case
-
Upload
yudia-mahardika -
Category
Documents
-
view
222 -
download
5
description
Transcript of case
PendahuluanSistem pernafasan adalah salah satu sistem yang memegang peranan sangat penting
dalam mempertahankan kehidupan neonatus yang masih rapuh dan salah satu organ yang
memegang peranan ini adalah paru - paru. Penyebab gangguan pernafasan pada paru – paru
ini dapat dibagi menjadi infeksi dan noninfeksi. Hasil epidemiologi menyatakan bahwa kira –
kira 1% neonatus memiliki distress pernafasan yang tidak berhubungan dengan infeksi. Dari 1
% ini, kira – kira 33% - 50%nya adalah TTN. Walaupun TTN merupakan self limited disease,
namun dapat membahayakan kehidupan neonatus hingga diperlukan bantuan pernafasan.
Angka mortalitas TTN pada neonatus belum diketahui, karena neonatus yang meninggal
sebelum 72 hari akibat komplikasi dari gangguan pernafasan jarang dilakukan otopsi untuk
memastikan penyebab kematiannya.
Peningkatan tindakan sectio sesarea pada masa kini juga meningkatkan morbiditas
TTN. Insidensi dari seksio sesarea pada kehamilan yang belum memasuki proses persalinan
adalah 35,5 per 1000, bila sudah memasuki proses persalinan adalah 12,2 per 1000. Adanya
peningkatan morbiditas dan potensi mortalitas pada gangguan pernafasan yang tidak
memandang ras ini, memacu pembahasan yang lebih mendalam. Pada referat ini akan dibahas
mengenai definisi, etiologi dan faktor risiko, patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis,
diagnosis banding, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan, komplikasi, dan prognosisnya.1,2
DefinisiSuatu penyakit ringan pada BBL yang mendekati cukup bulan atau BBL cukup bulan
yang mengalami respiratory distress segera setelah lahir dan hilang dengan sendirinya dalam
waktu 3-5 hari. 3,4
TTN juga biasa disebut retained fetal lung liquid, retention of fetal lung fluid,
respiratory distress syndrome type II, transient respiratory distress of the newborn, dan
neonatal retained fluid syndrome.1
Faktor Risiko
1
Tidak mungkin untuk mendeteksi sebelum kelahiran apakah seorang anak akan
mengidap TTN. Berikut adalah faktor risiko neonatus dalam mengidap TTN: 4
• Secara operasi caesar (C-section)
Kelahiran dengan seksio sesarea berhubungan dengan peningkatan risiko TTN baik
yang telah didahului proses persalinan ataupun belum. Adanya proses persalinan sebelum
cesarean section tidak cukup bukti melindungi neonatus dari TTN. Pengukuran volume gas
paru – paru pada neonatus yang lahir pervaginam memiliki rata – rata 32,7 ml/kg dan 19,7
ml/kg pada neonatus yang lahir secara caesar. Pengukuran tersebut dilakukan pada diameter
dada yang sama.
Neonatus yang lahir dengan Cesarean section berisiko terjadinya penimbunan cairan
dalam paru – paru karena tidak melewati seluruh proses persalinan dan diikuti pelepasan
katekolamin yang tidak adekuat, akibatnya dapat menghambat pertukaran gas dalam paru –
paru. Karena hal ini, maka lebih sulit bagi neonatus untuk menghirup oksigen dengan
semestinya, sehingga neonatus bernapas lebih cepat dan lebih sulit untuk mendapatkan cukup
oksigen ke dalam paru-paru.
• Neonatus hampir cukup bulan (late preterm neonates)
Hal ini terjadi kemungkinan dikarenakan imaturitas dari EnaC, kurangnya produksi
surfaktan dari lamellar bodies, dan imaturitas epitel paru.
• Neonatus dengan berat badan lahir rendah
• Yang lahir dari ibu dengan asma
• Yang lahir dari ibu dengan diabetes
• Sedasi pada ibu yang berlebihan
• Asfiksia perinatal
• Skor APGAR yang rendah (menit 1: ≤ 7)
Selama kelahiran vagina, terutama dengan neonatus cukup umur, tekanan melewati
birth canal meremas beberapa cairan keluar dari paru-paru. Perubahan hormon selama
persalinan juga dapat menyebabkan penyerapan dari beberapa cairan. Neonatus yang kecil
atau prematur yang dilahirkan melalui vagina atau C-section secara cepat tidak mengalami
pemerasan yang biasa dan perubahan hormon kelahiran vagina. Jadi mereka cenderung
memiliki lebih banyak cairan dari biasanya di paru-paru mereka ketika mereka mengambil
napas pertama mereka. 4
Etiologi dan Patofisiologi
2
Penyakit respiratori akut noninfeksi terjadi pada kira – kira 1% pada seluruh neonatus.
Transient tachypnea of the newborn (TTN) adalah hasil dari pembersihan cairan paru – paru
janin yang mengalami keterlambatan. Dahulu, distress pernafasan diperkirakan karena
defisiensi relative pada surfaktan tetapi sekarang telah diketahui penyebabnya, yaitu timbunan
cairan karena ketidakmampuan dalam menyerap cairan dalam paru – paru janin.
Percobaan in vivo memperlihatkan bahwa epitel paru – paru mengsekresikan Cl- dan
cairan selama kehamilan tetapi baru mengembangkan kemampuan untuk menyerap Na+ secara
aktif pada akhir kehamilan. Pada saat lahir, paru – paru yang matang mengubah fungsinya
dari sekresi Cl- menjadi absorbsi Na+ karena respon dari katekolamin yang bersirkulasi dalam
darah, ada bukti yang menunjukkan glukokortikoid berperan dalam perubahan ini. Perubahan
pada tekanan oksigen menambah kapasitas transport epitel paru dan meningkatkan ekspresi
gen epithelial Na+ channel (ENaC). Ketidakmampuan paru – paru janin yang imatur untuk
mengganti fungsi dari sekresi cairan menjadi absorpsi cairan, terutama karena imaturitas
expresi ENaC, yang dapat dipercepat dengan glukokortikoid. Glukokortikoid menginduksi
reabsorpsi Na+ kebanyakan melalui channel ENaC alveolus paru – paru janin pada akhir
kehamilan. Epinefrin yang dilepaskan selama proses persalinan juga mempengaruhi cairan
paru – paru janin dengan cara menghambat chloride pump dan menstimulasi ENaC yang
mengabsorbsi cairan dari paru – paru ke interstisial.
Percobaan memblokade channel ENaC yang dilakukan pada paru – paru tikus
memperlihatkan pentingnya transport Na+ secara fisiologis saat lahir. Ketika transport Na+
tidak efektif, hewan yang baru lahir tersebut memperlihatkan gejala distress pernafasan,
hipoksemia, retensi cairan paru – paru, dan pada akhirnya mati. Penelitian menunjukkan
bahwa TTN dan RDS melibatkan kegagalan pada transport Na+.
Neonatus cukup bulan memiliki surfaktan dan sistem epithelial paru - paru yang
matang. TTN terjadi pada neonatus cukup bulan dengan surfaktan yang matang dan transport
Na+ epitel pernafasan yang belum berkembang baik, sedangkan RDS terjadi pada neonatus
dengan surfaktan yang belum matang dan transport Na+ yang belum berkembang baik.
Walaupun begitu, neonatus yang cukup bulan bisa saja memiliki lamellar body count yang
rendah, yang menandakan kurangnya fungsi surfaktan dan berhubungan dengan tachypnea of
newborn yang lama.
35% cairan paru – paru janin dibersihkan oleh EnaC beberapa hari sebelum lahir,
sekitar 30% selama proses persalinan karena tekanan mekanik transpulmoner dan efek
3
pelepasan katekolamin, dan sekitar 35% dibersihkan setelah persalinan dengan menangis kuat
dan bernafas. 1,4-8
Manifestasi Klinis TTNGejala TTN meliputi: 3,4
• Cepat, sesak napas (tachypnea) lebih dari 60 napas permenit
• Menggerutu atau suara merintih saat neonatus mengeluarkan napas
• Nafas cuping hidung
• Retractions (ketika kulit menarik di antara rusuk atau di bawah tulang rusuk selama bekerja
cepat atau pernapasan)
• Sianosis (ketika kulit berubah warna kebiru-biruan) di sekitar mulut dan hidung.
DiagnosisAnamnesa pada TTN biasanya didapatkan riwayat persalinan presipitatus atau
persalinan dengan Cesarean Section. Tanda – tanda distress pernafasan, seperti takipnea,
nafas cuping hidung, merintih, retraksi, hipoksia, peningkatan kebutuhan oksigen, dan
sianosis dapat muncul segera stelah lahir. Kelainan ini haruslah sementara, biasanya baik
dalam waktu 72 jam setelah lahir.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan takipnea dengan variasi gejala lain, seperti
merintih, nafas cuping hidung, dan retraksi. Neonatus tersebut biasanya tidak menunjukkan
distress yang akut dan sering hanya menunjukkan “quiet tachypnea”. Pada kasus yang berat
dapat menunjukkan hipoksia berat dan sianosis. Beberapa studi menunjukkan bahwa pasien
TTN dengan frekuensi pernafasan lebih dari 90 per menit selama 36 jam pertama
kehidupannya berhubungan dengan prolonged takipnea yang berakhir lebih dari 72 jam. 1-4
Tabel 1. Evaluasi Gawat Napas dengan Skor Downes9
4
Evaluasi
Total Diagnosis
1-3 Sesak napas ringan Tidak ada gawat napas
4-5 Sesak napas sedang Gawat napas
≥ 6 Sesak napas berat Ancaman gagal napas
Tabel 2. APGAR Score9
Keterangan 0 1 2
AAppearance
(Warna Kulit)
Seluruh tubuh
biru / pucat
Tubuh kemerahan,
ekstremitas biru
Seluruh tubuh
kemerahan
PPulse
(Laju Jantung)Tidak ada < 100 x / menit
≥ 100 x / menit
neonatus terlihat
bugar
GGrimace
(Refleks)Tidak bereaksi Gerakan sedikit Reaksi melawan
AActivity
(Tonus otot)Lumpuh
Ekstremitas fleksi
sedikitGerakan aktif
RRespiration
(Usaha Bernapas)Tidak ada Lambat Menangis kuat
Tidak Asfiksia ≥ 7
Asfiksia Ringan Sedang 4 – 6
Asfiksia Berat ≤ 3
Diagnosis Banding5
Terdapat beberapa penyakit lain yang menyebabkan gangguan pernafasan pada
neonatus yang kerap kali sulit dibedakan dengan TTN, yaitu sebagai berikut:1-4
1. Hyaline Membrane Disease (HMD) / Respiratory Distress Syndrome (RDS)
HMD disebut juga Sindroma Gawat Nafas (SGP) tipe 1, yaitu gawat napas pada
neonatus kurang bulan yang terjadi segera atau beberapa saat setelah lahir, ditandai
adanya kesukaran bernafas, (pernafasan cuping hidung, tipe pernapasan dispnea /
takipnea, retraksi dada, dan sianosis) yang menetap atau menjadi progresif dalam 48 – 96
jam pertama kehidupan dan pada pemeriksaan radiologis ditemukan pola retikulogranuler
yang uniform dan air bronchogram.
Tanda dari HMD biasanya muncul beberapa menit sesudah lahir, namun biasanya baru
diketahui beberapa jam kemudian di mana pernafasan menjadi cepat dan dangkal (60 x /
menit). Bila didapatkan onset takipnea yang terlambat harus dipikirkan penyakit lain.
Beberapa pasien membutuhkan resusitasi saat lahir akibat asfiksia intrapartum atau distres
pernafasan awal yang berat.
Biasanya ditemukan takipnea, grunting, retraksi intercostal dan subcostal, dan
pernafasan cuping hidung. Sianosis meningkat, yang biasanya tidak responsif terhadap
oksigen. Suara nafas dapat normal atau hilang dengan kualitas tubular yang kasar, dan
pada inspirasi dalam dapat terdengan ronkhi basah halus, terutama pada basis paru
posterior. Terjadi perburukan yang progresif dari sianosis dan dyspnea.
Bila tidak diterapi dengan baik, tekanan darah dan suhu tubuh akan turun, terjadi
peningkatan sianosis, lemah dan pucat, grunting berkurang atau hilang seiring
memburuknya penyakit apnea dan pernafasan iregular mucul saat neonatus lelah, dan
merupakan tanda perlunya intervensi segera.
Dapat juga ditemukan gabungan dengan asidosis metabolik, edema, ileus, dan
oliguria. Tanda asfiksia sekunder dari apnea atau kegagalan respirasi muncul bila ada
progresi yang cepat dari penyakit. Kondisi ini jarang menyebakan kematian pada neonatus
dengan kasus berat. Tapi pada kasus ringan, tanda dan gejala mencapai puncak dalam 3
hari. Setelah periode inisial tersebut, bila tidak timbul komplikasi, keadaan respirasi mulai
membaik. Neonatus yang lahir pada 32 – 33 minggu kehamilan, fungsi paru akan kembali
normal dalam 1 minggu kehidupan. Pada neonatus lebih kecil (usia kehamilan 26 – 28
minggu) biasanya memerlukan ventilasi mekanik.
Perbaikan ditandai dengan diuresis spontan, dan kemampuan oksigenasi pada kadar
oksigen lebih rendah. Kematian jarang terjadi pada 1 hari pertama, biasanya terjadi pada
6
hari kedua sampai ketujuh, sehubungan dengan adanya kebocoran udara alveoli
(emfisema interstitial, pneumothorax) perdarahan paru atau intraventrikular.
Kematian dapat terjadi setelah beberapa minggu atau bulan bila terjadi
bronchopulmonary displasia (BPD) pada penderita dengan ventilasi mekanik (HMD
berat).
Pengenalan surfaktan eksogen sebagai pencegahan dan terapi telah merubah keadaan
klinik dari penyakit dan menurunkan morbiditas dan mortalitas dari penyakit.
2. Meconium Aspiration Syndrome (MAS)
Cairan amnion yang terwarnai – mekonium ditemukan pada 5 – 15% kelahiran, tetapi
sindrom ini biasanya terjadi pada neonatus cukup bulan atau lewat bulan. Pada 5%
neonatus yang demikian berkembang pneumonia aspirasi, dimana 30% darinya
memerlukan ventilasi mekanis dan 5 – 10 persennya dapat meninggal. Biasanya, tetapi
tidak selalu, kegawatan janin dan hipoksia terjadi bersama dengan masuknya mekonium
ke dalam cairan amnion. Neonatus ini tercat mekonium dan bisa mengalami depresi serta
memerlukan resusitasi pada saat lahir.
Di dalam uterus, atau lebih sering, pada pernapasan pertama, mekonium yang kental
teraspirasi ke dalam paru, mengakibatkan obstruksi jalan napas kecil yang dapat
menimbulkan kegawatan pernapasan dalam beberapa jam pertama dengan gejala takipnea,
retraksi, mendengkur, dan sianosis pada neonatus yang terkenanya berat. Obstruksi parsial
pada beberapa jalan napas dapat menimbulkan pneumotoraks atau pneumomediastinum,
atau keduanya. Pengobatan tepat dapat menunda mulainya kegawatan pernapasan, yang
bisa hanya terdiri atas takikardia tanpa retraksi. Distensi dada yang berlebihan dapat
menojol. Keadaan ini biasanya membaik dalam 72 jam, tetapi bila dalam perjalanan
penyakitnya neonatus memerlukan bantuan ventilasi, keadaan ini dapat berat dan
kemungkinan mortalitasnya tinggi. Takipnea dapat menetap selama beberapa hari atau
bahkan beberapa minggu. Roentgen dada bersifat khas ditandai dengan bercak – bercak
infiltrat, corakan kedua lapangan paru kasar, diameter antero – posterior tambah, dan
diafragma mendatar. Roentgen dada normal pada neonatus dengan hipoksia berat dan
tidak adanya malformasi jantung mengesankan diagnosis sirkulasi janin persisten. PO2
arteri dapat rendah pada penyakit lain, dan jika terjadi hipoksia, biasanya ada asidosis
metabolik.
7
3. Pneumonia Neonatal
Dalam diagnosis banding, sepsis akibat Streptococcus grup B kurang bisa dibedakan
dengan HMD. Pada pneumonia yang muncul saat lahir, gambaran rontgen dada dapat
identik dengan HMD, namun ditemukan coccus gram positif dari aspirat lambung atau
trakhea, dan apus buffy coat. Tes urin untuk antigen streptococcus positif, serta adanya
neutropenia.
Tabel 3. Diagnosis Banding TTN1-4
Predisposisi
Usia
Kehamila
n
Derajat
Distress
Mulainya
Gejala
Hipoksemi
a
Hiper-
capnea
Respon
terhadap
O2
Respon
terhadap
IPPV
Suara
Nafas
Tanda
Infeksi
Roentgen
Dada
TTNSC ibu
overhidrasi
Full Term
Near Term++
Beberapa
jam+ -/+ +++
Bukan
indikasiCrackles -
Kabur
Vaskular
marking
Cardiomeg
ali
HMD Prematur Preterm +++/++++Beberapa
jam++/++++ +/+++ ++ Membaik
Turun,
crackles-
Kabur
Air
bronchogra
m granuler
Pneu-
monia
Ibu
mengalami
infeksi
Preterm
Full Term++/++++
Hari
pertama /
lebih
++/++++ +/++ ++
Variabel,
mungkin
membaik
Turun
crackles+
Bercak /
granuler
Efusi
pleura
MASFetal
distress
Full Term
Post Term++/+++ +/++++ +/+++ ++
Variabel,
mungkin
membaik
Crackles,
Suara
bronkial
-Bercak
Hiperinflasi
Pemeriksaan PenunjangBeberapa pemeriksaan dapat dilakukan pada TTN untuk menyingkirkan diagnosis
banding lain atau justru membantu menegakkan diagnosis banding lain, terutama bila keadaan
nafas neonatus sudah sangat buruk dalam < 3 hari kehidupannya.1
1. ABG
Pemeriksaan ABG penting untuk memastikan keadaan pertukaran gas dan keseimbangan
asam – basa. Pertimbangkan kateter intraarterial, seperti kateter arteri umbilikalis, jika
inspirasi fraksi oksigen neonatus melebihi 40%. Hipoventilasi sangat tidak lazim, dan
tekanan parsial karbondioksida biasanya normal karena takipnea. Bila ditemukan
peningkatan tekanan karbondioksida pada neonatus dengan takipnea mungkin merupakan
tanda kelelahan dan ancaman gagal nafas atau komplikasi seperti pneumothorax.
8
2. Beberapa marker biokemikal cukup efektif dalam memprediksi kegawatan dari TTN,
seperti laktat, laktat dehidrogenase (LDH), dan plasma N-terminal pro B-type natriuretic
peptide (NT-proBNP).
3. Karena TTN memiliki gejala yang awalnya mirip dengan yang lebih berat masalah
pernapasan neonatus baru lahir (seperti radang paru-paru atau hipertensi pulmonal
persisten), dapat digunakan sinar-X dada selain pemeriksaan fisik untuk membuat
diagnosis. Gambaran yang didapat adalah hiperinflasi paru yang simetris atau normal,
fisura interlobaris terlihat opak karena terdapat cairan, efusi pleura yang minimal, fuzzy
vessel atau densitas bergaris. Terkadang bagian kanan terlihat lebih opak daripada yang
sebelah kiri. Gambaran ini didapat pada keumuran neonatus 1-3 hari. Pada hari ke 4 akan
terlihat paru – paru yang bersih.
Gambar 1. Radiografi pada Neonatus Umur 6 jam. Overaeration and Streaky,
Bilateral, Pulmonary Interstitial Opacities and Prominent Perihilar Interstitial
Markings with Mild Cardiomegaly.1
Gambar 2. Radiografi pada Neonatus Umur 2 hari. Kardiomegali Sudah Hilang.
Abnormalitas Parenkim Pulmonar Berkurang, Tetapi Perihilar and Streaky
Markings Masih Ada. 1
9
Gambar 3. Radiografi pada Neonatus Umur 4 hari. Ukuran Jantung Normal dan
Paru – paru Terlihat Jernih. 1
Gambaran radiografi terkadang dapat seperti gambaran granular, diffuse seperti hyaline
membrane disease tetapi tanpa pulmonary underaeration. Terkadang gambaran
radiografinya juga menyerupai gambaran meconium aspiration syndrome.
4. Hitung darah lengkap (CBC) mungkin juga diambil dari salah satu vena neonatus atau
tumit untuk memeriksa tanda-tanda infeksi.
Penatalaksanaan TTNSeperti halnya neonatus yang baru lahir yang memiliki masalah pernapasan, neonatus
dengan TTN perlu diawasi dengan ketat. Kadang-kadang neonatus akan dimasukkan ke unit
perawatan intensif neonatus (NICU) untuk perawatan ekstra. Monitor diperlukan untuk
mengukur denyut jantung, laju pernapasan, dan kadar oksigen secara kontinu.
Penatalaksanaan pada TTN adalah suportif. Ketika cairan paru – paru terabsorbsi oleh
sistem limfatik neonatus, maka kondisi paru – paru akan membaik. Terapi suportif seperti
IVFD atau melewati selang gastrik (NGT / OGT) hingga frekuensi pernafasan cukup rendah
untuk pemberian makanan per oral. Pemberian oksigen yang adekuat, termoregulasi, dan
meminimalisasi stimulasi dari lingkungan adalah terapi yang dibutuhkan oleh neonatus ini.
Penilaian ABG seharusnya secara periodik diulangi, terutama bila kondisi neonatus
memburuk. Rontgen thorax seharusnya diulang bila secara klinis semakin memburuk
(dekompensasi).
Beberapa di antaranya hanya dimonitor untuk memastikan bahwa tingkat napas
mereka melambat dan tingkat oksigen mereka tetap normal. Ada juga yang perlu
mendapatkan tambahan oksigen melalui masker, tabung kecil di bawah hidung, atau di dalam
10
box plastic oksigen (kadang – kadang disebut "headbox"). Jika neonatus masih sulit untuk
bernapas, bahkan ketika oksigen diberikan, CPAP dapat digunakan untuk menjaga udara tetap
mengalir ke paru-paru. Dengan CPAP, neonatus memakai oksigen cannula khusus (sejenis
pipa ditempatkan langsung ke hidung) dan sebuah mesin terus mendorong aliran udara
bertekanan ke dalam hidung neonatus untuk membantu menjaga paru - paru terbuka saat
bernafas.
Dengan pulse oximetry secara kontinu mengukur oksigenasi pada neonatus. Pulse
oximetry membantu klinisi mengatur kadar oksigen yang diberikan untuk mempertahankan
saturasi yang sesuai. Kebutuhan oksigen yang persisten (FiO2 > 40%) mungkin adalah
indikasi pemberian surfaktan. Dalam kasus yang paling parah dari TTN, neonatus akan
membutuhkan dukungan ventilator, tapi ini jarang terjadi.
Ketika TTN teratasi, takipnea berkurang, kebutuhan oksigen berkurang, dan rontgen
thorax menunjukkan resolusi dari garis perihilar (perihilar streaking).
Dalam waktu 24 sampai 48 jam, napas neonatus yg mengidap TTN biasanya membaik
dan kembali normal, dan dalam waktu 72 jam, semua gejala TTN hilang.
Penggunaan obat pada TTN adalah minimal. Sulit untuk mentingkirkan sepsis atau
pneumonisa secara klinis, dengan tanda distress pernafasan, terutama bila tidak ada faktor
risiko infeksi pada neonatus. Untuk itu, antibiotik empirik sering diberikan pada 48 jam
setelah lahir, hingga sepsis dapat disingkirkan. Namun, beberapa studi menyatakan bahwa
penggunaan antibiotik empirik tidak dianjurkan pada neonatus cukup bulan atau hampir
cukup bulan dengan TTN tanpa adanya faktor risiko infeksi. Neonatus yang mendapatkan
antibiotik harus tinggal lebih lama di rumah sakit. Diuretik, beta agonist, dan epinefrin
inhalasi tidak menunjukkan adanya manfaat.
Neonatus dengan TTN umumnya dibantu dengan cairan intravena atau pemberian
makanan per OGT. Neonatus dengan distress yang jelas memiliki motilitas usus yang buruk
dan membutuhkan terapi intravena. 1,9-11
KomplikasiBeberapa neonatus dapat menunjukkan hipoksia, kelelahan pernafasan, dan asidosis.
Terkadang kebocoran udara (misalnya pneumothorax atau pneumomediastinum yang kecil)
11
dapat terlihat. Beberapa studi mengatakan bahwa TTN merupakan faktor risiko terhadap
sindrom wheezing di masa depan saat masa kanak – kanak dan sifatnya tidaklah sementara
seperti TTN. Namun, masih diperlukan studi lainnya untuk memastikan hubungan ini.12,13
PrognosisTTN adalah kelainan yang dapat sembuh sendiri dengan prognosis yang sangat baik.
Namun, TTN sering diikuti dengan penyakit respiratori lainnya, seperti peningkatan risiko
wheezing pada masa kanak – kanak. 1,12,13
Daftar Pustaka
12
1. Subramanian KNS. Transient tachypnea of the newborn. 10 Juni 2014. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com. 8 Januari 2015.
2. Morrison JJ, Rennie JM. Neonatal respiratory morbidity and mode of delivery at term:
influence of timing of elective caesarean section. Br J Obstet
Gynaecol. 1995;102 :101– 106.
3. Kliegman RM. Gangguan saluran pernapasan. Dalam ilmu kesehatan anak Nelson.
Editor Wahab S.
4. Avery GB, Fletcher MA, MacDonald MG. Acute respiratory disorders in neonatology.
In: Pathophysiology and Management of the Newborn. 5th ed. Philadelphia, Pa:
Lippincott; 1999:485.
5. Hooper SB, Siew ML, Kitchen MJ, te Pas AB. Establishing functional residual
capacity in the non-breathing infant. Semin Fetal Neonatal Med. Dec 2013;18(6):336-
43.
6. Venkatesh VC, Katzberg HD. Glucocorticoid regulation of epithelial sodium channel
genes in human fetal lung. Am J Physiol. Jul 1997;273(1 Pt 1):L227-33.
7. Machado LU, Fiori HH, Baldisserotto M, Ramos Garcia PC, Vieira AC, Fiori RM.
Surfactant deficiency in transient tachypnea of the newborn. J Pediatr. Nov
2011;159(5):750-4.
8. Kasap B, Duman N, Ozer E, Tatli M, Kumral A, Ozkan H. Transient tachypnea of the
newborn: predictive factor for prolonged tachypnea. Pediatr Int. Feb 2008;50(1):81-4.
9. Mathai S, Raju C, Kanitkar C. Management of respiratory distress in the newborn.
MJAFI. 2007;63(269-72).
10. Weintraub AS, Cadet CT, Perez R, DeLorenzo E, Holzman IR, Stroustrup A.
Antibiotic use in newborns with transient tachypnea of the newborn. Neonatology.
2013;103(3):235-40.
11. Salama H, Abughalwa M, Taha S, Sharaf N, Mansour A. Transient tachypnea of the
newborn: Is empiric antimicrobial therapy needed?. J Neonatal Perinatal Med.
2013;6(3):237-41.
12. Liem JJ, Huq SI, Ekuma O, Becker AB, Kozyrskyj AL. Transient tachypnea of the
newborn may be an early clinical manifestation of wheezing symptoms. J Pediatr. Jul
2007;151(1):29-33.
13
13. Birnkrant DJ, Picone C, Markowitz W, El Khwad M, Shen WH, Tafari N. Association
of transient tachypnea of the newborn and childhood asthma. Pediatr Pulmonol. Oct
2006;41(10):978-84.
14