COVER DAN BAGIAN DEPAN DISERTASI … Radar-SAR dilengkapi dengan sensor altimeter untuk mengamati...

20
48 4 METODOLOGI 4.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan sejak bulan Juni 2005 sampai dengan Desember 2007, dengan fokus daerah penelitian di kawasan laut Kabupaten Situbondo, Jawa Timur dan perairan sekitarnya. Daerah penelitian meliputi Selat Madura bagian timur, Laut Jawa bagian timur, Laut Bali bagian barat, dan Selat Bali bagian utara, sebagaimana Gambar 9. Gambar 9 Cakupan wilayah penelitian dalam informasi spasial ZPPI Mengacu pada penelitian Narendra (1993), wilayah penelitian untuk informasi spasial ZPPI mingguan terletak pada batas-batas geografi antara 113 0 - 115 0 BT dan 7 0 - 8 0 LS, dalam kawasan berbentuk bujur sangkar atau unit spasial yang sisinya mempunyai panjang sebesar 5’ (9.260 m). Penetapan ukuran unit

Transcript of COVER DAN BAGIAN DEPAN DISERTASI … Radar-SAR dilengkapi dengan sensor altimeter untuk mengamati...

48

4 METODOLOGI

4.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan sejak bulan Juni 2005 sampai dengan Desember 2007,

dengan fokus daerah penelitian di kawasan laut Kabupaten Situbondo, Jawa

Timur dan perairan sekitarnya. Daerah penelitian meliputi Selat Madura bagian

timur, Laut Jawa bagian timur, Laut Bali bagian barat, dan Selat Bali bagian utara,

sebagaimana Gambar 9.

Gambar 9 Cakupan wilayah penelitian dalam informasi spasial ZPPI

Mengacu pada penelitian Narendra (1993), wilayah penelitian untuk

informasi spasial ZPPI mingguan terletak pada batas-batas geografi antara 1130 -

1150 BT dan 70 - 80LS, dalam kawasan berbentuk bujur sangkar atau unit spasial

yang sisinya mempunyai panjang sebesar 5’ (9.260 m). Penetapan ukuran unit

49

spasial ini juga mengacu pada hasil uji coba dari sejumlah kegiatan yang pernah

dilakukan LAPAN serta sebuah pemikiran agar informasi ZPPI dapat digunakan

dengan mudah oleh nelayan, pembagian area yang diterapkan dalam penelitian ini

menggunakan unit spasial yang disesuaikan dengan sistem area pada peta dasar

yang digunakan sebagai referensi.

Wilayah penelitian ZPPI bulanan meliputi perairan Selat Madura, Laut Bali

bagian barat, Laut Jawa bagian selatan, sebelah utara Sumenep, Pamekasan

sampai Sampang, serta Selat Bali bagian utara, dengan batas-batas geografi pada

koordinat 1120 50’ - 1160 00’ BT dan 60 30’ - 80 10’ LS. Mengacu pada hasil

penelitian oleh Narendra (1993), wilayah penelitian kawasan ini dibagi menjadi

unit spasial dengan ukuran 10’. Ukuran unit spasial adalah 10’ x 10’ (18,52 km x

18,52 km). Panjang sisi dari unit spasial ini mendekati ukuran jarak lokasi daerah

penangkapan ikan seperti yang disarankan Narendra (1993), dengan catatan

bahwa 1° = 60’ dan 1’ = 1 mil laut atau 1.852 m.

4.2 Metode Pengumpulan Data

4.2.1 Materi penelitian

Materi utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah data penginderaan

jauh dari satelit NOAA-AVHRR hasil akuisisi Stasiun Bumi Satelit Lingkungan

dan Cuaca LAPAN. Data NOAA-AVHRR yang digunakan adalah data time

series mingguan selama 10 tahun yaitu dari tahun 1996 sampai dengan 2005,

khususnya data NOAA-AVHRR kanal 4 dan kanal 5 (infra merah termal) yang

dipergunakan untuk menentukan sebaran suhu permukaan laut (SPL). Untuk

mendapatkan hasil perhitungan SPL yang baik, dilakukan 3 (tiga) kegiatan

penting yaitu : (1) pemisahan data hasil akuisisi pada saat terjadi El-Nino; (2)

pemilihan data yang bebas awan; dan (3) dilakukan cropping untuk cakupan data

NOAA-AVHRR wilayah Jawa Timur.

Selain data SPL yang diperoleh dari data NOAA-AVHRR dan data

kandungan klorofil-a bulanan yang diperoleh (download) dari situs internet

http://oceancolor.gsfc.nasa.gov/cgi/brpuse.pl, dalam penelitian ini juga digunakan:

50

1) Data kecepatan angin dan tinggi gelombang diperoleh dari laporan hasil survei

di Selat Madura yang dilakukan oleh Dinas Hidrooseanografi – TNI AL. Data

angin dan gelombang bulanan, dihasilkan dari perata-rataan data selama 10

tahun dan diperoleh dari Dinas Hidrooseanografi.

2) Data kedalaman laut Selat Madura dan perairan sekitarnya, yang dibuat

berdasarkan peta kedalaman laut yang diterbitkan Dinas Hidrooseanografi

nomor 1608 dan 1706.

3) Data feedback berupa lokasi penangkapan, jenis dan jumlah ikan hasil

tangkapan yang diperoleh dari uji coba penerapan ZPPI di Selat Madura mulai

Juli 2003 sampai dengan November 2005.

4) Data produksi perikanan tangkap dari statistik yang diterbitkan Dinas

Kelautan dan Perikanan Kabupaten Situbondo, tahun 2002 - 2003.

5) Data hasil survei lapangan pada bulan September 2007 meliputi jenis alat

tangkap, lokasi penangkapan, lama operasi penangkapan, dan penghasilan

nelayan per trip penangkapan untuk PPI Pondok Mimbo, TPI Jangkar, PPT

Besuki, PPI Probolinggo, PPI Pamekasan dan PPI Dungke – Sumenep.

Dalam perkembangan terakhir ini, satelit penginderaan jauh yang

menggunakan Radar-SAR dilengkapi dengan sensor altimeter untuk mengamati

ketinggian permukaan laut (sea surface height / SSH), dengan resolusi spasial

0,25o (27,5 km x 27,5 km). Karena resolusi spasial citra SSH yang bersifat global

sehingga sangat bermanfaat untuk mendeteksi SSH di perairan laut yang luas

seperti Samudera Hindia, namun tidak dapat dipergunakan untuk mendeteksi SSH

Selat Madura karena merupakan perairan yang sempit dan dangkal.

4.2.2 Perhitungan suhu permukaan laut

Suhu permukaan laut (SPL) diperoleh dari hasil perhitungan menggunakan

data penginderaan jauh satelit NOAA-AVHRR (National Oceanic and

Atmospheric Administration – Advanced Very High Resoltion Radiometer) 10 bit

selama 10 (sepuluh) tahun, yaitu dalam periode Januari 1996 sampai dengan

Desember 2005 hasil akuisisi Stasiun Bumi Satelit Lingkungan dan Cuaca

LAPAN Pekayon, Jakarta Timur. Perolehan SPL berdasarkan data NOAA-

AVHRR, dilakukan melalui proses sebagai berikut :

51

1) Pengadaan dan kompilasi data NOAA-AVHRR mingguan hasil akuisisi

Stasiun Bumi Satelit Lingkungan dan Cuaca LAPAN selama 10 tahun yaitu

dari tahun 1996 sampai dengan 2005;

2) Pemisahan data hasil akuisisi pada waktu kondisi normal dan hasil akuisisi

pada waktu anomali iklim (terjadi El Nino);

3) Dilakukan cropping data hasil akuisisi pada waktu kondisi normal

berdasarkan batas-batas yang ditentukan;

4) Dilakukan koreksi geometrik dan radiometrik terhadap semua data NOAA-

AVHRR yang akan digunakan dalam penelitian dengan referensi batas-batas

peta dasar skala 1:200.000;

5) Proses pengolahan data NOAA-AVHRR untuk mendapatkan citra sebaran

SPL berdasarkan metode McMillin & Crossby (1984) yang biasa digunakan di

LAPAN, dengan menggunakan data NOAA-AVHRR kanal infra merah

termal 4 dan kanal 5 masing-masing dengan panjang gelombang 10,30 –

11,30 µm dan 11,50 – 12,50 µm.

Data NOAA-AVHRR yang diterima dan direkam dari satelit berbentuk nilai

radiometer setiap pixel data yang biasa disebut dengan radiometer count atau

pixel count. Tahap pertama dalam perhitungan SPL adalah melakukan kalibrasi

terhadap data digital setiap pixel data NOAA-AVHRR yang diterima langsung

dari satelit dengan rumus berikut :

Ln = Sn Cn + In ............................................................................................1

dengan Ln : radiasi setiap kanal radiometer; Sn : Koefisien slope; Cn :

radiometer count atau digital count setiap pixel; In : koefien intercept; dan n :

masing-masing 4 untuk kanal 4 dan 5 untuk kanal 5. Selanjutnya setelah diperoleh

nilai Ln masing-masing untuk kanal 4 dan kanal 5, dilakukan perhitungan

brighness temperature (temperatur kecerahan air laut) dinyatakan dengan TBn

untuk masing-masing kanal (kanal 4 dan 5) dengan rumus sebagai berikut :

TBn = ])[ln( aL

b

n − ......................................................................................2

dengan : TBn : Temperatur kecerahan air laut masing-masing kanal 4 dan kanal

5, sedangkan a dan b adalah nilai konstanta yang ditentukan berdasarkan panjang

52

gelombang kanal 4 dan 5. Nilai konstanta a dan b untuk kanal 4 dan kanal 5

dinyatakan dengan Tabel 6 berikut :

Tabel 6 Nilai konstanta a dan b untuk kanal 4 dan 5 sensor AVHRR

Kanal Radimeter Sensor NOAA-AVHR

Nilai Konstanta A

Nilai Konstanta b

Kanal 4 9,213623 -1347,375

Kanal 5 8,947998 -1229,813

Langkah selanjutnya, dilakukan perhitungan temperatur air laut (sea water

temperature) yang didasarkan pada nilai temperatur kecerahan air laut (TBn)

untuk masing-masing kanal radiometer dengan memasukkan nilai koreksi

emisivitas air laut (e) yang nilainya 0,98. Persamaan yang dipergunakan untuk

menghitung temperatur air laut dinyatakan dengan TWn sebagai berikut :

TWn

)]2exp(1ln[

2

n

n

n

TBYCee

YC

+−= .....................................................................3

Dimana : C2 : konstanta radiasi sinar matahari dengan nilai 1,438833 cmK; Yn :

central wave number kanal infra merah jauh sensor AVHRR; Nilai Yn untuk kanal

4 dan kanal 5 masing-masing adalah 927,73cm dan 938,55cm.

Langkah terakhir adalah perhitungan SPL dengan menggunakan rumus

sebagai berikut :

SPL = TW4 + 2,702 (TW4 – TW5) – 273,582 ..............................................4

Dengan : SPL = Suhu Permukaan Laut (Sea Surface Temperature) dalam derajat

Celcius; TW4 = suhu air laut berdasarkan kanal 4; TW5 = suhu air laut

berdasarkan kanal 5; 273 = adalah pengurangan nilai derajat Kelvin (pada 0o

Celcius); dan 0,582 adalah koefisien koreksi.

Setelah diperoleh citra SPL dilakukan koreksi geometrik dan rektifikasi citra

SPL sebagai berikut :

1) Melakukan koreksi geometrik citra SPL dengan titik-titik referensi pada peta

dasar skala 1:200.000;

53

2) Melakukan rektifikasi semua citra SPL hasil akuisisi mingguan yang akan

dikoreksi secara geomentrik dengan data yang sudah dikoreksi secara akurat

sebagai citra referensi;

4.2.3 Data klorofil-a

Data klorofil-a sebagai indikator kesuburan perairan diperoleh dari internet

http://oceancolor.gsfc.nasa.gov/cgi/brpuse.pl karena di Indonesia belum ada

sistem yang mampu menerima data dari satelit SeaWiFS secara langsung. Data

SeaWiFS yang di download dari internet dan digunakan adalah data dengan waktu

yang berkorelasi dengan data NOAA-AVHRR yang digunakan. Karena data yang

di download dari internet bersifat global yaitu dalam area yang luas maka

dilakukan cropping hanya pada daerah penelitian, sehingga dapat diperoleh citra

sesuai dengan liputan dan skala citra untuk daerah penelitian. Nilai kandungan

klorofil-a pada citra dibaca dengan cara membandingkan warna pada citra dengan

warna pada legenda yang menyatakan konsentrasi klorofil dengan interval dari

0,1 – 5,0 mg/m3. Pengamatan konsentrasi klorofil-a di perairan laut dilakukan

dengan cermat terutama untuk area perairan di wilayah pesisir. Hal ini sangat

perlu untuk mencegah kerancuan antara kandungan klorofil-a yang dijadikan

indikator tingginya kesuburan perairan dengan kekeruhan.

4.2.4 Data angin dan gelombang

Data arah dan kecepatan angin serta tinggi dan arah gelombang diperoleh

dari Dinas Hidrooseanografi TNA-AL. Data angin dan gelombang di perairan laut

yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data peramalan gelombang yang

didasarkan pada kecepatan angin, lama hembus angin dan fetch. Data arah dan

kecepatan angin yang dipergunakan dibuat berdasarkan rata-rata bulanan arah dan

kecepatan angin di perairan Selat Madura dan sekitarnya dari tahun 1998 sampai

dengan tahun 2007. Tinggi gelombang diperoleh dari kecepatan angin yang

disesuaikan dengan skala beaufort dan arah gelombang disamakan dengan arah

angin. Data arah dan kecepatan angin yang diperoleh dari hasil rata-rata bulanan

dimasukkan kedalam distribusi prosentase frekwensi sehingga didapat tinggi dan

54

arah gelombang yang dominan pada tiap-tiap bulannya. Data yang dipergunakan

adalah rata-rata bulanan arah dan kecepatan angin di perairan Selat Madura dan

sekitarnya dari tahun 1998 sampai dengan tahun 2007.

Arah dan kecepatan angin rata-rata yang diperoleh dari Dinas

Hidrooseanografi TNL-AL. Kecepatan angin dikelompokkan menjadi 6 interval

kecepatan dalam satuan knot yaitu antara 0 - 1 knot, 1 – 3 knot, 4 – 6 knot, 7 – 10

knot, 11 – 16 knot dan lebih besar dari 17 knot. Tinggi gelombang rata-rata dibagi

menjadi 5 interval dalam satuan meter yaitu 0; 0,1 – 0,5; 0,6 – 1,0; 1,1 – 1,5; dan

> 1,5 meter. Arah angin dan gelombang dibagi menjadi 8 arah yaitu utara, timur

laut, timur, tenggara, selatan, barat daya, barat, dan barat laut.

4.2.5 Data kedalaman Selat Madura

Data kedalaman perairan laut diperoleh dari peta kedalaman laut buatan

Dinas Hidrooseanografi TNI AL sesuai dengan skala yang tersedia. Data

kedalaman perairan ini digunakan untuk mendukung analisis daerah-daerah yang

potensial terjadinya penaikan massa air laut yang disebabkan oleh terjadinya

perubahan kedalaman dasar laut. Karena gradasi kedalaman kawasan Selat

Madura antara di sisi timur yang berbatasan dengan Laut dan Selat Bali dengan

perairan di utara Situbondo ke arah barat maka isobath dibuat tidak liner,

tergantung pada karakteristik kedalaman perairan. Gradasi kedalaman sebelah

timur dengan isobath 1.000 meter, 500 meter, dan 200 meter. Gradasi kedalaman

Selat Madura yang masuk dalam kategori perairan dangkal mulai utara Pondok

Mimbo dengan kedalaman 100 meter ke arah barat sampai kedalaman 10 meter

dibuat isobath dengan gradasi 10 meter.

4.3 Pengumpulan Data Perikanan Tangkap

Pengumpulan data perikanan tangkap diperoleh melalui dua cara yaitu

melalui survei lapangan di PPI/TPI di Situbondo dan PPI di sekitarnya, dan

melalui feedback kegiatan uji coba penangkapan menggunakan informasi spasial

ZPPI oleh nelayan Situbondo yang melakukan penangkapan di Selat Madura.

55

4.3.1 Pengumpulan data perikanan tangkap melalui survei lapangan

Pengumpulan data perikanan tangkap dilakukan melalui kegiatan survei

pengamatan secara langsung di lokasi penelitian melalui kegiatan wawancara,

kunjungan/peninjauan ke instansi terkait, dan literatur. Data tentang perahu motor

dan jenis-jenis alat tangkap yang dipergunakan oleh para nelayan di daerah

penelitian diperoleh dari Dinas Kelautan dan Perikanan setempat, buku Situbondo

Dalam Angka, Koperasi Unit Desa (KUD Nelayan), Kantor Desa dan kantor

Camat setempat, serta pengamatan langsung di pelabuhan dan tempat pendaratan

ikan melalui wawancara dengan nelayan secara langsung. Untuk mendapatkan

data tentang hasil penangkapan, dilakukan kegiatan wawancara dengan para

nelayan khususnya para nahkoda perahu motor serta pengamatan langsung

kegiatan penangkapan. Di samping itu juga diperoleh data tentang pembagian

zona-zona penangkapan yang telah disepakati oleh para nelayan serta pemerintah

setempat.

Kegiatan survei lapangan untuk mendapatkan data tentang ukuran perahu

motor yang dipergunakan, jenis alat tangkap, lama operasi penangkapan, daerah

operasi penangkapan dan pendapatan nelayan per rip. Perolehan data perikanan

tangkap melalui kegiatan survei lapangan dilakukan pada tanggal 4 - 11

September 2007 pada 3 PPI/TPI Situbondo 3 PPI di sekitarnya dengan perincian

sebagai berikut :

a. PPI Pondok Mimbo (Situbondo) pada tanggal 4 September 2007, data

diperoleh dengan mewawancarai 31 responden terdiri dari 28 nelayan dan 3

pemilik perahu motor.

b. TPI Tanjung Jangkar (Situbondo) pada tanggal 5 September 2007, diperoleh

dengan cara mewawancarai 33 responden terdiri 25 nelayan, dan 8 pemilik

perahu dan pengurus KUD Minaharta.

c. PPI Besuki, pada tanggal 6 September 2007, data diperoleh dengan

mewawancarai langsung 22 respoden nelayan.

d. PPI Probolinggo, pada tanggal 7 September 2007, data diperoleh 12

reponden terdiri dari 9 nelayan dan 3 respoden pemilik perahu motor.

56

e. PPI Branta Pesisir – Pamekasan pada tanggal 10 September 2007, data

diperoleh dengan mewawancarai 29 responden terdiri dari 23 nelayan dan 6

pemilik perahu motor.

f. PPI Pelabuhan Dungkek – Sumenep, pada tanggal 11 September 2007, data

diperoleh 41 respoden terdiri dari 16 nelayan dan 25 pemilik perahu motor.

4.3.2 Pengumpulan data waktu, lokasi dan jenis ikan

Data lokasi, waktu dan jenis ikan diperoleh melalui kegiatan uji coba

penerapan informasi spasial ZPPI di Selat Madura, dilakukan atas kerjasama

antara Pusat Pengembangan Pemanfaatan dan Teknologi Penginderaan Jauh

LAPAN dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Situbondo. Penerapan

informasi spasial ZPPI dilaksanakan oleh personel LAPAN bersama nelayan dari

PPI Pondok Mimbo, TPI Tanjung Jangkar, dan PPI Besuki, dengan operasi

penangkapan ikan di Selat Madura. Lokasi penangkapan ikan ditentukan

berdasarkan informasi spasial ZPPI yang diproduksi oleh LAPAN, sementara

kegiatan penangkapan ikan dengan menerapkan informasi spasial ZPPI dilakukan

dengan dua pola yaitu, (1) penerapan informasi yang dilakukan secara bersama

oleh nelayan setempat dengan personel LAPAN beserta Dinas Kelautan dan

Perikanan Situbondo, dan (2) kegiatan penerapan informasi ZPPI dilakukan oleh

nelayan kemudian melaporkan hasil tangkapan (waktu, koordinat, jenis dan

jumlah berat ikan yang tertangkap) pada setiap ZPPI.

4.4 Design dan sintesis Informasi Spasial ZPPI

Informasi spasial ZPPI dibuat dengan menggunakan 2 parameter utama

yaitu SPL dari data satelit penginderaan jauh NOAA-AVHRR dan kandungan

klorofil-a yang diperoleh dari satelit SeaWifs. Dari sebaran suhu permukaan laut

dan kandungan klorofil-a perairan diperoleh data tentang beberapa fenomena

oseanografi khususnya fenomena thermal front yang berkaitan erat dengan

fishing ground. Untuk membuat informasi spasial ZPPI, pertama-tama dilakukan

pemetaan SPL menggunakan data NOAA-AVHRR untuk mendeteksi adanya

fenomena thermal fronts, dan eddies yang diindikasikan sebagai daerah fishing

57

ground (Narendra, 1993). Informasi spasial ZPPI dihasilkan dari implementasi

parameter SPL dan kandungan klorofil-a yang berkaitan erat dengan kehidupan

ikan. Penentuan ZPPI dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :

1) Membuat citra SPL dalam sistem peta untuk mendapatkan kesamaan posisi

dari setiap piksel citra SPL dengan menggunakan rumus 1 - 4;

2) Melakukan penggabungan citra SPL mingguan berdasarkan urutan minggu

pada bulan yang sama setiap tahunnya, dengan menggunakan metode nilai

minimum yaitu mengambil nilai SPL minimum dari semua citra pada urutan

minggu dan bulan yang sama.

3) Pengumpulan data klorofil-a bulanan yang di download dari internet

http://oceancolor.gsfc.nasa.gov/cgi/brpuse.pl

4) Identifikasi thermal front dari masing-masing citra SPL mingguan, dilakukan

dengan tahapan sebagai berikut : (1) pembuatan kontur SPL; (2) identifikasi

dan analisis gradien SPL untuk setiap jarak 3 km (3 pixel) sebesar 0,5o C; dan

(3) analisis nilai kandungan klorofil-a ( > 0,3 mg/l);

5) Penentuan ZPPI berdasarkan thermal front dari SPL mingguan tiap tahun;

6) Pembuatan ZPPI mingguan berdasarkan agregat dari ZPPI mingguan selama

10 tahun;

7) Pembuatan layout informasi spasial ZPPI mingguan dalam format peta;

8) Pembuatan ZPPI bulanan yang merupakan sintesis dari ZPPI mingguan dalam

bulan yang sama;

9) Pembuatan layout informasi spasial ZPPI bulanan dalam format peta.

10) Pembuatan layout informasi spasial ZPPI musiman dalam format peta.

Diagram alir pembuatan informasi spasial ZPPI secara umum sebagaimana

dinyatakan pada Gambar 10. Diagram alir proses pembuatan informasi spasial

ZPPI sebagaimana Gambar 11, 12 dan 13.

58

Gambar 10 Proses umum pembuatan informasi spasial ZPPI dalam penelitian

identifikasi zona potensi penangkapan ikan di Selat Madura dan

sekitarnya.

Koreksi Geometrik Dan Radiometrik

Penentuan Suhu Permukaan Laut (SPL)

Mingguan

Rektifikasi SPL dengan Titik Kontrol Peta

Cropping Citra Berdasarkan Daerah

Penelitian

Analisis deteksi ”Thermal front”

Informasi Spasial Zona Potensi

Penangkapan Ikan (ZPPI)

Batas-batas koordinat daerah

penelitian (peta dasar 1;200.000)

Peta Dasar Skala 1:200.000

Data kedalaman dan data lapangan

Kesuburan perairan dari data SeaWIFs

Data NOAA

59

Gambar 11 Proses sintesis untuk menghasilkan pola spasial ZPPI mingguan,

i = 1-4, j = 1-12 dan k = 1-10.

SPL minggu Mi bulan Bj tahun Tk

SPLT minggu Mi bulan Bj tahun Tk

SPL minggu Mi bulan Bj tahun Tk

SPL minggu Mi bulan Bj tahun Tk

SPL minggu Mi bulan Bj tahun Tk

SPL minggu Mi bulan Bj tahun Tk

SPL minggu Mi bulan Bj tahun Tk

SPL minggu Mi bulan Bj tahun Tk

SPL minggu Mi bulan Bj tahun Tk

SPL minggu Mi bulan Bj tahun Tk

SPL minggu Mi bulan Bj tahun Tk

SPL minggu Mi bulan Bj tahun Tk

SPL rata-rata minggu ke empat bulan Bj

SPL rata-rata minggu ke tiga bulan Bj

Thermal front minggu pertama bulan Bj

SPL rata-rata minggu pertama bulan Bj

Thermal front minggu ke dua bulan Bj

SPL rata-rata minggu ke dua bulan Bj

Thermal front minggu ke tiga bulan Bj

Thermal front minggu ke empat bulan Bj

ZPPI minggu ke tiga bulan 1 - 12

ZPPI minggu ke dua bulan 1 - 12

ZPPI minggu pertama bln 1-12

ZPPI minggu ke empat bulan 1-12

60

Gambar 12 Proses sintesis data untuk menghasilkan pola spasial ZPPI bulanan

setiap tahun, dengan Tk adalah tahun data.

ZPPI minggu 2 Januari tahun Tk

ZPPI minggu 3 Januari tahun Tk

ZPPI minggu 4 Januari tahun Tk

SST minggu 1 – 4 Desember thn Tk

SST minggu 1 – 4 Desember tahun Tk

SST minggu 1 – 4 Desember tahun Tk

SST minggu 1 – 4 Desember tahun Tk

ZPPI bulan Januari tahun Tk

ZPPI bulan Februari tahun Tk

ZPPI bulan Maret tahun Tk

ZPPI bulan April tahun Tk

ZPPI bulan Mei tahun Tk

ZPPI bulan Juni tahun Tk

ZPPI bulan Juli tahun Tk

ZPPI bulan Agustus tahun Tk

ZPPI bulan September tahun Tk

ZPPI bulan Oktober tahun Tk

ZPPI bulan November tahun Tk

ZPPI bulan Desember tahun Tk

ZPPI minggu 1 Januari tahun Tk

61

Gambar 13 Diagram alir proses ZPPI bulanan, dengan Ti menyatakan tahun data.

ZPPI bulan Januari tahun Tk

ZPPI bulan Februari tahun Tk

ZPPI bulan Maret tahun Tk

ZPPI bulan April tahun Tk

ZPPI bulan Mei tahun Tk

ZPPI bulan Juni tahun Tk

ZPPI bulan Juli tahun Tk

ZPPI bulan Agustus tahun Tk

ZPPI bulan September tahun Tk

ZPPI bulan Oktober tahun Ti

ZPPI bulan November tahun Tk

ZPPI bulan Desember tahun Tk

Sintesis ZPPI bulanan Bi dan tahun Tk

ZPPI bulan Januari

ZPPI bulan Februari

ZPPI bulan Maret

ZPPI bulan April

ZPPI bulan Mei

ZPPI bulan Juni

ZPPI bulan Juli

ZPPI bulan Agustus

ZPPI bulan September

ZPPI bulan Oktober

ZPPI bulan November

ZPPI bulan Desember

62

Untuk setiap unit spasial diberikan satu klasifikasi kepadatan dan tingkat

prospek keberhasilan penangkapan ikan. Dalam penelitian diterapkan 4 kelas

kepadatan ZPPI yang menggambarkan tingkat prospek keberhasilan dari setiap

unit spasial, sebagai berikut:

1) kelas sangat padat : unit spasial yang didalamnya terdapat lebih dari 5 ZPPI;

2) kelas padat : unit spasial yang didalamnya terdapat 4 - 5 ZPPI;

3) kelas sedang : unit spasial yang didalamnya terdapat 2 – 3 ZPPI;

4) kelas rendah : unit spasial yang didalamnya terdapat hanya 1 ZPPI.

Klasifikasi kepadatan ZPPI ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran

tentang tinggi rendahnya kemungkinan keberhasilan operasi penangkapan ikan

yang berpengaruh terhadap produktivitas penangkapan.

4.5 Metode Analisis

4.5.1 Pengaturan zona penangkapan ikan berdasarkan ukuran (jarak

jangkau) perahu/kapal motor

Berdasarkan kategori ukuran perahu motor dan jarak tempuh perahu motor

dari PPI/TPI untuk masing-masing ukuran, dibuat skenario zona penangkapan

yang dibagi menjadi 2 jenis yaitu dalam bentuk lingkaran dan dalam bentuk

sejajar garis pantai. Skenario pertama yaitu zona berbentuk lingkaran dengan titik

pusat pada masing-masing PPI/TPI, sedangkan skenario kedua berbentuk zona

sejajar garis pantai (Gambar 14). Secara umum, zona penangkapan dibagi menjadi

4 (empat) zona yaitu : (1) zona dengan jarak 0 – 4 km; (2) zona dengan jarak

antara 4 km sampai 10 km; (3) zona berjarak antara 10 km sampai dengan 20 km,

dan (4) zona berjarak di atas 20 km. Berdasarkan batas masing-masing zona

tersebut, dihitung luas masing-masing zona yang dialokasikan untuk masing-

masing kelompok ukuran perahu motor. Pembagian zona penangkapan ini

diarahkan untuk mencegah terjadinya konflik perebutan penangkapan antar

perahu motor khususnya antara perahu motor tradisional dengan perahu motor

yang berukuran besar dan menggunakan peralatan modern, sekaligus untuk

meningkatkan efisiensi dan produktivitas penangkapan oleh nelayan Situbondo.

63

Gambar 14 Pembagian zona penangkapan berdasarkan jarak tempuh perahu

motor pada masing-masing ukuran, berbentuk lingkaran dengan titik

pusat pada PPI dan zona sejajar garis pantai.

4.5.2 Pengaturan zona penangkapan berdasarkan daya jangkau kapal dalam

bentuk lingkaran

Dengan memperhatikan kategori ukuran perahu motor sebagaimana Tabel 4,

dilakukan pengaturan zona penangkapan berbentuk lingkaran dengan titik pusat

pada masing-masing PPI berdasarkan kategori ukuran dan jarak jangkau perahu

motor pada masing-masing kategori. Analisis pengaturan zona operasi

penangkapan ikan dibuat berdasarkan kriteria sebagai berikut:

a. Zona penangkapan disajikan dalam bentuk lingkaran paling dalam dengan

jari-jari 4 km dari PPI dialokasikan untuk perahu layar dan motor dengan

ukuran dibawah 5 GT.

b. Zona penangkapan berbentuk lingkaran dalam area antara jari-jari 4 – 10 km

dari PPI dialokasikan untuk perahu motor dengan ukuran 5 – 10 GT.

c. Zona penangkapan berbentuk lingkaran dalam area antara jari-jari 10 – 20 km

dari PPI, dialokasikan untuk perahu motor dengan ukuran 10 – 20 GT.

d. Zona penangkapan di luar lingkaran jari-jari 20 km, dialokasikan untuk

perahu motor dengan ukuran di atas 20 GT.

64

Alokasi perahu motor didasarkan pada jarak tempuh untuk setiap kategori

ukuran perahu motor dalam bentuk lingkaran dengan titik pusat PPI, sehingga luas

zona penangkapan per unit perahu motor dapat diformulasikan sebagai berikut.

Wri = Lri / Jpm ........................................................................................5.

Dengan : Wri = luas zona per unit perahu layar/moror untuk setiap kategori (0 – 4

km, 4 – 10 km atau 10 – 20 km); Lri = luas zona ke i dalam masing-masing

kategori; Jpm = jumlah perahu layar layar/moro (unit); .

Analisis alokasi perahu/kapal motor pada masing-masing zona, dilakukan

dengan cara :

a. menghitung luas zona untuk setiap kategori perahu kapal motor dalam

masing-masing zona (km2/unit);

b. menghitung rata-rata luas zona untuk setiap kategori perahu/kapal motor pada

masing-masing zona untuk seluruh Situbondo.

c. menentukan jumlah perahu/kapal motor yang selayaknya berpangkalan pada

PPI bersangkutan.

d. menentukan perbandingan antara luas zona per perahu/kapal motor pada

masing-masing PPI dengan luas rata-rata per perahu/kapal motor seluruh

Situbondo.

e. menentukan PPI yang mempunyai luas zona per perahu/kapal motor di bawah

rata-rata yang berarti sudah melebihi daya tampung maksimum, dan PPI yang

mempunyai luas zona per perahu/kapal motor lebih tinggi dari rata-rata

sehingga mempunyai peluang menerima relokasi perahu/kapal motor dari PPI

lain, sesuai dengan zona dan kategori perahu/kapal motor.

4.5.3 Pengaturan zona penangkapan ikan dalam jarak sejajar garis pantai

Sebagaimana diuraikan pada Tabel 4 bahwa perahu/kapal motor tersebar

pada 13 kecamatan sepanjang pesisir Situbondo. Memperhatikan penyebaran

perahu/kapal motor tersebut, dikembangkan pengaturan zona penangkapan yang

sesuai dengan penyebaran PPI/TPI tersebut, dalam upaya memelihara kelestarian

sumberdaya ikan dan terjadinya konflik perebutan lokasi penangkapan ikan antara

nelayan besar (modern) dengan nelayan kecil (tradisionil). Dengan

65

memperhatikan kategori ukuran perahu/kapal motor sebagaimana Tabel 3.4 pada

bagian 3.5, jarak jangkau perahu/kapal motor pada masing-masing kategori, dan

berdasarkan lokasi operasi penangkapan ikan, dibuat zona penangkapan ikan

sejajar garis pantai dengan kriteria sebagai berikut :

a. Zona pertama dengan garis terluar berjarak 4 km dari garis pantai dialokasikan

untuk perahu layar dan motor dengan ukuran dibawah 5 GT.

b. Zona kedua berjarak antara 4 km sampai 10 km dari garis pantai, dialokasikan

untuk perahu motor dengan ukuran 5 – 10 GT.

c. Zona ketiga berjarak antara 10 km sampai dengan 20 km dari garis pantai,

dialokasikan untuk perahu motor dengan ukuran 10 – 20 GT.

d. Zona keempat berjarak di atas 20 km dari garis pantai, dialokasikan untuk

perahu motor dengan ukuran diatas 20 GT.

Dengan memperhatikan jumlah perahu layar dan perahu motor yang ada di

wilayah Kabupaten Situbondo, dilakukan perhitungan luas area penangkapan per

perahu layar/motor pada tiap-tiap zona dengan persamaan sebagai berikut.

Wz = Lz / Jpm ............................................................................ ...........6.

Dengan : Wz = luas zona untuk setiap kategori perahu layar dan perahu motor

pada masing-masing zona (km2/unit); Lz = luas zona (km2); Jpm = jumlah

perahu/kapal motor (unit).

Analisis alokasi perahu/kapal motor pada masing-masing zona dan ukuran

perahu motor, dilakukan dengan kriteria sebagaimana analisis pada Bagian 4.6.1,

4.6.2 dan 4.6.4 di atas.

4.5.4 Analisis pengelolaan zona penangkapan ikan

Dengan mengacu pada rencana tata ruang Kabupaten Situbondo yang

membagi wilayah Kabupaten Situbondo menjadi 3 wilayah pengembangan,

pengelolaan penangkapan ikan Kabupaten Situbondo juga dibagi menjadi 3 zona

yaitu zona barat berpusat di PPI Besuki selanjutnya dinyatakan sebagai zona A,

zona di bagian tengah berpusat di PPI Tanjung Pacinan dinyatakan sebagai zona

B, dan zona paling timur berpusat di PPI Pondok Mimbo disebut sebagai zona C

(Gambar 15). Untuk memudahkan dalam analisis penggunaan informasi spasial

66

pengelolaan penangkapan, dibuat batas masing-masing zona yaitu zona A dengan

batas koordinat 113o 30’ – 113 o 52’ BT dan 7 o 22’ 30” – 7 o 45’ LS, zona B

dalam koordinat 113 o 52’ – 114 o 6’ 30” BT dan 7 o 22’ 30” – 7 o 42’ 30” LS, serta

zona C dalam koordinat 114 o 6’ 30” – 115 o BT dan 7 o 20’ – 7 o 55’ 30” LS.

Gambar 15 Batas zona pengelolaan penangkapan ikan Kabupaten Situbondo

meliputi PPI Besuki, PPI Tanjung Pecinan dan PPI Pondok Mimbo.

Dengan memperhatikan wilayah kecamatan yang mempunyai pantai

sebagaimana Tabel 1 dalam Bab 3, dilakukan pengelompokan 13 wilayah

kecamatan di Kabupaten Situbondo ke dalam 3 PPI. Pengelolaan penangkapan

ikan zona A meliputi mengelolaan penangkapan dari 5 kecamatan yaitu

Banyuglugur, Besuki, Suboh, Melandingan dan Bungatan. Zona B meliputi

pengelolaan penangkapan untuk 4 kecamatan yaitu Kendit, Panarukan, Mangaran,

dan Kapongan. Zona C meliputi pengelolaan penangkapan untuk 4 kecamatan

yaitu Arjasa, Tanjung Jangkar, Asembagus, dan Banyuputih. Analisis zona

penangkapan ikan oleh nelayan Situbondo dibagi menjadi 4 (empat) pola

pengaturan penangkapan sebagai berikut:

(1) Nelayan dari masing-masing PPI melakukan kegiatan penangkapan ikan

dalam PPI yang bersangkutan;

67

(2) Nelayan melakukan kerjasama penangkapan ikan antar PPI dalam wilayah

pengelolaan perikanan tangkap Kabupaten Situbondo (Besuki, Tanjung

Pecinan, dan Pondok Mimbo);

(3) Nelayan Situbondo (dari PPI Besuki, Tanjung Pecinan, dan Pondok Mimbo)

melakukan kerjasama penangkapan ikan dengan nelayan dari PPI lain di

sekitar Selat Madura (Probolinggo, Sampang, Pamekasan, Sumenep);

(4) Nelayan Situbondo yang menggunakan kapal penangkapan ikan dengan

ukuran di atas 20 GT (khususnya dari PPI Besuki dan Tanjung Pecinan)

melakukan kerjasama dengan nelayan dari PPI lain yang beroperasi di Selat

Bali (PPI Banyuwangi), Laut Bali (PPI Singaraja) dan Laut Jawa bagian timur

khususnya PPI Sokabana (Sampang), PPI Pasongsongan (Pamekasan), PPI

Karanglanggar (Sumenep), nelayan dari pulau Sepudi dan Raas.