Daftar Isi -...

21
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume lI. No. 6, Tahun 2014 1 Daftar Isi Dari Redaksi Dampak Stabilisasi Harga Bahan Pangan terhadap Inflasi 2014 Hal. 2 Hal. 7 Hal. 12 Strategi pemerintah dalam melakukan kebijakan stabilisasi satu bulan lebih awal menjelang puasa dan lebaran selama tahun 2014 dinilai cukup berhasil, karena perubahan harga bahan pangan pokok menjadi lebih terkendali. Cadangan Penyangga Minyak, Upaya menuju Ketahanan Energi Indonesia sebagai negara yang berdaulat menyadari pentingnya energi tidak hanya dari segi ekonomi tapi juga keamanan dan ketahanan. Hal ini tertuang dalam Undang-undang No. 30 tahun 2007 tentang Energi. Pasal 5 ayat 1 dalam Undang- undang tersebut menyatakan bahwa untuk menjamin ketahanan energi nasional, pemerintah wajib menyediakan cadangan penyangga energi. Perdagangan Indonesia-Nigeria (2009-2014) Nilai ekspor Indonesia ke Nigeria mengalami tren peningkatan sebesar 25,18% pada periode 2009-2013. Peningkatan tersebut terjadi pada produk non migas karena ekspor ke Nigeria hampir 100% merupakan produk non migas. Minyak Sawit, Andalan Eskpor Indonesia yang Terus Dihadang Hal. 17 Hal. 21 Produk berbasis minyak sawit (CPO) adalah produk andalan masa kini dan masa depan. Namun, Indonesia harus terus berjuang karena produk berbasis sawit Indonesia di pasar internasional demikian dimusuhi. Pro Kontra Rencana Pengenaan PPnBM pada Ponsel Derasnya laju impor ponsel bukan disebabkan adanya keinginan pemerintah yang akan memberlakukan PPnBM, melainkan adanya permintaan produk yang sangat tinggi. Pemerintah menjamin kebijakan pemberlakuan PPnBM pada ponsel hanya akan berlaku bila ada industri produksi ponsel di dalam negeri. Kemungkinan Program Raskin Bersyarat Hal. 27 Apakah mungkin Raskin dilengkapi dengan persyaratan, sebagaimana diterapkan pada bantuan langsung tunai di negara-negara lain, sehingga berdampak ganda untuk peningkatan kesejahteraan keluarga miskin? Berita Pendek Perdagangan Serba - Serbi Statistik Perdagangan Pusdatin Halaman 32 Halaman 34 Halaman 40

Transcript of Daftar Isi -...

Page 1: Daftar Isi - bppp.kemendag.go.idbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Isi_Warta_6_BP2KP-2014.pdf · harga yang terjadi pada komoditi gula, daging sapi, cabe, bawang, daging dan

WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume lI. No. 6, Tahun 2014 1PB WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume lI. No. 6, Tahun 2014

Daftar IsiDari Redaksi

Dampak Stabilisasi Harga Bahan Pangan terhadap Inflasi 2014

Hal. 2

Hal. 7

Hal. 12

Strategi pemerintah dalam melakukan kebijakan stabilisasi satu bulan lebih awal menjelang puasa dan lebaran selama tahun 2014 dinilai cukup berhasil, karena perubahan harga bahan pangan pokok menjadi lebih terkendali.

Cadangan Penyangga Minyak, Upaya menuju

Ketahanan Energi

Indonesia sebagai negara yang berdaulat menyadari pentingnya energi tidak hanya dari segi ekonomi tapi juga keamanan dan ketahanan. Hal ini tertuang dalam Undang-undang No. 30 tahun 2007 tentang Energi. Pasal 5 ayat 1 dalam Undang-undang tersebut menyatakan bahwa untuk menjamin ketahanan energi nasional, pemerintah wajib menyediakan cadangan penyangga energi.

Perdagangan Indonesia-Nigeria (2009-2014)Nilai ekspor Indonesia ke Nigeria

mengalami tren peningkatan sebesar 25,18% pada periode 2009-2013. Peningkatan tersebut terjadi pada produk non migas karena ekspor ke Nigeria hampir 100% merupakan produk non migas.

Minyak Sawit, Andalan Eskpor Indonesia yang Terus Dihadang

Hal. 17

Hal. 21

Produk berbasis minyak sawit (CPO) adalah produk andalan masa kini dan masa depan. Namun, Indonesia harus terus berjuang karena produk berbasis sawit Indonesia di pasar internasional demikian dimusuhi.

Pro Kontra Rencana Pengenaan PPnBM pada Ponsel

Derasnya laju impor ponsel bukan disebabkan adanya keinginan pemerintah yang akan memberlakukan PPnBM, melainkan adanya permintaan produk yang sangat tinggi. Pemerintah menjamin kebijakan pemberlakuan PPnBM pada ponsel hanya akan berlaku bila ada industri produksi ponsel di dalam negeri.

Kemungkinan Program Raskin Bersyarat

Hal. 27

Apakah mungkin Raskin dilengkapi dengan persyaratan, sebagaimana diterapkan pada bantuan langsung tunai di negara-negara lain, sehingga berdampak ganda untuk peningkatan kesejahteraan keluarga miskin?

Berita Pendek Perdagangan

Serba - Serbi

Statistik Perdagangan Pusdatin

Halaman 32

Halaman 34

Halaman 40

Page 2: Daftar Isi - bppp.kemendag.go.idbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Isi_Warta_6_BP2KP-2014.pdf · harga yang terjadi pada komoditi gula, daging sapi, cabe, bawang, daging dan

WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume lI. No. 6, Tahun 2014 32 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume lI. No. 6, Tahun 2014

Fluktuasi Harga Pangan Tahun 2014 Masih TerkendaliBahan pangan pokok merupakan kebutuhan mendasar

masyarakat sehingga fluktuasi harganya harus selalu tetap

terjaga. Bergejolaknya harga merupakan resiko yang harus

ditanggung baik oleh konsumen maupun produsen. Secara

psikologis, gejolak harga memicu timbulnya masalah sosial

dan politik di masyarakat (Business News, 2011). Karena

dampak yang ditimbulkan tersebut, ketika harga bergejolak

diluar batas normal stabilisasi harga, sehingga Pemerintah

dengan segera melakukan intervensi, misalnya saat kenaikan

harga yang terjadi pada komoditi gula, daging sapi, cabe,

bawang, daging dan telur ayam. Intervensi pemerintah dapat

berupa peraturan maupun surat keputusan guna mendukung

stabilisasi harga. Implementasi peraturan akan dinilai efektif bila

terjadi perubahan harga pada tingkat yang diharapkan oleh

pemerintah, pedagang dan konsumen. Untuk bisa mencapai

target tersebut, diperlukan pengawasan dan monitoring yang

berkelanjutan serta komitmen dalam upaya peningkatan

produksi, jaminan pasokan dan distribusi barang. Ketika harga

pangan naik, maka daya beli masyarakat menurun (asumsi

pendapatan tetap) sehingga aksesibilitas terhadap bahan

pangan pokok terganggu.

ISU PERDAGANGAN

Yati Nuryati

Kenaikan harga bahan pangan pokok terjadi karena

adanya ketidakseimbangan antara penawaran dan permintaan.

Faktor yang mempengaruhi penawaran umumnya berkaitan

dengan gangguan produksi seperti iklim/cuaca, bencana alam

serta sistem distribusi, sedangkan faktor yang mempengaruhi

permintaan adalah harga, pendapatan, intensitas konsumsi,

selera serta jumlah penduduk. Permintaan masyarakat terhadap

pangan cukup dinamis, sebagai contoh ketika memasuki bulan

puasa dan lebaran (Idul Fitri) permintaan masyarakat terhadap

pangan cenderung naik. Kenaikan tersebut bisa mencapai 10-20%,

sementara selain bulan puasa dan lebaran permintaan biasanya

hanya naik pada kisaran 3-7%. Selain faktor dari dalam, harga

pangan domestik juga dipengaruhi oleh faktor luar seperti

harga pangan dan minyak dunia, mengingat beberapa komoditi

pangan di dalam negeri ketergantungan pasokan dari impor

masih cukup tinggi. Strategi pemerintah dalam melakukan

kebijakan stabilisasi satu bulan lebih awal menjelang puasa

dan lebaran selama tahun 2014 dinilai cukup berhasil, karena

perubahan harga bahan pangan pokok menjadi lebih terkendali.

Pengelolaan harga bahan pangan pokok penting dalam

mengurangi dampak terhadap inflasi nasional yang berasal dari

kelompok bahan makanan.

Dampak Stabilisasi Harga Bahan Pangan terhadap Inflasi 2014

Tabel 1. Laju Perubahan dan Fluktuasi Harga Bahan Pangan Pokok, 2009-2014

Ket : 2014 (Januari-September)

Sumber : BPS, diolah

Indikator stabilitas harga bahan pangan pokok dapat diukur

dengan nilai koefisien variasi. Renstra Kementerian Perdagangan

2009-2014 (2010) menetapkan sasaran penurunan koefisien

variasi harga komoditi berada pada kisaran 5-9%. Nilai koefisien

variasi komoditi yang lebih dari 9% dikatakan kurang stabil.

Tabel 1 menunjukkan fluktuasi harga bahan pangan pokok yang

cenderung menurun selama tahun 2009-2014. Harga bahan

pangan pokok di tahun 2014 lebih terkendali dibandingkan harga

tahun 2013 kecuali produk hortikultura (cabe dan bawang). Harga

bahan pangan pokok yang terkendali memberi dampak positif

terhadap menurunnya inflasi dari kelompok bahan makanan.

Keberhasilan ini merupakan salah satu upaya pemerintah dalam

kebijakan stabilisasi harga melalui peningkatan pasokan dan

pengawasan distribusi lebih awal dan dilakukan secara berkala.

Selain peran kebijakan pemerintah, menurunnya harga-

harga pangan pokok juga dikarenakan faktor pertumbuhan

penjualan yang melambat serta perubahan struktur pemenuhan

kebutuhan pangan pokok masyarakat. Pertumbuhan penjualan

yang melambat dapat dilihat dari menurunnya volume penjualan

selama semester I 2014 dibandingkan periode yang sama tahun

sebelumnya. Melambatnya konsumsi masyarakat ditunjukkan

oleh volume penjualan makanan dan minuman di pasar ritel

modern yang hanya tumbuh sebesar 6,4% dibandingkan

pertumbuhan pada periode yang sama tahun 2013 yaitu 11,4%.

Struktur pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat beralih ke

toko modern & pusat belanja yang lebih besar yaitu sekitar 15-

17% sedangkan pasar tradisional hanya tumbuh 5-7% (Kompas,

4 Agustus 2014). Kondisi ini menunjukkan bahwa penyediaan

barang dari toko modern & pusat belanja dengan harga yang

sudah ditetapkan (price tagging) memberi dampak pada

menurunnya instabilitas pada harga pangan pokok.

Secara global, stabilitas harga bahan pokok juga tidak luput

dari pengaruh harga pangan dunia. FAO (2014) melaporkan

bahwa harga pangan dunia cenderung terkendali dalam lima

tahun terakhir. Kondisi ini juga memberikan situasi yang kondusif

terhadap harga pangan dalam negeri. Namun, beberapa aspek

yang masih harus terus diwaspadai yaitu iklim dan anomali

cuaca. Isu terkini yang mempengaruhi harga pangan yaitu iklim

El-nino dan hal ini bahkan telah menjadi perhatian produsen

pangan di dunia. Sejalan dengan itu, meningkatnya risiko

terjadinya El-Nino di triwulan IV perlu diantisipasi dampaknya

pada musim panen tahun 2015 karena diperkirakan akan terjadi

kemarau panjang. Beberapa negara produsen pangan dunia

sudah melakukan antisipasi untuk menjaga ketahanan pangan

domestik melalui pengurangan ekspor. Situasi ini menjadi

perhatian bagi negara importir pangan karena pasokan dunia

akan berkurang yang berimplikasi pada naiknya harga pangan di

pasar dunia. Kebijakan di dalam negeri untuk mengurangi impor

pangan dengan melakukan perubahan pola konsumsi pangan

(beras) ke produk pangan olahan berbasis pangan lokal yang

diimplementasikan melalui himbauan yang sifatnya regional

seperti “one day no rice”.

Gambar 1. Pergerakan Indeks Harga Pangan DuniaSumber: Food Agriculture Organization (FAO), September 2014

Page 3: Daftar Isi - bppp.kemendag.go.idbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Isi_Warta_6_BP2KP-2014.pdf · harga yang terjadi pada komoditi gula, daging sapi, cabe, bawang, daging dan

WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume lI. No. 6, Tahun 2014 54 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume lI. No. 6, Tahun 2014

Stabilnya harga bahan makanan pokok penting dalam upaya

pengendalian inflasi nasional. Wakil Menteri Keuangan, KIB II

Bambang Brodjonegoro menyatakan target laju inflasi hingga

akhir tahun 2014 sebesar 5,3% dapat tercapai jika melihat

capaian pemerintah sejauh ini dalam mengendalikan harga bahan

makanan pokok. Dalam sejarah perkembangan inflasi, kontribusi

bahan makanan terhadap inflasi cukup besar dibandingkan

kelompok lainnya dalam struktur inflasi nasional. Oleh karenanya

naiknya harga bahan makanan pokok sangat beresiko terhadap

munculnya inflasi di periode berikutnya. Selama tahun 2009-

2014 menunjukkan bahwa kontribusi bahan makanan terhadap

inflasi cenderung menurun. Selama periode tersebut, peran

bahan makanan terhadap inflasi turun dari 50,3% (2009) menjadi

23,2% (2014). Namun demikian, perlu juga diperhatikan dampak

kenaikan harga dari kelompok lainnya diluar bahan makanan

yang terlihat cenderung meningkat (Tabel 2). Hal ini berimplikasi

bahwa target inflasi tidak hanya ditentukan oleh stabiltas harga

bahan pangan pokok tetapi juga ada kontribusi dari kenaikan

harga-harga non makanan.

Tabel 2. Inflasi dan Peran Kelompok Bahan Makanan

Ket : * Periode Jan-Sept 2014

Sumber : BPS, diolah

Meski andil inflasi bahan makanan cenderung menurun,

ada beberapa kemungkinan dalam 3 (tiga) bulan terakhir di

tahun 2014 yang akan berperan dalam penyumbang stabilitas

harga pangan, seperti terjadinya musim paceklik dan iklim El-

Nino. Selama periode Januari-September 2014, inflasi nasional

mencapai 3,71%. Jika target inflasi tahun 2014 sebesar 4,5%

maka upaya untuk mencapai target tersebut adalah menekan

inflasi dalam 3 (tiga) bulan terakhir pada kisaran 0,3-0,4%.

Pengelolaan inflasi hingga akhir tahun 2014 dapat dilakukan

melalui pengelolaan pasokan pangan di dalam negeri serta

distribusinya, dan mengingat ada kemungkinan terjadi kenaikan

harga pangan (beras) yang memberikan bobot sangat tinggi

dalam inflasi terhadap bahan makanan sebesar 3,66%.

Jika dibandingkan dengan beberapa negara, inflasi dari

volatile food di Indonesia cukup tinggi (Gambar 2). Kontribusi

bahan makanan pokok terhadap volatile food di Indonesia sekitar

80%, artinya jika ada kenaikan harga pada bahan makanan

pokok maka secara langsung akan menimbulkan inflasi bahan

makanan dan inflasi bergejolak (volatile

inflation)1. Masih tingginya inflasi volatile food

di Indonesia dikarenakan adanya perbedaan

harga antar wilayah akibat gangguan distribusi

pasokan. Selain itu, kebijakan stabilisasi harga

yang ditetapkan pada bahan makanan pokok

belum disertai dengan kebijakan tataniaga

komoditi. Meskipun kebijakan stabilisasi harga

melalui mekanisme impor telah dilakukan dalam

bentuk penentuan harga referensi, namun masih

sebatas pada komoditi daging sapi dan produk

hortikultura (cabe dan bawang) serta kebijakan

penetapan harga dasar untuk gula dan kedelai

Gambar 2. Inflasi dari sisi Volatile Food Indonesia

Masih Lebih TinggiSumber: Adiningsih dalam bahan Presentasi Masyarakat Ekonomi Asean, 2014

1 Volatile inflation merupakan inflasi yang didorong oleh komoditi yang memiliki fluktuasi (volatile) cukup tinggi. Komoditi yang masuk dalam volatile inflation terdiri dari 82 komoditi (Survei Biaya Hidup/SBH, 2012)

Stabilitas Harga Pangan Menentukan Pola Pengeluaran Masyarakat

Naiknya harga pangan berimplikasi terhadap inflasi dan daya

beli masyarakat yang secara langsung berimplikasi pada pola

pengeluaran masyarakat terhadap pangan, hal ini disebabkan

pengeluaran masyarakat untuk pangan masih cukup tinggi.

Menurut Soekirman (2000), rumah tangga dengan proporsi

pengeluaran pangan ≥ 60% dapat dikategorikan rawan pangan

dan sebaliknya, rumah tangga dengan proporsi pengeluaran

pangan <60% dikategorikan tahan pangan. Pemerintah terus

berusaha untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

melalui berbagai program yang dilaksanakan setiap tahunnya.

Usaha ini membawa hasil yang ditunjukkan dengan semakin

rendahnya pangsa pengeluaran pangan. Data Susenas (2013)

menunjukkan bahwa ada penurunan proprorsi pengeluaran

masyarakat Indonesia (kota+desa) dari 62,9% (1999) menjadi

47,2% (2013).

Adanya perubahan proporsi pengeluaran ini menunjukkan

bahwa pengeluaran untuk bahan pangan pokok oleh masyarakat

sudah mencapai titik maksimal sehingga proporsi untuk pangan

cenderung menurun, dan beralih pada meningkatnya permintaan

terhadap yang bukan makanan, seperti belanja pakaian,

makanan siap saji (makanan olahan), liburan, serta pendidikan.

Tren gaya hidup masyarakat modern di era tahun 2000-an

menjadikan makanan olahan lebih praktis, yang menyebabkan

peningkatan terhadap konsumsi pada makanan olahan.

Harga pangan yang tinggi di kota-kota besar tertentu seperti

DKI Jakarta, Bandung, Surabaya merupakan indikator inflasi, akan

mempengaruhi nilai riil dari pendapatan masyarakat yang terdapat

di wilayah-wilayah lainnya di Indonesia. Dampak jangka panjang,

tingginya harga-harga pangan berdampak pada fluktuasi inflasi

yang dapat mengganggu pertumbuhan ekonomi masyarakat.

Perkembangan teknologi dan informasi memudahkan

masyarakat mendapatkan informasi barang-barang non makanan

dengan jenis dan kualitas yang baik. Hal ini memicu pola

konsumsi masyarakat menjadi lebih tinggi dengan akses yang

lebih mudah sehingga terjadi peningkatan pangsa pengeluaran

rumah tangga untuk non makanan.

Page 4: Daftar Isi - bppp.kemendag.go.idbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Isi_Warta_6_BP2KP-2014.pdf · harga yang terjadi pada komoditi gula, daging sapi, cabe, bawang, daging dan

WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume lI. No. 6, Tahun 2014 76 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume lI. No. 6, Tahun 2014

Tabel 3. Persentase Pengeluaran Masyarakat (Rumah Tangga)

Sumber: BPS: Susenas, (2013) diolah

Resiko dan AntisipasiInstabilitas harga bahan pangan pokok memiliki dampak

yang luas terhadap pendapatan masyarakat dan perekonomian

nasional. Penataan dini terhadap situasi pangan di dalam negeri

dapat mengurangi tekanan kenaikan harga yang tidak normal.

Kebijakan stabilisasi harga di dalam negeri terus diintensifkan

untuk menjaga pasokan dan pengawasan distribusi pangan.

Pengaturan dan pengendalian harga dengan strategi membuat

treatment diawal menjelang puasa dan lebaran menjadi

pengalaman berharga untuk masa yang akan datang karena

dapat meminimalkan peran-peran pedagang dalam mengelabui

harga serta meminimkan ekspektasi inflasi.

Peran strategis pemerintah diperlukan dalam menjaga

kestabilan harga terutama harga pangan. Dengan mencermati

berbagai resiko harga dan kemungkinan kedepan, beberapa

langkah perlu menjadi perhatian pemerintah dalam upaya

stabilisasi harga dan pengendalian inflasi. Upaya tersebut

diantaranya meningkatkan koordinasi antar Kementerian/

Lembaga di tingkat pusat secara intensif untuk mengantisipasi

tekanan harga khususnya pada komoditas beras. Kementerian

teknis yang terkait dengan upaya stabilitas harga diantaranya

Kementerian Pedagangan, Kementerian Pertanian, Kementerian

Perindustrian, Bulog, serta Kementerian Perhubungan. Selain itu,

sejalan dengan meningkatnya risiko terjadinya El-Nino di triwulan

IV perlu diantisipasi dampaknya pada musim panen tahun 2015

akibat gangguan pada musim tanam di akhir tahun ini termasuk

juga untuk produk hortikultura. Sejalan dengan hal tersebut, Tim

Pengendalian Inflasi (TPI) dalam forum Tim Pengendalian Inflasi

Daerah (TPID) sepakat melakukan langkah-langkah antisipasi

yang antara lain menyiapkan dukungan penyediaan saprodi

(a.l. benih, pupuk, pompa, pengering gabah), mengoptimalkan

Sekolah Lapang Iklim (SLI) termasuk melakukan sosialisasi

terutama pada daerah-daerah yang berpotensi mengalami

kekeringan, dan memperkuat kerjasama dengan daerah lain

yang mengalami surplus pangan.

Meski demikian, hal yang perlu diantisapasi terhadap

resiko tekanan Inflasi hingga akhir tahun 2014 adalah: 1) risiko

inflasi dari dampak kenaikan harga BBM bersubsidi; 2) risiko

potensi naiknya inflasi pangan terkait faktor iklim El-Nino jika

intensitasnya meningkat menjadi kuat; 3) risiko dari rencana

pemerintah untuk menyesuaikan tarif batas atas angkutan

udara pasca Lebaran. Resiko menjelang akhir tahun 2014 yang

berdampak pada tekanan harga kelompok bahan makanan

masih akan terjadi mengingat tiga bulan terakhir memasuki

musim paceklik dan diperkirakan akan terjadi kenaikan harga

beras. Selain itu, ada tekanan harga dari kebijakan kenaikan

harga BBM subsidi. Dalam jangka menengah dan panjang,

Pemerintah harus mempunyai outlook pangan sebagai acuan

dalam menentukan kebijakan antisipatif untuk melindungi

pangan di dalam negeri dengan mempertimbangkan faktor

lingkungan strategis di dalam dan luar negeri. Faktor lingkungan

strategis merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi

secara langsung maupun tidak langsung terhadap harga

pangan, seperti produksi, konsumsi, stok, energi, ekonomi,

serta kebijakan perdagangan.

Cadangan Penyangga Minyak, Upaya Menuju

Ketahanan EnergiNaufa Muna

Tantangan yang dihadapi pemerintah baru dalam

meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah 1)

Banjirnya produk impor sehingga produk domestik terpinggirkan,

2) penyediaan infrastruktur yang belum memadai, 3) kualitas

tenaga kerja yang rendah dan terbatasnya jumlah pekerja

berpendidikan tinggi, 4) ketidakseimbangan pembangunan

wilayah barat dan timur Indonesia, sehingga 84,33% PDB

Indonesia disumbang oleh Jawa, Sumatera, Bali dan NTB,

5) ketimpangan pendapatan yang semakin melebar yang

diindikasikan rasio gini yang mencapai 0,413 (2013) dan 6)

subsidi energi yang memberatkan keuangan negara (Kompas,

11 April 2014).

Subsidi energi telah menjadi polemik besar bagi pemerintah

sejak lama. Mengurangi subsidi energi adalah tindakan yang

tidak populis. Pemerintah pada masa pemerintahan Susilo

Bambang Yudhoyono sempat menunda pengurangan subsidi

Bahan Bakar Minyak (BBM) pada tahun 2012 akibat mendapat

tekanan dari rakyat yang diwakilli oleh Dewan Perwakilan

Rakyat. Padahal, menunda pengurangan subsidi energi/BBM

hanya merupakan penundaan masalah, karena beban yang

harus ditanggung pemerintah semakin besar. Walaupun banyak

pihak tidak menyetujuinya, pengurangan subsidi akhirnya jadi

dilaksanakan pada bulan Juni 2013. Langkah tersebut memang

perlu dilakukan untuk menyehatkan kondisi keuangan negara.

Beban yang harus ditanggung pemerintah karena subsidi

migas terus meningkat. Peningkatan ini terutama dikarenakan

membengkaknya beban biaya impor hasil migas akibat

peningkatan konsumsi migas yang tidak dibarengi dengan

peningkatan ekspor migas. Indonesia menjadi net importir migas

sejak tahun 2003 dan resmi keluar dari keanggotaan organisasi

penghasil minyak dunia (Organization of the Petroleum Exporting

Countries-OPEC) sejak tahun 2008.

Peningkatan impor BBM inilah yang menyebabkan neraca

perdagangan Indonesia pada tahun 2012 dan 2013 mengalami

defisit. Defisit perdagangan pada tahun 2012 mencapai USD 1,7 miliar

disebabkan oleh meningkatnya defisit perdagangan migas sebesar

USD 5,7 miliar sementara neraca perdagangan non migas masih

mencatat surplus USD 4,0 miliar. Defisit neraca perdagangan

meningkat mencapai USD 4,1 miliar pada tahun 2013, karena

surplus nonmigas sebesar USD 8,6 miliar lebih rendah dibandingkan

defisit neraca migas sebesar USD 12,6 miliar.

Defisit neraca perdagangan Indonesia pada periode Januari-

September 2014 mencapai USD 1,6 miliar. Jauh lebih baik

dibandingkan defisit perdagangan pada periode yang sama tahun

sebelumnya yang mencapai USD 6,4 miliar. Defisit perdagangan

tahun 2014 juga disebabkan oleh defisit necara migas yang

mencapai USD 9,6 miliar, sementara neraca non migas surplus

sebesar USD7,9 miliar.

Page 5: Daftar Isi - bppp.kemendag.go.idbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Isi_Warta_6_BP2KP-2014.pdf · harga yang terjadi pada komoditi gula, daging sapi, cabe, bawang, daging dan

WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume lI. No. 6, Tahun 2014 98 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume lI. No. 6, Tahun 2014

Tabel 1. Perkembangan Ekspor Impor Periode Januari-September 2013-2014

Sumber: Puska Daglu

Penyebab terjadinya defisit perdagangan adalah tingginya

permintaan BBM impor untuk memenuhi kebutuhan konsumsi

nasional. Selama tahun 2009-2012, konsumsi BBM bersubsidi

melebihi kuota yang ditentukan.

Gambar 1. Kuota dan Realisasi Volume BBM BersubsidiSumber: ESDM dan APBNP-2013, diolah Puska Daglu

*) Realisasi Kuartal I 2014

Impor BBM yang tinggi dan realisasi volume BBM bersubsidi

yang terus meningkat menunjukkan rentannya kemampuan

Indonesia menyediakan pasokan energi untuk seluruh kebutuhan

rakyat Indonesia. Hal ini jelas berkorelasi dengan rendahnya

ketahanan energi di dalam negeri. Ketahanan atau keamanan

energi didefinisikan oleh Internasional Energy Agency (IEA)

sebagai “the uninterrupted availability of energy sources at an

affordable price” atau jika diartikan adalah keamanan pasokan

energi pada harga yang terjangkau.

Sebagai satu organisasi otonom, IEA bekerja untuk

memastikan energi yang dapat diandalkan, terjangkau dan bersih

bagi negara-negara anggotanya dan dunia secara global. Empat

bidang fokus utama IEA adalah: keamanan energi, pembangunan

ekonomi, kesadaran lingkungan, dan keterlibatan seluruh dunia.

Untuk menjaga ketahanan energi, IEA mewajibkan negara

anggotanya memiliki stok minyak yang setara dengan setidaknya

90 hari impor bersih. Selain itu, IEA juga meminta setiap negara

anggotanya untuk menyiapkan langkah-langkah darurat yang

dapat secara kolektif menanggapi gangguan pasokan minyak dari

segala kemungkinan sehingga tidak menyebabkan kerusakan

ekonomi di negara anggotanya.

Indonesia sebagai negara yang berdaulat menyadari

pentingnya energi tidak hanya dari segi ekonomi tapi juga

keamanan dan ketahanan. Hal ini tertuang dalam Undang-

Undang No. 30 tahun 2007 tentang Energi yang menyebutkan

bahwa energi berperan sangat penting bagi peningkatan kegiatan

ekonomi dan ketahanan nasional, sehingga pengelolaan energi

yang meliputi penyediaan, pemanfaatan, dan pengusahaannya

harus dilaksanakan secara berkeadilan, berkelanjutan, rasional,

optimal, dan terpadu.

Pasal 5 ayat 1 dalam Undang-Undang tersebut menyatakan

bahwa untuk menjamin ketahanan energi nasional, pemerintah

wajib menyediakan cadangan penyangga energi. Definisi

cadangan penyangga adalah jumlah ketersediaan sumber energi

dan energi yang disimpan secara nasional yang diperlukan untuk

memenuhi kebutuhan energi nasional pada kurun waktu tertentu.

Menurut Andy Noorsaman Sommeng, Kepala Badan Pengatur

Hilir Migas dan Gas Bumi (BPH) Migas, definisi Cadangan

Penyangga Energi adalah cadangan dalam bentuk crude oil,

solar, bensin, elpiji yang berfungsi mengatasi krisis jika terjadi

darurat energi atau mengalami force majeure seperti gempa

bumi, bencana, perang dan lain-lain (Suplemen Ketahanan

Energi Tempo, April 2014).

Permasalahannya Indonesia belum mempunyai cadangan

penyangga energi sama sekali (Suplemen Ketahanan Energi

Tempo, 31 Maret-6 April 2014). Indonesia hanya memiliki

cadangan operasional BBM yang dimiliki PT Pertamina (Persero).

Cadangan operasional BBM itu tersedia dalam jumlah variatif

antara 18 sampai 23 hari dan tersebar di SPBU yang dimiliki

Pertamina, serta bukan cadangan BBM yang bisa dipakai dalam

keadaan darurat (Hilir Migas edisi 13, 2014). Ini berarti jika terjadi

keadaan darurat di Indonesia akibat bencana alam atau peristiwa

katastropik lainnya akan terjadi goncangan ekonomi yang sangat

besar bagi Indonesia.

Keadaan darurat yang dimaksud tidak hanya dapat terjadi

di Indonesia, tetapi termasuk berbagai peristiwa di dunia yang

dapat mengganggu pasokan minyak dunia. Beberapa kejadian

besar di dunia yang mengganggu pasokan minyak dunia

dapat dilihat pada Gambar 2. Terganggunya pasokan minyak

dunia berpengaruh pada besarnya impor Indonesia. Hal ini

menunjukkan kerentanan Indonesia terhadap ketersediaan

minyak sebagai salah satu sumber energi di dalam negeri.

Gambar 2. Puncak Penurunan Pasokan Minyak Dunia Akibat Beberapa Peristiwa Besar

Di Dunia (Juta Barel/Hari)Sumber: International Energy Agency, 2012

Tahun 2012, 79,3% konsumsi BBM bersubsidi berasal dari

impor (sekitar 35,6 juta KL), sedangkan pada triwulan I 2014,

realisasi BBM bersubsidi sudah mencapai 23,6% dari kuota

(Gambar 1).

Page 6: Daftar Isi - bppp.kemendag.go.idbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Isi_Warta_6_BP2KP-2014.pdf · harga yang terjadi pada komoditi gula, daging sapi, cabe, bawang, daging dan

WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume lI. No. 6, Tahun 2014 1110 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume lI. No. 6, Tahun 2014

Negara maju umumnya memiliki fasilitas penyimpanan

minyak mentah (Strategic Petroleum Reserves/SPR) yang

cukup besar. Amerika Serikat memiliki SPR dengan kapasitas

727 juta barel atau lebih kurang setara dengan 60 hari impor

bersih minyak mentah AS yang mencapai 12 juta barel per

hari. Jepang memiliki SPR sebesar 583 juta barel atau setara

dengan 115 hari total konsumsinya. Dua negara di Asia yang

pertumbuhannya tinggi, yaitu Republik Rakyat Tiongkok (RRT)

dan India juga memiliki SPR cukup besar. RRT memiliki SPR

tidak kurang dari 281 juta barel dan India memiliki SPR minimum

sebesar 37 juta barel (Suplemen Ketahanan Energi Tempo, 31

Maret-6 April 2014).

Indonesia adalah satu-satunya negara di ASEAN yang tidak

memiliki cadangan penyangga energi (Hilir Migas edisi 13, 2014).

Kebijakan cadangan minyak strategis yang dimiliki oleh berbagai

negara di ASEAN (International Energy Agency, 2014) adalah

sebagai berikut:

• Brunei telah memiliki Rencana Kontinjensi Energi yang

mewajibkan 31 hari impor minyak untuk keperluan industri;

• Kamboja mewajibkan industri untuk memiliki cadangan

penyangga paling tidak untuk mencukupi 30 hari kebutuhan

domestik; dan

• Indonesia mempunyai 22 hari cadangan operasional untuk

konsumsi domestik nasional.

• Laos mewajibkan industri minyaknya untuk mempunyai

minimal cadangan impor paling sedikit 15 hari.

• Malaysia adalah salah satu negara net eksportir minyak

sehingga tidak perlu mempunyai cadangan strategis minyak.

• Myanmar mempunyai cadangan 50 hari impor minyak tahun 2013

dan berencana memiliki cadangan 70 hari impor tahun 2015.

• Filipina mewajibkan level cadangan tidak kurang dari 30

hari kebutuhan domestik baik cadangan operasional dan

cadangan penyangga.

• Singapura memiliki stok terbesar di ASEAN. Singapura

mewajibkan cadangan operasional di perusahaan refinery

untuk sekitar 50 hari dan mewajibkan perusahaan pembangkit

listrik untuk mempunyai cadangan minyak selama 90 hari

sebagai bahan bakar pengganti.

• Melalui Undang-undang Perdagangan Bahan Bakar tahun

2000, Thailand mewajibkan perusahaan pengolahan minyak

memiliki cadangan 6% dari penjualan tahunan minyak

mentah dan hasil minyak. Perusahaan retail dan importir

di Thailand juga wajib mempunyai cadangan 6% minyak

mentah dan 10% hasil minyak. Total keseluruhan, Thailand

memiliki cadangan penyangga dan cadangan operasional

yang mencukupi untuk 45 hari kebutuhan domestik.

• Vietnam mempunyai cadangan minyak untuk konsumsi

selama 47 hari yang terdiri dari 30 hari stok komersial dan 10

hari stok produksi nasional.

Indonesia perlu membangun kilang penampungan yang cukup

untuk memperkuat ketahanan energi. Sebenarnya membangun

kilang tidak butuh biaya besar. Menurut Kepala Badan Pengatur

Hilir Migas dan Gas Bumi (BPH) Migas, untuk membangun dua

tunnel besar, LPG, crued dan fuel di Jepang hanya dibutuhkan

Rp 18 triliun. Dengan subsidi BBM pada tahun 2014 yang telah

ditetapkan dalam APBN 2014 sebesar Rp 210,7 triliun, maka itu

artinya dapat dilakukan dengan tidak memberikan subsidi BBM

selama sebulan (Hilir Migas edisi 13, 2014).

Selama ini Indonesia tidak memiliki cadangan BBM nasional

karena terkendala dengan permasalahan biaya. Padahal biaya

pembangunan kilang cadangan penyangga tidak harus dari

pemerintah saja. Dalam prakteknya ada 2 sistem stockholding di

negara anggota IEA yaitu saham pemerintah (public stocks) dan

saham industri (industry stocks).

Sebanyak 18 negara anggota IEA menggunakan saham

publik sebagai skema pembiayaan cadangan minyak

strategisnya, yaitu Australia, Belgia, Republik Czech, Denmark,

Finlandia, Perancis, Jerman, Hungaria, Irlandia, Jepang,

Korea, Belanda, New Zealand, Polandia, Portugal, Republik

Slovak, Spanyol, dan Amerika Serikat. Negara-negara tersebut

menggunakan berbagai cara untuk pembiayaan awal, antara

lain: 1) menggunakan dana pemerintah baik langsung dari

anggaran pemerintah atau pinjaman (loan) pemerintah dan 2)

mempercayakan dananya dari kreditor swasta dalam bentuk

pinjaman bank atau obligasi pemerintah. Biaya pelaksanaan

(running cost), anggota IEA menggunakan skema pembiayaan

yang bervariasi yaitu: 1) dari anggaran pemerintah, 2) melalui

beban biaya yang dibayar oleh operator pasar, atau 3) melalui

pajak yang dibayar oleh konsumen akhir. Denmark merupakan

pengecualian dari ketiga skema ini, karena biaya pelaksanaan

diambil dari surplus finansial yang diperoleh lembaga Danish

Stockholding yang telah didirikan pada tahun 1990.

Sementara, negara dengan skema industry stockholding,

biaya pelaksanaannya dibebankan kepada perusahaan yang

pada akhirnya dibebankan kepada konsumen. Berbagai

pendekatan yang berbeda tersebut menunjukkan fleksibilitas

dalam pembiayaan dan mencerminkan upaya untuk

meminimalkan beban pada anggaran negara, industri dan

konsumen akhir. Di banyak negara, biaya ke konsumen akhir

berjumlah kurang dari satu sen per liter.

Bagaimanapun skema pembiayaan cadangan penyangga

yang akan dipilih pemerintah, pasti memberikan banyak manfaat.

Analisis yang dilakukan IEA menunjukkan nilai keuntungan

global dari cadangan darurat dengan volume saat ini sebesar

USD 41/barel. Nilai ini sama dengan USD 3 ,5 triliun dalam

waktu 30 tahun. Cadangan darurat berfungsi seperti “asuransi”

terhadap gangguan pasokan minyak. Keuntungan cadangan

darurat yang berfungsi sebagai penyeimbang atas kurangnya

pasokan berpotensi meningkatkan harga minyak. Hal ini tentunya

akan mengurangi kerugian PDB dan biaya impor (Stelter, Jan

dan Yuichiro Nishida, 2013). Dengan demikian, cadangan

penyangga minyak sangat penting bagi Indonesia, karena dapat

sedikit meredam gejolak harga minyak dunia terhadap APBN.

Memiliki cadangan penyangga minyak hanyalah merupakan

salah satu langkah yang dapat dilakukan pemerintah untuk

mencapai ketahanan energi. Langkah-langkah lain yang dapat

ditempuh pemerintah antara lain mengurangi ketergantungan

terhadap minyak bumi dengan jenis sumber energi lainnya

seperti gas dan batubara, menciptakan energi mix yang

terdiversifikasi melalui energi terbarukan seperti energi

panas bumi, tenaga angin dan produksi biofuel (bioetanol

dan biodiesel), dan sebagai salah satu produsen minyak

sawit terbesar di dunia, Indonesia seharusnya bisa menjadi

leading industry untuk biodiesel dari sawit dan yang juga dapat

dikembangkan adalah bioediesel dari mikroalgae. Namun

demikian, pengembangan energi terbarukan tersebut tidak akan

dapat berkembang jika subsidi BBM tidak segera dikurangi oleh

pemerintah karena nilai keekonomiannya tidak dapat bersaing

dengan energi fossil fuel. Karena itu, mengurangi subsidi BBM

merupakan langkah pemerintah lainnya yang perlu dilakukan

untuk menjamin ketahanan energi.

Page 7: Daftar Isi - bppp.kemendag.go.idbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Isi_Warta_6_BP2KP-2014.pdf · harga yang terjadi pada komoditi gula, daging sapi, cabe, bawang, daging dan

WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume lI. No. 6, Tahun 2014 1312 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume lI. No. 6, Tahun 2014

Indonesia-Nigeria (2009-2014)

Perdagangan

Yudi Risman Hadiyanto

Profil NigeriaRepublik Federasi Nigeria (the Federal Republic of Nigeria)

atau Nigeria merupakan salah satu negara di kawasan Afrika

Barat, dengan ibu kota negaranya adalah Abuja. Nigeria

merupakan negara Federal yang terdiri dari 36 negara bagian.

Luas wilayah negara Nigeria adalah 923,768 km2 (356,669 mil2)

yang berada pada 4° – 14° Lintang Utara dan 2°-15° Bujur Timur.

Di sebelah Barat, Utara dan Timur Nigeria berbatasan darat

dengan beberapa negara tetangganya. Di bagian Barat, Nigeria

berbatasan dengan Republik Benin, di Bagian Timur berbatasan

dengan Chad dan Cameroon dan berbatasan dengan Nigeria di

bagian Utara. Sedangkan di Bagian Selatan berbatasan dengan

Teluk Guinea di Samudra Atlantik.

Dilihat dari jumlah penduduknya, Nigeria merupakan salah

satu negara terbesar di Afrika. Jumlah penduduk Nigeria pada

tahun 2013 sebanyak 173,615,345 orang (World Bank, 2014).

Jumlah penduduk Nigeria Kota terbesar dengan penduduk

terbanyak terdapat di Lagos (7,94 juta orang), Kano (3,85 juta

orang), Ibadan (3,08 juta orang), Kaduna (1,65 juta orang), Port

Harcourt (1,32 juta orang), Benin City (1,05 juta orang), Maiduguri

(1,04 juta orang) dan Zaria (1,02 juta orang).

Perekonomian dan Perdagangan NigeriaSelain memiliki jumlah penduduk terbanyak di Benua Afrika,

Nigeria juga merupakan negara terbesar dari sisi perekonomian.

Bedasarkan World Bank (2014), Produk Domestik Bruto (PDB)

Nigeria merupakan yang tertinggi di Afrika dengan PDB sebesar

USD 522,5 Miliar, diikuti oleh PDB Afrika Selatan sebesar

USD 350,5 Miliar dan PDB Mesir sebesar USD 272 Miliar. Di

samping itu, Nigeria masuk ke dalam golongan negara dengan

pendapatan menengah rendah (lower middle income country)

dengan PDB per kapita sebesar USD 3.010,32.

Di samping memiliki PDB yang paling besar di Afrika, Nigeria

juga memiliki nilai ekspor yang juga cukup besar. Nilai ekspor

Nigeria ke dunia tahun 2012 sebesar USD 143,15 miliar dengan Gambar 1. Peta Republik Federasi NigeriaSumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Nigeria, 2014

tren peningkatan selama periode 2009-2012 sebesar 42,36%.

Nilai ekspor tersebut berasal dari nilai 408 jenis produk yang

diekspor ke 83 negara mitranya. Sebagaimana terlihat pada

tabel 1, Nigeria juga melakukan impor dari 126 negara mitranya

dengan nilai sebesar USD 35,87 miliar dari 2.471 jenis produk

impor. Seperti halnya ekspor yang mengalami tren peningkatan,

nilai impor juga mengalami hal sama memiliki tren meningkat

rata-rata sebesar 5,53% selama periode 2009-2012.

Meskipun nilai ekspor dan impor sama-sama memiliki tren

yang meningkat, namun tren ekspor meningkat jauh lebih tinggi

dibandingkan tren impor. Kondisi ini membuat Nigeria mengalami

surplus perdagangan yang meningkat setiap tahun dengan tren

peningkatan yang sangat tinggi yaitu 83,66%. Dengan demikian

surplus perdagangan yang semula hanya USD 16,03 miliar pada

tahun 2009 meningkat menjadi USD 107,28 miliar pada tahun

2012.

Tabel 1. Neraca Perdagangan Nigeria dengan Dunia

No Uraian Nilai : Juta USD Trend % 2009 2010 2011 2012 09-12

1 Total Ekspor 49.937 86.568 125.641 143.151 42.36

2 Total Impor 33.906 44.235 63.972 35.873 5.53

3 Neraca 16.031 42.333 61.670 107.279 83.66

Sumber: World Integrated Trade Solution (WITS), 2014

Pada tahun 2012, Nigeria memiliki 83 negara mitra tujuan

ekspor dan 126 negara mitra asal impor. Negara tujuan ekspor

Utama Nigeria adalah Amerika Serikat dengan nilai ekspor tahun

2012 sebesar USD 24,14 miliar (16,86%), India dengan nilai

ekspor USD 15,859 miliar (11,10%,) Brazil sebesar USD 10,791

miliar (7,54%), Belanda sebesar USD 9,958 miliar (6,96%), dan

Inggris sebesar USD 9,042 miliar (6,32%). Sedangkan ekspor

Nigeria ke Indonesia hanya senilai USD 1,51 miliar (1,05%).

Perdagangan Indonesia-NigeriaNilai ekspor Indonesia ke Nigeria mengalami tren

peningkatan sebesar 25,18% pada periode 2009-2013.

Peningkatan tersebut terjadi pada produk non migas karena

ekspor ke Nigeria hampir 100% merupakan produk non migas.

Sebaliknya, Indonesia juga melakukan impor dari Nigeria.

Impor yang dilakukan Indonesia sebagian besar adalah produk

migas. Impor tersebut memiliki tren peningkatan rata-rata

sebesar 60,47% per tahun. Nilai impor Indonesia meningkat

dari USD 508,85 juta (tahun 2009) menjadi USD 1.674,90 juta

(tahun 2012).

Page 8: Daftar Isi - bppp.kemendag.go.idbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Isi_Warta_6_BP2KP-2014.pdf · harga yang terjadi pada komoditi gula, daging sapi, cabe, bawang, daging dan

WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume lI. No. 6, Tahun 2014 1514 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume lI. No. 6, Tahun 2014

Tabel 2. Neraca Perdagangan Indonesia dan Nigeria

No Uraian Nilai: Juta USD Jan-Jun Trend (%) 09-13 Perub. (%) 2014/2013 2009 2010 2011 2012 2013 2013 2014

1 Total Perdagangan 716.21 1.238.46 2.092.86 3.183.74 3.680.62 2,014.18 1,992.98 52,47 -1.05

Migas 503.63 913.21 1.606.11 2.735.10 3.092.38 1,720.85 1,668.38 60,43 -3,05

Non Migas 212.57 325.25 486.75 448.64 588.24 293.33 324.61 26,58 10,66

2 Total Ekspor 207.36 316.87 465.99 413.08 558.18 272.56 318.08 25,18 16.70

Migas 0,0 0.02 0.02 0.10 0.42 0.26 0.17 0,00 -36.17

Non Migas 207.36 316.85 465.96 412.98 557.75 272.30 317.91 25,16 16.75

3 Total Impor 508.84 921.59 1.626.87 2.770.66 3.122.44 1,741.62 1,674.90 60,47 -3.83

Migas 503.63 913.19 1.606.09 2.735.00 3.091.96 1,720.59 1,668.21 60,42 -3.04

Non Migas 5.21 8.40 20.79 35.66 30.49 21.04 6.69 64,49 -68.19

4 Neraca Total -301.48 -604.73 -1.160.88 -2.357.58 -2.564.26 -1,469.07 1,256.82 75,80 -7.64

Migas -503.63 -913.17 -1.606.06 -2.734.90 -3.091.53 -1,720.33 -1,668.08 60,42 -3.04

Non Migas 202.14 308.44 445.18 377.32 527.27 251.26 311.22 23,60 23.86

Sumber: BPS( 2014), diolah Pusdatin Kemendag

Tren peningkatan ekspor dan impor

baik produk migas maupun non migas

berdampak pada peningkatan total nilai

perdagangan kedua negara. Perdagangan

migas kedua negara meningkat dari

USD 503,63 juta (tahun 2009) menjadi

USD 3.092 Juta (tahun 2013). Demikian

halnya dengan nilai perdagangan non

migas yang mengalami peningkatan

sebesar 176,71% dari USD 212,58 juta

(2009) menjadi USD 588,24 juta (2012).

Adanya kesenjangan antara

peningkatan ekspor dan impor

membuat defisit neraca perdagangan

Indonesia terhadap Nigeria terus

meningkat. Defisit tersebut terus

meningkat dari USD 301,49 juta (tahun

2009) menjadi USD 2.564,26 juta (tahun

2013). Peningkatan defisit ini terutama

disebabkan oleh meningkatnya impor

produk migas dari USD 503,63 juta

(tahun 2009) meningkat menjadi

USD 3.091,96 juta (tahun 2013).

Ekspor produk non migas Indonesia

ke Nigeria terus meningkat. Peningkatan

tersebut terjadi hampir pada setiap

produk ekspor utama Indonesia terutama

20 produk ekspor terbesar pada periode

2009-2013. Produk-produk tersebut

antara lain produk kelapa sawit dan

turunannya, kertas, peralatan elektronik,

pakaian dan karet.

Tabel 3. 20 Produk Ekspor Utama Indonesia ke Nigeria (2009 - 2014)

NO HS URAIAN 2009 2013 Januari-Juni Perub. % Trend (%)

2013 2014 14/13 09-13

TOTAL EKSPOR SEMUA PRODUK 207,362 558,178 272,560 318,081 16.70 25.18

TOTAL EKSPOR 20 PRODUK TERBESAR 84,454 379,993 182,097 207,201 13.79 41.95

1 151190 PALM OIL AND ITS FRACTIONS, REFINED BUT

NOT CHEM MODIFIED 8,338 74,058 18,572 74,422 300.72 26.59

2 480256 PAPER & PAERBOARD, NOT CONTAINING FIBRES 3,925 43,816 21,407 16,121 -24.69 79.97

3 340120 SOAP IN FORMS NESOI, INCLUDING POWDERS

AND LIQUIDS 2,418 24,501 12,962 9,254 -28.61 90.50

4 151710 MARGARINE, EXCLUDING LIQUID MARGARINE 11,302 21,889 9,418 11,521 22.33 14.47

5 210390 SAUCES AND PREPARATIONS THEREFOR, NESOI;

MIXED CONDIMENTS 11,429 20,176 7,834 9,115 16.36 16.13

6 300490 MEDICAMENTS, IN MEASURED DOSES, ETC.

(EXCLUDING VACCINES 4,151 20,020 10,346 10,003 -3.31 47.89

7 151790 EDIBLE MIXTURES OR PREPARATIONS OF ANIMAL

OR VEGETABLE FATS 6,959 18,746 10,416 14,174 36.07 25.37

8 852851 MONITORS AND PROJECTORS OF A KIND SOLELY 6 17,701 11,065 13,768 24.43 487.15

9 852190 VIDEO RECORDING OR REPRODUCING APPARATUS 5,166 17,068 10,995 3,026 -72.48 52.50

10 310510 FERTILIZING MATERIALS, IN TABLETS OR

SIMILAR FORMS - 15,973 14,053 - -100.00 -

11 300390 MEDICAMENTS (EXCLUDING VACCINES, BANDAGES

AND PHARMACEUTICAL GOODS) 6,827 15,542 7,650 6,693 -12.50 22.97

12 480257 PAPER & PAPERBOARD, NOT CONTAINING FIBRES

OBTAINED BY MECHANICAL/CHEMICAL 8,877 15,174 7,448 7,697 3.35 11.21

13 481029 PAPER AND PAPERBOARD FOR WRITING, PRINTING

OR OTHER GRAPHIC PURPOSES, OVER 10% (WT.)

MECHANICAL FIBERS, CLAY COATED NESOI,

IN ROLLS OR SHEETS - 13,825 6,016 6,976 15.95 -

14 151110 PALM OIL AND ITS FRACTIONS, CRUDE,

NOT CHEMICALLY MODIFIED 805 12,095 8,971 - -100.00 -

15 210690 FOOD PREPARATIONS NESOI 2,027 9,861 5,304 3,773 -28.86 49.35

16 620799 MEN’S OR BOYS’ SINGLETS AND OTHER

UNDERSHIRTS, BATHROBES, DRESSING GOWNS

AND SIMILAR ARTICLES OF TEXTILE MATERIALS

NESOI, NOT KNITTED OR CROCHETED 494 8,746 4,499 4,004 -11.00 102.76

17 841850 REFRIGERATING OR FREEZING CHESTS, DISPLAY

COUNTERS, CABINETS, SHOWCASES AND SIMILAR

EQUIPMENT, NESOI 1,393 7,920 4,393 2,502 -43.04 49.70

18 340111 SOAP AND ORGANIC SURFACE-ACTIVE PRODUCTS

IN BARS OR OTHER SHAPES AND PAPER,

WADDING ETC. CONTAINING SOAP OR DETERGENT,

FOR TOILET USE 5,541 7,710 4,675 3,221 -31.10 23.84

19 401110 NEW PNEUMATIC TIRES, OF RUBBER, OF A KIND

USED ON MOTOR CARS (INCLUDING

STATION WAGONS AND RACING CARS) 4,797 7,634 3,150 4,155 31.90 9.41

20 481014 PAPER & PAPERBOARD OF A KIND USED FOR

WRITING / PRINTING/ OTHER GRAPHIC

PURPOSES, COATED ON ONE/BOTH SIDE WITH

KAOLIN (CHINA CLAY)/OTHER INORGANIC SUBST - 7,537 2,924 6,773 131.67 -

Sumber: BPS (2014), diolah Pusdatin Kemendag

NILAI : Ribu USD

Page 9: Daftar Isi - bppp.kemendag.go.idbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Isi_Warta_6_BP2KP-2014.pdf · harga yang terjadi pada komoditi gula, daging sapi, cabe, bawang, daging dan

WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume lI. No. 6, Tahun 2014 1716 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume lI. No. 6, Tahun 2014

TINJAUAN PERDAGANGAN

Namun dari tabel 3 terdapat beberapa produk yang perlu

dicermati lebih jauh. Hal ini perlu dilakukan karena selama

periode 2009-2013 produk tersebut mengalami peningkatan

ekspor yang cukup besar akan tetapi pada periode terakhir

(Januari-Juni 2014) terjadi tren penurunan dibandingkan periode

sebelumnya (Januari-Juni 2013). Produk-produk tersebut yaitu

Harmonized System (HS) 480256 , HS 340120, HS 300490,

HS 852190, HS 310510, HS 300390, HS 151110, HS 210690,

HS 620799, HS 841850, dan HS 340111 namun demikian tidak

terdapat satu produkpun yang nilai ekspornya sangat dominan.

TOTAL IMPOR SEMUA PRODUK 508,849 3,122,441 1,741,625 1,674,901 -3.83 60.47

TOTAL IMPOR 20 PRODUK TERBESAR 508,528 3,122,441 1,741,624 1,631,087 -6.35 60.38

1 270900 PETROLEUM OILS AND OILS FROM BITUMINOUS

MINERALS 503,633 3,060,334 1,688,968 1,581,082 -6.39 59.68

2 271113 BUTANES, LIQUEFIED - 31,621 31,621 43,810 38.55 -

3 520100 COTTON, NOT CARDED OR COMBED 4,782 22,773 16,142 3,084 -80.90 58.31

4 410510 Tanned/crust skins of sheep/lambs, without wool - 2,274 1,029 1,264 22.81 -

5 760120 ALUMINUM ALLOYS, UNWROUGHT - 2,158 1,746 199 -88.62 -

6 780199 LEAD, OTHER THAN REFINED, NESOI, UNWROUGHT - 1,281 731 207 -71.67 -

7 180320 COCOA PASTE, WHOLLY OR PARTLY DEFATTED - 625 625 - -100.00 -

8 780191 LEAD, OTHER THAN REFINED, CONTAINING ANTIMONY - 522 318 106 -66.58 -

9 091010 GINGER - 360 319 133 -58.14 -

10 180100 COCOA BEANS, WHOLE OR BROKEN, RAW OR ROASTED 10 245 - 1,202 - -

11 470710 WASTE AND SCRAP OF UNBLEACHED KRAFT PAPER - 92 52 - -100.00 -

12 120220 PEANUTS (GROUND-NUTS), NOT ROASTED - 73 73 - -100.00 -

13 080131 CASHEW NUTS, IN SHELL,FRESH OR DRIED. - 49 - - - -

14 440799 NONCONIFEROUS WOOD NESOI, SAWN OR CHIPPED 103 19 - - - -24.34

15 842131 INTAKE AIR FILTERS FOR INTERNAL

COMBUSTION ENGINES - 9 - - - -

16 842123 OIL OR FUEL FILTERS FOR INTERNAL

COMBUSTION ENGINES - 3 - - - -

17 842539 WINCHES NESOI AND CAPSTANS,

NOT POWERED BY ELECTRIC - 2 - - - -

18 841590 PARTS, NESOI, OF AIR CONDITIONING MACHINES - 1 - - - -

19 854129 TRANSISTORS, OTHER THAN PHOTOSENSITIVE, NESOI - 1 - - - -

20 847170 STORAGE UNITS FOR DIG AUTOMATIC

DATA-PROC. MACHINES. - 1 - - - -

NO HS URAIAN 2009 2013 Januari-Juni Perub. % Trend (%)

2013 2014 14/13 09-13

NILAI : Ribu USD

Tabel 4. 20 Produk Impor Utama Indonesia dari Nigeria (2009 - 2014)

Sumber: BPS (2014), diolah Pusdatin Kemendag

Pada tabel 4 tampak nilai impor produk yang sangat dominan,

yaitu minyak mentah (HS 270900). Impor minyak mentah selalu

tinggi sedangkan produk lainnya cenderung sangat rendah,

bahkan pada beberapa periode Indonesia tidak mengimpor.

Hal ini menunjukkan bahwa selama periode tersebut Indonesia

sangat membutuhkan minyak mentah dari Nigeria.

Wayan R. Susila

Minyak Sawit, Andalan Eskpor Indonesia

yang Terus DihadangIndustri Berbasis Sawit yang Strategis

Produk berbasis minyak sawit

(CPO) adalah produk andalan masa

kini dan masa depan. Produk tersebut

telah menyediakan lapangan kerja lebih

dari 5 juta pekerja di sektor hulu, belum

termasuk di sektor hilirnya (KADIN, 2014).

Dengan daya saing tinggi yang dimiliki

serta ketersediaan lahan dan tenaga

kerja yang memadai, Indonesia kini

menjadi produsen sawit terbesar di dunia

dengan produksi tahun 2013 mencapai 26

juta ton atau 48% produksi minyak sawit

dunia. Produk berbasis minyak sawit juga

merupakan salah satu ekspor andalan

dengan pangsa ekspor sekitar 10%

dari nilai ekspor non-migas dengan nilai

eskpor mencapai USD 20 miliar per tahun

selama tiga tahun terakhir (Kementerian

Perdagangan, 2014).

Minyak sawit juga merupakan lokomotif

pembangunan, khususnya di pedesaan,

suatu peran yang sangat penting guna

mengurangi arus urbanisasi. Sebagai

bahan baku biodiesel, minyak sawit

berpeluang menjadi salah satu komponen

dalam upaya mewujudkan kedaulatan

energi, salah satu elemen penting dari Tri

Sakti Pemerintahan Jokowi-JK.

Dibalik peran strategis tersebut,

Indonesia harus terus berjuang karena

produk berbasis sawit Indonesia di pasar

internasional demikian dimusuhi, seolah-

seolah produk sawit Indonesia adalah

mahluk yang penuh dosa dan harus

segara dimusnahkan. Oleh karena itu,

tidaklah aneh kalau berbagai tuduhan

negatif telah dan terus dialamatkan

terhadap minyak sawit Indonesia,

baik oleh pemerintah maupun LSM.

Sebagai akibatnya, berbagai instrumen

kebijakan perdagangan digunakan

untuk membendung atau paling tidak

menghambat masuknya minyak sawit

Indonesia ke pasar mereka. Instrumen

kebijakan safeguard mereka gunakan

dengan anggapan Indonesia melakukan

perdagangan yang “fair”, namun mereka

terpaksa melakukan untuk melindungi

dari lonjakan impor sawit Indonesia. Yang

lebih parah, mereka menuduh Indonesia

melakukan praktek perdagangan yang

tidak fair seperti dengan melakukan

dumping. Yang lebih berat lagi adalah

upaya tersebut tidak saja dilakukan oleh

negara maju seperti Uni Eropa (EU)

tetapai sesama negara berkembang

seperti India.

Dengan latar belakang tersebut,

tulisan ini akan mencoba membahas

secara lebih rinci mengenai hambatan

WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume lI. No. 6, Tahun 2014 17

Page 10: Daftar Isi - bppp.kemendag.go.idbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Isi_Warta_6_BP2KP-2014.pdf · harga yang terjadi pada komoditi gula, daging sapi, cabe, bawang, daging dan

WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume lI. No. 6, Tahun 2014 1918 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume lI. No. 6, Tahun 2014

yang dihadapi ekspor minyak sawit

Indonesia. Tulisan ini juga berusaha

mengulas berbagai upaya dan kebijakan

yang dapat dilakukan Indonesia untuk

mengatasi hadangan tersebut dan diakhiri

dengan penutup.

Ekspor Sawit Indonesia Terus Dihadang

Untuk menghambat ekspor minyak

sawit Indonesia, ada dua kelompok

besar sumber “dosa” yang dituduhkan

pada produk sawit Indonesia. Dosa

pertama adalah isu yang bersifat klasik

yaitu berkaitan dengan isu pengrusakan

lingkungan khususnya hutan primer dan

biota yang ada dalam hutan tersebut seperti

orang utan. Pembangunan kebun sawit di

Indonesia dituduh mengorbankan secara

masif hutan primeryang dikhawatirkan

akan menghilangkan bio-diversity baik

tanaman dan hewan serta mengakibatkan

perubahan iklim yang signifikan. Cara

membuka lahan dengan tebas tebang

bakar juga dianggap memperparah efek

negatif yang ditimbulkan baik pada tanah,

air, udara, dan mahluk hidup yang ada

disekitar pembukaan lahan tersebut.

“Dosa kedua” yang dituduhkan

terhadap produk sawit berkaitan dengan

isu kesehatan. Minyak sawit sebagai

bahan baku minyak goreng dituduh

mengandung asam lemak tak jenuh yang

berlebihan sehingga bila dikonsumsi

akan meningkatkan kolesterol jahat yang

berbahaya bagi kesehatan manusia.

Tuduhan ini tentu akan menghambat

ekspor minyak sawit Indonesia pada

negara-negara maju yang memberi

perhatian besar terhadap isu kesehatan.

Dengan menggunakan dua isu

tersebut, beberapa pihak khususnya LSM

dan beberapa negara telah melakukan

dua hal demi menghambat ekspor CPO

Indonesia. Pertama, mereka melakukan

berbagai upaya public compaign guna

memperkuat stigma minyak sawit,

khususnya minyak sawit Indonesia.

Berbagai lembaga seperti Green Peace

dan Wahana Lingkungan Indonesia

secara konsisten dan tidak mengenal

lelah telah melakukan public compaign

guna menjatuhkan citra minyak sawit

Indonesia. Upaya mereka cukup

berhasil untuk mempengaruhi persepsi

masyarakat, khususnya di negara-negara

maju.

Upaya selanjutnya yang dilakukan

adalah dari sisi hambatan investasi.

Dengan memanfaatkan isu lingkungan

dan kesehatan, beberapa negara

atau LSM yang ingin menghambat

perkembangan minyak sawit Indonesia,

meminta pihak perbankan untuk selektif

dalam memberikan kucuran kredit untuk

pembangunan perkebunan kelapa sawit

di Indonesia. Dengan latar belakang

tersebut, beberapa bank di negara maju di

Eropa seperti Rabo Bank, mensyaratkan

pada investor untuk memastikan

pembangunan sawit sesuai dengan

standar RSPO (Roundtable Sustainable

Palm Oil) untuk memperoleh pinjaman.

Persyaratan RSPO yang sangat ketat

sejak dari pembukaan lahan sampai

dengan proses produksi berpotensi

menjadi hambatan investasi sawit di

Indonesia secara terselubung. Pada saat

yang sama, persyaratan tersebut tentunya

akan meningkatkan biaya sehingga

akan membuat daya saing minyak sawit

Indonesia menurun.

Upaya selanjutnya adalah dengan

menerapkan instrumen kebijakan

hambatan perdagangan yang akhir-akhir

ini semakin digalakkan dan mempunyai

dampak yang besar. Berbagai upaya

dilakukan sesuai dengan artikel-artikel

yang ada pada ketentuan perjanjian

perdagangan internasional, sehingga

upaya tersebut seakan-akan memiliki

landasan hukum yang kuat dan memiliki

legalitas untuk menerapkan hambatan

perdagangan.

Upaya pertama yang kini tengah

mereka lakukan adalah dengan menuduh

industri sawit Indonesia melakukan

praktek perdagangan secara tidak fair

(unfair trade) seperti menuduh industri

sawit Indonesia melakukan dumping dan

atau subsidi. Berdasarkan Perjanjian

Anti-Dumping, industri yang melakukan

dumping dapat dikenakan bea masuk

tambahan anti dumping. Proses ini

sedang berlangsung dan bersifat rahasia

karena masih dalam proses penyelidikan.

Dalam hal ini, industri sawit Indonesia

dituduh menjual produknya di luar negeri

dengan harga (export value) yang lebih

rendah dari pada harga harga di dalam

negeri (normal value).

Instrumen perdagangan lainnya

yang juga berpotensi dikenakan pada

produk sawit Indonesia adalah kebijakan

countervailing (anti-subsidy) karena

ada upaya untuk menuduh Indonesia

melakukan subsidi untuk industri berbasis

sawit. Tuduhan ini juga termasuk kategori

praktek unfair trade. Jika nantinya mereka

melakukan tidakan anti-subsidi, maka

ekpsor sawit Indonesia akan menghadapi

hambatan yang lebih besar sepeti dalam

bentuk pengenaan bea masuk yang lebih

tinggi atau kuota impor di negara yang

menuduh. Hal ini tentu membuat pasar

minyak sawit Indonesia akan semakin sulit

berkembang bahkan berpotensi menurun.

Dengan mengemas isu kesehatan,

beberapa negara maju seperti EU mulai

menerapkan kebijakan perdagangan

yang berkaitan dengan technical barrier

to trade (TBT). Tindakan tersebut tentu

dapat dibenarkan karena diatur dalam

perjanjian yang berkaitan dengan

beberapa aspek seperti sanitasi dan

phito-sanitari, penetapan standar yang

lebih ketat dan akhir-akhir ini mereka

melakukan labeling. Semua instrumen

tersebut pada dasarnya sangat potensial

menghambat ekspor produk minyak sawit

Indonesia baik karena akses pasar akan

menjadi semakin terbatas serta biaya

menjadi lebih tinggi karena ada biaya

sertifikasi atau labeling.

Jika instrumen-instrumen perdaga-

ngan yang telah disebutkan sebelumnya

sulit untuk diterapkan karena berbagai

pertimbangan, maka mereka dapat

malakukan tindakan safeguard

(pengamanan perdagangan) dengan

menerapkan tarif yang lebih tinggi dan atau

kuota impor. Sesuai dengan perjanjian

yang berkaitan dengan safeguard, suatu

negara dapat dibenarkan melakukan

tindakan pengamanan perdagangan jika

impor sawit dari Indonesia membanjiri

pasar mereka. Hal ini ditunjukkan oleh

lonjakan impor di negara tersebut

yang bersifat tajam, mendadak, dan

terkini. Tindakan yang mereka lakukan

sebenarnya tindakan untuk melindungi

industri dalam negeri mereka terhadap

praktek perdagangan yang “fair”. Namun

demikian, tindakan ini dapat dibenarkan

dengan persyaratan dan jangka waktu

terbatas yaitu 3 tahun untuk negara maju

dan 4 tahun untuk negara berkembang.

Perlu Upaya yang Konsisten dan Sistematis

Mengingat upaya untuk menghambat

ekspor minyak sawit Indonesia demikian

sistematis dan terus-menerus, maka

Indonesia tidak memiliki cara lain kecuali

terus secara konsisten dan sistematis

melakukan upaya untuk menetralisir atau

melawan instrumen kebijakan tersebut.

Upaya tersebut perlu dilakukan secara

konsisten dalam artian terus dilakukan

baik pada saat ada serangan isu dan

atau proaktif mencegah isu-isu yang

mungkin dikembangkan pada masa

mendatang. Upaya-upaya tersebut juga

harus dilakukan secara sistematis, yaitu

dilakukan secara terencana berdasarkan

bukti-bukti atau data yang valid dan

handal sehingga efektif meniadakan isu-

isu yang menghambat pengembangan

ekspor produk sawit Indonesia.

Upaya pertama yang perlu dilakukan

adalah pada tatanan citra (image)

dengan melakukan public campaign

guna mengimbangi bahkan melebihi

upaya kampanye negatif yang dilakukan

oleh berbagai LSM. Kerjasama dengan

Malaysia harus terus dilakukan guna

melakukan kampanye bersama untuk

melawan tuduhan tersebut. Kerjasama

Indonesia dan Malaysia dalam melawan

isu kesehatan berkaitan dengan sawit

selama ini cukup efektif. Hasil penelitian

oleh pihak independen menunjukkan

bahwa tidak ada bukti yang meyakinkan

untuk menuduh minyak sawit tidak baik

untuk kesehatan. Bahkan kandungan

Omega 3 yang tinggi pada minyak sawit

justru baik untuk kesehatan. Kampanye

negatif berkaitan dengan lingkungan perlu

terus ditangkal dengan kampanye yang

menunjukkan bahwa proses budidaya

dan produksi sawit sudah terus diperbaiki

sehingga tidak berdampak negatif

terhadap lingkungan.

Upaya kedua adalah pada tatanan

upaya dan kebijakan, khususnya yang

berkaitan dengan perbaikan budidaya

sawit. Produsen sawit Indonesia harus

terus menerus melakukan perbaikan

sejak dari pemilihan lahan, pembukaan

lahan, sampai dengan proses produksi

yang ramah lingkungan. Upaya ini tentu

terus dilakukan sehingga paling tidak

mendekati standar RSPO sehingga

mereka tidak punya alasan lagi untuk

menyerang dari sisi aspek lingkungan.

Tatanan ketiga yang perlu terus

diperjuangkan adalah perjuangan

menghadapi berbagai instrumen

penghambat perdagangan yang telah

dan akan diterapkan. Posisi Indonesia

oleh banyak ahli dinilai cukup kuat.

Kalau dilihat secara jernih, berbagai

tuduhan dan tindakan pengamanan

yang dilakukan oleh berbagai negara,

pada dasarnya mencerminkan ketidak-

mampuan produk mereka bersaing

dengan produk sawit Indonesia. Dengan

kata lain, mereka memindahkan isu

kompetisi/persaingan ke isu lingkungan

dan kesehatan. Selanjutnya, mereka

WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume lI. No. 6, Tahun 2014 1918 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume lI. No. 6, Tahun 2014

Page 11: Daftar Isi - bppp.kemendag.go.idbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Isi_Warta_6_BP2KP-2014.pdf · harga yang terjadi pada komoditi gula, daging sapi, cabe, bawang, daging dan

WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume lI. No. 6, Tahun 2014 2120 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume lI. No. 6, Tahun 2014 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume lI. No. 5, Tahun 2014 2120 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume lI. No. 5, Tahun 2014

menggunakan berbagai instrumen

kebijakan perdagangan untuk melindungi

produknya yang tidak kompetitif.

Hal ini dapat dilihat dari dua hal.

Pertama, negara-negara atau LSM

yang gencar menyerang produk

sawit Indonesia adalah negara yang

memproduksi minyak nabati pesaing yaitu

minyak kedele, minyak bunga matahari,

minyak jagung dan sebagainya. Dengan

produkstivitas diatas 3.8 ton minyak/ha/

tahun, minyak sawit tentu sulit disaingi

dengan produktivitas minyak-minyak

tersebut yang berkisar antara 0.4-0.8 ton

minyak/ha/tahun (www.simedarby.com/

upload/Palm_Oil_Facts, 2014). Kedua,

mereka cenderung mencoba-coba sambil

melakukan taktik “buying time”. Ketika

isu lingkungan kurang mempan, mereka

mencoba mengalihkan ke isu kesehatan.

Ketika mencoba membawa CPO Indonesia

ke WTO dengan isu subsidi dirasa akan

kalah, mereka coba menyerang dengan

isu dumping kemudian disusul dengan

kebijakan palabelan (labeling). Ini semua

menunjukkan bahwa pada intinya minyak

mereka tidak mampu bersaing dan

mencoba menggunakan berbagai isu dan

instrumen kebjakan untuk melindunginya

atau paling tidak melakukan taktik “buying

time”.

Dengan posisi yang cukup kuat,

Indonesia dapat melakukan dua

pendekatan. Pendekatan pertama adalah

penyelesaian secara bilateral melalui

forum konsultasi dan bila perlu semacam

kompensasi. Pada tahap ini, Indonesia

dan negara yang menerapkan atau

akan menerapkan kebijakan hambatan

perdagangan dapat melakukan dialog atau

konsultasi untuk mencari solusi kompromi.

Dengan menjelaskan posisi strategis

minyak sawit Indonesia dan klarifikasi

terhadap berbagai tuduhan yang didukung

dengan data yang valid dan meyakinkan,

maka negera yang menerapkan hambatan

perdagangan diharapkan bersedia

meniadakan atau paling tidak menurunkan

tingkat hambatan perdagangannya. Jika

diperlukan, Indonesia dapat memberi

kompensasi akses pasar produk negara

tersebut ke pasar Indonesia sepanjang

tidak berdampak besar terhadap industri

dalam negeri.

Jika pendekatan konsultasi

bilateral tidak efektif, maka Indonesia

dapat mengajukan kasus hambatan

perdagangan yang dialami ke forum WTO

(Dispute Settlement Body/DSB). Secara

de fact, Indonesia tidak melakukan

tuduhan yang dialamatkan seperti dumping

dan subsidi. Dengan dasar tersebut,

banyak ahli perdagangan internasional

berpendapat bahwa berbagai tuduhan

unfair trade yang dituduhkan pada produk

sawit Indonesia tidak didasari data dan

argumen yang kuat. Oleh sebab itu, jika

Indonesia membawa kasus tersebut

ke DSB, posisi Indonesia sangat kuat.

Tuduhan dumping dan subsdi diyakini

akan dapat dipatahkan.

BIODATA PENULISNama : Wayan R. SusilaJabatan : Tenaga Ahli Asosiasi Gula IndonesiaEmail : [email protected]

WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume lI. No. 6, Tahun 2014 2120 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume lI. No. 6, Tahun 2014

Upaya strategis lainnya yang lebih

bersifat antisipatif dan fundamental

adalah melakukan upaya dan kebijakan

untuk terus memacu dan memfasilitasi

perkembangan industri hilir sawit,

khususnya biodiesel. Dengan memacu

industri biodiesel, Indonesia dapat

mengurangi ketergantungan secara

signifikan terhadap pasar internasional.

Upaya ini juga sekaligus untuk

memperbaiki neraca perdagangan migas

dimana Indonesia selalu dalam posisi

defisit. Dengan pengaturan yang lebih pro

kepada sumber energi yang berkelanjutan

dan ramah lingkungan seperti mewajibkan

menggunakan biodiesel dengan proporsi

tertentu, misalnya 10%, maka pasar

biodiesel akan dapat terserap di pasar

negeri. Produksi biodiesel juga dapat

diekspor sehingga sekaligus untuk

memperbaiki kinerja neraca perdagangan

Indonesia. Upaya ini sangat logis karena

hal ini merupakan pengejawantahan

Trisakti dari pemerintah Jokowi-JK yang

memberi prioritas tinggi pada kedaulatan

energi di samping kedaulatan pangan.

Oktavianti, S.Sos

Pro Kontra Rencana Pengenaan PPnBM

pada PonselAnjloknya nilai tukar mata uang rupiah

terhadap USD pada Agustus 2013 yang

mencapai angka Rp 11.000/USD 1 dan

tingginya impor telepon seluler (ponsel)

ke dalam negeri membuat pemerintah

merancang strategi untuk menekan

impor guna mengendalikan defisit neraca

perdagangan. Saat itu, pemerintah

tengah mengkaji kebijakan pemberlakuan

Pajak Penjualan Barang Mewah

(PPnBM) pada ponsel termasuk ponsel

pintar (smartphone) seperti BlackBerry,

iPhone, dan produk sejenis dalam rangka

mengurangi defisit neraca perdagangan.

Namun sudah berjalan selama 1,5 tahun

lebih, gagasan tersebut belum terealisasi.

Hingga kini, rencana pemberlakuan

PPnBM pada ponsel tersebut masih

menuai pro dan kontra di tingkat internal

pemerintah. Ada yang menganggap

PPnBM akan memicu meningkatnya

penyelundupan ponsel impor ilegal, di

sisi lain PPnBM diyakini akan mendorong

tumbuhnya industri ponsel di dalam

negeri.

Permintaan masyarakat Indonesia

terhadap produk ponsel memang tinggi,

saat ini tercatat 230 juta nomor ponsel aktif

yang beredar di masyarakat. Tingginya

permintaan ponsel menyebabkan

impor ponsel yang masuk ke Indonesia

semakin deras. Berdasarkan data Badan

Pusat Statistik tahun 2014, impor ponsel

mencapai USD 332,16 juta pada April

2014 atau naik 58,9% dari realisasi Maret

2014 sebesar USD 209,04 juta (Tempo,

2014). Secara komulatif, sepanjang

Januari hingga April 2014, impor ponsel

mencapai USD 1,06 miliar, naik 45%

dibandingkan periode yang sama tahun

sebelumnya sebesar USD 731,9 juta.

Derasnya laju impor ponsel bukan

disebabkan adanya keinginan pemerintah

yang akan memberlakukan PPnBM,

Page 12: Daftar Isi - bppp.kemendag.go.idbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Isi_Warta_6_BP2KP-2014.pdf · harga yang terjadi pada komoditi gula, daging sapi, cabe, bawang, daging dan

WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume lI. No. 6, Tahun 2014 2322 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume lI. No. 6, Tahun 2014

melainkan adanya permintaan produk

yang sangat tinggi. Pemerintah menjamin

kebijakan pemberlakuan PPnBM

pada ponsel hanya akan berlaku bila

ada industri produksi ponsel di dalam

negeri. Apabila kebijakan ini diterapkan,

pemerintah berharap dapat menekan

banyaknya impor ponsel ke Indonesia

serta membuat perusahaan ponsel mau

berinvestasi di Indonesia.

Berkembangnya Black Market

Saat ini, wacana pemberlakuan

PPnBM pada ponsel impor masih sebatas

bahan diskusi antar kementerian terkait.

Namun, tidak menutup kemungkinan

adanya usulan pengenaan PPnBM

sebesar 20% pada ponsel yang harganya

lebih dari Rp 5 juta atau bisa juga

pemerintah memberlakukan PPnBM

sebesar 20% pada ponsel impor untuk

semua kategori ponsel tanpa ada

pembatasan harga.

Nampaknya, kriteria pengenaan

PPnBM pada ponsel impor sudah pas

dengan menempatkan smartphone

sebagai barang mewah, dan bukan

memberlakukan pada semua produk

ponsel. Hal ini karena smartphone

bukanlah barang kebutuhan pokok dan

hanya dikonsumsi masyarakat tertentu.

Definisi barang mewah menurut Kamus

Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yaitu

barang yang mahal harganya dan bukan

barang kebutuhan pokok, melainkan

untuk kemegahan, kebanggaan,

kecantikan, kesenangan. Meski

demikian, tidak dapat dipungkiri dengan

adanya rekomendasi kenaikan PPnBM

smartphone, dikhawatirkan tetap akan

terjadi penyelundupan terhadap barang

mewah tersebut. Selain itu, sumbangan

penerimaan PPnBM dari smartphone

masih kecil terhadap total penerimaan

pajak selama ini, sehingga dampaknya

tidak akan signifikan terhadap total

penerimaan pajak.

Risiko lain juga patut diantisipasi,

apabila opsi PPnBM dikenakan pada

seluruh produk ponsel. Tentu saja hal ini

akan berpengaruh lebih besar terhadap

penerimaan pajak, dan bisa mengubah

perilaku konsumen menjadi menunda

atau membatalkan pembelian ponsel

baru. Sebagai akibatnya, pasar menjadi

lesu dan berujung pada lesunya usaha

di sektor tersebut. Selain itu, kebijakan

tersebut justru bisa mendorong konsumen

beralih untuk membeli ponsel di pasar

gelap (black market) sehingga tidak dapat

dipungkiri impor ponsel ilegal justru akan

semakin marak.

Masyarakat menengah ke bawah

akan semakin beralih ke pasar ponsel

ilegal. Hal itu karena masyarakat berdaya

beli rendah tidak akan mampu membeli

ponsel setelah adanya pengenaan

PPnBM. Kemudian, para importir akan

mencari cara untuk menyelundupkan

produk ke konsumen agar terhindar

dari beban pajak. Dengan demikian,

pengenaan PPnBM pada ponsel tidak

akan mampu mengatasi persoalan

mengenai tingginya jumlah produk-produk

impor di pasar dalam negeri seperti

yang diwacanakan. Saat ini, masyarakat

semakin tergantung dengan perangkat

mobile untuk akses informasi, kegiatan

pemerintahan, pendidikan, bisnis dan

lainnya. Selain itu, para pengguna

internet broadband melalui ponsel di

Indonesia juga terus meningkat. Untuk itu,

pemerintah diharapkan memikirkan opsi

lain yang lebih bijaksana dengan tidak

merugikan industri dan masyarakat.

Pemberlakuan PPnBM pada ponsel

impor memang diharapkan dapat

mendorong perkembangan ponsel dalam

negeri. Namun, jika memang industri

ponsel di dalam negeri belum berkembang

dan perlu untuk didorong, maka yang

perlu diperbaiki adalah daya saing. Salah

satu cara yang dapat diupayakan adalah

penurunan biaya logistik, kemudahan

perpajakan maupun proses barang masuk

dan keluar. Selain itu, agar produksi

ponsel Indonesia bisa bersaing, pelaku

lain seperti operator seluler juga harus

didukung. Pemerintah bisa memberikan

insentif berupa keringanan pajak kepada

operator seluler.

Terkait proses barang masuk dan

keluar, pemerintah telah mengeluarkan

berbagai peraturan untuk mengurangi

melonjaknya impor ponsel. Kementerian

Perdagangan berkoordinasi dengan

Kementerian Perindustrian telah menga-

tur pengendalian impor ponsel melalui

Peraturan Menteri Perdagangan (Permen-

dag) No.82/M-DAG/PER/12/2012 tentang

peraturan impor telepon seluler, komputer

genggam, dan komputer tablet. Peraturan

tersebut bertujuan untuk mendukung

kesehatan, keamanan, keselamatan,

dan lingkungan (K3L) serta mendorong

industrialisasi ponsel dan komputer di

dalam negeri. Dalam Permendag itu,

disebutkan bahwa perusahaan yang

bermaksud mendapatkan importir terdaftar

(IT) ponsel, komputer genggam (handheld),

dan komputer tablet harus mengajukan

permohonan tertulis kepada Menteri

Perdagangan melalui Dirjen Perdagangan

Luar Negeri, dengan melampirkan sejumlah

kelengkapan. Diantaranya, pertama,

asli surat pernyataan kerjasama dengan

paling sedikit tiga distributor. Kedua, bukti

pengalaman sebagai importir telepon

seluler, komputer genggam (handheld),

dan komputer tablet. Kemudian, ketiga,

bukti sebagai distributor ponsel, komputer

genggam (handheld), dan komputer tablet

paling singkat selama 3 tahun. Keempat,

surat penunjukan atau kerjasama sebagai

distributor ponsel, komputer genggam

WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume lI. No. 6, Tahun 2014 2322 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume lI. No. 6, Tahun 2014

(handheld), dan komputer tablet.

Atas permohonan tertulis itu, Dirjen

Perdagangan Luar Negeri atas nama

Menteri Perdagangan menerbitkan IT

telepon seluler, komputer genggam

(handheld), dan komputer tablet

paling lama 5 hari kerja terhitung sejak

permohonan diterima secara lengkap

dan benar. Penetapan sebagai IT telepon

seluler, komputer genggam (handheld),

dan komputer tablet berlaku selama 2

tahun. Dalam Permendag itu ditegaskan

IT telepon seluler, komputer genggam

(handheld), dan komputer tablet juga

harus mendapatkan Persetujuan Impor

(PI) melalui permohonan tertulis kepada

Menteri Perdagangan melalui Dirjen

Perdagangan Luar Negeri, dengan

mencantumkan Tanda Pendaftaran

Produk (TPP) Impor dari Dirjen Industri

Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi

(IUBTT) Kemenperin. Masa berlaku

PI yang dikeluarkan Kemendag

sama dengan masa berlaku TPP

Impor dari Dirjen IUBTT Kemenperin.

Telepon seluler, komputer genggam

(handheld), dan komputer tablet

hanya dapat diperdagangkan dan/atau

dipindahtangankan kepada distributor,

dan dilarang diperdagangkan dan/atau

dipindahtangankan kepada konsumen

atau pengecer (retailer).

Permendag ini hanya memperboleh-

kan impor ponsel, komputer genggam

(handheld), dan komputer tablet melalui

jalur impor sebagai berikut: Pelabuhan

Laut: Belawan (Medan), Tanjung Priok

(Jakarta), Tanjung Emas (Semarang),

Tanjung Perak (Surabaya), dan Soekarno

Hatta (Makassar). Kemudian melalui jalur

pelabuhan udara diantaranya, Polonia

(Medan), Soekarno-Hatta (Tangerang),

Ahmad Yani (Semarang), Juanda

(Surabaya), dan Hasanuddin (Makassar).

Permendag ini juga menegaskan

penetapan sebagai IT ponsel, komputer

Kemendag tidak membatasi merek-

merek yang boleh diimpor dan jumlah

kuota. Sepanjang importir memenuhi

TPP impor tidak akan ada pelarangan

varietas dan jumlahnya. Sehingga, produk

seperti apapun diperbolehkan masuk

ke Indonesia. Namun, produk-produk

itu harus tetap lolos tes uji persyaratan

agar tidak berdampak negatif bagi

keselamatan.

Tumbuhnya Industri Ponsel Dalam Negeri

Pemerintah memperkirakan kapasi-

tas produksi ponsel dalam negeri

meningkat 10% tahun 2014 (Neraca,

2014). Kenaikan produksi ini diharapkan

mampu memenuhi kebutuhan ponsel

nasional. Hal tersebut karena sejauh

ini sudah ada lima perusahaan ponsel

yang memproduksi ponselnya di dalam

negeri, seperti Axioo di Jakarta, Polytron

di Kudus, Evercoss di Semarang, Hier dan

Smartfren di Serpong. Kelima perusahaan

ponsel itu memproduksi ponsel pintar

dengan harga cukup terjangkau oleh

konsumen menengah ke bawah. Sebagai

bukti tumbuhnya industri ponsel dalam

genggam (handheld), dan komputer

tablet dicabut apabila perusahaan terbukti

memperdagangkan dan/atau memindah

tangankan ponsel, komputer genggam

(handheld), dan komputer tablet kepada

konsumen atau pengecer (retailer).

Kemudian, tidak menyampaikan laporan

atas pelaksanaan impor, tidak melakukan

impor dalam jangka waktu enam bulan

berturut-turut, dan terbukti mengubah

informasi yang tercantum dalam dokumen

impor. Pencabutan sebagai IT ponsel,

komputer genggam (handheld), dan

komputer tablet ditetapkan oleh Dirjen

Perdagangan Luar Negeri untuk dan atas

nama Menteri Perdagangan.

Meski demikian, Permendag itu

bukan dimaksudkan untuk pembatasan

dan pelarangan. Hal itu dikarenakan

pemerintah memberikan perlindungan

kepada konsumen secara penuh. Tidak

akan ada kenaikan harga pada barang

yang beredar. Sebab, sudah sejak lama

juga diberlakukan aturan yang sama.

Hanya saja, sekarang ada aturan yang

lebih ketat pada produk-produk impor

khusus ponsel, komputer genggam

(handheld), dan komputer tablet.

Page 13: Daftar Isi - bppp.kemendag.go.idbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Isi_Warta_6_BP2KP-2014.pdf · harga yang terjadi pada komoditi gula, daging sapi, cabe, bawang, daging dan

WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume lI. No. 6, Tahun 2014 2524 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume lI. No. 6, Tahun 2014

yang tidak terdapat di vendor global,

seperti fitur televisi. Hal ini menjadi

salah satu pemicu yang menyebabkan

pertumbuhan ponsel lokal akan meningkat

di Indonesia.

Selain itu, untuk meningkatkan

pertumbuhan penjualannya di Indonesia,

salah satu perusahaan ponsel lokal

gencar memproduksi smartphone

android di bawah harga satu juta rupiah.

Sebagaimana diketahui, ponsel android

memang sedang digandrungi konsumen

gadget Indonesia. Dengan bertambahnya

produksi ponsel dalam negeri diharapkan

akan mengurangi ketergantungan

masyarakat terhadap impor. Meskipun

dalam waktu cepat tidak memungkinkan

bagi Indonesia untuk bisa lepas 100% dari

impor, namun secara perlahan hal itu bisa

diwujudkan.

Upaya lain yang sedang dilakukan

pemerintah adalah dengan mendorong

produk smartphone 4G yang diproduksi

seperti di Batam, Kepulauan Riau, agar

Tingkat Kandungan Komponen Dalam

Negeri (TKDN) produk ponsel pintar itu

bisa ditingkatkan dari 30% menjadi 60%.

Sejauh ini, sebanyak 70% komponen

ponsel masih di impor dari Malaysia dan

Tiongkok. (Detik finance, 2014). Namun,

produk smartphone 4G yang diproduksi

pertama kalinya di Indonesia sudah

dipatenkan oleh produsennya dengan

dibantu ahli-ahli Teknik Elektro ITB.

Dua perusahaan di dalam negeri,

yakni PT Sat Nusapersada Tbk (PTSN)

dan PT Tata Sarana Mandiri (TSM)

memproduksi ponsel 4G ini. PTSN

bergerak pada sisi manufaktur dan TSM

untuk desain. Produk yang diberi nama IVO

ini memiliki kandungan lokal 30%, dengan

harga di bawah Rp 2 juta. Smartphone

4G buatan Indonesia ini didukung oleh

Qualcomm Snapdragon 400 chipset,

menggunakan prosesor Quad Core 1.2

GHz, RAM 1 GB, media penyimpanan

berkapasitas 8 GB, kamera 8 MP, dan

dual SIM card yang didesain khusus

untuk kebutuhan Indonesia. Smartphone

4G ini juga dapat bekerja pada berbagai

frekuensi LTE lain seperti 1.800 Mhz,

2.300 Mhz, 2.600 Mhz, termasuk

frekuensi data 3G dan 2G, sehingga,

ponsel ini bisa beroperasi di berbagai

negara (Detik finance, 2014). Selama

setahun, perusahaan bisa memproduksi

sekitar 1,2 juta unit smartphone, sehingga

diharapkan produksi tersebut mampu

mengurangi beban impor ponsel.

Jumlah produksi ponsel di dalam

negeri memang masih sangat kecil

dibandingkan dengan jumlah kebutuhan

konsumen. Dengan berjalannya pemba-

ngunan pabrik ponsel dalam negeri, dan

adanya pemberian berbagai insentif untuk

perusahaan lokal, animo masyarakat

untuk mencintai produk dalam negeri

juga sangat penting untuk meningkatkan

industri ponsel di tanah air. Saat ini,

stigma produk lokal berkualitas rendah

masih ada, sehingga, adanya dukungan

masyarakat untuk mencintai produk lokal

sangatlah penting untuk menggairahkan

industri ponsel dalam negeri.

Pemerintah menargetkan Indonesia

tidak lagi mengimpor ponsel setelah lima

tahun ke depan. Alasannya, Indonesia

sudah bisa membuat ponsel sendiri.

Pemerintah optimistis dalam lima tahun

ke depan industri ponsel di dalam negeri

bisa menggantikan ponsel impor yang

jumlahnya mencapai 60 juta unit/tahun.

Namun, hal itu tidak bisa serta merta

diwujudkan tanpa adanya kesadaran

masyarakat untuk mencintai produk

dalam negeri, termasuk dalam hal produk

ponsel.

Permendag No. 82 Tahun 2012 Melindungi Konsumen Gadget

Untuk melindungi konsumen gadget di

tanah air, pemerintah telah mengeluarkan

Peraturan Menteri Perdagangan Nomor

82 Tahun 2012 tentang Ketentuan Impor

Telepon Seluler, Komputer Genggam, dan

Komputer Tablet yang diterbitkan pada

27 Desember 2012 dan mulai berlaku

sejak 1 Januari 2013. Peraturan itu

mengatur ketentuan teknis seperti syarat

pelabelan, manual, dan kartu garansi

purna jual dalam bahasa Indonesia yang

diterbitkan oleh Dirjen Standardisasi dan

Perlindungan Konsumen Kemendag,

juga standar teknis dari Kementerian

Komunikasi dan Informatika. Selain

itu, aturan ini juga mengharuskan

perusahaan yang mengimpor ketiga jenis

perangkat elektronik tersebut mendapat

negeri, Polytron telah mulai melakukan

riset dalam pembuatan chasing, mesin,

speaker dan headset. Investasi yang

dikeluarkan Polytron pun tidak besar,

sebab cukup memanfaatkan sebagian

areal pabrik elektroniknya di Kudus,

Jawa Tengah, kemudian, membeli mesin-

mesinnya dan membuat ruangan bebas

debu.

Kehadiran lima pabrik ponsel di

Indonesia, diharapkan bisa mengisi pasar

ponsel di tanah air yang saat ini masih

didominasi dengan gempuran ponsel

impor dari berbagai negara. Pada tahun

lalu, permintaan ponsel dari dalam negeri

telah mencapai 50 juta hingga 55 juta unit.

Dengan adanya peningkatan kapasitas

produksi, diharapkan produsen-produsen

lokal tersebut mampu memenuhi

kebutuhan ponsel di dalam negeri tahun

ini. Adapun kapasitas produksi ponsel

dari lima perusahaan itu telah mencapai

500 ribu-600 ribu/bulan (Neraca, 2014) .

Selain lima perusahaan ponsel

tersebut, ada Cross dan Advan yang

berniat membangun pabriknya di

Indonesia. Tidak ketinggalan, raksasa

elektronik Korea Selatan, Samsung,

juga menjanjikan penambahan investasi

dengan membangun pabrik ponselnya

di Indonesia pada Desember 2014. Hal

tersebut disampaikan Duta Besar Korea

Selatan untuk Indonesia, Cho Tai Young,

dalam kunjungannya menemui Presiden

terpilih Joko Widodo di Balai Kota Jakarta

pada 13 Agustus 2014.

Indonesia masih mempunyai kendala

dalam pembuatan komponen ponsel

dan masih kalah bersaing dengan

Republik Rakyat Tiongkok (RRT). Di

RRT, industri rumahan telah mampu

memproduksi komponen-komponen

elektronik untuk ponsel. Meski demikian,

ada dua hal yang menyebabkan ponsel

lokal pantas dijadikan pertimbangan

sebagai kompetitor industri ponsel di

Indonesia. Pertama, distribusi domestik

ponsel rakitan lokal tertinggi. Kedua, cara

distribusi ponsel lokal merupakan yang

terbaik (Neraca, 2014). Misalnya, ponsel

lokal Cross masuk dalam lima besar

vendor ponsel di Indonesia.

Saat ini, Cross memiliki sekitar 40

varian dan menjadi salah satu ponsel lokal

terbesar di Indonesia. Kemudian, strategi

distribusi Cross yang menyasar pasar

tertentu membuat ponsel Cross mendapat

tempat di pasar ponsel Indonesia. Cross

mempunyai basis kuat di Jawa Timur.

Sementara itu, Mito mempunyai basis

kuat di Indonesia bagian Timur. Mito

juga merupakan salah satu ponsel lokal

Indonesia yang masuk dalam peringkat

lima besar vendor ponsel di Indonesia,

dengan pertumbuhan distribusi domestik

produk ke Indonesia sebesar 44% selama

kuartal III 2012 dibandingkan kuartal

sebelumnya (Neraca, 2014). Selain itu,

fitur yang ditawarkan vendor lokal, ada

WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume lI. No. 6, Tahun 2014 2524 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume lI. No. 6, Tahun 2014

Page 14: Daftar Isi - bppp.kemendag.go.idbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Isi_Warta_6_BP2KP-2014.pdf · harga yang terjadi pada komoditi gula, daging sapi, cabe, bawang, daging dan

WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume lI. No. 6, Tahun 2014 2726 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume lI. No. 6, Tahun 2014

penetapan sebagai Importir Terdaftar

dan Persetujuan Impor Telepon Seluler,

Komputer Genggam, dan Komputer

Tablet dari Menteri Perdagangan. Tempat

pelabuhan impor yang bisa dilalui dan

perihal distribusi juga termasuk yang

diatur dalam ketentuan baru ini. Setiap

importir hanya boleh memperdagangkan

produk impornya ke distributor, tidak

langsung ke peritel atau konsumen

langsung. Pemerintah mengklaim tujuan

jangka pendek peraturan baru ini semata

untuk melindungi konsumen di tanah

air dan bukan untuk membatasi impor

ketiga jenis produk. Adapun tujuan jangka

panjang adalah mengundang produsen

ponsel, komputer genggam, dan tablet

berinvestasi di Indonesia.

Efektivitas Pengenaan PPnBM pada Ponsel

Apabila rencana pengenaan PPnBM

pada ponsel jadi diterapkan maka

ada beberapa hal positif dan negatif

yang perlu diperhatikan, terutama

mengenai efektivitas kebijakan tersebut.

Ada beberapa dampak positif bagi

perekonomian Indonesia apabila rencana

kebijakan tersebut jadi diterapkan.

Pertama, masyarakat tetap dapat

mengkonsumsi produk ponsel. Kedua,

Indonesia dapat melakukan industrialisasi

dan memproduksi produk-produk

tersebut. Sementara itu, dampak negatif

yang harus menjadi pertimbangan oleh

siapapun adalah sudah terjadi dan masih

akan terjadi pemasukan produk-produk itu

secara ilegal.

Hingga saat ini, pemerintah

masih mencarikan format tepat, guna

meminimalisir tindak penyelundupan

yang mungkin terjadi sebagai akibat

dari penerapan kebijakan PPnBM

terhadap ponsel. Salah satu pengawasan

yang paling tepat dan efisien adalah

memperketat tingkat pengawasan

BIODATA PENULIS

Nama : Oktavianti, S.Sos

Organisasi : Alumni FISIP Universitas Indonesia jurusan

Ilmu Komunikasi tahun 2008

Email : [email protected]

pada unsur Direktorat Bea dan Cukai

Kementerian Keuangan sebagai pintu

masuk barang dagangan termasuk

ponsel. Kemudian, menerapkan

pengawasan terhadap produk ponsel

yang beredar di Indonesia melalui sistem

International Mobile Electronic Identity

(IMEI) oleh Kementerian Komunikasi dan

Informatika. Hal itu perlu dilakukan karena

penerapan PPnBM tidak akan mencapai

sasaran utamanya jika pengawasan

produk ponsel tidak dilakukan maksimal

oleh kementerian/lembaga teknis

terkait. Penggunaan IMEI dalam proses

pengawasan produk ponsel yang beredar

di dalam negeri masih membutuhkan

waktu kurang lebih dua tahun ke depan.

Hal itu dikarenakan, tahap sosialisasi

dibutuhkan untuk memberikan pengertian

kepada seluruh stakeholder. Dengan

adanya jumlah ponsel yang beredar di

tengah masyarakat yang telah mencapai

230 juta unit, maka perlu waktu untuk

proses sosialisasi tersebut. Selain itu, opsi

penerapan Standar Nasional Indonesia

(SNI) Wajib juga penting untuk produk

ponsel dengan tujuan selain menciptakan

standar mutu untuk melindungi konsumen,

juga bisa mendorong produksi ponsel di

dalam negeri.

Sementara ini, upaya yang baru

dilakukan oleh pemerintah adalah

penerapan tarif baru Pajak Penghasilan

(PPh) pasal 22, dari 2,5% menjadi 7,5%

untuk menekan derasnya produk impor.

Produk ponsel adalah salah satunya. Tarif

PPh pasal 22 sebesar 2,5% dikenakan

untuk perusahaan dengan izin Angka

Pengenal Importir (API), sedangkan yang

tanpa izin API dikenakan sebesar 7,5%

dari nilai impor. Tarif PPh pasal 22 dengan

izin API inilah yang dinaikkan agar sama

dengan tarif tanpa izin API, yaitu menjadi

7,5%, sementara untuk tarif PPh pasal

22 tanpa izin API tidak akan mengalami

kenaikan. Aturan ini memang tidak secara

langsung tertuju pada barang, tetapi lebih

kepada importir, dimana untuk mengimpor

ponsel, mereka harus membayar pajak

sebesar 7,5% di awal, meskipun pada

akhir tahun, importir mendapatkan

pengurangan saat membayar PPh Badan.

WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume lI. No. 5, Tahun 2014 2726 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume lI. No. 5, Tahun 2014

Kemungkinan Program Raskin

Bersyarat

Ir. Mohammad Ismet, MSc, PhD

PendahuluanBaru-baru ini program Raskin menjadi

perhatian publik, termasuk menjadi

perhatian Komisi Pemberantasan Korupsi

(KPK), Bank Dunia, dan Bappenas,

menyangkut efektifitas dan efisiensinya.

Isu tentang efektifitas dan efisiensi

program tersebut memang bukan

merupakan hal yang baru. Perlu menjadi

pemikiran bagi pemerintah (yang baru)

untuk menyempurnakan program ini.

Diperkenalkan sejak krisis ekonomi tahun

1998, sebagai bentuk jaring pengaman

sosial, program Raskin telah mengalami

berbagai perubahan. Namun isu tentang

efektifitas dan efisiensi tersebut belum

juga reda hingga saat ini. Fiszbein dkk

(2009) menulis bahwa jika kebijakan

jaring pengaman sosial dilakukan dengan

tepat akan menjadi “a smart investment

in an uncertain world” untuk menghadapi

dampak krisis ekonomi. Hanya beberapa

negara menerapkan in kind transfer

programmee, pemberian dalam bentuk

natura, seperti Raskin. Sebagian besar

negara menggunakan cash transfer

program, pemberian dalam bentuk uang

tunai. Sebagian negara mengaplikasikan

Conditional Cash Transfers (CCTs) atau

bantuan langsung tunai yang bersyarat.

Skema ini menjadi populer di berbagai

negara berkembang selama beberapa

dekade terakhir. Menjadi populer karena

di samping bisa mengurangi kemiskinan,

sekaligus juga mendorong orang tua

untuk melakukan investasi dalam

bentuk kesehatan dan pendidikan anak-

anak mereka. Timbul pemikiran untuk

mengaplikasikan program yang bersyarat

tersebut untuk program Raskin.

Majalah the Economist tanggal 31

Juli 2010,dalam rubrik Leaders dengan

judul ‘Anti Poverty Programmes: Give the

Poor Money’, sekali lagi menulis tentang

keberhasilan conditional-cash transfer

(bantuan tunai dengan persyaratan)

dalam mengurangi angka kemiskinan

di berbagai negara yang miskin dan

berkembang, seperti Filipina, Kyrgystan,

Brazil, Pakistan, Bangladesh, Haiti dan

Kamboja. Majalah tersebut juga menulis

bahwa demikian pentingnya program ini

sehingga megapolitan New York-pun

ternyata mengadopsi program ini untuk

membantu keluarga miskin. Dalam rubrik

yang lain, majalah tersebut secara khusus

juga menampilkan keberhasilan program

tersebut di Brazil. The Economist juga

mengklaim bahwa program tersebut telah

membantu jutaan orang miskin di seluruh

dunia. Program ini sejak lama didukung

oleh Bank Dunia dan Asian Development

Bank (ADB) dengan pertimbangan,

antara lain karena memberikan dampak

kesejahteraan dalam wujud peningkatan

kualitas SDM rumah tangga miskin.

Menyimak tulisan tentang perkem-

bangan di berbagai negara tersebut di

atas, terdapat kemungkinan Conditional

Cash Transfer Program (CCTP) akan

selalu diperluas implementasinya. Bank

Dunia dan Bank Pembangunan Asia

selalu berpendapat bahwa transfer

dalam bentuk natura menimbulkan

biaya mahal dan berisiko tinggi terhadap

penyimpangan. Timbul pertanyaan bagi

kita, kalau kita tetap mempertahankan

Raskin, kapan kita mampu meningkatkan

efektifitas dan efisiensi Raskin sebagai

WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume lI. No. 6, Tahun 2014 2726 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume lI. No. 6, Tahun 2014

Page 15: Daftar Isi - bppp.kemendag.go.idbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Isi_Warta_6_BP2KP-2014.pdf · harga yang terjadi pada komoditi gula, daging sapi, cabe, bawang, daging dan

WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume lI. No. 6, Tahun 2014 2928 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume lI. No. 6, Tahun 2014 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume lI. No. 6, Tahun 2014 2928 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume lI. No. 6, Tahun 2014

Apa yang harus dilakukan Bulog

agar Raskin tetap menjadi bagian dari

kegiatan kebanggaan Bulog? Kelemahan-

kelemahan Raskin apa saja yang harus

diperbaiki atau penyempurnaan apa

saja yang dapat dilakukan sehingga

Raskin tetap dipandang lebih bermanfaat

dibandingkan pemberian dalam bentuk

uang?

Transfer Pendapatan Dalam Bentuk Uang

Conditional Cash Transfer Program

(CCTP), disebut oleh the Economist

sebagai ‘the world’s favourite new

anti-poverty device’ (cara untuk

mengatasi kemiskinan yang paling

favorit di dunia), merupakan skema

pembagian uang dan barang kepada

penduduk sangat miskin jika mereka

dapat memenuhi persyaratan

tertentu. Persyaratan ter-sebut terkait

dengan upaya untuk meningkatkan

kesejahteraan keluarga berupa

‘persentase minimum kehadiran anak-

anak mereka di sekolah’ atau ‘jika

bayi-bayi mereka telah divaksinasi’.

Program ini disebutkan mampu

mengurangi kemiskinan, memperbaiki

distribusi pendapatan dan dapat

diselenggarakan dengan biaya ‘murah’.

Karena dikaitkan dengan program

pendidikan dan kesehatan, CCTP ini juga

diklaim akan membantu menciptakan

generasi penerus yang lebih baik. Skema

yang bersifat conditional di Bangladesh,

Kamboja dan Pakistan menunjukkan

bahwa program ini mampu mendorong

partisipasi anak-anak perempuan

bersekolah. Majalah tersebut juga

menyebutkan bahwa program ini dapat

berjalan karena dilakukan berdasarkan

pada ketentuan dan aturan serta relatif

bebas dari penyimpangan.

Namun penerapan program ini

bukan tanpa kelemahan atau kegagalan.

Di Brazil CCTP dianggap bias karena

pelaksanaannya lebih efektif di pedesaan

daripada di perkotaan. Program ini

dianggap lebih efektif di pedesaan karena

mampu memberikan insentif bagi keluarga

miskin untuk memperoleh pangan, air

bersih, pendidikan dasar dan fasilitas

kesehatan. Di kota, program transfer uang

ini tidak efektif karena terganggu berbagai

faktor, antara lain: tingginya angka

kejahatan, tingginya penyalahgunaan

narkotika, besarnya angka perceraian

keluarga dan meluasnya praktek buruh

anak-anak. Ke depan, diperkirakan

berbagai faktor pengganggu tersebut

akan semakin serius intensitasnya karena

kota-kota besar dunia, tidak terkecuali

Jakarta, akan mempunyai konsentrasi

kemiskinan besar yang membutuhkan

program pengurangan kemiskinan yang

lebih spesifik dan kongkrit.

Di Indonesia, pemberian dalam bentuk

uang yaitu BLT (belum bersifat conditional)

terganggu efektifitasnya karena

penerimaan dalam bentuk uang tunai tidak

selalu dimanfaatkan oleh Rumah Tangga

Miskin (RTM) penerima manfaat untuk

tujuan-tujuan yang produktif. Tidak selalu

digunakan untuk memperbaiki kualitas

kesehatan, pendidikan, permodalan

dan sebagainya sehingga dampak

kesejahteraannya dipertanyakan. Yang

sudah dilengkapi dengan persyaratan

adalah Program Keluarga Harapan

(PKH), dengan sasaran keluarga miskin

program pemberdayaan keluarga miskin.

Apakah mungkin Raskin dilengkapi dengan

persyaratan, sebagaimana diterapkan pada

bantuan langsung tunai di negara-negara

lain, sehingga dapat berdampak ganda

untuk peningkatan kesejahteraan keluarga

miskin? Hingga saat ini Raskin masih

merupakan outlet terbesar bagi beras Bulog

yang dihimpun dalam pengadaan dalam

negeri sehingga program Raskin sangat

terkait dengan kebijakan jaminan harga bagi

petani padi. Pengalihan atau pergeseran

menjadi bantuan dalam bentuk uang tunai

tentu akan menimbulkan implikasi kebijakan

pangan Pemerintah, serta operasional

Bulog manakala belum disiapkan dengan

baik outlet penggantinya.

Tulisan ini mencoba membawa

pembaca kembali mendiskusikan bahwa

upaya untuk meningkatkan kualitas

program Raskin perlu dilakukan karena

kritik terhadap program ini sudah demikian

meluas. Jangan sampai terjadi program

Raskin semakin tidak populer karena

pengaruh keberhasilan bantuan uang

tunai di berbagai negara dan karena kita

tidak mampu meyakinkan publik bahwa

Raskin dapat ditingkatkan efektifitas

dan efisiensinya. Beberapa negara yang

selama ini melakukan program pemberian

bantuan dalam bentuk natura (beras)

selain Indonesia adalah India dan Filipina.

Apa yang harus dilakukan untuk dapat

membuat program tersebut semakin

efektif dan efisien dalam mengatasi

masalah kemiskinan dan kerentanan

ketahanan pangan yang dialami keluarga

miskin?

Program Transfer PendapatanSebagai in-kind transfer program,

Raskin selama ini selalu mendapat kritik

bertubi-tubi dari Bank Dunia dan Bank

Pembangunan Asia (ADB). Bank Dunia,

ADB dan Lembaga penelitian SMERU

beberapa kali melakukan penelitian

tentang Raskin dan membandingkannya

dengan subsidi langsung tunai. Mereka

cenderung memilih CCTP sebagi

program yang ‘lebih baik’ dan lebih

efisien. Di Indonesia, Cash Transfer

Program/CTP (baca: Bantuan Langsung

Tunai atau BLT) juga memperoleh

dukungan dari para ekonom penganut

moneterism, yang mempunyai faham

bahwa ‘control the money supply, and

the rest of the economy will take care

itself ’.

Page 16: Daftar Isi - bppp.kemendag.go.idbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Isi_Warta_6_BP2KP-2014.pdf · harga yang terjadi pada komoditi gula, daging sapi, cabe, bawang, daging dan

WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume lI. No. 6, Tahun 2014 3130 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume lI. No. 6, Tahun 2014

dan Program Nasional Pemberdayaan

Masyarakat (PNPM) Generasi Sehat

dan Cerdas dengan sasaran kelompok

masyarakat. Pilot Project PKH dan PNPM

Generasi dimulai pada paruh kedua

tahun 2007. Tujuannya adalah untuk

mengurangi kemiskinan melalui CTP dan

meningkatkan akses terhadap pelayanan

kesehatan dan pendidikan, dengan

tujuan jangka panjang untuk mengurangi

kemiskinan melalui peningkatan investasi

sumber daya manusia.

PKH ditujukan untuk keluarga miskin

dengan dengan kewajiban melakukan

aktifitas yang berkaitan dengan

kesehatan (misalnya, untuk ibu-ibu hamil

mengkonsumsi tablet nutrisi besi selama

hamil dan imunisasi untuk anak-anak)

dan pendidikan (misalnya, kehadiran

dalam kelas mimimum 85%). Pada tahun

2007, PKH dilaksanakan di 48 kabupaten

meliputi tujuh propinsi dengan target

500ribu RTM, sedangkan PNPM Generasi

dilaksanakan melalui pengembangan

infrastruktur dan kapasitas. Bantuan

diberikan kepada kelompok masyarakat

bukan rumah tangga dengan persyaratan

bahwa kelompok masyarakat tersebut

harus mampu meningkatkan kondisi

kesehatan dan pendidikan.

Program RaskinSebagaimana telah ditulis banyak ahli,

program Raskin mempunyai berbagai

potensi manfaat walaupun hingga saat

ini belum dapat terukur dengan baik.

Kemungkinan manfaat Raskin antara lain:

(1) Aspek Mikro: meningkatkan ketahanan

pangan rumah tangga, memperbaiki

konsumsi gizi mikro, memperkecil poverty

gap RTM penerima beras RASKIN,

meningkatkan kemampuan anggaran

keuangan RTM sehingga memperbesar

kemampuan untuk meningkatkan kualitas

pendidikan, kesehatan dan permodalan

usaha kecilnya; (2) Aspek Makro: outlet

bagi beras pembelian domestik Bulog

(terkait erat dengan kebijakan perberasan

nasional yaitu pembelian beras petani,

program stabilisasi harga dan kebijakan

stok penyangga), mendorong pertumbuhan

ekonomi pedesaan (karena 2/3 penerima

Raskin berdomisili di pedesaan), berperanan

tidak langsung dalam stabilisasi harga antar

tempat dan antar waktu, menciptakan

dampak distribusi pendapatan baik antar

sektor, antar wilayah, maupun antar

kelompok pendapatan, dan mengurangi

angka kemiskinan.

Timbul beberapa pertanyaan,

apakah Raskin dapat dioptimalkan

dan lebih terukur manfaatnya dengan

mengaitkan pada program pemberdayaan

masyarakat miskin lainnya? Apakah hal

tersebut dapat mempertajam sasaran

dan mengurangi bias dalam penentuan

penerima manfaat? Apakah dengan

lebih terukur maka akan mempermudah

penerapan exit strategy? Apa saja kritik

yang ditujukan terhadap program Raskin

selama ini? Apakah Program Raskin

sangat terkesan sebagai suatu charity

semata, dan kurang ‘mendidik’?. Bank

Dunia, ADB dan Lembaga Penelitian

SMERU menyebutkan dua kelemahan

Program Raskin yaitu mahal (karena

harus mengangkut beras yang bersifat

bulky hingga ke setiap RTM termasuk

menanggung biaya manajemen Bulog)

dan besarnya resiko penyimpangan

(karena dibagikan dalam bentuk natura

dan melewati ‘beberapa’ tangan).

Apa Tambahan Manfaat Raskin Kalau Bersifat Conditional?

The Economist (Juli 2010)

menyebutkan bahwa Presiden Haiti, Réne

Préval, telah memberikan penghargaan

kepada suatu koperasi susu yang

membagikan susu dan yogurt kepada

keluarga miskin dengan syarat anak-anak

keluarga miskin tersebut hadir di sekolah.

Ternyata penambahan persyaratan dalam

program bantuan dalam bentuk natura

dapat berhasil. Apakah skema semacam

ini dapat diterapkan untuk Raskin?

Kalau dapat berhasil diterapkan pada

program Raskin, apa manfaat tambahan

yang dapat diperoleh? Jika terdapat

penambahan persyaratan yang terkait

dengan pendidikan dan kesehatan secara

teoritis,program tersebut akan mendorong

peningkatan kualitas RTM penerima

manfaat. Dengan kualitas SDM yang lebih

baik akan terjadi perbaikan produktifitas

SDM sehingga program Raskin lebih

efektif memberikan kontribusi bagi

pengentasan kemiskinan dengan dampak

kesejahteraan yang lebih terukur.

Dengan sifat conditional, keluarga

penerima manfaat baru dapat membeli

beras Raskin yang menjadi jatahnya,

setelah melakukan sesuatu yang

bermanfaat, misalnya anak-anak mereka

selalu hadir dengan persentase minimum

tertentu di kelas sekolah dasar, ibu dan

anak selalu hadir dalam kegiatan Posyandu

atau selalu mengunjungi Puskesmas.

Dampak yang diharapkan adalah

manfaat tambahan berupa peningkatan

kualitas dan peningkatan produktifitas

sumber daya manusia RTM penerima

beras Raskin. Pada gilirannya, keluarga

penerima manfaat Raskin diharapkan akan

mampu memperoleh pendapatan lebih

besar sehingga lebih sejahtera dan keluar

dari kondisi miskin. Dengan demikian exit

strategy dapat terwujud dan menambah

kepercayaan publik kepada Bulog sebagai

pelaksana kegiatan Raskin.

Penambahan aspek ‘conditional’ perlu

kita pertimbangkan dengan baikagar

manfaat Raskin bagi RTM lebih besar

dan lebih terukur. Penerapan persyaratan

tersebut akan memberikan keyakinan

pada upaya pengurangan kemiskinan

di Indonesia. Selain itu program Raskin

yang melibatkan sekitar 17,4 juta RTM

yang tersebar di seluruh tanah air,

penambahan persyaratan tersebut tentu

akan berdampak sangat luas.

WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume lI. No. 6, Tahun 2014 3130 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume lI. No. 6, Tahun 2014

BIODATA PENULIS

Nama : Ir. Mohammad Ismet, MSc, PhD

Organisasi : Wakil Rektor Bidang Kerjasama, Universitas Cokroaminoto Yogyakarta

Email : [email protected]

Page 17: Daftar Isi - bppp.kemendag.go.idbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Isi_Warta_6_BP2KP-2014.pdf · harga yang terjadi pada komoditi gula, daging sapi, cabe, bawang, daging dan

WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume lI. No. 6, Tahun 2014 3332 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume lI. No. 6, Tahun 2014

BERITA PENDEK PERDAGANGAN

Kinerja Ekspor Mebel Menurun, Haruskah Penerapan SVLK Ditinjau Ulang?Penundaan penerapan kebijakan Sistem Verifikasi Legalitas

Kayu (SVLK) oleh Pemerintah selama satu tahun masih dirasakan berat untuk mendongkrak nilai ekspor mebel Indonesia di tahun 2014. Alhasil, rencana penerapan SVLK pada awal tahun 2015 kembali mengalami penolakan oleh kalangan industri mebel dan kerajinan di dalam negeri. Alasan utamanya, kebijakan ini dirasakan masih memberatkan, terutama bagi pelaku usaha kategori UKM yang menjadi pemain dominan dalam pasar ekspor mebel Indonesia.

Menurut data Asosiasi Mebel dan Kerajinan Indonesia (AMKRI), pelaku usaha yang sudah mendapatkan standardisasi ekspor dengan melengkapi SVLK sebagai salah satu persyaratannya baru sekitar 20% dari total 5000 pelaku usaha di Indonesia. Sementara sisanya, masih belum bisa melengkapi persyaratan karena masih keberatan untuk mengeluarkan biaya pengurusan SVLK yang dinilai mahal bagi UKM, yaitu sekitar Rp 40 juta. Dalam pandangan AMKRI, penerapan SVLK sebaiknya diperuntukkan terlebih dulu bagi sektor hulu, yaitu industri pengolahan kayu. Sementara industri mebel sebagai industri hilir memerlukan sosialisasi dan pemberlakuan kebijakan secara bertahap.

Penerapan SVLK oleh pemerintah pada dasarnya bertujuan untuk melindungi hutan Indonesia dan menciptakan perdagangan produk kayu olahan yang berkelanjutan. Saat ini kebutuhan akan produk kayu olahan tidak lagi hanya melihat pada hasil akhir, namun juga prosesnya, termasuk asal usul bahan baku apakah diperoleh secara legal atau ilegal.

Peningkatan kesadaran konsumen global akan produk yang ramah lingkungan dan diperoleh dari sumber yang legal menjadi fokus pemerintah untuk menyusun kebijakan yang akan

menguntungkan Indonesia di masa kini dan masa depan. Produk kayu dan turunannya yang tersertifikasi dan diakui secara global adalah jawaban untuk memenuhi keinginan konsumen global akan produk kayu hutan lestari Indonesia yang ramah lingkungan. SVLK sejatinya adalah sebuah solusi yang diharapkan mampu memberikan nilai tambah dan mendongkrak nilai ekspor produk mebel Indonesia ke seluruh dunia. Bahkan jika dibandingkan dengan negara eksportir produk kayu lainnya seperti Republik Rakyat Tiongkok (RRT) dan Vietnam, Indonesia telah lebih unggul dengan adanya pengakuan terhadap SVLK oleh Uni Eropa pada awal tahun 2014 dan akan disusul segera oleh Australia pada akhir tahun ini.

Sebagai produk andalan ekspor, pemerintah tentu harus memberikan dukungan total kepada industri mebel di tanah air. Apalagi sektor ini tidak hanya berpotensi menghasilkan devisa, namun juga banyak menyerap tenaga kerja langsung ataupun tidak langsung. Sepanjang tahun 2013 lalu BPS mencatat angka USD 1,81 miliar untuk ekspor mebel Indonesia. Sementara itu pada tahun ini total penjualan ke luar negeri diproyeksikan menurun dan diperkirakan hanya mencapai USD 2 miliar dengan prediksi sampai dengan September 2014 sebesar USD 1,8 miliar. Tahun 2015, Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) memiliki target untuk meningkatkan nilai ekspor menjadi USD 5 miliar. Butuh upaya ekstra bagi para pelaku usaha mebel untuk mewujudkan target ini. Tentu saja, juga butuh peran Pemerintah untuk mengkaji kembali penerapan kebijakan SVLK disertai dengan kemudahan bagi UKM untuk mendapatkannya. (Primakrisna T.)

HPP Gula Perlu PengawasanDalam siaran pers tanggal 8 Agustus 2014, Kementerian

Perdagangan (Kemendag) mensosialisasikan penerbitan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 45/M-DAG/PER/8/2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 25/M-DAG/PER/5/2014 tentang Penetapan Harga Patokan Petani Gula Kristal Putih (HPP-GKP) Tahun 2014.Dalam Permendag yang baru tersebut HPP-GKP dipatok pada harga Rp 8.500/kg dari harga sebelumnya sebesar Rp 8.250/kg.

Kenaikan HPP-GKP ditujukan untuk meningkatkan insentif bagi petani agar lebih bersemangat menanam tebu. Insentif ini diharapkan bukan hanya untuk meningkatkan kesejahteraan dan pendapatan petani, namun pada akhirnya juga diharapkan mampu meningkatkan produktivitas gula. Mendag juga menyadari peningkatan HPP bukan satu-satunya instrumen kebijakan yang dapat mendukung kesejahteraan petani gula. Faktor lain yang tidak kalah penting adalah peningkatan rendemen serta revitalisasi pabrik gula. Hal itu karena kedua instrumen kebijakan ini merupakan faktor penting dalam rangka meningkatkan produktivitas, sekaligus mendukung kemajuan industri gula dalam negeri dan kesejahteraan petani.

Selain penetapan HPP-GKP dimaksud diperlukan penguatan yang lebih tegas dalam pelaksanaannya, yaitu melalui penerbitan

Surat Menteri Perdagangan Nomor 915/M-DAG/SD/8/2014 tanggal 8 Agustus 2014. Intinya menginstruksikan 11 Importir maupun Produsen Gula Rafinasi (PGR) yang telah mendapatkan Surat Persetujuan Impor (SPI) yang totalnya mencapai 502,3 ribu ton diwajibkan menyalurkan sisa alokasi impor raw sugar tahun 2014 langsung kepada industri makanan dan minuman tanpa menggunakan jasa distributor.

Hal ini untuk menghindari penyelewengan dari pihak-pihak yang ingin mengkacaukan pasar gula untuk mencari keuntungan pribadi. Pemerintah juga menghimbau kepada semua pihak terutama para distributor untuk mendukung perdagangan dan peredaran gula dalam negeri agar tetap kondusif. Pengawasan perlu diperketar menjaga agar sisa stok GKR yang masih berada di bawah penguasaan importir tidak dijual ke pasar konsumsi dan hanya boleh disalurkan langsung kepada industri pengguna langsung.

Menanggapi HPP baru ini pengusaha gula memuji dan mengapresiasi penerbitan regulasi kenaikan HPP gula menjadi Rp 8.500/kg. Menurut mereka, kenaikan harga HPP ini akan bermanfaat bagi petani untuk lebih bersemangat kembali menanam tebu, sedangkan bagi industri gula, kenaikan HPP ini memungkinkan harga gula menuju titik ekuilibrium baru

yang rasional untuk petani, produsen dan konsumen gula. Namun demikian, kebijakan pemerintah yang sudah direspon positif ini memerlukan dukungan perlunya konsistensi dalam implementasinya di lapangan, agar benar-benar faktual sehingga dapat dirasakan oleh petani demi mewujudkan Indonesia yang

Prospek Pengembangan Produksi Rumput Laut Indonesia

berdaulat pangan khususnya gula. Menurut salah seorang pengusaha gula, Ismed Putro, aspek pengawasan perlu ditingkatkan terutama mengingat masih ada serbuan gula rafinasi impor yang menguasai perdagangan nasional. (Suler Malau).

WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume lI. No. 6, Tahun 2014 3332 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume lI. No. 6, Tahun 2014

Page 18: Daftar Isi - bppp.kemendag.go.idbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Isi_Warta_6_BP2KP-2014.pdf · harga yang terjadi pada komoditi gula, daging sapi, cabe, bawang, daging dan

WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume lI. No. 6, Tahun 2014 3534 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume lI. No. 6, Tahun 2014

SERBA SERBI

Berjayalah Waralaba Indonesia

Indonesia adalah negara kepulauan yang kaya akan budaya

dan potensi kuliner yang tidak bisa dipandang remeh. Nilai

budaya dan potensi kuliner ini jika dikembangkan mampu

mengungguli merek-merek asing serta memiliki potensi bisnis

waralaba yang menjanjikan. Untuk memacu pelaku Usaha

Kecil Mikro (UKM) agar menjadi bisnis waralaba yang mampu

memasuki pasar Internasional, Kementerian Perdagangan

mengikutkan UKM potensial waralaba ke pameran-pameran,

dan pendampingan agar para UKM menjadi bisnis waralaba.

Bentuk fasilitasi yang diberikan adalah stand atau booth secara

gratis kepada UKM Waralaba atau UKM yang memiliki Potensial

Waralaba yang terpilih. Program tersebut diharapkan mampu

meningkatkan transaksi dan negosiasi bisnis, mendorong

pertumbuhan pengusaha baru, serta terbukanya akses pasar

bagi waralaba lokal baik di dalam maupun luar negeri. Program

tersebut pada akhirnya diharapkan mampu memberikan

kontribusi positif terhadap perekonomian nasional melalui

pengembangan kegiatan perdagangan berbasis waralaba.

Salah satu pameran yang diikuti pada tahun ini adalah Taiwan

International Chain & Franchise Exhibition yang diselenggarakan

di Taipei pada tanggal 26-29 September 2014. Partisipasi

Indonesia dalam Taiwan International Chain & Franchise

Exhibition 2014 terlaksana atas kerjasama Kantor Dagangan dan

Ekonomi Indonesia, Kementerian Perdagangan dengan Asosiasi

Franchise Indonesia. Pameran tersebut bertempat di Taiwan

World Trade Center Exhibition Hall 1- Taipei.

Sejak diselenggarakannya pameran Taiwan International

Chain & Franchise Exhibition yang pertama pada tahun 2000,

pameran ini selalu berhasil dan menghasilkan transaksi yang

cukup besar setiap tahunnya. Selama tiga tahun terakhir

penyelenggaraan, Taiwan International Chain & Franchise

Exhibition didatangi oleh puluhan ribu pengunjung, di mana

lebih dari 18,600 telah menandatangani Memorandum of

Understanding (MoU).

Tahun ini, penyelenggaraan Taiwan International Chain &

Franchise Exhibition merupakan ajang pertemuan Konfederasi

Waralaba Asia Pasifik dengan Dewan Waralaba Dunia. Even

ini juga merupakan ajang pertemuan beberapa penyelenggara

even yang tergabung dalam Asosiasi Waralaba Nasional dari

masing-masing negara yang berada dalam anggota dua

organisasi waralaba dunia. Acara internasional ini merupakan

peluang bisnis internasional bagi merek Asia dan merek

internasional untuk memanfaatkan potensi pasar Asia Pasifik.

Pameran dibuka oleh Wakil Presiden Taiwan Mr. Wu Den

Yih. Pameran ini merupakan penyelenggaraan yang ke 15 kali,

terdiri dari 800 booth dan diikuti oleh 30 negara selain Taiwan

yang menempati 52 booth diantaranya Malaysia, Thailand,

Singapura, termasuk Indonesia.

Dengan slogan “What’s Brand? Not Just a Name”, Taiwan

ingin menunjukkan bahwa brand bukan sekedar nama akan

tetapi dengan strategi yang tepat maka brand Taiwan akan

menjadi yang terbaik. Dengan slogan tersebut, semakin

memacu Taiwan untuk terus menerus meningkatkan kreasi

dan inovasi design-nya serta melakukan ekspansi bisnisnya ke

pasar global. Salah satu contoh produk minuman Taiwan yang

sudah merajai pasar global adalah bubble tea “Chatime”. Brand

ini bahkan sudah masuk ke Indonesia. Minuman ini merupakan

produk minuman yang biasa dijual di pinggir-pinggir jalan di

Taiwan. Dengan kemasan yang menarik, minuman ini sudah

masuk ke pasar global.

Gambar 1. Salah Satu Produk Franchise Minuman Taiwan

Pada partisipasi kali ini Pavillion Indonesia menampilkan

6 (enam) perusahaan Franchise Indonesia yaitu PT. Top Food

Indonesia dengan merek Es Teler 77, PT. Naga Jaya Sejahtera

Indonesia dengan merek Bakmi Naga, PT. Mushroom Factory

Indonesia dengan merek Mushroom Factory, PT. Sinar Harapan

Abadi dengen merek Double Dipp, PT. Jojo Group Indonesia

dengan merek Jojo Cup dan PT. D’Goen dengan merek D’Goen.

Gambar 2. Kunjungan Kepala BP2KP ke Salah Satu Booth Peserta Pameran Taiwan International Chain and Franchise Exhibition 2014

Pavilion Indonesia berlokasi pada areal International

Pavillion telah dikunjungi oleh peminat usaha Waralaba Taiwan

dan beberapa pejabat dari Kementerian Perdagangan antara

lain Sekretaris Jenderal, Direktur Jenderal Perdagangan

Dalam Negeri, Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan

Kebijakan Perdagangan, Kepala Biro Perencanaan, Kepala

Biro Keuangan, Sekretaris Ditjen. PDN, Sekretaris BP2KP,

Direktur Bina Usaha Perdagangan Ditjen. PDN dan beberapa

pendamping lainnya.

Sejumlah kontak bisnis yang perlu ditindaklanjuti dan

transaksi yang diperoleh para peserta pameran adalah Es Teler

77 yang mendapatkan kontak 3 (tiga) pengusaha; Bakmi Naga

yang mendapatkan kontak 4 (empat) pengusaha; Mushroom

Factory yang mendapatkan 16 kontak bisnis dan 2 (dua) kontrak

dari dua orang WNI senilai Rp 150 juta; Double Dipp yang

mendapatkan kontak 6 (enam) pengusaha dan satu estimasi

kontrak senilai USD 200 ribu; Jojo Cup yang mendapatkan

kontak 18 pengusaha; serta D’Goen yang mendapatkan

kontrak dari enam orang WNI senilai Rp 135 juta.

Sebagai rangkaian partisipasi pada pameran Taiwan

International Chain and Franchise Exhibition 2014, Kantor

Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI) Kementerian

Perdagangan melatih kewirausahaan bagi buruh migran

Indonesia (BMI), pelajar dan mahasiswa melalui Business

Gathering dengan tema ”Peluang Kewirausahaan Waralaba

bagi Masyarakat Indonesia di Taipei” yang diselenggarakan di

Auditorium KDEI Taipei. Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan

pemahaman dan pengetahuan tentang peluang usaha dengan

system waralaba kepada Warga Negara Indonesia yang

berada di Taiwan. Program ini sangat bermanfaat, khususnya

para Buruh Migran Indonesia (BMI) dalam rangka exit program

sehingga para BMI punya bekal kewirausahaan sekembalinya

ke Tanah Air.

Sebagai narasumber adalah ke 6 perusahaan Franchise

Indonesia yang berpartisipasi pada Taiwan International Chain

and Franchise Exhibition 2014 dan satu orang pengusaha

Indonesia yang sukses menjalankan bisnisnya di Taiwan yaitu

CEO Indosuara Group Bapak Joy Simpson. Kegiatan Gathering

ini dihadiri oleh 157 orang yang terdiri dari para mahasiswa,

pelajar dan BMI.

Kegiatan ini berhasil menarik minat para BMI untuk

melakukan bisnis waralaba dan langsung melakukan tanda

tangan kontrak usaha waralaba terhadap 6 (enam) buah

waralaba yaitu 2 (dua) kontrak waralaba dengan PT. Mushroom

Factory Indonesia untuk lokasi di Bandar Lampung dan

Cilacap, dan 4 (empat) kontrak waralaba dengan PT. D’Goen

untuk lokasi di Lampung, Cilacap (2 buah) dan Bandung.

(Reni K. Arianti)

Diskusi Terbatas Analisis Kinerja Perdagangan Luar NegeriDiskusi terbatas kegiatan Analisis Kinerja Perdagangan

Luar Negeri dilaksanakan pada tanggal 30 Oktober 2014

dengan mengundang beberapa asosiasi. Diskusi terbatas ini

dibuka oleh Kepala Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri

Kementerian Perdagangan dengan agenda membahas target

ekspor 2014 yang direvisi dan target ekspor 2015-2019 yang

harus meningkat 3 kali lipat. Hasil diskusi antara lain: 1. Untuk

mencapai target diperlukan penegakan hukum terutama untuk

segala pelanggaran; 2. Penggunaan produk dalam negeri perlu

lebih ditingkatkan; 3. Diperlukan perubahan orientasi industri

pada industri otomotif, karet dan CPO; 4. Diperlukan berbagai

aturan lintas kementerian untuk dapat meningkatkan ekspor

tiga kali lipat di tahun 2019.

Page 19: Daftar Isi - bppp.kemendag.go.idbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Isi_Warta_6_BP2KP-2014.pdf · harga yang terjadi pada komoditi gula, daging sapi, cabe, bawang, daging dan

WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume lI. No. 6, Tahun 2014 3736 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume lI. No. 6, Tahun 2014

Kunjungan Kerja BP2KP ke Manila

Tim BP2KP yang dipimpin Kepala Pusat Kebijakan

Kerjasama Perdagangan Internasional melakukan kunjungan

kerja ke Manila, Filippina pada tanggal 22 – 26 Oktober 2014.

Kunjungan ini dalam rangka Analisis Aplikasi Rules of Origin

untuk meningkatkan Akses Pasar Produk GVC Indonesia di

Dunia dan Analisis Kesiapan Indonesia dalam menerapkan

ketentuan Agreement on Trade Facilitation. Dalam kesempatan

ini Tim BP2KP bertemu dengan Philippines Chambers of

Commerce and Industry (PCCI), Maritime Industry Autthority

(Marina), Departement of Transportation and Comunication

(DTC), dan Bureau of Customs (BoC). Melalui kunjungan ini tim

juga dapat mengetahui sejauh mana pengusaha di Filippina

memanfaatkan Surat Keterangan Asal (SKA) dalam rangka

liberalisasi dan bagaimana upaya pemerintah Filippina dalam

menekan ekonomi biaya tinggi. Beberapa hal lain yang menjadi

catatan tim adalah Preparatory Committee on Trade Facilitation

di WTO, dimana Filippina sudah menotifikasi 28 provision

dengan katagori A, sedangkan Indonesia baru menotifikasi 3.

Workshop Lecture SeriesWorkshop Lecture Series yang dilaksanakan pada

tanggal 17 November 2014 di Ruang Anggrek Kementerian

Perdagangan, dihadiri oleh Sekretaris BP2KP, Kepala Pusat

dilingkungan BP2KP, dan perwakilan dari unit eselon I dan II

di lingkungan Kementerian Perdagangan. Pembicara pada

workshop kali ini adalah Prof. Dr. Bustanul Arifin, Guru Besar

Ekonomi Pertanian Universitas Lampung dengan moderator Dr.

Wayan R. Susila. Adapun topik yang dibahas adalah kondisi

ketahanan pangan Indonesia saat ini dan solusi menghadapi

tantangan ketahanan pangan di Indonesia pada masa yang

akan datang.

Konsinyering RENSTRAKonsinyering RENSTRA BP2KP dilaksanakan pada tanggal

30 Oktober-1 November 2014 di Jakarta dan dibuka oleh

Sekretaris BP2KP. Kegiatan ini bertujuan membuat konsep

penyusunan RENSTRA dengan agenda prioritas 27 rencana

aksi yang akan dimasukkan pada rencana jangka pendek

tahun 2015 dan jangka panjang tahun 2015-2019. Konsep

NAWACITA Jokowi-JK dan panduan kisi-kisi dari Bappenas

akan menjadi landasan dalam penyusunan RENSTRA ini.

Dalam RENSTRA juga dirumuskan arah kebijakan, strategi,

tujuan dan sasaran strategis serta indikator kinerja yang akan

disesuaikan dengan NAWACITA Jokowi-JK.

Diseminasi Hasil-Hasil Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan di Bali

BP2KP menyelenggarakan kegiatan Diseminasi Hasil-Hasil

Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan di

Bali pada tanggal 25 September 2014 di Bali. Dalam kegiatan

kali ini Pusat Kebijakan Kerjasama Perdagangan Internasional

menjadi narasumber dengan topik perdagangan di kawasan

Amerika Latin. Tujuan pelaksanaan kegiatan ini adalah untuk

menyampaikan hasil-hasil kajian terhadap potensi perdagangan

Indonesia di kawasan Amerika Latin, peluang dan hambatan

yang dihadapi dalam usaha pembukaan akses pasar di Amerika

Latin, posisi Indonesia dalam pembukaan akses pasar di pasar

non tradisional dan strategi peningkatan ekspor Indonesia ke

Amerika Latin.

Diseminasi Hasil-Hasil Pengkajian bidang Standarisasi

Kegiatan Diseminasi Hasil-Hasil Pengkajian dan

Pengembangan Kebijakan Perdagangan dilaksanakan pada

tanggal 26 November 2014 di Jakarta. Kepala BP2KP dalam

sambutannya menyampaikan kajian terkait standarisasi

yang menjadi topik dalam kegiatan kali ini dilakukan karena

perkembangan dunia telah menerapkan persaingan yang ketat

sehingga Indonesia harus membuat standar untuk bersaing

dan melindungi produk dalam negeri. Dalam kesempatan ini

Kepala BP2KP juga menekankan bahwa hasil kajian BP2KP

yang disampaikan kepada publik bukan hanya dalam bentuk

kegiatan diseminasi namun juga sosialisasi melalui media

publikasi seperti buletin ilmiah litbang perdagangan.

Konsinyering Rencana Induk Penelitian Kebijakan Perdagangan (RIPKP)

Konsinyering RIPKP BP2KP dilaksanakan pada tanggal

20-21 November 2014 di Jakarta. Kepala Pusat Data dan

Informasi, Kementerian Perdagangan dalam sambutan

pembukanya menyampaikan penjabaran bahan presentasi,

antara lain mengenai outline RIPKP yang masih mengacu pada

format yang lama, outline RIPKP harus mengacu pada isu-isu

perdagangan lima tahun yang akan datang, dan program-

program kajian yang diusulkan dalam lima tahun mendatang

adalah kumpulan dari isu-isu perdagangan yang telah ada

sebelum konsinyering ini. Hasil konsinyering juga menyepakati

bahwa semua hasil program yang akan dilaksanakan dalam

lima tahun mendatang harus berlandaskan pada Nawacita

Jokowi-JK.

Page 20: Daftar Isi - bppp.kemendag.go.idbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Isi_Warta_6_BP2KP-2014.pdf · harga yang terjadi pada komoditi gula, daging sapi, cabe, bawang, daging dan

WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume lI. No. 6, Tahun 2014 3938 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume lI. No. 6, Tahun 2014

DATA STATISTIK PERDAGANGAN

Catatan Per Februari Tahun 2013, Satuan minyak goreng kemasan dan minyak goreng curah berubah menjadi 1 literSumber : Dinas Perindag, diolah Ditjen PDN

Neraca Perdagangan IndonesiaPeriode Juni - September 2014*

Sumber : BPS (diolah Pusdatin, BP2KP Kementerian Perdagang)Catatan : *)Angka Sementara

Neraca Perdagangan IndonesiaPeriode 2009 - 2014 (Januari - Agustus)

Sumber : BPS (diolah Pusdatin, BP2KP Kementerian Perdagang)

Page 21: Daftar Isi - bppp.kemendag.go.idbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Isi_Warta_6_BP2KP-2014.pdf · harga yang terjadi pada komoditi gula, daging sapi, cabe, bawang, daging dan

WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume lI. No. 6, Tahun 2014 PB40 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume lI. No. 6, Tahun 2014

EKSPOR - IMPOR INDONESIA,

2OO9 - 2O14 (JANUARI-AgUSTUS)(Nilai : Juta USD)

225.000.00

200.000.00

175.000.00

150.000.00

125.000.00

100.000.00

75.000.00

50.000.00

25.000.00

0.0 2009 2010 2011 2012 2013 2013 (Jan-Agt) 2014 (Jan-Agt)

Ekspor 116.510,0 157.779,1 203.496,6 190,020,1 182.551,8 119,240.3 117,430.3

Impor 96.829,2 135.663,3 177.435,6 191.689,5 186.628,7 124,839.7 118,323.6

(Nilai : Juta USD)

30.000,0

25.000,0

20.000,0

15.000,0

10.000,0

5.000,0

0.0

-5.000,0

-10.000,0

-15.000,0

40 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume Il. No.6, Tahun 2014

NERACA PERDAgANgAN INDONESIA,

PERIODE 2OO9 - 2O14 (JANUARI-AgUSTUS)

Sumber : BPS (Diolah oleh Pusdatin Kementerian Perdagangan)

Sumber : BPS (Diolah oleh Pusdatin Kementerian Perdagangan)

2009 2010 2011 2012 2013 2013 (Jan-Agt) 2014 (Jan-Agt)

Migas 37,6 626,9 775,5 -5.586,9 -12.633,3 -8,585.2 -8,588.6

Non Migas 19.643,2 21.488,9 25.285,5 3.917,6 8.556,4 2,985.9 7,190.3