Cooperative Learning2
description
Transcript of Cooperative Learning2
PEMBELAJARAN KOOPERATIF
MAKALAH
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Strategi Belajar Mengajar
yang dibimbing oleh Ibu Dr. Sri Endah Indriwati,M.Pd
Oleh :
Kelompok 3/offering B
Aqidatul Izza 130341614789
Baiq Muna 130341614814
Gibbie Nandhini 1303416
Nur Istiqlalial F 130341614818
Wiwit Rahayu 130341603362
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
JURUSAN BIOLOGI
Agustus 2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Terdapat kecenderungan pada sekolah-sekolah untuk memperlakukan
siswa secara kurang adil. Contohnya dengan membentuk kelas-kelas unggulan.
Siswa yang pandai di masukkan kelas tersebut dan mendapat segudang fasilitas
yang lebih baik dari pada siswa yang masuk ke kelas biasa. Siswa pada kelompok
unggul berkompetisi secara keras dan cenderung individualistik. Sementara siswa
di kelas tidak unggul merasa tidak mampu dan merasa tersisihkan.
Sifat individual ini saebenarnya kurang baik. Manusia memang makhluk
individual, berbeda satu sama lain, karena sifatnya yang individual maka manusia
yang satu membutuhkan manusia yang lainnya sehingga sebagai konsekuensi
logisnya manusia harus menjadi makhluk sosial, makhluk beriteraksi dengan
sesamanya, selain itu manusia memiliki potensi, latar belakang historis, serta
harapan masa depan yang berbeda-beda. Dari adanya perbedaan, manusia dapat
silih asah (saling mencerdaskan), saling membutuhkan maka harus ada interaksi
yang silih asih (saling menyayangi atau saling mencintai). Perbedaan
antarmanusia yang tidak terkelola secara baik dapat menimbulkan
ketersinggungan dan kesalahpahaman antarsesamanya. Agar manusia terhindar
dari ketersinggungan dan kesalahpahaman maka diperlukan interaksi yang silih
asuh (saling tenggang rasa). Dalam dunia pendidikan, khususnya pada jenjang
pendidikan formal banyak dijumpai perbedaan-perbedaan mulai dari perbedaan
gender, suku, agama, dan lain-lain. Dari karakter yang heterogen tersebut, timbul
suatu pertanyaan bagaimana guru dapat memotivasi seluruh siswa mereka untuk
belajar dan membantu saling belajar satu sama lain?
Model pembelajaran memiliki andil yang cukup besar dalam kegiatan
belajar mengajar. Kemampuan menangkap pelajaran oleh siswa dapat dipengaruhi
dari pemilihan model pembelajaran yang tepat, sehingga tujuan pembelajaran
yang ditetapkan akan tercapai. Terdapat berbagai model pembelajaran yang dapat
dijadikan alternatif bagi guru untuk menjadikan kegiatan pembelajaran di kelas
berlangsung efektif dan optimal. Salah satunya yaitu dengan menggunakan
pembelajaran kooperatif.
Isjoni (2009) menyimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif
merupakan terjemahan dari istilah cooperative learning. Cooperative learning
berasal dari kata cooperative yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-
sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu
tim. Pembelajaran kooperatif mengutamakan kerjasama antar siswa untuk
mencapai tujuan pembelajaran. Menggunakan pembelajaran kooperatif dapat
mengubah peran guru, dari yang berpusat pada gurunya ke pengelolaan siswa
dalam kelompok-kelompok kecil. Model pembelajaran kooperatif dapat
digunakan untuk mengajarkan materi yang kompleks, dan yang lebih penting lagi,
dapat membantu guru untuk mencapai tujuan pembelajaran yang berdimensi
sosial dan hubungan antar manusia.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana pengertian pembelajaran kooperatif?
Bagaimana tujuan pembelajaran kooperatif?
Bagaimana ciri-ciri pembelajaran kooperatif?
Bagaimana unsur-unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif?
Bagaimana prinsip pembelajaran kooperatif?
Bagaimana kekurangan dan kelebihan pembelajaran kooperatif?
Bagaimana penerapan pembelajaran kooperatif?
1.3 Tujuan
Mengetahui pengertian pembelajaran kooperatif.
Mengetahui tujuan pembelajaran kooperatif.
Mengetahui ciri-ciri pembelajaran kooperatif.
Mengetahui unsur-unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif.
Mengetahui prinsip pembelajaran kooperatif.
Mengetahui kekurangan dan kelebihan pembelajaran kooperatif.
Mengetahui penerapan pembelajaran kooperatif.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif adalah rangkaian kegiatan belajar yang
dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai
tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan (Sanjaya, 2007). Slavin dalam
Isjoni (2009) pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran
dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara
kolaboratif yang anggotanya 5 orang dengan struktur kelompok heterogen.
Sedangkan menurut Sunal dan Hans dalam Isjoni (2009) mengemukakan
bahwa pembelajaran kooperatif merupakan suatu cara pendekatan atau
serangkaian strategi yang khusus dirancang untuk memberi dorongan kepada
siswa agar bekerja sama selama proses pembelajaran. Pembelajaran kooperatif
adalah model pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil
siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk
mencapai tujuan belajar (Sugiyanto, 2010). Jadi Model pembelajaran
kooperatif adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam
kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah
dirumuskan.
Stahl dalam Isjoni (2009) menyatakan pembelajaran kooperatif dapat
meningkatkan belajar siswa lebih baik dan meningkatkan sikap saling tolong-
menolong dalam perilaku sosial. Lie (2007) mengungkapkan bahwa model
pembelajaran cooperative learning tidak sama dengan sekedar belajar dalam
kelompok. Ada lima unsur dasar pembelajaran cooperative learning yang
membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan.
Pelaksanaan model pembelajaran kooperatif dengan benar akan menunjukkan
pendidik mengelola kelas lebih efektif. Johnson (Lie, 2007) mengemukakan
dalam model pembelajaran kooperatif ada lima unsur yaitu: saling
ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi
antar anggota, dan evaluasi proses kelompok.
Pembelajaran kooperatif (Cooperative learning) adalah model
pembelajaran yang menekankan pada saling ketergantungan positif antar
individu siswa, adanya tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi
intensif antar siswa, dan evaluasi proses kelompok (Rohman, 2009).
Cooperative learning menurut Slavin (2005) merujuk pada berbagai macam
model pembelajaran di mana para siswa bekerja sama dalam kelompok-
kelompok kecil yang terdiri dari berbagai tingkat prestasi, jenis kelamin, dan
latar belakang etnik yang berbeda untuk saling membantu satu sama lain
dalam mempelajari materi pelajaran. Dalam kelas kooperatif, para siswa
diharapkan dapat saling membantu, saling mendiskusikan, dan berargumentasi
untuk mengasah pengetahuan yang mereka kuasai saat itu dan menutup
kesenjangan dalam pemahaman masing-masing. Cooperative learning lebih
dari sekedar belajar kelompok karena dalam model pembelajaran ini harus ada
struktur dorongan dan tugas yang bersifat kooperatif sehingga memungkinkan
terjadi interaksi secara terbuka dan hubungan hubungan yang bersifat
interdependensi efektif antara anggota kelompok.
Anita Lie (Agus Suprijono, 2009: 56) menguraikan model
pembelajaran kooperatif ini didasarkan pada falsafah homo homini socius.
Berlawanan dengan teori Darwin, filsafat ini menekankan bahwa manusia
adalah makhluk sosial. Dialog interaktif (interaksi sosial) adalah kunci
seseorang dapat menempatkan dirinya di lingkungan sekitar. Dari beberapa
definisi yang dikemukakan oleh para ahli di atas, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang
menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok kecil yang anggotanya
bersifat heterogen, terdiri dari siswa dengan prestasi tinggi, sedang, dan
rendah, perempuan dan laki-laki dengan latar belakang etnik yang berbeda
untuk saling membantu dan bekerja sama mempelajari materi pelajaran agar
belajar semua anggota maksimal.
2.2. Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Slavin (2005) mengemukakan tujuan yang paling penting dari model
pembelajaran kooperatif adalah untuk memberikan para siswa pengetahuan,
konsep, kemampuan, dan pemahaman yang mereka butuhkan supaya bisa
menjadi anggota masyarakat yang bahagia dan memberikan kontribusi.
Wisenbaken (Slavin, 2005) mengemukakan bahwa tujuan model pembelajaran
kooperatif adalah menciptakan norma-norma yang proakademik di antara para
siswa, dan norma-norma pro-akademik memiliki pengaruh yang amat penting
bagi pencapaian siswa. Menurut Isjoni (2007) tujuan utama pembelajaran
cooperative learning adalah agar peserta didik dapat belajar secara
berkelompok bersama teman-temannya dengan cara saling menghargai
pendapat dan memberikan kesempatan kepada orang lain untuk
mengemukakan gagasannya dengan menyampaikan pendapat mereka secara
berkelompok. Selain itu juga dapat meningkatkan cara belajar siswa menuju
belajar lebih baik.
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai
setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting yang dirangkum oleh
Ibrahim, yaitu:
a. Hasil belajar akademik
Dalam belajar kooperatif meskipun mencakup beragam tujuan
sosial, juga memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademis penting
lainnya. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam
membantu siswa memahami konsep-konsep sulit.
b. Penerimaan terhadap perbedaan individu
Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa dari berbagai
latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada
tugas-tugas akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan
belajar saling menghargai satu sama lain.
c. Pengembangan keterampilan social
Tujuan penting ketiga pembelajaran kooperatif adalah mengajarkan
kepada siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi. Keterampilan-
keterampilan sosial, penting dimiliki oleh siswa sebab saat ini banyak anak
muda masih kurang dalam keterampilan sosial.
2.3. Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif
Beberapa ciri dari pembelajaran kooperatif yang diungkapkan oleh Sanjaya
(2007) yaitu:
a. setiap anggota memiliki peran
b. terjadi hubungan interaksi langsung di antara siswa
c. setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya dan juga
teman-teman sekelompoknya
d. guru membantu mengembangkan keterampilan-keterampilan
e. interpersonal kelompok
f. guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan
Tiga konsep sentral yang menjadi karakteristik pembelajaran kooperatif
sebagaimana dikemukakan Slavin yaitu penghargaan kelompok, pertanggung
jawaban individu, dan kesempatan yang sama untuk berhasil.
2.4. Prinsip-Prinsip Pembelajaran Kooperatif
Menurut Roger dan David Johnson (Lie (2008); Sanjaya (2007)) ada
lima unsure dasar dalam pembelajaran koopertif.
a. prinsip ketergantungan positif
Dalam pembelajaran koeratif, keberhasilan dalam penyelesaian
tugas tergantung pada usaha yang di lakukan oleh kelompok tersebut.
Keberhasilan kerja kelompok ditentukan oleh kinerja masing-masing
anggota kelompok. Oleh karena itu, semua anggota dalam kelompok akan
mersakan saling ketergantungan.
b. Tanggung jawab perseorangan
Keberhasilan kelompok sangat tergantung dari masing-masing
anggota kelompoknya. Oleh karena itu setiap anggota kelompok
mempunyai tugas dan tanggung jawab yang harus di kerjakan dalam
kelompok tersebut.
c. Interaksi tatap muka
Memberikan kesempatan yang luas kepada setiap angota kelompok
untuk bertatap muka saling memberika informasi dan saling
membelajarkan.
d. Partisipasi dan Komunikasi
Melatih siswa untuk dapat berpartisipasi aktif dan berkomunikasi
dalam kegiatan pembelajaran.
e. Evaluasi proses kelompok
Menjadwalakan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi
proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka, agar selajutnya bias
bekerja sama dengan lebih efektif.
2.5. Unsur-unsur Dasar dalam Pembelajaran Kooperatif
Rusman (2011) mengemukakan unsur-unsur dalam pembelajaran
kooperatif sebagai berikut.
a. siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka “ tenggelam atau berenang
bersama”;
b. siswa harus memiliki tanggung jawab terhadap siswa atau siswa lain
dalam kelompoknya, selain tanggung jawab terhadap diri sendiri dalam
mempelajari materi yang dihadapi;
c. siswa harus berpendapat bahwa mereka semua memiliki tujuan yang sama;
d. siswa membagi tugas dan berbagi tanggung jawab di antara para anggota
kelompok;
e. siswa diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut
berpengaruh terhadap evaluasi kelompok;
f. siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh keterampilan
bekerja sama selama belajar;
g. setiap siswa akan diminta mempertanggung jawabkan secara individual
materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
Suprijono (2009) mengatakan bahwa tidak semua belajar kelompok
bisa dianggap pembelajaran kooperatif. Untuk mencapai hasil yang maksimal,
lima unsur dalam model pembelajaran kooperatif harus diterapkan. Lima
unsur tersebut adalah sebagai berikut.
1) Positive interdependence (saling ketergantungan positif)
Unsur ini menunjukkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif ada dua
pertanggungjawaban kelompok. Pertama, mempelajari bahan yang
ditugaskan kepada kelompok. Kedua, menjamin semua anggota kelompok
secara individu mempelajari bahan yang ditugaskan tersebut.
2) Personal responsibility (tanggung jawab perseorangan)
Pertanggungjawaban ini muncul jika dilakukan pengukuran terhadap
keberhasilan kelompok. Tujuan pembelajaran kooperatif adalah
membentuk semua anggota kelompok menjadi pribadi yang kuat.
Tanggungjawab perseorangan adalah kunci untuk menjamin semua
anggota yang diperkuat oleh kegiatan belajar bersama. Artinya, setelah
mengikuti kelompok belajar bersama, anggota kelompok harus dapat
menyelesaikan tugas yang sama.
3) Face to face promotive interaction (interaksi promoter)
Unsur ini penting karena dapat menghasilkan saling ketergantungan
positif. Ciri–ciri interaksi promotif adalah saling membantu secara efektif
dan efisien, saling memberikan informasi dan sarana yang diperlukan,
memproses informasi bersama secara lebih efektif dan efisien, saling
mengingatkan, saling membantu dalam merumuskan dan mengembangkan
argumentasi serta meningkatkan kemampuan wawasan terhadap masalah
yang dihadapi, saling percaya, dan saling memotivasi untuk memperoleh
keberhasilan bersama.
4) Interpersonal skill (komunikasi antaranggota)
Untuk mengkoordinasikan kegiatan siswa dalam pencapaian tujuan siswa
harus adalah saling mengenal dan mempercayai, mampu berkomunikasi
secara akurat dan tidak ambisius, saling menerima dan saling mendukung,
serta mampu menyelesaikan konflik secara konstruktif.
5) Group processing (pemrosesan kelompok)
Pemrosesan mengandung arti menilai. Melalui pemrosesan kelompok
dapat diidentifikasi dari urutan atau tahapan kegiatan kelompok dan
kegiatan dari anggota kelompok. Siapa di antara anggota kelompok yang
sangat membantu dan siapa yang tidak membantu. Tujuan pemrosesan
kelompok adalah meningkatkan efektivitas anggota dalam memberikan
kontribusi terhadap kegiatan kolaboratif untuk mencapai tujuan kelompok.
Ada dua tingkat pemrosesan yaitu kelompok kecil dan kelas secara
keseluruhan. Thompson, et al (Isjoni,2009) mengemukakan bahwa
pembelajaran kooperatif turut menambah unsur-unsur interaksi sosial pada
pembelajaran. Di dalam pembelajaran kooperatif siswa belajar bersama
dalam kelompok-kelompok kecil yang saling membantu satu sama lain.
Kelas disusun dalam kelompok yang terdiri dari 4-5 siswa dengan
kemampuan yang heterogen. Maksud kelompok heterogen adalah terdiri
dari campuran kemampuan siswa, jenis kelamin, dan suku. Hal ini
bermanfaat untuk melatih siswa menerima perbedaan dan bekerja dengan
teman yang berbeda latar
belakangnya.
Isjoni (2009) menguraikan bahwa pada pembelajaran kooperatif
yang diajarkan adalah keterampilan-keterampilan khusus agar dapat
bekerja sama dengan baik di dalam kelompoknya, seperti menjadi
pendengar yang baik, siswa diberi lembar kegiatan yang berisi pertanyaan
atau tugas yang direncanakan untuk diajarkan. Selama kerja kelompok,
tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan.
2.6. Kekurangan dan Kelebihan Pembelajaran Kooperatif
Pendekatan pembelajaran cooperative learning dipilih karena
pendekatan ini memiliki banyak keunggulan. Cooperative learning memiliki
beberapa keunggulan bila dibandingkan dengan pembelajaran yang masih
bersifat konvensional. Jarolimek & Parker dalam Isjoni (2007) menyebutkan
bahwa keunggulan yang diperoleh dari pembelajaran kooperatif adalah :
a. Saling ketergantungan yang positif.
b. Adanya pengakuan dalam merespon perbedaan individu.
c. Siswa dilibatkan dalam perencanaan dan pengelolaan kelas.
d. Suasana yang rileks dan menyenangkan.
e. Terjalin hubungan yang hangat dan bersahabat antara siswa dengan guru.
f. Memiliki banyak kesempatan untuk mengekspresikan pengalaman emosi
yang menyenangkan.
Sementara itu bila keunggulan itu dilihat dari aspek siswa meliputi
(Cilibert- Macmilan, 2007) :
a. Memberi peluang kepada siswa agar mengemukakan dan membahas suatu
pandangan, pengalaman yang diperoleh siswa belajar secara bekerja sama
dalam merumuskan satu pandangan kelompok
b. Memungkinkan siswa dapat meraih keberhasilan dalam belajar, melatih
siswa memiliki keterampilan, baik keterampilan berpikir maupun
keterampilan sosial seperti keterampilan mengemukakan pendapat,
menerima saran dan masukan dari orang lain, bekerja sama, rasa
setiakawan dan mengurangi timbulnya perilaku yang menyimpang dalam
kehidupan kelas.
c. Memungkinkan siswa untuk mengembangkan pengetahuan, kemampuan
dan keterampilan secara penuh dalam suasana belajar yang terbuka dan
demokratis. Siswa bukan lagi sebagai objek pembelajaran, namun bisa
juga berperan sebagai tutor bagi teman sebaya.
d. Memungkinkan siswa memiliki motivasi yang tinggi, peningkatan
kemampuan akademik, meningkatkan kemampuan berpikir kritis,
membentuk hubungan persahabatan, menimba berbagai informasi, belajar
menggunakan sopan santun, meningkatkan motivasi siswa, memperbaiki
sikap terhadap sekolah dan belajar, mengurangi tingkah laku yang kurang
baik serta membantu menghargai pokok pikiran orang lain.
Selain memeiliki beberapa keunggulan, pembelajaran kooperatif juga
memiliki kelemahan. Kelemahan pembelajaran cooperative learning meliputi
(Isjoni,2007) :
a. Guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang, memerlukan
lebih banyak tenaga, pemikiran dan waktu.
b. Agar proses pembelajaran berjalan dengan lancar maka dibutuhkan
dukungan fasilitas, alat dan biaya yang cukup memadai.
c. Selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung ada kecenderungan topik
permasalahan yang sedang dibahas meluas sehingga banyak yang tidak
sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
d. Saat diskusi kelas, terkadang didominasi seseorang, hal ini megakibatkan
siswa yang lain menjadi pasif
Kelemahan pembelajaran kooperatif bersumber pada dua faktor, yaitu
faktor dari dalam (intern) dan faktor dari luar (ekstern). Faktor dari dalam
yaitu sebagai berikut:
a. guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang, disamping itu
memerlukan lebih banyak tenaga, pemikiran dan waktu;
b. agar proses pembelajaran berjalan dengan lancar maka dibutuhkan
dukungan fasilitas, alat dan biaya yang cukup memadai;
c. selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung, ada kecenderungan topic
permasalahan yang sedang dibahas meluas sehingga banyak yang tidak
sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, dan
d. saat diskusi kelas, terkadang didominasi oleh seseorang, hal ini
mengakibatkan siswa yang lain menjadi pasif.
2.7. Aspek-aspek pembelajaran Kooperatif
Miftahul (2011) memaparkan beberapa aspek pembelajaran kooperatif
sebagai berikut:
a. Tujuan
Semua siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok kecil (sering
kali yang beragam/ ability grouping/ heterogenous group) dan diminta
untuk 1) mempelajari materi tertentu dan 2) saling memastikan semua
anggota kelompok juga mempelajari materi tersebut.
b. Level kooperatif
Kerja sama dapat diterapkan dalam kelas (dengan cara memastikan
bahwa semua siswa di ruang kelas benar-benar mempelajari materi yang
ditugaskan) dan level sekolah (dengan cara memastikan bahwa semua
siswa di sekolah benar-benar mengalami kemajuan secara akademik).
c. Pola interaksi
Setiap siswa saling mendorong kesuksesan antarsatu sama lain.
Siswa mempelajari materi pembelajaran bersama siswa lain, saling
menjelaskan cara menyelesaikan tugas pembelajaran, saling menyimak
penjelasan masingmasing, saling mendorong untuk bekerja keras, dan
saling memberikan bantuan akademik jika ada yang membutuhkan. Pola
interaksi ini muncul di dalam dan di antara kelompok-kelompok
kooperatif.
d. Evaluasi
Sistem evaluasi didasarkan pada kriteria tertentu. Penekanannya
biasanya terletak pada pembelajaran dan kemajuan akademik setiap siswa,
bisa pula difokuskan pada setiap kelompok, semua siswa, ataupun sekolah.
Isjoni (2009) menyebutkan bahwa belajar kooperatif didasarkan pada
hubungan antara motivasi, hubungan inter personal, strategi pencapaian
khusus, suatu ketegangan dalam individu memotivasi gerakan ke arah
pencapaian hasil yang diinginkan. Nurhadi (TAHUN) mengemukakan
bahwa pembelajaran kooperatif memuat elemen-elemen yang saling terkait
di dalamnya, diantaranya adalah saling ketergantungan positif interaksi
tatap muka, akuntabilitas individual, keterampilan untuk menjalin
hubungan antar pribadi atau keterampilan sosial yang sengaja diajarkan.
Keempat elemen tersebut tidak bisa dipisahkan dalam pembelajaran
kooperatif karena sangat mempengaruhi kesuksesan dari pembelajaran
koperatif sendiri.
Isjoni (2009) berpendapat bahwa pembelajaran kooperatif
dirancang bagi tujuan untuk melibatkan pelajar secara aktif dalam proses
pembelajaran melanjutkan perbincangan dengan teman-teman dalam
kelompok kecil. Ia memerlukan siswa bertukar pendapat, memberi tanya
jawab serta mewujudkan serta membina proses penyelesaian kepada suatu
masalah. Kajian eksperimental dan diskriptif yang dijalankan mendukung
pendapat yang mengatakan pembelajaran kooperatif dapat memberikan
hasil yang positif kepada siswa.
2.8. Beberapa model pendekatan pembelajaran bernuansa CTL
Adapun beberapa contoh model pembelajaran yang dapat dikembangkan
antara lain
Model pembelajaran kooperatif menurut Slavin (2008:11-26) ada berbagai
macam tipe, yaitu Student Teams-Achievement Division (STAD), Team Game
Tournament (TGT), Jigsaw II, Cooperative Integrated Reading and Composition
(CIRC), Team Assisted Individualization (TAI), Group Investigation, Learning
Together, Complex Instruction, dan Structure Dyadic Methods.
1. Model Pembelajaran TAI (Team Assisted Individualization)
Model Pembelajaran kooperatif tipe TAI (Team Assisted
Individualization) ini dikembangkan oleh Slavin. Menurut Slavin (2008) tipe ini
mengkombinasikan keunggulan pembelajaran kooperatif dan pembelajaran
individual. Tipe ini dirancang untuk mengatasi kesulitan belajar siswa secara
individual. Oleh karena itu kegiatan pembelajarannya lebih banyak digunakan
untuk pemecahan masalah, ciri khas pada model pembelajaran TAI ini adalah
setiap siswa secara individual belajar materi pembelajaran yang sudah
dipersiapkan oleh guru. Hasil belajar individual dibawa ke kelompok-kelompok
untuk didiskusikan dan saling dibahas oleh anggota kelompok, dan semua anggota
kelompok bertanggung jawab atas keseluruhan jawaban sebagai tanggung jawab
bersama.
Menurut Slavin dalam Nur Asma, 2006: 56, model pembelajaran TAI
terdiri dari delapan komponen, yaitu.
Tahap 1: Mempelajari Materi Pelajaran
Siswa mempelajari materi pelajaran yang telah disiapkan oleh guru.
Tahap 2: Tes Penempatan (Placement test)
Pada awal program pembelajaran diberikan pretest, dimaksudkan untuk
menempatkan siswa pada program individual yang didasarkan pada hasil tes
mereka.
Tahap 3: Membagi Siswa ke dalam Kelompok
Siswa dalam model pembelajaran TAI ditempatkan dalam kelompok – kelompok
heterogen terdiri dari 4 sampai 5 siswa.
Tahap 4: Belajar Kelompok (study teams)
Setelah ujian penempatan, masing-masing individu menempatkan diri sesuai
dengan kelompoknya. Setiap kelompok mendiskusikan materi yang sudah
dipelajari oleh masing-masing individu. Setiap kelompok harus memastikan
bahwa setiap anggotanya paham tentang materi yang sudah dipelajari.
Tahap 5: Skor dan Penghargaan kelompok
Guru memberikan skor dan penghargaan terhadap kelompok yang hasil dari
diskusi kelompoknya bagus. Skor ini didasarkan pada jumlah rata – rata unit yang
tercakup oleh anggota kelompok dan akurasi dari tes-tes unit. Kriteria ditetapkan
untuk penampilan (hasil) kelompok.
Tahap 6: Refleksi
Guru menberikan penegasan terhadap materi yang sudah dipelajari. Guru
menerangkan materi yang sudah dipelajari agar siswa lebih yakin dan mantap
terhadap materi yang dipelajari, sehingga jika mendapatkan soal siswa bisa
menyelesaikannya.
Tahap 7: Tes Akhir
Pada akhir pembelajaran guru memberikan posttest yang dikerjakan secara
individu untuk mengukur seberapa pemahaman siswa terhadap materi yang sudah
dipelajari.
Tahap 8: Unit Keseluruhan
Setiap akhir pembelajaran guru mengevaluasi pembelajaran yang dilihat dari hasil
belajar yang diperoleh siswa.
2. Model Pebelajaran Jigsaw
Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw ini pertama kali dikembangkan oleh
Aronson dkk. Model pembelajaran kooperatif model Jigsaw adalah sebuah model
belajar kooperatif yang menitik beratkan kepada kerja kelompok siswa dalam
bentuk kelompok kecil, seperti yang diungkapkan Lie (1993: 73), bahwa
pembelajaran kooperatif model Jigsaw ini merupakan model belajar kooperatif
dengan cara siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri atas empat sampai
dengan enam orang secara heterogen dan siswa bekerja sama saling
ketergantungan positif dan bertanggung jawab secara mandiri. Dalam model
pembelajaran Jigsaw ini siswa memiliki banyak kesempatan untuk
mengemukanakan pendapat, dan mengelolah imformasi yang didapat dan dapat
meningkatkan keterampilan berkomunikasi, anggota kelompok bertanggung
jawab atas keberhasilan kelompoknya dan ketuntasan bagian materi yang
dipelajari, dan dapat menyampaikan kepada kelompoknya (Rusman, 2008: 203).
Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw melibatkan aktivitas seluruh
siswa, bertanggung jawab atas materinya masing-masing, karena seluruh siswa
memiliki tugas masing-masing sehingga siswa lebih aktif dan tidak bosan dalam
proses pembelajaran. Siswa dalam kelompoknya saling membantu dan bekerja
sama untuk mencari tugas/soal yang diberikan sehingga siswa yang kemampuan
rendah juga bisa terbantu oleh siswa yang pintar (Rokhmatika, et al, 2012).
Langkah-langkah dalam penerapan Jigsaw adalah sebagai berikut (Hisyam, et al.,
2002: 56 – 57).
a. Pilihlah materi yang dapat dibagi menjadi beberapa segmen
b. Bagi siswa menjadi beberapa kelompok sesuai dengan jumlah segmen yang
ada
c. Setiap kelompok mendapat tugas membaca dan memahami materi yang
berbeda-beda
d. Setiap kelompok mengirimkan anggotanya ke kelompok lain untuk
menyampaikan apa yang telah mereka pelajari dikelompok.
e. Kembalikan suasana kelas seperti semula kemudian tanyakan sekiranya ada
persoalan dalam kelompok
f. Beri siswa beberapa pertanyaan untuk mengecek pemahaman mereka terhadap
materi.
3. Model Pembelajaran Student Teams–Achievement Divisions (STAD)
Student Teams–Achievement Divisions (STAD) merupakan salah satu
model pembelajaran kooperatif yang paling sederhana dan merupakan model
pembelajaran yang paling baik untuk permulaan bagi pendidik yang baru
menggunakan model pembelajaran kooperatif (Slavin, 2008:143). Lima
komponen utama atau tahapan dalam model pembelajaran kooperatif tipe STAD
adalah presentasi kelas, kerja kelompok, kuis, peningkatan skor kuis individu, dan
penghargaan kelompok. Adapun penjabaranya adalah sebagai berikut (Slavin,
2008):
a) Presentasi Kelas
b) Belajar Kelompok
c) Kuis
d) Peningkatan Skor Kuis Individu
e) Evaluasi
f) Langkah - Langkah Dalam Model Pembelajaran Kooperatif
Terdapat 6(enam) langkah dalam model pembelajaran kooperatif
Widyantini (2006)
Langkah Indikator Tingkah Laku Guru
Langkah 1 Menyampaikan tujuan
dan memotivasi siswa
Guru menyampaikan
tujuan pembelajaran dan
mengkomunikasikan
kompetensi dasar yang
akan dicapai serta
memotivasi siswa.
Langkah 2 Menyajikan informasi Guru menyajikan
informasi kepada siswa.
Langkah 3 Mengorganisasikan
siswa ke dalam
kelompok-kelompok
belajar.
Guru menginformasikan
pengelompokan siswa.
Langkah 4 Membimbing
kelompok belajar.
Guru memotivasi serta
memfasilitasi kerja siswa
dalam kelompok –
kelompok belajar.
Langkah 5 Evaluasi Guru mengevaluasi hasil
belajar tentang materi
pembelajaran yang
telah dilaksanakan.
Langkah 6 Memberikan
penghargaan
Guru memberi
penghargaan hasil
belajar individual dan
kelompok.
2.9. Penerapan Pendekatan kooperaif di Kelas
Penerapan CTL dalam kelas cukup mudah. Secara garis besar langkah-
langkah penderepan kooperatif di kelas adalah sebagai berikut:
1. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan
cara belajar dan bekerja sendiri, menemukan sendiri, mengkonstruksi
sendiri pengetahuan, ketrampilan dan sikap barunya
2. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiri untuk semua topik
3. Kembangkan sikap ingin tahu siswa dengan bertanya
4. Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok)
5. Hadirkan “model” sebagai contoh pembelajaran
6. Lakukan refleksi di akhir pertemuan
7. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbabai cara.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang
menitikberatkan pada pembentukan kelompok belajar siswa sehingga
siswa dapat saling bekerja sama dan menghargai.
Pembelajaran kooperatif memiliki tujuan utama yaitu meningkatkan
kemapuan individu dalam hal pemahaman materi dan dapat meningkatkan
kemampuan sosial siswa dalam hal bekerja sama
Ciri-ciri pembelajaran kooperatif adalah setiap anggota memiliki peran,
terjadi hibungan interaksi langsung antara siswa, dan guru hanya sebagai
fasilitator di dalam pembelajaran
Prinsip pembelajaran kooperatif antara lain ketergantungan positif antar
siswa, tanggung jawab setiap individum partisipasi dan komunikasi serta
evaluasi proses kelompok
Pembelajaran kooperatif memiliki kelebihan dapat mengembangkan
kemampuan sosial siswa namun juga memiliki kelemahan yaitu sifat
dominasi salah satu anggota kelompok saja
Penerapan pembelajaran kooperatif di kelas misalnya dengan metode
jigsaw, Team Assisted Individualization (TAI), dan Students-Teams
Achievment Divisions (STAD)
3.2 Saran
Sebaiknya pada pembuatan makalah selanjutnya menggunakan rujukan –
rujukan yang lebih banyak dan terbaru sehingga materi yang disajikan lebih
berkualitas.
Daftar Rujukan
Arifin, Muhammad.1993. Ilmu Pendidikan Islam Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis BerdasarkanPendekatan Interdisipliner. Jakarta: Bumi Aksara
Asma, Nur. 2006. Model Pembelajaran Kooperatif. Jakarta : Depdiknas
Hisyam Zaini, Barmawy Munthe, Sekar Ayu Aryani. 2002. Strategi Pembelajaran Aktif di Perguruan Tinggi. Yogyakarta: CTSD
Isjoni. 2009. Pembelajaran Kooperatif. Yogyakarta: Pustaka Belajar
Lie, Anita.2007. Cooperatif Learning. Jakarta: Grasindo.
Miftakhul, H. 2011. Pembelajaran Kooperatif. Yogyakarta: Pustaka Belajar
Nurhadi, et al.2004. Pendekatan Kontekstual. Jakarta: Indeks
Rokhmatika, S., Harlita dan Prayetno, A. 2012. Pengaruh Model Inkuiri Terbimbing Dipadu Kooperatif Jigsaw Terhadap Keterampilan Proses Sains Ditinjau dari Kemampuan Akademik. Jurnal Pendidikan Biologi 4(2):72-83 (Online) (http://eprints.uns.ac.id/12445/1/1418-3153-1-SM.pdf) diakses pada 28 Agustus 2015
Rusman, 2008. Model- model Pembelajara: Mengembangkan Profesionalisme Guru Edisi 1. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Sanjaya, Wina. 2007. Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana
Slavin, R. E. 2008. Cooperative Learning. Bandung: Nusa Media
Sugiyanto.2010. Model-model Pembelajaran Inovatif. Surakarta: PSG Rayon 13
Suprijono, Agus. 2009. Cooperative Learning. Surabaya: Pustaka Pelajar
Widyantini. 2006. Model Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Kooperatif. Yogyakarta: Depdiknas