Chayen di negeri gajah putih
-
Upload
ycab-publisher -
Category
Documents
-
view
320 -
download
29
description
Transcript of Chayen di negeri gajah putih
Chayen di Negeri Gajah Putih 2
Yayasan Cipta Anak Bangsa
(YCAB)
CHAYEN DI NEGERI
GAJAH PUTIH
Ramadhan Tosepu Joko gunawan
Hasanuddin Nuru Suparman
Tri Hari Irfani Haerul Imam
Chayen di Negeri Gajah Putih 3
CHAYEN DI NEGERI GAJAH PUTIH
Oleh: Ramadhan Tosepu, Joko gunawan, Hasanuddin Nuru, Suparman, Tri Hari Irfani, Haerul Imam © Yayasan Cipta Anak Bangsa (YCAB) 2016
Yayasan Cipta Anak Bangsa (YCAB) Perumahan Kendari Permai Blok P 2 Nomor 1 Kendari, Sulawesi Tenggara Site: www.stikbar.org
Email: [email protected] Ilustrasi Dalam : Tim YCAB Ilustrasi Sampul : Tim YCAB Cetakan Pertama 2016 Katalog Dalam Terbitan (KDT) Chayen di Negeri Gajah Putih; Ramadhan Tosepu, Joko Gunawan, Hasanuddin Nuru, Suparman, Tri Hari Irfani, Haerul Imam
X, 176 hlm; 14 x 20 cm. ISBN 978-602-71191-0-9
Hak Cipta dil indungi Undang-undang. Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan caraapa pun, termasuk fotokopi, tanpa izin tertulis dari penerbit.
Chayen di Negeri Gajah Putih 4
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan atas segala
Rahmat dan Hidayah Allah SWT sehingga buku
“Chayen di Negeri Gajah Putih” ini dapat selesai
dan terbit tepat pada waktunya. Kata Chayen dalam
judul buku ini bermakna minuman khas tradisional
Thailand. Dan minuman ini pula yang banyak
memberikan inspirasi para penulis dalam
menyelesaikan berbagai persoalan tugas-tugas
kampus maupun tugas lainnya.
Buku ini berisi tentang cerita pengalaman
selama menempuh pendidikan di Thailand. Sajian
tulisan ini dibuat sesederhana mungkin, dimaksudkan
agar pembaca mudah mengerti dan memahami
maksud dari setiap peristiwa yang di tulis penulis.
Membaca buku ini akan membawa pembaca seolah-
olah berada dalam peristiwa tersebut, ini disebabkan
karena pemilihan kalimat yang sederhana.
Peristiwa dan nama-nama yang berada dalam
buku ini dimuat secara utuh, ini dilakukan agar esensi
dari tulisan tidak hilang dan tetap mewarnai setiap
peristiwa yang ada. Namun, jika tulisan
Chayen di Negeri Gajah Putih 5
dikhawatirkan memberikan salah tafsir oleh pembaca
maka nama dalam cerita tersebut disamarkan dengan
menggunakan nama lain.
Akhirnya, kami menyampaikan terima kasih
kepada mahasiwa Indonesia yang kuliah di Thailand
atas segala sumbangsih dan motivasinya. Kepada
masyarakat Indonesia yang tinggal di Thailand atas
bebagai informasi tentang seluk beluk masyarakat
Thailand. Terkhusus bapak Duta Besar Republik
Indonesia untuk Kerajaan Thailand Drs. H. Lutfi
Rauf, MA, dan bapak Atase Pendidikan Kedutaan RI
untuk Thailand Dr. Yunardi Yusuf, atas segala
motivasi dan bimbingannya kepada para penulis.
Kepada bapak Dr. Hamam Supriyadi putra terbaik
Indonesia yang mengajar di Thammasat University
Thailand, atas sumbangsih tenaga dan fikiran dalam
berbagai diskusi tentang keberagaman di Thailand,
dan buku kami dedikasikan kepada saudara kami
Alm. Sopian Hadi (Mahasiswa S3 Universitas
Chulalongkorn) atas segala persaudaraan yang selama
ini kita lalui, “Moga buku ini menjadi amal jariyah
buatmu”. Semoga buku ini bermanfaat bagi kita
semua.
Bangkok, Februari 2016
Chayen di Negeri Gajah Putih 6
“Harapan itu Masih Ada, Walaupun
Hanya Sekecil Buih di Lautan” (Ramadhan
Tosepu)
“Setiap Kata Baik Yang Terucap Atau
Yang Di Dalam Hati Dan Pikiran Adalah Do'a” (Suparman)
“Find A Good Place, Meet The Great
Brains And Learn” (Joko Gunawan)
“Segala Usaha Baiknya Diir ingi Dengan
Do’a” (Hasanuddin Nuru)
“SEMANGAT” (Tri Hari Irfani)
“MAKE ALLAH AS LIFE PURPOSE” “Jadilah Orang Bermanfaat Dimanapun
Kau Berada” (Haerul Imam)
Chayen di Negeri Gajah Putih 7
DAFTAR ISI
Dibalik Manisnya Chayen…………………………… Belajar di Meja Chayen……………………………… Teh Tarik dan Persahabatan………………………… Taruhan Publikasi Jurnal Internasional……………… Pengumuman Pemenang Publikasi Ilmiah Chayen…… Bukan Mahasiswa Biasa……………………………… Belajar yang baik-baik dari orang Thai………………. Pak Supri & Petuah Sang Dosen……………………… Belajar di Negeri Gajah………………………………. Syok…………………………………………………… Antara Ekspektasi dan Realita……………………… Mukhoyam…………………………………………….. Protester Boikot Pemilu Thailand…………………….. Upacara Kenegaraan Di Tanah Bangkok……………... Ngaji Di Tanah Budha………………………………… Saum di Negeri Budha………………………………... Syiah Di Negeri Budhis………………………………. Camping + Ibadah…………………………………….. Si Bisu Yang Rajin Shalat…………………………….. Selamat Jalan Bang Sopian…………………………… Untukmu Saudaraku………………………………….. Empek-Empek Kapal Selam “Limited Edition”……… Tom Yum……………………………………………... Manisnya Buah Asam………………………………… Sop Daging Babe…………………………………….. Zam-Zam……………………………………………… Sepeda Keliling Bangkok……………………………... Bahasa “Tarzan”……………………………………….
8 12 15 20 24 27 31 37 41 43 49
58 61 64
68 70 73 77 79 83 91
94 97
103 107 109
112 115
Chayen di Negeri Gajah Putih 8
Transportasi Sungai…………………………………… Malu Dan Sombong………………………………….. Taksi………………………………………………….. Lost in Bangkok……………………………………… Kaum Penyuka Sesama Jenis…………………………. Pacaran Dengan Bisex, Berteman Dengan Gay………. Mungkinkah Ia Lesbian?................................................ Perbatasan Surga Dan Neraka………………………… Golden Boys………………………………………….. Rca Route 66…………………………………………. Perasaanku berakhir di Chayen………………………. Satu Kepala Satu Jam…………………………………. Rugi Atau Untung?........................................................ “Tou Rai Khrub?”…………………………………….. Uniknya Nonton Bioskop Di Thailand……………….. Apartemen Versus Kondo……………………………..
Profil Penulis
119 122 125 127
129 131 136 140 142 145 149
154 157 160 164 166
Chayen di Negeri Gajah Putih 9
DIBALIK MANISNYA
CHAYEN
Joko Gunawan
Pak Purwanto, mahasiswa S3 di Universitas
Mahidol, memberikanku gelar sebagai Presiden of
Chayen dikarenakan saya selalu berada disini
menikmati indahnya malam di Bangkok.
Sejak tahun 2013, saya tinggal didaerah gang
muslim di Petchburi soi 7 Bangkok, dimana didepan
gang tersebut ada satu toko terbuka di trotoar, tempat
nongkrong yang menurut saya kuranglah menarik
untuk seukuran Bangkok. Namun yang membuat saya
heran adalah banyaknya orang yang datang kesini
hingga ngantri lama hanya untuk duduk manis dan
ngobrol sampai larut malam. Dan kulihat banyak juga
mahasiswa-mahasiswi yang datang kesini hingga
akhirnya saya memutuskan untuk mencoba seperti
apa rasanya minuman tersebut.
Chayen di Negeri Gajah Putih 10
Singkat kata saya pun memesan teh susu
berwarna coklat pekat, belum taunya namanya dan
salah satu pelayan toko tersebut bilang bahwa ini cha
yen atau cha nom yen. Dan rasanya lumayan enak dan
sangat manis, bagus untuk menambah glukosa untuk
orang-orang yang habis lari atau kebanyakan berpikir
yang membutuhkan banyak energi. Namun jika
kebanyakan, tentu perut anda melebar dan diabetes
pun bisa muncul.
Alhasil, malam demi malam saya pun terlena
dengan manisnya chayen, ditambah lagi manisnya
mahasiswa mahasiswi yang nongkrong disini. Yah
sekedar pemanisnya tempat ini. Hingga sampai detik
ini (2016) saya pun masih duduk disini mengisi hari-
hari di negeri gajah putih ini.
Namun jangan salah, dari meja kecil dan
minuman chayen inilah cerita saya dimulai. Disinilah
saya bertemu dengan orang-orang hebat, seperti
Hasanuddin nuru yang tahun 2013 bertemu dengan
beliau. Beliau menuntun saya saat di Bangkok dimana
beliau menjadi Presiden Permitha saat itu. Beliau juga
satu jurusan dengan saya yaitu keperawatan. Namun
saat itu saya sedang ambil S2 dan beliau ambil S3.
Dengan beliaulah ilmu keperawatan bertambah dan
Chayen di Negeri Gajah Putih 11
disini juga saya belajar merencanakan pembuatan
seminar dan konferensi keperawatan bersama-sama
dengan teman-teman Permitha (Perhimpunan
Mahasiswa Indonesia di Thailand). Saat itu juga saya
ditemani oleh Doni dan Yoski, mahasiswa S2
Chulalongkorn University yang setia menemani
membuat seminar tersebut. Dua konferensi berhasil
dilaksanakan dengan sukses berkat bantuan mereka,
tentunya bangga punya teman seperti mereka. Dari
pencapaian tersebut dan pencapaian akademikku, saya
pun dilirik oleh dekan fakultas keperawatan saya
belajar, Prof. Yupin Aungsuroch. Beliau menawarkan
saya untuk melanjutkan pendidikan langsung S3
keperawatan tanpa harus menyelesaikan S2. Dan
tanpa pikir panjang saya pun mengambil kesempatan
itu.
Tahun 2014, saya menjalankan pendidikan S3
keperawatan, hal yang tidak pernah terpikirkan
sebelumnya. Kemudian saya bertemu dengan
seseorang lagi di meja Chayen yaitu pak Ramadhan
Tosepu, mahasiswa S3 Universitas Mahidol. Beliau
mengajarkanku banyak hal. Dan disinilah
pengembangan dunia akademik dimulai. Dari belajar
publikasi ilmiah internasional bersama beliau sampai
Chayen di Negeri Gajah Putih 12
publikasi di Koran dan media lainnya. Beliau adalah
sosok luar biasa yang patut diacungkan jempol.
Bersama beliau juga saya bisa membuka yayasan
Belitung raya dan kedepannya kita akan membuka
sekolah bersama, namun beliau sudah lama membuka
sekolah sebelumnya. Sampai saat ini 2016, kita
kolaborasi bersama yang kedepannya mudah-
mudahan silaturahmi ini akan tetap terjaga.
Selain Hasanuddin Nuru dan pak Ramadhan
Tosepu. Di meja chayen inilah akhirnya kita mulai
membuat grup chayen dari 3 orang hingga saat ini
bertemu dengan Irfan, pak Suparman, dan Haerul
imam yang mulai asyik gabung bersama kami
memikirkan inovasi-inovasi yang bisa dikembangkan
baik dari bidang akademik, bisnis, dan bidang-bidang
lainnya.
Namun semua hal ini tidak lain adalah berkat
minuman yang sangat manis yang dikenal dengan
Chayen.
Chayen di Negeri Gajah Putih 13
BELAJAR DI MEJA
CHAYEN
Hasanuddin Nuru
Seperti kata orang dahulu bahwa belajar itu
tidak hanya dalam situasi formal seperti dalam kelas
tetapi dimana saja kamu berada jika kamu mau belajar
itu sah-sah saja. Seperti yang yang telah dilakukan
Chayen Team (Joko Gunawan, Ramadhan Tosepu,
Hasanuddin Nuru, Tri Irfani dan Suparman)
sebuah geng belajar yang selalu aktif belajar tidak
hanya dibangku kuliahnya tetapi juga di meja Chayen.
Perlu saya terangkan bahwa Chayen adalah
sebuah minuman khas anak muda di Thailand yang
dibuat dari campuran susu, teh dan es. Minuman ini
banyak di konsumsi oleh anak muda di Thailand
khususnya pada malam-malam libur, termasuk
pelajar-pelajar Indonesia yang sedang menempuh
pendidikan di negeri gajah putih ini. Sambil
Chayen di Negeri Gajah Putih 14
meminum chayen mereka pun berdiskusi sambil
bercanda ria di kafe-kafe pinggir jalan.
Disinilah awal mula terbentuknya Chayen
Team dari kafe-kafe pinggir jalan yang menjajakan
chayen kemudian kami bertemu. Awalnya kami hanya
bercanda, bercerita tentang identitas kami masing-
masing, kemudian berlanjut sampai kegiatan yang
kami lakukan dikampus masing-masing dan berakhir
dengan memikirkan bangsa Indonesia. Tidak jarang
kami bercanda bahwa suatu hari bakal ada calon
pemimpin bangsa Indonesia yang lahir dari meja
Chayen ini. Hampir setiap pekan pertemuan pun terus
terjadi di meja chayen lalu kemudian muncullah ide-
ide cemerlang dari kami salah satunya adalah
membuat jurnal internasional. Dan Alhamdulillah hal
itupun terealisasi diawali oleh karya Mas Joko
Gunawan dan Pak Ramadhan Tosepu, menyusul
saya dan terakhir mas Tri irfani. Begitupun dengan
buku ini semua ini tergagas dari meja chayen.
Singkat cerita bisa disimpulkan bahwa
kreatifitas seseorang, tidak hanya lahir dari
pendidikan formal di bangku sekolah/kuliah
melainkan dari kesadaran individu dan dorongan
lingkungan sekitar kita, Alhamdulillah saya sangat
Chayen di Negeri Gajah Putih 15
bersyukur bertemu dengan teman-teman yang bisa
memotivasi saya untuk selalu berkarya, terima kasih
saudaraku Mas Joko Gunawan, Pak Ramadhan
Tosepu dan Mas Tri Irfani semua kenangan di meja
Chayen akan selalu teringat, sukses buat kalian
semua, Amiin.
Chayen di Negeri Gajah Putih 16
TEH TARIK DAN
PERSAHABATAN
Tri Hari Irfani
Rosulullah pernah berkata mengenai
persahabatan yang diriwayatkan oleh muslim bahwa
perumpanan sahabat adalah seperti orang beriman
yang berkasih sayang dan saling rahmat merahmati
dan didalam kemesraan sesama mereka adalah seperti
satu tubuh, apabila satu anggota merasa sakit, maka
seluruh tubuh akan ikut merasakannya dan
membantunya. Sahabat juga akan senantiasa
mendoakan kebaikan dan selalu berkorban untuk
sahabatnya. Inilah apa yang saya rasakan ketika
menginjakan kaki di negeri gajah putih.
Setelah memenuhi semua persyaratan, izin
dan persiapan, saya berangkat menuju Thailand.
Chayen di Negeri Gajah Putih 17
Terlebih dahulu saya telah menghubungi salah satu
anggota perhimpunan mahasiswa di Thailand untuk
bantuan akomodasi terutama tempat tinggal, karna
mencari tempat tinggal jauh lebih baik sebelum
berangkat ke tempat tujuan dari pada mencari ketika
tiba di tempat tujuan. Saya memutuskan untuk datang
lebih kurang 3 minggu sebelum jadwal kuliah dimulai
untuk memudahkan diri beradaptasi dengan
lingkungan, tempat tinggal, tempat makan, dan tempat
ibadah. Salah seorang anggota Permitha dengan baik
hati membantu saya mencarikan alamat tempat
tinggal yang strategis dengan harga standar. Setelah
datang ke lokasi tempat tinggal, saya diperkenalkan
dengan anggota lainnya yang juga tinggal di tempat
yang sama. Beberapa dari mereka kuliah master dan
doktor di Chulalongkorn dan Mahidol (karena lokasi
tempat tinggal tidak jauh dari universitas-universitas
tersebut). Disinilah saya diperkenalkan dengan satu
anggota yang juga merupakan bahasiswa S3 di
Universitas Mahidol bernama Pak Ramadhan
Tosepu (Beliau juga menulis di buku ini) sebagai
“guide” saya untuk mengenal lebih jauh terhadap
Thailand dan Universitas di tempat saya belajar.
Chayen di Negeri Gajah Putih 18
Beliau membimbing saya ke universitas dimana
tempat saya kuliah sebelum kelas dimulai.
Waktu kuliah yang masih sekitar 2 mingguan,
saya sempatkan untuk mengenal tempat dimana saya
tinggal dan mencari lokasi ibadah dan makanan halal
mengingat saya tinggal di negara yang mayoritas
beragama Budha. Bersama pak Ramadhan, saya juga
diperkenalkan dengan mahasiswa asal Palembang
yang kuliah di Chulalongkorn bernama Pak Alim.
Saya merasa bahagia sekaligus senang bisa bertemu
teman satu asal di negara orang. Beliau amat sangat
membantu saya dalam melengkapi peralatan peralatan
tempat tinggal dan memperkenalkan saya dengan
orang-orang KBRI (Kedutaan Besar Republik
Indonesia). Dari situ pula, saya ditunjukkan tempat
makanan halal yang mayoritas adalah muslim yang
berada di tengah kota Thailand tepatnya di Soi 7
(muslim merupakan penduduk nomer dua terbanyak
di Thailand setelah Budha).
Setelah seharian jalan mengurus
perlengkapan, malam harinya pak Ramadhan
mengajak saya untuk keluar (mencari angin) mampir
di kafe kecil di pinggiran Soi 7 kota Bangkok;
Bangkok memang terkenal akan kafe-kafe kecil di
Chayen di Negeri Gajah Putih 19
setiap hampir semua trotoar di pinggiran jalan utama.
Mereka menjual menu-menu khas makanan dari
Thailand. Di cafe tersebut, saya juga dikenalkan
dengan seorang teman dari Indonesia asal Bangka
Belitung yang juga sedang melanjutkan pendidikan
doktor di Universitas Chulalongkorn bernama Joko
Gunawan (Beliau juga menulis di buku ini). Joko
gunawan adalah seorang perawat berasal dari Bangka
Belitung dan memiliki kesempatan untuk kuliah di
Thailand yang di fasilitasi dengan beasiswa dari
Universitas tempat beliau belajar. Bersama dengan
pak Ramadhan, saya di “suguhkan” minuman khas
dari Thailand yang biasa mereka sebut dengan
“Chayen” (Teh Tarik).
Banyak pengalaman yang saya dapat selama
berkumpul dengan mereka terutama saat mereka
menjelaskan mengenai publikasi penelitian; saya
memang sudah lama berkeinginan untuk
mempublikasi suatu penelitian sebelumnya, karena
keterbatasan informasi menyebabkan sulitnya
merealisasi hal tersebut. Mereka juga menjelaskan
mengenai jenis-jenis penelitian yang dibuat dan
dimana kita bisa mempublikasi penelitian tersebut.
“Review article” yang merupakan salah satu
Chayen di Negeri Gajah Putih 20
penelitian yang bisa dipublikasi tanpa perlu
melakukan penelitian kelapangan. Selama ini saya
hanya tahu mengenai “Original Research” saja yang
bisa di publikasi. Dengan penjelasan tersebut, saya
tergerak untuk melakukan beberapa penelitian.
Alhasil dalam waktu satu bulan, dengan arahan dan
bantuan dari mereka, saya bisa mempublikasi satu
penelitian “Pilot Study” di jurnal international dan
kemudian disusul oleh beberapa penelitian lainnya.
Semoga persahabatan ini bisa selalu terjalin dan selalu
menghasilkan sesuatu yang positif terutama buat
kami, keluarga, bangsa dan negara.
Chayen di Negeri Gajah Putih 21
TARUHAN PUBLIKASI
JURNAL
INTERNATIONAL
Ramadhan Tosepu
Kuliah diluar negeri merupakan sebuah
anugerah dan kesempatan yang tidak semua orang
diberi kesempatan. Berbagai tantangan untuk meraih
kesempatan itu, tak terkecuali materi menjadi
taruhannya. Tetapi dengan kesabaran dan keuletan
kesempatan tersebut bisa diraih, terlepas dari itu
semua dorongan, motivasi, dukungan orang-orang
disekitar turut berkonstribusi dalam meraih
kesuksesan itu. Bukan itu saja, kesempatan untuk
mendapatkan beasiswa juga tidak mudah. Untuk
meraihnya harus bersaing dengan calon penerima
lainnya yang tentunya semua memiliki keahlian dan
bakat masing-masing, hingga akhirnya pemerintah
atau pemberi beasiswa memberikan pilihannya
kepada kita.
Chayen di Negeri Gajah Putih 22
Kesempatan ini tidak boleh disia-siakan,
diabaikan, dan dilewatkan begitu saja. Tujuan utama
penerima beasiswa tentunya belajar dan meraih gelar
yang diimpikannya. Tetapi terlepas dari semua itu,
menjadi mahasiswa asing memiliki tanggungjawab
yang besar. Tangung jawab itu bukan saja berupa
gelar akademik tetapi harus kita harus memiliki nilai
lebih dengan mahasiswa lainnya, baik itu sesama
mahasiswa asing maupun mahasiswa didalam negeri.
Ini sebuah beban yang berat, sehingga membutuhkan
kerja keras untuk mencari dan membina kelebihan
yang ada pada kita.
Mencari peluang sebagai nilai lebih
mahasiswa asing ada banyak cara, salah satunya
dengan memperbanyak publikasi international.
Bersama Joko Gunawan, mahasiswa Doctoral
Program, Faculty of Nursing, Chulalongkorn
University Thailand menyepakati sebuah pertaruhan
dan persaingan untuk publikasi international.
Pemilihan jenis taruhan ini sangat unik dan menarik
untuk diikuti. Tentunya jenis artikel yang
dipublikasikan itu tergantung dari gaya masing-
masing, misalnya bisa berbentuk original article,
short communication, review article, atau lainnya.
Chayen di Negeri Gajah Putih 23
Tetapi yang lebih difokuskan pada area tulisan
“ASEAN Economy Community (AEC)”, ini
disebabkan karena bulan desember 2015 AEC akan
segera di mulai. Dan yang lebih menyengangkan lagi
ketika membuka mesin pencarian journal seperti
Scopus, Google Scholar, DOAJ, dll, tema-teman
artikel tentang AEC bidang nursing dan public health
masih sangat kurang bahkan nilainya tidak lebih dari
3. Sehingga muncullah prinsip dari taruhan ini “One
month one article”, taruhan ini akan berakhir pada
bulan desember 2015 yang saat itu juga akan
diumumkan pemenangnnya. Persaingan boleh saja
terjadi tetapi ide-ide tulisan biasa didiskusikan
bersama terutama mengenai pembangunan kesehatan
di Indonesia, ini sangat penting karena di Indonesia
memiliki sumber data yang banyak dan terkadang
hasilnya pun berbeda. Dalam publikasi inipun kami
tetap mengemban dan menjaga nilai-nilai ke
Indonesiaan, seperti jika terdapat data yang sangat
ekstrim tentang kesehatan di Indonesia ini butuh
penjelasan yang detail bahkan jika sangat ekstrim
kami tidak tampilkan, karena ketika artikel itu sudah
publish maka siapa saja akan menjadikan rujukan
dalam karya ilmiah lainnya.
Chayen di Negeri Gajah Putih 24
Cara ini terus kami perluas dan perbanyak
tulis pada media social seperti facebook, bbm, twitter
tujuannya agar mahasiswa lainnya tergerak hatinya
untuk berkata itu bagus, tergerak mulutnya untuk
berdiskusi, dan tergerak tangganya untuk menulis. Ini
butuh kemauan yang kuat untuk berubah, hadir di
Thailand ini adalah sebuah takdir dari yang Maha
Kuasa. Terlebih perguruan tinggi di Indonesia
mengalami minim publikasi dengan cara tersebut
maka ini akan turut memberikan konstribusi yang
besar terhadap pendidikan tinggi di Indonesia.
Chayen di Negeri Gajah Putih 25
PENGUMUMAN
PEMENANG
PUBLIKASI ILMIAH
CHAYEN
Joko Gunawan
Sejak tahun 2015, grup chayen mengadakan
kompetisi publikasi ilmiah di Jurnal Internasional.
Kita mempunyai moto yaitu “Satu Bulan, Satu
artikel”. Pemenangnya akan diumumkan pada tanggal
31 Desember 2015. Pemenang dalam kompetisi ini
akan ditentukan melalui jumlah artikel di akun google
scholar dimana yang mempunyai jumlah artikel
paling banyak ialah pemenangnya. Adapun hasil
publikasi teman-teman di grup chayen sebagai
berikut:
Tri Hari Irfani, Mahasiswa S2 di Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Mahidol, adalah
seorang pendatang baru di grup chayen sejak juli
2015. Namun Irfan memutuskan untuk gabung dalam
Chayen di Negeri Gajah Putih 26
kompetisi ini, hasilnya dia mendapatkan 3 artikel
publikasi jurnal internasional.
Hasanuddin Nuru, Kandidat PhD di
Fakultas Keperawatan Universitas Mahidol. Member
senior Chayen. Hasan mendapatkan 5 artikel. Saat ini
hasan sedang sibuk pengumpulan data disertasinya.
Bisa dibilang banyak publikasi yang akan muncul ke
depannya.
Ramadhan Tosepu, Kandidat PhD di
Fakultas Tropical Medicine, Universitas Mahidol.
Beliau adalah seseorang yang mengajarkanku tentang
bagaimana menulis manuscript di jurnal internasional.
Alhasil, beliau mendapatkan 11 artikel.
Saya, Joko Gunawan. Saya takut untuk
menyebutkan bahwa saya adalah pemenangnya. Akan
tetapi hasil tidak bisa menipu. Saya mendapatkan 13
artikel publikasi ilmiah. Mungkin saja inilah kekuatan
dari seseorang lelaki muda atau bisa saja senior
membiarkan saya menang.
Tentunya deskripsi hasil pengumuman
kompetisi ini lebih dari apa yang kita bayangkan
sebelumnya. Tahun 2015 merupakan tahun terbaik
dari tahun sebelumnya. Kita berharap bisa
Chayen di Negeri Gajah Putih 27
meningkatkan pencapaian terutama di bidang ilmiah
pada tahun 2016 ini.
Dan satu lagi yang terpenting bahwa dari
kompetisi ini bukanlah semata hanya mengejar berapa
banyak jumlah artikel yang kita publikasikan, tapi
yang penting adalah informasi dan pengetahuan yang
ada di artikel tersebut. Karena kita saat ini sebagai
mahasiswa, dan satu hal yang penting dilakukan
adalah menulis.
Chayen di Negeri Gajah Putih 28
BUKAN MAHASISWA
BIASA
Ramadhan Tosepu
Thailand terus mempersiapkan diri
menghadapi berlakunya ASEAN Economic
Community (AEC) yang akan dimulai pada Desember
2015, seluruh elemen Negara ini turut mengambil
bagian untuk mempromosikan dan mengelola sumber
daya yang dimilikinya. Secara eksternal mereka giat
mempelajari berbagai kebudayaan Negara-negara
yang tergabung dalam komunitas ASEAN. Upaya ini
dianggap penting karena pada AEC perpindahan
penduduk antar negera akan sangat cepat dan
kuncinya adalah dengan mengenal dan memahami
budaya Negara tersebut.
Pemerintah Thailand melalui kementerian
pendidikannya membuat sebuah program kuliner
Negara ASEAN, yang secara teknis acara ini
dilaksankan oleh e-Learning Center Rajabhat Suan
Dusit University Thailand. Perkembangan kuliner
Chayen di Negeri Gajah Putih 29
Negara ASEAN di buat dalam bentuk video yang
selanjutnya akan disebarkan keseluruh universitas di
negera ini, yang kemudian akan diajarkan dan
dikenalkan kepada mahasiswa Thailand tentang
kuliner Negara ASEAN. Indonesia sebagai bagian
dari program tersebut melalui Atase Pendidikan
Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI)
Bangkok mengambil bagian dalam acara tersebut.
Melalui Atase pendidikan Indonesia di
Thailand, mengamanahkan tugas ini kepada Alim
Mardhi dan istri untuk menjadi chef pada acara
tersebut. Secara keilmuan bapak Alim mardhi tidak
memiliki relevansi dengan ilmu yang ditekuni saat ini
yakni sebagai staf pada Badan Tenaga Nuklir
Nasional (BATAN) Indonesia dan saat ini sebagai
mahasiswa magister chulalongkorn university, bidang
teknologi nuklir. Tetapi dengan keuletan dan
keseriusan mempelajari masakan Indonesia secara
professional yang akhirnya terpilih untuk mewakili
Indonesia dalam acara tersebut.
Sesi pengambilan gambar dilaksanakan di
laboratorium kuliner Rajabhat Suan Dusit University
Thailand, acara ini dipandu salah satu dosen
pengajarnya yakni Dr. Chutipapha yang juga sebagai
Chayen di Negeri Gajah Putih 30
ahli kuliner Thailand. Melihat cara pengambilan
gambar tersebut dan gaya sang pembawa acara
terlihat sangat professional terlebih acara tersebut
dihadiri Dr. Amornvan sebagai kepala e-Learning
Center Rajabhat Suan Dusit University Thailand, ia
memantau sekaligus memberikan arahan dalam proses
pengambilan gambar. Sesekali Dr. Amornvan
menghentikan sementara acara tersebut untuk
mengingatkan kepada pemandu acara akan tata
bahasa. Sesi pengambilan gambar ini bukan saja
fokus pada cara memasak tetapi yang tak kalah
pentingnya adalah bahasa yang digunakan, antara
pemandu acara dan chef harus menggunakan tiga
bahasa yakni English, Thailand, dan Indonesia.
Terkadang keduanya lupa akan hal tersebut, tetapi
dengan adanya Dr. Amornvan situasi ini bisa
dikendalikan.
Alim Mardhi mendemonstrasikan lima
masakan Indonesia yakni, Rendang Padang sebagai
masakan andalan, dilanjutkan dengan Perkedel,
Gado-gado, Soto, dan Rujak Seru. Suasana
interaktif dibangun sedemikian rupa agar
pengambilan gambar berlangsung dengan baik. Alim
Mardhi yang dibantu sang istri dalam mengawali
Chayen di Negeri Gajah Putih 31
masakan menjelaskan secara ringkas tentang asal usul
setiap masakan, terlihat pemandu acara serius untuk
memperhatikan penjelasan yang disampaikan oleh
chef tersebut.
Disela-sela acara tersebut hadir pula Mr.
Rangsan Mumana supervisor cooking Thailand. Ia
memberikan wejangan yang intinya seorang chef
harus memiliki pengetahuan yang baik tentang
makanan, karena chef yang professional harus
mengembangkan makanan yang ada saat ini. Bahan
dasar makanan semua hamper sama, tetapi cita rasa
akan berbeda ketika ada pengembangan bumbu dan
cara masak, demikian tuturnya
Chayen di Negeri Gajah Putih 32
BELAJAR YANG
BAIK-BAIK DARI
ORANG THAI Suparman
Beberapa waktu tinggal di bangkok saya
mendapatkan beberapa penilaian saya terhadap orang
Thai. saya jadi teringat kata-kata seorang teman
bahwa Indonesia itu masyarakatnya sangat agamis,
ramah, dan peduli pada orang lain,benarkah itu?
setelah saya perhatikan setiap kali saya jalan ke
kampus, berbicara dengan teman-teman Thai, setelah
saya belanja di pasar tradisional, juga ketika naik bus
untuk mengantar anak-anak sekolah ternyata apa yang
dikatakan teman tersebut yang juga sama seperti
bayangan saya sebelumnya bisa jadi perlu dikoreksi
lagi. Jika diamati secara seksama ada beberapa hal
baik yang saya pelajari dari orang Thai.
Mulai dari orang Thai sangat religius, kalau
diperhatikan secara seksama setiap rumah orang Thai
Chayen di Negeri Gajah Putih 33
punya 1 atau 2 kuil kecil (sarn-chao-tee dan atau sarn-
pra-phoom) terletak di depan rumah yang tiap hari
diberi untaian bunga, dupa atau sesajen lain. Apa saya
di Indonesia melakukannya? Tentu tidak karena
kepercayaan saya beberbeda, tapi analogi dengan
yang mereka lakukan, apakah saya ketika sholat
mempersiapkan diri dan tempat seperti mereka?
Sarung, peci dan sajadah saya sudah sebulan lebih
belum dicuci. Apalagi harus memakai bunga,
wewangian dan sebagainya. ribet! kalau dipikir
sepertinya sholat saya hanya untuk menggugurkan
kewajiban saja. Lha bagaimana dengan mereka?
Apakah dikitab suci mereka mewajibkan itu?
Sepertinya tidak, jadi mereka melakukan itu karena
kebutuhan. Sepertinya mereka lebih akrab dengan
Tuhannya dibandingkan saya. Contoh yang lain,
ketika saya bergaul dengan teman-teman Thai jarang
sekali mereka menyebut nama Tuhannya, misal kalau
berjanji demi budha atau demi dewa yang lain. Di
Indonesia saya sering kali menyebut nama Tuhan
ketika berjanji, ketika berbuat salah atau untuk hal
yang sepele seperti lupa akan sesuatu, walaupun
setelah itu janji tetap diingkari, kesalahan selalu
diulang lagi. Walaupun jarang menyebut nama Tuhan,
Chayen di Negeri Gajah Putih 34
tetapi mereka sangat baik. Ketika membantu
seseorang mereka dengan senang hati menjelaskan
ketika ditanya dan tidak bertanya agama saya apa.
Bagaimana dengan saya? Masih ingat ketika kuliah
dulu saya dan banyak juga kakak angkatan yang
sepertinya sangat baik siap membantu apapun tapi ya
tujuannya untuk melakukan rekruitment jamaah baru
untuk golongan saya saja. Kalau mereka menolak
untuk ikut kajian bersama saya musuhi mereka dan
tidak akan dibantu lagi. Mereka saya anggap diluar
golongan kami dan ndak perlu dibantu. Dari sini saya
menilai bahwa masyarakat Thai sangat mengenal
Tuhannya. Jadi tidak perlu menyeret-nyeret Tuhan
untuk menutupi kesalahan dan kebodohannya, atau
demi keuntungan yang lain, karena hanya orang yang
tak dekat dengan Tuhan saja yang suka menjual
namanya demi kepentingan di depan sesama manusia.
Untuk menunjukkan bahwa saya ini orang baik lho!
Orang Thai juga sangat menghormati orang
yang lebih tua, guru atau biksu. Mereka juga sangat
menyayangi anak-anak, setiap saya mengantar anak
sekolah dengan naik bus mereka selalu memberikan
tempat duduknya pada anak saya, rasanya seperti di
Indonesia tahun 90-an ketika naik bus kota kalau ada
Chayen di Negeri Gajah Putih 35
ibu-ibu pasti tempat duduk saya akan saya berikan ke
ibu tersebut. Tidak tau sekarang apa itu masih terjadi
di Indonesia misalnya dikota besar seperti Jakarta.
Orang Thai jujur pengalaman ini saya dapat
saat beli baju anak di pasar saya tanya dalam bahasa
Thai. Penjual baju itu menjawab 120 saya dengarnya
220 dan saya setuju, ketika saya bayar 220 pedagang
itu mengembalikan 100 bath sambil ngomong
harganya 120 bath bukan 220 bath. Pengalaman lain
ketika saya beli telur di warung kelontong yang ada
diapartement, ketika saya mau ambil telur yang di rak
bagian atas penjual di warung itu melarang katanya
itu telur yang sudah agak lama ambil saja yang ini
baru datang tadi jadi lebih baru. Mungkin sulit
menemukan hal ini pada diri saya sekarang. Pola pikir
saya sudah pola pikir pedagang yang penting untung
besar tidak peduli orang lain. Keuntungan material
adalah segalanya.
Budaya terlambat tak ada di Thailand, ini
pukulan yang sangat keras bagi saya yang setiap
ngajar atau rapat selalu terlambat tapi masih bisa
ketawa-ketawa atau sok berwibawa disertai sejuta
alasan agar orang tahu kalau saya adalah orang yang
sangat sibuk jadi logis kalau terlambat. Gara-gara
Chayen di Negeri Gajah Putih 36
kebiasaan terlambat disegala hal ini, saya kena
“semprot” Ajarn (sebutan guru dalam bahasa Thai)
karena mengerjakan tugas di akhir waktu. Di sini
mungkin yang sering terlambat adalah kereta api
karena kadang kereta harus nunggu mobil lewat dan
mungkin ini tak pernah ada di Indonesia.
Satu hal lagi kebaikan orang Thai yang cukup
menarik bagi menurut saya, mereka totalitas dalam
mengerjakan sesuatu. kebanyakan Ajarn di group
research kami belum menikah dari 5 orang hanya 1
yang sudah menikah, itupun menikahnya bisa dibilang
sangat terlambat. Kata teman saya kenapa mereka
tidak menikah ataupun punya pacar, mereka tidak
punya waktu untuk itu. Sepertinya beliau-beliau total
mengabdikan hidupnya untuk ilmu pengetahuhan.
Mereka menginfakkan hidupnya untuk kemajuan ilmu
pengetahuan. Seperti halnya seorang biksu yang rela
tidak merasakan nikmatnya dunia demi
pengabdiannya pada sang Pencipta. Atau seperti
seorang sufi yang rela hidup miskin demi ma’rifat
kepada Allah.
Itulah sedikit yang bisa disampaikan pada
tulisan ini pelajaran yang baik dari orang Thailand.
Tentu mereka punya kelemahan atau keburukan tetapi
Chayen di Negeri Gajah Putih 37
bagi saya tak ada untungnya menilai apalagi
mengikuti keburukan orang. Saya belajar dengan
sudut pandang saya tentang apa-apa yang baik dari
orang Thailand yang sepertinya mirip juga budaya
mereka dengan Bangsa Nusantara, tetapi Bangsa
Indonesia mungkin terlalu lama dijajah sehingga lupa
akan kearifan atau keunggulanya. Sekarang saya
belajar pada orang Thai, bangsa yang merdeka yang
tak pernah dijajah atau menjajah bangsa manapun.
Mereka punya cara atau sudut pandang yang merdeka.
Chayen di Negeri Gajah Putih 38
PAK SUPRI & PETUAH
SANG DOSEN
Ramadhan Tosepu
Hari itu saya menemani teman Pak Supri
untuk bertemu dosen pembimbingnya, sebelum kami
bertemu dengan dosen tersebut terlebih dahulu kami
duduk di lobby lantai satu Faculty of Science,
Mahidol University menyelesaikan tugas masing-
masing. Pak Supri memiliki tugas yang harus disetor
pada hari itu dengan batas waktu sampai jam 6 sore
waktu Bangkok. Waktu terus berjalan, dan magrib
pun tiba kami pun beranjak dari lobby kampus
menuju ruang shalat yang berada di bagian gedung
olah raga. Setelah menunaikan shalat magrib kami
naik kelantai dua untuk masuk di ruang laboratorium
guna menuntaskan tugas yang belum selesai.
Karena waktu itu adalah hari libur, maka
sebelum naik kelantai dua kami harus mengisi form
yang disediakan oleh satpam kampus. Setelah mengisi
form tersebut kami mengarunggi tangga lantai dua.
Chayen di Negeri Gajah Putih 39
Belumlah kami sampai di gedung laboratorium, tiba
tiba muncul dosen pembimbing Pak Supri, sontak Pak
Supri kaget dan tak tahu harus berkata apa, yang
ternyata tugasnya belumlah dikumpulkan. Sang dosen
berkata, Pak Supri kamu dari mana? Tugasmu mana?
Apa kamu tidak tahu, besok saya harus menemani
tamu, jadi hari ini semua tugas mahasiswa saya harus
rampungkan? Berturut-turut pertanyaan keluar dari
mulut sang dosen, sayapun merasakan beratnya
perasaan Pak Supri. Tetapi dengan pelan Pak Supri
menjawab, bahwa tugas telah selesai dan segera saya
print dan akan pasang pada papan pengumuman. Sang
dosen pun memahami kondisi tersebut.
Tetapi, ternyata tidak hanya masalah tugas
yang ditanyakan, banyak hal yang disampaikan sang
dosen. Dia lalu memberikan banyak petuah kepada
Pak Supri, kamu itu harus menyampaikan segala
permasalahanmu dan jangan menutup diri, bagaimana
saya harus membantumu jika kamu tidak ngomong.
Pak Supri pun hanya tunduk dan mengamati setiap
petuah dosen tersebut. Masih lanjut nasehat tersebut,
dia lalu berkata Kenapa kamu tidak response email
saya, jangan cuman baca tapi tulis apa komentarmu.
Sang dosenpun menatap saya yang kebetulan masih
Chayen di Negeri Gajah Putih 40
berada diantara mereka, dia berkata apakah dia
temanmu, Pak Supri pun menjelaskan bahwa ini
adalah teman saya dari Indonesia dan ia kuliah di
mahidol pada fakultas yang berbeda. Spontan sang
dosen berkata pada saya, tolong berikan masukan
kepada temanmu ini, ingatkan dia tentang kuliah di
Thailand karena kamu lebih duluan datang dinegeri
ini.
Usai menerima wejangan dari sang dosen,
kamipun beranjak menuju ruangan laboratorium
untuk menyelesaikan tugas yang belum kelar. Setelah
beberap menit kemudian tugas itupun selesai dan
kami menuju papan pengumuman untuk memasang
abstrak tugas tersebut, kamipun meningalkan kampus.
Dalam perjalanan pulang, saya berkata ke Pak Supri
kenapa pula email dosennmu tak kamu jawab, lah
gimana saya harus membalasnya itu kan cuman email
pernyataan bukan pertanyaan ujarnya. Nah, itulah
bedanya dengan di Indonesia, disini setiap email yang
masuk kita harus berikan response agar pengirim tahu
bahwa email telah dibaca, ujarku.
Memang, menjadi mahasiswa Ph.D tidaklah
mudah, terlebih menempuh pendidikan diusia yang
tidak muda lagi, berbagai tantangan akan silih
Chayen di Negeri Gajah Putih 41
berganti berdatangan. Kawan, kita berjuang bersama
untuk menaklukan study di Thailand ini. Tiada
tantangan tak terkalahkan, tiada kesulitan yang tak
terlewati, kesabaran dan ketulusanmu telah
menjadikan pelajaran yang sangat berharga dalam
menumpuh pendidikan di negeri gajah putih ini.
Sukses selalu sahabatku.
Chayen di Negeri Gajah Putih 42
BELAJAR DI
NEGERI GAJAH
Hasanuddin Nuru
Setiap Negara memiliki keunikan masing-
masing, Jepang yang kita kenal sebagai Negara yang
hebat di Asia memiliki tingkat disiplin dan tanggung
jawab yang sangat patut dicontoh. Di Thailand sendiri
kurang lebih sama dengan orang-orang Jepang,
diantaranya adalah suasana belajar baik itu siswa
ataupun mahasiswa Thailand. Kemajuan pendidikan
di Thailand ini salah satunya disebabkan karena
budaya disiplin, penuh motivasi dan tanggung jawab
dalam menjalankan kewajibannya sebagai
siswa/mahasiswa termasuk rasa hormat kepada
guru/dosen yang sangat tinggi. tiga tahun lamanya
saya studi disini mengajarkan saya bagaimana
membiasakan diri untuk bisa bertanggung jawab
kepada diri kita sendiri dalam menyandang status
mahasiswa, tugas mahasiswa adalah tentunya belajar
dan belajar sama halnya dengan siswa jika anda tidak
Chayen di Negeri Gajah Putih 43
belajar maka anda dianggap tidak bertanggung jawab,
prinsip inilah yang membuat setiap siswa/mahasiswa
Thailand untuk komit terhadap tugas-tugasnya, selalu
termotivasi dan akhirnya terbentuk karakter yang
disiplin.
Kemudian itu semua dianggap tidak berarti
jika sikap tunduk dan patuh terhadap guru/dosen tidak
dijalankan, untuk Negara Thailand entah dibagian
selatan, utara, timur ataupun Bangkok sendiri setiap
tahunnya memperingati yang namanya hari guru.
Pada hari itu setiap siswa/mahasiswa dianjurkan
untuk memberikan penghormatan kepada
guru/dosennya yang dilakukan secara formal
(diupacarakan). Dalam pelaksanaan upacara itu
beberapa siswa/mahasiswa sebagai perwakilan akan
memberikan penghormatan kepada seluruh gurunya
dengan membawakan karangan bunga sambil
mendoakan guru/dosennya kemudian begitu juga
sebaliknya guru/dosen akan mendoakan balik
siswanya semoga sukses dalam studynya.
Inilah sedikit pelajaran yang saya dapatkan
dari negeri gajah putih semoga bisa bermanfaat,
Amiin..
Chayen di Negeri Gajah Putih 44
“SYOK”
Tri Hari Irfani
Mendapatkan pengalaman belajar di negara
orang dan di universitas bergengsi adalah impian
setiap para pencinta ilmu pengetahuan. Bermacam-
macam alasan mengapa para pencari ilmu ingin
mendapatkan kesempatan tersebut, ingin mencari
pengalaman baru, mendapatkan gelar bergengsi, ada
yang ingin menjenjang karier atau mungkin juga ada
yang “terpaksa”. Banyak para “penjelajah” berusaha
keras untuk mendapatkan kesempatan tersebut.
Pengorbanan biaya, waktu, tenaga, bahkan keluarga
menjadi risiko yang mendasar bagi setiap pelajar
dalam mencari kesempatan untuk bisa berpendidikan
dan mendapatkan gelar dari luar negeri.
Tahap-tahap dalam mendapatkan kesempatan
belajar pun ada lumayan banyak dan memakan waktu,
dibutuhkan kecermatan, kedisiplinan, ketepatan, dan
strategi yang benar supaya kesempatan tersebut bisa
Chayen di Negeri Gajah Putih 45
didapatkan. Pengalaman saya dalam mencari
kesempatan bersekolah pun boleh dibilang sangatlah
sulit. Bermula dari pencarian situs-situs universitas
tujuan belajar, mengirim e-mail, mengurus berkas
persyaratan dan menunggu pengumuman kelulusan.
Setelah mendapatkan kesempatan berkunjung
di Thailand dalam kursus singkat yang diakan disana,
saya memiliki kesempatan berkomunikasi dengan staf
program studi yang saya tuju. Disana saya
berkonsultasi mengenai syarat-syarat yang saya
ajukan di universitas tersebut. Persyaratan yang
diajukan cukuplah banyak dan membutuhkan waktu
yang tidak singkat dimulai dari poto kopi ijazah,
sertifikat pelatihan, mengisi formulir, cek kesehatan
dan sertifikat bahasa inggris berupa TOEFL atau
IELTS dengan nilai minimum sesuai program
(minimal 500 TOEFL dan 5.0 IELTS di program
master kesehatan masyarakat di universitas mahidol).
Setelah persyaratan lengkap, barulah bisa dikirim
melalui via pos atau jasa pengiriman lain ke luar negri
dalam hal ini Thailand.
Setelah berkas terkirim, hal yang paling
menegangkan adalah saat menunggu pengumuman
apakah kita diterima di universitas tersebut atau tidak.
Chayen di Negeri Gajah Putih 46
Waktu yang ditunggu adalah sekitar 1 bulan setelah
pemberian berkas. Sembari menunggu pengumuman
dari Universitas Mahidol, saya tetap menyempatkan
bekerja sebagai pengajar di universitas tempat saya
mengajar. Menjalankan tugas sebagai dokter di rumah
sakit dan klinik. Disaat sedang bekerja, saya
menyempatkan diri untuk mengecek e-mail untuk
melihat apakah ada informasi yang disampaikan
mengenai pengumuman kelulusan walaupun waktu
tersebut belum merupakan jadwal pengumuman
(penasaran).
Setelah menunggu selama lebih kurang
sebulan, ketika berada di kantor tempat saya bekerja
di universitas, saya mendapatkan pesan dari staf yang
selama ini saya selalu berkomunikasi. Dengan
timbulnya rasa gemetaran dan deg degan (kaya mau
ujian) saya langsung mengecek isi email tersebut, dan
Alhamdulillah dinyatakan “lulus”. Terasa sangat
senang dan puas atas jerih payah selama ini bisa
terbayarkan dengan kelulusan (dalam
benak..horeee…bisa kuliah di luar negeri), didalam
pengumuman, dilampirkan juga syarat-syarat yang
harus di ikuti seperti menginformasikan jika akan
melanjutkan studi disana, diberikan syarat sekitar 1
Chayen di Negeri Gajah Putih 47
minggu untuk konfirmasi (jika lebih dari satu minggu
dianggap mengundurkan diri), dan syarat-syarat
mengenai biaya kuliah, lokasi tempat tinggal dan
waktu mulai kuliah. Saya bergegas membalas ke e-
mail tersebut bahwa saya akan menerima dan akan
mengkorfirmasi untuk melanjutkan studi di
universitas tersebut.
Rupanya kegembiraan tersebut amatlah
sangat singkat, setelah melihat pengumuman yang
lain bahwa tanggal masuk kuliahnya amatlah sangat
singkat. Disini saya merasa belum sama sekali
mempersiapkan keberangkatan karna masih belum
yakin akan kelulusan tersebut. Dalam waktu singkat
tersebut, yang pertama kali saya harus memiliki izin
dari universitas tempat saya bekerja, dalam waktu
yang singkat tersebut amatlah sangatlah mustahil bisa
mendapatkan izin secara cepat dimana saya juga harus
bekerja di rumah sakit dan klinik dalam jadwal yang
padat. Selain itu, saya juga harus (dengan berat hati)
“resign” dari tempat kerja di rumah sakit dan klinik
dimana saya dapat menemukan teman-teman yang
sangat bersahabat. Disisi lain, saya juga harus
menjelaskan kepada keluarga bahwa saya memiliki
komitmen untuk melanjutkan studi di luar negeri
Chayen di Negeri Gajah Putih 48
dimana sebelumnya saya pernah “berucap” untuk
melanjutkan studi spesialis.
Kecemasan tersebut belumlah usai, disaat
sebagian izin dan perihal lain sudah diurus, lebih
kurang 3 hari berikutnya saya mendapatkan e-mail
dari universitas yang saya tuju bahwa saya
“dinyatakan mengundurkan diri” dari universitas
karena tidak memberikan konfirmasi. Disinilah saya
merasa sangat “syok” mengapa bisa saya dianggap
mengundurkan diri padahal saya sudah
mengkonfirmasi. saya terasa sangat kebingungan
dimana saya sudah menyatakan mengundurkan diri
dari rumah sakit dan klinik tempat saya bekerja.
Segera saya membalas e-mail tersebut dengan
memberikan informasi bahwa saya sudah
mengkonfirmasi sesaat setelah pengumuman
kelulusan. Dalam menunggu jawaban konfirmasi
karna e-mail yang dikirimkan tidak langsung dibalas
oleh staf disana (idealnya 1-2 hari) hilanglah
konsentrasi untuk bekerja, berfikir, bahkan (maaf)
bersosialisasi. Saya sempat meminta maaf kepada
keluarga saya bahwa akan menunda niat untuk
bersekolah karena pernyataan mengundurkan diri
tersebut. Perasaan malu karna penundaan tersebut
Chayen di Negeri Gajah Putih 49
menjadi amatlah sangat tinggi. Tetapi keluarga
terutama ibu saya tetap optimis bahwa dengan doa
semua bisa berjalan dengan baik.
Setelah sekitar 2 hari dalam kecemasan
menunggu konfirmasi, saya mendapatkan konfirmasi
dari tablet bahwa ada e-mail baru yang masuk dan
saya lihat dari staf universitas. Dengan cemas dan
takut, saya membuka (seraya tidak lupa mengucapkan
“bismillah” bahwa apapun yang saya terima adalah
yang terbaik dari Allah S.W.T.) dan akhirnya
“Alhamdulillah”, staf tersebut menjelaskan bahwa
saya di “reconsideration for accepting” atau di
pertimbangkan untuk diterima sebagai mahasiswa
disana. Amatlah senang dan bersyukur atas hasil yang
didapat. Kesempatan kurang dari 5 hari pun segera
saya manfaatkan untuk kembali mengurus perizinan
dari universitas dan keluarga (serta pacar). Dengan
bantuan dari kepala bagian departemen Prof. Suryadi
Tjekyan, profesor pembimbing saya Prof. Tan
Malaka, teman sekantor dan teman kerja akhirnya
saya bisa menyelesaikan hal perizinan tersebut.
Dukungan dari keluarga terutama ibu saya amatlah
sangat besar untuk pencapaian cita-cita saya.
Akhirnya saya berangkat menuju negeri gajah putih.
Chayen di Negeri Gajah Putih 50
ANTARA EKSPEKTASI
DAN REALITA
Haerul Imam
Tak sengaja saya membuka membuka HP dan
saya lihat ada pesan yang datang dari teman yang
sebenernya tidak terlalu kenal juga. Saya hanya kenal
waktu itu karena sama-sama masuk lolos seleksi
beasiswa master di salah satu Universitas Ternama di
Thailand. Nah pas dibuka ternyata isinya
pengumuman beasiswa Studi Master di Thailand.
Saya mencoba meyakinkan diri dengan bertanya.
Bang, ini bener pengumuman beasiswa ke Thailand?
Tanya saya. “iya bener, ini beasiswa” Jawab Bang
Joko. “waaahhh “dengan ekspresi riang gembira dan
keheranan (bayangin aja sendiri ekspresi bahagia
tapi juga heran) saya bertanya kembali, Bener
bang??“Bener mam, tapi ini program satu semester.
Kamu nanti dapat beasiswa untuk kuliah satu
semester di Chulalongkorn (akhirnya kesebut juga).”
“Oh satu semester” Sahut saya. “ Ya ga apa-apa satu
Chayen di Negeri Gajah Putih 51
semester juga, bisa buat warming up (serasa
olahraga) buat kuliah keluar nergeri. Nanti setelah
satu semester bebas apakah mau lanjut s2 di Chula
atau di yang lain. Tapi saran saya di Chula, Nursing
nya bagus. Kalau mau lanjut disini, program ini
mempermudah untuk masuk ke S2 kalau nanti hasil
dari program ini bagus” jawab bang joko. Saya
panggil bang joko karena beliau terlihat lebih pantas
(hah? Pantas? langsung saja karena usia). Dari
gembira campur heran berubah gembira campur
bingung dan bimbang (halah meni bimbang sagala,
Sunda version) ya tapi memang itu kenyataanya.
Bimbang dengan segala harapan yang ada. Keinginan
tinggi ingin di universitas yang besar tapi kalau lihat
kemampuan masih belum terkejar sedangkan
kesempatan ada di depan mata.
Setelah sekian lama berfikir (so serius) sambil
bertanya ke sana kemari mencari alamat (sambil
nyanyi) dapat juga akhirnya keputusan. Kuteguhkan
dan kumantapkan hati untuk betanya lagi. Saking ku
bimbangnya. Tanya seseorang yang menurut saya
beliau lebih berpengalaman di Thailand dan dalam
dunia keperawatan dan mendapatkan ku-Azzam-kan
untuk mengikuti program tersebut.
Chayen di Negeri Gajah Putih 52
Saya buka chat itu dan saya katakan bro jo
(without L) insya Allah saya ikut. Lega sekali bisa
memutuskan itu. Kulihat titik bergelombang menari-
nari di kotak messenger Facebook saya tanda bahwa
akan ada balasan selanjutnya. Kulihat, kutunggu,
kuamati titik itu mirip ondol-ondol, kelereng, dan
telur puyuh (hush bukan itu fokusnya). Akhirnya
netes juga tuh telor puyuh jadi tulisan yang beirisi.
B...r....o.... w....a.................k.....tu.....nya...... jawab
Bang joko. Belum selesai menjawab saya langsung
sambar “I... yaaa... bang.” Duuuu............a.........
mingguuuuu lagiiii...... (scary crapy mode)” tanpa
sela saya jawab langsung, “waaappppaaa? Dua
mingguu lagii ??. Untuk submit dua minggu lagi?”.
“Iya mam dua minggu lagi”, Sahut Bang joko.
Akhirnya saya berfikir sejenak ya sekitar 2 hari lah.
Akhirnya setelah berfikir yang sejenak itu, saya
mengajukan pertanyaan lagi. “Apa saja syaratnya
bang jok?”. “Toefl atau Ielts yang paling penting
harus disiapin”, Jawab beliau. “Oke bang, Sudah
siap. Syarat lainnya apa lagi?” “Recomendation
Letter, Surat keterangan sehat dari Rumah Sakit
pemerintah, Ijazah dan Transkrip Nilai dalam bahasa
inggris, Passport, dan Pas Foto dalam latar biru,”
Chayen di Negeri Gajah Putih 53
Rinci beliau. Setelah saya pikir dan baca kembali
syaratnya ternyata ada beberapa yang belum dibuat.
Namun, melihat schedule saya di tempat kerja
sungguh sangat amat padat sekali. Akhirnya saya lihat
file ada beberapa yang dapat digunakan kembali.
Tenyata saya lihat file itu masih dapat digunakan.
Akhirnya saya Upload.
Menanti sebuah jawaban dari yang ditunggu-
tunggu. Sembari menunggu jawaban, saya melakukan
berbagai pekerjaan (yaiyalah bro namanya juga
karyawan) yang harus segera selesaikan. Setelah
berpuluh-puluh menit saya tunggu, dapat lah jawaban
dan saya Lulus. Luar biasa terkejut dan senang
(campuran apa lagi ini). Bayangkan sendiri terkejut
terus senang (Tidak jelas sama sekali maksudnya).
Setelah itu saya terkejut kembali karena satu bulan
dari pengumuman bahkan kalau diingat kurang harus
sampai di Thailand. Terkejut-Senang-Tekejut adalah
ritme yang bagus. Seperti dapat defibrilator ditengah
kegembiraan. Namun, itu baru pengumuman dari
teman yaitu Joko Gunawan. Setelah itu, malah dia
yang nanya pengumumannya sudah dikirim?. Saya
disitu kadang merasa heran, saya orang yang harusnya
dikirim oleh beliau, tapi malah saya yang ditanya
Chayen di Negeri Gajah Putih 54
sudah dikirim. Sungguh filosofi yang aneh (tidak
nyambung). Dari situ saya berfikir, menunggu saja.
Namun, akhirnya pengumuman itu dikirim juga.
Beberapa hari setelah pengumuman itu, saya
memutuskan untuk pergi ke jakarta dengan maksud
membuat paspor. Pagi yang luar biasa dan dengan
penuh keyakinan pagi itu, saya memohon izin untuk
membuat paspor ke jakarta. Akhirnya saya memesan
tiket perjalanan menuju ke jakarta. Dengan bebagai
halangan rintangan dan kekhawatiran akan tantangan
kota jakarta (yaelah cuma sehari juga kagak)
sampailah itu di Royal Embassy Thailand Mega
Kuningan. Kok,banyak yang ngantri? Tanya dalam
hati. Ternyata mereka juga mempunyai urusan dengan
saya yaitu membuat visa. Dengan penuh keyakinan
saya menunggu dan mengisi formulir. Setelah 3 jam
berdiri, Hal yang sangat berat pada hari itu akhirnya
saya masuk dan menyerahkan segala persyaratan.
Dengan penuh semangat, saya dengarkan pertanyaan,
Mana LoA nya? Tanya seorang petugas. “ Itu yang
biru”, Jawab saya. Namun, setelah itu ada kata-kata
yang begitu menyeramkan saya kembali dengar. “
Iiinnii buukaann ELLLOOOOAAA”, Jawab petugas.
“apaaaaa?” Sahut saya. (lebay). Fikir saya pada
Chayen di Negeri Gajah Putih 55
waktu itu adalah menunggu LOA dan waktu semakin
sedikit. Kenyataan memang pahit. Kembalilah
seminggu kemudian dan akhirnya setelah libur tahun
baru, saya bisa mengambil visa. Betapa ceroboh saya
tidak bisa membedakan mana sebuah pengumuman
dengan LOA. Buat teman-teman yang mau lanjut atau
studi ke luar negeri. Mulai siapkan segala sesuatu dari
jauh hari.
Yah inilah saat-saat menegangkan saya
menghitung mundur keberangkatan saya ke bangkok.
Kekhawatiran campur rasa senang bisa ke luar negeri
itu luar biasa teu pararuguh. Semua dipikirkan, mulai
dari tempat tinggal, baju, tempat tidur, baju kuliah,
semua ditanyakan. Dari mulai ujung rambut sampai
kaki semua ditanyakan. Hal ini dilakukan, karena ini
adalah pertama tinggal di luar negeri untuk waktu
yang lama.
Seminggu lagi waktu semakin dekat. Mulai dari
minggu itu pun saya tidak bisa tidur. Entah apa yang
dipikirkan. Yang dipikirkan adalah bagaimana beli
tiket sampai membuat otak berputar. Nyari yang
murah dan enak tapi susah. Akhirnya memutuskan
membeli tiket garuda. Orang pasti akan berfikir
bahwa mahal. (ya memang sedikit) tapi demi
Chayen di Negeri Gajah Putih 56
keselamatan dan memang pilihan yang terbaik dari
berbagai pilihan baik (promosi semoga ada royalti.
Haha). Sampai H-24 jam masih belanja baju dan
belum packing. Karena hari itu baru selesai pekerjaan.
Akhirnya packing H-12 jam. Dan tidur cuma 3 jam.
Karena khwatir ada yang ketinggalan. Bayangan saya
akan luar biasa kesulitan.
Ekspektasi orang pertama kali masuk bandara
adalah masuk gate ngecek tiket. Kalau saya beda,
setiap tempat harus diberi tanda. Coba apa tebak
bro/sis? Ya tepat salah sekali jawaban anda. Jawaban
nya dalah tempat yang saya datangi pertama kali
adalah Toilet. (kucing kali beri tanda dengan B*K
/B*B). Tapi itulah yang terjadi, Pertama saya datang
ke CGK yang saya tanya pa satpam adalah “Pak
Toilet disebelah mana?” Semua pengantar dan barang
tidak dipedulikan yang penting ini barang dalam perut
keluar. Keluarga saya terutama ibu sudah tidak aneh.
Kekhawatiran itu datang karena ekspektasi
yang kurang tepat. Tapi tidak selamanya begitu, saya
datang 4 jam sebelum take off. Efeknya adalah
menurunkan tegangan terutama di perut dan kepala.
Naiklah akhirnya ke pesawat. Sungguh tenang
memasuki pesawat. Akhirnya segala kehawatiran
Chayen di Negeri Gajah Putih 57
terbalas, walau masih pertanyaan nanti dijemput tidak
ya? Alhasil saking tenangnya dan gengsi, tidak peduli
dinginnya AC saya coba cari selimut, namun tidak
dipertemukan.
Pukul menunjukan 16.00 saatnya landing. Dan
tidak ada perbedaan atara Bangkok dengan Jakarta.
Ya sampailah di Bandara Shuvarnabumi. Dalam
pikiran saya adalah bebicara dengan logat khusus dan
banyak huruf bergelombang dan itu sekrang didepan
mata saya. Untung ada bahasa pengantar inggris jadi
saya masih bisa dimengerti. Dan saya mencari kawan
FB saya yang membuat naik turun tensi saya, setelah
sekian lama akhirnya tertemukan. MRT dan BTS
adalah transportasi publik pertama yang bersentuhan.
Dan pilihan saya adalah jalan. Karena katanya dekat
dan saya mengiyakan. Namun, apa daya. Perkiraan
saya dekat namun ternyata, dekaaaaaat sekali, saking
dekatnya nyampe apartemen itu udah setengah sadar.
Total barang dibawa lebih dari 30 kilo dengan jarak
yang ‘dekat’. Namun, bukan itu saja, jalannya kira
saya banyak trotoar, memang banyak tapi lagi
diperbaiki. Jadi angkut-angkut itu koper. Dan yang
membuat kaget campur seneng karena sudah sampai
(campur apalagi ini?) adalah udaranya sangat panas.
Chayen di Negeri Gajah Putih 58
berat, panas, kaget, senang adalah campuran
sempurna untuk sebuah realita dari ekspektasi yang
tersalahkan.
Chayen di Negeri Gajah Putih 59
MUKHOYAM
Ramadhan Tosepu
Berada jauh dari tanah air (Indonesia), akan
memberikan suasana dan budaya yang berbeda.
Keseharian warga negara Indonesia yang berada di
Thailand di kelilingi dengan budaya Thailand yang
cenderung “Bebas”. Khusus di Kota Bangkok
percampuran budaya sangatlah nampak terlihat, dan
sepertinya Thailand merupakan salah satu icon dari
negara eropa. Setiap hari nampak para wisatawan
yang berasal dari berbagai belahan dunia berdatangan
ke negara tersebut.
Indonesia merupakan salah satu negara yang
memiliki warga negara yang tinggal Thailand, salah
satunya terdapat komunitas “Masyarakat Muslim
Indonesia Thailand” (MMIT). Keberadaan komunitas
ini sangatlah membantu terutama bagi masyarakat
yang beragama muslim, berbagai kegiatan dilakukan
untuk menjalin silaturahmi, diantaranya pengajian
Chayen di Negeri Gajah Putih 60
yang dilaksanakan setiap hari minggu yang bertempat
di Masjid Kedutaan Besar Republik Indonesia di
Bangkok, serta Mukhoyam yang dilaksanakan setiap
satu tahun sekali.
Untuk tahun 2014 ini Mukhoyam
dilaksanakan di tempat obyek wisata erawan national
park, perjalanan dari Kota Bangkok sekitar 4 jam.
Perjalanan yang lama namun memberikan kesan
sangat bagus karena pemerintah thailand menyiapkan
sarana dan prasarana transportasi menuju tempat
tersebut sangat baik. Fasilitas jalan sangat baik, listrik
tersedia, dan yang utama fasilitas nginap seperti
matras, tenda, alat masak, kelengkapan tidur, semua
disiapkan. Alangkah profesionalnya mereka, sehingga
dengan begitu wisatawan senang untuk berkunjung
ditempat tersebut.
Berbagai kegiatan Mukhoyam tersebut
diantaranya dengan pembinaan fisik yang tentunya
disesuaikan dengan kondisi para peserta yang telah
berumur, yang tidak kalah penting yakni pembinaan
akhlaq yakni kultum diakhir shalat berjamaah yang
disertai tanya jawab, kegiatan lainnya yakni one
activity one juz, kegiatan ini para peserta diberikan
bagian untuk taddarus Al-Quran, masing masing
Chayen di Negeri Gajah Putih 61
peserta mendapat satu juz, dengan kegiatan one
activity one juz diharapkan menjadi kegiatan utama
dalam kehidupan sehari-hari sehingga menjadi one
day one juz.
Chayen di Negeri Gajah Putih 62
PROTESTER BOIKOT
PEMILU THAILAND
Ramadhan Tosepu
Pemerintah Thailand hari ini, minggu 2
Februari 2014 melaksanakan pemilihan umum secara
serentak. Pelaksanaan Pemilu merupakan salah satung
langkah Perdana Menteri Thailand Yingluck
Shinawatra dalam meredam aksi para demonstran
masyarakat sipil pimpinan Suthep. Ketegangan anti
pemerintah yang disimbilkan dengan atribut baju
kuning telah berlangsung lama. Ketengangn awal
dimulai dengan adanaya usulan dari pemerintah
pimpanan Yingluck Shinawatra yang mengusulkan
grasi para koruptor salah satunya Thaksin Shinawatra
yang merupakan kakak dari perdana menteri tersebut.
Usulan tersebut disampaikan kepada
parlemen thailand pada bulan November 2013.
Berbagai ketegangan bertubit-tubit terjadi, puncaknya
pemerintah membubarkan parlemen dan mempercepat
pelaksanaan pemilu. Dan sesuai dengan jadwal maka
Chayen di Negeri Gajah Putih 63
hari ini merupakan hari yang sangat bersejarah bagi
warga thaailand, karena pada hari ini mereka akan
menentukan anggota parlemen mereka yang berasal
dari 53 partai.
Tetapi dengan perlawanan yang sangat kuat
dari Anti Pemerintah, khususnya dikota Bangkok
semua lokasi pemilihan umum berhasil dikuasai para
pendemo, alhasil petugas pemilihan umum tidak
kunjung tiba dilokasi tempat pemungutan suara.
Tentunya ini menyangkut keselamatan mereka.
Jalan-jalan utama kota bangkok banyak yang
ditutup oleh demonstran, seperti monumen victory
yang merupakan akses utama kota bangkok dipenuhi
lautan manusia. Demonstrasi yang terjadi di thailand
janganlah dibandingakn dengan demontrasi yang
terjadi di Indonesia. Di bangkok hampir tidak
ditemukan pendemo merusak fasilitas umum dan
menganggu pengguna jalan, dalam artian jalan utama
ditutup tetapi para pendemo memberikan alternatif
jalan lain terhadap masyarakat yang akan melalui
jalan tersebut. Dan tidak akan ditemukan sampah
berserakan dari para pendemo, inilah yang patut
dipelajari mengenai manajemen demonstrasi di
Thailand.
Chayen di Negeri Gajah Putih 64
Perlawanan demi perlawanan dilakukan oleh
Suthep dalam menurunkan pemerintahan Yingluck
Shinawatra, tiga bulan lamanya mereka melakukan
demonstrasi, tidur dan nginap dijalan jalan utama kota
bangkok, tanpa lelah. Perjuangan Suthep dominan
didukung oleh kelompok terpelajar yang berasal dari
kampus-kampus dan wilayah selatan thailand.
Sementara itu perdana menteri mendapat dukungan
dari masyarakat thailand bagian utara.
Heru Herlambang mahasiswa Program
Doktor Chulalongkorn University mengatakan,
sebenarnya ketegangan tersebut bisa berhenti jika
Raja Thailand mengeluarkan maklumat terhadap yang
bertikai, namun hal ini menjadi aneh karena sampai
saat ini raja tidak pernah mengeluarkan statement
tentang situasi dithailand, selanjutnya pihak militer
mengambil alih, ujarnya.
Sementara itu Ketua Perhimpunan Pelajar
Indonesia Thailand Hasanuddin Nuru yang
merupakan Mahasiswa Program Doktor Faculty of
Nursing Mahidol University, menghimbau agar
mahasiswa yang sementara study di Thailand untuk
tetap hati-hati terhadap situasi yang ada.
Chayen di Negeri Gajah Putih 65
UPACARA KENEGARAAN
DI TANAH BANGKOK
Ramadhan Tosepu
Barisan saya ambil alih, siaaaap grak,
demikian ucapan komandan upacara perayaan hari
kemerdekaan reublik Indonesia yang ke 69. Suasana
yang awalnya riuh tiba-tiba hening dan senyap seraya
mengikuti rangkaian acara peringatan detik detik
proklamasi. Drs. Lutfi Rauf Duta Besar RI untuk
Kerajaan Thailand bertindak sebagai inspektur
upacara, dalam acara tersebut dihadiri elemen
masyarkat indonesia yang berada di thailand, seperti:
mahasiswa, pelajar, staf kedutaan, perwira TNI yang
sedang belajar di thailand, dan atlit nasional sepak
takrow.
Masyarakat Indonesia yang berada di thailand
sangat antusias untuk mengikuti upacara 17 agustus
tersebut, hal ini terbukti dengan penuhnya
tribun/tenda yang disiapkan oleh pihak panitia. Tepat
Chayen di Negeri Gajah Putih 66
pada pukul 10.00 waktu bangkok, sirine dan pukulan
gong menggema di area upacara yang menandakan
bahwa detik detik pembacaan teks proklamasi
kemerdekaan negara RI. Tepat pukul 10.15 waktu
bangkok rangkaian upacara 17 agustus dinyatakan
selesai, dan sebagai ungkapan syukur atas perayaan
acara kenegaraan maka dilakukan pemotongan nasi
tumpeng oleh bapak Duta Besar RI untuk Kerajaan
Thailand beserta ibu, yang mendapat kehormatan
untuk mendapatkan potongan nasi tumpeng yakni
perawakilan masyarakat indonesia di thailand,
perwaakilan mahasiswa di thailand, dan staf/guru
sekolah indonesia di thailand. Rangkaian kegiatan
peringatan hari proklamasi yang bertempat di area
Keduataan Besar Republik Indonesia (KBRI) yakni:
bazar, pentas seni, bakti sosial. Pentas seni dan
budaya yang dimulai pada pukul 13.00 waktu
bangkok di buka oleh Bapak Duta Besar RI, dalam
sambutannya mengatakan untuk sebagai masyarakat
indonesia yang berada dirantauan marilah kita
senantiasa menjaga persatuan dan silaturahmi antar
sesama warga negara indonesia, terlebih beberapa
waktu yang lalu kita lakukan pemilihan presiden yang
tidak menutup kemungkinan terdapat perbedaan
Chayen di Negeri Gajah Putih 67
pilihan maka pada kesempatan ini mari kita
tanggalkan perbedaan tersebut, dan kembali kita jaga
kedamaian dan ketentraman bangsa yang kita cintai
ini.
Bazar merdeka menampilkan berbagai
macam produk buatan Indonesia, makanan indonesia
merupakan menu paforit acara tersebut, masyarakat
indonesia yang telah lama berada di negeri rantauan
tentunya sangat senang dengan adanya menu-menu
khas indonesia ini. Andre yang merupakan mahasiswa
yang berasal dari Provinsi Chiang Mai utara thailand
mengatakan bahwa saya jauh-jauh kesini hanya ingin
merasakan masakan indonesia, yang hal tersebut
sangat tidak mungkin di dapatkan di tempat saya.
Acara lainnya berupa Bakti sosial yang
dilaksanakan atas kerjasama Garuda Indonesia,
Perhimpunan Mahasiswa Indonesia di Thailand dan
KBRI. Acara tersebut diberi tema “Sehat bersama
Garuda”, rangkaian sehat bersama garuda yakni
pemeriksaan kesehatan secara gratis kepada
masyarakat indonesia yang berada di thailand.
Pemeriksaan gigi, pemeriksaan gula darah, kolesterol,
asam urat, dan konsultasi gizi. drg. Hubban
Nasution sebagai penanggung jawab kegiatan
Chayen di Negeri Gajah Putih 68
tersebut mengatakan masyarakat sangat antusias
untuk hadir dalam pemeriksaan kesehatan dan
kedepan kegiatan semacam ini akan semakin di
tingkatkan.
Chayen di Negeri Gajah Putih 69
NGAJI DITANAH
BUDHA
Ramadhan Tosepu
Petuah orang tua mengatakan “kemanapun
anda berpijak, ingatlah akan ajaran agamamu”.
Kalimat sederhana tersebut menyadarkan kita akan
pentingnya nilai-nilai ajaran agama dalam melakoni
kehidupan ini. Banyak orang yang terlena dengan
kehidupan duniawi yang serba modern, pergaulan
yang bebas serta godaan negatif yang silih berganti
datang. Sebagai orang yang beragama, nilai-nilai
dalam ajaran agamalah yang membatasi atau
menghindari perbuatan yang negatif tersebut.
“Meskipun berada jauh dari tanah air,
namun ketika hari sabtu rasa-rasanya hidup ini
berada di indonesia”, demikianlah perasaan yang
diutarakan Alim Mardi, yang merupakan salah satu
Student Chulalongkorn University. Pasalnya, setiap
hari sabtu dilakukan kegiatan islami “Ngajikok” atau
singkatan pengajian dibangok. Kegiatan ini selalu
Chayen di Negeri Gajah Putih 70
ramai dihadiri oleh mahasiswa islam yang kuliah di
Thailand. Kegiatan utama dari Ngajikok yakni
taddarus alquran dan ceramah islami. Materi ceramah
yang disampaikan berupa keahlian atau bidang ilmu
dari sang penceramah yang tentunya dikaitkan dengan
Alquran. Dengan model semacam itu maka setiap
peserta akan memiliki pengetahuan dan ilmu baru.
Ngajikok memiliki peraturan dan mekanisme
yang sangat ketat, seseorang bisa mencapai predikat
penceramah harus melalui tiga tahapan, yakni :
diawali sebagai petugas kebersihan yang memiliki
tugas utama membersihkan semua perangkat
Ngajikok yang telah digunakan, setelah itu melangkah
ketahap kedua yakni sebagai pembaca hadits,
dilanjutkan pada tahap selanjutnya sebagai
moderator, dan yang terakhir barulah menjadi
penceramah. Hirarki ini sangat sederhana sehingga
setiap orang akan melewati tahapan itu. Sungguh
indahnya andaikan sistem kenegaraan bangsa
Indonesia seperti Ngajikok, kecurigaan dan saling
menjatuhkan akan jauh dari fikiran penyelenggara
negara karena setiap orang akan melewati mekanisme
kenegaraan yang baik, yang jauh dari sifat Korupsi,
Kolusi, dan Nepotisme.
Chayen di Negeri Gajah Putih 71
SAUM DI NEGERI
BUDHA
Hasanuddin Nuru
Negara Thailand umum dikenal sebagai
negeri gajah putih, dengan mayoritas agama
penduduknya adalah Budha. Kedatangan saya ke
Negara ini bertepatan dengan bulan suci ramadhan,
jika tidak salah 10 hari puasa (saum), tentu sebagai
umat islam diwajibkan atas kamu untuk berpuasa
sebagaimana diwajibkannya bagi orang-orang
sebelum kamu.
Yang menarik dari hal ini, pertama yaitu saya
tidak mendapat petunjuk kapan waktu imsyak dan
kapan waktu untuk berbuka puasa mengingat saat itu
saya masih baru di kota Bangkok sehingga tidak
satupun tempat ibadah (masjid/surau) disekitaran
apartemen saya yang nampak. Bahkan waktu
sholatpun kadang-kadang hanya mengandalkan jam
tangan saja dengan berpatokan waktu Jakarta yang
Chayen di Negeri Gajah Putih 72
selisih satu jam. Waktu saya sempat berpikir untuk
googling masalah ini hanya saja untuk akses wifi saya
belum bisa karena belum tau tempat membeli akun
wifi. Hal ini terjadi sekitar 3 hari lamanya yang
kemudian terbantu oleh karena sudah mampu
mengakses wifi.
Dengan bantuan wifi ini saya pun ketemu
dengan teman-teman Indonesia yang juga sementara
study di Thailand, dari sinilah awalnya saya merasa
terbantu dan tahu dimana tempat-tempat ibadah, spot
makanan halal di kota Bangkok. Hari-hari selanjutnya
saum di negeri gajah putih ini dapat saya lewati
dengan baik.
Pengalaman menarik yang kedua, yaitu pada
saat berbuka ternyata disetiap masjid/surau di kota
Bangkok itu juga disiapkan jamuan buka puasa
berupa buah-buahan Thailand plus kue dan segala
jenis syrup. Porsi yang disiapkan cukup lumayan
untuk mengisi perut yang sejak pagi belum terisi.
Setelah itu jamaah kemudian sholat magrib berjamaah
lalu dilanjutkan dengan santap malam bersama, menu
yang disiapkan tidak kala menariknya dengan jajanan
yang biasa diperjual belikan diwarung-warung spot
halal food. Sangat membantu buat mahasiswa
Chayen di Negeri Gajah Putih 73
Indonesia bisa irit pengeluaran selama sebulan penuh.
Belum lagi jika kita menginginkan tambahan snack
maka mahasiswa Indonesia bisa menuju ke masjid
KBRI yang letaknya tidak teralalu jauh untuk
melakukan taraweh bersama di masjid ini jamaah
akan dibagikan snack berat yang berlimpah-limpah
setiap malamnya sebelum taraweh, inilah pengalaman
menarik saum dinegeri budha sangat menguntungkan
tanpa mengeluarkan uang perut pun bisa kenyang.
Chayen di Negeri Gajah Putih 74
SYIAH DI NEGERI
BUDHIS
Ramadhan Tosepu
Tinggal didaerah pemukiman muslim adalah
kebahagian tersendiri yang tak dapat terlukiskan, ini
akan berbeda jika kita berada di Indonesia yang
penduduknya dominan muslim. Di negeri gajah putih
ini yang mayoritas beragama budha akan terasa sulit
untuk menemukan tempat ibadah ummat islam. Salah
satu tempat pavorit warga Negara Indonesia adalah
daerah Petchburi Soi 7 Bangkok, didaerah ini terdapat
pemukiman muslim yang tentunya memiliki masjid
cukup besar. Masjid Darul Aman ini dijadikan
sebagai aktifitas keagamaan, lokasi masjid ini sangat
strategis yakni berada di pinggir jalan utama.
Sehingga warga Negara asing yang beragama muslim
akan dengan cepat dan mudah menemukan lokasi
masjid tersebut.
Seperti biasa ketika azan berkumandang
jamaah akan berdatangan untuk melaksanaan shalat
Chayen di Negeri Gajah Putih 75
secara berjamaah, dan biasanya setelah selesai shalat
para jamaah akan keluar untuk mencari tempat duduk
sambil memesan minuman dingin yang terletak
disekitar masjid. Sebagai yang doyan minum chayen
(minuman khas Thailand) sayapun menyempatkan
diri untuk nongkrong disalah satu penjual didepan
masjid. Tak lama kemudian datang seorang yang
menghampiri dan duduk bersama saya, iapun
memesan seperti yang saya minum. Dengan berbasa
basi dia menanyakan asal saya dan sayapun demikian.
Dalam diskusi tersebut dia sempat bertanya dengan
jamaah yang shalat disini apakah mereka itu syia.
Saya sampaikan kalau didaerah ini jamaahnya bukan
syiah, tetapi kalau mau menemukan komunitas syiah
mereka berada dilokasi lain dan mereka memiliki
masjid sendiri, tetapi sekali lagi saya tidak tahu
tempatnya, itu hanya informasi dari kawan saya. Wah,
ternyata dia tertarik, dan dia berkata saya pemeluk
syiah dan tak lama kemudian dia pamit dan
memberikan alamat media social miliknya.
Dalam hati ini berkata, nilai-nilai ajaran islam
inilah yang perlu diterapkan namun kok sepertinya
berbeda dengan yang orang lain lakukan. Yah, itulah
pilihan setiap orang untuk menjalankan syariah
Chayen di Negeri Gajah Putih 76
agamanya. Diberbagai media nasional masih menjadi
perdebatan tentang hal ini, tetapi dengan sikap yang
diperlihatkan oleh kawan syiah tadi memperlihatkan
inilah pilihan beragama yang harus dihormati, yang
jelas tiba waktu sholat semua muslim harus taat untuk
menjalankannya.
Tetapi, terlihat berbeda dengan pemandangan
yang diperlihatakan oleh pemeluk syiah yang lain.
Kala itu saya sedang mengantarkan teman di bandara
Don Muang, tiba dibandara telah memasuki waktu
shalat magrib dan kamipun melaksankan shalat
magrib secara berjamaah. Selesai shalat kamipun
pindah dan duduk dibagian belakang sambil
menunggu teman lainnya untuk berkemas. Sambil
duduk kami memperhatikan jamaah lainnya yang
mengambil tempat untuk sahalat secara berjamaah,
dan anehnya tiba tiba salah satu jamaah tersebut
berdering handphone nya, dan iapun mengangkatnya
dan berbicara dengan sang penelpon. Imam mereka
tetap melanjutkan shalat, dan sambil shalat ia
menerima telpon. Belakangan kami tahu mereka
Syiah yang berasal dari iran.
Dalam pandangan agama yang saya anut, hal
tersebut bukanlah rukun shalat. Seorang jamaah
Chayen di Negeri Gajah Putih 77
haruslah fokus untuk menyelenggarakan shalat
sebagai kewajiban ummat terhadap Tuhannya. Dua
hal yang berbeda dengan satu pemeluk yang sama.
Tetapi, inilah pilihan seseorang untuk menjalankan
syariah agama yang diyakininya. Paksaaan dalam
bergama itulah yang dilarang, dan keyakinan
seseorang haruslah dihormati sepanjang itu tidak
menyimpang dari ajaran agama yang dianutnya.
Chayen di Negeri Gajah Putih 78
CAMPING + IBADAH
Hasanuddin Nuru
Setiap manusia apapun profesinya, sesantai
apapun hidupnya pastilah membutuhkan yang
namanya refreshing. Sebagai seorang mahasiswa
International yang tidak hanya sibuk dengan
pelajarannya tetapi juga aktif di berbagai macam
kegiatan organisasi kemahasiswaan baik itu di
internal Thailand sendiri termasuk di organisasi lintas
Negara seperti PPI ASEAN dan PPI Dunia, tentunya
akan sangat butuh yang namanya hiburan dengan
suasana yang sangat santai.
Hiburan yang dimaksud penulis disini adalah
kegiatan camping bersama dengan Masyarakat
Muslim Indonesia di Thailand, salah satu organisasi
kemasyarakatan yang bernuansa islam di Thailand.
Organisasi ini mengajak beberapa dari kami
mahasiswa Indonesia untuk bergabung dalam
kegiatan rutinitasnya untuk camping di belahan utara
di luar provinsi Bangkok, sebuah kawasan taman
Chayen di Negeri Gajah Putih 79
nasional yang sangat menyenangkan dengan fasilitas
hiking, swimming dan waterfall sangatlah
representative untuk berkemah ditambah lagi
pemandangan danaunya yang sangat indah, tempat ini
dikenal dengan sebutan National park Erawan
Kanchanaburi. Sebuah kegiatan yang tidak mudah
terlupakan camping dengan nuansa muslim di awal
musim dingin Thailand.
Menariknya lagi kegiatan liburan ini tidak
hanya diisi dengan kegiatan refresihing semata tetapi
juga diisi dengan kegiatan berbagi pengalaman dari
masing-masing peserta termasuk kegiatan keagamaan
seperti sholat berjamaah dan ngaji one juz per each
participant jadi sangat luar biasa banget nih kegiatan,
disamping kita bisa menikmati indahnya
pemandangan National park Erawan kita juga bisa
memperdalaman ketebalan iman kita kepada sang
khalik. Inilah indahnya kebersamaan dalam kegiatan
Camping plus Ibadah at Erawan Kanchanaburi
Thailand.
Chayen di Negeri Gajah Putih 80
SI BISU YANG
RAJIN SHALAT
Ramadhan Tosepu
Umat muslim diperintahkan Allah SWT
untuk melaksanakan salah satu kewajibannya yakni
menunaikan shalat. Tentunya dalam pandangan ini,
dalam segi apapun kewajiaban harus ditunaikan.
Tidak untuk ditunda, tidak untuk dilupakan, tidak
untuk dinomor duakan, tetapi harus dilaksanakan
terlebih perjanjian ini telah dilakukan seorang muslim
sebelum hijrah dari alam Rahim kealam dunia. Oleh
ini pula para ulama senantiasa menyampaikan syiar
islam dengan menekankan pelaksanaan kewajiban ini
sebagai perjanjian yang fundamental antara seorang
mausia dengan tuhannya.
Shalat berjamaah di negeri budha amatlah
jarang untuk dilakukan, karena dominasi agama
budha dinegeri ini sangatlah dominan. Namun ini
bukan berarti kewajiban tersebut akan terabaikan.
Chayen di Negeri Gajah Putih 81
Didaerah Petcburi Soi 7 terdapat masjid Darul Aman
dan ini merupakan masjid yang sangat ramai disingahi
para musyafair, lokasi masjid ini sangat strategis dan
mudah untuk ditemukan.
Disekitar masjid ini dihuni oleh muslim yang
berasal dari daerah selatan Bangkok, seperti Yala
Darussalam Province, Pattani, diantara jamaah masjid
tersebut terdapat seorang pria “Bisu”,dia sangat rajin
shalat jamaah dan biasanya menjelang magrib dia
telah duduk dikursi depan masjid menunggu azan
berkumandang. Umurnya sekitar 60 an tahun dan
jalannya pun pincang karena sudah senja. Inipula
yang membuat saya tertarik untuk berbasa basi
dengannya, sangat mudah untuk bertemu dengannya
cukup tunggu dibangku depan masjid dan dia akan
singgah dan duduk bersama. Bisanya dia akan
bercerita panjang lebar tentang keaadan sekitar masjid
bahkan setiap orang yang lewat didepannya dia
komentari, tentunya dengan bahasa tubuh. Saya pun
berusaha untuk memahami setiap cerita yang
disampaikan, sesekali kami tertawa terbahak-bahak,
entah maksud dari cerita tersebut saya paham ataukah
salah yang jelas kami tertawa secara bersamaan.
Chayen di Negeri Gajah Putih 82
Cerita tentang keadaan depan masjid
diuraikannya, seperti katanya dahulu sejak ia kecial
dia sudah tinggal didaerah masjid ini dan didepan
masjid ini terdapat sungai dimana dahulu mereka
sering bermain disungai tersebut dan kini sungai
tersebut telah berubah menjadi jalan dan dibawahnya
dibuat saluran pembuangan air, fikirku benar juga
yang disampikannya keadaan tersebut bisa dilihat
dengan kondisi yang ada. Dan gosippun tak pernah
lepas dalam sesi tersebut, ketika itu ada seorang lelaki
yang lewat didepan kami. Umurnya kira-kira 45
tahun, diapun berujar bahwa lelaki itu telah menikah
dan memiliki tiga orang anak akan tetapi mereka
sudah cerai dan ia telah kawin lagi, sesi ini sulit saya
pahami karena butuh pembuktian empiris. Tetapi yah,
namanya gosip saya ikut saja alurnya sesekali
menganggung pertanda paham maksud yang
diceritakan. Tanpa terasa azan pun berkumandang,
pertanda kami harus masuk masjid, dan biasanya dia
tidak pulang sampai shalat isya selesai.
Keteguhan dan kegigihan dia untuk shalat
berjamaah patutlah menjadi contoh, meski jalannya
pincang tetapi dia selalu untuk kemasjid tepat waktu.
Banyak diantara kita yang memiliki tubuh yang sehat,
Chayen di Negeri Gajah Putih 83
umur yang mudah, tetapi sulit untuk melaksanakan
shalat. Untukmu si Bisu semoga Allah SWT
memanjangkan dan memuliakan hidupmu ditanah
budhis dan kelak menjadi penghuni syurga, Amin.
Chayen di Negeri Gajah Putih 84
SELAMAT JALAN BANG SOPIAN
Joko Gunawan
Sopian Hadi adalah mahasiswa S3 di Faculty
of Science Chulalongkorn University jurusan Food
Technology. Beliau adalah seseorang yang cukup
muda namun boleh dibilang gayanya hampir sama
dengan anak muda, bahkan lebih. Bang Sopian,
begitulah sapaan akrabku sama beliau. Beliau masuk
Chulalongkorn University di Bangkok bersamaan
denganku dengan beasiswa yang sama pada bulan
Mei 2013. Kami pun dipertemukan ketika bersama-
sama melakukan kegiatan di PERMITHA
(Perhimpunan Mahasiswa Indonesia di Thailand).
Beliau adalah ketua dari bagian seni dan budaya dan
saya adalah anggotanya.
Banyak sekali kami habiskan waktu di dua
tahun pertama studi terutama saat nongkrong bareng
di chayen, dan beliau jarang kelihatan di chayen
ketika beliau membawa istri dan dua anaknya di tahun
Chayen di Negeri Gajah Putih 85
2015, karena beliau harus membagi waktu untuk
mendidik anak beliau biar lebih sehat dan pintar
tentunya.
Bang Sopian adalah salah satu sosok yang
penuh inspirasi, gaul pada semua orang, dan enak
diajak ngobrol. Siapa yang tidak kenal dengan bang
Sopian, apalagi beliau selalu ku suruh untuk menjadi
vokalis dan bernyanyi dalam bahasa Thai saat dua
event Internasional yang diadakan di Bangkok, yaitu
Nursing Seminar dan Conference yang diadakan oleh
kampusku, Faculty of Nursing, Chulalongkorn
University. Banyak sekali mahasiswi yang suka pada
beliau, suara bagus, keren, dan bahasa Thai nya
mantap.
Bang Sopian selalu mempunyai kebiasaan
mengoleksi baju, blazer, jaket dan sepatu. Banyak
juga teman-teman beliau yang dari Indonesia
memesan pada beliau dan menjadi bisnis kecil-kecilan
buat beliau. Setiap bulan di dua tahun pertama studi di
Bangkok, kami selalu janjian untuk membeli baju
atau blazer di platinum, terutama di lantai 3 tempat
favorit beliau. Karena model bajunya yang unik
dengan leher baju yang kecil dan khas. Pokoknya
tetap ganteng.
Chayen di Negeri Gajah Putih 86
Bersama beliau juga saat di organisasi
PERMITHA, beliau saya anggap pemimpin yang
baik. Beliau selalu ingin membuat suatu inovasi-
inovasi yang bisa diingat sepanjang masa. Ngobrol-
ngobrol di chayen kami pun berencana membuat satu
baju permitha, yang saat ini masih dipakai oleh para
anggota permitha. Saya tidak lupa saat itu kami
membicarakan harga baju agar terjangkau mahasiswa
walaupun tidak untung banyak. Yang jelas untungnya
bisa makan bareng-bareng anggota departemen.
Beliau juga menyempatkan waktunya disela-sela
masa sibuk studi PhD beliau untuk mengajak kami
berfoto dengan gaya yang wah banget.
Di tahun 2015, karena kita tidak lagi di
kepengurusan permitha, kita udah jarang bertemu di
chayen karena beliau lumayan sibuk menyelesaikan
studinya dan menghabiskan waktu dengan
keluarganya. Walaupun ada sesekali ketemu beliau
dan keluarga di chayen. Sempat di akhir-akhir tahun
2015, bang sopian menelponku bahwa beliau bekerja
dubbing voice di film Hollywood. Saya pun merasa
senang mendengar itu. Rezeki yang beliau dapat
sungguh luar biasa, boleh dibilang ya rezeki anak
beliau karena ini film besar. Beliau juga bilang
Chayen di Negeri Gajah Putih 87
investasi untuk peralatan lab di kampusnya.
Alhamdulilah. Beliau juga cerita padaku bahwa beliau
bolak balik puket dan lumayan capek. Saya pun tidak
lupa bilang bahwa beliau harus jaga kesehatan dan
makan yang banyak walau sedikit tidur.
Setelah telpon itu, sempat dua kali kami
bertemu di chayen dan di zam-zam, namun tidak
berlangsung lama karena beliau ada kesibukan lain.
Kemudian saya jarang melihat beliau lagi, hanya chit-
chat di facebook saja.
Pada bulan November-Desember 2015, saya
pun dikagetkan dengan status facebook beliau bahwa
beliau sakit dirawat dirumah sakit selama 2 minggu
dan berat badan turun selama 10 kg. Hal yang
tentunya tidak biasa. Ketika sampai di apartemen,
beberapa hari kemudian saya dan teman-teman mau
menjenguk beliau dan kulihat beliau sangat kurus
sekali. Saya pun bersama Irfan ada rencana ingin
menginfus beliau karena beliau tidak makan sama
sekali. Saya dan Irfan kemudian mencari apotik
sekeliling petchburi soi 7 dan victory monument,
namun sayangnya kami tidak menemukan jualan infus
set. Saya pun merasa kesal dan kecewa dan tidak tega
melihat teman sakit dan lemah kayak gini. Karena
Chayen di Negeri Gajah Putih 88
malam sudah larut, kami pun pamitan pulang, saya
pun berucap “bang cepat sembuh dan semangat”.
Selang beberapa hari kemudian, saya dengar
bahwa beliau akan pulang ke Indonesia dan berencana
cuti selama satu semester studi. Namun sayangnya
saya tidak bisa mengantar beliau ke bandara karena
kuliah saat itu. Sesampainya di Indonesia, beberapa
hari saya dengar beliau masuk rumah sakit untuk CT
scan dan beliau didiagnosa radang selaput otak
(meningitis). Saya pun merasa putus asa mendengar
berita itu, karena berdasarkan pengalaman saya di
rumah sakit bahwa jarang ditemukan pasien yang
selamat jika kena penyakit ini. Namun setelah
seminggu kalau tidak salah, beliau bisa pulang
kerumah dan katanya udah baikan, saya pun
mendengar itu rasanya senang bahwa beliau akan
segera bergabung kembali ke Bangkok.
Berkaitan dengan keadaan ini, saya pun
bertemu dengan Pi Ting (Koordinator beasiswa
ASEAN Chulalongkorn University) karena mengantar
Imam untuk mengurus beasiswanya. Pi Ting
kemudian bertanya padaku tentang Sopian, dan aku
bilang bahwa Sopian katanya udah baikan dan
mudah-mudahan bisa segera kembali kesini.
Chayen di Negeri Gajah Putih 89
Kemudian Pi Ting bilang padaku bahwa bang Sopian
meminta untuk cuti 1 semester, namun sayangnya
karena ini beasiswa untuk program internasioonal,
pihak kampus tidak bisa memberikan beasiswa lagi
pada mahasiswa asing yang cuti 1 semester. Saya pun
kaget dan bilang bahwa bang Sopian udah urus
masalah ini sama pihak fakultas beliau.
Mendengar berita tersebut, saya pun
berencana untuk memberi tahu bang sopian selang
satu hari setelah itu, mendengar bahwa bang sopian
udah mulai baikan, saya pun kontak beliau lewat
facebook walau rasanya bukan waktu yang tepat
karena takut menambah beban pikiran beliau. Namun
karena saya lihat bang sopian lagi aktif facebooknya
dan ada update status tentang handpone saat itu dan
bisa berkomunikasi baik di facebook. Saya kemudian
kontak beliau dan bilang apa yang dibilang Pi Ting
tentang beasiswa beliau, kemudian beberapa jam
kemudian bang sopian membalas pesanku dan
mengucapkan “terima kasih informasinya, nanti akan
kontak dan coba jelaskan dengan Pi Ting”. Saya pun
kemudian jawab “iya bang dan cepat sembuh kembali
kesini”.
Chayen di Negeri Gajah Putih 90
Seminggu atau dua minggu setelah kontak
beliau di facebook, di tahun 2016 saya pun mendapat
berita bahwa beliau kembali lagi kerumah sakit, saya
pun merasa was-was lagi, dan beberapa hari
kemudian bang sopian beserta istrinya memutuskan
untuk stop menyewa kamar di Diana Court tempat
beliau tinggal di Bangkok. Saya pun semakin was-
was mendengar itu.
Setelah beberapa hari kemudian, di malam
Jumat saya dan teman-teman ke chayen dan biasa
ngobrol, dan saya pun kemudian teringat bang sopian
dan menanyakan ke pak Ramadhan ada tidak
mendengar tentang beliau, serasa tidak ada kabar.
Kemudian pada Jumat pagi hari (12 February
2016), kak Nazli mengirim pesan singkat di facebook
bahwa kak Nazli mendengar berita duka tentang
Sopian, saya pun tidak percaya secepat itu, ternyata
subuhnya (Jumat pagi) ada kabar bahwa beliau sudah
tiada dan pergi meninggalkan dunia fana ini. Saya pun
langsung teringat masa-masa indah bersama beliau
menghabiskan waktu bersama di Bangkok. Rasanya
baru kemarin kita bercerita dan ngobrol masa depan,
namun beliau sudah meninggalkan kami lebih dulu.
Chayen di Negeri Gajah Putih 91
Selamat jalan Bang Sopian, saudara sekaligus
sahabatku. I miss the crazy and beautiful moments
with you
Chayen di Negeri Gajah Putih 92
UNTUKMU SAUDARAKU
Ramadhan Tosepu
Jumat pagi, tanggal 12 fabruari 2016 masuk
sebuah pesan singkat dari kawan Maulida
Rachmawati “Innalillahi wa innailahi rojiun, telah
berpulang saudara kita Sopian Hadi, tolong doanya
mudah mudahan segala amal baiknya diterima di sisi
Allah SWT, dari pihak keluarga juga mohon maaf bila
ada kesalahan-kesalahannya” demikian isi pesan
tersebut. Sontak saya terhenyak membaca pesan itu,
saya tenangkan fikiran dan mengirimkan alfatihah
buat almarhum.
Masih belum percaya pak Sopian hadi begitu
cepat meninggalkan kami, masih belum lama sekitar
sebulan yang lalu kami bersama memeriksakan
kesehatan kerumah sakit Tropical Medicine, Faculty
of Tropical Medicine, Mahidol University, Thailand.
Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya
gangguan pada fungsi hati, pemeriksaan ini sama
dengan pemeriksaan yang dilakukan di rumah sakit
Chayen di Negeri Gajah Putih 93
Chulalongkorn University. Tetapi hal yang berbeda
dengan perasaan yang dirasakan pak Sopian Hadi,
justru yang paling berat penyakitnya berada pada
bagian kepala, bukan pada bagian hati. Dan secara
fisik tidak menunjukkan adanya gangguan fungsi hati
seperti umummnya penyakit ini, misalnya munculnya
tanda tanda kuning pada bagian tubuh, kuning pada
kelopak mata, semua biasa tak ada ciri tersebut.
Berselang tiga hari dari rumah sakit, bersama
keluarga diputuskan untuk kembali ke Indonesia
melakukan perawatan yang lebih intensif seperti
melakukan CT-Scan pada bagian kepala. Dan
akhirnya ditemukan ternyata terdapat gangguan pada
bagian kepala.
Pak Sopian Hadi merupakan kawan yang
paling pandai memasak, teringat jika saat-saat libur
kami selalu masak bersama, dan dia sangat paham
selera semua teman teman. Saya yang tidak doyan
makan lombo/cabe, secara khsusus dibuatkan cabe
dengan standar pedas paling bawah, dan itu berulang
ulang ia lakukan. Masakannya sangat tidak diragukan
bebagai olahan masakan dia lihai membuatnya. Dunia
senipun ia tidak ketinggalan, salah satu yang sempat
saya rekam yakni ia membawakan lagu berbahasa
Chayen di Negeri Gajah Putih 94
Thailand, begitu fasih ia melafalkan Bahasa Thailand
dan beliau sangat menghayati lagu tersebut seolah ia
orang Thailand.
Tiga kali pindah apartment kami selalu
bersama, pertama di Athen apartment, karena pemilik
lama menjualnya maka semua penghuni apartment
tersebut harus pindah, dan pilihan kami tujukan di
jalan petchburi soi 7, disana kami menempati Baan
Lena, tak cukup setahun kamipun pindah ke soi 6 di
Diana Apartment, disini kami menempati kamar yang
berada di lantai lima. Pertama kali berada di Diana
Apartment kami belum membawa keluarga, berselang
satu bulan pak Sopian Hadi kembali ke Indonesia
untuk menjemput keluarganya datang ke Thailand.
Suasana Diana Apartment seolah seperti berada pada
lingkungan keluarga karena banyak dihuni penduduk
Indonesia.
Kini, ia telah dipanggil yang maha kuasa.
Tuhan lebih mencintai beliau, dan almarhumah
meninggalkan seorang istri dan dua orang anak,
“Kanaya dan Edo”. Selamat jalan saudaraku, kelak
anak-anakmu akan menjadi anak yang sholeh dan
sholehah, karena engkau telah menanamkan nilai nilai
kebaikan dan agama kepada mereka dengan baik.
Chayen di Negeri Gajah Putih 95
EMPEK-EMPEK
KAPAL SELAM
“LIMITED EDITION”
Ramadhan Tosepu
Tengtong...tengtong..tengtong...bunyi bel
kamar berdering, terlihat waktu menunjukkan pukul
16.32 waktu bangkok. Jam segini siapa pula yang
bertamu, kataku dalam hati, dengan langkah cepat
pintu kamar pun saya buka. Assalamu Alaikum
ucapnya, dan saya pun membalas salam tersebut
Waalaikumussalam. Ada apa pak, tanyaku. Nih ada
sedikit makanan...wow...saya mulai serius, maaf pak
makanan apa ? diapun menjawab Empek-empek
kapal selam. Percakapan kami berakhir dengan
kalimat “piringnya diantar dikamar 528” (piring yang
dipinjam dari pengajian,penulis), akupun berkata
Siap pak dan terima kasih.
Hari ini merupakan hari yang indah dan
special mendapatakan makanan khas indonesia, yang
secara rasional tidak mungkin menemukan di
Chayen di Negeri Gajah Putih 96
bangkok ini. Jangankan makanan khas indonesia,
makanan halal pun sangat sulit untuk
mendapatkannya. Beberapa hari ini memang
pembicaraan makanan khas indonesia menjadi trend
diantara kami, biasanya pembicaraan itu muncul
ketika kami berada dimasjid untuk shalat berjamaah,
yang kebetulan dari tempat kami terdapat masjid
didaerah Petchburi Soi 7. Selesai shalat magrib sambil
menunggu isya topik ini selalu diangkat, dan
terlontarlah topik empek-empek kapal selam. Dan apa
yang kami perbincangkan itu hari ini diwujudkan oleh
Pak Alim Mardhi student Chulalongkorn University
yang berasal dari palembang.
Tidak berselang lama pak Alim Mardhi dari
kamar saya, Facebook berentetan berbunyi, penasaran
saya pun membukanya, wah ternyata berisi pesan
“Alhamdullilah, Empek-Empek kapal selam
Palembang” pesan dari Rico Kirk Schöler
Dijawab oleh Herlambang Saja Subhanallah.... luar
biasa rasanya, belum pernah merasakan empek-
emek palembang seenak ini..... Syeh Alim Mardhi
cuma dua kata : " Minta Lagi ......"
Tak ketinggalan Hubban Nst berkomentar : Mau la
pak Alim Mardhi......
Chayen di Negeri Gajah Putih 97
Pimpinan tertinggi Ngajikok pun berkomentar Heri
Akhmadi Alhamdulillah...mantap nich pak Alim,
kayaknya siap dilaunching ngajikok pekan
depan...
Dan ditutup oleh Alim Mardhi Thanks bro,
smga barokah...special limited editions for the first
launching in thailand, next will be considered to be
comercial.....555
Hanya kalimat subhanallah yang pantas
kamai ucapkan, semoga apa yang diberikan oleh pak
Alim Mardhi menjadi berkah, Amin.
Chayen di Negeri Gajah Putih 98
TOM YUM
Haerul Imam
Sejalan dengan waktu berlalu di Thailand,
beberapa Imajinasi terus diputar di pikiran saya bak
video yang sedang diputar mulai dari suasana,
Bahasa, penduduk, geografis, iklim, cuaca, jumlah
penduduk, keanekaragaman hayati (sebenernya mau
jadi guru geografi atau nulis cerita). Oh ya kembali ke
tema. Saya sedikit cerita dengan yang namanya TOM
YUM.
Tiga hari di Thailand membuat saya masih
bingung. Bener saya the lagi di luar negeri? Atau di
Indonesia? Tapi ko panas banget? Sadar woi, ini di
Thailand, di luar negeri, pikirku terus berkecamuk
(ceileh kaya novel aja). Sudah tiga hari megurung diri
di kamar. Bukan apa-apa, hanya karena tidak tahu
jalan, ‘buta aksara’, Bisu (bukan arti sebenernya).
Buta aksara disini maksudnya tidak bisa baca tulisan
thai. Kalua sya lihat mirip tulisan jawa. *dapat info
Chayen di Negeri Gajah Putih 99
katanya itu tulisan palawa. Makanya sama, karena
mengambil dari palawa. Tapi pasti pengucapan dan
arti berbeda. selain itu, mau ngomong berapa banyak
pun tidak akan mengubah apapun ketika kamu ketemu
orang thai yang tidak bisa Bahasa Indonesia. Jadi,
cukup membuat khawatir keluar kamar. Sampai
akhirnya mengurung diri di kamar sampai ada temen
yang mengajak keluar makan. Terus ngapain dong 3
hari gak makan?
Hari pertama dan kedua masih tertolong ada
yang mengajak. Nah hari ketiga ini. Karena hanya
sekali makan di hari kedua akhirnya menyengaja di
hari ketiga menunggu sore. Akhirnya ada yang chat di
facebook dan mendeteksi kalau saya belum makan.
Akhirnya diajaklah ketemuan di kampus tempat saya
akan kuliah. Ternyata kantinnya buka. Namun bukan
dikantin cerita itu bermula.
Kantinnya bersih dan rapih. Di kantin ini,
pertama kali saya pertama bertemu dengan seorang
perempuan Thailand. Dia ternyata mahasiswi tempat
saya kuliah. Sebenarnya sangat grogi ketemu orang
thai, khawatir tidak nyambung ketika ngobrol atau
diskusi dengan mereka apalagi perempuan. Dan
ketika saya gugup maka akan sulit berkonsentrasi. Ini
Chayen di Negeri Gajah Putih 100
kelemahan saya. Sejalan dengan waktu dan suasana
mulai mencair. Akhirnya percapakan dan komunikasi
yang bagus akhirnya mulai jalan.
Tidak lama kemudian berkenalan dengan
mahasiswa Thailand, saya langsung diajak makan ke
MBK (Ma Boon Khrong). MBK adalah mall Bangkok
yang sangat terkenal. Saya diberitahu oleh mereka
bahwa MBK adalah mall favorit para pelancong atau
tourist. Dan tibalah di tempat makan. Tiba-tiba temen-
teman saya semua ke WC semua termasuk mahasiswi
Thai itu. Nah kadang disitu saya cemas membara.
Tadinya saya tidak berani masuk, halal tidak ya
(padahal sudah di kasih kode halal) karena takut
ditanya-tanya sama pelayan, nanti tiba-tiba temen
tidak balik dari WC gimana, kan tidak bawa uang
(bawa uang rupiah, mana laku). Namun pada akhirnya
saya mencoba percaya bahwa teman saya akan balik
lagi dari WC. Yah, saya masuk ke restoran YANA
dan diberi menu. Hal pertama yang saya fikirkan
adalah bagaimana ya rasa Tom yum di negeri aslinya.
Saya buka menu dan ternyata uwooooowww saya gak
bisa baca itu tulisan. Akhirnya mainan tuh HP
walaupun tidak ada signal (mana ada signal
telkomsel) hahaha. Menunggu dengan cemas dan
Chayen di Negeri Gajah Putih 101
mana terus ditanya pelayannya. Gue biang aja “four
People”. Emang ngerti pertanyaannya? Sebenarnya
engga. Perasaan lega bercampur bahagia melihat itu
teman kayaknya kaya ketemu penyelamat di suatu
pulau terpencil. Padahal cuma teman yang kembali
dari WC.
Mulai lah aksi mahasiswi Thailand itu yang
bernama Freya. Nama aslinya tidak tau sih. Dia minta
dipanggil freya. Mereka kaya asik dengan dunia
sendiri antara pelayan dengan freya padahal lagi
mesen. Saya tidak tau porsi aslinya buat perorang atau
porsi besar untuk beberapa orang. Saya ‘Keukeuh’
dengan pilihan saya ini satu. Temen saya yang indo
siapa lagi kalau bang joko sudah ngasih tahu buat
banyakan tapi saya tetap teguh pendirian milih
seewood soup (semoga bener tuh tulisan sup rumput
laut intinya) dan yang lain bisa memesan pesanan
berbeda biar bisa saling icip (kebiasan orang indo
kalau mesen makanan saling icip atau gue aja) bodo
amat. Sambal menunggu akhirnya bisa berdiskusi
dengan freya. Kemampuan Inggris gue semakin
terasah semakin tajam, semakin tajam saking
tajamnya dia kadang tidak ngerti saya ngomong apa.
Chayen di Negeri Gajah Putih 102
Pelayan membawa satu-satu makanan dan salah
satunya ada tom yum. Wow excited banget. Tapi gue
tahan ekspresi, agak jaimlah depan mereka terutama
tuh cewek Thai. Setelah dipersilahkan rasanya kayak
denger suara dari surga (lebay). Ya dengan mata
berbinar penuh hasrat saya ambil itu kuah dan mulai
memasukan ke mulut yang sudah penuh dengan
saliva, kemudian masuk dan kuah tom yum masuk ke
mulut. Namun apa yang terjadi pemirsa. Tiba-tiba
mata menegang, dan perut menahan akan makanan itu
masuk. Dalam pikiran saya Tom Yum apa ini kenapa
asem, kenapa ‘hangseur’ baunya, oh ini jelas perutku
berontak. Tapi aku tetap memasukan dan mecoba
beberapa kali memasukan dan mencoba udangnya.
Dan semua dengan ekspresi yang sama. Rasanya
asam, baunya seperti walang sangit atau kepik
membuat ‘enek’ itu perut. Dan saya coba makanan
sup rumput laut, sup ini lebih enak, tidak berbau dan
berasam. Ya saya akhirnya menghabiskan sup. Dan
saya coba makanan tumis dagingnya ternyata sama.
Saya analisa ketiga makanan itu ada daun yang seperti
seledri dan ada daun jeruk. Saya analisa kedua daun
tersebut. Ternyata daun yang seperti seledri inilah
yang mebuat bau menurutku tidak sedap. Selesai
Chayen di Negeri Gajah Putih 103
dengan semua yang berkecamuk akhirnya kita pulang
dan mampir ke supermarket untuk beli beberapa
kebutuhan orang baru pindahan.
Setelah beberapa hari saya mencari info dan
searching (sesudah dapat kartu thai ya) ternyata daun
itu namanya phak cie dalam istilah Thailand. Saya
tanya dosen saya juga yang sekolah di Thailand dan
teman sebelah kamar saya. Saya cari info tentang
bumbu makanan Thai dan akhirnya dapat keterangan
jelas kalau itu adalah bumbu khas Thailand. Jika
istilah Indonesia itu adalah daun ketumbar. Memang
mirip seledri tapi itu daun ketumbar. Bagi teman-
teman yang tidak tahan baunya dan rasanya sebaiknya
memilih makanan Thai yang minim atau sedikit
menggunakan daun ketumbar seperti makanan di
sekitar komunitas Thai muslim. Disana tepatnya di
Petchburi soi 7 (chet) banyak makanan Thai halal.
Disitu penjualnya sebagian besar muslim. ya sekian
dari saya. Semoga bermanfaat.
Chayen di Negeri Gajah Putih 104
MANISNYA
BUAH ASAM
Ramadhan Tosepu
Sulitlah untuk membayangkan kelebihan dari
buah asam, tentunya yang akan terlintas dalam
fikiran hanyalah sebagai salah satu bumbu masakan,
tak lebih dari itu. Fikiran itupun bersarang di memori
saya, buah asam sepertinya tidak memiliki tempat
istimewa didalam diri ini. Terlebih mau
membayangkan, rugilah waktu jika harus mengingat
akan kelebihan emas dari buah asam. Cobalah kita
bandingkan buah asam dengan buah lainnya, seperti :
mangga, durian, pepaya, melon, markisa, dll.
Jikalah kesemua itu disandingkan maka pilihan
pertama yang akan dipilih tentunya salah satu dari
buah tersebut, kecuali buah asam.
Suatu ketika, dalam olah raga bulu tangkis,
ini biasanya kami lakukan bersama teman teman
indonesia yang berada di bangkok, dan itu rutin
dilakukan setiap jumat malam yang bertempat di
Chayen di Negeri Gajah Putih 105
pusat olah ranga kedutaan besar republik indonesia di
bangkok. Karena kami datangnya lebih dahulu, maka
permainan pun kami mulai. Beberapa saat kemudian
datanglah seorang kawan dengan membawa beberapa
buah. Dan ianya berterik hai teman yang mau buah
silahkan diambil di tempat ini. Dan permainan pun
terus berlanjut, ketika saatnya istrahat kami melihat
diantara beberapa buah tersebut terdapat buah Asam.
Wah, dalam hati saya berfikir kalau buah ini sih
untuk apa dibawa dan dipromosikan. Bahkan,
andaikan Miss Indonesia 2014 yang promosikan
buah tersebut saya yakin tidak akan laku, fikirku
dalam hati. Berulang-ulang dia mempersilahkan saya
untuk mencicipi buah asam tersebut, dan berulang
ulang pula saya harus menolaknya.
Tetapi, setelah sekian lama memperhatikan
wajahnya, saya kembali berfikir “ kok ketika ia
memakan buah asam tersebut, keningnya tidak
mengkerut” yang biasanya jika memakan buah asam
akan memperlihatkan “kekuatan” buah tersebut.
Saya semakin penasaran “wah, ini ada yang aneh”
tanyaku dalam hati. Diam-diam saya mengambil dan
membuka kulit asam tersebut, perlahan saya masukan
sedikit dalam mulut, hanya untuk merasakan
Chayen di Negeri Gajah Putih 106
bagaimana rasanya buah tersebut. Dan buah asam pun
masuk dalam mulut, bertemulah lidah, sambil
menunggu response yang dibawa syaraf pembawa
respnse, keningpun tak bergeming tetap diam tak
memberikan tanda bahwa yang sementara dimakan
adalah buah asam. Tersadar buah asam itu manis,
spontan saya berkata pada si pembawa buah tersebut,
rupanya buah sama ini sangat manis pak, tidak
sama dengan buah asam yang di indonesia, rasanya
yah sama dengan namanya asam.
bapak bukan orang yang pertama yang
mengalami hal ini”, dia pun menceritakan beberapa
kejadian yang dia alami mulai dari keluarganya di
indonesia sampai teman-teman kerjanya yang berada
di negara lain.
Dan inilah salah satu dari kelebihan negara
Thailand, rupanya mereka telah melakukan rekayasa
genetik buah asam tersebut, menjadi buah yang
manis. Sehingga memberikan nilai ekonomi bagi
masyarakatnya. Dengan merubah rasa buah asam
telah memberikan peluang baru bagi para petani untuk
menanam buah asam. Menanam pohon asam tidak
membuthkan tehnologi modern, cara menamamnya
Chayen di Negeri Gajah Putih 107
pun sangat sederhana dan tanaman ini bebas dari
berbagai macam penyakit tanaman lainnya.
(Inspirasi dari Pak Hari, pilot senior di salah satu
maskapai penerbangan di Thailand)
Chayen di Negeri Gajah Putih 108
SOP DAGING BABE
Joko Gunawan
Selama berada di Bangkok, tentunya kita
tidak bisa terlepas dengan yang namanya “Makanan”.
Sesuatu yang menjadi kebutuhan manusia yang
merupakan kebutuhan yang paling mendasar menurut
Abraham Maslow. Mencari makanan yang pas di
lidah dan tentunya halal menjadi prioritas, mengingat
saya akan tinggal cukup lama di Negeri gajah putih
ini.
Setiap harinya saya mencari tempat-tempat
makanan halal yang ada di sekitaran gang muslim
(Pecthburi soi 7) hingga akhirnya menemukan satu
tempat yang menurut saya dan teman-teman cocok
untuk lidah Indonesia, yaitu Sop Daging Babe.
Babe ini ada seorang penjual makanan yang
cukup berumur berasal dari bagian selatan Thailand
dengan pengalaman masak luar biasa yang
memanjajakan lidah kami dengan sop dagingnya yang
Chayen di Negeri Gajah Putih 109
luar biasa enak. Sehingga kami pun sering makan
makanan ditempat beliau.
Namun ada satu hal yang membuat kami
kesal, yaitu dimana babe ini seenaknya buka tutup
warungnya (ya iyalah warung punya dia sendiri,
bukan punya orang lain, apa harapanmu?) Banyak
penjual makanan disini, dan mereka buka tiap hari.
Namun tidak untuk babe, beliau buka warung
makanannya kalau ada mood sepertinya. Kalau mood,
ya buka, kalau tidak mood, cukup lihat pintu
warungnya tertutup. Beginilah salah satu contoh
kebebasan yang nyata, bekerja semaunya, tanpa ada
paksaan orang lain. Dibenak pun sempat berkata,
“mungkin karena semua anaknya sudah besar,
sehingga target untuk mencapai keuntungan yang
besar tidak terlalu tinggi, mungkin cukup saja untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari beliau bersama
istrinya”.
Alhasil, sop daging babe hanya kita rasakan
kalau babe mood untuk buka warungnya. Antara ada
dan tiada alias samar-samar, area abu-abu, dilemma.
Entahlah bagaimana cara mendeskripsikannya.
Chayen di Negeri Gajah Putih 110
ZAM-ZAM
Haerul Imam
Ini cerita tentang salah satu kegiatan saya
selama di Thailand yaitu nongkrong di chayen.
Disana ada ada berbagai menu berbahan dasar roti
seperti Roti telur, Egg Banana, dan tamada. Selain itu,
berbagai minuman ada disini seperi the Thailand
(chayen), Ice milk, Ice vhocolate, teh manis, dan lain
sebagainya. Chayen inilah tempat pertama saya
kumpul dengan kawan-kawan dari Indonesia lainnya.
Disini kami berdisuksi dan sharing mengenai berbagai
hal. Namun, ada sedikit yang membuat penasaran
saya adalah café apa yang ada di depan chayen.
Café ini membuat saya bertanya. Namun, saya
hiraukan saja. Dalam benak saya “ah mungkin café
biasa saja”. Saya tidak terlalu mempedulikannya.
Namun saya masih tetap terfikirkan halal atau tidak
ya. Kadang saya melihat beberapa orang muslim
masuk dan keluar dari café ini. Saya telisik lebih
dalam lagi juga terlihat muslimah berjilbab panjang
Chayen di Negeri Gajah Putih 111
dengan gamis menutupi tubuhnya dan menggunakan
masker sedang mengantarkan makanan dan minuman
kepada konsumen. Ternyata saya baru tahu kalau
halal. Saya tidak pernah melihat label halal di kaca
depan.
Akhirnya pada suatu waktu, kebetulan chayen
tutup jadi saya dan teman mampir di zam-zam.
Bangkok lagi musim dingin. Jangan bayangkan
musim dinginnya Bangkok kaya di Eropa atau
Jepang. Musim dingin disini hanya turun beberapa
derajat. Lumayan juga sekitar 12-18 derajat celcius.
Ketika saya buka menu, ternyata banyak menunya.
Melihat menu yang berbeda mata saya langsung
berbinar. Saya lihat ada red curry green curry, mie
rebus pakai telor, dan kue. Akhirnya saya pesan mie
rebus. Sudah lama tidak makan mie rebus. Namun,
ketika saya sedang memesan mi, saya melihat ada es
krim dengan berbagai rasa seperti rasa cokelat, green
tea, dan buah. Akhirnya saya memutuskan membeli es
krim tersebut. Saya tanya kepada pelayannya pakai
Bahasa inggris, eh malah balik nanya pakai melayu.
Akhirnya saya pakai Bahasa Indonesia dan dia
mengerti. Saya tanya kepada pelayannya apakah ini
halal atau tidak. Beliau menjawab halal. Saya tanya
Chayen di Negeri Gajah Putih 112
karena tidak ada label halalnya. Yah inilah zam-zam
salah satu café modern muslim yang saya temui di
Pecthaburi Soi 7 (Chet).
Chayen di Negeri Gajah Putih 113
SEPEDA KELILING
BANGKOK
Ramadhan Tosepu
Rasanya sangat rugi kalau tidak mengelilingi
Kota Bangkok, suasana ibukota negara Thailand
secara umum sama seperti ibukota negara lainnya.
Gedung menjulang tinggi, pusat-pusat keramaian
yang padat, arus lalu lintas yang padat merupakan tiga
dari sekian banyak dari ciri-ciri sebuah kota.
Pemandangan gedung pencakar langit semakin
menggambarkan bahwa ibukota tersebut semakin
padat. Aktifitas masyrakatnya pun sangat beragam
dan sibuk antara satu dengan lainnya, bahkan antara
sesama tempat tinggal saja sudah jarang ketemu
apalagi untuk saling kenal.
Beruntunglah saya berada ditempat yang
berpenghuni dominan warga negara indonesia,
pertama kali berada diapartemen Athen saya langsung
disampaikan bahwa bapak harus memiliki sepeda kata
Pak Alim Mardhi yang merupakan mahasiswa
Chayen di Negeri Gajah Putih 114
Chulalongkorn University Thailand, sambungnya
kalau bapak memiliki sepeda anda bisa kemana-mana
dengan mudah, seperti ke masjid, ke pasar, bahkan ke
kampus pun bisa dijangkau dengan sepeda. Tawaran
itu pun saya terima, esoknya saya menuju tempat jual
sepeda di Lotus Swalayan dengan naik bus nomor 11
dari petcburi road 11. Harga sepedapun bervariasi
tergantung dari jenis dan kualitasnya, yah dengan
kondisi mahasiswa maka saya memilih sepeda yang
harga standar 2.800 Bath.
Pertama kali menggunakan sepeda di kota
bangkok memang sangat takut karena kendaraan yang
padat serta pejalan kaki yang sangat ramai. Saya
sempat berfikir kalau begini kemana harus lewat,
apakah dijalan raya ataukah di trotar jalan. Sementara
trotoar jalan digunakan oleh pejalan kaki, tetapi
perlahan saya melihat kok pengendara sepeda motor
terutama tukang ojek dominan mereka naik melewati
jalan trotoar. Fakta ini saya berfikir, saya juga bisa
melewati jalan tersebut. Alhamdulillah masyarakat
pengguna jalan trotoar sangat sopan dan toleran
terhadap pengguna sepeda.
Memang bersepeda di kota bangkok bukan
merupakan kebiasaan yang umum dilakukan,
Chayen di Negeri Gajah Putih 115
masyarakat kota ini lebih condong untuk
menggunakan transportasi umum seperti bus, van,
tuk-tuk, ojek, dll. Kelompok sepeda ini, kami beri
nama Athen Group yang terdiri dari enam orang Heru
Herlambang, Andryas, Ubban Nasution, Heri
Akhmadi, Alim Mardhi dan saya. Jadwal bersepeda
biasanya kami lakukan pada hari minggu setelah
shalat shubuh, rutenya biasanya didiskusikan pada
malam minggu, yah karena semua telah menikah
maka jadwal malam minggu diisi dengan diskusi,
tentulah beda yang belum nikah suasanya akan
mencari nuansa romantis untuk mengukir kisah-kisah
bahagia yang tak terlupakan. Benarlah kata H.Rhoma
Irama dalam syair lagunya “Masa muda masa yang
berapi-api....”.
Chayen di Negeri Gajah Putih 116
BAHASA ‘TARZAN’
Haerul Imam
Kalau kita baca judul diatas mungkin agak
ambigu. Tapi akan saya coba ceritakan bagaimana
kejadian itu bermula.
Jarak antara apartemen dan kampus memang tidak
begitu jauh atau ya sekitar 5-8 Kilometer. Kadang
begitu dekat hingga jalan pun menjadi alternative
terbaik. Jika kamu mencoba mengefektifkan waktu
coba pakai sepeda. Mungkin akan mngefesienkan
waktu sehingga lebih cepat. Namun, jarak akan begitu
jauh kita waktu yang mendesak kita karena kelalaian
kita. Jika waktu sudah mndekati jam masuk kuliah,
maka jarak yang dekat akan terasa begitu jauh sekali.
Jarak itu terasa akan sangat mengerikan jika berjalan
atau naik sepeda.
Hal itu terjadi jika waktu sangat mendesak alias
mepet sekali. Alternatif kendaraan yang bisa kita
pakai adalah mamang ojek. Yup, betul sekali ojek.
Chayen di Negeri Gajah Putih 117
Ojek adalah istilah transportasi public yang sering
dipakai atau sarana transpotasi yang paling cocok jika
kita ingin cepat, praktis dan murah. Apalagi di kota
besar, solusi pas untuk menghindari macet. Maka dari
itu saya memilih ojek. Jika di Indonesia mendengar
ojek mungkin biasa saja. Tinggal bilang “mang ojek”,
terus mang ojeknya pasti nanya balik kemana
bang/boss (hampir semua tukang ojek manggil laki-
laki pakai pakaian kantoran atau rapi dibilang
bos)/mba/neng/cep/mas. Lah, masalahnya ini di
Thailand lo. Terus?
Terus ya gue bingung. Mana ngarti Bahasa thai
secara genap sebulan aja belum. “gimana
mesennya?”, Gimana ngomong nya?”, “kalau stop
atau berhenti bilang apa” masa kiri kan kagak lucu
juga. Kalau dia lurus aja gimana?. Makin ragu untuk
menggunakan ojek ini. Akhirnya saya memutuskan
mengacungkan telunjuk tangan. Terus dia bialng
entah apa, saya mengangguk saja. Baru setelah duduk,
saya bilang Petchaburi Soi Kau. Tiba-tiba hening.
Terusmamang ojek bilang, “£%^”&£^ Pethaburi”.
Hah Petchabury? Tegas saya. Dengan nada meninggi
mamang ojek berkata, “This Petchabury”. “Oh ya
petcabury!” sahut saya. setelah itu saya sejenak
Chayen di Negeri Gajah Putih 118
berfikir, kan saya tinggal di petchabury, terus kenapa
saya bilang petcaburi”. Tanpa berfikir sejenak lagi
(kan barusan sudah berfikir sejenak), langsung saya
sampaikan “sorry, Chula Soi Kao (9)”. “kou ah?”,
tanya mamang ojek. “khap”, jawab saya.
Ya, saya menetap di Petcabury Soi Hok (6). Jadi
aneh kan kalau saya bilang Petchaburi, walaupun bisa
saja saya naik ojek ke Petchaburi soi 9. Namun,
keterlaluan banget, jalan aja deket. Dan tempat
kampus saya adalah Chulalongkorn atau Chula Soi
12.
Sepertinya cerita diatas ada yang sedikit
mengganjal. Alamat kampus kan soi 12, kenapa
bilang ke mamang ojek soi 9?. Ya kawan inilah
keunikan saya atau kepolosan saya. Wallahualam
bishowab. Jadi selama satu sebulan pertama saya di
Thailand. Saya selalu mengorder ojek ke chula soi 9.
Karena yang saya tahu jalan di kampus saya cuma
chula soi 9. Sedangkan saya pada sebulan pertama itu
tidak tahu kalau alamat kampus saya chula soi 12.
Jadi setiap saya naik kendaraan umum entah taksi
atau ojek atau tuktuk, saya selalu ke chula soi 9.
Setelah itu jalan atau berlari ke fakultas saya. Padahal
tinggal lurus kalau naik ojek. Tinggal bilang lurus aja.
Chayen di Negeri Gajah Putih 119
Ya kalau di Indonesia mungkin tinggal bilang lurus,
Kalau disini? Saya tidak tahu.
Setelah sebulan kemudian saya memberanikan diri
untuk ke chula soi 12. Sebelumnya saya memastikan
dulu kalau 12 itu adalah Sip Song. Akhirnya bilang ke
mamang ojek, Chula soi sip song. Perjalanan pun
dimulai lancer tanpa kendala, sesampainya di soi 12,
mamang ojek nanya, “ @£&*!)(*&^”. Oh mungkin
dia bertanya, dimana turunya? saya jawab, over there.
“)(*&^!@)(*&” (maaf bro tidak mengerti apa yang
dibicarakan oleh mamang ojek)”, Tanya balik
mamang ojek. Akhirnya saya jawab sambal nunjuk
overthere? Mamang ojek masih nanya, tapi bahasanya
mulai berubah, Ah uh ah ah ah? (sambil nunjuk kanan
atau kiri). Akhirnya saya jawab, ah uh ah ngah
(sambil tangan kiri nunjuk ke arah kanan dan dan
tangan kanan dilambaikan untuk bilang no) dan
mamang ojek tiba-tiba berkata “ah uh ah ah” dan
nunjuk arah ke kanan. Setelah saya lihat, saya jawab “
uh ah here ya stop). Kalau saya lihat, jika kawan-
kawan semua tidak mengerti Bahasa warga lokal.
Cukup pakai Bahasa “Tarzan”. Ini adalah Bahasa
andalan saya. Mungkin kata tidak bermakna, tapi
bahasa tubuh dapat lebih berbicara.
Chayen di Negeri Gajah Putih 120
TRANSPORTASI
SUNGAI
Ramadhan Tosepu
Indonesia memiliki sungai yang sangat
beragam bahkan jumlahnya sangat banyak, sungai-
sungai di Indonesia seperti Mahakam, Kapuas,
Konaweeha dan lainnya merupakan potensi yang luar
biasa untuk dikembangkan. Pemanfatan sungai
tersebut masih sebatas alur angkut muat batu bara,
namun untuk daerah tertentu di Indonesia sungai
tersebut merupakan jalur transportasi yang
menghubungkan atar satu daerah dengan daerah
lainnya. Pemanfaatan lainnya berupa sumber air
minum dan bidang pertanian seperti mengairi sawah.
Kategori sungai tersebut berada pada dearah
pedesaan, tetapi untuk sungai yang berada di daerah
perkotaan itu belum dimanfaatkan secara maksimal
bahkan hanya berfungsi sebagai penampung limbah
rumah tangga.
Chayen di Negeri Gajah Putih 121
Di Thailand terdapat beberapa alat
transportasi umum seperti Bus, Tuk-tuk kalau di
indonesia ini semacam bemo, kereta api, BTS, perahu.
Di Bangkok alat transportasi sungai seperti perahu
merupakan hal yang sangat membangakan dan
menjadi daya tarik wisata. Kota Bangkok secara
umum memiliki banyak sungai, pemerintah melihat
ini sebagai peluang bagi mereka untuk mengurai
kemacetan di kota tersebut. Pemanfaatan sungai ini
juga memberi peluang bagi masyarakat untuk meraih
rezeki. Pilihan untuk menggunakan perahu sebagai
transportasi sehari-hari sangat diminati oleh
masyarakat baik penduduk kota Bangkok maupun
para wisatawan, penggunaan perahu sangat jauh dari
suasana macet.
Halte atau pelabuhan dibuat sebaik mungkin
sehingga Nampak bersih dan jauh dari kesan kumuh,
suasana dihalte pun dibuat sedemikian rupa sehingga
para penumpang nyaman menungu kadatangan
perahu. Dihalte tersebut disiapkan informasi rute dan
jalur keberangkatan yang tentunya setiap jalur dan
lokasi pemberhentian dilengkapi dengan informasi
biaya tiket. Pembayaran tiket dilakukan didalam
kapal, petugas akan menagih kepada setiap
Chayen di Negeri Gajah Putih 122
penumpang dengan sebelumnya menanyakan halte
tujuan dari para penumpang, harga tiketpun sangat
murah dan terjangkau.
Menariknya dalam perjalanan mengitari
sungai akan Nampak terlihat beberapa masjid yang
terletak dipinggir sunggai, konon ceritanya zaman
dahulu pembangunan kota Bangkok dilakukan oleh
masyarakat yang berasal dari Thailand Selatan seperti
Phatani, Yala yang beragama muslim. Mereka datang
dibangkok dengan menyusuri sungai, oleh pemerintah
kerajaan Thailand mereka diberi izin untuk tinggal
didaerah tersebut yang selanjutnya secara turun
temurun bermukim dialiran sungai. Karena dominan
mereka beragama muslim maka pembangunan masjid
pun turut menjadi bagian dari hidup mereka.
Chayen di Negeri Gajah Putih 123
MALU DAN SOMBONG
Joko Gunawan
Hidup di Bangkok ini keras bung! Kalau
boleh dibilang ya mirip-mirip di Jakarta lah. Bangkok
adalah pusat kota Thailand dengan biaya hidup yang
cukup mahal. Jangan terlalu banyak harapan kalau
hidup cuma bermodalkan beasiswa, kecuali emang
ada pendapatan lain.
Perubahan hidup emang berubah drastis dari
gaya hidup yang cukup mewah sampai dengan gaya
yang paling sederhana, bahkan paling sederhana. Dari
naik mobil, jadi naik motor; dari naik motor sampai
naik sepeda; dan ada juga yang banyak memilih jalan
kaki.
Untuk yang mempunyai pemasukan selain
beasiswa, tentunya akan bisa membeli motor disini,
karena banyak sekali motor seken disini dan harganya
cukup murah. Namun memiliki kendaraan disini
cukup ribet dari mulai proses pembelian sampai
Chayen di Negeri Gajah Putih 124
proses perizinan berkendara (alasan lain karena tidak
ada duit).
Sehingga saya lebih memilih bersepeda
walaupun awalnya saya jalan kaki untuk kemana-
kemana. Namun rasa capek jalan itu tidak bisa
bohong terutama saat cuaca panas Bangkok yang
melelehkan kepala ini.
Bersepeda di Bangkok saat ini sudah menjadi
trend. Banyak orang yang merasa keren dan sombong
dengan bersepeda disini, dan tentunya sehat pula.
Tetapi ini bukan untuk saya, buat orang lain saja.
Trend bersepeda disini dipenuhi oleh orang-
orang berduit dengan model sepeda gunung atau
sepeda lipat dengan peralatan-peralatannya yang serba
mahal. Bayangkan saja suatu ketika saya dan teman
mengunjungi toko sepeda di Bangkok, harga
sadel/tempat duduknya saja 10 ribu baht (3-4 Juta
rupiah). Apalagi harga sepedanya. Cukup buat makan
satu bulan ini. Sadis!
Saya cuma mampu membeli sepeda yang
seharga dibawah 6000 Baht saja, itu juga lama
mikirnya mau beli atau tidak. Dua minggu baru saya
memutuskan beli sepeda. Gengsi dong mau beli
sepeda bekas. Walau murah yang penting baru.
Chayen di Negeri Gajah Putih 125
Apalah ini!!! Masih ada perasaan malu dan gengsi
dihati ini. Namun rasa ini tidak berlangsung lama,
rasa capek jalan kaki mengalahkan semuanya.
Namun emang nasib saya yang sial, satu
minggu menggunakan sepeda baru saya, sepeda itu
hilang tanpa bekas. Sepeda yang saya ikat dengan
tiang dan gembok rantai di roda belakang seperti tak
ada artinya. Itu maling benar-benar tidak mengerti
perasaan ini. Sial !
So, saya kembali jalan kaki saat ini dan
untungnya ada teman yang membeli motor, sehingga
sepulang dari chayen saya seperti raja yang diantar ke
pediamannya. Nikmatnya hidup! (yang punya motor
dalam hatinya berkata “Sialnya hidup”
Chayen di Negeri Gajah Putih 126
TAKSI
Joko Gunawan
Kehidupan kita ini tidak akan terlepas dari
adanya barang dan jasa. Keduanya memang selalu
beriringan satu sama lain membuat seseorang
kerapkali susah untuk membedakan yang mana yang
dimaksud dengan barang dan yang mana yang
dimaksud dengan jasa. Dalam setiap kegiatan
ekonomi terutama, kita seringkali membeli barang
dan juga jasa.
Barang merupakan produk yang nampak atau
berwujud serta dapat dipegang yang berfungsi untuk
memenuhi kebutuhan hidup kita. Sedangkan jasa
sendiri merupakan suatu layanan yang diberikan oleh
seseorang kepada kita untuk memenuhi kebutuhan
hidup. Jika barang dapat kita gunakan pada
kehidupan sehari–hari dan dapat memenuhi
kebutuhan kita, seperti misalnya televisi dapat
memberikan kita informasi dan hiburan, maka lain
pula dengan jasa.
Chayen di Negeri Gajah Putih 127
Jasa dapat kita peroleh dari orang lain untuk
diri kita ketika kita membutuhkan suatu layanan,
misalnya jasa sopir taksi untuk mengantarkan kita ke
suatu tempat. Pada umumnya keduanya sama – sama
dapat diperoleh dengan cara membayar atau membeli
baik itu barang ataupun jasa tersebut.
Nah di kesempatan ini saya akan
menyinggung masalah jasa, terutama jasa taksi.
Selama saya di Indonesia, sopir taksi selalu berburu
pelanggan, kemanapun pelanggan itu pergi, sopir
tidak akan pernah menolak. Namun tidak untuk taksi
di Bangkok, banyak sekali taksi-taksi yang menolak
penumpangnya. Beberapa kali pengalaman saya di
Bangkok ditolak taksi. Kita tidak tahu apa alasannya,
yang jelas ini hanya terjadi di Bangkok. Kalaupun
mereka mau, pasti menawarkan untuk tidak
menggunakan speedometer dan menawarkan “song
roi baht” atau 200 baht kemanapun itu disekitaran
Bangkok baik dekat maupun jauh.
Pengalaman–pengalaman seperti ini membuat
para pengguna taksi merasa kecewa, risih, dan
bingung, khususnya saya. Ya mudah-mudahan hal ini
tidak terjadi di Indonesia.
Chayen di Negeri Gajah Putih 128
LOST IN BANGKOK
Hasanuddin Nuru
Seperti yang umum kita ketahui bahwa
Bangkok adalah kota wisata yang banyak dikenal oleh
para wisatawan mancanegara berbagai tourist
dibelahan dunia berkunjung ke kota Bangkok, sangat
banyak tempat-tempat menarik yang menyenangkan
untuk dikunjungi oleh wisatawan, saking banyaknya
inilah yang membuat pemerintah Thailand
menyediakan akses transportasi umum yang banyak,
namun bagi pendatang baru tentulah kebingungan
untuk menghafal setiap nomor bus termasuk diri saya,
karenanya saya berpikir untuk mengutamakan hafalan
nomor bus yang menuju ke kampus dan kembali ke
apartemen saya. Cara ini pun bukan jaminan untuk
pendatang baru agar tidak tersesat di kota Bangkok.
Suatu hari diluar dugaan, saya pun tersesat
karena salah jalur meskipun nomor bus yang saya
tumpangi sudah benar akan tetapi halte bus tempat
dimana saya menunggu bus yang tidak sesuai,
Chayen di Negeri Gajah Putih 129
untunglah saya berbekal handphone yang memiliki
GPS (software penunjuk arah pada handphone),
dengan sigap saya bertanya kepada female
conductress (kondektur wanita) dengan modal bahasa
thai yang ala kadarnya “anni phay lamathibodhi, ca
mai…?” (apakah bus ini menuju ramathibodhi,
bukan…?) dan kondektur menjawabnya “mai phay na
khab” (tidak menuju kesana) dan beliau segera
menyuruh saya untuk turun di halte bus berikutnya
sambil memberikan petunjuk arah menuju kampus
saya. Untunglah hari itu hari pertama saya masuk
kuliah dan saya pun berangkat lebih awal sehingga
saya pun terlepas dari keterlambatan. Bagi saya
peristiwa ini adalah pengalaman yang tak terlupakan
dari kejadian ini saya bisa belajar bahwa kemanapun
kita berangkat apalagi jika tujuan kita belum jelas
sangatlah penting membawa petunjuk arah baik itu
peta maupun yang digital seperti GPS, selain itu jika
terjadi kesalahan janganlah panic tetap sabar jaga
jangan sampai orang-orang disekeliling kita tahu
bahwa kita ini tersesat dan cobalah untuk bertanya
seakan-akan kita paham kondisi daerah tersebut,
berangkatlah lebih awal sehingga ada waktu lowong
jika tersesat.
Chayen di Negeri Gajah Putih 130
KAUM PENYUKA
SESAMA JENIS
Hasanuddin Nuru
Bangkok lumayan terkenal dengan kaum
penyuka sesama jenisnya, atau disebut juga dengan
LGBT (Lesbian, gay, bisex dan transgender) yang
saat ini sedang banyak dibicarakan. Bangkok adalah
pintu gerbang orang-orang Eropa dan Amerika
(tourists) sangatlah eksotis dengan dunia malamnya.
Makanya tidaklah heran jika banyak tourist-tourist
yang mampir di Bangkok atau bahkan menjadi
destinasi utama untuk menikmati dunia malamnya.
Kita semua paham bahwa cewek-cewek thai sangatlah
menarik perpaduan antara cina dan melayu, bukan
hanya orang-orang eropa ataupun amerika yang
interest tapi orang Asia pun tidak bisa berbohong
untuk mengatakan tidak jika bertatapan dengan cewek
Thailand. Namun yang sangat mengherankan hamper
semua cewek yang memiliki paras yang sangat cantik
justru tidak tertarik sama sekali dengan lawan
Chayen di Negeri Gajah Putih 131
jenisnya, begitupun juga dengan cowok yang sangat
tampan beliau enggan untuk mengejar cewek-cewek
yang cantik. Mereka-mereka ini lebih senang
dengan sesama jenisnya. Mereka dengan bangga dan
tidak sedikitpun rasa malu untuk mengakui statusnya
sebagai Lesbi ataupun Gay termasuk Bisex dan
transgender. Tidak sedikit kita jumpai disetiap jalan-
jalan besar maupun jalan kecil di seluruh pelosok kota
Bangkok cowok jalan bareng dengan cowok sambil
bergandengan tangan bahkan saling peluk-pelukan
dipinggiran setapak, begitu juga dengan Lesbian.
Seorang mahasiswi disalah satu universitas
ternama di Thailand yang juga teman saya
mengatakan bahwa status itu bukanlah hal yang harus
membuat mereka malu, itu adalah persoalan pribadi
yang tidak harus direspon oleh orang-orang lain.
Bahkan mahasiswi itu menjelaskan bahwa mereka
juga manusia namun karena kehidupan sex seperti itu
sehingga kita perlu mendekatinya dan
memperlakukan mereka sama dengan yang lainnya.
Disnilah letak syurga kaum LGBT di kota Bangkok,
mereka tidak akan dipandang sebelah mata justru
malah mendapat perlakuan yang sama seperti manusia
yang lain.
Chayen di Negeri Gajah Putih 132
PACARAN DENGAN
BISEX, BERTEMAN
DENGAN GAY
Ramadhan Tosepu
Di Indonesia menyebut kata Bisex dan Gay
(BG) merupakan hal yang tabuh yang tidak boleh
diucapkan secara terbuka, bahkan membahasnya pun
mesti hati-hati dan butuh strategi khusus agar
masyarakat tidak salah tafsir. Tentunya ini
dilatarbelakangi dengan penduduk Indonesia yang
dominan muslim dan pada agama lainpun juga
memberikan perhatian yang sama terhadap keadaan
ini. Disisi lain budaya Indonesia yang memegang
budaya timur membuat bahasan “BG” menjadi jauh
dari bahasan politis yang mewarnai media setiap saat.
Secara umum pengertian dari BISEX yakni Orientasi
Sexsual Seorang Pria/Wanita yang menyukai dua
jenis kelamin baik Pria/Wanita. GAY bermakna
Orientasi Seksual seorang Pria yang hanya
Mempunyai Hasrat Sesama Pria. LESBIAN berarti
Chayen di Negeri Gajah Putih 133
Orientasi seksual seorang Perempuan yang hanya
Mempunyai Hasrat Sesama Perempuan. Selanjutnya
ketiga hal tersebut berkembang menjadi
TRANSGENDER bukan TRANSJAKARTA (pen
bus area Jakarta) yang berarti Orientasi seksual
seorang Pria/Wanita dengan mengidentifikasi dirinya
menyerupai Pria/Wanita (Misal:Waria). Keempat
istilah tersebut dewasa ini dikenal dengan model
trendnya LGBT.
Di negeri gajah putih ini bahasan LGBT
sangat terbuka dan bahkan para pelakonnya pun bebas
untuk beraktifitas pada semua level tanpa ada
perbedaan hak. Keseharian dapat kita bertemu
mereka, pada orang baru di negera ini akan sulit
membedakan antara laki-laki dan perempuan, butuh
pendalaman agar kita tidak salah tafsir. Kadang laki-
laki lebih cantik dari perempuan asli, dandanan
perempuan, rambut terurai rapih, makeup yang
aduhai, penampilan yang asoy, langkah yang feminim
semakin sulit untuk membedakannya. Tetapi bagi
mereka yang telah lama tinggal dinegeri ini sekilas
saja melihatnya akan mudah membedakannya.
Dinegeri ini pula semua menjadi mungkin,
seorang kawan sebutlah namanya Pronchap (nama
Chayen di Negeri Gajah Putih 134
samaran) tiba-tiba berceritera tentang peristiwa yang
dialaminya. Dua bulan terakhir dia berpacaran dengan
seorang gadis Suwhala (nama samaran) yang
dikenalnya disatu tempat, gadis itu sangat baik dan
ramah berbeda dengan gadis lainnya yang cuek dan
acuh walaupun berpacaran. Keseharian mereka diisi
dengan bahagia, satu sama lainnya saling melengkapi
bahkan perbedaan agama mulai menemukan titik
terang untuk belajar sedikit demi sedikit, tentunya
suwhala mulai tertarik untuk belajar agama yang
dianut pronchap. Seiring dengan jauhnya cinta
mereka, tiba-tiba masalah mulai berdatangan,
Pronchap melalui pertemanan media social facebook
di add oleh seseorang yang mengaku pacar dari
Suwhala, yang ternyata seorang perempuan berambut
pendek dan dalam foto profilnya terlihat foto mereka
yang sangat mesra. Pronchap sungguh tak percaya
dengan keadaan tersebut, namun dengan meyakinkan
sangat kekasih Pronchap tersebut mengatakan bahwa
mereka sudah menjalin kasih selama setahun.
Sungguh hal yang sulit untuk diterima oleh Pronchap,
memiliki pacar yang seorang BISEX. Pronchap pun
tidak tinggal diam, dia memanggil Suwhala tentunya
dengan mengkopi hasil pembicaraan dengan
Chayen di Negeri Gajah Putih 135
kekasihnya itu yang disertai dengan foto-foto mereka,
yah tetap saja dia menolak tuduhan itu, ia berkata itu
saudara saya bukan pacar, anehnya dia berkata
Sekarang Saya Suka Laki-Laki. Pertengakaran pun
tak dapat dibendung dengan bijak Pronchap berkata
“sebaiknya hubungan ini kita akhiri dan silahkan
kamu kembali ke kekasihmu, saya tidak punya urusan
lagi dengan kamu”.
Keadaan yang sulit diterima tapi inilah jalan
terbaik yang mereka pilih, akan sulit untuk
melanjutkan langkah yang jauh bila keduanya tidak
memiliki ketulusan untuk mencintai. Belumlah lama
Pronchap kehilangan kekasihnya yang BISEX
tersebut dia mendengar kawannya yang selama ini
sangat dekat ternyata memiliki kelainan yakni GAY.
Ini tidak disangka kawannya itu tidak memperlihatkan
perilaku yang aneh, tetapi setelah ditelusurinya
rupanya mereka itu GAY.
Rupanya setelah sekian lama Pronchap
menjalin kasih dengan Suwhala, semua menjadi sirna
ketika ia tahu Suwhala memiliki kekasih yang
sejenis, ini menjadi perdebatan bathin yang kuat oleh
Pronchap akan keadaan tersebut. Suwhala berusaha
untuk meyakinkan Pronchap dengan berkata “Now I
Chayen di Negeri Gajah Putih 136
like man”, Pronchap tetap pada sikapnya untuk
mencintai seorang wanita yang benar-benar wanita
bukan seorang pencinta Bisex. Dengan sikap tegas
pula Pronchap berucap “Yes, now you like man, but
tomorrow you like girls”. Situasi semakin tidak
terkendali, diam-diam kekasih Suwhala menghubungi
Pronchap melalui media social, dia mengatakan
“tolong jangan ganggu hubungan kami, cinta kami
sudah semakin jauh”, tanpa pikir panjang Pronchap
berkata dan berjanji pada kekasih Suwhala yang juga
seorang perempuan, “baik saya tidak akan
menganggu Suwhala, dan semoga kalian bahagia”.
Sejak itu maka Pronchap tidak lagi berhubungan
dengan Suwhala, dan ia pun mulai selektif untuk
memilih pasangan hidup dengan super hati-hati
Chayen di Negeri Gajah Putih 137
MUNGKINKAH IA
LESBIAN?
Ramadhan Tosepu
Pertengahan bulan April 2015, Pronchap
mengajak saya untuk mengikuti sebuah festival
budaya yang dilangsungkan oleh salah satu perguruan
tinggi di Bangkok, ia berkata kamu pasti tertarik
karena malam ini akan ditampilkan budaya Indonesia
dan akan banyak diahadiri oleh pelajar Indonesia di
Bangkok. Tanpa fikir panjang, sayapun mengiyakan
untuk mengahadiri acara tersebut, dan kamipun buat
janji untuk pergi bersama. Keesokan harinya kami
menghadiri acara tersebut, perjalanan yang cukup
melelahkan karena harus melalui jalan yang macet ini
membuat kami telat tiba di lokasi tersebut, rupanya
acara telah berlangsung sekitar 20 menit yang lalu,
dank arena telat maka kami duduk pada kursi paling
belakang, sambil memperhatikan penyaji
memaparkan budaya Indonesia, satu persatu saya
Chayen di Negeri Gajah Putih 138
perhatikan undangan yang hadir. Beberapa undangan
saya kenal seperti perwakilan dari kedutaan Indonesia
di Thailand, pelajar Indonesia, dan beberapa warga
Negara Indonesia yang telah lama tinggal di Bangkok.
Mata saya tertuju pada salah satu pelajar Indonesia,
dan ia pun sempat melihat kami yang duduk
dibelakang, dalam hati saya berujar “Setahu saya
gadis ini menggunakan jilbab, tapi kok kali ini ia
melepas jilbabnya…apa saya salah orang…”. Saya
pun mengangap yah, kalau pun ia pelajar
Indonesia itu hak dia untuk melepas jilbabnya, toh
di Negara ini semua bisa terjadi. Bahkan wanita
bisa menjadi laki-laki, dan sebaliknya laki-laki bisa
menjadi perempuan, apalagi hanya melepas jilbab.
Sayapun terus memperhatikan pemaparan penyaji,
selang 15 menit dari kami duduk, tiba-tiba gadis itu
keluar meninggalkan acara dan melewati kami dengan
sedikit menunduk dan menghelai rambutnya yang
panjang melewati bahu. Sampai acara selesai ia tak
kunjung kembali, fikirku dia sudah pulang,tapi
anehnya kalau ia pulang kenapa tasnya tidak dibawa
serta dan dibiarkan berada di kursi tempat ia duduk.
Karena acara telah selesai, maka secara
bersamaan saya dan Pronchap bersama staf kedutaan
Chayen di Negeri Gajah Putih 139
Indonesia meninggalkan acara dari lantai 4 dengan
menggunakan lift, kejadian aneh kembali mewarnai
perjalanan kami. Disaat kami akan keluar dari gedung
tersebut, tiba-tiba dari arah kiri saya, yang kebetulan
agak gelap. Saya melihat gadis itu bersembunyi di
sudut gedung tersebut. Saya semakin berfikir kok dia
memperlihatkan sikap yang aneh seakan-akan saya
tidak melihatnya, yah untuk menjaga privasinya saya
hanya berujar kepada Pronchap bahwa tadi saya
melihat pelajar Indonesia yang bersembunyi didekat
pintu keluar gedung itu, ia pun hanya tersenyum
sambil berkata “wow it’s Indonesia student?, sambil
berlalu kami pun pulang.
Seiring berjalannya waktu saya semakin
penasaran dengan gadis itu, ilmu jurnalis yang saya
pelajari zaman strata satu mulai saya gunakan dengan
sedikit. Cara pertama mulai dengan memperhatikan
dengan siapa ia berteman saat pertama kali kami
bertemu dan pelajari perilaku mereka, dimana ia
tinggal, pelajari pertemanan di media social, pelajari
perkembangannya dan keanehan-keanehan yang
muncul pada dirinya, dan yang terpenting adalah
pelajari kejujurannya. Tentunya itu tidak mudah,
namun sekali lagi ilmu Investigasi reporting itu bisa
Chayen di Negeri Gajah Putih 140
membantu. Sedikit demi sedikit saya mulai
mengambil benang merah dari perilakunya. Hingga
saya berkesimpulan sementara ia memiliki
penyimpangan sexual “Lesbian”.
Tentunya, itu adalah pilihannya yang kelak
akan dipertangungjawabkan kepada keluarganya yang
begitu mencintainya dan mengharapkan untuk meraih
gelar magister di negeri gajah putih ini. Rupanya,
dinegeri gajah putih ini trend LGBT (Lesbian, Gay,
Bisex, Transgender bukan Transjakarta) bukan
saja dialami dan dilakoni penduduk negeri ini, tetapi
perlahan pelajar Indonesia mulai mengambil bagian
dari LGBT. Perkembangan selanjutnya, mungkinkah
ia Lesbian? Dan jika ia lesbian, siapakah
pasangannya? Sesama pelajar Indonesia ataukah
warga Negara lain?, kisahnya segera terungkap.
Chayen di Negeri Gajah Putih 141
PERBATASAN SURGA
DAN NERAKA
Joko Gunawan
Siapa yang tidak kenal dengan soi Nana? the
red light district di Bangkok tepatnya di jalan
Sukhumvit No 4 berdekatan dengan BTS (Skytrain)
Nana, bersebrangan dengan Nana Plaza. Tempat ini
awal mulanya dibuka pada akhir tahun 1970 dengan
dibukanya restoran yang dilengkapi dengan Go-Go
Bar dimana bar tersebut dilengkapi dengan pernak
perniknya yang khas yaitu cewek barnya mulai dari
para mahasiswi sampai para ladyboy. Kalau tidak tau
ladyboy itu adalah bencong atau banci. Yah tempat ini
emang enak buat santai dengan nuansa yang merah
bombastis termasuk kegilaannya.
Begitu banyak turis yang datang di soi nana
ini buat nongkrong. Namun sebenarnya banyak juga
yang datang bukan karena ingin nongkrong, tapi rasa
penasaran yang ingin tahu dunia di soi nana ini.
Chayen di Negeri Gajah Putih 142
“Perbatasan Surga dan Neraka” ya begitulah
cara temanku mendeskripsikannya. Kok bisa begitu?
Hal ini dikarenakan sebelum masuk ke gang ini,
didepannya banyak sekali rombongan muslim dari
Iran, India, Uzbekistan dan sekitarnya yang tinggal
didaerah ini, sehingga banyak sekali restoran muslim
yang tentunya tidak akan kesulitan untuk mencari
makanan halal.
Namun yang menjadi perhatian kami adalah
setelah melewati restoran-restoran halal ini,
didalamnya ada red-district walau tidak se-ekstrim soi
patpong dan soi cowboy. Banyak club striptease, bar-
bar, termasuk pijat plus-plus yang dipenuhi oleh turis.
Sungguh fenomena yang menarik. Jadi wajar kalau
temenku bilang ini perbatasan surga dan neraka.
Dibenakku berkata, apakah emang sengaja dikonsep
seperti ini untuk strategi bisnis karena banyaknya
pengunjung datang kesini.
Bangkok emang tidak ada tandingnya.
Namun hal ini tentunya secara tidak langsung
mencederai perspektif orang lain tentang Islam. Akan
tetapi perspektif emang selalu berbeda-beda.
Selanjutnya diserahkan ke diri masing-masing.
Chayen di Negeri Gajah Putih 143
GOLDEN BOYS
Joko Gunawan
Thailand adalah kota pariwisata yang sangat
terkenal di mata dunia. Banyak sekali pengunjung
setiap tahunnya yang datang untuk menikmati
keindahan dunia Thailand.
Thailand ini juga terkenal dengan kotanya
para ladyboy yang begitu cantik yang mungkin bisa
menipu para mata lelaki. Banyak sekali fenomena-
fenomena pariwisata di Thailand ini khususnya
Bangkok yang penuh dengan LGBT (Ladyboy, Gay,
Bisex, Transgender).
Di kesempatan ini saya akan menceritakan
tentang pengalaman saya disalah satu tempat wisata
malam di Bangkok, Golden Boys Patpong.
Ditahun 2014 kemarin, aku pun kedatangan
salah satu mantan dosenku, pak Nazliansyah, yang
juga mengenyam pendidikan di Bangkok ini. Beliau
menghubungiku untuk berkeliling kota Bangkok di
Chayen di Negeri Gajah Putih 144
malam hari, mungkin beliau ingin tahu liarnya dunia
malam. Mungkin saja.
Kemudian kami berkeliling red district
Bangkok yang salah satunya di patpong. Jika dilihat
dari luar, patpong ini seperti night market dimana
banyak sekali toko-toko yang menjual pakaian,
aksesoris, dan banyak lagi lainnya. Dan didalamnya
ada bar-bar, dan club striptease, dan salah satu
diantaranya yaitu clubnya para gay, golden boys.
Aku belum pernah masuk ke club tersebut
sebelumnya, hingga pak nazli ini mengajakku kesitu
karena rasa penasaran dan ingin tahu bagaimana
kondisi didalamnya. Ditambah lagi ada yang nawarin
pingpong show dan golden boys show. Alhasil, ketika
berdua memberanikan diri masuk kesitu, karena
banyak sekali juga para bule dengan pacar mereka
masuk kesitu karena penasaran.
Namun ketika baru sampai pintu gerbang,
kami langsung disambut oleh lelaki bertubuh kekar
tapi gemulai, dan menarik tangan temenku, Pak Nazli
pun langsung berteriak dan menarik tanganku.
Kemudian aku pun bilang dengan santai “mai aw
khrub” (kita tidak mau). Dengan perasaan was-was
kita menelusuri gang-gang tersebut dengan santai,
Chayen di Negeri Gajah Putih 145
karena kalau kita kelihatan gugup malah tambah
digodain.
Mata kita pun tidak terlepas untuk
mengobservasi lingkungan sekitaran club tersebut.
Dari mulai anak remaja sampai kakek-kakek pun ada
disitu. Dan dari muka yang biasa sampai muka kayak
artis dengan sixpack pun ada.
Sesampainya diujung gang berjalan, kita pun
tidak berani lagi untuk jalan balik ke club tersebut.
Kemudian kami mutar jalan ke arah lain dan akhirnya
pulang dengan selamat. Cukuplah pengalaman di
malam itu.
Chayen di Negeri Gajah Putih 146
RCA ROUTE 66
Joko Gunawan
Bangkok bukanlah apa-apa tanpa dunia
wisatanya, khususnya kehidupan dunia malam
Bangkok. Banyak turis yang datang hanya untuk
menikmati indahnya malam dengan dentuman keras
yang memekakkan telinga dan pernak pernik yang
berbentuk gitar spanyol membuat mata tak lepas
untuk memandang indahnya ciptaan Tuhan.
Kali ini saya akan bercerita tentang salah satu
Klub Malam di Bangkok, RCA Route 66. Tempat ini
pertama kali dikenalkan oleh teman wanita sekampus
saya yang hobi nongkrong. Wanita berparas cantik
dan lugu tapi ternyata liar dan lebih tua dari saya.
Baginya tempat ini adalah tempat yang menarik untuk
para kaum muda. Tentunya saya tidak akan menolak
ajakan itu, bagaimana mau nolak kalau udah dijemput
dibawah dengan mobil mewahnya sambil berkata “I
am waiting in front of your apartment, come in 5
Chayen di Negeri Gajah Putih 147
minutes”. Akankah ada laki-laki yang menolak ajakan
ini?
Ketika pertama sampai di lokasi, hati saya
berkata, ini bukanlah club, tapi benar-benar tempat
nongkrong. Kalau bisa dideskripsikan RCA ini terbagi
dari 4 club didalamnya, ONYX, FLIX, Route 66, dan
Gay Club.
Berdasakan pengamatan saya, Onyx dan Flix
club dipenuhi oleh kaula muda Thailand kelas
menengah ke atas, sangat jarang melihat para bule
nongkrong di club ini. Kemudian gay club, jangan
ditanya apa isi dalamnya, pedang lawan pedang. Dan
terakhir yang mau saya bahas disini yaitu Route 66.
Route 66 menurut saya mempunyai konsep
club yang bagus. Ada tiga bagian didalamnya yang
terdiri dari Club Thai Live Music, Hardcore Music,
dan R&B / pop. Konsep seperti ini memberikan
bermacam-macam pilihan bagi para clubber. Selain
itu, konsepnya ada yang indoor dan outdoor untuk
memisahkan para smoker dan non smoker. Yang jelas
tidak akan ditemukan asap rokok di indoor club
sehingga membuat para pengunjung merasa nyaman
disana.
Chayen di Negeri Gajah Putih 148
Disini tentunya tersedia berbagai pilihan
minuman sesuai lidah pengunjung, mulai dari
Whisky, Wine, Vodka, Bacardi, dan lain-lain. Alhasil
saya cuma minum soda atau coca cola saja saat
nongkrong sama temen wanita satu ini. Yah yang
penting have fun.
Satu hal yang membedakan Route 66 dan
club lainnya adalah jumlah bulenya. Dan ini yang
paling disukai kebanyakan para wanita Thailand.
Temenku ini bilang bahwa wanita Thailand tidak suka
dengan Laki-laki ASEAN, mereka sukanya produk
luar (Europe dan kawan-kawan). Dalam hatiku
berkata “Wanita Thailand punya selera”. Nah yang
lucunya disini berdasarkan pengamatan saya ketika
ada salah satu bule ganteng yang lewat, mata-mata
wanita ini semakin tajam, walau tidak semua. Dan
bule ini mengerti dan siap untuk picupk atau hunting.
Sehingga seringkali terlihat bule cuma bermodalkan
satu botol bir keliling club cuma untuk berkenalan
dan have fun. Enak banget jadi bule ya. Ya apalah
dikata, muka pas-pasan gini dicap ASEAN pula,
jangan terlalu tinggi harapan.
Termasuk temenku ini ternyata cuma
menjadikanku sebagai umpan untuk ngobrol dengan
Chayen di Negeri Gajah Putih 149
bule ganteng dan memperkenalkan si bule ini ke
temenku. Dasar wanita cerdas dan berbisa. saya cuma
berkata “lanjutkan, asal antarkan saya pulang”.
Inti yang diambil disini adalah ternyata uang
itu bukan segalanya, cukup bermodalkan muka
ganteng, putih, tinggi. Semua mata akan tertuju
padamu. Tidak perlu Vodka, cukup satu bir saja
(khusus bule).
Chayen di Negeri Gajah Putih 150
PERASAANKU
BERAKHIR
DI CHAYEN
Joko Gunawan
Sejak Mei 2013, saya mulai menyukai yang
namanya Cha yen. Teh Thai yang manis yang bisa
mengakibatkan diabetes ini memberikanku banyak hal
yang sulit untuk dilupakan. Salah satunya urusan
wanita.
Suatu hari, saat duduk bareng temenku, doni,
menikmati chayen. Ada seorang wanita berjilbab yang
melirikku manis yang membuat mata ini pun tidak
terlepas dari cantiknya ciptaan Tuhan ini. Yaa “wanita
surga”, begitulah caraku mendeskripsikannya.
Awalnya saya berpikir, mungkin ini cuma
perasaanku saja yang terlalu percaya diri. Namun
pikiranku membantah, berdasarkan pengalaman-
pengalaman yang lalu, tentu hal ini berbeda.
Lirikannya itu membuatku gundah, mukaku memerah,
Chayen di Negeri Gajah Putih 151
hatiku berdetak lebih cepat. Arrrgh tidaklah mungkin
aku suka dengan wanita ini baru 5 menit duduk disini.
Namun hati tidak bisa berbohong, perlahan
aku mulai membalas tatapannya, tapi saya pun tidak
berani berkenalan, cukup pandang-pandangan saja.
“ah cemen lu,” begitulah teriak temenku. Aku pun
menjawab, “I had no idea, I lost my power”. Hari
demi hari teruslah seperti ini tanpa ada perubahan
hingga akhirnya dia menghilang. Kemudian saya pun
langsung mencari-cari dia disekitaran chayen dan
akhirnya saya bertanya dengan penjaga chayen
kemana perginya tuh wanita surga. Mereka bilang
bahwa wanita itu udah pulang ke Thailand selatan.
Mendengar jawaban itu, pupuslah harapan dan
runtuhnya hati ini. Ya hatiku berkata ini bukanlah
jodohku lagi.
Namun setahun kemudian di tahun 2014, saat
liburan semester, si wanita surga ini muncul lagi di
chayen dengan melirikku sama seperti diawal kita
bertemu. Saya pun mulai gelisah lagi, ntah dari mana
aku memulainya untuk berkenalan. Satu hari
kulewatkan begitu saja tanpa ada kata-kata, namun
keeesokan harinya, wanita itu itu sudah pergi lagi ke
Chayen di Negeri Gajah Putih 152
Thailand selatan. Kesempatan keduaku hilang tak
berbekas. “Bego bener saya ini”.
Hingga tahun 2015 saya menunggunya di
Chayen mengharapkan kedatangannya lagi saat libur
semester, dan tepat pada bulan Agustus 2015, dia pun
bersama temen-temennya muncul di chayen. Saya pun
juga bersama temen-temen, Pak Ramadhan dan Irfan.
Singkat cerita saya bercerita tentang perasaan ini
bersama mereka terhadap wanita itu. Dan tanpa
diduga wanita itu bersama-sama temennya duduk
tepat dibelakang kita. What a coincidence!!
Namun kondisi malam ini cukup berbeda,
dulunya wanita ini nongkrong bareng temen
wanitanya, sekarang ada tiga wanita dan dua laki-laki
yang menurut observasiku bahwa mereka ini adalah
pasangannya. Akan tetapi kondisi ini tidak
melemahkanku sedikitpun karena ini adalah
kesempatan yang ketiga kalinya, dan I am not gonna
miss it.
Pak Ramadhan pun mengomporiku, dan
beliaulah yang memulai percakapan dengan mereka
menggunakan bahasa melayu. Saya pun kaget ntah
harus ikut nimbrung percakapan itu atau tidak.
Namun wanita itu kulihat berbeda, mungkin merasa
Chayen di Negeri Gajah Putih 153
tidak enak karena ada cowok disebelahnya, yang
mungkin pasangannya. Tapi tidak, karena lirikan mata
itu masih memberikanku harapan.
Karena melihat pak Ramadhan mulai akrab
dengan mereka, sepertinya cowok disebelah wanita
itu langsung mengambil inisiasi untuk segera pulang.
Pak Ramadhan pun langsung menyuruhku untuk
memberikan nomor handphone. Secepatnya saya
minta sebuah kertas dan pulpen dari penjaga chayen
dan menulis no hp ku.
Saat mereka beranjak dan mau meninggalkan
chayen, pak Ramadhan langsung menyuruhku
memberikan selembar kertas ditangaku kepada wanita
itu. Saya pun langsung memberanikan diri dan
memanggil dia dari belakang: “Hey, I saw you many
times here, this is my phone number. Might be we can
contact each other in the future”. Namun hal tragis
terjadi padaku, wanita itu cuma memandangku tanpa
mengambil kertas yang kuberikan, dan salah satu
temennya langsung berkata, “she had a husband
already, please don’t disturb her”. Saya pun langsung
tersentak kaget dan semua orang memandangku di
situ, saya pun malu dan kembali ke tempat dudukku,
namun pak Ramadhan dan Irfan tertawa bahagia
Chayen di Negeri Gajah Putih 154
melihatku ditolak mentah-mentah. Dan Irfan sedikit
mulai membujukku bahwa saya adalah orang yang
paling berani yang pernah dia lihat, mengungkapkan
perasaan secara langsung depan umum yang tidak
semua orang bisa lakukan. Yah emang betul, paling
tidak rasa penasaran ini menghilang dan saya sudah
mencoba. Walaupun gagal yang diterima. Lanjutkan!!
Chayen di Negeri Gajah Putih 155
SATU KEPALA
SATU JAM
Joko Gunawan
Ketika berada di Thailand, satu hal yang perlu
diperhatikan yaitu potong rambut. Potong rambut ini
penting mengingat penularan HIV bisa melalui silet
yang digunakan untuk banyak orang, sehingga kita
harus berhati-hati dan selektif menentukan pilihan.
Dan tentunya sebagai mahasiswa harus mencari
alternative potong rambut yang relative terjangkau
(harga mahasiswa). Sehingga pertanyaan muncul
dibenak saya. Saya harus potong rambut dimana?
Emang banyak sih salon yang bagus disini, namun
harganya sekali potong 500-1000 baht. Emang tidak
terlalu mahal, tapi 500 baht cukup buat makan 2-3
hari. Masalahnya rambut ini 2 minggu saja
panjangnya luar biasa. Kalau rambut panjang lurus sih
santai saja. Tapi rambut ini ikal dan mengembang ke
atas. Sangat tidak enak dimata baik dilihat dari dekat
ataupun jauh.
Chayen di Negeri Gajah Putih 156
“Kamu kok perhatian gaya banget sih?”
Tanya temenku. Kemudian saya menjawab, ya tentu
saja bro. Ketika kita bertemu seseorang, yang pertama
kali dilihat adalah penampilannya, termasuk rambut,
kalau rambut acak-acakan tidak jelas, bagaimana
otakmu. Ya walaupun ada pendapat yang mengatakan
penampilan tidak perlu yang penting otaknya mantap.
Ya kalau bisa dua-duanya kan lebih keren, intinya
bukan buat orang lain, tapi buat diri sendiri. Disisi
lain kita ini berada di Thailand, ya setidaknya
beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Tidak perlu
mahal, cukup yang murah-murah saja, asal tidak
murahan. Kemudian ku mulai berkeliling didaerah
muslim di Bangkok tepatnya di daerah petchburi soi 5
dan 7 untuk mencari barber shop khusus untuk laki-
laki. Sehingga kumulai mencoba satu persatu style
nya, dan bukan cuma gaya rambut yang dipotong, tapi
dari komunikasinya. Ya maklumlah bahasa Thai
tingkat pemula mana bisa bilang potong rambut, yang
ada bahasa tubuh tidak jelas yang dipakai. Selama 3
bulan aku mutar-mutar tukar ganti barber shop tapi
belum ada yang cocok, sampai akhirnya aku
menemukan satu barber shop yang sangat pas di hati
ini. Dan yang penting tukang potong rambunya bisa
Chayen di Negeri Gajah Putih 157
berbahasa melayu. Rasanya hati ini tenang dan siap-
siap melakukan experiment dengan gaya rambut ala
Thailand.
Pertama kali aku potong rambut disini, aku
bilang “bang, saya mau gaya artis Thailand”. Tukang
potong rambut pun tersenyum padaku dan bilang iya
bisa. Alhasil setelah selesai, gaya kepala Muay Thai
yang muncul. Emang bagus, tapi rasanya ingin
langsung ke ring dan mulai tanding muay thai. Dan
satu hal yang membuatku kesal sama orang yang
potong rambut ini yaitu durasi potong rambutnya, satu
kepala orang lamanya satu jam, sangat detail dan
terperinci, biayanya pun tidak mahal cuma 150 baht
dibandingkan salon lainnya 500 baht ke atas. Namun
hasilnya sangat memuaskan dan boleh dibilang
kualitas tingkat tinggi. Sehingga muncul dibenakku,
“Barber shop macam apa kayak gini? Ini orang mau
cari duit atau apa? Biasanya potong rambut paling
lama 15-20 menit. ini orang udah gila, atau emang
benar-benar hobi”. Namun banyak sekali yang antri
walau nunggunya lama termasuk diriku sampai saat
ini masih potong rambut ditempat ini. Intinya disini
adalah kepuasan pelanggan nomor 1, kalau sudah
hobi, waktu dan uang itu bukanlah target semata.
Chayen di Negeri Gajah Putih 158
RUGI ATAU UNTUNG?
Joko Gunawan
Bulan puasa adalah bulan yang penuh berkah
yang ditunggu oleh semua umat Muslim di dunia.
Bulan yang dipenuhi rahmat dimana setiap umat
Muslim berlomba-lomba untuk mencari kebaikan.
Saat menikmati bulan puasa di tahun 2014,
aku pun membeli laptop baru, Macbook Air dengan
tujuan untuk meningkatkan kinerjaku, melihat banyak
sekali laptop yang tidak bisa menemaniku selama 24
jam. Mungkin tidak tahan dengan hobiku yang
menjadikan mereka sebagai teman baik untuk
membuat paper-paperku selama belajar di Thailand.
Sejak membeli Macbook ini, saya pun merasa
ada yang kurang dalam hidup ini. saya punya
macbook yang diberikan beberapa fitur yang baik
untuk menjelajah dunia teknologi di dunia ini. Saya
pun mulai sedikit-sedikit belajar website melalui
blogspot.com atau wix.com. Satu persatu aku
Chayen di Negeri Gajah Putih 159
memulai membuat website saat itu. Namun hati
kecilku belum puas dengan apa yang disediakan dari
web provider ini, karena kita hanya drag dan drop
fitur kedalam platform web, yang rasanya belum pas
di hati. Saya ingin mencoba sesuatu yang lebih, yang
menggunakan coding dari awal membuat website.
Kemudian saya pun menghubungi temenku
Canggih dan Decky dimana mereka adalah
mahasiswa di bidang Computer Science dan
Engineering. Mereka memberikanku sedikit
penjelasan tentang website dari mulai html, php,
MysQl, dan lainnya. Aku pun buta entah harus
memulai dari mana.
Namun niat dihati ini udah bulat, bahwa saya
harus bisa membuat website. Saya pun kemudian
mulai sedikit-sedikit dengan bantuan mbah google
dan youtube yang menuntunku ke arah yang benar.
Sehingga hari-hariku saat bulan puasa seperti tidak
ada rasanya. Setiap harinya dibulan puasa, saya tidur
jam 5 malam habis sahur dan subuh untuk belajar
website dari awal, kemudian bangun waktu dzuhur
dan kemudian melanjutkan urusan web tadi, yang
pernah di suatu ketika aku mendapatkan error hanya
Chayen di Negeri Gajah Putih 160
dikarenakan satu titik atau koma. Benar-benar
mengeceawakan!!
Selama satu bulan penuh saya pun hidup
seperti ini. Hingga saat ini aku bisa membuat website
dan menerima lumayan banyak orderan sampai saat
ini. Namun terkadang muncul dibenakku. Apakah
saya termasuk orang yang merugi dibulan puasa ini?
Dikarenakansaya hanya menghabiskan waktu didepan
laptop. Mudah-mudahan bisa dipertemukan dengan
bulan puasa di tahun-tahun berikutnya.
Chayen di Negeri Gajah Putih 161
“TOU RAI KHRUB?”
Joko Gunawan
Ketika kita belajar di Negeri Gajah Putih ini,
tentunya kita dituntut untuk belajar bahasa Thai untuk
keperluan sehari-hari, sehingga akan memudahkan
kita untuk berkomunikasi dengan orang lain,
mengingat tidak semua orang Thailand bisa berbahasa
Inggris. Namun sejak pertama kali tiba di Thailand di
tahun 2013 sampai tahun 2015, rasanya hati ini masih
menolak untuk mendengar bahasa Thai tersebut.
Bahasa yang sulit didengar apalagi diucapkan.
Ditambah lagi tulisannya seperti bahasa jawa kuno
yang membuatku pusing dan membutuhkan
paracetamol dan tidur.
Tentu hal ini merupakan masa penolakan
yang cukup lama yaitu 2 tahun hanya untuk menerima
bahasa Thai itu agar enak untuk didengarkan.
Ditambah lagi, banyak teman-teman Thai yang selalu
bertanya, “How long have you been in Bangkok? You
Chayen di Negeri Gajah Putih 162
should speak Thai na”. Aku pun terkadang malu
dengan pertanyaan itu. Selama 2 tahun aku tidak
mendapatkan apa-apa kecuali “Sawat dee khrub, kob
khun khrub, and tou rai khrab”.
Namun ternyata pengalaman ini tidak hanya
terjadi padaku, begitu juga dengan temanku, pak
Ramadhan. Beliau ini ternyata lebih parah dari apa
yang aku alami. Namun gaya beliau udah cocok
seperti orang Thailand.
Alkisah ada seorang teman yang sangat
percaya sama beliau ini, yaitu Pak Suparman. Saat itu
mereka berdua pergi belanja ke Lotus (supermarket di
Thailand). Dengan gagahnya pak Ramadhan bilang,
“kalau ada apa-apa berkenaan dengan bahasa
Thailand, Tanya sama saya?” Pak Suparman pun
merasa senang karena ada teman yang bisa
diandalkan. Saat itu mereka mencari rice cooker, dan
kemudian pelayan supermarket tersebut menjelaskan
panjang lebar dengan bahasa Thai, Pak Ramadhan
pun sembari menanggapi perkataan pelayan tersebut
dengan ucapan “khrab” (ya) beberapa kali. Kemudian
dengan polosnya pak Suparman bertanya apa
maksudny? Kemudian pak Ramadhan pun
menjelaskan bahwa rice cooker ini tinggal satu disini,
Chayen di Negeri Gajah Putih 163
tidak ada yang lain. Pak Suparman pun menggangguk
dengan tingkat kepercayaan tinggi.
Namun rasa percaya itu runtuh seketika saat
kita bertiga mau membeli sesuatu di toko
persimpangan petchbrui soi 5, Pak Ramadhan
langsung bertanya, “Tou rai khrub?” (Berapa harga
barang ini?). Aku pun hanya mendengarkan beliau,
mungkin beliau sudah ahli dalam bahasa Thai. Namun
saat itu penjualnya ngomong panjang lebar, dan
beliau cuma bilang “khrub” (ya). Padahal penjual
tersebut bertanya kepada beliau. Kemudian langsung
beliau beri 100 baht kepada penjual tersebut, yang
ternyata penjual tersebut hanya minta 20 baht, dan di
tangan pak ramadhan ada duit 20 baht. Aku pun
tertawa lebar melihat gaya beliau yang begitu cool
dan akhirnya tertawa bersama.
Ada lagi hal tragis lainnya, saat itu kita ingin
Shalat Jumat di Masjid Darul Aman Petchburi soi 7.
Setelah berwudhu, kemudian ada pengumuman dari
pihak masjid dalam bahasa Thai. Aku pun tidak
mengerti apa maksud pengumuman tersebut. Namun
tiba-tiba Pak Ramadhan menghampiriku dan
menjelaskan bahwa pengumuman tersebut menyuruh
untuk para muslimin untuk mengisi lantai atas
Chayen di Negeri Gajah Putih 164
sebelum memenuhi lantai bawah. Aku pun langsung
berkata “siap pak kyai”.
Selang beberapa menit kemudian saat kita
duduk berdua. Pak Ramadhan kelihatan gelisah
karena tabletnya (Tab-hp berukuran besar) lupa
diletakkan dimana. Beliau bingung dan mencoba
mengingat dimana saat terakhir meletakkan tablet
tersebut. Kemudian beliau pergi ke tempat wudhu
dibawah. Dan setelah beberapa saat beliau kembali
duduk disampingku sambil tersenyum karena
tabletnye sudah ditemukan.
Parahnya ternyata pengumuman yang kata
beliau bahwa para muslimin harus mengisi lantai atas,
ternyata pengumuman tersebut menjelaskan tablet
beliau yang hilang. Sangat professional bapak satu ini
dan sangat ahli berbahasa Thai!!
Chayen di Negeri Gajah Putih 165
UNIKNYA NONTON
BIOSKOP
DI THAILAND
Joko Gunawan
Selain jalan-jalan menelusuri dunia Bangkok,
satu hal lagi yang bisa membuat kita relax akibat
stress kuliah, yaitu nonton bioskop. Tentu teman-
teman kuliah juga hobi nonton, apalagi yang punya
pasangan saat hari libur. Moment yang cukup
romantis, terutama bagi yang baru PDKT. Ya namun
bukan untuk diriku karena nontonnya sendiri.
Pengalaman nonton bioskop di Thailand ini
cukup mengesankan. Untuk nonton bioskop ini tidak
perlu jauh, karena mall-nya persis disebelah
fakultasku. Harga nonton bioskop pun tidaklah jauh
berbeda dengan nonton bioskop di Indonesia, seperti
di Jakarta atau Bandung, seharga 120-160 Baht. Dan
ada diskon disetiap hari rabunya. Ya sebagai
mahasiswa, banyaklah yang nonton dihari rabu
Chayen di Negeri Gajah Putih 166
ketimbang hari-hari lainnya. Kemudian aku membeli
tiket dan memilih tempat duduk di tengah.
Setelah membeli tiket kemudian masuk
kedalam bioskop karena udah lewat 5 menit. Namun
ternyata setelah duduk disana, iklannya setengah jam.
Cukup mengecewakan untuk pemula seperti diriku,
ditambah lagi Air Conditionernya sangat dingin.
Nasib ya nasib mengapa seperti ini.
Namun setelah iklannya habis, ada satu hal
yang mengejutkanku, sebelum film dimulai, seluruh
penonton harus berdiri, dan mendengarkan lagu
kebangsaan Thailand, disitu juga ditampilkan Raja
Thailand di layar cinema tersebut sehingga kita harus
menghormati dan menghargai. Tentu hal ini
membuatku terpana sejenak bagaimana Pemerintah
Thailand mengingatkan warganya akan pentingnya
nasionalisme, dan rasa serta sikap warganya pun
sudah terbentuk. Benar-benar fenomena yang
menarik. Hal ini tidak akan pernah terlupakan.
Selain itu, saat nonton, script yang
ditampilkan dilayar menggunakan bahasa Thailand,
sehingga teman- teman harus memiliki kualitas
listening yang baik jika ingin menonton film
berbahasa Inggris.
Chayen di Negeri Gajah Putih 167
APARTEMEN VERSUS KONDO
Joko Gunawan
Mahasiswa-mahasiswi yang kuliah di
Bangkok semuanya tinggal di apartemen, dan
sebagian ada yang tinggal di Kondomonium disingkat
Kondo. Tentulah merasa bangga tinggal di apartemen
sebagaimana kita ketahui bahwa apartemen berisikan
fasilitas yang mewah, berkualitas, dan tentunya
membuat para penggunanya merasa nyaman.
Namun ternyata hal itu bertolak belakang apa
yang kita pikirkan selama di Bangkok. Ketika kita di
Indonesia, kita mungkin berasumsi bahwa apartemen
itu sangatlah bagus. Namun ternyata berbeda disini,
Apartemen di Bangkok ini sangatlah sama dengan
yang namanya Kos-kosan. Tempat kecil, fasilitas
seadanya, dan tentu tidak sebagus seperti yang kita
bayangkan. Namun biaya sewanya perbulan sangatlah
mahal. Untuk satu apartemen/kosan disini dari 5000-
Chayen di Negeri Gajah Putih 168
10,000 baht (1,5- 4 juta rupiah). Dan belum termasuk
biaya listrik dan air. Dan hal ini cukup mengejutkan
bagi mahasiswa yang baru datang ke Bangkok.
Terus apa bedaya dengan kondominium? Nah
untuk kondominium ini sama persis dengan
apartemen yang kita bayangkan seperti di Jakarta,
dilengkapi fasilitas mewah, gedung tinggi dan bersih.
Jadi mulai sekarang kita harus bisa membedakan
kedua terminologi tersebut apakah mau menggunakan
versi Indonesia atau versi Thailand.
Chayen di Negeri Gajah Putih 169
PROFIL PENULIS
RAMADHAN TOSEPU
Ramadhan Tosepu,
SKM.,M.Kes, PhD
(Candidate) lahir di
Wawonggole, Provinsi
Sulawesi Tenggara.
Pendidikan SD sampai
SMU ditamatkan di Kota
Unaaha, Kabupaten
Konawe, tamat dari dari
SMU melanjutkan pendidikan S1 di Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan Tamalatea Makassar dan jenjang S2
pada Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin
Makassar, pada bagian ilmu kesehetan masyarakat.
Sejak tahun 2006 diangkat sebagai dosen
pada Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas
Halu Oleo (UHO) Kendari. Berbagai karya ilmiah
telah dihasilkan seperti Analysis of Disease Based
Environment on Community Coastal Areas, Saponda
Chayen di Negeri Gajah Putih 170
Laut Village, Soropia District, Konawe Regency,
Indonesia. Buku Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia 2007, Provinsi Sulawesi Tenggara. Buku
Kesehatan Lingkungan. Mengikuti Short course
remote sensing, Surveillance de l'Environnement
Assistée par Satellite dan Océan Indien (SEAS-OI)
station, Reunion Island, 20th –26th June 2015, France.
Tahun 2007-2011 sebagai ketua Program Studi
Kesehatan Masyarakat dan Tahun 2011-2013
diangkat sebagai Wakil Dekan bidang Akademik
FKM UHO. Tahun 2003-sekarang sebagai Ketua
Umum Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia
(IAKMI) Sulawesi Tenggara.
-----------------------------------------------------------------
JOKO GUNAWAN
Joko Gunawan, S.Kep.
Ners, PhD (Candidate)
lahir di Tanjungpandan,
Provinsi Bangka
Belitung. Pendidikan SD
sampai SLTA
ditamatkan di Kota
Manggar Belitung
Timur, tamat dari SLTA kemudian melanjutkan
Chayen di Negeri Gajah Putih 171
pendidikan D3 keperawatan di Akademi Keperawatan
Pemkab Belitung, setelah tamat D3 kemudian
melanjutkan pendidikan S1 dan profesi Ners di
Fakultas Keperawatan Universitas Padjadjaran
Bandung. Setelah itu penulis mendapatkan beasiswa
pemerintah Thailand untuk melanjutkan studi Master
dan PhD Keperawatan yang saat ini sedang
berlangsung di Fakultas Keperawatan, Universitas
Chulalongkorn, Bangkok, Thailand.
Sejak tahun 2015 banyak kegiatan-kegiatan
ilmiah yang diikuti seperti menjadi pembicara di
Nursing Talkshow yang diadakan oleh PPNI Belitung,
menjadi dosen tamu di Fakultas Kedokteran,
Universitas SIAM Bangkok Thailand, dan dosen tamu
juga di AKPER Pangkal Pinang, Indonesia. Berbagai
karya ilmiah yang telah dihasilkan seperti Indonesia
Health Care System and ASEAN Economic
Community; Nurse Preparation towards ASEAN
Economic Community 2015; ASEAN mutual
recognition arrangement for Indonesian nurses: is it a
promise?; Thailand medical tourism and ASEAN
Mutual Recognition Arrangement (MRA): treat or
promise?; dan lainnya.
Chayen di Negeri Gajah Putih 172
HASANUDDIN NURU
Hasanuddin Nuru, S.Kep,
Ners, M.Kes, PhD
(Candidate) menyelesaikan
pendidikan S1 Keperawatan
dan profesi ners di Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan
Gema Insan Akademik pada
tahun 2008 dengan predikat
terbaik kedua. Lalu kemudian diangkat menjadi
Dosen Yayasan di STIK GIA Makassar 2008-2009
dengan jabatan terakhir sebagai ketua program studi
S1 Keperawatan. Pada tahun 2009 beliau dinyatakan
lulus sebagai aparatur sipil Negara di kotamadya
Makassar dan ditempatkan di RSUD Kota Makassar.
Pada tahun 2010 beliau juga mampu menyelesaikan
pendidikan pasca sarjana di Universitas Hasanuddin
dengan predikat sangat memuaskan. Saat ini beliau
sementara melanjutkan pendidikan S3 Keperawatan di
Mahidol University, Bangkok, Thailand.
Berbagi pengalaman organisasinya telah
dilakoninya baik didalam negeri maupun diluar
negeri, beliau pernah menjabat sebagai President of
Indonesian Student Association in Thailand, 2013-
Chayen di Negeri Gajah Putih 173
2014 sekaligus menjabat Coordinator of Indonesian
Student Association in ASEAN, sebagai delegasi
pelajar Indonesia di Thailand dalam International
Conference di Beijing China 2013, Sebagai Delegasi
Pelajar Indonesia di Thailand dalam International
Conference di Singapura 2012. Organizing komite
dalam kegiatan symposium internasional
perhimpunan pelajar Indonesia (PPI) se-ASEAN dan
seluruh dunia di Bangkok Thailand 2013 di Bangkok.
Delegasi Pelajar Indonesia di Thailand dalam
International Conference di Jepang 2014. Sebagai
Ketua KPU PILPRES 2014 di Thailand.
-----------------------------------------------------------------
SUPARMAN
Suparman, anak pertama dari
3 bersaudara, dilahirkan oleh
Ibu yang hebat di
Karanganyar pada 23 Juni
1976 dan dididik oleh
seorang Ayah yang sangat
percaya kemaha besaran
Tuhan. Suparman
menyelesaikan sekolah dengan benar hanya sampai
SMP di kecamatan kecil sebelah barat kota Solo.
Chayen di Negeri Gajah Putih 174
Setelah itu riwayat pendidikannya sangat ditentukan
oleh nasib keberuntungan. Saat ini sedang menempuh
pendidikan S3 di Faculty of Science, Mahidol
University Thailand. Riwayat pekerjaan, pernah
bekerja sebagai Apoteker Pengelola Apotek,
kemudian sebagai dosen di fakultas Farmasi
Universitas Muammadiyah Purwokerto. Menikah
dengan Siti Fitriyah An’anah dan dikaruniai 2 putri
Maiya Tsuroya Suradi dan Laras Sahila Dahlan dan
semoga segera bertambah lagi.
………………………………………………………...
TRI HARI IRFANI
dr. Tri Hari Irfani. Kelahiran
di kota Palembang, provinsi
Sumatera Selatan,
Indonesia. Menyelesaikan
pendidikan Sekolah Dasar
dan Sekolah Menengah
pertama di desa Payaraman,
kecamatan Ogan Ilir,
Sumatera Selatan. Melanjutkan Sekolah Menengah
Umum di Kota Palembang. Menyelesaikan
Chayen di Negeri Gajah Putih 175
pendidikan Dokter umum di Universitas Sriwijaya,
Palembang, Sumatera Selatan.
Anak ketiga dari 3 bersaudara yang sedang
melanjutkan studi program master di Universitas
Mahidol, Bangkok, Thailand, kemudian melanjutkan
menjadi seorang pengajar di fakultas kedokteran
Universitas Sriwijaya, Palembang, Sumatera Selatan
sejak tahun 2013 di program studi kesehatan
masyarakat keilmuan kesehatan keselamatan kerja,
sebagai asisten profesor sampai sekarang.
Beberapa pelatihan dalam bidang kesehatan
dan juga keselamatan kerja yang pernah diikuti seperti
pelatihan hiperkes sebagai dokter perusahaan,
berkunjungan ke banyak perusahaan di Indonesia
sebagai instruktur pelatihan hiperkes, pelatihan etik,
pelatihan ACLS (Advanced cardiac life support),
ATLS (Advanced Trauma Life Support), pelatihan
promosi kesehatan masyarakat di Universitas
Mahidol, mengikuti konferensi international
kesehatan masyarakat di Bangkok. Beberapa
penelitian yang berkaitan dengan kesehatan dan
keselamatan kerja telah di publikasi di jurnal
Indonesia dan International.
Chayen di Negeri Gajah Putih 176
HAERUL IMAM
Haerul Imam, S.Kep., Ners
lahir di Banjarsari, Ciamis.
Banjarsari merupakan salah satu
kecamatan yang berada di
kabupaten ciamis bagian
selatan. Disinilah saya
menyelesaikan pendidikan
dasar sampai tingkat SMA. Saya sekolah di SDN VII
Banjarsari, SMP N dan SMA N 1 Banjarsari.
Kemudian dengan izin Allah saya berhasil masuk ke
universitas terfavorit di Indonesia yaitu Universitas
Padjadjaran. Saya lulus SPMB dan masuk di Fakultas
Keperawatan Universitas Padjadjaran. Saya Masuk
tahun 2007 dan Alhamduillah lulus tahun 2011.
Kemudian langsung melanjutkan program profesi ners
selama satu tahun (2011-2012) di Universitas
Padjadjaran. Selama kuliah sarjana saya mengikuti
beberapa organisasi dan mendapatkan amanah Ketua
BEM Kema FKep Unpad dari tahun 2010-2011 dan
Koordinator Menteri Internal BEM Kema Unpad
2011 (hanya 6 bulan) serta beberapa organisasi
lainnya seperti Paduan Suara Mahasiswa Fakultas,
Padjadjaran Nursing Corps (PNC), Jaringan
Chayen di Negeri Gajah Putih 177
Mahasiswa Kesehatan Indonesia (JMKI), dan Rohis
Quwattul Azzam di Tahun Pertama Kuliah. Tidak
sampai menunggu lama, saya langsung mengajar di
STIKes Bhakti Kencana sampai saat 2015. Bidang
kekhususan mata ajar saya Keperawatan Medikal
Bedah dan Gawat Darurat. Namun, selain itu juga
saya masuk di mata kuliah Filsafat Ilmu Keperawatan,
Dan Basic Science in Nursing. Sekarang saya berada
di Thailand sedang melaksanakan program One
semester Program tahun 2016 di Faculty of Nursing,
Chulalongkorn University.
Selama saya kuliah, bebera karya tulis ilmiah
berkelompok (unpublish) yang kami hasilkan.
Beberpa diantaranya adalah Revitalisasi Fungsi
Keluarga dengan Metode GCTC, Peningkatan Konsep
Diri Pada Anak Usia Sekolah dengan Meggunakan
Metode Video dan Respon Konsumen terhadap
Tempe Lamtoro. Ada satu karya tulis yang
mendapatkan pendanaan dari DIKTI tentang ‘Karya
eren dari Kertas Semen. Beberapa organisasi
masyarakat saya ikuti setelah selesai masa studi
seperti Bulan Sabit Merah Indonesia dan Research
Community and Development Center.
Chayen di Negeri Gajah Putih 178