Chapter II

44
11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Bahan Dasar Beton Beton merupakan hasil dari pencampuran bahan-bahan agregat halus dan kasar yaitu pasir, batu, batu pecah atau bahan semacam lainnya, dengan menambahkan semen secukupnya yang berfungsi sebagai perekat bahan susun beton, dan air sebagai bahan pembantu guna keperluan reaksi kimia selama proses pengerasan dan perawatan beton berlangsung. Agregat halus dan kasar, disebut sebagai bahan susun kasar campuran, merupakan komponen utama beton. Nilai kekuatan serta daya tahan (durability) beton merupakan fungsi dari banyak faktor, diantaranya nilai banding campuran dan mutu bahan susun, metode pelaksanaan pengecoran, pelaksanaan finishing, temperatur dan kondisi perawatan pengerasannya. Nilai kuat tekan beton relatif lebih tinggi dibanding dengan kuat tariknya, dan beton merupakan bahan bersifat getas (runtuh seketika). Nilai kuat tariknya hanya berkisar 9%-15% dari kuat tekannya. Pada penggunaan sebagai komponen struktural bangunan, umumnya beton diperkuat dengan batang tulangan baja sebagai bahan yang dapat bekerja sama dan dapat membantu kelemahannya, terutama pada bagian yang menahan gaya tarik. Dengan demikian tersusun pembagian tugas, dimana batang tulangan baja untuk memperkuat dan menahan gaya tarik, sedangkan beton hanya diperhitungkan untuk menahan gaya tekan (Dipohusodo, 1994). Universitas Sumatera Utara

Transcript of Chapter II

Page 1: Chapter II

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Bahan Dasar Beton

Beton merupakan hasil dari pencampuran bahan-bahan agregat halus dan

kasar yaitu pasir, batu, batu pecah atau bahan semacam lainnya, dengan

menambahkan semen secukupnya yang berfungsi sebagai perekat bahan susun

beton, dan air sebagai bahan pembantu guna keperluan reaksi kimia selama proses

pengerasan dan perawatan beton berlangsung. Agregat halus dan kasar, disebut

sebagai bahan susun kasar campuran, merupakan komponen utama beton. Nilai

kekuatan serta daya tahan (durability) beton merupakan fungsi dari banyak faktor,

diantaranya nilai banding campuran dan mutu bahan susun, metode pelaksanaan

pengecoran, pelaksanaan finishing, temperatur dan kondisi perawatan

pengerasannya.

Nilai kuat tekan beton relatif lebih tinggi dibanding dengan kuat tariknya,

dan beton merupakan bahan bersifat getas (runtuh seketika). Nilai kuat tariknya

hanya berkisar 9%-15% dari kuat tekannya. Pada penggunaan sebagai komponen

struktural bangunan, umumnya beton diperkuat dengan batang tulangan baja

sebagai bahan yang dapat bekerja sama dan dapat membantu kelemahannya,

terutama pada bagian yang menahan gaya tarik. Dengan demikian tersusun

pembagian tugas, dimana batang tulangan baja untuk memperkuat dan menahan

gaya tarik, sedangkan beton hanya diperhitungkan untuk menahan gaya tekan

(Dipohusodo, 1994).

Universitas Sumatera Utara

Page 2: Chapter II

12

II.1.1 Semen

II.1.1.1 Umum

Semen adalah perekat hidrolis yang berarti bahwa senyawa-senyawa

yang terkandung di dalam semen tersebut dapat bereaksi dengan air dan

membentuk zat baru yang bersifat sebagai perekat terhadap batuan.

Semen merupakan hasil industri yang sangat kompleks, dengan

campuran serta susunan yang berbeda-beda. Semen dapat dibedakan menjadi 2

kelompok yaitu : 1). Semen non-hidrolik dan 2). Semen hidrolik.

Semen hidrolik mempunyai kemampuan untuk mengikat dan mengeras

didalam air. Contoh semen hidrolik antara lain semen portland, semen

pozzolan,semen alumina, semen terak, semen alam dan lain-lain. Lain halnya

dengan semen hidrolik, semen non hidrolik tidak dapat mengikat dan mengeras

didalam air, akan tetapi dapat mengeras di udara. Contoh utama dari semen non

hidrolik adalah kapur (Mulyono, 2003).

II.1.1.2 Semen Portland

Semen Portland merupakan perekat hidrolis yang dihasilkan dari

penggilingan klinker yang kandungan utamanya adalah kalsium silikat dan satu

atau dua buah bentuk kalsium sulfat sebagai bahan tambahan.

Komposisi yang sebenarnya dari berbagai senyawa yang ada berbeda-

beda dari jenis semen yang satu dengan yang lain, untuk berabagai jenis semen

ditambahkan berbagai jenis material mentah lainnya.

Universitas Sumatera Utara

Page 3: Chapter II

13

II.1.1.3 Jenis-Jenis Semen Portland

Sesuai dengan kebutuhan pemakaian semen yang disebabkan oleh

kondisi lokasi maupun kondisi tertentu yang dibutuhkan pada pelaksanaan

konstruksi, dalam perkembangannya dikenal berbagai jenis semen Portland antara

lain :

1. Semen Portland Biasa

Semen Portland jenis ini digunakan dalam pelaksanaan konstruksi beton

secara umum apabila tidak diperlukan sifat-sifat khusus, misalnya ketahanan

terhadap sulfat, panas hidrasi rendah, kekuatan awal yang tinggi dan

sebagainya. ASTM mengklasifikasikan jenis semen ini sebagai tipe I.

2. Semen Portland dengan Ketahanan Sedang Terhadap Sulfat

Semen jenis ini digunakan pada konstruksi apabila sifat ketahanan terhadap

sulfat dengan tingkat sedang, yaitu kandungan sulfat (SO3) pada air tanah dan

tanah masing-masing 0,8% - 0,17% dan 125 ppm, serta pH tidak kurang dari

6. Pada daerah lokasi tertentu, yang dimanan suhu agak tinggi maka untuk

mengurangi penguapan air selama pengeringan agar tidak terjadi retak akibat

susut (shrinkage) yang besar, maka perlu ditambahkan sifat moderat “heat of

hydration”. ASTM mengklasifikasikan semen jenis ini sebagai tipe II.

3. Semen Portland dengan Kekuatan Awal Tinggi

Merupakan semen Portland yang digiling lebih halus dan mengandung

tricalsium silikat (C3S) lebih banyak dibanding semen Portland biasa

(Murdock, 1991). ASTM mengklasifikasikan semen ini sebagai tipe III.

Semen jenis ini memiliki pengembangan kekuatan awal yang tinggi dan

kekuatan tekan pada waktu yang lama juga lebih tinggi dibanding semen

Universitas Sumatera Utara

Page 4: Chapter II

14

Portland biasa, umumnya digunakan pada keadaan-keadaan darurat, misalnya

pembetonan pada musim dingin.

4. Semen Portland dengan Panas Hidrasi Rendah

Semen jenis ini memiliki kandungan tricalsium silikat (C3S) dan tricalsium

aluminat (C3A) yang lebih sedikit, tetapi memiliki kandungan C3S yang lebih

banyak dibanding semen Portland biasa dan memiliki sifat-sifat :

a. Panas hidrasi rendah

b. Kekuatan awal rendah, tetapi kekuatan tekan pada waktu lama sama

dengan semen Portland biasa

c. Susut akibat proses pengeringan rendah

d. Memiliki ketahanan terhadap bahan kimia, terutama sulfat

ASTM mengklasifikasikan semen jenis ini sebagai tipe IV.

5. Semen Portland dengan Ketahanan Tinggi Terhadap Sulfat

Semen jenis ini memiliki ketahanan yang tinggi terhadap sulfat. Kekuatan

tekan pada umur 28 hari lebih rendah dibanding semen Portland biasa. Semen

ini diklasifikasikan sebagai tipe V pada ASTM. Semen jenis ini digunakan

pada konstruksi apabila dibutuhkan ketahanan yang tinggi terhadap sulfat,

yaitu kandungan sulfat (SO3) pada air tanah dan tanah masing-masing 0,17% -

1,67% dan 125 ppm – 1250 ppm, seperti pada konstruksi pengolah limbah

atau konstruksi dibawah permukaan air.

6. Semen Portland dengan Kekuatan Awal Sangat Tinggi

Semen jenis ini memiliki pengembangan kekuatan awal yang sangat tinggi.

Kekuatan tekan pada umur 1 hari dapat menyamai kekuatan umur 3 hari dari

Universitas Sumatera Utara

Page 5: Chapter II

15

semen dengan kekuatan awal tinggi. Semen ini digunakan pada konstruksi

yang perlu segera diselesaikan atau pekerjaan perbaikan beton.

7. Semen Portland Koloid

Semen jenis ini digunakan untuk pembetonan pada tempat dalam dan sempit.

Pada penggunaanya semen ini digunakan dalam bentuk koloid dan dipompa.

8. Semen Portland Blended

Semen Portland blended dibuat dengan mencampur material selain gypsum

kedalam klinker. Umumnya bahan yang dipakai adalah terak dapur tinggi

(balst-furnase slag), pozzolan, abu terbang (fly ash) dan sebagainya.

Jenis-jenis semen Portland blended adalah :

a. Semen Portland Pozzolan (Portland Pozzolanic Cement)

b. Semen Portland Abu Terbang (Portland Fly Ash Cement)

c. Semen Portland Terak Dapur Tinggi (Portland Balst-Furnase Slag

Cement)

d. Semen Super Masonry

II.1.1.4 Pengerasan dan Pengikatan Semen

Apabila air ditambahkan kedalam semen portland, maka terjadi reaksi

antara komponen-komponen semen dengan air yang dinamakan Hidrasi. Reaksi

tersebut akan menghasilkan senyawa-senyawa hidrat. Senyawa hidrat terdiri dari:

1. Calcium Silicate hydrate + Ca(OH)2.

2. Calcium Aluminate Hydrate (3CaO.Al2O3.3H2O).

3. Calcium Sulfuric Aluminate Hydrate (3CaO.Al2O3.3CaSO4.3H2O)4.

Yang semuanya dalam bentuk “Cement Gel”.

Universitas Sumatera Utara

Page 6: Chapter II

16

Mekanisme proses pengikatan (setting) dan Pengerasan (hardening)

Gambar 2.1 Proses pengikatan dan pengerasan semen (Mulyono, 2003).

Keterangan :

1. Pada awal mula reaksi hydrasi tersebut akan menghasilkan pengendapan

Ca(OH)2, etteringite dan C-S-H akan membentuk coating pada partikel semen

serta etteringite akan membentuk coating pada 3CaO.Al2O3, hal ini akan

mengakibatkan reaksi hydrasi akan tertahan, periode ini disebut Dormant

Periode.

2. Dormant Periode ini terjadi pada 1 jam hingga 2 jam, dan selama itu pasta

masih dalam keadaan plastis dan workable. Periode ini berakhir dengan

pecahnya coating tersebut dan segera reaksi hydrasi terjadi kembali dan Initial

Set segera tercapai.

PENAMBAHAN AIR

PASTA PLASTIS DAN MUDAH DIBENTUK

INITIAL SET

PASTA KAKU DAN MUDAH DIBENTUK

PADAT DAN KAKU & MULAI MENGERAS

FINAL SET

PROSES PENGERASAN

DORMANT PERIODE INITIAL SETTING TIME MIN. 45 MENIT

S E T T I N G

FINAL SETTING TIME MAX. 8 JAM

HARDENING

Universitas Sumatera Utara

Page 7: Chapter II

17

3. Selama periode beberapa jam, reaksi hydrasi dari 3CaO.SiO2 terjadi dan

menghasilkan C-S-H dengan volume lebih dari dua kali volume semen. C-S-

H ini akan mengisi rongga dan membentuk titik-titik kontak yang

menghasilkan kekakuan.

4. Pada tahap berikutnya terjadi konsentrasi dari C-S-H dan konsentrasi dari

titik-titik kontak yang akan menghalangi mobilitas partikel-partikel semen,

yang akhirnya pasta menjadi kaku dan Final Setting dicapai dan proses

pengerasan mulai terjadi secara steady.

II.1.2 Agregat

II.1.2.1 Umum

Agregat merupakan material yang dominan pemakaiannya dalam dunia

rekayasa sipil. Agregat dapat digunakan langsung (seperti dasar jalan dan

timbunan) dan juga dapat digunakan dengan penambahan semen untuk

membentuk suatu kesatuan material atau disebut dengan beton. Agregat

menempati 70% sampai dengan 75% dari volume beton, sehingga karekteristik

dan sifat dari agregat memiliki pengaruh langsung terhadap kualitas dan sifat-sifat

beton (Nugraha, 2007).

Sifat yang paling penting dari suatu agregat (batu-batuan, kerikil, pasir,

dan lain sebagainya) ialah kekuatan hancur dan ketahanan terhadap benturan,

yang dapat mempengaruhi ikatannya dengan pasta semen, porositas dan

karekteristik penyerapan air yang mempengaruhi daya tahan terhadap agresi

kimia, serta ketahanan terhadap penyusutan.

Universitas Sumatera Utara

Page 8: Chapter II

18

II.1.2.2 Jenis Agregat

Hampir semua faktor yang berkenaan dengan kelayakan suatu agregat

endapan (quarry) berhubungan dengan sejarah geologi dari daerah sekitarnya.

Proses geologis yang membentuk suatu quarry atau modifikasi yang berurutan,

menentukan ukuran, bentuk, lokasi, jenis, keadaan dari batuan, serta gradasi, dan

sejumlah faktor lainnya.

Agregat dapat dibedakan atas dua jenis yaitu: agregat alam dan agregat

buatan (pecahan). Agregat alam dan buatan inipun dapat dibedakan berdasarkan

beratnya, asalnya, diameter butirnya (gradasi) dan tekstur permukaannya. Pada

Gambar 2.2 dapat dilihat pembagian jenis agregat berdasarkan sumber

materialnya.

(Mulyono, 2003).

JENIS-JENIS AGREGAT

AGREGAT BERAT AGREGAT NORMAL AGREGAT RINGAN

AGREGAT BUATAN

AGREGAT ALAM

AGREGAT BUATAN

PENGOLAHAN BATUAN DENGAN

PANAS (Terak, Batu tulis,

Lempung)

TANPA PENGOLAHAN

BATUAN DENGAN PANAS

(Batu Klinker)

PENGOLAHAN BATUAN DENGAN

PANAS (Terak, Batu tulis,

Lempung)

TANPA PENGOLAHAN

BATUAN DENGAN PANAS

(Batu Klinker)

-PECAHAN BATA -TERAK TANUR

BIJI BESI, TERAK TANUR TINGGI

AGREGAT ALAM

PASIR KERIKIL

PASI

R S

UN

GA

I

PASI

R G

UN

UN

G

PASI

R L

AU

T

BA

TUA

N B

EKU

BA

TUA

N

BA

TUA

N E

ND

APA

N

Gambar 2.2 Klasifikasi agregat berdasarkan sumber material

Universitas Sumatera Utara

Page 9: Chapter II

19

II.1.2.2.1 Jenis Agregat Berdasarkan Bentuk

Secara alamiah bentuk agregat dipengaruhi oleh proses geologi batuan.

Setelah dilakukan penambangan, bentuk agregat dipengaruhi oleh teknik

penambangan yang dilakukan, dapat berupa dengan cara peledakan ataupun

dengan mesin pemecah batu.

Jika dikonsolidasikan butiran yang berat akan menghasilkan campuran

beton yang lebih baik jika dibandingkan dengan butiran yang pipih. Penggunaan

pasata semennya akan lebih ekonomis. Bentuk–bentuk agregat ini lebih banyak

berpengaruh terhadap sifat pengerjaan pada beton secar (fresh concrete).

Test standar yang dapat dipergunakan dalam menentukan bentuk agregat

ini adalah ASTM D-3398. Klasifikasi agregat berdasarkan bentuknya adalah

sebagai berikut:

1. Agregat bulat

Agregat bulat terbentuk karena terjadinya pengikisan oleh air atau

keseluruhannya terbentuk karena penggeseran. Rongga udaranya minimum

33%, sehingga rasio luas permukaannnya kecil. Beton yang dihasilkan dari

agregat ini kurang cocok untuk beton mutu tinggi, karena ikatan antara agregat

kurang kuat.

2. Agregat bulat sebagian atau tidak teratur

Agregat ini secara alamiah berbentuk tidak teratur. Sebagian terbentuk karena

pergeseran sehingga permukaan atau sudut–sudutmya berbentuk bulat.

Rongga udara pada agregat ini lebih tinggi, sekitar 35%–38%, sehingga

membutuhkan lebih banyak pasta semen agar mudah dikerjakan. Beton yang

Universitas Sumatera Utara

Page 10: Chapter II

20

dihasilkan dari agregat ini belum cukup baik untuk mutu tinggi karena ikatan

antara agregat belum cukup baik (masih kurang kuat).

3. Agregat bersudut

Agregat ini mempumyai sudut–sudut yang tampak jelas, yang terbentuk di

tempat–tempat perpotongan bidang–bidang dengan permukaan kasar. Rongga

udara pada agregat ini berkisar antara 38%– 40%, sehingga membutuhkan

lebih banyak lagi pasta semen agar mudah dikerjakan. Beton yang dihasilkan

dari agregat ini cocok untuk struktur yang menekankan pada kekuatan atau

untuk beton mutu tinggi karena ikatan antara agregatnya baik (kuat).

4. Agregat panjang

Agregat ini panjangnya jauh lebih besar dari pada lebarnya dan lebarnya jauh

lebih besar dari tebalnya. Agregat ini disebut panjang jika ukuran terbesarnya

lebih dari 9/5 dari ukuran rata–rata. Ukuran rata–rata ialah ukuran ayakan

yang meloloskan dan menahan butiran agregat. Sebagai contoh, agregat

dengan ukuran rata–rata 15 mm akan lolos ayakan 19 mm dan tertahan oleh

ayakan 10 mm. Agregat ini dinamakan panjang jika ukuran terkecil butirannya

lebih kecil dari 27 mm (9/5 x 15 mm). Agregat jenis ini akan berpengaruh

buruk pada mutu beton yang akan dibuat. Agregat jenis ini cenderung

menghasilkan kuat tekan beton yang buruk.

5. Agregat pipih

Agregat disebut pipih jika perbandingan tebal agregat terhadap ukuran–ukuran

lebar dan tebalnya kecil. Agregat pipih sama dengan agregat panjang, tidak

baik untuk campuran beton mutu tinggi. Dinamakan pipih jika ukuran

terkecilnya kurang dari 35 ukuran rata–ratanya. Menurut Galloway (1994)

Universitas Sumatera Utara

Page 11: Chapter II

21

agregat pipih mempunyai perbandingan antara panjang dan lebar dengan

ketebalan rasio 1 : 3 yang dapat digambarkan sama dengan uang logam.

6. Agregat pipih dan panjang

Agregat ini mempunyai panjang yang jauh lebih besar daripada lebarnya,

sedangkan lebarnya jauh lebih besar dari tebalnya.

II.1.2.2.2 Jenis Agregat Berdasarkan Tekstur Permukaan

Ukuran susunan agregat tergantung dari kekerasan, ukuran molekul,

tekstur batuan dan besarnya gaya yang bekerja pada permukaan butiran yang telah

membuat licin atau kasar permukaan tersebut. Secara umum susunan permukaan

ini sangat berpengaruh pada kemudahan pekerjaan. Semakin licin permukaan

agregat akan semakin sulit beton untuk dikerjakan. Umumnya jenis agregat

dengan permukaan kasar lebih disukai. Jenis agragat berdasarkan tekstur

permukaannya dapat dibedakan sebagai berikut:

1. Agregat licin / halus (glassy)

Agregat jenis ini lebih sedikit membutuhkan air dibandingkan dengan agregat

dengan permukaan kasar. Dari hasil penelitian, kekasaran agregat akan

menambah kekuatan gesekan antara pasta semen dengan permukaan butiran

agregat sehingga beton yang menggunakan agragat ini cenderung mutunya

lebih rendah. Agregat licin terbentuk dari akbat pengikisan oleh air, atau

akibat patahnya batuan (rocks) berbutir halus atau batuan yang berlapis–lapis.

2. Berbutir (granular)

Pecahan agregat jenis ini berbentuk bulat dan seragam.

Universitas Sumatera Utara

Page 12: Chapter II

22

3. Kasar

Pecahannya kasar dapat terdiri dari batuan berbutir halus atau kasar yang

mengandung bahan–bahan berkristal yang tidak dapat terlihat dengan jelas

melalui pemeriksaan visual.

4. Kristalin (Cristalline)

Agregat jenis ini mengandung kristal–kristal yang tampak dengan jelas

melalui pemeriksaan visual.

5. Berbentuk sarang lebah (honey combs)

Tampak dengan jelas pori–porinya dan rongga–rongganya. Melalui

pemeriksaan visual kita dapat melihat lubang–lubang pada batuannya.

II.1.2.2.3 Jenis Agregat Berdasarkan Ukuran Butir

Cara membedakan jenis agregat yang paling banyak dilakukan ialah

dengan didasarkan pada ukuran butir–butirnya. Menurut ukuran butirnya, agregat

dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu :

1. Agregat Halus

Agregat halus (pasir) berasal dari hasil disintegrasi alami dari batuan alam

atau pasir buatan yang dihasilkan dari alat pemecah batu (stone crusher)

dan mempunyai ukuran butir 5 mm.

Universitas Sumatera Utara

Page 13: Chapter II

23

Agregat alami yang digunakan untuk agregat campuran beton dapat

digolongkan menjadi 3 macam, yaitu:

a. Pasir galian

Pasir golongan ini diperoleh langsung dari permukaan tanah atau

dengan cara menggali terlebih dahulu. Pasir ini biasanya tajam,

bersudut, berpori dan bebas dari kandungan garam, tetapi biasanya

harus dibersihkan dari kotoran tanah dengan cara mencucinya.

b. Pasir sungai

Pasir ini diperoleh langsung dari dasar sungai, umumnya berbutir

halus, bulat-bulat akibat proses gesekan. Daya lekat antar butir – butir

agak kurang karena butir yang bulat. Karena besar butir–butirnya kecil,

maka baik dipakai untuk memplaster tembok, juga dapat dipakai untuk

keperluan yang lain.

c. Pasir laut

Pasir laut ini adalah pasir yang diambil dari pantai. Butir–butirnya

halus dan bulat karena gesekan. Pasir ini merupakan pasir yang paling

jelek karena banyak mengandung garam–garaman. Garam–garaman ini

menyerap kandungan air dari udara dan ini mengakibatkan pasir selalu

agak basah dan juga menyebabkan pengembangan bila sudah menjadi

bangunan.

Agregat halus yang digunakan pada penelitian ini merupakan pasir sungai

yang berasal dari daerah Binjai.

Universitas Sumatera Utara

Page 14: Chapter II

24

2. Agregat Kasar

Agregat kasar (kerikil/batu pecah) berasal dari disintegrasi alami dari

batuan alam atau berupa batu pecah yang dihasilkan oleh alat pemecah

batu (stone crusher), dan mempunyai ukuran butir antara 5-40 mm.

Agregat kasar yang digunakan pada penelitian ini adalah agregat alami

yang berasal dari Sungai Wampu dengan ukuran maksimum 40 mm.

II.1.2.2.4 Jenis Agregat Berdasarkan Berat

Agregat berdasarkan beratnya dapat dibedakan menjadi tiga golongan,

yaitu:

1. Agregat normal

Agregat normal dapat dihasilkan dari pemecahan batuan dari quarry

ataupun langsung diambil dari alam. Agregat ini biasanya memiliki berat

jenis rata-rata 2,5 sampai dengan 2,7. Beton yang dibuat dengan agregat

normal adalah beton yang memiliki berat isi 2.200-2.500 kg/m3. Beton

yang dihasilkan dengan menggunakan agregat ini memiliki kuat tekan

sekitar 15-40 Mpa (SK.SNI.T-15-1990:1).

2. Agregat ringan

Agregat ringan dipergunakan untuk menghasilkan beton yang ringan

dalam sebuah konstruksi yang memperhatikan berat dirinya. Berat isi

agregat ringan ini berkisar antara 350-880 kg/m3 untuk agregat kasar, dan

750-1.200 kg/m3 untuk agregat halusnya (SK.SNI.T-15-1990:1).

Universitas Sumatera Utara

Page 15: Chapter II

25

3. Agregat berat

Agregat berat memiliki berat jenis lebih besar dari 2.800 kg/m3. Agregat

ini biasanya dipergunakan untuk menghasilkan beton untuk proteksi

terhadap radiasi nuklir (SK.SNI.T-15-1990:1).

II.1.3 Air

Air diperlukan pada pembuatan beton untuk memicu proses kimiawi

semen, membasahi agregat dan memberikan kemudahan dalam pekerjaan beton.

Air yang dapat diminum umumnya dapat digunakan sebagai campuran beton. Air

yang mengandung senyawa-senyawa berbahaya , yang tercemar garam, minyak,

gula, atau bahan kimia lainnya, bila dipakai dalam campuran beton akan

menurunkan kulitas beton, bahkan dapat mengubah sifat-sifat beton yang

dihasilkan. Air yang digunakan dapat berupa air tawar (dari sungai, danau, telaga,

kolam, situ, dan lainnya), air laut maupun air limbah, asalkan memenuhi syarat

mutu yang telah ditetapkan (Mulyono, 20003).

Nilai banding berat air dan semen untuk suatu adukan beton dinamakan

water cement ratio ( w.c.r). Agar terjadi prses hidrasi yang sempurna dalam

adukan beton, pada umumnya dipakai nilai w.c.r 0,40-0,65 tergantung mutu beton

yang hedak dicapai umumnya menggunakan nilai w.c.r yang rendah, sedangkan

dilain pihak untuk menambah daya workability (kemudahan pengerjaan)

diperlukan nilai w.c.r yang lebih tinggi (Dipohusodo, 1994).

Universitas Sumatera Utara

Page 16: Chapter II

26

Kekuatan dan mutu beton umumnya sangat dipengaruhi oleh air yang

digunakan. Air yang digunakan harus disesuaikan pada batas yang memungkinkan

untuk pelaksanaan pekerjaan campuran beton dengan baik. Jumlah air yang

digunakan pada campuran beton dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu :

1. Air bebas, yaitu air yang diperlukan untuk hidrasi semen

2. Air resapan agregat

II.2 Sifat-Sifat Beton

Karakteristik dari beton dipertimbangkan dalam hubungannya dengan

kualitas yang dituntut untuk suatu tujuan konstruksi tertentu. Pendekatan praktis

yang paling baik adalah mengusahakan kesempurnaan semua sifat beton. Adapun

sifat sifat beton yaitu:

II.2.1 Sifat-Sifat Beton Segar

Beton segar merupakan suatu campuran antara air, semen dan agergat

dan bahan tambahan jika diperlukan setelah selesai pengadukan, usaha-usaha

seperti pengangkutan, pengecoran, pemadatan, penyelesaian akhir dan perawatan

beton dapat mempengaruhi beton segar itu sendiri setelah mengeras. Pada tiap-

tiap pengolahan beton segar ini sangat diperhatikan agar bahan-bahan campuran

tetap kompak dan tercampur merata dalam seluruh adukan.

Tiga hal penting yang perlu diketahui dari sifat-sifat beton segar , yaitu :

kemudahan pengerjaan (workabilitas), pemisahan kerikil (segregation),

pemisahan air (bleeding).

Universitas Sumatera Utara

Page 17: Chapter II

27

II.2.1.1 Kemudahan Pengerjaan (Workability)

Beton segar yang baik terlihat dari kemudahan adukan tersebut

dikerjakan (workability) yang mempunyai sifat:

1. Mobilitas, yaitu kemudahan spesi beton dapat dituangkan (dialirkan)

kedalam cetakan pada saat pengecoran.

2. Kompaktibilitas, yaitu kemudahan spesi beton dipadatkan dan rongga udara

dihilangkan.

3. Stabilitas, yaitu kemampuan spesi beton untuk tetap sebagai masa yang

homogen dan stabil selama dikerjakan dan digetarkan tanpa terjadi segregasi

dari bahan utamanya.

Konsistensi/kelecakan adukan beton dapat diperiksa dengan pengujian

slump yang didasarkan pada ASTM C 143-74. Percoban ini menggunakan corong

baja yang berbentuk konus berlubang pada kedua ujungnya, yang disebut kerucut

Abrams. Bagian bawah berdiameter 20 cm, bagian atas berdiameter 10 cm, dan

tinggi 30 cm (disebut sebagai kerucut Abrams), seperti yang ditunjukkan pada

gambar 2.3.

Gambar 2.3 Kerucut Abrams

Universitas Sumatera Utara

Page 18: Chapter II

28

Variasi yang terjadi antara nilai slump adanya beberapa ukuran akibat

tiga buah jenis slump yang terjadi dalam praktek yaitu:

1. Penurunan umum dan seragam tanpa ada yang pecah, oleh karena itu dapat

disebut slump yang sebenarnya. Pengambilan nilai slump sebenarnya

dengan mengukur penurunan minimum dari puncak kerucut.

2. Slump geser yang terjadi bilamana paruh puncaknya tergeser atau

tergelincir ke bawah pada bidang miring. Pengambilan nilai slump geser

ini ada dua cara yaitu dengan mengukur penurunan minimum dan

penurunan rata–rata dari puncak kerucut.

nilai slump

Gambar 2.4 Slump sebenarnya

Gambar 2.5 Slump geser

nilai slump

nilai slump

Universitas Sumatera Utara

Page 19: Chapter II

29

Gambar 2.6 Slump runtuh

3. Campuran beton pada kerucut runtuh seluruhnya. Pengambilan nilai slump

collapse dengan mengukur penurunan minimum dari puncak kerucut.

nilai slump

II.2.1.2 Pemisahan Kerikil (Segregation)

Kecenderungan butir-butir kasar untuk lepas dari campuran beton

dinamakan segregasi. Hal ini akan menyebabkan sarang kerikil, yang pada

akhirnya akan menyebabkan keropos pada beton. Segregasi ini disebabkan oleh

beberapa hal, antara lain :

1. Campuran kurus atau kurang semen.

2. Terlalu banyak air.

3. Besar ukuran agregat maksimum lebih dari 40 mm.

4. Permukaan butir agregat kasar, semakin kasar permukaan butir agregat

semakin mudah terjadi segregasi.

Universitas Sumatera Utara

Page 20: Chapter II

30

Untuk mengurangi kecenderungan segregasi maka diusahakan air yang

diberikan sedikit mungkin, adukan beton jangan dijatuhkan dengan ketinggian

yang terlalu besar dan cara pengangkutan, penuangan maupun pemadatan harus

mengikuti cara-cara yang betul.

II.2.1.3 Pemisahan Air (Bleeding)

Kecenderungan air untuk naik ke permukaan beton yang baru

dipadatkan dinamakan bleeding. Air yang naik ini membawa semen dan butir-

butir pasir halus, yang pada saat beton mengeras akan membentuk selaput

(laitence).Bleeding dapat dikurangi dengan cara :

• Memberi lebih banyak semen.

• Menggunakan air sedikit mungkin.

• Menggunakan pasir lebih banyak.

II.2.2 Sifat-Sifat Beton Keras

Sifat-sifat beton yang telah mengeras mempunyai arti yang penting

selama masa pemakaiannya. Sifat-sifat penting dari beton yang telah mengeras

adalah kekuatan tekannya, modulus elastisitas beton, ketahanan beton (durability),

permeability dan penyusutan.

Universitas Sumatera Utara

Page 21: Chapter II

31

II.2.2.1 Kuat Tekan Beton

Kuat tekan beton merupakan sifat yang paling penting dalam beton keras,

dan umumnya dipertimbangkan dalam perencanaan campuran beton. Kuat tekan

beton umur 28 hari berkisar antara 10-65 MPa. Untuk struktur beton bertulang

pada umumnya menggunakan beton dengan kekuatan berkisar 17-30 MPa,

sedangkan untuk beton prategang berkisar 30-45 MPa. Untuk keadaan dan

keperluan struktur khusus, beton ready mix sanggup mencapai nilai kuat tekan

62 MPa dan untuk memproduksi beton kuat tinggi tersebut umumnya

dilaksanakan dengan pengawasan ketat dalam laboratorium (Dipohusodo, 1994).

Beberapa faktor seperti ukuran dan bentuk agregat, jumlah pemakaian

semen, jumlah pemakaian air, proporsi campuran beton, perawatan beton (curing),

usia beton ukuran dan bentuk sampel, dapat mempengaruhi kekuatan tekan beton.

Kekuatan tekan benda uji beton dihitung dengan rumus :

P

fc’ = …………………………………(1)

A

dengan : fc’ : kekuatan tekan (kg/cm2)

P : beban tekan (kg)

A : luas permukaan benda uji (cm2)

Standar deviasi dihitung berdasrakan rumus :

s = √Σ (σ’b – σ’bm)2

_________________ ……………………………………………(2)

N - 1

Universitas Sumatera Utara

Page 22: Chapter II

32

dengan: s = deviasi standar (Kg/cm2)

σ’b = Kekuatan masing – masing benda uji (Kg/Cm2)

σ’bm = Kekuatan Beton rata –rata ( Kg/cm2 )

N = Jumlah Total Benda Uji hasil pemeriksaan

Berdasarkan PBI ’71 Bagian 3, Bab 4 Pekerjaaan Beton bahwa kekuatan

tekan beton pada berbagai umur benda uji adalah, seperti tabel berikut :

Tabel 2.1 Perbandingan Kekuatan pada berbagai benda uji

Benda Uji Perbandingan Keuatan Tekan

Kubus 15x15x15 cm 1.00

Kubus 20x20x20 cm 0.95

Silinder 15x30 cm 0.83

Untuk estimasi kekuatan tekan masing – masing benda uji terhadap beton

yang berumur 28 hari , dapat diambil dari PBI ‘71, seperti tabel berikut ini

Tabel 2.2 Faktor Konversi Untuk Kuat Tekan Beton 28 Hari

Umur Beton (hari) 3 7 14 21 28 90 365

Semen Porland Biasa 0.40 0.65 0.88 0.95 1.00 1.20 1.35

Semen Porland dengan

Kekuatan awal tinggi

0.55 0.75 0.90 0.95 1.00 1.15 1.20

Universitas Sumatera Utara

Page 23: Chapter II

33

II.2.2.1.1 Ukuran Dan Bentuk Agregat

Semakin kecil area permukaan agregat, maka semakin kecil kebutuhan

air untuk campuran beton. Dengan semakin kecilnya faktor air semen, maka

kekuatan beton semakin meningkat. Penggunaan agregat dengan ukuran butir

maksimum yang lebih besar, dapat menurunkan kekuatan beton. Pada Gambar 2.7

dapat dilihat hubungan antara efek ukuran agregat dengan kekuatan tekan beton.

Gambar 2.7 Grafik pengaruh ukuran agregat terhadap kuat tekan beton (Dipohusodo, 1994).

II.2.2.1.2 Faktor Air Semen

Secara umum, semakin besar nilai f.a.s, semakin rendah mutu kekuatan

beton. Dengan demikian, untuk menghasilkan sebuah beton yang bermutu tinggi

f.a.s dalam beton haruslah rendah, sayangnya hal ini menyebabkan kesulitan

dalam pengerjaannya. Umumnya nilai f.a.s minimum untuk beton normal sekitar

0,4 dan nilai maksimumnya 0,65. Tujuan pengurangan f.a.s ini adalah untuk

mengurangi hingga seminimal mungkin porositas beton yang dibuat sehingga

akan dihasilkan beton mutu tinggi.

Universitas Sumatera Utara

Page 24: Chapter II

34

Kekuatan tekan beton dapat diperhitungkan dengan penggunaan faktor

air semen. Pada Gambar 2.8 terlihat bahwa kekuatan tekan beton menurun jika

perbandingan jumlah berat pemakaian air tehadap berat semen ditingkatkan.

Gambar 2.8 Grafik hubungann antara faktor air semen terhadap kekuatan tekan

Beton (Dipohusodo, 1994).

II.2.2.1.3 Umur Beton

Kekuatan tekan beton akan bertambah dengan naiknya umur beton.

Biasanya nilai kuat tekan ditentukan pada waktu beton mencapai umur 28 hari.

Kekuatan beton akan naik secara cepat (linear) sampai umur 28 hari, tetapi setelah

itu kenaikannya tidak terlalu signifikan (Gambar 2.9). Umumnya pada umur 7 hari

kuat tekan mencapai 70% dan pada umur 14 hari mencapai 85% - 90% dari kuat

tekan umur 28 hari (Dipohusodo, 1994).

Universitas Sumatera Utara

Page 25: Chapter II

35

Gambar 2.9 Hubungan antara umur beton dan kuat tekan beton

(Dipohusodo, 1994).

II.2.2.1.4 Jenis semen

Jenis Portland semen yang digunakan ada 5 jenis yaitu : I, II, III, IV, V.

Jenis-jenis semen tersebut mempunyai laju kenaikan kekuatan yang berbeda

sebagaimana tampak pada Gambar 2.10.

Gambar 2.10 Perkembangan kekuatan tekan mortar untuk berbagai tipe Portland semen (Mulyono, 2003).

Universitas Sumatera Utara

Page 26: Chapter II

36

II.2.2.1.5 Jumlah semen

Jika faktor air semen sama (slump berubah), beton dengan jumlah

kandungan semen tertentu mempunyai kuat tekan tertinggi sebagaimana tampak

pada Gambar 2.11. Pada jumlah semen yang terlalu sedikit berarti jumlah air juga

sedikit sehingga adukan beton sulit dipadatkan yang mengakibatkan kuat tekan

beton rendah. Namun jika jumlah semen berlebihan berarti jumlah air juga

berlebihan sehingga beton mengandung banyak pori yang mengakibatkan kuat

tekan beton rendah. Jika nilai slump sama (fas berubah), beton dengan kandungan

semen lebih banyak mempunyai kuat tekan lebih tinggi.

Gambar 2.11 Pengaruh jumlah semen terhadap kuat tekan beton pada faktor air semen sama (Kardiyono, 1998).

Universitas Sumatera Utara

Page 27: Chapter II

37

II.2.2.1.6 Rongga Udara (Voids)

Peningkatan faktor air semen dapat menyebabkan rongga udara

meningkat, sehingga dapat mempengaruhi penurunan durabilitas, sifat kedap air

pada beton, dan juga kekuatan beton. Kebutuhan air dalam pencampuran beton

diharapkan cukup untuk mendukung proses hidrasi pada semen, penambahan air

pada pencampuran beton dapat menyebabkan terjadinya rongga pada beton,

sehingga kualitas beton yang dihasilkan menurun.

II.2.2.1.7 Perawatan Beton (Curing)

Kekuatan tekan beton bertanbah seiring dengan umur beton dan

perawatan beton. Pengaruh perawatan beton dapat dilihat pada Gambar 2.12

peningkatan suhu air baik untuk perawatan beton ataupun pencampuran beton

dapat meningkatkan kekuatan beton lebih cepat. Penggunaan curing dengan

sistem uap dapat meningkatkan kekuatan beton lebih cepat dibandingkan dengan

sistem perawatan beton dengan metode perendaman.

Gambar 2.12 Grafik Pengaruh suhu perawatan beton terhadap kokoh tekan

beton (Kardiyono, 1998).

Universitas Sumatera Utara

Page 28: Chapter II

38

II.3 Bahan Tambah

II.3.1 Umum

Bahan tambah (admixture) adalah bahan-bahan yang ditambahkan ke

dalam campuran beton pada saat atau selama percampuran berlangsung. Fungsi

dari bahan ini adalah untuk mengubah sifat-sifat dari beton agar menjadi lebih

cocok untuk pekerjaan tertentu, atau untuk menghemat biaya.

Admixture atau bahan tambah yang didefenisikan dalam Standard

Definitions of terminology Relating to Concrete and Concrete Aggregates (ASTM

C.125-1995:61) dan dalam Cement and Concrete Terminology (ACI SP-19)

adalah sabagai material selain air, agregat dan semen hidrolik yang dicampurkan

dalam beton atau mortar yang ditambahkan sebelum atau selama pengadukan

berlangsung. Bahan tambah digunakan untuk memodifikasi sifat dan karakteristik

dari beton misalnya untuk dapat dengan mudah dikerjakan, mempercepat

pengerasan, menambah kuat tekan, penghematan, atau untuk tujuan lain seperti

penghematan energi (Mulyono, 2003).

Bahan tambah biasanya diberikan dalam jumlah yang relatif sedikit, dan

harus dengan pengawasan yang ketat agar tidak berlebihan yang justru akan dapat

memperburuk sifat beton.

Di Indonesia bahan tambah telah banyak dipergunakan. Manfaat dari

penggunaan bahan tambah ini perlu dibuktikan dengan menggunakan bahan

agregat dan jenis semen yang sama dengan bahan yang akan dipakai di lapangan.

Dalam hal ini bahan yang dipakai sebagai bahan tambah harus memenuhi

ketentuan yang diberikan oleh SNI. Untuk bahan tambah yang merupakan bahan

Universitas Sumatera Utara

Page 29: Chapter II

39

tambah kimia harus memenuhi syarat yang diberikan dalam ASTM C.494,

“Standard Spesification for Chemical Admixture for Concrete”.

Untuk memudahkan pengenalan dan pemilihan admixture, perlu

diketahui terlebih dahulu kategori dan penggolongannya, yaitu :

1. Air entraining Agent (ASTM C 260), yaitu bahan tambah yang ditujukan

untuk membentuk gelembung-gelembung udara berdiameter 1 mm atau lebih

kecil didalam beton atau mortar selama pencampuran, dengan maksud

mempermudah pengerjaan beton pada saat pengecoran dan menambah

ketahanan awal pada beton.

2. Chemical admixture (ASTM C 494), yaitu bahan tambah cairan kimia yang

ditambahkan untuk mengendalikan waktu pengerasan (memperlambat atau

mempercepat), mereduksi kebutuhan air, menambah kemudahan pengerjaan

beton, meningkatkan nilai slump dan sebagainya.

3. Mineral admixture (bahan tambah mineral), merupakan bahan tambah yang

dimaksudkan untuk memperbaiki kinerja beton. Pada saat ini, bahan tambah

mineral ini lebih banyak digunakan untuk memperbaiki kinerja tekan beton,

sehingga bahan ini cendrung bersifat penyemenan. Keuntunganannya antara

lain : memperbaiki kinerja workability, mempertinggi kuat tekan dan

keawetan beton, mengurangi porositas dan daya serap air dalam beton.

Beberapa bahan tambah mineral ini adalah pozzolan, fly ash, slang, dan silica

fume.

Universitas Sumatera Utara

Page 30: Chapter II

40

• Miscellanous admixture (bahan tambah lain), yaitu bahan tambah yang

tidak termasuk dalam ketiga kategori diatas seperti bahan tambah jenis

polimer (polypropylene, fiber mash, serat bambu, serat kelapa dan

lainnya), bahan pencegah pengaratan dan bahan tambahan untuk perekat

(bonding agent).

II.3.2 Alasan Penggunaan Bahan Tambah

Penggunaan bahan tambah harus didasarkan pada alasan-alasan yang

tepat misalnya untuk memperbaiki sifat-sifat tertentu pada beton. Pencapaian

kekuatan awal yang tinggi, kemudahan pekerjaan, menghemat harga beton,

memperpanjang waktu pengerasan dan pengikatan, mencegah retak dan lain

sebagainya. Para pemakai harus menyadari hasil yang diperoleh tidak akan sesuai

dengan yang diharapkan pada kondisi pembuatan beton dan bahan yang kurang

baik.

Keuntungan penggunaan bahan tambah pada sifat beton, antara lain :

a. Pada beton segar (fresh concrete)

Memperkecil faktor air semen

Mengurangi penggunaan air.

Mengurangi penggunaan semen.

Memudahkan dalam pengecoran.

Memudahkan finishing.

Universitas Sumatera Utara

Page 31: Chapter II

41

b. Pada beton keras (hardened concrete)

Meningkatkan mutu beton

Kedap terhadap air (low permeability).

Meningkatkan ketahanan beton (durability).

Berat jenis beton meningkat.

II.3.3 Jenis-Jenis Bahan Tambah Kimia

Menurut standar ASTM C.494 jenis bahan tambah kimia dibedakan

menjadi tujuh tipe. Jenis dan defenisi bahan tambahan kimia ini sebagai berikut:

1. Tipe A ”Water Reducing Admixture”

Water Reducing Admixture adalah bahan tambah yang mengurangi air

pencampur yang diperlukan untuk menghasilkan beton dengan konsistensi

tertentu.

2. Tipe B ”Retarding Admixture”

Retarding Admixture adalah bahan tambah yang berfungsi untuk

menghambat waktu pengikatan beton. Ready mix untuk lokasi yang sulit

dijangkau dan pada daerah yang mempunyai empat musim cuaca, banyak

dipakai pada saat pembangunan konstruksi pada waktu musim panas.

3. Tipe C ”Accelerating Admixture”

Accelerating Admixture adalah bahan tambah yang berfungsi untuk

mempercepat pengikatan dan pengembangan kekuatan awal beton. Bahan

ini digunakan untuk mengurangi lamanya waktu pengeringan (hidrasi) dan

mempercepat pencapaian kekuatan pada beton.

Universitas Sumatera Utara

Page 32: Chapter II

42

4. Tipe D ”Water Reducing and Retarding Admixture”

Water Reducing and Retarding Admixture adalah bahan tambahan yang

berfungsi ganda yaitu mengurangi jumlah air pencampur yang diperlukan

untuk menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu dan menghambat

pengikatan awal.

5. Tipe E ”Water Reducing and Accelerating Admixture”

Water Reducing and Accelerating AdmixtureI adalah bahan tambah yang

berfungsi ganda yaitu mengurangi jumlah air pencampur yang diperlukan

untuk menghasilkan beton yang konsistensinya tertentu dan mempercepat

pengikatan awal. Bahan ini digunakan untuk manambah kekuatan beton,

dan juga mengurangi kandungan semen yang sebanding dengan

pengurangan kandungan air artinya FAS yang digunakan tetap dengan

mengurangi kadar air.

6. Tipe F ”Water Reducing, High Range Admixture”

Water Reducing, High Range Admixture adalah bahan tambah yang

berfungsi untuk mengurangi jumlah air pencampur yang diperlukan untuk

menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu, sebanyak 12% atau lebih.

Jenis bahan tambah ini dapat berupa superplasticizer.

Universitas Sumatera Utara

Page 33: Chapter II

43

7. Tipe G ”Water Reducing, High Range Retarding Admixture”

Water Reducing, High Range Retarding Admixture adalah bahan tambah

yang berfungsi untuk mengurangi jumlah air pencampur yang diperlukan

untuk menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu, sebanyak 12% atau

lebih dan juga untuk menghambat pengikatan beton. Jenis bahan tambah

ini merupakan gabungan superplasticizer dengan menunda waktu

pengikatan beton.

II.3.4 Bahan Tambah Mineral (Mineral Admixture )

Bahan tambah mineral ini merupakan bahan tambah yang dimaksudkan

untuk memperbaiki kinerja beton. Pada saat ini, bahan tambah mineral ini lebih

banyak digunakan untuk memperbaiki kinerja tekan beton, sehingga bahan

tambah mineral ini cenderung bersifat penyemenan. Beberapa bahan tambah

mineral ini adalah abu terbang (fly ash), slag, silica fume dan abu ampas tebu

(cane pulp ash).

II.3.4.1 Abu Terbang (Fly Ash)

Menurut ASTM C.618 (ASTM, 1995:304) abu terbang (fly ash)

didefenisikan sebagai butiran halus hasil residu pembakaran batubara atau bubuk

batu bara. Fly ash dapat dibedakan menjadi dua, yaitu abu terbang yang normal

yang dihasilkan dari pembakaran batubara antrasit atau batubara bitomius dan

abu terbang kelas C yang dihasilkan dari batubara jenis lignite atau subbitumeus.

Universitas Sumatera Utara

Page 34: Chapter II

44

Abu terbang kelas C kemungkinan mengandung kapur (lime) lebih dari 10%

beratnya. Kandungan kimia yang dibutuhkan dalam fly ash tercantum dalam

Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Kandungan Kimia Fly Ash

Senyawa Kimia Jenis F Jenis C

Oksida Silika (SiO2) + Oksida Alumina (Al2O3) +

Oksida Besi (Fe2O3), minimum %

70.0

50.0

Trioksida Sulfur (SO3), maksimum % 5.0 5.0

Kadar Air, maksimum % 3.0 3.0

Kehilangan Panas, maksimum % 6.0* 6.0

* Penggunaan sampai dengan 12% masih diijinkan jika ada perbaikan kinerja atau hasil test laboratorium menunjukkan demikian. Sumber : ASTM C.618-95:305.

II.3.4.2 Slag

Slag merupakan hasil residu pembakaran tanur tinggi. Defenisi slag

dalam ASTM C.989, ”Standard spesification for ground granulated Blast-

Furnace Slag for use in concrete and mortar”, (ASTM, 1995:494) adalah produk

non-metal yang merupakan material berbentuk halus, granular hasil pembakaran

yang kemudian didinginkan, misalnya dengan mencelupkannya dalam air.

Keuntungan penggunaan slag dalam campuran beton adalah sebagai

berikut (Lewis, 1982).

a. Mempertinggi kekuatan tekan beton karena kecendrungan melambatnya

kenaikan kekuatan tekan.

b. Menaikkan ratio antara kelenturan dan kuat tekan beton.

c. Mengurangi variasi kekuatan tekan beton.

d. Mempertinggi ketahanan terhadap sulfat dalam air laut.

Universitas Sumatera Utara

Page 35: Chapter II

45

e. Mengurangi serangan alkali-silika.

f. Mengurangi panas hidrasi dan menurunkan suhu.

g. Memperbaiki penyelesaian akhir dan memberi warna cerah pada beton.

h. Mempertinggi keawetan karena pengaruh perubahan volume.

i. Mengurangi porositas dan serangan klorida.

Faktor-faktor untuk menentukan sifat penyemenan (cementious) dalam

slag adalah komposisi kimia, konsentrasi alkali dan reaksi terhadap sistem,

kandungan kaca dalam slag, kehalusan, dan temperatur yang ditimbulkan selama

proses hidrasi berlangsung(Cain, 1994:505).

II.3.4.3 Silika Fume

Menurut standard ”Spesification for Silica Fume for Use in Hydraulic-

Cemen Concrete and Mortar” (ASTM.C.1240, 1995: 637-642) silica fume adalah

material pozzolan yang halus, dimana komposisi silika lebih banyak yang

dihasilkan dari tanur tinggi atau sisa produksi silikon atau alloy besi silikon

(dikenal sebagai gabungan antara microsilika dengan silica fume).

Penggunaan silica fume dalam campuran beton dimaksudkan untuk

menghasilkan beton dengan kekuatan tekan yang tinggi. Beton dengan kekuatan

tinggi digunakan, misalnya untuk kolom struktur atau dinding geser, pre-cast atau

beton pra-tegang dan beberapa keperluan lain. Kriteria kekuatan beton berkinerja

tinggi saat ini sekitar 50-70 Mpa untuk umur 28 hari. Penggunaan silica fume

berkisar antara 0 - 30% untuk memperbaiki karakteristik kekuatan dan keawetan

Universitas Sumatera Utara

Page 36: Chapter II

46

beton dengan faktor air semen sebesar 0.34 dan 0.28 dengan atau tanpa bahan

superplastisizer dan nilai slump 50 mm(Yogendran, et al, 1987:124-129):

Komposisi kimia dan fisika dari silika-fume dapat dilihat pada tabel 2.4.

Tabel 2.4 Komposisi Kimia Silica Fume

Kimia Berat (%)

SiO2

Karbon

Fe2O3

CaO

Al2O3

MgO

MnO

K2O

Na2O

92-94

3-5

0.10-0.50

0.10-0.15

0.20-0.30

0.10-0.20

0.008

0.10

0.10

Fisika Berat (%)

Berat Jenis

Rata-rata ukuran partikel, µm,

Lolos ayakan No.325 dala, %

Keasaman pH (10% air dalam slurry)

2.02

0.1

99.00

7.3

Sumber: Yogendra, et al, ACI Material Journal, Maret/April, 1987:125

Universitas Sumatera Utara

Page 37: Chapter II

47

II.3.4.4 Abu Ampas Tebu (AAT)

` Abu ampas tebu (AAT) adalah sisa hasil pembakaran dari ampas tebu.

Ampas tebu sendiri merupakan hasil limbah buangan yang berlimpah dari proses

pembuatan gula (±30% dari kapasitas giling) (Tanan, 2001). Abu ampas tebu yang

dahulunya hanya digunakan sebagai abu gosok, sudah mulai dimanfaatkan dalam

industri bahan bangunan, seperti :

1. Di Mesir telah diadakan penelitian bahwa abu ampas tebu dapat

dimanfaatkan sebagai komponen penyusun dalam pembuatan keramik

(Elkader, 1986).

2. Telah dicobakan pemanfaatan abu ampas tebu sebagai campuran semen

dengan perbandingan 1 semen : 12 abu ampas tebu, dan ternyata memberi

hasil yang lebih kuat, ringan dan tahan terhadap kondisi agresif, dan tentu

saja membutuhkan biaya yang lebih ekonomis (wahid).

3. Telah dicoba dalam pembuatan panil gypsum, dimana abu ampas tebu

dipakai sebagai bahan tambah mampu menghasilkan panil gypsum yang

memiliki kuat lentur yang baik (Sri Murni, 1998).

4. Penelitian dilakukan pada campuran beton dengan komposisi AAT 0℅,

AAT 10℅, AAT 2 0 ℅ sebag ai p eng g anti semen . Hasil Tes Tek an, Tes

Tarik, dan Uji Porositas pada penelitian beton telah membuktikan bahwa

AAT telah berfungsi sebagai pozzolan dengan kuat tekan terbesar, kuat

tarik terbesar dan porositas terkecil ada pada beton dengan 10℅ AAT

(Ghozi, 2001).

Universitas Sumatera Utara

Page 38: Chapter II

48

Setelah dilakukan penelitian, senyawa kimia yang terkandung dalam abu

ampas tebu dapat dilihat pada tabel 2.5 sebagai berikut :

Tabel 2.5 Kandungan kimia Abu Ampas Tebu

Senyawa Jumlah (%)

SiO2 70.97

Al2O3 0.33

Fe2O3 0.36

K2O 4.82

Na2O 0.43

MgO 0.82

C5H10O5

22.27 C7H10O3

C5H8O4

Sumber : Hasil anlisa No. 4246/LT AKI/XI/99 oleh Team Afilliansi dan Konsultasi Industri ITS Surabaya

Dari data di atas, jelas sekali terlihat bahwa senyawa kimia yang

dominan adalah SiO2 (silika) sebesar 70.97%. Komposisi tersebut menguntungkan

abu ampas tebu bila bahan ini digunakan sebagai bahan pengganti semen pada

campuran beton.

Universitas Sumatera Utara

Page 39: Chapter II

49

Keunggulan penggunaan abu ampas tebu pada campuran beton antara

lain :

a. Dengan kandungan silika hampir 80% , abu ampas tebu dapat digunakan

sebagai bahan pengganti semen pada campuran beton.

b. Meningkatkan kepadatan (density) beton.

c. Mengurangi terjadinya retak pada beton.

Kelemahan penggunaan abu ampas tebu pada campuran beton antara

lain :

a. Apabila kandungan silika pada abu ampas tebu menurun tidak mencapai

70% maka akan dapat menurunkan kualitas dan kuat tekan beton.

b. Tidak dapat langsung dipergunakan pada campuran beton, tetapi perlu

adanya penelitian kandungan kimia khususnya silika terlebih dahulu. Hal

ini dikarenakan kandungan kimia abu ampas tebu berbeda untuk setiap

asal abu ampas tebu yang berbeda.

Bahan tambah yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Abu ampas tebu (cane culp ash) yang berasal dari limbah produksi Pabrik Gula

Sei Semayang (PGSS), termasuk dalam kategori bahan tambah mineral (Mineral

Admixture).

Universitas Sumatera Utara

Page 40: Chapter II

50

II.4 Klasifikasi Retak

Retak pada beton dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Umum yang terdiri dari retak akibat rangkak (creep) dan retak akibat susut

(shrinkage).

b. Lebar retak yang terdiri dari retak mikro, retak maakro dan retak mayor.

c. Bentuk dan pola retak yang terdiri dari retak tunggal, retak ganda dan retak

bercabang.

Retak yang diperbolehkan harus sesuai dengan faktor keamanan,

perawatan (perlakuan) dan kekuatan bahan pada beton itu sendiri meskipun retak

tidak dapat ditentukan bentuk dan pola yang terjadi, hal ini dikarenakan retak

berhubungan dengan permukaanyang bebas (tidak diberi beban).

II.4.1 Rangkak (Creep) dan Susut (Shrinkage)

Pada umumnya penyebab retak adalah rangkak (creep) dan susut

(shrinkage) yang tergantung pada waktu. Rangkak (creep) adalah salah satu sifat

beton dimana beton mengalami deformasi yangb menerus menurut waktu dibawah

pembebanan yang diijinkan. Deformasi yang tidak elastis ini bertambah dengan

tingkat perubahan yang berkurang selama pembebanan dan jumlah totalnya dapat

besar beberapa kali dari deformasi elastis dalam waktu jangka pendek.

Shrinkage secara umum adalah perubahan volume yang tidak

berhubungan dengan pembebanan dan lebih dipengaruhi oleh suhu, kelembaban,

aliran angin dan faktor lingkungan lainnya. Saat beton masih bersifat plastis maka

partikel agregat akan turun kebawah sedangkan air dan udara akan naik ke atas

Universitas Sumatera Utara

Page 41: Chapter II

51

akibatnya dapat terjadi retak. Retak akibat penyusutan volume pada beton plastis

disebut plastic shrinkage crack sedangkan retak akibat penyusutan yang terus

terjadi karena panas hidrasi pada beton keras (hardener concrete) disebut drying

shrinkage crack.

II.4.2 Plastic Shrinkage Crack

Setelah semen bereaksi dengan air maka pasta akan mengalami reduksi

dalam volume beton, tetapi ini seharusnya menjadi catatan bahwa hal tersebut

disebabkan oleh hidrasi pada beton yang meningkat. Perawatan beton yang

disimpan dalam air secara kontiniu akan menambah volume beton berkisar

0.01 - 0.02 % dari volume semula akibat beton tersebut mengembang. Namun

disatu sisi jika beton disimpan ditempat yang kering dan panas (dry curing) maka

beton akan menyusut sehingga volume beton berkurang.

Plastic shrinkage terjadi pada hari pertama setelah pengecoran berkisar

antara 5 – 10 jam. Retak sering terjadi pada permukaan beton dan terlihat tidak

teratur. Retak juga lebih banyak pada arah horizontal.

Retak plastic shrinkage banyak terjadi pada slab dan perkerasan jalan

raya dengan bidang permukaan yang luas sehingga terjadi evaporasi yang sangat

tinggi. Kondisi udara yang sangat panas juga dapat meningkatkan terjadinya

plastic shrinkage.

Universitas Sumatera Utara

Page 42: Chapter II

52

Besar kemungkinan terjadinya plastic shrinkage dapat dipengaruhi dalam

merencanakan campuran antara lain yaitu :

1. Tipe semen

2. Faktor air semen

3. Jumlah dan ukuran agregat kasar

4. Konsistensi dalam campuran

Beberapa cara dapat dilakukan untuk mengatur semenimal mungkin retak

akibat plastic shrinkage. Penyemprotan air dingin pada agregat sebelum dicampur

dan penggunaan air dingin pada campuran bisa mengurangi terjadinya plastic

shrinkage crack. Meminimalkan terjadinya penguapan air juga dapat menurunkan

besar terjadinya plastic shrinkage yang dapat dilakukan dengan perawatan

terhadap benda uji supaya lembab atau ditutup dengan plastik agar terhindar dari

pengaruh udara luar.

Penurunan suhu beton pada saat pencampuran akan mengurangi besar

penyusutan plastis pada beton tersebut. Penurunan suhu smen antara 8 – 10 ºC,

suhu air menurun 4 ºC dan suhu agregat menurun 1.8 ºC akan dapat menurunkan

suhu beton sebesar 1 ºC.

Universitas Sumatera Utara

Page 43: Chapter II

53

II.4.3 Drying Shrinkage Beton

Drying shrinkage terjadi pada beton yang telah mengeras (hardener

concrete) akibat kehilangan air dari pasta semen. Rata-rata drying shrinkage bisa

mancapai sebesar 500 x 10-6 in atau 0.05 % dari panjang beton dan pada

umumnya sebesar 350 – 650 x 10-6 in. Hal ini berarti bahwa untuk ukuran sebuah

slab dengan ukuran 30 ft x 80 ft dapat menyusut berkisar antara 0.12 – 0.23 in

terhadap lebar dan 0.34 – 0.62 in terhadap panjang slab.

Perwatan juga mempengaruhi retak. Pada slab cenderung untuk

mengeringkan bagian atas dan menyusutkan bagian bawah slab yang mempunyai

kelembaban tinggi. Perbedaan kelembaban ini dapat diatasi dengan menggunakan

admixture, yang dapat mengubah cara air berpindah tempat dalam campuran

beton sehingga menghasilkan kelembaban yang seragam.

Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya drying shrinkage antara

lain adalah :

1. Tipe semen

2. Jumlah semen

3. Proporsi campuran

4. Ukuran dari bentuk struktur

5. Perawatan (curing)

Universitas Sumatera Utara

Page 44: Chapter II

54

II.4.4 Lebar Retak

Retak dapat dikenali dengan tiga parameter yaitu lebarnya, panjangnya

dan pola umumnya. Lebar retak ini sulit diukur karena bentuknya yang tidak

teratur (irreguler shape). Pada fase pengerasan beton terdapat retak mikro , retak

ini sulit dideteksi karena terlalu kecil.

Untuk melihat lebar retak mikro biasanya digunakan Crack Microscope

yang lebarnya bervariasi antara 0.125 – 1.0 µm (8 jam pertama setelah

pencetakan). Lebar retak minimum yang dapat dilihat oleh mata sebesar 0.13 mm

(0.005 in), dikenal dengan retak mikro. Retak mikro apabila dibebani akan

menjadi retak mayor atau retak yang lebih besar. Lebar retak maksimum yang

diijinkan dapat dilihat pada tabel 2.6 berikut :

Tabel 2.6 Lebar retak maksimum yang diijinkan

No Jenis Struktur dan Kondisi Toleransi

Lebar retak

(mm)

(1) (2) (3)

1. Struktur dalam ruangan (In-door struktur), udara

kering (dry-air), pemberian lapisan yang kedap air

0.41

2. Struktur luar (Out-door struktur), kelembaban sedang,

tidak ada pengaruh korosi

0.30

3. Struktur lain (Out-door struktur), kelembaban tinggi,

pengaruh kimiawi

0.18

4. Struktur dengan kelembaban tinggi dan dipengaruhi

oleh korosi (salju/es, air laut)

0.15

5. Struktur berkaitan dengan air (Reservoir) 0.10

[ACI Committe 244, 1972]

Universitas Sumatera Utara