Daftar Isi - icel.or.id · sebagai salah satu instrumen penilaian terhadap para kontestan dalam...

31

Transcript of Daftar Isi - icel.or.id · sebagai salah satu instrumen penilaian terhadap para kontestan dalam...

Page 1: Daftar Isi - icel.or.id · sebagai salah satu instrumen penilaian terhadap para kontestan dalam menyongsong Pemilu. CATATAN AWAL TAHUN 2019 INDONESIAN CENTER FOR ENVIRONMENTAL LAW
Page 2: Daftar Isi - icel.or.id · sebagai salah satu instrumen penilaian terhadap para kontestan dalam menyongsong Pemilu. CATATAN AWAL TAHUN 2019 INDONESIAN CENTER FOR ENVIRONMENTAL LAW

CATATAN AWAL TAHUN 2019 INDONESIAN CENTER FOR ENVIRONMENTAL LAW

1

Daftar Isi

Pengantar | 2

1. Tata Kelola Hutan dan Lahan | 3

2. Tata Kelola Pesisir dan Maritim | 9

3. Pengendalian Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan | 16

4. Kebijakan Umum Hukum Lingkungan dan Tinjauan Visi-Misi Capres-Cawapres | 26

Kesimpulan dan Rekomendasi | 28

Page 3: Daftar Isi - icel.or.id · sebagai salah satu instrumen penilaian terhadap para kontestan dalam menyongsong Pemilu. CATATAN AWAL TAHUN 2019 INDONESIAN CENTER FOR ENVIRONMENTAL LAW

CATATAN AWAL TAHUN 2019 INDONESIAN CENTER FOR ENVIRONMENTAL LAW

2

Catatan Awal Tahun 2019: “Narasi Yang Hilang Dalam Proyeksi Kebijakan Lingkungan Hidup Capres-Cawapres”

Pengantar Tahun 2019 merupakan tahun politik. Kontestasi Pemilu tentunya berdampak kepada kebijakan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di tahun ini. Namun, di tahun ini juga Indonesia akan memiliki pemerintahan baru (2019-2024) hasil dari Pemilu. Oleh karena itu, Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) bermaksud memberikan hasil refleksi terkait dengan kebijakan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sejak tahun 2014-2018 yang dituangkan dalam “Catatan Awal Tahun 2019: Narasi Yang Hilang Dalam Proyeksi Kebijakan Lingkungan Hidup Capres-Cawapres.” Catatan awal tahun ini akan membahas mengenai kebijakan hukum dan penegakan hukum terhadap beberapa isu strategis lingkungan hidup yang selama ini dicermati oleh ICEL, yaitu: 1) kebakaran hutan dan lahan, 2) perhutanan sosial, 3) konservasi keanekaragaman hayati, 4) kebijakan satu peta, 5) pengetatan baku mutu air laut terkait Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batubara, 6) reklamasi pantai, 7) pengelolaan sampah darat dan laut, 8) perencanaan ruang laut, 9) perikanan berkelanjutan, 10) pengendalian pencemaran udara, 11) pengendalian pencemaran air, 12) pengelolaan Bahan Beracun dan Berbahaya (B3) serta Limbah Bahan Beracun dan Berbahaya

(LB3) Keseluruhan isu di atas akan disampaikan dalam tiga kategori isu pokok, yaitu: (a) tata kelola hutan dan lahan; (b) pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup; dan (c) tata kelola laut dan pesisir. Selain itu, catatan ini juga akan membahas satu kategori isu yang lebih umum terkait cara pemerintah dalam mengambil kebijakan dan melakukan penegakan hukum lingkungan. Berbagai catatan ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi para kontestan Pemilu untuk mempertajam visi dan misi maupun agenda perlindungan dan penegakan hukum lingkungan hidup ke depan. Selain itu, kami juga berharap catatan ini dapat memberikan sumbangsih bagi publik sebagai salah satu instrumen penilaian terhadap para kontestan dalam menyongsong Pemilu.

Page 4: Daftar Isi - icel.or.id · sebagai salah satu instrumen penilaian terhadap para kontestan dalam menyongsong Pemilu. CATATAN AWAL TAHUN 2019 INDONESIAN CENTER FOR ENVIRONMENTAL LAW

CATATAN AWAL TAHUN 2019 INDONESIAN CENTER FOR ENVIRONMENTAL LAW

3

1. Tata Kelola Hutan dan Lahan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) Yang Minim Orientasi Pemulihan

Penegakan hukum terhadap pelaku Karhutla belum berimplikasi nyata pada pemulihan lingkungan. Langkah penegakan hukum yang dilakukan oleh pemerintah patut diapresiasi. Sejak tahun 2015 hingga saat ini, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sudah melakukan banyak penegakan hukum terhadap pelaku Karhutla. Setidaknya sudah terdapat 171 sanksi administrasi dan 11 gugatan perdata, serta 510 kasus pidana.1,2 Namun, dampak penegakan hukum ini terhadap pemulihan lingkungan pascakarhutla masih belum terlihat bagi publik. Pelaksanaan dari sanksi administrasi yang dijatuhkan misalnya, belum terpublikasikan kepada publik dengan baik, begitu juga dengan data lahan konsesi yang terbakar. Sementara itu, dari 8 gugatan perdata Karhutla yang dianalisis, total nilai ganti rugi mencapai ± 2,7 triliun rupiah. Namun, belum ada satupun putusan tersebut yang dieksekusi oleh Pengadilan. Padahal ± 67 % dari nilai kerugian lingkungan yang diputus ditujukan sebagai biaya untuk memulihkan lingkungan. Kondisi ini menunjukan terhadap konsesi bekas kebakaran yang digugat, belum ada satupun tindakan pemulihan yang dilakukan sebagai bagian dari eksekusi putusan.

1 http://www.menlhk.go.id/siaran-296-pemerintah-konsisten-perangi-kejahatan-lingkungan-hidup-dan-

kehutanan.htm 2 Data diperoleh dari pemberitaan pemaparan Direktur Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan

Kehutanan berjudul Kerja Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan 2018 dalam kegiatan Dialog Refleksi Kinerja KLHK pada 31 Desember 2018, melalui akun resmi instagram @gakkum_klhk. Dari awal tahun 2015 hingga 2018, Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyatakan telah menyelesaikan 567 kasus pidana, 18 gugatan, dan 132 kesepakatan penyelesaian sengketa di luar pengadilan, dan 541 sanksi administrasi untuk kasus lingkungan hidup secara umum.

Page 5: Daftar Isi - icel.or.id · sebagai salah satu instrumen penilaian terhadap para kontestan dalam menyongsong Pemilu. CATATAN AWAL TAHUN 2019 INDONESIAN CENTER FOR ENVIRONMENTAL LAW

CATATAN AWAL TAHUN 2019 INDONESIAN CENTER FOR ENVIRONMENTAL LAW

4

KETERANGAN: PT. KA : Kalista Alam PT. BMH : Bumi Mekar Hijau PT. PU : Palmina Utama PT. NSP : National Sago Prima PT. WAJ : Waringin Agro Jaya PT. RKK : Ricky Kurniawan Kertapersada PT. JJP : Jatim Jaya Perkasa PT. WA : Waimusi Agroindah

Pelaksanaan kebijakan pengendalian Karhutla yang dilakukan oleh Pemerintah juga belum ditunjukkan kepada publik. Misalnya saja pada laporan evaluasi pelaksanaan Instruksi Presiden No. 11 tahun 2015 tentang Peningkatan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan, hingga saat ini tidak dibuka kepada publik.3 Padahal hasil evaluasi ini diperlukan untuk melihat kinerja menyeluruh dari pemerintah - terutama kementerian dan instansi lain di luar KLHK yang jarang terekspose perannya- dan kemudian menentukan langkah perbaikan ke depan untuk memperkuat kapasitas Indonesia dalam pengendalian Karhutla. Pengendalian Karhutla harus menjadi prioritas bagi seluruh instansi yang terkait, khususnya instansi yang mendapatkan mandat dari Inpres tersebut.

Target Perhutanan Sosial (Perhutsos) 12,7 Juta Hektar Perlu Diimbangi dengan Strategi dan Instrumen Pencapaian yang Mumpuni

Pencapaian target Perhutsos pada periode Pemerintahan saat ini memang mengalami peningkatan daripada sebelumnya. Namun jika diukur dari target yang telah ditetapkan masih minim. Hingga akhir November 2018 capaian Perhutsos baru sekitar 2,17 juta ha dari 12,7 juta ha.4 Capaian luasan dibandingkan dengan target masih berkembang lambat sebagaimana dilihat dalam grafik 1. Melihat hal ini, pada bulan Januari 2018 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyatakan akan melakukan penyesuaian target yang dianggap lebih realistis yaitu 4,38 juta ha hingga 2019.5 Penurunan target hingga 70% dari target awal tersebut menunjukkan bahwa penetapan target awal belum didukung oleh strategi dan instrumen pencapaian yang mumpuni termasuk pemetaan sosial masyarakat.6

3 Padahal Komisi Informasi Pusat telah memerintahkan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan

untuk membuka laporan tersebut. “KI Pusat Perintahkan Buka Laporan Pelaksanaan Inpres Pengendalian Kebakaran Hutan”, https://www.komisiinformasi.go.id/news/view/ki-pusat-perintahkan-buka-laporan-pelaksanaan-inpres-pengendalian-kebakaran-hutan, diakses 26 November 2018.

4 Data diperoleh dari http://pkps.menlhk.go.id/index/index#statistik , diakses 26 November 2018. 5 Pernyataan Menteri LHK Siti Nurbaya pertama dikeluarkan dalam Rapat Koordinasi Nasional Perhutanan

Sosial pada awal Januari 2018 sebagaimana diberitakan dalam https://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/18/01/23/p2zvxk368-klhk-turunkan-target-perhutanan-sosial, diakses 26 November 2018. Penyesuaian target menjadi 4,38 juta hektar tersebut kembali dinyatakan oleh Siti Nurbaya dalam Rapat Kerja dengan Komisi IV DPR, Maret 2018 sebagaimana diberitakan dalam https://www.jpnn.com/news/pemerintah-revisi-target-perhutanan-sosial-127-juta-hektar, diakses 26 November 2018.

6 Berbagai sumber Pokja PPS Daerah yang menyatakan bahwa banyak Peta Indikatif Areal Perhutanan Sosial (PIAPS) tidak sesuai dengan keberadaan masyarakat atau jauh dari akses masyarakat.

Page 6: Daftar Isi - icel.or.id · sebagai salah satu instrumen penilaian terhadap para kontestan dalam menyongsong Pemilu. CATATAN AWAL TAHUN 2019 INDONESIAN CENTER FOR ENVIRONMENTAL LAW

CATATAN AWAL TAHUN 2019 INDONESIAN CENTER FOR ENVIRONMENTAL LAW

5

Dengan penurunan target ini pun, target 4,38 juta hektar Perhutsos pada tahun 2019 pun belum tentu dapat dicapai. Pada bulan Juli 2018 saja, jumlah luasan dari izin Perhutsos yang telah diterbitkan terhitung dari awal 2018 hanya sebesar 392.941 hektar dan per akhir November 2018 hanya mencapai 936.581 hektar.7 Meski terdapat peningkatan signifikan dari bulan Juli – November 2018, namun baru sebatas 49% dari total target 4,38 juta hektar. Sementara waktu yang tersisa untuk mencapai target tinggal setahun lagi.

7 Data diperoleh dari http://pkps.menlhk.go.id/index/index#statistik , diakses 26 November 2018.

Page 7: Daftar Isi - icel.or.id · sebagai salah satu instrumen penilaian terhadap para kontestan dalam menyongsong Pemilu. CATATAN AWAL TAHUN 2019 INDONESIAN CENTER FOR ENVIRONMENTAL LAW

CATATAN AWAL TAHUN 2019 INDONESIAN CENTER FOR ENVIRONMENTAL LAW

6

Daripada menurunkan target Perhutsos, fokus Pemerintah sebaiknya diarahkan untuk memperkuat strategi dan instrumen pencapaian, antara lain: (1) mendorong peran pemerintah daerah dalam pencapaian target, pengusulan dan verifikasi Perhutsos melalui delegasi atau tugas pembantuan yang disertai dengan supervisi; (2) memperkuat kerja sama lintas sektoral untuk mencapai target Perhutsos; (3) memperkuat dukungan anggaran dan SDM; dan (4) memperkuat kerangka regulasi pelaksana, termasuk Perhutsos di lahan gambut yang belum tersentuh secara optimal.

Perbaikan Pengelolaan Sawit: Memperkuat Moratorium dan Menolak RUU Perkelapasawitan

Kehadiran Instruksi Presiden No. 8 Tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit Serta Peningkatan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit (Inpres No.8/2018) merupakan langkah maju di tengah gencarnya penyusunan RUU Perkelapasawitan. Dalam perbaikan tata kelola perkebunan sawit, langkah moratorium lebih strategis untuk menjawab persoalan daripada RUU Perkelapasawitan yang berpotensi memperburuk tumpang tindih regulasi, meningkatkan potensi konflik lahan, melemahkan sistem penegakan hukum, dan meningatkan beban risiko tanggung jawab negara atas kerugian usaha perkebunan sawit yang dilakukan oleh swasta. Oleh karena itu, pemerintah harus tegas untuk tidak membahas penyusunan RUU Perkelapasawitan dengan DPR dan mengeluarkannya dari Prolegnas 2019. Meskipun demikian, pelaksanaan moratorium sawit masih menyisakan banyak pekerjaan rumah agar dapat berjalan lebih optimal, yaitu: a) sinergi dengan kebijakan perbaikan tata kelola lainnya yang relevan,8 b) pembentukan dan penguatan kelembagaan tim kerja sebagaimana mandat Inpres No. 8/2018 untuk melibatkan para pemangku kepentingan, c) adanya mekanisme dan indikator review perizinan yang akan dilakukan sebagai pedoman bersama baik oleh pemerintah sendiri maupun masyarat sipil, dan d) adanya tindak lanjut penegakan hukum bagi izin yang bermasalah pasca-review. Empat pekerjaan rumah di atas menjadi prasyarat penting agar moratorium izin sawit bukan sekedar janji manis kepada public maupun dunia internasional, ataupun digunakan sebagai instrumen pemutihan pelanggaran izin semata.

8 Setidaknya terdapat enam kebijakan yang dapat berjalan selaras, paralel, dan relevan dengan moratorium.

Pertama, Perpres mengenai penyelesaian penguasaan tanah dalam kawasan hutan. Kedua, reforma agraria dan perhutanan sosial. Ketiga, keterbukaan informasi publik di bidang perkebunan, terutama untuk data HGU. Keempat, ISPO. Kelima, NDC (National Determined Contribution) dalam rangka pengurangan emisi gas rumah kaca. Keenam, implementasi kebijakan satu peta. Ketujuh, pemberantasan korupsi. Seluruh kebijakan tersebut haruslah berjalan selaras, paralel, dan sinergis dengan impelentasi Inpres Moratorium Sawit agar tercapai perbaikan dalam tata kelola hutan dan lahan, terutama perkebunan.

Page 8: Daftar Isi - icel.or.id · sebagai salah satu instrumen penilaian terhadap para kontestan dalam menyongsong Pemilu. CATATAN AWAL TAHUN 2019 INDONESIAN CENTER FOR ENVIRONMENTAL LAW

CATATAN AWAL TAHUN 2019 INDONESIAN CENTER FOR ENVIRONMENTAL LAW

7

Semangat di Awal, Mogok di Jalan: Revisi UU No. 5/1990 Kembali ke Titik Nol

Pudarnya komitmen revisi UU No. 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (UU 5/1990) dari Pemerintah menyirnakan harapan untuk menyelesaikan permasalahan konservasi terkini. Pada 4 April 2018, Pemerintah memutuskan untuk tidak melanjutkan pembahasannya dengan alasan UU No.5/1990 masih memadai dan perbaikan akan dilakukan di tingkat peraturan pelaksanaan. Padahal revisi UU No. 5/1990 tetap perlu dilanjutkan karena pada praktiknya banyak permasalahan konservasi yang berakar dari kekurangan UU No. 5 Tahun 1990. Meskipun Pemerintah menyatakan bahwa UU No.5/1990 masih memadai, ironisnya sepanjang 2018 terdapat beberapa kasus yang menunjukan kelemahan UU No. 5/1990. Contoh: kasus pelepasan ikan Arapaima gigas di sungai Brantas, dimana UU No.5/1990 belum mengatur mengenai perlakuan terhadap spesies asing invasif. Kemudian kasus konservasi yang dilakukan oleh sektor lain, namun tidak mengacu pada UU No. 5/1990, seperti perlindungan Cagar Geologi Kawasan Bentang Alam Karst. Serta yang paling anyar adalah kasus tarik ulur status perlindungan satwa antara Permen LHK. No. P.20 Tahun 2018 dan Permen LHK No. P. 92 Tahun 2018, dimana undang-undang sebenarnya harus dapat mengklasifikasi lebih baik hubungan antara status perlindungan dengan pemidanaan. Ditambah lagi, tujuan dari penegakan hukum UU No.5/1990 pun dinilai sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman yang menghendaki penegakan hukum berorientasi pada pemulihan sumber daya hayati. Desakan untuk revisi UU No.5 Tahun 1990 tidak lantas membuat kelompok masyarakat sipil menganggap naskah Rancangan Undang-Undang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (RUU KSDHAE) yang dikeluarkan DPR RI pada akhir Desember 2018 sudah sempurna. ICEL bersama koalisi masyarakat sipil lainnya sepakat dengan pemerintah bahwa rancangan UU ini masih banyak kelemahan. Namun, kelemahan rancangan undang-undang ini semestinya disikapi oleh Pemerintah dengan menghadirkan dan memperjuangkan gagasan baru dalam pembahasan bersama DPR RI. Jika memang Pemerintah berkesimpulan bahwa RUU KSDAHE versi DPR-RI tidak sejalan dengan UUD 1945, filosofi konservasi, dan prinsip dasar ekologi, maka Pemerintah diharapkan dapat menyampaikan hasil kajian kritik ini dalam pembahasan bersama DPR serta memberikan gagasan tandingan yang lebih baik. Bukan malah menolak revisi sama sekali. Sebagaimana dipahami bersama, RUU KSDAHE ini bukanlah produk final, masih terbuka jalan panjang untuk adu gagasan dan memperbaiki rancangan undang-undang ini.

Page 9: Daftar Isi - icel.or.id · sebagai salah satu instrumen penilaian terhadap para kontestan dalam menyongsong Pemilu. CATATAN AWAL TAHUN 2019 INDONESIAN CENTER FOR ENVIRONMENTAL LAW

CATATAN AWAL TAHUN 2019 INDONESIAN CENTER FOR ENVIRONMENTAL LAW

8

Kebijakan Pendukung Perbaikan Tata Kelola Hutan dan Lahan : Kebijakan Satu Peta dan Review Izin

Kebijakan satu peta (one map policy) dan review perizinan merupakan dua kebijakan pendukung yang penting untuk membenahi carut-marut pengelolaan hutan dan lahan di berbagai sektor. Dari mulai penyelesaian sengketa kawasan hutan, tumpang-tindih perizinan, percepatan Perhutsos hingga referensi standar geospasial bagi pencapaian target pengurangan emisi sektor kehutanan dan lahan. Sayangnya, meskipun telah ada Perpres No 9 Tahun 2016 tentang Percepatan Kebijakan Satu Peta, Kebijakan Satu Peta ini tak kunjung selesai. Pemerintah meluncurkan portal satu peta di pertengahan Desember 2018, namun portal ini belum mengakomodasi aspek sinkronisasi dan penyelesaian konflik data yang merupakan objektif utama dalam kebijakan satu peta, bukan semata mengumpulkan semua peta dalam satu portal. Kebijakan satu peta yang menjadi harapan bagi masyarakat sipil ini justru dikhawatirkan tidak akan memberikan akses informasi yang layak bagi masyarakat dengan diterbitkannya Keppres No. 20 tahun 2018 tentang Akses Data Geospasial dalam Kebijakan Satu Peta. Pemerintah nampaknya masih segan membuka data dengan alasan kekhawatiran penyalahgunaan data jika dibuka bebas. Padahal informasi yang hanya dikuasai segelintir orang lebih rawan disalahgunakan dibanding informasi yang terbuka bagi semua orang. Eksistensi kebijakan satu peta bukanlah tujuan akhir tetapi alat untuk mencapai tujuan, yaitu pembenahan tata kelola hutan dan lahan. Kebijakan satu peta ini penting dan relevan jika dibuka kepada publik sekaligus sebagai dasar untuk pembenahan sistem perizinan dan pengawasannya, penyelesaian tumpang tindih perizinan, dan pencegahan serta penyelesaian konflik lahan akibat data yang berbeda satu sama lain (baik antara instansi pemerintah, masyarakat dan dunia usaha).

Kotak 2. Catatan Pokja Konservasi atas RUU KSDAHE versi DPR RI ICEL bersama Pokja Konservasi juga melakukan telaahan atas RUU KSDAHE dan mencatat sejumlah kritikan, antara lain: 1. Perizinan:

a. Kewenangan yang terlalu besar terhadap badan usaha, khususnya swasta.

b. Potensi tumpang tindih nomenklatur izin baru dalam RUU KSDAHE

2. Ketimpangan kewenangan dalam akses dan tidak ada kejelasan penyedia SDG ex-situ.

3. Hak dan peran masyarakat

a. masih mencampuradukkan antara hutan adat dan hutan negara

b. Ketidakjelasan hubungan hak ulayat dengan hak pengelolaan (terkait pengelolaan

hak ulayat oleh pihak ketiga)

4. Penegakan hukum:

a. hilangnya beberapa tindak pidana dalam UU 5/1990 dengan model penormaan

yang menggunakan pendekatan izin

b. beberapa tindak pidana yang belum diatur dalam UU 5/1990, khususnya

penyiksaan/ penelantaran terhadap satwa dilindungi.

c. Tidak adanya pertanggungjawaban pidana korporasi.

Page 10: Daftar Isi - icel.or.id · sebagai salah satu instrumen penilaian terhadap para kontestan dalam menyongsong Pemilu. CATATAN AWAL TAHUN 2019 INDONESIAN CENTER FOR ENVIRONMENTAL LAW

CATATAN AWAL TAHUN 2019 INDONESIAN CENTER FOR ENVIRONMENTAL LAW

9

2. Tata Kelola Pesisir dan Maritim Kebijakan Reklamasi, Minim Pertimbangan Sosial dan Lingkungan namun Masif Kepentingan Investor.

Dalam 4 tahun pemerintahan saat ini, kebijakan reklamasi masih mendapat banyak kritik, terutama karena minimnya pertimbangan aspek lingkungan hidup dan sosial. Penolakan reklamasi masif terjadi di beberapa wilayah Indonesia antara lain DKI Jakarta, Sulawesi Selatan, dan Bali. DKI Jakarta dan Bali merupakan dua daerah yang paling keras menentang kebijakan reklamasi. Semua penolakan itu memiliki dasar yang sama bahwa reklamasi akan merusak lingkungan dan yang terpenting akan merugikan masyarakat lokal, masyarakat adat dan nelayan. Maju mundur tanggapan Pemerintah terhadap penolakan reklamasi rakyat semakin terlihat pada tahun 2018. Gubernur Anies Baswedan melakukan pencabutan izin untuk 13 pulau yang belum terbangun. Akan tetapi, Anies tidak mencabut izin 4 pulau yang sudah terbangun (Pulau C, D, G, dan N), melainkan sedang melakukan kajian mengenai tindak lanjut terhadap pulau tersebut. Di Bali sendiri, kebijakan reklamasi sempat terhenti dalam beberapa waktu, namun pupus ketika Menteri Susi Pudjiastuti menerbitkan kembali izin lokasi reklamasi Teluk Benoa pada bulan November 2018.

Selama 4 tahun kepemimpinan Jokowi, tidak ada satupun kebijakan yang dibuat untuk merespons masifnya penolakan reklamasi. Pemerintah cenderung memperlancar pelaksanaan kegiatan reklamasi. Hal ini terlihat dengan memperbolehkan reklamasi di RZWP-3-K 14 provinsi, dan menerbitkan kembali izin lokasi reklamasi di Teluk Benoa. Kebijakan reklamasi diperlukan dalam rangka memberikan landasan yang lebih komprehensif terkait dengan pertimbangan bagi pengambilan keputusan diperlukannya rencana reklamasi dengan mempertimbangkan aspek sosial dan lingkungan hidup serta tata cara dan mekanisme pelaksanaan reklamasi khususnya bagi keterlibatan masyarakat terdampak.

Gambar 1. Linimasa Kebijakan Reklamasi Indonesia 2011 s.d. 2018

Page 11: Daftar Isi - icel.or.id · sebagai salah satu instrumen penilaian terhadap para kontestan dalam menyongsong Pemilu. CATATAN AWAL TAHUN 2019 INDONESIAN CENTER FOR ENVIRONMENTAL LAW

CATATAN AWAL TAHUN 2019 INDONESIAN CENTER FOR ENVIRONMENTAL LAW

10

Pengurangan 70 % Jumlah Sampah Plastik di Laut Tahun 2025, Hanya sekedar Ambisi Tanpa Langkah nyata

Periode 2015-2017 menggambarkan lamban dan tidak terkoordinirnya tindakan Pemerintah dalam menangani sampah plastik di laut. Tidak adanya wadah hukum penanganan sampah plastik di laut secara komprehensif mengakibatkan tindakan penanganan dilakukan oleh masing-masing kementerian tanpa sinkronisasi kerja antar kementerian. Langkah-langkah yang dilakukan juga masih sebatas upaya penanggulangan seperti pembersihan pantai, tanpa melihat akar permasalahan yang sebenarnya, yaitu buruknya manajemen pengelolaan sampah dari kegiatan di darat yang pada akhirnya menyebabkan pencemaran sampah plastik di laut.

Pada September 2018 akhirnya dikeluarkan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2018 tentang Penanganan Sampah Laut (“Perpres No. 83 Tahun 2018”) sebagai peraturan pertama yang mengatur tentang penanganan sampah plastik di laut. Peraturan ini memberikan rencana aksi yang komprehensif dari hulu ke hilir. Akan tetapi, sudah tiga bulan sejak rencana aksi dikeluarkan dan belum terdengar adanya aksi nyata yang dilakukan oleh masing-masing instansi pemerintah yang bertanggung jawab. Pemerintah harus segera melaksanakan rencana aksi ini secara terbuka atas tindakan-tindakan yang dilakukan sehingga masyarakat dapat turut mengawasi dan berperan serta dalam pelaksanaannya. Butuh dua tahun untuk peraturan ini dikeluarkan dan nyatanya peraturan ini masih menimbulkan beberapa kritik. Peraturan ini tidak mengatur terkait kebijakan disinsentif bagi produsen, pemegang merek dan pelaku usaha ritel modern, pusat perbelanjaan, jasa dan makanan yang sudah seringkali digaungkan oleh publik. Adapun satu-satunya kebijakan yang dapat digolongkan sebagai insentif-disinsentif hanyalah pemberian reward and punishment kepada pemerintah daerah, pengelola, dan masyarakat atas ketaatan dan pelanggaran SOP pengelolaan sampah di kawasan destinasi wisata bahari. Reward dan punishment yang dimaksud disini juga tidak jelas dan terbatas hanya untuk kawasan destinasi wisata bahari saja. Padahal permasalahan sampah plastik di laut terjadi hampir di seluruh wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

Gambar 2. Linimasa Kebijakan Penanganan Sampah Laut Indonesia 2015 s.d. 2018

Page 12: Daftar Isi - icel.or.id · sebagai salah satu instrumen penilaian terhadap para kontestan dalam menyongsong Pemilu. CATATAN AWAL TAHUN 2019 INDONESIAN CENTER FOR ENVIRONMENTAL LAW

CATATAN AWAL TAHUN 2019 INDONESIAN CENTER FOR ENVIRONMENTAL LAW

11

Perjalanan memberantas sampah plastik di laut selama tiga tahun ini menunjukkan ketidakseriusan Pemerintah dalam memenuhi komitmennya untuk mengurangi sampah plastik di laut. Kematian paus di Wakatobi dan penyu di Pulau Pari, Kepulauan Seribu bulan November 2018 semakin membuktikan bahwa belum ada peningkatan manajemen pengelolaan sampah dari kegiatan di darat dan penanganan sampah plastik di laut.

Lemahnya Kebijakan Perlindungan Pesisir dan Laut dari Tekanan Maraknya PLTU Batubara di Pesisir

82% atau sebesar 44.047 MW dari total 53.717 MW PLTU Batubara, baik yang masih rencana atau sudah beroperasi, terletak di wilayah pesisir. Akibatnya potensi dampak negatif PLTU Batubara terhadap ekosistem pesisir dan laut pun sangat besar. Seluruh kegiatan operasional PLTU Batubara, dimulai dari kegiatan pengangkutan batu bara, penyimpanan batu bara dan abu batu bara, serta air limbah yang dihasilkan berpotensi menurunkan kualitas air laut dan mengganggu kehidupan flora dan fauna air. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 8 Tahun 2009 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Pembangkit Listrik Tenaga Termal (PermenLH No. 8 Tahun 2009) sebagai sarana pengendalian air limbah PLTU Batubara tidak dapat mendukung upaya pencegahan kerusakan lingkungan akibat air limbah ini. PermenLH No. 8 Tahun 2009 menetapkan baku mutu air limbah untuk pembangkit listrik tenaga termal, termasuk PLTU Batubara. Sayangnya, PermenLH No. 8 Tahun 2009 tidak cukup kuat untuk menjadi acuan baku mutu pembuangan air limbah PLTU Batubara ke laut. Pembuangan limbah bahang dengan suhu yang jauh lebih tinggi dibandingkan suhu

Kotak 3. Catatan Tentang Permen LH No. 8 Tahun 2009

Page 13: Daftar Isi - icel.or.id · sebagai salah satu instrumen penilaian terhadap para kontestan dalam menyongsong Pemilu. CATATAN AWAL TAHUN 2019 INDONESIAN CENTER FOR ENVIRONMENTAL LAW

CATATAN AWAL TAHUN 2019 INDONESIAN CENTER FOR ENVIRONMENTAL LAW

12

rata-rata air laut berpotensi mengakibatkan peningkatan suhu air laut secara permanen. Peningkatan suhu air laut akan menganggu pola migrasi, reproduksi, dan pertumbuhan flora dan fauna air yang sensitif terhadap kenaikan suhu air laut. Melihat besarnya potensi bahaya air limbah PLTU Batubara terhadap ekosistem pesisir dan laut, ICEL mendesak Pemerintah untuk membentuk baku mutu air limbah PLTU Batubara yang dibuang ke laut. Semakin maraknya kegiatan PLTU Batubara tidak diimbangi dengan pemberian perlindungan hukum yang kuat bagi ekosistem pesisir dan laut dari dampak kegiatan ini.

Komitmen Global Indonesia Konservasi Kawasan: Inkonsistensi Kebijakan Dalam Negeri

Pemerintah Indonesia membuat tiga komitmen terkait kawasan konservasi yaitu Aichi Target, Sustainable Development Goals (SDG’s) nomor 14, dan komitmen dalam Our Ocean Conference. Dalam Aichi Target dan SDG’s No. 14, seluruh komitmen ini sejalan dengan visi dan misi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), yaitu untuk mengoptimalkan pengelolaan ruang laut, konservasi, dan keanekaragaman hayati laut. Sampai dengan Agustus 2018, Pemerintah Indonesia sudah menetapkan 20,87 juta ha kawasan konservasi atau sekitar 6,42%. Artinya, komitmen Indonesia dalam Our Ocean Conference sudah terpenuhi. Dalam kurun waktu dua tahun, Indonesia harus menetapkan 11,63 juta ha kawasan konservasi atau 3,68% untuk memenuhi Aichi Target dan SDG No. 14.

Page 14: Daftar Isi - icel.or.id · sebagai salah satu instrumen penilaian terhadap para kontestan dalam menyongsong Pemilu. CATATAN AWAL TAHUN 2019 INDONESIAN CENTER FOR ENVIRONMENTAL LAW

CATATAN AWAL TAHUN 2019 INDONESIAN CENTER FOR ENVIRONMENTAL LAW

13

Pemerintah terlihat sudah memenuhi komitmennya dalam Our Ocean Conference dan sudah memenuhi lebih dari 50% Aichi Target dan SDG No. 14. Sayangnya, komitmen ini terlihat sebagai lip service saja. Awal tahun 2018 ini, dikeluarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 3/PERMEN-KP/2018 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Zona Inti pada Kawasan Konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil untuk Eksploitasi (Permen KKP No. 3 Tahun 2018) sebagai peraturan pelaksana dari Pasal 30 UU No. 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU No 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Permen ini semakin memperjelas bahwa kegiatan eksploitasi yang diperbolehkan untuk dilakukan perubahan zona inti kawasan konservasi adalah Proyek Strategis Nasional (PSN) dengan mekanisme yang sangat longgar. Apabila PSN diperbolehkan dilaksanakan di zona inti, maka hal ini berpotensi mencemari dan/atau merusak zona inti. Hal ini bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang kawasan konservasi dan zona inti, termasuk UU No. 27 Tahun 2007 dan UU No. 1 Tahun 2014 sendiri. Pasal 30 UU No. 1 Tahun 2014 dan Permen KKP No. 3 Tahun 2018 sangat bertolak belakang dengan pemenuhan komitmen yang sedang dilakukan Pemerintah Indonesia.

Kebijakan Mewujudkan Perikanan Berkelanjutan Terbentur Ancaman dari Penangkapan Ikan Berlebih

Salah satu ancaman yang paling utama dalam mewujudkan perikanan berkelanjutan adalah penangkapan ikan berlebih. Saat ini, Pemerintah telah menetapkan jumlah tangkapan yang diperbolehkan untuk beberapa jenis ikan (“jumlah tangkapan yang diperbolehkan”) di setiap Wilayah Pengelolaan Perikanan (“WPP”) dalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 47/PERMEN-KP/2016. Namun, tanpa adanya penetapan kuota penangkapan ikan bagi setiap pemegang izin akan mendorong setiap nelayan untuk berlomba-lomba menangkap ikan sebanyak-banyaknya sebelum jumlah tangkapan yang diperbolehkan setiap WPP terlampaui. Hal ini akan meningkatkan kompetisi antar nelayan dan berimbas negatif bagi perekonomian mereka. Mengutip laporan yang dipublikasikan Organization for Economic Co-operation and Development tahun 1996, dari 22 perikanan yang menetapkan jumlah tangkapan total yang diperbolehkan, 16 perikanan mengalami penurunan stok dan hanya 6 perikanan yang berhasil memelihara jumlah stok ikan yang

Gambar 3. Peta Wilayah Pengelolaan Perikanan dalam Permen KP No. 47/PERMEN-KP/2016

Page 15: Daftar Isi - icel.or.id · sebagai salah satu instrumen penilaian terhadap para kontestan dalam menyongsong Pemilu. CATATAN AWAL TAHUN 2019 INDONESIAN CENTER FOR ENVIRONMENTAL LAW

CATATAN AWAL TAHUN 2019 INDONESIAN CENTER FOR ENVIRONMENTAL LAW

14

stabil.9 Oleh karena itu, penetapan jumlah tangkapan yang diperbolehkan di setiap WPP tanpa disertai penetapan kuota setiap pemegang izin dapat menjadi boomerang bagi Indonesia dan mengakibatkan stok ikan semakin menurun. Berdasarkan data FAO tahun 2011, hanya 15% dari stok ikan yang ditangkap dan dibawa ke pelabuhan dalam keadaan sehat sedangkan 40% sudah sepenuhnya dieksploitasi (tanpa memperhitungkan tingkat kematian).10

Diagram 5. Stok Status Indonesia Berdasarkan Komoditi 11

Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan (Komnas Kajiskan) mempunyai peran yang penting dalam menetapkan kuota penangkapan ikan setiap pemegang izin. Komnas Kajiskan bertugas untuk memberikan masukan berdasarkan data-data ilmiah kepada Menteri Kelautan dan Perikanan dalam menetapkan jumlah tangkapan yang diperbolehkan. Kuota setiap pemegang izin akan ditetapkan berdasarkan jumlah tangkapan yang diperbolehkan ini. Tanpa data ilmiah yang kuat, jumlah tangkapan yang diperbolehkan setiap WPP bisa saja lebih tinggi dari yang seharusnya sehingga berakibat pada penetapan kuota setiap pemegang izin yang juga akan lebih banyak dari stok ikan yang sebenarnya. Terlepas dari permasalahan penangkapan ikan berlebih, menjaga laut yang sehat juga penting dalam menciptakan perikanan berkelanjutan. Untuk itu, upaya pencegahan dan penanggulangan terhadap faktor-faktor yang mengancam kesehatan laut seperti sampah plastik, perubahan iklim dan lain-lain secara tidak langsung akan menunjang terwujudnya perikanan berkelanjutan.

Rendahnya Kinerja Pemerintah dalam Penyusunan RZWP3K untuk Perlindungan Ekosistem Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

UU No. 27 Tahun 2007 mewajibkan setiap pemerintah daerah untuk membentuk RZWP-3-K. Namun, setiap Pemerintah Provinsi baru mulai mengeluarkan peraturan daerah tentang RZWP-3-K pada tahun 2017 sekitar 10 tahun kemudian. Hingga saat ini, baru terdapat 14 provinsi yang

9 Gary R. Morgan, “Individual Quota Management in Fisheries – Methodologies for Determining Catch Quotas

and Initial Quota Allocation”, 1997, http://www.fao.org/docrep/003/w7292e/w7292e03.htm#TopOfPage. 10 California Environmental Associates, “Indonesia Fisheries: 2015 Review,” https://www.packard.org/wp-

content/uploads/2016/09/Indonesia-Fisheries-2015-Review.pdf, hlm. 44. 11 Ibid.

Keterangan: “Buruk” mengindikasikan tingkat biomassa saat ini relatif rendah dibandingkan dengan biomassa yang akan dicapai dari menangkap ikan untuk mencapai maximum sustainable yield (B/Bmsy=0.4-0.8) “Cukup” mengindikasikan B/Bmsy antara 0.8-0.12 Baik mengindikasikan B/Bmsy >1.2

Page 16: Daftar Isi - icel.or.id · sebagai salah satu instrumen penilaian terhadap para kontestan dalam menyongsong Pemilu. CATATAN AWAL TAHUN 2019 INDONESIAN CENTER FOR ENVIRONMENTAL LAW

CATATAN AWAL TAHUN 2019 INDONESIAN CENTER FOR ENVIRONMENTAL LAW

15

memiliki RZWP-3-K. Sayangnya sebagian besar RZWP-3-K yang berlaku saat ini mengandung banyak permasalahan hukum baik pada proses penyusunan maupun substansi peraturan itu sendiri. Minimnya partisipasi publik mengakibatkan minimnya pula alokasi ruang penghidupan bagi nelayan dan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil dalam RZWP-3-K. Contohnya adalah pada peraturan daerah tentang RZWP-3-K Kalimantan Utara. Pemanfaatan ruang pulau-pulau kecil dalam RZWP-3-K ini banyak diperuntukkan untuk kegiatan industri seperti kegiatan pertambangan gas bumi, minyak bumi dan pasir laut. Padahal Pasal 23 UU No. 1 Tahun 2014 mengatur bahwa pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya diprioritaskan untuk kepentingan (i) konservasi, (ii) pendidikan dan pelatihan, (iii) penelitian dan pengembangan, (iv) budi daya laut, (v) pariwisata, (vi) usaha perikanan dan kelautan serta industri perikanan secara lestari, (vii) pertanian organik, (viii) peternakan, dan/atau (ix) pertahanan dan keamanan negara. Lebih jauh lagi, Pasal 9 ayat (2) UU No. 27 Tahun 2007 mewajibkan RZWP-3-K untuk diserasikan, diselaraskan, dan diseimbangkan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (“RTRW”) Provinsi dan Kabupaten/Kota. Oleh karena itu, diperlukan uji kesesuaian antara muatan materi dalam RTRW dan RZWP-3-K untuk memastikan bahwa keduanya harmonis dan tidak bertentangan. Namun, dalam praktiknya RZWP-3-K hanya akan mengikuti pengaturan dalam RTRW untuk pemanfaatan sumber daya wilayah pesisir ke arah darat. Contohnya adalah dalam peraturan daerah tentang RZWP-3-K Kalimantan Utara, RZWP-3-K Sulawesi Utara, dan RZWP-3-K Sulawesi Tengah dimana secara eksplisit dinyatakan bahwa perencanaan daratan wilayah pesisir dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam RTRW dan/atau Rencana Detail Tata Ruang yang berlaku. RZWP-3-K merupakan peraturan yang bersifat lex specialis derogate legi generali dibandingkan RTRW dalam mengatur arahan pemanfaatan wilayah administrasi kecamatan pesisir ke arah darat. Hal ini diatur dalam pasal 6 ayat (5) Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang menyatakan bahwa “Ruang laut dan ruang udara, pengelolaannya diatur dengan undang-undang tersendiri.” Oleh karena itu, RZWP-3-K sebagai bentuk pelaksanaan UU No. 27 Tahun 2007, seharusnya mengatur sendiri arahan pemanfaatan sumber daya wilayah pesisir ke arah darat, bukan hanya sekedar mengikuti RTRW. Perlunya pengaturan pemanfaatan sumber daya wilayah pesisir ke arah darat dalam RZWP-3-K penting karena ekosistem darat dan ekosistem laut terletak dalam satu bentang alam ekologi12 yang memiliki kesamaan karakteristik, daerah aliran sungai, iklim, flora dan fauna, social budaya, ekonomi, dan kelembagaan masyarakat sehingga kedua ekosistem ini saling berkaitan. Penyusunan dan substansi dari RZWP-3-K yang tidak berpihak pada masyarakat dan lingkungan mengakibatkan kehadiran RZWP-3-K yang masih minim justru bertentangan dengan tujuan pembentukannya, yaitu untuk menciptakan perencanaan ruang yang dapat mendorong pembangunan berkelanjutan. Akhirnya, yang terjadi adalah RZWP-3-K hanya dijadikan sebagai dasar legitimasi untuk melaksanakan pembangunan dengan mengesampingkan kelestarian lingkungan.

12 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 23/PERMEN-KP/2016 tentang

Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Pasal 17 Ayat 2 Huruf d.

Page 17: Daftar Isi - icel.or.id · sebagai salah satu instrumen penilaian terhadap para kontestan dalam menyongsong Pemilu. CATATAN AWAL TAHUN 2019 INDONESIAN CENTER FOR ENVIRONMENTAL LAW

CATATAN AWAL TAHUN 2019 INDONESIAN CENTER FOR ENVIRONMENTAL LAW

16

3. Pengendalian Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan Pengelolaan Sampah: Krisis Identitas Kebijakan Pengelolaan Sampah, antara Pengurangan dan Penanganan di Hilir

Hukum dan kebijakan terkait pengelolaan sampah yang diundangkan sejak tahun 2015 memiliki dua fokus utama (pengurangan dan penanganan), yang sayangnya justru menunjukkan jurang pengelolaan sampah secara holistik.

Tabel 2. Beberapa Peraturan Perundang-Undangan Pengelolaan Sampah Selama Pemerintah Jokowi-JK

2016 • Peraturan Walikota Banjarmasin No. 18 Tahun 2016 tentang Pengurangan

Penggunaan Kantong Plastik

• Peraturan Walikota Banjarbaru No. 66 Tahun 2016 tentang Pengurangan Penggunaan Kantong Plastik

2017 • Peraturan Presiden No. 97 Tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah Tangga

2018 • Peraturan Presiden No. 83 Tahun 2018 tentang Penanganan Sampah Laut

• Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P10/MENLHK/SETJEN/PLB.0/4/2018 tentang Pedoman Penyusunan Kebijakan dan Strategi Daerah Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah Tangga

• Peraturan Presiden No. 35 Tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan

• Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 33 Tahun 2018 tentang Penugasan Lanjutan kepada Perseroan Terbatas Jakarta Propertindo dalam Penyelenggaraan Fasilitas Pengelolaan Sampah di Dalam Kota/Intermediate Treatment Facility

• Peraturan Walikota Padang No. 36 Tahun 2018 tentang Pengurangan Penggunaan Kantong Belanja Plastik

• Peraturan Walikota Balikpapan No. 8 Tahun 2018 tentang Pengurangan Penggunaan Kantong Plastik

• Peraturan Walikota Bogor No. 61 Tahun 2018 tentang Pengurangan Penggunaan Kantong Plastik

• Peraturan Walikota Denpasar No. 36 Tahun 2018 tentang Pengurangan Penggunaan Kantong Plastik

• Peraturan Gubernur Bali No. 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai

Di tingkat nasional, produk kebijakan yang dihasilkan berfokus pada penanganan. Sebagaimana telah disampaikan sebelumnya, produk kebijakan hulu-hilir yang pertama kali dimunculkan berfokus pada penanganan sampah di laut, yang memuat rencana aksi nasional penanganan sampah laut, dengan fokus utama pada kawasan wisata bahari.13 Produk kebijakan selanjutnya

13 Peraturan Presiden No. 38 Tahun 2015 tentang Penanganan Sampah Laut.

Page 18: Daftar Isi - icel.or.id · sebagai salah satu instrumen penilaian terhadap para kontestan dalam menyongsong Pemilu. CATATAN AWAL TAHUN 2019 INDONESIAN CENTER FOR ENVIRONMENTAL LAW

CATATAN AWAL TAHUN 2019 INDONESIAN CENTER FOR ENVIRONMENTAL LAW

17

justru hanya berfokus pada penanganan di akhir, dengan mengunci teknologi penanganan secara termal.14 Ironisnya, produk kebijakan ini, yang dikenal sebagai Perpres Percepatan PLTSa, merupakan preseden pertama usaha Pemerintah mematikan izin lingkungan dengan mengizinkan dimulainya konstruksi sebelum izin lingkungan didapatkan, yang kemudian Perpres ini dibatalkan oleh Mahkamah Agung RI.15 Setelah dibatalkan, Perpres Percepatan PLTSa yang baru dikeluarkan lagi, kali ini untuk 12 kota, dengan nama “teknologi ramah lingkungan” dan dengan tetap mewajibkan pra-studi kelayakan serta perizinan lingkungan sesuai peraturan perundang-undangan.16 Di sisi lain, kepemimpinan untuk pengurangan sampah justru ditunjukkan oleh daerah, utamanya dengan munculnya peraturan-peraturan pembatasan dan/atau pelarangan kantong plastik atau produk plastik sekali pakai. Ketika di tingkat nasional KLHK maju mundur dengan rancangan peraturan menteri pengurangan plastik,17 peraturan mengenai pengurangan penggunaan kantong plastik bermunculan di Banjarmasin, Banjarbaru, Balikpapan, Padang, Bogor dan Denpasar. Selain itu, peraturan pengurangan penggunaan kantong plastik di Bandung juga berlaku efektif di tahun 2018. Tidak hanya di kota dan tidak hanya kantong plastik, di tingkat provinsi, Bali menjadi provinsi pertama yang membatasi timbulan sampah plastik sekali pakai.18 Semua ini terjadi secara organik bersama masyarakat, tanpa adanya panduan resmi mengenai perumusan peraturan pengurangan sampah dari KLHK. Kebijakan penting lain yang terjadi secara simultan di pusat dan daerah adalah diterbitkannya kebijakan dan strategi nasional pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis rumah tangga (Perpres Jakstranas).19 Dengan Jakstranas, Indonesia memiliki target pengurangan sampah sebesar 30%, dan penanganan sampah sebesar 70% pada tahun 2025.20 Menyusul pula penerbitan peraturan menteri untuk mendukung penerjemahan Jakstranas ke dalam kebijakan dan strategi daerah (Jakstrada) provinsi dan kabupaten/kota, yang diharapkan berlaku untuk periode 2018-2025.21 Sekalipun dengan berbagai catatan, diletakkannya pondasi awal kebijakan dan strategi pengelolaan sampah yang holistik melalui Jakstranas dan Jakstrada patut mendapatkan apresiasi. Selain peraturan yang telah diterbitkan, ada pula kealpaan yang tidak tersentuh sepanjang 2015 s.d. 2018. Optimalisasi penanganan di daerah merupakan hal besar yang alpa digenjot dalam tempo 2015-2018. Dengan masih menunggaknya PP Sampah Spesifik, penanganan sampah elektronik, aki bekas serta sampah spesifik lainnya semata-mata bergantung pada inisitatif

14 Peraturan Presiden No. 18 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Pembangkit Listrik Berbasis

Sampah di Provinsi DKI Jakarta, Kota Tangerang, Kota Bandung, Kota Semarang, Kota Surakarta, Kota Surabaya dan Kota Makassar.

15 Mahkamah Agung RI (2016) Aisya Adilla, dkk melawan Presiden Republik Indonesia, Putusan No. 27/P/HUM/2016.

16 Peraturan Presiden No. 35 Tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan.

17 KLHK telah mengeluarkan beberapa surat edaran terkait percobaan kebijakan kantong plastik berbayar, dan telah menyiapkan rancangan Peraturan Menteri mengenai kebijakan kantong belanja plastik tidak gratis. Namun, hingga penghujung 2018, rancangan peraturan ini masih belum ditandatangani Menteri LHK.

18 Peraturan Gubernur Bali No. 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai 19 Peraturan Presiden No. 97 Tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah

Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah Tangga 20 Target penurunan dihitung dari angka timbulan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah

tangga sebelum adanya Perpres Jakstranas. 21 Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P10/MENLHK/SETJEN/PLB.0/4/2018 tentang

Pedoman Penyusunan Kebijakan dan Strategi Daerah Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah Tangga

Page 19: Daftar Isi - icel.or.id · sebagai salah satu instrumen penilaian terhadap para kontestan dalam menyongsong Pemilu. CATATAN AWAL TAHUN 2019 INDONESIAN CENTER FOR ENVIRONMENTAL LAW

CATATAN AWAL TAHUN 2019 INDONESIAN CENTER FOR ENVIRONMENTAL LAW

18

masyarakat. Di sisi lain, arahan terang ketentuan penutup UU Pengelolaan Sampah yang telah lewat tenggat waktunya tak digubris. Padahal, timbulan open dumping baru seharusnya tidak terjadi sama sekali, dan konversi open dumping ke sanitary landfill dimandatkan selesai per 2013.22 Selain itu, penyediaan fasilitas pemilahan sampah terpilah 3 (tiga) jenis telah mencapai tenggat waktu pada Oktober 2015, dan untuk 5 (lima) jenis telah mencapai tenggat waktu Oktober 2017. Seharusnya, Jokowi menutup kepemimpinannya dengan melihat semua warga dapat mendapatkan jaminan fasilitas pengangkutan dan pembuangan sampah terpilah. Sayang hal ini tidak terdengar sama sekali hingga kini.

Pengelolaan Bahan Beracun dan Berbahaya (B3) dan Limbah Beracun dan Berbahaya (LB3): Semakin Banyak Kasus, Semakin Dilonggarkan, Semakin Dipercepat

Pemutakhiran hukum dan kebijakan terkait pengelolaan B3 dan limbah B3 cukup konsisten melahirkan produk baru.

Tabel 3. Beberapa Peraturan Perundang-Undangan LB3 dan B3 Selama Pemerintah Jokowi-JK

2015 • Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Nomor P.56/MENLHK-SETJEN/2015 Tahun 2015 tentang Tata Cara Dan Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan

• Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Nomor P.55/MENLHK-SETJEN/2015 Tahun 2015 Tentang Tata Cara Uji Karakteristik Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun

2016 • Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31/M-DAG/PER/5/2016 Tahun 2016 tentang Ketentuan Impor Limbah Non Bahan Berbahaya dan Beracun

• Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Nomor P.63/MENLHK/SETJEN/KUM.1/7/2016 Tahun 2016 Tentang Persyaratan dan Tata Cara Penimbunan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun di Fasilitas Penimbunan Akhir

• Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 57 Tahun 2016 tentang Rencana Aksi Nasional Pengendalian Dampak Kesehatan Akibat Pajanan Merkuri Tahun 2016-2020

2017 • Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Nomor P.36/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2017 Tahun 2017 Tentang Tata Cara Registrasi Dan Notifikasi Bahan Berbahaya Dan Beracun

• Peraturan Presiden No. 14 Tahun 2017 tentang Percepatan Infrastruktur Ketenagalistrikan (pasal I angka 12, pasal 37A)

• Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Nomor P.54/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2017 Tahun 2017 tentang Tata Kerja Tim Ahli Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun

• UU No. 11 Tahun 2017 tentang Ratifikasi Konvensi Minamata tentang Merkuri

Salah satu produk hukum yang menjadi capaian Pemerintah saat ini adalah ratifikasi Konvensi Minamata mengenai merkuri melalui UU No. 11 Tahun 2017. Ratifikasi ini didahului rencana aksi penghapusan merkuri di bidang kesehatan,23 dan pasca pengundangan ditindaklanjuti dengan perumusan rencana aksi nasional pengurangan dan penghapusan merkuri (“RAN PPM”) nasional yang menetapkan target pengurangan multi sektor.24 Hingga kini, RAN PPM tersebut masih berupa rancangan Peraturan Presiden, namun secara substantif telah rampung. Sekalipun demikian, beberapa penanganan memunculkan gejala baru yang perlu direspon cepat, antara lain memutus

22 Ketentuan peralihan dan penutup UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. 23 Peraturan Menteri Kesehatan No. 57 Tahun 2016 tentang Rencana Aksi Nasional Rencana Aksi Nasional

Pengendalian Dampak Kesehatan Akibat Pajanan Merkuri 2016-2020. 24 Dalam Perpres Rencana Aksi Nasional Pengurangan dan Penghapusan Merkuri (RAN-PPM) yang disusun,

ada empat bidang prioritas pengurangan merkuri dengan target pengurangan sbb: PESK (100%), industri manufaktur (50%), energi (33%), dan kesehatan (100%). Target pengurangan merkuri sektor PESK dan kesehatan mencapai 100%.

Page 20: Daftar Isi - icel.or.id · sebagai salah satu instrumen penilaian terhadap para kontestan dalam menyongsong Pemilu. CATATAN AWAL TAHUN 2019 INDONESIAN CENTER FOR ENVIRONMENTAL LAW

CATATAN AWAL TAHUN 2019 INDONESIAN CENTER FOR ENVIRONMENTAL LAW

19

rantai perdanganan merkuri secara daring, penanganan merkuri sitaan dan pencegahan perdagangan barang bukti oleh oknum.25 Selain merkuri, Indonesia juga masih menunggak implementasi rencana aksi dari Konvensi Stockholm, yang terakhir telah Indonesia serahkan pada sekretariat konvensi pada tahun 2014.26 Salah satu hal penting yang perlu dilakukan Indonesia adalah menyesuaikan daftar B3 dalam PP Pengelolaan Bahan Beracun dan Berbahaya (PP B3) dengan daftar pencemar organik yang persisten (“POPs”) dalam Konvensi Stockholm. Revisi PP B3 timbul tenggelam, dan sekalipun telah ada niat politis untuk mengintegrasikan konsep SAICM (strategic approach to international chemical management), hingga kini belum ada kemajuan berarti dalam rancangannya. Satu-satunya pemutakhiran peraturan yang tercatat terkait B3 adalah peraturan mengenai registrasi dan notifikasi B3.27 Padahal daftar POPs dalam Konvensi Stockholm pasca rencana aksi 2014 pun telah bertambah, dan Indonesia perlu segera memasukkan pembaruan rencana aksinya untuk POPs baru. Selain penanganan merkuri dan B3, KLHK juga melahirkan beberapa peraturan menteri untuk melaksanakan ketentuan dalam PP Pengelolaan Limbah B3.28 Secara kronologis, telah lahir peraturan mengenai tata cara uji karakteristik LB3,29 penimbunan LB3 di fasilitas penimbunan akhir,30 serta tim ahli LB3.31 KLHK juga telah mendorong penggunaan kembali LB3 abu dasar dan abu terbang dari pembangkit listrik dalam pembangunan infrastruktur.32 Sekalipun demikian, ketentuan uji karakteristik, yang berhubungan erat dengan kemungkinan delisting dari daftar LB3 dan penggunaan kembali LB3, telah mendapat kritikan karena dianggap dilonggarkan sedemikian rupa hingga berpotensi mengkompromikan kesehatan manusia. Sepanjang 2015-2018, industri telah mengoptimalkan kesempatan delisting ini, dan ini tentu akan terus menjadi tren kedepannya. Hingga kini, KLHK telah menerima 50 permohonan delisting LB3, sekalipun belum satupun diterima.33 Kepemimpinan KLHK untuk menerapkan ketentuan ini secara ketat dengan perspektif toksikologi yang memadai akan menentukan pilihan politis Indonesia dalam perlindungan kesehatan publik. Di sisi lain, tumbuhnya permasalahan-permasalahan B3 dan limbah B3 pada periode 2015-2018 tergolong cepat dan beragam. Setidaknya jika dilihat dari masalah-masalah yang muncul ke permukaan seperti tidak tertanganinya limbah medis,34 slag aluminium,35 kontaminasi penimbunan

25 Balifokus, ICEL dan CRPG, “Lembar Kajian Kebijakan: Perdagangan Merkuri di Indonesia: Tantangan, Strategi dan Kebijakan,” Desember 2018.

26 Review and Update for the National Implementation Plan for the Stockholm Convention, 27 Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Nomor P.36/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2017 Tahun

2017 Tentang Tata Cara Registrasi Dan Notifikasi Bahan Berbahaya Dan Beracun. 28 Peraturan Pemerintah No. 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah B3. 29 Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Nomor P.55/MENLHK-SETJEN/2015 Tahun 2015

Tentang Tata Cara Uji Karakteristik Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. 30 Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Nomor P.63/MENLHK/SETJEN/KUM.1/7/2016 Tahun

2016 Tentang Persyaratan dan Tata Cara Penimbunan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun di Fasilitas Penimbunan Akhir.

31 Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Nomor P.54/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2017 Tahun 2017 tentang Tata Kerja Tim Ahli Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun

32 Peraturan Presiden No. 14 Tahun 2017 tentang Percepatan Infrastruktur Ketenagalistrikan. 33 Wawancara dengan Masnellyarti Hilman, 5 Desember 2018. 34 Pada akhir 2017, kasus limbah medis di Cirebon mendapat sorotan media massa secara masif, antara lain,

lih: BBC Indonesia, “Limbah beracun rumah sakit dari Jakarta hingga Surabaya dibuang di tepi jalan Cirebon,” diakses di https://www.bbc.com/indonesia/majalah-42406704 pada 20 Desember 2017.

35 VOA Indonesia, “Jombang, Tempat Penampungan Ilegal Limbah B3 Terbesar di Jatim,” diakses di https://www.voaindonesia.com/a/jombang-tempat-penampungan-ilegal-limbah-b3-terbesar-di-jatim/4425215.html pada Juni 2018.

Page 21: Daftar Isi - icel.or.id · sebagai salah satu instrumen penilaian terhadap para kontestan dalam menyongsong Pemilu. CATATAN AWAL TAHUN 2019 INDONESIAN CENTER FOR ENVIRONMENTAL LAW

CATATAN AWAL TAHUN 2019 INDONESIAN CENTER FOR ENVIRONMENTAL LAW

20

LB3 ke permukiman warga,36 kontaminasi merkuri dan sianida di berbagai lokasi pertambangan rakyat37 dan lain-lain. Beberapa permasalahan telah direspons dengan cukup sigap oleh pemerintah, sekalipun lebih dengan pendekatan kasuistis dan non-proaktif. Komitmen perbaikan infrastruktur pengelolaan limbah B3, baik untuk pengolahan seperti di Jakarta38 dan Jawa Timur39 atau perbaikan jasa pengangkutan,40 bermunculan atau dipercepat sekalipun masih jauh dari terealisasi. Mencuatnya permasalahan limbah medis pada 2017, sekalipun pada tahun 2015 KLHK telah menerbitkan peraturan menteri tentang pengelolaan limbah medis,41 mengindikasikan peraturan harus dikoordinasikan dan diawasi implementasinya. Setiap permasalahan yang muncul selalu menimbulkan pertanyaan mengenai dilema masifnya kegiatan ilegal yang tidak terawasi, kemampuan mengidentifikasi cemaran dan memperketat pencegahan, serta tanggungan biaya pemulihan. Hingga tahun 2018, upaya strategis untuk memperbaiki hal-hal mendasar di atas masih jauh panggang dari api. Penerbitan PP Instrumen Ekonomi42 dan Perpres Dana Lingkungan43 dapat menjadi dasar yang baik untuk penanggulangan dan pemulihan – jika tidak disalahgunakan secara sembrono untuk membiayai hal-hal lain yang bisa merusak lingkungan lebih parah.44 Namun, pada akhirnya, hanya optimalisasi instrumen pencegahan lah yang akan mampu membendung laju penanganan dampak yang harus ditanggung Indonesia. Sayangnya, perizinan B3 dan limbah B3 yang seharusnya ditangani dengan cermat dan hati-hati justru mengikutsertakan diri pada arus percepatan pembangunan melalui PP Online Single Submission (“PP OSS”). Sungguh langkah yang berani mengingat Indonesia masih tertatih dalam penyediaan infrastruktur dasar pengendalian B3 dan LB3, seperti laboratorium, tenaga pengawas, instrumen insentif pengurangan dan penggunaan kembali, serta kelengkapan standard45 dan panduan teknis.46

36 VOA Indonesia, “Aksi Protes Perempuan Desa Lakardowo, Tuntut Penuntasan Kasus Pencemaran Limbah

B3,” diakses di https://www.voaindonesia.com/a/aksi-protes-perempuan-desa-lakardowo-tuntut-penuntasan-kasus-pencemaran-limbah-b3/4527783.html pada Agustus 2018.

37 Pada tahun 2017, harian Kompas menurunkan liputan khusus merkuri dengan 4 (empat) headline berturut-turut. Pada Oktober 2018, Kompas kembali menurunkan berita dengan judul “Tujuh Tahun Gunung Botak Gagal Ditutup,” diakses di https://kompas.id/baca/nusantara/2018/10/10/tujuh-tahun-gunung-botak-gagal-ditutup/ pada Oktober 2018.

38 CNN Indonesia, “Pemprov DKI Anggarkan Transit Limbah B3 Senilai Rp1,4 M,” diakses di https://www.cnnindonesia.com/nasional/20180917145005-20-330813/pemprov-dki-anggarkan-transit-limbah-b3-senilai-rp14-m pada September 2018.

39 Bangsa Online.com, “Komisi D Dorong Pemprov Segera Realisasikan Pusat Pengelolaan Limbah Industri,” diakses di https://www.bangsaonline.com/berita/50769/komisi-d-dorong-pemprov-segera-realisasikan-pusat-pengelolaan-limbah-industri pada November 2018.

40 Antara lain, kerjasama BGR dengan swasta untuk memperbanyak armada pengangkut limbah B3, kerjasama BGR dengan PT KAI untuk mengangkut limbah B3 dengan kereta.

41 Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Nomor P.56/MENLHK-SETJEN/2015 Tahun 2015 tentang Tata Cara Dan Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan

42 Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2017 tentang Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup. 43 Peraturan Presiden No. 77 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Dana Lingkungan Hidup. 44 Dari pantauan media, misalnya, terdapat wacana penggunaan dana pemulihan Citarum untuk membangun

50 unit insinerator, yang telah diketahui menghasilkan gas rumah kaca dan pencemar beracun, lihat: Sindo Jabar, “Menko Luhut Pastikan Dana Penanganan Citarum Sudah Terintegrasi,” diakses di https://jabar.sindonews.com/read/3148/1/menko-luhut-pastikan-dana-penanganan-citarum-sudah-terintegrasi-1544001146 pada Desember 2018.

45 Salah satu peraturan yang ditunggu pemutakhirannya dalam periode ini adalah perubahan PermenLH No. 33 Tahun 2009 mengenai Tata Cara Pemulihan Lahan Terkontaminasi Limbah B3, yang dianggap terlalu generik dan belum mencerminkan peruntukkan lahan.

46 Panduan teknis yang diperlukan antara lain: tata cara delisting LB3, tata cara pengolahan yang lebih spesifik per jenis industri dan/atau per jenis limbahnya, pemutakhiran tata cara pemanfaatan kembali LB3. Sumber: Wawancara dengan Masnellyarti Hilman, 5 Desember 2018.

Page 22: Daftar Isi - icel.or.id · sebagai salah satu instrumen penilaian terhadap para kontestan dalam menyongsong Pemilu. CATATAN AWAL TAHUN 2019 INDONESIAN CENTER FOR ENVIRONMENTAL LAW

CATATAN AWAL TAHUN 2019 INDONESIAN CENTER FOR ENVIRONMENTAL LAW

21

Pengendalian Pencemaran Air: Daya Tampung Dihitung, Menunggu Praktik Baik Pemulihan, Perlukah Moratorium?

Pengendalian pencemaran air lebih berfokus pada mengimplementasikan tunggakan mandat peraturan lama dan memperbaiki kualitas air yang berstatus cemar berat. Pemutakhiran hukum secara komprehensif melalui revisi PP Pengendalian Pencemaran Air masih belum terwujud.

Tabel 4. Beberapa Peraturan Perundang-Undangan Pengendalian Pencemaran Air selama Pemerintahan

Jokowi-JK

Tabel 5.

Beberapa Peraturan Perundang-Undangan yang terkait atau dapat mempengaruhi Pengelolaan Kualitas Air selama Pemerintahan Jokowi-JK

2014 • Peraturan Presiden Nomor 185 Tahun 2014 Percepatan Penyediaan Air Minum Dan Sanitasi

2015 • Peraturan Pemerintah Nomor 122 Tahun 2015 tentang Sistem Penyediaan Air Minum

• Peraturan Pemerintah Nomor 121 Tahun 2015 tentang Pengusahaan Sumber Daya Air

• Permen PUPR No. 28/PRT/M/2015 Tahun 2015 tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai dan Garis Sempadan Danau

• Permen PUPR No. 30/PRT/M/2015 Tahun 2015 tentang Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Irigasi

• Permen PUPR No. 29/PRT/M/2015 Tahun 2015 tentang Rawa

• Permen PUPR No. 27/PRT/M/2015 Tahun 2015 tentang Bendungan

• Permen PUPR No. 21/PRT/M/2015 Tahun 2015 tentang Eksploitasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi Tambak

• Permen PUPR No. 16/PRT/M/2015 Tahun 2015 tentang Eksploitasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi Rawa Lebak

2016 • Permen LHK No. P.89/MENLHK/SETJEN/KUM.1/11/2016 Tahun 2016 tentang Pedoman Penanaman Bagi Pemegang Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan dalam Rangka Rehabilitasi Daerah Aliran Sungai

• Permen LHK No. P.23/MENLHK/SETJEN/OTL.0/1/2016 Tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

• Permen LHK No. P.79/MENLHK/SETJEN/OTL.0/9/2016 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.10/Menlhk/Setjen/Otl.0/1/2016 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Dan Hutan Lindung

• Permen PUPR No. 01/PRT/M/2016 Tahun 2016 Tata Cara Perizinan Pengusahaan Sumber Daya Air dan Penggunaan Sumber Daya Air

2016 • Permen LHK No 86 Tahun 2016 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik

2018 • Permen LH No. P.21/MenLHK/Setjen/KUM.1/7/2018 tentang Baku Mutu Air Limbah

pada Industri Penyamakan Kulit

• Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Nomor

P.5/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2018 Tahun 2018 tentang Standar dan Sertifikasi

Kompetensi Penanggung Jawab Operasional Pengolahan Air Limbah Dan Penanggung

Jawab Pengendalian Pencemaran Air

• Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2018 tentang Percepatan Pengendalian

Pencemaran dan Kerusakan Daerah Aliran Sungai Citarum

Page 23: Daftar Isi - icel.or.id · sebagai salah satu instrumen penilaian terhadap para kontestan dalam menyongsong Pemilu. CATATAN AWAL TAHUN 2019 INDONESIAN CENTER FOR ENVIRONMENTAL LAW

CATATAN AWAL TAHUN 2019 INDONESIAN CENTER FOR ENVIRONMENTAL LAW

22

2017 • Permen PUPR No. 17/PRT/M/2017 Tahun 2017 tentang Pedoman Pembentukan Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air Pada Tingkat Wilayah Sungai

• Permen PUPR No. 15/PRT/M/2017 Tahun 2017 tentang Tata Cara Penghitungan Besaran Nilai Perolehan Air Permukaan

2018 • Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2018 tentang Percepatan Penyediaan Embung Kecil dan Bangunan Penampung Air Lainnya di Desa

Peraturan pertama yang ditandatangani Presiden Jokowi terkait air adalah Perpres Percepatan Penyediaan Air Minum dan Sanitasi.47 Ambisi ini terganjal dua hal. Pertama, ambisi percepatan yang melambat atau kurang tepat sasaran. Kedua, ancaman mundurnya kemajuan yang dicapai karena benturan dengan ambisi lain, yaitu percepatan industrialisasi yang alpa lingkungan. Penyediaan air minum terkait erat dengan ketersediaan dan kualitas sumber-sumber air, dan senada dengan ini, KLHK menentukan target perbaikan kualitas air pula di 15 DAS prioritas.48 Pendekatan yang lebih ilmiah dan metodologis pun telah dimulai dengan penghitungan beban pencemar, yang sejauh ini melahirkan preseden baik SK penetapan DTBPA (daya tampung beban pencemaran air) dan alokasi beban di 7 (tujuh) sungai tercemar.49 Sekalipun belum sesuai target, sesungguhnya penetapan ini bisa melahirkan model baik bagi pengendalian pencemaran. Sayang, tindak lanjut dari alokasi beban ini, yang seharusnya dilanjutkan dengan penelaahan kembali izin pembuangan air limbah, bahkan moratorium pembuangan air limbah, belum dilakukan.50 Namun, seringkali pendekatan holistik diabaikan, dan solusi kosmetik lah yang diprioritaskan. Usaha separuh hati ini dapat diobservasi dalam ambisi untuk menjadikan Citarum sebagai model pemulihan, setidaknya melalui Perpres Percepatan Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan DAS Citarum,51 yang patut diapresiasi namun ironis pada saat yang bersamaan. Dibatalkannya izin pembuangan air limbah 3 perusahaan tekstil besar di Sungai Cikijing oleh PTUN Bandung yang terus diperkuat bahkan hingga Peninjauan Kembali, karena telah terlampauinya beban pencemaran Sungai Cikijing, anak Sungai Citarum, seharusnya menjadi pelajaran. Namun, setahun setelah keluarnya putusan berkekuatan hukum tetap,52 belum ada moratorium izin di Sungai Cikijing. Selain itu, rencana aksi pemulihan Citarum diciderai oleh pemerintah pusat sendiri. Wacana relokasi industri di Citarum diiringi dengan industrialisasi masif dengan kemudahan penerbitan izin pembuangan air limbah yang kini terintegrasi dengan izin lingkungan dengan komitmen berdasarkan PP OSS, yang bisa didapat sebelum AMDAL selesai53 – menyebabkan perizinan makin tidak terkontrol. Aksi-aksi pembersihan sampah melahirkan wacana insinerator,54 yang justru akan menghasilkan emisi beracun dan residu abu yang juga beracun. Kepemimpinan TNI dalam

47 Peraturan Presiden Nomor 185 Tahun 2014 Percepatan Penyediaan Air Minum Dan Sanitasi 48 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (2015) Rencana Strategis Kementerian Lingkungan Hidup

dan Kehutanan, Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup. 49 SK penetapan DTBPA dan alokasi beban pencemar yang telah ada sejauh ini mencakup Sungai Ciliwung,

Sungai Citarum, Sungai Cisadane, Sungai Brantas, Sungai Bengawan Solo, Sungai Siak dan Sungai Kapuas. Sisanya telah dihitung, dan menunggu penetapan.

50 WALHI, Greenpeace, ICEL dan Pawapeling, “Memulihkan Citarum: Mulai dari Limbah Industri,” diakses di https://walhi.or.id/memulihkan-citarum-mulai-dari-limbah-industri/ pada Januari 2018.

51 Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2018 tentang Percepatan Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Daerah Aliran Sungai Citarum

52 Putusan Kasasi No. 187 K/TUN/LH/2017, yang mencabut izin pembuangan air limbah PT. Kahatex, PT Insan Sandang Internusa dan Five Star Tekstil Indonesia karena sungai Cikijing telah tercemar berat.

53 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2018 tentang Online Single Submission. 54 Pikiran Rakyat, “Insinerator akan Disebar di 50 Titik DAS Citarum,” diakses di https://www.pikiran-

rakyat.com/jawa-barat/2018/12/05/insinerator-akan-disebar-di-50-titik-das-citarum-434321 pada Desember 2018.

Page 24: Daftar Isi - icel.or.id · sebagai salah satu instrumen penilaian terhadap para kontestan dalam menyongsong Pemilu. CATATAN AWAL TAHUN 2019 INDONESIAN CENTER FOR ENVIRONMENTAL LAW

CATATAN AWAL TAHUN 2019 INDONESIAN CENTER FOR ENVIRONMENTAL LAW

23

penertiban pembuangan limbah ilegal patut diapresiasi,55 namun perlu dibarengi dengan penguatan Dinas Lingkungan Hidup agar lebih andal dan bergigi. Kurangnya anggaran dan PPLH di DLH kota/kabupaten maupun provinsi perlu disikapi secara serius, agar solusi pengawasan pengendalian pencemaran air dapat berkelanjutan. Memastikan izin pembuangan air limbah taat alokasi beban tetap merupakan hal penting yang mutlak harus diselesaikan. Utamanya, semua pihak perlu mengingat bahwa pemulihan Citarum bukan hanya sekali ini diwacanakan, namun telah terjadi beberapa kali pada tahun 1989, 2001, hingga 2013, tanpa kesuksesan yang berlanjut.56 Memakai pendekatan kosmetik akan mengulang ketidakberlanjutan program-program lama, dan sekali lagi menjadi pemborosan semata. Di sisi lain, beberapa peraturan baru yang diterbitkan KLHK memberikan peluang perbaikan implementasi pengelolaan kualitas air yang lebih baik, sekalipun dengan beberapa catatan. Satu hal positif yang telah muncul adalah dilakukannya pembangunan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) komunal sebagai salah satu prioritas sanitasi, yang dilengkapi PermenLHK tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik.57 Selain itu, PermenLHK tentang baku mutu air limbah pada industri penyamakan kulit58 telah dimutakhirkan, namun menimbulkan pertanyaan karena parameter COD dan amonia justru dilonggarkan.59 PermenLHK tentang standar dan sertifikasi kompetensi penanggungjawab operasional pengelolahan air limbah dan penanggungjawab pengendalian pencemaran air60 juga dapat membantu memastikan kewajiban teknis pengelolaan air limbah dilakukan dengan benar, jika sertifikasinya dapat dipastikan andal dan terjangkau. Pada akhirnya, tanpa pendekatan holistik dengan penekanan instrumen pencegahan, pengawasan dan penegakan hukum yang terencana dengan baik pada masing-masing sumber air tercemar, indikator capaian berkurangnya beban pencemar 30% masih jauh dari dapat terpenuhi. Dan jangan dilupakan pula, pekerjaan rumah KLHK yang telah tertunda lama, revisi PP No. 82 Tahun 2001 tentang Pengendalian Pencemaran Air, masih menunggak.

Pengendalian Pencemaran Udara: Monitoring Lebih Baik, Namun Perlu Kebijakan Berbasis Bukti Ilmiah & Inovasi Teknologi

Pengendalian pencemaran udara menunjukkan perbaikan cukup baik dalam perbaikan pemantauan dan komunikasi dampak. Namun, pemutakhiran hukum secara komprehensif melalui revisi PP Pengendalian Pencemaran Udara masih belum terwujud.

55 Hingga September 2018, telah ada 107 kasus pencemaran limbah pabrik ke Sungai Citarum yang ditangani

oleh kepolisian dari penyelidikan hingga penyidikan. Adapun 57 kasus berada di kewenangan Polda dan 55 kasus berada di bawah kewenangan Polres. Lih: iNews.id, “TNI dan POLRI Komitmen Tindak Tegas Pencemar Sungai Citarum,” diakses di https://www.inews.id/daerah/jabar/259981/tni-dan-polri-komitmen-tindak-tegas-pencemar-sungai-citarum pada September 2018.

56 Kumparan.com, “Gonta Ganti Jurus Pemerintah untuk Citarum,” diakses di https://kumparan.com/@kumparannews/gonta-ganti-jurus-pemerintah-untuk-citarum pada Maret 2018.

57 Permen LHK No 86 Tahun 2016 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik. 58 Permen LH No. P.21/MenLHK/Setjen/KUM.1/7/2018 tentang Baku Mutu Air Limbah pada Industri

Penyamakan Kulit. 59 Kadar maksimum BOD dari 50 mg/L menjadi 30 mg/L; COD dari 110 mg/L menjadi 200 mg/L; Amonia dari

0,5 mg/L menjadi 2 mg/L. Lih: Ibid. 60 Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Nomor P.5/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2018 Tahun

2018 tentang Standar dan Sertifikasi Kompetensi Penanggung Jawab Operasional Pengolahan Air Limbah Dan Penanggung Jawab Pengendalian Pencemaran Air.

Page 25: Daftar Isi - icel.or.id · sebagai salah satu instrumen penilaian terhadap para kontestan dalam menyongsong Pemilu. CATATAN AWAL TAHUN 2019 INDONESIAN CENTER FOR ENVIRONMENTAL LAW

CATATAN AWAL TAHUN 2019 INDONESIAN CENTER FOR ENVIRONMENTAL LAW

24

Tabel 6. Beberapa Peraturan Perundang-Undangan Pengendalian Pencemaran Udara

selama Pemerintahan Jokowi-JK

2016 • PermenLHK No. 70 Tahun 2016 tentang Baku Mutu Emisi Pembangkit Listrik Tenaga Sampah

2017 • PermenLHK No. 20/2017 tentang BME Sumber Bergerak Tipe Baru Kategori M, N dan O

• PermenLHK No. 19 Tahun 2017 tentang Baku Mutu Emisi Industri Semen

2018 • PermenLHK No. 6 Tahun 2018 tentang Standar dan Sertifikasi Kompetensi Penanggungjawab Operasional Instalasi Pengendalian Pencemaran Udara dan Penanggung Jawab Pengendalian Pencemaran Udara

Pada awalnya, Pemerintahan Jokowi dihadapkan dengan masalah Karhutla yang cukup massif. Namun kinerja pemerintah tetap mendapat respon dengan adanya gugatan warga negara oleh masyarakat Palangkaraya yang menggugat akuntabilitas pemerintah, (Presiden dan KLHK). Sebuah rekomendasi Komnas HAM juga diterbitkan beriringan dengan gugatan tersebut.61 Dengan kealpaan pemerintah melakukan sederet tugasnya, termasuk peninjauan ulang izin agar dapat mengakomodir syarat buka lahan tanpa bakar, kurangnya alokasi anggaran untuk operasional dan program pencegahan, serta tiadanya sarana pengobatan bagi korban asap, masyarakat menang hingga Pengadilan Tinggi.62 Bagaimanapun, Karhutla meningkatkan kepedulian masyarakat, dan KLHK, dalam pengendalian pencemaran udara. Usaha KLHK untuk memperbaiki stasiun pantau bagaimanapun perlu diapresiasi, khususnya penambahan AQMS di wilayah rawan kebakaran dan untuk parameter PM 2.5.63 Peran pemantauan dan informasi mengenai pencemar dalam kepedulian masyarakat ini tampak paling jelas di konteks urban, dan tak lain, di Ibukota Jakarta. Jakarta memberikan kejutan kedua setelah Palangkaraya, dalam konteks permasalahan udara yang berbeda, yaitu urban, lagi-lagi dengan gugatan warga negara atas kelalaian pemerintah mengendalikan pencemaran udara di ibukota.64 Kelalaian yang disoroti adalah instrumen yang telah lama dimandatkan, yaitu pengawasan dan penegakan hukum (termasuk uji emisi) serta strategi dan rencana aksi pengendalian pencemaran udara di DKI Jakarta. Sekalipun masih berupa notifikasi, cukup menarik menyimak dinamika dimana masyarakat memberikan umpan balik atas data pencemaran udara dengan mengingatkan pemerintah akan pekerjaan rumahnya mengimplementasikan kebijakan. Selangkah di belakang pengendalian pencemaran air, Indonesia belum sekalipun memiliki rencana aksi pemulihan kualitas udara di kota-kotanya. Di sisi lain, KLHK cukup produktif dalam memutakhirkan baku mutu emisi jika dibandingkan matra lainnya. Tercatat, KLHK telah memutakhirkan baku mutu emisi kendaraan tipe M, N dan O (roda 3

61 Hukum Online, “5 Rekomendasi Komnas HAM terkait Kebakaran Hutan dan Lahan,” diakses di

https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt57d158d92f263/5-rekomendasi-komnas-ham-terkait-kebakaran-hutan-dan-lahan pada September 2016.

62 CNN Indonesia, “Jokowi Kalah di Pengadilan Soal Tragedi Kebakaran Hutan 2015,” diakses di https://www.cnnindonesia.com/nasional/20170324133319-12-202521/jokowi-kalah-di-pengadilan-soal-tragedi-kebakaran-hutan-2015 pada Maret 2017.

63 Tempo.co, “Pantau Mutu Udara, KLHK Targetkan 45 Alat Terpasang di Indonesia,” diakses di https://bisnis.tempo.co/read/880719/pantau-mutu-udara-klhk-targetkan-45-alat-terpasang-di-indonesia pada Juni 2017.

64 CNN Indonesia, “Kecewa Kualitas Udara Jakarta, Warga Gugat Anies dan Jokowi,” diakses di https://www.cnnindonesia.com/nasional/20181205182324-20-351428/kecewa-kualitas-udara-jakarta-warga-gugat-anies-dan-jokowi pada Desember 2018.

Page 26: Daftar Isi - icel.or.id · sebagai salah satu instrumen penilaian terhadap para kontestan dalam menyongsong Pemilu. CATATAN AWAL TAHUN 2019 INDONESIAN CENTER FOR ENVIRONMENTAL LAW

CATATAN AWAL TAHUN 2019 INDONESIAN CENTER FOR ENVIRONMENTAL LAW

25

dan 4), industri semen, serta membuat BME untuk PLTSa. Di bidang pengendalian pencemaran udara pula, KLHK paling banyak mendapatkan ujian dari masyarakat yang ingin berpartisipasi dalam pembuatan BME. Dengan segala pro kontra PLTSa, BME PLTSa menuai kritik keras karena mengukur cemaran paling beracun, dioxin dan furan, hanya sekali per 5 (lima) tahun.65 BME kendaraan tipe M, N, O mendapat kritik keras karena ditunda keberlakuannya.66 Tak hanya BME yang telah diundangkan, BME yang dalam pembahasan pun, seperti PLTU Batubara, mendapatkan respons yang sangat menarik dari masyarakat sipil.67 Ketiadaan prosedur pelibatan masyarakat, dan standar substantif dalam memproses saran, pendapat dan tanggapan masyarakat, terutama yang bersifat informasi ilmiah, menjadi penyebab utama sulitnya posisi KLHK. Pemutakhiran baku mutu ini sangat penting mengingat ambisi membangun Indonesia yang masif akan menambah beban pencemar ke ruang udara kota-kota padat penduduk yang mulai tipis daya tampungnya. Selain hal-hal besar, hal-hal kecil pun perlu diseriuskan praktik baiknya. Masalah seperti pembakaran sampah dan/atau kebakaran TPS/TPA masih menjadi permasalahan udara yang paling dekat dengan masyarakat. Begitu juga dengan pencemar udara dalam ruang, terutama yang bersumber dari asap rokok dan penggunaan kayu bakar di dalam ruang. Besar atau kecil permasalahan pencemaran udaranya, pendekatan multisektor diperlukan. Dan jangan dilupakan, revisi PP Pengendalian Pencemaran Udara yang memuat beberapa instrumen pengendalian pencemaran udara yang dapat membantu pengambilan keputusan yang lebih berbasis ilmiah perlu segera dituntaskan.

65 Mongabay, “Menyoal Listrik Sampah: Amankah bagi Lingkungan dan Kesehatan?” diakses di

http://www.mongabay.co.id/2018/07/10/menyoal-listrik-sampah-amankah-bagi-lingkungan-dan-kesehatan/ pada Juli 2018.

66 CNN Indonesia, “5 Merk Mobil Tunda Terapkan Euro 4,” diakses di https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20181101135209-384-343207/5-merek-mobil-tunda-terapkan-euro-4 pada November 2018.

67 Kompas, “Selesaikan Revisi Baku Mutu Emisi PLTU,” 12 Mei 2018.

Page 27: Daftar Isi - icel.or.id · sebagai salah satu instrumen penilaian terhadap para kontestan dalam menyongsong Pemilu. CATATAN AWAL TAHUN 2019 INDONESIAN CENTER FOR ENVIRONMENTAL LAW

CATATAN AWAL TAHUN 2019 INDONESIAN CENTER FOR ENVIRONMENTAL LAW

26

4. Kebijakan Umum Hukum Lingkungan dan Tinjauan Visi-Misi Capres-Cawapres

Relativisme Hukum ala Pemerintahan Jokowi: Hukum sebagai Alat Kekuasaan ?

Pemerintah dengan mudahnya mengubah aturan walaupun bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi, bahkan sengaja “mengakali” putusan pengadilan. Setidaknya dalam 2-3 tahun terakhir, kualitas Indonesia sebagai negara hukum dipertanyakan. Hal ini karena dengan mudahnya pemerintah mengubah dan menyusun aturan yang secara prinsip maupun materi bertentangan dengan aturan yang lain maupun berpotensi melanggar HAM. Contoh pertama adalah PP Nomor 13 Tahun 2017 dan Perpres Nomor 58 Tahun 2017. Kedua aturan ini memiliki kaitan erat karena perubahan RTRWN yang diatur dalam PP Nomor 13 Tahun 2017 utamanya dilakukan untuk mengakomodir Proyek Strategis Nasional (PSN) sebagaimana diatur dalam Perpres Nomor 58 Tahun 2017. Masalah yang kemudian muncul adalah kebolehan untuk melanggar rencana tata ruang yang telah lebih dahulu ada terutama RTRW dan RDTR Daerah dan juga diperkokoh dengan memberikan dasar bagi Menteri untuk memberikan rekomendasi atas kegiatan pemanfaatan ruang yang bernilai strategis nasional maupun berdampak besar yang belum dimuat dalam RTRW dan RDTR Daerah tanpa disertai dengan kondisi dan parameter yang jelas. Contoh kedua adalah penerbitan kembali Izin Lingkungan PT Semen Indonesia oleh Gubernur Jawa Tengah pasca putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung No. 99PK/TUN/2016, yang melarang ada tambang di karst yang disamakan oleh majelis hakim sebagai sumber air. Penerbitan kembali izin lingkungan ini dilakukan dengan membuat “addendum” AMDAL dan menyetujui lzin lingkungan yang baru dalam waktu singkat. Hal senada juga terjadi terhadap Izin Lingkungan PLTU Cirebon II yang dibatalkan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung. Terhadap pembatalan tersebut, Pemerintah Provinsi Jawa Barat malah menerbitkan izin lingkungan baru untuk PT Cirebon Energi Prasarana. Keputusan kontroversial seperti ini tentunya merupakan preseden yang buruk bagi tata kelola lingkungan hidup di Indonesia. Contoh ketiga dan terbaru adalah diundangkannya PP Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik atau yang juga dikenal dengan online single submission (OSS). PP OSS diundangkan dengan materi yang pada pokoknya menerabas banyak ketentuan yang sudah diatur dalam aturan di tingkat yang lebih tinggi. Salah satunya pengaturan izin usaha dan izin lingkungan berdasarkan komitmen, yang pada intinya pelaku usaha dan/atau kegiatan bisa mendapatkan kedua jenis izin tersebut dan izin-izin lainnya hanya dengan komitmen akan melengkapi persyaratan lainnya (salah satunya Amdal) dikemudian hari. Masalah yang muncul adalah dengan mengantongi izin usaha berdasarkan komitmen, pelaku usaha sudah dapat melakukan beberapa kegiatan termasuk pelaksanaan produksi. Seyogyanya aturan seperti ini justru menempatkan seluruh pihak dalam ketidakpastian, tersebut pelaku usaha sendiri selain memperlemah posisi pemerintah dalam melakukan pengawasan atas kepatuhan izin.

Page 28: Daftar Isi - icel.or.id · sebagai salah satu instrumen penilaian terhadap para kontestan dalam menyongsong Pemilu. CATATAN AWAL TAHUN 2019 INDONESIAN CENTER FOR ENVIRONMENTAL LAW

CATATAN AWAL TAHUN 2019 INDONESIAN CENTER FOR ENVIRONMENTAL LAW

27

Visi dan Misi Capres-Cawapres Belum Mendarat Pada Persoalan

Program perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup saat ini menjadi bagian dari visi dan misi kedua Capres-Cawapres kontestan Pilpres 2019. Pasangan No. 1 Joko Widodo - Ma’ruf Amin yang mengusung visi “Terwujudnya Indoensia Maju yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong” memasukkan pencapaian lingkungan hidup yang berkelanjutan sebagai salah satu misinya. Misi tersebut memfokuskan kepada: (1) Pengembangan Kebijakan Tata Ruang Terintegrasi; (2) Mitigasi Perubahan Iklim; dan (3) Penegakan Hukum dan Rehabilitasi Lingkungan. Sedangkan Pasangan No. 2 Prabowo-Sandi mengusung visi “Terwujudnya Bangsa dan Negara Republik Indonesia yang adil, makmur, bermartabat, relijius, berdaulat, berdiri diatas kaki sendiri dibidang ekonomi, dan berkepribadian nasional yang kuat di bidang budaya serta menjamin kehidupan yang rukun antar warga negara tanpa memandang suku, agama, ras, latarbelakang etnis dan sosial berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945”, memasukkan lingkungan hidup sebagai salah satu pilar untuk mendukung pencapaian misinya yaitu: (1) Berperan aktif mengatasi perubahan iklim global, sesuai kondisi Indonesia; (2) Memberikan hukuman seberat-beratnya bagi pemilik perusahaan yang melakukan pembalakan liar, kebakaran hutan dan pembunuhan hewan langka yang dilindungi; (3) Merevitalisasi usaha-usaha pelestarian lingkungan mengunakan kearifan lokal, di wilayah-wilayah yang mengalami degradasi lingkungan yang berat; (4) Meningkatkan perlindungan hewan langka dengan meningkatkan luas areal perlindungan dan konservasi. Secara umum kedua pasangan menjadikan isu lingkungan hidup sebagai salah satu agenda ke depan dalam mewujudkan visi dan misinya. Sayangnya, jika dilihat dari berbagai catatan dan persoalan yang telah dikemukakan, ICEL memberikan dua catatan besar bagi kedua visi dan misi Capres-Cawapres:

(1) Sebagian besar visi dan misi kedua calon masih bersifat umum dan belum memberikan target secara terukur, terutama langkah-langkah strategis yang seharusnya cukup menarik apabila mereka elaborasi;

(2) Kedua pasangan umumnya menekankan pada isu-isu lingkungan hidup yang terkait dengan hutan, lahan, sungai, perubahan iklim, konservasi dan penegakan hukum yang masih bias daratan. Isu pesisir dan maritim serta pulau-pulau kecil kurang menjadi penekanan kedua pasangan;

(3) Kedua pasangan cukup kuat menyuarakan rehabilitasi lingkungan hidup namun minim dalam menunjukkan upaya pencegahannya, misalnya bagaimana meningkatkan berbagai standar kualitas lingkungan hidup di tengah kebutuhan ambisi proyek strategis dan infrastruktur serta tekanan dunia usaha;

(4) Kedua pasangan belum mengintegrasikan adaptasi dan mitigasi bencana dalam kebijakan penataan ruang dan perlindungan lingkungan hidup di tengah banyaknya bencana alam akibat faktor alami maupun manusia;

(5) Kedua pasangan belum menjadikan aspek-aspek perlindungan sosial melalui perlindungan peran publik atau masyarakat dalam lingkungan hidup, selain pola-pola penyadaran melalui pendidikan, misalnya perlindungan masyarakat yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup dari upaya-upaya serangan balik atau Anti-Strategic Lawsuit Againts Public Participation (Anti-SLAPP).

Page 29: Daftar Isi - icel.or.id · sebagai salah satu instrumen penilaian terhadap para kontestan dalam menyongsong Pemilu. CATATAN AWAL TAHUN 2019 INDONESIAN CENTER FOR ENVIRONMENTAL LAW

CATATAN AWAL TAHUN 2019 INDONESIAN CENTER FOR ENVIRONMENTAL LAW

28

Kesimpulan dan Rekomendasi Selama kurun waktu 2014-2018 terdapat beberapa kebijakan Pemerintah yang patut diapresiasi, misalnya pelaksanaan Perhutsos, pengendalian dan penegakan hukum Karhutla, ratifikasi Konvensi Minamata, Perpres Penanganan Sampah Plastik di Laut, Inpres Moratorium Sawit dan Inpres Peningkatan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan. Namun demikian, Pemerintahan saat ini juga mengukir kebijakan-kebijakan yang berpotensi besar untuk menciderai komitmen perlindungan fungsi lingkungan hidup dan HAM, seperti: PP OSS, PP RTRWN dan Perpres PSN. Selain itu, ada banyak kebijakan yang lahir tanpa dilandasi kajian bukti yang tepat sehingga di tengah jalan target capaian diubah dan disesuaikan dengan kondisi lapangan. Selain itu, tindakan administratif Pemerintah dengan menerbitkan Izin Lingkungan PT Semen Indonesia, Perpres PLTSA, Izin Lingkungan PLTU Cirebon dan Permen KKP tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Zona Inti Pada Kawasan Konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil untuk Eksploitasi merupakan contoh bagaimana inkonsistensi masih terjadi. Kewajiban Pemerintah untuk membuat beberapa peraturan penting seperti PP Sampah Spesifik dan merevisi Peraturan Menteri untuk pengetatan baku mutu udara ambien dan baku mutu air limbah PLTU Batubara ke Laut juga masih belum terlaksana dengan baik. Oleh karena itu, berdasarkan catatan-catatan di atas, ICEL merekomendasikan langkah-langkah perlindungan lingkungan hidup kepada pemerintah saat ini maupun yang akan datang sebagai hasil kontestasi politik di tahun 2019. Terhadap publik, langkah-langkah ini juga dapat dijadikan sebagai narasi untuk pedoman dalam menjatuhkan pilihan politiknya. Setidaknya ada 18 rekomendasi yang harus dituntaskan oleh pemerintahan saat ini maupun yang akan datang, yaitu: (1) Perbaikan tata kelola hutan dan lahan:

1. Mendorong adanya pemulihan terhadap hutan dan lahan bekas kebakaran baik melalui penegakan hukum maupun tindakan administratif lainnya.

2. Melakukan langkah-langkah percepatan pencapaian target perhutanan sosial. 3. Mengeluarkan agenda pembahasan RUU Perkelapasawian dalam Prolegnas 2019. 4. Melaksanakan moratorium dan evaluasi perizinan perkebunan sawit yang efektif melalui

penguatan koordinasi antar instansi, review izin dan penegakann hukum. 5. Melakukan revisi UU 5/1990 dengan paradigma konservasi yang lebih koprehensif dan

menjawab kebutuhan lapangan. 6. Menuntaskan kebijakan satu peta dan menjamin aksesibilitasnya bagi publik.

(2) Perbaikan tata kelola pesisir dan maritim:

1. Mengaji ulang dan menghantikan reklamasi yang memiliki masalah sosial dan lingkungan hingga adanya kebijakan yang lebih komprehensif.

2. Mengeluarkan kebijakan perlindungan pesisir dan laut melalui pengetatan baku mutu udara ambien dan baku mutu air limbah bagi PLTU Batubara.

3. Mengaji ulang dan membatalkan Peraturan Menteri tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Zona Inti Pada Kawasan Konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil untuk Eksploitasi.

Page 30: Daftar Isi - icel.or.id · sebagai salah satu instrumen penilaian terhadap para kontestan dalam menyongsong Pemilu. CATATAN AWAL TAHUN 2019 INDONESIAN CENTER FOR ENVIRONMENTAL LAW

CATATAN AWAL TAHUN 2019 INDONESIAN CENTER FOR ENVIRONMENTAL LAW

29

4. Mengeluarkan kebijakan pencegahan penangkapan ikan berlebih dengan penetapan kuota penangkapan ikan bagi pemegang izin.

5. Meningkatkan kinerja penyusunan RZWP-3-K dengan mekanisme keterlibatan masyarakat yang jelas dan terukur.

(3) Perbaikan pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup: 1. Menyusun dan mengesahkan PP Sampah Spesifik. 2. Menyesuaikan daftar B3 dalam PP Pengelolaan Bahan Beracun dan Berbahaya (PP B3)

dengan daftar pencemar organik yang persisten (“POPs”) dalam Konvensi Stockholm. 3. Mengetatkan kebijakan delisting daftar LB3 dan penggunaan kembali LB3. 4. Melakukan moratorium izin yang mencemari sungai tertentu, seperti Sungai Citarum. 5. Memastikan pemerintah daerah khususnya DKI Jakarta dan sekitarnya dalam menyusun

rencana aksi pemulihan kualitas udara di daerah.

(4) Kebijakan Umum Hukum Lingkungan: 1. Mencabut dan Merevisi PP Nomor 13 Tahun 2017 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah

Nasional 2. Mencabut dan Merevisi PP Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha

Terintegrasi Secara Elektronik

SELESAI

Page 31: Daftar Isi - icel.or.id · sebagai salah satu instrumen penilaian terhadap para kontestan dalam menyongsong Pemilu. CATATAN AWAL TAHUN 2019 INDONESIAN CENTER FOR ENVIRONMENTAL LAW