CUT NEUBI GETHA-FKIK.pdf
Transcript of CUT NEUBI GETHA-FKIK.pdf
PROFIL PASIEN OSTEOPOROSIS DI RSUP
FATMAWATI JAKARTA PERIODE JANUARI 2011 –
JULI 2014
Laporan Penelitian
ditulis sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN
OLEH :
Cut Neubi Getha
1111103000060
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1435 H/ 2014 M
ii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa
1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persayaratan memperoleh gelar sarjana kedokteran di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 12 September 2014
Cut Neubi Getha
iii
PROFIL PASIEN OSTEOPOROSIS DI RSUP FATMAWATI JAKARTA
PERIODE JANUARI 2011 – JULI 2014
Laporan Penelitian
Diajukan kepada Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Kedokteran
(S.Ked)
Oleh
Cut Neubi Getha
NIM: 11111030000060
Pembimbing 1 Pembimbing 2
dr. Achmad Zaki, Sp.OT, M. Epid dr. Ayat Rahayu, Sp. Rad, M. Kes
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1435 H/ 2014 M
iv
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Laporan Penelitian berjudul PROFIL PASIEN OSTEOPOROSIS DI RSUP
FATMAWATI JAKARTA PERIODE JANUARI 2011 – JULI 2014 yang
diajukan oleh Cut Neubi Getha (NIM : 1111103000060), telah diujikan dalam sidang
di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan pada 12 September 2014. Laporan
penelitian ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana
Kedokteran (S.Ked) pada Program Studi Pendidikan Dokter.
Ciputat, 12 September 2014
DEWAN PENGUJI
Ketua Sidang
dr. Achmad Zaki, Sp.OT, M. Epid.
Pembimbing 1 Pembimbing 2
dr. Achmad Zaki, Sp.OT, M. Epid. dr. Ayat Rahayu, Sp. Rad, M. Kes.
Penguji 1 Penguji 2
dr. Bisatyo Mardjikoen, Sp.OT. dr. Femmy Nurul Akbar, Sp.PD KGEH.
PIMPINAN FAKULTAS
Dekan FKIK UIN Kaprodi PSPD FKIK UIN
dr. Witri Ardini, M.Gizi, SpGK
v
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb.
Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan
hidayah-Nya, peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini. Salawat serta salam peneliti
sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabat
Adapun judul penelitian ini adalah “Profil Pasien Osteoporosis di RSUP
Fatmawati Jakarta Periode Januari 2011 - Juli 2014” tidak luput dari bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak. Peneliti ingin mengucapkan terima kasih dan
penghargaan kepada:
1. Prof. Dr. (hc). dr. M. K. Tadjudin, Sp.And. selaku Dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. dr. Witri Ardini, M.Gizi, SpGK. selaku Kepala Program Studi Pendidikan
Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. dr. Achmad Zaki, Sp.OT, M.Epid dan dr. Ayat Rahayu, Sp.Rad, M. Kes
selaku dosen pembimbing yang telah membantu, mengarahkan, menyediakan
waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing peneliti.
4. dr. Bisatyo Mardjikoen, Sp.OT dan dr. Femmy Nurul Akbar, Sp.PD KGEH
selaku penguji sidang laporan penelitian ini.
5. dr. Flori Ratna Sari, PhD selaku penanggung jawab riset Program Studi
Pendidikan Dokter angkatan 2011.
6. dr. Risahmawati Ph.D dan dr. Marita Fadhilah Ph.D yang telah memberi
masukan dalam presentasi proposal penelitian.
7. drg. Danik Hariyani, Sp.KGA dan staff Pusdiklit RSUP Fatmawati yang telah
membantu peneliti untuk mendapatkan izin penelitian di RSUP Fatmawati.
8. dr. Zainal Adhim, Sp. THT, PhD dan dr. Endang Poedjiningsih, M.Epid,
selaku komisi etik RSUP Fatmawati yang telah memberikan izin kepada
peneliti untuk melakukan penelitian di RSUP Fatmawati.
vi
9. Ibu Dewi, Ibu Dian dan staff IRMIK RSUP Fatmawati yang telah meluangkan
waktu untuk mencarikan rekam medis untuk penelitian ini.
10. Ayahanda Ir. Teuku Nusyirwan Jacoeb dan ibunda Ir. Arifah Fungsiani serta
kedua saudara peneliti yaitu Cut Keumala Banaget, S.T., M.T dan Cut Tuleut
Zubaidah, yang selalu memberikan dukungan dan memberi semangat serta
selalu memberikan bantuan dukungan baik secara material maupun moral.
11. Prof. Dr. dr. H. Teuku Zulkifli Jacoeb, Sp.OG (K)fer yang selalu memberikan
motivasi sehingga peneliti bersemangat untuk menyelesaikan pendidikan
kedokteran.
12. Teman-teman kelompok penelitian yaitu Yofara Maulidiah Muslihah dan
Rasyad Wicaksono yang senantiasa selalu bersama-sama berjuang dari awal
hingga penelitian ini dapat diselesaikan.
13. Herlina Rahmah, Leily Badria, Nadisha Refira, Muflikha Maayazi, Raeiza
Olyvia, Tiara Putri, Hania Asmarani, dan Madinatul Munawwaroh selaku
teman-teman terdekat peneliti yang selalu memberikan semangat kepada
peneliti baik secara langsung maupun tidak langsung.
14. Sahabat-sahabat PSPD 2011 yang telah bersama-sama menjalani preklinik
selama tiga tahun.
15. Teman-teman PSPD 2008, 2009, 2010, 2012 dan 2013 yang selalu memberi
dukungan kepada peneliti.
16. Seluruh civitas akademika FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang tidak
dapat disebutkan satu per satu.
Peneliti mengharapkan adanya saran dan kritik yang bersifat membangun bagi
peneliti. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Ciputat, 12 September 2014
Peneliti
vii
ABSTRAK
Cut Neubi Getha. Program Studi Pendidikan Dokter. Profil Pasien
Osteoporosis di RSUP Fatmawati Jakarta Periode Januari 2011- Juli 2014.
Pendahuluan : Osteoporosis merupakan salah satu penyakit degeneratif,
dimana usia di atas 65 tahun menjadi sangat penting untuk prevalensi kejadian
osteoporosis. Pada tahun 2008, berdasarkan data Badan Pusat Statistik, usia harapan
hidup penduduk Indonesia meningkat menjadi 69 tahun. Peningkatan usia harapan
hidup penduduk Indonesia dapat menyebabkan angka kejadian osteoporosis
meningkat. Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran pasien osteoporosis
berdasarkan karakteristik usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan indeks massa
tubuh. Metodologi : Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan
desain cross-sectional. Data didapatkan dari rekam medis pasien osteoporosis yang
telah menjalani pemeriksaan DXA atau radiologi. Sampel diambil secara consecutive
sampling. Hasil dan Simpulan: Berdasarkan karakteristik yang diteliti, ditemukan
bahwa kategori dengan jumlah pasien terbanyak masing-masing adalah usia 70
tahun (55,2%), jenis kelamin peerempuan (86,2%), tingkat pendidikan SLTA
(41,4%), indeks massa tubuh normal (69,0%).
Kata kunci : Osteoporosis, usia, jenis kelamin, indeks massa tubuh.
viii
ABSTRACT
Cut Neubi Getha. Medical Education Programme. Profile of Patients with
Osteoporosis in RSUP Fatmawati Jakarta Period January 2011 – July 2014.
Objective: Osteoporosis is a degenerative disease in which the age above 65
years is considered to be very important in the prevalence of osteoporosis. In 2008,
based on data from the central statistical agency, life expectancy in Indonesia
population increased to 69 years. Increased life expectancy in Indonesian population
can lead to increased risk of osteoporosis. The purpose of this study is to depict
osteoporosis patients based on age, gender, education level, and body mass index.
Methode: This is descriptive study with cross-sectional design. The data is obtained
from medical records of patient with osteoporosis who had performed radiological or
DXA. Samples taken with consecutive sampling. Result and Conclusion: The groups
with the largest proportion of each characteristic were age 70 years old (55,2%),
female (86,2%), senior high school education (41,4%), and body mass index normal
(37,9%).
Keywords : Osteoporosis, age, gender, body mass index.
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL……………………………………………………………………..i
LEMBAR PERNYATAAN ...................................................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN………………………………...………………………..iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN .......................................................................... iv
KATA PENGANTAR .............................................................................................. v
ABSTRAK ............................................................................................................. vii
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………ix
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... xi
DAFTAR TABEL .................................................................................................. xii
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang............................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................ 3
1.3.1 Tujuan Umum...................................................................................... 3
1.3.2 Tujuan Khusus ..................................................................................... 3
1.4 Manfaat Penelitian ...................................................................................... 3
1.4.1 Bagi Peneliti ........................................................................................ 3
1.4.2 Civitas Akademika .............................................................................. 3
1.4.3 Manfaat Aplikatif ................................................................................ 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 5
2.1 Landasan Teori ........................................................................................... 5
2.1.1 Struktur dan Komponen Tulang ........................................................... 5
2.1.2 Fisiologi Tulang................................................................................... 8
2.1.3 Osteoporosis ...................................................................................... 12
2.2 Kerangka Teori ......................................................................................... 24
2.3 Kerangka Konsep ..................................................................................... 24
x
2.4 Definisi Operasional ................................................................................. 25
BAB III METODOLOGI PENELITIAN................................................................. 28
3.1 Desain Penelitian ...................................................................................... 28
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................................... 28
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian................................................................. 28
3.3.1 Populasi Penelitian ............................................................................ 28
3.3.2 Besar Sampel ..................................................................................... 28
3.3.3 Kriteria Sampel .................................................................................. 29
3.3.4 Cara Pengambilan Sampel ................................................................. 30
3.4 Cara Kerja Penelitian ................................................................................ 30
3.4.1 Alur Penelitian ................................................................................... 30
3.5 Pengolahan dan Analisa Data .................................................................... 31
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 32
4.1 Gambaran Karakteristik Subjek Penelitian di RS Fatmawati Jakarta ......... 32
4.2 Keterbatasan Penelitian ............................................................................. 39
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ 40
5.1 Simpulan .................................................................................................. 40
5.2 Saran ........................................................................................................ 40
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 41
LAMPIRAN ........................................................................................................... 44
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Bagian tulang panjang……………………………..……………… 6
Gambar 2.2. Sel-sel tulang……………...………………………………………. 7
Gambar 2.3. Osifikasi intramembran………….………………………………... 9
Gambar 2.4. Osifikasi endokondral...…..…………………………….……….... 11
Gambar 2.5. Hubungan perubahan usia dengan massa tulang………………….. 18
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Gambaran Radiologi Tulang Calcaneus Berdasarkan Jhamaria Index 16
Tabel 2.2 Klasifikasi Kepadatan Tulang (DXA T-skor)…………………........ 17
Tabel 2.3 Distribusi Sampel Status Osteoporosis Berdasarkan Usia dan Jenis
Kelamin Tahun 2005…………………...…………………………… 20
Tabel 4.1 Prevalensi Penderita Osteoporosis di RS Fatmawati Jakarta Periode
Januari 2011 – Juli 2014………..…………………………………... 32
Tabel 4.2 Gambaran Pasien Osteoporosis di RSUP Fatmawati Jakarta Periode
Januari 2011 – Juli 2014 Berdasarkan Usia ……...……...…………. 33
Tabel 4.3 Gambaran Pasien Osteoporosis di RSUP Fatmawati Jakarta Periode
Januari 2011 – Juli 2014 Berdasarkan Jenis Kelamin ……………... 34
Tabel 4.4 Gambaran Pasien Osteoporosis di RSUP Fatmawati Jakarta Periode
Januari 2011 – Juli 2014 Berdasarkan Tingkat Pendidikan……..….. 36
Tabel 4.5 Tingkat Pendidikan Penduduk DKI Jakarta tahun 2004……………. 36
Tabel 4.6 Gambaran Pasien Osteoporosis di RSUP Fatmawati Jakarta Periode
Januari 2011 – Juli 2014 Berdasarkan Indeks Massa
Tubuh………………………………………………………………..
37
Tabel 4.7 Status Gizi Dewasa (di atas 18 tahun) berdasarkan Indeks Massa
Tubuh (IMT) Penduduk DKI Jakarta………………………………..
38
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Izin Penelitian...……..………………………………………. 44
Lampiran 2 Daftar Riwayat Hidup..……………………………………………. 45
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Osteoporosis merupakan salah satu penyakit degeneratif yang dijuluki
sebagai the silent epidemic disease, karena penyakit ini menyerang secara diam-
diam tanpa disertai gejala (symptoms).[1]
Pada Mei 1998, World Health
Organization (WHO) menyampaikan laporan kesehatan dunia tahun 1997 yang
menggambarkan tingginya angka kematian, morbiditas, dan kecacatan akibat
penyakit yang tidak menular, termasuk osteoporosis.[2]
Berdasarkan data
International Osteporosis Foundation (IOF), setiap 30 detik seseorang di Eropa
mengalami fraktur akibat osteoporosis.[3]
Mayoritas osteoporosis diderita orang-orang yang telah berusia lanjut dan
usia di atas 65 tahun menjadi sangat penting untuk angka kejadian osteoporosis.[4]
Populasi penduduk Indonesia sendiri yang tersebar di seluruh pulau kurang lebih
berjumlah 237 juta. Diperkirakan jumlah ini akan meningkat menjadi 254 juta
pada tahun 2020 dengan 11,7% (29 juta) populasi berusia diatas 60 tahun. [5]
Data
Badan Pusat Statistik menyatakan bahwa usia harapan hidup penduduk Indonesia
mengalami kenaikan dalam kurun waktu 5 tahun, yakni dari 68.6 tahun pada
tahun 2004 menjadi 69 tahun pada tahun 2008.[6]
Dengan meningkatnya usia
harapan hidup, maka risiko kejadian osteoporosis juga akan meningkat.[1]
Perubahan demografis dalam 50 tahun mendatang akan mengakibatkan
meningkatnya jumlah penduduk usia lanjut di negara berkembang, terutama
Indonesia, sehingga jumlah penderita osteoporosis diperkirakan akan meningkat
secara signifikan.[7]
Sebagai penyakit klinis, osteoporosis dicirikan dengan kepadatan tulang
yang rendah dan perburukan mikroarsitektur tulang, sehingga terjadi peningkatan
kerapuhan tulang dan rentan untuk terjadi fraktur.[8]
Data epidemiologis mengenai
2
angka kejadian osteoporosis di Indonesia masih sangat jarang.[2]
Berdasarkan
hasil analisa data risiko yang dilakukan oleh Puslitbang Gizi Depkes RI dan
sebuah perusahan nutrisi pada tahun 2005 di 16 wilayah di Indonesia, pasien
osteoporosis terbanyak adalah yang berusia 70% (53,3%). Dalam berbagai
penelitian, pasien osteoporosis cenderung dialami oleh wanita. Pasien osteopenia
dan osteoporosis usia < 55 tahun pada pria cenderung lebih tinggi dibandingkan
wanita, sedangkan usia > 55 tahun peningkatan osteoporosis pada wanita dua kali
lebih besar dari pria. [1]
Penyebab dasar terjadinya osteoporosis yakni proses resorpsi tulang yang
lebih cepat daripada proses deposisi.[9]
Beberapa faktor diperkirakan dapat
mempengaruhi massa tulang, dan dikelompokkan sebagai faktor yang tidak dapat
dimodifikasi dan faktor yang dapat dimodifikasi. Faktor yang tidak dapat
dimodifikasi antara lain jenis kelamin, usia, ukuran tubuh, genetik, dan etnik.
Sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi antara lain status hormonal, gaya
hidup, tingkatan aktivitas fisik, konsumsi rokok dan alkohol, serta asupan
makanan yang dikonsumsi.[10]
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran pasien osteoporosis di
RSUP Fatmawati Jakarta berdasarkan usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan
indeks massa tubuh, dimana ke empat variabel tersebut adalah data dasar yang
tertulis di dalam data sekunder yaitu rekam medis.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana profil pasien osteoporosis di RSUP Fatmawati Jakarta periode Januari
2011 – Juli 2014?
3
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui gambaran pasien osteoporosis di RSUP Fatmawati Jakarta
periode Januari 2011 – Juli 2014.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui gambaran pasien osteoporosis berdasarkan usia di RSUP
Fatmawati Jakarta periode Januari 2011 – Juli 2014.
b. Mengetahui gambaran pasien osteoporosis berdasarkan jenis kelamin
di RSUP Fatmawati Jakarta periode Januari 2011 – Juli 2014.
c. Mengetahui gambaran pasien osteoporosis berdasarkan tingkat
pendidikan di RSUP Fatmawati Jakarta periode Januari 2011 – Juli
2014.
d. Mengetahui gambaran pasien osteoporosis berdasarkan indeks massa
tubuh di RSUP Fatmawati Jakarta periode Januari 2011 – Juli 2014.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memiliki manfaat untuk :
1.4.1 Bagi Peneliti
a. Merupakan syarat kelulusan preklinik Program Studi Pendidikan
Dokter.
b. Menambah pengetahuan mengenai profil pasien osteoporosis di RSUP
Fatmawati periode Januari 2011 – Juli 2014.
1.4.2 Civitas Akademika
Sebagai sumber pengetahuan dan referensi bagi peneliti selanjutnya yang
akan melakukan penelitian yang berkaitan dengan penelitian ini.
4
1.4.3 Manfaat Aplikatif
Memberikan informasi mengenai profil pasien osteoporosis sebagai
pengenalan awal pasien osteoporosis untuk pemeriksaan kepadatan tulang
guna mencegah komplikasi dari osteoporosis.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Struktur dan Komponen Tulang
Secara makroskopis, komponen tulang dapat dilihat secara jelas pada
tulang panjang, seperti tulang femur dan humerus. Tulang panjang antara lain
terdiri atas:
a. Diafisis : bagian badan atau tubuh dari tulang. Diafisis merupakan bagian
utama tulang.
b. Epifisis : terletak di bagian proksimal dan distal tulang.
c. Metafisis : daerah diantara diafisis dan epifisis. Metafisis merupakan tempat
pertumbuhan tulang karena terdiri atas cakram epifiseal (pertumbuhan) yang
mengandung kartilago hialin, sehingga diafisis tulang dapat memanjang.
d. Kartilago artikular : merupakan lapisan tipis dari kartilago hialin yang
menutupi bagian epifisis, di mana tulang membentuk artikulasi (sendi) dengan
tulang yang lain.
e. Periosteum : mengelilingi permukaan terluar tulang di mana bagian tersebut
tidak ditutupi oleh kartilago artikular. Tersusun atas lapisan fibrosa luar yang
tersusun atas jaringan ikat iregular dan lapisan osteogenik dalam yang terdiri
atas sel. Periosteum memberikan proteksi terhadap tulang yaitu membantu
penyembuhan fraktur, memberikan nutrisi jaringan tulang, dan memberikan
perlekatan untuk ligamen dan tendon.
f. Medullary cavity (Ruang medulla) : atau marrow cavity (ruang sumsum),
merupakan ruang silindris diantara diafisis yang mengandung sumsum tulang
lemak kuning pada orang dewasa.
g. Endosteum : membran tipis yang membatasi lapisan internal tulang pada
ruang medulla. Terdiri atas selapis sel dan sejumlah kecil jaringan ikat. [9]
6
Gambar 2.1.Bagian tulang panjang. Sumber:Gerard J. Tortora & Bryan Derrickson. Principles of Anatomy and Physiology.12th Ed. 2009.
John Wiley & Sons Inc. p.177
Dilihat secara mikroskopis, tulang seperti jaringan ikat yang lain yang
terdiri atas matriks sekitar sel yang mengelilingi sel-sel terpisah. Terdapat empat
tipe sel pada jaringan tulang, yaitu : sel osteogenik, osteoblas, osteosit, dan
osteoklas.
a. Sel osteogenik : sel batang yang tidak terspesialisasi yang berasal dari
mesenkim. Sel osteogenik merupakan asal dari semua jaringan ikat tulang. Sel
ini dapat ditemukan pada bagian dalam periosteum, di dalam endosteum serta
di dalam kanal, diantara tulang yang mengandung pembuluh darah. [9]
7
b. Osteoblas : merupakan sel pembentuk tulang. Sel ini mensintesis dan
mensekresi serat kolagen dan komponen organik yang dibutuhkan untuk
membentuk matriks sekitar sel dari jaringan tulang dan menginisiasi
kalsifikasi. Osteoblas diperlukan untuk mineralisasi yaitu proses deposisi
hydroxyapatite dengan meregulasi konsentrasi kalsum dan fosfat. [9,11]
c. Osteosit : osteoblas yang terpendam di matriks termineralisasi dalam lakuna
dinamakan osteosit. Sel tulang yang sudah matang, merupakan jaringan tulang
yang paling utama dan memelihara metabolisme, seperti pertukaran nutrisi
dan membuangnya ke darah. [9,11]
d. Osteoklas : sel besar yang berasal dari penggabungan 50 monosit dan terdapat
pada endosteum. Sel ini dapat mengeluarkn enzim lisosomal dan asam yang
mencerna komponen protein dan mineral dari matriks tulang. Proses ini
dinamakan resorpsi, yang merupakan bagian dari pembentukan, pemeliharaan
dan penggantian tulang. Osteoklas juga membantu dalam meregulasi kaslium
darah. [9]
Gambar 2.2.Sel-sel tulang. Sumber:Gerard J. Tortora & Bryan Derrickson. Principles of Anatomy and Physiology.12th Ed. 2009.
John Wiley & Sons Inc. p.178
Matriks sekitar sel terdiri atas 25% air, 25% serat kolagen dan 50% garam
kristal mineral. 80% dari matriks yang tidak termineralisaasi merupakan serat
kolagen tipe 1 yang berasal dari molekul tropokolagen yang dihasilkan oleh
8
osteoblas. Terdapat pula protein non-kolagen dalam jumlah sedikit pada matriks
yang termineralisasi yang diperkirakan terlibat dalam regulasi sel tulang dan
matriks termineralisasi, protein tersebut antara lain :sialoprotein (osteopontin),
osteonectin, osteocalsin dan alkaline phosphatase. [12]
Garam mineral yang terbanyak adalah kalsium fosfat [Ca3(PO4)2] yang
akan membentuk kristal hydroxyapatite [Ca10(PO4)6 (OH)2] bersama dengan
garam mineral yang lain seperti kalsium karbonat (CaCO3) dan ion seperti
magnesium, fluoride, kalium dan sulfat. [9]
2.1.2 Fisiologi Tulang
2.1.2.1 Pembentukan dan Pertumbuhan Tulang
Proses pembentukan tulang disebut dengan proses osifikasi.
Terdapat dua cara dalam pembentukan tulang, dimana kedua proses
tersebut meliputi penggantian jaringan ikat yang ada dengan tulang tetapi
berbeda dengan proses pekembangan tulang. Proses osifikasi ini meliputi
osifikasi intramembran dan osifikasi endokondral. [9]
(1) Osifikasi intramembran
Osifikasi intramembran merupakan proses pembentukan tulang yang
sederhana. Proses ini terjadi pada tulang datar seperti tengkorak dan
mandibula.
Pada bagian di mana tulang akan terbentuk, suatu pesan kimia spesifik
akan menyebabkan sel mesenkim berkumpul dan berdiferensiasi,
pertama menjadi sel osteogenik dan kemudian menjadi osteoblas pada
pusat osifikasi. Osteoblas mensekresikan matriks organik sekitar sel
dari tulang hingga akhirnya ia sendiri dikelilingi oleh matriks tersebut.
Sekresi matriks sekitar sel akan berhenti dan sel tulang yang
terperangkap didalamnya dinamakan dengan osteosit yang berada pada
lakuna. Lakuna memiliki sitoplasma yang memanjang menuju
kanalikuli dan memancar ke segala arah. Dalam beberapa hari,
9
kalsium dan garam mineral akan disimpan dan matriks sekitar sel akan
mengeras atau mengalami kalsifikasi.
Dengan terbentuknya matriks sekitar tulang, akan terbentuk trabekula
yang menyatu satu dengan yang lain untuk membentuk tulang spons.
Pembuluh darah akan tumbuh di antara trabekula dan mesenkim akan
berkondensasi pada bagian perifer tulang dan membentuk periosteum.
[9,12]
Gambar 2.3. Osifikasi intramembran. Sumber:Gerard J. Tortora & Bryan Derrickson. Principles of Anatomy and
Physiology.12th Ed. 2009. John Wiley & Sons Inc. p.183
(2) Osifikasi endokondral
Proses ini terjadi pada pembentukan tulang panjang seperti tulang
femur, dimana tulang akan menggantikan kartilago. Pada saat janin,
terjadi proses pembetukan kartilago, kondorosit-kondrosit yang
terbentuk pada akhirnya akan mati karena nutrisi tidak dapat berdifusi
10
secara cepat melalui matriks sekitar sel. Ketika kondrosit mati, akan
terbentuk lakuna dan suatu rongga, sehingga proses osifikasi primer
dimulai.
Terdapat arteri yang dapat berpenetrasi ke perikondrium dan kartilago
yang mengalami kalsifikasi melalui foramen nutrisi dibagian tengah
kartilago, hal ini menyebabkan perikondrium berdiferensiasi menjadi
osteoblas. Osteoblas akan terdeposit pada sisa matriks sekitar sel
kartilago untuk membentuk tulang trabekula. Proses ini dimulai pada
bagian periosteum dan akan berlanjut hingga ujung tulang. Osifikasi
primer ini akan meninggalkan lubang di bagian tengah, yaitu rongga
medulla (medullary cavity) pada bagian diafisis.
Ketika cabang arteri epifiisis memasuki epifisis, maka akan dimulai
pusat osifikasi sekunder, yaitu pada saat bayi akan lahir. Proses ini
terjadi seperti osifikasi primer, hanya saja tulang spons tersisa pada
bagian inferior epifisis dan tidak terbentuk rongga medulla.
Kartilago hialin yang menutupi epifisis akan menjadi kartilago
artikular, sedangkan kartilago yang tersisa di antara diafisis dan
epifisis akan menjadi lempeng pertumbuhan, yang akan bertanggung
jawab pada proses pemanjangan tulang. [9,12]
11
Gambar 2.4. Osifikasi endokondrral. Sumber : Gerard J. Tortora & Bryan Derrickson. Principles of Anatomy and
Physiology.12th Ed. 2009. John Wiley & Sons Inc. p.184
2.1.2.2 Resorpsi Tulang
Resorpsi tulang dilakukan oleh osteoklas dibawah pengaruh sel
stroma (osteoblas) dan kedua pengaktif lokal dan sistemik. Terdapat pula
pengaruh hormon PTH (parathormon) secara tidak langsung yang
memiliki efek pada metabolit vitamin D, 1,25-dihydroxycholecalciferol
[1,25(OH)2D3] dan osteoblas.
Proliferasi sel progenitor osteoklas membutuhkan faktor
diferensiasi osteoklas yang dihasilkan oleh osteoblas stromal setelah
stimulasi dari PTH, glukokortikoid atau sitokin pro-inflamasi. Diketahui
bahwa receptor activator of nuclear factor-ligand (RANKL) akan
12
berikatan dengan dengan reseptor RANK pada prekursor osteoklas dengan
adanya macrophage colony-stimulating factor (M-CSF) sebelum dewasa
penuh dan resorpsi osteoklas dimulai.
Diperkirakan bahwa osteoblas mulanya menyiapkan daerah
resorpsi dengan memindahkan osteoid dari permukaan tulang sementara
matriks yang lain bertindak sebagai pembangkit osteoklas. Selama
resorpsi, setiap osteoklas membentuk tanda perlekatan pada permukaan
tulang dimana membran sel melipat ke pinggiran diantara asam
hidroklorik dan enzim proteolitik disekresikan. Pada pH mineral yang
rendah ini, matriks akan larut dan komponen organik akan rusak oleh
enzim lisosom. Ion kalsium dan fosfat akan diabsorpsi ke dalam vesikel
osteoklas dan akan dikeluarkan ke cairan sekitar sel dan kemudian
mengalir ke darah. [9,12]
2.1.3 Osteoporosis
2.1.3.1 Definisi
Berdasarkan Tortora dalam buku Principles of Anatomy and
Physiology (2009), osteoporosis merupakan penyakit klinis yang dicirikan
dengan massa tulang yang rendah dan abrnomal serta terjadi defek pada
struktur tulang. Sebuah kombinasi yang menyebabkan tulang menjadi
rapuh dan risiko fraktur menjadi lebih besar dibandingkan dengan orang
pada usia, jenis kelamin dan ras yang sama. [9]
Berdasarkan rekomendasi World Health Organization (WHO),
osteoporosis secara operasional didefinisikan sebagai penurunan lebih dari
-2.5 SD dari nilai rata-rata BMD pada orang dewasa muda sehat (Bone
Mineral Density T-score < -2.5 SD). [13]
13
2.1.3.2 Epidemiologi
Berdasarkan data WHO pada tahun 2003, osteoporosis diketahui
mengenai lebih dari 75 juta orang di Amerika Serikat, Eropa, dan Jepang.
[1] Osteoporosis dapat menyebabkan lebih dari 8,9 juta fraktur di seluruh
dunia, dimana 4,5 juta terjadi di Amerika dan Eropa. [2]
Di Amerika Serikat, 8 juta perempuan dan 2 juta laki-laki
menderita osteoporosis (T-score < -2.5) dan 18 juta orang memiliki
massa tulang yang meningkatkan risiko terjadinya osteoporosis (T-score
< -1.0). [13]
Total penduduk jepang yang terkena osteoporosis
diperkirakan mencapai 11.6 juta yang terdiri atas 8,4 juta perempuan dan
3,2 juta laki-laki, sedangkan angka kejadian fraktur osteoporosis pada
tahun 2002 sebesar 117.900. [5]
Di negara berkembang seperti Cina, pada tahun 2002, prevalensi
penderita osteoporosis keseluruhan sebesar 16,1%. Prevalensi diantara
pria sebesar 11,5% dan diantara wanita 19,9%. [14]
Data epidemiologis tentang besaran masalah osteoporosis di
Indonesia masih sangat langka. Penelitian yang dilakukan oleh Abas
Basuni dan Sri Prihartini dalam Risiko Osteoporosis di Indonesia (2007)
menyatakan bahwa pada tahun 2002, proporsi risiko osteoporosis sebesar
19,7% dimana 14,8% adalah laki-laki dan 21,7% adalah perempuan. Pada
tahun 2005 proporsi risiko osteoporosis sebesar 10,3% yaitu laki-laki
14,3% dan perempuan sebesar 8,2%, di tahun yang sama, proporsi risiko
osteopenia sebesar 41,8% atau 4 dari 10 penduduk memiliki risiko
osteoporosis.[7]
Berdasarkan hasil analisis data densitas mineral tulang (DMT) di
16 wilayah di Indonesia kerjasama antara Puslitbang Gizi Bogor dan
salah satu perusahaan di Indonesia pada tahun 2005, pasien osteoporosis
14
terbanyak pada kategori usia 70 tahun (53,3%), 29,4% pasien berusia
60-64 tahun menderita osteoporosis, 65-69 tahun sebesar 36,4%. [21]
2.1.3.3 Patogenesisis dan Patofisiologi
Massa tulang pada dewasa tua sama dengan puncak massa tulang
yang didapat pada usia 18-25 tahun dikurangi dengan jumlah tulang yang
hilang setelahnya. Puncak massa tulang ditentukan oleh faktor genetik
dan kontribusi dari nutrisi, status hormon, aktivitas fisik dan kesehatan
ketika petumbuhan.[15]
Selama pertumbuhan, terjadi 90% deposisi massa
tulang, diikuti oleh periode konsolidasi dan terus berlanjut hingga usia
15-30 tahun. [16]
Normalnya, proses pembentukan tulang dan proses resorpsi tulang
berjalan berpasangan. Pada dewasa muda tulang yang diresorpsi
digantikan oleh jumlah yang sama dengan jaringan tulang baru. Massa
tulang rangka akan tetap konstan setelah massa puncak tulang sudah
tercapai. Setelah usia 30 - 45 tahun, proses resorpsi dan pembentukan
tulang menjadi tidak seimbang, dan proses resorpsi melebih proses
pembentukannya. Ketidakseimbangan ini dapat dimulai pada usia yang
berbeda dan bervariasi pada lokasi tulang rangka yang berbeda.
Hilangnya jaringan tulang menyebabkan kerusakan arsitektur tulang dan
peningkatan risiko fraktur. [13,15,16]
Pada wanita, ketika mengalami perimenopause, terjadi defisiensi
estrogen secara signifkan, kehilangan massa tulang menjadi sangat cepat.
Penurunan kadar estrogen menyebabkan berbagai sitokin seperti
interleukin-1, interleukin-6, dan tumor necrosis factor alfa (TNF α)
kadarnya menjadi meningkat dan akan meningkatkan resorpsi tulang
melalui perektrutan, diferensiasi dan aktivasi osteoklas. [16]
15
2.1.3.4 Diagnosis
Osteoporosis dikenal sebagai “the silent epidemic disease” karena
penurunan massa tulang dapat terjadi tanpa disertai gejala. [7]
Kecuali
seseorang mendapatkan fraktur, osteoporosis biasanya tidak
menimbulkan gejala sama sekali. Seiring dengan berkembangnya ilmu
pengetahuan, terjadi perubahan sudut pandang terhadap osteoporosis,
sehingga osteoporosis tidak lagi hanya terdiagnosis ketika terjadi fraktur.
[17]
Evaluasi pasien yang diduga mengalami osteoporosis meliputi
riwayat klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium.
a. Riwayat klinis dan pemeriksaan fisik
Bagian ini berfokus pada faktor risiko utama untuk fraktur
osteoporosis seperti usia dan riwayat fraktur osteoporosis
sebelumnya. Faktor risiko lain yang harus diperhatikan meliputi berat
badan yang rendah, riwayat keluarga dengan fraktur pinggul,
merokok, konsumsi alkohol yang berlebihan, terapi glukokortikoid
dalam jangka waktu yang lama, dan penyakit-penyakit yang
berhubungan dengan osteoporosis sekunder. [18]
b. Pemeriksaan labortorium
Termasuk didalamnya pemeriksaan darah lengkap dan profil serum
biokimia yang meliputi kalsium, fosfor, alkalin fosfatase, tirotropin,
fungsi ginjal dan hati, 25-hydroxyvitamin D, dan kalsium urin.[18]
c. Radiologi
Gambaran radiologi pada osteoporosis memiliki tujuan untuk
mengukur berkurangnya kepadatan tulang dan untuk diagnosis.
Untuk menentukan tingkatan dan diagnosis dapat dilakukan
menggunakan gambaran radiologi sederhana. Gambaran radiologi
yang khas pada osteoporosis adalah adanya penipisan korteks dan
daerah trabekular yang lebih lusen. Indeks Jhamaria menggunakan
pola trabekular pada tulang calcaneus sebagai index osteoporosis.
16
Tabel 2.1 Gambaran Radiologi Tulang Calcaneus Berdasarkan
Indeks Jhamaria
Gambaran radiologi Gambaran tulang Keterangan
Grade I. Severe
Osteoporosis.
Hilangnya
seluruh trabekula
Grade II.
Osteoporosis.
Trabekula
anterior mulai
tidak terlihat.
Grade III.
Borderline
osteoporosis.
Resesi pada
trabekula
posterior
Grade IV.
Tampak
gambaran wedge
shaped diantara
kedua trabekula
posterior.
Grade V. Normal
trabekula
Sumber : Bank, A.S, Brad Castellano. Radiology of Osteoporosis Evaluation and Interpretation. (telah
diolah kembali)
17
Penilaian kepadatan tulang atau massa tulang secara umum dilakukan
dengan menggunakan Dual Energy X-ray Absorptiometry (DXA).
DXA menilai kepadatan tulang pada bagian tulang yang spesifik dan
bersangkutan. WHO menggolongkan osteoporosis dan osteopenia
berdasarkan T-skor dari DXA, yang dibandingkan dengan nilai rata-
rata kepadatan tulang untuk dewasa muda dan perbedaan dinyatakan
sebagai standard deviation (SD). DXA merupakan metode yang
sudah disahkan untuk penggunaan umum sebagai kriteria inklusi
untuk percobaan klinis dan memonitor efek terapi farmasi untuk
osteoporosis. Standard pengukuran tulang vertebra dengan DXA
dilakukan pada proyeksi posteroanterior. Tempat tersering dilakukan
pengukuran adalah vertebra dan tulang femur bagian proksimal. [17]
Keuntungan melakukan DXA antara lain, pemeriksaan ini tidak
invasif dan mempelajarinya cepat serta pajanan radiasi yang
rendah.[18]
Tabel 2.2 Klasifikasi kepadatan tulang (DXA T-skor) menurut
WHO
Sumber:Viela P, Nunes T. Osteoporosis. 2011;53;185-190
18
2.1.3.5 Faktor Risiko
a. Usia
Sejak lahir hingga remaja, jaringan tulang lebih banyak
diproduksi dibandingkan hilangnya jaringan tersebut akibat proses
remodeling. Pada dewasa muda, kecepatan deposisi tulang akan
sama dengan kecepatan resorpsi. Dengan penurunan hormon seks
pada usia pertengahan, terutama pada wanita, penurunan massa
tulang terjadi akibat resorpsi tulang oleh osteoklas melebihi
deposisi tulang oleh osteoblas.[9]
Usia berhubungan dengan
hilangnya massa tulang pada dekade keempat atau kelima
kehidupan.[19]
Gambar 2.5. Hubungan perubahan usia dengan massa tulang. Sumber: Poole KES, Compston JE. Clinical review Osteoporosis and its
management. 2006;333(December):1251–6.
Pada lansia, daya serap kalsium akan menurun seiring
bertambahnya usia.[1]
Prinsip hubungan usia terhadap jaringan
tulang yaitu kehilangan massa tulang dan tulang menjadi lebih
rapuh. Kehilangan massa tulang merupakan hasil dari proses
demineralisasi, kehilangan kalsium dan mineral lainnya dari
19
matriks sekitar tulang. Proses ini dimulai setelah usia 30 tahun
pada wanita, dan menjadi lebih cepat pada usia 45 tahun seiring
dengan penurunan estrogen, serta terus berlanjut hingga terjadi
kehilangan kalsium tulang sebanyak 30% pada usia 70 tahun.
Ketika kehilangan jaringan tulang telah dimulai pada wanita,
sekitar 8% dari massa tulang akan menghilang setiap 10 tahun.
Pada laki-laki, kehilangan kalsium pada umumnya tidak akan
terjadi sampai usia lebih dari 60 tahun, dan 3% massa tulang akan
hilang setiap 10 tahun.[9]
Prinsip hubungan yang kedua yaitu kerapuhan tulang, yang
merupakan hasil dari penurunan kecepatan sintesis protein. Pada
usia tua, kecepatan sintesis serat kolagen akan melambat akibat
berkurangnya produksi hormon pertumbuhan, sedangkan serat
kolagen merupakan bagian organik dari matriks sekitar sel tulang
yang memberikan kekuatan pada tulang. Kehilangan kekuatan
tulang menyebabkan tulang akan menjadi rapuh dan mudah terjadi
fraktur pada usia tua.[9]
Hasil analisis data densitas mineral tulang (DMT) di 16
wilayah di Indonesia kerjasama antara Puslitbang Gizi Bogor dan
salah satu perusahaan di Indonesia pada tahun 2005, terdapat
29,4% lansia berusia 60-64 tahun menderita osteoporosis, 65-69
tahun sebesar 36,4% dan usia > 70 tahun sebesar 53,3%.[21]
20
Tabel 2.3 Distribusi Sampel Status Osteoporosis Berdasarkan Usia dan
Jenis Kelamin Tahun 2005
Sumber : Jahari AB, Prihatini S. Risiko osteoporosis di indonesia.
2007;30(1):1–11.
b. Jenis Kelamin
Berdasarkan teori yang dinyatakan dalam buku Principles of
Anatomy and Physiology, osteoporosis terutama mengenai usia
pertengahan dan usia tua. Sekitar 80% mengenai wanita dengan
alasan (1) tulang wanita lebih kecil jika dibandingkan dengan
tulang pria, (2) produksi estrogen pada wanita menurun secara
drastis ketika memasuki fase menopause, sedangkan produksi
androgen utama yaitu testosteron berkurang sedikit dan secara
bertahap pada pria yang lebih tua.[9]
Hal ini dibuktikan pada
penelitian yang dilakukan oleh Karasik dan S. L. Ferrari (2008)
bahwa osteoporosis merupakan kondisi yang mengenai 30%
wanita dan 12% pria pada usia yang sama. [22]
Perbedaan jenis kelamin menentukan struktur komponen
kekuatan tulang (bentuk tulang dan ketebalan), respon biomekanis
dan massa tulang. [22]
21
Studi yang dilakukan oleh Ninghua et.al dalam Prevalence
Rate of Osteoporosis in the Mid-aged and Elderly in Selected
Parts of China (2002), menunjukan bahwa penderita osteoporosis
lebih tinggi pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki sesuai
peningkatan usia. Angka prevalensi untuk perempuan China
tertinggi pada usia setelah 60 tahun. [14]
Di Indonesia, berdasarkan studi Risiko Osteoporosis pada
tahun 2005 yang dilakukan oleh Puslitbang Gizi Depkes RI dan
sebuah perusahaan nutrisi di 16 wilayah di Indonesia, pasien
osteopenia dan osteoporosis usia < 55 tahun pada pria cenderung
lebih tinggi dibandingkan wanita, sedangkan usia > 55 tahun
peningkatan osteopenia pada wanita enam kali lebih besar dari pria
dan peningkatan osteoporosis pada wanita dua kali lebih besar dari
pria. [1]
c. Indeks Massa Tubuh
Studi National Osteoporosis Foundation (NOF) menyarankan
untuk memasukkan indeks massa tubuh yang rendah ke dalam
penilaian risiko untuk evaluasi osteoporosis dan risiko fraktur
osteoporosis.[3]
Hubungan antara indeks massa tubuh, berat badan,
dan tinggi badan dengan kepadatan tulang telah banyak
dikemukakan. Berat badan atau indeks massa tubuh dilaporkan
berbanding terbalik dengan risiko fraktur osteoporosis.[20]
Yates AJ, et.al (1999) dalam penelitiannya mengevaluasi
bentuk tubuh yang kurus (persentasi lemak tubuh yang rendah,
indeks massa tubuh yang rendah atau berat badan tubuh yang
rendah) sebagai faktor risiko untuk kepadatan tulang yang rendah.
Pada studi ini, presentasi lemak tubuh, IMT dan berat badan
dihubungkan dengan kepadatan tulang dan kehilangan massa
tulang selama 2 tahun. Wanita dengan presentasi lemak tubuh atau
22
IMT yang rendah memiliki kepadatan tulang 12% lebih rendah dan
2 kali lipat kehilangan massa tulang dalam 2 tahun dibandingkan
dengan wanita yang memiliki lemak tubuh dan IMT normal (p
0,004).[23]
Pada studi klinis yang dilakukan oleh Salamat, M. R., Salamat,
A. H., Abedi, I., & Janghorbani, M (2013), ditemukan bahwa
indeks massa tubuh dan berat badan memiliki hubungan dengan
kepadatan tulang, dan obesitas secara signifikan menurunkan
risiko osteoporosis pada pria, yaitu pria dengan indeks massa
tubuh < 25 memiliki 4,4 (95% CI) kali risiko fraktur dibandingkan
pria dengan indeks massa tubuh 25 pada usia yang sama. Hal ini
sesuai dengan studi sebelumnya yang menyatakan bahwa, indeks
massa tubuh dan berat badan yang rendah berhubungan dengan
kepadatan tulang yang rendah pada wanita postmenopause.[20]
Pada studi yang dilakukan oleh Montazerifar, et al (2014) rata-
rata berat badan dan indeks massa tubuh ditemukan rendah pada
pasien osteoporosis dibandingkan dengan kelompok pasien yang
normal.[24]
Hal ini berbeda dengan studi yang dilakukan oleh
Saravi, et al (2013) yang melaporkan bahkan tidak ada efek
signifikan antara berat badan dan indeks massa tubuh, dimana
76,2% pasien dengan osteoporosis dan osteopenia memiliki indeks
massa tubuh yang normal.[25]
d. Tingkat Pendidikan
Banyak studi yang telah menunjukan bahwa status sosio-
ekonomi maupun tingkat pendidikan memiliki hubungan dengan
berbagai penyakit kronik, tapi masih sedikit sekali penelitian yang
menguhubungkan antara tingkat pendidikan dengan kesehatan
tulang. Pendidikan merupakan cara yang umum untuk menilai
status sosio-ekonomi seseorang. Status sosio-ekonomi dan
pendapatan seseorang menjadi faktor yang menentukan pajanan
23
sosial dan lingkungan. Gaya hidup, tingkah laku, pola makan dan
nutrisi berhubungan erat dengan tingkat pendidikan dan status
sosio-ekonomi, meskipun pengaruhnya berbeda di setiap populasi.
Individu dengan pendidikan yang baik cenderung memiliki
pengetahuan kesehatan dan tingkah laku yang lebih baik.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Suzanne C (2005) pada
populasi perempuan china yang sudah mengalami postmenopause,
tingkat pendidikan formal yang tinggi berhubungan dengan
kepadatan tulang yang lebih baik serta angka kejadian osteoporosis
yang lebih rendah. Banyak faktor risiko yang berhubungan dengan
osteoporosis termasuk faktor hormonal, penggunaan berbagai obat,
konsumsi rokok, aktivitas fisik dan diet rendah kalsium serta
vitamin D yang kaitannya sangat erat dengan tingkat pendidikan.
Tingkat pendidikan secara langsung dapat mempengaruhi
kesehatan tulang dengan efek positif melalui pengetahuan yang
lebih baik mengenai kesehatan pada gaya hidup dan tingkah laku
seseorang. Seseorang dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi
memiliki sikap positif terhadap penggunaan obat-obatan serta
dapat mengadopsi kebiasan-kebiasan yang baik atau positif seperti
kebiasan makan sehat yang meliputi asupan kalsium, buah-buahan
dan mengurangi konsumsi alkohol. [34,38]
24
2.2 Kerangka Teori
2.3 Kerangka Konsep
osteoporosis
Tingkat
Pendidikan
Jenis
Kelamin
Usia
Indeks Massa
Tubuh
Osteoporosis
Bone resorption
Tingkat
pendidikan
Status sosio-
ekonomi
Gaya Hidup Pola makan
Konsumsi makanan yang
banyak menandung Ca,
sayur & buah, serta
suplemen Aktivitas fisik
Peningkatan deposisi
garam mineral dan
produksi kolagen oleh
osteoblas
Bone formation
Usia
Absorpsi Ca
Hipertiroidisme sekunder
Konsumsi
alkohol, kopi
& soda Jenis kelamin IMT
Puncak
massa tulang Status hormonal
Merokok
Laki-laki
Kadar estrogen tubuh
Sitokin proinflamasi
Komposisi lemak tubuh
Perempuan
25
2.4 Definisi Operasional
Variabel Definisi Alat Ukur Cara
Pengukuran
Hasil Ukur Skala
Osteopo-
rosis
Secara statistik :
keadaan
Densitas
Mineral Tulang
(DMT) berada
di bawah nilai
rujukan
menurut umur
atau standar
deviasi berada
di bawah nilai
rata-rata
rujukan pada
usia dewasa
muda (depkes,
2008)
1.DXA (dual
energy X-
ray
absorptio-
meter)
>-1 :
Normal
> -2.5 dan
-1 :
Osteopeni
a
-2.5 :
osteoporos
is
2.Radiologi :
index
Jhamaria
Grade I :
severe
osteoporos
is
Grade II :
Osteopo-
rosis
Grade III:
Borderline
osteoporo-
sis
Grade IV
Sesuai
tertulis
dalam
rekam
medis
1 = osteoporosis
2 = tidak
osteoporosis
Nominal
26
Grade V
: normal
Usia Usia pasien
ketika
didiagnosis
osteoporosis
Berdasarkan
tanggal lahir,
di KTP atau
kartu
identitas
lainnya.
Sesuai
tertulis
dalam
rekam
medis
Usia (tahun)
Dikelompokkan
menjadi [21]
:
1= < 25
tahun
2= 25-29
tahun
3= 30-34
tahun
4= 35-39
tahun
5= 40-44
tahun
6= 45-49
tahun
7= 50-54
tahun
8= 55-59
tahun
9= 60-64
tahun
10= 65-69
tahun
11= 70
tahun
Interval
Jenis
kelamin
Jenis kelamin
ketika lahir
Sesuai
tertulis
dalam
rekam
medis
1=Perempuan
2=Laki-laki
Nominal
IMT
(Indeks
Massa
Tubuh)
Berat badan
(kilogram)
dibagi dengan
tinggi badan
kuadrat
(meter2).
Ukuran
tinggi badan
diukur
dengan alat
ukur stature
meter
Ukuran berat
badan
dengan alat
Pengukuran
tinggi badan
dan berat
badan yang
ditulis
dalam
rekam
medis
Kg/m2.
Diklasifikasikan
berdasarkan
kriteria CDC
.[29]
:
< 18.5 :
underweight
18.5 – 24.9 :
normal
Ordinal
27
ukur
tinbangan
berat badan.
25.0-29.9 :
overweight
30.0 :
Obesitas
Tingkat
pendidikan
Jenjang atau
tingkat sekolah
terakhir yang
pernah
ditamatkan atau
diselesaikan
oleh seseorang
dengan
mendapatkan
ijazah.
Sesuai
tertulis
dalam
rekam
medis.
Dikategorikan
menjadi [34]
:
1 = Tidak
pernah
bersekolah
2 = SD
3 = SLTP
4 = SLTA
5 = UNIV
Ordinal
28
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain potong lintang (cross sectional) yang
bersifat deskriptif dengan menggambarkan profil pasien osteoporosis di RSUP
Fatmawati Jakarta periode Januari 2011 – Juli 2014 berdasarkan faktor risiko
usia, jenis kelamin, indeks massa tubuh dan pendidikan.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini menggunakan data sekunder (rekam medis) pasien osteoporosis
di poliklinik orthopaedi, penyakit dalam dan rehabilitasi medis di Rumah sakit
Fatmawati Jakarta. Pengambilan data dilakukan mulai bulan Juli-Agustus 2014.
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
3.3.1 Populasi Penelitian
Populasi target penelitian adalah pasien dengan osteoporosis. Populasi
terjangkau adalah pasien poliklinik orthopedi, penyakit dalam, dan
rehabilitasi medis yang telah terdiagnosis osteoporosis berdasarkan
pemeriksaan DXA atau radiologi di Rumah Sakit Fatmawati Jakarta.
Sampel penelitian adalah populasi terjangkau yang memenuhi kriteria
penelitian.
3.3.2 Besar Sampel
Besar sampel ditentukan berdasarkan rumus analisis deskriptif [38]
sebagai
berikut :
29
n = Jumlah sampel
Zα = Deviat baku alfa
P = Proporsi kategori variabel yang diteliti
Q = 1 – P
d = Nilai presisi
Dengan menetapkan α sebesar 5% maka deviat baku alfa (Zα) dengan
hipotesis satu arah menjadi 1,645. Nilai P yang digunakan diambil dari
penelitian Abas Basuni Jauhari dan Sri Prihatini yaitu prevalensi
osteoporosis pada tahun 2002 sebesar 19,7% Nilai presisi ditetapkan
sebesar 15%. Maka besar sampel untuk penelitian ini adalah 19 subjek.
3.3.3 Kriteria Sampel
3.3.3.1 Kriteria Inklusi Umum
Pasien yang telah melakukan pemeriksaan menggunakan DXA
atau radiologi kemudian terdiagnosa osteoporosis yang berasal dari
poliklinik orthopaedi, penyakit dalam, dan rehabilitasi medis di
Rumah Sakit Fatmawati Jakarta.
3.3.3.2 Kriteria Eksklusi Umum
Pasien yang data rekam medisnya tidak lengkap mengenai usia,
jenis kelamin, berat badan, tinggi badan dan tingkat pendidikan.
30
3.3.4 Cara Pengambilan Sampel
Sampel dipilih dengan metode consecutive sampling, yaitu dengan
mengikutsertakan seluruh populasi terjangkau yang didapat dan
memenuhi kriteria penelitian.
3.4 Cara Kerja Penelitian
Pengumpulan data sekunder berdasarkan data rekam medis pasien mencakup:
- Data dasar pasien: usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan
- Pemeriksaan fisik : tinggi badan, berat badan.
Pengambilan data rekam medis pasien osteoporosis dimulai Agustus 2014 sampai
tercapai jumlah sampel yang diinginkan
3.4.1 Alur Penelitian
Rekam medis pasien yang berasal dari
poliklinik orthopaedi, penyakit dalam
dan rehabilitasi medis
Kriteria penerimaan
dan penolakan
Memenuhi kriteria Tidak memenuhi kriteria
Tidak disertakan dalam
penelitian
Disertakan dalam
penelitian
Pengumpulan data
dari rekam medis
Analisis dan
pengolahan data
31
3.5 Pengolahan dan Analisa Data
Data yang telah dikumpulkan akan diolah dengan beberapa tahapan, meliputi :
1. Cleaning
Data yang terkumpul dicek kembali untuk memastikan tidak ada data yang
tidak diperlukan.
2. Editing
Dilakukan pemeriksaan mengenai kelengkapan data
3. Coding
Pada tahapan ini, data akan dikelompokkan atau diberi kode sehingga
memudahkan untuk proses pemasukan data.
4. Entry data
Data dimasukkan ke dalam komputer untuk dilakukan analisa data.
Data dari data sekunder yang telah dikumpulkan akan dianalisa menggunakan
software SPSS 16.0 for Windows, meliputi analisis deskriptif untuk mengetahui
distribusi frekuensi setiap variabel.
32
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Karakteristik Subjek Penelitian di RS Fatmawati Jakarta
Subjek penelitian ini berjumlah 29 pasien dan merupakan pasien osteoporosis
yang telah terdiagnosis melalui pemeriksaan DXA atau radiologi yang berasal
dari poliklinik orthopaedi, penyakit dalam, dan rehabilitasi medik
Tabel 4.1. Gambaran Pasien Osteoporosis di RS Fatmawati Jakarta Periode
Januari 2011 – Juli 2014.
Variabel Kategori Frekuensi Persentase (%)
Poli Orthopaedi 9 31.0
Penyakit Dalam 14 48.3
Rehabilitasi Medik 6 20.7
Total 29 100
Berdasarkan tabel di atas, pasien osteoporosis di RSUP Fatmawati terbanyak
berasal dari poli Penyakit Dalam yaitu sebanyak 14 pasien (48,3%).
33
Tabel 4.2. Gambaran Pasien Osteoporosis di RSUP Fatmawati Jakarta
Periode Januari 2011 – Juli 2014 Berdasarkan Usia.
Variabel Kategori Median
(Min-Max)
Frekuensi Persentase (%)
Usia 71 (21 - 83)
< 25 1 3.4
25 – 29 0 0
30 – 34 1 3.4
35 – 39 0 0
40 – 44 0 0
45 – 49 0 0
50 – 54 1 3.4
55 – 59 2 6.9
60 – 64 6 20.7
65 – 69 2 6.9
70 16 55.2
Total 29 100
Dari hasil penelitian pasien osteoporosis dengan karakteristik usia pada tabel
4.2, didapatkan usia terendah 21 tahun dan usia tertinggi 83 tahun, dengan median
atau nilai tengahnya adalah 71 tahun. Pasien osteoporosis terbnyak pada kategori
usia 70 tahun. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Puslitbang Gizi Bogor dan salah satu perusahaan di Indonesia pada tahun 2005 di
16 wilayah di Indonesia, pasien osteoporosis terbanyak ditemukan pada usia > 70
tahun, yaitu sebesar 53,1%. [21]
Berbeda sedikit dengan penlitian Li Ninghua
(2002) di China bahwa angka kejadian osteoporosis teringgi pada wanita dengan
usia > 60 tahun. [14]
Dikatakan dalam penelitian yang dilakukan oleh Poole KES
(2006) bahwa menurunnya massa tulang berhubungan dengan usia dimulai pada
dekade keempat atau kelima kehidupan. [20]
Penambahan usia berhubungan
kehilangan massa tulang dan tulang menajdi lebih rapuh. Hal ini disebabkan
semakin meningkatnya usia proses demineralisasi akan semakin cepat terjadi,
selain itu kecepatan sintesis protein terutama serat kolagen akan semakin
menurun, sehingga tulang menjadi lebih ringan dan rapuh. [9]
Selain itu, pada
pasien berusia lanjut, terjadi defisiensi vitamin D dan penurunan absorpsi kalsium
34
pada usus sehingga dapat meningkatkan kadar hormon PTH dan menginduksi
peningkatan reabsopsi kalsium dari tulang. [28]
Tabel 4.3. Gambaran Pasien Osteoporosis di RSUP Fatmawati Jakarta
Periode Januari 2011 – Juli 2014 Berdasarkan Jenis Kelamin.
Variabel Kategori Frekuensi Persentase (%)
JenisKelamin Perempuan 25 86.2
Laki-laki 4 13.8
Total 29 100
Berdasarkan tabel 4.3, didapatkan pasien osteoporosis dengan jenis kelamin
perempuan lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki, yaitu sebanyak 25 pasien
(86,2%). Hal ini sesuai dengan penelitian dan teori yang ada yang mengatakan
bahwa jenis kelamin perempuan terutama ketika menginjak fase menopause
merupakan faktor risiko osteoporosis. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh Fatmah (2008) pada lansia etnis Jawa, persentase perempuan osteoporosis
dua kali lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki, dengan masing-masing
persentase perempuan (63,7%) dan laki-laki (36,3%). [21]
Penelitian lain dilakukan
oleh Tarek Fawzy, et al (2011) di Ajman, UAE menyatakan bahwa penderita
osteoporosis terbanyak adalah perempuan (87,1%) dengan perbandingan
perempuan dan laki laki = 1 : 6,7. [29]
Peyman Hadji, et al (2013) di Jerman
menyatakan bahwa dari 240.657 kasus osteoporosis, pasien osteoporosis berumur
di atas 50 tahun lebih banyak berjenis kelamin perempuan (24%) dibandingkan
laki-laki. [30]
Berdasarkan teori yang dikemukakan pada buku Principles of Anatomy and
Physiology, wanita cenderung memiliki risiko osteoporosis dikarenakan ukuran
dari tulang wanita yang lebih kecil dibandingkan dengan tulang pria dan wanita
akan mengalami fase menopause yaitu produksi estrogen akan menurun secara
tajam, sedangkan pada pria, testosteron akan berkurang sedikit demi sedikit dan
secara bertahap. [9]
Estrogen secara normal menekan produksi RANKL dan
meningkatkan kadar OPG, selain itu estrogen dapat memproduksi TGF-β oleh sel
35
osteoblastik yang berperan untuk menginduksi apoptosis osteoklas. Kejadian ini
yang menyebabkan proses resorpsi dan deposisi tulang berjalan dengan seimbang.
Ketika seorang perempuan mengalami menopause, kadar estrogen tubuh menurun
drastis, proses tersebut ikut berkurang sehingga proses reabsorpsi tulang menjadi
lebih dominan. Selain itu dengan menurunnya kadar estrogen maka sitokin
proinflamsi yang berperan dalam proses reabsorpsi tulang seperti IL-1, IL-6,
TNF-α dan M-CSF kadarnya akan meningkat.[31]
Peter (2013) dalam An Increasingly Important Issue for Both Young and
Aging Citizens menyatakan bahwa ketidakseimbangan antara perempuan dan laki-
laki yang terkena osteoporosis dikarenakan tiga faktor, 1) Perempuan mencapai
massa tulang puncak yang lebih rendah dibandingkan laki-laki, 2) Perempuan
mengalami fase menopause, dan 3) Pada hampir semua populasi, perempuan
memiliki ekspektasi usia harapan hidup lebih panjang dibandingkan pria sehingga
semakin tua umur perempuan angka kejadian osteoporosis akan semakin
meningkat. [32]
Hal ini sesuai dengan data yang dikeluarkan oleh Pusat Data dan
Surveilans Epidemiologi Kemenkes RI tahun 2010 pada gambar berikut. [6]
36
Tabel 4.4. Gambaran Pasien Osteoporosis di RSUP Fatmawati Jakarta
Periode Januari 2011 – Juli 2014 Berdasarkan Tingkat
Pendidikan.
Variabel Kategori Frekuensi Persentase (%)
Pendidikan Tidak Pernah sekolah 1 3.4
SD 1 3.4
SLTP 4 13.8
SLTA 12 41.4
UNIV 11 37.9
Total 29 100
Pada tabel 4.4, Pasien osteoporosis berdasarkan tingkat pendidikan,
didapatkan tingkat pendidikan tertinggi pada pasien osteoporosis adalah SLTA
(41,4%) dan terendah pada pasien yang tidak pernah sekolah dan SD (3,4%). Hal
ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Aleem Mardas K. et al di
Babylon Iraq (2013) yang menyatakan bahwa penderita osteoporosis terbanyak
adalah pada kategori orang yang tidak dapat membaca atau tidak pernah sekolah.
Pada penelitian tersebut dinyatakan bahwa pasien yang memiliki tingkat
pendidikan rendah (tidak pernah sekolah) secara signifikan meningkatkan risiko
osteoporosis 3.57 kali dibandingkan pasien dengan edukasi yang tinggi.[33]
Tabel 4.5. Tingkat Pendidikan Penduduk DKI Jakarta tahun 2004
Sumber : Laporan Hasil Riset Kesehatan dasar (RISKESDAS) Provinsi DKI JakartaTahun 2007. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Departemen Kesehatan RI.
2009
37
Jika dilihat dari tingkat pendidikan penduduk DKI Jakarta pada tahun 2004,
seperti tertera pada tabel di atas, mayoritas masyarakat DKI Jakarta
berpendidikan SMA/Aliyah/SMEA. [34]
Hal ini memungkinkan bahwa pasien
osteoporosis yang datang ke tempat pelayanan kesehatan mayoritas adalah
orang-orang dengan tingkat pendidikan SLTA.
Pendidikan yang dicapai seseorang merupakan faktor yang menentukan
pendapatan dan pekerjaan, serta penanda penting untuk status sosio-ekonomi.
Pendapatan dan status sosio-ekonomi menentukan pajanan lingkungan, sosial,
gaya hidup, tingkah laku, pola makan, dan nutrisi, meskipun pengaruhnya
berbeda pada kelompok populasi yang berbeda. [35]
Penelitian yang dilakukan
oleh Suzanne C (2005) menyatakan bahwa terdapat perbedaan aktivitas fisik
diantara kelompok tingkat pendidikan, dimana semakin tinggi tingkat pendidikan
seseorang semakin jarang seseorang menghabiskan waktu untuk berjalan dan
melakukan aktivitas fisik yang menggunakan beban tubuh. [36]
Tabel 4.6. Gambaran Pasien Osteoporosis di RSUP Fatmawati Jakarta
Periode Januari 2011 – Juli 2014 Berdasarkan Indeks Massa
Tubuh.
Variabel Kategori Frekuensi Persentase (%)
Indeks Massa
Tubuh
Underweight 4 13.8
Normal 20 69.0
Overweight 3 10.3
Obesitas 2 6.9
Total 29 100
Berdasarkan tabel 4.6, dilihat dari indeks massa tubuh pasien osteoporosis
didapatkan pasien osteoporosis terbanyak terdapat pada kategori Normal yaitu
sebanyak 20 pasien (69,0%).
Indeks massa tubuh merupakan pengukuran antropometri untuk mengetahui
status nutrisi, komposisi tubuh dan sel lemak tubuh. Indeks massa tubuh dapat
menjadi tidak valid terhadap orang-orang tertentu seperti atlet dan orang dengan
38
aktivitas tinggi, selain itu pada orang tua indeks massa tubuh dapat menjadi rancu
karena banyak penyakit yang dapat menyebabkan penurunan berat badan. Selain
itu, indeks massa tubuh juga dikaitkan dengan banyak penyakit, salah satunya
adalah osteoporosis. Indeks massa tubuh telah lama dikaitkan sebagai faktor
risiko osteoporosis. Berdasarkan teori yang ada, bahwa indeks massa tubuh yang
tinggi sebagai faktor protektif terhdap kejadian fraktur osteoporosis. BMI >
25kg/m2 memiliki kejadian rendah terjadinya osteoporosis. Diduga bahwa
peningkatan berat badan yang mempengaruhi indeks massa tubuh disebabkan
oleh massa lemak yang besar dimana lemak mempengaruhi tulang secara
makroskopik.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Tarek
Fawzy, et al (2011) mengenai hubungan antara indeks massa tubuh dan kepadatan
mineral tulang pada pasien yang diperiksa dengan DXA di Ajman,
UAE bahwa kepadatan tulang rendah pada 82,4% orang dengan indeks massa
tubuh yang normal.[29]
Selain itu penelitian yang dilakukan oleh AleemMardas K.
(2013) mendukung hasil penelitian ini, dimana penderita osteoporosis terbanyak
adalah pada kategori pasien dengan indeks massa tubuh normal (<25.0).[33]
Penelitian Saravi, et al (2013) melaporkan bahwa tidak ada efek signifikan antara
berat badan dan indeks massa tubuh, dimana 76,2% pasien dengan osteoporosis
dan osteopenia memiliki indeks massa tubuh yang normal.[25]
Tabel 4.7 Status Gizi Dewasa (di atas 18 tahun) berdasarkan Indeks Massa
Tubuh (IMT) Penduduk DKI Jakarta
Kategori Persentase (%)
Kurus 9.7
Normal 61.8
Berat badan lebih 12.3
Obesitas 16.2 Sumber : Badan Litbangkes, Kemenkes RI, Riskesdas 2010
Jika dibandingkan dengan data yang dimiliki oleh Badan Litbangkes,
Kemenkes RI, Riskesdas 2010. Status Gizi Dewasa (di atas 18 tahun) berdasarkan
39
Indeks Massa Tubuh (IMT) penduduk DKI Jakarta seperti terlihat pada tabel di
atas. Mayoritas penduduk DKI Jakarta memiliki indeks massa tubuh dalam
kategori normal yang memungkinkan pasien yang datang ke pusat kesehatan lebih
banyak dengan indeks massa tubuh normal [37]
4.2 Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki kekurangan dan keterbatasan yang dapat mempengaruhi
hasil penelitian. Variabel yang diikutsertakan hanya sedikit karena diambil dari
data sekunder yaitu rekam medis dan adanya keterbatasan waktu dari peneliti
untuk mengambil data primer. Peneliti juga mengalami kesulitan dalam
mendapatkan rekam medis, sedangkan data yang ada di dalam rekam medis tidak
lengkap sehingga subjek penelitian sesuai kriteria inklusi dan diikutsertakan
dalam penelitian hanya sedikit.
40
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
1. Pasien osteoporosis terbanyak berasal dari poli Penyakit Dalam (48,3%).
2. Gambaran pasien osteoporosis di RSUP Fatmawati Jakarta periode Januari
2011 – Juli 2014 berdasarkan usia terbanyak yaitu pada kategori usia 70
tahun (55,2%).
3. Gambaran pasien osteoporosis di RSUP Fatmawati Jakarta periode Januari
2011 – Juli 2014 berdasarkan jenis kelamin terbanyak adalah perempuan
(86,2%).
4. Gambaran pasien osteoporosis di RSUP Fatmawati Jakarta periode Januari
2011 – Juli 2014 berdasarkan tingkat pendidikan terbanyak pada kategori
SLTA (41,4%).
5. Gambaran pasien osteoporosis di RSUP Fatmawati Jakarta periode Januari
2011 – Juli 2014 berdasarkan indeks massa tubuh terbanyak yaitu pada
kategori normal (69,0%).
5.2 Saran
1. Pada penelitian ini, peneliti hanya melihat gambaran pasien osteoporosis
berdasarkan faktor risiko usia, jenis kelamin, pendidikan, dan indeks massa
tubuh. Masih banyak faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian
osteoporosis namun belum diikutsertakan. Diharapkan pada penelitian
selanjutnya akan ada yang meneliti mengenai faktor risiko osteoporosis yang
lain.
2. Penelitian ini menggunakan studi deskriptif yang hanya menjelaskan
mengenai gambaran faktor risiko usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan
indeks massa tubuh. Diharapkan pada penelitian lebih lanjut dapat dicari
hubungan antar variabel independent dengan kejadian osteoporosis.
41
DAFTAR PUSTAKA
[1] Pedoman Pengendalian Osteoporosis. Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 1142/MENKES/SK/XII/2008. 2008.
[2] WHO SCIENTIFIC GROUP ON THE ASSESSMENT OF OSTEOPOROSIS
AT PRIMARY HEALTH. May 2004:5–7.
[3] World Health Organization. Osteoporosis : Both heatlh organizations and
individuals must act now to avoid an impending epidemic. Press Release
WHO/58 11 October 1999.
[4] Delmas PD, Fraser M. Strong bones in later life: luxury or necessity. Bulletin of
the World Health Organization,. 1999;77.
[5] International Osteoporosis Foundation. The Asian audit epidemiology , costs
and burden of osteoporosis in Asia 2009. 2009
[6] Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi, Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia. Indikator kesehatan Indonesia 2005-2009. 2010.
[7] Jahari AB, Prihatini S. Risiko osteoporosis di Indonesia. Gizi Indon 30(1):1–11.
[8] Ng MYM, Sham PC, Paterson AD, Chan V, Kung AWC. Effect of
environmental factors and gender on the heritability of bone mineral density and
bone size. Annals of Human Genetics 2006;428–38
[9] Tortora GJ, Derrickson B. Principles of anatomy and physiology. 12
th ed.
United States of America : John Wiley & Sons Inc.; 2009.
[10] Cashman KD. Diet , nutrition , and bone health, The Journal of Nutrition
2007;2507–12.
[11] Manolagas SC. Birth and death of bone cells: basic regulatory mechanisms and
implications for the pathogenesis and treatment of osteoporosis. The Endocrine
Society 2014;21(February):115–37.
[12] Solomon L, Marwick D, Nayagam S. Apley’s system of orthopaedics and
fractures. 9th ed. Great Britain : Hodder Arnold.; 2010.
[13] Kasper, D.L., Fauci, A. S., Longo, D. L, Braunwald, E., Hauser, S. L., Jameson, J.
L. Harrison’s principles of internal medicine. 16th
ed. United States of America :
McGrawHill.; 2005
42
[14] Li N, Ou P, Zhu H, Yang D, Zheng P. Prevalence rate of osteoporosis in the mid-
aged and eldery in selected parts of China. Chin Med J (Engl). 2002;123:7–9
[15] National Osteoporosis Foundation. Clinician ’ s guide to prevention and treatment
of osteoporosis. 2010;
[16] Walker J. Osteoporosis: pathogenesis, diagnosis and management. Nurs Stand
2008;22(17):48–56.
[17] Lentle BC, Prior JC. What the clinician wants to know radiology osteoporosis:
what a clinician expects to learn from a Patient ’ s bone density examination.
Radiology 2003; 228:620–628
[18] Vilela P, Nunes T. Osteoporosis. Neuroradiology 2011;53:185–90.
[19] Poole KES, Compston JE. Clinical review osteoporosis and its management. BMJ
2006;333(December):1251–6.
[20] Salamat MR, Salamat AH, Abedi I, Janghorbani M. Relationship between weight,
body mass index, and bone mineral density in men referred for dual-energy X-
Ray absorptiometry scan in Isfahan, Iran. J Osteoporos. 2013 Jan;2013.
[21] Fatmah. Osteoporosis dan faktor risikonya pada lansia etnis jawa. Media Med.
2008.
[22] Karasik D, Ferrari SL. Contribution of gender-specific genetic factors to
osteoporosis risk. Annals of Human Genetics 2008; 72,696–714 [23]
Mcclung M, Hosking D, Yates AJ, For CC, et al. Low body mass index is an
important risk factor for. Journal of Bone and Mineral Research
1999;14(9):1622–7. [24]
Montazerifar F, Karajibani M, Alamian S, Sandoughi M, Zakeri Z, Dashipour
AR. Age , weight and body mass index effect on bone mineral density in
postmenopausal women. Health Scope 2014;3(2).
[25] Saravi FD, Sayegh F. Bone mineral density and body compositionof adult
premenopausal women with three levels of physical activity. J
Osteoporos.2013;2013:953271.
[26] Nguyen T V, Eisman JA. Osteoporosis in elderly men and women: effects of
dietary calcium, physical activity , and body mass index. Journal of Bone and
Mineral Research 2000;15(2):322–31.
[27] Hannan MT, Felson DT, Dawson-Hughes B, Tucker KL, Cupples L a, Wilson
PW, et al. Risk factors for longitudinal bone loss in elderly men and women: the
Framingham osteoporosis study. J Bone Miner Res. 2000;15(4):710–20.
[28] McPhee, Steven J, Vishwanath R. Lingappa, William F. Ganong, Jack D. Lange.
A LANGE Medical book pathophysiology of disease an introduction to clinical
medicine. 2nd
edition. USA. Appleton & Lange. 1997.
43
[29] Fawzy T, et al. Association between body mass index and bone mineral density in
patients referred for Dual-Energy X-Ray Absorptiometry scan in Ajman, UAE.
Journal of Osteoporosis Volume 2011.
[30] Hadji P, Silvia K, Holger G, Bertram H, Thomas K, Torsten S, et al. The
Epidemiology of osteoporosis—bone evaluation study (BEST). Deutsches
Arztebiatt International. Dtsch Arztebfl Int 2013; 110(4) : 52-7.
[31] Khosla SB, Lawrence R. Pathophysiology of age related bone loss and
osteoporosis. Endocrinol Metab Clin N Am 34 (2005) 1015–1030
[32] Barling P M. Osteoporosis an increasingly important issue for both young and
aging citizens of Malaysia. IeJSME 2013.7(1):1-3
[33] Aleem M K, Sulaf A H, Ali A. Effect of body mass index and physical activities
on risk of osteoporosis in Babylon Iraq. Medical Journal of Babylon-Vol. 11- No.
1 -2014
[34] Laporan Hasil Riset Kesehatan dasar (RISKESDAS) Provinsi DKI JakartaTahun
2007. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Departemen Kesehatan
RI. 2009
[35] Maddah M, Sharami SH, Karandish M. Educational difference in the prevalence
of osteoporosis in postmenopausal women: a studyin northern Iran. BMC Public
Health 2011, 11:845
[36] Ho S C, Yu-ming C, Jean LFW. Educational level and osteoporosis risk in
postmenopausal Chinese women. American Journal of Epidemiology. 2005.
[37] Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar. Badan Litbangkes. Kementrian Kesehatan
RI. 2010
[38] Lemeshow S, Hosmer DW, Klar J, Lwanga SK. Adequacy of sample size in
health studies. United States of America : John Wiley & Sons : 1993.
44
LAMPIRAN
Lampiran 1
Surat Izin Penelitian
45
Lampiran 2
Riwayat Hidup
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Cut Neubi Getha
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat Tanggal Lahir : Purwokerto, 30 Januari 1994
Agama : Islam
Alamat : Jl. Johar Baru IV A No. 8. RT/RW 01/09. Jakarta
Pusat 10560
Nomor Telepon/HP : 085782837975
Email : [email protected]
Riwayat Pendidikan
1. TK Al-Amin (1998-1999)
2. SD Negeri Johar Baru 01 (1999-2005)
3. SMP Negeri 216 Jakarta (2005-2008)
4. SMA Negeri 68 Jakarta (2008-2011)
5. PSPD FKIK UIN Jakarta (2011-sekarang)