Critical Review: An Organizational Learning Model for Vocational Education in The Context of TQM...

download Critical Review: An Organizational Learning Model for Vocational Education in The Context of TQM Culture

If you can't read please download the document

description

Critical Review: An Organizational Learning Model for Vocational Education in The Context of TQM Culture, By: M.Y. Lam, Garry K.K. Poon and K.S. Chin. Review by: Joko Prasetiyo, Master of Management, Gadjah Mada University

Transcript of Critical Review: An Organizational Learning Model for Vocational Education in The Context of TQM...

  • 1.! !" #$%! %&&! !() * *!$% (+ & ( ),% $ &*! -. #, *(" $/ 0 )$%" #,*( %1( !$ MAGISTER MANAJEMENMANAJEMEN KEPENGAWASAN PENDIDIKANFAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS GADJAH MADA 2012

2. DAFTAR ISIHalaman Judul .. iDaftar Isi . iiDaftar Gambar . iiiExecutive Summary .. 1Major and Minor Issuess . 2Theoritical Findings 7Final Opinion . 14Kesimpulan .. 23Daftar Pustaka . 24 3. Critical Review An Organizational Learning Model for Vocational EducationIn The Context of TQM Culture1. EXECUTIVE SUMMARYAbstrakTotal Quality Management (TQM) memerlukan perubahan budaya (Sallis,Edward, 1993). Perubahan budaya ini sulit untuk diwujudkan dan membutuhkanwaktu yang cukup lama. TQM membutuhkan perubahan sikap dan metode.Tujuan dari makalah hasil penelitian oleh Lam, M.Y., Poon, G.K.K, andChin, K.S ini adalah mencoba untuk membangun hubungan antara OrganizationalLearning Capability (OLC) dan TQM Culture (TC) didasarkan pada studi kasuskejuruan terkemuka institusi pendidikan dari Hong Kong, dan untukmengembangkan model pembelajaran transformasi organisasi untuk pendidikankejuruan dalam konteks budaya Total Quality Management (TQM).Desain/metodologi/pendekatan - Keterkaitan antara OLC dan konstruksiTC didirikan dan dikonfirmasi secara statistik dengan survei kuesioner terstruktur.Kunci TC konstruksi tersebut kemudian diidentifikasi dan diprioritaskanmenggunakan Analytic Hierarchy Process (PHA) berbasis wawancara, kelompokfokus, dan studi etnografi buntuk merumuskan budaya TQM transformasi modelempiris berbasis OL untuk pendidikan kejuruan. Akhirnya, validitas danefektivitas model yang diverifikasi melalui kasus implementasi aktual.Temuan - Korelasi positif yang kuat ditemukan antara OLC dankonstruksi TC, sementara berbagi visi, fokus jangka panjang, dan keterlibatanguru diidentifikasi sebagai konstruksi TC kunci yang dapat memiliki dampakyang signifikan terhadap OLC dalam pendidikan kejuruan. Hal ini jugamenegaskan bahwa orientasi aturan melarang penciptaan budaya TQM, sementarakepemimpinan inovatif tidak memelihara pembentukannya. Sebuah TQM budayaempiris berbasis OL model transformasi untuk pendidikan kejuruan dirumuskandan kemudian diuji melalui kasus implementasi. Hasilnya menunjukkan bahwamodel tersebut dapat efektif memfasilitasi transisi dari sebuah lembagapendidikan tradisional kejuruan terhadap pembelajaran yang organisasi untukkeunggulan organisasi.Orisinalitas/ nilai - Meskipun perkembangan evolusi dan teori untukmendukung TQM dan Organizational Learning (OL) adalah berbeda, merekatampaknya memiliki lebih banyak kesamaan daripada yang mereka miliki dalamkekhasan. Namun, ada sinergi sedikit dikembangkan antara kedua bidang sejauhini baik dalam akademisi dan industri. Makalah ini menetapkan secara teoriinformasi dan statistik dikonfirmasi organisasi belajar model transformasi untukpendidikan kejuruan dalam konteks budaya TQM.Dari hasil penelitian tentang implementasi TQM culture dipendidikan/sekolah kejuruan di Hong Kong di atas penulis mencoba mengkajisecara teoritis bagaimana model TQM tersebut di atas jika diterapkan di sekolahkejuruan di Indonesia dengan menyesuaikan dengan kondisi yang ada padasekolah di Indonesia. Bagaimana peranan guru, kepala sekolah, pengawas sekolahserta semua stakeholder sekolah dalam mengimplementasikan TQM.Kata kunci: Total Quality Manajemen, Organizational Learning Capability,TQM Culture, Pendidikan. 4. 2. MAJOR AND MINOR ISSUESS2.1 Pendahuluan Mutu sebuah produk termasuk juga produk yang dihasilkan oleh institusipendidikan tentunya tidak lepas dari quality control atau penjaminan mututerhadap lulusan yang dihasilkan, quality control memiliki peranan yang pentingdan strategis dalam penjaminan mutu pendidikan. Salah satu masalah utama di bidang pendidikan yang dihadapi oleh bangsaIndonesia adalah rendahnya mutu pendidikan di setiap jenjang dan satuanpendidikan, terutama pada pendidikan dasar dan menengah (Wijaya, David,2008:85). Berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan,yaitu pengembangan muatan kurikulum nasional dan lokal, Kurikulum BerbasisKompetensi (KBK), Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), peningkatankompetensi guru melalui pelatihan, pengadaan buku dan perbaikan saranaprasarana sekolah, serta peningkatan kualitas penyelenggaraan sekolah, namundemikian dari berbagai indikator mutu pendidikan belum menunjukkanpeningkatan yang berarti, sebagian sekolah menunjukkan peningkatan mutupendidikan yang menggembirakan, namun sebagian sekolah lainnya masihmemprihatinkan. Mutu pendidikan di Indonesia akhir-akhir ini juga sering disoroti, dikritikdan dijadikan sebagai kambing hitam. Seperti yang dimuat dalam harian SuaraMerdeka tanggal 31 Desember 2011 pada kolom pendidikan hal 8, disebutkanbahwa: Dunia pendidikan Indonesia mendapat sorotan tajam, sebagian punmenyudutkan sebagai kambing hitam, karena gagal memainkan peran pentingsebagai pembentuk sumber daya manusia bermartabat dan berkualitas. Pendidikan 5. dinilai salah arah melahirkan mental korup, tidak jujur, tidak mau bekerja keras,dan suka menerabas untuk memenuhi hasrat dan materialism. Dalam upaya meningkatkan mutu sumber daya manusia di suatu negara,tentunya sudah seharusnya juga perlu ditingkatkan mutu pendidikan di negaratersebutdenganmenerapkan standar dalammenyelenggarakanpendidikannya. Setiap penyelenggara pendidikan berkewajiban menetapkankriteria minimal pada berbagai komponen strategis agar memenuhi standar mutuminimal sebagai modal dasar untuk meningkatkan mutu pendidikan yang ada.Upaya meningkatkan mutu pendidikan itu tidaklah mudah, dalam meningkatkanmutu pendidikan dibutuhkan rancangan tentang apa yang hendak ditingkatkan,memilih bagian yang perlu ditingkatkan, dan menghasilkan output yang palingunggul di antara sekolah-sekolah yang ada. Oleh karena itu, peningkatan mutupendidikan memerlukan komitmen yang tinggi dari segenap komponen yangmenjadi penggerak sekolah tersebut. Dalam mewujudkan mutu pendidikan yangbaik, tentunya memerlukan waktu, proses dan kerja keras untuk mewujudkannya.Tiap langkahdalammewujudkanmutupendidikanyangbaikdisekolah memerlukan disiplin bersama, tanggung jawab bersama, dan komitmenbersama. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,yang telah dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentangStandar Nasional Pendidikan, merupakan standar minimal yang perlunya disusundan dilaksanakan oleh penyelenggara pendidikan, yang meliputi : (1) standar isi;(2) standar proses; (3) standar kompetensi lulusan; (4) standar pendidik dan tenagakependidikan; (5) standar sarana dan prasarana; (6) standar pengelolaan; (7)standar pembiayaan dan (8) standar penilaian. Dalam konteks manajemen mutu, 6. Peraturan Pemerintah (PP) No.19 tahun 2005 ini merupakan bagian daripenerapan manajemen mutu yang mengimplementasikannya melalui perangkat-perangkat seperti perencanaan mutu (quality planning), pengendalian mutu(quality control), jaminan mutu (quality assurance), dan peningkatan mutu(quality improvement). Tanggung jawab manajemen mutu terdapat pada semuatingkatan manajemen dan implementasinya melibatkan semua orang pada semuaunit dalam organisasi pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintahkota/kabupaten dan pada organisasi satuan tingkat pendidikan/sekolah. Perencanaan mutu (quality planning) dalam konteks sekolah tentunyaadalah pemenuhan akan kebijakan mutu tentang 8 standar yang telah ditetapkanoleh pemerintah pusat. Dengan demikian, sasaran dari program sekolah adalahpencapaian dari 8 standar minimal yang telah ditetapkan oleh pemerintahpusat. Sementara itu dalam melaksanankan pengendalian mutu (quality control)dalam PP No.19 tahun 2005 dijelaskan bahwa dalam rangka pengendalian mutuakan dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah tingkat provinsi,pemerintah daerah tingkat kota/kabupaten, tingkat satuan pendidikan, BadanStandar Nasional Pendidikan (BNSP), dan Badan Akreditasi Nasional (BAN).Peraturan Pemerintah No.19 tahun 2005 juga menjelaskan tentang penjaminanmutu pendidikan. Proses penjaminanmutu(quality assurance) dilakukanuntuk mengidentifikasihal-halyang akan dan telahdicapaidan menentukan prioritas-prioritas peningkatan mutu, memberikan data untukpengambilan keputusan berbasis data, dan membantu membangun budayapeningkatan mutu berkelanjutan. Setiap satuan pendidikan wajib melakukanpenjaminan mutu pendidikan melalui pemenuhan 8 standar pendidikan secarakonsisten dan berkelanjutan, sehingga konsumen, produsen, dan pihak lain yang 7. berkepentingan memperoleh kepuasan. Penjaminan mutu pendidikan bertujuanuntuk memenuhi atau melampaui Standar Nasional Pendidikan. Penjaminan mutupendidikan dilakukan secara bertahap, sistematis, dan terencana dalam suatuprogram penjaminan mutu yang memiliki target dan kerangka waktu yang jelas.2.3 Isu-isu Utama Total Quality Management di Pendidikan. Salah satu masalah utama pendidikan yang dihadapi bangsa Indonesiaadalah rendahnya mutu pendidikan, terutama pendidikan dasar dan menengah.Berbagai upaya telah dilakukan untuk peningkatan mutu pendidikan, namundemikian dari berbagai indikator mutu pendidikan belum menunjukkanpeningkatan yang berarti. Berdasarkan masalah di atas, berbagai pihak mempertanyakan apa yangsalah dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia. Dari berbagai pengamatandan analisis, menurut Wijaya, David (2008:85) ada tiga faktor penyebab mutupendidikan di Indonesia tidak mengalami peningkatan secara merata, faktortersebut antara lain: (1) Penyelenggaraan pendidikan dilakukan dengan menggunakan pola birokratik-sentralistik sehingga menempatkan sekolah sebagai pengelola pendidikan yang sangat bergantung pada keputusan birokrasi yang mempunyai jalur sangat panjang dan kadang-kadang kebijakan yang dikeluarkan tidak sesuai dengan kondisi sekolah dan daerah setempat. (2) Kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan selama ini menggunakan pendekatan education production function atau analisis input-output yang tidak dilakukan secara konsekuen sehingga menempatkan sekolah sebagai pusat produksi yang jika dipenuhi semua input yang diperlukan dalam 8. proses produksi tersebut, maka sekolah akan menghasilkan output yang dikehendaki.(3) Peran serta guru dan masyarakat, terutama orang tua siswa dalam penyelenggaraan pendidikan selama ini sangat minim.Berdasarkan fakta-fakta tersebut di atas, maka tentunya dibutuhkan upayaperbaikan, salah satunya adalah melakukan otonomi sekolah melaluipenerapan Total Quality Management (Manajemen Mutu Terpadu) dilingkungan sekolah.Masalah-masalah lain terkait dengan implementasi TQM di pendidikanmenurut Sallis (1993:89-92) antara lain:(1) TQM adalah sebuah kerja keras. Untuk mengembangkan sebuah budaya mutu, diperlukan waktu. Kerja keras dan waktu adalah dua hal penting yang harus diperhatikan, karena jika dua hal tersebut tidak berjalan dengan baik, maka mekanisme kerja mutu akan terhambat.(2) TQM mengharuskan kesetiaan jangka panjang staf senior terhadap institusi, karena tidak menutup kemungkinan manajemen senior sendiri bisa menjadi problem. Mereka bisa mengharapkan hasil positif yang dihasilkan TQM, namun tidak mau memberikan dukungan sepenuh hati yang diperlukan.(3) Volume tekanan eksternal juga bisa menghalangi upaya sebuah organisasi dalam menerapkan TQM. Walaupun program-program mutu disampaikan dengan publikasi besar-besaran, seringkali program-program tersebut tergilas oleh inisiatif lain.(4) Masalah utama dalam penerapan TQMyang sering dialami oleh banyak institusi adalah peran yang dimainkan oleh manajemen menengah. Para 9. staf yang terlalu khawatir salah terhadap konsekuensi pemberdayaan juga bisa menghalangi mutu. Mereka kadangkala cenderung suka terhadap hal- hal yang bersifat statis.3. TEORETICAL FINDING3.1 Pengertian, Tujuan dan Unsur Utama TQM Menurut Salis (1993) TQM adalah sebagai suatu filosofi dan suatumetodologi untuk membantu mengelola perubahan, dan inti dari TQM adalaperubahan budaya dari pelakunya. Lebih lanjut ditegaskan bahwa TQM adalahsuatu prosedur dimana setiap orang berusaha keras secara terus menerusmemperbaiki jalan menuju sukses. TQM bukanlah seperangkat peraturan danketentuan yang kaku, tetapi merupakan prosesproses dan prosedur-prosedur untukmemperbaiki kinerja. Crosby (1978) berpendapat bahwa mutu berarti kesesuaian terhadappersyaratan, seperti jam tahan air, sepatu tahan lama, dan dokter yang ahli. Ia jugamengemukakan pentingnya melibatkan setiap orang dalam proses organisasi.Pendekatan Crosby merupakan proses top-down. Deming (1986) berpendapat bahwa mutu berarti pemecahan masalahuntuk mencapai penyempurnaan terus-menerus, seperti penerapan Kaizen padaperusahaan Toyota. Pendekatan Deming merupakan proses bottom-up. Tujuan utama TQM adalah meningkatkan mutu pekerjaan, memperbaikiproduktivitas dan efisiensi. TQM sebagai suatu prosedur untuk mencapaikesuksesan, dinilai berhasil manakala mutu dari suatu pekerjaan meningkat lebihbaik kualitasnya dari sebelumnya, produktivitasnya tinggi yang ditunjukkandengan hasil kerja berupa produk/jasa lebih bayak jumlahnya dari sebelumnya, 10. dan lebih efisien yang bisa diartikan lebih murah biaya produksinya atau inputlebih kecil daripada outputnya. Ada lima unsur utama dalam penerapan TQM, yaitu: (1) berfokus padapelanggan, (2) perbaikan pada proses secara sistematik, (3) pemikiran jangkapanjang, (4) pengembangan sumberdaya manusia, dan (5) komitmen pada mutu(Slamet,1999). Manajemen mutu terpadu (TQM) berfokus pada pelanggan. Pelangganadalah sosok yang dilayani. Perhatian dipusatkan pada kebutuhan dan harapanpara pelanggan. Untuk ini setiap yang akan melaksanakan TQM harus mengetahuiciri-ciri pelanggan-pelanggannya, dan karena itu maka harus mengidentifikasi danmenganalisis kebutuhan dan harapan pelanggan tersebut agar bisa memuaskannya.Produk/jasa yang dibuat atau diberikan haruslah bertumpu pada pelanggan.3.2 Sistem Manajemen dan Penjaminan Mutu Pendidikan Total Quality Management (Manajemen Mutu Terpadu) merupakan pendekatan manajemen untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui peningkatan mutu semua komponen terkait (terpadu), diantara peserta didik, pendidik, kurikulum, PBM, dana, dan masyarakat. Manajemen mutu terpadu perlu diterapkan secara konsisten dalam pendidikan untuk menampilkan layanan pendidikan yang unggul dalam hal mutu, kompetitif terhadap sektor lain, dan iklim kompetitif yang perlu dihidupkan diantara institusi pendidikan (Syafaruddin, 2002). Istilah utama yang terkait dengan kajian Total Quality Management (TQM) ialah continous improvement (perbaikan berkelanjutan) dan quality improvement (perbaikan mutu). Oleh karena itu manajemen mutu terpadu 11. merupakan salah satu strategi manajemen untuk menjawab tantangan eksternalsuatu organisasi guna memenuhi kepuasan pelanggan. Pendapat Joseph C. Field yang dikutip Syafaruddin (2002) menyatakanbahwa untuk menerapkan manajemen mutu terpadu dalam pendidikan adasepuluh langkah yang harus dilalui, yaitu : (1) mempelajari dan memahamimanajemen mutu terpadu secara menyeluruh; (2) memahami dan mengadopsijiwa dan filosofi untuk perbaikan terus menerus; (3) menilai jaminan mutu saatini dan program pengendalian mutu; (4) membangun sistem mutu terpadu; (5)mempersiapkan orang-orang untuk perubahan, menilai budaya mutu sebagaitujuan untuk mempersiapkan perbaikan, melatih orang-orang untuk bekerja padasuatu kelompok kerja; (6) mempelajari teknik untuk mengatasi akar persoalan(penyebab) dan mengaplikasikannya tindakan koreksi dengan menggunakanteknik dan alat manajemen mutu terpadu; (7) memilih dan menetapkan pilotproject untuk aplikasikan; (8) menetapkan prosedur tindakan perbaikan danmenyadari akan keberhasilannya; (9) menciptakan komitmen dan strategi yangbenar mutu terpadu oleh pimpinan yang akan menggunakannya; dan (10)memelihara jiwa mutu terpadu dalam penyelidikan dan aplikasi pengetahuanyang amat luas. Arcaro (1995:72) mengembangkan konsep roda implementasi TQM dalamdunia pendidikan yang berisi 8 (delapan) unsur yakni: (1) Strategic Planning;(2) Communication; (3) Program measurements; (4) Conflict management; (5)Program Selection; (6) Program implementation; (7) Program validation; dan(8) Standards. Dengan menerapkan delapan unsur itu dalam dunia pendidikan dapatdiperoleh dua manfaat yaitu (1) pendidikan selalu dapat menyesuaikan dengan 12. tuntutan pengguna sehingga dukungan untuk perbaikan mutu tidak akan menemui kesulitan yng berarti; (2) Ukuran keberhasilan dapat ditentukan sehingga memudahkan pengukuran dan evaluasi tingkat keberhasilan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan.Paradigma baru sistem manajemen pendidikan yang berorientasi mutu mengenal empat buah prinsip, yaitu (1) prinsip otonomi; (2) prinsip evaluasi; (3) prinsip akuntabilitas, dan (4) prinsip akreditasi. Paradigma baru sistem pendidikan tersebut dapat digunakan untuk semua lapis otoritas satuan pendidikan, seperti wewenang untuk self regulation pada prinsip otonomi dapat diterapkan pada lapis organisasi institusi satuan sekolah dan kelas. Namun harus selalu diingat bahwa dibalik otonomi ada akuntabilitas, dan penilaian kualitas dalam bentuk akreditasi. Akuntabilitas dalam self regulation ini mengisyaratkan tugas untuk melakukan perencanaan terhadap peningkatan kualitas secara berkelanjutan.3.3 Organizational Learning Capability (OLC) dan TQM Culture (TC)Pendidikan kejuruan telah dilindungi dari ancaman eksternal dan terisolasidari diktat konsumen di masa lalu. Sayangnya situasi ini telah berubah,Pendidikan Kejuruan saat ini menghadapi kompetisi yang meningkat, danaberkurang, berbagai reformasi pendidikan, dan ditambah dengan tuntutan yanglebih besar untuk akuntabilitas dari para stakeholder pemerintah dan lainnya(Lam, M.Y, et al, 2008). Mengikuti tren universal, banyak lembaga pendidikankejuruan lokal sudah mulai menerapkan prinsip-prinsip TQM dalam satu ataulebih bentuk sehingga untuk meningkatkan efektivitas organisasi mereka danuntuk memberikan kualitas pendidikan. Pada menghadapi perubahan yang cepat 13. baru dan berbagai pendidikan reformasi, pendidikan kejuruan telah menyadaripentingnya fleksibilitas, kewirausahaan, dan inovasi. Karena Organizational Learning (OL) berfokus pada organisasi untukberadaptasi dengan perubahan lingkungan, belajar dari masa lalu, mengantisipasidan merespon ancaman, dan terus meningkatkan dan berinovasi untukmembangun sebuah masa depan yang diinginkan, ia mulai meresap ke dalampendidikan kejuruan lokal.Gambar 1. Budaya Empiris TQM Berbasis Organizational Learning TransformasiModel untuk Organisasi Pendidikan Kejuruan Tradisional.Sumber: Lam, M.Y., Poon, G.K.K, and Chin, K.S (2007:249) Hubungan kausal atau pemetaan antara budaya TQM empiris berdasarkanOrganizational Learning Transformation Model dan agenda perubahan Leithwoodyang dijelaskan pada Gambar 2 di bawah ini. 14. Gambar 2. Pemetaan antara Budaya TQM Empiris Berbasis OL ModelTransformasi dan Leithwood Change Agenda.Sumber: Lam, M.Y., Poon, G.K.K, and Chin, K.S (2007:249) Perkembangan evolusi dan teori untuk mendukungTQM danOrganizational Learning adalah berbeda tetapi mereka tampaknya memilikilebih banyak kesamaan daripada yang mereka miliki dalam kekhasan. Namun, adasinergi sedikit berkembang begitu jauh antara kedua bidang baik dalam penelitianakademik dan aplikasi industri. Hal ini mungkin karena fakta bahwa keduaakademisi dan industri yang mengambil pandangan yang terpolarisasi membatasiTQM dan OL, dan karenanya tidak mendapatkan manfaat yang menghubungkankeduanya (McAdam et al., 1998). Goetsch dan Davis (2000) mendefinisikan budaya TQM sebagai suatusistem nilai organisasi yang menghasilkan lingkungan yang kondusif untukpembentukan dan terus-menerus peningkatan kualitas. Ini terdiri dari nilai-nilai,tradisi, prosedur, dan harapan yang mempromosikan kualitas. Banyak literaturmengkonfirmasi bahwa budaya kualitas untuk TQM atau budaya TQMmenentukan efektivitas implementasi TQM dan organisasi kinerja. 15. Gambar 3. Change Agenda for TQM Culture Change Programme.Sumber: Lam, M.Y., Poon, G.K.K, and Chin, K.S (2007:250) Detert dkk. (2003) melakukan studi rinci dan telah mengidentifikasisembilan konstruksi budaya TQM untuk sektor pendidikan, yaitu:(1) Visi bersama: sebuah tujuan visi bersama dan dibagi di antara anggota staffyang penting untuk keberhasilan sekolah.(2) Fokus pada pelanggan: kebutuhan pendidikan harus ditentukan terutama olehstakeholder yang relevan daripada oleh para ahli pendidikan saja.(3) Fokus Jangka Panjang : meningkatkan pendidikan membutuhkan komitmenjangka panjang dan pemenuhan tujuan jangka panjang.(4) Perbaikan berkelanjutan: sekolah harus berusaha untuk melakukan perubahanterus menerus untuk meningkatkan pendidikan. 16. (5) Keterlibatan guru : guru harus aktif dalam meningkatkan operasional sekolahsecara keseluruhan.(6) Kolaborasi: kolaborasi antara berbagai departemen / unit diperlukan untuksebuah sekolah yang efektif.(7) Pengambilan keputusan berdasarkan data : pembuatan keputusan harusbergantung pada informasi faktual.(8) Kepemilikan Sistem / fokus : masalah kualitas terutama disebabkan olehkurangnya sistem dan proses, bukan oleh guru, penekanan pada proseskepemilikan.(9) Kualitas dengan biaya yang sama: kualitas dapat ditingkatkan dengan sumberdaya yang ada.4. FINAL OPINION4.1 Penerapan Prinsip-Prinsip TQM Dalam Pendidikan Kejuruan Dalam kerangka manajemen pengembangan mutu terpadu, usahapendidikan tidak lain adalah merupakan usaha jasa yang memberikan pelayanankepada pelanggannya, yaitu mereka yang belajar dalam lembaga pendidikantersebut. Mereka yang belajar tersebut bisa merupakan pelajar/murid/pesertabelajar yang biasa disebut klien/pelanggan primer (primary external customers).Mereka inilah yang langsung menerima manfaat layanan pendidikan dari lembagatersebut. Para klien terkait dengan orang yang mengirimnya ke lembagapendidikan, yaitu orang tua atau lembaga tempat klien tersebut bekerja, danmereka ini kita sebut sebagai pelanggan sekunder (secondary external customers).Pelanggan lainnya yang bersifat tersier adalah lapangan kerja bisa pemerintah 17. maupun masyarakat pengguna output pendidikan (tertiary external customers).Selain itu, dalam hubungan kelembagaan masih terdapat pelanggan lainnya yaituyang berasal dari interen lembaga; mereka itu adalah para guru/guru/tutor dantenaga administrasi lembaga pendidikan, serta pimpinan lembaga pendidikan(internal customers). Walaupun para para guru/guru/tutor dan tenaga administrasi,serta pimpinan lembaga pendidikan tersebut terlibat dalam proses pelayanan jasa,tetapi mereka termasuk juga pelanggan jika dilihat dari hubungan manajemen.Mereka berkepentingan dengan lembaga tersebut untuk maju, karena semakinmaju dan berkualitas mereka diuntungkan, baik secara kebanggaan maupunfinansial.Seperti disebut di atas bahwa program peningkatan mutu harusberorientasi kepada kebutuhan/harapan pelanggan, maka layanan pendidikansuatu lembaga haruslah memperhatikan masing-masing pelanggan diatas.Kepuasan dan kebanggan dari mereka sebagai penerima manfaat layananpendidikan harus menjadi acuan bagi program peningkatan mutu layananpendidikan.Menurut Mufidah, L.N. (2009:94) Aktualisasi TQM dalam lembagapendidikan didasarkan pada lima kunci, yaitu: (1) visi (vision), (2) strategi dantujuan (strategy and goals), (3) tim (team), (4) alat (tools), (5) three Cs of TQMyang meliputi: a). budaya (culture), b). komitmen (commitment), c). komunikasi(communication). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini: 18. Gambar 4. Aktualisasi TQM dalam Lembaga PendidikanSumber: Mufidah, L.N (2009: 95) Mayer, D.P., et al. (2000) mengatakan bahwa: mutu sekolahmempengaruhi pengetahuan siswa melalui pelatihan dan talenta dari tenaga guru,apakah berlangsung di dalam ruang kelas, serta seluruh budaya dan atmosfirsekolah. Pada ketiga bidang ini ada 13 indikator mutu sekolah yang berkaitandengan pengetahuan siswa yang digambarkan di bawah ini:Gambar 5. Indikator-indikator untuk Sekolah dan Hubungannya denganPengetahuan Siswa.Sumber: Wijaya, David (2008:87) Sebagai contoh dari penerapan 14 prinsip-prinsip pencapaian mutuEdward Deming, kita bisa mengaplikasikan sekolah kejuruan. Uraian tentangpenerapan prinsip-prinsip tersebut di lembaga pendidikan/sekolah (Slamet, 1999),dapat meliputi hal-hal berikut: 19. (1) Untuk menjadi sekolah yang bermutu perlu kesadaran, niat dan usaha yangsungguh-sungguh dari segenap unsur di dalamnya. Pengakuan orang lain(siswa, sejawat dan masyarakat) bahwa sekolah kita adalah bermutu harusdiraih.(2) Sekolah yang bermutu adalah yang secara keseluruhan memberikan kepuasankepada masyarakat pelanggannya, artinya harapan dan kebutuhan pelangganterpenuhi dengan jasa yang diberikan oleh sekolah tersebut.(3) Perhatian sekolah selalu ditujukan pada kebutuhan dan harapan parapelanggan: siswa, masyarakat, industri, pemerintahan dan lainnya, sehinggamereka puas karenanya.(4) Dalam sekolah yang bermutu tumbuh dan berkembang kerjasama yang baikantar sesama unsur didalamnya untuk mencapai mutu yang ditetapkan.(5) Diperlukan pimpinan yang mampu memotivasi, mengarahkan, danmempermudah serta mempercepat proses perbaikan mutu.(6) Semua karya sekolah (pengajaran, penelitian, pengabdian, administrasi dll.)selalu diorientasikan pada mutu, karena setiap unsur yang ada didalamnyatelah berkomitmen kuat pada mutu. Akibat dari orientasi ini, maka semuakarya yang tidak bermutu ditolak atau dihindari.(7) Ada upaya perbaikan mutu sekolah secara berkelanjutan. Untuk ini standarmutu yang ditetapkan sebelumnya selalu dievaluasi dan diperbaiki sedikitdemi sedikit sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.(8) Segala keputusan untuk perbaikan mutu pelayanan pendidikan/pengajaranselalau didasarkan data dan fakta untuk menghindari adanya kelemahan dankeraguan dalam pelaksananannya. 20. (9) Penyajian data dan fakta dapat ditunjang dengan berbagai alat dan teknikuntuk perbaikan mutu yang bisa dianalisis dan disimpulkan, sehingga tidakmenyesatkan.(10) Hendaknya pekerjaan di sekolah jangan dilihat sebagai pekerjaan rutin yangsama saja dari waktu ke waktu, karena bisa membosankan. Setiap kegiatan disekolah harus direncanakan dan dilaksanakan dengan cermat, serta hasilnyadievaluasi dan dibandingkan dengan standar yang ditetapkan.(11) Dari waktu ke waktu prosedur kerja yang digunakan di sekolah perlu ditinjauapakah mendatangkan hasil yang diharapkan. Jika tidak maka prosedurtersebut perlu diubah dengan yang lebih baik.(12) Perlunya pengakuan dan penghargaan bagi yang telah berusaha memperbaikimutu kerja dan hasilnya. Guru-guru dan karyawan administrasi mencobacara-cara kerja baru dan jika mereka berhasil diberikan pengakuan danpenghargaan.(13) Perbaikan prosedur antar fungsi di sekolah sebagai bentuk kerjasama harusdijalin hubungan saling membutuhkan satu sama lain.(14) Tradisikan pertemuan antar pengajar dan siswa untuk mereview prosesbelajar-mengajar dalam rangka memperbaiki pendidikan/pengajaran yangbemutu. Pertemuan dengan orang tua siswa, pertemuan dengan tokohmasyarakat, dengan alumni, pemerintah daerah, pengusaha dan donatursekolah dapat dilakukan oleh penyelenggara sekolah. Pendek kata, hendaknyasemua unsur yang berkepentingan dengan sekolah dapat berpartisipasi ikutmengembangkan sekolah mencapai mutu yang baik. Berdasarkan hal-hal diatas, dapat diperoleh gambaran bahwa pada intinyamutu pendidikan merupakan akumulasi dari semua mutu jasa pelayan yang ada di 21. lembaga pendidikan yang diterima oleh para pelanggannya. Layanan pendidikanadalah suatu proses yang panjang, dan kegiatannya yang satu dipengaruhi olehkegiatannya yang lain. Bila semua kegiatan dilakukan dengan baik, maka hasilakhir layanan pendidikan tersebut akan mencapai hasil yang baik, berupa mututerpadu. Dasar-dasar penerapan TQM di Sekolah Kejuruan adalah sebagai upayapeningkatan kualitas dalam pelayanan, peningkatan kualitas lulusan, danpenerapan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI), target dalam penerapan TQMmeliputi: (a) tersertifikasi ISO, (b) pembelajaran dengan menggunakan konsepInternet, Technology and Computer (ITC), (c) perpustakaan sekolah denganmenggunakan konsep digital, (d) setiap siswa mampu bersaing di tingkatinternasional dengan menggunakan acuan tes curriculum Cambridge. PenerapanTQM terhadap empowering (pemberdayaan) Sumber Daya Manusia (SDM)menuju SBI merupakan sebuah usaha untuk menjaga dan meningkatkan mutu,serta untuk pemenuhan penerapan program SBI. Keuntungan-keuntungan yang diperoleh sekolah dalam penerapan TotalQuality Management (TQM) terhadap empowering SDM menuju SekolahBertaraf Internasional, antara lain: (a) lulusan yang berkualitas, (b) pelayananyang cepat, tepat, dan akuntabel, (c) kemudahan akses informasi, (d) transparansipendanaan, (e) efektif dalam pembiayaan. Model peningkatan TQM terhadapempowering SDM menuju SBI, yaitu: (a) manual mutu, (b) pengendaliandokumen, (c) penataan ruang lingkup manajemen mutu. 22. 4.2 Revitalisasi Peran Pengawas Sekolah Sebagai Quality Control MutuPendidikan. Adapun bentuk dari revitalisasi peran pengawas sekolah dalam upayameningkatkan kualitas pendidikan menuju Total Quality Management di sekolahmenurut Prasetiyo (2012:13-15) adalah sebagai berikut: Rekrutmen pengawas harus sesuai dengan Permendiknas No.12 Tahun 2007 dan Peraturan Pemerintah No.19 Tahun 2005. Perlunyaadanyapembenahanulangdalamwilayahkerja binaan pengawas sekolah karena yang ada saat ini terlalu banyak. Pemerintah pusat harus mendahulukan peningkatan kompetensi pengawas sekolah dibandingkan para kepala sekolah dan guru. Pemerintah daerah/dinas pendidikan kabupaten/kota harus merumuskan dan membuat kebijakan yang seragam tentang proses pengawasan yang dilakukan di sekolah. Pengawas diberikan kewenangan dalam menyeleksi calon kepala sekolah dan melakukan proyek pelatihan dan pengembangan bagi guru-guru, serta menilai kinerja guru dan kepala sekolah selanjutnya direkomendasikan dalam peningkatan karirnya. Disediakan dana operasional dan tunjangan yang memadai bagi pengawas sekolah dalam menjalankan tugas-tugasnya. Perlu adanya kebijakan tentang penghargaan dan hukuman yang tegas dari pemerintah daerah terhadap kinerja para pengawas. Hal ini dilakukan agar proses kegiatan pengawasan berjalan dengan baik dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan di sekolah. 23. 4.3 Hambatan-Hambatan dan Solusi Implementasi TQM di SekolahKejuruan di Indonesia. Implementasi budaya TQM hasil penelitian oleh Lam, M.Y., Poon, G.K.K,and Chin, K.S untuk membangun hubungan antara Organizational LearningCapability (OLC) dan TQM Culture (TC) didasarkan pada studi kasus kejuruanterkemuka institusi pendidikan dari Hong Kong, belum tentu bisa diterapkan diIndonesia, karena adanya perbedaan budaya antara masyarakat Indonesia denganmasyarakat Hong Kong, di samping itu dukungan stake holder pendidikan jugaberbeda. Oleh karena itu perlu adanya penyesuaian-penyesuaian dengan kondisibudaya dan tingkat kemajuan pendidikan serta kesiapan sarana dan prasaranapendukung yang ada di Indonesia. TQM merupakan pendekatan yang sudah lama diimplementasikan di duniabisnis, namun relatif baru diadopsi di dunia pendidikan. TQM memerlukanperubahan atas paradigma manajemen konvensional, komitmen jangka panjang,kesatuan tujuan dan pelatihan-pelatihan. Adapun hambatan-hambatan yangkemungkinan dijumpai dalam implementasi TQM di sekolah adalah : Lambannya kontribusi supplier (pemasok), baik guru maupun staf tata usaha dan siswa, misalnya dalam penyerahkan nilai siswa oleh guru mata pelajaran, dan rekap nilai oleh bagian administrasi/ tata usaha. Lambannya penyerahan daftar nilai dan daftar kehadiran siswa dari guru mata diklat dari guru dan dari jurusan/program keahlian. Adanya kesenjangan bila program keahlian lain tidak menerapkan TQM. Suasana kantor yang kurang nyaman, misalnya siswa bebas keluar masuk di ruang kantor dan ruang administrasi sekolah. 24. Aturan yang diterapkan oleh guru terkadang bertentangan dengan aturan sekolah. Adanya keragu-raguan staf tata usaha dan karyawan dalam menerima konsep dan implementasi TQM. Sebab-sebab umum kegagalan penerapan TQM di dunia pendidikanmenurut Sallis (1993) antara lain mencakup: desain kurikulum yang lemah,bangunan yang tidak memenuhi syarat, lingkungan kerja yang buruk, sistem danprosedur yang tidak sesuai, jadwal kerja yang serampangan, sumber daya yangkurang, dan pengembangan staf yang tidak memadai. Sementara sebab-sebabkhusus kegagalan sering diakibatkan oleh prosedur dan aturan yang tidak diikuti,meskipun kegagalan tersebut mungkin juga diakibatkan oleh kegagalankomunikasi dan kesalahpahaman. Kendala-kendala yang dihadapi Kepala Sekolah pada Sekolah Kejuruandalam penerapan TQM terhadap empowering SDM menuju SBI adalah: (a)rendahnya kemauan studi S2, (b) penguasaan Bahasa Inggris yang lemah, (c)biaya pengelolaan SBI yang tinggi, Strategi pemecahannya adalah: (a) subsidiuntuk melanjutkan studi S2 sebesar 50% dari total biaya, (b) kursus dan pelatihanBahasa Inggris, (c) pengajuan program hibah/block grand. Sallis (1993) mengemukakan langkah-langkah penting dan sederhanadalam mengimplementasikan TQM di pendidikan antara lain: (1) kepemimpinandan komitmen terhadap mutu harus dari pimpinan, (2) kepuasan pelanggan adalahtujuan TQM, (3) menunjuk fasilitator mutu, (4) membentuk kelompok pengendalimutu, (5) menunjuk coordinator mutu, (6) mengadakan seminar manajemen senioruntuk mengevaluasi program, (7) menganalisa dan mendiagnosa situasi yang ada,(8) menggunakan contoh-contoh yang sudah berkembang di tempat lain, (9) 25. mempekerjakan konsultan eksternal, (9) memprakarsai pelatihan mutu dari parastaf, (10) mengkomunikasikan pesan mutu, (11) mengukur biaya mutu, (12)mengaplikasikan alat dan teknik mutu melalui pengembangan kelompok kerjayang efektif, (13) mengevaluasi program dalam interval yang teratur. Langkah-langkah yang telah dikemukakan oleh Sallis di atas dapatdijadikan sebagai panduan dalam mengimplementasikan TQM di duniapendidikan/ sekolah, serta mengatasi kemungkinan masalah-masalah yang akanterjadi.5. KESIMPULAN Mutu sebuah produk termasuk juga produk yang dihasilkan oleh institusipendidikan tentunya tidak lepas dari quality control atau penjaminan mututerhadap lulusan yang dihasilkan, quality control memiliki peranan yang pentingdan strategis dalam penjaminan mutu pendidikan. Hasil yang diharapkan dari implementasi TQM di pendidikan kejuruantidaklah semudah membalik tangan, melainkan perlu waktu yang panjang.Implementasi TQM menuntut perubahan dan perombakan fundamental atasbudaya yang selama ini berjalan, karena menyangkut salah satu unsur pokok,yaitu manusia yang sering/sudah terkondisi dengan kerja individual dan seringmenunda-nunda pekerjaan. TQM akan berhasil dengan baik apabila didukungoleh seluruh stakeholder pendidikan. Total Quality Management (TQM) memerlukan perubahan budaya.Perubahan budaya ini sulit untuk diwujudkan dan membutuhkan waktu yangcukup lama. TQM membutuhkan perubahan sikap dan metode. Bagaimanapunjuga perubahan budaya tidak hanya bicara tentang mengubah perilaku orang,tetapi juga memerlukan perubahan dalam metode mengarahkan sebuah institusi. 26. Daftar PustakaAlma, Buchari, at.al. 2009. Guru Profesional. Bandung: Alfabeta.Arcaro, J.S. 1995. Quality in Education: An Implementation Handbook. Florida: St Lucie Press.Crosby, Philip B. 1978. Quality is free: the art of making quality certain. New York: Mc. Graw Hill Book Company.Deming, W. Edwards. 1986. Out of the Crisis. Cambridge: Cambridge UniversityPress.Goetsch, D. and Davis, S. 2000. Quality Management: Introduction to Total Quality Management for Production, Processing, and Services. Prentice Hall, Englewood Clifffs, NJ.Lam, M.Y., Poon, G.K.K, and Chin, K.S. 2008. An Organizational Learning Model for Vocational Education in The Context of TQM Culture. International Journal of Quality and Reliability Management, Vol. 25 No. 3, 2008, p 238-255.Mayer, D.P., et al. 2000. Monitoring School Quality: An Indicators Report. US:US Department of Education.Mc Adam, R., Leitch, C. and Harisson, R. 1998. The Link between Organizational Learning and Total Quality: A Critical Review. Journal of European Industrial Training, Vol. 22 No.2 pp. 8-11.Mufidah, L.N .2009. Aktualisasi TQM dalam Meningkatkan Profesionalisme Guru di Lembaga Pendidikan Islam. Jurnal Tadris, Volume 4 Nomor 1 Tahun 2009, halaman 91-105.Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.Permendiknas No. 63 tahun 2009 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan.Permendiknas Nomor 12 tahun 2007tentang StandarPengawas Sekolah/Madrasah.Prasetiyo, Joko. 2012. Revitalisasi Peran Pengawas Sekolah Sebagai QualityControl Mutu Pendidikan. Makalah Seminar Nasional PeningkatanProfesionalisme Pengawas Sekolah yang diselenggarakan di MM UGMYogyakarta, 11 Januari 2012.Purwanto, M. Ngalim. 2009. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya 27. Rifai, Veithzal. 2005. Manajemen Sumber daya manusia untuk Perusahaan,Jakarta, Murai Kencana.Rochman, Arif dan Wiyono, Giri (2008). Laporan Hasil Penelitian danPengabdian Masyarakat. Yogyakarta: Pusat Studi Kebijakan LembagaPenelitian Universitas Negeri Yogyakarta.Salis, Edward. 1993. Total Quality Management in Education. Kogan PageLondonSlamet, Margono.1994. Manajemen Mutu Terpadu dan perguruan Tinggi Bermutu. Proyek HEDS Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.Slamet, Margono.1999. Filosofi Mutu danPenerapanPrinsip-prinsip Manajemen Mutu Terpadu. IPB Bogor.Suara Merdeka, 31 Desember 2011. Kolom pendidikan, hal 8.Suhardan, H .Dadang ,(2006). Supervisi Bantuan Profesional,. Bandung. Mutiara Ilmu.Syafaruddin. 2002. Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan: Konsep, Strategi dan Aplikasi. Jakarta: Grasindo.Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan NasionalWijaya, David. 2008. Implementasi Manajemen Mutu Terpadu dalam Penyelenggaraan Pendidikan di Sekolah. Jurnal Pendidikan Penabur, No.10/Tahun ke-7, Juni 2008, hal. 84-94.