CASE1 INTERNA THALASEMIA
-
Upload
listiana-masyita-dewi -
Category
Documents
-
view
326 -
download
0
Transcript of CASE1 INTERNA THALASEMIA
BETA THALASEMIA
Case Report
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Pendidikan Dokter Umum
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pembimbing : dr. A. Sentot Suropati, Sp. PD
Oleh :
AKHMAD FAJRI PURNA AJIJ 500 050 054
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2011
Case Report
BETA THALASEMIA
Yang Diajukan Oleh :
AKHMAD FAJRI PURNA AJIJ 500 050 054
Telah disetujui dan disahkan oleh Bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Pada Hari Tanggal
Pembimbing :
dr. A. Sentot Suropati, Sp. PD (……………………………...)
Dipresentasikan dihadapan :
dr. A. Sentot Suropati, Sp. PD (……………………………...)
Disahkan KaProdi Profesi FK UMS :
dr. Hj. Yuni Prastyo K, M.MKes (……………………………...)
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2011
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Thalasemia merupakan satu kelompok anemia hemolitik kongenital
herediter yang diturunkan secara autosomal resesif, yang disebabkan karena
tidak adanya atau berkurangnya sintesa dari satu atau lebih rantai-rantai
polipeptida dari globin ( Tamam, 2008)
Di Indonesia banyak dijumpai kasus thalassemia, hal ini disebabkan oleh
karena migrasi penduduk dan percampuran penduduk. Menurut hipotesis,
migrasi penduduk tersebut diperkirakan berasal dari Cina Selatan yang
dikelompokkan dalam dua periode. Kelompok migrasi pertama diduga
memasuki Indonesia sekitar 3.500 tahun yang lalu dan disebut Protomelayu
(Melayu awal) dan migrasi kedua diduga 2.000 tahun yang lalu disebut
Deutromelayu (Melayu akhir) dengan fenotip Monggoloid yang kuat.
Keseluruhan populasi ini menjadi menjadi Hunian kepulauan Indonesia tersebar
di Kalimantan, Sulawesi, pulau Jawa, Sumatera, Nias, Sumba dan Flores
(Weatherall and Clegg, 2001).
Thalassemia telah menimbulkan berbagai masalah kesehatan dunia
terutama pada negara-negara berkembang, sehingga WHO (1983) telah
mencantumkan program penanganannya. Keberadaan penyakit tersebut di
Indonesia, harus dianggap sebagai masalah kesehatan masyarakat yang serius,
karena skrining pengemban sifat kelainan darah tersebut pada berbagai populasi
menujukkan angka yang cukup memprihatinkan. (Lanni, 2002).
B. TUJUAN
Tujuan dari penulisan laporan kasus ini adalah untuk memberikan
informasi mengenai Beta thalasemia. Sehingga diharapkan dapat membantu
untuk menegakkan diagnosa keadaan tersebut dan penanganan tepat yang bisa
diberikan untuk mencegah komplikasi lebih lanjut.
BAB II
KASUS
A. STATUS PASIEN
I. IDENTITAS
Nama pasien : Sdri. DRS
Umur : 16 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Cemani, Grogol, Sukoharjo
Status perkawinan : Belum Kawin
Agama : Islam
Tanggal masuk RS : 10 Maret 2011
Tanggal pemeriksaan : 12 Maret 2011
No. rekam medik : 14.53.39
II. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama : -
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD rumah sakit sukoharjo tanpa keluhan, keluarga
ingin mengetahui hasil pemeriksaan laboratorium darah dan meminta
transfusi darah bila perlu. Lima bulan sebelum masuk rumah sakit pasien
pernah dirawat di RS Muwardi dan Pasien didiagnosa menderita beta
thalasemia dan mendapat tansfusi darah.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat sakit jantung : disangkal
Riwayat trauma : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
4. Riwayat Keluarga
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat sakit jantung : disangkal
Riwayat penyakit serupa sebelumnya : disangkal
III.PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis
Keadaan Umum : sedang
Kesadaran : compos mentis, E4V5M6
Vital Sign :
a. Tekanan darah : 110/70 mmHg
b. Nadi : 76 x/menit
c. RR : 20 x/menit
d. Suhu : 36 0C
2. Status Lokalis
a. Kepala : wajah mongoloid, mulut tongos (rodent like
mouth)
b. Mata : sklera ikterik (-/-), konjungtiva anemis (+/+),
c. Telinga : deformitas (-/-), liang telinga lapang, tidak
hiperemis
d. Hidung : Sekret (-/-), deviasi septum (-)
e. Mulut : Bibir kering, lidah kotor (-)
f. Tenggorokan : tidak hiperemis
g. Leher : pembesaran KGB (-), peningkatan JVP (-)
h. Thoraks : simetris
Cor Hasil Pemeriksaan
Inspeksi Ictus cordis tidak tampak
Palpasi Ictus cordis pada SIC VI linea midclavicularis sin
Perkusi Batas kanan atas : SIC II, linea parasternalis dex
Batas kanan bawah : SIC IV, linea parasternalis dex
Batas kiri atas : SIC II, linea parasternalis sin
Batas kiri bawah : SIC V, linea midclavicula sin
Auskultasi Bunyi jantung I-II intensitas regular, bising (-)
Pulmo Depan Belakang
Inspeksi Simetris,
Ketinggalan gerak (-)
Retraksi intercostae (-)
Simetris,
Ketinggalan gerak (-)
Retraksi intercostae (-)
Palpasi Gerak dada simetris
Fremitus normal
Gerak dada simetris
Fremitus normal
Perkusi Sonor Sonor
Auskultasi SDV (+)
Wh (-/-), Rh (-/-)
SDV (+)
Wh (-/-), Rh (-/-)
i. Abdomen :
Abdomen Hasil pemeriksaan
Inspeksi Permukaan perut tampak membesar
Auskultasi Peristaltik (+)
Palpasi Supel, nyeri tekan (-), splenomegali (+)
Perkusi Tympani
j. Ekstremitas :
Supor dextra Akral hangat (+), edema (-), sianosis (-)
Supor sinistra Akral hangat (+), edema (-), sianosis (-)
Infor dextra Akral hangat (+), edema (-), sianosis (-)
Infor sinistra Akral hangat (+), edema (-), sianosis (-)
3. Resume Pemeriksaan Fisik
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien
sedang, tekanan darah 110/70 mmHg, Kepala mongoloid,mulut tongos
(rodent like mouth), konjungtiva anemis (+/+) splenomegali (+)
IV. ANAMNESIS SISTEM
Sistem serebrospinal : lemas(-), penurunan kesadaran(-), pusing(-)
Sistem kardiovaskuler : anemis(+), akral hangat (+), sianosis(-)
Sistem respirasi : sesak nafas(-), batuk(-), mengi(-), nafas cup-
ing hidung(-)
Sistem genitourinarius : BAK(+) N
Sistem gastrointestinal : mual(-), muntah(-), nyeri(-), kembung(-)
Sistem musculoskeletal : edema tungkai(-/-), kaku pada extremitas(-/-),
nyeri sendi/tulang(-/-)
Sistem integumentum : memar(-), lecet(-), ruam/bintik kemerahan (-)
Resume : Pada anamnesis sistem tidak didapatkan kelainan pada
anamnesis system
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan analisis Hb tanggal 3-11-2010
Nama
pemeriksaanHasil Nilai rujukan Satuan Keterangan
HbA2 > 13.0 1,6- 3,3 % Beta thalasemia
HbF 3,1 2,1-3,6 % Beta thalasemia
Fraksi lain - - - -
2. Pemeriksaan laboratorium darah tanggal 10 Maret 2011
Pemeriksaan Hasil NormalHb 6,3 gr/dl 13,0-16,0 gr/dl
Eritrosit 3,43 µL 4,5-5,5 µLHt 18,6 % 40-48 %
Index eritrosit : MCVMCH
MCHC
54,2 % 18,4 % 33,9 %
82-92 27-31 33-36
Leukosit 4.200 µL 5,0-10,0 103µLTrombosit 483.000 µL 150.000-450.000 µLGlukosa 99,43 mg/dl 70-120 mg/dl
3. Pemeriksaan faal hepar tanggal 10 Maret 2011
Pemeriksaan Hasil Nilai LevelSGOT 66,72 0-21 HighSGPT 49,29 0-22 High
4. Pemeriksaan faal ginjal tanggal 10 Maret 2011
Pemeriksaan Hasil Nilai LevelCreatinin 0,55 mg/dl 0,5-0,9 mg/dl N
Urea 18,91 mg/dl 10-50 mg/dl N
5. Pemeriksaan laboratorium darah tanggal 12 Maret 2011
Pemeriksaan Hasil NormalHb 10,4 gr/dl 13,0-16,0 gr/dl
Eritrosit 4,85 µL 4,5-5,5 µLHt 30,6 % 40-48 %
Index eritrosit : MCVMCH
MCHC
63,1 % 21,4 % 34,09 %
82-92 27-31 33-36
Leukosit 5.800 µL 5,0-10,0 103µLTrombosit 492.000 µL 150.000-450.000 µL
VI. DIAGNOSIS KERJA
Beta Thalasemia
VII. TERAPI SEMENTARA
Infus NaCl 20 tpm
Metil prednisolone 3x 4mg
Transfusi PRC 3 kolf
VIII. FOLLOW UP
11 Maret 2011
S : Pusing (-), Mual (-), muntah (-),sesak(-), makan (+), minum(+), BAB
(+), BAK (+)
O : Keadaan umum pasien : sedang
Kesadaran : compos mentis, E4V5M6
Vital sign : Tekanan darah 100/60 mmHg, nadi 76x/menit, respirasi
24x/menit, suhu 36 oC.
Pemeriksaan fisik :
- Kepala : conjunctiva anemis (+/+), sclera ikterik (-/-)
- Leher : pembesaran kelenjar getah bening (-)
- Thoraks : Cor bunyi jantung I-II intensitas regular, bising
jantung (-). Pulmo simetris, suara dasar vesikuler (+/+),
wheezing (-/-), ronchi (-/-)
- Abdomen : supel (+), peristaltik (+), palpasi dan splenomegali.
- Ekstremitas : akral hangat (+), edem (-/-), sianosis (-/-)
A : - Thalasemia Protransfusi
P : Infuse NaCl 20 tpm
Metilprednisolone 3x4mg
12 Maret 2011
S : Pusing (-). Mual (-), muntah (-), makan (+), Minum (+)
O : Keadaan umum pasien : sedang
Kesadaran : compos mentis, E4V5M6
Vital sign : Tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 76x/menit, respirasi
20x/menit, suhu 36,5 oC.
Pemeriksaan fisik :
- Kepala : conjunctiva anemis (+/+), sclera ikterik (-/-)
- Leher : pembesaran kelenjar getah bening (-)
- Thoraks : Cor bunyi jantung I-II intensitas regular, bising
jantung (-). Pulmo simetris, suara dasar vesikuler (+/+),
wheezing (-/-), ronchi (-/-)
- Abdomen : supel (+), peristaltik (+), Splenomegali (+)
- Ekstremitas : akral hangat (+), edem (-/-), sianosis (-/-)
A : - Thalasemia Protransfusi
P : Infuse NaCl 20 tpm
Metil prednisolone 3x4mg
BLPL
BAB III
RESUME
Dari hasil anamnesis diketahui bahwa pasien telah didiagnosa menderita Beta
Thalasemia sejak 5 bulan yang lalu
Dari hasil pemeriksan fisik didapatkan keadaan umum pasien sedang,
kesadaran compos mentis (E4V5M6), tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 76x/menit,
respirasi 20 x/menit, suhu 36 0C. Kepala mongoloid, mulut tongos (rodent like
mouth), konjungtiva anemis (+/+). Bunyi jantung S I-II regular, bising jantung (-),
suara dasar vesikuler, ronchi (-), wheezing (-), palpasi splenomegali (+). Akral
hangat (+), edema (-).
Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 6,3 gr/dL, eritrosit 3,43 µL, Ht
18,6% , glukosa 99,43 mg/dL, SGOT 66,72 U/L, SGPT 49,29U/L.
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Pembuatan tiap rantai peptida diatur oleh satu gen tertentu yang letaknya
pada kromosom dan pembuatan ini melalui mRNA. Kelainan pokok pada
thalasemia terletak pada gangguan pembentukan rantai polipeptida. Ini terjadi
karena didalam sel eritrosit mRNA untuk rantai α dan β berkurang atau tidak
ada sama sekali . bila gangguan mengenai rantai α penyakitnya dinamakan α
Thalasemia dan bila mengenai rantai β, β thalasemia. (Riza,2008)
B. KLASIFIKASI
Klasifikasi berdasarkan kelainan rantai globin
1. Thalasemia alpha
Terjadi karena adanya kelainan gen (kromosom 16) pada gen globin alpha.
Kelainan ini menyebabkan adanya pengurangan atau hilangnya kemampuan
memproduksi rantai globin alpha sehingga jumlah rantai alpha menurun
(thalasemia jenis ringan) atau tidak ada sama sekali (thalasemia alpha berat).
2. Thalasemia beta
Terjadinya kelainan/perubahan/mutasi pada gen globin beta (pada kromosom
11) sehingga produksi rantai polipeptida globin beta berkurang atau tidak ada
sama sekali. (Budiani, 2008)
Beta thalasemia terbagi atas 3 bagian:
1. β thalasemia mayor : gejala berat selalu butuh tranfusi, Hb 2-3 gr/dl
2. β thalasemia intermedia : gejala lebih ringan, tranfusi kadang-kadang.
Dapat disertai gangguan pertumbuhan, deformitas tulang,
splenomegali, anemia berat, perlu tranfusi.
3. β thalasemia minor/ heterozigot carrier
C. DIAGNOSIS
Dari anamnesis akan didapatkan keluhan-keluhan akibat anemia. Anak
tampak pucat, terdapat gangguan nafsu makan, infeksi berulang, kelemahan
umum, gangguan tumbuh kembang, dan perut tampak semakin besar akibat
adanya pembesaran hati dan limpa. Pada umumnya keluhan ini mulai timbul
pada usia 6 bulan. Rentang gambaran klinisnya sangatlah luas, mulai yang
asimtomatis sampai yang berat bahkan fatal. Selain itu juga dapat dijumpai
wajah yang tampak khas gambaran mongoloid (facies cooley) akibat adanya
deformitas tulang kepala dengan zigoma yang meninjol. Juga didapatkan
hepatomegali dan splenomegali (Permono dan Ugrasena, 2005)
Pemeriksaan Hb elektroforesis merupakan pemeriksaan diagnostik yang
utama. Hb biasanya rendah, berkisar antara 2-8g/dl. Mean corpusculer volume
(MCV) dan mean corpusculer hemoglobin (MCH) rendah. Sementara red blood
cell distributing weight (RDW) meningkat. Dari preparat hapus, akan didapatkan
gambaran eritrosit mikrositik hipokromik, sel target, anisositosis berat dengan
makroovalositosis, mikrosferosit, polokromasi, basophilic stippling, benda
howel-jolly, poikilositosis. Sementara foto tulang pipih dan ujung tulang panjang
tampak perluasan sumsum tulang sehingga trabekula tampak jelas.(Permono dan
Ugrasena, 2005)
D. PENATALAKSANAAN
4. Transfusi darah
Beberapa pendapat berlainan mengenai transfusi darah. Secara umum
dikatakan, pasien dengan kadar Hb <7g/dl sudah memerlukan transfusi.
Sebagian menyatakan sebaiknya transfusi sel darah merah dimulai bila kadar
Hb turun mencapai 10g/dl dan dipertahankan pada kadar sekitar 14g/dl (high
transfussion scheme). Adapula yang menyatakan sebaiknya transfusi darah
baru diberikan pada kadar 6g/dl dengan mempertahankan kadar Hb sekitar
10g/dl (low tranfussion scheme). (Riza, 2008)
Pemberian transfusi PRC secara teratur guna memelihara kadar Hb
pada tingkat 9-10g/dl , membantu mengurangi komplikasi anemia, dan
eritropoesis yang tidak efektif, memperbaiki pertumbuhan dan
perkembangan, mengurangi hepatosplenomegali, mengurangi hematopoesis
ekstrameduler sehingga mengurangi adanya deformitas tulang serta
memperpanjang ketahanan hidup pada thalasemia mayor. Regimen yang
digunakan untuk mempertahankan konsentrasi Hb sebelum transfusi tidak
melebihi dari 9,5g/dl. Telah menunjukkan penurunan kebutuhan transfusi
dan memperbaiki kontrol beban besi dalam tubuh bila dibandingkan dengan
regimen transfusi Hb lebih dari 11g/dl. (Run and Rachmifewitz, 2005)
Komplikasi utama akibat transfusi darah adalah penyebaran penyakit
infeksi yang terkait transfusi, serta komplikasi dari iron overload akibat
transfusi yang berulang-ulang. (www.thalasemia.com)
5. Kelasi besi
Penumpukan besi merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas
yang paling banyak pada penderita thalasemia. Penumpukan besi terutama
terjadi pada organ-organ viseral terutama pada jantung,hati dan kelenjar
endokrin. Menyebabkan kerusakan jaringan dan disfungsi/gagal organ.
Diperkenalkannya chelating agent (kelasi besi) yang dapat mengeluarkan
kelebihan besi dari dalam tubuh telah mengubah harapan hidup penderita
thalasemia. Bila diberikan bersamaan dengan transfusi PRC, kelasi besi dapat
memperlambat terjadinya penyakit jantung, bahkan pada beberapa penderita
hal itu dapat dicegah. (www.thalasemia.com)
Beberapa kelasi yang ada di pasaran Defoxamine (DFO),
Deferiprone, deferasirox
6. Pemantauan fungsi organ
Melakukan pemeriksaan secara berkala setiap 6 bulan atau lebih cepat bila
diperlukan terhadap kemungkinan adanya gangguan fungsi organ.
(Wahidayat, 1998)
7. Splenektomi
Mengingat komplikasi infeksi berat yangterjadi pasca splenektomi, maka
tindakan ini sebaiknya dilakukan pada umur 5 tahun keatas. Pada umur
tersebut fungsi limpa sebagai organ yang berperan dalam pembentukan zat
anti terhadap infeksi sudah dapat diambil alih oleh organ limfoid lain.
(Riza, 2008)
8. Suplemen
a.Vitamin C. Penderita thalasemia yang mendapat terapi kelasi besi
memperlihatkan defisiensi vitamin C. Vitamin C seharusnya diberikan dalam
jumlah kecil saja guna memperkuat efek pengikatan besi (3mg/kg/hari saat
dimulainya pemberian kelasi besi), pemberian dalam dosis besar harus
dihindari. (www.thalasemia.com)
b. vitamin E. Dosis untuk anak diberikan 1UI/kg/hari secara oral
(www.thalasemia.com)
c. asam folat. Direkomendasikan untuk memberikan asam folat 1mg/hari.
(www.thalasemia.com)
9. Dukungan psikologis
Kepada penderita diterangkan mengenai penyakitnya dan perlunya
pemberian transfusi serta kelasi besi supaya penderita dapat hidup dan
melakukan aktifitas sehari-hari seperti anak normal lainya.(Wahidayat, 1998)
10. Transplantasi sumsum tulang
Terbentur pada biaya yang tinggi dan kelangkaan donor dengan HLA yang
cocok. Survival ratenya sebesar 59%, sementara penderita yang tidak
mempunyai faktor resiko yang buruk survival rate nya mencapai 90%. (Run
dan rachmifewitz, 2005)
11. Pencegahan
Marriage counseling dan prenatal diagnosis sangatlah penting untuk
pencegahan lahirnya thalasemia mayor. Sedapat mungkin dihindarkan antara
dua insan heterozygot, agar tidak terjadi bayi homozygot. Prenatal diagnosis
akan memutuskan kehamilan itu dipertahankan atau di gugurkan. ( Run and
Rahmifewitz, 2005)
DAFTAR PUSTAKA
Budiani, dyah ratna (2008). Aspek molekuler thalasemia. Disampaikan dalam
seminar “ The newest perspective of talasemia”. Surakarta
Introduction diagnosis of thalasenia. Dari : URL:
http//www.thalassemia.com/thal_SOC_guide.pdf
Lanni F. (2002). Heterogenitas Molekular Gen Globin-β di Indonesia: Kaitannya
dengan Pola Penyebaran Thalassemia-β dan Afinitas Genetik antarpopulasi di
Indonesia. Disertasi Doktor Bidang Ilmu Kedokteran Universitas Gadjah
Mada.
Permono B dan UgrasenaIDG. (2005) dalam : Permono B, Sutaryo, Ugrasena IDG,
Widiastuti E dan Abdulsalam, editor. Buku ajar hematologo-onkologi anak.
Badan penerbit IDAI
Riza, Muhammad. (2008). Diagnosis dan tatalaksana thallasemia. Disampaikan
dalam seminar “ The newest perspective of talasemia”. Surakarta
Run D and Rachmifewitz (2005). Β-thalasemia. N Engl 3 Med
Suryo (2008). Genetika manusia. Gajah mada university press. yogyakarta
Tamam M. (2008). Diagnosis dan penatalaksanaan Thalassemia. Disampaikan
dalam simposium “recent management of thalassemia”. Semarang.
Wahidayat I. (1998) Transfusi darah pada thalassemia. Dalam : Gatot D,
Abdulsalam M, Windiastuti E, Naskah lengkap PKB IKA XLI darah dan
tumbuh kembang : aspek transfuse. Balai penerbit FKUI. Jakarta
Weatherall D.J. and Clegg J.B. (2001). The Thalassemia Syndromes (4th edn).
Blackwell Scientific Publ. Oxford.