Content Program Penanggulangan Kekurangan Vitamin a Di Tingkat Pelayanan Primer
Transcript of Content Program Penanggulangan Kekurangan Vitamin a Di Tingkat Pelayanan Primer
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Vitamin adalah suatu senyawa organik yang terdapat di dalam makanan
dalam jumlah yang sedikit, dan dibutuhkan dalam jumlah yang besar untuk fungsi
metabolisme yang normal. Vitamin dapat larut di dalam air dan lemak. Kejadian
kekurangan vitamin dapat memberikan beberapa tanda dan gejala yang cukup
berdampak kedepannya. Salah satu diantaranya jika terjadi kekurangan vitamin A
pada anak mudah sekali terserang infeksi seperti infeksi saluran pernafasan akut,
campak, cacar air, diare dan infeksi lain karena daya tahan anak tersebut
menurun.1,2
Kekurangan vitamin A sendiri mendapat perhatian lebih dari pemerintahan
khususnya setelah Direktorat Bina Gizi Masyarakat bekerja sama dengan
Universitas Indonesia, UNICEF dan Micronutrient Initiative pada tahun 2007
melakukan survei di 3 provinsi terpilih yaitu Kalimantan Barat, Lampung dan
Sulawesi Tenggara untuk melihat cakupan suplementasi Vitamin A dan
mengevaluasi manajemen program Vitamin A. Hasil survei menunjukkan bahwa
di provinsi Kalimantan Barat cakupan Vitamin A pada bayi (6-11 bulan) adalah
sebesar 55,8% dan anak balita (12-59 bulan) sebesar 56,6%, sementara untuk
provinsi Lampung cakupan pada bayi adalah 82,4% dan anak balita 80,4%, dan
Sulawesi Tenggara adalah 70,5% pada bayi dan anak balita sebesar 62,2%.3
Berdasarkan angka kejadian dan manifestasi yang disinggung pada
paragraf sebelumnya, diperlukan program yang dapat menanggulangi kekurangan
1
2
vitamin A. Pada pelayanan kesehatan primer (puskesmas) yang merupakan wadah
pertama dalam memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat, yang salah satu
bentuk pelayanannya yaitu pemberian vitamin A. Hal tersebut bersinergis dengan
usaha yang dilakukan oleh pelayanan kesehatan primer yaitu melakukan deteksi
dini.
1.2 Identifikasi Masalah
a. Bagaimana pelaksanaan program penanggulangan kekurangan Vitamin A di
Puskesmas Cisarua?
b. Berapakah cakupan pelaksanaan program penanggulangan kekurangan
Vitamin A di Puskesmas Cisaruapada September 2012?
1.3 Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui pelaksanaan dan cakupan program penanggulangan
kekurangan vitamin A di Puskesmas Cisarua.
3
BAB II
TEORI DAN PEMBAHASAN
2.1 Vitamin A
2.1.1 Definisi Vitamin A
Vitamin A atau retinal merupakan senyawa poliisoprenoid yang
mengandung cincin sikloheksenil. Vitamin A merupakan salah satu jenis vitamin
yang larut lemak. Vitamin A (Acon, Aquasol) membantu menjaga pertumbuhan
jaringan epitel, mata, rambut, dan tulang. Vitamin A didapat dalam 2 bentuk yaitu
preformed vitamin A (vitamin A, retinoid, retinol, dan derivatnya) dan provitamin
A (karotenoid/ karoten dan senyawa sejenis). Sumber makanan yang mengandung
vitamin A antara lain semua jenis susu, mentega, telur, sayuran dengan daun
berwarna hijau dan kuning, buah-buahan, dan liver. Menurut U.S Recommended
Dietary Allowance (RDA) kebutuhan vitamin A pada pria dewasa sebanyak 1000
µg atau 5000 IU, wanita dewasa 800 µg atau 4000 IU, pada
kehamilan membutuhkan sebanyak 1000 µg atau 5000 IU, dan pada ibu
menyusui 1200 µg atausetara dengan 6000 IU.4
Vitamin A adalah suatu zat gizi yang sangat penting bagi manusia, karena
zat gizi ini tidak dibuat oleh tubuh, sehingga harus dipenuhi dari luar tubuh berupa
makanan yang dikonsumsi. Vitamin A juga merupakan vitamin yang berfungsi
bagi pertumbuhan sel – sel epitel, dan sebagai pengatur kepekaan rangsang sinar
pada saraf dan mata.3,5
3
4
2.1.2 Manfaat Vitamin A
a. Penglihatan
Tanda pertama kekurangan vitamin A adalah rabun senja. Suplementasi
vitamin A dapat memperbaiki penglihatan yang kurang bila itu disebabkan
karena kekurangan vitamin A.
b. Pertumbuhan dan Perkembangan
Vitamin A dibutuhkan untuk perkembangan tulang dan sel epitel yang
membentuk email dalam pertumbuhan gigi. Pada kekurangan vitamin A,
pertumbuhan tulang terhambat dan bentuk tulang tidak normal. Pada anak –
anak yang kekurangan vitamin A, terjadi kegagalan dalam pertumbuhannya.
Dimana vitamin A dalam hal ini berperan sebagai asam retinoat.
c. Reproduksi
Pembentukan sperma pada hewan jantan serta pembentukan sel telur dan
perkembangan janin dalam kandungan membutuhkan vitamin A dalam
bentuk retinol. Hewan betina dengan status vitamin A rendah mampu hamil
akan tetapi mengalami keguguran atau kesukaran dalam melahirkan.
Kemampuan retinoid mempengaruhi perkembangan sel epitel dan
kemampuan meningkatkan aktivitas sistem kekebalan diduga berpengaruh
dalam pencegahan kanker kulit, tenggorokan, paru-paru, payudara dan
kandung kemih.
d. Fungsi Kekebalan
Vitamin A berpengaruh terhadap fungsi kekebalan tubuh pada manusia.
Dimana kekurangan vitamin A dapat menurunkan respon antibody yang
5
bergantung pada limfosit yang berperan sebagai kekebalan pada tubuh
seseorang.3
2.1.3 Sumber-Sumber Vitamin A
Vitamin A yaitu karoten terdapat dalam berbagai macam makanan. Daging
merah hati, susu, full cream, keju, mentega merupakan makanan yang tinggi
retinol. Sayur dan buah-buahan berwarna hijau dan kuning seperti wortel, sayur
hijau seperti daun singkong, daun kacang, kangkung, bayam, kacang panjang,
buncis, tomat, jagung kuning, pepaya, mangga, nangka masak, jeruk, buah peach,
apricot dan minyak sayur, yaitu minyak kelapa sawit yang berwarna merah
merupakan makanan yang tinggi karoten.3
2.1.4 Tanda dan Gejala Kekurangan Vitamin A
Kekurangan vitamin A sering terjadi pada anak balita. Gangguan pada
mata dapat terjadi dalam beberapa tahap, tergantung berat ringannya defisiensi
vitamin A, terganggunya kemampuan untuk beradaptasi dan melihat dalam
kondisi gelap, xerophthalmia, hingga akhirnya mengalami kebutaan dapat terjadi.
Kornea mata terpengaruh secara dini oleh kekurangan vitamin A. kelenjar air
mata tidak mampu mengeluarkan air mata sehingga terjadi pengeringan pada
selaput yang menutupi kornea dengan tanda pemburaman. Pelapisan sel epitel
kornea yang akhirnya berakibat melunaknya dan bisa pecah yang menyebabkan
kebutaan total. Beberapa tanda dan gejala lain jika kekurangan vitamin A adalah
kelelahan yang sangat, anemia, kulit menjadi kering, gatal dan kasar.
6
Vitamin A juga berperan sebagai antioksidan yang mampu menyingkirkan
radikal bebas yang terdapat didalam membran lemak menjadi bagian-bagian yang
lebih kecil. Penyebab primer adalah kekurangan vitamin A dan pembentukan
vitamin A dalam pengaturan makanan sehari-hari. Penyebab sekundernya adalah
terjadinya kegagalan dalam penggunaan vitamin A. Penyakit yang timbul akibat
kekurangan vitamin A adalah Xeropthalmia yaitu keadaan selaput ikat mata yang
kering akibat kekurangan vitamin A.
2.1.5 Xeroftalmia
Xeroftalmia adalah istilah yang menerangkan gangguan kekurangan
vitamin A pada mata, termasuk terjadinya kelainan anatomi bola mata dan
gangguan fungsi sel retina yang berakibat kebutaan. Xeroftalmia terjadi karena
kekeringan pada selaput lendir (konjungtiva) dan selaput bening (kornea) mata.
Bila ditinjau darikonsumsi makanan sehari-hari kekurangan vitamin A disebabkan
oleh :
1. Konsumsi makanan yg tidak mengandung cukup vitamin A atau
provitamin A untuk jangka waktu yang lama.
2. Bayi tidak diberikan ASI Eksklusif
3. Menu tidak seimbang (kurang mengandung lemak, protein, seng/Zn atau
zat gizi lainnya) yang diperlukan untuk penyerapan vitamin A dan
penggunaan vitamin A dalam tubuh.
4. Adanya gangguan penyerapan vitamin A atau pro-vitamin A seperti pada
penyakit-penyakit antara lain penyakit pankreas, diare kronik, Kurang
Energi Protein (KEP) dan lain-lain sehingga kebutuhan vitamin A
meningkat.
7
5. Adanya kerusakan hati, seperti pada kwashiorkor dan hepatitis kronik,
menyebabkan gangguan pembentukan RBP (Retinol Binding Protein) dan
pre-albumin yang penting untuk penyerapan vitamin A.
Tanda-tanda dan gejala klinis KVA pada mata menurut klasifikasi
WHO/USAIDUNICEF/HKI/ IVACG, 1996 sebagai berikut :
XN : buta senja (hemeralopia, nyctalopia)
XIA : xerosis konjungtiva
XIB : xerosis konjungtiva disertai bercak bitot
X2 : xerosis kornea
X3A : keratomalasia atau ulserasi kornea kurang dari 1/3 permukaan kornea.
X3B : keratomalasia atau ulserasi sama atau lebih dari 1/3 permukaan kornea
XS : jaringan parut kornea (sikatriks/scar)
XF : fundus xeroftalmia, dengan gambaran seperti ÒcendolÓ.
XN, XIA, XIB, X2 biasanya dapat sembuh kembali normal dengan
pengobatan yang baik. Pada stadium X2 merupakan keadaan gawat darurat yang
harus segera diobati karena dalam beberapa hari bias berubah menjadi X3.X3A
dan X3B bila diobati dapat sembuh tetapi dengan meninggalkan cacat yang
bahkan dapat menyebabkan kebutaan total bila lesi (kelainan) pada kornea cukup
luas sehingga menutupi seluruh kornea (optic zone cornea).4
Untuk menjaring lebih dini kasus xeroftalmia, perlu diperhatikan berbagai
faktor antara lain :
1. Faktor Sosial budaya dan lingkungan dan pelayanan kesehatan
a. Ketersediaan pangan sumber vitamin A
b. Pola makan dan cara makan
8
c. Adanya paceklik atau rawan pangan
d. Adanya tabu atau pantangan terhadap makanan tertentu terutama yang
merupakan sumber Vit A.
e. Cakupan imunisasi, angka kesakitan dan angka kematian karena penyakit
campak dan diare
f. Sarana pelayanan kesehatan yang sulit dijangkau
g. Kurang tersedianya air bersih dan sanitasi lingkungan yang kurang sehat
h. Keadaan darurat antara lain bencana alam, perang dan kerusuhan
2. Faktor Keluarga
a. Pendidikan :
Pendidikan orang tua yang rendah akan berisiko lebih tinggi kemungkinan
anaknya menderita KVA karena pendidikan yang rendah biasanya disertai
dengan keadaan sosial ekonomi dan pengetahuan gizi yang kurang.
b. Penghasilan:
Penghasilan keluarga yang rendah akan lebih berisiko mengalami KVA,
walaupun demikian besarnya penghasilan keluarga tidak menjamin anaknya
tidak mengalami KVA, karena harus diimbangi dengan pengetahuan gizi
yang cukup sehingga dapat memberikan makanan kaya vitamin A.
c. Jumlah anak dalam keluarga
Semakin banyak anak semakin kurang perhatian orang tua dalam mengasuh
anaknya.
d. Pola asuh anak.
Kurangnya perhatian keluarga terhadap pertumbuhan dan perkembangan
anak seperti pasangan suami istri (pasutri) yang bekerja dan perceraian.
9
3. Faktor individu
a. Anak dengan Berat Badan Lahir Rendah (BB < 2,5 kg).
b. Anak yang tidak mendapat ASI Eksklusif dan tidak diberi ASI sampai usia 2
tahun.
c. Anak yang tidak mendapat MP-ASI yang cukup baik kualitas maupun
kuantitas
d. Anak kurang gizi atau dibawah garis merah (BGM) dalam KMS.
e. Anak yang menderita penyakit infeksi (campak, diare, Tuberkulosis (TBC),
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), pneumonia dan kecacingan.
f. Frekuensi kunjungan ke posyandu, puskesmas/pelayanan kesehatan (untuk
mendapatkan kapsul vitamin A dan imunisasi).4
2.1.6 Pencegahan dan Pengobatan
Program nasional pemberian suplemen vitamin A adalah upaya penting
untuk mencegah kekurangan vitamin A di antara anak-anak Indonesia. Tujuan
Program ini adalah untuk mendistribusikan kapsul vitamin A pada semua anak di
seluruh wilayah Indonesia dua kali dalam satu tahun. Setiap Februari dan
Agustus, kapsul vitamin A didistribusikan secara gratis kepada semua anak yang
mengunjungi Posyandu dan Puskesmas. Pemberian vitamin A akan memberikan
perbaikan nyata dalam satu sampai dua minggu. Dianjurkan bila diagnosa
defisiensi vitamin A ditegakkan maka berikan vitamin A 200.000 IU peroral dan
pada hari kesatu dan kedua. Belum ada perbaikan maka diberikan obat yang sama
pada hari ketiga. Biasanya diobati gangguan protein kalori mal nutrisi dengan
10
menambah vitamin A, sehingga perlu diberikan perbaikan gizi. Pencegahan dan
pengobatan suplementasi vitamin A kapsul yang terdiri dari :
a. Kapsul vitamin A berwarna biru (100.000 IU)
Tiap kapsul mengandung vitamin A palmitat 1,7 juta IU 64.7059 mg
(setara dengan vitamin A 100.000 IU) dengan dosis
1) Pencegahan bayi umur 6 bulan – 11 bulan : 1 kapsul
2) Bayi dengan tanda klinis xerofthalmia :
- Saat ditemukan segera beri 1 kapsul
- Hari berikutnya 1 kapsul
- 4 minggu berikutnya 1 kapsul
3) Bayi dengan campak, pneumonia, diare, gizi buruk dan infeksi lainnya
diberi 1 kapsul.
b. Kapsul vitamin A berwarna merah (200.000 IU) tiap kapsul vitamin A
mengandung palmitat 1,7 juta IU 129.5298 mg (setara dengan vitamin A
200.000 IU) dengan dosis :
1). Pencegahan bayi umur 1 tahun – 3 tahun : 1 kapsul
2). Bayi dengan tanda klinis xerofthalmia :
- Saat ditemukan segera beri 1 kapsul
- Hari berikutnya 1 kapsul
- 4 minggu berikutnya 1 kapsul
3). Bayi dengan campak, pneumonia, diare, gizi buruk dan infeksi dan
infeksi lainnya diberi 1 kapsul.3
11
2.1.7 Jadwal Pemberian Dosis Vitamin A
Anak-anak yang mengalami gizi kurang mempunyai resiko yang tinggi
untuk mengalami kebutaan sehubungan dengan defisiensi vitamin A, karena
alasan ini vitamin A dosis tinggi harus diberikan secara rutin untuk semua anak
yang mengalami gizi kurang pada hari pertama, kecuali bila dosis yang sama telah
diberikan pada bulan yang lalu. Dosis tersebut adalah sebagai berikut: 50.000 IU
untuk bayi berusia < 6 bulan, 100.000 IU untuk bayi berumur 6 - 12 bulan , dan
200.000 IU untuk anak berusia > 12 bulan. Jika terdapat tanda klinis dari
defisiensi vitamin A (seperti rabun senja, xerosis konjungtiva dengan bitot’s spot,
xerosis kornea atau ulceration, atau ketomalasia), maka dosis yang tinggi harus
diberikan untuk dua hari pertama, diikuti dosis ketiga sekurang-kurangnya 2
minggu kemudian.3
2.1.8 Efek Samping dari Penggunaan Vitamin A
Pemberian vitamin A dengan dosis yang terlalu tinggi dan terjadi dalam
waktu yang lama dapat menjadi toksin (racun) bagi tubuh. Hipervitaminosis A
banyak dijumpai pada anak-anak dengan tanda-tanda cengeng, bengkak disekitar
tulang-tulang yang panjang, kulit kering dan gatal.
Hipervitaminosis A dapat terjadi dalam 2 tingkat :
a. Hipervitaminosis A akut, yaitu jika anak usia 1 tahun – 5 tahun
mengkonsumsi lebih tinggi (300.000 IU) dosis tunggal, mungkin akan
menderita mual, sakit kepala dan anoreksia (tidak nafsu makan). Penonjolan
ubun-ubun juga dapat terjadi pada balita < 1 tahun dan akan hilang dalam
waktu 1 hari – 2 hari.
12
1) Terjadi akibat pemberian dosis tunggal vitamin A yang sangat besar
atau pemberian berulang dosis tunggal yang lebih kecil tetapi masih
termasuk dosis besar karena di konsumsi dalam periode 1 hari – 2
hari.
2) Pengobatannya dilakukan dengan cara pemberian vitamin A dan
pengobatan simptomatis.
b. Hipervitaminosis A kronis, yaitu jika bayi dan balita mengkonsumsi > 25.000
IU tiap hari selama > 3 bulan atau beberapa tahun baik yang berasal dari
makanan maupun dari pemberian vitamin A dosis tinggi. Biasanya hanya
terjadi pada orang dewasa.
1) Pada anak usia muda dan bayi biasanya dapat menyebabkan anoreksia,
kulit kering, gatal-gatal serta kemerahan di kulit, peningkatan
intracranial, bibir pecah-pecah, tungkai dan lengan lemah dan
bengkak.
2) Pengobatannya sama dengan hipervitaminosis A akut.3,6
2.2 Program Penanggulangan Kekurangan Vitamin A di Tingkat Pelayanan
Primer
Program penanggulangan kekurangan vitamin A di tingkat pelayanan
primer sesuai dengan standar pelayanan minimal memiliki langkah-langkah
kegiatan sebagai berikut:8
1. Pendataan Sasaran
Sasaran kegiatan suplementasi vitamin A adalah bayi usia 6-11 bulan, anak
balita dan ibu nifas yang jumlahnya harus diketahui secara tepat. Hal ini sangat
13
diperlukan dalam perencanaan untuk mencegah terjadinya kekurangan atau
sebaliknya kelebihan jumlah kapsul yang disediakan. Untuk mengetahui jumlah
sasaran dapat dilakukan melalui perhitungan menurut konsep wilayah kerja
puskesmas, pendataan sasaran sebagai berikut :
a. Data sasaran bayi, anak balita dan ibu nifas merupakan sasaran riil di
tingkat desa/kelurahan.
b. Data sasaran bayi, anak balita dan ibu nifas di tingkat puskesmas
merupakan rekapitulasi data desa/kelurahan.
c. Data jumlah sasaran tersebut sebaiknya disepakati oleh bagian KIA, gizi
dan imunisasi.
d. Data sasaran riil digunakan untuk mengajukan kebutuhan kapsul vitamin
A ke kabupaten/kota dan pelayanan pemberian kapsul vitamin A.
2. Perencanaan kebutuhan kapsul vitamin A
Kebutuhan suplementasi vitamin A untuk bayi, anak balita dan ibu nifas
sebaiknya dilihat berdasarkan sasaran riil dari data tahun lalu.
3. Pengadaan dan pendistribusian kapsul vitamin A
Kapsul vitamin A harus sudah tersedia di puskesmas minimal 1 bulan
sebelum pelaksanaan bulan vitamin A. Petugas gizi puskesmas mengambil kapsul
vitamin A ke dinas kesehatan kabupaten/kota. Penyimpanan kapsul vitamin A
sebaiknya menghindari tempat yang panas dan sinar matahari langsung karena
dapat merusak kandungan vitamin A dalam kapsul. Kapsul vitamin A disimpan di
gudang farmasi, disimpan di tempat yang kering dan tidak lembab, vitamin A
14
tidak perlu disimpan dalam lemari es. Vitamin A dalam botol kemasan yang
belum dibuka dapat bertahan selama 2 tahun, bila kemasan sudah dibuka, kapsul
di dalamnya harus digunakan paling tidak dalam jangka waktu 1 tahun.
Penanggung jawab penyimpanan dan distribusi kapsul Vitamin Ayaitu
pengelola gudang farmasi dan pengelola program gizikabupaten/kota melakukan
hal- hal sebagai berikut :
a. Semua permintaan kapsul tercatat dengan baik di buku ekspedisi yang
dipegang oleh petugas bagian gudang farmasi dan gizi. Informasi yang
harus ada dalam buku ekspedisi yaitu tanggal permintaan, jumlah yang
diminta (botol atau kapsul), jenis atau warna kapsul (biru atau merah),
nama, instansi dan tanda tangan pemohon, nama dan tanda tangan petugas
(bagian farmasi dan bagian gizi).
b. Petugas gudang farmasi dan petugas gizi harus mempunyai data jumlah
setiap sasaran per wilayah, yang akan digunakan untuk klarifikasi bila
permintaan kapsul melebihi jumlah sasaran. Jika menerima dan
mendistribusikan kapsul, hal yang harus dilakukan adalah cek label
kemasan untuk memastikan dosis suplementasi, dan cek tanggal kadaluarsa
yang tertera dalam kemasan.
Kegiatan distribusi kapsul vitamin A dilakukan pada bulan Februari dan
Agustus yang merupakan bulan kapsul vitamin A untuk bayi dan anak balita. Pada
bulan kapsul ini, semua bayi dan anak balita serentak mendapat kapsul vitamin A
di posyandu di sarana pelayanan kesehatan lain atau di sekolah taman kanak-
kanak.
15
4. Pencatatan dan pelaporan
Pencatatan dan pelaporan dilakukan di semua tingkatan, data yang
dilaporkan adalah sebagai berikut:
a. Pemberian kapsul vitamin A ibu nifas dicatat di kohort ibu, termasuk
pemberian vitamin A yang dilakukan pada pelayanan praktek swasta.
b.Pemberian kapsul vitamin A bayi dan anak balita yang dilaksanakan di di
klinik bidan/dokter, rumah sakit, dan lain-lain harus dicatat dan dilaporkan
oleh puskesmas.
c. Pemberian kapsul vitamin A yang dilaksanakan di posyandu dan tempat
lainnya seperti TK, Pos PAUD direkapitulasi di tingkat desa dan
dilaporkan menjadi laporan tingkat puskesmas.
d.Hasil rekapitulasi tingkat puskesmas dilaporkan ke kabupaten/kota oleh
pengelola program gizi setelah berkoordinasi dengan pengelola program
KIA.
5. Evaluasi
Kegiatan pemantauan dan evaluasi dilakukan di posyandu sampai dinas
kesehatan kabupaten/kota. Hasilnya dilaporkan secara berjenjang dan disertai
umpan balik. Kegiatan ini dibutuhkan untuk mengatur kegiatan suplementaasi
vitamin A agar berjalan sesuai dengan rencana, sehingga bila ada masalah dapat
ditemukan dan ditangani sejak dini.
16
Indikator yang digunakan dalam evaluasi adalah:
a. Input :
o Logistik (jumlah dan ketersediaan kapsul vitamin A di setiap tempat
pelayanan dan formulir pencatatan-pelaporan)
o SDM (Petugas kesehatan dan kader)
o Dana operasional
o Sarana dan prasarana
b. Proses
o Jumlah sasaran yang datang dan menerima
o Ketepatan sasaran menerima dosis yang sesuai
o Ketepatan pencatatan
o Ketepatan pelaporan
c. Output
Cakupan suplementasi kapsul Vitamin A sesuai sasaran pemberian kapsul.
2.3 Analisis Program Penanggulangan Kekurangan Vitamin A di Puskesmas
Cisarua
2.3.1 Input (sumber daya)
a. Man
Tenaga yang berperan dalam pelaksanaan Program Penanggulangan
Kekurangan Vitamin A di Puskesmas Cisarua, terdiri dari:
- 1 orang analis gizi puskesmas
- 5 orang bidan desa
- Kader masing-masing posyandu
17
b. Money
Pada program ini tidak memegang dana secara langsung, namun dipegang
oleh BOK.
c. Machine (Peralatan)
- Buku registrasi pasien (balita)
- Buku KIA
d. Material
Material yang tersedia berupa suplementasi vitamin A (kapsul berwarna
biru untuk 6-11 bulan, kapsul berwarna merah untuk 12-59 bulan) sudah
cukup baik di PKM Cisarua
e. Metode
Metode yang dilaksanakan di Puskesmas Cisarua:
a) Perencanaan dan Skrining
Perencanaan dilakukan setelah evaluasi program puskesmas periode
sebelumnya yang diperiksa kembali dengan skrining pada wilayah
kerja Puskesmas Cisarua itu sendiri.
b) Pendataan
Cakupan pendataan meliputi bayi 6-11 bulan dan anak umur 12-59
bulan di satu wilayah kerja pada Puskesmas Cisarua.
Tabel 2.1 Logistik Program Penanggulangan Kekurangan Vitamin A9
NO DESA
LOGISTIK VITAMIN A
SISA PKM YG LALU
TERIMA JUMLAH DIPAKAI SISA
6-11 12-59 6-11 12-59 6-11 12-59 6-11 12-59 6-11 12-59
1PASIR
HALANG0 0 150 500 150 500 48 414 102 86
2 JAMBUDIPA 0 0 150 900 150 900 125 721 25 179
3 PADA ASIH 0 0 150 900 150 900 118 808 32 92
4 KERTAWANGI 0 0 150 900 150 900 90 523 60 377
JUMLAH 0 0 600 3200 600 3200 381 2466 219 734
18
c) Distribusi
Pengiriman data dikirim ke Dinas Kesehatan Bandung Barat biasanya
dilakukan 1 bulan sebelum kegiatan berlangsung. Setelah logistik
vitamin A diterima oleh Puskesmas Cisarua, distribusi dilakukan
kepada bidan desa.
d) Pelaksanaan dan Sweeping
Pemberian suplementasi vitamin A pada Puskesmas Cisarua
dilakukan oleh kader yang telah mendapat distribusi dari bidan desa di
posyandu. Jika balita tidak datang ke posyandu, maka akan dilakukan
sweeping secara kunjungan rumah.
Tabel 2.2 Pelaksanaan Program Penanggulangan Kekurangan Vitamin A9
NO DESAS PROYEKSI S RIIL YG MENDAPAT
CAKUPAN
%
6-11 12-59 6-11 12-59 6-11 12-59 6-11 12-59
1 PASIR HALANG 62 441 48 414 48 414 77.4% 93.9%
2 JAMBUDIPA 141 1002 125 721 125 721 88.7% 72.0%
3 PADA ASIH 137 790 118 808 118 808 86.1% 102.3%
4 KERTAWANGI 130 1181 90 523 90 523 69.2% 44.3%
JUMLAH 470 3414 381 2466 381 2466 81.1% 72.2%
e) Evaluasi
Dari setiap langkah yang dilakukan dilakukan pencatatan yang
kemudian dikumpulkan sebagai umpan balik pada program di masa
selanjutnya. Evaluasi tersebut dituangkan dalam pelaporan yang
dilakukan oleh tenaga pelaksana gizi di Puskesmas Cisarua setelah
kegiatan dilakukan.
f. Market
Sasaran program ini adalah semua balita (6-59 bulan) yang ada di wilayah
kerja Puskesmas Cisarua.
19
g. Minute (Waktu)
Waktu pelaksanaan program:
- Pelayanan program dilakukan pada bulan Februari dan September
- Oleh Bidan desa yang dibantu kader saat program berjalan selama jam
kerja
- Sweeping dilakukan setelah jam kerja dengan kunjungan rumah oleh
bidan desa dan kader
2.3.2 Proses
a. Planing
Puskesmas Cisarua menentukan beberapa rencana kegiatan dalam
melaksanakan program penanggulangan kekurangan vitamin A di
Puskesmas Cisarua, diantaranya ialah:
- Kegiatan pemeriksaan status gizi di dalam gedung puskesmas setiap
hari selasa dan kamis selama jam kerja
- Kegiatan pemeriksaan status gizi dilaksanakan di luar gedung
puskesmas oleh bidan desa di rumah dan di setiap kegiatan posyandu,
dimana posyandu dilaksanakan setiap 1 kali setiap minggu di setiap
RW
- Pembinaan peran aktif masyarakat
- Kerjasama lintas sektoral dengan aparat pemerintahan dan tokoh
masyarakat setempat
- Pencatatan dan Pelaporan
20
b. Organizing
Untuk melaksanakan program ini, dilakukan koordinasi pihak Puskesmas
Cisarua dengan para bidan desa melalui pertemuan berkala satu bulan satu
kali serta kerjasama lintas sektoral dengan aparat pemerintahan dan tokoh
masyarakat di wilayah kerja puskesmas namun belum ada koordinasi yang
pelayanan kesehatan swasta (praktek dokter ataupun bidan swasta).
c. Actuating
Aktifitas yang dilaksanakan Puskesmas Cisarua untuk mencapai cakupan
program ini adalah:
- Kegiatan pemeriksaan status gizi
o Dilaksanakan di dalam gedung puskesmas setiap hari selasa dan
kamis selama jam kerja
o Dilaksanakan di luar gedung puskesmas oleh bidan desa di rumah
dan setiap kegiatan posyandu, dimana posyandu dilaksanakan
setiap 1 kali setiap minggu di setiap RW
- Pembinaan peran aktif masyarakat
- Kerjasama lintas sektoral dengan aparat pemerintahan dan tokoh
masyarakat setempat
- Pencatatan dan Pelaporan
Program penanggulangan kekurangan vitamin A di Puskesmas Cisarua
ini ialah melalui pemeriksaan status gizi yang dilaksanakan setiap hari
Selasa dan Kamis selama jam kerja serta pencatatan dan pelaporannya
sudah baik, namun peran serta masyarakat serta kerjasama lintas
21
sektoral dengan aparat pemerintah serta tokoh masyarakat dirasa
kurang berjalan dengan baik.
d. Controling
Sistem pengawasan yang dilaksanakan Puskesmas Cisarua untuk program
ini adalah pengawasan langsung oleh kepala puskesmas kepada seorang
pelaksana gizi yang melaksanakan program ini melalui laporan lisan serta
tulisan.
Program tersebut juga dibantu oleh para bidan desa dan kader yang juga
turut mengawasi secara langsung balita ditiap-tiap desa.
e. Strength
Berdasarkan hasil pengamatan, hal yang menjadi kekuatan Puskesmas
Cisarua dalam pelaksanaan program penanggulangan kekurangan vitamin
A adalah :
- Tersedianya sumber daya manusia (tenaga kesehatan di puskesmas,
bidan desa dan kader tiap posyandu)
- Tersedianya peralatan dan obat-obatan yang cukup
- Tersedianya gedung puskesmas tiap hari kerja dan di luar gedung oleh
bidan desa di rumah dan di setiap kegiatan posyandu
- Letak Puskesmas Cisarua yang cukup strategis dan mudah diakses
f. Weakness
Berdasarkan hasil pengamatan, hal yang menjadi kelemahan Puskesmas
Cisarua dalam pelaksanaan program penanggulangan kekurangan vitamin
A adalah :
22
- Kurangnya koordinasi program penanggulangan kekurangan vitamin A
di Puskesmas Cisarua dengan tenaga kesehatan yang berpraktek swasta
dalam pelaporan kasus
g. Opportunity
Berdasarkan hasil pengamatan, hal yang menjadi kesempatan Puskesmas
Cisarua dalam pelaksanaan program penanggulangan kekurangan vitamin
A adalah:
- Adanya dukungan dari aparat pemerintah setempat
- Adanya bidan desa dan kader di tiap RW
h. Threath
Berdasarkan hasil pengamatan, hal yang menjadi kendala bagi Puskesmas
Cisarua dalam pelaksanaan program KIA (K4) adalah:
- Masih kurangnya peran aktif masyarakat untuk membawa balita ke
tenaga kesehatan
- Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang pentingnya pemeriksaan
balita secara berkala dan teratur
2.3.3 Output
a. Availabilty
Kegiatan pemeriksaan balita ini selalu ada setiap minggu dalam setiap
kegiatan Posyandu.
b. Acceptability
Kegiatan pemeriksaan balita tidak menimbulkan pro ataupun kontra.
23
c. Accesibility
Kegiatan pemeriksaan balita dilakukan di Posyandu yang diadakan di
tempat-tempat yang strategis di RW tersebut, misalnya di rumah Kepala
RW, lapangan, sekolah, ataupun balai desa, sehingga Posyandu menjadi
mudah dijangkau.
d. Accountability
Sudah jelasnya perencanaan, pelaksanaan, dan pendataan, memudahkan
untuk pertanggung jawabannya baik dari pemegang program ke kepala
puskesmas
e. Continuity
Keberlangsungan kegiatan pemeriksaan balita ini cukup baik, karena
sudah dilakukan setiap satu minggu sekali.
f. Care
Perhatian dari pihak posyandu dinilai cukup baik, karena para kader aktif
memberi tahu jadwal kegiatan pemeriksaan balita tiap minggunya kepada
warga, tetapi masih ada saja ibu yang tidak datang membawa anaknya
untuk ditimbang.
g. Competency
Kemampuan yang dibutuhkan oleh para pelaksana kegiatan ini tidaklah
terlalu menjadi masalah, karena untuk bidan kemampuannya sudah tidak
diragukan lagi, tetapi untuk kader, akan sangat tergantung tingkat
pendidikan kader dan keaktifan kadernya.
24
h. Comprehensibility
Pemahaman mengenai kegiatan ini tidaklah terlalu sulit, karena kegiatan
pemeriksaan balita ini hanya membutuhkan data sasaran, penimbangan,
pencatatan, dan pelaporan hasil kegiatan.
25
BAB III
PENUTUP
Pelaksanaan program penanggulangan kekurangan vitamin A yang
dilakukan pada Puskesmas Cisarua telah sesuai dengan standar pelayanan minimal
gizi yang diterbitkan oleh departemen kesehatan.
Hasil pelaksanaan program penanggulangan kekurangan vitamin A di
Puskesmas Cisarua yang dapat dicakup sebesar 81,1% pada bayi usia 6-11 bulan
dan 72,2% pada anak usia 12-59 bulan.
19
26
Daftar Kepustakaan
1. Anderson, Dauglas M., et all. Dorland’s Illistrated Medical Dictionary. 29th.
Philadelphia: W.B. Saunders Company. 2000.
2. Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat. Deteksi dan Tatalaksana
Kasus Xeroftalmia: Pedoman Bagi Tenaga Kesehatan. Jakarta: Departemen
Kesehatan; 2003. [diunduh 13 November 2012]; Tersedia dari
http://gizi.depkes.go.id/wp-content/uploads/2012/05/Xeroflamia.pdf.
3. Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Panduan Manajemen Suplementasi Vitamin
A. Jakarta: Departemen Kesehatan; 2009. [diunduh 13 November 2012];
Tersedia dari http://gizi.depkes.go.id/wp-content/uploads/2012/08/panduan-
suplementasi-vitA.pdf.
4. Tanpa nama. Tinjauan Pustaka Vitamin C. Medan: Universitas Sumatra Utara
[diunduh 13 November 2012]; Tersedia dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31127/4/Chapter%20II.pdf.
5. Sari RK. Vitamin dan Mineral. Surabaya: Universitas Airlangga [diunduh 13
November 2012]; Tersedia
dar
ihttp://skp.unair.ac.id/repository/web-pdf/web_VITAMIN__dan_MINERAL_
RATIH_KUMALA_SARI.pdf.
6. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur. Vitamin. Surabaya: Dinas Kesehatan
Provinsi Jawa Timur [diunduh 13 November 2012]; Tersedia
darihttp://dinkes.jatimprov.go.id/userimage/VITAMIN%20A.pdf.
27
7. Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat. Petunjuk Teknis Standar
Pelayanan Minimal. Jakarta: Departemen Kesehatan; 2004. Tersedia dari
http://gizi.depkes.go.id/wp-content/uploads/2012/05/SPM_Gizi.pdf
8. Tenaga Pelaksana Gizi Puskesmas Cisarua. Laporan Sweeping Distribusi
Vitamin A pada Bayi dan Balita. Cisarua: Puskesmas Cisarua; 2012.
20