Chapter II

17
 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Anatomi dan Fisiologi Traktus Trakeobronkhial 2.1.1 Anatomi Traktus trakeobronkhial terdiri dari trakhea dan bronkus. Trakea merupakan pipa yang terdiri dari tulang rawan dan otot yang dilapisi oleh epitel thorak berlapis semu bersilia, mulai dari kartilago krikoid sampai percabangan ke bronkus utama kanan dan kiri, pada setinggi iga ke dua pada orang dewasa dan setinggi iga ke tiga pada anak-anak. Trakea terletak di tengah- tengah leher dan makin ke distal bergeser ke sebelah kanan dan masuk ke rongga mediastinum di belakang manubrium sterni. Trakea sangat elastis dan panjang serta letaknya berubah ubah tergantung pada posisi kepala dan leher. Lumen trakea ditunjang oleh kira-kira 18 cincin tulang rawan yang bagian  posteriornya tidak bertemu. Gambar 2.1. Anatomi traktus trakeobronkhial (Probst R et al 2 006) Universitas Sumatera Utara

Transcript of Chapter II

5/14/2018 Chapter II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/chapter-ii-55a930c1cd477 1/17

 

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Anatomi dan Fisiologi Traktus Trakeobronkhial

2.1.1 Anatomi 

Traktus trakeobronkhial terdiri dari trakhea dan bronkus. Trakea merupakan pipa yang

terdiri dari tulang rawan dan otot yang dilapisi oleh epitel thorak berlapis semu bersilia, mulai

dari kartilago krikoid sampai percabangan ke bronkus utama kanan dan kiri, pada setinggi iga

ke dua pada orang dewasa dan setinggi iga ke tiga pada anak-anak. Trakea terletak di tengah-

tengah leher dan makin ke distal bergeser ke sebelah kanan dan masuk ke rongga

mediastinum di belakang manubrium sterni.

Trakea sangat elastis dan panjang serta letaknya berubah ubah tergantung pada posisi

kepala dan leher. Lumen trakea ditunjang oleh kira-kira 18 cincin tulang rawan yang bagian

posteriornya tidak bertemu.

Gambar 2.1. Anatomi traktus trakeobronkhial (Probst R et al 2006)

Universitas Sumatera Utara

5/14/2018 Chapter II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/chapter-ii-55a930c1cd477 2/17

 

Di bagian posterior terdapat jaringan yang merupakan batas dengan esofagus yang

disebut dinding bersama antara trakea dan esofagus (tracheoesophageal party wall). Panjang

trakea kira-kira 12 sentimeter pada pria dan 10 sentimeter pada wanita. Diameter

anteroposterior rata-rata 13 milimeter, sedangkan diameter transversal rata-rata 18 milimeter.

Trakea bercabang dua di setinggi torakal empat menjadi bronkus utama kanan dan kiri di

antara keduanya terdapat karina. Karina letaknya lebih ke kiri dari garis median, sehingga

lumen bronkus utama kanan lebih luas dari bronkus utama kiri. Bronkus utama kanan lebih

pendek dari bronkus utama kiri, panjangnya pada orang dewasa 2-5 cm dan mempunyai 6-8

cincin tulang rawan. Panjang bronkus utama kiri kira-kira 5 cm dan mempunyai cincin tulang

rawan sebanyak 9-12 buah. (Probst R et al 2006; Elstad M, Smith EM, 2009)

Gambar 2.2 Potongan melintang jika dilihat dengan bronkoskopi (Lore JM;

Medina JE 2005)

Universitas Sumatera Utara

5/14/2018 Chapter II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/chapter-ii-55a930c1cd477 3/17

 

Bronkus utama kanan membentuk sudut 25o

ke kanan dari garis tengah, sedangkan

bronkus utama kiri membuat sudut 45o

ke kiri dari garis tengah. Dengan demikian bronkus

utama kanan hampir membentuk garis lurus dengan trakea, sehingga benda asing eksogen

yang masuk ke dalam bronkus akan lebih mudah masuk ke dalam lumen bronkus utama

kanan dibandingkan bronkus utama kiri. Faktor lain yang mempermudah masuknya benda

asing ke dalam bronkus utama kanan ialah kerja otot trakea yang mendorong benda asing itu

ke kanan. Selain itu udara inspirasi ke dalam bronkus utama kanan lebih besar dibandingkan

dengan udara inspirasi ke bronkus kiri. Bronkus utama kanan bercabang menjadi tiga yaitu

superior, medius dan inferior sedangkan bronkus utama kiri bercabang menjadi dua yaitu

superior dan inferior. Ukuran traktus trakeobronkhial pada orang dewasa, pria dan wanita

serta pada anak-anak dan bayi berlainan. Ukuran traktus trakeobronkhial pada kadaver

menurut Chevalier Jackson (Jackson C, Jackson CL 1950) :

Tabel 2.1 Ukuran panjang dan diameter trakea dan bronkus

Dewasa 

Pria 

Wanita

Dewasa 

Anak-

anak  

Bayi 

Diameter trakea (mm)  14x20 12x16 5x10 6x7

Panjang trakea (cm)  12 10 6 4

Panjang bronkus kanan (cm)  2,5 2,5 2 1,5

Panjang bronkus kiri (cm)  5 5 3 2,5

Jarak gigi atas ke trakea (cm)  15 13 10 9

Jarak gigi atas ke bronkus sekunder

(cm) 

32 28 19 15

2.1.2. Fisiologi

Fungsi traktus trakeobronkhial yaitu (Jackson C, Jackson CL 1950; Stell

PM,Evan CC 1994) :

1.  Ventilasi

Universitas Sumatera Utara

5/14/2018 Chapter II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/chapter-ii-55a930c1cd477 4/17

 

Traktus trakeobronkhial berguna untuk pasase udara (konduksi) setelah dari hidung-

faring-laring sampai ke bronkus terminalis dan langsung ke bronkus respiratorius, tempat

terjadinya pertukaran udara. Duktus alveolaris dan alveolus terbuka ke bronkus respiratorius.

2.  Drainase paru

Drainase sekret dari paru ke traktus trakeobronkhial kemudian ke faring dilakukan

oleh mekanisme gerakan silia (ciliary wafting), batuk (tussive squeeze) dan hembusan

mendehem (bechic blast).

3. 

Daya perlindungan paru

Mekanisme perlindungan paru dan bronkus dilakukan oleh :

a.  Mukus, yang berasal dari sel goblet yang menjaga supaya selaput lendir trakea dan

bronkus selalu basah dan licin. Sekret berupa mukus membentuk palut lendir (mucous

blanket) untuk menangkap partikel debu dan mikroorganisme yang teraspirasi. Sekret

bergerak ke arah laring dan faring oleh mekanisme silia dan batuk.

b.  Mekanisme mukosiliar

Pada yang bernafas melalui hidung, partikel debu dan mikroorganisme telah disaring

di hidung dan nasofaring tetapi bila bernafas melalui mulut penyaringan itu belum

terlaksana. Di laring dan trakea mukosa diliputi oleh epitel torak bersilia, kecuali di

pita suara. Epitel torak bersilia diliputi oleh palut lendir tipis. Gerak silia yang efektif,

tergantung pada komposisi dan viskositas mukus. Kekeringan menyebabkan

degenerasi dan kerusakan silia, demikian juga pada perubahan panas dan perubahan

pH.

c.  Kontraksi otot bronkus.

Bila terdapat udara yang merangsang masuk ke dalam traktus trakeobronkhial , maka

akan terjadi kontraksi otot bronkus, sehingga lumen menyempit. Kontraksi otot

Universitas Sumatera Utara

5/14/2018 Chapter II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/chapter-ii-55a930c1cd477 5/17

 

bronkus juga disebabkan reflek nasobronkial, bila ada stimulasi pada selaput lendir

hidung akan terjadi reflek yang menyebabkan kontraksi otot bronkus yaitu reflek 

batuk. Timbul karena rangsangan pada ujung nervus vagus yang ada pada lapisan

epitel.

d.  Makrofag alveolar. Mikroorganisme yang terdapat di dalam alveolus akan diserang

oleh makrofag yang terdapat dalam alveolus.

4.  Mengatur keseimbangan kardiovaskular.

5.  Mengatur tekanan intrapulmonal.

6.  Mengatur tekanan CO2 dalam darah.

2.2 Aspirasi Benda Asing Di Traktus Trakeobrokial

2.2.1  Definisi

Aspirasi benda asing di traktus trakeobronkhial adalah masuknya benda yang

berasal dari luar tubuh ke dalam saluran traktus trakeobronkhial.

2.2.2 Etiologi

Penyebab terjadinya aspirasi benda asing di traktus trakeobronkhial

dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor yang mempermudah terjadinya aspirasi benda

asing ke dalam saluran nafas antara lain : faktor personal (umur, jenis kelamin, pekerjaan,

kondisi sosial, tempat tinggal), faktor kegagalan mekanisme proteksi yang normal

(keadaan tidur, kesadaran menurun alkoholisme dan epilepsi), faktor fisik, faktor dental,

faktor kejiwaan (emosi, gangguan psikis,) faktor ukuran,bentuk dan sifat dari benda asing,

yaitu organik (kacang-kacangan, tulang) dan anorganik (pluit mainan, jarum, peniti,

manik-manik, kancing, mainan, kerikil), faktor kecerobohan (Jackson C, Jackson CL

1950).

Universitas Sumatera Utara

5/14/2018 Chapter II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/chapter-ii-55a930c1cd477 6/17

 

 

2.2.2  Epidemiologi

Beberapa penelitian deskriptif di beberapa negara melaporkan angka kejadian aspirasi

benda asing di traktus trakeobronkhial lebih banyak terjadi pada anak laki-laki daripada

perempuan, yaitu 51%-75% dengan perbandingan 1,5-3:1 dan rata-rata terjadi pada kelompok 

umur 0-5 tahun yaitu 60%-75%. (Baharloo dkk 1999; Rehman dkk 2000; Srppnath dkk 2002;

Swanson dkk 2002; Kaur dkk 2002; Ayed dkk 2003 ; Tomaske dkk 2006; Hazdiras dkk 

2006; Mahyar dkk 2006; Mahafza dkk 2007 ; Cataneo dkk 2008; Huang dkk 2008; Saragih

dkk 2007).

2.2.3  Keluhan Utama

Alasan utama pasien datang berobat ke rumah sakit adalah  riwayat terhirup atau

tersedak benda asing. Namun, ada juga yang datang karena batuk tidak sembuh-sembuh dan

sesak nafas atau gejala pernafasan kronis lainnya mirip asma bronkial namun tidak sembuh

dengan pengobatan yang sesuai. Hal ini dapat terjadi karena sering kali saat terhirup atau

tersedak benda asing tidak ada saksi dan sering terjadi pada anak-anak di bawah umur tiga

tahun. 

Hazdiraz dkk (2006) melaporkan alasan utama pasien datang ke rumah sakit dan

dilakukan bronkoskopi adalah riwayat aspirasi benda asing dan diikuti sesak nafas (85%),

riwayat infeksi paru-paru yang resisten(11,6%) dan kondisi klinis seperti asma bronkhial

(1,7%) yang tidak sembuh dengan pengobatan, gambaran radiologi yang abnomal (1%) dan

hemoptysis (0,38%). Studi lain melaporkan kasus yang di evaluasi sebagai kasus aspirasi

benda asing di traktus trakheobronkial dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan ada

tidaknya riwayat aspirasi benda asing, kelompok pertama terdiri dari 438 kasus yang

memiliki riwayat aspirasi benda asing, sedangkan kelompok kedua 156 kasus yang datang

dengan gejala pulmonary kronik atau rekuren tanpa riwayat aspirasi benda asing. Pada

Universitas Sumatera Utara

5/14/2018 Chapter II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/chapter-ii-55a930c1cd477 7/17

 

kelompok ini dijumpai 25% kasus dijumpai benda asing ditraktus trakheobronkial (Emir dkk 

2001)

2.2.5  Gejala Dan Tanda

Gejala dan tanda benda asing dalam traktus trakeobronkhial tergantung pada lokasi,

derajat sumbatan (total atau sebagian) dan sifat, bentuk dan ukuran benda asing.

Jika benda asing berada di trakea akan timbul gejala batuk dengan tiba-tiba , tersedak,

selain itu terdapat juga gejala suara serak, sesak nafas, rasa tercekik (choking) dan sianosis.

Terdapat tanda patognomonik yaitu audible slap, palpatory thud, dan astmatoid wheeze 

(nafas berbunyi saat ekspirasi). Jika benda asing masih dapat bergerak dan sampai di

karina, timbul batuk sehingga benda asing itu akan terlempar ke laring. Sentuhan benda asing

itu pada pita suara dapat menimbulkan getaran di daerah tiroid, yang disebut oleh Jackson

sebagai   palpatory thud , atau dapat di dengar dengan stetoskop di daerah tirod yang disebut

dengan audible slap. Tanda  palpatory thud dan audible slap lebih jelas teraba dan terdengar

bila penderita tidur terlentang dengan mulut terbuka saat batuk. Sedangkan mengi (astmatoid

wheeze) dapat didengar pada saat penderita membuka mulut dan tidak ada hubungannya

dengan asma bronkial. Benda asing yang tersangkut di karina dapat menyebabkan atelektasis

pada satu paru dan emfisema paru sisi lain tergantung pada derajat sumbatan yang

diakibatkan oleh benda asing tersebut. Pada fase pulmonum benda asing berada di bronkus

dan dapat bergerak ke perifer. Pada fase ini udara yang masuk ke segmen paru terganggu

secara progresif dan pada auskultasi terdengar ekspirasi memanjang disertai dengan mengi.

Derajat sumbatan bronkus dan gejala yang ditimbulkan bervariasi tergantung pada bentuk,

ukuran dan sifat benda asing dan dapat timbul emfisema, atelektasis, drowned lung serta

abses paru. (Jackson C, Jackson CL 1950; Mohr MR 1990;Stell PM,Evan CC 1994)

Universitas Sumatera Utara

5/14/2018 Chapter II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/chapter-ii-55a930c1cd477 8/17

 

Beberapa penelitian melaporkan gejala dan tanda yang sering terjadi pada pasien

dengan aspirasi benda asing pada traktus trakeobronkhial disebut “penetrated syndrome”

yaitu rasa tercekik tiba-tiba yang dikuti oleh batuk, bisa disertai muntah atau tidak. (Emir dkk 

2001; Srppnath dkk 2002; Tomaske dkk 2006; Mahyar dkk 2006; Cataneo dkk 2008).

Baharloo melaporkan 49% kasus dari 112 kasus yang mengalami hal tersebut, gejala lain

yaitu demam, berkurangnya suara pernafasan dan wheezing. Delapan kasus terdapat sianosis,

2 kasus asimptomatik. Studi lain melaporkan gejala dan tanda yang paling sering terjadi

adalah batuk (90,4%), berkurangnya udara inspirasi (66,7%) dan sesak nafas (Ayed dkk 

2003), Saragih dkk 2007 melaporkan dari 21 kasus 42,8% mengeluhkan sesak nafas.

Mahafza dkk (2007) melaporkan dari 336 kasus, gejala batuk merupakan gejala yang paling

sering dialami pada semua jenis benda asing, dialami 105 pasien (88,2%) dengan jenis benda

asing biji-bijian, 82 kasus dengan jenis benda asing kacang-kacangan, 79 kasus dengan benda

asing sayuran, 15 pasien dengan benda asing plastik, 13 kasus dengan benda asing logam, 7

kasus dengan benda asing tulang ikan.

2.2.6 Durasi

Pada penelitian deskriptif yang membagi sampelnya menjadi dua kelompok, yaitu

kelompok anak-anak dan dewasa, pasien datang paling cepat setelah tiga hari dan paling

terlambat adalah 11 bulan. Pada jenis benda asing organik lebih cepat datang dari pada pada

kasus benda asing tipe anorganik. Tidak terdapat korelasi antara keterlambatan diagnosis

dengan lokasi benda asing dan gejala yang terkait pada penelitian mereka. (Baharloo dkk 

1999). Ayed dkk (2003) melaporkan 87% kasus datang sebelum 24 jam dan 26 datang

setelah 24 jam. Rata-rata durasi waktu antara saat terjadi aspirasi dengan saat ditegakkan

diagnosis adalah 48 jam. Emir dkk (2001) melaporkan 46,3% kasus datang pada hari saat

terjadi aspirasi, 27% pada hari ke 2-7, dan 26,7% setelah hari ke delapan. Hampir semua

Universitas Sumatera Utara

5/14/2018 Chapter II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/chapter-ii-55a930c1cd477 9/17

 

kasus datang terlambat ke rumah sakit, 32% datang 7-14 hari setelah terjadi aspirasi.

(Srppnath 2002 )

2.2.7 Lokasi Benda Asing

Benda asing di bronkus lebih banyak masuk ke dalam bronkus kanan karena bronkus

kanan hampir merupakan garis lurus dengan trakea, sedangkan bronkus kiri membuat sudut

dengan trakea. Penderita dengan benda asing di bronkus yang datang ke rumah sakit

kebanyakan berada pada fase asimtomatik. Pada fase ini keadaan umum penderita masih baik 

dan foto rontgen thorak belum memperlihatkan kelainan.

Baharloo dkk (1999) melaporkan distribusi benda asing pada traktus trakheobronkial

saat dilakukan bronkoskopi pada dua kelompok yaitu kelompok anak-anak 52,5% benda

asing berada di bronkus kanan dan 47,5% berada pada bronkus kiri (tidak terdapat perbedaan

yang signifikan). Pada kelompok dewasa 69% benda asing terdapat pada bronkus kanan, dan

31% pada bronkus kiri, (signifikan dengan uji chi-square P<0.005), 3,6% kasus terdapat pada

kedua bronkus. Studi lain melaporkan lokasi tersering adalah bronkus utama kanan 60,9%

dari 524 kasus (Mahafza dkk 2007),75,6% dari 86 kasus (Mise dkk 2009), 55,7% dari 370

kasus (Tomaske dkk 2006), 50,4% dari 101 kasus (Mahyar dkk 2006), Saragih dkk 2007

melaporkan lokasi benda asing tersering di trakea yaitu 52,4% dari 21 kasus. Di bagian THT

RS.Hasan Sadikin Bandung dilaporkan 10 kasus aspirasi benda asing di traktus

trakheobronkial selama 1 tahun (1998), 5 di bronkus kanan, 1 di bronkus kiri sisanya di laring

dan trakhea.

2.2.8 Jenis Benda Asing

Jenis benda asing yang paling banyak terhirup adalah jenis organik, merupakan 90%

dari seluruh kasus, dimana lebih dari 50% berupa kacang (Baharloo dkk 1999), studi lain

Universitas Sumatera Utara

5/14/2018 Chapter II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/chapter-ii-55a930c1cd477 10/17

 

melaporkan benda asing tersering yang teraspirasi adalah biji-bijian, kacang-kacangan

(26,8%) dan sayuran (25,3%) (Ayed dkk 2003; Mahafza dkk 2007), 85,1% biji-bijian, kacang

almond dan kenari (Mahyar dkk 2006), kacang (51,6%) , berikutnya mainan plastik dan

peniti (Tomaske dkk 2006), Cataneo dkk (2008) melaporkan benda asing yang paling sering

yaitu biji-bijian ( kacang tanah, kacang hijau dan jagung) dan benda-benda kecil yang terbuat

dari plastik dan logam. Mise dkk (2009) melaporkan jenis benda asing tersering adalah tulang

hewan (39,5%). Studi lain melaporkan jenis benda asing terbanyak adalah pluit plastik 

(Rehman dkk, 2000), hazelnut , biji bunga matahari, jarum pentul, tutup pulpen (Emir dkk 

2001) jarum pentul 53,6% dari 41 kasus (Nurbaiti dkk 2003), kacang tanah 38%, selebihnya

  jarum pentul, pluit sepatu anak-anak, peniti, tutup pulpen, tulang ayam, biji sawo (Saragih

dkk 2007).

2.2.9 Pemeriksaan penunjang

Benda asing yang bersifat radioopak dapat dibuat foto thorak segera setelah kejadian

sedangkan benda asing yang radiolusen (seperti kacang-kacangan) lebih bermakna jika telah

melewati waktu 24 jam setelah kejadian, kadang-kadang dapat menampilkan kelainan

atelektasis dan emfisema paru. Saat dilakukan pemeriksaan radiologi, posisi leher tegak 

untuk penilaian jaringan lunak leher dan foto thorak anteroposterior dan lateral. Pada foto

lateral dilakukan dengan lengan dibelakang punggung, leher dan kepala ekstensi untuk 

melihat keseluruhan jalan nafas dari mulut sampai karina.

Pemeriksaan penunjang lain yang dapat membantu yaitu video fluoroskopi,

bronkogram dan pemeriksaan laboratorium. (Jackson C, Jackson CL 1950; Stell PM, Evan

CC 1994)

Sebuah penelitian melaporkan gambaran radiologi pada dua kelompok, yaitu

kelompok anak-anak dan kelompok dewasa, yang paling sering pada kelompok anak-anak 

Universitas Sumatera Utara

5/14/2018 Chapter II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/chapter-ii-55a930c1cd477 11/17

 

adalah terperangkapnya udara (64%), sedangkan atelektasis merupakan gambaran radiologi

tersering pada kelompok dewasa (50%). Terdapat perbedaan yang signifikan pada kedua

kelompok dengan uji chi-square yaitu P<0,005. Terdapat tujuh kasus yang tidak dilakukan

foto thorak. Pada penelitian ini tidak terdapat hubungan antara gambaran radiologi dan

penanganan yang terlambat. Demam dijumpai pada 77% kasus dengan gambaran radiologi

pneumonia dan 31% pada gambaran radiologi normal. Terdapat perbedaan yang signifikan

dengan uji chi-square, P=0,016. (Baharloo dkk 1999). Studi lain melaporkan emfisema

obstruktif dan kolaps paru unilateral pada gambaran radiologi, jika benda asing sudah lama

berada di bronkus. Juga bisa tampak gambaran pneumonia persisten dan abses paru (Emir

dkk 2001), unilateral overdistensi, atelektasis dan radioopak, (Tomaske dkk 2006), gambaran

radiologi normal, radioopak, hiperinsuflasi (Cataneo dkk 2008). Nurbaiti dkk (2003)

melaporkan 60,1% kasus yang menunjukkan gambaran benda asing dengan jenis benda asing

terbanyak yaitu jarum pentul.

2.2.10 Diagnosis

Diagnosis benda asing di traktus trakeobronkhial ditegakkan berdasarkan anamnesis

yang teliti dan cermat terhadap gejala (adanya riwayat tersedak sesuatu, tiba-tiba timbul rasa

tercekik, batuk, sesak nafas dan lain-lain ), dan tanda yang dijumpai pada pemeriksaan fisik 

(palpasi dan auskultasi) dan pemeriksaan radiologi sebagai penunjang.

Diagnosis pasti ditegakkan setelah dilakukan endoskopi atas indikasi diagnostik dan

terapi. (Jackson C, Jackson CL 1950; Stell PM,Evan CC 1994)

2.2.11 Penatalaksanaan

Universitas Sumatera Utara

5/14/2018 Chapter II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/chapter-ii-55a930c1cd477 12/17

 

  Kebanyakan penderita dengan benda asing di traktus trakeobronkhial datang ke rumah

sakit sudah melewati fase akut, sehingga pengangkatan secara endoskopik harus dipersiapkan

secara lebih optimal baik dari segi alat maupun personal yang telah terlatih.

Benda asing di traktus trakeobronkhial harus dikeluarkan dengan menggunakan

bronkoskopi, baik bronkoskopi kaku atau pun rigid. (Jackson C, Jackson CL 1950; Johnson

D, Gans S 1976, Lore JM., Medina JE 2005)

Tabel 2.2 Ukuran alat endoskopi pada bayi dan anak 

Usia  Laringoskop  Bronkoskop 

Prematur  6 3,0 mm x 20 cm

Baru lahir  6 3,5 mm x 25 cm

3-6 bulan  9 3,5 mm x 30 cm

1 tahun  9 4,0 mm x 30 cm

2 tahun  11 4,0 mm x 30 cm

4 tahun  11 5,0 mm x 35 cm

5-7 tahun  12 5,0 mm x 35 cm

8-12 tahun  16 6,0 mm x 35 cm

7,0 mm x 35 cm

Tahapan Tindakan

Pembiusan dengan endotrakeal di awali dengan premedikasi yang adekuat. Posisi pasien

trendelenburg. Asisten memegang pada kepala penderita untuk mengatur posisi.

A.  Bronkoskopi/Trakeoskopi dengan Bantuan Laringoskop

1.  Dilakukan tindakan laringoskopi dengan menggunakan laringoskop dengan

removable slide. Laringoskop dipegang dengan tangan kiri.

2.  Bronkoskop dipegang dengan tangan kanan lalu dimasukkan dengan panduan

laringoskop melalui laring menuju trakea.

3.  Slide dari laringoskop dilepas dan laringoskop ditarik kebelakang sehingga hanya

bronkoskop yang tertinggal.

Universitas Sumatera Utara

5/14/2018 Chapter II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/chapter-ii-55a930c1cd477 13/17

 

4.  Bronkoskop dipegang dengan tangan kiri seperti memegang stik  billiard  sehingga

tangan kanan bebas untuk memegang instrumen lainnya seperti kanul suction,

teleskop, forsep.

5.  Dilakukan inspeksi dinding trakea dengan menggerakkan bronkoskop dari sisi ke sisi

lain, atas dan bawah dengan memakai teleskop untuk evaluasi adanya benda asing

(bentuk, besar, posisi). Kemudian benda asing diekstraksi dengan forsep yang sesuai.

Sebelum melakukan ekstraksi dipastikan bahwa benda asing dalam posisi searah

dengan lumen dan ujung yang tajam (berbahaya) mengarah kebawah sehingga aman

dalam melakukan ekstraksi.

6.  Bronkoskopi dilanjutkan kebawah sampai ditemukan karina yang terletak pada ujung

distal trakea. Selanjutnya evaluasi muara bronkus kanan dengn posisi kepala

dimiringkan ke kiri sedangkan untuk evaluasi muara bronkus kiri dengan

memiringkan kepala ke kanan. Bila ditemukan benda asing lakukan ekstraksi.

B. Bronkoskopi/Trakeoskopi tanpa Laringoskop

1.  Bronkoskop dipegang dengan tangan kanan seperti memegang pulpen. Bronkoskop

dimasukkan sedikit agak ke sudut kanan mulut dilanjutkan kebelakang sampai

melewati lidah dan epiglotis.

2.  Bronkoskop melewati bawah epiglotis, glotis, pita suara, komisura posterior. Kepala

lebih ekstensi sehingga bronkoskop masuk ke trakea.

3.  Bronkoskop dipegang dengan tangan kiri seperti memegang stik billiard sehingga

tangan kanan bebas untuk memegang instrumen lainnya seperti suction kanul,

teleskop, forsep.

4.  Dilakukan inspeksi dinding trakea dengan menggerakkan bronkoskop dari sisi ke sisi

lain, atas dan bawah dengan memakai teleskop untuk evaluasi adanya benda asing

(bentuk, besar, posisi). Kemudian benda asing diekstraksi dengan forsep yang sesuai.

Universitas Sumatera Utara

5/14/2018 Chapter II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/chapter-ii-55a930c1cd477 14/17

 

Sebelum melakukan ekstraksi dipastikan bahwa benda asing dalam posisi searah

dengan lumen dan ujung yang tajam (berbahaya) mengarah kebawah sehingga aman

dalam melakukan ekstraksi.

5.  Bronkoskopi dilanjutkan kebawah sampai ditemukan karina yang terletak pada ujung

distal trakea. Selanjutnya evaluasi muara bronkus kanan dengn posisi kepala

dimiringkan ke kiri sedangkan untuk evaluasi muara bronkus kiri dengan

memiringkan kepala ke kanan. Bila ditemukan benda asing lakukan ekstraksi.

2.2.12 Komplikasi

Komplikasi yang mungkin terjadi akibat benda asing antara lain emfisema,

atelektasis, pneumonia, pembentukan abses, sepsis, perforasi/fistula.

Komplikasi akibat tindakan antara lain :

1.  Subglotik edema terutama pada anak di bawah 2 tahun dengan benda asing berupa

makanan. Hal ini dihindari dengan tidak melakukan tindakan bronkoskopi yang

berulang. Bila terjadi sub glotik edema segera dilakukan trakeostomi rendah yaitu di

bawah cincin trakea II.

2.  Surgical syok, hal ini dapat terjadi karena operasi berlangsung lama, dianjurkan

tindakan bronkoskopi pada bayi dilakukan dalam waktu 15 menit sedangkan untuk 

anak dibawah 5 tahun selama 30 menit.

3.  Penumpukan sekret pada bronkus, terutama bila benda asing berupa makanan,

sehingga akhirnya terjadi impending asphyxia akibat sekretnya sendiri.

Mallick dkk (2005), melaporkan komplikasi yang terjadi pada 28 kasus aspirasi benda

asing yang terlambat ditangani dari 128 pasien, yaitu pneumonia, bronkiektasi, dan fistula

bronkoesofageal. Hazdiras dkk (2006) melaporkan 42 pasien mengalami infeksi dan

membutuhkan pengobatan yang progresif, 30 pasien mengalami hipoksia dan bradikardia saat

Universitas Sumatera Utara

5/14/2018 Chapter II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/chapter-ii-55a930c1cd477 15/17

 

dilakukan bronkoskopi, 37 mengalami edema laring, spame laringeal dan bronkus, 6

perdarahan, 2 pneumothorax, 1 pneumomediastinum dan 8 kasus kematian. Rehman dkk 

(2007) melaporkan komplikasi edema laring terjadi empat kasus, dan dua kasus meninggal

karena serebral anoksia.

Pan H dkk (2010) melaporkan 368 kasus aspirasi benda asing di traktus

trakeobronkhial di sebuah rumah sakit di China, tiga kasus membatukkan benda asing

sebelum dilakukan bronkoskopi, empat kasus meninggal karena gagal nafas yang lama dan

koma yang dalam, dua kasus mengalami hipoksia dan selebihnya berhasil dilakukan

bronkoskopi untuk mengeluarkan benda asing.

Nurbaiti (2003) melaporkan komplikasi yang terjadi yaitu atelektasis empat kasus,

meninggal dua kasus, semuanya terjadi pada balita dengan benda asing kacang tanah.

Universitas Sumatera Utara

5/14/2018 Chapter II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/chapter-ii-55a930c1cd477 16/17

 

2.3 Kerangka Konsepsional

FAKTOR PERSONAL • UMUR • JENIS KELAMIN • KONDISI 

DENTAL • KONDISI FISIK • PEKERJAAN • KONDISI SOSIAL 

KEGAGALAN MEKANISME PROTEKSI 

NORMAL 

FAKTOR KEJIWAAN • EMOSI 

FAKTOR BENDA ASING • ORGANIK • ANORGANIK 

ASPIRASI BENDA ASING 

LOKASI BENDA ASING 

GAMBARAN RADIOLOGIS 

TINDAKAN 

KOMPLIKASI 

RESPON PENDERITA

TANDA FISIK: Stridor  

Wheezing Diminished  air  

GEJALA: Batuk 

Sesak nafas 

FAKTOR KECEROBOHAN • PENDERITA • LINGKUNGAN 

Gambar 2.3 Skema Kerangka Konsepsional

Universitas Sumatera Utara

5/14/2018 Chapter II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/chapter-ii-55a930c1cd477 17/17

 

2.4 Kerangka Kerja

REKAM MEDIK

 

1.  Jenis Kelamin

2.  Umur3.  Keluhan Utama

4.  Gejala

5.  Tanda Fisik 

6.  Jenis Benda Asing

7.  Durasi

8.  Gambaran Radiologi

9.  Lokasi Benda Asing

10. Komplikasi

ASPIRASI BENDA ASING DI

TRAKTUS

TRAKEOBRONKIAL

Gambar 2.4. Skema Kerangka Kerja

Universitas Sumatera Utara