Chapter ii

5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Telinga Dan Mekanisme Mendengar Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran tersebut menggetarkan membrane timpani diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membrane timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfa pada skala vestibule bergerak. Getaran diteruskan melalui membrane Reissner yang mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relative antara membrane basilaris dan membrane tektoria (Guyton, 2007). Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi penglepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmitter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nucleus auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis. (Iskandar Nurbaiti,dkk.2007) Gambar 2.1 Anatomi Telinga Sumber : (Iskandar Nurbaiti,dkk.2007) Universitas Sumatera Utara

Transcript of Chapter ii

Page 1: Chapter ii

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Telinga Dan Mekanisme Mendengar

Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga

dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran

tersebut menggetarkan membrane timpani diteruskan ke telinga tengah melalui

rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit

tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membrane timpani dan tingkap

lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang

menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfa pada skala vestibule bergerak.

Getaran diteruskan melalui membrane Reissner yang mendorong endolimfa, sehingga

akan menimbulkan gerak relative antara membrane basilaris dan membrane tektoria

(Guyton, 2007). Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya

defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi penglepasan

ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel

rambut, sehingga melepaskan neurotransmitter ke dalam sinapsis yang akan

menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nucleus

auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis. (Iskandar

Nurbaiti,dkk.2007)

Gambar 2.1 Anatomi Telinga

Sumber : (Iskandar Nurbaiti,dkk.2007)

Universitas Sumatera Utara

Page 2: Chapter ii

Telinga terdiri dari 3 bagian utama yaitu :

a. Telinga Bagian Luar

Terdiri dari daun telinga dan liang telinga (audiotory canal), dibatasi oleh

membran timpani. . Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastic dan kulit. Liang

telinga berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar,

sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya

kira-kira 2,5-3 cm. Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak

serumen (kelenjar keringat) dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh

kulit liang telinga. Pada dua pertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar

serumen.

Telinga bagian luar berfungsi sebagai mikrofon yaitu menampung gelombang

suara dan menyebabkan membran timpani bergetar. Semakin tinggi frekuensi

getaran semakin cepat pula membran tersebut bergetar begitu pula sebaliknya.

b. Telingah Bagian Tengah

Telinga tengah berbentuk kubus dengan :

- batas luar : membran timpani

- batas depan : tuba eustachius

- batas bawah : vena jugularis (bulbus jugularis)

- batas belakang : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis

- batas atas : tegmen timpani (meningen/otak)

- batas dalam : berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi sirkularis

horizontal, kanalis fasialis, tinkgap lonjong (oval window), tingkap (round

window), dan promontorium.

Tulang pendengaran di dalam telinga tengah saling berhubungan. Prosesus longus

maleus melekat pada membran timpani, maleus mekelat pada inkus, dan inkus

melekat pada stapes. Martil landasan-sanggurdi yang berfungsi memperbesar

getaran dari membran timpani dan meneruskan getaran yang telah diperbesar ke

oval window yang bersifat fleksibel. Oval window ini terdapat pada ujung dari

cochlea.

c. Telinga Bagian Dalam

Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran

dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak

Universitas Sumatera Utara

Page 3: Chapter ii

koklea disebut helikotrema, menghubungkan perlimfa skala timpani dengan skala

vestibuli. Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan

membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak

skala vestibule sebelah atas, skala timpani di sebelah bawah dan skala media

(duktus koklearis) diantaranya. Skala vestibule dan skala timpani berisi perilimfa,

sedangkan skala media berisi endolimfa. Dasar skala vestibuli disebut sebagai

membrane vestibule (Reissner’s membrane) sedangkan dasar skala media adalah

membrane basalis. Pada membrane ini terletak organ Corti. Pada skala media

terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membrane tektoria, dan pada

membrane basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, sel rambut

luar dan kanalis Corti, yang membentuk organ Corti (Soetirto, 1990).

2.2. Bunyi

Bunyi atau suara di defenisikan sebagai serangkaian gelombang yang

merambat dari suara sumber getar sebagai akibat perubahan kerapatan dan juga tekanan

udara. Bunyi merupakan perubahan tekanan dalam udara yang ditangkap oleh gendang

telinga dan disalurkan ke otak (J.F.Gabriel, 1996). Kebisingan adalah bunyi yang tidak

diinginkan dari usaha atau kegiatan dala tingkat dan waktu tertentu yang dapat

menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan (Kep MENLH

No : Kep-48/MENLH/11/1996). Kebisingan adalah suara atau bunyi yang tidak

dikehandaki atau dapat diartikan pula sebagai suara yang salah pada tempat dan waktu

yang salah.

2.2.1. Mekanisme Kebisingan

Bunyi dinyatakan sebagai sensasi pendengaran yang lewat telinga dan

timbul karena penyimpangan tekanan udara. Penyimpangan ini biasanya

disebabkan oleh beberapa benda yang bergetar karena dipukul. Sewaktu

fluktuasi tekanan udara ini membentur gendang pendengaran(membran timpani)

dari telinga maka membran ini akan bergetar sebagai jawaban pada fluktuasi

tekanan udara tersebut. Getaran ini melalui saluran dan proses tertentu akan

sampai diotak kita dimana hal ini diinterprestasikan sebagai suara. Pada kondisi

atau aktifitas tertentu, misalnya saat seseoarang berpindah dari satu lokasi ke

lokasi lain dengan perbedaan tingkat ketinggian lokasi cukup besar dalam waktu

relatif singkat, akan timbul perbedaan tekanan udara antara bagian depan dan

Universitas Sumatera Utara

Page 4: Chapter ii

belakang gendang telinga. Akibatnya gendang telinga tidak dapat bergetar

secara efisien, dan sudah barang tentu pendengaran akan terganggu (Buchari,

2007).

Menurut Chandra (2007) Dalam Harnita (1995) Telinga manusia hanya

mampu menangkap suara yang ukuran intensitasnya 80 dB (batas aman) dan

dengan frekuensi suara sekitar bekisar antara 20-20.000Hz. Lebar responden

telinga manusia diantara 0 dB-140 dB yang dapat didengar. Dan batas intensitas

suara tertinggi adalah 140 dB dimana untuk mendengarkan suara itu sudah

timbul perasaan sakit pada alat pendengaran (Doelle, 1993).

2.2.2. Jenis Kebisingan

Kebisingan diklasifikasikan ke dalam dua jenis golongan besar yaitu :

a) Kebisingan tetap (steady noise) dibedakan menjadi dua, yaitu : (Tambunan,

2005)

- Kebisingan dengan frekuensi terputus (discrete frekuensi noise) ialah

Kebisingan ini berupa “nada-nada” murni pada frekuensi yang

beragam,contohnya suara mesin, suara kipas dan sebagainya.

- Broad Band Noise terjadi pada frekuensi yang lebih bervariasi (bukan

nada murni).

- Kebisingan dengan frekuensi terputus dan broad band noise sama-sama

digolongkan sebagai kebisingan tetap (steady noise).

b) Kebisingan tidak tetap (non steady noise) dibedakan menjadi tiga, yaitu :

- Kebisingan fluktuatif (fluctuating noise)

Kebisingan yang selalu berubah-ubah selama rentang waktu tertentu.

- Intermitten noise adalah kebisingan yang terputus-putus dan besarnya

dapat berubah-ubah, contohnya kebisingan lalu lintas.

- Impulsive noise adalah Kebisingan impulsive dihasilkan oleh suara-

suara berintensitas tinggi (memekakkan telinga) dalam waktu relative

singkat, misalnya suara ledakan senjata api dan alat-alat sejenisnya.

2.2.3. Sumber-Sumber Bising

Sumber bising adalah suatu hal yang tidak dapat diragukan lagi sebagai

asal atau aktivitas yang menghasilkan suara bising yang merusak pendengaran

Universitas Sumatera Utara

Page 5: Chapter ii

baik bersifat sementara ataupun permanen. Sumber kebisingan dapat

diklasifikasikan menjadi tiga macam:

a. Mesin : kebisingan yang ditimbulkan akibat aktifitas mesin

b. Vibrasi :kebisingan yang ditimbulkan akibat getaran dari aktifitas peralatan

kerja

c. Pergerakan udara, gas dan cairan

2.2.4 Pengukuran Kebisingan

Beberapa alat yang digunakan untuk mengukur kebisingan, yaitu :

a) Audiometer, biasanya dipakai untuk mengukur kebisingan yaitu dengan

membandingkan suara yang intensitasnya diketahui.

b) Noisemeter, alat ini mengambil suara dalam sebuah mikrofon dan

memindahkan energinya ke impuls listrik. Hasil pengukurannya merupakan

energi total, dicatat sebagai aliran listrik yang hampir sama dengan

kebisingan yang ditangkap.

c) The Equivalent Continous Level, alat ini digunakan untuk menganalisa

suatu kebisingan yang sangat fluktuatif, misalnya kebisingan lalu-lintas.

d) Octave Band Analizer, alat ini digunakan untuk menganalisa suatu

kebisingan dengan spektrum frekuensi yang luas.

e) Sound Level Meter, Alat ini digunakan untuk mengukur kebisingan antara

30-130 dB dan dari frekuensi 20-20.000 Hz. Sound Level Meter terdiri dari

mikrofon, amplifier, dan sirkuit attenuator dan beberapa alat lain. Sound

Level Meter dilengkapi dengan tombol pengaturan skala pembobotan

seperti A, B, C dan D. Skala A, contohnya adalah rentang skala

pembobotan yang melingkupi frekuensi suara rendah dan frekuensi suara

tinggi yang masih dapat diterima oleh telinga manusia normal. Sementara

itu skala B, C dan D digunakan untuk keperluan-keperluan khusus,

misalnya pengukuran kebisingan yang dihasilkan oleh pesawat terbang

bermesin jet.

Universitas Sumatera Utara