cidera kepala

31
TUGAS DOKTER MUDA STASE BOYOLALI PERIODE 2-8 FEBRUARI 2015 CEDERA KEPALA Oleh : Shelly Lavenia Sambodo (G99141127) Rizky Mas’ah (G99141130) Pembimbing : dr. Junardi, Sp.B, FINACS

description

kesehatan

Transcript of cidera kepala

TUGAS DOKTER MUDA STASE BOYOLALIPERIODE 2-8 FEBRUARI 2015

CEDERA KEPALA

Oleh :

Shelly Lavenia Sambodo(G99141127)Rizky Masah (G99141130)

Pembimbing :dr. Junardi, Sp.B, FINACS

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAHFAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD Dr. MOEWARDISURAKARTA2015

BAB IPENDAHULUAN

Cedera otak merupakan persoalan besar bagi kesehatan dan tantangan sosioekonomi di seluruh dunia. Di Amerika Serikat saja hampir 1,5 juta pasien menderita cedera otak setiap tahun, dan angka kematian pada cedera otak berat masih sangat tinggi yaitu35-40%.Statistik ini menekankan keperluan yangurgentterhadap modalitas terapi efisien untuk memperbaiki morbiditas dan mortalitas post trauma. Walaupun penelitian dasar dan klinis membaik dalam beberapa tahun terakhir, belum ada terapi farmakologi spesifik untuk cedera otak yang dapat diperoleh untuk memperbaiki hasil akhir pada pasien ini. Pengetahuan mengenai seluler dan molekuler, mekanisme patophisiologi yang mendasari peristiwa pasca cedera otak telah menghasilkan potensial baru untuk target terapi. Akan tetapi, eksplorasi dari data penelitian dasar untuk aplikasi klinis pada pasien cedera otak masih gagal dan hasil dari penelitian klinis prospektif masih mengecewakan (Beauchampet al, 2012 ).Cedera kepala paling sering terjadi akibat terjatuh (40%), kekerasan (20%), dan kecelakaan lalulintas (13%), cedera ini lebih sering terjadi padalaki-lakidan tidak jarang berkaitan dengan konsumsi alcohol. Di Amerika Serikatkira-kirasatu juta orang dengan cedera kepala tiap tahun datang ke unit gawat darat (UGD). Hampir separuh dari mereka berumur kurang dari 16 tahun. Cedera kepala ringan (90%) dapat dipulangkan dari UGD dengan aman, tetapi 100.000 dari mereka harus diopname dan 1% dari mereka perlu dirujuk ke ahli bedah saraf. 5000 orang tiap tahun di Amerika meninggal karena cedera kepala (Greaveset al, 2008 ).Cedera kepala merupakan penyebab kematian tertinggi akibat trauma. Hal ini terjadi akibat bertambahnya kendaraan dan industry, serta lalulintas yang masih belum teratur (Satyanegara,1998).Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian utama di kalangan usia produktif khususnya di negara berkembang. Hal ini diakibatkan mobilitas yang tinggi di kalangan usia produktif, sedangkan kesadaran untuk menjaga keselamatan di jalan masih rendah disamping penanganan pertama yang belum benar dan rujukan yang terlambat. Pada salah satu studi prospektif cedera kepala berat dengan pemeriksaan CT Scan diperoleh hasil 30% normal dan 70% abnormal (Japardi. I., 2004).Terapi pada cedera kepala sebagian besar masih merupakan suportif, langsung mengarah kepada edema otak dan tekanan tinggi intrakranial melalui tindakan sementara, seperti pemberian obat osmotik, hiperventilasi, dan drainase ventrikel. Tidak satu pun intervensi ini secara definitif memperlihatkan perbaikan jangka panjang hasil akhir terapi secara fungsional. Mungkin ini disebabkan oleh heterogennya patologi cedera kepala yang meliputi: Cedera otak diffuse, perdarahan intracerebral, perdarahan subarachnoid, danlain-lain.Cedera otak primer diperburuk olehcascade neuroinflamasisekunder dari hipoperfusi, iskemik,stress oxidatif,edema otak dan peningkatan tekanan dalam otak. Salah satu faktor yang merupakan pusat perhatian terhadap cedera kepala adalah faktor- faktor neuroprotektif yang berfungsi secara primer ataupun secara sekunder terutama yang memengaruhi cedera kepala sekunder dan berperan dalam ketidakpastian hasil akhir pengobatan penderita cedera kepala (Teasdaleet al, 1998).Oleh karena itu, untuk membatasi kerusakan jaringan otak sekunder diperlukan pemahaman yang lebih mendalam mengenaistrategi neuroprotektiftersebut (Kelly,1995; Jennet,1996).Dengan semakin majunya bidang kedokteran, kita dapat menegakkan diagnosis yang lebih tepat seperti, adanya CT Scan ataupun MRI di samping perlunya gejala klinis dan penentuan GCS. Dengan kemajuan pada bidang biomolekuler diharapkan kita dapat menentukan prognosis. Lebih penting lagi kita dapat mencegah memburuknya kondisi penderita ataupun kematiansel-selotak dan pengetahuan tentang proses patologis neurokimia yang terjadi dan berapa banyak kerusakan dan kematian sel otak. Karena itu, kita dapat memperkirakan prognosis sedini mungkin yang membantu para dokter dalam mengambil keputusan terapi dengan cepat, tepat, dan benar (Smithet al, 1996).Respon neuroinflamsisetelah cedera kepala menyebabkan kematian sel neuron sekunder subakut melalui excitotoxic injury, lipid perosidasi, kerusakan sawar darah otak dan edema cerebri. Pada percobaan preklinis cedera kepala menunjukkanupregulasidari mediator inflamasi.Lebih-lebihlagi,tumor necrosis faktor(TNF-),interleukinn-6(IL- 6), danIL-1dapat meningkat dan berhubungan dengan hilangnya integritas sawar darah otak yang memberi kontribusi terhadap edema otak. Baik terapi pre injury maupun post injury pada hewan percobaan, statin dapat menurunkan kadarIL-1, TNF , IL- 6 andICAM-1pada akut dan subakut setelah cedera otak traumatik. Mikroglia marker (mediator inflamasi) meningkat setelah percobaan trauma otak mencapai puncak pada 24 jam pascatrauma, dan menetap untuk 7 hari (Wible, 2010)

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. PENGERTIAN TRAUMA KEPALATrauma kepala atau trauma kapitis adalah suatu ruda paksa (trauma) yang menimpa struktur kepala sehingga dapat menimbulkan kelainan struktural dan atau gangguan fungsional jaringan otak (Sastrodiningrat, 2009). MenurutBrain Injury Association of America, cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik (Langlois,Rutland-Brown,Thomas, 2006).B. KARAKTERISTIK PENDERITA TRAUMA KEPALA1. Jenis KelaminPada populasi secara keseluruhan,laki-lakidua kali lebih banyak mengalami trauma kepala dari perempuan. Namun, pada usia lebih tua perbandingan hampir sama. Hal ini dapat terjadi pada usia yang lebih tua disebabkan karena terjatuh. Mortalitaslaki-lakidan perempuan terhadap trauma kepala adalah 3,4:1 (Jagger, Levine, Jane et al., 1984).Menurut Brain Injury Association of America, laki-laki cenderung mengalami trauma kepala 1,5 kali lebih banyak daripada perempuan (CDC, 2006).2. UmurResiko trauma kepala adalah dari umur15-30tahun, hal ini disebabkan karena pada kelompok umur ini banyak terpengaruh dengan alkohol, narkoba dan kehidupan sosial yang tidak bertanggungjawab (Jagger, Levine, Jane et al., 1984). MenurutBrain Injury Association of America, dua kelompok umur mengalami risiko yang tertinggi adalah dari umur 0 sampai 4 tahun dan 15 sampai 19 tahun (CDC, 2006).

C. JENIS TRAUMALuka pada kulit dan tulang dapat menunjukkan lokasi (area) dimana terjadi trauma (Sastrodiningrat, 2009). Cedera yang tampak pada kepala bagian luar terdiri dari dua, yaitu secara garis besar adalah trauma kepala tertutup dan terbuka. Trauma kepala tertutup merupakan fragmen- fragmen tengkorak yang masih intak atau utuh pada kepala setelah luka.The Brain and Spinal Cord Organization2009, mengatakan trauma kepala tertutup adalah apabila suatu pukulan yang kuat pada kepala secaratiba-tiba sehingga menyebabkan jaringan otak menekan tengkorak.Trauma kepala terbuka adalah yaitu luka tampak luka telah menembus sampai kepada dura mater. (Anderson, Heitger, and Macleod, 2006). Kemungkinan kecederaan atau trauma adalah seperti berikut:1. FrakturMenurutAmerican Accreditation Health Care Commission, terdapat 4 jenis fraktur yaitu simple fracture, linear or hairline fracture, depressed fracture, compound fracture.Pengertian dari setiap fraktur adalah sebagai berikut: Simple: retak pada tengkorak tanpa kecederaan pada kulit. Linear or hairline: retak pada kranial yang berbentuk garis halus tanpa depresi, distorsi dan splintering. Depressed: retak pada kranial dengan depresi ke arah otak. Compound: retak atau kehilangan kulit dan splintering pada tengkorak. Selain retak terdapat juga hematoma subdural (Duldner, 2008).Terdapat jenis fraktur berdasarkan lokasi anatomis yaitu terjadinya retak atau kelainan pada bagian kranium. Fraktur basis kranii retak pada basis kranium. Hal ini memerlukan gaya yang lebih kuat dari fraktur linear pada kranium. Insidensi kasus ini sangat sedikit dan hanya pada 4% pasien yang mengalami trauma kepala berat (Graham and Gennareli, 2000; Orlando Regional Healthcare, 2004). Terdapattanda-tandayang menunjukkan fraktur basis kranii yaiturhinorrhea(cairan serobrospinal keluar dari rongga hidung) dan gejalaraccoons eye(penumpukan darah pada orbital mata). Tulang pada foramen magnum bisa retak sehingga menyebabkan kerusakan saraf dan pembuluh darah. Fraktur basis kranii bisa terjadi pada fossa anterior, media dan posterior (Garg, 2004).

2. Luka memar (kontosio)Luka memar adalah apabila terjadi kerusakan jaringan subkutan dimana pembuluh darah (kapiler) pecah sehingga darah meresap ke jaringan sekitarnya, kulit tidak rusak, menjadi bengkak dan berwarna merah kebiruan. Luka memar pada otak terjadi apabila otak menekan tengkorak. Biasanya terjadi pada ujung otak seperti pada frontal, temporal dan oksipital. Kontusio yang besar dapat terlihat diCT-Scanatau MRI (Magnetic Resonance Imaging) seperti luka besar. Pada kontusio dapat terlihat suatu daerah yang mengalami pembengkakan yang di sebut edema. Jika pembengkakan cukup besar dapat mengubah tingkat kesadaran (Corrigan, 2004).3. Laserasi (luka robek atau koyak)Luka laserasi adalah luka robek tetapi disebabkan oleh benda tumpul atau runcing. Dengan kata lain, pada luka yang disebabkan oleh benda bermata tajam dimana lukanya akan tampak rata dan teratur. Luka robek adalah apabila terjadi kerusakan seluruh tebal kulit dan jaringan bawah kulit. Luka ini biasanya terjadi pada kulit yang ada tulang dibawahnya pada proses penyembuhan dan biasanya pada penyembuhan dapat menimbulkan jaringan parut.4. AbrasiLuka abrasi yaitu luka yang tidak begitu dalam, hanya superfisial. Luka ini bisa mengenai sebagian atau seluruh kulit. Luka ini tidak sampai pada jaringan subkutis tetapi akan terasa sangat nyeri karena banyak ujung-ujungsaraf yang rusak.5. AvulsiLuka avulsi yaitu apabila kulit dan jaringan bawah kulit terkelupas,tetapi sebagian masih berhubungan dengan tulang kranial. Dengan kata lain intak kulit pada kranial terlepas setelah kecederaan (Mansjoer, 2000).

D. PERDARAHAN INTRAKRANIAL1. Perdarahan EpiduralPerdarahan epidural adalah antara tulang kranial dan dura mater. Gejala perdarahan epidural yang klasik atau temporal berupa kesadaran yang semakin menurun, disertai oleh anisokoria pada mata ke sisi dan mungkin terjadi hemiparese kontralateral.Perdarahan epidural di daerah frontal dan parietal atas tidak memberikan gejala khas selain penurunan kesadaran (biasanya somnolen) yang membaik setelah beberapa hari.2. Perdarahan SubduralPerdarahan subdural adalah perdarahan antara dura mater dan araknoid, yang biasanya meliputi perdarahan vena. Terbagi atas 3 bagian yaitu:a. Perdarahan subdural akutGejala klinis berupa sakit kepala, perasaan mengantuk, dan kebingungan, respon yang lambat, serta gelisah.Keadaan kritis terlihat dengan adanya perlambatan reaksi ipsilateral pupil. Perdarahan subdural akut sering dihubungkan dengan cedera otak besar dan cedera batang otak.b. Perdarahan subdural subakutPerdarahan subdural subakut, biasanya terjadi 7 sampai 10 hari setelah cedera dan dihubungkan dengan kontusio serebri yang agak berat.Tekanan serebral yangterus-menerusmenyebabkan penurunan tingkat kesadaran.c. Perdarahan subdural kronisTerjadi karena luka ringan. Mulanya perdarahan kecil memasuki ruang subdural. Beberapa minggu kemudian menumpuk di sekitar membran vaskuler dan secarapelan-pelania meluas. Gejala mungkin tidak terjadi dalam beberapa minggu atau beberapa bulan.Pada proses yang lama akan terjadi penurunan reaksi pupil dan motorik.3. Perdarahan SubaraknoidPerdarahan subaraknoid adalah perdarahan antara rongga otak dan lapisan otak yaitu yang dikenal sebagai ruang subaraknoid (Ausiello, 2007).4. Perdarahan IntraventrikularPerdarahan intraventrikular merupakan penumpukan darah pada ventrikel otak. Perdarahan intraventrikular selalu timbul apabila terjadi perdarahan intraserebral.

5. Perdarahan IntraserebralPerdarahan intraserebral merupakan penumpukan darah pada jaringan otak. Di mana terjadi penumpukan darah pada sebelah otak yang sejajar dengan hentaman, ini dikenali sebagaicounter coup phenomenon.(Hallevi, Albright, Aronowski, Barreto, 2008).

E. TINGKAT KEPARAHAN TRAUMA KEPALA DENGAN SKOR GLASGOW COMA SCALE (GCS)Glasgow coma scale adalah nilai (skor) yang diberikan pada pasien trauma kapitis, gangguan kesadaran dinilai secara kwantitatif pada setiap tingkat kesadaran.Bagian-bagianyang dinilai adalah:1. Proses membuka mata (Eye Opening)2. Reaksi gerak motorik ekstrimitas (Best Motor Response)3. Reaksi bicara (Best Verbal Response)Pemeriksaan Tingkat Keparahan Trauma kepala disimpulkan dalam suatu tabel Skala Koma Glasgow (Glasgow Coma Scale).Table Skala Koma GlasgowEye Opening

Mata terbuka dengan spontan4

Mata membuka setelah diperintah3

Mata membuka setelah diberi rangsang nyeri2

Tidak membuka mata1

BestMotor Response

Menurut perintah6

Dapat melokalisir nyeri5

Menghindari nyeri4

Fleksi (dekortikasi)3

Ekstensi (decerebrasi)2

Tidak ada gerakan1

BestVerbal Response

Menjawab pertanyaan dengan benar5

Salah menjawab pertanyaan4

Mengeluarkankata-katayang tidak sesuai3

Mengeluarkan suara yang tidak ada artinya2

Tidak ada jawaban1

Berdasarkan Skala Koma Glasgow, berat ringan trauma kapitis dibagi atas:1.Trauma kapitis Ringan, Skor Skala Koma Glasgow14 15

2.Trauma kapitis Sedang, Skor Skala Koma Glasgow9 13

3.Trauma kapitis Berat, Skor Skala Koma Glasgow3 8

1. Trauma Kepala RinganDengan Skala Koma Glasgow > 12, tidak ada kelainan dalamCT- scan, tiada lesi operatif dalam 48 jam rawat inap di Rumah Sakit (Torner, Choi, Barnes, 1999). Trauma kepala ringan atau cedera kepala ringan adalah hilangnya fungsi neurologi atau menurunnya kesadaran tanpa menyebabkan kerusakan lainnya (Smeltzer, 2001). Cedera kepala ringan adalah trauma kepala dengan GCS: 15 (sadar penuh) tidak kehilangan kesadaran, mengeluh pusing dan nyeri kepala, hematoma, laserasi dan abrasi (Mansjoer, 2000). Cedera kepala ringan adalah cedara otak karena tekanan atau terkena benda tumpul (Bedong, 2001). Cedera kepala ringan adalah cedera kepala tertutup yang ditandai dengan hilangnya kesadaran sementara (Corwin, 2000). Pada penelitian ini didapat kadar laktatrata-ratapada penderita cedera kepala ringan 1,59 mmol/L (Parenrengi, 2004).2. Trauma Kepala SedangDengan Skala Koma Glasgow 9 - 12, lesi operatif dan abnormalitas dalamCT-scandalam 48 jam rawat inap di Rumah Sakit (Torner, Choi, Barnes, 1999). Pasien mungkin bingung atau somnolen namun tetap mampu untuk mengikuti perintah sederhana (SKG9-13).Pada suatu penelitian penderita cedera kepala sedang mencatat bahwa kadar asam laktatrata-rata3,15 mmol/L (Parenrengi, 2004). Trauma Kepala BeratDengan Skala Koma Glasgow < 9 dalam 48 jam rawat inap di Rumah Sakit (Torner C, Choi S, Barnes Y, 1999). Hampir 100% cedera kepala berat dan 66% cedera kepala sedang menyebabkan cacat yang permanen. Pada cedera kepala berat terjadinya cedera otak primer seringkali disertai cedera otak sekunder apabila proses patofisiologi sekunder yang menyertai tidak segera dicegah dan dihentikan (Parenrengi, 2004). Penelitian pada penderita cedera kepala secara klinis dan eksperimental menunjukkan bahwa pada cedera kepala berat dapat disertai dengan peningkatan titer asam laktat dalam jaringan otak dan cairan serebrospinalis (CSS) ini mencerminkan kondisi asidosis otak (DeSalles et al., 1986). Penderita cedera kepala berat, penelitian menunjukkan kadarrata-rataasam laktat 3,25 mmol/L (Parenrengi, 2004).

F. PATOFISIOLOGI CEDERA KEPALA

G. GEJALA KLINIS TRAUMA KEPALAMenurut Reissner (2009), gejala klinis trauma kepala adalah seperti berikut: Battle sign (warna biru atau ekhimosis dibelakang telinga di atas os mastoid). Hemotipanum (perdarahan di daerah menbran timpani telinga). Periorbital ecchymosis (mata warna hitam tanpa trauma langsung). Rhinorrhoe (cairan serobrospinal keluar dari hidung). Otorrhoe (cairan serobrospinal keluar dari telinga).

1. Tanda-tandaatau gejala klinis untuk yang trauma kepala ringan; Pasien tertidur atau kesadaran yang menurun selama beberapa saat kemudian sembuh. Sakit kepala yang menetap atau berkepanjangan. Mual atau dan muntah. Gangguan tidur dan nafsu makan yang menurun. Perubahan keperibadian diri. Letargik.2. Tanda-tandaatau gejala klinis untuk yang trauma kepala berat; Simptom atautanda-tandacardinal yang menunjukkan peningkatan di otak menurun atau meningkat. Perubahan ukuran pupil (anisokoria). Triad Cushing (denyut jantung menurun, hipertensi, depresi pernafasan). Apabila meningkatnya tekanan intrakranial, terdapat pergerakan atau posisi abnormal ekstrimitas.H. PENYEBAB TRAUMA KEPALA1. Mekanisme Terjadinya KecederaanBeberapa mekanisme yang timbul terjadi trauma kepala adalah seperti translasi yang terdiri dari akselerasi dan deselerasi. Akselerasi apabila kepala bergerak ke suatu arah atau tidak bergerak dengantiba-tibasuatu gaya yang kuat searah dengan gerakan kepala, maka kepala akan mendapat percepatan (akselerasi) pada arah tersebut.Deselerasi apabila kepala bergerak dengan cepat ke suatu arah secaratiba-tibadan dihentikan oleh suatu benda misalnya kepala menabrak tembok maka kepalatiba-tibaterhenti gerakannya. Rotasi adalah apabila tengkoraktiba-tibamendapat gaya mendadak sehingga membentuk sudut terhadap gerak kepala. Kecederaan di bagian muka dikatakan fraktur maksilofasial (Sastrodiningrat, 2009).MenurutBrain Injury Association of America, penyebab utama trauma kepala adalah karena terjatuh sebanyak 28%, kecelakaan lalu lintas sebanyak 20%, karena disebabkan kecelakaan secara umum sebanyak 19% dan kekerasan sebanyak 11% dan akibat ledakan di medan perang merupakan penyebab utama trauma kepala (Langlois,Rutland-Brown,Thomas, 2006).Kecelakaan lalu lintas dan terjatuh merupakan penyebab rawat inap pasien trauma kepala yaitu sebanyak 32,1 dan 29,8 per100.000 populasi. Kekerasan adalah penyebab ketiga rawat inap pasien trauma kepala mencatat sebanyak 7,1 per100.000 populasi di Amerika Serikat (Coronado, Thomas, 2007).Penyebab utama terjadinya trauma kepala adalah seperti berikut:a. Kecelakaan Lalu LintasKecelakaan lalu lintas adalah dimana sebuah kenderan bermotor bertabrakan dengan kenderaan yang lain atau benda lain sehingga menyebabkan kerusakan atau kecederaan kepada pengguna jalan raya (IRTAD, 1995).b. JatuhMenurut KBBI, jatuh didefinisikan sebagai (terlepas) turun atau meluncur ke bawah dengan cepat karena gravitasi bumi, baik ketika masih di gerakan turun maupun sesudah sampai ke tanah.

c. KekerasanMenurut KBBI, kekerasan didefinisikan sebagai suatu perihal atau perbuatan seseorang atau kelompok yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain, atau menyebabkan kerusakan fisik pada barang atau orang lain (secara paksaan).2. IndikasiCTScanpada Trauma KepalaCT-Scanadalah suatu alat foto yang membuat foto suatu objek dalam sudut 360 derajat melalui bidang datar dalam jumlah yang tidak terbatas. Bayangan foto akan direkonstruksi oleh komputer sehingga objek foto akan tampak secara menyeluruh (luar dan dalam). FotoCT-Scanakan tampak sebagaipenampang-penampangmelintang dari objeknya.DenganCT-Scanisi kepala secara anatomis akan tampak dengan jelas. Pada trauma kapitis, fraktur, perdarahan dan edema akan tampak dengan jelas baik bentuk maupun ukurannya (Sastrodiningrat, 2009). Indikasi pemeriksaanCT-scanpada kasus trauma kepala adalah seperti berikut:a) Bila secara klinis (penilaian GCS) didapatkan klasifikasi trauma kepala sedang dan berat.b) Trauma kepala ringan yang disertai fraktur tengkorak.c) Adanya kecurigaan dan tanda terjadinya fraktur basis kranii.d) Adanya defisit neurologi, seperti kejang dan penurunan gangguan kesadaran.e) Sakit kepala yang hebat.f) Adanyatanda-tandapeningkatan tekanan intrakranial atau herniasi jaringan otak.g) Kesulitan dalam mengeliminasi kemungkinan perdarahan intraserebral (Irwan, 2009).

Perdarahan subaraknoid terbukti sebanyak 98% yang mengalami trauma kepala jika dilakukanCT-Scandalam waktu 48 jam paska trauma. Indikasi untuk melakukanCT-Scanadalah jika pasien mengeluh sakit kepala akut yang diikuti dengan kelainan neurologis seperti mual, muntah atau dengan Glasgow Coma Scale (GCS).

I. PENATALAKSANAANPenatalaksanaan awal penderita cedera kepala pada dasarnya memiliki tujuan untuk sedini mungkin dan mencegah cedera kepala sekunder serta memperbaiki keadaan umum seoptimal mungkin sehingga dapat membantu penyembuhan sel-sel otak yang sakit (Fauzi,2002). Untuk penatalaksanaan cedera kepala menurut (IKABI, 2004) telah menempatkan standar yang disesuaikan dengan tingkat keparahan cedera yaitu cedera kepala ringan,cedera kepala sedang dan cedera kepala berat.Penatalaksanaan penderitacedera kepala sedang dengan GCS 9-13 meliputi ;a. Anamnesa penderita yang. terdiri dari;nama,umur,jenis kelamin, ras, pekerjaan.b. Mekanisme cedera kepala.c. Waktu terjadinyacedera.d. Adanya gangguan tingkat kesadaran setelah cedera.e. Amnesia :retrogade, antegrade.f. Sakit kepala : ringan, sedang, berat. Pemeriksaan umum untukmenyingkirkan cedera sistemik. Pemeriksaan neurulogis secara periodik.i. Pemeriksaan CT scan kepala.j. Penderita dilakukan rawat inap untuk observasi.k. Bila kondisipenderita membaik (90%). penderita dapat dipulangkan dan kontrol di poliklinik.l. Bila kondisipenderita memburuk (10%) segera lakukan pemeriksaan CT scan ulang dan penatalaksanaan sesuai dengan protokol cedera kepala berat.Cedera kepala sedang walaupun masih bisa menuruti perintah sederhana masih adakemungkinan untuk jatuh ke kondisi cedera kepala berat. Maka harus diperhatikan danditangani secara serius. Penatalaksanaan cedera kepala sedang adalah untuk mencegah terjadinya cedera kepala sekunder oleh karena adanya massa intrakranial atau infeksi intrakranial. Penderita yang setelah lewat 24 jam terjadinya trauma kepala, meskipunkeadaan stabil harus dilakukan perawatan untuk keperluan observasi. (Markam S,Atmadja, Budijanto A, 1999). Observasi bertujuan untuk menemukan sedini mungkin penyulit atau kelainan lain yang tidak segera memberi tanda atau gejala. (Hidajat, 2004). Untuk melakukan observasi pada panderita cedera kepala digunakan metode glasgowcoma scale (GCS).

BAB IIIKESIMPULAN

Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian utama di kalangan usia produktif khususnya di negara berkembang. Terapi pada cedera kepala sebagian besar masih merupakan suportif, langsung mengarah kepada edema otak dan tekanan tinggi intrakranial melalui tindakan sementara, seperti pemberian obat osmotik, hiperventilasi, dan drainase ventrikel.Traumakepalaatau cedera kepala juga dikenal sebagai cedera otak dengan gangguan fungsi normal otak karena trauma baik karena trauma tumpul maupun trauma tajam. Deficit neurologis terjadi karena robeknya subtansi alba,iskemia,dan pengaruh massa karena hemoragik,serta edema serebral disekitar disekitar jaringan otak. Berdasarkan GCS cedera kepala/otak dapat terbagi menjadi 3:1. Cedera kepala ringan,bila GCS 13-152. Cedera kepala sedang,bila GCS 9-123. Cedera kepala berat bila GCS kurang atau sama dengan 8

Penatalaksanaan awal penderita cedera kepala pada dasarnya memiliki tujuan untuk sedini mungkin dan mencegah cedera kepala sekunder serta memperbaiki keadaan umum seoptimal mungkin sehingga dapat membantu penyembuhan sel-sel otak yang sakit.

DAFTAR PUSTAKA

Beauchamp,K, Mutlak, H, Smith,W.R, Shohami,E, and Stahel,F.P. (2008). Pharmacology of Traumatic Brain Injury, Mol Med .14:731-740Coronado V.G., Thomas K.E., Div of Injury Response, Kegler S.R., Div of Violence Prevention, National Center for Injury Prevention and Control, CDC 56(08); 167-170. Garg, Krishna. Chaurasias Human Anatomy, Volume 3; Head, Neck & Brain, Fourth edition. CBS Publishers (2004); 34-38.Greaves,I, Porter,K.M, Ryan,J.M. (2001). Head injury in trauma manual care. Oxford University Press Inc., New York:99Hallevi H., Albright K., Aronowski J., Barreto A., Martin-Schild et al., 2008. Intraventricular hemorrhage: Anatomic relationships and clinical implications Neurology; 70: 848-852. Irwana O., 2009. Cedera Kepala, Universitas Riau. Available from: http://www.yayanakhyar.co.nr.Jagger J, Levine JI, Jane JA, Rimel RW. Epidemiologic features of head injury in a predominantly rural population. Journal of Trauma 1984;24:40-44.James C.E., Corry R.J., and Perry J.F., 2000. Principles of Basic Surgical Practice. A.I.T.B.S Publishers and Distributers.Japardi,I, Cedera kepala, memahami aspek-aspek penting dalam pengelolaan cedera kepala, Bhuana Ilmu Popiler, Jakarta: 3-33 Karbakhsah, M., Zandi, N.S., Rouzrokh, M., Zarei, M.R., 2009. Injury Epidiomology in Kermanshah:the National Trauma Project in Islamic Republic of Iran. Eastern Mediterranean Health Journal 15 (1):57-63.Kelly,D.F. (1995). Alcohol and head injury: an issue revisited. J Neurotrauma 12:883890. Langlois J.A., Rutland-Brown W., Thomas K.E., Traumatic brain injury in the United States: emergency department visits, hospitalizations, and deaths. Atlanta (GA): Centers for Disease Control and Prevention, National Center for Injury Prevention and Control, 2006. National Institute for Health and Clinical Excellence, 2007. Head Injury: triage, assessment, investigation and early management of head injury in infants, children and adults. National collabrating Center for Acute Care. Parenrengi, M.A., 2004. Peranan Senyawa Oksigen Reaktif pada Cedera Kepala Berat dan Pengaruhnya pada Gangguan Fungsi Enzim Akonitase dan Kondisi Asidosis Primer Otak. Official Journal of The Indonesian Neurosurgery Society; 2(3): 157-166.Reisner A., 2009. Understanding Traumatic Brain Injuries. Medical Director of Childrens Neuro Trauma Program. Available: http://www.choa.org/Menus/Documents/OurServices/Traumaticbrainiinjur y2009.pdf. Rosenberg, M.L., Fenley, M.A., 1991. Violence in America: A Public Health Approach. Oxford University Press. Sastrodoningrat A.G., 2007. Pemahaman Indikator-Indikator Dini dalam Menentukan Prognosa Cedera Kepala Berat, Universitas Sumatera Utara. Available: http://www.usu.ac.id/id/files/pidato/ppgb/2007/ppgb_2007_abdul_gofar_s strodiningrat.pdf. Satyanegara. (1998). Ilmu Bedah Saraf, Edisi ke-3, PT Gramedia Pustaka Utama,Jakarta :147Schneider J.J., 2007. Etiology of Traumatic Brain Injury:Impact on Psychological Functioning. Louisiana State University. Available: http://etd.lsu.edu/docs/available/etd-08212007-141121/. Smith DH, McIntosh (1996): Traumatic Brain Injury and excitatory amino acids. In Narayan RK, Wilberger JE Povlishock JT. (1996). eds.Neurotrauma, New York: McGraw-Hill:1445-1458Wible,E.F and .Laskowitz,D.T. (2010). Statins in Traumatic Brain Injury, The Journal of the American Society for Experimental NeuroTherapeutics 7:6273