumsum tulang in vitro sekarang sudah tersedia dan berguna untuk

membedakan kasus-kasus akibat supresi sel benih imunologis. Mekanisme imunologis ini

seringkali dijumpai pada pendertita-penderita dengan penyakit autoimun dan seringkali

perantarai oleh limfosit T. respons dapat terlihat dengan pemberian steroid, globulin antitimosit,

plasmaperesis, splenektomi dan sebagainya(Water, Larry.1998)

2. Produksi Sumsum Tulang yang Tidak Efektif

Etiologi yang Lazim

Anemia megaloblastik

Defisiensi folat

Defisiensi B12

Obat-obat yang mengganggu metabolism folat (metotreksat, hidroksiurea, sitosin

arabinosid, pirimetamin, difenilhidantoin)

(Water, Larry.1998)

Sindrom mielodiplastik

Sumsum tulang bersifat seluler tetapi biasanya menyingkapkan kelainan kualitatif semua

barisan sel. Ada kematian sel dalam sumsum tulang dan seringkali sitopenia perifer. Pada

18

Page 19: Darah Dan Pembuluh Darah

defisiensi B12 dan asam folat neutropenia perifer cepat membaik dengan pengobatan vitamin

yang tepat(Water, Larry.1998)

3. Penurunan Daya Tahan Hidup Neutrofil

Sebagian penderita penyakit autoimun seperti SLE dan sindrom AFelty mengalami

neutropenia kronis sebagai akibat sekunder antibody antineutrofil. Beberapa neutropenia akibat

induksi obat juga dapat merupakan akibat sekunder adanya autoantibody terhadap neutrofil

perifer. Pelacakan in vitro adanya antibody antineutrofil sulit dikerjakan, banyak uji yang

memiliki masalah spesifisitas. Sumsum tulang pada penderita ini bersifat seluler tetapi biasanya

hanya menunjukkan precursor awal (ggambarn “henti pematangan”). Makin banyak sel matang

yang dilepaskan ke sirkulasi perifer secara dini(Water, Larry.)

Mekanisme leucopenia ini, bahkan bila berat, biasanya tidak terlalu berbahaya dan mengancam

jiwa disbanding neutropenia produksi pada derajat yang sama (Water, Larry.1998)

4. Neutropenia Redistribusi (Marginasi)

Normalnya granulosit darah perifer didistribusika kira-kira sebanding dalam “kelompok

sel dalam sirkulasi” yang diukur dengan jumlah neutrofil perifer dan dalam “kelompok sel

marginal” yang tersebar disepanjang dinding pembuluh darah, dalam mikro sirkulasi dan limpa

(tidak terhitung oleh jumlah neutrofil). Sel-sel dapat bergeser dari kelompok sirkulasi ke

kelompok marginal, memberikan kesan neutropenia yang salah pada keadaan-keadaan berikut :

Hipersplenisme

Sepsis bacterial yang berat

Viremia

Hantaran jaringan seringkali memadai meskipun jumlah neutrofil perifer menunjukkan

kebalikannya. Precursor granulosit sumsum tulang cukup atau meningkat(Water, Larry.1998).

2.2 Kelainan Jantung

2.2.1 Defek Katup

            Defek katub jantung merupakan salah satu Penyakit Jantung Bawaan (PJB). PJB ialah

kelainan “susunan” jantung, “mungkin” sudah terdapat sejak lahir. Perkataan “susunan” berarti

19

Page 20: Darah Dan Pembuluh Darah

menyingkirkan aritmia jantung, sedangkan “mungkin” sudah terdapat sejak lahir berarti tidak

selalu dapat ditemukan selama beberapa minggu/bulan setelah lahir.

Faktor etiologi PJB adalah sebagai berikut:

1.Faktor genetik (biasanya merupakan bagian dari sindroma tertentu).

2.Faktor lingkungan/faktor eksterna (obat, virus, radiasi) yang terdapat sebelum kehamilan 3

bulan. Hipoksia pada waktu persalinan dapat mengakibatkan tetap terbukanya ductus arteriosus

pada bayi.

3. Interaksi dari faktor genetik dan faktor lingkungan.

Defek katup dibagi menjadi 2, yaitu defek atrium (ASD) dan defek ventrikel (VSD).

VSD merupakan kelainan jantung bawaan (kongenital) berupa terdapatnya lubang pada septum

interventrikuler yang menyebabkan adanya hubungan aliran darah antara ventrikel kanan dan

kiri. Secara normal lubang tersebut akan menutup selama akhir minggu keempat massa embrio.

Lubang tersebut dapat hanya satu atau lebih yang terjadi akibat kegagalan fusi septum

interventrikuler semasa janin dalam kandungan. VSD merupakan penyakit kelainan bawaan yang

paling sering ditemukan sekitar 30,5 %.  Klasifikasi VSD berdasarkan pada lokasi lubang, yaitu:

1) perimembranous (tipe paling sering, 60%) bila lubang terletak di daerah pars membranaceae

septum interventricularis, 2) subarterial doubly commited, bial lubang terletak di daerah septum

infundibuler dan sebagian dari batas defek dibentuk oleh terusan jaringan ikat katup aorta dan

katup pulmonal, 3) muskuler, bial lubang terletak di daerah septum muskularis interventrikularis.

Defek septum atrial atau Atrial Septal Defect (ASD) adalah gangguan septum atau sekat

antara rongga atrium kanan dan kiri. Septum tersebut tidak menutup secara sempurna dan

membuat aliran darah atrium kiri dan kanan bercampur.

Angka kejadian ASD berkisar 1 dari 1500 kelahiran hidup. Lubang septum tersebut dapat

terjadi di bagian mana saja dari septum namun bagian tersering adalah pada bagian foramen

ovale yang disebut dengan ostium sekundum ASD.

Kelainan ini terjadi akibat dari resorpsi atau penyerapan berlebihan atau tidak adekuatnya

pertumbuhan dari septum.

Patent Foramen Ovale (PFO) yang terjadi pada 20% dari populasi bukanlah ASD yang

sebenarnya. Foramen ovale merupakan lubang pada janin yang terdapat diantara rongga atrium.

20

Page 21: Darah Dan Pembuluh Darah

Pada saat lahir, lubang ini akan akan menutup secara alami dan secara anatomis akan menutup

sempurna pada bayi usia 6 bulan dengan cara bergabung dengan septum atrial. PFO terjadi

apabila didapatkan kegagalan penutupan atau penggabungan dengan septum atrial.

2.2.2 Subacute Bacterial Endokarditis

Definisi

Endokarditis Bakterial adalah penyakit infeksi oleh organisme pada permukaan

endokardial atau jaringan endothelial jantung, termasuk katup jantung (baik yang alami atau

prostetik), endokardium muralis, korda tendinae atau defek septum (Talib 2001, Keith 2000,

Gerardo 2003). Nama lain dari endokarditis infektif adalah endokarditis bakterial (Soparman

1987, Mokhtar Moendiyah 1998) . Lesi yang khas pada endokarditis infektif adalah vegetasi

yang terdiri dari trombosit, fibrin, mikroorganisme dan sel-sel radang (Mokhtar Moendiyah

1998). Endokarditis infektif biasanya terjadi pada jantung yang telah mengalami kerusakan.

Penyakit jantung yang mendahului endokarditis, bisa berupa penyakit jantung bawaan maupun

penyakit jantung yang didapat. Dahulu diduga infeksi pada endokard hanya disebabkan oleh

bakteri, sehingga disebut endokarditis bakterial. Kemudian ternyata bahwa infeksi bukan saja

disebabkan oleh bakteri tetapi dapat juga disebabkan oleh mikroorganisme lain, seperti jamur,

virus dan lain-lain

( Soparman 1987,Mokhtar moendyah 1998)).

Endokarditis juga bisa terjadi pada endokard dan katup yang sehat, misalnya endokarditis

yang terjadi pada penyalahgunaan narkotik intravena dan penyakit yang kronik. Perjalanan

penyakit bisa akut atau sub-akut bergantung pada virulensi mikroorganisme dan daya tahan

pasien.

Epidemiologi

Terdapat perubahan epidemiologi endokarditis infektif pada saat sekarang yang

disebabkan tingkat kesehatan umum yang baik, tingkat kesehatan gigi yang baik, pengobatan

yang lebih dini dan penggunaan antibiotik(Keith 2000). Insidens endokarditis 10-60 kasus per

1.000.000 penduduk per tahun diseluruh dunia dan cenderung meningkat pada usia lanjut.

Faktor predisposisi dan Faktor pencetus

Faktor predisposisi dapat dibagi dua, yaitu kelainan jantung organik dan tanpa kelainan

jantung organik. Kelainan jantung organik dapat berupa penyakit jantung reumatik, penyakit

21

Page 22: Darah Dan Pembuluh Darah

jantung bawaan, katup jantung prostetik, penyakit jantung sklerotik, prolaps katup mitral, operasi

jantung, kardiomiopati hipertrofi obstruktif(Soparman, 1987).

Endokarditis infektif sub-akut sering timbul pada penyakit jantung reumatik dengan fibrilasi dan

gagal jantung. Infeksi sering mengenai katup aorta dan mitral. Penyakit jantung bawaan yang

terkena endokarditis infektif adalah penyakit jantung bawaan tanpa sianosis dengan deformitas

katup dan tetralogi fallot(Soparmant 1987)).

Bila tidak ada kelainan organik pada jantung, maka faktor predisposisi endokarditis

infektif adalah akibat pemakaian obat imunosupresif atau sitostatik, hemodialisis atau dialysis

peritoneal, sirosis hati, diabetes mellitus, penyakit paru obstruktif kronik, penyakit ginjal, lupus

eritematosus, gout, penyalahgunaan narkotik intravena(Soparman, 1987).

Faktor pencetus endokarditis infektif adalah ekstraksi gigi atau tindakan lain pada mulut,

tindakan pada traktus respiratorius (tonsilektomi dan adenoidektomi, bronkoskopi, tindakan

bedah), tindakan pada traktus gastrointestinal (skleroterapi, operasi traktus biliaris, endoskopi),

tindakan pada traktus genitourinarius (kateterisasi, operasi prostate, sitoskopi), atau tindakan

obstetric-ginekologis(Gerardo 2003). Lima puluh persen pasien endokarditis sub-akut tidak

diketahui faktor pencetusnya(Soparman, 1987).

Etiologi

Sumber-sumber infeksi yang dapat menjadi fokal infeksi yang terdapat di mulut dan gigi

sehingga dapat menginfeksi jantung dan menimbulkan endokarditis adalah sisa akar, pulpitis

kronik, periodontal pocket dan penyakit periodontal lainnya, penyakit periapikal kronis dan gigi

nonvital yang tidak dirawat.

Sisa Akar

Sisa akar sering kali tidak mendapat perhatian karena tidak mengakibatkan keluhan

sakit , tetapi sisa akar ini dapat merupakan pengumpulan bakteri-bakteri dan menjadi fokal

infeksi(Mundiyah, dkk, 2003).

Pulpitis Kronik

Pulpitis kronik adalah peradangan pulpa karena adanya karies dentis yang sudah dalam,

atau dapat juga merupakan idiokatif pulpitis, dimana kuman tidak diketahui dari mana masuknya

; ada kemungkinan kuman masuk dari peredaran darah melalui foramen apikal, kuman yang

terdapat pada pulpitis kronik adalah streptococcus viridans, staphylococcus albus, basillus coli,

22

Page 23: Darah Dan Pembuluh Darah

basillus proteus, streptococcus aureus, streptococcus hemolyticus(Mokhtar mundiyah, dkk,

2003).

Polip Pulpa yang kemerah-merahan, tumbuhan subur menonjol

ke atas dari ruangan pulpa.(Langlais Robert P ; 1998)

Karies Interproksimal dan Onklusal(Lanlais Robert P ; 1998)

Periodental Pocket dan penyakit periodental lainnya.Yang disebut periodental pocket

adalah bertambah dalamnya sulkus gingiva karena proses patologis(Mokhtar Mundiyah, dkk,

2003).

Periodontal pocket berisi eksudat yang purulent berisi food debris, serum darah, bakteri-

bakteri yang sudah mati dan masih hidup beserta produk-produknya, polymorphnuclear

leucocyte cell yang desquamatif, musin saliva dan dapat disertai adalanya kalkus(Mokhtar

Mundiyah, dkk, 2003).

Penyakit periodontal lainnya yang dapat menjadi fokal infeksi adalah gingivitis kronik

dan periodontitis kronik. Penyakit periodontal dapat disebabkan oleh faktor fokal seperti

kalkulus, food dedrisdental plaque, traumatik oklusi atau faktor¬fakto sistemik seperti defisiensi

nutrisi (kekurangan vitamin C dan sebagainya), ketidakseimbangan hormon (pada kehamilan,

menstruasi, menopause) atau penyakit¬penyakit darah (blood dycrasia) (Mokhtar Mundiyah,

dkk, 2003).

Pada gingivitis warna gusi berubah menjadi merah, bengkak, sakit dan mudah

berdarah.Terkadang terjadi bau nafas yang tidak sedap serta rasa pahit dimulut. Gingivitis ini

mulanya disebabkan oleh plak gigi. Gingivitis dapat sembuh dengan penangan serta perawatan

yang baik, namun jika tidak ditangani dengan baik dapat berlanjut menjadi

Periodontitis(Mokhtar Mundiyah, dkk, 2003).

Gingivitis kronis meluas ke gusi cekat(Langlais Robert P ; 1998)

Penyakit periapikal kronis

Termasuk penyakit periapikal kronis adalah : periodontitis apikal kronika, granuloma

dentis, kista radikular yang mengalami infeksi kronik. Penyakit periapikal kronik dimulai dengan

periodontitis apikalis yang biasanya merupakan kelanjutan dari pulpitis atau kematian pulpa.

Rangsangan yang ringan dan terus menerus menyebabkan membrana periodontal di daerah apeks

bereaksi membentuk dinding untuk mengisolasi terjadinya infeksi yang lanjut. Dengan demikian

pada daerah rusak dibentuklah jaringan granulasi. Fibroblas berproliferasi dan dari membrana

23

Page 24: Darah Dan Pembuluh Darah

periodontal dibentuk kapsul fibrus untuk melindungi tulang yang lebih dalam. Jaringan

granuloma yang dikelilingi oleh kapsul dari membrana periodontium pada apeks gigi ini disebut

dengan granoloma dentis(Mokhtar Mundiyah, dkk, 2003).

Granuloma mengalami infeksi jika terdapat invasi kuman dari pulpa yang gangren,

melalui saluran akar dan foramen apikalis. Dengan terjadinya degenerasi dan pencairan bagian

sentral serta transudasi cairan melalui epitel ke dalam lumen. Maka granuloma akan berubah

menjadi kista. Infeksi yang terjadi secara hematogenik kebanyakan disebabkan oleh

streptococcus viridans(Mokhtar Mundiyah, dkk, 2003)..

Secara histologi diketemukan bahwa pada kapsul granuloma terdapat jaringan jaringan

kapiler diantara serat-seratnya, dan pembuluh-pembuluh darah yang besar sehingga

memungkinkan kuman dan toksin kuman masuk ke dalam peredaran darah (Mokhtar Mundiyah,

dkk, 2003).

Gigi nonvital yang tidak dirawat

Gigi-gigi non vital di mana pulpa giginya sudah tidak ada, dapat mengalami infeksi yang

kronis. Gigi yang demikian ini dapat menjadi fokal infeksi untuk tempat yang lain. Walaupun

pulpa gigi itu sudah mati tetapi pembuluh darah dalam pulpa gigi masih berhubungan dengan

tulang sekitarnya melalui jaringan periodontium dan sementum. Gigi nonvital yang dirawat

dengan baik tidak dapat menjadi fokal infeksi ((Mokhtar Mundiyah, dkk, 2003).

Endokarditis infektif sub-akut paling banyak disebabkan oleh Streptococcus viridans,

yaitu suatu mikroorganisme yang biasa hidup pada saluran nafas bagian atas. Sebelum

ditemukan antibiotik, 90-95% endokarditis infektif sub-akut disebabkan oleh Streptococcus

viridans dan sesudah ditemukan antibiotik hanya kira – kira 50%, yang merupakan sepertiga dari

seluruh endokarditis infektif (Keith 2000, Gerardo 2003, Soparman 1987).

Penyebab endokarditis infektif akut adalah mikroorganisme yang relative lebih pathogen,

yaitu Staphylococcus aureus. Staphylococcus aureus selain menyebabkan endokarditis akut,

dapat juga menyebabkan endokardtis infektif sub-akut. Mikroorganisme lain yang dapat

menyebabkan endokarditis infektif ialah Streptococcus fecalis, Streptococcus dan

Staphylococcus lain, bakteri gram negative aerob dan anaerob, jamur, virus, ragi dan kandida

(Keith 2000, Gerardo 2003).

Patogenesis dan Patologi anatomi

24

Page 25: Darah Dan Pembuluh Darah

Port d’entrée kuman yang paling sering adalah saluran pernafasan bagian atas, selain itu

juga melalui saluran kemih dan genital, saluran pencernaan, pembuluh darah vena dan kulit

(Soparman 1987).

Endokard yang rusak dan tidak rata mudah terinfeksi oleh mikroorganisme, menimbulkan

vegetasi yang terdiri dari trombosit dan fibrin. Vaskularisasi jaringan granular tersebut biasanya

tidak baik, sehingga memudahkan mikroorganisme berkembang biak dan akibatnya akan

menambah kerusakan katup dan endokard, kuman yang sangat pathogen dapat menyebabkan

robeknya katup sehingga terjadi kebocoran. Infeksi dengan mudahnya meluas ke jaringan

sekitarnya menimbulkan abses miokard atau aneurisma mikotik. Bila infeksi mengenai korda

tendinae maka dapat terjadi rupture, mengakibatkan terjadinya kebocoran katup. Endokarditis

akut, terutama yang disebabkan Staphylococcus aureus disertai abses pada lingkaran katup

(Soparman 1987 ).

Pembentukan thrombus yang mengandung kuman dan kemudian lepas dari endokard

merupakan gambaran yang khas pada endokarditis infektif. Besarnya emboli bermacam-macam.

Emboli yang disebabkan oleh jamur biasanya lebih besar, menyangkut dan menyumbat

pembuluh darah besar pula. Tromboemboli yang infeksius bisa tersangkut di otak, limpa, ginjal,

saluran cerna, jantung, anggota gerak, kulit dan paru (Soparman 1987).

Klasifikasi

Endokarditis akut dan sub-akut merupakan istilah umum dan sudah lama digunakan.

Endokarditis infektif bacterial sub-akut, biasanya disebabkan oleh organisme yang kurang

virulen seperti Streptococcus viridans. Perjalanan penyakit biasanya dalam beberapa minggu

sampai beberapa bulan. Endokarditis infektif bacterial akut biasanya berjalan cepat, dalam

beberapa hari sampai seminggu dan biasanya disebabkan oleh Staphylococcus aureus. Native

valve endocarditis atau endokarditis katup alami adalah endokarditis yang terjadi pada katup

jantung asli sedang endokarditis infektif prostetik adalah endokarditis yang terjadi pada katup

jantung buatan (Soparman 1987).

Manifestasi klinis

Endokarditis infektif sub-akut (Tryanti 1999, Edward 1995).

Sering pasien tidak mengetahui dengan jelas sejak kapan penyakitnya timbul. Pada beberapa

25

Page 26: Darah Dan Pembuluh Darah

pasien, manifestasi penyakit menjadi jelas sesudah pencabutan gigi, infeksi saluran nafas atau

tindakan lain. Gejala umum yang sering ditemukan adalah demam yang berlangsung terus

menerus, remitten ataupun intermitten, atau sama sekali tidak teratur. Umumnya puncak demam

38-40 oC dan terjadi pada sore atau malam hari. Sering diikuti menggigil dan kemudian

berkeringat banyak. Dapat terjadi anemia yang bersifat progresif dan dapat pula ditemui

pembesaran hati dan limpa. Gejala emboli dan vascular berupa ptekie biasanya timbul pada

mukosa tenggorok, mata dan juga pada semua bagian kulit. Bagian tengah ptekie biasanya lebih

pucat, dan bisa terjadi di retina yang disebut Roth’s spot. Emboli yang timbul sub-ungual jari

tangan dan kaki yang berbentuk linier disebut Splinter hemorrhages. Lesi yang spesifik adalah

Osler’s nodes yaitu penonjolan kulit berwarna merah jambu atau merah, yang terdapat di bagian

dalam jari, otot tenar dan hipotenar, bersifat nyeri. Emboli yang besar dapat tersangkut di otak

sehingga bisa menimbulkan hemiplegi, atau gangguan saraf sentral lain atau gangguan psikiatri.

Bila tersangkut di arteri koroner dapat menyebabkan infark miokard akut, dan jika di paru – paru

dapat terjadi abses paru. Tanda-tanda kelainan jantung penting untuk menentukan adanya

kelainan katup atau kelainan bawaan karena sebagian besar endokarditis sub-akut didahului oleh

penyakit jantung.

Endokarditis infektif akut (Tryanti 1999, Edward 1995).

Endokarditis infektif akut lebih sering timbul pada jantung normal, berbeda dengan

endokarditis infektif sub-akut yang hampir selalu mengenai jantung abnormal. Gejala timbul

mendadak, tanda – tanda infeksi lebih menonjol seperti panas yang tinggi dan mengigil, jarang

ditemukan pembesaran limpa, jari tabuh, anemia, ptekie, splinter hemorrhages dan Osler’s nodes.

Emboli lebih sering terjadi dan umumnya tersangkut di arteri yang lebih besar sehingga

menimbulkan infark. Karena endokarditis infektif akut mengenai jantung yang normal,

perubahan pada jantung penting sekali. Timbulnya bising menunjukan kerusakan katup.

Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaan laboratorium terdapat leukositosis (neutrofilia), anemia normositik

normokrom, peningkatan laju endap darah (LED), immunoglobulin serum meningkat, uji fraksi

gamaglobulin positif, total hemolitik komplemen dan komplemen C3 dalam serum menurun, C-

reactive protein walau tidak spesifik meningkat, faktor rheumatoid positif, serta kadar bilirubin

darah sedikit meningkat. Pada pemeriksaan urin didapat proteinuria dan mikrohematuria (Keith

2000, Gerardo 2003,).

26

Page 27: Darah Dan Pembuluh Darah

Yang terpenting adalah kultur darah untuk menentukan mikroorganisme penyebab yang

sedikitnya dua kali memberikan hasil yang sama dan uji resistensi antibiotik untuk menentukan

antibiotik yang tepat (Keith 2000, Gerardo 2003).

Elektrokardiografi (EKG) diperlukan untuk mencari infark yang tersembunyi yang

disebabkan emboli atau vegetasi pada arteri koronaria dan gangguan hantaran yang disebabkan

oleh endokarditis(Soparman 1987).

Ekokardiografi diperlukan untuk melihat vegetasi pada katup aorta terutama vegetasi

yang besar (>5 mm), melihat dilatasi atau hipertrofi atrium atau ventrikel yang progresif,

mencari penyakit yang menjadi predisposisi endokarditis seperti prolaps mitral, dan melihat

penutupan katup mitral yang lebih dini yang menunjukan kerusakan pada katup aorta(Soparman

1987).

Photo thoraks penting dilakukan untuk mencari tanda – tanda gagal jantung kongestif

sebagai salah satu komplikasi(Soparman 1987).

Diagnosis

Diagnosis endokarditis infektif dapat ditegakkan dengan sempurna bila ditemukan

manifestasi klinis seperti kelainan katup atau kelainan bawaan dengan bising, fenomena emboli,

demam dan kultur darah yang positif(Soparman 1987).

Penatalaksanaan Medis (Keith 2000, Gerardo 2003)

Pengobatan akan berhasil dengan baik bila dimulai sedini mungkin, serta pemilihan obat

yang tepat (terutama sesuai dengan uji resistensi) dan waktu yang cukup.

Endokarditis dengan kelainan jantung reumatik dan bawaan sering disebabkan S.viridans. Dan

biasanya diberikan terapi penisilin G 10-20 juta unit/hari IV dibagi menjadi 4 dosis selama 4

minggu untuk dewasa dan 200.000-400.000 unit/kg BB/hari IV dibagi menjadi 4 dosis selama 4

minggu untuk anak – anak.

Pada orang tua atau wanita setelah tindakan obstetric-ginekologik dapat diberi Penisilin

G 10-20 juta unit/hari IV dibagi menjadi 4 dosis ditambah gentamisin 1 mg/kg BB IV tiap 8 jam.

Ampisilin dapat dipakai dengan dosis 2 gr IV tiap 4 jam selama minimal 4 minggu.

Bila kuman resisten terhadap Penisilin, dapat dipakai sefalotin 1,5 gr IV tiap 3 jam IV

atau nafsilin 2 gr IV tiap 6 jam, oksasilin 2 gr IV tiap 4 jam atau vankomisin 15 mg/kg BB IV

tiap 12 jam. Lama pengobatan minimum 4 minggu.

27

Page 28: Darah Dan Pembuluh Darah

Untuk endokarditis infektif yang disebabkan oleh bakteri gram negative dapat diberikan

aminoglikosid seperti gentamisin 1,5 mg/kg BB IV tiap 8 jam. Sering dikombinasikan dengan

sefalotin, atau sefazolin 2-4 gr per hari IV, atau ampisilin.

Endokarditis yang disebabkan jamur biasanya fatal. Bisa dipakai ampoterisin B 0,5-1,2 mg/kg

BB/hari IV dan flusitosin 150 mg/kg BB oral, dapat dipakai sendiri – sendiri atau

dikombinasikan.

Indikasi bedah adalah gagal jantung yang tidak dapat diatasi dengan obat – obatan,

septikemi yang tidak berespon dengan antibiotik, emboli multiple, endokarditis relaps,

endokarditis pada katup buatan, perluasan infeksi intrakardiak, endokarditis pada lesi jantung

bawaan, dan endokarditis karena jamur.

Penatalaksanaan pada Perawatan Gigi (Keith 2000, Gerardo 2003)

Garis Pedoman Umum

Pemeriksaan gigi pasien tergantung atas suatu riwayat terperinci, dan konsultasi medis

dengan dokter pasien. Riwayat harus termasuk pertanyaan secara spesifik yang diperlukan

mengenai riwayat murmur jantung, penyakit jantung kongenital, demam rheumatik dan

bersamaan penyakit jantung katup sebelumnya dan pembedahan cardiovasculer. Dokter gigi

harus berkonsultasi pada dokter pasien dan menanyakan sifat abnormalitas yang mendasarinya

dan diperlukan untuk prophylaksis. Masalah yang paling sering untuk dokter gigi yang berkisar

sekitar riwayat murmur, demam rhematik atau pembedahan cardiovasculer.

Garis Pedoman Spesifik

Apabila pasien datang dengan keluhan lesu, maka pasien dapat di kelompokkan sesuai

dengan resiko relatif untuk perkembangan endocarditis. Pasien dengan resiko tinggi, pasien

dipertimbangkan pada resiko tinggi seandainya mereka terutama rentan terhadap infeksi

intravasuler meskipun infeksi caries terutama suatu prognosis buruk. Hal ini termasuk dengan

endokarditis bakteri sebelumnya, katup jantung prostetik, dan shunt atau saluran pulmonal

systemic.

Pasien dengan resiko rendah, pasien dengan prolaps katup mitral tanpa regurgitasi mitral

berada pada resiko minimal dan tidak memerlukan prophylaksis. Dalam beberapa kasus, katup

mitral dapat menjadi tebal dan oleh karena itu beresiko, beberapa individu tersebut dapat

memerlukan propylaksis oral.

28

Page 29: Darah Dan Pembuluh Darah

Pasien yang tidak memerlukan propylaksis, pasien dengan murmur sejati, pasien dengan

antrial septal defek tanpa komplikasi, dan pasien yang telah menjalani pembedahan by pass

arteria coronaria tidak mengalami peningkatan resiko endocarditis bacterial dan tidak

memerlukan prophylaksis antibiotik.

Pasien dengan prolaps katup mitral tanpa regurgitasi mitral tidak berada pada

peningkatan resiko dan tidak memerlukan prophylaksis. Pasien dengan pace maker transvenous

atau penanaman defebribator tidak memerlukan prophylaksis. Pasien dengan riwayat demam

rheumatik tetapi tidak memperhatikan hubungan lesi katup tidak memerlukan prophylaksis

antibiotika.

Tinjauan Kasus

Seorang wanita berusia 25 tahun mantan penyalahguna narkotika dirawat di rumah sakit

4 tahun yang lalu karena didiagnosa endokarditis bakterial. Dia memiliki desah jantung abnormal

namun tidak ada gejala atau keterbatasan kegiatan fisik. Konsultasi dengan dokternya dia

diagnosa endokarditis yang mengenai katup trikuspid. Organisme penyebab adalah

Staphylococcus aureus dan dirawat selama 6 minggu dan diterapi dengan penisilin dosis tinggi.

Sekitar 6 minggu yang lalu dia pergi ke dokter gigi karena mengalami periodontitis kronik dan

karies sehingga memerlukan perawatan gigi. Namun dia tidak menceritakan riwayat pernah

menderita endokarditis kepada dokter gigi tersebut. Sekarang dia kembali ke dokternya untuk

konsultasi karena mengalami demam selama seminggu terakhir yang tidak kunjung mereda

setelah minum obat yang dijual bebas dan bercak – bercak kemerahan pada telapak tangan dan

kakinya, denyut nadi 80 x/menit tekanan darah 130/84 mmHg dan temperature 39 0C.

Pemeriksaaan

Ditemui desah jantung pada daerah trikuspid pada saat sistolik menandakan adanya

regurgitasi tricuspid, pada kedua telapak tangan dan kaki ditemukan ptekie dan penonjolan kulit

berwarna kemerahan bersifat nyeri tekan (Osler’s nodes). Pada pemeriksaan laboratorium

dijumpai leukositosis (neutrofilia), anemia dan kultur darah positif untuk Streptococcus viridans.

Uji resistensi bakteri sensitive terhadap sefalotin dan nafsilin, dan resisten terhadap penisilin G.

Diagnosa Sementara

Endokarditis bakterial + Regurgitasi trikuspid

29

Page 30: Darah Dan Pembuluh Darah

Terapi

Berdasarkan hasil kultur dan uji resistensi bakteri, pasien diberi terapi nafsilin 2 gr IV

tiap 6 jam selama 6 minggu. Pasien pulang dalam keadaan sehat.

Kesimpulan

Perawatan kelainan gigi dan mulut pada penderita endokarditis bakterial harus dilakukan

scalling 6 bulan sekali untuk menghindari faktor resiko. Endokarditis bakterial erat kaitannya

dengan fokal infeksi pada gigi dan mulut dan memiliki angka mortalitas yang tinggi walau

dengan pengobatan yang canggih dan angka insidens yang relative kecil.

Faktor predisposisi dapat berupa kelainan jantung dan bukan jantung, sedang faktor

pencetus atau resiko adalah semua tindakan medis yang dapat menyebabkan terjadinya

perdarahan yang kemudian terkontaminasi oleh mikroorganisme. Endokarditis bakterial dapat

dibagi sub-akut yang paling sering disebabkan Streptococcus viridans dan akut yang disebabkan

Staphylococcus aureus. Manifestasi klinis dapat beragam tergantung dari virulensi

mikroorganime dan daya tahan pasien.

Endokarditis bakterial dapat menimbulkan berbagai komplikasi akibat terlepasnya

vegetasi yang mengandung bakteri kedalam aliran darah sistemik sehingga perlu diperiksa secara

seksama. Beberapa diantaranya yang cukup berbahaya yaitu gagal jantung kongestif, kerusakan

katup dan infark pada organ.

Diagnosis ditegakkan secara sempurna dari pemeriksaan fisik dan laboratorium sehingga

dapat diberikan antibiotik yang sesuai dan tepat. Antibiotik yang biasa dipakai dalam

penatalaksanaan endokarditis antara lain Penisilin G, Ampisilin, Sefalotin, Nafsilin dan

Oksasilin. Sedangkan untuk yang disebabkan oleh bakteri gram negative dapat digunakan

golongan aminoglikosid seperti Gentamisin.

2.2.3 Penyakit Jantung Rematik

Penyakit Jantung Rematik (PJR) atau dalam bahasa medisnya Rheumatic Heart Disease

(RHD) adalah suatu kondisi dimana terjadi kerusakan pada katup jantung yang bisa berupa

penyempitan atau kebocoran, terutama katup mitral (stenosis katup mitral) sebagai akibat adanya

gejala sisa dari Demam Rematik (DR).

30

Page 31: Darah Dan Pembuluh Darah

Demam rematik merupakan suatu penyakit sistemik yang dapat bersifat akut, subakut,

kronik, atau fulminan, dan dapat terjadi setelah infeksi Streptococcus beta hemolyticus group A

pada saluran pernafasan bagian atas. Demam reumatik akut ditandai oleh demam

berkepanjangan, jantung berdebar keras, kadang cepat lelah. Puncak insiden demam rematik

terdapat pada kelompok usia 5-15 tahun, penyakit ini jarang dijumpai pada anak dibawah usia 4

tahun dan penduduk di atas 50 tahun.

Seseorang yang mengalami demam rematik apabila tidak ditangani secara adekuat, maka sangat

mungkin sekali mengalami serangan penyakit jantung rematik. Infeksi oleh kuman Streptococcus

Beta Hemolyticus group A yang menyebabkan seseorang mengalami demam rematik dimana

diawali terjadinya peradangan pada saluran tenggorokan, dikarenakan penatalaksanaan dan

pengobatannya yang kurah terarah menyebabkan racun/toxin dari kuman ini menyebar melalui

sirkulasi darah dan mengakibatkan peradangan katup jantung. Akibatnya daun-daun katup

mengalami perlengketan sehingga menyempit, atau menebal dan mengkerut sehingga kalau

menutup tidak sempurna lagi dan terjadi kebocoran.

(http://www.infopenyakit.com/2008/08/penyakit-jantung-rematik-pjr.html)

Gejala Klinis

31

Page 32: Darah Dan Pembuluh Darah

Demam reumatik merupakan kumpulan sejumlah gejala dan tanda klinik. Demam

reumatik merupakan penyakit pada banyak sistem, mengenai terutama jantung, sendi, otak dan

jaringan kulit. Tanda dan gejala akut demam reumatik bervariasi tergantung organ yang terlibat

dan derajat keterlibatannya. Biasanya gejala-gejala ini berlangsung satu sampai enam minggu

setelah infeksi oleh Streptococcus. Gejala klinis pada penyakit jantung reumatik bisa berupa

gejala kardiak (jantung) dan non kardiak (jantung). Gejalanya antara lain:

a. Manifestasi kardiak dari demam reumatik

- Pankarditis (radang pada jantung) adalah komplikasi paling serius dan kedua paling

umum dari demam reumatik (sekitar 50 %). Pada kasus-kasus yang lebih lanjut, pasien

dapat mengeluh sesak nafas, dada terasa tidak nyaman, nyeri dada, edema (bengkak),

batuk.

- Manifestasi kardiak lain adalah gagal jantung kongestif dan perikarditis.

- Kelainan pada bunyi jantung

- Gagal jantung

- Radang pada selaput jantung

b. Gejala umum non kardiak dan manifestasi lain dari demam rematik akut antara lain:

- Poliartritis (radang sendi dibeberapa bagian tubuh) adalah gejala umum dan merupakan

manifestasi awal dari demam reumatik (70 – 75 %). Umumnya arthritis dimulai pada

sendi-sendi besar di ekstremitas bawah (lutut dan engkel) lalu bermigrasi ke sendi-sendi

besar lain di ekstremitas atas atau bawah (siku dan pergelangan tangan). Sendi yang

terkena akan terasa sakit, bengkak, terasa hangat, kemerahan dan gerakan terbatas. Gejala

artritis mencapai puncaknya pada waktu 12 – 24 jam dan bertahan dalam waktu 2 – 6 hari

(jarang terjadi lebih dari 3 minggu) dan berespon sangat baik dengan pemberian aspirin.

Poliartritis lebih umum dijumpai pada remaja dan orang dewasa muda dibandingkan pada

anakanak.

- Khorea Sydenham, khorea minor atau St. Vance, dance mengenai hampir 15% penderita

demam reumatik. Manifestasi ini mencerminkan keterlibatan system syaraf sentral pada

proses radang. Hubungan khorea Sydenham sampai demam reumatik tetap merupakan

tanda tanya untuk beberapa waktu lamanya. Periode laten antara mulainya infeksi

streptokokus dan mulainya gejala-gejala khorea lebih lama daripada periode laten yang

diperlukan untuk arthritis maupun karditis. Periode laten khorea ini sekitar 3 bulan atau

32

Page 33: Darah Dan Pembuluh Darah

lebih, sedangkan periode laten untuk arthritis dan karditis hanya 3 minggu. Penderita

dengan khorea ini datang dengan gerakan-gerakan yang tidak terkoordinasi dan tidak

bertujuan dan emosi labil. Manifestasi ini lebih nyata bila penderita bangun dan dalam

keadaan stres. Penderita tampak selalu gugup dan seringkali menyeringai. Bicaranya

tertahantahan dan meledak-ledak. Koordinasi otot-otot halus sukar. Tulisan tangannya

jelek dan ditandai oleh coretan ke atas yang tidak mantap dengan garis yang raguragu.

Pada saat puncak gejalanya tulisannya tidak dapat dibaca sama sekali.

- Erithema marginatum merupakan ruam (kemerahan) yang khas untuk demam reumatik

dan jarang ditemukan pada penyakit lain. Karena kekhasannya tanda ini dimasukkan

dalam manifestasi minor. Keadaan ini paling sering ditemukan pada batang tubuh dan

tungkai yang jauh dari badan, tidak melibatkan muka. Ruam makin tampak jelas bila

ditutup dengan handuk basah hangat atau mandi air hangat, sementara pada penderita

berkulit hitam sukar ditemukan.

- Nodul subkutan. Frekuensi manifestasi ini menurun sejak beberapa decade terakhir, dan

kini hanya ditemukan pada penderita penyakit jantung reumatik khronik. Nodulus ini

biasanya terletak pada permukaan ekstensor sendi, terutama ruas jari, lutut, dan

persendian kaki. Kadang-kadang nodulus ini ditemukan pada kulit kepala dan di atas

kolumna vertebralis.

- Manifestasi lain dari demam reumatik antara lain nyeri perut, epistaksis (mimisan),

demam dengan suhu di atas 39 °C dengan pola yang tidak karakteristik, pneumonia

reumatik yang gejalanya mirip dengan pneumonia karena infeksi.

c. Anemia

(www.uqu1.com/vb/showthread.php?t=4374)

33

Page 34: Darah Dan Pembuluh Darah

Infeksi bakteri demam reuma pada katup jantung

Penegakan Diagnosis Penyakit Jantung Rematik

Selain dengan adanya tanda dan gejala yang tampak secara langsung dari fisik, umumnya

dokter akan melakukan beberapa pemeriksaan laboratorium, misalnya; pemeriksaan darah rutin,

ASTO, CRP, dan kultur ulasan tenggorokan. Bentuk pemeriksaan yang paling akurat adalah

dengan dilakukannya echocardiografi untuk melihat kondisi katup-katup jantung dan otot

jantung.

(http://www.infopenyakit.com/2008/08/penyakit-jantung-rematik-pjr.html)

Penatalaksanaan/Pengobatan

Apabila diagnosa penyakit jantung rematik sudah ditegakkan dan masih adanya infeksi

oleh kuman Streptococcus tersebut, maka hal utama yang terlintas dari Tim Dokter adalah

pemberian antibiotika dan anti radang. Misalnya pemberian obat antibiotika penicillin secara oral

atau benzathine penicillin G. Pada penderita yang allergi terhadap kedua obat tersebut, alternatif

lain adalah pemberian erythromycin atau golongan cephalosporin. Sedangkan antiradang yang

biasanya diberikan adalah Cortisone and Aspirin.

Penderita dianjurkan untuk tirah baring dirumah sakit, selain itu Tim Medis akan terpikir

tentang penanganan kemungkinan terjadinya komplikasi seperti gagal jantung, endokarditis

bakteri atau trombo-emboli. Pasien akan diberikan diet bergizi tinggi yang mengandung cukup

vitamin.

34

Page 35: Darah Dan Pembuluh Darah

Penderita Penyakit Jantung Rematik (PJR) tanpa gejala tidak memerlukan terapi.

Penderita dengan gejala gagal jantung yang ringan memerlukan terapi medik untuk mengatasi

keluhannya. Penderita yang simtomatis memerlukan terapi surgikal atau intervensi invasif.

Tetapi terapi surgikal dan intervensi ini masih terbatas tersedia serta memerlukan biaya yang

relatif mahal dan memerlukan follow up jangka panjang.

(http://www.infopenyakit.com/2008/08/penyakit-jantung-rematik-pjr.html)

2.2.4 Myokarditis

Myocardium lapisan medial dinding jantung yang terdiri atas jaringan otot jantung yang

sangat khusus. Myocarditis adalah peradangan pada otot jantung atau miokardium. pada

umumnya disebabkan oleh penyakit-penyakit infeksi, tetapi dapat sebagai akibat reaksi alergi

terhadap obat-obatan dan efek toxin bahan-bahan kimia dan radiasi.

Myocarditis adalah peradangan dinding otot jantung yang disebabkan oleh infeksi atau

penyebab lain sampai yang tidak diketahui (idiopatik). Miokarditis adalah inflamasi fokal atau

menyebar dari otot jantung (miokardium).

Miokarditis akut relative jarang ditemukan dan diagnosis seringkali hanya dugaan

berdasarkan gejala dan tanda klinis., meskipun sebenarnya miokarditis adalah diagnosis

histologist berdasarkan adanya nekrosis miosit dan infiltrasi peradangan. Riwayat penyakit

miokarditis akut sangat bervariasi. Pada banyak pasien kondisi ringan dan dapat sembuh sendiri

dan mungkin asimtomatik. Namun, pada beberapa pasien, miokarditis berat dapat menyebabkan

gagal jantung berat dan kematian. Jika pasien selamat dari episode miokarditis akut berat,

perbaikan sangat bervariasi. Selain itu pada beberapa pasien juga akan mengalami peradangan

kronis pada jantung.

Etiologi miokarditis seringkali idiopatik atau tidak diketahui penyebabnya, meskipun

demikian diketahui adanya penyebab infektif dan non infektif. Hampir tiap infeksi (bakteri,

virus, jamur, protozoa dan lain sebagainya) daoat menyebabkan miokarditis akut, meskipun

infeksi virus terutama coxsackie. Miokarditis akut juga dapat terjadi sebagai manivestasi infeksi

virus HIV baik secara langsung atau sebagai akibat dari infeksi oportunistik.

Gambaran klinis miokarditis sangat bervariasi dan dapat dikenali hanya karena

perikarditis yang menyertainya, sebagai bagian dari mioperikarditis meskipun banyak pasien

35

Page 36: Darah Dan Pembuluh Darah

akan mendiskripsikan penyakit prodromal seperti flu. Pasien mungkin mengeluh rasa lelah

umum dan letargi atau kadang palpitasi sebagai akibat dari aritmia ventrikel atau fibrilasi atrium.

Dispnu biasanya merupakan tanda penyakit yang lebih serius dengan adanya disfungsi miokard

atau efusi perikard bermakna. Pada kasus yang berat , presentasi klinis mungkin berupa

gambaran edema paru akut dan penurunan hemodinamik berat yang membutuhkan dukungan

sirkulasi.

2.3 Kelainan Pembuluh Darah

2.3.1 Aterosklerosis

Sumbatan pembuluh darah atau di sebut Aterosklerosis adalah penyakit pembunuh nomer

1 di negeri obama, penyakit sumbatan pembuluh darah ini bertanggung jawab atas seperempat

dari seluruh kematian yang terjadi di amerika serikat.

Penyakit ini terjadi di arteri, suatu jenis pembuluh darah yang menyalurkan oksigen dan

nutrisi ke seluruh organ dan jaringan (termasuk otot jantung). Aterosklerosis diartikan sebagai

kekakuan arteri karena plak yang berakibat gangguan peredaran darah. Fatalnya, aterosklerosis

merupakan ‘silent disease’ karena terjadi dibagian dalam tubuh dan tidak mudah terdeteksi.

Bagaimana Aterosklerosis Berkembang ?

1. Secara normal arteri seperti pipa karet yang elastis, kuat dan fleksibel.

2. Diawali dari daerah pencetus yang belum diketahui secara pasti, tapi peneliti yakin

bahwa proses sumbatan dimulai dari kerusakan dinding bagian dalam arteri yang

disebabkan oleh kolesterol tinggi, merokok, hipertensi dan lain-lain.

3. Dalam jangka waktu tertentu, kolesterol, kalsium dan berbagai zat lainnya terakumulasi

di daerah tersebut sehingga membentuk plak.

4. Plak ini bisa menumpuk sehingga terjadi sumbatan pembuluh darah. (gambar dibawah)

36

Page 37: Darah Dan Pembuluh Darah

Apa yang terjadi jika terdapat sumbatan pembuluh darah ?

1. Jika sumbatan tersebut terjadi di arteri sekitar jantung dan menghambat aliran darah ke

otot jantung maka akan terjadi nyeri dada dan bahkan serangan jantung. Kejadian ini

disebut sebagai Coronary Arteries Disease.

2. Stroke. Stroke karena aterosklerosis terjadi jika sumbatan tersebut terjadi di pembuluh

darah dekat otak. Karena aliran darah ke otak terhambat, maka suplai nutrisi dan oksigen

ke otak terhambat sehingga terjadi kematian jaringan otak. Stroke dah..

3. Nyeri Tungkai. Jika sumbatan tersebut terjadi daerah kaki bawah, maka sampean

mengalami gangguan yang disebut sebagai peripheral arterial disease dengan gejala

nyeri di beberapa bagian tungkai dan kesulitan berjalan. Pada beberapa kasus kondisi ini

menyebabkan kematian jaringan di kaki dan diharuskan untuk di amputasi.

37

Page 38: Darah Dan Pembuluh Darah

Penyebab dan Pencegahan

Perkembangan aterosklerosis di pengaruhi oleh beberapa faktor seperti kolesterol tinggi,

alkohol, merokok, obesitas dan gaya hidup yang buruk. Pencegahan aterosklerosis adalah dengan

memperbaiki gaya hidup yang kurang baik.

2.3.2 Hipertensi

Hipertensi atau darah tinggi adalah penyakit kelainan jantung dan pembuluh darah yang

ditandai dengan peningkatan tekanan darah.Hipertensi takubahnya bomwaktu.Dia tak

mengirimkan sinyal-sinyal bahaya terlebih dahulu. Vonis sebagai pengidap tekanan darah tinggi

datang begitu saja.Karenatak mengirimkan alarm bahaya,orang kerap meng-

abaikannya.Hipertensi kini ditengara isebagai penyebab utama stroke dan jantung. Menurut

HannsPeter Wolff,dalam bukunya SpeakingofHigh BloodPressure , satu dari setiap lima orang

menderita tekanan darah tinggi,dan sepertiganya tid k menyadarinya. Padahal, sekitar40%

kematian dibawah usia 65 tahun bermula dari tekanan darah tinggi. Penyaki tini sudah jadi

epidemi dizaman modern, menggantikan wabah kolera dan TBC di zaman dulu. Orang juga

sering tidak sada rdengan karakter penyaki tini yang timbul tenggelam.Ketika

sipenderitahipertensi dinyatakan bisa berhenti minumobat karena tekanan darahnya sudah nor-

mal,dia sering menganggap kesembuhannya permanen. Padahal, sekali divonis

hipertensi,penyakit itu akan terus membelit tubuh .Dalam satu atau dua tahun,mungkin tekanan

darah normal,tapi pasti akan mengunjungi di kesempatan berikut- nya. Pada sebagian kasus

memang bisa disembuhkan total. Tapi persentasenya kecil .Itupun hanya hipertens iringan. Yang

38

Page 39: Darah Dan Pembuluh Darah

bisa dilakukan mengontrolnya dengan mengonsumsi obat penurun hipertensi dan menjalankan

pola hidup sehat. Seperti penderita diabetes mellitus yang harus selalu siaga dengan insulin,

begitu juga penderita hipertensi. Harus selalu siap dengan obat penurun hipertensi. Andapun

sebaiknya memiliki alat pengukur tensi dirumah sehingga bisamemeriksa tekanan darah sesering

mungkin.Sedikit merepotkan, tapi lebih bijaksana daripada membiarkannya menjadi pembunuh

dikemudian hari.

WHO (WorldHealthOrganization), memberikan batasan tekanan darah normal adalah

140/90 mmHg,dan tekanan darah sama atau diatas160/95 mmHg dinyatakan sebagai hipertensi.

Batasan ini tidak membedakan antara usia dan jenis kelamin. NMKaplan (Bapak Ilmu Penyakit

Dalam), memberikan batasan dengan membedakan usia dan jenis kelamin sebagai berikut.

✤ Pria,usia <45tahun, dikatakan hipertensi apabila tekanan darah pada waktu berbaring

>130/90mmHg

✤ Pria,usia >45tahun, dikatakan hipertensi apabila tekanan darahnya>145/95mmHg

✤ Pada wanita tekanan darah >160/95 mmHg,dinyatakan hipertensi.

Ahli penyakit dalam lain, Gordon H Williams, mengklasifikasikan hipertensi sebagai berikut :

. Tensisistolik: - <140 : Normal - 140–159 :Normal tinggi - >159 :Hipertensi sistolik tersendiri

Tensi diastolik: - <85 : Normal - 85- 89 :Normaltinggi - 90–104 :Hipertensi ringan - 105–

114 :Hipertens isedang - >115 : Hipertensi berat

National Institute of Health, lembaga kesehatan nasional di Amerika mengklasifikasikan sebagai

berikut:

Tekanan Sistolik: - < 119 mmHg

Normal - 120 –139 mmHg

Pra Hipertensi - 140 –159 mmHg

Hipertensi derajat 1 - > 160 mmHg

Hipertensi derajat 2

Tekanandiastolik: - < 79mmHg

Normal - 80 –89mmHg

39

Page 40: Darah Dan Pembuluh Darah

PraHipertensi - 90 –99mmHg

Hipertensiderajat1 - > 100 mmHg

Klasifikasi

Klasifikasi Tekanan Darah Pada Dewasa

Kategori Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah Diastolik

Normal < 120 mmHg (dan) < 80 mmHg

Pre-

hipertensi

120-139 mmHg (atau) 80-89 mmHg

Stadium 1 140-159 mmHg (atau) 90-99 mmHg

Stadium 2 >= 160 mmHg (atau) >= 100 mmHg

Pada hipertensi sistolik terisolasi, tekanan sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih, tetapi

tekanan diastolik kurang dari 90 mmHg dan tekanan diastolik masih dalam kisaran normal.

Hipertensi ini sering ditemukan pada usia lanjut.

Sejalan dengan bertambahnya usia, hampir setiap orang mengalami kenaikan tekanan

darah; tekanan sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahun dan tekanan diastolik terus

meningkat sampai usia 55-60 tahun, kemudian berkurang secara perlahan atau bahkan menurun

drastis.

Dalam pasien dengan diabetes mellitus atau penyakit ginjal, penelitian telah

menunjukkan bahwa tekanan darah di atas 130/80 mmHg harus dianggap sebagai faktor resiko

dan sebaiknya diberikan perawatan.

II.3.3 Angina Pectoris

Angina pektoris adalah jenis nyeri dada yang perlu diperhatikan karena merupakan

petunjuk ke arah penyakit jantung koroner dan indikasi untuk mengirim penderita ke Rumah

Sakit guna pemeriksaan lebih lanjut. Untuk mengenal indikasi yang tepat pada penatalaksanaan

angina selanjutnya yaitu kapan silakukan arteriografi koroner, angioplasti koroner ataupun cedah

koroner maka perlu diketahui lebih dulu mengenai jenis angina, prevalensi angina, patigenesa

dan perjalanan penyakitnya serta pemeriksaan yang perlu dilakukan.

40

Page 41: Darah Dan Pembuluh Darah

A. Jenis Angina

Ada 3 dasar jenis angina yaitu angina stabil, angina tak stabil dan angina variant sebagian

besar penderita angina, kelainan disebabkan karena adanya pembuluh darah koroner yang

obstruktif serta kemungkinan timbul spasme koroner dengan derajat yang bervariasi. Pada angina

variant (angina Prinzmetal) yaitu jenis angina yang jarang, nyeri timbul akibat spasme pembuluh

darah koroner yang normal ataupun ketidak seimbangan antara kebutuhan O2 miokard dengan

aliran darah juga dapat terjadi bukan karena faktor koroner yang dapat menimbulkan angina non-

koroner seperti pada :

- Penyakit katup jantung terutama pada stenosis aorta

- Stenosis aorta akibat klasifikasi (non-rematik) yang terjadi pada orang tua atau karena

penggantian katup

- Tahikardi yang intermiten atau menetapkan seperti fibrilasi atrial terutama pada orang tua

- Hipertensi, anemi dan DM yang tidak terkontrol.

B. Prevalansi Angina

Penelitian dari Framingham di Amerika Serikat melaporkan setiap tahunnya 1% dari laki

– laki 30-62 tahun tanpa gejala pada permulaan pemeriksaan akan timbul kemudian gejala

penyakit jantung koroner yaitu dari jumlah tersebut 38 % dengan angina stabil dan 7 % dengan

angina tak stabil (Dawber, 1980). Penelitian dari Irlandia mendapatkan insedens angina pertahun

0,44% pada laki –laki umur 45-54 tahun, sedangkan pada perempuan separuhnya

Diamond dan Forrester 1979 telah mengadakan penelitian untuk mengetahui prevelansi

penyakit jantung koroner dengan nyeri dada jenis angina tipikal, angina apitikal dan nonangina

berdasarkan umur dan jenis kelamin.

41

Page 42: Darah Dan Pembuluh Darah

Gamb

ar 1. Prevalensi penyakit Jantung koroner pada kelompok gejala yang berbeda

berdasarkan umur dan jenis kelamin

C. Potogenesa

Pola penyakit jantung koroner dapat diketahui berdasarkan hubungan antara jala klinis

dengan patologi endotelial yang dilihat secara angioskopi. Pada perulaan penyakit akan tampak

lapisan lemak pada permukaan pembuluh darah. Bila licin. Bila plak bertambah besar aliran

koroner akan berkurang yang menyebabkan kumpulan platelet pada tempat tersebut. Kumpulan

platelet tersebut akan mengakibatkan lepasnya vasokonstriktor koroner secara periodik dari

aliran darah dan menyebabkan angina yang laju (accelerated angina) yaitu bentuk peralihan dari

angina stabil ke angina tidak stabil. Bila trombus menyebabkan obstruksi yang total akan terjadi

infark miokard. Setelah terjadi infark, trombus akan lisis oleh proses endogen. Ulserasi

endotelial menyembuh dalam beberapa minggu. Proses penyembuhan kadang – kadang tidak

seluruhnya sempurna, seringkali trombus yang tersisa membentuk sumbatan ke dalam pembuluh

darah .

D. Pemeriksaan Khusus pada angina

Pemeriksaan darah rutin, kadar glukosa, lipid dan EKG waktu istirahat perlu dilakukan.

Hasilnya meungkin saja normal walaupun ada penyakit jantung koroner yang berat. EKG bisa

didapatkan gambaran iskemik dengan infark miokard lama atau depresi ST dan T yang terbalik

pada penyakit yang lanjut.

Test exercise selanjutnya perlu dipertimbangkan dengan indikasi sebagai berikut:

- Untuk menyokong diagnosa angina yang dirangsang akibat nyeri dengan perubahan iskemik

pada EKG

42

Page 43: Darah Dan Pembuluh Darah

- Untuk menilai penderita dengan resiko tinggi serta prognosa penyakit

- Untuk menilai kapasitas fungsional dan menentukan kemampuan exercise

- Untuk evaluasi nyeri dada yang atipik

Jenis test exercise bermacam-macam antara lain test treadmill, protokol Bruce, test

Master dan Sepeda ergometri. Test exercise tidak perlu dilakukan untuk diagnostik pada wanita

dengan nyeri dada non anginal karena kemungkinan penyakit jantung koroner sangat rendah,

sedangkan pada laki-laki dengan angina tipikal perlu dilakukan untuk menentukan penderita

dengan resiko tinggi dimana sebaliknya perlu dibuat arteriografi koroner. Penderita dengan

angina atau perubahan iskemik dalam EKG pada tingkat exercise yang rendah biasanya penderita

yang mencapai beban kamsimum yang rendah biasanya menderita kelainan pembuluh darah

yang multipel dan bermanfaat bila dilakukan bedah koroner. Bila tekanan darah turun waktu

exercise perlu dicurigai adanya obstruksi pada pembuluh darah utama kiri yang juga merupakan

indikasi untuk pembedahan. Penderita dengan angina atipikal terutama wanita sering memberi

hasil false positif yang tinggi. Sedangkan hasil test yang negatif pada angina atipikal dan non-

angina besar kemungkinannya tidak ada kelainan koroner. Bila hasil exercise test meragukan

perlu dilakukan pemeriksaan radionuklir karena jarang sekali didapatkan hasil false positif.

Thallium scintigrafi menggambarkan perfusi miokard saat istirahat maupun exercise ataupun

gangguan fungsi ventrikel kiri yang timbul akibt exercise.

Pemeriksaan arteriografi koroner sangat akurat untuk menentukan luas dan beratnya

penyakit jantung koroner. Angiografi koroner dilakukan dengan keteterisasi arterial di bawah

anastesi lokal, biasanya pada a. femoralis atau pad a. rakialis. Kateter dimaksudkan di bawah

kontrol radiologis ke ventrikel kiri dan a. koronaria kiri dan kanan, kemudian dimasukkan

kontras media. Lesi yang sering tampak pada angiogram koroner adalah stenosis atau oklusi oleh

ateroma yang bervariasi derajat luas dan beratnya.

Tidak semua penderita angina harus dilakukan test exercise dan angiografi koroner.

Indikasi penderita angina yang harus dikirim ke rumah sakit untuk pemeriksaan lebih lanjut

adalah sebagai berikut:

- angina yang menyebabkan terbatasnya aktifitas walaupun dengan pemakaian obat-obatan.

- Angina progresif dan tak stabil

- Angina baru yang timbul terutama bila tidak dapat diatasi dengan obat-obatan

43

Page 44: Darah Dan Pembuluh Darah

- Angina dengan kapasitas exercise yang buruk dibandingan dengan penderita pada umur dan

jenis kelamin yang sama.

- Angina dengan gagal jantung

- Angina atipikal pada laki-laki dan wanita di atas 40 tahun.

- Angina post-infark

- Nyeri dada non-anginal yang menetapkan dan tidak dapat didiagnosa pada penderita usia tua

terutama bila ada risiko yang multipel

- Keadaan lainnya seperti keadaan non-kardial yang serius dan umur tua.

E. Penerangan Angina

Penerangan angina bertujuan untuk:

- memperlambat atau menghentikan progresifitas penyakit.

- Memperbaiki kualitas hidup dengan mengurangi frekuensi serangan angina

- Mengurangi atau mencegah infark miokard dan kematian mendadak.

a. Memperbaiki faktor risiko

Walaupun masih diperdebatkan ternyata menurunkan kolesterol darah dalam jangka lama dapat

mengurangi progresifitas penyakit. Pencegahan primer dengan diet ternyata bermanfaat, bila

tidak ada respons dapat diberikan obat-obatan anti lipid. Exercise dapat menurunkan kolesterol

LDL. Pngobatan hipertensi juga dapat mengurangi progresifits penyakit, demikian juga merokok

perlu dilarang.

b. Pemberian obat-obatan

1. Nitrat

Nitrat meningkatkan pemberian D2 miokard dengan dialatasi arteri epikardial tanpa

mempengaruhi, resistensi arteriol arteri intramiokard. Dilatasi terjadi pada arteri yang normal

maupun yang abnormal juga pada pembuluh darah kolateral sehingga memperbaiki aliran darah

pada daerah isomik. Toleransi sering timbul pada pemberian oral atau bentuk lain dari nitrat

long-acting termasuk pemberian topikal atau transdermal. Toleransi adalah suatu keadaan yang

memerlukan peningkatan dosis nitrat untuk merangsang efek hemodinamik atau anti-angina.

Nitrat yang short-acting seperti gliseril trinitrat kemampuannya terbatas dan harus dipergunakan

44

Page 45: Darah Dan Pembuluh Darah

lebih sering. Sublingual dan jenis semprot oral reaksinya lebih cepat sedangkan jenis buccal

mencegah angina lebih dari 5 am tanpa timbul toleransi.

2. Beta- Bloker

Beta –Bloker tetap merupakan pengobatan utama karena pada sebagian besar penderita

akan mengurangi keluhan angina. Kerjanya mengurangi denyut jantung, kontasi miokard,

tekanan arterial dan pemakaian O2. Beta Bloker lebih jarang dipilih diantara jenis obat lain

walaupun dosis pemberian hanya sekali sehari. Efek samping jarang ditemukan akan tetapi tidak

boleh diberikan pada penderita dengan riwayat bronkospasme, bradikardi dan gagal jantung.

3. Ca-antagonis

Kerjanya mengurangi beban jantung dan menghilangkan spasma koroner, Nifedipin dapat

mengurangi frekuensi serangan anti-angina, memperkuat efek nitrat oral dan memperbaiki

toleransi exercise. Merupakan pilihan obat tambahan yang bermanfaat terutama bila dikombinasi

dengan beta-bloker sangat efektif karena dapat mengurangi efek samping beta bloker. Efek anti

angina lebih baik pada pemberian nifedipin ditambah dengan separuh dosis beta-bloker daripada

pemberian beta-bloker saja.

Jadi pada permulaan pengobatan angina dapat diberikan beta-bloker di samping

sublingual gliseril trinitrat dan baru pada tingkat lanjut dapat ditambahkan nifedi-pin. Atau

kemungkinan lain sebagai pengganti beta-bloker dapat diberi dilti azem suatu jenis ca-antagonis

yang tidak merangsang tahikardi. Bila dengan pengobatan ini masih ada keluhan angina maka

penderita harus direncanakan untuk terapi bedah koroner. Pengobatan pada angina tidak stabil

prinsipnya sama tetapi penderita harus dirawat di rumah sakit. Biasanya keluhan akan berkurang

bila ca-antagonis ditambah pada beta-bloker akan tetapi dosis harus disesuaikan untuk mencegah

hipertensi. Sebagian penderita sengan pengobatan ini akan stabil tetapi bila keluhan menetap

perlu dilakukan test exercise dan arteriografi koroner. Sebagian penderita lainnya dengan risiko

tinggi harus diberi nitrat i.v dan nifedipin harus dihentikan bila tekanan darah turun. Biasanya

kelompok ini harus segera dilakukan arteriografi koroner untuk kemudian dilakukan bedah

pintas koroner atau angioplasti.

4. Antipletelet dan antikoagulan

45

Page 46: Darah Dan Pembuluh Darah

Segi lain dari pengobatan angina adalah pemberian antipletelet dan antikoagulan. Cairns dkk

1985 melakukan penelitian terhadap penderita angina tak stabil selama lebih dari 2 tahun,

ternyata aspirin dapat menurunkan mortalitas dan insidens infark miokard yang tidak fatal pada

penderita angina tidak stabil. Pemberian heparin i.v juga efeknya sama dan sering diberikan

daripada aspirin untuk jangka pendek dengan tujuan menstabilkan keadaan penderita sebelum

arteriografi. Terdapat obat-obatan pada angina pektoris tak stabil secara praktis dapat

disimpulkan sebagai berikut:

- Heparin i.v dan aspirin dapat dianjurkan sebagai pengobatan rutin selama fase akut maupun

sesudahnya

- Pada penderita yang keadaannya cenderung tidak stabil dan belum mendapat pengobatan, beta-

bloker merupakan pilihan utama bila tidak ada kontra indikasi. Tidak ada pemberian kombinasi

beta-bloker dengan ca-antagonis diberikan sekaligus pada permulaan pengobatan.

- Pada penderita yang tetap tidak stabil dengan pemberian beta-bloker dapat ditambah dengan

nifedipin.

- Pengobatan tunggal dengan nifedipin tidak dianjurkan.

c. Bedah pintas koroner (Coronary Artery Bypass Graft Surgery)

Walupun pengobatan dengan obat-obatan terbaru untuk pengobatan angina dapat

memeperpanjang masa hidup penderita, keadaan tersebut belum dapat dibuktikan pada kelompok

penderita tertentu terutama dengan penyakit koroner proksimal

yang berat dan gangguan fungsi ventrikel kiri dengan risiko kerusakan mikardium yang luas

2.3.4 Stroke

Stroke merupakan masalah kesehatan utama dalam masyarakat karena risiko terkena

stroke meningkat seiring usia, sehingga strategi yang utama adalah memperbaiki kualitas

pelayanan dalam penanganan stroke, tidak hanya mengobati tapi terutama untuk mencegah

stroke pada usia dini. Meskipun usia muda memiliki risiko yang lebih rendah, namun stroke pada

kelompok usia ini memiliki dampak yang besar dalam masyarakat, diantaranya berhubungan

46

Page 47: Darah Dan Pembuluh Darah

dangan hilangnya masa-masa produktivitas. Angka kejadian stroke pada anak-anak sekitar 2 per

100.000 anak per tahun, sedangkan angka kejadiannya pada bayi mencapai 25 per 100.000 bayi

per tahun. Pada usia muda, etiologi stroke lebih bervariasi dibandingkan usia lanjut yang

biasanya akibat faktor atherosklerosis. Karena itu, pemahaman tentang berbagai faktor risiko lain

yang spesifik pada usia muda mutlak diperlukan. Telaah pustaka ini akan membahas secara

mendalam berbagai faktor risiko, prognosis dan tatalaksana stroke pada usia muda.

Secara umum stroke merupakan gangguan pembuluh darah otak atau gangguan sirkulasi

serebral atau juga merupakan gangguan neurologik fokal yang dapat timbul sekunder dari suatu

proses patologis pada pembuluh darah serebral, misalnya trombosis, embolus, ruptura dinding

pembuluh atau penyakit vascular dasar, misalnya aterosklerosis, arteritis, trauma, aneurisme dan

kelainan perkembangan.

Stroke merupakan gangguan fungsional otak yang bersifat: fokal dan atau global, akut,

berlangsung antara 24 jam atau lebih, disebabkan gangguan aliran darah ke otak, tidak

disebabkan karena tumor/infeksi

Penggolongan stroke berdasarkan perjalanan penyakit, dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:

Serangan iskemik sepintas (TIA) : merupakan gangguan neurologis fokal yang timbul

mendadak dan menghilang dalam beberapa menit sampai beberapa jam.

Progresif atau inevolution (stroke yang sedang berkembang) : perjalanan stroke

berlangsung perlahan meskipun akut. Stoke dimana deficit neurologisnya terus bertambah

berat.

Stroke lengkap/completed : gangguan neurologis maksimal sejak awal serangan dengan

sedikit perbaikan. Stroke dimana deficit neurologisnya pada saat onset lebih berat, bisa

kemudian membaik/menetap.

Penggolongan stroke berdasarkan patologi:

1.      Stroke hemoragi: stroke yang terjadi karena pembuluh darah di otak pecah sehingga timbul

iskhemik dan hipoksia di hilir. Penyebab stroke hemoragi antara lain: hipertensi, pecahnya

aneurisma, malformasi arteri venosa,

2.      stroke non hemoragi: stroke yang disebabkan embolus dan thrombus.

47

Page 48: Darah Dan Pembuluh Darah

Faktor Resiko Stroke:

Secara garis besar faktor risiko stroke dibagi atas faktor risiko yang dapat dimodifikasi

(modifiable) dan yang tidak dapat dimodifikasi (nonmodifiable). Faktor risiko stroke yang dapat

dimodifikasi diantaranya adalah hipertensi, penyakit jantung (fibrilasi atrium), diabetes melitus,

merokok, konsumsi alkohol, hiperlipidemia, kurang aktifitas, dan stenosis arteri karotis.

Sedangkan faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi antara lain usia, jenis kelamin, ras/suku,

dan faktor genetik.

Menurut The seventh report of the joint national commite on prevention, detection,

evaluation, and treatment of high blood pressure (JNC 7), klasifikasi tekanan darah pada orang

dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat 1, dan hipertensi

derajat 2. Diabetes mellitus juga merupakan faktor yang signifikan dan terjadi pada 10% pasien

stroke. Keadaan ini dihubungkan dengan terjadinya atherosklerosis intrakranial.

48

Page 49: Darah Dan Pembuluh Darah

BAB III

PEMBAHASAN

3.1. Penyakit Darah

3.1.1 Kelainan Pembekuan Darah

Proses terjadinya gangguan pembekuan darah

Gangguan itu dapat terjadi karena jumlah pembeku darah jenis tertentu kurang dari jumlah

normal, bahkan hampir tidak ada. Perbedaan proses pembekuan darah yang terjadi antara orang

normal (Gambar 1) dengan penderita hemofilia( gambar 2). Gambar 1 dan Gambar 2

menunjukkan pembuluh darah yang terluka di dalam darah tersebut terdapat faktor-faktor

pembeku yaitu zat yang berperan dalam menghentukan perdarahan.

a. Ketika mengalami perdarahan berarti terjadi luka pada pembuluh darah

(yaitu saluran tempat darah mengalir keseluruh tubuh), lalu darah keluar

dari pembuluh.

b. Pembuluh darah mengerut/ mengecil.

c. Keping darah (trombosit) akan menutup luka pada pembuluh.

d. Faktor-faktor pembeku darah bekerja membuat anyaman (benang -

benang fibrin) yang akan menutup luka sehingga darah berhenti mengalir

keluar pembuluh.

Gambar 1  

   

49

Page 50: Darah Dan Pembuluh Darah

a.

K

et

ik

a

m

e

n

g

al

a

m

i

p

er

d

ar

a

h

a

n

b

er

ar

ti

te

rj

a

di

lu

k

50

Page 51: Darah Dan Pembuluh Darah

a

p

a

d

a

p

e

m

b

ul

u

h

d

ar

a

h

(y

ai

tu

sa

lu

ra

n

te

m

p

at

d

ar

a

h

51

Page 52: Darah Dan Pembuluh Darah

m

e

n

g

al

ir

k

es

el

ur

u

h

tu

b

u

h)

,

la

lu

d

ar

a

h

k

el

u

ar

d

ar

i

p

52

Page 53: Darah Dan Pembuluh Darah

e

m

b

ul

u

h.

b. Pembuluh darah mengerut/ mengecil.

c. Keping darah (trombosit) akan menutup luka pada pembuluh.

d. Kekurangan jumlah factor pembeku darah tertentu, mengakibatkan

anyaman penutup luka tidak terbentuk sempurna, sehingga darah tidak

berhenti mengalir keluar pembuluh.

Gambar 2

Haemofili A

Etiologi: kekurangan factor VIII dalam darah

Gejala klinis: Bayi yang terkena berat dapat menderita perdarahan banyak setelah disunat.

Haemartrosis nyeri dan berulang dan haematoma otot mendominasi perjalanan

klinis – dengan deformitas progresif dan pincang. Perdarahan yang memanjang

terjadi setelah pencabutan gigi. Haematuria lebih umum daripada perdarahan

gastrointestinal. Perdarahan operasi dan ruda paksa adalah mengancam jiwa baik

pada pasien yang berat dan ringan. Walaupun tidak biasa, perdarahan intraserebral

spontan terjadi lebih sering daripada penduduk umum dan merupakan sebab

kematian penting pada pasien dengan penyakit berat.

Diagnosis laboratorium:

Tes berikut ini abnormal: (i) APTT (activated partial thromboplastin time)

(ii) Waktu pembekuan seluruh darah (kasus berat)

(iii) Pengujian bekuan factor VIII (VIII:C)

Metode imunologis memperlihatkan VIIIR: AG normal. Tes waktu perdarahan dan waktu

protrombin juga normal.

Pengobatan: Episode perdarahan diobati dengan terapi penggantian faktor VIII atau dengan

pemberian desmopresin (DDAVP). Kadar faktor VIII dinaikkan paling efektif

53

Page 54: Darah Dan Pembuluh Darah

dengan pemberian infus kriopresipitat plasma atau ”faktor VIII concentrates”.

Perdarahan spontan dikontrol jika kadar VIII pasien naik di atas 20% normal. Untuk

bedah besar (major surgery), perdarahan ruda paksa serius atau ketika perdarahan

terjadi pada tempat berbahaya, akan tetapi, kadar faktor VIII harus dinaikkan

sampai 100% dan selanjutnya dipertahankan di atas 60% ketika perdarahan akut

telah berhenti,sanpai terjadi kesembuhan.

Haemofili B

Etiologi: kekurangan faktor IX

Gejala klinis: identik dengan haemofili A,memang kedua kelainan itu hanya dapat dibedakan

dengan pengujian faktor pembekuan spesifik. Insidennya seperlima haemofili A.

Banyak pasien mempunyai bukti imunologis untuk adanya protein faktor IX yang

tak berfungsi.

Diagnosis laboratorium:

Tes berikut ini abnormal: (i) APTT

(ii) waktu bekuan seluruh darah (kasus berat)

(iii) pengujian bekuan faktor IX

Seperti pada haemofili A waktu perdarahan dan tes waktu protrombin normal.

Penatalaksanaan: Prisnsip terapi penggantian serupa dengan haemofili. Episode perdarahan

diobati dengan factor IX concentrats. Karena stabilitas faktor IX di luar

tubuh,plasma simpanan juga efektif. Karena waktu paruh biologisnya lebih

panjang,infus tidak perlu diberikan sesering faktor VIII concentrates pada

haemofili.

3.1.2 Anemia

A. Definisi

Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar Hb dan atau hitung eritrosit lebih rendah dari

harga normal. Dikatakan sebagai anemia jika Hb < 14 g/dl dan Ht < 41 % pada pria atau Hb < 12

g/dl dan Ht <37 % pada wanita.

Gejala umum antara lain cepat lelah, takikardi, palpitasi, dan takipnea pada latihan fisik.

B. Patofisiologi

Patofisiologi anemia terdiri dari :

1. Penurunan produksi :anemia defisiensi, anemia aplastik, dll

54

Page 55: Darah Dan Pembuluh Darah

2. Peningkatan penghancuran : anemia karena perdarahan, anemia hemolitik, dll

C. Pembagian anemia

1. Anemia mikrositik hipokrom

a. Anemia defisiensi besi

b. Anemia penyakit kronik

2. Anemia makrostatik

a. Defisiensi vitamin B12

b. Defisiensi asam folat

3. Anemia karena perdarahan

4. Anemia hemolitik

5. Anemia aplastik

1. Anemia defisiensi besi

Etiologi

Diet yang tidak mencukupi

Absorpsi yang menurun

Kebutuhan yang meningkt pada kehamilan, laktasi

Perdarahan pada saluran cerna. Menstruasi, donor darah

Hemoglobulinuria

Penyimpanan besi yang berkurang

Patogenesis Anemia Defisiensi Besi

Anemia defisiensi besi terjadi sebagai akibat dari gangguan balans zat besi yang negatif,

jumlah zat besi (Fe) yang diabsorbsi tidak mencukupi kebutuhan tubuh. Pertama -tama balans Fe

yang negatif ini oleh tubuh diusahakan untuk diatasinya dengan cara menggunakan cadangan

besi dalam jaringan-jaringan depot. Pada saat cadangan besi tersebut habis, baru anemia

defisiensi besi menjadi manifest.

Perjalanan keadaan kekurangan zat besi mulai dari terjadinya anemia sampai dengan

timbulnya gejala-gejala yang klasik, melalui beberapa tahap :

Tahap I : Terdapat kekurangan zat besi ditempat-tempat cadangan besi (depot iron), tanpa

disertai dengan anemia (anemia latent) ataupun perubahan konsentrasi besi dalam serum (SI).

Pada pemeriksaan didapati kadar feritin berkurang.

55

Page 56: Darah Dan Pembuluh Darah

Tahap II : Selanjutnya mampu ikat besi total (TIBC) akan meningkat yang diikuti dengan

penurunan besi dalam serum (SI) dan jenuh (saturasi) transferin. Pada tahap ini mungkin anemia

sudah timbul, tetapi masih ringan sekali dan bersifat normokrom normositik. Dalam tahap ini

terjadi eritropoesis yang kekurangan zat besi (iron deficient erythropoesis).

Tahap III : Jika balans besi tetap negatif maka akan timbul anemia yang tambah nyata

dengan gambaran darah tepi yang bersifat hipokrom mikrositik.

Tahap IV : Hemoglobin rendah sekali. Sumsum tulang tidak mengandung lagi cadangan besi,

kadar besi plasma (SI) berkurang. Jenuh transferin turun dan eritrosit jelas bentuknya hipokrom

mikrositik. Pada stadium ini kekurangan besi telah mencapai jaringan-jaringan. Gejala klinisnya

sudah nyata sekali

Manivestasi klinis

Selain gejala umum pada anemia, defisiensi Fe yang berat akan mengakibatkan

perubahan kulit dan mukosa yang progresif, seperti lidah yang halus, keilosis, dsb. Didapatkan

tanda-tanda malnutrisi.

Manifestasi oral

Lidah lebih sensitif jika digunakan untuk makan makanan yang pedas atau panas dan

akan terasa terbakar.

Pemeriksaan penunjang

Defisiensi Fe berlangsung secara bertahap dan lambat. Pada tahap pertama yang terjadi

adalah penurunan simpanan Fe. Terjadi anemia tapi belum terjad perubahan pada ukuran sel

darah merah. Feritin serum menjadi rendah sementara Total Iron Binding Capacity (TIBC)

serum meingkat. Setelah simpanan Fe habis, produksi sel darah meah tetap dilakukan. Fe serum

56

Page 57: Darah Dan Pembuluh Darah

akan mulai menurun kurang dari 30 mg/dl dan saturasi transferin menurun hingga kurang dari

15%. Pada tahap awal Mean Corpuscular Volume (MCV) tetap normal, pada tahap lanjut MCV

mulai menurun dan ditemukan gambaran sel mikrositik hipokrom. Kemudian terjadi anisositosis

diikuti poikilositosis. Ditemukan sel darah mera yang mikrositik hipokrom. Serum iron (SI)

menurun, Iron Binding capacity (IBC) bertmabah. Tanda patogonomik adalah tidak

ditemukannya hemosiderin dalam sumsung tulang. Untuk mendiagnosis ankilostomiasis perlu

pemeriksaan tinja.

Penatalaksanaan

1. Zat besi diberikan per oral dalam dosis 2 – 3 mg/kg unsur besi semua bentuk zat besi sama

efektifnya ( fero sulfat, fero fumarat, fero suksinat, fero glukonat.

2. Vitamin C harus diberikan bersama dengan besi ( Vitamin C meningkatkan absorpsi besi ).

Terapi besi hendaknya diberikan sekurang-kurangnya selama 6 minggu setelah anemia dikoreksi

untuk mengisi kembali cadangan besi. Zat besi yang disuntikkan jarang dipakai lagi kecuali

terdapat penyakit malabsorpsi usus halus.

2. Anemia pada penyakit kronik

Etiologi

Banyak dihubungkan dengan penyakit infeksi seperti infeksi ginjal, abses, empiema

Inflamasi kronik seperti atritis reumatoid

Neoplasma seperti limfoma malignum dan nekrosis jaringan

Patogenesis

Anemia pada penyakit kronik adalah survival sel darah merah yang menurun dan

gagalnya sumsum tulang mengkompensasi kekurangan dengan meningkatkan produksi sel darah

merah. Kegagalan peningkatan produksi sel darah merah sebagian besar disebabkan oleh

sequestration besi pada sisitem retikuloendotelial. Penurunan eritropoietin jarang menjadi

penyebab penurunan produksi eritrosit selain pada gagal ginjal. Semua proses diatas diduga

karena adanya perubahan sitokin-sitokin pada pasien yang menderita penyakit kronik.

Manivestasi klinis

Hematokrit biasanya berkisar antara 25-30 %, biasany normositik atau normokrom

Jika disertai penurunan adar besi dalam serum atau saturasi transferin anemia berbentuk

hipokrom mikrositik.

Kadar feritin dala serum normal atau meningkat

57

Page 58: Darah Dan Pembuluh Darah

Leukosit dan hitung jenisnya normal

Pemeriksaan sumsum tulang normal

Berkurangnya dideroblas dalam sumsum tulang

Deposit besi dalam sistem retikuloendotelial nermal atau bertambah

Penatalaksanaan

Terapi terutama ditujukan pada penyakit dasarnya. Dapat diberikan tranfusi darah merah

pada anemia yang berat. Untuk mengatas anemia atritis reumatoid dengan pengobatan

suplementasi besi. Pemberian kobalt dan eritropoetin dikatakan dapat memperbaiki anemia pada

penyakit kronik.

3. Anemia Pernisisosa

Kekurangan vitamin B12 bisa disebabkan oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik.

Kekurangan vitamin B12 karena faktor intrinsik terjadi karena gangguan absorbsi vitamin yang

merupakan penyakit herediter autiun sehingga pada pasien mungkin dijumpai penyakit autoimun

lainnya.

Manivestasi klinis

Anoreksia, diare, dispepsia, lidah yang licin, pucat, dan agak ikterik. Terjadi gangguan

neurologis biasanya dimulai dengan parestesia, gangguan keseimbangan. Pada kasus yang berat

terjadi perubahan fungsi serebral, demensia dan perubahan neropsikiatrik lainnya.

58

Page 59: Darah Dan Pembuluh Darah

Pemeriksaan penunjang

Sel darah merah besar-besar, MCV > 100fmol/L, neutrofil hipersegmentasi. Gambaran

sumsum tulang megaloblastik. Sering ditemukan gastritis atrofi, kadar vitamin B12 < dari

100pg/ml.

Penatalaksanaan

Pemberian vitamin B12 1000 mg/hari selama 5-7 hari, 1 kali tiap bulan

3. Anemia defisiensi asam folat

Asam folat terutama terdapat di dalam daging, susu, dan daun-daun yang hijau.

Umumnya berhubungan dengan malnutrisi.

Manivestasi klinis

Anemiamegaloblastik dan perubahan megaloblastik pada mukosa, mungkin dapat

ditemukan gejala-gejala neurologis seperti gangguan kepribadian dan gangguan daya ingat

Pemeriksaan penunjang

Kadar vitamin B12 serum normal dan asam folat serum rendah, biasanya < dari 3 ng/ml.

Kadar folat sel darah merah < dari 150 ng/ml

Penatalaksanaan

Meliputi pengobatan terhadap penyebabnya dan dapat dilakukan pula dengan pemberian

suplementasi asam folat oral 1 mg / hari

4. Anemia karena perdarahan

Anemia karena perdarahan terbagi atas :

a. Perdarahan akut, mungkin timbul bila pengeluaran darah cukup banyak sedangkan

penurunan kadar Hb baru terjadi beberapa hari kemudian

Penatalaksanaan : menagtasi perdarahan, mengatasi renjatan dengan transfusi darah

atau pemberian cairan per infus

59

Page 60: Darah Dan Pembuluh Darah

b. Perdarahan kronik, pengeluaran darah sedikt-sedikit sehingga tidak diketahui pasien.

Penyebabnya antara lain ulkus peptikum, menometroragi, perdarahan saluran cerna

karena pemakaian analgesik dan epistaksis

Pemeriksaan laboratorium : sesuai dengan defisiensi Fe. Perdarahan pada saluran cerna

akan memberi hasil positif pada tes benzidin dari tinja

Penatalaksanaan :mengobati sebab perdarahan, pemberian preparat Fe

5. Anemia hemolitik

Pada anemia ini terjadi penurunan usia sel darah merah (normal 120 hari). Anemia terjadi

jika sumsum tulang sudah idak mampu mengatasinya karena usia sel darah merah sangat pendek

Etiologi

1. Intrinsik :

Kelainan membran seperti sferositosi herediter

Kelainan glikolisis seperti defisiensi piruvat kinase

Kelainan enzim seperti defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogense (G6PD)

Hemoglobinopati, sperti anemia sel sabit

2. Ekstrisik :

Gangguan sistem imun

Mikroangiopati, seperti pada purpura trombotik trombositopenik

Infeksi seperti akibat plasmodium

Hipersplenisme

Luka bakar

Manivestasi klinis

Ikters dan splenomegali

Pemeriksaan penunjang

Penurunan kadar Ht, retikulositosism, peningian bilirubin indirek dalam darah dan

peningkatan bilirubin total sampai dengan 4 mg/dl, peninggian urobilinogen urin, dan

eritropoeisis hiperaktif dalam sumsung tulang.

Penatalaksanaan

60

Page 61: Darah Dan Pembuluh Darah

Disesuaikan dengan penyababnya. Jika karena reaksi toksik-imunologik dapat diberikan

kortikosteroid (prednison, prednisolon) kalau perlu diberikan splenektomi. Jika keduanya tidak

berhasil maka diberikan sitostatik sperti klorambusil dan sikofosfamid

6. Anemia hemolitik autoimun

Merupakan kelainan darah yang didapat, dimana autoantibodi IgG yang dibentuk terikat

pada mebran sel darah merah (SDM). Antibodi ini umumnya berhadapan langsung dengan

komponen dasar dari sitem Rh dan sebenarnya dapat terlihat pada SDM semua orang.

Klasifikasi

1. Warm-antibody immunohemolytik anemia

Idiopatik:> 50 % kasus

Imfoma :leukemia limfositik kronik, limfoma non hodgkin, dan penyakit hodgkin

Lupus eritematous sistemik dan penyakit kolagen vaskular lainnya

Obat-obatan : tipe alfa metildopa, tipe penisilin, tipe kuinidin

Pasca infeksi virus

Tumor-tumor lainnya namun jarang

2. Cold antibody immunohemolytic anemia

Penyakit cold aglutinin

a.Akut : infeksi mikoplasma, infeksi mononukleus

b. Kronik : idiopatik, limfoma

Paroxymal cold heglobinuria

Manivestasi klinis

Fatig dengan angina atau gagal jantung kongestif. Pada pemeriksaan fisik ditemukan

ikterus dan splenomegali

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium menemukan kadr Hb bervariasi (Ht < 10%). Retikulositosis

dan sferositosis dapat terlihat pada pemeriksaan apusan dara tepi. Pada kasus dengan hemolisis

61

Page 62: Darah Dan Pembuluh Darah

berat, penekanan pada sumsum tulang dapat mengakibatkan SDM yang terpecah-pecah. Tes

coombs langsung positif dan tes coombs tak langsung dapat posiif atau negatif

Penatalaksanaan

Terapi inisial dengan menggunakan prednison 1-2 mg/kg BB/hari dalam dsis terbagi. Jika

terjad anemia mengancam hidup maka dilakukan trafusi darah. Keputusan tranfusi harus melalui

konsultan dengan ahli hemtologi terlebih dahulu. Jika prednison tidak efektif dalam

menanggulangi kelainan ini, atau penyakit mengalami kekambuhan dalam periode taperingoff

dari prednson maka dianjurkan untuk dilakukan splenektomi. Apabila keduanya tidak menolong,

maka dilakukan terapi dengan menggunakan berbagai jenis obat imunosupresif. Untuk

mengontrol hemolisis dengan imunoglobulin dosis tinggi intravena (500mg/kg BB/hari selama 1-

4 hari.

7. Anemia Aplastik

Terjadi karena ketidaksanggupan sumsum tulang untuk membentuk sel-sel darah.

Etiologi

Kongenital

idiopatik (kemungkinan autoimun)

LES

Kemoterapi

Radioterapi

Toksin seperti benzen, toluen, insektisid

Obat-obat seperti kloramfenikol, sulfnamid, analgesik, sulfonilurea

Pasca hepatitis

Kehamilan

Hemoglobinurea paroksimal noktural

Manivestasi klinis

Pasien tampak pucat, lemah, mungkin timbul demam, purpura, perdarahan

62

Page 63: Darah Dan Pembuluh Darah

Pemeriksaan penunjang

Terdapat pensitopenia, sumsumtulang kosong diganti lemak dan retikulosit menurun.

Pada pasien anemia aplastik berat ditemukan neutrofil < dari 500 ml, trombosit <dari

20.000/ml,retikulosit < dari 1% dan kepadatan selular sumsum tulang < dari 20%

Penatalaksanaan

Tranfusi darah

Infeksi denagn antibiotik

Kortikosteroid dosis rendah bermanfaat pada perdarahan akibat trombositopenia berat

Androgen seperti fluokrimesteron, testosteron, metandrostenolon dan nondrolon

Imunosupresif seperti siklosporin, globulin antitimosit

Tanplantasi sumsum tulang

3.1.3 Thalasemia

Talasemia adalah salah satu penyakit darah yang keturunan, umumnya menyerang anak –

anak di kalangan masyarakat, berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan

bahwa terdapat sekurang – kurangnya 2000 orang yang menderita talasemia di seluruh negara.

Sekarang kira – kira 100.000 anak – anak diseluruh dunia di lahirkan dengan penyakit ini setiap

tahun.

Talesemia ialah sejenis penyakit keturunan yang melibatkan sel – sel darah merah. Sel

darah merah penderita talasemia mudah pecah yang menyebabkan penderita mengalami

kekurangan darah. Talasemia merupakan penyakit keturunan yang paling sering ditemukan di

negara ini dengan 3-5% atau 5 dari 100 orang menjadi pembawa penyakit talasemia.

Penderita talasemia cukup banyak di Indonesia. Di Jawa Baratpun jumlah mereka tidak

sedikit. Data di Perhimpunan Orang Tua Penderita Talesemia Jawa Barat menunjukkan ada 189

penderita yang rajin berobat ke RS dr. Hasan Sadikin Bandung. Talasemia merupakan suatu

kelainan darah yang biasanya menimpa orang – orang yang berasal dari daerah Laut Tengah,

Timur Tengah dan Asia. Kelainan ini jarang ditemukan pada orang – orang dari Eropa Utara.

Talasemia terdiri dari dua jenis, talasemia trait atau minor dan talasemia mayor.

Talasemia jenis pertama hanyalah pembawa sifat dan tidak berbahaya. Namun demikian, orang

dengan talasemia minor dapat menurunkan kelainan darah berupa talasemia mayor pada

anaknya. Menurut perkiraan, di Indonesia ditemukan 200.000 orang dengan talasemia

63

Page 64: Darah Dan Pembuluh Darah

trait/minor. Sementara itu, telasemia mayor termasuk kelainan darah yang serius dan bermula

sejak kanak – kanak. Anak – anak dengan talasemia mayor tidak dapat membentuk hemoglobin

yang cukup dalam darah mereka. Di indonesia, tidak kurang dari 1000 anak kecil yang menderita

talasemia mayor. Talasemia mayor juga bisa disebut Mediterrannean Cooley’s Anaemia atau

Homozygous Beta Thalassaemia.

Umumnya anak – anak yang menderita talasemia mayor diketahui saat beberapa bulan

setelah lahir, mereka menderita anemia. Mereka hanya memiliki sedikit hemoglobin dalam

darahnya sehingga pasokan oksigen ke seluruh tubuhpun berkurang.

Karena talasemia bersifat turunan, bila kedua orang tua tidak menderita talasemia trait,

tidak mungkin mereka menurunkan talasemia trait atau talasemia mayor pada anak – anaknya.

Namun, jika salah seorang dari orang tua menderita talasemia trait, satu dari dua anak (50%)

kemungkinan setiap anak mereka akan menderita talasemia trait, tetapi tidak seorangpun

diantaranya yang menderita talesima mayor. Akan tetapi, kalau kedua orang tua menderita

talasemia trait, anak – anaknya mungkin akan menderita talasemia trait atau bahkan memiliki

darah normal, atau malah menderita talasemia mayor dalam setiap kehamilan terdapat satu dari

empat (25%) kemungkinan bahwa anak mereka mempunyai darah normal, dua dari empat 150%

mungkin menderita talasemia bawaan.

Definisi

Merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan dari kedua orang tua

kepada anak – anaknya secara resesif, menurut hukum mendel,

Talasemia adalah suatu kelompok anemia hemolitik kongenital yang disebabkan oleh

kekurangan sintesis rantai polipeptid yang menyusun molekul globin dalam hemoglobin.

Talasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara

resesif.

Etiologi

Talasemia disebabkan oleh delesi (hilangnya) satu gen penuh atau sebagian dari gen (ini

terdapat terutama pada talasemia -a) atau mutasi noktah pada gen (terutama pada talasemia - b),

kelainan itu menyebabkan menurunnya sintesis rantai polipeptid yang menyusun globin.

Penyebab anemia pada talasemia bersifat primer dan sekunder. Primer adalah

berkurangnya sintesis HbA dan eritropoesis yang tidak efektif disertai penghancuran sel-sel

eritrosit intramedular. Sedangkan yang sekunder ialah karena defisiensi asam folat,

64

Page 65: Darah Dan Pembuluh Darah

bertambahnya volume plasma intravaskular yang mengakibatkan hemodilusi dan destruksi

eritrosit oleh sistem retikuloendotelial dalam limpa dan hati. Penelitian biomolekular

menunjukkan adanya mutasi DNA pada gen sehingga produksi rantai alfa atau beta dari

hemoglobin berkurang.

Epidemiologi

Dari ribuan penyakit talasemia di Indonesia, diperkirakan 85% di antaranya berasal dari

keluarga miskin dan berpenghasilan rendah.

Indonesia termasuk wilayah dengan kasus talasemia cukup tinggi. Data dari sejumlah

rumah sakit besar dan pusat pendidikan menunjukkan frekuensi gen talasemia berkisar antara 8 –

10% artinya dari 100 orang penduduk mempunyai gen talasemia.

Wilayah dengan prevalensi tinggi talasemia adalah sekitar Laut Tengah, Timur Tengah,

Asia Selatan dan Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Oleh karena itu, talasemia juga sering

disebut sebagai Mediterranean Cooley’s Anaemia atau Homozygous Beta Tallasesaemia.

Diperkirakan, ada sekitar 3000 penderita talasemia mayor di seluruh Indonesia. Sekarang yang

berobat di pusat Talasemia FKUI RSCM berjumlah sekitar 900 orang.

Sementara itu, wakil sekretaris PIKAB V, Dr Susi Susanah, Sp.A, menyatakan setiap

tahunnya di Indonesia kemungkinan 2000 bayi lahir dengan talasemia berat. Di RSHS saja ada

250 anak yang menderita talasemia mayor.

Frekuensi talasemia beta di Asia Tenggara adalah antara 3 – 9 % gen untuk talasemia

beta tersebar luas di daratan Cina. Fokus talasemia alfa adalah di daerah perbatasan Muangthai

Utara dan Laos dengan frekuensi 3– 40 %, kemudian tersebar dalam frekuensi lebih rendah di

Asia Tenggara termasuk Indonesia.

65

Page 66: Darah Dan Pembuluh Darah

Klasifikasi

Secara molekuler talasemia dibedakan atas :

1. Talasemia - a (gangguan pembentukan rantai a)

2. Talasemia - b (gangguan pembentukan rantai b)

3. Talasemia - b - d (gangguan pembentukan rantai b dan d yang letak gennya di duga

berdekatan).

4. Talasemia - d (gangguan pembentukan rantai d)

Secara klinis talasemia di bagi dalam 2 golongan yaitu :

1. Talasemia mayor (bentuk homozigot)

Memberikan gejala klinis yang khas

2. Talasemia minor

Biasanya tidak memberikan gejala klinis

Patofisiologi

Hb tersusun atas heme (cincin porfirin yang mengikat Fe) dan globin (protein). Globin

tersusun atas 2 pasang rantai polipeptid, yaitu sepasang rantai a dan sepasang rantai non a pada

orang normal rantai non a adalah rantai b, l dan d

Sehingga dapat di rumuskan sebagai berikut :

- a 2 b 2 = Hb A atau Hb A1 atau adult 95% total Hb.

- a 2 l 2 = Hb F ata UHb Fetal 2% total Hb = pada fetus atau neonatus hampir 100% adalah

HbF.

- a 2 d 2 = Hb A2 3% total Hb.

Sintesis rantai globulin tadi masing-masing disandi oleh gen a, b¸ l, d.

Telasemia disebabkan oleh delesi satu gen penuh atau sebagian dari gen atau mutasi

noktah pada gen, kelainan ini menyebabkan menurunnya sintesis rantai polipeptid yang

menyusun globin. Kelainan pada gen - a atau gen-b karena kedua rantai itu adalah komponen

penyusun HbA yang merupakan porsi > 95% Hb total orang normal. Kelainan pada sintesis

rantai - l dan rantai - d praktis tidak menimbulkan masalah klinik karena HbF (a2l2) dan HbA2

(a2d2) jumlahnya memang sangat sedikit.

Kecuali terjadi kekurangan pembentukan Hb (anemia), bila terjadi penurunan sintesis

rantai -b, maka banyak rantai - a tidak mendapat pasangan dan rantai a yang berlebihan itu akan

mengalami agregasi agregat akan diendapkan pada membran eritrosit dan defek dengan akibat

66

Page 67: Darah Dan Pembuluh Darah

eritrosit mudah hancur di dalam sumsum tulang (ineffective erythropoesis) maupun disirkulasi,

jadi umur eritrosit pendek dan terjadi anemia hemolitik.

Pewarisan

Gen yang menjadi sintesis globin - b terdapat pada kromoson 11 dan bersifat resesif

(atau dominan parsial). Sindrom talasemia akan timbul pada individu homozigot (talasemia

mayor). Manifestasi talasemia juga akan timbul kalau terjadi interaksi gen talasemia dengan

Hemoglobin E (penyakit talasemia –Hb E atau bo/bE). Kedua keadaan ini disebut sindrom

talasemia. Individu heterozygot bertindak sebagai pengemban bakat (carier atau trait) dan

menunjukkan anemia ringan sekali (Gb 9 –10%) atau tidak anemia sama sekali, hipokromik dan

mikrositosis nyata (MCU < 26; MCH <80) ada sepasang gen b dalam kromosom 11, karena itu

pewarisan talasemia -b dapat digambarkan sebagai berikut :

Orang tua keduanya trait

Anak 25% Normal

50% trait

25% talasemia

Gb.1 Bagan pewarisan talasemia - b menurut mendel.

Manifestasi Klinis

Secara klinis talasemia dapat dibagi dalam beberapa tingkatan sesuai beratnya gejala

klinis mayor, intermedia dan minor atau trait (pembawa sifat). Batas antara tingkatan tersebut

sering tidak jelas.

Biasanya bersifat homozygot. Sinonim : Anemia Cooley, Talasemia Beta Mayor Anemia

Mediteranean, Talasemia Homozygot. Gejala klinis berupa muka mogoloid, pertumbuhan badan

kurang sempurna (pendek), pembesaran hati dan limpa, perubahan pada tulang karena

hiperaktivitas sumsum merah berupa deformitas dan faktor spontan, terutama kasus yang tidak

atau kurang mendapat tranfusi darah. Deformitas tulang disamping mengakibatkan muka

67

Page 68: Darah Dan Pembuluh Darah

mongoloid, dapat menyebabkan pertumbuhan berlebihan tulang frontal dan zigomatik serta

maksila. Pertumbuhan gizi biasanya buruk. Sering disertai retraksi tulang rahang. Sinusitis

(terutama maksilaris) sering kambuh, akibat kurang lancarnya drainase pertumbuhan intelektual

dan berbicara biasanya tidak terganggu. IQ kurang baik apabila tidak mendapat tranfusi darah

secara teratur dan cukup menaikkan kadar Hb.

Anemia biasanya berat dan biasanya mulai muncul gejalanya pada usia beberapa bulan

serta menjadi jelas pada usia 2 tahun. Ikterus jarang terjadi dan bila ada biasanya ringan.

Talasemia -bo homozygot pada umumnya memerlukan tranfusi secara reguler, tetapi ada kalanya

berlangsung ringan dan memberikan gambaran klinis seperti talasemia intermedia. Talasemia

beta diantara orang negro (talasemia beta 2) pada umumnya berlangsung ringan.

Pada talasemia intermedia dan minor sesuai dengan arti katanya didapatkan variasi luas

mengenai jenis gejala klinis. Talasemia intermedia fenotipik adalah talasemia mayor tanpa

adanya kerusakan gen. Keadaan klinisnya lebih baik dan gejala lebih ringan daripada talasemia

mayor. Pada talasemia intermedia umumnya tidak ada splenomegali. Anemia ringan, bila ada

disebabkan oleh masa hidup eritrosit yang memendek.

Pada talasemia trait umumnya tidak dijumpai gejala klinis yang khas. Hanya di dapat

kelainan pada eritrosit dan atau hanya sebagian dari gejala yang didapat pada kasus homozygot.

Gambaran klinis penyakit talasemia beta Hb E menyerupai talasemia mayor Hb dalam

hal ini terdiri dari HbE, HbF dan apabila ada Hb A1 dalam jumlah yang sedikit.

Talesemia mayor mulai menunjukkan gejala anemia pada masa bayi (kadang – kadang

pada umur 3 bulan) pada waktu sintesis rantai -b menggantikan sintesis rantai - l. Anak semakin

pucat dan mengalami gangguan pertumbuhan sehingga makin nyata tampak kecil, fragil. Lama –

lama perut membuncit karena splenomegali. Karena itu setiap anak dengan pucat (terutama bila

anemia berat), fragil, mungkin juga ditemukan PEM I maka dia harus dicurigai menderita

talasemia, mengingat Indonesia adalah daerah sindrom talasemia. Pada pengamatan lebih dekat

tampak muka mongoloid dengan hipertolerisme, nasal bridge pesek; pada anak yang agak besar

mulut tonggos (rodent like mouth) akibat maksila yang lebih menonjol, bibir atas agak terangkat.

Splenomegali makin nyata dengan makin bertambahnya umur. Hepatomegali umumnya ada,

pasca splenektomi hepatomegali selalu ada dan progresif. Limfadenopati jarang terjadi.

Pada masa remaja terjadi keterlambatan menarche dan pertumbuhan alat kelamin

sekunder, keterlambatan fungsi reproduksi. Dapat pula terjadi fraktur patologik, ulkus kronik

68

Page 69: Darah Dan Pembuluh Darah

ditungkai bawah seperti pada anemia hemolitik kronik yang lain sebagai akibat dari ekspansi

eritropoesis. Terjadi distorsi tulang – tulang muka sehingga dahi menonjol, mulut tonggos,

pertumbuhan gigi tidak teratur.

Hemosiderosis makin nyata pada dekade kedua kehidupan terutama pada penderita yang

sering mendapat tranfusi (sampai > 100 kali) dan tidak mendapat iron chelating agent untuk

mengeluarkan timbunan besi tubuh. Pada Rontgen tulang kepala tampak gambaran “hair on end”

korteks tipis bahkan tak tampak, diploe tampak seperti garis – garis tegak lurus pada lengkung

tengkorak seperti gambaran singkat.

Pemeriksaan Penunjang

1. Darah tepi

- Hb rendah dapat sampai 2 atau 3 gr%

- Gambaran morfologi eritrosit : mikrositik hipokromik, sel target, anisositosis berat dengan

makrovaloositosis, mikrosferosit, polikromasi, basophilic stippling, benda Howell – jolly,

poikilositosis dan sel target. Gambaran ini lebih kurang khas.

- Normoblas di daerah tepi terutama jenis asidofil (perhatikan normoblas adalah sel darah merah

yang masih berinti sehingga ikut terhitung pada perhitungan lukosit dengan bilik hitung adalah

AL lebih tinggi dari pada sebenarnya)

- Retikulosit meninggi

2. Susunan Tulang (tidak menentukan diagnosis)

- Hiperplasi sistem eritropoesis dengan normoblas terbanyak dari jenis asidofil.

- Granula Fe (dengan pengecatan prussian Blue) meningkat.

3. Pemeriksaan Khusus

- HbF meninggi : 20% - 90% Hb total (alkali denaturasi)

- Elektroforesis Hb untuk menunjukkan hemoglobinopati yang lain maupun mengukur kadar

HbF.

- Pemeriksaan pedigree untuk memastikan diagnosis : kedua orang tua pasien telasemia mayor

merupakan trait (carier) dengan Hb A2 meninggi (> 3,5 dari Hb total)

4. Pemeriksaan Lain

- Foto Ro tulang kepala menunjukkan gambaran hair on end kortex menipis, diploe melebar

dengan traberkula tegak lurus pada kortex.

69

Page 70: Darah Dan Pembuluh Darah

- Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang menunjukkan perluasan sumsum tulang ® trabekula

tampak jelas.

- Fragilitas eritrosit terhadap larutan NaCl menurun

- Bukti pasti fenotif talasemia adalah ketidakseimbangan produksi rantai polipeptida globin

(diagnosis molekuler) (3)

Diganosis

Diagnosis talasemia dapat didasarkan atas gejala dan tanda sebagai berikut:

1. Anamnesis

a. Anemia sejak masa bayi, biasanya tampak setelah umur 6 bulan. Pertumbuhan kurang, perut

buncit, aktifitas fisik kurang.

b. Dari anamaesis keluarga sering terungkap adanya anggota keluarga dengan gambaran penyakit

serupa.

2. Pemeriksaan Fisik

a. anak tampak anemia, fragil dengan ekstrimitas kecil – kecil, perut membuncit.

b. Facies mongoloid, hipertelorismus, rodent like appearance

c. Splenomegali, mungkin juga hepatomegali.

3. Pemeriksaan Penunjang

Komplikasi

Akibat anemia yang berat dan lama, sering tarjadi gagal jantung. Tranfusi darah yang

berulang-ulang dan proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah sangat tinggi,

sehingga ditimbun dalam berbagai jaringan tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jantung dan lain-

lain. Hal ini dapat mengakibatkan gangguan fungsi alat tersebut (hemokromatosis). Limpa yang

membesar mudah ruptur akibat trauma yang ringan. Kadang-kadang talasemia disertai oleh tanda

hipersplenisme seperti leukopenia dan trombopenia. Kematian terutama disebabkan oleh infeksi

dan gagal jantung.

Penatalaksanaan

Hingga sekarang, talasemia belum ada obat yang bisa menyembuhkan. Satu – satunya

tindakan yang bisa dilakukan untuk memperpanjang usia penderita kekurangan darah sebagai

dampak dari kurang normalnya sistem produksi sel darah merah.

Atasi anemia dengan tranfusi PRC (Packed Red Cell). Tranfusi hanya diberikan bila Hb <

8 gr/dl. Sekali di putuskan untuk diberi tranfusi darah, Hb harus selalu dipertahankan di atas

70

Page 71: Darah Dan Pembuluh Darah

12gr/dl dan tidak melebihi 15gr/dl, diberikan 10 – 15 mg/kg BB per satu kali pemberian selama

2 jam atau 20 ml/kgBB dalam waktu 3-4 jam. Bila terdapat tanda gagal jantung, pernah ada

kelainan jantung, atau Hb <5gr/dl, dosis satu kali pemberian tidak boleh lebih dari 5ml/kg BB

dengan kecepatan tidak leibh dari 2ml kgbb/jam. Sambil menunggu persiapan tranfusi darah

diberikan oksigen dengan kecepatan 2-4 lt/mnt. Setiap selesai pemberian satu seri tranfusi, kadar

Hb pasca tranfusi di periksa 30 menit setelah pemberian tranfusi terakhir.

Metode transfusi sendiri, memberi efek negatif kalau terapi diberikan dalam jangka

panjang. Bahan asing seperti besi yang seringkali masuk memicu penyumbatan nafas yang

mampu berakhir dengan kematian. Di samping itu, pasien akan menderita kelebihan zat besi.

Setiap 250 ml darah yang selalu membawa kira – kira 250 mg zat besi. Sedangkan kebutuhan

manusia normal hanya 1 – 2 mg perhari. Zat besi berlebih ini akan mengganggu fungsi organ

tubuh.

Talesemia belum bisa disembuhkan. Satu – satunya pengobatan di Indonesia saat ini

adalah tranfusi darah, setidaknya satu kali per bulan khelasi zat besi dengan desferal

(Deferioksamin) lima sampai tujuh kali per minggu. Khelasi perlu dilakukan, karena sel darah

merah mengandung hemoglobin yang berisi zat besi yang dibutuhkan untuk metabolisme tubuh.

Pada orang normal, zat besi dari sel darah merah yang rusak digunakan lagi oleh tubuh untuk

pembentukan sel darah merah baru. Pada penderita talasemia yang mendapat tranfusi darah rutin,

zat besi tidak dipakai tubuh sehingga menumpuk dalam tubuh. Hal ini mengganggu fungsi hati,

jantung, dan organ lain. Kematian penderita talasemia biasanya disebabkan keracunan zat besi.

Khelasi dilakukan dengan menyuntikkan deferioksamin dibawah kulit lewat syringe driver

(pompa suntik). Zat ini akan mengambil zat besi dari tubuh dan mengeluarkan lewat air kemih.

Proses khelasi berlangsung sekitar 8 – 10 jam. Alat ini cukup kecil dan bisa ditempelkan ditubuh.

Cara lain adalah cangkok sumsum tulang. Namun, untuk talasemia belum pernah

dilakukan di Indonesia. Selain sulit karena jenis sumsum tulang donor harus cocok dan bisa

diterima tubuh penderita telasemia.

Splenektomi diindikasikan bila terjadi hipersplenisme atau limpa terlalu besar sehingga

membatasi gerak pasien, menimbulkan tekanan intraabdominal yang mengganggu nafas dan

beresiko mengalami ruptur. Hipersplemisme dini ditandai dengan jumlah tranfusi melebihi 250

m/kg BB dalam 1 tahun terakhir dan adanya penurunan Hb yang drastis. Hipersplenisme lanjut

71

Page 72: Darah Dan Pembuluh Darah

ditandai oleh adanya pansitopenia. Splenektomi sebaiknya dilakukan pada umur 5 tahun ke atas

saat fungsi limpa dalam sistem imun tubuh telah dapat diambil alih oleh organ lifoid lain.

Prognosis

Tanpa terapi penderita akan meninggal pada dekade pertama kehidupan, pada umur, 2-6 tahun,

dan selama hidupnya mengalami kondisi kesehatan buruk. Dengan tranfusi saja penderita dapat

mencapai dekade ke dua, sekitar 17 tahun, tetapi akan meninggal karena hemosiderosis,

sedangkan dengan tranfusi dan iron chelating agent penderita dapat mencapai usia dewasa

meskipun kematangan fungsi reproduksi tetap terlambat.

3.1.4 Leukemia

Leukemia adalah kanker dari sel-sel darah. Leukemia biasanya mengenai sel-sel darah

putih. Penyebab dari sebagian besar jenis leukemia tidak diketahui. Virus menyebabkan

beberapa leukemia pada binatang (misalnya kucing). Virus HTLV-I (human T-cell lymphotropic

virus type I), yang menyerupai virus penyebab AIDS, diduga merupakan penyebab jenis

leukemia yang jarang terjadi pada manusia, yaitu leukemia sel-T dewasa. Pemaparan terhadap

penyinaran (radiasi) dan bahan kimia tertentu (misalnya benzena) dan pemakaian obat

antikanker, meningkatkan resiko terjadinya leukemia. Orang yang memiliki kelainan genetk

tertentu (misalnya sindroma Down dan sindroma Fanconi), juga lebih peka terhadap leukemia.

Sel darah putih berasal dari sel stem di sumsum tulang. Leukemia terjadi jika proses

pematangan dari stem sel menjadi sel darah putih mengalami gangguan dan menghasilkan

perubahan ke arah keganasan. Perubahan tersebut seringkali melibatkan penyusunan kembali

bagian dari kromosom (bahan genetik sel yang kompleks). Penyusunan kembali kromosom

(translokasi kromosom) mengganggu pengendalian normal dari pembelahan sel, sehingga sel

membelah tak terkendali dan menjadi ganas. Pada akhirnya sel-sel ini menguasai sumsum tulang

dan menggantikan tempat dari sel-sel yang menghasilkan sel-sel darah yang normal. Kanker ini

juga bisa menyusup ke dalam organ lainnya, termasuk hati, limpa, kelenjar getah bening, ginjal

dan otak.

Terdapat 4 jenis utama leukemia, yang diberi nama berdasarkan kecepatan perkembangan

penyakit dan jenis sel darah putih yang terkena:

72

Page 73: Darah Dan Pembuluh Darah

JenisPerkembangan

penyakit

Sel darah putih

yg terkena

Leukemia Limfositik (limfoblastik) Akut Cepat Limfosit

Leukemia Mieloid (mielositik, mielogenous,

mieloblastik, mielomonositik) AkutCepat Mielosit

Leukemia Limfositik Kronik

termasuk sindroma S?zary dan leukemia sel

berambut)

Lambat Limfosit

Leukemia Mielositik (mieloid, mielogenous,

granulositik) KronikLambat Mielosit

A. Leukemia Limfositik Akut

Definisi

Leukemia Limfositik Akut (LLA) adalah suatu penyakit yang berakibat fatal, dimana sel-

sel yang dalam keadaan normal berkembang menjadi limfosit berubah menjadi ganas dan dengan

segera akan menggantikan sel-sel normal di dalam sumsum tulang.

LLA merupakan leukemia yang paling sering terjadi pada anak-anak. Leukemia jenis ini

merupakan 25% dari semua jenis kanker yang mengenai anak-anak di bawah umur 15 tahun.

Paling sering terjadi pada anak usia antara 3-5 tahun, tetapi kadang terjadi pada usia remaja dan

dewasa. Sel-sel yang belum matang, yang dalam keadaan normal berkembang menjadi limfosit,

berubah menjadi ganas. Sel leukemik ini tertimbun di sumsum tulang, lalu menghancurkan dan

menggantikan sel-sel yang menghasilkan sel darah yang normal. Sel kanker ini kemudian

dilepaskan ke dalam aliran darah dan berpindah ke hati, limpa, kelenjar getah bening, otak, ginjal

dan organ reproduksi; dimana mereka melanjutkan pertumbuhannya dan membelah diri. Sel

kanker bisa mengiritasi selaput otak, menyebabkan meningitis dan bisa menyebabkan anemia,

gagal hati, gagal ginjal dan kerusakan organ lainnya.

73

Page 74: Darah Dan Pembuluh Darah

Etiologi

Sebagian besar kasus tampaknya tidak memiliki penyebab yang pasti. Radiasi, bahan

racun (misalnya benzena) dan beberapa obat kemoterapi diduga berperan dalam terjadinya

leukemia. Kelainan kromosom juga memegang peranan dalam terjadinya leukemia akut.

Faktor resiko untuk leukemia akut adalah:

- sindroma Down

- memiliki kakak/adik yang menderita leukemia

- pemaparan oleh radiasi (penyinaran), bahan kimia dan obat.

Gejala klinis

Gejala pertama biasanya terjadi karena sumsum tulang gagal menghasilkan sel darah

merah dalam jumlah yang memadai, yaitu berupa:

- lemah dan sesak nafas, karena anemia (sel darah merah terlalu sedikit)

- infeksi dan demam karena, berkurangnya jumlah sel darah putih

- perdarahan, karena jumlah trombosit yang terlalu sedikit.

Pada beberapa penderita, infeksi yang berat merupakan pertanda awal dari leukemia;

sedangkan pada penderita lain gejalanya lebih ringan, berupa lemah, lelah dan tampak pucat.

Perdarahan yang terjadi biasanya berupa perdarahan hidung, perdarahan gusi, mudah memar dan

bercak-bercak keunguan di kulit. Sel-sel leukemia dalam otak bisa menyebabkan sakit kepala,

muntah dan gelisah; sedangkan di dalam sumsum tulang menyebabkan nyeri tulang dan sendi.

Diagnosa

Pemeriksaan darah rutin (misalnya hitung jenis darah komplit) bisa memberikan bukti

bahwa seseorang menderita leukemia. Jumlah total sel darah putih bisa berkurang, normal

ataupun bertambah; tetapi jumlah sel darah merah dan trombosit hampir selalu berkurang. Sel

darah putih yang belum matang (sel blast) terlihat di dalam contoh darah yang diperiksa dibawah

mikroskop. Biopsi sumsum tulang hampir selalu dilakukan untuk memperkuat diagnosis dan

menentukan jenis leukemia.

74

Page 75: Darah Dan Pembuluh Darah

Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan adalah mencapai kesembuhan total dengan menghancurkan sel-sel

leukemik sehingga sel noramal bisa tumbuh kembali di dalam sumsum tulang. Penderita yang

menjalani kemoterapi perlu dirawat di rumah sakit selama beberapa hari atau beberapa minggu,

tergantung kepada respon yang ditunjukkan oleh sumsum tulang.

Sebelum sumsum tulang kembali berfungsi normal, penderita mungkin memerlukan:

- transfusi sel darah merah untuk mengatasi anemia

- transfusi trombosit untuk mengatasi perdarahan

- antibiotik untuk mengatasi infeksi.

Beberapa kombinasi dari obat kemoterapi sering digunakan dan dosisnya diulang selama

beberapa hari atau beberapa minggu. Suatu kombinasi terdiri dari prednison per-oral (ditelan)

dan dosis mingguan dari vinkristin dengan antrasiklin atau asparaginase intravena.

Untuk mengatasi sel leukemik di otak, biasanya diberikan suntikan metotreksat langsung

ke dalam cairan spinal dan terapi penyinaran ke otak.

Beberapa minggu atau beberapa bulan setelah pengobatan awal yang intensif untuk

menghancurkan sel leukemik, diberikan pengobatan tambahan (kemoterapi konsolidasi) untuk

menghancurkan sisa-sisa sel leukemik. Pengobatan bisa berlangsung selama 2-3 tahun. Sel-sel

leukemik bisa kembali muncul, seringkali di sumsum tulang, otak atau buah zakar. Pemunculan

kembali sel leukemik di sumsum tulang merupakan masalah yang sangat serius. Penderita harus

kembali menjalani kemoterapi. Pencangkokan sumsum tulang menjanjikan kesempatan untuk

sembuh pada penderita ini. Jika sel leukemik kembali muncul di otak, maka obat kemoterapi

disuntikkan ke dalam cairan spinal sebanyak 1-2 kali/minggu. Pemunculan kembali sel leukemik

di buah zakar, biasanya diatasi dengan kemoterapi dan terapi penyinaran.

75

Page 76: Darah Dan Pembuluh Darah

Prognosis

Sebelum adanya pengobatan untuk leukemia, penderita akan meninggal dalam waktu 4

bulan setelah penyakitnya terdiagnosis. Lebih dari 90% penderita penyakitnya bisa dikendalikan

setelah menjalani kemoterapi awal.

Banyak penderita yang mengalami kekambuhan, tetapi 50% anak-anak tidak

memperlihatkan tanda-tanda leukemia dalam 5 tahun setelah pengobatan. Anak berusia 3-7 tahun

memiliki prognosis paling baik.

Anak-anak atau dewasa yang jumlah sel darah putih awalnya kurang dari 25.000

sel/mikroL darah cenderung memiliki prognosis yang lebih baik daripada penderita yang

memiliki jumlah sel darah putih lebih banyak.

B. Leukemia Limfositik Kronis

Definisi

Leukemia Limfositik Kronik (LLK) ditandai dengan adanya sejumlah besar limfosit

(salah satu jenis sel darah putih) matang yang bersifat ganas dan pembesaran kelenjar getah

bening. Lebih dari 3/4 penderita berumur lebih dari 60 tahun, dan 2-3 kali lebih sering

menyerang pria.

Pada awalnya penambahan jumlah limfosit matang yang ganas terjadi di kelenjar getah

bening. Kemudian menyebar ke hati dan limpa, dan keduanya mulai membesar. Masuknya

limfosit ini ke dalam sumsum tulang akan menggeser sel-sel yang normal, sehingga terjadi

anemia dan penurunan jumlah sel darah putih dan trombosit di dalam darah. Kadar dan aktivitas

antibodi (protein untuk melawan infeksi) juga berkurang.

Sistem kekebalan yang biasanya melindungi tubuh terhadap serangan dari luar, seringkali

menjadi salah arah dan menghancurkan jaringan tubuh yang normal. Hal ini bisa menyebabkan:

- penghancuran sel darah merah dan trombosit

- peradangan pembuluh darah

- peradangan sendi (artritis rematoid)

- peradangan kelenjar tiroid (tiroiditis).

Beberapa jenis leukemia limfositik kronik dikelompokkan berdasarkan jenis limfosit

yang terkena. Leukemia sel B (leukemia limfosit B) merupakan jenis yang paling sering

76

Page 77: Darah Dan Pembuluh Darah

ditemukan, hampir mencapai 3/4 kasus LLK. Leukemia sel T (leukemia limfosit T) lebih jarang

ditemukan.

Jenis yang lainnya adalah:

- Sindroma S?zary (fase leukemik dari mikosis fungoides)

- leukemia sel berambut adalah jenis leukemia yang jarang, yang menghasilkan sejumlah

besar sel darah putih yang memiliki tonjolan khas (dapat dilihat dibawah mikroskop).

Etiologi

Penyebabnya tidak diketahui.

Gejala klinis

Pada stadium awal, sebagian besar penderita tidak memiliki gejala selain pembesaran

kelenjar getah bening. Gejala yang timbul kemudian bisa berupa:

- Lelah

- hilang nafsu makan

- penurunan berat badan

- sesak nafas pada saat melakukan aktivitas

- perut terasa penuh karena pembesaran limpa.

Pada stadium awal, leukemia sel T bisa menyusup ke dalam kulit dan menyebabkan ruam

kulit yang tidak biasa, seperti yang terlihat pada sindroma S?zary. Lama-lama penderita akan

tampak pucat dan mudah memar. Infeksi bakteri, virus dan jamur biasanya baru akan terjadi pada

stadium lanjut.

Diagnosa

Kadang-kadang penyakit ini diketahui secara tidak sengaja pada pemeriksaan hitung jenis

darah untuk alasan lain. Jumlah limfosit meningkat sampai lebih dari 5.000 sel/mikroL. Biasanya

dilakukan biopsi sumsum tulang. Hasilnya akan menunjukkan sejumlah besar limfosit di dalam

sumsum tulang.

Pemeriksaan darah juga bisa menunjukkan adanya:

- anemia

- berkurangnya jumlah trombosit

- berkurangnya kadar antibodi.

77

Page 78: Darah Dan Pembuluh Darah

Penatalaksanaan

Leukemia limfositik kronik berkembang dengan lambat, sehingga banyak penderita yang

tidak memerlukan pengobatan selama bertahun-tahun sampai jumlah limfosit sangat banyak,

kelenjar getah bening membesar atau terjadi penurunan jumlah eritrosit atau trombosit.

Anemia diatasi dengan transfusi darah dan suntikan eritropoietin (obat yang merangsang

pembentukan sel-sel darah merah).

Jika jumlah trombosit sangat menurun, diberikan transfusi trombosit. Infeksi diatasi

dengan antibiotik.

Terapi penyinaran digunakan untuk memperkecil ukuran kelenjar getah bening, hati atau

limpa.

Obat antikanker saja atau ditambah kortikosteroid diberikan jika jumlah limfositnya

sangat banyak. Prednison dan kortikosteroid lainnya bisa menyebabkan perbaikan pada penderita

78

Page 79: Darah Dan Pembuluh Darah

leukemia yang sudah menyebar. Tetapi respon ini biasanya berlangsung singkat dan setelah

pemakaian jangka panjang, kortikosteroid menyebabkan beberapa efek samping.

Leukemia sel B diobati dengan alkylating agent, yang membunuh sel kanker dengan

mempengaruhi DNAnya.

Leukemia sel berambut diobati dengan interferon alfa dan pentostatin.

Prognosis

Sebagian besar LLK berkembang secara perlahan. Prognosisnya ditentukan oleh stadium

penyakit.

Penentuan stadium berdasarkan kepada beberapa faktor, seperti:

- jumlah limfosit di dalam darah dan sumsum tulang

- ukuran hati dan limpa

- ada atau tidak adanya anemia

- jumlah trombosit.

Penderita leukemia sel B seringkali bertahan sampai 10-20 tahun setelah penyakitnya

terdiagnosis dan biasanya pada stadium awal tidak memerlukan pengobatan. Penderita yang

sangat anemis dan memiliki trombosit kurang dari 100.000/mikroL darah, akan meninggal dalam

beberapa tahun. Biasanya kematian terjadi karena sumsum tulang tidak bisa lagi menghasilkan

sel normal dalam jumlah yang cukup untuk mengangkut oksigen, melawan infeksi dan mencegah

perdarahan.

Prognosis

Prognosis leukemia sel T adalah lebih buruk.

C. Leukemia Mieloid Akut

Definisi

Leukemia Mieloid (mielositik, mielogenous, mieloblastik, mielomonositik, LMA) Akut

adalah penyakit yang bisa berakibat fatal, dimana mielosit (yang dalam keadaan normal

berkembang menjadi granulosit) berubah menjadi ganas dan dengan segera akan menggantikan

sel-sel normal di sumsum tulang.

79

Page 80: Darah Dan Pembuluh Darah

Leukemia ini bisa menyerang segala usia, tetapi paling sering terjadi pada dewasa. Sel-sel

leukemik tertimbun di dalam sumsum tulang, menghancurkan dan menggantikan sel-sel yang

menghasilkan sel darah yang normal. Sel kanker ini kemudian dilepaskan ke dalam aliran darah

dan berpindah ke organ lainnya, dimana mereka melanjutkan pertumbuhannya dan membelah

diri. Mereka bisa membentuk tumor kecil (kloroma) di dalam atau tepat dibawah kulit dan bisa

menyebabkan meningitis, anemia, gagal hati, gagal ginjal dan kerusakan organ lainnya.

Etiologi

Pemaparan terhadap radiasi (penyinaran) dosis tinggi dan penggunaan beberapa obat

kemoterapi antikanker akan meningkatkan kemungkinan terjadinya LMA.

Gejala klinis

Gejala pertama biasanya terjadi karena sumsum tulang gagal menghasilkan sel darah

yang normal dalam jumlah yang memadai.

Gejalanya berupa:

- lemah

- sesak nafas

- infeksi

- perdarahan

- demam.

Gejala lainnya adalah sakit kepala, muntah, gelisah dan nyeri tulang dan sendi.

Diagnosa

Hitung jenis darah merupakan bukti pertama bahwa seseorang menderita leukemia. Sel

darah putih muda (sel blast) akan terlihat dalam sediaan darah yang diperiksa dibawah

mikroskop.

Biopsi sumsum tulang hampir selalu dilakukan untuk memperkuat diagnosis dan

menentukan jenis leukemia.

80

Page 81: Darah Dan Pembuluh Darah

Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan adalah menghancurkan semua sel leukemik sehingga penyakit bisa

dikendalikan. LMA hanya memberikan respon terhadap obat tertentu dan pengobatan seringkali

membuat penderita lebih sakit sebelum mereka membaik. Penderita menjadi lebih sakit karena

pengobatan menekan aktivitas sumsum tulang, sehingga jumlah sel darah putih semakin sedikit

(terutama granulosit) dan hal ini menyebabkan penderita mudah mengalami infeksi. Mungkin

diperlukan transfusi sel darah merah dan trombosit.

Pada kemoterapi awal biasanya diberikan sitarabin (selama 7 hari) dan daunorubisin

(selama 3 hari). Kadang diberikan obat tambahan (misalnya tioguanin atau vinkristin) dan

prednison. Setelah tercapai remisi, diberikan kemoterapi tambahan (kemoterapi konsolidasi)

beberapa minggu atau beberapa bulan setelah pengobatan awal. Biasanya tidak diperlukan

pengobatan untuk otak. Pencangkokan tulang bisa dilakukan pada penderita yang tidak

memberikan respon terhadap pengobatan dan pada penderita usia muda yang pada awalnya

memberikan respon terhadap pengobatan.

Prognosis

50-85% penderita LMA memberikan respons yang baik terhadap pengobatan. 20-40%

penderita tidak lagi menunjukkan tanda-tanda leukemia dalam waktu 5 tahun setelah

pengobatan; angka ini meningkat menjadi 40-50% pada penderita yang menjalani pencangkokan

sumsum tulang. Prognosis yang paling buruk ditemukan pada:

- penderita yang berusia diatas 50 tahun

- penderita yang menjalani kemoterapi dan terapi penyinaran untuk penyakit lain.

81

Page 82: Darah Dan Pembuluh Darah

D. Leukemia Mielositik Kronik

Definisi

Leukemia Mielositik (mieloid, mielogenous, granulositik, LMK) adalah suatu penyakit

dimana sebuah sel di dalam sumsum tulang berubah menjadi ganas dan menghasilkan sejumlah

besar granulosit (salah satu jenis sel darah putih)yang abnormal.

Penyakit ini bisa mengenai semua kelompok umur, baik pria maupun wanita; tetapi

jarang ditemukan pada anak-anak berumur kurang dari 10 tahun.

Sebagian besar granulosit leukemik dihasilkan di dalam sumsum tulang, tetapi beberapa

diantaranya dibuat di limpa dan hati. Pada LMK, sel-selnya terdiri dari sel yang sangat muda

sampai sel yang matang; sedangkan pada LMA hanya ditemukan sel muda.

Granulosit leukemik cenderung menggeser sel-sel normal di dalam sumsum tulang dan

seringkali menyebabkan terbentuknya sejumlah besar jaringan fibrosa yang menggantukan

sumsum tulang yang normal. Selama perjalanan penyakit ini, semakin banyak granulosit muda

yang masuk ke dalam aliran darah dan sumsum tulang (fase akselerasi). Pada fase tersebut,

terjadi anemia dan trombositopenia (penurunan jumlah trombosit) dan proporsi sel darah putih

muda (sel blast) meningkat secara dramatis. Kadang granulosit leukemik mengalami lebih

banyak perubahan dan penyakit berkembang menjadi krisis blast. Pada krisis blast, sel stem yang

ganas hanya menghasilkan granulosit muda saja, suatu pertanda bahwa penyakit semakin

memburuk. Pada saat ini kloroma (tumor yang berisi granulosit) bisa tumbuh di kulit, tulang,

otak dan kelenjar getah bening.

Etiologi

Penyakit ini berhubungan dengan suatu kelainan kromosom yang disebut kromosom

Filadelfia

Gejala klinis

Pada stadium awal, LMK bisa tidak menimbulkan gejala. Tetapi beberapa penderita bisa

mengalami:

- kelelahan dan kelemahan

- kehilangan nafsu makan

- penurunan berat badan

82

Page 83: Darah Dan Pembuluh Darah

- demam atau berkeringat di malam hari

- perasaan penuh di perutnya (karena pembesaran limpa).

Lama-lama penderita menjadi sangat sakit karena jumlah sel darah merah dan trombosit

semakin berkurang, sehingga penderita tampak pucat, mudah memar dan mudah mengalami

perdarahan.

Demam, pembesaran kelenjar getah bening dan pembentukan benjolan kulit yang terisi

dengan granulosit leukemik (kloroma) merupakan pertanda buruk.

Diagnosa

LMK sering terdiagnosis pada pemeriksaan darah rutin. Jumlah sel darah putih sangat

tinggi, mencapai 50.000-1.000.000 sel/mikroliter darah (mornal kurang dari 11.000).

Pada pemeriksaan mikroskopik darah, tampak sel darah putih muda yang dalam keadaan

normal hanya ditemukan di dalam sumsum tulang.

Jumlah sel darah putih lainnya (eosinofil dan basofil) juga meningkat dan ditemukan

bentuk sel darah merah yang belum matang.

Untuk memperkuat diagnosis dilakukan pemeriksaan untuk menganalisa kromosom atau

bagian dari kromosom. Analisa kromosom hampir selalu menunjukkan adanya penyusunan

ulang kromosom. Sel leukemik selalu memiliki kromosom Filadelfia dan kelainan penyusunan

kromosom lainnya.

83

Page 84: Darah Dan Pembuluh Darah

Penatalaksanaan

Sebagian besar pengobatan tidak menyembuhkan penyakit, tetapi hanya memperlambat

perkembangan penyakit. Pengobatan dianggap berhasil apabila jumlah sel darah putih dapat

diturunkan sampai kurang dari 50.000/mikroliter darah. Pengobatan yang terbaik sekalipun tidak

bisa menghancurkan semua sel leukemik.

Satu-satunya kesempatan penyembuhan adalah dengan pencangkokan sumsum tulang.

Pencangkokan paling efektif jika dilakukan pada stadium awar dan kurang efektif jika dilakukan

pada fase akselerasi atau krisis blast.

Obat interferon alfa bisa menormalkan kembali sumsum tulang dan menyebabkan remisi.

Hidroksiurea per-oral (ditelan) merupakan kemoterapi yang paling banyak digunakan

untuk penyakit ini. Busulfan juga efektif, tetapi karena memiliki efek samping yang serius, maka

pemakaiannya tidak boleh terlalu lama.

Terapi penyinaran untuk limpa kadang membantu mengurangi jumlah sel leukemik.

Kadang limpa harus diangkat melalui pembedahan (splenektomi) untuk:

- mengurangi rasa tidak nyaman di perut

- meningkatkan jumlah trombosit

- mengurangi kemungkinan dilakukannya transfusi.

Prognosis

Sekitar 20-30% penderita meninggal dalam waktu 2 tahun setelah penyakitnya

terdiagnosis dan setelah itu sekitar 25% meninggal setiap tahunnya.

Banyak penderita yang betahan hidup selama 4 tahun atau lebih setelah penyakitnya

terdiagnosis, tetapi pada akhirnya meninggal pada fase akselerasi atau krisis blast.

84

Page 85: Darah Dan Pembuluh Darah

Angka harapan hidup rata-rata setelah krisis blast hanya 2 bulan, tetapi kemoterapi

kadang bisa memperpanjang harapan hidup sampai 8-12 bulan.

3.1.5 Multiple Myeloma

Multiple myeloma ialah gamopati monoklonal karena keganasan sel plasma dalam

sumsum tulang yang menghasilkan protein abnormal (paraprotein) dalam plasma atau urine, khas

disertai lesi osteolitik, akumulasi sel plasma abnormal (sel mieloma) dalam sumsum tulang, dan

adanya protein monoclonal dalam serum dan urine.

Epidemiologi

Insiden penyakit ini di Negara barat adalah 3/100.000 per tahun. Sebagian besar

mengenai umur tua (50-70 tahun), jarang dijumpai pada umur di bawah 40 tahun. Laki-laki

cenderung lebih sering terkenan dibandingkan dengan wanita. Di Amerika Serikat, insiden pada

orang kulit hitam hampir dua kali lipat dibandingkan dengan orang kulit putih. Tidak ada

predileksi pekerjaan tertentu untuk terkena Multiple myelom. Seperti halnya pada neoplasma

ganas lainnya, penyebab Multiple myeloma belum diketahui.

Patofisiologi

Gejala penyakit Multiple myeloma timbul karena berikut :

1. Pelepasan produk sel myeloma berupa :

a. Imunoglobulin monoklonal dalam serum (M-protein)

b. Free light chain, di mana paraprotein ini :

i. Dikatabolisir dalam jaringan sehingga menimbulkan amiloid

ii. Dibuang ke urine berupa protein Bence Jones

2. Peningkatan osteoclast activating factor (IL-1β, TNF-α) sehingga menimbulkan lesi

osteolitik yang mengakibatkan timbulnya gejala nyeri tulang dan penekanan saraf.

3. Gangguan hematopoesis, terdiri atas :

a. Akibat pendesakan masa tumor pada jaringan hemopoetik normal

b. Produk sel tumor (IL-6) yang mengakibatkan anemia, neutropenia, dan

trombositopenia.

4. Gangguan produksi antibodi, neitropenia, dan imbolisasi menyebabkan penderita mudah

85

Page 86: Darah Dan Pembuluh Darah

terkena infeksi. Infeksi berulang, terutama pada paru-paru dan saluran kencing.

5. Hiperkalsemia karena reabsorpsi kalsium dari tulang menimbulkan gejala anoreksia,

mual, muntah, konstipasi, poliuria dan gangguan kesadaran.

6. Gagal ginjal karena kerusakan akibar light chain, hiperkalsemia, hiperurirkemia, dan

infeksi.

7. Perdarahan terjadi akibat menurunnya faal trombosit dan faal faktor koagulasi yang

timbul karena pengaruh dari paraprotein.

8. Sindrom hiperviskositas, darah menjadi pekat karena tingginya kadar paraprotein

sehingga menimbulkan gangguan visus, vertigo, penurunan kesadaran dan gagal jantung.

9. Kelainan neurologi ; nauropati karena paraprotein dan kompresi saraf dapat menimbulkan

paraplegi.

10. Gejala amiloidosis terjadi karena deposit bahan amiloid dalam jaringan.

Gejala klinis

Gambaran klinis Multiple Myeloma dapat dijumpai dalam bentuk berikut :

1. Gejala yang paling sering dijumpai adalah nyeri tulang, terutama nyeri punggung.

2. Gejala anemia berupa lemah, lesu, pucat dan sesak nafas.

3. Gejala infeksi yang berulang, terutama infeksi paru.

4. Gejala gagal ginjal dan hiperkalsemia : polidipsi, poliuria, anoreksia, mual, muntah,

konstipasi dan gangguan mental.

5. Gejala perdarahan.

6. Sindrom hiperviskositas : gangguan penglihatan, kesadaran menurun atau payah jantung.

7. Fraktur patologikoleh karena adanya lesi osteolitik.

8. Gangguan saraf berupa parastesia atau paraplegia/ paraparesa.

9. Sebagian penderita bersifat asimtomatik dijumpai secara kebetulan pada saat check up atau

pemeriksaan untuk penyakit lain.

Pemeriksaan Laboratorium

Pada pemriksaan laboratorium kasus Multiple Myeloma dapat dijumpai :

a. Anemia normokromik normositer, lau endap darah meningkat, serta bentukan roulleaux

pada apusan darah.kadang-kadang dijumpai sel plasma darah tepi.

86

Page 87: Darah Dan Pembuluh Darah

b. Leukopenia dan trombositopenia dapat dijumpai pada fase lanjut.

c. Pada sumsum tulang dijumpai sel plasma lebih dari 10%. Sel myeloma adalah sel plasma

abnormal dengan inti besar, bizarre, ukuran bervariasi. Sering ada bentukan multi nucleus.

d. Pada elektroforesis protein didapatkan paraprotein (M-protein) yang membentuk “spike”

pada daerah gamma. Secara imunoelektroforesis didapatkan jenis : IgG (59%), IgA (23%),

IgD (1%), hanya light chain (16%) dan tidak ada M-protein (1%). Pada Multiple Myeloma

tipe IgA, spike sering dijumpai pada daerah globulin beta.

e. Pada pemeriksaan urine dapat dijumpai : Bence jone’s protein positif. Yang lebih sensitive

adalah pengukuran light chain dalam urine selama 24 jam.

f. Sering dijumpai hiperkalsemia, hiperurirkemia, peningkatan ureum dan creatinin serum.

g. Pemeriksaan serum β2 microglobulin dan plasma cell labeling index diperlukan untuk

menentukan prognosis.

Pemeriksaan Foto Rontgen Tulang

Pada penderita Multiple Myeloma perlu dilakukan “bone survey”, yaitu foto tulang

pipih dan pangkal tulang panjang. Khas ditemukan adanya lesi osteolitik : punched out lesion

pada tulang pipih : tengkorak, costae, sternum, juga pada tulang belakang, tulang-tulang pelvis,

bagian proksimal femur dan humerus.

Diagnosis

Diagnosis Multiple Myeloma dapat ditegakkan dengan beberapa kriteria :

A. Kriteria Klinik

1. Jika sel plasma sumsum tulang lebih dari 10% dengan “malignant looking plasma cell”

2. Jika sel plasma menunjukkan gambaran mendekati normal, untuk diagnosis diperlukan

tambahan :

a. Hipergamaglobulinemia (>2 g/dl) dengan spike pada daerah gamma.

b. Protein Bence Jones positif dalam urine.

c. Lesi osteolitik pada tulang.

B. Wintrobe membuat kriteria diagnosis sebagai berikut :

1. Kriteria sitologik

a. Sumsum tulang : sel plasma/ sel myeloma >10%

87

Page 88: Darah Dan Pembuluh Darah

b. Biopsy sumsum tulang/ jaringan menunjukkan plasma macytoma

2. Kriteria klinik dan laboratorik, terdiri atas :

a. Protein myeloma yang dibuktikan secara elektroforesis dalam plasma;

b. Protein myeloma yang dibuktikan secara elektroforesis dalam urine;

c. Lesi osteolitik pada tulang;

d. Ditemukan sel plasma dari 2 sediaan hapus darah tepi.

Diagnosis dibuat jika berikut :

a. Ia dan Ib positif;

b. Ia atau Ib + salah satu dari II positif;

c. Sel plasma/ sel myeloma tulang >30% yang disertai lesi osteolitik.

C. Kriteria menurut Durie dan Salmon

Kriteria diagnosis Multiple myeloma dibagi menjadi dua, yaitu :

Kriteria mayor :

1. Plasmasitoma pada biopsy jaringan

2. Plasmasitoma pada sumsum tulang dengan sel plasma > 30%

3. Spike dari globulin monoklonal pada elektroforesis : IgG >35 g/l, IgA >20g/l, ekskresi

light chain urine (elektroforesis) > 1 g/24jam tanpa adanya amiloidosis.

Kriteria minor :

1. Plasmasitosis sumsum tulang dengan sel plasma 10-30 %.

2. Terdapat spike globulin monoklonal, tetapi nilainya kurang dari nilai di atas.

3. Lesi osteolitik.

4. IgM normal <0,5 g/l, IgA <1 g/l, atau IgG <6 g/l.

Diagnosis ditegakkan jika : 1 mayor dan 1 minor (tidak boleh 2+1) positif, atau 3 minor

positif termasuk 1+2.

Indolent Multiple Myeloma (IMM)

Kriteria seperti Multiple Myeloma, tetapi dengan pembatasan :

1. Tidak terdapat lesi osteolitik atau lesi <3, tanpa ada fraktur kompresif

2. IgG <70 g/l, IgA <50 g/l

3. Tidak ada gejala atau penyakit yang menyertai : Karnofsky >70%, Hb >10 g/dl, kalsium

serum normal, kreatinin serum <3 mg/dl, tidak ada infeksi.

88

Page 89: Darah Dan Pembuluh Darah

Smoldering Multiple Myeloma (SMM)

Seperti kriteria IMM dengan pembatasan :

1. Tidak dijumpai lesi osteolitik

2. Sel plasma sumsum tulang 10-30%

D. Kriteria dari Kyle dan Greipp

Multiple Myeloma (MM)

1. Paraprotein dalam serum meningkat (biasanya >30 g/l) atau dalam urine positif.

2. Sel plasma sumsum tulang 10% atau dijumpai agregat sel plasma dalam biopsy.

3. Satu atau lebih penemuan penting, yang bukan disebabkan oleh penyakit lain :

a. Anemia.

b. Lesi osteolitik, atau osteoporosis dan ≥30% sel plsma dalam sumsum tulang.

c. Bone marrow labeling index >1%.

d. Insufisiensi renal (adult acquired Fanconi atau light chain deposition disease tidak

cukup).

Smoldering Multiple Myeloma (SMM

1. Paraprotein serum meningkat (biasanya >30 g/l) dan 10% atau lebih sel plasma dalam

sumsum tulang atau dijumpai agregat sel plasma dalam biopsy.

2. Tidak terdapat anemia, gagal ginjal atau hiperkalsemia yang disebabkan oleh myeloma.

3. Tes penting lainnya negative :

a. Tidak dijumpai lesi osteolitik dalam bone survey

b. Bone marrow labeling index <1%

c. Tidak dijumpai plasmablast

d. Beta-2 microglobulin normal tanpa adanya insufisiensi renal, tidak terdapat isotype-

spesific plasma cells, peripheral blood B-cell labeling index <0,5 g/24 jam, paraprotein

serum dan urine stabil dalam follow up.

Solitary Plasmacytoma

1. Tumor sel plasma tunggal.

2. Tidak dijumpai kriteria untuk multiple myeloma sistemik.

3. Tidak dijumpai atau sedikit sekali paraprotein setelah terapi lokal.

4. Sel plasma sel sumsum tulang <10%.

89

Page 90: Darah Dan Pembuluh Darah

Prognosis

Prognosis penderita Multiple Myeloma sangat bervariasi, sebagian besar ditentukan oleh

tingkat penyakit. Durie dan Salmon membuat kriteria klasifikasi tingkat penyakit sebagai berikut

:

1. Stadium I

Memenuhi semua kriteria di bawah ini, yaitu :

a. Foto rotgen normal atau dijumpai lesi osteolitik soliter

b. Laboratorium

i. Kadar Hb. >10 g/dl;

ii. Kalsium serum ≤ 12 mg/dl;

iii. IgG <5 g/dl atau IgA <3 g/dl dalam serum atau rantai ringan dalam urine < 4 g/ 24 jam.

2. Stadium II

Terletak antara stadium I dan III, tetapi tidak memenuhi secara lengkap kriteria stadium I

atau III.

3. Stadium III

Memenuhi satu atau lebih kriteria di bawah ini, terdiri atas :

a. Pada foto rotgen tulang dijumpai lesi osteolitik luas

b. Laboratorium

i. Kadar Hb. < 8,5 g/dl;

ii. Kalsium serum > 12 mg/dl;

iii. IgG > 7 g/dl atau IgA > 5 g/dl dalam serum atau rantai ringan dalam urine > 12 g/ 24

jam.

Subklasifikasi :

A : jika kreatinin serum <2 mg/dl

B : jika kreatinin serum >2 mg/dl

Tingkat penyakit mempunyai korelasi dengan prognosis, yaitu :

1. Penderita stadium IA mempunyai harapan hidup 19 bulan;

2. Penderita stadium IIIB mempunyai harapan hidup 5 bulan.

Penatalaksanaan / Terapi

Terapi untuk Multiple Myeloma terdiri atas :

90

Page 91: Darah Dan Pembuluh Darah

1. Terapi spesifik, yaitu terapi untuk membunuh sel myeloma :

a. Melphalan 9 mg/m2 oral, selama 4 hari

b. Prednisone 80 mg oral, selama 4 hari

Siklus diulang setiap 28 hari. Regimen VAD : terdiri atas vincristine, adriamycine,dan

dexamethasone.

Vinkristin 0,4 mg/hari iv kontinu - selama 4 hari

Doksorubisin 9 mg/m2/hari iv kontinu - selama 4 hari

Deksametasone 32 mg tds oral - selama 5 hari

Atau 40 mg/hari

Berikan ranitidine 150 mg dua kali sehari selama pemberian VAD. Juga diberikan

kotrimoksasol 2 kali sehari untuk mencegah pneumosistis. Dapat juga diberikan regimen

kemoterapi dosis tinggi lainnya. Regimen melphalan dan prednisone merupakan regimen standar

yang memberikan hasil yang sama dengan regimen kemoterapi kombinasi dengan dosis tinggi

lainnya. Untuk penderita yang dipersiapkan untuk transplantasi, VAD merupakan regimen

pilihan.

Transplantasi sumsum tulang memberikan harapan kesembuhan, tetapi komplikasi lebih

sering terjadi karena umur penderita umumnya tua. Sekarang thalidomide sedang diteliti untuk

Multiple myeloma yang resisten atau kambuh sementara dan hasilnya cukup menggembirakan.

Obat baru lain yang sedang dikembangkan adalah bortezomid, suatu proteosome inhibitor.

2. Terapi suportif

Terapi suportif : diberikan untuk mengatasi gejala atau kompliksi yang timbul, seperti :

a. Sindrom hiperviskositas : dilakukan plasmapheresis;

b. Hiperkalsemia : diatasi dengan pemberian cairan intravena yang adekuat. Dapat juga

diberikan furosemid dan kortikosteroid. Jika tidak berhasil diberi calcitonin dan

mithramycin, atau bifosfonat intravena;

c. Penderita Multiplr Myeloma perlu mobilisasi secepat mungkin untuk mengurangi

terjadinya hiperkalsemia dan infeksi;

d. Radiasi local diberikan untuk nyeri tulang yang resisten;

e. Untuk pencegahan nyeri jangka panjang diberikan bifosfonat oral;

f. Pengobatan infeksi, anemia, dan perdarahan : diberikan terapi, seperti pada keganasan

hematologi lainnya.

91

Page 92: Darah Dan Pembuluh Darah

3. Terapi dengan imunomodulator, seperti interferon, masih dalam taraf penelitian.

Pendrita Multiple Myeloma derajat I dan Smoldering Multiple Myeloma tidak perlu

diobati, hanya dilakukan observasi. Pengobatan dengan kemoterapi pada kasus seperti ini tidak

memperpanjang masa hidup, malahn mungkin memperpendek masa hidup.

Secara umum dapat dikatakan bahwa keberhasilan terapi Multiple Myeloma belum

memuaskan. Kemoterapi dilaporkan belum dapat memberikan kesembuhan sempurna. Satu-

satunya harapan adalah dengan transplantasi sumsum tulang.

3.1.6 Neutropenia

Definisi

Neutropenia adalah jumlah neutrofil yang sangat sedikit dalam darah. Neutrofil

merupakan sistem pertahan seluler yang utama dalam tubuh untuk melawan bakteri dan jamur.

Neutrofil juga membantu penyembuhan luka dan memakan sisa-sisa benda asing.

Patofisiologi

Pematangan neutrofil dalam sumsum tulang memerlukan waktu selama 2 minggu.

Setelah memasuki aliran darah, neutrofil mengikuti sirkulasi selama kurang lebih 6 jam, mencari

organisme penyebab infeksi dan benda asing lainnya. Jika menemukannya, neutrofil akan pindah

ke dalam jaringan, menempelkan dirinya kepada benda asing tersebut dan menghasilkan bahan

racun yang membunuh dan mencerna benda asing tersebut. Reaksi ini bisa merusak jaringan

sehat di daerah terjadinya infeksi. Keseluruhan proses ini menghasilkan respon peradangan di

daerah yang terinfeksi, yang tampak sebagai kemerahan, pembengkakan dan panas.

Neutrofil biasanya merupakan 70% dari seluruh sel darah putih, sehingga penurunan

jumlah sel darah putih biasanya juga berarti penurunan dalam jumlah total neutrofil.

Jika jumlah neutrofil mencapai kurang dari 1.000 sel/mikroL, kemungkinan terjadinya

infeksi sedikit meningkat; jika jumlahnya mencapai kurang dari 500 sel/mikroL, resiko

terjadinya infeksi akan sangat meningkat. Tanpa kunci pertahan neutrofil, seseorang bisa

meninggal karena infeksi.

92

Page 93: Darah Dan Pembuluh Darah

Etiologi

Neutropenia memiliki banyak penyebab di antaranya yaitu :

a. Penurunan jumlah neutrofil bisa disebabkan karena berkurangnya pembentukan neutrofil

di sumsum tulang

b. Karena penghancuran sejumlah besar sel darah putih dalam sirkulasi.

c. Anemia aplastik menyebabkan neutropenia dan kekurangan jenis sel darah lainnya.

d. Penyakit keturunan lainnya yang jarang terjadi, seperti agranulositosis genetik infantil

dan neutropenia familial, juga menyebabkan berkurangnya jumla sel darah putih. Pada

neutropenia siklik (suatu penyakit yang jarang), jumlah neutrofil turun-naik antara

normal dan rendah setiap 21-28 hari; jumlah neutrofil bisa mendekati nol dan kemudian

secara spontan kembali ke normal setelah 3-4 hari. Pada saat jumlah neutrofilnya sedikit,

penderita penyakit ini cenderung mengalami infeksi.

e. Beberapa penderita kanker, tuberkulosis, mielofibrosis, kekurangan viatamin B12 dan

kekurangan asam folat mengalami neutropenia.

f. Obat-obat tertentu, terutama yang digunakan untuk mengobati kanker (kemoterapi), bisa

mengganggu kemampuan sumsum tulang dalam membentuk neutrofil. Obat-obatan yang

bisa menyebabkan neutropenia:

- Antibiotik (penisilin, sulfonamid, kloramfenikol)

- Anti-kejang

- Obat anti-tiroid

- Kemoterapi untuk kanker

- Garam emas

- Fenotiazin.

g. Pada infeksi bakteri tertentu, beberapa penyakit alergi, beberapa penyakit autoimun dan

beberapa pengobatan; penghancuran neutrofil lebih cepat daripada pembentukannya.

h. Pada pembesaran limpa (misalnya pada sindroma Felty, malaria atau sarkoidosis), bisa

terjadi penurunan jumlah neutrofil karena neutrofil terperangkap dan dihancurkan dalam

limpa yang membesar.

Gejala klinis

93

Page 94: Darah Dan Pembuluh Darah

Neutropenia dapat terjadi secara tiba-tiba dalam beberapa jam atau beberapa hari

(neutropenia akut) atau bisa berlangsung selama beberapa bulan atau beberapa tahun

(neutropenia kronik). Neutropenia tidak mempunyai gejala yang spesifik, sehingga cenderung

tidak diperhatikan sampai terjadinya infeksi.

Pada neutropenia akut, bisa terjadi demam dan luka terbuka (ulkus, borok) yang terasa

nyeri di sekitar mulut dan anus. Yang akan diikuti oleh pneumonia bakteri dan infeksi lainnya.

Pada neutropenia kronik, perjalanan penyakitnya tidak terlalu berat jika jumlah

neutrofilnya tidak terlalu rendah.

Diagnosa

Jika seseorang mengalami infeksi yang berulang atau infeksi yang tidak biasa, maka

dicurigai suatu neutropenia dan dilakukan hitung jenis darah komplit untuk menegakkan

diagnosis. Jumlah neutrofil yang sedikit menunjukkan neutropenia. Selanjutnya dicari penyebab

dari neutropenia. Dilakukan aspirasi atau biopsi sumsum tulang. Contoh sumsum tulang

diperiksa dibawah mikroskop untuk menentukan keadaan sumsum tulang, jumlah prekursor

neutrofil dan jumlah sel darah putih.

Dengan menentukan jumlah se prekursor dan pematangannya, bisa diperkirakan waktu

yang diperlukan untuk mengembalikan jumlah neutrofil ke angka yang normal. Jika jumlah sel

prekursornya berkurang, neutrofil yang baru tidak dkan muncul dalam aliran darah dalam waktu

2 minggu atau lebih; jika jumlahnya cukup dan pematangannya normal, maka neutrofil yang

baru akanmuncul dalam aliran darah dalam waktu beberapa hari.

Kadang pemeriksaan sumsum tulang bisa menemukan adanya penyakit lain, seperti

leukemia atau kanker sel darah lainnya.

Penatalaksanaan

Pengobatan neutropenia tergantung kepada penyebab dan beratnya penyakit. Obat-obatan

yang mungkin menyebabkan neutropenia dihentikan pemakaiannya. Kadang sumsum tulang

sembuh dengan sendirinya, tidak memerlukan pengobatan. Penderita neutropenia ringan

(memiliki lebih dari 500 neutrofil/mikroL darah), biasanya tidak menunjukkan gejala dan tidak

memerlukan pengobatan.

94

Page 95: Darah Dan Pembuluh Darah

Pada neutropenia berat (memiliki kurang dari 500 sel/mikroL darah) bisa segera terjadi

infeksi karena tubuh tidak mampu melawan organisme penyebab infeksi. Jika terjadi infeksi,

penderita harus dirawat di rumah sakit dan segera diberi antibiotik yang kuat, bahkan sebelum

penyebab dan daerah yang terkena infeksi ditemukan. Demam (gejala yang biasanya

menunjukkan adanya infeksi pada penderita neutropenia) merupakan pertanda penting yang

memerlukan pertolongan medis segera.

Faktor pertumbuhan yang merangsang pembentukan sel darah putih, terutama

granulocyte colony-stimulating factor (G-CSF) dan granulocyte-macrophage colony-stimulating

factor (GM-CSF), kadang bisa membantu. Pengobatan ini bisa mengurangi episode neutropeni

pada neutropenia siklik. Jika penyebabnya adalah reaksi alergi atau reaksi autoimun, diberikan

kortikosteroid.

Globulin anti-timosit atau jenis terapi imunosupresif (terapi yang menekan aktivitas

sistem kekebalan) lainnyabisa digunakan jika dicurigai suatu penyakit autoimun (misalnya

anemia aplastik tertentu).

Jika neutrofil terperangkap dalam limpa yang membesar, maka pengangkatan limpa bisa

meningkatkan jumlah neutrofil.

Jika terapi imunosupresif gagal, penderia anemia aplastik mungkin perlu menjalani

pencangkokan sumsum tulang. Pencangkokan sumsum tulang bisa menimbulkan efek racun

yang berarti, memerlukan perawatan rumah sakit jangka panjang dan hanya bisa dilakukan pada

keadaan tertentu. Biasanya untuk neutropenia saja

tidak dilakukan pencangkokan sumsum tulang.

3.2. Penyakit Kelainan Jantung

3.2.1 Defek Katup

a. Defek Katub Septum Atrial

Definisi:

Defek septum atrial atau Atrial Septal Defect

(ASD) adalah gangguan septum atau sekat antara

95

Page 96: Darah Dan Pembuluh Darah

rongga atrium kanan dan kiri. Septum tersebut tidak menutup secara sempurna dan membuat

aliran darah atrium kiri dan kanan bercampur.

Lubang septum tersebut dapat terjadi di bagian mana saja dari septum namun bagian

tersering adalah pada bagian foramen ovale yang disebut dengan ostium sekundum ASD.

Kelainan ini terjadi akibat dari resorpsi atau penyerapan berlebihan atau tidak adekuatnya

pertumbuhan dari septum.

Patent Foramen Ovale (PFO) yang terjadi pada 20% dari populasi bukanlah ASD yang

sebenarnya. Foramen ovale merupakan lubang pada janin yang terdapat diantara rongga atrium.

Pada saat lahir, lubang ini akan akan menutup secara alami dan secara anatomis akan menutup

sempurna pada bayi usia 6 bulan dengan cara bergabung dengan septum atrial. PFO terjadi

apabila didapatkan kegagalan penutupan atau penggabungan dengan septum atrial.

Gejala Klinis:

Kebanyakan bayi tidak memilihi keluhan klinis atau disebut dengan asimptomatik pada

ASD. Kelainan ASD umumnya diketahui melalui pemeriksaan rutin dimana didapatkan adanya

murmur (kelainan bunyi jantung). Apabila didapatkan adanya gejala atau keluhan, umunya

didapatkan adanya sesak saat beraktivitas, mudah lelah, dan infeksi saluran pernapasan yang

berulang. Keluhan yang paling sering terjadi pada orang dewasa adalah penurunan stamina dan

palpitasi (dada berdebar-debar) akibat dari pembesaran atrium kanan.

Pemeriksaan Penunjang:

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan diantaranya adalah foto roentgen dada dimana

didapatkan adanya pembesaran jantung karena pembesaran atrium dan ventrikel kanan.

Pemeriksaan penunjang lainnya adalah elektrokardiografi (EKG) atau alat rekam jantung,

kateterisasi jantung, angiografi koroner,  serta ekokardiografi. 

96

Page 97: Darah Dan Pembuluh Darah

Penatalaksanaan:

Kebanyakan pasien ASD tidak menunjukkan keluhan. Pada bayi sebelum usia 3 bulan,

defek berukuran < 3 mm umumnya akan menutup spontan. Bagaimanapun juga apabila lubang

tersebut besar maka operasi untuk menutup lubang tersebut dianjurkan guna mencegah

terjadinya gagal jantung atau kelainan pembuluh darah pulmonal. Pengobatan pencegahan

dengan antibiotik sebaiknya diberikan setiap kali sebelum penderita menjalani tindakan

pencabutan gigi untuk mengurangi resiko terjadinya endokarditis infektif.

b. Defek Septum Ventrikel (Ventricular Septal Defect, VSD)

            VSD merupakan kelainan jantung bawaan (kongenital) berupa terdapatnya lubang pada

septum interventrikuler yang menyebabkan adanya hubungan aliran darah antara ventrikel kanan

dan kiri. Secara normal lubang tersebut akan menutup selama akhir minggu keempat massa

embrio. Lubang tersebut dapat hanya satu atau lebih yang terjadi akibat kegagalan fusi septum

interventrikuler semasa janin dalam kandungan. VSD merupakan penyakit kelainan bawaan yang

paling sering ditemukan sekitar 30,5 %.  Klasifikasi VSD berdasarkan pada lokasi lubang, yaitu:

1) perimembranous (tipe paling sering, 60%) bila lubang terletak di daerah pars membranaceae

septum interventricularis,

2) subarterial doubly commited, bial lubang terletak di daerah septum infundibuler dan sebagian

dari batas defek dibentuk oleh terusan jaringan ikat katup aorta dan katup pulmonal,

3) muskuler, bial lubang terletak di daerah septum muskularis interventrikularis.

97

Page 98: Darah Dan Pembuluh Darah

               Adanya lubang pada septum interventrikularis memnungkian terjadinya aliran darah

dari ventrikel kiri ke ventrikel kanan oleh karena gradien tekanan sehingga aliran darah ke paru

bertambah.

Gambaran Klinis:

Gambaran klinis tergantung dari besarnya defek dan aliran darah (shunt) serta besarnya

tahanan pembuluh darah paru. Apabila defek kecil atau restriktif tidak tampak adanya gejala

(asimptomatik). Pada defek kecil gradien tekanan ventrikel kiri dan kanan sebesar > 64 mmHg,

tekanan sistolik ventrikel kanan dan resistensi pulmonal normal. Pada defek moderat dengan

restriksi gradien tekanan ventrikel kiri dan kana berkisar 36 mmHg, resistensi pulmonal dan

tekanan sistolik ventrikel kanan meningkat namun tidak melebihi tekanan sistemik. Pada

keadaan ini, ukuran ventrikel kiri dan atrium kiri dapat membesar akibat bertambahnya beban

volume. Defek besar non-restriktif akan ditandai dengan tekanan systole ventrikel kanan dan

ventrikel kiri sama sehingga terjadi penurunan aliran darah dari kiri ke kanan, bahkan dapat

terjadi aliran darah dari kanan ke kiri. Pada keadaan ini memberikan keluhan seperti sesak napas

dan cepat capek serta sering mengalami batuk dan infeksi saluran napas berulang. Hal ini

mengakibatkan  gangguan pertumbuhan. Dalam perjalanannya, beberapa VSD dapat menutup

secara spontan (tipe perimembranous dan muskuler), terjadi hipertensi pulmonal, hipertrofi

infundibuler, atau prolaps katup aorta yang dapat disertai regurgitasi (tipe subarterial dan

perimembranous).

Pemeriksaan Fisik:

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan bising holosistolik (pansistolik) yang terdengar

selama fase sistolik, keras, kasar di atas tricuspid di sela iga 3-4 parasternal kiri menyebar

sepanjang parasternal dan apex cordis. Bising ini sudah dapat terdengar selama defek VSD kecil.

Bising  mid-diastolik dapat didengar di apex cordis akibat aliran berlebihan. Pada VSD sering

bersifat non-sianotik kecuali apabila terjadi eisenmengerisasi (terjadi aliran shunt kanan ke kiri).

pada penderita VSD dengan aliran shunt yang besar bias any terlihat takipneu, aktivitas ventrikel

kiri meningkat dan dapat teraba thrill sistolik. Apabila terjadi aliran shunt dari kanan ke kiri

dengan defek besar akan tampak stenosis dengan jari-jari tabuh (clubbing of finger). Pada defek

98

Page 99: Darah Dan Pembuluh Darah

cukup besar dapat terjadi komplikasi berupa stenosis infundibuler, prolaps katup aorta, insufiensi

aorta, hipertensi pulmonal dan gagal jantung.

Pemeriksaan Rontgen:

Pada pemeriksaan foto thorax didapatkan kardiomegali dengan pembesaran ventrikel kiri,

vaskularisasi paru meningkat (plethora) dan bila terjadi penyakit vaskuler paru tampak pruned

tree (seperti pohon tanpa ada cabang-cabangnya), disertai penonjolan a. pulmonal.

Elektrokardiogram:

Pada elektrokardiogram dapat ditemukan hipertrofi ventrikel kiri dan mungkin hipertrofi

atrium kiri. bila terdapat hipertrofi kedua ventrikel dan deviasi sumbu QRS ke kanan maka perlu

dipikirkan adanya hipertensi pulmonal atau hipertrofi infundibulum ventrikel kanan. Dengan

ekokardiografi M-mode dapat ditemukan dimensi ventrikel kiri, atrium dua dimensi untuk

menentukan ukuran dan lokasi defek Doppler dan berwarna, menentukan arah dan besarnya

aliran yang melewati defek.

3.2.2 Endokarditis Bakterialis

Ada dua macam endokarditis bakterialis (EB) yaitu : Pertama adalah EB akut, apabila

masa inkubasinya berlangsung kurang dari empat minggu. Kedua adalah Endokarditis bakterialis

subakut / kronis, berlangsungnya lebih dari empat minggu, biasa disebut Endokartis Bakterialis

lanta atau special lenta.

Dari semua penyakit jantung yang sering dijumpai, maka EB merupakan penyakit

jantung yang menempati urutan keempat sesudah penyakit: Sklerosis koroner, jantung hipertensi

dan jantung reumatik. Biasanya EB terjadi pada jantung yang sudah ada kelainan, misal kelainan

bawaan (konginetal) yaitu Atrial Septal Defect (ASD), Ventriculer Septal Defect (VSD),

Tetralogi of Fallot (TF), Paten Ductus Arteriosus (PDA), Coartasio aorta. Endokarditis

bakterialis dapat terjadi pula pada penyakit jantung yang didapat (acquired) yaitu penyakit

jantung rematik (PJR).

Epidemiologi :

Terdapat perubahan epidemiologi endokarditis infektif pada saat sekarang yang

disebabkan tingkat kesehatan umum yang baik, tingkat kesehatan gigi yang baik, pengobatan

yang lebih dini dan penggunaan antibiotik(Keith 2000). Insidens endokarditis 10-60 kasus per

1.000.000 penduduk per tahun diseluruh dunia dan cenderung meningkat pada usia lanjut.

99

Page 100: Darah Dan Pembuluh Darah

Faktor predisposisi dan Faktor pencetus

Faktor predisposisi dapat dibagi dua, yaitu kelainan jantung organik dan tanpa kelainan

jantung organik. Kelainan jantung organik dapat berupa penyakit jantung reumatik, penyakit

jantung bawaan, katup jantung prostetik, penyakit jantung sklerotik, prolaps katup mitral, operasi

jantung, kardiomiopati hipertrofi obstruktif(Soparman, 1987).

Endokarditis infektif sub-akut sering timbul pada penyakit jantung reumatik dengan

fibrilasi dan gagal jantung. Infeksi sering mengenai katup aorta dan mitral. Penyakit jantung

bawaan yang terkena endokarditis infektif adalah penyakit jantung bawaan tanpa sianosis dengan

deformitas katup dan tetralogi fallot(Soparmant 1987)).

Bila tidak ada kelainan organik pada jantung, maka faktor predisposisi endokarditis

infektif adalah akibat pemakaian obat imunosupresif atau sitostatik, hemodialisis atau dialysis

peritoneal, sirosis hati, diabetes mellitus, penyakit paru obstruktif kronik, penyakit ginjal, lupus

eritematosus, gout, penyalahgunaan narkotik intravena(Soparman, 1987).

Faktor pencetus endokarditis infektif adalah ekstraksi gigi atau tindakan lain pada mulut,

tindakan pada traktus respiratorius (tonsilektomi dan adenoidektomi, bronkoskopi, tindakan

bedah), tindakan pada traktus gastrointestinal (skleroterapi, operasi traktus biliaris, endoskopi),

tindakan pada traktus genitourinarius (kateterisasi, operasi prostate, sitoskopi), atau tindakan

obstetric-ginekologis(Gerardo 2003). Lima puluh persen pasien endokarditis sub-akut tidak

diketahui faktor pencetusnya(Soparman, 1987).

Etiologi :

Endocarditis Lenta = sub-bakterial endokarditis (SBE). SBE kurang lebih 90%

disebabkan oleh Streptokokus viridans (Alta Streptococus). Kuman streptokokkus di bagi dua

jenis : Streptococlls hemolitikus (beta streptococus) menyebabkan hemolise, Sterptococcus non

hemolitikus terdiri dari : Streptococus viridans (alfa streptococlls), Streptococus hemolitikus

(gamma streptococus). Tempat dari strcptococus viridans antara lain orofarinks, nasofarinx,

karies gigi. Kadang-kadang ada infeksi campuran (mixed-infection) "poli-microbial infection".

Keadaan re-infeksi mungkin disebabkan oleh kuman yang sama dari infeksi pertama, terjadi

bilamana sudah Iewat tiga sampai dua belas bulan setelah kesembuhan klinis dan bakteriologis.

100

Page 101: Darah Dan Pembuluh Darah

Disebut relepase bila infeksi kurang dari tiga bulan. Endakarditis bacterial Akut kuman

penyebabnya antara lain pneumococcus, streptococus beta hemolitikus dan stafilococus.

Patogenesis :

Port d'entree (tempat masuk / tinggalnya kuman ) antara lain di tonsil, gigi, farinks,

intestium, traktus urogenitalia. Melalui peredaran darah maka bakteri melekat pada katub jantung

yang rusak maupun edokardium, kemudian terbentuk slIatu trombus + fibrin dan di dalamnya

baktcri-bakteri tersebut berkumpul dan berkembang biak. Begitu pula dalarn tindakan-tindakan

bedah urologis (sistoskopi), partus /abortus, cabut gigi dapat menyebabkan endokarditis.

Gejala Klinis :

Perjalanan penyakit, bersifat lambat seperti influensa dengan Gejala : lekas lelah,

anoreksia, sefalgia dan subfebril. Bisa bersifat akut dengan gejala-gejala emboli otak, emboli

perut. Bising jantung organis (+) merupakan asal emboli dari suatu proses erdokarditis

bakterialis.

Perjalanan penyakit dipengaruhi oleh cara pengobatan yang diberikan. Bilamana

pengobatan sempurna (adekuat) diberikan pada permulaaan penyakit, dalam dua minggu pertama

dapat dikatakan prognosis masih baik, tetapi bila pengobatan tidak sempurna maka kelainan-

kelainan diatas akan timbul dan bisa membawa kematian penderita. Penyebab kematian biasa

payah jantung, emboli otak, gagal ginjal (uremia) dan Infeksi sekunder.

Gejala endokarditis Sub akut ada tiga golongan: Gejala umum toksemia: demam terus-

menerus, mungkin juga pireksia, keringat banyak dan menggigil, dapat disertai anemia, kedua

adanya manifestasi emboli: permulaan penyakit kurang lebih 60 % emboli, bila sudah menahun

lebih sering terjadi emboli, ketiga adanya kelainan jantung: Bising positif, kadang-kadang

berubah-ubah macamnya atau timbul suatu bising baru oleh kerena rupture kordaktendinea

Pemeriksaan Laboratorium :

Leukosit dengan jenis netrofil, anemia normokrom normositer, LED meningkat

immunoglobulin serum meningkat, uji fiksasi anti gama globulin positf, total hemolitik

komplemen dan komplemen C3 dalam serum menurun, kadar bilirubin sedikit meningkat.

Pemeriksaan umum urine ditemukan maka proteinuria dan hematuria secara mikroskopik.

Yang penting adalah biakan mikro organisme dari darah . Biakan harus diperhatikan darah

diambil tiap hari berturut-turut dua / lima hari diambil sebanyak 10 ml dibiakkan dalam waktu

agak lama (1 - 3 minggu) untuk mencari mikroorganisme yang mungkin berkembang agak

101

Page 102: Darah Dan Pembuluh Darah

lambat. biakkan bakteri harus dalam media yang sesuai. NB: darah diambil sebelum diberi

antibiotik. Biakan yang positif uji resistansi terhadap antibiotik.

Echocardiografi

Diperlukan untuk:

-Melihat vegetasi pada katub aorta terutama vegetasi yang besar ( > 5 mm)

-Melihat dilatasi atau hipertrofi atrium atau ventrikel yang progresif

-Mencari penyakit yang menjadi predisposisi endokarditis (prolap mitral, fibrosis, dan

calcifikasi katub mitral)

-Penutupan katub mitral yang lebih dini menunjukkan adanya destrruktif katub aorta dan

merupakan indikasi untuk melakukan penggantian katub

Diagnostik Endokarditis Bakterialis:

1. Kelainan katup penyakit jantung bawaan.

2. Demam lebih kurang lebih 39 C.

3. Emboli.

4. Biakan darah positif.

Diagnosis banding:

- Penyakit reuma yang residif, kadang- kadang sangat sulit dibedakan oleh karena

keduanya ada nyeri sendi. Harus diperiksa tanda--tanda dari EB misalnya petechia, hematuria,

spenomegali dsb apabila biakan darah negalif maka diterapi sebagai demam reumatik, yaitu

dengan salisilat selama beberapa hari maka demam akan segera turun, berarti tanda kearah

penyakit reuma dan bukan endokarditis.

- Payah jantung akibat endlokarditis lenta, kadang -kadang sangat menyolok, sehingga

kemungkinan endokarditis lenta tidak dipertimbangkan

- Emboli; dapat begitu menyolok sehingga kemungkinan endokarditis lenta tidak

diingat.

Penatalaksanaan Medis:

102

Page 103: Darah Dan Pembuluh Darah

Pengobatan akan berhasil dengan baik bila dimulai sedini mungkin, serta pemilihan obat

yang tepat (terutama sesuai dengan uji resistensi) dan waktu yang cukup. Endokarditis dengan

kelainan jantung reumatik dan bawaan sering disebabkan S.viridans. Dan biasanya diberikan

terapi penisilin G 10-20 juta unit/hari IV dibagi menjadi 4 dosis selama 4 minggu untuk dewasa

dan 200.000-400.000 unit/kg BB/hari IV dibagi menjadi 4 dosis selama 4 minggu untuk anak –

anak. Pada orang tua atau wanita setelah tindakan obstetric-ginekologik dapat diberi Penisilin G

10-20 juta unit/hari IV dibagi menjadi 4 dosis ditambah gentamisin 1 mg/kg BB IV tiap 8 jam.

Ampisilin dapat dipakai dengan dosis 2 gr IV tiap 4 jam selama minimal 4 minggu. Bila kuman

resisten terhadap Penisilin, dapat dipakai sefalotin 1,5 gr IV tiap 3 jam IV atau nafsilin 2 gr IV

tiap 6 jam, oksasilin 2 gr IV tiap 4 jam atau vankomisin 15 mg/kg BB IV tiap 12 jam. Lama

pengobatan minimum 4 minggu. Untuk endokarditis infektif yang disebabkan oleh bakteri gram

negative dapat diberikan aminoglikosid seperti gentamisin 1,5 mg/kg BB IV tiap 8 jam. Sering

dikombinasikan dengan sefalotin, atau sefazolin 2-4 gr per hari IV, atau ampisilin. Endokarditis

yang disebabkan jamur biasanya fatal. Bisa dipakai ampoterisin B 0,5-1,2 mg/kg BB/hari IV dan

flusitosin 150 mg/kg BB oral, dapat dipakai sendiri – sendiri atau dikombinasikan.

Indikasi bedah adalah gagal jantung yang tidak dapat diatasi dengan obat – obatan,

septikemi yang tidak berespon dengan antibiotik, emboli multiple, endokarditis relaps,

endokarditis pada katup buatan, perluasan infeksi intrakardiak, endokarditis pada lesi jantung

bawaan, dan endokarditis karena jamur.

Penatalaksanaan pada Perawatan Gigi (Keith 2000, Gerardo 2003) :

Garis Pedoman Umum: Pemeriksaan gigi pasien tergantung atas suatu riwayat terperinci, dan

konsultasi medis dengan dokter pasien. Riwayat harus termasuk pertanyaan secara spesifik yang

diperlukan mengenai riwayat murmur jantung, penyakit jantung kongenital, demam rheumatik

dan bersamaan penyakit jantung katup sebelumnya dan pembedahan cardiovasculer. Dokter gigi

harus berkonsultasi pada dokter pasien dan menanyakan sifat abnormalitas yang mendasarinya

dan diperlukan untuk prophylaksis. Masalah yang paling sering untuk dokter gigi yang berkisar

sekitar riwayat murmur, demam rhematik atau pembedahan cardiovasculer.

103

Page 104: Darah Dan Pembuluh Darah

Garis Pedoman Spesifik: Apabila pasien datang dengan keluhan lesu, maka pasien dapat di

kelompokkan sesuai dengan resiko relatif untuk perkembangan endocarditis.

Pasien dengan resiko tinggi, pasien dipertimbangkan pada resiko tinggi seandainya mereka

terutama rentan terhadap infeksi intravasuler meskipun infeksi caries terutama suatu prognosis

buruk. Hal ini termasuk dengan endokarditis bakteri sebelumnya, katup jantung prostetik, dan

shunt atau saluran pulmonal systemic. Pasien dengan resiko rendah, pasien dengan prolaps katup

mitral tanpa regurgitasi mitral berada pada resiko minimal dan tidak memerlukan prophylaksis.

Dalam beberapa kasus, katup mitral dapat menjadi tebal dan oleh karena itu beresiko, beberapa

individu tersebut dapat memerlukan propylaksis oral. Pasien yang tidak memerlukan propylaksis,

pasien dengan murmur sejati, pasien dengan antrial septal defek tanpa komplikasi, dan pasien

yang telah menjalani pembedahan by pass arteria coronaria tidak mengalami peningkatan resiko

endocarditis bacterial dan tidak memerlukan prophylaksis antibiotik.

Pasien dengan prolaps katup mitral tanpa regurgitasi mitral tidak berada pada

peningkatan resiko dan tidak memerlukan prophylaksis. Pasien dengan pace maker transvenous

atau penanaman defebribator tidak memerlukan prophylaksis. Pasien dengan riwayat demam

rheumatik tetapi tidak memperhatikan hubungan lesi katup tidak memerlukan prophylaksis

antibiotika.

3.2.3 Penyakit Jantung Rematik

Definisi:

Penyakit jantung rematik merupakan gejala sisa dari Demam Rematik (DR) akut yang

juga merupakan penyakit peradangan akut yang dapat menyertai faringitis yang disebabkan oleh

Streptococcus beta-hemolyticus grup A. Penyakit ini cenderung berulang dan dipandang sebagai

penyebab penyakit jantung didapat pada anak dan dewasa muda di seluruh dunia.

Etiologi:

Infeksi Streptococcus beta-hemolyticus grup A pada tenggorok selalu mendahului

terjadinya demam rematik, baik pada serangan pertama maupun pada serangan ulang. Telah

diketahui bahwa dalam hal terjadinya demam rematik terdapat beberapa factor predisposisi

antara lain:

a. Terdapat riwayat demam rematik dalam keluarga.

104

Page 105: Darah Dan Pembuluh Darah

b. Umur.

Penyakit ini sering terjadi antara umur 5 – 15 tahun dan jarang pada umur kurang dari 2

tahun.

c. Keadaan social.

Penyakit ini sering terjadi pada keluarga dengan keadaan social ekonomi kurang, perumahan

buruk dengan penghuni yang padat serta udara yang lembab, dan gizi serta kesehatan yang

kurang baik.

d. Musim.

Di negara-negara dengan 4 musim, terdapat insiden yang tinggi ppada akhir musim dingin

dan permulaan musim semi (Maret – Mei), sedangkan insiden paling rendah pada bulan

Agustus – September.

e. Distribusi daerah.

f. Serangan demam rematik sebelumnya.

Serangan demam rematik sesudah adanya reinfeksi dengan Streptococcus beta-hemolyticus

grup A adalah sering pada anak yang sebelumnya pernah mendapat demam rematik.

Patofisiologi:

Menurut hipotesa Kaplan dkk (1960) dan Zabriskie (1966), demam rematik terjadi karena

terdapatnya proses autoimun atau antigenic similarity antara jaringan tubuh manusia dengan

antigen somatic streptococcus. Apabila tubuh terinfeksi oleh Sterptococcus beta-hemolyticus

grup A maka terhadap antigen asing ini segera terbentuk reaksi imunologik yaitu antibody.

Karena sifat antigen ini sama maka antibody tersebut akan menyerang juga komponen jaringan

tubuh dalam hal ini sarcolemma myocardial dengan akibat terdapatnya antibody terhadap

jaringan jantung dalam serum penderita demam rematik dan jaringan myocard yang rusak. Salah

satu toxin yang mungkin berperanan dalam kejadian demam rematik adalah stretolysin titer 0,

suatu produk ekstraseluler Streptococcus beta-hemolyticus grup A yang dikenal bersifat toksik

terhadap jaringan myocard. Beberapa di antara berbagai antigen somatic streptococcal menetap

untuk waktu singkat dan yang lain lagi untuk waktu yang cukup lama. Serum immunoglobulin

akan meningkat pada penderita sesudah mendapat radang streptococcal terutama IgG dan IgA.

105

Page 106: Darah Dan Pembuluh Darah

Manifestasi Klinis:

Dihubungkan dengan diagnosis, manifestasi klinis pada demam rematik akut dibedakkan

atas manifestasi mayor dan minor.

a. Manifestasi mayor

- Karditis. Karditis reumatik merupakan proses peradangan aktif yang mengenai

endokardium, miokardium, dan pericardium. Gejala awal adalah rasa lelah, pucat, dan

anoreksia. Tanda klinis karditis meliputi takikardi, disritmia, bising patologis, adanya

kardiomegali secara radiology yang makin lama makin membesar, adanya gagal jantung

dan perikarditis.

- Artritis. Arthritis terjadi pada sekitar 70% pasien dengan demam reumatik, berupa

gerakan tidak disengaja dan tidak bertujuan atau inkoordinasi muskuler, biasanya pada

otot wajah dan ekstrimitas.

- Eritema marginatum. Eritema marginatum ditemukan pada lebih kurang 5% pasien.

Tidak gatal, macular, dengan tepi eritema yang menjalar mengelilingi kulit yang tampak

normal, tersering pada batang tubuh dan tungkai proksimal, serta tidak melibatkan wajah.

- Nodulus subkutan. Ditemukan pada sekitar 5 – 10% pasien. Nodul berukuran antara 0,5 –

2 cm, tidak nyeri, dan dapat bebas digerakkan. Umumnya terdapat di permukaan

ekstendor sendi, terutama siku, ruas jari, lutut, dan persendian kaki.

b. Manifestasi minor

Manifestasi minor pada demam reumatik akut dapat berupa demam bersifak remiten,

antralgia, nyeri abdomen, anoreksia, nausea dan muntah.

Penderita umumnya megalami sesak nafas yang disebabkan jantungnya sudah mengalami

gangguan, nyeri sendi yang berpindah- pindah, bercak kemerahan di kulit yang berbatas, gerakan

tangan yang tak beraturan dan tak terkendali (korea), atau benjolan kecil-kecil dibawah kulit.

Selain itu tanda yang juga turut menyertainya adalah nyeri perut, kehilangan berat badan, cepat

lelah dan tentu saja demam.

Pemeriksaan Penunjang:

a. Pemeriksaan darah

- LED tinggi sekali.

- Lekositosis.

106

Page 107: Darah Dan Pembuluh Darah

- Nilai hemoglobin dapat rendah.

b. Pemeriksaan bakteriologi

- Biakan hapus tenggorokan untuk membuktikan adanya streptococcus.

- Pemeriksaan serologi. Diukur titer ASTO, astistreptokinase, anti hyaluronidase.

c. Pemeriksaan radiologi.

Elektrokardiografi dan ekokardiografi untuk menilai adanya kelainan jantung.

Diagnosis:

Diagnosis demam reumatik akut ditegakkan berdasarkan kriteria Jones yang telah

direvisi. Karena patoloogis bergantung pada manifestasi klinis maka pada diagnosis harus

disebutkan manifestasi klinisnya, misalnya demam reumatik dengan poliatritis saja. Adanya dua

criteria mayor, atau satu mayor dan dua criteria minor menunjukkan kemungkinan besar demam

reumatik akut, jika didukung oleh bukti adanya infeksi streptococcus grup A sebelumnya.

Selain dengan adanya tanda dan gejala yang tampak secara langsung dari fisik, umumnya

dokter akan melakukan beberapa pemeriksaan laboratorium, misalnya; pemeriksaan darah rutin,

ASTO, CRP, dan kultur ulasan tenggorokan. Bentuk pemeriksaan yang paling akurat adalah

dengan dilakukannya echocardiografi untuk melihat kondisi katup-katup jantung dan otot

jantung.

Komplikasi:

a. Dekompensasi Cordis.

Peristiwa dekompensasi cordis pada bayi dan anak menggambarkan terdapatnya sindrom

klinis akibat myocardium tidak mampu memenuhi keperluan metabolic termasuk

pertumbuhan. Keadaan ini timbul karena kerja otot jantung yang berlebihan, biasanya karena

kelainan struktur jantung, kelainan otot jantung sendiri seperti proses inflamasi atau

gabungan kedua factor tersebut. Pada umumnya payah jantung pada anak diobati secara

klasik yaitu dengan digitalis dan obat-obat diuretika. Tujuan pengobatan ialah

menghilangkan gejala (simptomaik) dan yang paling penting mengobati penyakit primer.

b. Pericarditis.

Peradangan pada pericard visceralis dan parietalis yang bervariasi dari reaksi radang yang

ringan sampai tertimbunnya cairan dalam cavum pericard.

Pengobatan/Penatalaksanaan:

107

Page 108: Darah Dan Pembuluh Darah

Karena demam reumatik berhubungan erat dengan radang Streptococcus beta-hemolytica

grup A, maka pemberantasan dan pencegahan ditujukan pada radang tersebut. Ini dapat berupa:

a. Eradikasi kuman Streptococcus beta-hemolytica grup A. Pengobatan adekuat harus dimulai

secepatnya pada demam reumatik dan dilanjutkan dengan pencegahan. Erythromycin

diberikan kepada mereka yang alergi terhadap penicillin.

b. Obat anti reumatik. Baik kortikosteroid maupun salisilat diketahui sebagai obat yang berguna

untuk mengurangi/menghilangkan gejala-gejala radang akut pada demam reumatik.

c. Diet. Makanan yang cukup kalori, protein, dan vitamin.

d. Istirahat. Istirahat dianjurkan sampai tanda-tanda inflamasi hilang dan bentuk jantung

mengecil pada kasus-kasus kardiomegali. Biasanya 7 – 14 hari pada kasus demam reumatik

minus carditis. Pada kasus plus carditis, lama istirahat rata-rata 3 minggu – 3 bulan

tergantung pada berat/ringannya kelainan yang ada serta kemajuan perjalanan penyakit.

e. Obat-obat lain.

Diberikan sesuai dengan kebutuhan. Pada kasus dengan dekompensasi kordis diberikan

digitalis, diuretika, dan sedative. Bila ada chorea diberikan largactil.

3.2.4 Miokarditis

Etiologi dan Klasifikasi:

1).Acute isolated myocarditis adalah miokarditis interstitial acute dengan etiologi tidak

diketahui.

2).Bacterial myocarditis adalah miokarditis yang disebabkan oleh infeksi bakteri.

3).Chronic myocarditis adalah penyakit radang miokardial kronik.

4).Diphtheritic myocarditis adalah mikarditis yang disebabkan oleh toksin bakteri yang

dihasilkan pada difteri : lesi primer bersifat degeneratiff dan nekrotik dengan respons radang

sekunder.

5).Fibras myocarditis adalah fibrosis fokal/difus mikardial yang disebabkan oleh peradangan

kronik.

6).Giant cell myocarditis adalah subtype miokarditis akut terisolasi yang ditandai dengan

adanya sel raksasa multinukleus dan sel-sel radang lain, termasuk limfosit, sel plasma dan

makrofag dan oleh dilatasi ventikel, trombi mural, dan daerah nekrosis yang tersebar luas.

108

Page 109: Darah Dan Pembuluh Darah

7).Hypersensitivity myocarditis adalah mikarditis yang disebabkan reaksi alergi yang

disebabkan oleh hipersensitivitas terhadap berbagai obat, terutama sulfonamide, penicillin,

dan metildopa.

8).Infection myocarditis adalah disebabkan oleh agen infeksius ; termasuk bakteri, virus,

riketsia, protozoa, spirochaeta, dan fungus. Agen tersebut dapat merusak miokardium

melalui infeksi langsung, produksi toksin, atau perantara respons immunologis.

9).Interstitial myocarditis adalah mikarditis yang mengenai jaringan ikat interstitial.

10).Parenchymatus myocarditis adalah miokarditis yang terutama mengenai substansi

ototnya sendiri.

11).Protozoa myocarditis adalah miokarditis yang disebabkan oleh protozoa terutama terjadi

pada penyakit Chagas dan toxoplasmosis.

12).Rheumatic myocarditis adalah gejala sisa yang umum pada demam reumatik.

13).Rickettsial myocarditis adalah mikarditis yang berhubungan dengan infeksi riketsia.

14).Toxic myocarditis adalah degenerasi dan necrosis fokal serabut miokardium yang

disebabkan oleh obat, bahan kimia, bahan fisik, seperti radiasi hewan/toksin serangga atau

bahan/keadaan lain yang menyebabkan trauma pada miokardium.

15).Tuberculosis myocarditis adalah peradangan granulumatosa miokardium pada

tuberkulosa.

16).Viral myocarditis disebabkan oleh infeksi virus terutama oleh enterovirus ; paling sering

terjadi pada bayi, wanita hamil, dan pada pasien dengan tanggap immune rendah

Patogenesis:

Kerusakan miokard oleh kuman-kuman infeksius dapat melalui tiga mekanisme dasar:

1) Invasi langsung ke miokard.

2) Proses immunologis terhadap miokard.

3) Mengeluarkan toksin yang merusak miokardium.

Proses miokarditis viral ada 2 tahap :

1. Fase akut berlangsung kira-kira satu minggu, dimana terjadi invasi virus ke miokard,

replikasi virus dan lisis sel. Kemudian terbentuk neutralizing antibody dan virus akan

109

Page 110: Darah Dan Pembuluh Darah

dibersihkan atau dikurangi jumlahnya dengan bantuan makrofag dan natural killer cell (sel

NK).

2. Pada fase berikutnya miokard diinfiltrasi oleh sel-sel radang dan system immune akan

diaktifkan antara lain dengan terbentuknya antibody terhadap miokard, akibat perubahan

permukaan sel yang terpajan oleh virus. Fase ini berlangsung beberapa minggu sampai

beberapa bulan dan diikuti kerusakan miokard dari yang minimal sampai yang berat.

Gejala Klinis:

Letih.

Napas pendek.

Detak jantung tidak teratur.

Gejala-gejala lain karena gangguan yang mendasarinya

Menggigil.

Demam.

Anoreksia.

Nyeri dada.

Dispnea dan disritmia.

Tamponade ferikardial/kompresi (pada efusi perikardial)

Komplikasi:

1) Kardiomiopati kongestif/dilated.

2) Payah jantung kongestif.

3) Efusi perikardial.

4) AV block total.

5) Trombi Kardiac.

Pemeriksaan Penunjang:

1) Laboratorium : leukosit, LED, limfosit, LDH.

2) Elektrokardiografi.

3) Rontgen thorax.

110

Page 111: Darah Dan Pembuluh Darah

4) Ekokardiografi.

5) Biopsi endomiokardial.

Penatalaksanaan:

1) Perawatan untuk tindakan observasi.

2) Tirah baring/pembatasan aktivitas.

3) Antibiotik atau kemoterapeutik.

4) Pengobatan sistemik supportif ditujukan pada penyakti infeksi sistemik

5) Antibiotik.

6) Obat kortison.

Jika berkembang menjadi gagal jantung kongestif: diuretik untuk mnegurangi retensi ciaran;

digitalis untuk merangsang detak jantung; obat antibeku untuk mencegah pembentukan

bekuan.

3.3 Kelainan Pembuluh Darah

3.3.1 Aterosklerosis

Definisi:

Arteriosklerosis merupakan istilah umum untuk beberapa penyakit, dimana dinding arteri

menjadi lebih tebal dan kurang lentur.

Penyakit yang paling penting dan paling sering ditemukan adalah aterosklerosis, dimana

bahan lemak terkumpul dibawah lapisan sebelah dalam dari dinding arteri.

Aterosklerosis bisa terjadi pada arteri di otak, jantung, ginjal, organ vital lainnya dan

lengan serta tungkai.

111

Page 112: Darah Dan Pembuluh Darah

Jika aterosklerosis terjadi di dalam arteri yang menuju ke otak (arteri karotid), maka bisa

terjadi stroke. Jika terjadi di dalam arteri yang menuju ke jantung (arteri koroner), bisa terjadi

serangan jantung.

Etiologi:

Aterosklerosis bermula ketika sel darah putih yang disebut monosit, pindah dari aliran

darah ke dalam dinding arteri dan diubah menjadi sel-sel yang mengumpulkan bahan-bahan

lemak.

Pada saatnya, monosit yang terisi lemak ini akan terkumpul, menyebabkan bercak

penebalan di lapisan dalam arteri.

Setiap daerah penebalan (yang disebut plak aterosklerotik atau ateroma) yang terisi dengan

bahan lembut seperti keju, mengandung sejumlah bahan lemak, terutama kolesterol, sel-sel otot

polos dan sel-sel jaringan ikat.

Ateroma bisa tersebar di dalam arteri sedang dan arteri besar, tetapi biasanya mereka

terbentuk di daerah percabangan, mungkin karena turbulensi di daerah ini menyebabkan cedera

pada dinding arteri, sehingga disini lebih mudah terbentuk ateroma.

Arteri yang terkena aterosklerosis akan kehilangan kelenturannya dan karena ateroma

terus tumbuh, maka arteri akan menyempit. Lama-lama ateroma mengumpulkan endapan

kalsium, sehingga menjadi rapuh dan bisa pecah.

Darah bisa masuk ke dalam ateroma yang pecah, sehingga ateroma menjadi lebih besar dan lebih

mempersempit arteri.

Ateroma yang pecah juga bisa menumpahkan kandungan lemaknya dan memicu

pembentukan bekuan darah (trombus). Selanjutnya bekuan ini akan mempersempit bahkan

menyumbat arteri, atau bekuan akan terlepas dan mengalir bersama aliran darah dan

menyebabkan sumbatan di tempat lain (emboli).

Resiko terjadinya aterosklerosis meningkat pada:

- Tekanan darah tinggi

- Kadar kolesterol tinggi

- Perokok

- Diabetes (kencing manis)

- Kegemukan (obesitas)

- Malas berolah raga

112

Page 113: Darah Dan Pembuluh Darah

- Usia lanjut.

Pria memiliki resiko lebih tinggi daripada wanita.

Penderita penyakit keturunan homosistinuria memiliki ateroma yang meluas, terutama

pada usia muda. Penyakit ini mengenai banyak arteri tetapi tidak selalu mengenai arteri koroner

(arteri yang menuju ke jantung).

Sebaliknya, pada penyakit keturunan hiperkolesterolemia familial, kadar kolesterol yang

sangat tinggi menyebabkan terbentuknya ateroma yang lebih banyak di dalam arteri koroner

dibandingkan arteri lainnya.

Gejala:

Sebelum terjadinya penyempitan arteri atau penyumbatan mendadak, aterosklerosis

biasanya tidak menimbulkan gejala.

Gejalanya tergantung dari lokasi terbentuknya, sehingga bisa berupa gejala jantung, otak,

tungkai atau tempat lainnya.

Jika aterosklerosis menyebabkan penyempitan arteri yang sangat berat, maka bagian tubuh yang

diperdarahinya tidak akan mendapatkan darah dalam jumlah yang memadai, yang mengangkut

oksigen ke jaringan.

Gejala awal dari penyempitan arteri bisa berupa nyeri atau kram yang terjadi pada saat

aliran darah tidak dapat mencukupi kebutuhan akan oksigen. Contohnya, selama berolah raga,

seseorang dapat merasakan nyeri dada (angina) karena aliran oksigen ke jantung berkurang; atau

ketika berjalan, seseorang merasakan kram di tungkainya (klaudikasio interminten) karena aliran

oksigen ke tungkai berkurang.

Yang khas adalah bahwa gejala-gejala tersebut timbul secara perlahan, sejalan dengan

terjadinya penyempitan arteri oleh ateroma yang juga berlangsung secara perlahan. Tetapi jika

penyumbatan terjadi secara tiba-tiba (misalnya jika sebuah bekuan menyumbat arteri), maka

gejalanya akan timbul secara mendadak.

113

Page 114: Darah Dan Pembuluh Darah

Diagnosa:

Sebelum terjadinya komplikasi, aterosklerosis mungkin tidak akan terdiagnosis.Sebelum

terjadinya komplikasi, terdengarnya bruit (suara meniup) pada pemeriksaan dengan stetoskop

bisa merupakan petunjuk dari aterosklerosis. Denyut nadi pada daerah yang terkena bisa

berkurang.

114

Page 115: Darah Dan Pembuluh Darah

Pengobatan:

Sampai tingkat tertentu, tubuh akan melindungi dirinya sendiri dengan cara membentuk

pembuluh darah baru di daerah yang terkena. Sebelum terjadinya komplikasi, aterosklerosis

mungkin tidak akan terdiagnosis.

Sebelum terjadinya komplikasi, terdengarnya bruit (suara meniup) pada pemeriksaan

dengan stetoskop bisa merupakan petunjuk dari aterosklerosis.

Denyut nadi pada daerah yang terkena bisa berkurang.

Pemeriksaan yang bisa dilakukan untuk mendiagnosis aterosklerosis:

- ABI (ankle-brachial index), dilakukan pengukuran tekanan darah di pergelangan kaki dan

lengan

- Pemeriksaan Doppler di daerah yang terkena

- Skening ultrasonik Duplex

- CT scan di daerah yang terkena

- Arteriografi resonansi magnetik

- Arteriografi di daerah yang terkena

- IVUS (intravascular ultrasound).

Bisa diberikan obat-obatan untuk menurunkan kadar lemak dan kolesterol dalam darah

(contohnya colestyramine, kolestipol, asam nikotinat, gemfibrozil, probukol, lovastatin).

Aspirin, ticlopidine dan clopidogrel atau anti-koagulan bisa diberikan untuk mengurangi

resiko terbentuknya bekuan darah.

Angioplasti balon dilakukan untuk meratakan plak dan meningkatkan aliran darah yang melalui

endapan lemak.

Enarterektomi merupakan suatu pembedahan untuk mengangkat endapan.

Pembedahan bypass merupakan prosedur yang sangat invasif, dimana arteri atau vena yang

normal dari penderita digunakan untuk membuat jembatan guna menghindari arteri yang

tersumbat.

Pencegahan:

Untuk membantu mencegah aterosklerosis yang harus dihilangkan adalah faktor-faktor

resikonya.Jadi tergantung kepada faktor resiko yang dimilikinya, seseorang hendaknya:

- Menurunkan kadar kolesterol darah

- Menurunkan tekanan darah

115

Page 116: Darah Dan Pembuluh Darah

- Berhenti merokok

- Menurunkan berat badan

- Berolah raga secara teratur.

Pada orang-orang yang sebelumnya telah memiliki resiko tinggi untuk menderita

penyakit jantung, merokok sangatlah berbahaya karena:

- merokok bisa mengurangi kadar kolesterol baik (kolesterol HDL) dan meningkatkan

kadar kolesterol jahat (kolesterol LDL)

- merokok menyebabkan bertambahnya kadar karbon monoksida di dalam darah, sehingga

meningkatkan resiko terjadinya cedera pada lapisan dinding arteri

- merokok akan mempersempit arteri yang sebelumnya telah menyempit karena

aterosklerosis, sehingga mengurangi jumlah darah yang sampai ke jaringan

- merokok meningkatkan kecenderungan darah untuk membentuk bekuan, sehingga

meningkatkan resiko terjadinya penyakit arteri perifer, penyakit arteri koroner, stroke dan

penyumbatan suatu arteri cangkokan setelah pembedahan.

Resiko seorang perokok untuk menderita penyakit arteri koroner secara langsung

berhubungan dengan jumlah rokok yang dihisap setiap harinya. Orang yang berhenti merokok

hanya memiliki resiko separuh dari orang yang terus merokok, tanpa menghiraukan berapa lama

mereka sudah merokok sebelumnya.

Berhenti merokok juga mengurangi resiko kematian setelah pembedahan bypass arteri

koroner atau setelah serangan jantung. Selain itu, berhenti merokok juga mengurangi penyakit

dan resiko kematian pada seseorang yang memiliki aterosklerosis pada arteri selain arteri yang

menuju ke jantung dan otak.

3.3.2 Angina Pectoris

Definisi:

1. Angina pektoris adalah nyeri dada yang ditimbukan karena iskemik

miokard dan bersifat sementara atau reversibel. (Dasar-dasar keperawatan kardiotorasik,

1993)

2. Angina pektoris adalah suatu sindroma kronis dimana klien mendapat

serangan sakit dada yang khas yaitu seperti ditekan, atau terasa berat di dada yang

116

Page 117: Darah Dan Pembuluh Darah

seringkali menjalar ke lengan sebelah kiri yang timbul pada waktu aktifitas dan segera

hilang bila aktifitas berhenti. (Prof. Dr. H.M. Sjaifoellah Noer, 1996)

3. Angina pektoris adalah suatu istilah yang digunakan untuk

menggambarkan jenis rasa tidak nyaman yang biasanya terletak dalam daerah retrosternum.

(Penuntun Praktis Kardiovaskuler)

Etiologi:

Ateriosklerosis

Spasme arteri koroner

Anemia berat

Artritis

Aorta Insufisiensi

Faktor Resiko:

- Dapat Diubah (dimodifikasi):

a. Diet (hiperlipidemia)

b. Rokok

c. Hipertensi

d. Stress

e. Obesitas

f. Kurang aktifitas

g. Diabetes Mellitus

h. Pemakaian kontrasepsi oral

- Tidak dapat diubah:

a. Usia

b. Jenis Kelamin

c. Ras

d. Herediter

e. Kepribadian tipe A

Faktor pencetus yang dapat menimbulkan serangan antara lain :

Emosi

Stress

Kerja fisik terlalu berat

117

Page 118: Darah Dan Pembuluh Darah

Hawa terlalu panas dan lembab

Terlalu kenyang

Banyak merokok

Gambaran Klinis:

Kualitas nyeri seperti tertekan benda berat, seperti diperas, terasa panas,

kadang-kadang hanya perasaan tidak enak di dada (chest discomfort).

Durasi nyeri berlangsung 1 sampai 5 menit, tidak lebih daari 30 menit.

Nyeri hilang (berkurang) bila istirahat atau pemberian nitrogliserin.

Gejala penyerta : sesak nafas, perasaan lelah, kadang muncul keringat dingin,

palpitasi, dizzines.

Gambaran EKG : depresi segmen ST, terlihat gelombang T terbalik.

Gambaran EKG seringkali normal pada waktu tidak timbul serangan.

Nyeri dada substernal ataru retrosternal menjalar ke leher, tenggorokan daerah

inter skapula atau lengan kiri.

Tipe Serangan:

a. Angina Pektoris Stabil

Awitan secara klasik berkaitan dengan latihan atau aktifitas yang meningkatkan

kebutuhan oksigen niokard.

Nyeri segera hilang dengan istirahat atau penghentian aktifitas.

Durasi nyeri 3 – 15 menit.

b. Angina Pektoris Tidak Stabil

Sifat, tempat dan penyebaran nyeri dada dapat mirip dengan angina pektoris stabil.

Adurasi serangan dapat timbul lebih lama dari angina pektoris stabil.

Pencetus dapat terjadi pada keadaan istirahat atau pada tigkat aktifitas ringan.

Kurang responsif terhadap nitrat.

Lebih sering ditemukan depresisegmen ST.

Dapat disebabkan oleh ruptur plak aterosklerosis, spasmus, trombus atau trombosit yang

beragregasi.

c. Angina Prinzmental (Angina Varian).

118

Page 119: Darah Dan Pembuluh Darah

Sakit dada atau nyeri timbul pada waktu istirahat, seringkali pagi hari.

Nyeri disebabkan karena spasmus pembuluh koroneraterosklerotik.

EKG menunjukkan elevaasi segmen ST.

Cenderung berkembang menjadi infaark miokard akut.

Dapat terjadi aritmia.

Patofisiologi:

Mekanisme timbulnya angina pektoris didasarkan pada ketidakadekuatan suply oksigen

ke sel-sel miokardium yang diakibatkan karena kekauan arteri dan penyempitan lumen arteri

koroner (ateriosklerosis koroner). Tidak diketahui secara pasti apa penyebab ateriosklerosis,

namun jelas bahwa tidak ada faktor tunggal yang bertanggungjawab atas perkembangan

ateriosklerosis. Ateriosklerosis merupakan penyakir arteri koroner yang paling sering

ditemukan. Sewaktu beban kerja suatu jaringan meningkat, maka kebutuhan oksigen juga

meningkat. Apabila kebutuhan meningkat pada jantung yang sehat maka artei koroner

berdilatasi dan megalirkan lebih banyak darah dan oksigen keotot jantung. Namun apabila arteri

koroner mengalami kekauan atau menyempit akibat ateriosklerosis dan tidak dapat berdilatasi

sebagai respon terhadap peningkatan kebutuhan akan oksigen, maka terjadi iskemik (kekurangan

suplai darah) miokardium.

Adanya endotel yang cedera mengakibatkan hilangnya produksi No (nitrat Oksid0 yang

berfungsi untuk menghambat berbagai zat yang reaktif. Dengan tidak adanya fungsi ini dapat

menyababkan otot polos berkontraksi dan timbul spasmus koroner yang memperberat

penyempitan lumen karena suplai oksigen ke miokard berkurang. Penyempitan atau blok ini

belum menimbulkan gejala yang begitu nampak bila belum mencapai 75 %. Bila penyempitan

lebih dari 75 % serta dipicu dengan aktifitas berlebihan maka suplai darah ke koroner akan

berkurang. Sel-sel miokardium menggunakan glikogen anaerob untuk memenuhi kebutuhan

energi mereka. Metabolisme ini menghasilkan asam laktat yang menurunkan pH miokardium

dan menimbulkan nyeri. Apabila kenutuhan energi sel-sel jantung berkurang, maka suplai

oksigen menjadi adekuat dan sel-sel otot kembali fosforilasi oksidatif untuk membentuk energi.

Proses ini tidak menghasilkan asam laktat. Dengan hilangnya asam laktat nyeri akan reda.

3.3.3 Hipertensi

119

Page 120: Darah Dan Pembuluh Darah

Tekanan Darah Tinggi (hipertensi) adalah suatu peningkatan tekanan darah di dalam

arteri. Dikatakan tekanan darah tinggi jika pada saat duduk tekanan sistolik mencapai 140

mmHg atau lebih, atau tekanan diastolik mencapai 90 mmHg atau lebih, atau keduanya. Pada

tekanan darah tinggi, biasanya terjadi kenaikan tekanan sistolik dan diastolik.

Pada hipertensi sistolik terisolasi, tekanan sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih,

tetapi tekanan diastolik kurang dari 90 mmHg dan tekanan diastolik masih dalam kisaran normal.

Hipertensi ini sering ditemukan pada usia lanjut. Sejalan dengan bertambahnya usia, hampir

setiap orang mengalami kenaikan tekanan darah; tekanan sistolik terus meningkat sampai usia 80

tahun dan tekanan diastolik terus meningkat sampai usia 55-60 tahun, kemudian berkurang

secara perlahan atau bahkan menurun drastis.

Hipertensi maligna adalah hipertensi yang sangat parah, yang bila tidak diobati, akan

menimbulkan kematian dalam waktu 3-6 bulan. Hipertensi ini jarang terjadi, hanya 1 dari setiap

200 penderita hipertensi.

Tekanan darah dalam kehidupan seseorang bervariasi secara alami. Bayi dan anak-anak secara

normal memiliki tekanan darah yang jauh lebih rendah daripada dewasa.

Tekanan darah juga dipengaruhi oleh aktivitas fisik, dimana akan lebih tinggi pada saat

melakukan aktivitas dan lebih rendah ketika beristirahat. Tekanan darah dalam satu hari juga

berbeda; paling tinggi di waktu pagi hari dan paling rendah pada saat tidur malam hari.

Klasifikasi Tekanan Darah Pada Dewasa 

Kategori Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah Diastolik

Normal Dibawah 130 mmHg Dibawah 85 mmHg

Normal tinggi 130-139 mmHg 85-89 mmHg

Stadium 1

(Hipertensi ringan)140-159 mmHg 90-99 mmHg

Stadium 2

(Hipertensi sedang)160-179 mmHg 100-109 mmHg

Stadium 3

(Hipertensi berat)180-209 mmHg 110-119 mmHg

120

Page 121: Darah Dan Pembuluh Darah

Stadium 4

(Hipertensi maligna)210 mmHg atau lebih 120 mmHg atau lebih

Pengendalian Tekanan Darah:

Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi melalui beberapa cara:

1. Jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap

detiknya.

2. Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga mereka tidak dapat

mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut. Karena itu darah

pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang sempit daripada

biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan. Inilah yang terjadi pada usia lanjut, dimana

dinding arterinya telah menebal dan kaku karena arteriosklerosis. Dengan cara yang

sama, tekanan darah juga meningkat pada saat terjadi vasokonstriksi, yaitu jika arteri

kecil (arteriola) untuk sementara waktu mengkerut karena perangsangan saraf atau

hormon di dalam darah.

3. Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan darah.

Hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu membuang

sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah dalam tubuh meningkat,

sehingga tekanan darah juga meningkat.

Sebaliknya, jika:

aktivitas memompa jantung berkurang

arteri mengalami pelebaran

banyak cairan keluar dari sirkulasi maka tekanan darah akan menurun.

Penyesuaian terhadap faktor-faktor tersebut dilaksanakan oleh perubahan di dalam fungsi ginjal

dan sistem saraf otonom (bagian dari sistem saraf yang mengatur berbagai fungsi tubuh secara

otomatis).

1. Perubahan fungsi ginjal

121

Page 122: Darah Dan Pembuluh Darah

Ginjal mengendalikan tekanan darah melalui beberapa cara:

Jika tekanan darah meningkat, ginjal akan menambah pengeluaran garam dan air,

yang akan menyebabkan berkurangnya volume darah dan mengembalikan tekana

darah ke normal.

Jika tekanan darah menurun, ginjal akan mengurangi pembuangan garam dan air,

sehingga volume darah bertambah dan tekanan darah kembali ke normal.

Ginjal juga bisa meningkatkan tekanan darah dengan menghasilkan enzim yang

disebut renin, yang memicu pembentukan hormon angiotensi, yang selanjutnya

akan memicu pelepasan hormon aldosteron.

Ginjal merupakan organ penting dalam mengendalikan tekanan darah; karena itu berbagai

penyakit dan kelainan pda ginjal bisa menyebabkan terjadinya tekanan darah tinggi.

Misalnya penyempitan arteri yang menuju ke salah satu ginjal (stenosis arteri renalis) bisa

menyebabkan hipertensi. Peradangan dan cedera pada salah satu atau kedua ginjal juga bisa

menyebabkan naiknya tekanan darah.

2. Sistem saraf simpatis merupakan bagian dari sistem saraf otonom, yang untuk

sementara waktu akan:

meningkatkan tekanan darah selama respon fight-or-flight (reaksi fisik tubuh

terhadap ancaman dari luar)

meningkatkan kecepatan dan kekuatan denyut jantung; juga mempersempit

sebagian besar arteriola, tetapi memperlebar arteriola di daerah tertentu (misalnya

otot rangka, yang memerlukan pasokan darah yang lebih banyak)

mengurangi pembuangan air dan garam oleh ginjal, sehingga akan meningkatkan

volume darah dalam tubuh

melepaskan hormon epinefrin (adrenalin) dan norepinefrin (noradrenalin), yang

merangsang jantung dan pembuluh darah.

Etiologi:

122

Page 123: Darah Dan Pembuluh Darah

Pada sekitar 90% penderita hipertensi, penyebabnya tidak diketahui dan keadaan ini

dikenal sebagai hipertensi esensial atau hipertensi primer.

Hipertensi esensial kemungkinan memiliki banyak penyebab; beberapa perubahan pada

jantung dan pembuluh darah kemungkinan bersama-sama menyebabkan meningkatnya tekanan

darah.

Jika penyebabnya diketahui, maka disebut hipertensi sekunder. Pada sekitar 5-10%

penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada sekitar 1-2%, penyebabnya

adalah kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu (misalnya pil KB).

Penyebab hipertensi lainnya yang jarang adalah feokromositoma, yaitu tumor pada

kelenjar adrenal yang menghasilkan hormon epinefrin (adrenalin) atau norepinefrin

(noradrenalin).

Kegemukan (obesitas), gaya hidup yang tidak aktif (malas berolah raga), stres, alkohol atau

garam dalam makanan; bisa memicu terjadinya hipertensi pada orang-orang memiliki kepekaan

yang diturunkan.

Stres cenderung menyebabkan kenaikan tekanan darah untuk sementara waktu, jika stres

telah berlalu, maka tekanan darah biasanya akan kembali normal. Beberapa penyebab terjadinya

hipertensi sekunder:

1. Penyakit Ginjal

Stenosis arteri renalis

Pielonefritis

Glomerulonefritis

Tumor-tumorginjal

Penyakit ginjal polikista (biasanya diturunkan)

Trauma pada ginjal (luka yang mengenai ginjal)

Terapi penyinaran yang mengenai ginjal

2. Kelainan Hormonal

Hiperaldosteronisme

Sindroma Cushing

123

Page 124: Darah Dan Pembuluh Darah

Feokromositoma

3. Obat-obatan

Pil KB

Kortikosteroid

Siklosporin

Eritropoietin

Kokain

Penyalahgunaan alkohol

Kayu manis (dalam jumlah sangat besar)

4. Penyebab Lainnya

Koartasio aorta

Preeklamsi pada kehamilan

Porfiria intermiten akut

Keracunan timbal akut.

Gejala:

Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala; meskipun secara

tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan tekanan

darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak). Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala,

perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan dan kelelahan; yang bisa saja terjadi baik pada

penderita hipertensi, maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal.

Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala berikut:

sakit kepala

kelelahan

mual

muntah

sesak nafas

gelisah

124

Page 125: Darah Dan Pembuluh Darah

pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata, jantung

dan ginjal.

Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan koma

karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut ensefalopati hipertensif, yang

memerlukan penanganan segera.

Diagnosa:

Tekanan darah diukur setelah seseorang duduk atau berbaring selama 5 menit. Angka

140/90 mmHg atau lebih dapat diartikan sebagai hipertensi, tetapi diagnosis tidak dapat

ditegakkan hanya berdasarkan satu kali pengukuran.

Jika pada pengukuran pertama memberikan hasil yang tinggi, maka tekanan darah diukur

kembali dan kemudian diukur sebanyak 2 kali pada 2 hari berikutnya untuk meyakinkan adanya

hipertensi.

Hasil pengukuran bukan hanya menentukan adanya tekanan darah tinggi, tetepi juga

digunakan untuk menggolongkan beratnya hipertensi.

Setelah diagnosis ditegakkan, dilakukan pemeriksaan terhadap organ utama, terutama

pembuluh darah, jantung, otak dan ginjal.

Retina (selaput peka cahaya pada permukaan dalam bagian belakang mata) merupakan

satu-satunya bagian tubuh yang secara langsung bisa menunjukkan adanya efek dari hipertensi

terhadap arteriola (pembuluh darah kecil). Dengan anggapan bahwa perubahan yang terjadi di

125

Page 126: Darah Dan Pembuluh Darah

dalam retina mirip dengan perubahan yang terjadi di dalam pembuluh darah lainnya di dalam

tubuh, seperti ginjal.

Untuk memeriksa retina, digunakan suatu oftalmoskop. Dengan menentukan derajat

kerusakan retina (retinopati), maka bisa ditentukan beratnya hipertensi.

Perubahan di dalam jantung, terutama pembesaran jantung, bisa ditemukan pada

elektrokardiografi (EKG) dan foto rontgen dada. Pada stadium awal, perubahan tersebut bisa

ditemukan melalui pemeriksaan ekokardiografi (pemeriksaan dengan gelombang ultrasonik

untuk menggambarkan keadaan jantung).

Bunyi jantung yang abnormal (disebut bunyi jantung keempat), bisa didengar melalui

stetoskop dan merupakan perubahan jantung paling awal yang terjadi akibat tekanan darah

tinggi.

Petunjuk awal adanya kerusakan ginjal bisa diketahui terutama melalui pemeriksaan air

kemih.

Adanya sel darah dan albumin (sejenis protein) dalam air kemih bisa merupakan petunjuk

terjadinya kerusakan ginjal.

Pemeriksaan untuk menentukan penyebab dari hipertensi terutama dilakukan pada

penderita usia muda. Pemeriksaan ini bisa berupa rontgen dan radioisotop ginjal, rontgen dada

serta pemeriksaan darah dan air kemih untuk hormon tertentu.

Untuk menemukan adanya kelainan ginjal, ditanyakan mengenai riwayat kelainan ginjal

sebelumnya.

Sebuah stetoskop ditempelkan diatas perut untuk mendengarkan adanya bruit (suara yang

terjadi karena darah mengalir melalui arteri yang menuju ke ginjal, yang mengalami

penyempitan). Dilakukan analisa air kemih dan rontgen atau USG ginjal.

Jika penyebabnya adalah feokromositoma, maka di dalam air kemih bisa ditemukan adanya

bahan-bahan hasil penguraian hormon epinefrin dan norepinefrin. Biasanya hormon tersebut juga

menyebabkan gejala sakit kepala, kecemasan, palpitasi (jantung berdebar-debar), keringat yang

berlebihan, tremor (gemetar) dan pucat.

Penyebab lainnya bisa ditemukan melalui pemeriksaan rutin tertentu. Misalnya mengukur kadar

kalium dalam darah bisa membantu menemukan adanya hiperaldosteronisme dan mengukur

tekanan darah pada kedua lengan dan tungkai bisa membantu menemukan adanya koartasio

aorta.

126

Page 127: Darah Dan Pembuluh Darah

Pengobatan:

Hipertensi esensial tidak dapat diobati tetapi dapat diberikan pengobatan untuk mencegah

terjadinya komplikasi.

Langkah awal biasanya adalah merubah pola hidup penderita:

1. Penderita hipertensi yang mengalami kelebihan berat badan dianjurkan untuk

menurunkan berat badannya sampai batas ideal.

2. Merubah pola makan pada penderita diabetes, kegemukan atau kadar kolesterol darah

tinggi. Mengurangi pemakaian garam sampai kurang dari 2,3 gram natrium atau 6 gram

natrium klorida setiap harinya (disertai dengan asupan kalsium, magnesium dan kalium

yang cukup) dan mengurangi alkohol.

3. Olah raga aerobik yang tidak terlalu berat. Penderita hipertensi esensial tidak perlu

membatasi aktivitasnya selama tekanan darahnya terkendali.

4. Berhenti merokok.

Pemberian Obat-Obatan:

1. Diuretik thiazide biasanya merupakan obat pertama yang diberikan untuk mengobati

hipertensi. Diuretik membantu ginjal membuang garam dan air, yang akan mengurangi

volume cairan di seluruh tubuh sehingga menurunkan tekanan darah. Diuretik juga

menyebabkan pelebaran pembuluh darah. Diuretik menyebabkan hilangnya kalium

melalui air kemih, sehingga kadang diberikan tambahan kalium atau obat penahan

kalium. Diuretik sangat efektif pada:

orang kulit hitam

lanjut usia

kegemukan

penderita gagal jantung atau penyakit ginjal menahun

127

Page 128: Darah Dan Pembuluh Darah

2. Penghambat adrenergik merupakan sekelompok obat yang terdiri dari alfa-blocker,

beta-blocker dan alfa-beta-blocker labetalol, yang menghambat efek sistem saraf

simpatis. Sistem saraf simpatis adalah sistem saraf yang dengan segera akan memberikan

respon terhadap stres, dengan cara meningkatkan tekanan darah. Yang paling sering

digunakan adalah beta-blocker, yang efektif diberikan kepada:

penderita usia muda

penderita yang pernah mengalami serangan jantung

penderita dengan denyut jantung yang cepat

angina pektoris (nyeri dada)

sakit kepala migren.

3. Angiotensin converting enzyme inhibitor (ACE-inhibitor) menyebabkan penurunan

tekanan darah dengan cara melebarkan arteri. Obat ini efektif diberikan kepada:

orang kulit putih

usia muda

penderita gagal jantung

penderita dengan protein dalam air kemihnya yang disebabkan oleh penyakit

ginjal menahun atau penyakit ginjal diabetik

pria yang menderita impotensi sebagai efek samping dari obat yang lain.

4. Angiotensin-II-bloker menyebabkan penurunan tekanan darah dengan suatu mekanisme

yang mirip dengan ACE-inhibitor.

5. Antagonis kalsium menyebabkan melebarnya pembuluh darah dengan mekanisme yang

benar-benar berbeda. Sangat efektif diberikan kepada:

orang kulit hitam

lanjut usia

penderita angina pektoris (nyeri dada)

denyut jantung yang cepat

sakit kepala migren.

128

Page 129: Darah Dan Pembuluh Darah

6. Vasodilator langsung menyebabkan melebarnya pembuluh darah.

Obat dari golongan ini hampir selalu digunakan sebagai tambahan terhadap obat anti-

hipertensi lainnya.

7. Kedaruratan hipertensi (misalnya hipertensi maligna) memerlukan obat yang

menurunkan tekanan darah tinggi dengan segera. Beberapa obat bisa menurunkan

tekanan darah dengan cepat dan sebagian besar diberikan secara intravena (melalui

pembuluh darah):

diazoxide

nitroprusside

nitroglycerin

labetalol.

Nifedipine merupakan kalsium antagonis dengan kerja yang sangat cepat dan bisa

diberikan per-oral (ditelan), tetapi obat ini bisa menyebabkan hipotensi, sehingga

pemberiannya harus diawasi secara ketat.

Pengelolaan Hipertensi Sekunder:

Pengobatan hipertensi sekunder tergantung kepada penyebabnya. Mengatasi penyakit

ginjal kadang dapat mengembalikan tekanan darah ke normal atau paling tidak menurunkan

tekanan darah.

Penyempitan arteri bisa diatasi dengan memasukkan selang yang pada ujungnya

terpasang balon dan mengembangkan balon tersebut. Atau bisa dilakukan pembedahan untuk

membuat jalan pintas (operasi bypass).

Tumor yang menyebabkan hipertensi (misalnya feokromositoma) biasanya diangkat

melalui pembedahan.

3.3.4 Stroke

Definisi:

Definisi stroke menurut World Health Organization (WHO) adalah tanda-tanda klinis

yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global), dengan gejala-gejala

129

Page 130: Darah Dan Pembuluh Darah

yang berlangsung selama 24 jam atau lebih, dapat menyebabkan kematian, tanpa

adanyapenyebab lain selain vaskuler.

Klasifikasi:

Stroke diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Berdasarkan kelainan patologis

a. Stroke hemoragik

1) Perdarahan intra serebral

2) Perdarahan ekstra serebral (subarakhnoid)

b. Stroke non-hemoragik (stroke iskemik, infark otak, penyumbatan)

1) Stroke akibat trombosis serebri

2) Emboli serebri

3) Hipoperfusi sistemik

2. Berdasarkan waktu terjadinya

1) Transient Ischemic Attack (TIA)

2) Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND)

3) Stroke In Evolution (SIE) / Progressing Stroke

4) Completed stroke

3. Berdasarkan lokasi lesi vaskuler

1) Sistem karotis

a. Motorik : hemiparese kontralateral, disartria

b. Sensorik : hemihipestesi kontralateral, parestesia

c. Gangguan visual : hemianopsia homonim kontralateral, amaurosis fugaks

d. Gangguan fungsi luhur : afasia, agnosia

2) Sistem vertebrobasiler

a. Motorik : hemiparese alternans, disartria

b. Sensorik : hemihipestesi alternans, parestesia

c. Gangguan lain : gangguan keseimbangan, vertigo, diplopia

130

Page 131: Darah Dan Pembuluh Darah

Stroke Hemoragik:

Pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan keluarnya darah ke jaringan parenkim otak,

ruang cairan serebrospinalis disekitar otak atau kombinasi keduanya. Perdarahan tersebut

menyebabkan gangguan serabut saraf otak melalui penekanan struktur otak dan juga oleh

hematom yang menyebabkan iskemia pada jaringan sekitarnya. Peningkatan tekanan intracranial

pada gilirannya akan menimbulkan herniasi jaringan otak dan menekan batang otak.

Etiologi :

1) Perdarahan intraserebral

Perdarahan intraserebral ditemukan pada 10% dari seluruh kasus stroke, terdiri dari 80% di

hemisfer otak dan sisanya di batang otak dan serebelum.

Gejala klinis :

· Onset perdarahan bersifat mendadak, terutama sewaktu melakukan aktivitas dan dapat

didahului oleh gejala prodromal berupa peningkatan tekanan darah yaitu nyeri kepala, mual,

muntah, gangguan memori, bingung, perdarhan retina, dan epistaksis.

· Penurunan kesadaran yang berat sampai koma disertai hemiplegia/hemiparese dan dapat

disertai kejang fokal / umum.

· Tanda-tanda penekanan batang otak, gejala pupil unilateral, refleks pergerakan bola mata

menghilang dan deserebrasi.

· Dapat dijumpai tanda-tanda tekanan tinggi intrakranial (TTIK), misalnya papiledema dan

perdarahan subhialoid.

2) Perdarahan subarakhnoid

Perdarahan subarakhnoid adalah suatu keadaan dimana terjadi perdarahan di ruang subarachnoid

yang timbul secara primer.

Gejala klinis :

· Onset penyakit berupa nyeri kepala mendadak seperti meledak, dramatis, berlangsung dalam 1-

2 detik sampai 1 menit.

· Vertigo, mual, muntah, banyak keringat, mengigil, mudah terangsang, gelisah dan kejang.

131

Page 132: Darah Dan Pembuluh Darah

· Dapat ditemukan penurunan kesadaran dan kemudian sadar dalam beberapa menit sampai

beberapa jam.

· Dijumpai gejala-gejala rangsang meningen

· Perdarahan retina berupa perdarahan subhialid merupakan gejala karakteristik perdarahan

subarakhnoid.

· Gangguan fungsi otonom berupa bradikardi atau takikardi, hipotensi atau hipertensi, banyak

keringat, suhu badan meningkat, atau gangguan pernafasan.

2. Stroke Non-Hemoragik (Stroke Iskemik, Infark Otak, Penyumbatan)

Iskemia jaringan otak timbul akibat sumbatan pada pembuluh darah serviko-kranial atau

hipoperfusi jaringan otak oleh berbagai faktor seperti aterotrombosis, emboli, atau

ketidakstabilan hemodinamik.

Aterotrombosis  terjadi  pada arteri-arteri  besar dari  daerah kepala dan  leher dan dapat  juga 

mengenai   pembuluh   arteri   kecil   atau   percabangannya.   Trombus   yang   terlokalisasi   terjadi   akibat 

penyempitan pembuluh darah oleh plak aterosklerotik sehingga menghalangi aliran darah pada bagian 

distal dari lokasi penyumbatan. Gejala neurologis yang muncul tergantung pada lokasi pembuluh darah 

otak yang terkena.

Perbedaan Stroke Hemoragik dan Non Hemoragik

Gejala klinis PIS PSA Non hemoragik

Defisit fokal Berat Ringan Berat ringan

Onset Menit/jam 1-2 menit Pelan (jam/hari)

Nyeri kepala Hebat Sangat hebat Ringan

Muntah pada awalnya Sering Sering

Tidak, kec lesi di

batang otak

Hipertensi

Hampir

selalu Biasanya tidak Sering kali

Penurunan kesadaran Ada Ada Tidak ada

Kaku kuduk Jarang Ada Tidak ada

Hemiparesis

Sering dari

awal

Permulaan tidak

ada Sering dari awal

Gangguan bicara Bisa ada Jarang Sering

132

Page 133: Darah Dan Pembuluh Darah

Likuor Berdarah Berdarah Jernih

Paresis/gangguan N III Tidak ada Bisa ada Tidak ada

Patologi

1.      Trombosis (penyakit trombo - oklusif) merupakan penyebab stroke yang paling sering.

Arteriosclerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah penyebab utama trombosis

selebral. Tanda-tanda trombosis serebral bervariasi, sakit kepala adalah awitan yang tidak

umum. Beberapa pasien mengalami pusing, perubahan kognitif atau kejang dan beberapa awitan

umum lainnya. Secara umum trombosis serebral tidak terjadi secara tiba-tiba, dan kehilangan

bicara sementara, hemiplegia atau parestesia pada setengah tubuh dapat mendahului awitan

paralysis berat pada beberapa jam atau hari.

Proses aterosklerosis ditandai oleh plak berlemak pada pada lapisan intima arteria besar. Bagian

intima arteria sereberi menjadi tipis dan berserabut, sedangkan sel–sel ototnya menghilang.

Lamina elastika interna robek dan berjumbai, sehingga lumen pembuluh sebagian terisi oleh

materi sklerotik tersebut. Plak cenderung terbentuk pada percabangan atau tempat–tempat yang

melengkung. Trombi juga dikaitkan dengan tempat – tempat khusus tersebut. Pembuluh–

pembuluh darah yang mempunyai resiko dalam urutan yang makin jarang adalah sebagai berikut:

arteria karotis interna, vertebralis bagian atas dan basilaris bawah. Hilangnya intima akan

membuat jaringan ikat terpapar. Trombosit menempel pada permukaan yang terbuka sehingga

permukaan dinding pembuluh darah menjadi kasar. Trombosit akan melepasakan enzim,

adenosin difosfat yang mengawali mekanisme koagulasi. Sumbat fibrinotrombosit dapat terlepas

dan membentuk emboli, atau dapat tetap tinggal di tempat dan akhirnya seluruh arteria itu akan

tersumbat dengan sempurna.

2.      Embolisme. Penderita embolisme biasanya lebih muda dibanding dengan penderita

trombosis. Kebanyakan emboli serebri berasal dari suatu trombus dalam jantung, sehingga

masalah yang dihadapi sebenarnya adalah perwujudan dari penyakit jantung.  Setiap bagian otak

dapat mengalami embolisme, tetapi embolus biasanya embolus akan menyumbat bagian – bagian

yang sempit.. tempat yang paling sering terserang embolus sereberi adalah arteria sereberi media,

terutama bagian atas.

133

Page 134: Darah Dan Pembuluh Darah

3.      Perdarahan serebri : perdarahan serebri termasuk urutan ketiga dari semua penyebab utama

kasus GPDO (Gangguan Pembuluh Darah Otak) dan merupakan sepersepuluh dari semua kasus

penyakit ini. Perdarahan intrakranial biasanya disebabkan oleh ruptura arteri serebri.

Ekstravasasi darah terjadi di daerah otak dan /atau subaraknoid, sehingga jaringan yang terletak

di dekatnya akan tergeser dan tertekan. Darah ini mengiritasi jaringan otak, sehingga

mengakibatkan vasospasme pada arteria di sekitar perdarahan. Spasme ini dapat menyebar ke

seluruh hemisper otak dan sirkulus wilisi. Bekuan darah yang semula lunak menyerupai selai

merah akhirnya akan larut dan mengecil. Dipandang dari sudut histologis otak yang terletak di

sekitar tempat bekuan dapat membengkak dan mengalami nekrosis.

Penatalaksanaan:

Jika mengalami serangan stroke, segera dilakukan pemeriksaan untuk menentukan

apakah penyebabnya bekuan darah atau perdarahan yang tidak bisa diatasi dengan obat

penghancur bekuan darah. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa kelumpuhan dan gejala

lainnya bisa dicegah atau dipulihkan jika recombinant tissue plasminogen activator (RTPA)

atau streptokinase yang berfungsi menghancurkan bekuan darah diberikan dalam waktu 3 jam

setelah timbulnya stroke.

Antikoagulan juga biasanya tidak diberikan kepada penderita tekanan darah tinggi dan

tidak pernah diberikan kepada penderita dengan perdarahan otak karena akan menambah risiko

terjadinya perdarahan ke dalam otak.

Penderita stroke biasanya diberikan oksigen dan dipasang infus untuk memasukkan

cairan dan zat makanan. Pada stroke in evolution diberikan antikoagulan (misalnya heparin),

tetapi obat ini tidak diberikan jika telah terjadi completed stroke.

Pada completed stroke, beberapa jaringan otak telah mati. Memperbaiki aliran darah ke

daerah tersebut tidak akan dapat mengembalikan fungsinya. Karena itu biasanya tidak dilakukan

pembedahan.

Pengangkatan sumbatan pembuluh darah yang dilakukan setelah stroke ringan atau

transient ischemic attack, ternyata bisa mengurangi risiko terjadinya stroke di masa yang akan

datang. Sekitar 24,5% pasien mengalami stroke berulang.

Untuk mengurangi pembengkakan dan tekanan di dalam otak pada penderita stroke akut,

biasanya diberikan manitol atau kortikosteroid. Penderita stroke yang sangat berat mungkin

memerlukan respirator (alat bantu bernapas) untuk mempertahankan pernafasan yang adekuat.

134

Page 135: Darah Dan Pembuluh Darah

Di samping itu, perlu perhatian khusus kepada fungsi kandung kemih, saluran pencernaan dan

kulit (untuk mencegah timbulnya luka di kulit karena penekanan).

Stroke biasanya tidak berdiri sendiri, sehingga bila ada kelainan fisiologis yang menyertai

harus diobati misalnya gagal jantung, irama jantung yang tidak teratur, tekanan darah tinggi dan

infeksi paru-paru. Setelah serangan stroke, biasanya terjadi perubahan suasana hati (terutama

depresi), yang bisa diatasi dengan obat-obatan atau terapi psikis.

135