cedera dada

28
I.PENDAHULUAN Trauma adalah penyebab kematian utama pada anak dan orang dewasa kurang dari 44 tahun. Penyalahgunaan alkohol dan obat telah menjadi faktor implikasi pada trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau yang tidak disengaja. Thoraks adalah daerah pada tubuh manusia (atau hewan) yang berada di antara leher dan perut (abdomen). Thoraks dapat didefinisikan sebagai area yang dibatasi di superior oleh thoracic inlet dan inferior oleh thoracic outlet, dengan batas luar adalah dinding thoraks yang disusun oleh vertebra torakal, iga-iga, sternum, otot, dan jaringan ikat. Cedera dada sering terjadi dan menyebabkan suatu variasi luka, berkisar dari luka lecet sederhana dan luka memar sampai yang mengancam nyawa yang mengenai isi rongga dada. Trauma dada juga memiliki morbiditas yang tinggi. Dua puluh persen dari semua kematian akibat trauma disebabkan oleh trauma dada, terbanyak kedua setelah cedera pada kepala dan tulang belakang. Secara kebetulan, banyak cedera dada tidak membutuhkan intervensi bedah mayor. Banyak cedera dinding dan dalam dada dapat diatasi dengan pipa thoracostomy sederhana, ventilasi mekanik, pengendalian nyeri yang agresif, dan tindakan suportif lainnya. Pasien- pasien tua dan pasien lainnya dengan penurunan volume cadangan paru lebih mudah mendapatkan serangan gawat napas dan paling kurang akan membutuhkan observasi di instalasi gawat darurat. Karena dokter instalasi gawat darurat akan sering menghadapi pasien-pasien dengan cedera paru dan dinding dada, perlu seluk- beluk pengetahuan patofisiologi dan pengobatan trauma dada. II. DEFINISI Trauma dada dapat merupakan trauma tajam atau tembus thoraks yang dapat menyebabkan tamponade jantung, perdarahan, pneumothoraks, hematothorks, hematopneumothoraks. 1

Transcript of cedera dada

Page 1: cedera dada

I.PENDAHULUANTrauma adalah penyebab

kematian utama pada anak dan orang dewasa kurang dari 44 tahun. Penyalahgunaan alkohol dan obat telah menjadi faktor implikasi pada trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau yang tidak disengaja. Thoraks adalah daerah pada tubuh manusia (atau hewan) yang berada di antara leher dan perut (abdomen). Thoraks dapat didefinisikan sebagai area yang dibatasi di superior oleh thoracic inlet dan inferior oleh thoracic outlet, dengan batas luar adalah dinding thoraks yang disusun oleh vertebra torakal, iga-iga, sternum, otot, dan jaringan ikat.

Cedera dada sering terjadi dan menyebabkan suatu variasi luka, berkisar dari luka lecet sederhana dan luka memar sampai yang mengancam nyawa yang mengenai isi rongga dada. Trauma dada juga memiliki morbiditas yang tinggi. Dua puluh persen dari semua kematian akibat trauma disebabkan oleh trauma dada, terbanyak kedua setelah cedera pada kepala dan tulang belakang. Secara kebetulan, banyak cedera dada tidak membutuhkan intervensi bedah mayor. Banyak cedera dinding dan dalam dada dapat diatasi dengan pipa thoracostomy sederhana, ventilasi mekanik, pengendalian nyeri yang agresif, dan tindakan suportif lainnya. Pasien-pasien tua dan pasien lainnya dengan penurunan volume cadangan paru lebih mudah mendapatkan serangan gawat napas dan paling kurang akan membutuhkan observasi di instalasi gawat darurat. Karena dokter instalasi gawat darurat akan sering menghadapi pasien-pasien dengan cedera paru dan dinding dada, perlu seluk- beluk pengetahuan patofisiologi dan pengobatan trauma dada.

II. DEFINISITrauma dada dapat merupakan

trauma tajam atau tembus thoraks yang dapat menyebabkan tamponade jantung, perdarahan, pneumothoraks, hematothorks, hematopneumothoraks.

Trauma thorax adalah semua ruda paksa pada thorax dan dinding thorax, baik trauma atau ruda paksa tajam atau tumpul. Trauma thorak dapat disebut juga trauma yang terjadi pada toraks yang menimbulkan kelainan pada organ-organ di dalam toraks.

III. INSIDENDi Amerika Serikat, cedera dada

berjumlah kira-kira 25 % dari semua trauma penyebab kematian. Secara keseluruhan, angka mortalitas untuk orang-orang dengan cedera dada sekitar 10%. Cedera dada penyebab 25 % kematian akibat trauma di Amerika Serikat. Banyak kematian tersebut seharusnya dapat dicegah dengan diagnosis dan pengobatan yang cepat. Diantara pasien-pasien yang ditransfer ke ruang operasi dalam 24 jam pertama, insiden dari trauma tumpul dada dilaporkan telah meningkat sebesar 62,5%. Pada penelitian Canadian selama 5 tahun yang diakui oleh unit trauma, 96,3% mendukung terjadinya trauma tumpul, sisanya 3,7% cedera dengan

1

Page 2: cedera dada

mekanisme penetrasi. Penyebab trauma tumpul berhubungan dengan kecelakaan lalu lintas (70%), bunuh diri (10%), jatuh (8%), pembunuhan (7%), dan lain-lain (5%). Insidensi cedera dada sebesar 46%. Untuk pasien dengan cedera dada, angka mortalitas sebesar 15,7%, untuk yang tanpa cedera dada sebesar 12,8%.

IV. KLASIFIKASI

TRAUMA TEMBUS

TRAUMA TUMPUL

1. Pneumothoraks terbuka

2. Hemothoraks3. Trauma

tracheobronkial4. Contusi Paru5. Ruptur

diafragma6. Trauma

Mediastinal

1.Tension pneumothoraks2.Trauma tracheobronkhial3. Flail Chest4. Ruptur diafragma5. Trauma mediastinal6. Fraktur kosta

V. ETIOLOGI

1 Trauma tembus- Luka Tembak- Luka Tikam / tusuk

2 Trauma tumpul-Kecelakaan kendaraan bermotor- Jatuh- Pukulan pada dada

VI. PATOFISIOLOGIDada merupakan organ besar

yang membuka bagian dari tubuh yang sangat mudah terkena tumbukan/ benturan. Karena dada merupakan tempat jantung, paru dan pembuluh darah besar. Trauma dada sering menyebabkan gangguan ancaman kehidupan. Luka pada rongga thorak dan

isinya dapat membatasi kemampuan jantung untuk memompa darah atau kemampuan paru untuk pertukaran udara dan oksigen darah. Bahaya utama berhubungan dengan luka dada biasanya berupa perdarahan dalam dan tusukan terhadap organ.

Luka dada dapat meluas dari benjolan dan goresan yang relatif kecil menjadi suatu yang dapat mengancurkan atau terjadi trauma penetrasi. Luka dada dapat berupa penetrasi atau non penetrasi (tumpul). Luka dada penetrasi mungkin disebabkan oleh luka dada yang terbuka, memberi kesempatan bagi udara atmosfir masuk ke dalam permukaan pleura dan mengganggu mekanisme ventilasi normal. Luka dada penetrasi dapat menjadi kerusakan serius bagi paru, kantung (pleura) dan struktur thorak lain.

Trauma tumpulTrauma tumpul lebih sering

didapatkan berbanding trauma tembus, kira-kira lebih dari 90% trauma thoraks. Dua mekanismeyang terjadi pada trauma tumpul: (1) hantaran energi secara langsung pada dinding dada dan organ thoraks dan (2) deselerasi differensial, yang dialami oleh organ thoraks ketika terjadinya impak atau benturan. Benturan yang secara langsung yang mengenai dinding thoraks dapat menyebabkan luka robek dan kerusakan dari jaringan lunak dan tulang seperti tulang iga. Cedera thoraks dengan tekanan yang kuat dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrathorakal sehingga menyebabkan ruptur dari organ-organ yang berisi cairan atau gas (udara).(2,3) Cedera yang disebabkan deselerasi dapat berlaku apabila pergerakan thoraks yang kedepan secara tiba-tiba terhenti, manakala organ viscera intratorakal terus bergerak

2

Page 3: cedera dada

kedepan, seperti yang berlaku pada cidera steering-columna. Pada cedera viscera (organ-organ dalam tubuh) yang tidak melekat pada dinding dada, akan bergerak kedepan sehingga akan dihentikan oleh permukaan dalam dari dinding thoraks pada benturan internal yang kedua kalinya atau sehingga tekanan yang ditimbulkan oleh pergerakan tersebut melampaui toleransi jaringan sehingga menyebabkan cedera. Fraktur tulang iga bisa terjadi pada titik benturan dan kerusakan pada paru bisa terjadi luka berupa lebam atau luka tusuk pada paru.(2)

Trauma tembusTrauma tembus, biasanya

disebabkan tekanan mekanikal yang dikenakan secara langsung yang berlaku tiba-tiba pada suatu area fokal. Pisau atau proyektil (projectile), misalnya, akan menyebabkan kerusakan jaringan dengan “stretching dan crushing” dan cedera biasanya menyebabkan batas luka yang sama dengan bahan yang tembus pada jaringan. Berat ringannya cedera internal yang berlaku tergantung pada organ yang telah terkena dan seberapa vital organ tersebut.(2)

Derajat cedera tergantung pada dua mekanisme dari penetrasi dan temasuk, diantara faktor lain, adalah efisiensi dari energi yang dipindahkan dari obyek ke jaringan tubuh yang terpenetrasi. Faktor-faktor lain yang berpengaruh adalah karakteristik dari senjata, seperti kecepatan, ukuran dari permukaan benturan, serta densitas dari jaringan tubuh yang terpenetrasi. Pisau biasanya menyebabkan cidera yang lebih kecil karena ia termasuk proyektil dengan kecepatan rendah. Luka tusuk yang disebabkan oleh pisau sebatas dengan daerah yang terjadi penetrasi. Luka disebabkan tusukan pisau biasanya dapat ditoleransi, walaupun tusukan

tersebut pada daerah jantung, biasanya dapat diselamatkan dengan penanganan medis yang maksimal.(2,3)

VII. MEKANISME TRAUMA(3)

AkselerasiKerusakan yang terjadi

merupakan akibat langsung dari penyebab trauma. Gaya perusak berbanding lurus dengan massa dan percepatan (akselerasi), sesuai dengan hukum Newton II (Kerusakan yang terjadi juga bergantung pada luas jaringan tubuh yang menerima gaya perusak dari trauma tersebut.

Pada luka tembak perlu diperhatikan jenis senjata dan jarak tembak, penggunaan senjata dengan kecepatan tinggi seperti senjata militer high velocity (>3000 ft/sec) pada jarak dekat akan mengakibatkan kerusakan dan peronggaan yang jauh lebih luas dibandingkan besar lubang masuk peluru.Deselerasi

Kerusakan yang terjadi akibat mekanisme deselerasi dari jaringan. Biasanya terjadi pada tubuh yang bergerak dan tiba-tiba terhenti akibat trauma. Kerusakan terjadi oleh karena pada saat trauma, organ-organ dalam yang mobile (seperti bronkhus, sebagian aorta, organ visera, dsb) masih bergerak dan gaya yang merusak terjadi akibat tumbukan pada dinding thoraks/rongga tubuh lain atau oleh karena tarikan dari jaringan pengikat organ tersebut.Torsio dan rotasi

Gaya torsio dan rotasio yang terjadi umumnya diakibatkan oleh adanya deselerasi organ-organ dalam yang sebagian strukturnya memiliki jaringan pengikat/fiksasi, seperti isthmus aorta, bronkus utama, diafragma atau atrium. Akibat adanya deselerasi yang tiba-tiba, organ-organ tersebut dapat

3

Page 4: cedera dada

terpilin atau terputar dengan jaringan fiksasi sebagai titik tumpu atau porosnya.Blast injury

Kerusakan jaringan pada blast injury terjadi tanpa adanya kontak langsung dengan penyebab trauma. Seperti pada ledakan bom. Gaya merusak diterima oleh tubuh melalui penghantaran gelombang energi.

Faktor lain yang mempengaruhiSifat jaringan tubuh

Jenis jaringan tubuh bukan merupakan mekanisme dari perlukaan, akan tetapi sangat menentukan pada akibat yang diterima tubuh akibat trauma. Seperti adanya fraktur iga pada bayi menunjukkan trauma yang relatif berat dibanding bila ditemukan fraktur pada orang dewasa. Atau tusukan pisau sedalam 5 cm akan membawa akibat berbeda pada orang gemuk atau orang kurus, berbeda pada wanita yang memiliki payudara dibanding pria, dsb.Lokasi

Lokasi tubuh tempat trauma sangat menentukan jenis organ yang menderita kerusakan, terutama pada trauma tembus. Seperti luka tembus pada daerah pre-kordial.Arah trauma

Arah gaya trauma atau lintasan trauma dalam tubuh juga sangat mentukan dalam memperkirakan kerusakan organ atau jaringan yang terjadi. Perlu diingat adanya efek “ricochet” atau pantulan dari penyebab trauma pada tubuh manusia. Seperti misalnya : trauma yang terjadi akibat pantulan peluru dapat memiliki arah (lintasan peluru) yang berbeda dari sumber peluru sehingga kerusakan atau organ apa yang terkena sulit diperkirakan.

VIII. JENIS-JENIS TRAUMA PADA DADA :

Trauma dinding thoraks1. Rib Fracture (Fraktur costae)

Fraktur iga (costae) merupakan kejadian tersering yang diakibatkan oleh trauma tumpul pada dinding dada. Walaupun fraktur tulang iga sering muncul, sukar untuk menentukan prevalensi yang sesungguhnya diantara pasien-pasien dengan cedera serius, karena radiografi anteroposterior sangat kurang sensitive untuk fraktur tulang iga. Iga 4-10 merupakan daerah yang tersering mengalami fraktur. Pasien sering melaporkan nyeri pada dada saat inspirasi dan rasa tidak nyaman. Pada pemeriksaan fisik ditemukan nyeri tekan dan juga terdapat krepitasi pada daerah fraktur. Fraktur iga bisa juga menjadi petanda adanya hubungan signifikan antara fraktur intrathorakal dan extrathorakal. Pernah dilaporkan, 50% pasien mengalami trauma tumpul pada jantung juga terdapat fraktur iga. Fraktur pada iga 8-12 patut dicurigai adanya trauma pada organ abdomen. Organ abdomen yang paling sering cedera adalah liver dan splen. Pasien-pasien dengan fraktur tulang iga sebelah kanan, termasuk iga kedelapan dan dibawahnya, memiliki kemungkinan 19% sampai 56% mengalami cedera hati, sedangkan fraktur sisi kiri memiliki kemungkinan 22% sampai 28% mengalami cedera splenn. Trauma tajam lebih jarang mengakibatkan fraktur iga, oleh karena luas permukaan trauma yang sempit, sehingga gaya trauma dapat melalui sela iga. Fraktur iga bagian bawah juga dapat diserati adanya trauma pada diafragma. Fraktur iga, termasuk iga pertama dan kedua, secara statistic tidak dihubungkan dengan cedera aorta. Pada

4

Page 5: cedera dada

faktanya, bayak ahli bedah trauma merekomendasikan angiografi computed tomografi (CT) dada sebagai suatu alat skrining untuk cedera intrathoraks tersembnyi pada pasien dengan trauma tumpul dada yang parah yang tidak diikuti oleh temuan radiografi thoraks. Delapan persen pasien-pasien yang dibawa ke trauma center setelah tabrakan kendaraan bermotor dengan kecepatan tinggi, terjatuh sepanjang lebih dari 4,5 meter, atau telah ditabrak oleh sebuah mobil dan terlempar lebih dari 3 meter memiliki tampilan cedera aorta pada angiografi CT thoraks. Adanya fraktur iga terutama kurang baik pada anak-anak dan orang tua. Tulang anak-anak cepat mengalami kalsifikasi, konsekuensinya, dinding dada mereka lebih rapuh dari pada orang dewasa. Fraktur tulang iga pada anak-anak mengindikasikan suatu tingkat absorpsi energi yang tinggi daripada mungkin pada perkiraan orang dewasa. Dengan suatu kesimpulan, ketiadaan fraktur tulang iga pada anak tidak akan mengurangi perhatian untuk cedera intrathoraks yang parah. Pada suatu penelitian dari 986 pasien anak dengan trauma tumpul dada, 2% memiliki cedera thoraks yang parah tanpa bukti adanya trauma dinding dada. Tiga puluh delapan persen anak dengan kontusio paru tidak memiliki bukti radiografi adanya fraktur tulang iga.

Tiga atau lebih fraktur iga yang terjadi berhubungan dengan meningkatnya resiko trauma organ dalam dan mortalitas.

2. Flail chestFlail chest jarang terjadi, tapi

merupakan cedera tumpul dinding dada

yang serius. Prevalensi flail chest pada pasien-pasien dengan cedera dinding dada diperkirakan antara 5% sampai 13%.

Flail chest adalah area thoraks yang “melayang” (flail) oleh sebab adanya fraktur iga multipel berturutan lebih dari 3 iga , dan memiliki garis fraktur lebih dari 2 (segmented) pada tiap iganya dapat tanpa atau dengan fraktur sternum. Akibatnya adalah: terbentuk area “flail” segmen yang mengambang akan bergerak paradoksal (kebalikan) dari gerakan mekanik pernapasan dinding dada. Area tersebut akan bergerak masuk saat inspirasi dan bergerak keluar pada ekspirasi, sehingga udara inspirasi terbanyak memasuki paru kontralateral dan banyak udara ini akan masuk pada paru ipsilateral selama fase ekspirasi, keadaan ini disebut dengan respirasi pendelluft. Fraktur pada daerah iga manapun dapat menimbulkan flail chest. Dinding dada mengambang (flail chest) ini sering disertai dengan hemothoraks, pneumothoraks, hemoperikardium maupun hematoma paru yang akan memperberat keadaan penderita. Komplikasi yang dapat ditimbulkan yaitu insufisiensi respirasi dan jika korban trauma masuk rumah sakit, atelectasis dan berikut pneumonia dapat berkembang. (10)

Diagnosis flail chest ditetapkan dengan mengobservasi gerakan paradoksal dari tempat yang dicurigai pada keadaan napas spontan. Pada inspirasi, segmen flail ditarik kedalam oleh tekanan negative intrathoraks. Dengan ekshalasi, kekuatan tekanan positif segmen akan menonjol kearah luar.

5

Page 6: cedera dada

Gambar 2. Tampak adanya gerakan nafas paradoksal pada flail chest (dikutip dari www.doktermedis.com)

Fig. 3. Flail chest physiology. (From Mayberry JC, Trunkey DD. The fractured rib in chest wall trauma, Chest Surg Clin N Am 1997;7:239– 61; with permission.)

3. Fraktur klavikulaKlavikula adalah salah satu

tulang pada tubuh yang paling sering mengalami cedera dan merupakan fraktur yang paling sering berhubungan dengan proses kelahiran. Klavikula, atau tulang kerah, adalah tulang yang relative lurus yang menghubungkan sternum dengan tulang scapula. Klavikula dapat mengalami fraktur melalui pukulan langsung ke daerah tersebut, atau lebih umum, karena terjatuh pada ujung bahu.

Gejala umum termasuk bengkak dan nyeri di dada, yaitu posisi pertengahan antara leher dan bahu. Tanda-tanda fraktur klavikula meliputi: titik perlunakan, krepitasi dan bengkak di tempat fraktur (biasanya di

pertengahan klavikula pada anak-anak dan didekat ujung bahu pada orang dewasa). Pasien biasanya merasakan sakit sementara pada saat istirahat yang diperhebat dengan adanya gerakan sendi bahu.

Kelainan pada rongga pleura1. Pneumothoraks

Pneumothoraks merupakan salah satu kelainan pada rongga pleura ditandai dengan adanya udara yang terperangkap dalam rongga pleura sehingga akan menyebabkan peningkatan tekanan negatif intrapleura dan akan mengganggu proses pengembangan paru. Pneumothoraks merupakan salah satu akibat dari trauma tumpul yang sering terjadi akibat adanya penetrasi fraktur iga pada parenkim paru dan laserasi paru. Pneumothoraks terbagi atas tiga yaitu:( 2-4,10)

a. Simple pneumothoraksSimple pneumothoraks yaitu pneumothoraks yang tidak disertai peningkatan tekanan intra thoraks yang progresif. Ciri-cirinya adalah paru pada sisi yang terkena akan kolaps (parsial atau total), tidak ada mediastinal shift. Pada pemeriksaan fisik didapatkan bunyi nafas melemah, hyperresonance (perkusi), pengembangan dada menurun. b. Tension pneumothoraksTension Pneumothoraks adalah pneumothoraks yang disertai peningkaan tekanan intra thoraks yang semakin lama, semakin bertambah (progresif). Pada tension pneumothoraks ditemukan mekanisme ventil yaitu udara dapat masuk dengan mudah, tetapi tidak dapat keluar. Ciri-cirinya yaitu terjadi

6

Page 7: cedera dada

peningkatan intra thoraks yang progresif, sehingga terjadi kolaps paru total, mediastinal shift (pendorongan mediastinum ke kontralateral), deviasi trakea. Pada pemeriksaan fisik di dapatkan sesak yang bertambah berat dengan cepat, takipneu, hipotensi.

Gambar 3. Tension Pneumothoraks

c. Open PneumothorakTimbul karena trauma tajam, ada hubungan dengan rongga pleura sehingga paru menjadi kuncup. Seringkali terlihat sebagai luka pada dinding dada yang menghisap pada setiap inspirasi ( sucking chest wound ). Apabila lubang ini lebih besar dari pada 2/3 diameter trachea, maka pada inspirasi udara lebih mudah melewati lubang dada dibandingkan melewati mulut sehingga terjadi sesak nafas yang hebat

7

Page 8: cedera dada

Gambar4. Open Pneumothoraks (dikutip dari www.anatomyaatlasses.org)

2. Hemothoraks (Hematothoraks)Hemothoraks adalah suatu keadaan

yang paling sering dijumpai pada penderita trauma thoraks yang sering disebabkan oleh trauma pada paru, jantung, pembuluh darah besar. Pada lebih 80% penderita dengan trauma thoraks dimana biasanya terdapat darah >1500ml dalam rongga pleura akibat trauma tumpul atau tembus pada dada. Sumber perdarahan pada umumnya berasal dari adanya cedera pada paru-paru, arteri interkostalis, robeknya arteri mamaria interna maupun pembuluh darah lainnya seperti aorta dan vena cava. Dalam rongga pleura dapat menampung 3 liter cairan, sehingga pasien hematothoraks dapat syok berat (kegagalan sirkulasi) tanpa terlihat adanya perdarahan yang nyata, distres nafas juga akan terjadi karena paru di sisi hemothoraks akan kolaps akibat tertekan volume darah. Pada pemeriksaan dapat ditemukan shock, deviasi trakea, suara pernapasan yang melemah (unilateral), vena dileher menjadi colaps akibat hipovolemia atau penekanan karena efek mekanik oleh darah di intrathoraks.(1,5,7)

8

Page 9: cedera dada

Gambar 5. Tampak gambaran hemothoraks pada sisi kiri foto thoraks

3. Kontusio paruKontusio paru terjadi pada

kecelakaan lalu lintas dengan kecepatan tinggi, jatuh dari tempat yang tinggi dan luka tembak dengan peluru cepat (high velocity) maupun setelah trauma tumpul thoraks, dapat pula terjadi pada trauma tajam dengan mekanisme perdarahan dan edema parenkim. Penyulit ini sering terjadi pada trauma dada dan potensial menyebabkan kematian. Proses, tanda dan gejala mungkin berjalan pelan dan makin memburuk dalam 24 jam pasca trauma. Tanda dan gejalanya adalah sesak nafas/dyspnea, hipoksemia, takikardi, suara nafas berkurang atau tidak terdengar pada sisi kontusio, patah tulang iga, sianosis.(3)

4. Laserasi paru Laserasi paru adalah robekan pada

parenkim paru akibat trauma tajam atau trauma tumpul keras yang disertai fraktur iga sehingga dapat menimbulkan hemothoraks dan pneumothoraks. Mekanisme terjadinya pneumothoraks oleh karena meningkatnya tekanan intraalveolar yang disebabkan adanya tubrukan yang kuat pada thoraks dan robekan pada percabangan trakeobronchial atau esophagus. Perdarahan dari laserasi paru dapat berhenti, menetap, atau berulang.(1,5,10)

Gambar 6. Aksial CT menunjukkan citra sebuah lubang "di paru-paru dengan tingkat udara-cairan (panah), dikelilingi oleh area yang gelap (kepala panah) pada pasien trauma. Temuan merupakan robekan paru dikelilingi oleh luka memar.(dikutip dari http://www.ritradiology.com)Pasien laki-laki umur 20 tahun pasca luka tembak di dada.

Foto dada PA menunjukkan massa lobus kanan atas berbatasan dengan permukaan pleura terkait metalik fragmen peluru.

9

Page 10: cedera dada

Pada foto follow up pasien 72 jam kemudian menunjukkan adanya massa cavitas (dikutip dari http://radiology.med.miami.edu)

Kerusakan pada mediastinum1. Ruptur Trakeobronkial

Ruptur trakea dan bronkus utama (rupture trakeobronkial) dapat disebabkan oleh trauma tajam maupun trauma tumpul dimana angka kematian akibat penyulit ini adalah 50%. Pada trauma tumpul ruptur terjadi pada saat glottis tertutup dan terdapat peningkatan hebat dan mendadak dari tekanan saluran trakeobronkial yang melewati batas elastisitas saluran trakeobronkial ini. Kemungkinan kejadian ruptur bronkus utama meningkat pada trauma tumpul thoraks yang disertai dengan fraktur iga 1 sampai 3, lokasi tersering adalah pada daerah karina dan percabangan bronkus. Pneumothoraks, pneumomediatinum, emfisema subkutan dan hemoptisis, sesak nafas,dan sianosis dapat merupakan gejala dari ruptur ini.(5)

2. Ruptur esofagusRuptur esofagus lebih sering

terjadi pada trauma tajam dibanding trauma tumpul thoraks dan lokasi ruptur oleh karena trauma tumpul paling sering pada 1/3 bagian bawah esofagus. Akibat ruptur esofagus akan terjadi kontaminasi rongga mediastinum oleh cairan saluran

pencernaan bagian atas sehingga terjadi mediastinitis yang akan memperburuk keadaan penderitanya. Keluhan pasien berupa nyeri tajam yang mendadak di epigastrium dan dada yang menjalar ke punggung. Sesak nafas, sianosis dan syok muncul pada fase yang sudah terlambat.(5)

3. Tamponade jantung Tamponade jantung terdapat

pada 20% penderita dengan trauma thoraks yang berat, trauma tajam yang mengenai jantung akan menyebabkan tamponade jantung dengan gejala trias Beck yaitu distensi vena leher, hipotensi dan menurunnya suara jantung. Kontusio miokardium tanpa disertai ruptur dapat menjadi penyebab tamponade jantung. Patut dicurigai seseorang mengalami trauma jantung bila terdapat: trauma tumpul di daerah anterior, fraktur pada sternum, trauma tembus/tajam pada area prekordial (parasternal kanan, sela iga II kiri, garis mid klavikula kiri, arkus kosta kiri). Pada otopsi ditemukan sebuah daerah yang terbatas dan tersering pada ventrikel kanan dan menyerupai suatu infark, perdarahan yang mencolok.(10,11)

4. Kontusio JantungCedera ini mengacu pada luka

atau memar pada miokardium (otot jantung). Kontusio (memar) miokardium adalah hasil dari cedera yang melibatkan kekuatan tumpul yang mengarah ke dada (misalnya kecelakaan lalu lintas).

Contusio miokard mungkin berhubungan dengan pneumothoraks, fraktur sternum, fraktur iga, contusio paru atau hemothoraks. Luka memar jantung menyebabkan detak jantung tidak beraturan (aritmia) yang dapat mengancam nyawa.

Tidak terdapat gejala spesifik yang timbul dari contusio jantung. Kondisi ini sering hadir bersamaan dengan kontusio paru dan fraktur

10

Page 11: cedera dada

sternum, yang keduanya dapat menyebabkan nyeri dada dan sesak napas. Setiap kecelakaan kendaraan bermotor yang mengakibatkan benturan dada dengan alat kemudi dapat menghasilkan cedera miokard.

Evaluasi termasuk pemeriksaan EKG, enzim-enzim jantung dan monitoring jantung berkelanjutan. Foto radiologi dada dilakukan untuk menyingkirkan adanya cedera serius lainnya.

5. Ruptur AortaAorta adalah arteri terbesar

dalam tubuh. Aorta bertanggung jawab terhadap pengiriman oksigen darah ke seluruh jaringan tubuh. Saat aorta keluar dari jantung, aorta turun dari dada menuju perut/ abdomen. Aorta thorakalis sering bermasalah terhadap kekuatan deselerasi cepat, yang sering terjadi pada suatu kecelakaan kendaraan bermotor (cedera depan), ketika dada terbentur dengan alat kemudi. Ruptur aorta sering menyebabkan kematian penderitanya, diperkirakan penyebab kedua tersering kematian pada pasien dengan cedera dada dan lokasi ruptur tersering adalah di bagian proksimal arteri subklavia kiri dekat ligamentum arteriosum. Hanya kira-kira 15% dari penderita trauma dada dengan ruptur aorta ini dapat mencapai rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan. Kecurigaan adanya ruptur aorta dari foto thoraks bila didapatkan mediastinum yang melebar, fraktur iga 1 dan 2, trakea terdorong ke kanan, gambaran aorta kabur, dan penekanan bronkus utama kiri.(5)

6. Ruptur diafragmaRuptur diafragma pada trauma

thoraks biasanya disebabkan oleh trauma tumpul pada daerah thoraks inferior atau

abdomen atas yang tersering disebabkan oleh kecelakaan. Trauma tumpul di daerah thoraks inferior akan mengakibatkan peningkatan tekanan intra abdominal mendadak yang diteruskan ke diafragma. Ruptur terjadi bila diafragma tidak dapat menahan tekanan tersebut, herniasi organ intrathoraks dan strangulasi organ abdomen dapat terjadi. Dapat pula terjadi ruptur diafragma akibat trauma tembus pada daerah thoraks inferior. Pada keadaan ini trauma tembus juga akan melukai organ-organ lain (intra thoraks atau intra abdominal). Ruptur umumnya terjadi di “puncak” kubah diafragma, ataupun kita bisa curigai bila terdapat luka tusuk dada yang didapatkan pada: dibawah ICS 4 anterior, di daerah ICS 6 lateral, di daerah ICS 8 posterior. Kejadian ruptur diafragma lebih sering terjadi di sebelah kiri daripada sebelah kanan. Kematian dapat terjadi dengan cepat setelah terjadinya trauma oleh karena shock dan perdarahan pada cavum pleura kiri. (10-11)

IX. KOMPLIKASI

Komplikasi yang mengikuti cedera dada dapat muncul di awal atau muncul terlambat. Banyak komplikasi-komplikasi yang terjadi dihubungkan dengan perputaran luka, pilihan terapi buatan, dan prosedur yang dilakukan. Masalah teknis dengan penempatan, fungsi dan posisi pipa torakostomi, keterlambatan dalam penempatan pipa dada, adanya hemothoraks yang banyak, re-eksplasi cedera dada yang inkomplit, obliterasi rongga inkomplit antara permukaan pleura, keterlambatan penialaian suatu cedera diafragma, kontusio parenkim paru, hematom ekstrathoraks, cedera dinding dada tidak stabil dengan fraktur iga multiple, adalah seluruh predisposisi pasien untuk

11

Page 12: cedera dada

komplikasi cedera dada. Hubungan dengan cedera lainnya dapat meningkatkan resiko komplikasi cedera pada dada. Gambaran luka torakoabdominal dengan kontaminasi dari traktus gastrointestinal akan meningkatkan resiko infeksi. Cedera kepala, leher dan fraktur pelvis yang bersamaan dengan cedera dada akan mengurangi mobilisasi optimal pasien dan memiliki predisposisi untuk terjadinya masalah pada paru.

X. PENATALAKSANAAN

Prinsip Penatalaksanaan mengikuti

prinsip penatalaksanaan pasien trauma secara umum (primary surve - secondary survey)

Tidak dibenarkan melakukan langkah-langkah: anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik, penegakan diagnosis dan terapi secara konsekutif (berturutan).

Standar pemeriksaan diagnostik (yang hanya bisa dilakukan bila pasien stabil), adalah : portable x-ray, portable blood examination, portable bronchoscope. Tidak dibenarkan melakukan pemeriksaan dengan memindahkan pasien dari ruang emergency.

Penanganan pasien tidak untuk menegakkan diagnosis akan tetapi terutama untuk menemukan masalah yang mengancam nyawa dan melakukan tindakan penyelamatan nyawa.

Pengambilan anamnesis (riwayat) dan pemeriksaan fisik

dilakukan bersamaan atau setelah melakukan prosedur penanganan trauma.

Penanganan pasien trauma toraks sebaiknya dilakukan oleh Tim yang telah memiliki sertifikasi pelatihan ATLS (Advance Trauma Life Support).

Oleh karena langkah-langkah awal dalam primary survey (airway, breathing, circulation) merupakan bidang keahlian spesialistik Ilmu Bedah Toraks Kardiovaskular, sebaiknya setiap RS yang memiliki trauma unit/center memiliki konsultan bedah toraks kardiovaskular.

Primary Survey

Airway Assessment :

o perhatikan potensi airway o dengar suara napaso perhatikan adanya retraksi otot

pernapasan dan gerakan dinding dada

Management : o inspeksi orofaring secara cepat

dan menyeluruh, lakukan chin-lift dan jaw thrust, hilangkan benda yang menghalangi jalan napas

o re-posisi kepala, pasang collar-neck

o lakukan cricothyroidotomy atau traheostomi atau intubasi (oral / nasal)

Breathing Assesment

o Periksa frekwensi napaso Perhatikan gerakan respirasio Palpasi torakso Auskultasi dan dengarkan bunyi

napasManagement:

12

Page 13: cedera dada

o Lakukan bantuan ventilasi bila perlu

o Lakukan tindakan bedah emergency untuk atasi tension pneumotoraks, open pneumotoraks, hemotoraks, flail chest

Circulation Assesment

o Periksa frekwensi denyut jantung dan denyut nadi

o Periksa tekanan daraho Pemeriksaan pulse oxymetrio Periksa vena leher dan warna

kulit (adanya sianosis)Management

o Resusitasi cairan dengan memasang 2 iv lines

o Torakotomi emergency bila diperlukan

o Operasi Eksplorasi vaskular emergency

Tindakan Bedah Emergency 1. Krikotiroidotomi2. Trakheostomi3. Tube Torakostomi4. Torakotomi5. Eksplorasi vascular

XI. AUTOPSI PADA CEDERA THORAKS

Pembukaan Thoraks

Thorax dibuka dengan membuka kedua sendi sternoklavikular. Ini dibawa dengan menggerakkan ujung bahu dengan satu tangan, untuk mengidentifikasi kapsul sendi. Ujung pisau kemudian dikenalkan secara vertikal dan memotong secara lateral pada setengah lingkaran untuk memisahkan sendi. Jika mereka mengalami ankylosed, dimana sering terjadi pada usia tua, kemudian klavikula dapat dipotong melewatinya pada akhir

operasi berikutnya. Ini terdiri dari beratnya iga dan dapat dimainkan baik dengan gergaji tangan atau gunting besar iga. Pada anak-anak dan beberapa orang dewasa, tulang rawan iga dapat dipotong dengan pisau, meski ini, menyediakan eksposur yang lebih dangkal dari isi thoraks. Pada bayi, tulang rawan lunak dapat dengan mudah dipisahkan dengan scalpel: pada tubuh yang lebih tua, pisau yang kuat seharusnya aman untuk maksud keamanan dari pisau yang tumpul yang diperlukan untuk pemotongan organ. Sering kali iga pertama harus digergaji melewatinya, meskipun sisanya dipotong dengan pisau.

Ketika gergaji digunakan, iga dipotong ke lateral menuju costochondral junctions dari titik pada batas kosta dengan sendi sternoklavikuler atau didekatnya. Jika gergaji digunakan harus digunakan dengan sudut rendah untuk menghindari laserasi ujung paru-paru yang  terbaring, terutama jika ada perlengketan pleura. Ketika sternum dan segmen medial dari iga bebas, bagian ini diangkat dan dipotong dari mediastinum, menjaga pisau dekat ke tulang untuk mencegah terpotongnya pericardium. Lempeng sternum diperiksa untuk fraktur atau lesi lainnya sebelum dikeluarkan: kerusakan disebabkan oleh trauma dari masase kardiak resusitasi lebih sering ditemukan.

Tingkatan inflasi dari paru-paru harus dinilai, dicatat kolaps sebagian atau sempurna, emfisema, overdistensi dan beberapa asimetris dari inflasi.

Jika pneumothoraks sudah dicurigai sebelumnya, radiografi post-mortem adalah konfirmasi yang paling baik. Alternatif lain, dinding dada dapat dipunksi pada garis midaksilaris setelah pengisian kulit yang direfleksikan

13

Page 14: cedera dada

dengan air untuk mengamati jika keluar gelembung-gelembung udara. Tes ini jarang sekali berhasil dan tidak dapat berhasil jika terdapat hubungan yang paten antara kavum pleura dan cabang bronkus. Jika ada tanda-tanda tension pneunmothoraks, desis dari udara yang keluar mungkin dapat didengarkan ketika ujung pisau menembus otot-otot interkostal dan pleura parietal. Kavum pleura dilihat apakah ada perlengketan, efusi, pus, darah, fibrin dan bahkan isi lambung.

Test pada Pneumothoraks

Pada trauma di daerah dada, ada kemungkinan jaringan paru robek, sedemikian rupa sehingga terjadi mekanisme ”ventil” di mana udara yang masuk ke paru-paru akan diteruskan ke dalam rongga dada, dan tidak dapat keluar kembali, sehingga terjadi akumulasi udara, dengan akibat paru-paru akan kolaps dan korban akan mati. Diagnosa pneumothorax yang fatal semata-mata atas dasar test ini, bila test ini tidak dilakukan, diagnosa sifatnya hanya dugaan. Cara melakukan test ini adalah sebagai berikut: Buka kulit dinding dada pada bagian yang tertinggi dari dada, yaitu sekitar iga ke 4 dan 5 (udara akan berada pada tempat yang tertinggi). Buat ”kantung” dari kulit dada tersebut mengelilingi separuhnya dari daerah iga 4 dan 5 (sekitar 10 x 5 cm).Pada kantung tersebut kemudian diisi air, dan selanjutnya tusuk dengan pisau, adanya gelembung udara yang keluar berarti ada pneumothorax, dan bila diperiksa paru-parunya, paru-paru tersebut tampak kollaps. Cara lain: setelah dibuat kantung, kantung ditusuk dengan spuit besar dengan jarum besar yang berisi air separuhnya pada spuit tersebut, bila ada pneumothorax, tampak

gelembung-gelembung udara pada spuit tadi.

Test untuk Emboli udara

Emboli udara, baik yang sistemik maupun emboli udara pulmoner, sering terjadi. Pada emboli sistemik udara masuk melalui pembuluh vena yang ada di paru-paru, misalnya pada trauma dada dan trauma daerah mediastinum yang merobek paru-paru dan merobek pembuluh venanya. Emboli pulmoner adalah emboli yang tersering, udara masuk melalui pembuluh-pembuluh vena besar yang terfiksasi, misalnya pada daerah leher bagian bawah, lipat paha atau daerah sekitar rahim (yang sedang hamil), dapat pula pada daerah lain, misalnya pembuluh vena pergelangan tangan sewaktu diinfus, dan udara masuk melalui jarum infus tadi. Fiksasi ini penting, mengingat bahwa tekanan vena lebih kecil dari tekanan udara luar, sehingga jika ada robekan pada vena, vena tersebut akan menguncup, hal ini ditambah lagi dengan pergerakan pernapasan, yang bersifat ”menyedot”. Cara melakukan test ini adalah: Buat sayatan ”I”, dimulai dari incisura jugularis, ke arah bawah sampai ke symphisis pubis. Potong rawan iga mulai dari iga ke-3 kiri dan kanan, pisahkan rawan iga dan tulang dada keatas sampai ke perbatasan antara iga ke-2 dan iga ke-3. Potong tulang dada setinggi perbatasan antara tulang iga ke-2 dan ke-3. Setelah kandung jantung tampak, buat insisi pada bagian depan kandung jantung dengan insisi ”I”, sepanjang kira-kira 5-7 sentimeter; kedua ujung sayatan tersebut dijepit dan diangkat dengan pinset (untuk mencegah air yang keluar). Masukkan air ke dalam kandung jantung, melalui insisi yang telah dibuat

14

Page 15: cedera dada

tadi, sampai jantung terbenam. Akan tetapi bila jantung tetap terapung, maka hal ini merupakan pertanda adanya udara dalam bilik jantung. Tusuk dengan pisau organ yang runcing tepat di daerah bilik jantung kanan, yang berbatasan dengan pangkal a. Pulmonalis, kemudian putar pisau itu 90 derajat, gelembung-gelembung udara yang keluar menandakan tes emboli hasilnyapositip. Bila tidak jelas atau ragu-ragu, lakukan pengurutan pada a. Pulmonalis, ke arah bilik jantung untuk melihat keluarnya gelembung udara. Semua yang disebut di atas adalah untuk melakukan test emboli pulmoner. Untuk tes emboli sistemik, pada prinsipnya sama, letak perbedaannya adalah pada tes emboli sistemik tidak dilakukan penusukan ventrikel, tetapi sayatan melintang pada a. Coronaria sinistra ramus desenden, secara serial beberapa tempat, dan diadakan pengurutan atas nadi tersebut, agar tampak gelembung kecil yang keluar. Dosis fatal untuk emboli udara pulmoner 150-130 ml, sedangkan untuk emboli sistemik hanya beberapa ml.

XII. ASPEK MEDIKOLEGAL

Didalam melakukan pemeriksaan terhadap orang yang menderita luka akibat kekerasan, pada hakikatnya dokter diwajibkan untuk dapat memberikan kejelasan dari permasalahan sebagai berikut (9) :a. Jenis luka apakah yang terjadi ?b. Jenis kekerasan /senjata apakah yang menyebabkan luka?c. Bagaimanakah kualifikasi luka itu?

Pasal 3511) Penganiayaan diancam dengan

pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau denda

paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah dikenakan pidana penjara paling lama lima tahun.

3) Jika mengakibatkan mati, dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.

Pasal 3521) Kecuali yang tersebut dalam

pasal 353 dan 356, maka penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian, diancam, sebagai penganiayaan ringan, dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Pidana dapat ditambahka sepertiga bagi orang yang melakukan kejahatan itu terhadap orang yang bekerja padanya, atau menjadi bawahannya.

Pasal 90Luka berat berarti :

Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali, atau yang menimbulkan bahaya maut.

Tidak mampu terus menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan pencaharian.

Kehilangan salah satu panca indera.

Mendapat cacat berat. Menderita sakit lumpuh. Terganggunya daya pikir selama

4 minggu lebih.

15

Page 16: cedera dada

Gugurnya atau matinya kandungan seorang perempuan.

Dari pasal-pasal tersebut dapat dibedakan empat jenis tindakan pidana; yaitu :1. penganiayaan ringan.2. penganiayaan.3. penganiayaan yang mengakibatkan luka berat.4. penganiayaan yang mengkibatkan kematian.

Penganiayaan ringan, yaitu penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian, di dalam ilmu kedokteran forensik pengertiannya menjadi, ”luka yang tidak berakibat penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian”. Luka ini dinamakan“ luka derjat pertama” Bila akibat penganiayaan seseorang itu mendapat luka atau menimbulkan penyakit atau halangan di dalam melakukan pekerjaan jabatan atau pencaharian, akan tetapi hanya untuk sementara waktu saja, maka luka ini dinamakan “luka derajat kedua”. Apabila penganiayaan tersebut mengakibatkan luka berat seperti yang dimaksud dalam pasal 90 KUHP, luka tersebut dinamalan “luka derajat tiga”.Suatu hal yang penting yang harus diingat di dalam menentukan ada tidaknya luka akibat kekerasan adalah

adanya kenyataan bahwasanya tidak selamanya kekerasan itu akan meninggalkan bekas/luka. Kenyataan tersebut antara lain disebabkan adanya faktor yang menentukan terbentuknya lika akibat kekerasan suatu benda, yaitu luas permukaan benda yang bersentuhan dengan tubuh. Bila luas permukaan benda yang bersentuhan dengan tubuh itu cukup besar, yang berarti kekuatan untuk dapat merusak menimbulkan luka lebih kecil bila dibandingkan dengan benda yang mempunyai luas permukaan yang mengenai tubuh lebih kecil.

Faktor lain yang juga harus diingat adalah faktor waktu, oleh karena dengan berjalannya waktu maka suatu luka dapat menyembuh dan tidak ditemukan pada saat dilakukan pemeriksaan. Dalam hal yang demikian penulisan di dalam kesimpulan Visum et Repertum juga berbunyi :” tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan.”

Kekerasan yang menyebabkan luka dapat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu : luka karena kekerasan mekanik (benda tajam, tumpul dan senjata api), luka karena kekerasan fisik (luka karena arus listrik, petir, suhu tinggi dan suhu rendah), dan luka karena kekerasan kimiawi (asam organik, asam anorganik, kaustik alkali dan karena logam berat).(9)

DAFTAR PUSTAKA 1. Bedah Torak Kardiovaskular

Indonesia: Website Bedah Torak

16

Page 17: cedera dada

Kardiovaskular Indonesia: Anatomi

Toraks: Surface Anatomy-Dinding

Toraks [online] [cited on 2010]

available at:

http://www.bedahtvk.com/index.php

?/e-Education/FisiologiAnatomi/

Anatomi-Toraks-Surface-Anatomy-

Dinding-Toraks.html

2. Khan A.N, Trauma Thorax [online]

[cited on 9 April 2010]available at:

http://www.emedicine.com/radio/byn

ame/Thorax-Trauma.htm

3. Bedah Torak Kardiovaskular

Indonesia, Website Bedah Torak

Kardiovaskular Indonesia:Trauma

Toraks I: Umum [online] [cited on

2010] available at :

http://www.bedahtvk.com/index.php

?/e-Education/Toraks/Trauma-

Toraks-I-Umum.html

4. Sawyer AJ., Blunt Chest Trauma

[online] [cited on 10 April 2010]

available at:

http://www.emedicine.com/radio/byn

ame/Blunt Chest Trauma.htm

5. Soedjatmiko H., Trauma Toraks

[oline] [cited on 10 April 2010]

available at

http://www.portalkalbe/files/cdk/13-

trauma toraks pdf.htm

6. Andrew N.,Blunt Thoracis Trauma

[online] [cited on 10 April 2010]

available at

http://www.emedicine.com/radio/byn

ame/Thorax-Trauma.htm

7. Gomersall C., Calcroft R., Chest

Injury [online] [cited on 9 April

2010] available at http://www.drager

medical.com/Chest Injury.htm

8. .Shotz S., Assessment and Treatment

of Chest Injury:Part I. [online] [cited

on 10 April 2010] available at

http://www.imba.nmbp.assessment

and treatment of chest injury.htm

9. .Idries, Abdul Mun’im., Pedoman

Ilmu Kedokteran Forensik,Edisi 1,

Binarupa Aksara, Jakarta, 2002; p

86-91,108-17

10. Khan A.N, Trauma Thorax [online]

[cited on 9 April 2010]available at:

http://www.emedicine.com/radio/byn

ame/Thorax-Trauma.htm

11. Sandra Wanek. MD, John C. Mayberry. MD, FACSDivision of General Surgery, Blunt thoracic trauma: f lail chest, pulmonarycontusion, and blast injury, Oregon Health & Science University, Southwest Sam Jackson Park Road, Portland, USA.

17

Page 18: cedera dada

18