DAMPAK VARIABILITAS HUJAN DAN KONVERSI LAHAN …

12
11 Dampak Variabilitas Hujan ... (Marganingrum, et al) DAMPAK VARIABILITAS HUJAN DAN KONVERSI LAHAN TERHADAP SENSITIFITAS DEBIT ALIRAN SUNGAI CITARUM Rainfall Variability and Landuse Conversion Impacts To Sensitivity of Citarum River Flow Dyah Marganingrum 1) , Arwin 2) , Dwina Roosmini 2) , dan Pradono 3) 1) Puslit Geoteknologi-LIPI 2) KK Teknologi Pengelolaan Lingkungan-Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan ITB 3) KK Sistem Infrastruktur Wilayah dan Kota-SAPPK ITB E-mail: [email protected] ABSTRACT The objective of this study is to determine the sensitivity of Citarum river flow to climate change and land conversion. It will provide the flow information that required in the water resources sustainability. Saguling reservoir is one of the strategic reservoirs, which 75% water is coming from the inflow of Upper Citarum measured at Nanjung station. Climate variability was identified as rainfall variability. Sensitivity was calcu- lated as the elasticity value of discharge using three-variate model of statistical approach. The landuse conver- sion was calculated used GIS at 1994 and 2004. The results showed that elasticity at the Nanjung station and Saguling station decreased from 1.59 and 1.02 to 0.68 and 0.62 respectively. The decreasing accured in the before the dam was built period (1950-1980) to the after reservoirs operated periode (1986-2008). This value indicates that: 1) Citarum river flow is more sensitive to rainfall variability that recorded at Nanjung station than Saguling station, 2) rainfall character is more difficult to predict. The landuse analysis shows that forest area decrease to ± 27% and built up area increased to ± 26%. Those implied a minimum rainfall reduction to± 8% and minimum flow to ± 46%. Those were caused by land conversion and describing that the vegetation have function to maintain the baseflow for sustainable water resource infrastructure. Keywords: climate change, elasticity, statistik ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan sensitivitas aliran sungai Citarum terhadap perubahan iklim dan konversi lahan. Dengan demikian diharapkan dapat memberikan informasi kondisi aliran yang diperlukan dalam keberlanjutan sumberdaya air. Waduk Saguling merupakan salah satu waduk strategis, yang 75% air yang berasal dari masuknya Atas Citarum diukur pada stasiun Nanjung. Variabilitas iklim telah diidentifikasi sebagai variabilitas curah hujan. Sensitivity dihitung sebagai nilai elastisitas debit menggunakan model tiga-variate dari pendekatan statistik. Konversi penggunaan lahan dihitung menggunakan GIS pada tahun 1994 dan 2004. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada elastisitas stasiun Nanjung dan stasiun Saguling menurun dari 1,59 dan 1,02-0,68 dan 0,62 masing-masing. Penurunan terjadi pada perlakuan sebelum bendungan periode pembangunan (1950-1980) sampai periode operasional (1986-2008). Nilai ini menunjukkan bahwa: 1) aliran sungai Citarum lebih sensitif terhadap curah hujan variabilitas yang tercatat di stasiun Nanjung daripada stasiun Saguling, 2) karakter curah hujan lebih sulit untuk memprediksi. Analisis penggunaan lahan menunjukkan bahwa kawasan hutan penurunan ± 27% dan daerah terbangun meningkat ± 26%. Hal ini menunjukan penurunan curah hujan minimum untuk ± 8% dan aliran minimum untuk ± 46%. Kondisi ini disebabkan oleh konversi lahan dan menjelaskan bahwa vegetasi memiliki fungsi untuk mempertahankan aliran dasar untuk infrastruktur sumber daya air yang berkelanjutan. Kata kunci: perubahan iklim, elastisitas, statistik

Transcript of DAMPAK VARIABILITAS HUJAN DAN KONVERSI LAHAN …

Page 1: DAMPAK VARIABILITAS HUJAN DAN KONVERSI LAHAN …

11Dampak Variabilitas Hujan ... (Marganingrum, et al)

DAMPAK VARIABILITAS HUJAN DAN KONVERSI LAHAN TERHADAPSENSITIFITAS DEBIT ALIRAN SUNGAI CITARUM

Rainfall Variability and Landuse Conversion ImpactsTo Sensitivity of Citarum River Flow

Dyah Marganingrum1), Arwin2), Dwina Roosmini2), dan Pradono3)

1) Puslit Geoteknologi-LIPI2) KK Teknologi Pengelolaan Lingkungan-Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan ITB

3) KK Sistem Infrastruktur Wilayah dan Kota-SAPPK ITBE-mail: [email protected]

ABSTRACTThe objective of this study is to determine the sensitivity of Citarum river flow to climate change and landconversion. It will provide the flow information that required in the water resources sustainability. Sagulingreservoir is one of the strategic reservoirs, which 75% water is coming from the inflow of Upper Citarummeasured at Nanjung station. Climate variability was identified as rainfall variability. Sensitivity was calcu-lated as the elasticity value of discharge using three-variate model of statistical approach. The landuse conver-sion was calculated used GIS at 1994 and 2004. The results showed that elasticity at the Nanjung station andSaguling station decreased from 1.59 and 1.02 to 0.68 and 0.62 respectively. The decreasing accured in thebefore the dam was built period (1950-1980) to the after reservoirs operated periode (1986-2008). This valueindicates that: 1) Citarum river flow is more sensitive to rainfall variability that recorded at Nanjung stationthan Saguling station, 2) rainfall character is more difficult to predict. The landuse analysis shows that forestarea decrease to ± 27% and built up area increased to ± 26%. Those implied a minimum rainfall reductionto± 8% and minimum flow to ± 46%. Those were caused by land conversion and describing that the vegetationhave function to maintain the baseflow for sustainable water resource infrastructure.Keywords: climate change, elasticity, statistik

ABSTRAKTujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan sensitivitas aliran sungai Citarum terhadap perubahaniklim dan konversi lahan. Dengan demikian diharapkan dapat memberikan informasi kondisi aliran yangdiperlukan dalam keberlanjutan sumberdaya air. Waduk Saguling merupakan salah satu waduk strategis, yang75% air yang berasal dari masuknya Atas Citarum diukur pada stasiun Nanjung. Variabilitas iklim telahdiidentifikasi sebagai variabilitas curah hujan. Sensitivity dihitung sebagai nilai elastisitas debit menggunakanmodel tiga-variate dari pendekatan statistik. Konversi penggunaan lahan dihitung menggunakan GIS padatahun 1994 dan 2004. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada elastisitas stasiun Nanjung dan stasiunSaguling menurun dari 1,59 dan 1,02-0,68 dan 0,62 masing-masing. Penurunan terjadi pada perlakuansebelum bendungan periode pembangunan (1950-1980) sampai periode operasional (1986-2008). Nilai inimenunjukkan bahwa: 1) aliran sungai Citarum lebih sensitif terhadap curah hujan variabilitas yang tercatat distasiun Nanjung daripada stasiun Saguling, 2) karakter curah hujan lebih sulit untuk memprediksi. Analisispenggunaan lahan menunjukkan bahwa kawasan hutan penurunan ± 27% dan daerah terbangun meningkat± 26%. Hal ini menunjukan penurunan curah hujan minimum untuk ± 8% dan aliran minimum untuk ±46%. Kondisi ini disebabkan oleh konversi lahan dan menjelaskan bahwa vegetasi memiliki fungsi untukmempertahankan aliran dasar untuk infrastruktur sumber daya air yang berkelanjutan.Kata kunci: perubahan iklim, elastisitas, statistik

Page 2: DAMPAK VARIABILITAS HUJAN DAN KONVERSI LAHAN …

Forum Geografi, Vol. 27, No. 1, Juli 2013: 11 - 2212

PENDAHULUAN

Input utama sumber air di suatu DaerahAliran Sungai (DAS) adalah curah hujan.Curah hujan menjadi sumber air dalambentuk air tanah, mata air, sungai, danauatau waduk, dipengaruhi oleh karakteristikDAS (watershed properties). Selain pengguna-an lahan, variabel DAS lainnya relatif tetap(seperti sifat geologi atau tanah, topografidan kemiringan lereng) (Suripin, 2004;Arwin, 2008). Perubahan variabelpenggunaan lahan akan menentukankuantitas dan kualitas sumber air,khususnya air permukaan. Studi yangmengkaji pendayagunaan sumber airpermukaan cukup beralasan sesuai denganamanat yang tertulis pada pasal 26 (5) UUNo.7/2004. Peraturan tersebut mengata-kan bahwa pendayagunaan sumberdaya airdidasarkan pada keterkaitan antara airhujan, air tanah, dan air permukaan denganmengutamakan pendayagunaan airpermukaan.

Mengetahui dampak variabilitas hujan dankonversi lahan terhadap debit aliran Sungaisangat penting untuk menjaminkeberlanjutan sumber air. Curah hujan (P)adalah variabel acak. Hujan yangberkarakter acak akan menjadi debit alirandengan sifat yang acak pula, (meskipunhujan relatif lebih independent daripadadebit). Karena hujan dan debit merupakanvariabel acak, maka instrumen statistikdapat digunakan untuk mengetahuiperubahan perilakunya (Arwin dkk, 2002;Koutsoyiannis, 2008; Liu dan Cui, 2009).Apabila curah hujan yang jatuh kepermukaan bumi dengan pola penggunaanlahan yang tetap (fix variable) maka debitaliran akan mengikuti pola curah hujan.Namun apabila guna lahannya berubahmaka debit aliran (Q) akan semakin inde-pendent, baik secara kuantitas maupunkualitas (Arwin, 2009; Anna, et al., 2011).Perubahan guna lahan dapat diketahui dari

analisis peta penggunaan lahan padaperiode yang berbeda. Pada umumnyadigunakan perbedaan periode minimum 10tahun untuk menunjukkan perbedaan yangsignifikan dalam perubahan guna lahan.

Lokasi studi dilakukan di CekunganBandung. Kawasan ini menjadi salah satukawasan strategis nasional (KSN) denganfokus pengembangan ekonomi nasional [PPNo. 26/2008]. Hulu DAS Citarummerupakan kawasan utama CekunganBandung dengan catchment area (daerahtangkapan) ± 1717 km2 dari 2283 km2 luastotal Cekungan Bandung (NUDS, 1985).Secara administratif, KSN CekunganBandung meliputi lima daerah otonomi,yaitu Kabupaten Bandung, KabupatenBandung Barat, Kota Bandung, KotaCimahi, dan tiga kecamatan di KabupatenSumedang. Gambar 1 adalah batasan lokasistudi dengan distribusi pos hujan dan posdebit yang digunakan untuk analisis dalamstudi ini.

Pengembangan kawasan CekunganBandung sebagai Kawasan StrategisNasional (KSN) yang bertumpu padapeningkatan ekonomi, menyebabkankawasan ini mengalami eksploitasi lahan.Salah satu bentuk implikasinya adalahberkurangnya daerah resapan air (rechargearea/RA). Sebagian daerah RA di kawasanCekungan Bandung telah beralih fungsimenjadi permukiman dan kawasan industriakibat tekanan populasi dan aktivitasproduksi di kawasan ini (Wangsaatmaja,2004). Eksploitasi lahan telah menyebab-kan gangguan terhadap keseimbangankomponen utama hidrologi (hujan dandebit). Pengelolaan DAS yang kurangmemperhatikan integrasi antara aspek lahandan air menjadi salah satu akar permasalah-an di kawasan ini (Pribadi dan Oktavia,2007).

Dengan demikian ada dua faktor utama

Page 3: DAMPAK VARIABILITAS HUJAN DAN KONVERSI LAHAN …

13Dampak Variabilitas Hujan ... (Marganingrum, et al)

yang perlu diperhatikan dalam pendaya-gunaan sumber air permukaan, yaituvariabilitas hujan dan konversi lahan.Analisis perubahan debit aliran menjadipenting dalam menjamin keandalansumber air serta keberlanjutan infrastruktursumberdaya air. Salah satu infrastruktursumberdaya air yang berfungsi strategis dilokasi studi ini adalah Waduk Saguling.Waduk ini merupakan pemasok utamaenergi listrik pada jaringan listrik Jawa-Balikarena memiliki LFC (Load FrequencyControll). Input utama Waduk Sagulingberasal dari Hulu DAS Citarum. Inputtersebut terukur di pos pencatatan debitNanjung yang meliputi 75% dari total in-

flow Waduk Saguling (Hart and Djuangsih,2002).

Waduk Saguling dibangun sebagai wadukfungsi tunggal (single purpose). Namunkarena laju kebutuhan air baku di KSNCekungan Bandung semakin meningkat,maka transformasi fungsi tunggal menjadimultisektor perlu dikaji lebih lanjut. Olehkarena itu perlu dilakukan analisis danevaluasi debit aliran sungai Citarum(khususnya yang terukur di Pos Nanjungdan pos Saguling) akibat pengar uhvariabilitas hujan dan konversi lahan. Nilaipositif dari hasil studi ini ditujukan untukmempersiapkan langkah mitigasi dan

Sumber: hasil analisisGambar 1. Lokasi Studi Cekungan Bandung

Page 4: DAMPAK VARIABILITAS HUJAN DAN KONVERSI LAHAN …

Forum Geografi, Vol. 27, No. 1, Juli 2013: 11 - 2214

adaptasi guna menjaga keandalan sumberair di KSN Cekungan Bandung, khususnyakeberlanjutan infrastruktur WadukSaguling.

METODE PENELITIAN

Hujan dan debit merupakan variabel acak.Oleh karena itu kecenderungan atau trenddata historikalnya dapat dianalisis denganinstrumen statistik. Untuk menggambar-kan trend dari suatu time serries data dapatdilakukan transformasi rata-rata waktu,seperti metode Moving Average (rata-ratabergerak) (Koutsoyiannis, 2008). Trenddianalisis pada dua periode yang berbeda.Tahun 1950-1980 menggambarkan periodesebelum Waduk Saguling dibangun. Dantahun 1986-2008 menggambarkan periodesetelah Waduk Saguling dioperasikan.

Kecenderungan atau trend dari data hujandan debit hanya menggambarkan keduakomponen hidrologi tersebut secaraterpisah. Sedangkan untuk mengetahuihubungan antara kedua komponen P-Qtersebut dilakukan dengan analisissensitivitas P-Q. Tinggi rendahnyasensitivitas debit terhadap variabilitashujan ditentukan berdasarkan nilaielastisitas P-Q. Nilai elastisitas debit sungaiterhadap variabilitas hujan didefinisikansebagai perubahan debit sungai yangproporsional terhadap perubahan curahhujan yang dalam studi ini menggunakanvariabel hujan wilayah rata-rata. Hujanwilayah rata-rata dalam studi ini dihitungmenggunakan metode Poligon Thiessen.

Nilai elastisitas P-Q dirumuskan dalampersamaan berikut (Schaake, 1990;Sankarasubramanian et al, 2001; Liu danCui, 2009):

QP

dP dQ

dP/PdQ/QQPε 3p --------------- (1)

Sankarasubramanian et al (2001) menerap-kan persamaan (1) pada nilai rata-rata curahhujan (variabel iklim) yang dapat dianggapsebagai ukuran untuk membandingkanrespon debit aliran terhadap perubahaniklim. Sehingga persamaan (1) dapat dituliskembali sebagai berikut:

µ µ

dPdQµ,µε

Q

PQPP ------------------- (2)

Persamaan (1) menggambarkan intrinsicproperty of catchment (Chiew, 2006). Untukmengestimasi nilai ep pada persamaan (1),dapat dilakukan dengan dua pendekatan(Sankarasubramanian et al, 2001):1. Menggunakan pendekatan nonpara-

meter alami (the natural nonparametric ap-proach) dengan persamaan sebagaiberikut :

QP

PPQQmedian ε

t

tP ---------- (3)

2. Menggunakan model tiga variat (tri-variate model) sebagai estimatorkedua, dengan persamaan sebagaiberikut :

P

QPQ,P C

C ρε --------------------- (4)

Dimana : Q,P adalah koefisien korelasiantara Q dan P, sedangkan CQ dan CPmasing-masing adalah koefisien variasiQ dan P.

Nilai elastisitas (e) dan korelasi () P-Qmenjadi salah satu pertimbangan utamadalam pengelolaan sumberdaya air,berkaitan dengan perhitungan ketersediaanair yang berkelanjutan.

Nilai hujan dalam perhitungan diatasditentukan berdasarkan nilai hujan rata-ratawilayah di Cekungan Bandung. Perhitungan

Page 5: DAMPAK VARIABILITAS HUJAN DAN KONVERSI LAHAN …

15Dampak Variabilitas Hujan ... (Marganingrum, et al)

hujan rata-rata wilayah menggunakanmetode pendekatan polygon Thiessen daribeberapa stasiun hujan yang terdistribusimerata di Cekungan Bandung. Periodetahun 1950-1980 menggunakan 18 poshujan sementara pada periode tahun 1986-2008 menggunakan 8 pos hujan. Perbedaanjumlah pos hujan tersebut dipengaruhi olehketersediaan serial data historikal darimasing-masing pos hujan yang disesuaikandengan ketersediaan seri historikal datadebit, baik di pos Nanjung maupun posSaguling. Pos debit Nanjung mewakili DASCitarum Hulu, sementara pos debitSaguling mewakili Waduk Saguling yangmerupakan muara aliran DAS CitarumHulu.

Sementara pengaruh konversi lahandilakukan dengan analisis perubahan gunalahan periode 1994 dan 2004 (10 tahun)dikaitkan dengan perubahan data hujandan debit harian minimum pada keduatahun tersebut.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Di Indonesia terdapat tiga pola hujan, yaitutipe Moonsun, Equatorial, dan Lokal(Tjasyono, 2004). Hasil analisis curah

hujan wilayah di Cekungan Bandungmenunjukkan pola hujan tipe Moonsundengan satu puncak hujan pada bulanMaret (Gambar 2). Rata-rata hujan bulananmengalami penurunan setelah WadukSaguling beroperasi. Rata-rata hujanbulanan pada periode 1950-1980 (sebelumWaduk Saguling beroperasi) sebesar 182mm/bulan. Namun setelah Waduk Sagulingberoperasi (periode 1986-2008), rata-ratahujan bulanan turun menjadi 139 mm/bulan. Perubahan nilai rata-rata adalahsalah satu indikator adanya variabilitas atauketidakpastian hujan (Arwin, 2009).

Variabilitas hujan yang jatuh pada sebuahDAS akan berpengaruh pada debit aliran.Meskipun sifat dependensinya lebih tinggidari hujan, data debit juga merupakanvariabel acak. Oleh karena itu, pendekatanstatistik juga dapat digunakan untukmengetahui trend atau sensibilitasnya(Arwin, 1993; Arwin dkk., 2002;Koutsoyiannis, 2008). Sensibilitas (polasuksesif) debit sangat diperlukan dalamperencanaan infrastruktur sumberdaya air.Gambar 3 menunjukkan bahwa metodemoving average dengan 10 periode yangmenggambarkan ekstrimitas debit di posNanjung sebagai inflow utama WadukSaguling.

Sumber: hasil analisisGambar 2. Hujan Rata-Rata Wilayah Cekungan pada Dua Periode yang Berbeda

[Periode Sebelum Waduk Saguling Dibangun (a) dan Periode Setelah Waduk SagulingBeroperasi (b)]

Page 6: DAMPAK VARIABILITAS HUJAN DAN KONVERSI LAHAN …

Forum Geografi, Vol. 27, No. 1, Juli 2013: 11 - 2216

Ekstrimitas debit ditunjukkan dari adanyaperbedaan yang makin ekstrim antara debitminimum dan debit maksimum. Debitharian minimum di pos Nanjung semakinturun sebaliknya debit harian maksimum-nya semakin tinggi. Analisis debit rencanaminimum-maksimum (kering-basah) sangatpenting dalam perencanaan dan evaluasiinfrastruktur sumberdaya air.

Hujan (P) dan debit (Q) merupakan duakomponen utama dalam siklus hidrologiyang menjadi variabel penentu sekaliguspembatas dalam pembangunan. Isu

Sumber: hasil analisisGambar 3. Debit Suksesif di Pos Nanjung Periode 1974-2006 dengan Moving Average

10 Tahun

perubahan iklim akhir-akhir ini tentu akanmemberikan pengaruh terhadap pola hujandan debit di lokasi studi. Untuk mengetahuihubungan antara P dan Q dilakukan analisissensitivitas P-Q.

Gambar 4 memperlihatkan hasil per-hitungan sensitivitas debit aliran SungaiCitarum menggunakan model tiga variat(Lui dan Cui, 2009). Tingkat sensitivitasdihitung sebagai nilai elastisitas debitterhadap rata-rata curah hujan wilayahCekungan Bandung. Perbandingan dilaku-kan pada debit terukur di pos Nanjung dan

Sumber: hasil analisisGambar 4. Nilai Elastisitas Debit Terukur di Pos Nanjung dan Pos Saguling terhadap

Variabilitas Curah Hujan di Cekungan Bandung: (a) LagTime = Nol Bulan dan(b) LagTime = Satu Bulan

(a) (b)

(debit minimum-m3/dt) (debit minimum-m3/dt)

Page 7: DAMPAK VARIABILITAS HUJAN DAN KONVERSI LAHAN …

17Dampak Variabilitas Hujan ... (Marganingrum, et al)

Pos Saguling, masing-masing sebagai posprimer dan pos sekunder. Sebagai inflowutama, debit terukur di Pos Nanjungmemberikan pengaruh besar terhadapfluktuasi debit di Waduk Saguling.

Perhitungan stastistik dilakukan dengandua versi. Versi pertama (Gambar 4a)menggunakan lagtime nol bulan. Artinyakorelasi dilakukan antara data debit dandata hujan pada bulan dan tahun yangsama. Versi kedua (Gambar 4b) mengguna-kan lagtime satu bulan, artinya korelasidilakukan antara data curah hujan pada tbulan dengan data debit pada t+1 (satubulan berikutnya). Dua skenario tersebutdilakukan atas dasar bahwa hujan yangjatuh menjadi limpasan terbagi atas directrunoff dan baseflow. Skenario 1 diterapkanpada DAS yang kecil dimana baseflow dapatdiabaikan. Sedangkan skenario 2 diterap-kan untuk DAS yang lebih besar dimanaperanan baseflow sangat signifikan (Arwin2002).

Korelasi dilakukan setelah menyamakansatuan debit dan hujan dalam bentuk vol-

ume (m3/tahun). Varabel hujan dikalikandengan luasan DAS (2283 Km2). Hasilperhitungan nilai elastisitas debit-hujandapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2,masing-masing menggunakan lagtime nolbulan dan satu bulan.

Hasil perhitungan dengan dua versi menunjuk-kan fenomena bahwa pembangunaninfrastruktur Waduk Saguling dapat me-nurunkan sensitivitas debit terhadap per-ubahan iklim. Fenomena tersebut terlihatpada penurunan nilai elastisitas debitterhadap perubahan iklim, baik di posNanjung maupun pos Saguling yang cukupsignifikan (masing-masing ±60% dan±30%). Sehingga dapat dikatakan bahwapembangunan Waduk Saguling dapatmeredam pengaruh variabilitas atauperubahan iklim yang terjadi di kawasanCekungan Bandung.

Dari Gambar 4 terlihat bahwa sebelumWaduk Saguling dibangun (1950-1980),nilai elastisitas debit lebih dari 1 (e >1),baik yang terukur di pos Nanjung maupunSaguling. Nilai tersebut menunjukkan

Tabel 1. Perhitungan Elastisitas Debit-Hujan (Lagtime Nol Bulan)

Sumber: hasil analisis

1950-1980 : Sebelum Waduk Saguling dibangun Q-N Q-S P-Wil

Rata-rata 1819 2659 4977 Standard deviasi 823 836 1005 Koefisien Variansi 0.45 0.31 0.20 Nilai korelasi, r 0.71 0.65 Elastisitas 1.59 1.02

1986-2008: Setelah Waduk Saguling dioperasikan Q-N Q-S P-Wil

Rata-rata 2236 2840 3818 Stdandard deviasi 458 613 693 Koefisien Variansi 0.20 0.22 0.18 Nilai korelasi, r 0.56 0.58 Elastisitas 0.63 0.69

Page 8: DAMPAK VARIABILITAS HUJAN DAN KONVERSI LAHAN …

Forum Geografi, Vol. 27, No. 1, Juli 2013: 11 - 2218

bahwa perubahan iklim di CekunganBandung sangat mempengaruhi kondisialiran di Cekungan Bandung pada periodetersebut. Hal ini tentunya akan memberi-kan ancaman bagi keberlanjutan infra-struktur sumberdaya air di kawasan ini.Perubahan debit aliran tersebut menginisiasiperlunya melakukan evaluasi terhadapdebit rencana pada infrastrukur sumber-daya air, termasuk waduk. Hal ini tertuangdalam PP No. 37 Tahun 2010 tentangBendungan.

Setelah Waduk Saguling dioperasikan, nilaielastisitas debit terhadap perubahan iklimturun hingga kurang dari 1. Nilai tersebutmenunjukkan kondisi bahwa debit di posNanjung maupun di pos Saguling tidakterlalu sensitif terhadap perubahan iklimyang terjadi di Cekungan Bandung. Dengandemikian dapat dikatakan bahwa fungsiwaduk selain sebagai penyimpan air, jugamampu meredam pengaruh perubahaniklim. Hal ini tentu dapat menjadi salahsatu alasan yang menangkal bahwapembangunan waduk selalu membawa

permasalahan. Permasalahan sosial akanterjadi manakala komunikasi antarapengelola (dalam hal ini Pemerintah danswasta) dan masyarakat sekitar tidak ber-langsung dengan baik. Di kawasan perkotaan,seperti KSN Cekungan Bandung denganpertumbuhan penduduk yang tinggi,ketergantungan terhadap waduk sebagaisumber air baku sangatlah krusial.

Salah satu dampak dari laju pertumbuhanpenduduk adalah eksploitasi lahan.Konversi lahan secara suksesif menjadipemicu terjadinya ekstrimitas debit danhujan di lokasi studi. Perubahan tutupanlahan, dari hutan berturut-turut menjadibudidaya, permukiman pedesaan dan ur-ban berdampak semakin besarnya debitlimpasan. Tutupan lahan bervegetasi diDAS Citarum Hulu turun sebesar ± 10%selama kurun waktu 10 tahun yaitu tahun1994-2004 (Gambar 5 dan Gambar 6).Selain sebagai indikator penurunan kualitasDAS, perubahan tutupan lahan tentu sajamempengaruhi perubahan iklim dalamskala mikro maupun meso.

1950-1980 : Sebelum Waduk Saguling Dibangun Q-N Q-S P-Wil

Rata-rata 1801 2675 4977 Stdandard deviasi 752 878 1005 Koefisien Variansi 0.42 0.33 0.20 Nilai korelasi, r 0.75 0.67 Elastisitas 1.55 1.09

1986-2008: Setelah Waduk Saguling Dioperasikan Q-N Q-S P-Wil

Rata-rata 2232 2833 3818 Stdandard deviasi 510 677 693 Koefisien Variansi 0.23 0.24 0.18 Nilai korelasi, r 0.54 0.57 Elastisitas 0.68 0.75

Sumber: hasil analisis

Tabel 2. Perhitungan Elastisitas Debit-Hujan (Lagtime Satu Bulan)

Page 9: DAMPAK VARIABILITAS HUJAN DAN KONVERSI LAHAN …

19Dampak Variabilitas Hujan ... (Marganingrum, et al)

Sumber: hasil analisisGambar 5. Perubahan Guna Lahan di Das Citarum Hulu (1994-2004)

Keterangan:

Sumber: hasil analisisGambar 6. Persentase perubahan guna lahan di DAS Citarum Hulu (1994-2004)

Page 10: DAMPAK VARIABILITAS HUJAN DAN KONVERSI LAHAN …

Forum Geografi, Vol. 27, No. 1, Juli 2013: 11 - 2220

Peranan vegetasi di suatu lokasi adalahmeningkatkan indeks konservasi karenarekahan atau pori-pori tanah akan me-ningkatkan porositas, dan meningkatkaninfiltrasi karena ruang tanah melebarsehingga dapat menampung banyak air danmengurangi limpasan. Tabel 3 menunjuk-kan perubahan lahan (lahan bervegetasi danlahan terbangun), perubahan hujan wilayahrata-rata tahunan, serta perubahan debitterukur di pos Nanjung (yang mewakilisebagian besar debit runoff dari CekunganBandung). Hasil perhitungan tersebut(Tabel 3) terlihat bahwa penurunanpersentase lahan bervegetasi danpeningkatan lahan terbangun (dari tahun1994-2004) seiring dengan penurunanhujan (baik rata-rata maupun tahunan),demikian halnya dengan data debit. Namunapabila melihat perubahan debit minimumterhadap hujan minimum, menunjukkanperbedaan yang sangat signifikan. Artinya

perubahan hujan minimum hanya 8,33%memberikan perubahan debit minimumsebesar 46%. Dengan demikian fungsi atauperanan vegetasi dalam hal meningkatkanindeks konservasi semakin menurundengan adanya perubahan atau konversilahan dari lahan bervegetasi menjadi lahanterbangun.

Oleh karena itu untuk menjaga agarketersediaan air tetap kontinu, diperlukanupaya mengendalikan kerusakan sumberair. Salah satu bentuk pengendaliankerusakan sumber air adalah mengendali-kan konversi lahan dengan menetapkanbatasan ruang hidrologis secara tegasantara kawasan konservasi dan kawasanbudidaya/kerja. Dengan demikian pengen-dalian konversi lahan sama pentingnyadengan upaya adaptasi terhadap perubahaniklim yang ada dalam kerangka mencapaikeberlanjutan (infrastruktur) sumber dayaair.

Variabel Tahun Persen

Perubahan 1994 2004

Penggunaan Lahan

Hutan (ha) 553.18 400.45 -27.61

Vegetasi lainnya (ha) 865.41 824.26 -4.76

Terbangun (ha) 315.76 396.78 25.66

Hujan (P)

Pmin(mm/bln) 12 11 -8.33

Prata-rata (mm/bln) 136.60 103.75 -24.05

Ptahunan (mm/th) 1639.21 1245.03 -24.05

Debit (Q)

Qmin (m3/dt) 6.51 3.49 -46.39

Qrata-rata (m3/dt) 73.52 59.23 -19.44

Qtahunan (12 x m3/dt) 882.25 710.70 -19.44

Tabel 3. Perubahan Variabel Penggunaan Lahan, Hujan dan Debit Kurun Waktu 1994-2004

Sumber: hasil analisis

Page 11: DAMPAK VARIABILITAS HUJAN DAN KONVERSI LAHAN …

21Dampak Variabilitas Hujan ... (Marganingrum, et al)

DAFTAR PUSTAKA

Anna, Alif Noor, Suharjo, Munawar Cholil. (2011). Analisis Fluktuasi Hujan dan MorfologiSungai Terhadap Konsentrasi Banjir Daerah Surakarta. Forum Geografi. Vol. 25, No. 1,Juli 2011: 41 – 52.

Arwin, Sirtadian, A.D., Juwana, I. (2002). Studi Statistika Komponen Utama Hidrologi diDaerah Aliran Sungai dalam Rangka Ketersediaan Sumber Air Bersih. Jurnal ITENAS,No.3, Vol. 6, Sept-Nov 2002, 86-97.

Arwin. (1993). Rainfall-runoff Watershed Model by Multiple Regression Method forOptimizing Hydroelectric Power of Saguling with Incertain Future. Conference Paper 4th

IAWQ (International Association on Water Quality) Vol. I on Water Conservation and PollutionControl, Jakarta 5-9 October 1993, Indonesia.

Arwin. (2009). Perubahan Iklim, Konversi Lahan, dan Ancaman Banjir dan Kekeringan diKawasan Terbangun. Pidato Ilmiah Guru Besar ITB-Majelis Guru Besar ITB. CV SenatamaWikarya-Bandung.

Chiew, F.H.S. (2006). Estimation of Rainfall Elasticity of Streamflow in Australia. HydrologicalScience Journal, 51, 613-625

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan penelitian ini dapat diambilkesimpulan (1) Nilai elastisitas debittercatat di pos Nanjung dan pos Sagulingmenurun dari sebelum waduk dibangundan setelah waduk dioperasikan; (2) Debittercatat di Pos Nanjung lebih sensitifterhadap variabilitas curah hujan daripadadebit tercatat di Pos Saguling; (3) Pem-bangunan waduk memberikan efek positifdalam meredam pengaruh variabilitasiklim (hujan) terhadap debit aliran.Kestabilan debit aliran sangat diperlukandalam mempertahankan keberlanjutansumber air (infrastruktur sumberdaya air);(4) Dampak konversi lahan dalam prosesinput-output DAS (hujan menjadi debit)di lokasi studi terlihat signifikan yangartinya bahwa fungsi vegetasi sangatdiperlukan dalam rangka mempertahankan

debit aliran dasar yang diperlukan untukkeberlanjutan infrastruktur sumberdayaair; (5) Elastisitas debit sungai terhadapperubahan iklim di lokasi studi (DASCitarum Hulu) berkaitan erat denganperubahan penggunaan lahan. Perubahanpenggunaan lahan memberikan pengaruhterhadap perubahan iklim. Konversi lahandari lahan bervegetasi menjadi lahanterbangun, selain memberikan pengaruhterhadap perubahan iklim baik secaramikro maupun meso, juga memberikandampak terhadap perubahan debit aliransungai secara langsung; (6) Untuk me-ngurangi tingkat elastisitas debit terhadapperubahan iklim, diperlukan pengendaliankonversi lahan, baik secara tidak langsung(indirect) dengan peraturan perundangan,atau secara langsung (direc t) denganinsentif-disinsentif.

Page 12: DAMPAK VARIABILITAS HUJAN DAN KONVERSI LAHAN …

Forum Geografi, Vol. 27, No. 1, Juli 2013: 11 - 2222

Hart, B.T., Dok, Wendy van, and Djuangsih, N. (2002). Nutrient budgent for SagulingReservoir, West Java, Indonesia. Water Research, 36, 2152-2160.

Koutsoyiannis, D. (2008). On Detectability of Nonstationary from Data Using StatisticalTool. European Geoscience Union General assembly, Vienna-Austria 13-18 April 2008.

Liu, Qiang dan Cui, Baashan. (2009). Impact of Climate Change/Vulnerability on the StreamFlow in The Yellow River Basin, China. Ecolological Modeling xxx (2009), xxx-xxx,Elsevier Publisher-(article in press)

NUDS (National Urban Development and Strategy). (1985). Penyusunan Kerangka Struktur RuangMetropolitan Bandung. Ditjen Ciptakarya-Departemen PU.

Pribadi, K. N dan Oktavia, P. (2007). Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu MelaluiPengembangan Kebijakan Pembangunan Berkelanjutan di Cekungan Bandung. JurnalPerencanaan Wilayah dan Kota, Vol. 18 No. 2, 1-32.

Sankarasubramanian, A. and Vogel, R.M., Limbrunner, J.F. (2001). Climate elasticity ofstreamflow in the United States. Water Resources Research, 37, 1771-1781.

Tjasyono, Bayong. (2004). Klimatologi. ITB Press, Bandung.