Cosmopolitanism, Consumer Ethnocentrism, Dan Relatif ...
Transcript of Cosmopolitanism, Consumer Ethnocentrism, Dan Relatif ...
JURNAL MEBIS Manajemen dan Bisnis Prodi Manajemen, Universitas Pembangunan Nasional Veteran
ISSN : 2599-283X (Online) ISSN : 2528-2433 (Cetak)
Cosmopolitanism, Consumer Ethnocentrism,
Dan Relatif Product Quality Terhadap Preferensi Konsumen Generasi
Y Produk Pakaian Merek Zara
Di Surabaya
Lusmiati Djamuddin, Dhani Ichsanuddin Nur
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UPN “VETERAN” JAWA TIMUR
Email : [email protected], [email protected]
ABSTRACT
The various choices and brands of domestic products as well as the global products offered by
manufacturers, provide different preferences to various consumers. The purpose of this study to
determine the factors that affect the consumer preferences generation Y to the product brand clothing
zara in surabaya. The variables used in this study are: cosmopolitanism, consumer ethnocentrism,
relative product quality and consumer preferences generation Y. Measurements were made with Likert
scale. The population in this study is the Y-generation consumers who have visited the clothing brand
outlets in Surabaya. The analysis technique used is partial least square.The results of this study is that
cosmopolitanism contributes to the relative product quality of brand products in Surabaya, the relative
quality of products contributes to the Y generation consumer preferences in the zara brand clothing
products in Surabaya, cosmopolitanism contributes to consumer ethnocentrism, consumer
ethnocentrism contributes to consumer preferences Y generation on zara brand clothing products in
Surabaya and cosmopolitanism does not contribute to the Y generation consumer preferences on Zara
brand clothing products.
Keywords: Consumer Ethnocentrism, Cosmopolitanism, Consumer Preference Generation Y and
Relative Product Quality.
I. PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Dunia fashion di Indonesia
berkembang pesat, hal ini terlihat dari
kontribusi fashion terhadap
perekonomian yang semakin membaik
hingga ritel yang terus berkembang di
Indonesia. Direktur Jenderal Industri
Kecil dan Menengah (IKM) Kementrian
Perindustrian (Kemenperin) Evie
Saedah saat pidato pembukaan pameran
fashion dan kerajinan di Jakarta tahun
2013, mengatakan bahwa kontribusi
fashion mengungguli kontribusi jenis
industri kecil lainnya. Baik nilai
tambah, tenaga kerja, jumlah
perusahaan maupun ekspornya. Fashion
merupakan salah satu sub sektor
dominan dalam memberikan kontribusi
ekonomi, menjadi lokomotif
perkembangan industri kreatif nasional.
Nilai tambah sub sektor fashion sebesar
44,3% dari total kontribusi industri
kreatif (www.kemenperin.go.id)
Penelitian Savitirie (2010),
fashion yang paling pesat
perkembangannya adalah pakaian,
25
JURNAL MEBIS Manajemen dan Bisnis Prodi Manajemen, Universitas Pembangunan Nasional Veteran
ISSN : 2599-283X (Online) ISSN : 2528-2433 (Cetak)
karena paling cepat pergantiannya dan
paling diminati dan dibeli dibandingkan
produk lainnya. Savitrie (2010) menurut
Poppy Dharsono, fashion adalah sebuah
kecenderungan gaya yang sedang
digemari pada saat itu dan berlaku
dalam jangka waktu tertentu. Menurut
Poppy Dharsono selaku ketua dan
pendiri APPMI (Asosiasi Perancang
Pengusaha Mode Indonesia), acuan
fashion yang paling digemari
konsumen lokal dipengaruhi oleh
budaya barat.
Perubahan tren pakaian yang
cepat, memicu seseorang untuk tidak
berhenti membeli, menjadi alasan
berkembangnya ritel pakaian dan lebih
aktif untuk mendatangkan berbagai
jenis produk pakaian merk global di
Indonesia (Sugih & Soekarno, 2015).
Seiring meningkatnya konsumsi
fashion, berbagai produk pakaian merk
global masuk ke Indonesia, membuat
konsumen memiliki pandangan tertentu
terhadap produk pakaian merek global.
Konsumen dapat diklasifikasikan
berdasarkan generasinya yaitu generasi
baby boomer, generasi X, dan generasi
Y (Solomon, 2009). Dari keempat
generasi tersebut, konsumen generasi Y
terlihat memiliki kekuatan signifikan
dalam konsumsi merek global (Noble,
dkk, 2009). Generasi Y tumbuh dalam
lingkungan modern dengan tipe
consumption-driven dan memiliki
kemampuan lebih banyak dari generasi
lainnya dalam sejarah (Kennedy, 2001).
Menurut Backwell dan Mitchell (2003)
generasi Y lahir pada tahun 1976 hingga
1994, telah menarik pemasar karena
populasinya besar dan tumbuh dalam
dua pendapatan rumah tangga. Kedua
orang tua mereka bekerja, perceraian
menjadi norma di banyak rumah tangga,
tumbuh dengan komputer dan email
dalam berkomunikasi, sumber utama
informasi dan sosial terhubung dengan
internet, dibesarkan di era kemakmuran
ekonomi memungkinkan memiliki
pendapatan tambahan signifikan dan
memiliki banyak kesempatan
menghabiskannya. Pembeli generasi Y
lebih sadar harga dan kualitas daripada
generasi sebelumnya (Kennedy, 2001).
Generasi Y sangat menyukai fashion
dibandingkan generasi lainnya, cepat
berubah pikiran dalam hal fashion,
memiliki kepentingan yang mendalam
pada hal baru, dan tergolong generasi
yang loyal terhadap merek (Mitchell,
2003). Menurut Backwell (2004), tidak
hanya wanita tetapi pria generasi Y
merupakan pasar yang menguntungkan,
menghasilkan lebih dari 20% dari total
belanja konsumen di Amerika Serikat.
Persaingan penjualan fashion di
Indonesia makin marak baik dari dalam
maupun luar Indonesia, saling
berkompetisi menciptakan produk
pakaian baru serta merek-merek yang
berkualitas. Banyaknya produk pakaian
merek global yang memasuki pasar
Indonesia karena meningkatknya
tingkat kemakmuran penduduk muda
Indonesia bersamaan dengan kesadaran
tinggi akan merek global dan
pengalaman berbelanja
internasional(Wajdi, 2016). Peluang
pasar industri pakaian semakin besar
seiring terjadinya peningkatan jumlah
masyarakat kelas menengah di
Indonesia dalam beberapa tahun
terakhir, menjadi salah satu faktor
meningkatnya konsumsi masyarakat
terhadap pakaian, masyarakat kelas
menengah mulai menjadikan pakaian
berkualitas dan bermerek tertentu
sebagai kebutuhan (SWA, 2014).
26
JURNAL MEBIS Manajemen dan Bisnis Prodi Manajemen, Universitas Pembangunan Nasional Veteran
ISSN : 2599-283X (Online) ISSN : 2528-2433 (Cetak)
Globalisasi juga mempengaruhi
diversifikasi persepsi konsumen akan
produk, dimana produk itu berasal serta
dimana produk tersebut diproduksi,
persepsi ini mempengaruhi perilaku
dan niat beli konsumen terhadap suatu
produk (Parts &Vida, 2013).
Banyaknya konsumen yang
memiliki preferensi lebih membeli
produk yang berasal dari luar negaranya
dibandingkan dengan produk lokal,
menimbulkan pertanyaan apakah
terdapat faktor sosial yang
mempengaruhi preferensi konsumen
dalam memutuskan melakukan
pembelian. Teori proses pengambilan
keputusan oleh Schiffman dan Kanuk
(2000), bahwa terdapat faktor eksternal
yang berperan yaitu faktor lingkungan
sosiokultural salah satunya. Faktor
lingkungan sosiokultural yang menjadi
fokus dalam penelitian ini yaitu
cosmopolitanism dan consumer
ethnocentrism.
Penelitian Parts & Vida (2013),
terdapat satu fokus sosial yang
mempengaruhi preferensi dalam
memilih antara produk domestik atau
produk asing yaitu cosmopolitanism dan
consumer ethnocentrism.
Cosmopolitanism pertama kali
dikenalkan oleh Merton (1975), yaitu
individual yang memiliki orientasi
terhadap dunia luar (dibandingkan
dengan komunitas lokalnya). Canon dan
Yaprak (2002) mengidentifikasi faktor
yang bisa mempengaruhi konsumen
dalam nilai-nilai cosmopolitanism,
antara lain tekanan kompetisi,
perubahan teknologi, komunikasi
global, dan pengalaman konsumsi.
Keberadaan konsumen cosmopolitanism
membantu pemasar untuk menjual,
mempromosikan, mengiklankan produk
secara global (Cleveland, Laroche,
2009; Riefler&Diamantopoulos, 2009).
Konsumen cosmopolitanism yang
memiliki gaya hidup dan perilaku
khusus dapat menciptakan cara baru
bagi perusahaan untuk masuk ke
konsumen dengan segmen tersebut.
Beberapa peneliti telah mendiskusikan
tentang konsekuensi cosmopolitanismi,
dengan mencoba menghubungkannya
terhadap variabel perilaku konsumen
seperti consumer ethnocentrism dan
materialism (Cleveland, dkk, 2009;
Riefler & Diamantopoulos, 2009).
Cosmopolitanism dalam
penelitian digunakan sebagai faktor dari
preferensi konsumen generasi Y karena
dalam penelitian Vida dan Parts (2012)
dilakukan di negara maju, sehingga
karakteristik konsumen dan keadaan
pasar yang berbeda bisa menyebabkan
perbedaan hasil penelitian yang
dilakukan di negara
berkembang(Alimudin et al., 2017).
Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Shimp & Sharma (1987)
consumer ethnocentrism mengacu
kepada konsumen yang memiliki
keyakinan membeli produk asing akan
menyebabkan kerusakan perekonomian
lokal serta meningkatkan pengangguran.
Perilaku konsumen terhadap produk
merek global, keinginan untuk membeli
dan pemilihan antara produk domestik
dibandingkan dengan produk dari luar
negeri (Reardon, dkk, 2005, Shankar,
2006). Konsumen yang memiliki
ethnocentrism tinggi melihat pembelian
produk luar negeri sebagai hal yang
salah karena memiliki dampak yang
lebih lanjut kepada sosial dan ekonomi
lokal (Shimp & Sharma, 1987).
Ethnocentrisme dapat
diinterprestasikan membeli produk
27
JURNAL MEBIS Manajemen dan Bisnis Prodi Manajemen, Universitas Pembangunan Nasional Veteran
ISSN : 2599-283X (Online) ISSN : 2528-2433 (Cetak)
impor adalah sesuatu yang salah, tidak
patriotik, dan mengganggu
perekonomian (Shimp & Sharma,
1987). Namun saat ini terjadi fenomena
pada konsumen di Indonesia yang
termasuk negara berkembang
umumnya, melihat produk asing
khususnya yang dibuat di negara-negara
maju sebagai produk yang lebih tinggi
kualitasnya daripada dalam negerinya.
Bahkan consumer ethnocentrism
mungkin menganggap produk asing
memiliki kualitas lebih tinggi, terutama
jika berasal dari negara dengan image
yang lebih baik(Yuniningsih, Widodo
and Wajdi, 2017).
Globalisasi memiliki dampak
yang besar terhadap konsumen.
Konsumen di Indonesia dapat menyerap
berbagai informasi dan mulai menuntut
kualitas produk yang baik. Adanya
globalisasi, penduduk Indonesia mulai
perhatian dengan produk pakaian merek
global dan merasa bahwa kepemilikan
produk tersebut di kalangan mereka
memberikan status dan kebanggaan
tersendiri. Oleh karena itu suatu produk
hanya dianggap sebagai pemenuhan
kebutuhan secara simbolis dari pada
secara fungsionalnya.
Beberapa hasil penelitian
mengidentifikasi bahwa merek
digunakan oleh konsumen sebagai tanda
untuk menentukan kualitas produk
(Douglas, dkk, 2006; Holt, dkk, 2004).
Konsumen cenderung percaya bahwa
semakin global suatu merek maka
semakin baik pula kualitas yang
ditawarkan (Holt, dkk, 2009).
Konsumen mempercayai alasan bahwa
merek global selalu memperbaharui
standart dan inovasi produk secara terus
menerus. Tetapi bukan berarti merek
global lebih baik dari merek lokal,
karena konsumen cenderung percaya
berdasarkan janji, kepercayaan dan
harapan yang ditawarkan merek global
(Aaker & Joachimsthaler, 2000).
Konsumen rela membayar harga lebih
tinggi jika memiliki perilaku positif
terhadap sebuah merek (Kapferer,
2004). Pemikiran konsumen terhadap
merek dapat membantu
mendiferensiasikan suatu produk
terhadap produk lain, merek global
memperoleh banyak keuntungan dan
ketertarikan kosumen daripada merek
non global (Tjandra, dkk, 2013).
Masuknya produk pakaian merek
global di negara berkembang termasuk
di Indonesia menunjukkan perubahan
signifikan dalam beberapa tahun
terkahir. Munculnya beberapa produk
pakaian merek global telah mengubah
skenario produk pakaian merek lokal di
negara berkembang, yang dulunya tidak
terlalu terorganisir menjadi lebih
terorganisir, untuk dapat bersaing
dengan produk pakaian merek global.
Merk fashion Zara telah lama
berada di industri fashion international
sejak tahun 1975 di Spanyol. Zara
memiliki 1.085 gerai tersebar di
beberapa negara termasuk di kawasan
Asia /Jepang, Hongkong, Singapura dan
Indonesia (www.zara.com). Zara dalam
pemasaran memposisikan sebagai
produsen high-fashion brands yang
inovatif, optimal menciptakan desain
pakaian yang baru, lebih mementingkan
kuantitas model daripada kuantitas
produk dan relatif ekslusif.
Merek Zara merupakan salah satu
merek pakaian global yang gencar
berkompetisi dengan merek pakaian lain
baik yang baru hadir ataupun yang
sudah lama bersaing di Indonesia, hal
ini dapat dilihat dari top brand indeks
28
JURNAL MEBIS Manajemen dan Bisnis Prodi Manajemen, Universitas Pembangunan Nasional Veteran
ISSN : 2599-283X (Online) ISSN : 2528-2433 (Cetak)
award. Menurut survey topbrand-
award, diketahui bahwa top brand index
produk pakaian merek Zara sejak tahun
2012 sampai tahun 2016 mengalami
fluktuasi, hasil analisis topbrand-award
terhadap top brand index produk
pakaian merek Zara yaitu tahun 2012
TBI 1,8%, tahun 2013 TBI 4,5%, tahun
2014 TBI 2,9%, tahun 2015 TBI 11,3%
dan tahun 2016 TBI 14,9%
(www.topbrand-award.com).
Berdasarkan survey topbrand-
award, diketahui top brand index
produk pakaian merek Zara mengalami
fluktuasi pada tahun 2012 sampai 2015,
dapat diartikan mengalami masalah.
Penyebab terjadinya fluktuasi top brand
indeks produk pakaian merek Zara tidak
lepas dari keinginan konsumen untuk
membeli (Novansyah, 2016). Diduga
dipengaruhi oleh preferensi konsumen,
disebabkan cosmopolitanism, consumer
ethnocentrism dan relative produk
quality.
Rumusan masalah penelitian ini
yaitu apakah cosmopolitanism memiliki
pengaruh terhadap preferensi konsumen
generasi Y melalui relative product
quality produk pakaian merek Zara,
apakah cosmopolitanism memiliki
pengaruh terhadap preferensi konsumen
Generasi Y pada produk pakaian merek
Zara melalui consumer ethnocentrism
dan apakah cosmopolitanism memiliki
pengaruh terhadap preferensi konsumen
Generasi Y.
Penelitian ini bertujuan untuk
memahami preferensi konsumen
generasi Y terhadap produk pakaian
merek ZARA. Pemahaman terhadap
preferensi konsumen tersebut
diharapkan menjadi pembelajaran bagi
produsen produk pakaian merek lokal
agar mampu lebih inovatif dan sejajar
dengan produk pakaian merek Zara.
1.2.Metodologi Penelitian
1.2.1. Defenisi operasional
1. Cosmpolitanism yaitu pemikiran
seseorang yang menunjukkan
keterbukaannya terhadap negara lain
beserta kebudayaannya,
menunjukkan keterbukaannya
terhadap keberagaman budaya yang
di bawa melalui informasi dan
produk yang berasal dari negara lain
(Riefler, dkk, 2012). Penilaian
responden tentang cosmopolitanism
di ukur dengan beberapa indikator
yang dilakukan oleh Cleveland,
Laroche dan Papadopoulos (2006).
2. Relative Product Quality yaitu
perspektif positif konsumen generasi
Y terhadap kualitas produk pakaian
merek Zara dibandingkan dengan
kualitas produk pakaian merek lokal.
Penilaian responden tentang relative
product quality diukur dengan
beberapa indikator dilakukan oleh
Wang & Chen (2004).
3. Consumer Ethnocentrism adalah
perilaku psikologis yang
merepsentasikan konsumen melihat
produk yang dibuat di negara mereka
sebagai objek kebanggaan dan
identitas dibanding dengan produk
dari luar negeri (Reardon, dkk, 2005;
Shankar, 2006). Dengan kata lain
consumer ethnocentrism sebagai
kebanggan konsumen generasi Y
terhadap penggunaan produk pakaian
merek lokal dan penolakan terhadap
penggunaan produk pakaian merek
global. Penilaian responden
consumer ethnocentrism diukur
dengan beberapa indikator yang
dilakukan (Shimp&Sharma, 1987).
29
JURNAL MEBIS Manajemen dan Bisnis Prodi Manajemen, Universitas Pembangunan Nasional Veteran
ISSN : 2599-283X (Online) ISSN : 2528-2433 (Cetak)
4. Perefensi Konsumen Generasi Y
yaitu evaluasi kecenderungan
seseorang dalam memilih produk
pakaian merek Zara dibandingkan
dengan produk pakaian merek lokal.
Penilaian responden tentang
preferensi konsumen generasi Y
terhadap produk pakaian merek Zara
diukur dengan beberapa indikator
yang dilakukan oleh (Chysachow P.,
Krystallis A., Lewis R.L., Mocanu
A., 2010).
Pengukuran semua variabel dan
indikator di atas menggunakan skala
Likert dengan skala 1-5.
1.2.2. Tempat dan waktu Penelitian Di Surabaya, bulan April 2017.
1.2.3.Populasi dan Sampel
Populasi penelitian ini adalah
konsumen generasi Y di kota Surabaya
yang pernah mengunjungi gerai produk
pakaian merek Zara di kota Surabaya.
Sampel adalah bagian dari jumlah dan
karakteristik yang dimiliki oleh populasi
tersebut. Penelitian ini termasuk dalam
kategori non-probability sampling
dengan metode sampling purposive
yaitu teknik penentuan sampel dengan
pertimbangan tertentu (Sugiyono,
2012:122). Metode pengambilan sampel
dengan metode non probalility sampling
dengan teknik Purposive Sampling yaitu
sampel dipilih berdasarkan kriteria yang
sudah ditetapkan oleh peneliti. Ciri-ciri
kriteria sampel tersebut yaitu pernah
mengunjungi gerai produk pakaian
merek Zara dan berusia 23-41 tahun.
Jumlah populasi tidak diketahui
jumlahnya secara pasti, sehingga teknik
penentuan sampel yang digunakan
berdasarkan pedoman pengukuran
sampel menurut (Ghozali, 2011) yaitu
sepuluh kali skala terbesar dari
indikator formatif (kausal). Catatan
skala untuk konstruk yang didesain
dengan reflektif indikator dapat
diabaikan, jumlah indikator dikalikan
parameter penelitian (5-10). Jumlah
indikator penelitian ini sebanyak 17,
maka jumlah sampel yang tepat
digunakan berkisar 85 sampai 170
responden. Jumlah parameter yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
parameter (5), oleh sebab itu jumlah
minimum responden penelitian ini
sebesar 85 responden.
1.2.4. Teknik Analisa Data
Jenis dan Sumber Data
Menggunakan data primer, data
dengan menyebarkan kuisioner kepada
konsumen generasi Y produk pakaian
merek Zara di Surabaya. Sumber data
dalam analisis ini diambil langsung dari
konsumen generasi Y produk pakaian
merek Zara di Surabaya.
Metode Pengumpulan Data
Studi kepustakaan ; segala usaha
peneliti untuk menghimpun informasi
yang relevan dengan topik/masalah
yang diteliti, diperoleh dari buku, jurnal
dan sumber-sumber tertulis, tercetak,
maupun elektronik lain. Kuisioner ;
pengumpulan data yang dilakukan
dengan cara menyebarkan daftar
pernyataan kepada konsumen generasi
Y produk pakaian merek Zara di
Surabaya.
1.2.5. Teknik Analisis Data
Analisis data dan pemodelan
persamaan struktural menggunakan
teknik analisis Partial Least Square
(PLS), karena berbasis (1) teori, (2)
hasil penelitian empiris, (3) analogi,
30
JURNAL MEBIS Manajemen dan Bisnis Prodi Manajemen, Universitas Pembangunan Nasional Veteran
ISSN : 2599-283X (Online) ISSN : 2528-2433 (Cetak)
hubungan antar variabel pada bidang
ilmu lain, (4) hal-hal normatif, misalnya
peraturan pemerintah, undang-undang,
(5) hubungan rasional lainnya.
II. ANALISIS DATA DAN
PEMBAHASAN
2.1. Analisis Data
2.1.1. Tahap Measurement Model
(Pengujian Outer Weight)
Pada tahap measurement model
pada variabel cosmopolitanism, relatif
product quality, consumer
ethnocentrism dan preferensi konsumen
generasi Y, pengujian dilakukan
bersama-sama karena dalam prosedur
PLS tidak dapat dilakukan pengujian
jika hanya menggunakan satu variabel
laten. Indikator dikatakan valid dan
reliable secara konstruk apabila
memiliki nilai faktor loading lebih besar
atau sama dengan 0,5.
1. Hasil Evaluasi Outer Loadings
(Factor Loading)
Factor Loading merupakan
korelasi antara indikator dengan
variabel, jika lebih besar dari 0,5 dan
atau nilai p-values (tingkat kesalahan
bias ditoleransi/α) lebih kecil dari 0,05
maka signifikan, indikator tersebut
valid, merupakan indikator/pengukur
dari variebelnya. Berdasarkan tabel
outer loading (lampiran), seluruh
indikator memiliki factor loading lebih
besar dari 0,50 dan nilai p-values lebih
kecil dari 0,05 hingga seluruh indikator
adalah valid menjadi indikator variabel
cosmopolitanism, relatif produk
quality, consumer ethnocentrism, dan
preferensi konsumen.
2. Average Variances Extracted (AVE)
Model Pengukuran nilai Avarage
Variance Extracted (AVE),
menunjukkan besarnya varian indikator
yang dikandung oleh variabel latennya.
Konvergen Nilai AVE lebih besar 0,5
menunjukkan kecukupan validitas yang
baik bagi variabel laten. Pada variabel
indikator reflektif dapat dilihat dari nilai
Avarage variance extracted (AVE)
untuk setiap konstruk(variabel). Hasil
pengujian menunjukkan nilai AVE
konstruk (variable) cosmopolitanism
0,674, relative product quality 0,585,
consumer ethnocentrism 0,509 dan
preferensi konsumen 0,544, yang mana
semua variabel memiliki nilai AVE
lebih besar dari 0,5, sehingga valid.
3. Composite Reliability Coefficients
Reliabilitas konstruk diukur
dengan nilai composite reliability,
konstruk reliabel jika nilai composite
reliability di atas 0,70 maka indikator
konsisten dalam mengukur variabel
latennya. Hasil pengujian menunjukkan
nilai composite reliability konstruk
cosmopolitanism 0,912, relative product
quality 0,848, consumer ethnocentrism
0,837 dan preferensi konsumen 0,781,
semua variabel memiliki nilai composite
reliability lebih besar dari 0,7 sehingga
reliabel.
2.1.2. Pembentukan Variabel Laten
Angka frekuensi menunjukkan
persepsi responden pada saat penelitian
dan angka faktor loading menunjukkan
yang seharusnya menjadi perhatian
terhadap produk pakaian merek Zara
untuk perbaikan ke depan.
Pembentukan variabel laten ini
digunakan untuk mengetahui indikator
mana yang memiliki faktor loading
terbesar, memiliki pengaruh terbesar
terhadap variabel, sehingga dijadikan
masukan untuk mendapatkan perhatian
yang lebih. Berdasarkan hasil penelitian
diketahui :
31
JURNAL MEBIS Manajemen dan Bisnis Prodi Manajemen, Universitas Pembangunan Nasional Veteran
ISSN : 2599-283X (Online) ISSN : 2528-2433 (Cetak)
1. Variabel cosmopolitanism (mean
tertinggi 4,024 dan factor loading
tertinggi 0,872) “tertarik untuk
belajar lebih banyak dengan orang
yang tinggal di negara lain”.
2. Variabel relatif produk quality (mean
tertinggi 3,659 dan factor loading
tertinggi 0,822) “produk pakaian
merek Zara diproduksi hati-hati dan
pengerjaan yang halus dibandingkan
produk pakaian merek lokal”.
3. Variabel consumer ethnocentrism
(mean tertinggi 3,365 dan factor
loading tertinggi 0,805) “kita
seharusnya membeli produk pakaian
merek lokal dan tidak membiarkan
negara lain kaya karena uang yang
kita belanjakan produk mereka”.
4. Variabel preferensi konsumen
Generasi Y yang dominan (mean
tertinggi 4,082 dan factor loading
tertinggi 0,760) “produk pakaian
merek Zara memiliki brand name”.
2.1.3. Hasil Uji Inner Model
(Pengujian Model Struktural)
Pengujian terhadap model
struktural dilakukan dengan melihat
nilai R-Square yang merupakan uji
goodness-fit model. Pengujian inner
model dapat dilihat dari nilai R-square
pada persamaan antar variabel latent.
Nilai R2 menjelaskan seberapa besar
variabel eksogen (independen/bebas)
pada model mampu menerangkan
variabel endogen (dependen/terikat)
1. R-squared Coefficients
Nilai R2 keseluruhan = 1- (1-
0,015)(1-0,014)(1-0,347) = 0,3560.
Diinterpretasikan bahwa model mampu
menjelaskan fenomena preferensi
konsumen sebesar 35,60 %., sedangkan
sisanya (64,40%) dijelaskan oleh
variabel lain (selain cosmopolitanism,
relative product quality, consumer
ethnocentrism).
2. Hasil Uji Path Coefficients (Mean,
STDEV,T-Values)
Tabel 1. Uji Path Coefficients & values
Path
Coefficients
Standard
Error for
Path
Coefficients
P-
Values
Cosmopolitan -> relatif produk quality
-0.163 0.103 0.060
Cosmopolitanism -> Consumer
ethnocentrism 0.062 0.103 0.062
Cosmopolitanism -> preferensi konsumen
0.155 0.105 0.155
Consumer ethnocentrism ->
preferensi konsumen 0.171 0.103 0.051
Relatif produk quality ->
preferensi konsumen 0.587 0.091 <0.001
1. Cosmopolitanism berpengaruh
negatif signifikan terhadap relatif
produk quality, koefisien path
sebesar -0,163, dimana nilai p-
values lebih kecil dari nilai α = 0,10
2. Cosmopolitanism berpengaruh positif
signifikan terhadap consumer
ethnocentrism, koefisien path
sebesar 0,062 dimana nilai p-values
lebih kecil dari nilai α = 0,10
3. Cosmopolitanism berpengaruh non
signifikan terhadap preferensi
konsumen generasi Y, koefisien path
sebesar 0,155, dimana nilai p-values
lebih besar dari nilai α = 0,10
4. Consumer ethnocentris berpengaruh
positif signifikan terhadap
preferensi konsumen generasi Y,
dengan koefisien path sebesar 0,171,
dimana nilai p-values lebih kecil dari
nilai α = 0,10.
5. Relatif produk quality berpengaruh
positif signifikan terhadap preferensi
konsumen generasi Y, dengan
koefisien path sebesar 0,587, dimana
dimana nilai p-values lebih kecil dari
nilai α = 0,1.
Sumber : Hasil Olah Data
32
JURNAL MEBIS Manajemen dan Bisnis Prodi Manajemen, Universitas Pembangunan Nasional Veteran
ISSN : 2599-283X (Online) ISSN : 2528-2433 (Cetak)
2.2. Pembahasan
1. Cosmopolitanism Terhadap
Preferensi Konsumen Generasi Y
melalui Relative Product Quality
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa variabel Cosmoplitanism
berpengaruh terhadap variabel
preferensi konsumen generasi Y melalui
variabel relatif produk quality.
Berdasarkan hasil penelitian
cosmopolitanism berpengaruh negatif
signifikan terhadap relatif produk
quality, menunjukkan semakin tinggi
cosmopolitanism maka semakin rendah
relatif produk quality produk pakaian
merek Zara. Indikator “tertarik belajar
lebih banyak dengan orang yang tinggal
di negara lain” dominan membentuk
variabel cosmopolitanism, menjelaskan
bahwa cosmopolitanism berpengaruh
terhadap relatif product quality terkait
adanya ketertarikan untuk belajar lebih
banyak dengan orang yang tinggal di
negara lain dalam memilih produk
pakaian merek Zara.
Perilaku konsumen kosmopolitan
memiliki efek pada pola konsumsi
konsumen melalui evaluasi kualitas
produk dari negara asalnya. Lee dan
Chen (2008) bahwa konsumen dengan
tingkat worldmindedness yang tinggi
memiliki preferensi lebih terhadap
produk asing dibandingkan produk
dalam negeri. Penelitian yang dilakukan
oleh Vida dan Reardon (2008),
menemukan hasil yang berbeda bahwa
cosmopolitanism berpengaruh positif
signifikan terhadap relatif produk
quality, karena penelitian ini
menggunakan sampel negara yang
sedang berkembang yaitu Indonesia,
sedangkan Vida & Reardon
menggunakan sampel di negara maju,
dimana faktor demografi suatu negara
sangat berperan terhadap preferensi.
Hasil penelitian menunjukkan
arah negatif, sejalan dengan status
berkembangnya suatu negara memiliki
korelasi antara kosmopolitan dan image
terhadap produk domestik. Penelitian
cosmopolitanism yang dilakukan di
negara maju dan negara berkembang
memiliki hasil berbeda, sesuai
pemikiran bahwa konsumen di negara
berkembang tidak memiliki image
rendah terhadap produk domestik
terutama jika telah mengkonsumsi
produk tersebut selama bertahun-tahun
(Kinra, 2006). Hasil penelitian ini
berbeda dengan penelitian terdahulu
milik Vida dan Reardon (2008) dapat
disebabkan pendapatan responden
generasi Y dominan ≤ Rp 5juta, sangat
mempengaruhi preferensi konsumen
generasi Y. Konsumen kosmopolitan di
negara berkembang memiliki pemikiran
bahwa konsumen dapat membeli produk
lokal yang murah untuk konsumsi
pribadi dan merek asing yang lebih
mahal untuk publik (Chen, 2009).
Berdasarkan hasil penelitian
bahwa variabel relative product quality
berpengaruh positif signifikan terhadap
variabel preferensi konsumen generasi
Y, menunjukkan semakin tinggi relative
product quality maka semakin tinggi
preferensi konsumen Generasi Y.
Indikator “produk pakaian merek Zara
diproduksi dengan hati-hati dan
pengerjaan yang halus dibandingkan
produk pakaian merek lokal” yang
dominan membentuk variabel relative
product quality, menunjukkan bahwa
relative product quality berpengaruh
33
JURNAL MEBIS Manajemen dan Bisnis Prodi Manajemen, Universitas Pembangunan Nasional Veteran
ISSN : 2599-283X (Online) ISSN : 2528-2433 (Cetak)
terhadap preferensi konsumen generasi
Y terkait produk pakaian merek Zara
diproduksi dengan hati-hati dan
pengerjaan yang halus dibandingkan
produk pakaian merek lokal dalam
memilih produk pakaian merek Zara.
Konsumsi produk ditentukan
kualitas produk yang dirasakan oleh
konsumen dari perbandingan produk
domestik dengan produk global (Vida &
Reardon, 2008). Penelitian di pasar
konsumen bahwa persepsi kualitas
produk membentuk anggapan maju
tidaknya suatu negara. Produk domestik
dinilai lebih baik dari produk global
apabila berasal dari negara maju. Di sisi
lain, bukti di negara berkembang
menunjukkan perbedaan kualitas yang
dirasakan dari produk negara-negara
barat. Perbedaan kualitas ini mungkin
menjadi salah satu pendorong utama di
balik pembelian produk asing (Batra,
dkk, 2000; Reardon, 2005).
Hasil Penelitian yang dilakukan
oleh Vida dan Reardon (2008), bahwa
relatif produk quality berpengaruh
positif terhadap preferensi konsumen,
demikian pula penelitian Dessidianty
(2015) bahwa relatif produk quality
berpengaruh positif terhadap preferensi
konsumen Generasi Y.
2.2.2. Hubungan Cosmopolitanism
Terhadap Preferensi Konsumen
Generasi Y Melalui Consumer
Ethnocentrism
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa variabel cosmoplitanism
berpengaruh positif signifikan terhadap
variabel preferensi konsumen generasi
Y, melalui variabel consumer
ethnocentrism.
Berdasarkan hasil penelitian
bahwa cosmoplitanism berpengaruh
positif signifikan terhadap variabel
consumer ethnocentrism, semakin tinggi
cosmopolitanism maka semakin tinggi
consumer ethnocentrism dalam memilih
produk pakaian merek Zara. Indikator
seharusnya membeli produk pakaian
merek lokal dan tidak membiarkan
negara lain kaya karena uang yang kita
belanjakan untuk produk mereka,
dominan membentuk variabel consumer
ethnocentrism, bahwa consumer
ethnocentrism berpengaruh terhadap
preferensi konsumen generasi Y terkait
seharusnya membeli produk pakaian
merek lokal dan tidak membiarkan
negara lain kaya karena uang yang kita
belanjakan untuk produk mereka.
Hasil penelitian berbeda dengan
penelitian Vida & Reardon (2008)
karena menggunakan sampel negara
berkembang yaitu Indonesia, sedangkan
Vida & Reardon menggunakan sampel
negara maju. Peran kosmopolitanisme
atau konstruk terkait (misalnya,
keterbukaan budaya, internasionalisme,
globalmindedness, worldmindedness)
sebagai pemicu ethnocentrism
(Shankermahesh, 2006). Pemeriksaan
empiris bahwa kosmopolitanisme
membuahkan hasil yang samar-samar.
Hubungan negatif secara teoritis antara
kosmopolitanism dan ethnosentrisme
telah dibuktikan dalam beberapa
penelitian (Cannon & Yaprak, 2002;
Vida & Reardon, 2008; Sharma, Shimp
& Shin, 1995; Vida & Reardon, 2008),
namun bukti bertentangan/hubungan
non signifikan antara kedua kosntruksi
diidentifikasi dengan memeriksa
keterbukaan budaya dan
internasionalisme (Dmitrovic, Vida &
Reardon, 2009). Penelitian di pasar
negara maju menemukan hubungan
34
JURNAL MEBIS Manajemen dan Bisnis Prodi Manajemen, Universitas Pembangunan Nasional Veteran
ISSN : 2599-283X (Online) ISSN : 2528-2433 (Cetak)
negatif, tetap hubungan signifikan pada
sampel pasar negara berkembang.
Bukti lain bahwa tingkat CET
bervariasi tergantung sejauh mana
konsumen dipengaruhi oleh globalisasi
(Reardon, Miller, Vida & Kim, 2005;
Wang&Chen, 2004). Konsumen di
negara berkembang tidak selalu
memiliki derajat keterikatan yang sama
terhadap produk dalam negeri (Batra,
Venkatram, Alden, Steenkamp&
Ramachander, 2000; Ueltschy, 1998).
Wang & Chen (2004) bahwa consumer
ethnocentrism di negara berkembang
secara positif mengevaluasi kualitas
impor sampai batas tertentu jika
dikaitkan dengan negara industri atau
negara maju secara ekonomi.
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa variabel consumer ethnocentrism
berpengaruh positif signifikan terhadap
preferensi konsumen generasi Y, bahwa
semakin tinggi consumer ethnocentrism
maka semakin tinggi preferensi
konsumen generasi Y. Indikator yang
dominan membentuk variabel
preferensi konsumen generasi Y
“produk pakaian merek Zara memiliki
brand name”, menjelaskan bahwa
consumer ethnocentrism berpengaruh
terhadap preferensi konsumen generasi
Y terkait produk pakaian merek Zara
memiliki brand name.
Hasil penelitian ini tidak sesuai
dengan pemikiran dan bukti empiris
yang telah dijabarkan dari beberapa
temuan penelitian Vida & Reardon
(2008). Bukti empiris juga
menunjukkan bahwa konsumen yang
kurang etnosentris lebih cenderung
menggunakan informasi yang obyektif
tentang kualitas produk dari konsumen
yang sangat etnosentris (Herche 1992).
Kekuatan dan signifikansi efek
etnosentrisme juga bergantung pada
persepsi konsumen terhadap negara asal
barang tertentu. (Herche 1992).
2.2.3. Hubungan Cosmopolitanism
dengan Preferensi Konsumen
Generasi Y
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa variabel cosmoplitanism tidak
berpengaruh terhadap variabel
preferensi konsumen generasi Y,
menunjukkan bahwa cosmopolitanism
tidak mempengaruhi preferensi
konsumen generasi Y dalam memilih
produk pakaian merek Zara. Preferensi
konsumen generasi Y sebagai evaluasi
kecenderungan seseorang dalam
memilih produk pakaian merek Zara
dibandingkan produk pakaian merek
lokal. Berdasarkan hasil penelitian,
diketahui indikator “produk pakaian
merek Zara memiliki brand name”
dominan membentuk variabel
preferensi konsumen generasi Y, bahwa
cosmopolitanism berpengaruh terhadap
preferensi konsumen generasi Y terkait
produk pakaian merek Zara memiliki
brand name.
Hasil penelitian ini berbeda
dengan penelitian terdahulu Vida dan
Reardon (2008), cosmopolitanisme
berpengaruh positif terhadap preferensi
konsumen, demikian pula penelitian
Dessidianty (2015). Adanya pemikiran
semakin tinggi cosmopolitanism
konsumen maka semakin terbuka
kemungkinan untuk mencoba produk
merk Global. Crawford dan Lamb
(1982) meneliti efek worldmindedness
pada kesediaan membeli produk asing,
bahwa sikap individu terhadap negara-
negara asing sebenarnya terkait
kesediaan seseorang untuk membeli
produk negara-negara tersebut.
Penghasilan responden yang dominan ≤
35
JURNAL MEBIS Manajemen dan Bisnis Prodi Manajemen, Universitas Pembangunan Nasional Veteran
ISSN : 2599-283X (Online) ISSN : 2528-2433 (Cetak)
Rp 5 juta sejalan dengan konsumen
kosmopolitan di negara berkembang,
memiliki pemikiran bahwa konsumen
dapat membeli produk lokal yang
murah untuk konsumsi pribadi dan
merek asing yang lebih mahal untuk
publik (Lee dan Chen, 2008). Penelitian
Cannon dan Yaprak (2002)
menyimpulkan bahwa walaupun
konsumen menjadi lebih kosmopolitan,
tidak selalu menghasilkan perilaku
melampaui budaya lokal mereka.
III. KESIMPULAN DAN SARAN
3.1. Kesimpulan
Cosmopolitanism memberikan
kontribusi terhadap preferensi
konsumen generasi Y pada produk
pakaian merek Zara di Surabaya,
melalui relatif produk quality.
Cosmopolitanism memberi kontribusi
terhadap preferensi konsumen generasi
Y produk pakaian merek Zara di
Surabaya, melalui Consumer
ethnocentrism. Cosmopolitanism tidak
memberikan kontribusi terhadap
preferensi konsumen generasi Y produk
pakaian merek Zara di Surabaya.
3.2. Saran
(1) Bagi produsen produk pakaian
merek Zara, agar terus berinovasi
menciptakan beragam design pakaian
yang bernilai tinggi, menunjukkan sisi
glamour dan style kelas menengah ke
atas, trendy, feminim, unik, serta
memperhatikan asthetics desain
kebudayaan timur, bahkan dapat
dikombinasikan dengan unsur etnik/
batik yang dimiliki negara Indonesia,
hingga konsumen di Indonesia,
khususnya generasi Y di Surabaya lebih
memilih dan menggunakan produk
pakaian merek Zara. Sebaiknya
melakukan promosi, misalnya gathering
sesama konsumen produk merek Zara,
agar menanamkan merek Zara di benak
konsumen. Sebaiknya tidak hanya
memilih lokasi di pusat perbelanjaan
mewah dan penataan display yang
ekslusif, tetapi meningkatkan atmosfir
gerai yaitu musik, aroma, pelayanan
menarik dan menyenangkan (bersahaja
dan bersahabat). (2) Bagi peneliti
selanjutnya, agar melakukan penelitian
terhadap preferensi konsumen generasi
Y pada produk pakaian merek Zara,
seperti halnya menggunakan variabel
konsumen conspicuous.
3.3. Keterbatasan penelitian Penelitian ini hanya menggunakan
4 variabel (cosmopolitanism, relatif
product quality, consumer
ethnocentrism dan preferensi konsumen
generasi Y), belum sepenuhnya
menunjukkan pengaruh yang jauh lebih
tinggi bahkan ada variabel yang tidak
berpengaruh/tidak signifikan terhadap
fenomena preferensi konsumen generasi
Y pada produk pakaian merek Zara.
36
JURNAL MEBIS Manajemen dan Bisnis Prodi Manajemen, Universitas Pembangunan Nasional Veteran
ISSN : 2599-283X (Online) ISSN : 2528-2433 (Cetak)
DAFTAR PUSTAKA
Aaker, D.A., Joachimsthaler, E. 2000.
Brand Leadership. Harvard
Bussiness School Press, New
York.
Backwell, C. (2006). Male Consumer
Decision Making Styles.
International Review of Retail,
Distribution and Consumer
Research, 223-240.
Backwell, C., Mitchell, V. 2003.
Genenration Y Female Consumer
Decision Making Styles.
International Journal of Retail and
Distribution Management,
31(2);95-106
Batra, R. 1997. Executive insight:
Marketing issues and challenges in
transitional economies. Jurnal of
international Marketing, Vol. 5 No
4, pp. 95 – 114.
Batra, R, Rasmawamy, V., Alden,
D.L., Steenkamp, J.B.E.M.,
Ramachander, S. 2000. Effects of
Brand Local and Non Local Origin
on Consumer Attitude in
Developing Countries. Journal of
Consumers Pshycology, 9 (2), 83 –
90.
Cannon, H.M., Yaprak, A. 2002. Will
the real–world citizen stand up!
The Many face of cosmopolitanis
consumer behavior. Journal
International Marketing 10 (4):30.
Cleveland, M., Laroche, M., and
Papadopoulos, N., 2009.
Cosmopolitanism, consumer
ethnocentrism, and materialism:
An eight-country study of
antecedents and outcomes. Journal
of international Marketing 17 (1):
116-146.
Chysachow P., Krystallis A., Lewis
R.L., Mocanu A., 2010.
Generation Y preferences for wine.
An exploratory study of the US
market applying the best-worst
scaling.
Crawford J.C., Lamb, C.W. 1982.
Effects of wroldmindedness
among professional buyers upon
their willingness to buy foreign
products. International Marketing
Reiview 13 (2): 20-38.
Dessidianti, R., 2015. “Pengaruh
cosmopolitanism, relative produk
quality dan consumer
ethnocentrism terhadap preferensi
konsumen generasi Y pada produk
pakaian merek global”.
Dmitrovic, T., Vida, I., Reardon J.
2009. Porchase behavior in favor
of domestic products in West
Balkans. International Business
Review, no 18, 523-535.
Douglas, S.P., Craig, C.S. 2006. On
improving the conceptual
foundation of international
marketing research. Journal of
International Marketing, Vol.14
No. 1, pp.1-22.
Herche, J. 1992. A Note on the
Predictive Validity of the
CETSCALE. Journal of the
Academy Markting Science, 20
(Summer), 261-264.
Holt, D. B. Thompson, C.J. 2004. Man
of Action Heroes: The Pusuit Hero
Masculinity in Everyday
Consumption. Journal of
Consumer Research, 425-440
37
JURNAL MEBIS Manajemen dan Bisnis Prodi Manajemen, Universitas Pembangunan Nasional Veteran
ISSN : 2599-283X (Online) ISSN : 2528-2433 (Cetak)
http://www.kemenperin.go.id/artikel/66
53/Fashion-dan-Kerajinan-
Dominasi-Industri-Kreatif. http://swa.co.id/business-
strategy/indonesia-fashion-week-
pintu-gerbang-deasiner-lokal-
untuk-go-international.
http://swa.co.id/business-
strategy/management/kemendag-
dorong-ekspor-produk-fesyen http://www.topbrand-award.com
Kaprefer, J.N. 2004. The New Strategic
Brand Management: Creating and
Sustaining Brand Equity Long
Term. Kogen Page, London.
Kanuk, L., Schiffman, L. 2007.
Perilaku Konsumen. Edisi
Ketujuh. Jakarta: PT Indeks.
Kenndey, L. 2001. The up and
comming generation. Retail
Merchandising 41(8), 66-73.
Kinra, N. 2006. The Effect of Country-
of-Origin on Foreign Brand Names
in the Indian Market. Marketing
Intelligence & Planning, Vol. 24
Iss: 1, 2006, pp. 15-30.
Lee, S.T., Chen, F.F. 2008. Country
image effect on Taiwanese
consumers‟ willingness to buy
from neighboring countries.
International Journal of Commerce
and Retail Management 18 (2):
166-183.
Merton, R.K. 1975. Patterns of
influemce: Local and
cosmopolitanism influential.
Socia; Theory and Social
Structure. New York: The Free
Press: 387-420.
Mitchell, V. 2003. American
Generations: Who They Are, How
They Live, What They Thin,
fourth ed New Strategist
Publications, Ithaca, NY.
Noble, S.M., Haytko, D.L. and Phlips,
J. 2009. What drives college-age
gnerations Y consumers. Journal
of Business Research, 62, 617-628.
Novansyah, A. 2016. Pengaruh
Persepsi Merek Mewah, Citra
Merek, dan Kualitas Produk
Produk Terhadap Niat Beli
Konsumen Zara di Surabaya.
Olsen, B, 1995. Brand loyalty and
consumpion patterns. In Sherry,
JF. (Ed), Contempory marketing,
and consumer behavior. An
anthropological sourcebook. Sage,
Thousand Oaks pp. 245-281
Parts, O., Vida, I. 2012. The effects
cosmopolitanism on consumer
ethnocentris, Product quality,
purcahse intention and foreign
product purchase behavior.
American International Journal of
Contemporary Research, 3(11):
144-155.
Reardon, J., Miller, C., Vida, I., Kim.,
I. 2005. The effects of
ethnocentrism and economic
development on the formation of
brand and ad attitudes
intransitional economices. Europan
Journal of Marketing. 39(7/8).
737-754.
Riefler, P., Diamantopoulos, A.,
Siguaw, J. A, 2012.
Cosmopolitanism as Target Group
for Segmentation. Journal of
international Business Studies, 43
(3), 285-305.
Riefler, P., Diamantopoulos, A., 2009.
Consumer Cosmopolitanism:
revoew and Replication of the
CYMYC scale. Journal off
Business Research, 62 (4), 407-
419.
38
JURNAL MEBIS Manajemen dan Bisnis Prodi Manajemen, Universitas Pembangunan Nasional Veteran
ISSN : 2599-283X (Online) ISSN : 2528-2433 (Cetak)
Savitrie, D. 2010. Pola Perilaku
Pembelian Produk Fashion.
Depok:Universitas Indonesia
Shankar, A., Cherrier, H., Canniford,
R. 2006. Consumer empowerment:
A Foucauldian interpretation.
European Journal of Marketing, 40
(9/10): 1013-1030.
Shankarmahesh, M.N. 2006. Consumer
ethnocentrism: An integrative
review ot its antecedents and
consequences. International
Marketing Review, 23(2): 146-
172.
Sharma, S., Shimp, T., Shin, J. 1995.
Consumer ethnocentrism: A Test
Antecedents and Moderators.
Journal of the Academy of
Marketing Science Vol.23, No.l,
pp.26-37
Shimp, T., Sharma, S. 1987. Consumer
ethnocentris: Construction and
validation of the CETSCALE.
Journal of Marketing Research,
24(3) 280-289.
Solomon, M., 2009. Consumer
Behaviour, 8th Edition, New
Jersey : Pearson Education
Sugih dan Soekarno. 2015. Lesson
Learned from Indonesian Biggest
Fashion Retailer Company to
Encourage the Development of
Small Fashion Business. Procedia
– Social and Behavioral Sciences
169 (2015) 240-248.
Sugiyono, 2012. Metode Penelitian
Bisnis (Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif dan R & D). Bandung :
Alfabeta.
Tjandra, N. C., Osei, C., Omar, M.,
Ensor, J. 2013. Exploring of
influence of country-of-origin
information to Generation
Y‟Perception towards international
fashion brands. In.J.C. Andreani
(Ed), International Marketing
Trends Conference. Paris, France:
ESCP Europe.
Ueltschy, L.C. 1998. Brand Perception
of influenced by consumer
ethnocentrism and country-of-
origin effects. The Journal of
Marketing Management,
Spring/Summer.
Vida, I., Reardon, J. 2008. Domestic
consumption: rational, affective
or normative choice? Journal of
Consumer Marketing, Vol. 25,
No.1, pp. 34-44.
Wang, C.L., Chen, Z.X. 2004. Consumer
ethnocentrism and willingness to
buy domestic products in a
developing country setting:
testing moderating effects.
Journal of Consumer Marketing.
Vol. 21 Iss: 6, pp. 391-399.
Alimudin, A. et al. (2017) „The Factors
Affecting Land Prices In Housing
Location In Sidoarjo Regency‟,
International Journal of Society
Development and Engagement,
1(1), pp. 2597–4777.
Wajdi, M. B. N. (2016) „Monopoli
Dagang Dalam Kajian Fiqih
Islam‟, AT-Tahdzib: Jurnal Studi
Islam dan Muamalah, 4(2), pp.
81–99.
Yuniningsih, Y., Widodo, S. and Wajdi,
M. B. N. (2017) „An analysis of
Decision Making in the Stock
Investment‟, Economic: Journal
of Economic and Islamic Law,
8(2), pp. 122–128.
39
JURNAL MEBIS Manajemen dan Bisnis Prodi Manajemen, Universitas Pembangunan Nasional Veteran
ISSN : 2599-283X (Online) ISSN : 2528-2433 (Cetak)
LAMPIRAN
I. RATA-RATA (MEAN)
Statistics
X1.1 X1.2 X1.3 X1.4 X1.5 X2.1 X2.2 X2.3 X2.4
N Valid 85 85 85 85 85 85 85 85 85
Missing 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Mean 3.871 4.024 4.024 4.012 3.753 3.612 3.635 3.659 3.588
X3.1 X3.2 X3.3 X3.4 X3.5 Y.1 Y.2 Y.3
N Valid 85 85 85 85 85 85 85 85
Missing 0 0 0 0 0 0 0 0
Mean 2.824 3.365 3.294 3.459 2.694 3.471 4.082 3.788
Sumber : Hasil Olah Data
II. HASIL PENGUJIAN PLS
1. Outer Model (Pengukuran dan Validitas Indikator)
Tabel 1. Outer Loadings (Factor Loading)
****************************************
* Combined loadings and cross-loadings *
****************************************
Cosmo Rel.Pro Cons.Et Ref.Kon Type (a SE P value
X1.1 0.815 -0.011 -0.083 -0.014 Reflect 0.085 <0.001
X1.2 0.872 -0.006 -0.047 0.011 Reflect 0.084 <0.001
X1.3 0.856 -0.091 0.066 0.038 Reflect 0.084 <0.001
X1.4 0.812 0.012 -0.018 0.04 Reflect 0.085 <0.001
X1.5 0.746 0.112 0.089 -0.084 Reflect 0.087 <0.001
X2.1 0.054 0.803 -0.007 -0.101 Reflect 0.086 <0.001
X2.2 0.028 0.812 -0.116 0.103 Reflect 0.085 <0.001
X2.3 -0.098 0.822 0.042 -0.091 Reflect 0.085 <0.001
X2.4 0.023 0.602 0.109 0.119 Reflect 0.091 <0.001
X3.1 -0.048 0.087 0.683 -0.173 Reflect 0.089 <0.001
X3.2 -0.057 -0.02 0.805 0.054 Reflect 0.086 <0.001
X3.3 0.142 -0.124 0.753 0.235 Reflect 0.087 <0.001
X3.4 -0.026 -0.087 0.647 0.198 Reflect 0.09 <0.001
X3.5 -0.016 0.16 0.666 -0.346 Reflect 0.089 <0.001
Y.1 0.072 0.147 -0.248 0.759 Reflect 0.087 <0.001
Y.2 -0.068 -0.147 0.064 0.760 Reflect 0.087 <0.001
Y.3 -0.005 0 0.202 0.691 Reflect 0.088 <0.001
Sumber : Hasil Olah Data
40
JURNAL MEBIS Manajemen dan Bisnis Prodi Manajemen, Universitas Pembangunan Nasional Veteran
ISSN : 2599-283X (Online) ISSN : 2528-2433 (Cetak)
Tabel 2. Average Variances Extracted (AVE)
Average Variances Extracted
(AVE)
Cosmopolitanism 0.674
Relatif Produk quality 0.585
Consumer ethnocentrism 0.509
Prefrensi Konsumen 0.544
Sumber : Hasil Olah Data
Tabel 3. Composite Reliability Coefficients
Composite Reliability
Coefficients
Cronbach's Alpha
Coefficients
Cosmopolitanism 0.912 0.878
Relatif Produk quality 0.848 0.758
Consumer ethnocentrism 0.837 0.756
Prefrensi Konsumen 0.781 0.579
Sumber : Hasil Olah Data
2. Inner Model (Pengujian Model Struktural)
Sumber : Hasil Olah Data
Tabel 5. Path Coefficients (Mean, STDEV, T-Values)
**********************************
* Path coefficients and P values *
**********************************
Path Coefficients
Standard Error
for Path
Coefficients
P-Values
Cosmopolitanism -> relatif produk quality -0.163 0.103 0.060
Cosmopolitanism -> consumer ethnocentrism 0.062 0.103 0.062
Cosmopolitanism -> preferensi konsumen 0.155 0.105 0.155
Consumer ethnocentriism->
preferensi.Konsumen 0.171 0.103 0.051
Tabel 4. R-Squared Coefficients
R Square
Cosmopolitanism
Relatif Produk quality 0.015
Consumer ethnocentrism 0.014
Prefrensi Konsumen 0.347
41
JURNAL MEBIS Manajemen dan Bisnis Prodi Manajemen, Universitas Pembangunan Nasional Veteran
ISSN : 2599-283X (Online) ISSN : 2528-2433 (Cetak)
Ref.Kon -> Ref.Kon 0.587 0.091 <0.001
Sumber : Hasil Olah Data
3. Model PLS
Gambar Model PLS