Curcuma domestica Val.

72
, * There is HO field of human endeavor, whether it be in industry or in agricultural, or in the preparation of food or in connection with problems of shelter or clothing, or in the conservation of human and anjmal health and the combating of desease, where the microbe does not play an important and often dominant role. Selman A. Waksman

Transcript of Curcuma domestica Val.

Page 1: Curcuma domestica Val.

,

* There is HO field of human endeavor, whether it be in industry or in agricultural, or in the preparation of food or in connection with problems of shelter or clothing, or in the conservation of human and anjmal health and the combating of desease, where the microbe does not play an important and often dominant role.

Selman A. Waksman

Page 2: Curcuma domestica Val.

S II ' £0,y,,)

,sUw M

'/ / i!" f ! 19 8 > I 0 21

\

-~-i (/

MEMPELAJARI AKTIVIT AS ANTI8AKTERI

BUBUK IUMFANG KUNYIT

(Curcuma domestica Val.) ': ",'

- . ~ .i'J -, ' . "" _.'

'-. . .,:. " ' .

. ': !

oleh

ANTONIUS SUWANTO

F. 16 1131

1983

o

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOG 0 R

Page 3: Curcuma domestica Val.

ABSTRAC'l'

ANTONIUS SUWANTO. Studies on the antibacterial activity

of turmeric powder (Curcuma domestic a Val.) Experiments were conducted to study the antibacterial

activity of turmeric powder autoclaved in liquid medium on 6 species of bacteria: staphylococcus aureus, strepto­

coccus faecalis, §almonella gallinarum, Escherichia coli,

J2.acillus sub::ilis, and Lactobacillus acidoPhilus. It w~s found that 2 gil of turmeric powder showed

bactericidal effect on two species of gram positive

bacilli, ~. subtilis and ~. acidophilus. B. subtilis

was more sensitive than L. aCidophilus.

The concentrations of turmeric powder required to

inhibit the growth of other bacteria were 2 gil for ~. aureus, 4 gil for ~. faecal is and ~. gallinarum, and

7 gil for ~. coli at the incubation period of 24 hours.

However, on prolonged incubation (48 and 72 hours), the turmeric powder showed stimulatory effect on the growth

of ~. aureus_, ~. faecalis, ~. gallinarum, and ~. coli.

Apparently the concentration of 4 gil or 7 gil of turme­

ric powder extended the lag phase of the four species of bacteria.

Page 4: Curcuma domestica Val.

MEMPELAJARI AKT1Fl'TAS ANTIBAKTERI

BUBUK RIMPANG KUNYIT

(Curcuma domestica Val.)

oleh

ANTONIUS SlTW.il.NTO

F16. 1131

Masalah Khusus

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

S3rjana Teknologi Basil Pertanian dari

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

1983

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

Page 5: Curcuma domestica Val.

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN =========================================================

MEMPELAJARI AKTIFITAS ANTIBAKTERI

BUBUK RIMPANG KUNYIT

(Curcuma domestica Val.)

Masalah Khusus sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Teknologi Hasil Pertanian . dari

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

ANTONIUS SUWANTO

F16. 1131

dilahirkan pada tanggal 30 November 1959

di Jember

Desen Pembimbing

Tanggal lulus ujian: 0<<<-. . . Agustus 1983

Page 6: Curcuma domestica Val.

KATA PENGANTAR

Puj i syukur penulis panjatkan kepada Tub.an Yang Maha

Esa, yang telah membimbing penulis d'l.ri awal hingga pada

akhir studi di Institut Pertal1ian Bogor.

Laporan masalah khusus ini disusun berdasarkan hasil

penelitian yang dilakukan selama empat bulan, dan merupa­

kan salah E'atu sya~at untuk ;nendapat!~an gelar sarjana pa­

da Jurusan Teknolagi Hasil Pert2.nia", Fakultas 'reknologi

Pertanian, Ins~itu~ Pcrtailian Bogor.

Dengan tersUslmnya skripsi ini, penulis menghaturkan

terima kasth kepada:

1. Ibu Dr. Ir. Srikandi Fardi3z Msc. sebagai dosen pem­

bimbing yang telah memberikan bantuan, pengarahan dan

bimbingan selama penelitian sampai tersusunnya lapo­

ran masalah khusus ini.

2. Bapak Dr. Purnomo Ronohardjo sebagai Kepala Balai Pe­

nelitian Penyakit Hewan (Bakitwan), Bogor yang telah

memberikan bantuan berupa kultur murni bakteri.

3. Mr. Collin King sefuagai tenaga ahli di bidang penye­

diaan kultur :Jlurni bakteri, Bakitwan, Bogor yang de­

ngan scgala keramahannya telah menyediakan semua kul­

tur murni bakteri yang diperlukan dalam penelitian ini.

4. Ayah, ibu dan adik-adik yang tak henti-hentinya membe­

rikan dorongan dan doa restu pada penulis sehingga

terwujud sebagian citanya.

Page 7: Curcuma domestica Val.

5. Semua pihak yang telah memberikan bimbingan dan bantu­

an selama penelitian sampai selesainya penulisan ma­

salah khusus ini.·

Disadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna,

oleh karena i tu sumbang saran dari pembaca untu], perbaik­

an sangat diharapkan.

Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini berman­

faat bagi semua pihak.

Bogar, Agustus 1983 Penulis

vii

Page 8: Curcuma domestica Val.

DAFTAR lSI

KATA PENGANTAR

DAFT AR GAMBAR

DAFT.AR TABEL

DAFTAR LAI'IPIRAN

I. PENDAHULUAN

II. TmJAUAN PUS TAKA

BOTANI KUNYIT A. B.

c. SIFAT FISIKA DAN KIMIA KUNYIT

AKTIFITAS ANTIMIKROBE PADA REMPAH­REMPAH •

D. BAKTERI

III. BAHAN DAN MEr ODE PENELITIAN • A. BAHAN • • • • • •

B. METODE PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL

B. PEMBAHASAN.

V. KES IMPULAN DAN SARAN

A. KES IMPULAN

B. SARAN . DAFTAR PUSTAKA

Halaman

vi

ix

x

xi

1

4

4

11

16

23

25 25 27

36

36 48

53 53 53

54

Page 9: Curcuma domestica Val.

DAFTAR GAl'iBAR

Halaman

Gambar 1. Tanaman kunyit • • . . • • . 5

Gambar 2. Struktur pigmen kurkuminoid 14.

Gambar 3. Skema cara pembuatan bubuk kunyit 27

Gambar 4. Aktifasi liofil 28

Gambar 5. Persiapan kultur untuk analisa via-bilitas sel • . . • . . . . •. 32

Gamhar 6. Persiapan kultur untuk analisa tur-bid imetr i • • • • . • . • • . . •. 34

Gambar 7. Histogram hubungan laju pertumbuhan spesifik S. faecal is dengan periode waktu inkubasinya • • • . . . . .. 37

Gambar 8. Histogram hubungan spesifik S. aureus waktu inkubasinya

laju pertumbuhan dengan periode

39

Gambar 9. Histogram hubungan laju pertumbuhan spesifik~. gallinarum dengan perio-de waktu inkubasinya • . • . • . •• 41

Gambar 10. Histogram hubungan laju pertumbuhan spesifik E. coli dengan periode wak-tu inkubasinya-- • • • . • • . • •. 42

Gambar 11. Histogram hubungan laju pertumbuhan spesifik B. subtilis dengan periode w akt u inkubas inya • • . . . . . .. 43

Gambar 12. Histogram hubungan laju pertumbuhan spesifik ~. acidophilus dengan periQ de waktu lnkubasinya • . • • . • .. 45

Page 10: Curcuma domestica Val.

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabe11. Komposisi kimia bubuk kunyit . . . .. 11

Tabel 2. Total warna dari ketiga pang kunyit

dan identitas yang mungkin komponen pigmen pada rim-

13

Tabel 3. Sifat-sifat minyak atsiri kunyit 15

Tabel 4. perbedaan antara bakteri gram positif dan bakteri gram negatif • • • • • •. 24

Tabel 5. Hasil pengamatan nilai OD pada pengu-kuran turbidimetri . . . • . . . . . 46

Tabel 6. pH medium pada berbagai konsentrasi bubuk kunyit • • . • • . . . . . . • 48

Page 11: Curcuma domestica Val.

DAFTAR LAMP IRAN

Balaman

Lampiran 1 • Basil pengukuran viabilitas sel dan nilai OD §.. faecalis 58

Lampiran 2. Basil pengukuran viabilitas sel dan nilai OD s. aureus 58

Lampiran 3. Basil pengukuran viabilitas sel dan nilai OD S. e;allinarum 59

Lampiran 4. Basil pengukuran viabilitas sel dan nilai OD E. coli . . . 59

Lampiran 5. Basil pengukuran viabilitas sel dan nilai OD B. subtilis 60

Lampiran 6 .• Hasil pengukuran viabilitas sel dan nilai OD L. acidophilus . . 60

Page 12: Curcuma domestica Val.

I. PENDAHULUAN

Rempah-rempah merupakan bahan yang sangat berperan

sebagai komponen yang memberikan tambahan rasa, aroma,

maupun warna pada berbagai macam makanan. Bahkan bagi

penduduk Indonesia, rempah-rempah merupakan sesuatu yang

sangat berarti yang tidak dapat dipisahkan dari setiap

jenis makanan yang disajikan sehari-hari.

Disamping fungsinya sebagai penambah cita-rasa, be­

berapa jenis rempah sudah lama digunakan sebagai bahan pe­

ngawet makanan. Sosis, dendeng dan acar merupakan bebe­

rapa contoh makanan yang keawetannya juga dipengaruhi

oleh adanya rempah-rempah. Beberapa jenis rempah juga di­

gunakan untuk mengunggulkan suatu mikrobe terhadap mikrobe

lainnya, atau untuk menyeleksi beberapa jenis mikrobe ter­

tentu saja. Hal semacam ini pada prakteknya-dapat dijum­

pai pada pembuatan ragi tape secara tradision~l.

Rempah-rempah juga digunakan sebagai obat-obatan,

kosmetika tradisionil, dan parfum alami. Kehadirannja

j,uga merupakan suatu keharusan pada beberapa upacara

adat atau upacara religius tertentu.

Karena demikian besar peranan rempah-rempah bagi ma­

nusia, sejak berabad-abad yang lalu sampai sekarang,

maka tepatlah kalau rempah-rempah dikatakan sebagai pro­

duk nabati yang paling romantis sepanjang sejarah penggu­

naan dan budidayanya (Purseglove et al., 1981).

Page 13: Curcuma domestica Val.

2

Tak dapat dipungkiri lagi bahwa Indonesia adalah sa­

lah satu negara yang kaya akan rempah-rempah. Kekayaan

rempah-rempah ini telah menarik bangsa-bangsa lain untuk

menjelajah persada nusantara; lembaran sejarah juga men­

catat bahwa salah satu sebab terjadinya penjajahan Belan­

da di Indonesia adalah karena daya tarik produk nabati

yang kaya akan cita rasa ini.

Salah satu dari sekian banyak jenis rempah yang sudah

dikenal dan banyak digunakan di Indonesia adalah kunyit.

Kunyit yang biasa digunakan untuk bumbu atau zat pewarna

itu berasal dari rimpang tanaman kunyit (Curcuma domestica,

Val.). Rimpang tanaman ini berwarna kuning cerah karena

mengandung senyawa yang disebut kurkumin.

Ramprasad and Sirsi (1956) melaporkan bahwa kurkumin

dalam konsentrasi tertentu dapat bersifat antibakteri.

Dengan tidak menyebutkan data yang kongkrit, Hermana dan

Winarno (1978) juga menyatakan bahwa kunyit yang dipakai

untuk mewarnai tahu bersifat mengawet walau tidak seberapa.

Meskipun kurkumin sendiri memiliki sifat antibakteri,

tidaklah selalu berarti bahwa kunyit secara keseluruhan

juga bersifat antibakteri. Karena beberapa peneliti telah

melaporkan bahwa residu dari ekstrak beberapa jenis rempah­

rempah bersifat stimulator bagi mikrobe tertentu (Ingolf

and Skjelkvale, 1982; Zaika and Kissinger, 1981). Sela­

in itu beberapa jenis rempah akan kehilangan sifat anti­

mikrobialnya, sebagai akibat dari perebusan, pemanasan

Page 14: Curcuma domestica Val.

dengon otoklaf, atau selama prosedur ekstraksinya

(Zaika and Kissinger, 1981; Shashikant et al., 1981;

Al-delaimy and Ali, 1970).

sampai saat ini pemakaian rimpang kunyit di Indonesia,

terutama untuk bahan pangan, adalah dalam bentuk "Whole -

Turmeric", yaitu rimpang dipakai seluruhnya tanpa memisah-

kan oleoresin atau kurkuminnya. Selain itu pemakaian ku-

nyit sebagai bumbu biasanya melibatkan proses-proses pere-

busan atau pemasakan.

Sejauh mana sifat antimikrobe dari rimpang kunyit

dan hubungannya dengan mikrobe dalam bahan pangan bel urn

banyak dipelajari. Selain itu, kelangkaan akan informasi

yang bersifat kuantitatif juga merupakan pendorong untuk

melakukan penelitian ini.

Pada penelitian ini dipelajari aktifitas antibakteri

dari bub uk rimpang kunyit yang telah diotoklaf di dalam

media cair terhadap 6 jenis bakteri, yaitu: Staphylo­

coccus aureus, Streptococc-us faecal is , Salmonella galli­

narum, Escherichia coli, Bacillus subtilis, dan Lacto -

bacillus acidophilus.

Kunyit yang dipakai adalah jenis rimpang cabang

(fingers), karena jenis ini yang umum dipakai untuk bumbu-. -

bumbu dalam bahan pangan. Pemakaian bentuk bubuk dalam pe­

nelitian ini adalah dengan alasan bahwa kunyit yang diper-

dagangkan besar-besaran dan dikenal pemakaiannya secara

internasional adalah dalam bentuk bubuk at au rimpang kering

utuh (Shankaracharya and Natarajan, 1975).

Page 15: Curcuma domestica Val.

II. TINJAUAN PUS TAKA

A. BOTANI KUNYIT

Kunyit oleh valeton diperkenalkan ke dunia ilmu

pengetahuan dengan nama Curcuma domestica, mengganti­

kan nama sebelumnya, yaitu Curcuma longa,Koen. Jenis

ini merupakan tanaman tahunan dengan tinggi sampai sa-

tu meter, berbatang pendek dan daun-daunnya berjumbai.

Pelepah daunnya membentuk batang semu (Sastrapradja,

1977h). Umbi utamanya besar, bulat panjang membentuk

tuk rimpang-rimpang samping yang hanyak jumlahnya,

pendek dan tebal, lurus atau melengkung sehingga kese­

luruhannya membentuk suatu rumpun (Chittenden, 1951;

sastrapradja, 1977b).

Bentuk tubuh dan rimpang tanaman kunyit dapat di­

lihat pada Gambar 1.

Rimpang kunyit berbau khas aromatik, rasanya agak

pahit dan getir, lama-kelamaan menimbulkan rasa tebal

(Anonimous, 1977). Warna rimpang jingga kecoklatan da-

ri luar, sedang bagian dalamnya berwarna jingga terang

at au kuning (Chittenden, 1951; Sastrapradja, 1977b).

Tanaman ini berasal dari Asia Tenggara (Burkill,

• 1966) dan sekarang dijumpai di daer~~-derah tropis, Ci-

na dan India Timur (Anonimous, 1977; Hawley, 1977).

Kunyit termasuk famili Zingiberaceae yang banyak

dibudidayakan di Asia Tropik untuk berbagai keperluan,

antara lain sebagai bumbu masakan, obat-obatan -

Page 16: Curcuma domestica Val.

5

Gambar 1. Tanaman kunyit (Curcuma domestic a Val.) (sastrapradja, 1977b)

Page 17: Curcuma domestica Val.

6

tradisional, dan zat warna (Chittenden, 1951; Sastra­

pradja, 1977a). Diantara jenis-jenis Curcuma yang di­

budidayakan secara teratur sebagai tumbuhan ekonomi

adalah: C. xanthorrhiza, £. mangga, C. aeruginosa,

dan £. domestica (Lubis, 1976).

C. xanthorrhiza Roxb. identik dengan £. longa

Linn. var. major, sedangkan £. domestica Val. disebut

juga £. longa Linn. var. minor, karena yang terakhir

ini adalah spesies yang ukurannya lebih kecil (Waard

and Thio Goan Loo, 1977).

B. PENGGUNAAN DAN PENGOLAHAN KUNYIT

Diantara semua jenis kurkuma, kunyit merupakan je­

nis yang paling banyak kegunaannya. Di Indo-Malaysia

dari sejak dahulu kala digunakan dalam upacara-upacara

keagamaan yang erat hubungannya dengan kelahiran, per­

nikahan, dan kematian. Dari jenis ini dapat dibuat be­

berapa ramuan obat tradisional. Sebagai bahan pewarna,

rimpangnya sudah sejak dahulu digunakan untuk mewarnai

kapas, wol, sutera, tikar dan barang-barang kerajinan

lainnya, dan juga sebagai bahan pewarna atau penyedap

masakan. Di Eropa, kunyit dipakai untuk mewarnai men­

tega, keju, "mustard" dan lain-lain. Tepung kunyit ju­

ga dipakai dalam kosmetika tradisional (Anonimous, 1977).

Rimpang kunyit mempunyai fungsi ganda, yaitu seba­

gai bahan rempah karena kandungan minyak atsirinya, dan

Page 18: Curcuma domestica Val.

sebagai bahan pewarna karena kandungan kurkuminnya

(Anonimous, 1969).

7

Dewasa ini kurkumin digunakan dalam berbagai bi­

dang, antara lain dalam bidang farmasi, tekstil dan ki­

mia. Dalam analisis kimia digunakan untuk menetapkan

kandungan boron dan untuk membuat kertas kurkuma yang

digunakan sebagai indikator dalam selang pH 8 - 9 (Ano­

nimous, 1976; Hawley, 1977). Dalam bidang farmasi,

kurkumin digunakan sebagai campuran berbagai jenis obat

dan jamu (sastroamidjojo, 1965).

Menurut Tampubolon (1981), kurkumin dapat diguna­

kan untuk merangsang dinding kantong empedu, sehingga

pencernaan akan bekerja lebih sempurna. Tetapi pad a

pemakaian yang terlalu banyak bisa menyebabkan kekosong­

an kandung empedu. Kunyit juga mengandung minyak atsi­

ri yang mencegah keluarnya asam lambQ~g yang berlebihan

dan mengurangi peristaltik usus yang terlalu kuat.

Dilaporkan juga oleh Waard and Thio Goan 100 (1977)

bahwa kunyit dapat menyembuhkan penyakit hati dan salur­

an empedu. Kontraksi kandung empedu dipengaruhi oleh

zat warna kunyit, sedangkan peningkatan produksi cairan

empedu dipengaruhi oleh minyak atsiri yang terdapat pa­

da rimpangnya.

Srimal and Dhawan (1973) melaporkan bahwa kurkumin

mempunyai sifat anti perbarahan (anti-inflammatory),baik

Page 19: Curcuma domestica Val.

8

yang akut maupun yang kronis. Dikatakan pula bahwa

LD50 kurkumin lewat oral pada mencit adalah lebih dari

2 g/Kg.

Disamping kegunaannya dalam bidang farmasi, teks­

til dan kimia, kurkumin banyak digunakan dalam bidang

pangan sebagai pewarna makanan dan minuman seperti mar­

garin, mentega, keju, dan minuman sari buah (Anonimous,

1969; Sastrapradja, 1977b).

Umumnya kunyit diperdagangkan dalam keadaan ke­

ring. Dan untuk penggunaannya, rimpang kunyit kering

tersebut dimasak dalam air mendidih sampai lunak, kemu­

dian ditumbuk sehingga diperoleh warna kuning (Burkill,

1966).

Shankaracharya and Natarajan (1975) menuliskan

teknik pengolahan rimpang kunyit sebagai berikut: rim­

pang kunyit segar dimasak di dalam air mendidih sampai

lunak, kemudian rimpang ini dikeringkan dengan penge~

ring mekanis atau dijemur. Pemasakan rimpang dimaksud­

kan agar proses pengeringannya berjalan lebih cepat ser­

ta memberikan warna yang lebih baik. Kemudian pada,Tim­

pang kering ini dilakukan "polishing" untuk menghilang­

kan kulit arinya. Selanjutnya rimpang yang sudah' bersih

dapat diproses lebih lanjut menjadi bubuk kunyit yang

siap untuk digunakan dalam berbagai keperluan.

Sedangkan Waard and Thio Goan Loo (1977) mengemu­

kakan proses pengolahan rimpang kunyit sebagai berikut:

Page 20: Curcuma domestica Val.

9

rimpang hasil panen dikupas kulitnya, diiris tipis de-

ngan ketebalan 0.75 - 0.85 rnrn, kemudian dikeringkan

secepat mungkin. Setelah dikeringkan tebalnya tinggal

sekitar 0.65 mm. Temperatur awal pengeringan antara

50 - 55°C, dan rendemen yang diperoleh antara 10 - 15

persen dari rimpang segar. Menurut Purseglove et al.

(1981) rendemen ini berkisar antara 15 - 25 persen de-

ngan met ode pengolahan seperti yang dikemukakan oleh

Shankaraeharya and Natarajan (1975).

Rimpang kunyit kering dengan mutu tinggi memiliki

tekstur yang keras, bila dipatahkan maka bagian yang

patah itu nampak seperti ada lapisan lilin, batas en-

dodermisnya kelihatan nyata dan warnanya kuning-jingga.

Bila rimpang ini dibuat bubuk maka akan diperoleh bubuk

berwarna kuning eerah, baunya harum dengan rasa tajam

dan sedikit pahit (Burkill, 1966).

Menurut Purseglove et al. (1981) "Cured turmeric"

yaitu rimpang yang telah mengalami proses pengolahan,

biasanya disortasi menjadi tiga macam kelas mutu, yaitu:

!IF ingers" (rimpang jari)

"Bulbs" atau "Rounds"

(rimpang bulat)

diperoleh dari rimpang eabang (rim­pang anak) yang bentuknya seperti

jari. Panjangnya 2.5 - 7.5 ern dan diameternya 1 em at au lebih. Je­nis ini yang umum dijumpai di pa­

saran.

yaitu rimpang induk yang bentuknya

bulat lonjong tempat melekatnya

rimpang-rimpang jari.

Page 21: Curcuma domestica Val.

10

"Splits"

(rimpang belah)

yaitu rimpang induk yang dibe­

lah menjadi dua bagian atau le­

bih untuk mempercepat proses

pengeringan.

Jenis rimpang jari berwarna kuning menarik, baunya ha-

rum dan rasanya tidak begitu pahit. Jenis ini biasa-

nya digunakan untuk bumbu masakan. Sedangkan rimpang

bulat dan rimpang belah banyak mengandung oleoresin,

sehingga jenis ini tidak biasa digunakan sebagai bumbu,

tetapi diolah lagi untuk diambil minyak atsiri, oleo-

resin, at au zat warnanya.

Rimpang kunyit kering yang diimpor oleh Amerika

berkadar air sangat rendah, biasanya 3 - 4 persen.

Rempah-rempah lain biasanya dengan kadar air 8 - 12

persen, bahkan biji pala kadar airnya sampai 15 persen

(Anonimous, 1969).

Shankaracharya and Natarajan (1975) menganjurkan

agar rimpang kunyit kering disimpan pada kadar air

8 - 10 persen, supaya diperoleh mutu dan nilai yang

tinggi.

Mutu kunyit kering terutama dipengaruhi oleh fak-

tor intrinsik kultivar yang ditanam, umur rimpang wak­

tu dipanen, dan teknologi pengolahannya (Purseglove

et aI., 1981).

Page 22: Curcuma domestica Val.

11

C. SIJi'AT ]<'ISIKA DAN KINIA KUNYIT

Kunyit mengandung beberapa komponen, antara lain

air, pati, serat kasar, abu, oleoresin, dan minyak at-

siri. Kandungan kimia ini berbeda-beda dari berbagai

daerah penghasil kunyit, karena adanya perbedaan iklim,

keadaan tanah, dan faktor-faktor lingkungan lainnya.

Tabel 1. menunjukkan komposisi kimia bubuk kunyit.

Tabel 1. Komposisi kimia setiap 100 gram bubuk kunyit*)

Komponen Jumlah

Enersi (Kal) Total karbohidrat (g)

Serat kasar (g) Air (g)

Protein (g) Lemak (g)

Abu (g) Besi (g)

Natrium (g) Kalsium (g) Fosfor (g) Kalium (g)

Asam askorbat (mg) Thiamin (mg) Niasin (mg)

Riboflavin (mg)

Vi tamin A (IV)

*) Shankaracharya and Natarajan (1977)

390.00

69.90

6.90

5.80

8.60 8.90

6.80

2.50

0.26 0.20

0.20

0.01 49.80

47.50 0.19

0.09

175.00

Page 23: Curcuma domestica Val.

12

Kimia kunyit sudah banyak dipelajari sejak permu­

laan abad ke 19. Selama ini faktor kimia yang dianggap

sangat penting adalah zat warna kuning dan komponen ci­

ta rasa pada rimpang kunyit tersebut. Warna kuning -

jingga itu disebabkan oleh adanya turunan diferuloil­

metana yang tidak menguap dengan pemanasan (non-steam­

volatile diferuloyl methanes derivatives), dimana kur­

kumin merupakan senyawa yang dominan. Sedangkan aroma

dan cita rasa kunyit ditentukan oleh minyak atsirinya

(Purseglove et al., 1981).

Kurkumin dengan nomor indeks 75300 termasuk zat

warna alami yang diperbolehkan pemakaiannya untuk pe­

warna makanan (Anonimous, 1979).

Dari hasil penelitian Krishnamurthy et al. (1976)

ternyata bahwa pigmen yang memberi warn a kuning itu

terdiri dari tiga komponen, yang identitasnya dapat di­

lihat pad a Tabel 2.

Dengan melihat Tabel 2 nampaklah bahwa warna rim­

pang kn.nyit itu 49 persen disebabkan oleh kurkumin (bis­

(feruloyl)-metana).

Selanjutnya Krishnamurthy et al. (1976) juga menu­

liskan bahwa ketiga komponen warn a itu mempunyai absor­

bansi maksimum yang sarna pada 425 nm. Sehingga untuk

pemakaian praktis biasanya warn a kunyit diukur pada

425 nm, dan dinyatakan sebagai total warna kurkumin.

Page 24: Curcuma domestica Val.

13

Tabel 2. Total warna dan identitas yang mungkin dari ketiga komponen pigmen pad a rimpang kunyit*)

Nama senyawa

Kurkumin: bis-(feruloil)-metana

Desmetoksi kurkumin: p-hidroksi cinnamoil­feruloil metana

Bis-desmetoksi kurkumin: bis-(p-hidroksi cinnamoil) metana

Warna

kuning kemerahan

kuning kemerahan

kuning jingga

*) Krishnamurthy et al. (1976)

Total warna(96)

49.6

28.7

22.3

Kandungan kurkumin dari rimpang kunyit kering ber­

variasi antara 1.8 - 5.4 persen tergantung dari jenis

kunyit, pelarut, dan cara ekstraksinya (Krishnamurthy

et al., 1976). Sedangkan menurut Purseglove et al.

(1981) kandungan pigmen, yang dinyatakan sebagai kurku-

min, pad a rimpang kunyit kering yang diperdagangkan bia­

sanya antara 0.5 - 6.0 persen.

Jusuf (1980) melaporkan bahwa kandungan kurkumin

pada rimpang kunyit kering dari Jawa adalah 0.63 - 0.76

persen (w/w) berdasarkan analisa spektrofotometri. Se­

dangkan dengan analisa kromatografi terhadap rimpang

yang sarna, hasilnya lebih besar, yaitu 10 - 14 % (w/w).

Dari penelitian ini juga dinyatakan bahwa kadar air ku-

nyit segar berkisar antara 81.4 - 81.5 persen. Kadar

air rimpang bulat lebih rendah daripada kadar air

Page 25: Curcuma domestica Val.

14

rimpang jari, namun kandungan kurkumin rimpang bulat

lebih tinggi daripada kadar kurkumin rimpang jari.

Rumus bangun dari ketiga jenis persenyawaan kur-

kuminoid tersebut dapat dilihat pad a Gambar 2.

R 1 :

- OCH3

- OCH3

-H

HO OH ~

~ "'" """ "" 1',2-I

0, ""M../'

R2:

- OCH3 = kurkumin

-H = desmetoksi kurkumin

-H = bis-desmetoksi kurkumin

Gambar 2. Struktur pigmen kurkuminoid (purseglove et al., 1981)

Disebutkan di dalam Merck Index (Anonimous, 1976),

bahwa senyawa murni kurkumin berwarna kuning, berben­

tuk bubuk atau kristal. Titik lebur kurkumin 1830 C,

tidak larut di dalam air maupun ether. Kurkumin larut

di dalam alkohol atau asam asetat glasial, sedangkan

dalam larutan alkalis kurkumin larut dengan perubahan

warna menjadi kecoklatan. Berat molekul kurkumin ada­

lah 368.37. Jacob (1944) menyatakan bahwa kurkumin se-

dikit larut di dalam air panas.

Page 26: Curcuma domestica Val.

15

Nama trivial kurkumin menurut I.U.P.A.C. (dalam

Anonimous, 1976) adalah 1,7-bis-(hidroksi-3-metoksi -

fenil)-1,6-heptadiena-3,5 dione, atau di(4-hidroksi-3-

metoksi sina~oil)metana.

Munadjim (1979) meneliti bahwa di dalam etanol 96

persen dengan kenekatan 0.1 Yo setelah 150 hari, kurku­

min yang disimpan ternyata menunjukkan tanda-tanda ke-

rusakan.

Pada destilasi rimpang kunyit kering dihasilkan

1.3 - 5.5 persen minyak atsiri dengan bau aromatis dan

berwarna jingga kemerahan. Minyak ini di dalam perda­

gangan dikenal sebagai "Oil of Curcuma" (Guenther, 1952).

Krishnamurthy et al. (1976) melaporkan bahwa kan-

dungan minyak atsiri rimpang kunyit bervariasi ant:ara

2.5 - 7.5 persen tergantung pad a varietas kunyit dan

tempat tumbuhnya. Sifat-sifat minyak atsiri hasil pene-

litiannya dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3.

Sifat

Warna Bau Indeks refraksi

Rotasi optik

Berat jenis Kelarutan

Sifat-sifat minyak atsiri kunyit*)

Keterangan

kuning-jingga

aromatik dan "peppery" 1.5130 pada 24°C _14° pada 24°C

0.9423 pad a 24°C

1 vol. minyak larut di dalam 1.B volume 90 % etanol.

*) Krishnamurthy et al. (1976)

Page 27: Curcuma domestica Val.

16

Dikatakan bahwa waktu penyulingan minyak atsiri

kunyit lebih lama daripada lada dan kapulaga, sebab

minyak kunyit terdiri dari 85 persen turunan sesqui­

terpen yang mempunyai titik didih tinggi. Shankara­

charya and Natarajan (1975) menuliskan bahwa minyak

atsiri kunyit mengandung 10 % monoterpen, 25 % sesgui­

terpen, dan 65 % komponen teroksigenasi.

Komponen utama dari minyak atsiri ini disebut

turmerol, yaitu suatu alkohol dengan rumus molekul

C13H180 atau C14H100 (Purseglove et al., 1981). Dika­

takan juga bahwa minyak atsiri kunyit mempunyai sifat

sebagai antiseptik.

D. AKT IFITAS ANT IMIKROBE PADA REII[PAH-REMPAH

Menurut Pelczar et a1. (1977), zat antimikrobe

adalah zat yang mengganggu pertumbuhan dan aktifitas

mikrobe. Khusus untuk bakteri dinamakan antibakteri,

dan untuk kapang disebut antifungi. Sedangkan istilah

bakterisida digunakan untuk zat yang dapat membunuh

bakteri, dan bakteristatik adalah suatu keadaan yang

mencegah pertumbuhan bakteri, sehingga populasi bakte­

rinya tetap.

Telah lama diketahui bahwa beberapa jenis rempah­

rempah mempunyai sifat antimikrobe. Bahkan peneliti­

peneliti yang pertama selalu beranggapan bahwa rempah­

rempah merupakan bahan yang selalu menolak kehidupan

mikrobe (Webb and Tanner, 1945).

Page 28: Curcuma domestica Val.

17

Catatan sejarah juga menunjukkan bahwa bangsa Me­

sir kuno sudah memanfaatkan minyak atsiri dari kayu­

manis, cengkeh, dan "cassia" untuk pengawetan jenazah

(mummification). Sedangkan bangs a romawi dan Yunani

telah menggunakan berbagai minyak rempah-rempah untuk

keperluan pengobatan (Bullerman et al., 1977).

Webb and Tanner (1945) menuliskan bahwa pada per­

mulaailllya para peneliti hanya berpikir bahwa setiap

rempah-rempah selalu memiliki sifat antimikrobe, sehing­

ga penemuan Leeuwenhoek tentang adanya mikroorganisme

pada hasil infusi lada tidak diperhatikan. Sampai

akhirnya dilakukan penelitian oleh James pad a tahun

1931, dengan menginokulasikan Escherichia coli ke dalam

"nutrient broth" yang berisi kayu manis, cengkeh dan

"mustard", yang ternyata menimbulkan suatu keraguan ten­

t,ang penggunaan rempah-rempah sebagai bahan pengawet

makanan.

Memang pada akhirnya laporan para peneliti yang

kemudian, menyimpulkan bahwa tidak semlJa rempah bersifat

antimikrobe. Beberapa jenis rempah selain bersifat an­

timikrobe juga bersifat stimulator, dan sifat-sifat ini

akan timbul karena keadaan serta perlakuan tertentu yang

diberikan pad a rempah-rempah tersebut.

Bullerman (1974) meneliti bahwa kayu manis meng­

hambat pertumbuhan Aspergillus parasiticus, sehingga

dapat menekan pembentukan aflatoksin pada roti. Hasil

Page 29: Curcuma domestica Val.

18

penelitian berikutnya menunjukkan bahwa senyawa peng­

harnbat kapang itu adalah aldehida sinamat dari kayu

manis, dan eugenol dari cengkeh (Bullerman et al.,

1977).

Efek antikharnir dari rempah-rempah telah diteliti

oleh Webb and Tanner (1945). Hasil penelitian menun­

jukkan bahwa kayu manis, cengkeh, dan "allspice" meng­

harnbat pertumbuhan 6 jenis kharnir di dalam media cair;

sedangkan daun salam, paprika, jahe, lada, cabe, biji­

pala, dan "mustard" tidak menghambat pertumbuhan kha­

mir tersebut. Disimpulkan bahwa rempah-rempah bersifat

antikhamir pada kondisi tertentu, tetapi pada konsen­

trasi yang rendah, khamir marnpu beradaptasi sehingga

dalam beberapa hal justru menstimulir pertumbuhannya.

Lovell (1937) melaporkan bahwa uap bawang bombay

bersifat bakterisidal, tetapi tarafnya lebih lemah da­

ripada uap bawang putih. Penelitian Johnson and Vaughn

(1969) menunjukkan bahwa bubuk bawang putih dan bawang

bombay yang direkonstitusi secara segar memberikan

efek bakterisidal pada Salmonella typhimurium dan

E. coli. Sel bakteri yang dalarn keadaan aktif, misal­

nya di dalam medium cair, lebih tahan terhadap kedua

jenis bawang tersebut daripada sel bakteri yang dalam

keadaan istirahat, misalnya di dalam larutan garam fi­

siologis.

Page 30: Curcuma domestica Val.

19

Shashikant et al. (1981) rnenyatakan bahwa ekstrak

bawang putih segar yang disirnpan pada suhu rendah, si­

fat antibakteri dan antifunginya lebih tahan lama dari­

pada yang disirnpan pad a suhu tinggi. Dikatakan juga

bahwa ekstrak bawang putih yang dirnasak justru rnemberi­

kan efek stirnulasi yang nyata.

Ekstrak bawang putih pada konsentrasi 4 % (v/v)

menghambat secara total pertumbuhan Salmonella typhosa,

Shigella dysenteriae, Escherichia coli, dan Staphylo­

coccus aureus; sedangkan bawang bombay mempunyai efek

antibakteri yang lebih lernah. Dari penelitian ini juga

didapatkan bahwa ekstrak cabe dan "radish" dapat rne­

rangsang perturnbuhan ~. typhosa, sedangkan ~. dysente­

riae dan ~. aureus dapat dirangsang oleh ekstrak "tur­

nip" (Al-delairny and Ali, 1970).

Al-delaimy and Ali (1970) selanjutnya menuliskan

bahwa senyawa yang bersifat bakterisidal at au bakteri­

statik pada sayur-sayuran hiasanya hilang selama prose­

dur ekstraksi dan penyimpanan. Oleh karena itu metode

dan saat persiapan ekstrak, lama dan suhu penyirnpanan,

serta konsentrasi ekstrak sangat mempengaruhi efektifi­

tas antibakterinya.

Zaika and Kissinger (1981) melaporkan bahwa peru­

bahan konsentrasi "oregano" dapat mempengaruhi stimula­

si maupun penghambatan pada produksi asam dan viabili­

tas sel Lactobacillus plantarurn dan Pediococcus cerevi­

siae. Sifat penghambatan ini dapat dihilangkan dengan

Page 31: Curcuma domestica Val.

20

pemasakan di dalam otoklaf atau diekstraksi dengan pe­

larut organik. Residu dari ekstraksi tersebut bersi­

fat stimulasi pada kedua jenis bakteri itu. "Oregano"

sendiri lebih bersifat menghambat p. cerevisiae dari­

pada L. plantarum.

Basil yang sebanding juga dilaporkan oleh Ingolf

and Skjelkvale (1982) bahwa bumbu sosis merangsang

pertumbuhan 1. plantarum dalam proses fermentasi sosis

kering. Sedangkan oleoresin bumbu tersebut tidak mem­

pengaruhi pertumbuhan bakteri tersebut. Nampaknya re­

sidu bumbu sosis, yang bebas oleoresin, memang bersifat

stimulator bagi 1. plantarum.

Beuchat (1976) melaporkan bahwa bubuk cabe rawit,

paprika, bubuk bawang bombay, dan bubuk bawang putih

memiliki sifat antibakteri yang sangat lemah terhadap

Vibrio parahaemolyticus. Rempah-rempah ini pada kon­

sentrasi lebih dari 1 % masih menampakkan daya pengham­

batan yang lemah. Biji pala, bubuk kare, lada, dan

"mustard" memperlihatkan sifat antibakteri yang lebih

kuat pada konsentrasi yang sarna. Sedangkan "oregano"

sangat kuat sifat ant ibakterinya , sehingga pada konsen­

trasi 0.5 % saja sudah bersifat sangat hakterisidal pa­

da bakteri tersebut.

Kuhon (1982) menuliskan bahwa di dalam kencur,

temulawak, maupun biji pala terkandung minyak-minyak

atsiri. Kebanyakan rempah-rempah tersebut berfungsi

Page 32: Curcuma domestica Val.

sebagai penghambat pertumbuhan mikrobe pembusuk. Te­

tapi diduga pada kadar yang rendah, senyawa-senyawa

penghambat itu bahkan menstimulir pertumbuhan mikrobe.

21

Pertumbuhan saccharomyces Dombe pada masing­

masing komponen bumbu dalam pembuatan anggur beras ken­

cur telah dilaporkan oleh Kuhon (1982), dan ternyata

bahwa "laju pertumbuhan spesifik" (logaritma jumlah sel

akhir dibagi dengan logaritma jumlah sel awal selama

periode waktu tertentu) tertinggi pada kencur dan madu,

masing-masing 6.5, kemudian berturut-turut temulawak

(2.5), biji pala (2.0), dan jeruk nipis (1.0).

"Norhydroguaiaretic acid" (NDGA), yaitu suatu

antioksidan, ternyata mempunyai sifat antimikrobe yang

kuat (Shih and Harris, 1977). Selanjutnya peneliti ini

mengatakan bahwa kurkumin dan asam klorogenat merupa­

kan antioksidan alami yang strukturnya mirip dengan

NDGA, sehingga merupakan suatu hal yang menarik untuk

diteliti sifat antimikrobenya.

Hasil penelitian Ramprasad and Sirsi (1956) menun­

jukkan bahwa kurkumin mempunyai daya antimikrobe, teru­

tama terhadap bakteri Micrococcus pyogenes var. aureus.

Dikatakan bahwa natrium kurkuminat dapat menghambat

pertumbuhan bakteri tersebut secara spesifik in vitro

dalam larutan 1 ppm. Selanjutnya ditambahkan bahwa

kurkumin diduga merupakan senyawa yang ideal untuk pe­

ngobatan infeksi yang disebabkan oleh jenis-jenis bak­

teri stapilokokus.

Page 33: Curcuma domestica Val.

22

Karena kurkumin adalah suatu persenyawaan fenolik,

maka mekanisme kerjanya sebagai antimikrobe akan mirip

dengan sifat persenyawaan fenol lainnya. Pelozar et al.

(1977) menyatakan bahwa senyawa fenol mungkin memati­

kan mikrobe dengan cara mendenaturasikan protein sel,

dan merusak membran sel. Suatu jenis persenyawaan fe­

nol yang sangat bakterisidal yaitu heksilresorsinol,

bekerja sebagai antimikrobe dengan cara menurunkan te­

gangan permukaan.

Persenyawaan fenol sebagai desinfektan bersifat

aktif terhadap sel vegetatif bakteri, tetapi tidak ak­

tif terhadap spora lilakteri. Persenyawaan ini bersifat

fungisidal dan antivirus. Keaktifannya menurun dengan

adanya pengenceran, kecuali heksakhlorofan (suatu bis­

fenol); keaktifan ini juga berkurang akibat reaksi de­

ngan berbagai senyawa organik lain. Persenyawaan fenol

menunjukkan keaktifan tertinggi pada pH asam (Hugo and

Russel, 1981).

Hugo and Russel (1981) juga menuliskan bahwa subs­

titusi dengan alkil dan halogen pada persenyawaan fenol

dapat meningkatkan aktifitas antibakterinya; mengu­

rangi kelarutannya dalam air, sifat kaustik (seperti

sabun) , dan sifat toksiknya. Persenyawaan bis-fenol

pada umumnya lebih aktif daripada yang monofenol.

Page 34: Curcuma domestica Val.

23

E. BAKTERI

Bakteri merupakan mikroorganisme bersel satu de­

ngan dinding sel yang kaku. Diameter bakteri sejati

(Eubacteria) biasanya tidak lebih dari 2 - 3 mikron;

bersifat motil bila berflagela, prokariotik dan umumnya

berkembang biak dengan membelah diri (Pelczar et al.,

1977).

Pelczar et al. (1977) menuliskan bahwa dunia bak­

teri sangat beraneka ragam, baik bent uk morfologi mau­

pun sifat fisiologisnya. Dalam hal memproduksi enersi,

bakteri ada yang bersifat ototrof dan heterotrof. Bak­

teri ototrof yang dapat memanfaatkan sinar matahari se­

bagai sumber enersinya disebut bakteri tingkat tinggi,

sedangkan sisanya merupakan bakteri sejati (true bacte­

ria).

Berdasarkan sifat atau komponen dinding selnya,

bakteri dapat dibedakan menjadi bakteri gram positif

dan bakteri gram negatif. Perbedaan pokok dari kedua

macam bakteri tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.

Di dalam "Bergey's Manual of Determinative Bacte­

riology" edisi ke-8, dunia bakteri dibagi menjadi 19

bagian. Perbedaan dari bagian-bagian ini meliputi

struktur morfologi, sifat gram, sifat fisiologis, dan

sifat genetis dari bakteri tersebut.

Salmonella gallinarum dan Escherichia coli merupa­

kan bakteri gram negatif berbentuk batang dan tidak

Page 35: Curcuma domestica Val.

24

membentuk sp~ra. Kedua macam bakteri ini bersifat fa-

kultatif anaerob. Streptococcus faecalis dan St.aphylo­

coccus aureus merupakan bakteri gram positif berbentuk

kokus, sedangkan Bacillus subtilis dan Lactobacillus -

acidophilus merupakan bakteri gram positif berbentuk

batang. S. faecalis dan !!. acidophilus merupakan bak­

teri asam laktat (Anonimous, 1974).

Tabel 4. Perbedaan antara bakteri gram positif dan gram negatif*)

Karakteristik Perbedaan relat1f Gram positif Gram negatif

1- Komposisi dinding lipid rendah lipid tinggi sel ( 1 - 4 %) ( 11 - 22 %)

2. Ketahanan terhadap kurang tahan lebih tahan penisilin

3. Penghambatan oleh nyata kurang meng-zat pewarna basa hambat

4. Ketahanan pada lebih tahan kurang tahan kerusakan fisik

*) Pelczar et al. (~ 977)

Page 36: Curcuma domestica Val.

III. BAHAN DAN METODE PENELITIM~

A. BAHAN

Bakteri

Bakteri yang digunakan terdiri dari 6 jenis yang

diperoleh dalam bentuk bakteri kering beku (liofil) da­

ri Balai penelitian Penyakit Hewan (Bakitwan), Bogor.

Keenam jenis bakteri tersebut adalah:

- Staphylococcus aureus (Neotype strain)

Culture Collection (BTCC) No.6, tanggal Bogor Type

kultur:1982.

- Streptococcus faecalis (Andrewes and Horder); BTCC No. 10, tanggal kultur:Juni 1982.

- Salmonella gallinarum (Klein) Bergey et al.; BTCC No. 40, tanggal kultur:Desember 1982.

- Escherichia coli (strain Macleod); BTCC No. 647, tanggal kultur:1983.

- Bacillus subtilis (strain Marburg);

BTCC No. 25, tanggal kultur:1982.

- Lactobacillus acidophilus (strain Scav);

BTCC No. 578, tanggal kultur:Maret 1983.

Media

Komposisi media cair yang digunakan terdiri dari

8 gram nutrient broth (DIFCO 0003), 5 gram glukosa

(Wako Pure Chemical Industries, Japan), dan 1 liter air

destilata.

Media padat untuk menghitung koloni adalah Plate

Count Agar (PCA) DIFCO 0479.

Page 37: Curcuma domestica Val.

Larutan Pengencer

Untuk pengenceran suspensi bakteri digunakan pe­

ngencer berbufer fosfat dengan pH 7 (Fardiaz, 1982).

Bubuk Kunyit

26

Rimpang kunyit segar jenis rimpang jari diperoleh

dari Pasar Bogor. Rimpang segar ini selanjutnya diolah

menjadi bubuk kunyit (75 mesh), disimpan di dalam wadah

yang tertutup rapat dan tidak tembus cahaya.

Alat-Alat

Peralatan yang digunakan untuk penelitian ini se­

bagian besar diperoleh dari Laboratorium BPPHP - IPB,

dan sebagian lagi dari Laboratorium Pusbangtepa - IPB,

Bogor. Alat-alat tersebut antara lain: "Clean Bench"

(ruang aseptik yang dilengkapi dengan lampu UV dan

penghembus udara steril), inkubator, oven untuk steri­

lisasi kering, inkubator b'ergoyang, "test tube shaker",

otoklaf, "Spectronic 20" (Bausch & Lomb), lemari es,

pH-meter, mikroskop, "Colony counter", cawan petri,

erlenmeyer, tabung reaksi, neraca analitik, pipet biasa,

"Finn pipette", oven pengering, "golf stick" (spreader),

pipet injektor, jarum Ose, gergaji ampul, "Alumunium -

foil", gelas ukur, corong, kertas saring (Toyo Filter

Paper 15 Cm No.1; qualitative, by Toyo Roshi Co., LTD,

Tokyo), dan peralatan penunjang lainnya.

Page 38: Curcuma domestica Val.

27

Untuk menggiling rimpang kunyit kering hingga men-

jadi bubuk kunyit, digunakan "Hammer Mill" (Pilot Plant

Engineering & Equipment, west Germany) dan "Plate Grind­

ing ~jachine" (Vibra machinen fabrik). Kedua alat ini

milik Pusbangtepa - IPB.

B. METODE PENELITIAN

Pembuatan Bubuk Kunyit.

Rimpang segar diolah menjadi bubuk kunyit dengan

prosedur sebagai berikut:

Rimpang segar (rimpang jari)

! Dicuci sampai bersih

! Dikukus sampai agak lunak (30 menit)

! Dibelah membujur (menjadi 2 bagian)

! Dijemur (sampai kering)

! Digiling dengan "Hammer Mill" (40 - 60 mesh)

l Digiling lagi dengan "Plate Grinding Machine" (sampai 75 mesh)

~ Bubuk kunyit

~ Disimpan di dalam wadah tertutup rapat dan tidak tembus cahaya

Gambar 3. Skema cara pembuatan bub uk kunyit

Page 39: Curcuma domestica Val.

28

Aktifasi Liofil

Aktifasi liofil dimaksudkan untuk mengaktifkan

bakoeri kering beku sehingga siap dipakai untuk peneli-

tian. Pekerjaan ini meliputi pemecahan ampul, pemin-

dahan ke media cair, media padat, dan inkubasi pada su­

hu 37°C selama 24 jam. Basil inkubasi selanjutnya di-

pindahkan pada Agar Miring, dan diinkubasikan pada su­

hu 37°C, selama 24 jam; selanjutnya digunakan sebagai

inokulan pada penelitian ini (Gambar 4).

Liofil

1 d <::i Digergaji secara aseptik

dan dipatahkan '. 1 (J / 'T~b'l.n k.p", poli.,_

t! / TMi ''''M .- oUr

~ 0 Pemindahan bakteri ke media

boa my.! cair dan media pada t

'; 1 Inkubasi (37°C; 2J. jam)

1 Penggoresan pada Agar Miring (PCA)

1 Stok bakteri yang siap di~an (disimpan pada suhu 4 - 5 C)

Gambar 4. Aktifasi liofil

Page 40: Curcuma domestica Val.

29

Persiapan Medium

1. Medium Untuk Pengamatan Viabilitas Sel

Bubuk kunyit ditimbang dengan neraca analitik,

dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan me-

dium cair sehingga konsentrasinya berturut-turut 0,

2, 4, dan 7 gram per liter medium cairo Medium ke­

mudian disterilkan (120°C; 15 menit). Medium yang

sudah steril didinginkan (50 - 70°0) dan disaring

dengan kertas saring secara aseptik.

Filtrat yang diperoleh kemudian dipindahkan ke

dalam erlenmeyer ukuran 300 ml, masing-masing seba-

nyak 100 ml. Media ini sekaligus dibuat rangkap dua

(ulangan I dan Ulangan II yang dilakukan bersamaan).

Secara sederhana persiapan media tersebut dapat

dilihat pada gambar berikut:

Kegunaan o 2 4 7

Ulangan I

Ulangan II

2. Medium Untuk Turbimetri

Bubuk kunyit ditimbang dengan neraca analitik,

dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan

Page 41: Curcuma domestica Val.

30

medium cair sehingga konsentrasinya berturut-turut:

0, 1, 2, 3, 5, 7, dan 9 gram per liter media cairo

Medium tersebut kemudian disterilkan (120oC; 15 me-

nit). Medium yang sudah steril tersebut didinginkan

(50 - 70oC) dan disaring dengan kertas saring seca-

ra aseptik.

Filtrat yang diperoleh kemudian dipindahkan ma-

sing-maSing sebanyak 5 ml dengan menggunakan injektor

(yang sudah disterilkan) ke dalam tabung-tabung re-

aksi bertutup yang sudah steril.

Sistematika pengisiannya adalah sebagai berikut:

Inokulan 0 1 2 3 5 7 9

Blanko 0 0 0 0 0 0 0

S. aureus 0 0 0 0 0 0 0

§.. faecalis 0 0 0 0 0 0 0

S. gallinarum 0 0 0 0 0 0 0

E. coli 0 0 0 0 0 0 0

B. subtilis ° 0 0 0 0 0 0

L. acidoEhilus 0 0 0 0 0 0 0

Pengamatan turbiditas dilakukan setelah waktu

inkubasi 18, 24, 48, dan 72 jam untuk semua bakteri

dan semua konsentrasi. Sehingga untuk seluruh pe-

ngamatan diperlukan tabung bertutup sebanyak (7 x 7)

x 4 = 196 buah. Masing-masing konsentrasi mempunyai

blanko tersendiri.

Page 42: Curcuma domestica Val.

31 Persiapan Kul tur

1. Kultur Untuk Pengukuran Viabilitas Sel

Terlebih dahulu dibuat biakan agar miring baru,

yaitu menggoreskan biakan dari stok bakteri pada

agar miring yang masih baru, dan diinkubasikan pada

suhu 370 C selama 24 jam. Jadi biakan tersebut meru-

pakan aktifasi awal dari stok bakteri yang telah di­

o simpan pada suhu 4 - 5 C.

Dari biakan tersebut diambil 1 mat a Ose dan di-

inokulasikan pad a media cair di dalam tabung reaksi.

Tabung ini berisi 5 ml media cairo Selanjutnya ta-

bung yang sudah diinokulir ini diinkubasikan di da­

lam inkubator bergoyang (120 rpm) selama 18 jam pada

suhu 37°C.

Kultur goyang ini kemudian diinokulasikan ke

dalam medium yang sudah dipersiapkan sebelumnya.

Jumlah inokulan diatur sedemikian rupa sehingga di-

peroleh konsentrasi awal pada medium tersebut seki­

tar 104 - 105 sel/ml.

Berdasarkan penelitian pendahuluan, ternyata

langkah-langkah pada Gambar 5 memberikan konsentrasi

bakteri awal sekitar 104 - 105 sel/ml.

Untuk bakteri-bakteri yang lain juga mengikuti

prosedur yang sarna. Medium yang sudah diinokulasi

tersehut diinkubasikan secara statik dan dilakukan

penghitungan jumlah bakteri dengan pencawanan.

Page 43: Curcuma domestica Val.

I 0.1 'lIll

o 00 00 0 0

o 0 o 0 000

o 0 a 0 o 0 0 0

o 0 & 0 0 0 0 0 0 o exPO 0>

stok bakteri

1 Biakan agar miring baru

1 Inokulasi medium cair

1 Kultur goyang (37°C; 18 jam)

Pengenceran 10-2

Inokulasi media cair di dalam erlenmeyer (masing-masing 0.1 ml)

1 Inkubasi statik (37°C; 0, 24, 48, dan 72 jam)

1

32

\)0 0 0 o Perhitungan jumlah koloni

Gambar 5. Persiapan kultur untuk analisa viabilitas sel

Page 44: Curcuma domestica Val.

33

2. Kultur Untuk Pengukuran Turbidimetri

Masing-masing bakteri dari biakan agar miring

segar diambil satu mata Ose dan diinokulasikan ke

dalam medium cair di dalam tabung reaksi. Tiap ta­

bung berisi 5 ml medium cairo Kemudian keenam ta­

bung yang sudah diinokulasi tersebut diinkubasikan

di dalam inkubator bergoyang selama 18 jam pada 37°C.

Setelah inkubasi, masing-masing biakan di dalam

tabung itu diambil sebanyak 0.1 ml dan dimasukkan ke

dalam 100 ml pengencer. Sesudah dikocok merata, ma­

ka dari masing-masing bakteri ini diinokulasikan se­

banyak 0.1 ml ke dalam tabung-tabung yang berisi me­

dia sesuai dengan sistematika pada persiapan medium.

Tabung-tabung yang sudah diinokulasi maupun yang

tidak diinokulasi (blanko) diinkubasikan dalam keada­

an statik pada 37°C, dan pengukuran "optical density"

(OD) dilakukan setelah 18, 24, 48, dan 72 jam inku­

basi, yaitu dengan terlebih dahulu dikocok dengan

"test tube shaker". Nilai OD pada 0 jam dianggap O.

Karena absorbsi maksimum dari larutan kurkumin

adalah pada panjang gelombang 425 nm (Krishnamurthy

et al., 1976), maka untuk pengukuran OD dipakai pan­

jang gelombang 660 nm supaya absorbsi oleh zat warna

kunyit minimum, sehingga dapat diharapkan bahwa peru­

bahan nilai OD hanya diakibatkan oleh perubahan keke­

ruhan (perubahan jumlah sel bakteri).

Page 45: Curcuma domestica Val.

0 ·5 V,) 0

A

Stok bakteri

1 Biakan agar miring baru

1 Inokulasi medium cair

1 Kultur goyang (37°C; 18 jam)

j Pengenceran

1 Inokulasi pada medium

34

di dalam tabung bertutup

1 Ink/?-basi statik (37 c; 18, 24, 48, dan 72 jam)

1 Pengocokan dengan "test tube shaker"

1 Pengukuran OD dengan Spectronic 20 (A = 660 nm)

Gambar 6. Persiapan kultur untuk analisa turbidimetri

Page 46: Curcuma domestica Val.

35 Analisa

Analisa yang digunakan untuk menilai efek penambah­

an bubuk kunyit terhadap pertumbuhan keenam jenis bak­

teri itu adalah viabilitas sel. Viabilitas sel terse­

but dicerminkan oleh jumlah koloni yang terbentuk tiap

ml suspensi bakteri di dalam medium pada berbagai pe­

riode inkubasi (0, 24, 48, dan 72 jam). Pencawanan pa­

da inkubasi 0 jam ditujukan untuk melihat jumlah bakte­

awal (sesaat setelah diinokulasi).

Pencawanan dilakukan dengan cara penyebaran

(spread plate method). Sebanyak 0.1 ml suspensi bakte­

ri disebarkan di atas permukaan agar cawan yang sudah

beku dengan menggunakan "golf stick" (spreader) dari

kaca. Pengenceran suspensi dibuat sedemikian sehingga

jumlah koloni yang terbentuk pada agar cawan terletak

di antara 30 - 300. Perhitungan jumlah koloni dilaku­

kan setelah inkubasi pada 370 C selama 24 jam dengan

menggunakan metode standar yang ditulis oleh Fardiaz

(1982) .

Khusus untuk ;g. subt.ilis setelah dilakukan penye­

baran, juga diberi "overlay" dengan media yang sarna se­

tebal + 3 mm. Hal tersebut dilakukan untuk memperoleh

koloni yang kompak (tidak menyebar) sehingga memudah­

kan perhitungan.

Analisa turbidimetri hanya merupakan analisa pe­

nunjang yang dalam batas-batas tertentu masih dapat di­

gunakan untuk mendukung analisa viabilitas sel.

Page 47: Curcuma domestica Val.

IV.

HA

S IL

DAN PEJVlBAHASAN

A.

HA

SIL H

asil

uji

via

bilita

s sel

din

yata

kan

se

bag

ai

Laju

Pertu

mb

uh

an S

pesifik

(L

PS

) y

ang

meru

pak

an h

asil

bag

i

dari

log

aritm

a

jum

lah sel

ak

hir

den

gan

lo

garitm

a

jum

­

lab

sel

awal

selama

perio

de

wak

tu te

rten

tu.

Un

tuk

le­

bih

je

lasn

ya d

ap

at

diru

mu

skan

se

bag

ai

berik

ut:

log

(ju

mlah

se

l/ml)

pad

a p

erio

de

t LPS

=

log

(ju

mlab

se

l/ml)

pad

a p

erio

de

0 (aw

al)

Misaln

ya LPS

pad

a 24

jam =

1

, b

era

rti ju

mlah

b

ak­

teri y

ang

hid

up

p

ada

24 jam

itu

sarna d

eng

an

jum

lah

bak

-

teri

pad

a jam

ke-O

(se

saat

sete

lah

in

ok

ula

si). Ja

di

bak

teri

terse

bu

t b

era

da

dalam

k

eadaan

sta

tik.

Perio

de w

aktu

yan

g d

iam

ati

un

tuk

u

ji v

iab

ilitas

sel

ad

ala

h:

0,

24

, 4

8,

dan

72

jam.

Hasil

perh

itun

gan

jurn

lah k

olo

ni

rneru

pak

an ra

ta-ra

ta d

ari

du

a k

ali

ula

ng

­

an,

dirnana m

asing

-rnasin

g

ulan

gan

d

ian

alis

a se

cara

d

up

lo.

Via

bilita

s S

el

1.

Stre

pto

co

ccu

s fa

ecal is

Pad

a 24

jam

pertarn

a te

rny

ata

k

on

sen

trasi

bubuk

ku

ny

it sa

ng

at

berp

eng

aruh

te

rhad

ap

LPS b

ak

teri

ini.

LPS p

ada

ko

nse

ntra

si k

un

yit

2 gil

ham

pir

sarna d

eng

an

LPS k

on

trol

(ko

nse

ntra

si k

un

yit

=

0 g

il). T

eta

pi

de­

ng

an

4 g

il su

dah

terh

arnb

at p

ertum

bu

han

ny

a (G

ambar

7).

Page 48: Curcuma domestica Val.

LPS

2.0

1;5

peri

od

e w

aktu

in

ku

basi

(j

am)

Gam

bar

7.

His

tog

ram

hub

unga

n la

ju p

ertw

nb

ull

an s

pesi

fik

§..

:L:a

ecal

is

dong

an p

erio

de

wak

tu i

rueu

bas

iny

a

Ko

nse

ntr

asi

bubu

le

ku

ny

it

(J;;

/l)

~: 0

0

: 2

/,

.:4

~:'7

VJ

--J

Page 49: Curcuma domestica Val.

38

Dengan bertambahnya waktu inkubasi (48 dan 72

jam) terlihat bahwa LPS kontrol terus menurun, demi­

kian juga LPS pada konsentrasi kunyit 2 gil. Seba­

liknya pada konsentrasi yang semakin besar menunjuk­

kan aktifitas pertumbuhan yang nyata pada bakteri

tersebut.

Diduga bahwa selama periode 24 - 72 jam, bakte­

ri yang tumbuh pada medium kontrol dan medium yang

mengandung kunyit dalam jumlah kecil (2 gil) telah

memasuki fase kematian, sedangkan yang turnbuh pad a

kunyit 4 gil atau 7 gil masih berada dalam fase 10-

garitmik. Keadaan ini menunjukkan bahwa adanya bu­

buk kunyit dengan konsentrasi 4 gil atau 7 gil ber­

sifat memperpanjang fase lag bakteri tersebut.

Mungkin fase adaptasi ini akan semakin panjang de­

ngan semakin tingginya konsentrasi bubukkunyit.

2. Staphylococcus aureus

Dari Gambar 8 terlihat bahwa pada 24 jam inku­

basi, adanya kunyit bersifat menghambat pertumbuhan

bakteri ini. Semakin tinggi konsentrasi kunyit, ma­

ka semakin besar pula daya hambatnya. Keadaan ini

berlangsung relatif sarna sampai 48 jam inkubasi.

Tetapi pada 72 jam inkubasi, terlihat bahwa

LPS bakteri yang tumbuh pada medium yang mengandung

kunyit lebih besar daripada LPS bakteri yang tumbuh

pada medium kontrol.

Page 50: Curcuma domestica Val.

LPS

2.0

1.5

peri

od

e w

aktu

in

ku

basi

(j

am)

Gam

baI'

8.

lIis

tog

ram

hub

unga

n la

ju p

,ert

wnb

uhan

sp

esif

ik g

. au

reu

s d

eng

an p

er:L

ocie

wak

tu i

nk

ub

asin

ya

Ko

nse

ntr

asi

bubw

{ k

un

yit

(g

il)

~:o

D:

2 .:1+

~: 7

'-'"

co

Page 51: Curcuma domestica Val.

40

3. Salmonella gallinarum

pada 24 jam pertama, konsentrasi bubuk kunyit

sebesar 2 gil tidak mempengaruhi pertumbuhan bakte­

ri ini, tetapi pada konsentrasi 4 gil at au 7 gil

terhambat pertumbuhannya. Pada periode waktu inku­

basi yang lebih lama, adanya kunyit justru bersifat

stimulator bagi S. gallinarum (Gambar 9).

4. Escherichia coli

Bakteri ini sangat tahan terhadap kunyit, per­

tumbuhannya baru terhambat dengan konsentrasi bubuk

kunyit 7 gil pad a 24 jam inkubasi. Pada inkubasi

48 jam, adanya kunyit hampir tidak mempengaruhi per­

tumbuhannya. Dan pada 72 jam inkubasi ternyata via­

bilitas bakteri yang tumbuh pad a medium yang mengan­

dung kunyit justru lebih besar daripada viabilitas

bakteri yang tumbuh pada medium kontrol (Gambar 10).

5. Bacillus subtilis

Konsentrasi bubuk kunyit sebesar 2 gil sudah

bersifat bakterisidal bagi bakteri ini. Hal ini

terlihat dari Gambar 11. Sampai inkubasi 72 jam

tidak terlihat adanya kehidupan dari bakteri pemben­

tuk spora ini, sedangkan bakteri yang tumbuh pada

medium kontrol relatif konstan LPS nya selama perio­

de inkubasi. Ternyata bahwa B. subtilis sangat sen­

sitif terhadap kunyit.

Page 52: Curcuma domestica Val.

LPS 2.0

1.5

:-

24

48

72

peri

od

e u

aktu

in

ku

bn

si

(jam

)

Gam

bar 9

. H

isto

gra

m h

ub1.

U1g

an l

aju

per

tUln

buha

n sp

esi

fik

2'

gall

inarw

n

denG

an

per

iod

e ;m

ktu

in

ku

bas

iny

a

Ko

nse

ntr

asi

bubu

le k

un

yi t

(g

il)

~: 0

0

: 2

g:

4 1m

: 7

+- ~

Page 53: Curcuma domestica Val.

LPS

2.0

1.5

T

~:=J

illl

""ro

J _ .

.c~

_ III

IIIIII

~I.

~

!1II11

11~B%1

24

48

72

per

iod

e w

aktu

in

ku

bas

i (j

am)

Gam

bar

10

. H

isto

gram

hub

unga

n la

ju p

ert

umbu

han

s.pe

sifD

c 1:;

. co

li

deng

an p

erio

ds

wak

tu l

lllc

ubas

inya

Ko

nse

ntr

asi

bubu

k k

un

yit

(g

il)

~: 0

0

: 2

OJ: 4

~: 7

.,.,.

[\)

Page 54: Curcuma domestica Val.

LPS

2.0

1.5

T

~

~

~ ..

, ,

, 24

48

72

p

eri

od

e w

aktu

in

ku

basi

(j

am)

Gam

bar

His

tog

ram

hub

tUlg

an l

aju

per

tum

bu

ban

sp

esi

fik

B.

su

bti

lis

deng

an p

erio

de

wak

tu i

nlm

bas

iny

a -

Ko

nse

ntr

asi

bubu

k k

un

yit

(g

il)

~: 0

0

: 2

1]:

4 m:

7 +>

v

J

Page 55: Curcuma domestica Val.

44

6. Lactobacillus acidonhilus

Selama periode inkubasi ternyata adanya kunyit

sebesar 2 gil sudah bersifat bakterisidal bagi bak­

teri tersebut. Meskipun demikian mikrobe ini lebih

tahan terhadap kunyit bila dibandingkan dengan

B. subtilis (LPS ~. subtilis = 0; LPS~. acidophi­

lus sekitar 0.64). Hal ini dapat terlihat jelas

dengan membandingkan Gambar 11 dan 12.

Turbidimetri

Hasil pengukuran turbidimetri dari ~. faecalis,

S. aureus, ~. gallinarum, dan E. coli memperlihatkan

pola peningkatan nilai OD dengan semakin lamanya inku­

basi pad a masing-masing konsentrasi kunyit (pada selang

2 gil - 9 gil).

Sebaliknya nilai OD dari L. acidophilus dan

B. subtilis memperlihatkan pola yang konstan (OD = 0)

pada selang konsentrasi bubuk kunyit 2 gil - 9 gil.

Kunyit pada konsentrasi rendah sekali (1 gil) ber­

sifat meningkatkan nilai OD pada semua jenis bakteri

yang dicoba dengan semakin lamanya waktu inkubasi. Di­

duga pada konsentrasi ini kunyit bersifat memacu per­

tumbuhan semua jenis bakteri yang digunakan di dalam

penelitian ini (Tabel 5).

Kenaikan nilai OD pada S. faecalis, S. aureus,

S. gallinarum, dan ~. coli hanya menunjukkan pertumbuh­

an yang semu. Sebab hasil uji viabilitas tidak

Page 56: Curcuma domestica Val.

LPS

2.0

1.0

0.5

24

4B

72

peri

od

e w

aktu

in

ku

basi

(j

am)

GW

llbar

1

2.

His

tog

rwn

hu

bu

ng

an l

aju

per

tum

bu

ban

sp

esif

ik )

;,. acidop~ilus

den

gan

peri

od

s \l

aktu

in

lru

basi

ny

a

Ko

nso

ntr

asi

bub

w(

ku

ny

it

(gil

) ~: 0

D

: 2

U:

4 ~: 7

-P

o V

l

Page 57: Curcuma domestica Val.

46

Tabe15 • Hasil pengama.:tan nilai OD pads. pengukuran turbidimetri

Bakteri inkubasi bubuk kunyit (gil) (jam)

0 1 2 .3 5 7 9

18 0.39 0.52 0.15 0.01 0 0 0

24 0 • .38 0.55 0.54 0.17 0 0 0 §.. faecalis

48 0.35 0.59 0.60 0.58 0.50 0.50 0 • .31

72 0.40 0.62 0.64 0.63 0.57 0.56 0.51

18 0.38 0.51 0 • .36 0.04 0 0 0

24 0.37 0.56 0.52 0.34 0.02 0 0 ~. aureus

48 0.36 0.63 0.60 0.54 0.46 0.44 0.35

72 0.40 0.65 0.62 0.57 0.53 0.5.3 0.50

18 0.08 0.10 0 0 0 0 0

24 0.09 0.12 0.01 0 0 0 0 ~. gallinarum 48 0.09 0.14 0.01 0.01 0.10 0.09 0.07

72 O.ll 0.14 O.ll 0.10 0.1.3 0.12 0.15

18 0.42 0.51 0.12 0 0 0 0

24 0.37 0.55 0.53 0.1.3 0 0 0 ];. coli 48 0.37 0.58 0.60 0.58 0.47 0.49 O.ll

72 0.39 0.60 0,66 0.63 0.57 0.56 0.49

18 O.ll 0 0 0 0 0 0

24 0.14 0.04 0 0 0 0 0 ~. subtilis

48 0.16 0.57 0 ·0 0 0 0

72 0.21 0.64 0 0 0 0 0

18 0.12 0.01 0 0 0 0 0

24 0.13 0.01 0 0 0 0 0 1. acidophilus 48 0.10 0.25 0 0 0 0 0

72 0.14 0.20 0.01 0 0 0' 0

Page 58: Curcuma domestica Val.

47

menunjukkan kenaikan LPS yang berarti bagi keempat je­

nis bakteri tersebut, bahkan pada 24 jam inkubas~ semua

jenis bakteri terhambat pertumbuhannya dengan adanya

bubuk kunyit 2 gil - 7 gil.

Jadi dalam hal ini kenaikan nilai OD bukan meru­

pakan indikator terjadinya kenaikan viabilitas sel.

Nilai OD hanya men~~jukkan tingkat kekeruhan. Kekeruh­

an ini dapat diakibatkan oleh sel yang sudah mati mau­

pun oleh sel yang masih hidup.

Meskipun analisa turbidimetri ini hanya merupakan

analisa penunjang, namun pola nilai OD-nya dapat mem­

berikan petunjuk sifat bakterisidal kunyit pada suatu

bakteri tertentu.

Bakteri-bakteri yang mati karena adanya kunyit

(1. acidophilus dan ~. subtilis) rnernberikan pola OD

yang konstan dan bernilai nol atau mendekati nol sela­

rna periode waktu inkubasinya. Sebaliknya bakteri-bak­

teri yang hanya terharnbat pertumbuhannya ~~tuk semen­

tara waktu saja, rnenunjukkan pola OD yang meningkat

dengan makin lamanya waktu inkubasi (Tabel 5).

Nilai pH Medium

Pengukuran pH medium pad a setiap konsentrasi bu­

buk kunyit menunjukkan bahwa pH medium menurun dengan

bertarnbahnya konsentrasi bubuk kunyit (Tabel 6).

Page 59: Curcuma domestica Val.

Tabel 6. pH medium pada berbagai konsentrasi bubuk kunyit

Bubuk kunyit ( gil) pH medium*)

0 6.76 1 6.67 2 6.66

3 6.63

5 6.59 7 6.55 9 6.45

*) Rata-rata dari 3 kali ulangan

B. PEMBAHASAN

48

B. subtilis dan ~. acidonhilus merupakan bakteri

gram positif berbentuk batang. Adanya bubuk kunyit se­

besar 2 gil sudah bersifat bakterisidal bagi kedua je-

nis bakteri tersebut, dimana efek bakterisidal ini sa-

ngat nyata pada B. subtilis. Hal ini sesuai dengan

yang dilaporkan oleh Shelef et al. (1980) bahwa "rose-

mary", "sage", dan "allspice" lebih bersifat mengham-

bat bakteri gram positif daripada bakteri gram negatif,

dan ditambahkan pula bahwa Bacillus lebih sensitif da-

ripada Lactobacillus.

Keempat macam bakteri gram positif yang digunakan

dalam penelitian ini dapat dibagi menjadi dua golongan,

yaitu gram positif berbentuk batang dan gram positif

kokus. Gram positif kokus (£. faecalis dan £. aureus)

lebih tahan terhadap kunyit dibandingkan golongan

Page 60: Curcuma domestica Val.

49

bakteri gram positif berbentuk batang. Bahkan pada

periode wakeu inkubasi yang lebih lama, adanya kunyit

justru bersifat stimulaeor bagi kedua jenis bakteri

kokus tersebut. Kenyataan ini mU11gkin bisa disesuai­

kan dengan yang ditulis oleh }<'razier and Westhoff

(1978) bahwa bakteri bentuk kokus lebih tahan terhadap

pemanasan daripada bakteri bentuk batang (dalam keada­

an sel vegetatifnya).

Dengan melihat hasil penelitian beberapa peneliti

(Zaika and Kissinger, 1981; Ingolf and Skjelkvale,

1982) dan dari laporan Ramprasad and Sirsi (1956), ma­

ka dapat diperkirakan bahwa sifat stimulator pada ku­

nyit disebabkan oleh residu bubuk kunyit (komuonen bu­

buk kunyit selain kurkumin dan minyak atsirinya).

Residu bubuk kunyit sebagian besar akan berupa

karbohidrat yang terdiri dari komponen yang larut air

(gula-gula sederhana) dan komponen yang tidak larut

air (pati, dekstrin, serat kasar dan lainnya). Zaika

and Kissinger (1981) menyatakan bahwa sifat stimulator

pada "oregano" disebabkan oleh komponen yang hanya se­

dikit larut di dalam air.

Vitamin dan mineral merupakan komponen minor dari

bubuk kunyit (Tabel 1). Komponen vitamin seperti nia­

sin, thiamin, riboflavin, dan vitamin A relatif stabil

selama pemanasan (Bender, 1978). Selain itu juga su­

dah diketahui bahwa jenis-jenis vitamin dan ion logam

Page 61: Curcuma domestica Val.

50

~erten~udiperlukan sebagai ak~ifator beberapa jenis

enzim di dalam metabolisme sel (Pelczar et al., 1977).

Oleh karena itu komponen logam dan vitamin dalam bubuk

kunyit ini juga dapat menyumbangkan efek stimulator

pada pertumbuhan bakteri.

Selama dipanaskan di dalam otoklaf, minyak atsiri

kunyit y~~g bertitik didih rendah akan menguap, sehing­

ga mengurangi jUffilah minyak atsiri yang terdapat di da­

lam medium. Keadaan ini juga merupakan salah satu fak­

tor penyebab berkurangnya sifat antimikrobe kunyit.

Kurkurnin merupakan turunan diferuloil metan yang

tidak menguap dengan pemanasan (Purseglove et al.,

1981). Disamping itu, kurkumin juga merupakan suatu

bis-fenol, yaitu persenyawaan yang mempunyai dua einein

fenolik (Krishnamurthy et al., 1976). Oleh karena itu

efek antibakteri pada kunyit sebagian besar akan diten­

tukan oleh kandungan kurkumin yang terdapat di dalam

media eair, dan untuk menjelaskan kerja kurkumin seba­

gai antibakteri dapat dikaitkan dengan sifat-sifat fe­

nol sebagai antirnikrobe.

Menurut Hugo and Russel (1981), persenyawaan bis­

fenol pada umumnya lebih aktif sebagai antimikrobe da­

ripada monofenol. Dan dikatakan pula bahwa persenyawa­

an fenol paling aktif pada pH asam.

Dari hasil pengukuran pH medium, terlihat bahwa

pH medium semakin menurun dengan semakin tingginya

Page 62: Curcuma domestica Val.

51

konsencrasi kunyit. Nilai pH tertinggi pad a medium

kontrol, yaitu 6.76 dan pH medium cerendah 6.45, yaitu

pada konsentrasi bubuk kunyit 9 gil. Dengan demikian

dari medium kontrol ke medium dengan konsentrasi bubuk

kunyit 9 gil cerjadi penurunan pH sebesar 0.31 satuan.

Dengan melihat pernyataan Hugo and Russel (1981), maka

penurunan pH ini, meskipun tidak seberapa, dapat men­

jadi salah satu sebab meningkatnya sifat antimikrobe

pada bubuk kunyit. Jadi selain konsentrasi kurkumin­

nya meningkat, juga menurunnya pH dapat lebih mengak­

tifk~~ sifat antibakteri dari kurkumin, dengan asumsi

bahwa kurkumin bekerja sebagai antibakteri dengan cara

yang sarna dengan kerja bis-fenol lainnya.

I~enurut Conn and Stumpf (1976), dinding sel bak­

teri gram positif akan bermuacan negatif sebagai aki­

bat dari ionisasi gugusan fosfat dari "teichoic acid"

pada struktur dinding selnya. Di lain pihak dinyata­

kan bahwa fenol adalah suatu alkohol yang bersifat

asam, oleh sebab itu fenol juga disebut asam karbolat

(Nur et al., 1981). Sebagai asam lemah, senyawa-senya­

wa fenolik dapat terionisasi melepaskan ion H+, dan

meninggalkan gugus sisanya yang bermuatan negatif. Gu­

gusan yang bermuatan negatif ini akan ditolak oleh din­

ding sel bakteri gram positif yang secara alami juga

bermuatan negatif. Tetapi bila suasana reaksi tersebut

dalam keadaan asam, maka fenol sebagai asam lemah tidak

Page 63: Curcuma domestica Val.

52

akan terdisosiasi; sehingga fenol secara keseluruh~~,

dalam bentuk molekulnya, akan lebih mudab melekat atau

melewati uinding sel bakteri gram positif. Keadaan

seperti ini juga yang merupakan salah satu sebab ter­

hambatnya atau bahkan terbunubnya bakteri gram positif

oleh zat pewarna basa (basic dye).

Dinding sel bakteri gram negatif lebih kompleks

susunannya daripada dinding sel bakteri gram positif,

dan komponen utama dinding selnya adalah lipoprotein

dan lipopolisakarida (Conn and stumpf, 1976). Struk­

tur dinding sel yang kompleks tersebut melindungi sel

bakteri dari berbagai macam zat-zat kimia yang bersi­

fat racun bagi mikroorganisme tersebut. Oleh karena

itu beberapa desinfektan hanya efektif bagi bakteri

gram negatif dengan dosis yang lebih tinggi daripada

yang diberikan pada bakteri gram positif. Lapisan din­

ding sel kompleks ini juga melindungi sel dari aktifi­

tas benzilpenisilin dan lisozim (Hugo and Russel, 1981).

Page 64: Curcuma domestica Val.

V. KES IMPULAN WiN SARAN

A. KES IMPULAN

Bubuk kunyit yang diocoklaf di dalam media cair

hanya bersifat bakterisidal pada beberapa bakteri ter­

tentu saja.

Bubuk kunyit sebanyak 2 gil di dalam media cair

sudah bersifat bakterisidal bagi L. acidonhilus dan

B. subtilis. Dalam hal ini B. subtilis lebih sensitif

daripada ~. acidophilus.

Adanya bubuk kunyit mungkin hanya bersifat rnem­

perpanjang fase lag dari bakteri: ~. faecalis,

~. aureus, S. gallinarurn, dan ~. coli.

B. SARAN

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap

bakteri-bakteri gram positif berbentuk batang, sehing­

ga dapat dibuat pernyataan yang lebih umum tentang si­

fat kunyit terhadap gOlongan bakteri ini. Penelitian

tersebut dapat dilakukan baik secara in vivo maupun

in vitro, mengingat hasil in vitro tidak selalu sarna

dengan hasil in vivo.

Page 65: Curcuma domestica Val.

DAFTAR PUSTAKA

Al-delaimy and S .R. Ali. 1970. Antibacterial action of vege~able extracts on the growth of pathogenic bac­teria. J. Sci. Food Agric. 21:110.

Anonimous. 1969. The Book of Spice. Livingstone Publishing Co., Wynnewood - Pennsylvania.

Anonimous. 1974. Bergey's Manual of Determinative Bac­teriology. 8th Edition. The Williams & Wilkins Co., Baltimore.

Anonimous. 1976. The Merck Index of Chemicals and Drugs. Merck and Co., Inc., Iii. Y .

Anonimous. 1977. Ma~eria Medika Indonesia. Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Anonimous. 1979. Penggunaan zat warna untuk bahan maka­nan/minuman di luar negeri dan Indonesia. Warta Kon­sumen, Jakarta, VI, 64:11.

Bender, A.E. 1978. Food ProceSSing and Nutrition. Aca­demic Press Inc. (London) LTD.

Beuchat, L.R. 1976. Sensitivity of Vibrio parahaemoly­ticus to spices and organic acids. J. :B'ood Sci. 41 : 273 .

Bullerman, L.B. 1974. Inhibition of aflatoxin product­ion by cinnamon. J. Food Sci. 39:1163.

Bullerman, L.B., F.Y. Lieu and S.A. Seier. 1977. Inhi­bition of growth and aflatoxin production by cinna­mic and clove oils, cinnarnic aldehyde and eugenol. J. Food Sci. 42:1107.

Burkill, I.R. 1966. A Dictionary of the Economic Pro­ducts of the Malay Peninsula. Vol. I, The ministry of agricultural and cooperatives, Kualalumpur.

Chittenden, F.J. 1951. Dictionary of Gardening. The Clarendon Press, Oxford.

Conn, E.E. and P.K. Stumpf. 1976. Outlines of Bioche­mistry, 4th Edition. John Wiley & Sons, Inc., Toronto.

Page 66: Curcuma domestica Val.

55

Fardiaz, S. 1982. PenuncUll Praktek Laboratorium ~ikro­biologi pangan. Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.

Frazier, W.C. and D.C. Westhoff. 1978. Food Microbiolo­gy. T~lli Publishing Co., Ltd., New Delhi.

Guenther, E. 1952. The Essential Oils. D. Van Nostrand Rei~~old Co., N.Y.

Hawley, G.G. 1977. The Condensed Chemical Dictionary. Van Nostrand Reinhold Co., N.Y.

Hermana dan Winarno. ngan formalin.

1978. Masalah mengawetkan tahu de­Kompas: 25 MeL

Hugo, W.B. and A.D. Russel. 1981. Pharmaceutical Micro­biology. Blackwell Scientific Publication, Oxford.

Ingolf, F.N. and R. Skjelkvale. 1982. Effect of natural spices and oleoresins on Lactobacillus plantarum in the fermentation of dry sausage. J. Food Sci. 47:1618.

Jacob, M.B. 1944. The and Food Products. Inc., N. Y.

Chemistry and Technology of Food Vol. I, Interscience Publication,

Johnson, M.G. and R.H. Vaughn. 1969. typhimurium and Escherichia coli freshly reconstituted dehydrated J. Applied Microbiol., 6:903.

Death of Salmonella in the presence of garlic and onion.

Jusuf, E. 1980. Analisis Kandungan Kurkumin pad a Rimpang Beberapa Jenis Curcuma dari Jawa. Thesis. Universi­tas Nasional, Jakarta.

Krishnarnurthy, N., A.G. Matthew, E.S. Nambudiri, S. shiva­shankar, Y.S. Lewis and C.P. Natarajan. 1976. Oil and oleoresin of turmeric. Tropical Science 18(1).

Kuhon, A. 1982. Perkembangan makanan dan minuman tradi­sional: Peragian ramuan beras kencur. Kompas 2 Mei.

Lovell, T.H. 1937. Bacter ic idal effect of onion vapors. J. Food Res. 2:435.

Lubis, S.H.A. 1976. Jenis-jenis curcuma, pendaya gunaan dan pelestariannya. Dalam Simposium obat tradisioRal I. Lembaga Biologi Naslonal-LIPI, Bogor, p. 3.

Page 67: Curcuma domestica Val.

Munadjim. 1979. Kem~~gkinan Penggunaan Kurkumin Dari Kunyit Sebagai Indikator Dalam Pekerjaan Titrasi Asam BasE.. Dept. Perindustrian, Badan Penelitian dan pengembangan industri, EPK, Surabaya.

56

Nur, M.A., I''i. Sjachri dan K. Iskandarsyah. 1981. Kimia Dasar II. Bagian kimia, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Pelczar, I'1.J., R.D. Reid and E.C.S. Chan. 1977. Micro­biology. TMH Publishing Co., Ltd., New Delhi.

Purseglove, J.W., E.G. Brown, C.L. Green and S.R.J. Robbins. 1981. Spices. Vol.2, Longman Inc., N.Y.

Ramprasad, C. and M. Sirsi. 1956. Indian medicinal plants: Curcuma longa - In vitro antibacterial activity of curcumin and the essential oils. Abs­tract. J. Sci. Ind. Res. 15C:239.

sastrapradja, S. 1977a. Sumber Daya Hayati Indonesia. Lembaga Biologi Nasional-LIPI, Bogor.

Sastxapradja, S. 1977b. Ubi-ubian. Lembaga Biologi Nasional-LIPI, Bogor.

Sastroamidjojo. A.S. 1965. Obat Asli Indonesia. Dian Rakyat, Jakarta.

Shankaracharya, N.B. logy of spices. 2:27, India.

and C.P. Natarajan. 1975. Techno­Arecanut and Spices Bull. VII,

Shankaracharya, N.B. and C.P. Natarajan. 1977. Role of spices in health. J. Health Sci. (India), 111:99.

Shashikant, K.N., S.C. Basappa and V.S. Murthy. 1981. Studies on the antimicrobial and stimulatory factors of garlic (Allium sativum Linn.). J. Food Sci. and Technol. (India), 18:44.

Shelef, L.A., O.A. Naglik and D.W. Bogen. 1980. Sensi­tivity of some common food-borne bacteria to the spices sage, rosemary, and allspice. J. Food Sci. 41 :899.

Shih, A.L. and N.D. Harris. 1977. ty of selected antioxidants. 8: 520.

Antimicrobial activi­J. Food Protection,

Page 68: Curcuma domestica Val.

Srimal, R.C. ru~d B.N. Dhawan. 1973. Pharmacology of di­feruloyl methane (Curcumin), a non-steroidal anti­inflammatory agent. J. Pharmac., 25:447.

Tampubolon, C.T. 1981. 'I'umbuhan Obat. Bhratara Karya Aksara, Jakarta.

Waard, P.W.F. de and Thio Goan Loo. 1977. Agricultural, technological and economic aspects of some selected medicinal plants. In Proceedings 4 tt symposium pharmacology and chemistry of natural products. The state University of Leiden, Leiden, The Netherlands.

Webb, A.H. and F.W. Tanner. 1945. Effect of spices ru~d flavoring materials on growth of yeasts. J. }<'ood Res. 4; 273 •

Zaika, L.L. and J.C. Kissinger. 1981. Inhibitory and stimulatory effects of oregano on Lactobacillus plantarum and Pediococcus cerevisiae. J. Food Sci. 4b:1205.

57

Page 69: Curcuma domestica Val.

LAMPIRAN

Page 70: Curcuma domestica Val.

Lampj.ran 1. Basil pengukuran viabili tas sel dan nilai OD st-r"eptocoCCllS faecalis

Bubuk kunyi t (gil) Hari

0 2 4 7

1 G* 8.0 x 108 7.2 x 108 8.3 x 107 3.8 x 107

OD** 0.32 0.49 0 0

2 C 2.5 x 108 1.5 x 108 5.8 x 108 5.1 x 108

OD 0.34 0.65 0.52 0.48

3 C 7.1 x 105 1.4 x 107 4.6 x 108 3.4 x 108

OD 0.40 0.67 0.58 0.55

Jumlab bakteri awal = 1.3 x 104 CFU/ml

c* = "Colony Forming Unit" (CFU/ml)

OD** = "Optical Density"

Lampiran 2. Basil pengukuran viabilitas sel dan nilai OD Staphylococcus aureus

Bubuk kunyi t (gil) Bari

0 2 4 7

1 C* ' a 1.0 x 10' 6.6 X 108 6.3 x 108 2.3 x 108

OD** 0.35 0.50 0.02 0

2 C 8.5 x 108 5.8 x 108 5.6 x 108 3.1 x 108

OD 0.36 0.66 0.54 0.49

3 C 1.9 x 108 4.9 x 108 4.4 x 108 3.0 x lO8

0.45 0.71 0.58 0.57

Jumlab bakteri awal = 2.3 x 104 CFU/ml

* dan ** : lihat Lampiran 1.

58

Page 71: Curcuma domestica Val.

Lampirar, 3. HasE pengu..lcuran viabili tas sel dan nUai OD Salmonella gallinarurn

Bubuk kunyit (g/l) liari

0 2 4 7

1 C" 3.1 1: lOS 2.9 x lOS 4.S x 105 3.9 x 105

OD** 0.11 0.02 0.02 0.05

2 C 3.1 x lOS 4.0 x 108 4.2 x 108 3.6 x 108

OD O.ll 0.11 0.09 0.12

3 C 2.3 x 108 5.6 x 108 5.1 x lOS 4.7 x 108

0.10 0.16 0.23 0.28

Jumlah bakteri awal ~ 1.1 x 104 CFU/ml

* dan ** : lihat Lampiran 1.

Lampiran 4. Hasil pengukuran viabilitas sel dan nilai OD Escherichia coli

Bubuk kunyit (g/l) Hari

0 2 4 7

, C* 8.1 x 108 S.5 x lOS 6.9 x lOS 1.1 x 108 .L

OD** 0.35 0.60 0.54 0.05

2. C S.l x 108 6.G x lOS 6.3 x 108 4.4 x lOS

OD 0.34 0.64 0.63 0.55

3. C 5.3 x 107 2.S x lOS 4.4 x 108 3.0 x 108

0.3S 0.67 0.68 0.59

Jumlah bakteri a.al = 1.S x 104 CFU/ml

* dan ** : lihat Lampiran 1.

59

Page 72: Curcuma domestica Val.

L&~piran 5. Hasil pengukuran viabilitas se1 dan nilai OD Bacillus subtilis

Bubuk kunyit (gil) Hari

0 2 4

]. C* 7.0 x 107 101 101

OD** 0.16 0 0

2 C 3.2 x 107 101 101

OD 0.20 0 0

3 C 1.0 x 108 101 101

OD 0.23 0 0

Jumlah bakteri awal = 8.4 x 103

* dan ** = lihat Lampiran 1.

Lampiran 6. Hasil pengukuran viabili tas sel dan nilai OD

Lactobacillus acidophilus

Elibuk kunyi t (gil) Hari

0 2 4

7

101

0

101

0

101

0

7

1 C* o a X 108 5.2 x 102 4.7 x 102 1.3 x 102 .h/

OD** 0.17 0 0 0

" ~

4.6 X 102 4.] :x 102 2 C _ - .., ""U

5.1 X 10"-j.l. X .!.u

OD 0.16 0 0 0

3 C 3.0 X 108 3.4 X 102 3.0 X 102 3.0 X 102

OD 0.19 0 0 0

Jumlah bakteri a~al = 9.2 x 103 CFU/ml

* dan ** : lihat Lampiran 1.

60