**)Corresponding author: imade [email protected]/6921/1/LALU MUHAMMAD ARIANDI...
Transcript of **)Corresponding author: imade [email protected]/6921/1/LALU MUHAMMAD ARIANDI...
1
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 1 Mei 2018
Pengaruh Pemberian Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) Terhadap Efisiensi
Serapan Phosfor, Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Jagung Pada Lahan
Sub Optimal*)
Lalu Muhammad Ariandi Sahiran dan **)I Made Sudantha
Program Studi Magister Pengelolaan Sumberdaya Lahan Kering
Program Pascasarjana Universitas Mataram
**)Corresponding author: [email protected]
ABSTRAK
Pemberian FMA dapat menyebabkan unsur hara P bertambah dan terjadi
penumpukan unsur hara P didalam tanah karena unsur hara P tersedia dalam
jumlah yang tinggi didalam tanah. Semakin tinggi asupan karbohidrat yang
diterima Fungi Mikoriza, semakin banyak spora yang terbentuk sehingga dapat
dikatakan bahwa pemberian FMA dapat meningkatkan kadar P-tersedia tanah.
Pemberian bahan organik dapat memperbaiki sifat kimia tanah melalui perbaikan
pH dan meningkatkan nilai KTK. Bahan organik yang berupa biokompos dan atau
bioaktivator hasil fermentasi jamur Trichoderma spp. dapat dijadikan Pupuk
hayati yang dapat membantu FMA dalam meningkatkan produktivitas hasil
tanaman berupa bobot kering tajuk, jumlah bunga, jumlah luas daun dan
meningkatkan jumlah serta bobot buah. Berdasarkan cara menginfeksinya FMA
dibagi menjadi dua kelompok, yaitu : Ektomikoriza menginfeksi dengan menutupi
permukaan bagian tanaman yang tertutup tanah. Sedangkan Endomikoriza
menginfeksi bagian dalam akar, di dalam dan di antara sel-sel ujung akar (root
tip). Inokulai FMA pada tanah steril tanpa fungi mikoriza menunjukkan tinggi
tanaman tertinggi, meningkat 9%. Sedangkan pada tanah tak steril tanpa fungi
mikoriza, inokulasi Fungi Mikoriza meningkatkan tinggi tanaman 4 % dan
Perlakuan Fungi Mikoriza terjadi peningkatan bobot kering tajuk tanaman sebesar
±45 % dari 2 persen.
________________________________________________________
Kata Kunci: Fungi, mikoriza, arbuskular, FMA, Trichoderma spp., phosfor,
jagung, lahan, sub optimal
2
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Negara Indonesia merupakan negara agraris, dimana sebagian besar wilayah
Indonesia terhampar luas dari sabang sampai marauke. Daratan dan pegunungan
banyak digunakan sebagai lahan pertanian, perkebuanan dan kehutanan tujuannya
adalah dapat mencukupi kebutuhan pokok masyarakat Indonesia. Jumlah
kebutuhan pangan nasional belum sesuai dengan jumlah lahan pertanian di
Indonesia akibat jumlah penduduk Indonesia yang terus meningkat sehingga inpor
sejumlah kebutuhan pangan penduduk Indonesia terus meningkat
Ketersediaan lahan pertanian harus memadai dan sesuai untuk menjamin
proses produksi khusunya areal pertanian sesusai dengan karakteristik tanah dan
aspek unsuk esensial makro dan mikro yang harus dimiliki tanah baik sifat fisik,
kimia maupun biologisnya (Nurhidayati, 2017).
Kondisi yang demikian mengisyaratkan peluang mencukupi kebutuhan
pangan masyarakat Indonesia dengan mengalih fungsikan sejumlah lahan tidak
terpakai berupa lahan kering atau lahan basah unutk menjadi lahan pertanian yang
terintegrasi dengan pengelolaan budidaya tanah dengan memodifikasi faktor
pembatas dengan penambahan bahan organik sehingga dapat mengikat air
didalam tanah dan kesuburan tanah meningkat (Winarno, 2005).
Lahan suboptimal yang berada di wilayah timur pada umumnya adalah
Lahan Kering Beriklim Kering (LKIK) yang belum dimanfaatkan secara intensif
akibat keterbatasan sumber daya air, walaupun lahan tersebut cukup luas dan
potensial dikembangkan untuk berbagai komoditas pertanian. Dari 13,3 juta ha
lahan kering iklim kering yang ada di Indonesia, sekitar 3 juta ha berada di Nusa
Tengara Timur (NTT) dan 1,5 juta Ha di Nusa Tenggara Barat (NTB) (Mulyani,
2014).
Lahan atau lahan sub optimal atau dapat diberikan contoh seperti lahan
kering dapat berbentuk lahan bekas tambang berupa galian pasir, kapur dan
berbagai bahan mineral logam lainnya. Lahan bekas tambang merupakan lahan
3
yang sebelumnya digunakan sebagai lahan tambang dan kemudian digunakan
untuk bercocok tanam. Faktor pembatas dari daerah tambang adalah tingkat
kesuburan dari tanah tersebut. Kesuburan tanah merupakan kemampuan tanah
untuk dapat menyediakan hara dalam jumlah yang cukup untuk pertumbuhan dan
hasil tanaman (Kadarwati, 2016).
Phospor merupakan hara yang diperlukan tanaman dan berperanan dalam
proses pertumbuhan akar semai, memperkuat tanaman dewasa, pembelahan sel,
serta pembentukan bunga dan buah. Defisiensi P menyebabkan kekerdilan,
perkembangan terhambat dan menurunkan produktivitas tanaman. (Masria, 2015).
Salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah cekaman
kekeringan dan ketersediaan P yang terbatas adalah dengan memanfaatkan fungi
Fungi Mikoriza.
Menurut Pangaribuan (2014 ), Fungi Mikoriza berperan dalam peningkatan
penyerapan unsur-unsur hara tanah melalui infeksi akar yang dibutuhkan oleh
tanaman seperti P, N, K, Zn, Mg, Cu, dan Ca. Salah satu alternatif untuk
mengatasi kekurangan unsur hara terutama memfasilitasi ketersediaan Phospor
dalam tanah adalah dengan penggunaan FMA. Pemanfaatan teknologi Fungi
Mikoriza dapat dikembangkan untuk mengatasi masalah pada tanah yang sub
optimal.
Daerah beriklim kering ketersediaan padi sebagai pengahasil beras untuk di
konsumsi sebagai makanan pokok sangat terbatas karena padi membutuhkan
kondisi air tergenang. Solusinya menaman tanaman budidaya yang tidak
membutuhkan penggenangan seperti tanaman jagung. Menurut Agromedia
(2007), Tanaman jagung memiliki sifat yang lebih unggul dari tanaman padi yaitu
dapat ditanam pada berbagai jenis lahan pada dataran rendah sampai dataran
tinggi. Biomassa yang dihasilkan lebih banyak dari pada padi. Semua bagian
tanaman jagung dapat dimanfaatkan dan dapat memberikan nilai tambah bagi
petani.
Akar tanaman yang bermikoriza akan terlindungi dari serangan patogen akar
karena akar tanaman yang bermikoriza akan menjadi lebih keras sehingga lebih sulit
ditembus oleh patogen (Fakura dan Setiadi, 1986). Akar tanaman yang bermikoriza lebih
4
tahan terhadap kekeringan pada musim kemarau dari pada tanpa mikoriza, selain itu
dengan adanya mikoriza dapat meningkatkan toleransi tanaman terhadap kekeringan
(Manan, 1976 ; Nuhamara, 1980). Dengan adanya mikoriza pertumbuhan tanaman
menjadi lebih cepat (Fakura dan Setiadi, 1986).
Hasanah, Sudantha dan Suwardji (2012) mengatakan bahwa dapat diketahui
bahwa aplikasi mikoriza dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman jagung secara
nyata. Hasil ini menunjukkan bahwa rata-rata tinggi tanaman yang diaplikasikan
dengan mikoriza cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol (tanpa
mikoriza). Demikian pula bobot berangkasan jagung dan bobot tongkol jagung
pada tanaman yang diberikan FMA lebih tinggi dibandingkan tanpa FMA.
Dengan demekian pengembangan kawasan lahan kering juga perlu
ditingkatkan melalui perbaikan kesuburan rendemen tanamna untuk menaikkan
tingkat kesuburan tanah dengan melakukan “Pengaruh Pemberian Fungi Mikoriza
Arbuskular (FMA) Terhadap Efisiensi Serapan Phosfor, Pertumbuhan dan Hasil
Tanaman Pada Lahan Sub Optimal” sehingga pemanfaatan lahan non produktif
meningkat dan memberikan pendapatan petani jagung meningkat serta kesetabilan
pangan nasional dapat terjamin.
1.2. Rumusan Masalah
a. Apa yang menjadi kendala tingkat kesuburan tanah di lahan sub optimal?.
b. Bagaimana Pengelolaan unsur phosfor Dengan pemberian FM kedalam
kesuburan tanah?.
c. Bagaimana pengaruh unsur phosfor dengan pemberian FM terhadap
pertumbuhan dan hasil tanaman jagung?.
1.3. Tujuan Penelitian
a. Dapat mengetahui kendala tingkat kesuburan tanah di lahan sub
optimal?.
b. Dapat mengetahui pengelolaan unsur phosfor dengan pemberian
FM kedalam kesuburan tanah?.
5
c. Dapat mengetahui pengaruh unsur phosfor dengan pemberian
FM terhadap pertumbuhan dan hasil panen tanaman jagung?.
1.4. Manfaat Penelitian
a. Memberikan informasi status kesuburan tanah terhadap unsur phosfor di
daerah lahan sub optimal.
b. Sebagai tambahan informasi dasar dalam pengelolaan unsur phosfor di
daerah lahan sub optimal.
c. Memberikan informasi terhadap pengaruh pemberian FM terhadap sifat
kimia tanah berupa unsur phosfor.
6
II. PEMBAHASAN
2.1. Lahan Kering Sebagai Lahan Sub Optimal
Menurut Masria (2015), Lahan kering adalah lahan tadah hujan (rainfed)
yang dapat diusahakan untuk sawah (lowland, wetland), tegal atau ladang
(upland). Masalah utama yang sering dijumpai pada lahan kering adalah masalah
keterbatasan air. Terbatasnya ketersediaan air menyebabkan lahan dalam kondisi
cekaman kekeringan. Secara fisiologis tanaman yang tumbuh pada kondisi
cekaman kekeringan akan mengurangi jumlah stomata untuk mengurangi laju
kehilangan air yang akan diikuti oleh penutupan stomata dan menurunnya serapan
CO2 pada daun. Menurunnya laju fotosintetis akan berakibat pada penurunan
fotosintat yang dihasilkan. Pada tahap pertumbuhan vegetatif, air digunakan
tanaman untuk pembelahan dan pembesaran sel yang terwujud dalam
pertambahan tinggi tanaman, pembesaran diameter, perbanyakan daun dan
pertumbuhan akar.
Tanah dengan kemantapan agregat yang lemah dan miskin bahan organik
memiliki kemampuan retensi air dan hara rendah sehingga, kondisi fisik seperti
ini menyebabkan rendahnya efisiensi pemupukan. Lebih jauh tanah tersebut juga
memiliki kemampuan retensi air dan kapasitas tukar kation yang rendah
(Suwardji, 2007)
2.1.1. Karakteristik Lahan Sub Optimal
Lahan sub optimal di NTB khusunya didaerah lombok bagian utara, bentuk
kondisi lahan merupakan lahan bekas trambang batu apung dengan kandungan
kapur yang tinggi. lahan bertekstur pasiran (kasar) dan porus. Tingkat kesuburan
(kadar unsur hara esensial) rendah. Curah hujan sangat rendah (<1000 mm/th, 2-3
bulan basah). Salah satu sumber air yang dapat digunakan dalah dengan
menggunakan sumber air tanah yang harus dipompa dari sumur bor dengan
kedalaman 100 m (Priyono, 2012).
Produktivitas tanaman rendah pada lahan kering berkaitan dengan
karakteristik tanah dalam mendukung pertumbuhan optimal tanaman yakni tanah
7
bersifat porous, kemantapan agregat tanah lemah dan kondisi tekstur tanah
lempung berpasir yang miskin bahan organik (Lolita, 2007).
2.2. Kandungan pH dan Mineral Pada Daerah Lahan Sub Optimal
Menurut Nurhidayati (2017), Sifat kimia tanah berhubungan dengan
ketersediaan unsur hara dalam tanah. Parameter kimia tanah secara umum dapat
diukur secara kuantitatif seperti pH tanah, kapasitas tukar kation tanah, kapasitas
tukar anion tanah, kejenuhan basa dan kandungan unsur hara dalam tanah.
Tanah dengan kandungan oksida Al dan Fe tinggi menyebabkan Unsur P
akan mengendap sebagai senyawa Fe/Al-P yang tidak larut. Pengapuran pada
tanah asam akan mengendapkan Al3+ dalam bentuk Al(OH)3 dan fe dalam bentuk
Fe(OH)3, sehingga ketersediaan P menignkat. Namun jika pengapuran dilakukan
sampai pH 6.8-7.0 dapat mengurangi ketersediaan P karena mengendap
membentuk senyawa Ca atau Mg. program pengapuran dapat direncanakan pada
pH tetap dipertahankan antara 5.5-6.8 untuk mendapatkan manfaat maksimum
dari pemupukan P. kebanyakan organism-organisme tanah yang melakukan
aktivitas nitrifikasi membutuhkan Ca. sehingga nitrifikasi akan meningkat dengan
adanya pengapuran untuk meningkatkan pH dari 5.5-6.5. Dekomposisi residu
tanaman dan bahan organik tanah juga lebih cepat pada kisaran pH ini
(Nurhidayati, 2017).
Pemberian pupuk inorganik terus-menerus dalam jangka panjang akan
menurunkan kemasaman tanah. Penurunan pH akibat pemberian pupuk inorganik
kemungkinan disebabkan oleh terurainya urea melalui proses nitrifikasi. Selama
proses nitrifikasi dilepaskan H+ ke dalam tanah, yang lama kelamaan dapat
mengasamkan tanah (Yusnaini, 2009).
Phospor merupakan salah satu hara makro yang dibutuhkan tanaman.
Sebagai hara makro P dibutuhkan dalam jumlah yang cukup besar oleh tanaman
(namun sedikit lebih kecil dibandingkan N dan K), dan jika ketersediaannya
terbatas maka dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Peranan P bagi tanaman sangat besar, karena P berpengaruh secara nyata dalam
pembelahan sel dan pembentukan lemak serta albumin, pembungaan dan
8
pembuahan, perkembangan akar, memperkuat batang pada tanaman serealia,
memperbaiki kualitas tanaman khususnya hijauan ternak dan sayuran, kekebalan
terhadap penyakit tertentu, meningkatkan metabolisme karbohidat, proses
penyimpanan dan transfer energi (misalnya ATP dan ADP), serta terlibat dalam
proses pembentukan nucleoprotein (RNA dan DNA) (Masria, 2015).
Phospor umumnya berada dalam bentuk tidak tersedia bagi tanaman.
Tanaman menyerap phospor dalam bentuk ion anorganik orthophospat.
Ketersediaan phospat anorganik tanah sangat ditentukan oleh factor-faktor sebagai
berikut : pH tanah, adanya mineral yang mengandung ion Fe, Al, Mn dan
tersedianya Ca, jumlah serta tingkat dekomposisi bahan organik dan kegiatan
jasad renik. Ion H2PO4- dan HPO42- bergerak menuju akar karena difusi, adanya
reaksi penjerapan, dan presipitasi di dalam tanah. Selain itu ukuran dan kerapatan
sistem perakaran sangat penting dalam proses penyerapan P (Masria, 2015).
2.3. Konsep Kesuburan Tanah
Kesuburan tanah merupakan suatu proses evaluasi yang terkategori menilai
tingkat kemampuan tanah dalam menyesuaikan kebutuhan tanaman terhadap
jumlah unsur hara makro dan unsur hara mikro didalam tanah yang tersedia secara
optimum dan seimbang untuk proses produksi tanaman dalam pertumbuhan
vegetatif dan pertumbuhan generatif. Lahan sub optimal memiliki factor pembats
berupa kandungan bahan organik dan pH tanah yang rendah. Sehingga
peningkatan pH menjadi kondisi netral dan penambahan bahan organik yang
optimal pada lahan sangat diperlukan untuk menyegarkan kembali fungsi tanah.
Bentuk desain pengelolaan lahan secara terpadu dan keberlanjutan pada
daerah sub optimal sehingga pengoptimalan lahan non produkti dapat peningkat
menjadi lahan produktif.
9
Sumber : Mulyani, (2014).
Gambar 1. Desain Klaster Pengelolaan Tanah Pada Daerah Miring
Kesuburan tanah adalah kemapuan tanah dalam menjaga ketersediaan faktor
tumbuh tanaman seperti unsur hara, air dan udara. Menurut Nurhidayati (2017),
Kesuburan tanah diukur berdasarkan hasil tanaman (berat kering ton/ha) dan
kualitas (kandungan gula, pati, protein dan vitamin) yang variasinya direkam dari
tahun ketahun. Berbagai kebutuhan tanman yang disediakan oleh tanah adalah :
(1) sebagai tempat bertautnya akar tanaman; (2) sebagai penyedia air ; (3)sebagai
penyedia udara khusunya oksigen ; (4) sebagai penyedia unsur hara ; (5) sebagai
penyangga terhadap perubahan-perubahan temperatur dan pH.
2.4. Skema Penangan Pengelolaan Lahan Daerah Sub Optimal
2.4.1. Fungi Mikoriza Vesikulas Arbuskula (MVA)
Proses interaksi Fungi Mikoriza dengan tanaman adalah dengan
menginfeksi akar tanaman. Fungi Mikoriza berperan dalam peningkatan
penyerapan unsur-unsur hara tanah yang dibutuhkan oleh tanaman seperti : N, P,
K, Zn, Mg, Cu, dan Ca. Salah satu alternatif untuk mengatasi kekurangan unsur
10
hara terutama memfasilitasi ketersediaan phosfor dalam tanah adalah dengan
penggunaan Fungi Mikoriza (Pangaribuan, 2014).
Sumber : Ahmad, 2016
Sumber : Anonimb, 2018
Gambar 2. Infeksi Fungi MVA Pada Akar Tanaman
Fungi Mikoriza mampu mensuplai hara dari lahan beriklim kering yang
memiliki struktur tanah keras dan berpasir liat melalui bantuan hifa jamur (akar
eksternal) yang menyebar didaerah penyerapan air dan terintegrasi dengan akar
tanaman budidaya dalam menembus struktur tanah. Keberadaan Fungi Mikoriza
yang tersedia secara responsif didalam tanah sangat diperlukan untuk memberikan
keuntungan yang besar bagi tanaman yang berada di tanah dengan faktor
pembatas berupa keterbatasan jumlah air tanah.
11
Sumber : Anonimc. 2016
Gambar 3. Infeksi Ektomikoriza Dan Endomikoriza
Mikoriza dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan cara menginfeksinya,
yaitu ektomikoriza dan endomikoriza. Ektomikoriza menutuipi permukaan bagian
tanaman yang tertutup tanah. Ektomikoriza menginfeksi permukaan luar tanaman
dan di antara sel-sel ujung akar. Akibat serangannya, terlihat jalinan miselia
berwarna putih pada bagian rambut-rambut akar, dikenal sebagai jala hartig.
Serangan ini dapat menyebabkan perubahan morfologi akar. Akar-akar
memendek, membengkak, bercabang dikotom, dan dapat membentuk pigmen.
Infektivitas tergantung isolat dan kultivar tumbuhan inang. Sedangkan
Endomikoriza menginfeksi bagian dalam akar, di dalam dan di antara sel-sel
ujung akar (root tip). Hifa masuk ke dalam sel atau mengisi ruang-ruang antarsel.
Jenis mikoriza ini banyak ditemukan pada tumbuhan semusim yang merupakan
komoditi pertanian penting, seperti kacang-kacangan, padi, jagung beberapa jenis
sayuran dan tanaman hias (Anonima, 2018).
2.4.2. Bahan Organik
Bahan organik merupakan agensi pengikat partikel tanah terpenting
didaerah tropik. Rendahnya bahan organik pada daerah lempung berpasir
didaerah lahan kering mempengaruhi kemantapan agregat tanah, stabilitas agregat
tanah tidak mnatap serta retensi hara dan air tanah (Suwardji, 2012).
Bahan organik dalam tanaman atau sering disebut dengan biomassa tanaman
sangat diperlukan untuk menyediakan kembali unsur hara yang habis terpakai
Unsur hara yang telah dipakai tanaman dapat dikembalikan kembali oleh tanaman
12
dengan menguraikan kembali biomassa tanaman melalui sersah-sersah kecil
tanaman mulai dari akar sampai dengan buah. Tanaman yang mengandung bahan
organik tinggi dapat diuraikan oleh bakteri pengurai dengan cara ditimbun dan
dipendam didalam tanah dan kemudian lapukkan secara alami oleh organisme
biota tanah sehingga menjadi pupuk alami.
Pemberian bahan organik berkelanjutan selain dapat memperbaiki sifat
kimia tanah melaui perbaikan pH, juga sifat biologis tanah yaitu FMA. Pemberian
bahan organik berupa kotoran ayam dapat memperbaiki sifat kimia tanah, melalui
perbaikan pH dan kandungan C-organik tanah. Perbaikan pH tanah mendekati
netral (Yusnaini, 2009).
Bahan organik dapat berasal dar hijauan (jerami, batang pisang, dan
hijauan lainnya) dan kotoran hewan (kotoran kambing, sapi, ayam, kelinci,
kerbau, dan sebagainya). Sebelum digunakan bahan- bahan tersebut terlebih
dahulu difermentasikan. Pupuk kandang atau kompos biasanya dicampur
dengan bahan-bahan alami lainnya yang berada di lahan pertanian atau di
sekitarnya (Andoko, 2002). Sudantha (2010) mengatakan bahwa kompos bioaktif
atau biokompos adalah kompos yang diproduksi dengan bantuan mikroba
lignoselulolitik unggul yang tetap bertahan di dalam kompos dan berperan sebagai
agensia hayati pengendali penyakit tanaman. Mikroba biodekomposer unggul
yang digunakan antara lain jamur Trichoderma spp. Mikroba tersebut mampu
mempercepat proses pengomposan menjadi sekitar 2-3 minggu. Mikroba akan
tetap hidup dan aktif di dalam kompos. Ketika kompos tersebut diberikan ke
tanah, mikroba akan berperan untuk mengendalikan organisme patogen penyebab
penyakit tanaman. Sudantha (2013) mengatakan bahwa jamur Trichoderma spp.
isolat endofit dan saprofit dapat digunakan sebagai biodekomposer untuk
mempercepat proses dekomposisi bahan organik. Sudantha (2014) mengatakan
biokompos hasil fermentasi jamur Trichoderma spp. dapat berfungsi untuk: (1)
sumber unsur hara bagi tanaman dan sumber energi bagi organisme tanah, (2)
memperbaiki sifat-sifat tanah, memperbesar daya ikat tanah berpasir,
memperbaiki struktur tanah berlempung sehingga lebih ringan, mempertinggi
kemampuan tanah mengikat air, memperbaiki drainase dan tata udara pada tanah
13
berat sehingga suhu tanah lebih stabil, (3) membantu tanaman tumbuh dan
berkembang lebih baik, (4) substrat untuk meningkatkan aktivitas mikrobia
antagonis, (5) untuk mencegah patogen tular tanah. Sudantha dan Suwardji (2017)
melaporkan penggunaan biokompos oleh petani jagung di Desa Montong Are
Lombok Barat dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil jagung yang ditanam
di lahan kering. Demikian pula pemberian biokompos pada tanaman lainnya dapat
meningkatkan hasil, seperti yang dilaporkan oleh Solihah, Sudantha dan Fauzi
(2016), penggunaan biokompos cairan hasil fermentasi jamur Trichoderma spp.
dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil kedelai. Sudantha dan Suwardji
(2016) melaporkan bahwa penggunaan biokompos dapat meningkatkan
pertumbuhan dan hasil bawang merah. Bahkan menurut Sudantha, Fauzi dan
Suwardji (2016), penggunaan kombinasi FMA dan bioaktivator yang berbahan
aktif jamur Trichoderma spp. dapat mengendalikan penyakit layu Fusarium pada
tanaman bawang merah. Demikian pula Sudantha, Isnaini, Astiko dan Ernawati
(2018) melaporkan bahwa penggunaan FMA dan bioaktivator yang mengandung
jamur Trichoderma spp. dapat memacu pertumbuhan dan meningkatkan hasil.
2.5. Tanaman Jagung Sebagai Indikator Penanaman Lahan sub optimal
Dengan Mikoriza
Tanaman jagung yang dalam bahsa latinnya disebut zea mays L,
merupakan salah satu tanamna pangan dunia yang terpenting, selain gandum dan
padi. Penduduk beberapa daearah di Indonesia misalnya di Madura dan nusa
tenggara, menggunakan jagung sebagai pangan pokok. Selain itu, digunakan
sebagai pakan ternak. Diambil minyaknya dan untuk dibuat tepung jagung atau
meizena. Tanaman jagung membutuhkan waktu 80-150 hari dan termasuk
tanaman semusim. Tinggi tanaman sangatlah bervariasi antara 1-3 meter, namun
ada bebrapa varietas mencapai ketinggian 6 meter. Tinggi tanaman biasa diukur
dari permukaan tanah hingga ruas teratas sebelum bunga jantan (Bashori, 2007)
Tanaman jagung dapat tumbuh didataran rendah hingga dataran tinggi.
Secara umum, tanaman ini sangat toleran dan mampu beradaptasi dengan iklim di
Indonesia. Lahan tanam yang baik untuk budidaya jagung adalah lahan kering
14
yang berpengairan cukup, lahan tadah hujan, lahan terasering, lahan gambut yang
telah diperbaiki, atau lahan basah bekas menanam padi. Agar tanaman
berproduksi dengan baik, tanaman harus memperoleh sinar matahari penuh 8 jam
sehari (Agromedia, 2007). Tingkat produksi tanaman jagung lebih tinggi
disbanding beras dan pangan pokok lainnya. Produksi jagung mencapai 8-10 ton
per hektare (Bashori, 2007).
Tanaman jagung toleran dengan pH (Potential of Hidrogen) tanah 5.5-7.0,
tetapi nilai yang cocok adalah 6.8. tanah lahan yang pHnya terlalu rendah atau
asam bias dinaikkan dengan menaburkan kapur/dolomite. Agar lebih efisien,
pengaplikasian dilakukan bersama dengan penoglahan lahan. Sebagai patokan,
untuk satu hectare lahan yang memiliki pH 5.0 dibuthkan kapur sebanyak 2-4 ton.
Sementara jika pH tanah lahan terlalu tinggi atau basa dapat diturunkan dengan
menaburkan belerang. Pengaplikasian dilakukan jika nilai pH lahan sangat tinggi
yakni mecapai 8.0 atau 9.0 (Agromedia, 2007).
Populasi dari ekosistem perkembangan jumlah spora jamur Fungi Mikoriza
dengan akar tanaman ditentutkan oleh kandungan bahan organik dalam tanah.
Menurut penelitian Yusnaini (2009), Pemberian pupuk organik, inorganik dan
kombinasi keduanya memberikan pengaruh yang berbeda terhadap populasi,
keragaman, dan kolonisasi FMA pada akar tanaman jagung.
Hasil identifikasi Fungi Mikoriza pada tanaman jagung Menurut
Pangaribuan (2014), Perbedaan jumlah spora Fungi Mikoriza diakibatkan
keragaman jenis tanaman dan kondisi iklim, temperatur, asal tanah, hara,
ketinggian tempat, curah hujan, kelembaban dan cahaya dari lahan yang basah
atau kering.
2.6. Pengaruh Fungi Mikoriza Terhadap Tanaman Jagung
Pemberian Fungi Mikoriza arbuskular dan pupuk kandang dapat
mengimbangi kebutuhan hara tanaman jagung, karena dalam penambahan pupuk
kandang dapat lebih banyak menambah unsur hara makro terutama unsur hara N
yang baik untuk pembentukan klorofil (Sari, 2015). Penambahan bahan organik
15
dalam bentuk pupuk kandang kotoran ayam seberat 2 kg per lubang (2,2 ton/ha)
tidak mempengaruhi perkembangan FMA pada tanaman muda (Irianto, 2015).
Sumber : Jaya, (2012)
Sumber : Seyler, (2017)
Gambar 4. Ilustrasi Fungi Mikoriza Di Lahan Marjinal
Fungi Mikoriza dapat berkembang didaerah marjinal atau tanah yang
bertekstur liat berpasir yang memiliki faktor pembatas berupa ketersediaan jumlah
air tanah dalam mengairi tanaman. Fungi Mikoriza dapat dimanfaatkan untuk
mencari dan memanfaatkan jumlah air tanah yang terbatas pada lahan kering
marjinal untuk memanfaatkan semaksimal jumlah air yang terbatas untuk
pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Kandungan bahan organik yang semakin tinggi akan mempengaruhi
kemampuan hifa eksternal untuk menginfeksi akar tanaman. Melalui peningkatan
infeksi pada akar, maka dapat meningkatkan serapan unsur hara tanaman sehingga
16
kebutuhan hara tanaman dapat tercukupi dengan baik. Kecukupan unsur hara
tersebut mampu membantu pembentukan bagian vegetatif tanaman termasuk luas
daun. Semakin lebar luas daun, maka semakin banak klorofil yang dihasilkan.
Banyaknya klorofil (sel hijau daun) pada daun dapat meningkatkan proses
fotosintesis. Oleh karena itu dengan optimumnya fotosintat yang dihasilkan akan
meningkatkan biomassa tanaman, sehingga meningkatkan produksi tanaman
jagung (Sari, 2015).
Fungi Mikoriza juga mampu memperbaiki agregat tanah sehingga proses
aliran massa berjalan lebih baik. Hal inilah yang menyebabkan Fungi Mikoriza
mampu berpengaruh pada berat brangkasan kering batang tanaman. Fungi
Mikoriza mampu meningkatkan pertumbuhan berat kering tanaman daripada
tanaman yang tidak mengalami infeksi Fungi Mikoriza. Penyerapan P pada
tanaman mempengaruhi kondisi fisiologis maupun morfologis tanaman.
Peningkatan fisiologi dan morfologi menyebabkan produksi energi pada tubuh
tanaman meningkat (Wicaksono, 2014).
Populasi spora FMA seperti Glomus sp. yang tinggi juga diduga disebabkan
kondisi lingkungan yang lebih sesuai, optimal, dan kompatibel dalam mendukung
pertumbuhan dan perkembangan spora. Ditunjang lagi oleh kemungkinan tidak
adanya jamur antagonis yang menghambat FMA. Faktor lainnya, perbedaan
lingkungan asal tanah, hara, ketinggian tempat, curah hujan, cahaya pada kedua
contoh tanah memungkinkan adanya perbedaan kepadatan spora (Pangaribuan,
2014).
Perlakuan Fungi Mikoriza terjadi peningkatan bobot kering tajuk tanaman
sebesar ±45 % dan dari 2 persen. Keadaan ini diperlukan agar kandungan bahan
organik dalam tanah tidak menurun dengan waktu akibat proses dekomposisi
mineralisasi. Penambahan bahan organik pada saat pengelolaan tanah mutlak
diperlukan setiap berpengaruh nyata secara statistik. Fungi Mikoriza dapat
meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman melalui simbiosis
mutualisme antara Fungi Mikoriza (pada akar tanaman) dengan tanaman itu
sendiri. Fungi Mikoriza memberikan unsur-unsur hara yang dibutuhkan oleh
tanaman untuk tumbuh dan berproduksi, sebaliknya. Fungi Mikoriza mendapatkan
17
makanan melalui akar tanaman itu sendiri. akar yang terinfeksi Fungi Mikoriza
memiliki kapasitas penyerapan unsur hara yang lebih besar dibandingkan dengan
tanaman yang tidak terinfeksi Fungi Mikoriza (Sagala, 2013).
Kondisi P di dalam tanah yang sangat rendah secara teori akan
meningkatkan peran FMA dalam membantu melepaskan P total menjadi P
tersedia karena FMA memproduksi enzim fosfatase yang dapat melepaskan P
tidak tersedia menjadi P tersedia. Pemberian FMA yang berlebihan akan
mengakibatkan tidak optimalnya peran FMA karena semakin banyak FMA maka
akan terjadi kompetisi di antara FMA dalam memperoleh sumber makanan
(Suherman, 2015). Unsur phosfor didalam tanah jumlahnya sangat tinggi
disamping dapat menambah biaya operasional (pemborosan) dalam budidaya,
phosfor juga dapat menyebabkan keberadaaan populasi Fungi Mikoriza dapat
terganggu dan mati.
Inokulai Fungi Mikoriza pada tanah steril menunjukkan tinggi tanaman
tertinggi, meningkat 9% dibandingkan dengan tanah tak steril tanpa Fungi
Mikoriza. Sedangkan pada tanah tak steril, inokulasi Fungi Mikoriza
meningkatkan tinggi tanaman 4 % dibandingkan tanah tak steril tanpa Fungi
Mikoriza (Syamsiyah, 2014). Hasanah, Sudantha dan Suwardji (2012)
mengatakan bahwa pemberian mikoriza secara umum dapat meningkatkan
pertumbuhan tinggi tanaman, berat berangkasan, berat tongkol, berat 1000 butir
biji dan hasil tanaman jagung. Pemberian mikoriza saat pengolahan tanah
merupakan cara paling efektif dalam meningkatkan hasil jagung di lahan kering.
18
III. PENUTUP
3.1. Kesimpulan
1. Pemberian FMA dapat menyebabkan unsur hara P bertambah dan terjadi
penumpukan unsur hara P didalam tanah karena unsur hara P tersedia dalam
jumlah yang tinggi didalam tanah.
2. Semakin tinggi asupan karbohidrat yang diterima Fungi Mikoriza, semakin
banyak spora yang terbentuk sehingga dapat dikatakan bahwa pemberian FMA
dapat meningkatkan kadar P-tersedia tanah.
3. Pemberian bahan organik dapat memperbaiki sifat kimia tanah melalui
perbaikan pH dan meningkatkan nilai KTK.
4. Bahan organik yang berupa biokompos dan atau bioaktivator hasil fermentasi
jamur Trichoderma spp. dapat dijadikan Pupuk hayati yang dapat membantu
FMA dalam meningkatkan produktivitas hasil tanaman berupa bobot kering
tajuk, jumlah bunga, jumlah luas daun dan meningkatkan jumlah serta bobot
buah.
5. Berdasarkan cara menginfeksinya FMA dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :
Ektomikoriza menginfeksi dengan menutupi permukaan bagian tanaman yang
tertutup tanah. Sedangkan Endomikoriza menginfeksi bagian dalam akar, di
dalam dan di antara sel-sel ujung akar (root tip).
6. Inokulai FMA pada tanah steril tanpa fungi mikoriza menunjukkan tinggi
tanaman tertinggi, meningkat 9%. Sedangkan pada tanah tak steril tanpa fungi
mikoriza, inokulasi Fungi Mikoriza meningkatkan tinggi tanaman 4 % dan
Perlakuan Fungi Mikoriza terjadi peningkatan bobot kering tajuk tanaman
sebesar ±45 % dari 2 persen.
6.2. Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang kandungan bahan organik
dan unsur hara P yang ditimbulkan akibat pemberian FMA sebelum dan sesudah
tanaman jagung ditanaman dengan mengetahui berat biomassa yang dihasilkan
tanaman saat berproduksi sehingga dapat diketahui tingkat kesuburah tanah yang
diteliti.
19
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad. 2016. Simbiosis Mikoriza Dengan Akar Tanaman. https://www.
akhmadshare.com/2016/11/manfaat-jenis-mikoriza-tanaman. html. (Diakses
pada 09 Mei 2018)
Anonima. 2018. Infeksi Ektomikoriza Dan Endomikoriza fungi MVA.
https://id.wikipedia.org/wiki/Mikoriza (Diakses pada 02 Mei 2018).
Anonimb. 2018. Infeksi Hifa Jamur Mikoriza. https://www.biologijk.com/2018/03
/glomeromycota. html. (Diakses pada 10 Mei 2018).
Anonimc. 2016. Infeksi Ektomikoriza dan Endomikoriza. http://tgc.lk.ipb.ac.id
/2016/04/27/peran-mikoriza-pada-tanah/. (Diakses pada 10 Mei 2018).
Agromedia., R. 2007. Budidaya Jagung Hibrida. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Bashori., K. 2007. Aneka Olahan Dari Jagung. Saka Mitra Kompetensi. Klaten.
Hasanah, I., I. M. Sudantha, dan Suwardji. 2012. Uji Cara Aplikasi Mikoriza Pada
Empat Varietas Jagung Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Jagung Di Lahan
Kering. Jurnal Ilmiah Crop Agro budidaya Pertanian Vol 5 No 2 (2012): 1
– 7. https://cropagro.unram.ac.id/index.php/caj/issue/view/10
Jaya., P. K. 2012. Manfaat mikoriza bagi tanaman. http://www.herdinbisnis.com
/2012 /05/manfaat-mikoriza-bagitanaman. html (Diakses Pada 12 Mei 2018)
Kadarwati., FT. 2016. Evaluasi Kesuburan Tanah Untuk Pertanaman Tebu Di
Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Jurnal Littri 22(2), Juni 2016. Hlm. 53
– 62.
Lolita, E.S dan Sukartono. 2007. Respon Tanaman Bawang Merah (Allium
Ascalonicum) Yang Diinokulasi MVA Pada Ragam Cara Pemberian Bahan
Oraganik dan Jeda Pengairan Dilahan Kering Pulau Lombok. Prosiding
Kongres Nasional HIKI. 5-7 Desember 2007.
Nurhidayati. 2017. Kesuburan Dan Kesehatan Tanah. Intimedia. Malang
Masria. 2015.Peranan Fungi Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA) Untuk
Meningkatkan Resistensi Tanaman Terhadap Cekaman Kekeringan Dan
Ketersediaan P Pada Lahan Kering. Partner, Tahun 2015 48 Nomor 1,
Halaman 48-56.
Mulyani.,A. Sedi.N dan Irsal.L. 2014. Percepatan Pengembangan Pertanian Lahan
Kering Iklim Kering Di Nusa Tenggara. Pengembangan Inovasi Pertanian
Vol. 7 No. 4 Desember 2014: 187-198.
20
Pangaribuan., N. 2014. Penjaringan Cendawan Fungi Mikoriza Arbuskula
Indigenous Dari Ladan Penanaman Jagung Dan Kacang Kedelai Pada
Gambut Kalimantan Barat. Jurnal Agro Vol. 1, No. 1, Desember 2014.
Solihah, Z.; I M. Sudantha; Fauzi, M.T. (2016). Utilization of Biomol and Tea
Compost Solution Fermented by The Fungus Trichoderma spp. on The
Growth of Soybean (Glycine max (L.) Merr.) in Dry Land. Jurnal
simbiosis, IV (2). Pp. 46-49. ISSN 2337-7224
Sudantha, I Made (2013) Potensi Jamur Endofit dan Saprofit Trichoderma spp.
Untuk Pembuatan Biofungisida, Bioaktivator, Biodekomposer dan
Biochar dan Perannya Dalam Meningkatkan Kesehatan Dan Ketahanan
Pangan. In: BUAH FIKIRAN SANG PROFESOR. Fakultas Pertanian
UNRAM, Mataram, pp. 215-246.
Sudantha, I. M. 2014. Buku Patogen Tumbuhan Tular Tanah dan
Pengendaliannya. Percetakan Arga Puji Press. Mataram. ISBN: 978-979-
1025-56-0. 250 hal.
Sudantha, I. M. and Suwardji. 2016. Growth and Yield of Onion (Allium Cepa
Var. Ascalonicum) as CA Result of Addition of Biocompost and Boactivity
Fermented with Trichoderma spp. In: The 1st International Conference on
Science and Technology (ICST) 2016, 1-2 Desember 2016, Universitas
Mataram.
Sudantha, I. M., M. T. Fauzi, dan Suwardji (2016). Uji Aplikasi Fungi Mikoriza
Arbuskular (FMA) dan Dosis Bioaktivator (mengandung Jamur
Trichoderma spp.) Dalam Mengendalikan Penyakit Layu Fusarium Pada
Tanaman Bawang Merah (Allium Ascalonicum L.). Prosiding Seminar
Nasional 2016 Fakultas Pertanian Universitas Mataram-NTB. 700 – 707.
http://www.semnaspertanian2016.unram.ac.id
Sudantha, I. M. dan Suwardji. 2017. Produksi Pupuk Organik Dan
Pemanfaatannya Untuk Peningkatan Hasil Jagung Di Lahan Kering. In:
Seminar Nasional Hasil Program PPM Mono Tahun Pelaksanaan 2016
Diselenggarakan oleh Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat
Kemenristekdikti RI, 28 Juli 2017, Denpasar Bali. 23 hal.
Sudantha, I. M., M. Isnaini, W. Astiko, dan N. M. L. Ernawati. 2018. Aplikasi
Fungi Mikoriza Abuskular dan Bioktivator Terhadap Pertumbuhan dan Hasil
Bawang Merah. Seminar Nasional Fakultas Pertanian Unram 2018: Implementasi
Ipteks Pertanian Berkelanjutan Yang Tangguh Menuju Kedaulatan Pangan,
Mataram.
21
Sukartono and I. M. Sudantha. 2016. Agronomic Response of Soybeans and Soil
Fertility Status under Application of Biocompost and Biochar on Entisols
Lombok, Eastern Indonesia. IOSR Journal of Environmental Science,
Toxicology and Food Technology (IOSR-JESTFT), 10 (11). pp. 6-11.
ISSN e-ISSN: 2319-2402,p- ISSN: 2319-2399
(http://eprints.unram.ac.id/4496/).
Priyono.,J, I Wayan. S, Chairussyuhur. A, Mastur H, dan Achmad. M. 2012.
Pengembangan Usahatani Terpadu Jagung – Sapi Bali Pada Lahan Sub
Optimal Di NTB Dengan Mengoptimalkan Pemanfaatan Sumberdaya
Lokal. Prosiding Insinas 2012.
Sagala.,Y, Asmarlaili.S.H,Dan Razali. 2013.Peranan Fungi Mikoriza Terhadap
Pertumbuhan, Serapan P Dan Cd Tanaman Sawi (Brassica Juncea L.) Serta
Kadar P Dan Cd Andisol Yang Diberi Pupuk Fosfat Alam. Jurnal Online
Agroekoteknologi Vol.2, No.1: 487-500, Desember 2013
Sari.,A.D, Didik. H, dan Titin. S.2015. Pengaruh Pupuk Kandang Dan Cendawan
Fungi Mikoriza Arbuskula (Fungi MVA) Pada Pertumbuhan Dan Hasil
Tanaman Jagung (Zea Mays L.). Jurnal Produksi Tanaman, Volume 3,
Nomor 6, September 2015, Hlm. 450 – 456.
Seyler., Y. 2017. Penampakan Fungi Mikoriza Didalam Tanah. https://yersiz
seyler.wordpress.com/2017/11/18/hayat-hayattir-ceviri-derlemesi/ (Diakses
Pada 11 Mei 2018)
Suherman., C. Wieny H. R, dan Intan R.D. 2015. Pengaruh aplikasi fungi Fungi
Mikoriza arbuskula (FMA) dan zat pengatur tumbuh (ZPT) akar dalam
meningkatkan jumlah benih siap salur tanaman teh (Camellia sinensis (L.)
O. Kuntze). Jurnal Penelitian Teh dan Kina, (18)2, 2015: 131-140.
Suwardji, Suardiari. G, dan Hippi A. 2007. Meningkatkan Efisiensi Air Irigasi
Dari Sumber Air Tanah Dalam Pada Lahan Kering Pasiran Lombok Utara
Menggunakan Teknoologi Irigasi Sprinkler Biggun. Prosiding Kongres
Nasional HIKI. 5-7 Desember 2007.
Suwardji, Utomo,W.H dan Sukartono. 2012. Kemantapan Agregat Setelah
Aplikasi Biochart Ditanah Lempung Berpasir Pada Pertanamna Jagung
Dilahan Kering Kabupaten Lombok Utara. Buana Sains Vol 12 No 1 : 61-68
Syamsiyah.,J, Bambang. H.S, Eko.H Dan Jaka.W. 2014. Pengaruh Inokulasi
Jamur Fungi Mikoriza Arbuskula Terhadap Glomalin, Pertumbuhan Dan
Hasil Padi. Jurnal Ilmu Tanah Dan Agroklimatologi 11 (1) 2014.
Wicaksono.,M.I, Muji. R dan Samanhudi.2014. Pengaruh Pemberian Fungi Mikoriza
Dan Pupuk Organik Terhadap Pertumbuhan Bawang Putih. Jurnal Ilmu Ilmu
Pertanian Vol. Xxix No. 1 Maret 2014.
22
Winarno., S.2005. Kesuburan Tanah Dasar Kesehatan dan Kualitas Tanah.Gava
Media.Yogyakarta.
Yusnaini.,S. 2009. Keberadaan Fungi Mikoriza Vesikular Arbuskular pada
Pertanaman Jagung yang Diberi Pupuk Organik dan Inorganik Jangka
Panjang. J. Tanah Trop., Vol. 14, No. 3, 2009: 253-260