CKD

22
CKD I. Identitas Pasien Nama : Tn S Usia : 62 th Alamat : Kemayoran gempol No. 3 JakPus Agama : Kristen Tgl msk : 19 Agustus 2010 pukul 09:00 II. Data dasar 1. Anamnesa A. Keluhan Utama : Sesak nafas sejak 1 minggu SMRS B. RPS Pada tanggal 5 Agustus 2010 pasien datang RSPAD dengan keluhan mual, muntah sejak 2 minggu SMRS, keluhan disertai sesak nafas saat berjalan sedikit dan keluhan semakin terasa memberat, bila pasien tidur merasa sesak dan membaik jika posisi tidur setengah duduk, terdapat batuk yang bedahak, kaki bengkak (+) dan BAK sedikit. Pasien di pulangkan tanggal 11 Agustus 2010 dengan diagnosis CKD st V predialisis (menolak HD), DM tipe 2, HT tekanan darah terkontrol, susp TB paru Pada tanggal 19 Agustus 2010 pasien datang kembali ke RSPAD dengan keluhan yang sama yaitu sesak nafas saat berjalan 2-3 meter, mual (+), muntah (+) berisi cairan sedikit terdapat busa, kaki bengkak (+). C. RPD DM tipe II sejak 15 th yang lalu pengobatan dengan insulin Ginjal (+) HT (+) terkontrol dengan captopril Terapi listrik sejak 2 bln SMRS

Transcript of CKD

Page 1: CKD

CKD

I. Identitas Pasien

Nama : Tn S

Usia : 62 th

Alamat : Kemayoran gempol No. 3 JakPus

Agama : Kristen

Tgl msk : 19 Agustus 2010 pukul 09:00

II. Data dasar1. Anamnesa

A. Keluhan Utama : Sesak nafas sejak 1 minggu SMRSB. RPS

Pada tanggal 5 Agustus 2010 pasien datang RSPAD dengan keluhan mual, muntah sejak 2 minggu SMRS, keluhan disertai sesak nafas saat berjalan sedikit dan keluhan semakin terasa memberat, bila pasien tidur merasa sesak dan membaik jika posisi tidur setengah duduk, terdapat batuk yang bedahak, kaki bengkak (+) dan BAK sedikit. Pasien di pulangkan tanggal 11 Agustus 2010 dengan diagnosis CKD st V predialisis (menolak HD), DM tipe 2, HT tekanan darah terkontrol, susp TB paru

Pada tanggal 19 Agustus 2010 pasien datang kembali ke RSPAD dengan keluhan yang sama yaitu sesak nafas saat berjalan 2-3 meter, mual (+), muntah (+) berisi cairan sedikit terdapat busa, kaki bengkak (+).

C. RPD DM tipe II sejak 15 th yang lalu pengobatan dengan insulin Ginjal (+) HT (+) terkontrol dengan captopril Terapi listrik sejak 2 bln SMRS

D. RPK : Saudara kandung DM (+)

E. R Kebiasaan Merokok (-) Alkohol (-)

Page 2: CKD

2. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : Compos Mentis, Tampak Sakit Sedang

Pemeriksaan tanda vital :

Tekanan Darah : 140/70 mmHg Nadi : 100 x/menit Suhu : 36,50 C Respirasi : 24 x/menit

Kepala : normocephal, rambut distribusi merata, rambut hitam+putih

Kulit : kering (+), turgor kulit baik

Mata : ca -/-, si -/- , cekung (-)

Telinga : serumen -/-, intact

Hidung : sekret -/-, septum deviasi (-)

Mulut & Gigi : mukosa bibir basah, bibir sianotik (-), lidah tremor (-)

Tenggorok : T1 T1 Tenang hiperemis (-)

Leher : JVP 5+4 cm H2O, trakea ditengah

KGB : Pembesaran (-)

Thoraks

Paru

I : simetris saat statis, dan dinamis P : fremitus taktil kiri = kanan P : sonor diseluruh lapang paru A : bunyi nafas vesikuler +/+, rhonki basah halus di 1/3 basal, wheezing -/-

Jantung

I : ictus cordis tidak terlihat P : ictus cordis tidak teraba, thriil (-) P :

o pinggang jantung ICS 3 linea parasternal sinistra o Batas kanan jantung ICS 5 linea parasternal dextra o Batas kiri jantung ICS 5 linea midclavikula sinistra

A : BJ I/II normal, murmur (-), gallop (-)

Page 3: CKD

Abdomen

I : datar, terdapat beberapa bekas luka (+) P:

o Supel, turgor kulit normalo NT (-) o Hepar dan Lien tidak teraba membesar

P : timpani diseluruh regio abdomen A: BU (+) n

Ekstremitas : akral hangat, edema non pitting - -

+ +

3. Pemeriksaan Penunjang

Jenis Px Hasil Normal

20-8-2010 21-8-2010 22-8-2010

Hb

Ht

Eritrosit

Leukosit

Trombosit

MCH

MCH

MCHC

Ureum

Kreatinin

Natrium

Kalium

Klorida

8.8

26

2.9

4200

128000

88

30

34

220

11.6

145

3.9

106

7.8

24

2.8

6300

107000

87

28

33

143

3.6

103

117

9.1

13-18

40-52

4.3-6.0

4800-10800

150000-400000

80-96

27-32

32-36

20-50

0,5-1,5

135-145

3.5-5.3

97-107

Jenis pemeriksaan Hasil Nomal

Page 4: CKD

20-8-2010

Kimia

Analisa Gas Darah

pH

pCO2

pO2

HCO3

Base Exces

O2 Saturation

7.273

42.5

74.2

19.2

-7.3

93.1

7.37 – 7.45

32 – 46 mmHg

71 – 104 mmHg

21 – 29 mEq/L

-2 - +2 mEq/L

94 – 98 %

III. Ringkasan Tn. S 62 th mengeluh sesak nafas sejak 1 minggu SMRS, sesak dirasakan saat berjalan 2-3 meter, terdapat mual, muntah

IV. Daftar Masalah1. CKD st V on HD inisiasi 2. Asidosis metabolik3. DM tipe II (belum terkontrol)4. HT (belum terkontrol)

V. Pengkajian masalah1. Cronic Kidney Diseases

Anamnesa: sesak nafas, mual, muntah, bengkak di kaki

Px fisik : edema non pitting - -

+ +

Lab : ureum/ kreatinin : 220/11.6 117/9.1

Rencana terapi : hemodialisa cito

lasix switch injeksi 2 x 1 amp

2. Asidosis metabolik

Page 5: CKD

Anamnesa : sesak nafas,

Pemeriksaan Lab : pH 7.273 ↓, HCO3 19.2 ↓

Rencana terapi : FA/CaCO3/B 12 3 x 1

3. DM tipe 2, GD belum terkontrol

Anamnesa : DM sejak 15 thn yang lalu, pengobatan dengan insulin dan terdapat penurun berat badan

Lab

Rencana diagnosis : cek GGDS setiap pagi sebelum makan

Rencana terapi : novomix 18-0-12

4. HT st 2 (terkontrol)

Anamnesa : rutin minum obat penurun darah tinggi ( captopril)

Pemeriksaan fisik :

Hari Tekanan darah

(mmHg)

IGD

PU

20-8-2010

23-8-2010

140/70

140/100

190/130

120/70

Rencana terapi : amlodipine 1 x 10 mg

VI. Tindak lanjut Tgl 20-8-2010S = mual (+), muntah (+), sesak nafas berkurang setelah HD, demam (-)O = TD 190/130 mmHg RR 90 x/menit n 18 x/menit T 37,3A =CKD st V on HD inisiasi

DM tipe 2 belum terkontrolHT st II

Tanggal Pemeriksaan GDS

22-8-201023-8-2010

121125

Page 6: CKD

P = rencana terapi: amlodipine ↑ 2 x 10 mg

Hari Tekanan darah

(mmHg)

Nadi

x/menit

Respirasi

x/menit

Suhu

O C

IGD

PU

20-8-2010

23-8-2010

24-8-2010

140/70

140/100

190/130

120/70

120/70

100

80

90

100

24

18

18

18

36,5

37,0

37,3

VII. Prognosis

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo Ad sanationam : bonam

Quo Ad function : bonam

Page 7: CKD

TINJAUAN PUSTAKA

Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologi dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal.

Gambaran klinis

Gambaran klinis pasien penyakit ginjal kronik meliputi:

a. Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes melitus, infeksi traktus urinarius, batu traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemia, LES

b. Sindrom uremia terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual, muntah, nokturia, kelebihan volume cairan (volume overload), neuropati perifer, pruritus, uremic frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma

c. Gejala komplikasinya antara lain hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah jantung, asidosis metabolic, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium, klorida)

Gambaran laboratoris

a. Sesuai dengan penyakit yang mendasarinyab. Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum

dan penurunan LFGc. Kelainan biokimiawi darah meliputi penerunan kadar hemoglobin, peningkatan

kadar asam urat, hiper atau hipokalemia,hiponatremia, hiper atau hipokloremia, hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis metabolic

d. Kelainan urinalisis meliputi, proteiuria, hematuri, leukosuria, cast, isostenuria

Klasifikasi

Kalsifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu, atas dasar derajat (stage) penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi.

Derajat Penjelasan LFG (ml/mn/1.73 m2)12345

Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ ringanKerusakan ginjal dengan LFG ↓ sedangKerusakan ginjal dengan LFG ↓ beratGagal ginjal

≥ 9060-8930-5915-29< 15 atau dialisis

Tabel klasifikasi penyakit ginjal kronik atas dasar derajat penyakit

Rumus Kockcroft-Gault

LFG=(140−umur ) x BB

72x kreatinin plasma

Penyakit Tipe mayor

Page 8: CKD

Penyakit ginjal diabetes

Penyakit ginjal non diabetes

Penyakit pada transplantasi

Diabetes tipe 1 dan 2

Penyakit glomerular(penyakit otoimun, infeksi sistemik, obat, neoplasia)Penyakit vascular(penyakit pembuluh darah besar, hipertensi, mikroangipati)Penyakit tubulointerstitial(pielonefritis kronik, batu, obstruksi, keracuana obat)Penyakit kistik(ginjal polikistik)

Rejeksi kronikKeracunan obat (siklosporin/takrolimus)Penyakit recurrent (glomerular)Transplant glomerulopathy

Tabel klasifikasi penyakit ginjal kronik atas dasar diagnosis etiologi

DIABETES MELITUS

Diabetes Melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolic dengan krakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin tau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah.

Patogenesis

Insulin dihasilkan oleh pankreas dan di dalarnnya terdapat kumpulan sel yang berbentuk seperti pulau pada peta, karena itu disebut pulau-pulau Langerhans yang berisi sel beta yang mengeluarkan hormon insulin yang sangat berperan dalam mengatur kadar glukosa darah.

Insulin yang dikeluarkan oleh sel beta tadi dapat diibaratkan sebagai anak kunci yang dapat membuka pintu masuknya glukosa ke dalam sel, untuk kemudian di dalam sel glukosa tersebut dimetabolisasikan menjadi tenaga. Bila insulin tidak ada, maka glukosa dalam darah tidak dapat masuk ke dalam sel dengan akibat kadar glukosa dalam darah meningkat. Keadaan inilah yang terjadi pada diabetes melitus tipe 1.

Pada diabetes melitus tipe 2 jumlah insulin normal, malah mungkin lebih banyak tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang kurang. Reseptor insulin ini dapat diibaratkan sebagai lubang kunci pintu masuk ke dalam sel. Pada keadaan tadi jumlah lubang kuncinya yang kurang, hingga meskipun anak kuncinya (insulin) banyak, tetapi karena lubang kuncinya (reseptor) kurang, maka glukosa yang

Page 9: CKD

masuk sel akan sedikit, sehingga sel akan kekurangan bahan bakar (glukosa) dan glukosa di dalam pembuluh darah meningkat. Dengan demikian keadaan ini sama dengan pada diabetes melitus tipe 1, bedanya adalah pada diabetes melitus tipe 2 di samping kadar glukosa tinggi, kadar insulin juga tinggi atau normal. Pada diabetes melitus tipe 2 juga bisa ditemukan jumlah insulin cukup atau lebih tetapi kualitasnya kurang baik, sehingga gagal membawa glukosa masuk ke dalam sel. Di samping penyebab di atas, diabetes melitus juga bisa terjadi akibat gangguan transport glukosa di dalam sel sehingga gagal digunakan sebagai bahan bakar untuk metabolisme energi.

Pada diabetes melitus tipe 2 jumlah sel beta berkurang sampai 50-60% dari normal. Jumlah sel alfa meningkat. Yang menyolok adalah adanya peningkatan jumlah jaringan amiloid pada sel beta yang disebut amilin.

Baik pada diabetes melitus tipe 1 maupun pada diabetes melitus tipe 2 kadar glukosa darah jelas meningkat dan bila kadar itu melewati batas ambang ginjal, maka glukosa itu akan keluar melalui urin. Mungkin inilah sebabnya penyakit ini juga disebut penyakit kencing manis (Suyono, 2005).

Defisiensi/ resistensi Insulin

Page 10: CKD

glukagon↑ penurunan pemakaian glukosa oleh sel

glukoneogenesis hiperglikemia

lemak protein glycosuria

ketogenesis BUN↑ Osmotic Diuresis

ketonemia Nitrogen urine ↑ Dehidrasi

Hemokonsentrasi

Trombosis

Asidosis

Aterosklerosis

Gambaran Klinis

Mual muntah

Koma Kematian

↓ pH

Page 11: CKD

Adanya penyakit diabetes ini pada awalnya seringkali tidak dirasakan dan tidak

disadari oleh penderita.

a. Keluhan Klasik

Penurunan berat badan (BB) dan rasa lemah tanpa sebab yang jelas

Banyak kencing (poliuria)

Banyak minum (polidipsia)

Banyak makan (polifagia)

b. Keluhan Lain

Gangguan saraf tepi / kesemutan

Gangguan penglihatan (kabur)

Gatal / bisul yang hilang timbul

Gangguan Ereksi

Keputihan

Gatal daerah genital

Infeksi sulit sembuh

Cepat Lelah

Mudah mengantuk

Diagnosis

Penyakit ini mudah diketahui dengan cara memeriksakan kadar glukosa darah.

Yang sulit adalah bila tidak ada gejala. Diagnosis diabetes dalam Soegondo dkk (2006)

dipastikan bila :

a. Terdapat keluhan khas diabetes (poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan

berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya) disertai dengan satu nilai

pemeriksaan glukosa darah tidak normal (glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl

atau glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl).

b. Terdapat keluhan khas yang tidak lengkap atau terdapat keluhan tidak khas

(lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi, pruritus vulvae) disertai

dengan dua nilai pemeriksaan glukosa darah tidak normal (glukosa darah

sewaktu ≥ 200 mg/dl danlatau glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl yang diperiksa

pada hari yang sarna atau pada hari yang berbeda).

Page 12: CKD

Tabel Pentuan diagnosis diabetes melitus menggunakan kadar gula darah

Kriteria diagnostik WHO :

Kriteria Diagnosis:

1) Gejala klasik DM + gula darah sewaktu 200 mg/dl. Gula darah sewaktu merupakan

hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memerhatikan waktu makan

terakhir.

2) Kadar gula darah puasa 126 mg/dl. Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori

tambahan sedikitnya 8 jam.

3) Kadar gula darah 2 jam pada TTGO 200 mg/dl. TTGO dilakukan dengan Standard

WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 g glukosa anhidrus

yang dilarutkan dalam air.

Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994)

Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari

(dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti

biasa.

Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum

air putih tanpa gula tetap diperbolehkan.

Diperiksa kadar glukosa darah puasa

Diberikan glukosa 75 g (orang dewasa), atau 1,75 g/Kg BB (anak-anak),

dilarutkan dalam 250 ml air dan diminum dalam waktu 5 menit.

Kadar glukosa darah

sewaktu (mg/dl)

Plasma vena

Darah Kapiler

< 100

<90

100-

199

90-99

≥ 200

≥ 200

Kadar glukosa darah

puasa (mg/dL)

Plasma vena

Darah Kapiler

<100

< 90

100-

125

90-99

≥126

≥ 100

Page 13: CKD

Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam

setelah minum larutan glukosa selesai.

Diperiksa kadar glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa

Selama proses pemeriksaan, subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak

merokok.

Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi criteria normal atau DM, maka dapat

digolongkan ke dalam kelompok TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) atau GDPT

(Glukosa Darah Puasa Terganggu) dari hasil yang diperoleh.

- TGT : glukosa darah plasma 2 jam setelah pembebanan antara 140 – 199

mg/dl

- GDPT : glukosa darah puasa antara 100 – 125 mg/dl.

Komplikasi

Page 14: CKD

Diabetes melitus dapat menimbulkan berbagai komplikasi yang menyerang

beberapa organ dan yang lebih rumit lagi, penyakit diabetes tidak menyerang satu alat

saja, tetapi berbagai organ secara bersamaan. Komplikasi ini dibagi menjadi dua

kategori (Schteingart, 2006):

a. Komplikasi metabolik akut : ketoasidosis dan hipoglikemia.

b. Komplikasi- komplikasi vaskular jangka panjang :

Mikroangiopati : retinopati, nefropati, neuropati.

Makroangiopati : klaudikasio intermitten, gangren, infark miokardium

dan angina.

Prognosis

baik bila patuh berobat dan selalu di control.

Pengobatan

Tujuan pengobatan adalah mengurangi resiko untuk komplikasi penyakit

mikrovaskuler dan makrovaskuler, untuk memperbaiki gejala, mengurangi kematian dan

meningkatkan kualitas hidup.

1) Terapi Non Farmakologi

a. Diet

Terapi pengobatan nutrisi adalah direkomendasikan untuk semua pasien

diabetes mellitus, terpenting dari keseluruhan terapi nutrisi adalah hasil yang dicapai

untuk hasil metabolik optimal dan pemecahan serta terapi dalam komplikasi. Individu

dengan diabetes mellitus tipe 1 fokus dalam pengaturan administrasi insulin dengan

diet seimbang. Diabetes membutuhkan porsi makan dengan karbohidrat yang sedang

dan rendah lemak, dengan fokus pada keseimbangan makanan. Pasien dengan

diabetes mellitus tipe 2 sering memerlukan pembatasan kalori untuk penurunan berat

badan.

b. Aktivitas

Latihan aerobik meningkatkan resistensi insulin dan kontrol gula pada mayoritas

individu dan mengurangi resiko kardiovaskuler kontribusi untuk turunnya berat badan

atau pemeliharaan.

Page 15: CKD

2) Terapi Farmakologi

Terapi farmakologi ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai

dengan terapi non farmakologi.

a. Obat Hipoglikemik Oral (OHO)

Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan :

1. Sulfonilurea

Obat hipoglikemik oral golongan sulfonilurea merupakan obat pilihan (drug

of choice) untuk penderita diabetes dewasa baru dengan berat badan normal

dan kurang serta tidak pernah mengalami ketoasidosis sebelumnya. Senyawa-

senyawa sulfonilurea sebaiknya tidak diberikan pada penderita gangguan hati,

ginjal dan tiroid. Absorpsi senyawa-senyawa sulfonilurea melalui usus cukup

baik, sehingga dapat diberikan per oral (Anonim, 2005b). Senyawa sulfonilurea

dibagi menjadi dua golongan atau generasi senyawa. Golongan pertama

senyawa sulfonilurea mencakup tolbutamida, asetoheksamida, tolazamida, dan

klorpropamida. Sedangkan generasi kedua meliputi glibenklamida (gliburida),

glipizida, glikazida,dan glimepirida. Obat-obat generasi kedua lebih kuat

dibandingkan senyawa sebelumnya (Gilman, 2008).

2. Biguanid

Satu-satunya senyawa biguanid yang masih dipakai sebagai obat

hipoglikemik oral saat ini adalah metformin. Obat ini mempunyai efek utama

mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis), disamping juga

memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama dipakai pada penderita diabetes

gemuk. Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi

ginjal (kreatinin serum > 1,5) dan hati, serta pasien-pasien dengan

kecenderungan hipoksemia (penyakit serebrovaskular, sepsis, syok, gagal

jantung) (Anonim, 2006a).

3. Glinid

Page 16: CKD

Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu: repaglinid dan nateglinid.

Umumnya dipakai dalam bentuk kombinasi dengan obat-obat antidiabetik lainnya

(Anonin,2005b).

4. Tiazolidindion

Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan

meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan

ambilan glukosa di perifer. Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien

dengan gagal jantung klas l-lV karena dapat memperberat edema/retensi cairan

dan juga pada gangguan faal hati. Pada pasien yang menggunakan

tiazolidindion tidak digunakan sebagai obat tunggal (Anonim, 2006a).

5. Penghambat Alfa Glukosidase (Acarbose)

Obat ini bekerja dengan mengurangi absorbsi glukosa di usus halus,

sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan.

Acarbose tidak menimbulkan efek samping hipoglikemia (Anonim, 2006).

Indikasi pemakaian Obat Hipoglikemik Oral :

a. Diabetes sesudah umur 40 tahun.

b. Diabetes kurang dari 5 tahun.

c. Memerlukan insulin dengan dosis kurang dari 40 unit sehari.

d. Diabetes mellitus tipe 2, berat normal atau lebih (Soegondo, 2005).

3) Terapi Insulin

Terapi insulin merupakan satu keharusan bagi penderita diabetes mellitus tipe1.

Pada diabetes mellitus tipe 1, sel-sel β langerhans kelenjar pankreas penderita

rusak, sehingga tidak lagi dapat memproduksi insulin. Sebagai penggantinya, maka

penderita diabetes mellitus tipe 1 harus mendapatkan insulin eksogen untuk

membantu agar metabolisme karbohidrat di dalam tubuhnya dapat berjalan normal.

Walaupun sebagian besar penderita diabetes mellitus tipe 2 tidak memerlukan

insulin, namun hampir 30% ternyata memerlukan insulin disamping terapi

hipoglikemik oral (Anonim, 2005b).

Page 17: CKD

Insulin diperlukan pada keadaan :

1. Penurunan berat badan yang cepat

2. Hiperglikemia berat yang disertai ketosis

3. Ketoasidosis diabetic

4. Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik

5. Hiperglikemia dengan asidosis laktat

6. Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal

7. Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, Stroke)

8. Kehamilan dengan diabetes mellitus gestasional yang tidak terkendali dengan

terapi gizi medis

9. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat

10.Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO (Anonim, 2006a)

4) Terapi Kombinasi

Pemberian Obat Hipoglikemik Oral maupun insulin selalu dimulai dengan dosis

rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respon kadar

glukosa darah. Terapi dengan Obat Hipoglikemik Oral kombinasi, harus dipilih dua

macam obat dari kelompok yang mempunyai mekanisme kerja berbeda. Bila

sasaran kadar glukosa darah belum tercapai, dapat diberikan kombinasi tiga Obat

Hipoglikemik Oral dari kelompok yang berbeda, atau kombinasi Obat Hipoglikemik

Oral dengan insulin.