Chyntia Samosir
-
Upload
chyntiasamosir13 -
Category
Presentations & Public Speaking
-
view
49 -
download
1
description
Transcript of Chyntia Samosir
JUNG : PSIKOLOGI ANALITISUntuk memenuhi tugas Psikologi Kepribadian I
Dosen Pengampu :
Togi Fitri Afriani Ambarita, M.Psi
Disusun Oleh Kelompok 2 :
Gratia Adisti Pakpahan (19900057)
Cintya Romauli Samosir (19900059)
Hengki Hardinata Hulu (19900065)
Uliartha Hasian Hutabarat (19900067)
Ivana Lisa Nainggolan (19900097)
Norton Tulus Tampubolon (19900100)
Partogi JR Alphear Rengga Stohang (19900103)
Fakultas Psikologi
Universitas HKBP Nommesen Medan
Tahun Ajaran 2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan kasih karuniaNya kami masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan laopran kelompok yang berjudul “Jung; Psikologi Analitis.” Tidak lupa kami ucapkan terimakasih kepada Ibu Dosen Pengampu kami, Ibu Togi Fitri Ambarita, M. Psi yang sudah mempercayai kami untuk menyelesaikan laporan ini. Terimakasih juga kepada teman-teman kelompok yang saling memberi dukungan dalam menyelesaikan laporan ini. Kami menyadari dalam penulisan laporan ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun laporan ini menjadi lebih baik lagi. Dan dengan selesainya laporan ini, dapat membantu teman-teman dan khalayak untuk menambah wawasan dan informasi mengenai Psikologi Analitis.
Hormat kami,
Kelompok 2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Rekan kerja Freud, Carl Gustav Jung mendobrak psikoanalisis ortodoks dan membangun
teori kepribadian yang terpisah disebut psikologi analitik. Teori ini berasumsi bahwa fenomena
yang berhubungan dengan kekuatan gaib atau magis (occult)bisa dan berpengaruh pada
kehidupan semua manusia. Jung percaya bahwa setiap orang termotivasi bukan hanya diperoleh
dari pengalaman yang ditekan, melainkan juga oleh pengalaman emosional tertentu yang
dipengaruhi para leluhur. Gambaran yang diturunkan (inherited image) merupakan sesuatu yang
disebut Jung sebagai Ketidaksadaran kolektif. Ketidaksadaran kolektif meliputi elemen-elemen
yang tidak pernh dialami seseorang secara individual, tetapi merupakan sesuatu yang diturunkan
oleh leluhur kita.
Beberapa elemen ketidaksaaran kolektif menjadi sangat berkembang, kemudian disebut
sebagai arketipe-arketipe (archetypes). Pengertian arketipe yang paling meluas adalah gagasan
mengenai realisasi diri (self-realization),yang bisa dicapai dengan adanya keseimbangan antara
dorongan-dorongan kepribadian yang berlawanan. Jadi teori Jung mengungkapkan mengenai
kepribadian yang berlawanan. Kepribadian setiap orang meliputi introvert dan ekstrovert, rasional
dan irasional, laki-laki dan perempuan, kesadaran dan ketidaksadaran, serta didorong oleh
kejadian-kejadian di masa lalu yang ditarik oleh harapan-harapan di masa depan.
1.2. Rumusan Masalah 1. Siapa itu Carl Gustav Jung?
2. Apa saja tingkatan Psike?
3. Apa itu dinamika kepribadian?
4. Apa itu tipe psikologis?
5. Bagaimana dengan perkembangan kepribadian dalam teori Jung?
6. Apa saja metode investigasi Jung?
7. Apa saja penelitian yang terkait dengan teori kepribadian Jung?
8. Bagaimana kritik terhadap Jung?
1.3. Tujuan dan Manfaat 1. Mengetahui biografi Carl Gustav Jung.
2. Menjelaskan tingkatan-tingkatan psike.
3. Menjelaskan apa itu dinamika kepribadian.
4. Memaparkan tipe-tipe psikologis.
5. Mengetahui perkembagan kepribadian.
6. Memaparkan metode investigasi yang dilakukan oleh Jung.
7. Menjelaskan penelitian terkait mengenai teori Jung.
8. Mengetahui kritik terhadap Jung.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1. Biografi Carl Gustav Jung
Carl Gustav Jung lahir di Kesswil, 26 Juli 1875 – meninggal di Küsnacht, 6 Juni
1961 pada umur 85 tahun adalah psikolog yang berasal dari Swiss dan seseorang yang
merintis dan mengembangkan konsep psikologi analitik atau psikoanalisis. Kakeknya dari
pihak ayah, Carl Gustav Jung tua, adalah seorang fisikawan terkenal di Basel dan seorang
yang dikenal baik di kota itu. Rumor yang berkembang di daerah itu mengatakan bahwa
kakek Carl juga adalah anak tidak sah dari Sastrawan Jerman yang terkenal, Goethe.
Walaupun ayah Jung tidak pernah mengakui rumor tersebut, kadang-kadang ia juga
mempercayai bahwa ia cicit dari Goethe (Ellenberger,1970).
Orang tua Jung mempunyai tiga orang anak. Seorang putra, lahir sebelum Carl, dan
hanya bertahan hidup selama tiga hari dan seorang putri yang usianya lebih muda sembilan
tahun dari Jung. Pada tahun-tahun awal kehidupannya, Jung merupakan anak satu-satunya.
Jung menggambarkan ayahnya sebagai seorang idealis sentimental yang memiliki keraguan
mengenai keyakinan agamanya. Jung melihat ibunya sebagai orang yang mempunyai dua
sisi. Sisi yang pertama, ibunya adalah orang yang realistis, praktis, dan berhati hangat,
namun di sisi lainnya, ibunya tidak stabil, percaya pada hal-hal mistis, spiritual, kuno, dan
keji. Jung, sebagai anak yang emosional dan sensitive, lebih mengidentifikasi ibunya pada
sisi yang kedua, yang disebutnya dengan kepribadian nomor dua atau kepribadian dalam
malam.
Ketika Jung berusia 16-19 tahun, teori kepribadian yang dikemukakannya mengenai
kepribadian No.1 tampil lebih dominan dan secara bertahap “menekankan dunia perasaan
intuitif”. Ia mampu berkonsentrasi terhadap sekolah dan kariernya karena setiap hari
didukung oleh kesadaran akan keberhasilan kepribadiannya. Carl Gustav Jung remaja
adalah seorang yang penyendiri, tertutup dan tidak peduli dengan masalah sekolah, apalagi
dia tidak punya semangat bersaing. Kemudian ia dimasukan di sekolah asrama Bassel,
Swiss. Di sini ia merasa tertekan karena dicemburui teman-temanya. Lalu dia mulai sering
bolos dan pulang ke rumah dengan alasan sakit, mulai belajar dalam keadaan perasaan
tertekan. Pada teori ini Jung mengenai sikap, teori kepribadian No.1 adalah orang dengan
kepribadian ekstrover dan bias menerima dunainya secara objektif, sedangkan No.2 adalah
orang yang intorver dan melihat dunianya secara subjektif. Meskipun demikian, selama
masa sekolahnya Jung memiliki kepribadian introvert, Jung jadi ektrovet pada waktu
menjadi professional dan mulai menemukan tujuan tanggung jawab hidupnya.
Sebelum Jung memutuskan untuk masuk kedokteran ia belajar Biologi, zoologi,
paleontologi, dan arkeologi. Penyelidikanya dalam bidang filsafat, mitologi, literatur kristen
dari abad-abad pertama, misistisisme, ghotisisme, dan alkemia diteruskan sepanjang
hidupnya, bersamaan dengan minatnya dalam penelitian-penelitian ilmiah. Latar belakang
dan pikiran-pikiranya yang memadukan antara ilmu eksakta dan ilmu humanisme, dapat
menghasilkan sebuah pemikiran yang unik dan mempersatukan dua pemikiran yang berbeda
dalam satu kestuan.(integral), Sehingga ia dapat mengungkapkan dengan baik struktur dari
psike.
Setelah memperoleh gelar kedoktorannya dari Universitas Basel pada tahun 1990,
Jung menjadi asisten psikiater Eugane Bleuer di Rumah Sakit Jiwa Burgholtzi di Zurich.
Pada masa itu mungkin rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit tempat magang bidang
psikiatri yang paling bergengsi di dunia. Pada tahun 1902-1903, Jung belajar Selama enam
bulan di Paris bersama Pierre Janet, yang merupakan penerus Charcot.
C. G. Jung mengawali kariernya di paris, tahun 1902, dengan menghadiri kuliah
pertama kalinya dari Pierre Janet, kemudian ia melanjutkan perjalananya ke London. Pada
tahun 1903, Jung kemudian menikah dengan Emma Rauschenbach, yang merupakan kawan
sekaligus pendampingnya dalam bidang ilmu sampai kematianya tahun 1955. Teori
kompleks yang isinya mengenai sekelompok psikis, atau psikis emosional (feeling-toned)
yang ditekan, merupakan hasil penyelidikan eksperimental pertama yang dipimpinnya
dalam kerja sama dengan Franz Rikin dan ilmuwan lainya pada tahun 1904, dengan judul
“Diagnostische Assoziationsstudien.” Karya ini menjaidikanya populer dan sebagai
jembatan bertemunya dengan Sigmund Freud tahun 1907 dalam tulisannya mengenai
interpretasi mimpi, Jung mendapat konfirmasi (pengesahan) atas penyelidikanya sendiri
Bahkan Freud akhirnya menyadari bahwa Jung adalah putra mahkota psikoanalisis dan
pewaris tahtanya.
Sesudah memberi kuliah di Amerika Serikat bersama dengan Freud tahun 1911,
Jung menghentikan kariernya sebagai penerbit dari majalah Jahrbuch fur psychologische
Forscchungen (Year Book For Psychologycal Research) yang telah didirikan oleh Bleuler
dan Freud. Jung juga berhenti sebagai ketua National Psychoanalytic Society, dimana ia
sendiri yang mendirikanya, dan masih merupakan Organisasi Profesional Freudian. Jung
menjelaskan pandangan-pandangan baru yang berbeda dari pandangan Freud dalam buku-
bukunya yang mungkin paling terkenal dari semua buku Jung yaitu Symbol and
Wandlungen der libido, kemudian diterbitkan lagi dengan judul Symbol and Wandlung
(symbol and transformation). Semakin lama Carl Gustav Jung semakin tertarik untuk
mendalami simbol-simbol mitologis dan simbol-simbol relegious.
Pada awal pecah perang dunia I, mulailah sebuah peristiwa introspeksi yang
tergabung dengan penyelidikan empiris, suatu periode kosong (belum ada publikasi) yang
berakhir sampai diterbitkanya Psychologcal Types tahun 1921. Dari karyanya ini, Jung
membedakan diri posisinya dari Freud dan meletakan dasar psikologi analitis. Pada tahun
1920, Jung pergi ke Tunisia dan Algaria; dari tahun 1924- 1925. Pada tahun 1948, Institut
C. G. Jung didirikan di Zurich untuk meneruskan ajaranya dan sebagai pusat latihan dan
analis. Karya dilanjutkan di Inggris oleh “Society of Analytical Psychology” (perkumpulan
Psikologi Analitis), dan di beberapa perkumpulan lain di New York, Sanfrancisco, Los
Angeles dan beberapa negara Eropa. Perang dunia pertama adalah masa menyakitkan bagi
Jung. Akan tetapi masa ini merupakan batu loncatan baginya untuk melahirkan teori-teori
kepribadian yang tiada duanya di dunia. Setelah perang berakhir, Jung melakukan
perjalanan keberbagai negara, misalnya, ke suku-suku primitif di Amerika dan India. Dia
pensiun pada tahun 1946 dan mulai menarik diri dari kehidupan umum setelah istrinya
meninggal pada tahun 1955. C.G. Jung meninggal pada tanggal 6 Juni 1961 di Zurich.
2.2. Tingkatan Psike
Jung juga melandaskan teori kepribadiannya pada asumsi bahwa pikiran atau
psike (psyche), mempunyai level kesadaran dan ketidaksadaran. Namun tidak seperti
Freud, Jung sangat menekankan bahwa bagian yang paling penting dari labirin
ketidaksadaran seseorang bukan berasal dari pengalaman personal, melainkan dari
keberadaan manusia di masa lalu. Konsep ini yang disebut Jung sebagai ketidaksadaran
kolektif.
1. Kesadaran
Jung mengamati “anak mengembangkan kondisi yang pada awalnya bersifat
hewani dan tidak disadari menjadi kesadaran, yang pada awalnya primitif, dan
kemudian pelan-pelan menjadi lebih beradab”. Kesadaran adalah sebuah fenomenon
intermittent (sebentar-sebentar) ketika seseorang memasuki ketidaksadaran setiap kali
mereka pergi tidur. Pikiran sadar itu sempit karena pikiran itu setiap saat hanya dapat
menahan beberapa konten simultan. Disamping itu, kesadaran bersifat sementara dan
orang hanya bisa mendapatkan kesadaran tentang dunia luar melalui suksesi saat-saat
sadar.Menurut Jung, bayangan mengenai kesadaran(Conscious) merupakan hal yang
mudah dirasakan oleh Ego, sementara elemen ketidaksadaran tidak ada kaitannya
dengan Ego.
Jung melihat Ego sebagai pusat dari Kesadaran, namun bukanlah inti dari
kesadaran itu sendiri. Ego bukan keseluruhan dari kepribadian dan harus dipenuhi
dengan diri. Diri lah yang merupakan pusat dari kepribadian yang kebanyakan
diantaranya berupa ketidaksadaran. Pada orang yang sehat secara psikologis, Ego
merupakan aspek kedua dari Ketidaksadaran diri (Jung, 1951/1959a), jadi kesadaran
memainkan peran relatif kecil dalam psikologi analitis. Psikologi Analitis yang
dikemukakan oleh Jung lebih menekankan pada penjelajahan kesadaran Psike
seseorang yang menyebabkan ketidakseimbangan Psikologis. Individu yang sehat
ialah yang dapat berhubungan dengan dunia kesadarannya namun dapat mengalami
ketidaksadaran diri dan kemudian mencapai individuasi.
2. Ketidaksadaran Personal
Ketidaksadaran personal merangkum seluruh pengalaman yang terlupakan,
ditekan,atau di persepsikan secara sibliminal pada seseorang. Ketidaksadaran
personal mengandung ingatan dan impuls masa silam, kejadian yang terlupakan serta
berbagai pengalaman yang disimpan dalam alam bawah sadar. Personal Unconscious
dibentuk melalui pengalaman individu/pribadi. Beberapa gambaran ketidaksadaran
personal ada yang mudah diingat secara mudah dan sulit. Namun ada beberapa bagian
uang jauh dari jangkauan kesadaran manusia. Materi ketidaksadaran ini disebut
dengan kompleks (complexes). Sebuah kompleks merupakan akumulasi dari
kumpulan gagasan yang diwarnai dengan perasaan.
Kompleks adalah salah satu fitur penting ketidaksadaran pribadi. Jung
menemukan kompleks melalui penelitiannya tentang asosiasi kata, yang menemukan
bahwa kompleks merusak ingatan dan menghasilkan sumbatan dalam aliran asosiasi.
Kompleks adalah akumulasi asosiasi, kadang-kadang bersifat traumatik, sehingga
mempunyai konten emosional yang kuat. Kompleks adalah konstelasi elemen-elemen
psikis berisi energi yang memiliki inti arketipe dan dapat menerobos masuk ke
kesadaran, sering kali secara otonom. Contohnya pengalaman seseorang dengan
ibunya akan terkumpul sebagai pusat emosi, sehingga kata “ibu” akan memicu respon
emosi yang dapat memblokir laju pemikirannya. Kompleks secara umum dapat di
kategorikan sebagai sesuatu yang personal, namun kompleks dapat pula diturunkan
dari pengalaman kolektif kemanusiaan seseorang.
Contohnya Mother complex tidak hanya berasal dari hubungan personal dengan
ibunya, tetapi juga dipicu oleh pengalaman seluruh spesies dengan ibunya dan
sebagian dibentuk gambaran seseorang terhadap ibunya. Oleh karena itu Kompleks
dapat menjadi sesuatu yang disadari serta menghambat ketidaksadaran personal dan
kolektif.
3. Ketidaksadaran kolektif
Ketidaksadaran kolektif (collective unconscious) udah mengakar dari masa lalu
leluhur seluruh spesies. Hal ini merepresentasikan konsep Jung yang paling
kontroversialdan mungkin palaing penting. Isi fisik yang menyertai ketidaksadaran
kolektif diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya sebagai sebuah kondisi
psikis yang potensial. Pengalaman nenek moyang dulu dengan konsep universal
seperti Tuhan, Ibu, Bumi, dan lainnya telah ditransmisikan dalam beberapa generasi
sehingga orang berada dalam suatu kondisi dan waktu yang dipengaruhi pengalaman
primordial primitive dari nenek moyangnya (Jung, 1937/1959). Dengan demikian, isi
dari ketidaksadaran kolektif adalah kurang lebih sama pada seluruh budaya di dunia
ini (Jung, 1934/1959).
Isi ketidaksadaran kolektif tidak hanya diam hanya dan tidak berkembang,
melainkan ia aktif dan mempengaruhi pikiran, emosi, dan tindakan seseorang.
Ketidaksadaran kolektif bertanggung jawab terhadap kepercayaan agama, mitos, serta
legenda. Ketidaksadaran kolektif tidak merujuk pada ide yang diturunkan, tetapi lebih
kepada kecenderungan manusia untuk berinteraksi dengan cara tertentu pada saat
pengalaman mereka menstimulasi kecenderungan biologis. Sebagai contoh, seorang
ibu muda akan langsung merasakan cinta dan kasih saying terhaap anaknya yang baru
lahir walaupun sebelumnya ia pernah merasakan perasaan negative atau biasa saja
terhadap bayi sewaktu di dalam kandungan. Respon ini merupakan bagian dari
potensi diri seorang wanita atau dapat kita sebut “cetak biru yang diturunkan.” Akan
tetapi potensi seperti ini membutuhkan pengalaman seseorang sebelum menjadi aktif.
Ada berapa prediposisi bilogis yang dimiliki oleh manusia? Jung mengatakan
bahwa manusia mempunyai kecenderungan yang diturunkan dan jumlahnya sama
dengan situasi tipikal dalam kehidupan manusia. Pengulangan situasi tipikal yang
jumlah tak terhingga akan menjadikannya sebagai bagian dari konstitusi biologis
manusia. Dengan lebih banyak pengulangan, pembentukan ini mulai mengembangkan
beberapa isi dan muncul sebagai arketipe otonomi yang relatif.
4. Arketipe
Arketipe (archetype) adalah bayangan-bayangan leluhur atau arkaik (archaic)
yang datang dari ketidaksadaran kolektif. Arketipe memiliki persamaan kompleks
karena mereka merupakan kumpulan bayangan-bayangan yang diasosiasikan dan
diwarnai dengan sangat kuat oleh perasaan. Perbedaan arketipe dengan kompleks
adalah kompleks merupakan komponen ketidaksadaran personal yang diindividuasi,
sedangkan arketipe merupakan konsep yang umum dan muncul dari isi
ketidaksadaran kolektif. Arketipe harus dibedakan dengan insting. Jung (1948/1960)
mendefiniskan insting sebagai ketidaksadaran impuls fisik pada tindakan, sedangkan
arketipe adalah pasangan psikis dari sebuah insting. Untuk membandingkan antara
arketipe dan insting, Jung (1975) menulis :
“seperti binatang dari jeni yang sama dan menunjukkan fenomena instingtuai yang
serupa di eluruh dunia, manusia juga menampilkan bentuk arketipe yang bentuknya
sama dimana pun ia tinggal. Seperti binatang yang tidak perlu diajari kegiatan
instingtif, manusia juga memiliki pola psikis primordial dan mengulangnya secara
spontan, tidak dipengaruhi oleh proses pengajaran apapun. Sebagai manusia yang
sadar dan mampu melakukan intropeksi, mereka juga dapat mempersepsi pola
instingtifnya dalam bentuk representasi dari arketipe” (hlm, 152).
Arketipe mempunyai dasar biologis, tetapi asalnya terbentuk melalui pengulangan
pengalaman dari para lelehur manusia. Pada seorang manusia, terapat arketipe yang
tidak dapat di hitung jumlahnya. Arketipe ini aktif pada saat proses pertemuan
pengalaman personal dengan bayangan primordial latea. Arketipetidak dapat muncul
sendiri, tetapi ketika aktif ia akan muncul dalam beberapa bentuk. Kebanyakan
muncul dalam bentuk mimpi, fantasi, dan delusi. Selama pertengahan kehidupannya,
Jung mengalami banyak mengalami mimpi aarketipe dan fantasi. Ia sering kali
memunculkan fantasinya dengan membayangkan dirinya menuju luar semesta
(cosmic abbys) yang sangat dalam.
5. Persona
Sisi kepribadian yang ditunjukan orang kepada dunia. Pemilihan istilah ini sangat
telat karena mengacu pada topeng yang digunakan oleh pemain teater pada masa itu.
Persona adalah bagaimana kita menampilkan diri kita kepada dunia. Persona
mewakili semua topeng sosial berbeda yang kita kenakan di antara berbagai
kelompok dan situasi. Ini bertindak untuk melindungi ego dari citra negatif. Menurut
Jung, persona dapat muncul dalam mimpi dan mengambil bentuk yang berbeda.
Selama perkembangan, anak-anak belajar bahwa mereka harus berperilaku dengan
cara tertentu agar sesuai dengan harapan dan norma masyarakat. Persona
berkembang sebagai topeng sosial yang berisi semua dorongan primitif, dorongan
hati, dan emosi yang dianggap tidak dapat diterima secara sosial.
Pola dasar persona memungkinkan orang untuk beradaptasi dengan dunia di
sekitar mereka dan menyesuaikan diri dengan masyarakat tempat mereka tinggal.
Namun, menjadi terlalu dekat dengan pola dasar ini dapat membuat orang melupakan
jati diri mereka yang sebenarnya.
6. Bayangan
Bayangan (shadow) merupakan arketipe dari kegelapan dan represi yang
menampilkan kualitas-kualitas yang tidak kita akui keberadaannya serta berusaha
disembuhyikan dari diri sendiri dan orang lain. Bayangan mengandung
kecenderungan keberatan (ketidaksetujuan) moral serta sejumlah sifat konstruktif dan
kreatif yang juga tidak ingin kita hadapi (Jung. 1951/1959a)Jung bersikeras bahwa
sepenuhnya kita harus bertahan secara berkesinambungan untuk mengetahui
bayangan kita dan ini merupakan pencarian dari ujian keberanian yang pertama.
Lebih mudah memproyeksikan sisi gelap kepribadian kita pada orang lain, dengan
melihat kejelekan dan sifat jahat pada orang lain yang tidak ingin kita lihat pada diri
sendiri.
Untuk dapat menguasai kegelapan dalam diri, kita harus mencapai "realisasi
bayangan." Sayangnya, kebanyakan dari kita tidak pernah menyadari bayangan kita
dan hanya mengidentifikasi sisi baik kepribadian kita. Orang yang tidak pernah
menyadari bayangannya, tidak memiliki kekuasaan dan mengarah pada kehidupan
tragis, dan secara terus-menerus berada dalam "peruntungan buruk" serta menuai
kekalahan juga tidak mendapatkan dukungan untuk diri mereka sendiri (Jung.
1954/1959a). Dalam Memories, Dreams, Reflection, Jang (1961) menceritakan
sebuah mimpi yang terjadi ketika ia mengalami perpecahan dengan Freud. Dalam
mimpi tersebut. bayangannya muncul sebagai seseorang yang jahat, berkulit cokelat,
membunüh seorane pahlawan, yaitu seorang pria bernama Siegfried, yang muncul
sebagai orang Jerman. Jung menginterpretasikan minpi ini dengan makna bahwa ia
tidak lagi membutuhkan Sigmund Freud, sehingga bayangannya menampilkan tugas
konstruktif menghancurkan sosok pahlawannya terdahulu.
7. Anima
Seperti Frued, Jung juga percaya bahwa semua manusia secara psikologis bersifat
biseksual dan memiliki sisi maskulin dan feminism. Sisi feminim seorang pria
terbentuk dalam ketidaksadaraan kolektif sebagai arketipe dan menetap dikesadaran.
Beberapa pria dapat mengenali animanya. Untuk dapat menguasai anima, seorang
pria harus melampaui batasan intelektualnya, jauh kebagian terdalam
ketidaksadarannya dan menyadari sisi feminim dari kepribadiannya. Dalam
Memories, Dreams, Reflections, Jung menggambarkan dengan jelas pengalamannya.
Dipicu oleh “seorang wanita dari dalam dirinya,” Jung menyimpulkan bahwa :
“wanita itu pasti adalah roh (soul)dalam perasaan primitive dan saya mulai
berspekulasi dengan penalaran mengapa nama anima diberikan pada roh itu.
Mengapa ia berpikir seperti feminim? Kemudian, saya melihat bahwa perasaan
feminim figure ini memerankan peran yang tipikal atau arketipikal, peranan dalam
ketidaksadaran akan pria, dan saya menyebutnya anima. Figur ketidaksadaran
wanita isebut animus” (hal. 186).
Jung juga percaya bahwa anima berasal ari pengalaman seorang pria dengan
wanita (Ibu, kakak perempuan, dan kekasih) yang digabungkan untuk membentuk
gambaran umum mengenai wanita. Dalam perjalanannya, konsep umum ini menjadi
bagian dalam ketidaksadaran kolektif semua pria sebagai arketipe anima. Seorang
pria bisa bermimpi mengenai wanita tanpa bayangan yang pasti dan identitas tertentu.
Wanita yang dibayangkan tidak mewakili siapapun pada pengalaman pria, tetapi
masuk ke dalam mimpi dari kedalaman ketidaksadaran kolektifnya. Anima itu tidak
selalu tampil dalam mimpi sebagai sosok wanita, tetapi bisa berupa perasaan atau
mood (Jung, 1945/1953).
8. Animus
Arketipe maskulin pada wanita adalah animus. Bila anima mempersentasikan
mood dan perasaan irasional, maka animus merupakan simbol dari proses berpikir
dan bernalar. Animus mampu mempengaruhi proses berpikir seorang wanita, yang
sebenarnya tidak dimiliki oleh wanita. Hal itu ssebenarnya berasal dari
ketidaksadaran kolektif yang bermula dari cerita hubungan prasejarah pria dan
wanita. Jung juga percaya bahwa animus bertanggung jawab dalam proses berpikir
dan berpendapat seorang wanita, sama dengan anima yang menghasilkan perasaan
mood seorang pria.
9. Great Mother
Ibu Agung (GREAT MOTHER) dan Orang Tua bijaksana (WISE OLD MAN )
adalah dua arketipe lain yang diturunkan dari anima dan animus setiap orang. Baik
pria maupun wanita memiliki arketipe great mother ini sealu dikaitkan dengan
perasaan. Great mother dua dorongan yang berlawanan pada satu sisi dorongan maut
kesuburan dan pengarug serta disisi lain. Arketipe ini mampu untuk menghasilkan
dan mempertahankan sebuah keidupan (kesuburan dan pengasuhan). Perlu diingat
bahwa jung melihat ibunya sebagai orang yang mempunyai dua kepribadian sebagai
ibu yang penuh cinta mengayomi serta ibu yang menakutkan,konservatif dan kejam.
Semua dideskripsikan dan diaplikasikan kepada anak tidak hanya datang dari ibu
sendiri tetapi lebih kepada arketipe dari ibu itu sendiri dan pada akhirnya akan
memberikan si ibu sebuah latar belakag mitos. Inilah yang dianggap Jung sebagai
bukti dengan great mother. Dimensi kesuburan dan pengasuhan dari sebuah arketipe
great mother disimbolkan dengan pepohnan,kebun,laut,surga,rumah dan
negara.Kesuburan dan kekuatan dikombinasikan untuk melahirkan sebuah konsep
rebith yang mungkin merupakan sebuah arktipe yang berbeda –beda.
10. Wise Old Man
Orang tua yang bijak merupakan sebuah arketipe dari kebijaksanaan dan
keberartian yang menyimbolkan pengetahuan manusia akan misteri kehidupan.Hal
yang serupa di perlihatkan oleh Penyihir di Wizard of OZ merupakan karakter yang
sangat menyakinkan dan menarik perhatian walaupun kata –kata yang di ucapkannya
kadang tidak memilik makna.seorang yang didominasikan oleh arketipe jenis ini
mungkin akan memiliki banyak pengikut dengan menggunakan pendapat yang
terdengar dan menyakinkan tetapi sesungguhnya tidak berarti karena kolektif tidak
dapat menggunakan kebijakan individu tertentu. Arketipe umum selalu terkait dengan
emosi. Bahaya bagi komunitas dan masyarakat akan timbul saat orang mulai
terpengaruh oleh berbagai dengan kebohongan.Perhatikan bahwa jung melihat kotbah
dari ayahnya yang seorang pastor sebagi sesuatu yang di dorong dan tidak didasari
keyakinan yang kuat terhadap agamanya sendiri. Cerita literatur dipenuhi oleh kisah
mengenai anak-anak muda yang pergi dari rumah kemudian pada akhirnya meraih
kebijakan di akhir kisahnya Jung.
11. Pahlawan
Arketipe pahlawan (hero) direpresentasikan dalam mitologi dan legenda sebagai
seseorang yang sangat kuat, bahkan terkadang merupakan bagian dari Tuhan, yang
memerangi kejahatan dalam bentuk naga, monster, atau iblis.Asal muasal pahlawan
bermula dari masa awal sejarah manusia hingga timbul kesadaran.Ketika
mengalahkan seorang karakter jahat, seorang pahlawan secara simbolis mengatasi
masalah ketidaksadaran pramanusia.Pencapaian dari kesadaran merupakan satu dari
sekian asal-usul pencapaian yang besar dan arketipe mengenai seorang pahlawan
yang memenangi pertempuran merepresentasikan kemenangan dalam mengatasi
kegelapan atau masalah (Jung, 1951, 1959b).
12. Diri
Jung memercayai bahwa setiap orang memiliki kecenderungan, untuk bergerak
menuju perubahan. kesempurnaan. dan kelengkapan, yang diwarisi. la menyebut
disposisi bawaan ini sebagai diri (self. Sebuah arketipe yang paling komprehensif
dibandingkan arketipe lainnya. Diri merupakan arketipe dari banyak arketipe karena
sifatnya yang menarik arketipe jenis lain dan menyatukan kesemuanya dalam sebuah
realisasi diri (self realization). Seperti arketipe lainnya. arketipe ini memiliki
komponen kesadaran dan personal, tetapi itu semua sebagian besar dibentuk oleh
gambaran-gambaran ketidaksadaran kolektif. Sebagai sehuah arketipe, diri
disimbolkan sebagai ide seseorang akan kesempurnaan. keutuhan, dan kelengkapan.
Akan tetapi, simbol yang utuh dari semua itu adalah sebuah mandala yang
diperiihatkan sebagai sebuah lingkaran dalam sebuah persegi, schuah persegi dalam
lingkaran, atau bentuk konsentris lainnya. Kesemuanya melambangkan adanya
ketidaksadaran kolektif antara kesatuan, keseimbangan, dan keutuhan. Diri meliputi
gambaran ketidaksadaran personal dan kolektif.
Dengan demikian, tidak dapat disalahartikan sebagai ego, yang hanya
melambangkan kesadaran semata. Pada Figur 4.1 kesadaran (ego) direpresentasikan
merupakan bagian kecil dari kepribadian secara keseluruhan; kesadaran personal
digambarkan pada lingkaran di tengah: ketidaksadaran kolektif digambarkan sebagai
tingkaran dalam. Keseluruhan dari tiga simbol itu melambangkan diri. Hanya empat
jenis arketipe yang digambarkan dalam mandala ini-persona, shadow, animus, serta
anima-dan masing-masing digambarkan secara ideal dalam ukuran yang sama besar.
Bagi kebanyakan orang. persona lebih terlihat sadar jika dibanding dengan shadow,
dan shadow akan lebih Figur 4.1, setiap arketipe digambarkan separuh kesadaran,
ketidaksadaran personal, dan separuh ketidaksadaran kolektif. Keseimbangan yang
ditunjukkan oleh gambar tersebut antara ketidaksadaran dan diri secara keseluruhan
tampak sangat idealistis. Banyak orang dengan ketidaksadaran vang berlimpah dan
kekurangan kepribadian "soul sparck: gagal menyadari kekayaan dan vitalitas dari
ketidaksadaran personal dan terutama ketidaksadaran kolektif mereka Di lain pihak,
orang-orang dengan kesadaran yang terlalu tinggi kerap kali patologis. dengan satu
kepribadian (Jung. 1951/1959a). Walaupun diri tidak pernah mencapai keseimbangan
yang sempurna, setiap orang dalam ketidaksadaran kolektifnya memiliki sebuah
konsep tentang diri vang sempurna dan terpadu. Atandala merepresentasikan sebuah
diri vang sempurna, susunan arketipe.
Bab 4 Jung Psikologi Analitis I Pada satu kesempatan saat Jung mengalami krisis
paruh baya, ia bahkan mendapatkan visi di mana ia dikonfrontasikan dengan seorang
tuaberjanggut yang tinggal dengan seorang wanita muda yang cantik dan sebuah ular
hitam yang besar. Orang tua itu menjelaskan bahwa ia adalah Elijah dan wanita muda
yang bersamanya adalah Salome, keduanya adalah figur yang ada dalam Injil. Elijah
memiliki inteligensi yang tajam walaupun Jung tidak terlalu yakin dengannya.
Salome memberikan Jung perasaan curiga, sedangkan ular menunjukkan kesukaan
yang amat sangat terhadap Jung. Pada saat ia mengalami visi seperti itu, Jung tidak
dapat memahami artinya, tetapi beberapa tahun kemudian, ia dapat melihat tiga sosok
tersebut sebagai figur dalam arketipe. Elijah merepresentasikan wise old man, yang
tampak bijaksana, tetapi tidak masuk akal. Salome merepresentasikan figur anima
yang cantik dan menarik, tetapi tidak dapat mengambil hikmah dari suatu hal.
Terakhir, sang ular merepresentasikan kebalikan dari tokoh pahlawan (hero) yang
menunjukkan kesukaan terhadap Jung, pahlawan dalam visinya. Jung (1961) percaya
bahwa ia harus mengidentifikasikan semua gambaran ketidaksadaran ini agar dapat
mengatur identitasnya sendiri dan tidak kehilangan dirinya pada kekuatan
ketidaksadaran kolektif. Kemudian, ia menulis: Hal penting yang harus diingat adalah
membedakan seseorang dari konten ketidaksadaran yang mempersonifikasikan
mereka dan pada saat yang sama membawa mereka dalam sebuah hubungan pada
kesadaran. Ini merupakan sebuah teknik untuk melucuti kekuatan mereka.
Tidak terlalu sulit untuk mempersonifikasikan mereka karena mereka memiliki
derajat otonomi tertentu yang terpisah dari identitas asli mereka. Otonomi tersebut
merupakan hal yang paling tidak nyaman untuk dilakukan oleh seseorang. Walaupun
begitu, fakta bahwa ketidaksadaran menunjukkan penampakannya dengan nyata
membuat kita menemukan cara yang paling nyata untuk mengatasinya.
2.3. Dinamika Kepribadian
1. Kausalitas dan Teleologi
Apakah motivasi lahir dari akibat masa lalu atau akibat dari tujuan yang bersifat
teleologi? Jung bersikeras bhawa hal itu berasal dari keduanya. Kausalitas menyatakan
bahwa masa kini menyajikan kondisi pada saat ini dan dalam pengalaman yang asli.
Freud sangat bersandar pada penjelasannya bahwa sikap orang dewasa bergantung pada
pengalaman masa kecilnya. Jung mengkritisi pendapat ini dan mengatakan bahwa Frued
hanya bergantung pada satu sisi saja, yaitu kausalitas dan bersikeras pandangan kausal
tidak dapat menejelaskan seluruh motivasi. Sebaliknya, teleology menyatakan bahwa
kejadian masa kini diotivasi oleh tujuan dan aspirasi akan masa depan yang secara
langsung menentukan nasib seseorang. Jung mengatakan bahwa perilaku manusia
dibentuk oleh kedua faktor kekuatan kausal serta teleology dan penjelasan kausal
haruslah seimbang dengan penjelasan teleologi.
2. Progresi dan Regresi
Untuk mencapai realisasi diri, orang harus mengadaptasi tidak hanya lingkungan
luar saja akan tetapi juga dunia dalam diri mereka sendiri. Adaptasi pada dunia luar
meliputi aliran keluar dari energi psikis yang disebut dengan progresi (progression),
sedangkan adaptasi ke dalam bergantung pada energi yang berlawanan arahnya yang
disebut dengan regresi (regression), Kedua hal tersebut sangat penting bagi manusia jika
mereka ingin mencapai tingkat perkembangan individu dan realisasi diri. Progresi akan
membuat manusia bereaksi sesuai kondisi lingkungan tertentu, sedangkan regresi adalah
suatu langkah mundur yang diperlukan dalam sebuah perialanan menuju kesuksesan.
Regresi mengaktifan psikis ketidaksadaran, alat penting untuk mencari solusi bagi semua
masalah. Jika berdiri sendiri, baik progresi atau pun regresi, tidak ada yang dapat
bergerak menuju pembangunan diri.
Masing masing dapat menjadi terlalu berpengaruh, sehingga akan berakibat pada
kegagalan dalam proses adaptasi. Akan tetapi. jika keduanya bersatu, keduanya dapat
bekerja sama mengaktifkan proses pengembangan kepribadian yang sehat (Jung, 1928/
1960). Regresi dapat dilihat dalam krisis paruh baya yang dialami Jung, masa ketika
kondisi psikisnya berbalik menuju ketidaksadaran dan menjauh dari pencapaian yang
signifikan. Jung menghabiskan sebagian besar waktunya bergulat dengan Bagian dua
teori Kepribadian ketidaksadaran psikisnya dan sedikit sekali meluangkan waktu untuk
menulis atau mengajar (memberikan kuliah). Regresi mendominasi hidupnya pada saat
progres hampir mendekati titik hadir. Setelah itu, Jung bergerak dari periode ini menujuh
keseimbangan psikis dan sekali lagi ia menjadi tertarik dengan dunia luar. Akan tetapi
pengalaman regresifnya dengan dunia dalam (introverted world) telah membekas secara
permanen dan membuatnya berubah. Jung (1961) meyakini bahwa langkah regresif
diperlukan untuk menciptakan kepribadian yang seimbang dan menumbuhkan proses
realisasi diri.
2.4. Tipe Psikologis Selain Tingkatan Psikis dan kepribadian yang dinamis jung mengenali berbagai jenis
psikologis yang terdiri dari dua sikap dasar (introvensi dan ekstravensi) serta empat fungsi
yang terpisah (berpikir/thingking), merasakan dengan indra (feeling),merasakan dengan hati
(sensing), dan intuisi (intuition).
1. Sikap
Jung (1921/1971) mendefinisikan sikap (attitude) sebagai suatu kecenderungan
untuk beraksi atau bereaksi dalam sebuah arah karakter. Ia beranggapan bahwa setiap
orang memiliki dua sikap yakni ekstrovert dan introvert, walaupun hanya satu yang
dapat aktif pada saat satu sikap lainnya tidak aktif.
2. Introvensi
Menurut Jung introvensi (introversion) adalah aliran energy psikis kearah yang
memiliki orientasi subjektif. Introver memiliki pemahaman yang baik terhadap dunia
dalam diri mereka, dengan semua bias, fantasi, mimpi, dan persepsi bersifat individu.
Orang-orang ini akan mmenerima dunia luar dengan selektif atau pandangan subjektif
mereka.
3. Ekstravensi
Berkebalikan dengan introvensi, ekstravensi (ekstraversion) adalah sebuah sikap
yang menjelaskan aliran psikis kearah luar, sehingga orang yang bersangkutan
memiliki orientasi objektif. Eksttrover cenderung lebih mudah dipengaruhi oleh
sekeliling dibandingkan dengan kondisi dalam dirinya sendiri. Mereka cenderung
berfokus pada sikap subjektif baik kepada orang lain ataupun dirinya sendiri.
Kesimpulannya, manusia tidak ada yang seluruhnya introver atau seluruhnya
ekstrover. Ibaratkan sebuah jungkat jungkit yang dimana introver dan ekstrover yang
ada pada diri seseorang jika di ekspresikan secara seimbang tercipta kenyamanan
dalam dunia eksternal dan internalnya.
4. Fungsi
Kedua sisi introversi dan ekstroversi dapat dikombinasikan dengan satu atau lebih
dari empat fungsi dan membentuk delapan kemungkinan orientasi atau jenis. Dapat
dideskripsikan sebagai berikut; sensing membuat orang dapat menjelaskan bahwa
sesuatu itu benar-benar ada, thingking membuat kita dapat mengerti arti sesuatu,
feeling membuat manusia mengerti nilai atau seberapa berharganya sesuatu, serta
intuition dapat membuat manusia mengetahui sesuatu tanpa mengetahui bagaimana
caranya.
2.5. Perkembangan Kepribadian Jung percaya bahwa kepribadian berkembang melalui serangkaian tahap yang berujung
pada sebuah keutuhan pribadi atau realisasi diri. Berlawanan dengan Freud, Jung
menggarisbawahi tahap kedua dari kehidupan, yaitu periode usia 35 atau 40-an saat
seseorang memilikikesempatan untukmembawaseluruhaspekkepribadian secarabersama-
sama untuk mencapai tahap realisasi diri. Bagaimanapun, kesempatan untuk degenerasi atau
mengalami reaksi kaku juga hadir pada waktu tersebut. Faktor kesehatan psikologis
seseorang sangat bergantung pada kemampuannya dalam mencapai keseimbangan antara
berbagai kutub proses yang saling berlawanan. Kemampuan ini proporsional dengan
pencapaian sukses dalam perjalanan melewati berbagai tahapan kehidupan.
1. Tahap Perkembangan
Jung mengategorikan perkembangan menjadi empat periode utama, yaitu masa
kanak-kanak, masa muda, masa pertengahan (paruh baya), dan masa tua (lanjut usia). Ia
membandingkan perjalanan setiap tahapan itu dengan perjalanan ke matahari melewati
langit, dengan kecerahan matahari diibaratkan sebagai faktor kesadaran. Matahari saat
fajar diibaratkan sebagai masa kanak-kanak, penuh dengan potensi, tetapi masih belum
memahami apa arti sebuah kesadaran. Matahari pagi diibaratkan masa muda. baru saja
beranjak dari horison dan tidak mengetahui apapun yang akan terjadi di masa depan.
Matahari menjelang tengah hari diibaratkan sebagai masa pertengahan, bersinar penuh,
tetapi sudah mengetahui bahwa ia akan tenggelam sore nanti. Matahari sore adalah
manusia di masa tuanya, yang mengetahui bahwa sebentar lagi akan ada waktunya untuk
tenggelam (Figur 4.4). Jung (1931/1960a) berargumentasi bahwa nilai, pandangan, dan
cara berperilaku yang sesuai dengan kehidupan di pagi hari, tidak akan sesuai untuk
paruh kedua, dan orang harus belajar untuk menemukan maksud dan tujuan hidup seiring
terus berkurangnya usia mereka.
1.1. Masa Kanak-kanak
Jung membagi periode ini menjadi tiga bagian, yaitu (1) anarkis, (2) monarkis,
dan (3) dualistis. Fase Anarkis dikarakterisasikan dengan banyaknya kesadaran yang
kacau dan sporadis. "Pulau-pulau kesadaran" mungkin akan tampak, tetapi sedikit
atau bahkan tidak ada sama sekali hubungan di antara pulau-pulau kecil ini.
Pengalaman pada fase anarkis terkadang masuk sebagai gambaran yang primitif yang
tidak mampu digambarkan secara akurat. Fase monarkis dari usia ini
dikarakterisasikan dengan perkembangan ego dan mulainya masa berpikir secara
logis dan verbal. Pada kurun waktu ini, anak-anak akan melihat dirinya sendiri secara
objektif dan kerap mendeskripsikan diri mereka sebagai orang ketiga.
"Pulau- pulau kesadaran" akan berkembang semakin besar, lebih banyak, dan
lebih dihuni oleh ego primitif, walaupun ego dipersepsikan sebagai objek dan belum
disadari sebagai penerima. Ego sebagai penerima mulai tumbuh dalam fase dualistis
pada saat ego terbagi menjadi objektif dan subjektif. Sekarang, anak-anak menyadari
dirinya sendiri sebagai orang pertama dan mulai sadar akan eksistensinya sebagai
individu yang terpisah. Selama masa tersebut, "Pulau-pulau kesadaran" menjadi
sebuah pulau yang menyatu dan dihuni oleh ego kompleks yang menyadari dirinya
sebagai objek dan subjek (Jung, 1931/1960a).
1.2. Masa Muda
Periode yang ditandai dari pubertas sampai dengan masa pertengahan (paruh
baya) dengan masa muda (youth). Anak muda mencoba bertahan untuk mencapai
kebebasan fisik dan psikis dari orang tuanya, mendapatkan pasangan, membangun
keluarga, dan mencari tempat di dunia ini. Menurut Jung (1931/1960a), masa muda
seharusnya menjadi periode meningkat, mencapai kematangan seksual,
menumbuhkan kesadaran, dan pengenalan bahwa dunia di mana tidak ada masalah,
seperti pada waktu kanak-kanak sudah tidak ada lagi. Kesulitan utama yang dialami
anak-anak muda adalah bagaimana mereka bisa mengatasi kecenderungan alami (juga
dialami pada masa pertengahan dan usia lanjut) untuk menyadari perbedaan yang
teramat tipis antara masa muda dengan kanak-kanak, yaitu dengan menghindari
masalah yang relevan pada masanya.
Keinginan dengan prinsip konservatif.Seseorang berupaya untuk memegang nilai-
nilai masa mudanya akan mengalami ketidakmampuan dalam menghadapi tahapan
hidup setelahnya, dianggap tidak mampu dalam kapasitas mencapai realisasi diri, dan
merusak kemampuannya dalam membangun tujuan baru serta mencari arti kehidupan
(Jung, 1931/1960a).
1.3. Masa pertengan (paruh baya).
Jung percaya bahwa pertengahan atau paruh baya (middle life) berawal di usia 35-
40 tahun, pada saat matahari telah melewati tengah hari dan mulai berjalan menuju
terbenam. Walaupun penurunan ini dapat menyebabkan sejumlah orang di usia ini
meningkat kecemasannya, tetapi fase ini juga merupakan sebuah fase yang potensial.
Jika orang di masa pertengahan dapat memegang teguh nilai moral dan sosial pada
masa kecilnya, maka mereka dapat menjadi kokoh dan fanatik dalam menjaga
ketertarikan fisik dan kemampuannya. Dalam usahanya menemukan idealisme,
mereka akan berjuang keras untuk menjaga penampilan dan gaya hidup masa
mudanya. Menurut Jung (1931/1960a), kebanyakan dari kita tidak siap untuk"
mengambil langkah menuju masa atau fase berikutnya. buruk lagi, kita mengambil
langkah tersebut dengan asumsi yang salah bahwa keyakinan dan idealisme kita akan
terus ada sampai saat ini. ... Kita tidak dapat hidup di fase berikutnya (masa senja)
dengan mengandalkan kehidupan kita di masa muda karena segala sesuatu yang
tampak baik di masa muda, tidak akan terlihat baik di masa tua, dan apa yang
dianggap benar di masa muda akan menjadi kebohongan.
Bagaimana masa pertengahan dapat kita jalani dengan sepenuhnya? Orang yang
telah hidup pada masa mudanya tanpa bersikap kekanak-kanakan atau dengan nilai-
nilai masa pertengahan akan lebih siap untuk hidup di fase ini. Mereka akan mampu
memberikan tujuan ekstrovernya di masa muda dan bergerak menuju kesadaran
introver yang berkembang. Kesehatan psikologis mereka tidak dipengaruhi oleh
sukses dalam bisnis, prestise dalam lingkungan, atau kepuasan dalam kehidupan
keluarga. Mereka harus menatap ke depan dengan harapan dan antisipasi,
menyerahkan gaya hidup masa muda, dan menemukan arti baru dalam masa
pertengahan. Langkah ini sering kali, tetapi tidak selalu, meliputi orientasi beragama
yang dewasa, terutama kepercayaan akan kehidupan setelah kematian (Jung, masa
tua" (hlnı. 399). 1931/1960a).
1.4. Masa tua
Pada saat masa tua (old age) atau lanjut usia menjelang, orang akan mengalami
penurunan kesadaran, seperti pada saat matahari berkurang sinarnya di waktu senja.
Jika orang merasa ketakutan dengan kehidupan di fase sebelumnya, maka hampir bisa
dipastikan mereka akan takut dengan kematian pada fase hidup berikutnya. Takut
akan kematian sering disebut sebagai proses yang normal, tetapi Jung percaya bahwa
kematian adalah tujuan dari kehidupan dan hidup hanya bisa terpenuhi saat kematian
terlihat. Pada tahun 1934 saat berusia 60 tahun, Jung menulis: Biasanya kita
berpegangan pada masa lalu kita dan bertahan dengan ilusi masa muda. Menjadı tua
bukanlah hal yang populer. Tidak ada yang memikirkan kemungkinan bahwa tidak
bisa menjadi tua adalah sama tidak mungkinnya dengan menahan perkembangan
sepatu anak-anak.
Seorang anak muda yang tidak berjuang dan menaklukkan, akan kehilangan
bagian terbaik dari masa mudanya, dan seorang tua yang tidak tahu bagaimana cara
mendengarkan cerita dari sebuah cerita saat mereka mulai jatuh dari kejayaan, akan
dianggap tidak masuk akal. la akan menjadi mumi spiritual yang tidak akan menjadi
sescorang kecuali menjadi tonggak masa lalu saja (Jung, 1934/1969, hlm. 407).
Banyak pasien Jung berasal dari masa pertengahan (paruh baya) atau lebih tua lagi
dan banyak di antara mereka yang menderita akibat terlalu berorientasi masa lalu,
susah pavah bergantung pada gaya hidup dan tujuan masa lalu, serta menjalani alur
hidup tanpa tuiuan vang jelas. Jung merawat orang-orang ini dengan membantu
mereka membangun tujuan dan arti hidup baru dalam kehidupannya, dengan
mempelajari arti kematian. Ia mendapatkan cara perawatan ini lewat sebuah
interpretasi mimpi karena impian dari orang-orang berusia Janjut terkadang penuh
dengan simbol kelahiran kembali, seperti perjalanan jauh atau perubahan lokasi. Jung
menggunakan semua ini dan simbol-simbol yang menjelaskan ketidaksadaran
pasiennya terhadap kematian dan membantu mereka untuk menemukan filosofi
kehidupan yang berarti (Jung, 1934/1960).
2. Realisasi Diri
Kelahiran kembali psikologis atau terkadang disebut dengan realisasi diri atau
individuasi adalah proses untuk menjadi seseorang atau seseorang secara utuh (Jung.
1939/1959, 1945/1953), Psikologi analitis sesungguhnya adalah psikologi kebalikan dan
realisasi diri merupakan sebuah proses penyatuan kedua kutub menjadi sebuah individu
yang homogen. Proses ini berarti seseorang memiliki seluruh komponen psikologis yang
berfungsi dalam satu kesatuan, tanpa melemahkan proses kemampuan psikis. Orang yang
telah melewati proses ini telah mencapai realisasi diri, meminimalkan persona mereka,
mengenali anima dan animus-nya, serta telah mencapai keseimbangan antara introversi
dan ekstraversi. Selain itu, individu-individu ini telah menempatkan seluruh empat
tahapan fungsi ke dalam posisi superior, sebuah pencapaian yang luar biasa sulit didapat.
Realisasi diri adalah suatu hal yang amat langka dan bisa dicapai hanya oleh mereka yang
telah dengan baik mengasimilasi kesadaran mereka dengan keseluruhan kepribadian
mereka.
Untuk sampai pada proses ini, dibutuhkan keberanian untuk menghadapi berbagai
kejahatan alami dari bayangan seseorang dan bahkan lebih banyak lagi dibutuhkan
keberanian untuk menerima sisi maskulin atau feminin seseorang. Proses ini hampir tidak
pernah tercapai sebelum paruh baya dan hanya tercapai oleh mereka yang telah mampu
menanggalkan egonya, satu hal yang menjadi perhatian utama dari kepribadiannya, dan
menggantinya dengan diri. Orang-orang yang telah mencapai realisasi diri harus
mengizinkan ketidaksadaran dirinya menjadi inti dari kepribadiannya. Tujuan
memperbesar kesadarannya adalah untuk meningkatkan ego dan memproduksi satu sisi
manusia yang kekurangan jiwa dari kepribadiannya. Orang yang sadar dengan
kepribadiannya tidaklah didominasi oleh proses ketidaksadarannya atau oleh ego
kesadarannya, tetapi mencapai keseimbangan antara semua aspek kepribadiannya. Orang
yang mencapai realisasi diri mampu menempatkan dirinya di dunia eksternal dan
internalnya. Tidak sama seperti individu yang terganggu secara psikologis, orang yang
mencapai kesadaran-pribadi hidup di dunia nyata dan membuat beberapa pertimbangan
Bagaimanapun. tidak seperti orang lain, mereka sadar bahwa progres regresi dapat mem-
bimbing mereka menemukan jati diri mereka.
Melihat gambaran secara tidak sadar dianggapnya sebagai bahan potensial untuk
kehidupan psikis yang baru dan orang-orang ini menerima gambaran tersebut
sebagaimana mereka muncul dalam mimpi kemudian meretleksikannya setelah
memikirkannya secara mendalam (introspective reflections) (Jung 1939/1959,
1945/1953).
2.6. Metode Investigasi Jung Jung secara konsisten menganggap dirinya sebagai peneliti Sains. Menghilangkan label
mistis dan filosofis. Dalam suratnya kepada Calvin Hall, tertanggal 6 Oktober 1954, Jung
mengatakan: “jika Anda mengatakan kepada saya bahwa saya adalah seseorang yang
mempelajari kekuatan gaib,magis,atau sihir (occulist) karena saya dengan misterius
mempelajari agama,mitologi,cerita rakyat,serta fantasi pada individu modern dan naskah
kuno, maka sana saja Anda menyatakan bahwa Freud adalah seseorang yang melakukan
pelecehan seksual karena dia melakukan hal yang sama melalui fantasi seksual
(Jung,1975,hlm.18).
Jung menegaskan bahwa Psike tidak hanya dapat di mengerti secara intelektual, tetapi
harus dilihat dari keseluruhan diri seseorang. Sejalan dengan itu, ia juga mengatakan bahwa
“tidak semua yang saya kemukakan tertulis dikepala saya, tetapi banyak diantaranya juga
berasal dari hati saya” (Jung,1943/1953 hlm. 116). Jung mengumpulkan data untuk teorinya
tidak hanya melalui pemahaman menyeluruh di berbagai disiplin ilmu, tetapi juga dari
asosiasi kata, analisis mimpi, Imajinasi aktif, dan Psikoterapi. Informasi ini kemudian
dikombinasikan dengan bacaan mengenai kimia abad pertengahan (alehemy), fenomena
kekuatan gaib (occult), atau subjek lainnya dalam usaha mengonfirmasi hipotesis dari
Psikologi Analitis.
1. Tes Asosiasi Kata
Jung bukanlah orang pertama yang menggunakan test asosiasi kata, tetapi ia
dianggap telah membantu untuk mengembangkan dan mendefenisikan ulang Tes
Asosiasi Kata. Awanya ia menjadi asisten muda seorang psikiater di Burgholtzi, dab ia
berbicara tentang tes ini selama perjalanannya dengan Freud ke Amerika Serikat (1909).
Kegunaan tes ini dalam psikologi Juangian adalah untuk membuka feeling-toned
complexes. Kompleks adalah berbagai hal individualis dan bersifat emosional yang
bergabung dan membentuk sekumpulan gambaran disekitar pusat inti kepribadian. Tes
Asosiasi Kata didasarkan pada prinsip bahwa kompleks membentuk respon emosional
yang dapat diukur. Dalam tes ini Jung menggunakan tes ini, Jung menggunakan 100 kata-
kata yang dipilihdan diatur untuk menstimulus atau merangsag reaksi emosi. Ia
menginstruksikan seseorang untuk merespons setiap stimulus kata dengan kata pertama
yang dipikirkan responden.
Beberapa jenis reaksi mengindikasikan bahwa kata kata yang menstimulasi dapat
menyentuh kompleks. Respon kritis yang meliputi pernapasan yang terbatas perubahan
dalam konduktivitas listrik kulit, reaksi penundaan, beragam respons, pengabaian
instruksi, ketidakmampuan untuk mengucapkan kata kata sederhana, ketidakmampuan
merespon, dan ketidakkonsistenan antara hasil tes dan pengulangan tes. Respon
signifikan lainnya meliputi pipi yang bersemu merah, gagap,tertawa,batuk,menghela
napas,mendeham,menangis, gerakan badan yang berlebihan dan pengulangan kata
stimulus. Seseorang yang menunjukkan kombinasi ini mungkin mengindikasikan bahwa
sebuah kompleks telah tercapai.
2. Analisis Mimpi
Jung setuju dengan Frued bahwa mimpi memiliki makna dan makna itu harus
disikapi dengn seriu. Ia juga setuju dengan Freud bahwa mimpi berangkat dari timbulnya
kedalaman kondii ketidaksadaran dan maknanya kemudian akan diwujudkan dalam
bentuk-bentuk yang simbolis. Namun, ia keberatan dengan pendapat Freud yang
mengatakaan bahwa hampir semua mimpi adalah sebuah bentuk keinginan dan simbol
dari keinginan serta kebutuhan seksual. Jung (1964) percaya bahwa orang yang
menggunakan berbagai simbol untuk merepresentasikan berbagai konsep (tidak hanya
sesual) dapat memahami “berbagai hal yang ada diluar jangkuan pengetahuan
manusia” (hal, 21). Mimpi adalah kondisi ketidaksadaran dan percobaan spontan untuk
mengetahui dan memahami sebuah kenyataan yang hanya bisa diwujudkan dalam bentuk
simbol.
Maksud dari interpretasi mimpi Jungian adalah untuk membuka elemen dari
ketidaksadaran personal dan kolektif serta mengintegrasikannya dalam sebuah kesadaran
untuk memfasilitasi proses realisasi diri. Terapis Jungian harus dapat memahami bahwa
mimpi kerap kali merupakan kompenasi atau pengalihan, yaitu perasaan dan sikap yang
tidak diwujudkan dalam perjalanan hidup dan akan menemukan jalannya melalui mimpi.
Jung merasa yakin bahwa mimpi menawarkan bukti keberadaan ketidaksadaran kolektif.
Mimpi ini termasuk mimpi besar (big dreams), yang memiliki arti khusus bagi semua
orang; mimpi umum(typical dreams), merupakan mimpi yang umum bagi kebanyakan
orang; dan mimpi paling awal yang diingat (earliest dreams remembered).
3. Imajinasi Aktif
Metode yang digunakan Jung dalam melakukan analisis terhadap dirinya sendiri
dan pasiennya, adalah imajinasi aktif. Metode ini dimulai dengan impresi berupa
gambaran mimpi,visi,tampilan, atau fantasi milik seseorang. Orang ini kemudian
berkonsentrasi hingga impresinya bergerak. Tujuan dari imajinasi aktif adalah membuka
gambaran arketipe yang bermula dari ketidaksadaran. Hal ini sangat berguna bagi orang
yang ingin mengenal ketidaksadaran personal dan kolektifnya.
4. Psikoterapi
Jung mengidentifikasi 4 pendekatan dasar dalam terapi:
1. Pengakuan Rahasia Patogenik
Metode menghilangkan emosi atau metode katarsis yang di praktikan oleh Josef
Breuer pada pasiennya, Anna O pasien yang memiliki kebutuhan untuk berbagai
rahasia-rahasia mereka, katarsis adalah suatu langkah yang efektif.
2. Melibatkan Penafsiran
Penjelasan dan tekhnik menerangkan. memberi kesempatan kepada pasien untuk
mencari sendiri pengertian mengenai penyebab neurosis mereka, tetapi pasien masih
memiliki perasaan tidak mampu untuk mengatasi permasalahan sosialnya.
3. Pendekatan yang diadopsi oleh Adle, dengan memasukan faktor pendidikan pasien
pasiennya sebagai Mahkluk sosial. Sayangnya menurut jung pendekatan ini sering
kali meninggalkan pasien-pasiennya hanya dalam keadaan mampu menyesuaikan diri
secara sosial dengan baik.
Untuk melampaui ketiga pendekatan ini, Jung mengusulkan suatu tahap ke empat yaitu:
4. Transformasi
Terapis harus menjadi orang utama yang harus diubah atau ditrasnformasi menjadi
manusia yang sehat, terutama dengan melakukan proses psikoterapi.
Tahap keempat ini terutama dilakukan terhadap pasien pasien yang sedang berada
pada tahap kedua hidupnya dan mempunyai perhatian terhadap kesadaran dalam diri
dengan permasalahan moral dan religius serta dalam menemukan filosofis hidup. (Jung
1931/1954b) Tujuan utama terapis Jung adalah Seorang terapis hanya mampu membantu
pasien-pasiennya setelah melakukan trasformasidengan membangun falsafah hidup yang
mapan melalui individuasi, keseluruhan atau realisasi diri. “Transfer balik” istilah ini
diperkenalkan oleh Jung yaitu suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan
perasaan terapis pada pasiennya.
2.7. Penelitian Terkait 1. Tipe Kepribadian dan Menginvestasikan Uang
Kepribadian adalah studi mengenai keunikam masing-masing orang. Oleh karena
itu, selalu berkaitan dengan setiap orang dan setiap tempat. Meskipu penelitian dibidang
psikologi dan keuangan tidak sepenuhnya sejalan, kepribadian bisa. Menjadi sesuatu
yang umum dalam kedua bidang tersebut. Filbeck dan rekan- rekannya (2005)
menggunakan MBTI untuk menentukan tipe kepribadian Jung yang memungkinkan
toleransi risiko dalam menginvestasikan MBTI merupakan pengukuran penilaian diri.
Untuk mengukur toleransi resiko ketika mengiventasikan uang , peneliti menggunakan
kuesioner, yaitu menggunakan pertanyaan mengenai situasi hipotesis yang berbeda.
Melalui pertanyaan-pertanyaan tersebut para peneliti dapat menyimpulkan titik
presentase orang merasa investasi- investasi mereka terlalu keras dan beresiko.Penemuan
mereka mengungkapkan bahwa MBTI merupakan cara memprediksi yang baik untuk
melihat siapa yang mau menoleransi resiko dan siapa yang tidak.
Secara terperinci peneliti menemukan bahwa tipe pemikir mempunya toleransi
yang tinggi terhadap resiko, sedangkan mereka yang tipe perasa mempunyai toleransi
yang relative rendah. Jika dilihat secara logis adanya situasi ekonomi yang naik turun
merupakan hal yang bijaksana untuk lebih bertoleransi pada resiko. Penemuan tersebut
bersifat informative dan tetap sejalan dengan tipe Jungian. Misalnya tipe pemikir (bukan
introver dan ekstrover) adalah orang yang mementingkan aktivitas logis, adanya kondisi
ekonomi yang naik turun merupakan hal yang bijaksana untuk lebih bertoleransi pada
resiko, bahkan ketika ekonomi sedang jatuh. Tipe kepribadian perasa menggambarkan
cara orang mengevaluasi informasi. Evaluasi ini tidak harus dibatasi oleh aturan-aturan
logika dan alasan tertentu. Oleh karena itu tipe perasa lebih menilai toleransi daripada
resiko.
2. Tipe kepribadian dan Kepemimpinan
MBTI telah digunakan secara meluas pada penelitian perilaku daam lingkup
perusahaan khusunya yang berhubungan kepemipinan dan perilaku kepribadian.
Misalnya, Garned merupakan ciri dari manejer perkinerja efektif yang secara umum
bekerja untuk mencapai hasil melalui analisis yang cepat terhadap masalah dan
penerapan keputusan secara langsung. Secara Umum orang yang menunjukkan tipe
perilaku yang berhubungan dengan aktivitas berfikir dan menilai akan pertimbangan
sebagai calon kepemimpinan.Pemimpi itu diharapkan memotivasi tim karyawan lebih
dari yang dilakukan oleh seorang pelatih. Gaya kepemimpinan yang ada diharapkan lebih
menyesuaikan dengan aktivitas perasaan.
3. Tipe Kepribadian dan Minat Terhadap Bidang Gesekan di Jurusan Teknik
Bidang gesekan di jurusan teknik merupakan suatu masalah utama yang akut
karena hampir 50% siswanya tidak lulus di bidang ini. Penjelasan yang paling umum
adalah karena performa mereka lemah di bidang tersebut dan persepsi diri yang salah
mengenai tipikal insinyur. Suau studi di dalam Jurnal Psychology Type menguji apakah
tipe kepribadian dan kesuaiannya terhadap bidang gesekan pada jurusan teknik dapat
meramalkan minat akan bidang ini. Kajian ini dilakukan dengan sampel mahasiswa
jurusan teknik di Georgia Tech (Thomas, Benne, Marr, Thomas, & Home, 2000). Peneliti
melihat 195 mahasiswa (72 % pria) mendaftar pada jurusan teknik (listrik dan
magnetism) yang dikenal sebagai kelas “weeding out” dimana 30% dari mashasiswa
biasanya menerima nilai dibawah C. Para siswa menyelesaikan Myres-Briggs Type
Indicator (MBTI) pada suatu sesi laboratorium.
Seperti yang diperkirakan, hasil kajian itu menunjukkan bahwa sebagai kelompok
sampe, diwakili oleh tipe kepribadian pemikir (75%), introvensi (57%) dan penilai atau
judging (56%). Dari sampe itu, hasilnya terbagi dua hampir sama rata untuk intuitive –
sensing (51% sensing).
2.8. Kritik Terhadap Jung Seperti teori pada umumnya psikologi analitis juga harus dapat memenuhi
6 karakteristik teori yang pertama teori yang bermanfaat harus menghasilkan
hipotesis dan kajian yang deskriptif.kedua sebuah teori yang harus mempunyai
kapasitas untuk divertifikasi atau diulang. Ketiga suatu teori yang bermanfaat
perlu mengorganisir pengamatan ke dalam suatu kerangka yang
bernmakna.psikologi realitis merupakan teori yang unik karena menambahkan
suatu dimensi yang baru dalam teori kepribadian yaitu ketidaksadaran kolektif.
Keempat teori yang bermanfaat adalah kemampuan teori tersebut diterapkan.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1. Kesimpulan 1. Ketidaksadaran personal dibentuk oleh pengalaman-pengalaman individu yang
direpresikan dari individu tertentu dan menjadi sumber kompleks.
2. Manusia mewarisi ketidaksadaran kolektif yang membentuk sikap, perilaku, dan
mimpi.
3. Arketipe merupakan sebuah contoh ketidaksadaran kolektif. Arketipe umum meliputi
persona, bayangan, anima, animus, great mother, wise old man, pahlawan dan diri.
4. Anima adalah sisi feminism dari seorang pria yang bertanggung jawab atas suasana
hati (mood) irasional dan perasaan tidak logis. Sedangkan animus adalah sisi
maskulin sorang wanita yang bertanggung jawab atas pemikiran tidak logis dan
pendapat-pendapat tidak masuk akal dari seorang wanita.
5. Kedua sikap, yaitu introversi dan extraversi dapat dikombinasikan dengan satu atau
lebih dari empat fungsi (thingking, feeling, sensing dan intuation) untuk
menghasilkan delapan tipe dasar kepribadian.
3.2. Saran
Dalam buku Fiest dan Fiest masih banyak materi yang kurang bisa dimengerti, bahasa
yang sulit dipahami, dan cara terjemahannya yang menurut kami masih perlu diperbaiki.
Semoga dari laporan ini dapat membantu khalayak sebagai media informasi mengenai
Psikologi Analitis. Terimakasih
Daftar Pustaka
Feist, Jess dan Feist, Gregory J. 2014. Teori Kepribadian Edisi 7. Jakarta : Salemba Humanika.
Hal. 115-154.
Feist, Jess dan Feist, Gregory J. 2017. Teori Kepribadian Edisi 8. Jakarta : Salemba Humanika.
Hal. 107-144.