Cpob 2001 vs Cpob 2006

download Cpob 2001 vs Cpob 2006

of 10

description

Materi Tekfar

Transcript of Cpob 2001 vs Cpob 2006

CPOB 2001 vs CPOB 2006(2)29 November 2009 oleh Bambang PriyambodoBab 5. Sanitasi dan HigieneSecara umum, untuk bab 5 ini tidak banyak perbedaan antara CPOB: 2001 dengan CPOB: 2006, kecuali beberapa hal misalnya tentang Label Bersih (sedikit beda), dan persyaratan fasilitas sanitasi (locker, tempat sepatu, wastafel, dan lain-lain).CPOB: 2001 Personalia Bangunan Peralatan Validasi dan Keandalan ProsedurLabel Bersih CPOB: 2001CPOB: 2006 Higiene Perorangan Sanitasi Bangunan dan Fasilitas Pembersihan dan Sanitasi Peralatan Validasi Prosedur Pembersihan dan SanitasiLabel Bersih CPOB: 2006

Persyaratan Sarana Sanitasi CPOB: 2006 (lebih terperinci dibanding dengan CPOB: 2001)Bab 6. ProduksiUmumPada bab ini terdapat banyak sekali perbedaan antara CPOB: 2001 dengan CPOB: 2006. Perbedaan utama di antaranya adalah dihilangkannya klausul tentang Produk Steril, di mana pada CPOB: 2006 di buat dalam bab tersendiri (Anneks 1 Pembuatan Produk Steril) sehingga jauh lebih lengkap. Perbedaan lain yang utama adalah perubahan beberapa Glosarium (pengertian istilah), di antaranya : Bahan Awal terbatas pada bahan baku aktif dan bahan baku pembantu (pada CPOB: 2001, bahan awal adalah bahan baku aktif, bahan penolong dan bahan pengemas) Bahan pengemas dipisahkan dari bahan cetak (etiket dan leaflet) Istilah contoh diganti dengan sampel Istilah Obat Jadi diganti dengan Produk JadiPerbedaan lain, Validasi Proses, pada CPOB: 2006 dibuat Bab tersendiri (Bab 12. Kualifikasi dan Validasi). Di samping itu, pada CPOB: 2006 juga di atur tentang Penggunaan Fasilitas Bersama dengan produk Non Obat, misal kosmetika, produk komplemen (food supplement/complimentary products), dan obat tradisional non simplisia, harus mendapat persetujuan dari Otoritas Pengawas Obat (Badan POM).Bahan AwalCPOB: 2001 Tidak ada ketentuan mengenai Daftar Pemasok Yang Disetujui dan Nama Pemasok Persyaratan suhu ruangan penyimpanan :

Label status bahan awal, untuk zat berkhasiat harus tiap wadah. Sedangkan untuk wadah bahan awal lain, direkatkan paling sedikit satu label pada wadah terbawah dari tumpukan wadah yang tersimpan di atas satu palet. Kalibrasi timbangan, tidak ada ketentuan lembaga yang melakukan kalibrasi Bahan awal yang Ditolak, di simpan di tempat khusus (tidak ada ketentuan harus terkunci).CPOB : 2006 Harus dibuat Daftar Pemasok yang disetujui dan Nama Pemasok yang dicantumkan dalam Spesifikasi Bahan Persyaratan suhu ruangan penyimpanan :

Label status bahan awal, tiap wadah bahan awal harus ada status. Kalibrasi timbangan, dibagi menjadi 2 macam, yaitu kalibrasi internal dan kalibrasi eksternal. Kalibrasi internal dilakukan rutin tiap 6 bulan dengan menggunakan batu timbang standar terkalibrasi. Kalibrasi eksternal hanya boleh dilakukan oleh laboratorium kalibrasi terakreditasi (memiliki sertifikat KAN), pemasok/perusahaan lain yang terakreditasi atau oleh Badan Metrologi untuk memenuhi legalitas oleh pemerintah. Bahan Awal yang Ditolak harus tersimpan ditempa khusus yang terkunci.Penimbangan dan PenyerahanCPOB: 2001 Tidak ada persyaratan ruang khusus untuk menyimpan bahan yang sudah ditimbang atau dihitung (Staging Area)CPOB: 2006 Sesudah ditimbang atau dihitung, semua bahan untuk tiap bets disimpan dalam satu kelompok dalam ruang khusus (Staging Area) dan diberi penandaan yang jelas (lihat Bab 3. Bangunan dan Fasilitas)PengolahanCPOB: 2001 Tidak ada ketentuan pemantauan suhu dan kelembaban udara, sebelum dilakukan proses pengolahan. Persyaratan Air Untuk Produksi :

Tidak ada ketentuan mengenai jenis pelumas mesin yang digunakan. Tidak ada ketentuan khusus mengenai Batas Waktu dan Kondisi Penyimpanan Produk-Dalam-Proses (produk antara sebelum dilakukan pengemasan primer). Proses pengolahan produk sterilCPOB: 2006 Sebelum dilakukan proses pengolahan, dilakukan pemantauan suhu dan kelembaban ruangan produksi. Persyaratan Air untuk Produksi

Pelumas mesin yang digunakan harus food grade. Batas Waktu dan Kondisi Penyimpanan Produk-Dalam-Proses, harus ditetapkan agar produk tidak mengalami penurunan mutu selama penyimpanan sebelum dilakukan proses selanjutnya. Pembuatan Produk Steril diatur dalam Bab tersendiri (Anneks 1).Bahan PengemasCPOB: 2001 Dimasukkan dalam Bahan AwalCPOB: 2006 Bahan Pengemas dibedakan Bahan Pengemas Primer, Bahan Pengemas Cetak (leaflet dan etiket), dan Bahan Cetak Lain. Bahan Pengemas Cetak harus disimpan dengan kondisi pengamanan memadai (terkunci) dan orang yang tidak berkepentingan dilarang masuk. Kodifikasi (pemberian kode nomor bets) dilakukan di ruangan terpisah dan hanya bahan cetak tertentu saja yang boleh diletakkan di tempat kodifikasi pada saat yang sama.***** (Catatan Penulis : ternyata susah juga membuat perbandingan bab-per-bab, ada usulan supaya lebih memudahkan membuat perbandingan kedua aturan ini? Saran dan komentarnya sangat ditunggu. Terima kasih)Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB) Perkembangan yang sangat pesat dalam teknologi farmasi dewasa ini mengakibatkan perubahan-perubahan yang sangat cepat pula dalam konsep serta persyaratan CPOB. Konsep CPOB yang bersifat dinamis memerlukan penyesuaian dari waktu ke waktu mengikuti perkembangan atau teknologi dalam bidang farmasi. Demikian pula perkembangan penerapan CPOB di Indonesia. Terkait dengan telah ditanda-tanganinya Harmonisasi pasar ASEAN 2008 oleh ke-11 pemimpin negara ASEAN, di mana kesehatan/produk farmasi, merupakan salah satu komoditi yang ikut serta dalam harmonisasi pasar ASEAN. Sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas dan kemampuan industri farmasi nasional, Badan POM Republik Indonesia selaku regulator industri farmasi nasional, telah mencanangkan penerapan CPOB edisi tahun 2006 (CPOB Terkini) bagi industri farmasi di Indonesia mulai1 Januari 2007dengan surat keputusan Kepala Badan POM Nomor HK.00.053.0027 tahun 2006.Dalam Pedoman CPOB edisi tahun 2006, acuan yang digunakan antara lain WHOTechnical Report Seriesyaitu TRS 902/2002 Aneks 6, TRS 908/2003 Aneks 4, TRS 929/2005 Aneks 2,3,4, TRS 937/2006 Aneks 2,4 GMPfor Medical ProductsPIC/S 2006, dan lain-lain.Apabila dilihat dari perjalanan sejarah penerapan CPOB di Indonesia, maka penerapan CPOB Terkini, merupakan CPOB edisi ke-3, sejak diberlakukannya penerapan CPOB bagi industri farmasi di Indonesia tahun 1989. Berbeda dengan CPOB edisi 1988 maupun 2001 yang dikenal sekarang, c-GMP atau CPOB Terkini (2006) lebih menekankan pada sistem atau manajemen (management/system) pada setiap kegiatan di industri serta konsistensi industri farmasi yang bersangkutan dalam melaksanakan berbagai peraturan dan persyaratan tersebut. Hal-hal baru yang diatur dalam CPOB Terkini antara lain adalah Sistem Manajemen Mutu (Quality Management System/QMS), Sistem Tata Udara (Air Handling System/AHS), terutama untuk produk-produk steril serta persyaratan Air Untuk Produksi (water system). Perbedaan antara CPOB: 2006 denga CPOB: 2001 dapat dilihatdi sini,di sini, dandi sini.

Berikut adalah aspek-aspek yang diatur dalam CPOB 2006 :1. Sistem Mutu,2. Personalia3. Bangunan dan Sarana Penunjang,4. Peralatan,5. Sanitasi dan Higiene,6. Produksi,7. Pengawasan Mutu,8. Inspeksi Diri dan Audit Mutu,9. Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan Produk Kembalian,10. Dokumentasi,11. Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak,12. Kualifikasi dan ValidasiDi samping itu, terdapat 7 (tujuh)anex(supplement), yaitu :1.Pembuatan Produk Steril,2.Pembuatan Produk Biologi,3.Pembuatan Gas Medisinal,4.Pembuatan Inhalasi Dosis Terukur Bertekanan (Aerosol),5.Pembuatan Produk Darah,6.Pembuatan Obat Investigasi Untuk Uji Klinik, dan7.Sistem Komputerisasi.Penerapan CPOB Terkini (CPOB: 2006) merupakan upaya pemerintah (Badan POM) untuk meningkatkan mutu produk farmasi/obat secara terus-menerus serta memberikan perlindungan yang lebih baik terhadap masyarakat. Di samping itu, penerapan CPOB: 2006 ini juga bertujuan, antara lain: (1) meningkatkan kemampuan industri farmasi Indonesia sesuai dengan standar internasional agar lebih kompetitif baik secara domestik maupun untuk pasar ekspor, (2) mendorong industri farmasi Indonesia agar lebih efisien dan fokus dalam pelaksanaan produksi obat, termasuk pemilihan fasilitas produksi yang paling layak untuk dikembangkan, sehingga produk obat industri farmasi Indonesia mampu menembus pasar dunia karena khasiat dan mutu obat lebih terjamin, (3) peningkatancompany imagedan volume pasar, (4) menghindari produk yang tidak memenuhi syarat dan pemborosan biaya, (5) menghindari resiko regulasi serta (6) lebih menjamin waktu pemasaran. Diharapkan dengan penerapan CPOB yang terbaru ini industri farmasi di Indonesia akan siap menghadapi globalisasi pasar farmasi yang sudah di depan mata.Namun demikian, hal yang patut diwaspadai adalah adanya fakta bahwa di negara lain, seperti Singapura dan Malaysia, yang sudah menerapkan c-GMP, banyak industri farmasi lokal yang gulung tikar. Di Singapura, seperti disinyalir oleh Anthony Ch. Sunarjo, MBA (Ketua Umum GP Farmasi Indonesia), hampir seluruh industri farmasi lokalnya mati, sedangkan di Malaysia 50% gulung tikar (Republika,13 Juni 2006). Memang, penerapan c-GMP ini membutuhkan biaya investasi yang sangat besar (menurut Anthony Ch. Sunarjo sekitar Rp. 30 Milyar). Untuk itu beberapa opsi ditawarkan untuk dapat mengatasi kendala ini, antara lain adalah :1. Contract Manufacturing, artinya industri farmasi, terutama yang kecil dan menengah memproduksi obat dengan cara menitipkannya di industri lain yang sudah memenuhi syarat2. Merger(penggabungan) beberapa industri farmasi kecil dan menengah3. Focusing,artinya industri farmasi melakukan pilihan secara terbatas produk-produk apa saja yang bisa diproduksi, sehingga sumber daya dan dana yang tersedia dikonsentrasikan pada sediaan tertentu saja (tidak semua item produk diproduksi)Tentu saja semua langkah dan strategi tersebut di atas perlu dipersiapkan dengan matang, baik oleh industri farmasi sendiri maupun oleh pemerintah, dalam hal ini Badan POM selaku regulator industri farmasi di Indonesia, agar penerapan c-GMP bagi industri farmasi di Indonesia ini tidak membawa dampak yang buruk bagi perkembangan industri farmasi di Indonesia, khususnya bagi industri farmasi skala kecil dan menengah. Karena bagaimanapun, keberadaan industri farmasi di Indonesia merupakan salah satu bagian penting dalam upaya peningkatan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.