Contoh Case Patient Safety

5
Dugaan Malpraktek Dinas Kesehatan Akan Telusuri Kasus Pasien Puskesmas Ciracas Jum'at, 05 Agustus 2011 | 19:18 WIB TEMPO Interaktif, Jakarta Dinas Kesehatan DKI Jakarta akan menelusuri dugaan malpraktek terhadap Ratnaningsih, ibu satu anak yang sekujur tubuhnya melepuh setelah meminum obat antibiotik dari puskesmas di Ciracas. "Kami cek dulu, apakah terjadi kesalahan prosedur," kata Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Dien Emmawati, saat mengunjungi Ratnaningsih di Rumah Sakit UKI, 5 Agustus, 2011. Kepada wartawan Dien mengatakan. kejadian yang dialami Ratnaningsih bisa terjadi kepada siapa pun. "Yang jelas yang memberikan obat itu dokter. Dokter punya kompetensi untuk mengobati." Penelusuran terhadap penyebab alergi Ratna akan dilakukan setelah Ratnaningsih sembuh. "Penyembuhan dulu baru kami tes alergi." Menurut Dien, alergi Ratna bisa akibat obat, bahan kimia, ataupun makanan. Jika disebabkan dengan obat akan dicek apakah alergi karena antibiotik atau analgetik. Tim dokter yang menangani Ratnaningsih menduga, Ratna terkena Sindrom Steven Johnson. Meski bukan kasus langka, Direktur Pelayanan Medik RS UKI, Poltak Hutagalung mengungkapkan, kasus semacam ini terjadi satu banding seribu. Steven Johnson adalah penyakit ketidakkuatan tubuh.

description

baguuss

Transcript of Contoh Case Patient Safety

Dugaan Malpraktek

Dinas Kesehatan Akan Telusuri Kasus Pasien Puskesmas Ciracas

Jum'at, 05 Agustus 2011 | 19:18 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta

Dinas Kesehatan DKI Jakarta akan menelusuri dugaan malpraktek terhadap Ratnaningsih, ibu satu anak yang sekujur tubuhnya melepuh setelah meminum obat antibiotik dari puskesmas di Ciracas. "Kami cek dulu, apakah terjadi kesalahan prosedur," kata Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Dien Emmawati, saat mengunjungi Ratnaningsih di Rumah Sakit UKI, 5 Agustus, 2011.Kepada wartawan Dien mengatakan. kejadian yang dialami Ratnaningsih bisa terjadi kepada siapa pun. "Yang jelas yang memberikan obat itu dokter. Dokter punya kompetensi untuk mengobati."

Penelusuran terhadap penyebab alergi Ratna akan dilakukan setelah Ratnaningsih sembuh. "Penyembuhan dulu baru kami tes alergi." Menurut Dien, alergi Ratna bisa akibat obat, bahan kimia, ataupun makanan. Jika disebabkan dengan obat akan dicek apakah alergi karena antibiotik atau analgetik.

Tim dokter yang menangani Ratnaningsih menduga, Ratna terkena Sindrom Steven Johnson. Meski bukan kasus langka, Direktur Pelayanan Medik RS UKI, Poltak Hutagalung mengungkapkan, kasus semacam ini terjadi satu banding seribu. Steven Johnson adalah penyakit ketidakkuatan tubuh.

Kini Ratnaningsih sedang dirawat di Rumah Sakit UKI. Ia ditangani 4 dokter sekaligus, yakni dokter ahli mata, THT, kulit dan Penyakit Dalam. Keadaan Ratna diakui dokter dan keluarga, berangsur membaik. Gelembung di kulitnya sudah banyak yang mengempis dan mengering. Meski begitu, Ratna masih belum bisa makan, matanya masih bengkak dan bibirnya kehitaman.

Dokter penyakit Dalam yang menangani Ratna, SP Gultom, mengungkapkan, dugaan malpraktek belum bisa dipastikan. Standarnya, sebelum memberikan obat, biasanya dokter akan menanyakan apakah pasien mempunyai alergi tertentu atau melakukan skin tes sebelum jika jenis obat yang akan diberikan adalah obat suntik. Jika dokter sudah tahu pasien alergi tapi pemberian obat diteruskan, dokter itu baru melanggar.Dinas Kesehatan meyakinkan, biaya pengobatan Ratnaningsih akan ditanggung Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. "Tidak ada batas waktu, sampai sembuh," kata Dien, berjanji.

Contoh kasus ini saya dapatkan dari blog dr. Yusuf Alam Romadhon, seorang dokter umum di Solo, Jawa Tengah.

Kasa Tertinggal Berakibat Osteomyelitis

Mas Parjo datang ke Rumah Sakit Remen Waras karena fraktur di tulang femur. Dokter Ndang Sun Tiken SpB menangani kasus ini adalah dokter bedah satu-satunya di kota Sarwo Saras. Parjo dijadwalkan operasi, dengan melalui prosedur-prosedur rutin rumah sakit, informed concent telah ditanda tangani oleh Parjo sendiri. Parjo sangat sadar dengan apa yang ia tanda tangani. Sebelum mengoperasi Parjo pada jam 10.00, dr. Ndang Sun Tiken sudah melakukan tiga operasi elektif satu operasi cito. Malam harinya dr. Ndang Sun Tiken mengoperasi dua operasi cito. Operasi reposisi Parjo telah berhasil dengan baik, dari foto rontgen pasca operasi, pen telah menancap pada tempat yang benar, kelurusan tulang telah sesuai dengan yang diharapkan. Parjo setelah recovery dan perawatan di bangsal yang memadai akhirnya bisa dipulangkan. Belum ada seminggu, di tempat luka operasi, setiap saat selalu keluar nanah, hingga membuat pembalut luka selalu diganti.

Parjo bermaksud kontrol lagi ke Rumah Sakit Remen Waras, tetapi ia mendapati antrian begitu panjang, dan sudah menunggu mulai dari jam 8.00 hingga 11.00 dokter Ndang Sun Tiken tidak kunjung datang. Berkali-kali ia bertanya kepada perawat poliklinik, selalu saja jawabannya masih melakukan operasi. Karena tidak nyaman dengan apa yang dialaminya, serta tidak enak dengan pandangan-pandangan orang di sekitar yang tampaknya jijik melihat kondisi pahanya. Parjo dan keluarga memutuskan untuk memeriksakan dirinya ke rumah sakit Arto Wedi yang letaknya ratusan kilometer dari rumah tinggalnya.

Masuk rumah sakit arto wedi, dengan biaya yang lebih tinggi, Parjo langsung diperiksa oleh dokter Hangabehi SpBO. FICS. Ahli ortopedi yang sudah terkenal hingga jauh di luar daerah. Oleh dokter Hangabehi, Parjo segera dilakukan prosedur rutin, roentgen ulang dan segera dijadwalkan operasi. Kembali dilakukan prosedur rutin, termasuk informed concent telah ditanda tangani dan Parjo sadar betul dengan apa yang dilakukannya. Secara umum kondisi Parjo menjelang operasi baik. Hanya dari luka operasi sebelumnya saja yang terus menerus mengalir nanah.Akhirnya operasi debridement untuk mengatasi pus yang terus-menerus mengalir dari tulang yang didiagnosis mengalami osteomielitis dilakukan. Selama debridement dilakukan betapa mengejutkan yang dihadapi tim operasi dokter Hangabehi. Mereka menemukan kassa tertinggal di tulang yang telah direposisi. Masih syukur tulang mau menyatu.

Keluarga pasien ingin mengetahui mengapa terjadi bencana demikian pada Parjo. Dengan terpaksa dokter Hangabehi SpBO FICS menjelaskan ini semua karena adanya kasa yang tertinggal di ruang antara tulang dan otot. Mendengar penjelasan itu kontan keluarga Parjo marah dan tidak terima dengan kinerja dokter Ndang Sun Tiken beserta timnya. Mereka sepakat untuk melakukan somasi dengan melayangkan surat dugaan malpraktik kepada dokter Ndang Sun Tiken beserta direktur Rumah Sakit Remen Waras lewat kuasa hukum mereka Gawe Ribut SH. Mereka menuntut ganti rugi senilai 1 miliar rupiah atas kerugian materiil dan imateriil yang dialami.

..Analisa hal yang terjadi

Yang ditimpa masalah adalah Rumah Sakit Remen Waras. Sedangkan rumah sakit Arto Wedi tidak dalam posisi bermasalah. Rumah Sakit Arto Wedi dalam posisi penemu kesalahan yang dilakukan oleh Rumah Sakit Remen Waras.

Dalam kasus ini diasumsikan tidak ada masalah administrasi pada dokter-dokter yang berpraktik baik di Rumah Sakit Remen Waras maupun Rumah Sakit Arto Wedi.

Jadi tidak ada kasus perbuatan melanggar hukum. Permasalahannya adalah operasi yang dilakukan oleh dokter Ndang Sun Tiken terdapat bukti kelalaian yaitu kasa tertinggal di ruang antara otot dan tulang. Berdasarkan criteria 4 D jelas memenuhi criteria tersebut. Ada wan prestasi (D1 & D2 ; duty dan dereliction of duty) yang dilakukan oleh dokter Ndang Sun Tiken SpB; sudah ada kontrak hubungan terapetik dan ada bukti melalaikan kewajiban yaitu kasa tertinggal.. Juga terdapat damage yaitu adanya osteomielitis dan akibat osteomielitis ini berkaitan dengan tertinggalnya kasa yang berada di ruang antara otot dan tulang.

Skenario penyelesaian masalah etikolegalnya

Pembuktian

- Pembuktian yang dilakukan yaitu laporan operasi dokter Hangabehi SpBO yang menyebutkan kasa tertinggal

- Pembuktian laporan operasi dari dokter Ndang Sun Tiken SpBBukti yang meringankan

- Dokter Ndang Sun Tiken SpB, sudah mengajukan penambahan dokter bedah di Kabupaten Sarwo Saras karena dia merasa sudah overload secara tertulis kepada direktur. Dan direktur RS juga menindak lanjutinya dengan pengajuan penambahan dokter bedah ke Departemen Kesehatan pusat dua tahun yang lalu, dan hingga kasus Parjo muncul ke permukaan belum terpenuhi permintaan tersebut.