Cccc

6
BAB I Criminal Justice System Istilah Criminal Justice System atau bisa di katakan Sistem Peradilan Pidana(SPP) sering digunakan dalam ilmu hukum. Adapun beberapa pakar yang mendefenisikan Criminal Justice System sebagai berikut : Menurut Martin Basian dalam buku : The Contemporary Law Dictonary, First Edition, 2009 : 91 : Criminal Justice System (Ing), suatu institusi kolektif yang harus di jalani seorang tersangka atau terdakwa sehingga suatu putusan pidana dijatuhkan dan dilaksanakan Dalam Black Law Dictionary, Criminal Justice System diartikan sebagai ”the network of court and tribunals which deal with criminal law and it’s enforcement”. Pengertian ini lebih menekankan pada suatu pemahaman baik mengenai jaringan di dalam lembaga peradilan maupun pada fungsi dari jaringan untuk menegakan hukum pidana. Jadi, tekanannya bukan semata-mata pada adanya penegakan hukum oleh peradilan pidana, melainkan lebih jauh lagi dalam melaksanakan fungsi penegakan hukum tersebut dengan membangun suatu jaringan. Disamping itu Remington dan Ohlin, Criminal Justice System dapat diartikan sebagai pemakaian pendekatan sistem terhadap mekanisme administrasi peradilan pidana, dan peradilan pidana sebagai suatu sistem merupakan hasil interaksi antara peraturan perundang-undangan, praktik adminisrasi dan sikap atau tingkah laku sosial. Pengertian sistem itu sendiri mengandung implikasi suatu proses interaksi yang dipersiapkan secara rasional dan dengan cara efisien untuk memberikan hasil tertentu dengan segala keterbatasannya. Menurut Mardjono Reksodipoetro, Sistem Peradilan Pidana (Criminal Justice System) merupakan sistem dalam suatu masyarakat untuk menanggulangi kejahatan. Menurut Muladi, sistem peradilan pidana (Criminal Justice System) merupakan jaringan (network) peradilan yang menggunakan hukum pidana materiel, hukum pidana formil maupun hukum pelaksanaan pidana. Akan tetapi, menurut Muladi kelembagaan ini harus dilihat dalam konteks sosial. Sifat yang terlalu berlebihan jika dilandasi hanya untuk

description

vvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh

Transcript of Cccc

Page 1: Cccc

BAB ICriminal Justice System

Istilah Criminal Justice System atau bisa di katakan Sistem Peradilan Pidana(SPP) sering digunakan dalam ilmu hukum. Adapun beberapa pakar yang mendefenisikan Criminal Justice System sebagai berikut :Menurut Martin Basian dalam buku : The Contemporary Law Dictonary, First Edition, 2009 : 91 : Criminal Justice System (Ing), suatu institusi kolektif yang harus di jalani seorang tersangka atau terdakwa sehingga suatu putusan pidana dijatuhkan dan dilaksanakanDalam Black Law Dictionary, Criminal Justice System diartikan sebagai ”the network of court and tribunals which deal with criminal law and it’s enforcement”. Pengertian ini lebih menekankan pada suatu pemahaman baik mengenai jaringan di dalam lembaga peradilan maupun pada fungsi dari jaringan untuk menegakan hukum pidana. Jadi, tekanannya bukan semata-mata pada adanya penegakan hukum oleh peradilan pidana, melainkan lebih jauh lagi dalam melaksanakan fungsi penegakan hukum tersebut dengan membangun suatu jaringan.

Disamping itu Remington dan Ohlin, Criminal Justice System dapat diartikan sebagai pemakaian pendekatan sistem terhadap mekanisme administrasi peradilan pidana, dan peradilan pidana sebagai suatu sistem merupakan hasil interaksi antara peraturan perundang-undangan, praktik adminisrasi dan sikap atau tingkah laku sosial. Pengertian sistem itu sendiri mengandung implikasi suatu proses interaksi yang dipersiapkan secara rasional dan dengan cara efisien untuk memberikan hasil tertentu dengan segala keterbatasannya.

Menurut Mardjono Reksodipoetro, Sistem Peradilan Pidana (Criminal Justice System) merupakan sistem dalam suatu masyarakat untuk menanggulangi kejahatan.

Menurut Muladi, sistem peradilan pidana (Criminal Justice System) merupakan jaringan (network) peradilan yang menggunakan hukum pidana materiel, hukum pidana formil maupun hukum pelaksanaan pidana. Akan tetapi, menurut Muladi kelembagaan ini harus dilihat dalam konteks sosial. Sifat yang terlalu berlebihan jika dilandasi hanya untuk kepentingan kepastian hukum saja akan membawa bencana berupa ketidakadilan.

Berbagai pandangan mengenai sistem peradilan pidana atau criminal justice system di atas memiliki dimensi yang berbeda dengan sudut pandang yang berbeda pula. Criminal Justice System atau yang dalam bahasa Indonesia dikenal dengan istilah Sistem Peradilan Pidana merupakan suatu bentuk yang unik dan berbeda dengan sistem sosial lainnya. Perbedaan dapat dilihat dari keberadaannya untuk memproduksi segala sesuatu yang bersifat unwelfare (dapat berupa perampasan kemerdekaan, stigmatisasi, perampasan harta benda atau menghilangkan nyawa manusia) dalam skala yang besar guna mencapai tujuan yang sifatnya welfare (rehabilitasi pelaku, pengendalian dan penekanan tindak pidana).

Sistem peradilan pidana pada hakekatnya merupakan suatu proses penegakan hukum pidana. Oleh karena itu berhubungan erat sekali dengan perundang-undangan pidana itu sendiri, baik hukum

Page 2: Cccc

substantif maupun hukum acara pidana, karena perundang-undangan pidana itu pada dasarnya merupakan penegakan hukum pidana ”in abstracto” yang akan diwujudkan dalam penegakan hukum ”in concreto”. Pentingnya peranan perundang-undangan pidana dalam sistem peradilan pidana, karena perundang-undangan tersebut memberikan kekuasaan pada pengambil kebijakan dan memberikan dasar hukum atas kebijakan yang diterapkan. Lembaga legislatif berpartisipasi dalam menyiapkan kebijakan dan memberikan langkah hukum untuk memformulasikan kebijakan dan menerapkan program kebijakan yang telah ditetapkan. Jadi, semua merupakan bagian dari politik hukum yang pada hakekatnya berfungsi dalam tiga bentuk, yakni pembentukan hukum, penegakan hukum, dan pelaksanaan kewenangan dan kompetensi.

Berkaitan dengan hal tersebut di atas, ada beberapa asas utama yang harus diperhatikan dalam mengoperasionalisasikan hukum pidana, sebab individu harus benar-benar merasa terjamin bahwa mekanisme sistem peradilan pidana tidak akan menyentuh mereka tanpa landasan hukum tertulis, yang sudah ada terlebih dahulu (legality principle). Di samping itu, atas dasar yang dibenarkan oleh undang-undang hukum acara pidana mengenai apa yang dinamakan asas kegunaan (expediency principle) yang berpangkal tolak pada kepentingan masyarakat yang dapat ditafsirkan sebagai kepentingan tertib hukum (interest of the legal order). Atas dasar ini penuntutan memperoleh legitimasinya. Asas yang ketiga adalah asas perioritas (priority principle) yang didasarkan pada semakin beratnya beban sistem peradilan pidana. Hal ini bisa berkaitan dengan berbagai kategori yang sama. Perioritas ini dapat juga berkaitan dengan pemilihan jenis-jenis pidana atau tindakan yang dapat diterapkan pada pelaku tindak pidana.

BAB IIContoh Kasus Criminal Justice System

Dari berbagai literature dan pandangan para pakar hukum tentang Criminal Justice System saya dapat menarik sebuah kesimpulan bahwa “ Criminal Justice System adalah suatu sistem peradilan pidana di mana para tersangka atau terdakwa harus menjalani prosedur hukum sampai putusan pengadilan dijatuhkan dan dilaksanakan guna menanggulangi kejahatan yang ada di masyarakat.Fenomena ini pernah terjadi di Indonesia yang menyeret mantan Menhukham Prof.Dr.Yuzril Ihza Mahendra.SH.MH. Terkait hal itu, dalam surat kabar elektronik REPUBLIKA.CO.ID (Edisi Kamis, 11 Agustus 2011 17:33 WIB), dengan judul berita :“Yusril: Kasus Sisminbakum Hanya untuk Menahan Saya Maju Presiden” : Mantan Menteri Hukum dan HAM, Yusril Ihza Mahendra, kembali mengancam untuk mengajukan praperadilan kasus dugaan korupsi Sisminbakum. Dia menegaskan kasus ini terlalu sarat politik. Ujung-ujungnya hanya untuk menjegal Yusril maju sebagai calon Presiden pada 2014 mendatang.Yusril dengan nada mengancam "Kalau saya sudah kesel, saya akan ajukan praperadilan," tegas Yusril, usai menjadi saksi ahli meringankan kasus dugaan korupsi APBD 2009 Bekasi, di Pengadilan Negeri

Page 3: Cccc

Bandung, Kamis (11/8).Sungguh ironis fenomena Criminal Justice Sistem menyeret mantan Menteri Hukum dan HAM yang selalu mengakui kepakarannya akan bidang HTN. Sungguh mengherankan seorang yang mengakui dirinya sebagai pakar hukum, mengajukan sebuah pembelaan di depan media, sedangkan pada sidang perdananya. Hakim mengetuk palu dan mengucapkan kalimat : “SIDANG DIBUKA DAN TERBUKA UNTUK UMUM” inikan bukti salah satu ketidakpahaman seorang pakar hukum yang mengajukkan pembelaan dengan mengatasnamakan rekayasa politik sehingga menyeret mantan MENHUKHAM. Prof Dr. Achmad Ali, SH. MH. (2010 : 8) “Yang saya sangat sayangkan yang dilakukan Prof.Dr. Yusril Ihza Mahendra S.H yang menjadi kasus tersangka kasus dugaan korupsi sisminbakum. Yusril yang dipanggil sebagai tersangka oleh Pihak kejaksaan agung, dalam hal ini tentunya oleh tim penyidik kejaksaan agung ternyata menolak hadir memenuhi panggilan tersebut, padahal siapa saja yang memahami hukum acara pidana, teramat sangat mengetahui KUHAP pasal 112 telah menegaskan : “(1) Penyidik yang melakukan pemeriksaan, dengan menyebutkan alasan pemanggilkan dengan secara jelas, berwenang memanggil tersangka dan saksi yang dianggap perlu untuk diperiksa dengan surat panggilan yang sah dengan memperhatikan tenggang waktu yang wajar antara diterimanya panggilan dan hari seorang itu diharuskan memenuhi panggilan tersebut.(2) orang yang di panggil wajib dating ke penyidik dan jika ia tidak datang penyidik akan memanggil sekali lagi, dengan perintah kepada petugas untuk membawa kepadanya.”Dari bukti pasal diatas saya merasa mantan MENHUKHAM masih kurang memahami pasal tesebut dengan alasan yang kurang rasional dia mangkir dari panggilan kejaksaan, dan paling memprihatinkan disini Prof.Dr. Yuzril mengatakan ketidaksahannya jaksa agung Hendarman Supanji yang menangani kasusnya ini membuktikan bahwa mantan MENHUKHAM ingin mengalihkan kasus yang di terpanya(politisasi), tapi saying hasilnya nihil.

BAB IIIAPAKAH YUZRIL MELAWAN CRIMINAL JUSTICE SYSTEM

Page 4: Cccc

¬¬¬¬¬Bahwa apa yang tertuang dalam bab sebelumnya dihubungkan dengan kasus yang membelit Mantan Menteri Hukum dan HAM Yusril Izha Mahendra dapat ditarik sebuah kesimpulan. Bahwa mantan MENHUKHAM selama terseret namanya dalam kasus dugaan proyek SISMINBAKUM kurang memahami (Melawan) yang namanya CRIMINAL JUSTICE SYSTEM sebab Yuzril selalu mangkir dalam pemanggilan dalam kejaksaan. Dalam KUHAP pasal 112 disinilah Yuzril kurang memahami isi dari pasal tersebut. Selama ini dia mengaku sebagai seorang pakar hukum ternyata Yuzril bukanlah seorang lulusan S3 di jurusan ilmu hukum melainkan lulusan ilmu politik di universitas di malaysia. Walaupun demikian seorang ilmuwan di bidangnya haruslah bersikap dingin dalam menanggapi serbuan kritikan yang masuk, malahan respon dari Yuzril bersifat emosional, sungguh ironis memang.Sebagai seorang pakar hendaklah bersifat professional dan menjadi teladan kepada pakar – pakar ilmu politik yang lain, fenomena ini mengundang Prof.Dr. Achmad Ali, S.H., M.H (Guru Besar Fakultas Hukum Unhas) mengritik kepada mantan MENHUKHAM akibat ketidakpahamannya terhadap CRIMINAL JUSTICE SYSTEM tapi Yuzril menanggapi kritikan dengan sifat emosional padahal dalam kasusnya tersebut, ini termasuk dalam cakupan Prof.Dr. Achmad Ali, S.H., M.H selaku pakar HUKUM PIDANA. Ini membuktikan bahwa Yuzril tidak professional dalam kasus yang dihadapinya dia tidak bisa mempolitisasi kasusnya tersebut selaku pakar ilmu politik, Yuzril Cuma bisa mengajukan pembelaan di media inikan bukti tidak relevan. Sebenarnya Yuzril pada saat mengajukan pembelaan itu tempatnya di pengadilan bukan di media.

Daftar PustakaAchmad Ali, 2010, Yuzril Versus Criminal Justice System, Umitoha Ukhwah Grafika, MakassarRepublika.co.idid.shvoong.com