Case Struma Nurul 2.doc

download Case Struma Nurul 2.doc

of 28

Transcript of Case Struma Nurul 2.doc

Case Report Session

BAB I

PENDAHULUAN

Struma adalah pembesaran kelenjar tiroid yang disebabkan oleh penambahan jaringan kelenjar tiroid. Pembesaran kelenjar tiroid tersebut ada yang menyebabkan perubahan fungsi pada tiroid, dan ada juga yang tidak mempengaruhi fungsi.1Survei epidemiologi untuk struma endemik sering ditemukan di daerah pegunungan seperti pegunungan Alpen, Himalaya, Bukit Barisan, dan daerah pegunungan lainnya. Untuk struma toksik prevalensinya 10 kali lebih sering pada wanita dibanding pria. Pada wanita ditemukan 20-27 kasus dari 1.000 wanita, sedangkan pada pria 1-5 dari 1.000 pria.1Berbagai modalitas dalam menegakkan diagnosis pasti struma dan untuk mengetahui jenisnya telah dikenal dalam dunia kesehatan. Mulai dari anamnesis sederhana, pemeriksaan fisik, hingga pemeriksaan penunjang yang canggih dapat dipergunakan dalam penanganan pasien dengan struma. Pemeriksaan penunjang tersebut meliputi pemeriksaan kadar Thyroid-Stimulating Hormone (TSH) di dalam serum, Fine-Needle Aspiration (FNA), ultrasonografi tiroid, hingga menggunakan Thyroid scan.2 Penatalaksanaan dan terapi dari struma selanjutnya tergantung pada hasil pemeriksaan penunjang yang dilakukan. Terapi tersebut dapat meliputi pembedahan ataupun terapi dengan pemberian hormon. Pembedahan yang dilakukan berupa lobectomy baik itu total ataupun sebagian.2BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Struktur Anatomi dan Histologi Kelenjar Tiroid

Kelenjar tiroid merupakan salah satu kelenjar endokrin pada manusia yang terletak di bagian dalam dari otot sternotyhroid dan sternohyoid setinggi vertebra C5 sampai T1. Kelenjar ini terdiri atas lobus kanan dan kiri yang terletak anterolateral dari laring dan trakea. Isthmus merupakan bagian yang menyatukan kedua lobus tiroid sepanjang trakea, biasanya di anterior dari cincin trakea kedua dan ketiga. Kelenjar tiroid dikelilingi oleh kapsul fibrous yang tipis. Jaringan ikat padat melekatkan kapsul fibrous ke kartilage krikoid dan cincin trakea superior. Di luar kapsul adalah jaringan ikat longgar yang dibentuk oleh lapisan viscera dari pretracheal deep cervical fascia.3,4

Suplai darah kelenjar tiroid berasal dari sepasang arteri tiroid superior dan inferior. Arteri tiroid superior merupakan cabang pertama dari arteri karotid eksternal. Arteri tiroid superior menuju ke kelenjar dan terbagi menjadi cabang anterior dan posterior. Arteri tiroid inferior merupakan cabang terbesar dari thyrocervical trunk, berjalan superomedial dan posterior dari selubung karotid untuk mencapai aspek kelenjar tiroid. Pada sekitar 10% orang, thyroid artery berasal dari brachiocephalic trunk atau cabang aorta. Arteri kecil ini berjalan ke atas pada permukaan anterior trakea dan menuju ke isthmus kelenjar tiroid.3,4

Gambar 2.1 Kelenjar tiroid

Tiga pasang vena biasanya mengalirkan vena dari pleksus tiroid pada permukaan anterior kelenjar tiroid dan trakea. Vena tiroid superior mengalirkan darah dari kutub superior kelenjar, vena tiroid tengah mengalirkan darah dari pertengahan lobus dan vena tiroid inferior mengalirkan darah dari kutub inferior dan atau isthmus. Vena tiroid superior dan tengah mengalirkan darah ke vena jugular internal dan vena tiroid inferior mengalirkan darah ke vena brachiocephalic (kebanyakan yang kiri).3

Pembuluh limfa kelenjar tiroid berhubungan dengan jaringan kapsular pembuluh limfa. Dari bagian superior lobus dan isthmus kelenjar, pembuluh limfa mengalir menuju superior deep cervical lymph nodes. Pada bagian inferior kelenjar tiroid, pembuluh limfa mengalir menuju inferior deep cervical lymph nodes. Beberapa pembuluh limfa mengalir menuju brachiocephalic nodes atau thoracic duct.3

Persarafan kelenjar tiroid berasal dari bagian superior, tengah, dan inferior dari ganglion simpatik servikal. Menuju ke kelenjar melewati cardiac serta pleksus periarterial superior dan inferior bersama-sama dengan arteri tiroid. Serabut ini bersifat vasomotor sehingga dapat menyebabkan konstriksi pembuluh darah.3

Gambar 2.2 Kelenjar tiroid beserta vaskular, kelenjar getah bening dan saraf

Pada pemeriksaan mikroskopis, kelenjar tiroid terdiri dari folikel-folikel dengan berbagai ukuran. Folikel-folikel tersebut mengandung material colloid dan dikelilingi oleh lapisan epitel tiroid. Folikel ini nantinya akan mensintesis tiroglobulin yang nantinya akan disekresikan ke dalam lumen folikel. Sejumlah mikrovili muncul dari permukaan folikel ke arah lumen, di mana mikrovili ini berperan dalam endositosis tiroglobulin yang nantinya akan dihidrolisis di dalam sel untuk melepaskan hormon tiroid.3

Gambar 2.3 Struktur histologis dari kelenjar tiroid

Fisiologi Kelenjar Tiroid

Hormon tiroid yang disintesis oleh kelenjar tiroid sangat tergantung pada jumlah dari iodium yang masuk kedalam tubuh kita. Iodium yang dibutuhkan untuk sintesis hormon tiroid diperoleh dari makanan dan juga minuman dalam bentuk iodida atau ion iodat. Ion iodat tersebut nantinya akan dikonversi menjadi iodida di dalam lambung. Iodida tersebut akan diabsorpi dari saluran cerna ke dalam darah. Biasanya sebagian besar dari iodida tersebut dengan cepat dikeluarkan oleh ginjal, setelah seperlima dari asupan iodium tersebut diserap oleh sel-sel tiroid untuk sintesis hormon tiroid.3Sintesis dari hormon tiroid dalam kelenjar tiroid meliputi 5 tahapan utama yaitu:3Transport aktif ion iodida melewati membran basal menuju ke dalam sel tiroid (iodide trapping)

Oksidasi dari iodida dan iodinasi dari residu tirosil pada tiroglobulin.

Coupling dari molekul iodotirosin dalam tiroglobulin untuk membentuk hormon tiroidProteolisis dari tiroglobulin, yang nantinya akan menyebabkan pelepasan dari iodotironin dan iodotirosinDeiodinasi dari iodotirosin dalam sel tiroid oleh enzim deiodinase intratiroid. Sekitar 90% hormon tiroid yang dilepaskan ke dalam sirkulasi berupa tiroksin (T4). Sedangkan 10% sisanya dalam bentuk triiodotironin (T3) yang merupakan bentuk aktif dari hormon tiroid. Walaupun demikian sebagian besar T4 di jaringan perifer akan dirubah menjadi T3 ataupun bentuk metabolit inaktif yakni reverse T3. Di dalam sistem sirkulasi, sebagian besar T4 dan T3 berikatan dengan protein plasma, dimana 80% berikatan dengan T4-binding globulin, 10% - 15% berikatan dengan T4-binding prealbumin, dan sisanya berikatan dengan albumin.3Hormon tiroid memiliki efek di tingkat selular, organ dan sistemik. Di tingkat seluler hormon tiroid menyebabkan transkripsi inti dari sejumlah besar gen. Oleh karena itu, sejumlah besar enzim protein, protein transport, protein struktural, dan zat lainnya akan meningkat. Hasil akhir dari semuanya ini adalah peningkatan menyeluruh dari aktivitas fungsional di seluruh tubuh. Di tingkat organ, hormon tiroid memiliki beberapa efek antara lain meningkatkan denyut jantung dan kontraktilitasnya sehingga akan meningkatkan juga curah jantung, meningkatkan konsumsi O2 dan produksi CO2 yang akan dikompensasi dengan peningkatan pernapasan pasien dan juga volume tidal, juga meningkatkan pembentukan tulang. Sedangkan efek hormon tiroid di tingkat sistemik adalah meningkatkan metabolisme selular dan produk akhir metabolisme di mana akan mengakibatkan terjadinya vasodilatasi dan peningkatan dari aliran darah ke dalam jaringan.3,4Untuk menjaga agar tingkat metabolisme dalam tubuh tetap normal, maka setiap saat harus disekresikan hormon tiroid dalam jumlah yang tepat. Agar hal ini dapat tercapai, terdapat beberapa mekanisme pengaturan hormon tiroid, antara lain:

Hypothalamic-pituitary-thyroid axis, di mana thyrotropin-releasing hormone (TRH) dari hipotalamus menstimulasi dan melepaskan thyroid-stimulating hormone (TSH) kelenjar pituitari anterior, di mana nantinya akan merangsang sekresi dari hormon tiroid.

Enzim deiodinase di kelenjar pituitari dan jaringan perifer yang memodifikasi efek dari T4 dan T3.Autoregulasi sintesis hormon tiroid oleh kelenjar tiroid itu sendiri dalam hubungannya dengan suplai iodium.

Stimulasi atau inhibisi dari fungsi tiroid oleh TSH receptor autoantibodies.

Gambar 2.4 Pengaturan hormon tiroid2.3 Definisi Struma

Struma atau dikenal juga dengan istilah Goiter adalah pembengkakan pada leher karena pembesaran kelenjar tiroid, dapat berupa gangguan fungsi atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya yang penyebabnya bermacam macam. Pembesaran ini dapat memiliki fungsi kelenjaryang normal (eutirodisme), kekurangan hormon tyroid (hipotiroidisme) atau kelebihan produksi hormon (hipetiroidisme).5

Pembesaran kelenjar tiroid sangat bervariasi dari tidak terlihat sampai besar sekali dan dapat menimbulkan penekanan pada trakea, membuat dilatasi sistem vena serta pembentukan vena kolateral. Pada struma gondok endemik, Perez membagi menjadi:5 Derajat 0 : tidak teraba pada pemeriksaan

Derajat I : teraba pada pemeriksaan, terlihat hanya kalau kepala

ditegakkan

Derajat II : mudah terlihat pada posisi kepala normal

Derajat III : terlihat pada jarak jauh.

Pada keadaan tertentu derajat 0 dibagi menjadi:

Derajat 0a : tidak terlihat atau teraba tidak besar dari ukuran normal.

Derajat 0b : jelas teraba lebih besar dari normal, tetapi tidak terlihat bila

kepala ditegakkan

2.4 Klasifikasi

Struma berdasarkan sifatnya dibedakan menjadi struma toksik dan struma non toksik. Struma toksik adalah struma dengan produksi hormon tiroid berlebihan, dengan tanda-tanda dari tirotoksikosis.5Struma toksik dapat disebabkan oleh :5Penyakit autoimun seperti graves disease dan plummer disease.

Tumor pada hipofise, sehingga terjadi pelepasan TSH yang berlebihan.

Tumor yang menghasilkan hCG berlebihan.

Episode hipertiroid sepintas dari penyakit inflamsi tiroid.

Pemberian obat tiroid yang berlebihan.

Asupan iodin yang berlebihan.

Struma non toksik dapat didasari oleh beberapa penyakit seperti :5Defisiensi iodium (Goiter endemik),

Infeksi (Tiroiditis de Quervain, Tiroiditis Granulomatosa),

Autoimun (Tiroiditis Hasimoto),

Adanya zat goitogenik dalam:

Makanan, seperti kubis, lobak cina, padi padian, singkong, dan goitrin dalam rumput liarObat, seperti Propylthiouracil, litium, phenylbutazone, aminoglutethimide, expectorants yang mengandung yodiumAgen lingkungan, seperti Phenolic dan phthalate ester derivative dan resorcinol berasal dari tambang batu dan batubaraDishormogenesis, yaitu gangguan kongenital pada enzim enzim biosintesa hormon tiroid

Neoplasma.

Khususnya untuk neoplasma etiologi yang pasti belum diketahui. Faktor risiko untuk karsinoma dengan diferensiasi baik (papiler dan folikular) adalah radiasi dan goiter endemis, sedangkan untuk jenis medular adalah faktor genetik. Belum diketahui suatu karsinogen yang berperan untuk kanker anaplastik dan medular. Diperkirakan kanker tiroid anaplastik berasal dari perubahan kanker tiroid berdiferensiasi baik (papiler dan folikular) dengan kemungkinan jenis folikular dua kali lebih besar.2.5 Patofisiologi

Aktifitas utama kelenjar tiroid adalah untuk mengkonversi yodium dari darah untuk membuat hormon tiroid. Kelenjar tersebut tidak dapat membuat hormon tiroid dalam jumlah cukup jika tidak memiliki cukup yodium. Oleh karena itu, dengan defisiensi yodium individu akan menjadi hipotiroid. Akibatnya, tingkat hormon tiroid yang terlalu rendah, tiroid akan mengirim sinyal ke hipotalamus dan hipofisis. Sinyal ini akan direspon hipofisis dengan meningkatkan produksi thyroid stimulating hormone (TSH). Seperti namanya, hormon ini merangsang tiroid untuk menghasilkan hormon tiroid sedangkan bahan baku yang tidak tersedia menyebabkan kelenjar tiroid tumbuh dalam ukuran yang besar. Pertumbuhan abnormal dalam ukuran menghasilkan apa yang disebut sebuah gondok.6Kekurangan dalam sintesis hormon tiroid atau asupan iodin menyebabkan produksi TSH meningkat. Peningkatan TSH menyebabkan peningkatan cellularity dan hiperplasia kelenjar tiroid dalam upaya untuk menormalkan kembali kadar hormon tiroid. Jika proses ini berkelanjutan, maka akan mengakibatkan gondok. Penyebab kekurangan hormon tiroid termasuk kesalahan bawaan sintesis hormon tiroid, defisiensi yodium, dan goitrogenik.6Pada tiroiditis, proses inflamasi menyebabkan kerusakan pada folikel kelenjar tiroid. Kerusakan pada folikel menyebabkan hormon tiroid yang terkandung didalamnya keluar dan menyebabkan keadaan tirotoksikosis yang sementara. Keadaan folikel kelenjar tiroid yang rusak menyebabkan produksi tidak ada lagi, sehingga kemudian akan berlanjut kepada episode hipotiroid. Keadaan hipotiroid akan merangsang mekanisme umpan balik ke hipotalamus hipofisis, sehingga terjadi peningkatan TRH dan TSH.6Pada penyakit graves tubuh secara patologis membentuk anti TSH reseptor yang akan berikatan dengan reseptor TSH di kelenjar tiroid, dan merangsang kerja kelenjar tiroid secara berlebihan dalam memproduksi hormon tiroid. Sehingga akan terjadi keadaan tirotoksikosis dan pembesaran dari kelenjar tiroid.6Gondok dapat juga terjadi hasil dari sejumlah agonis reseptor TSH. Pendorong reseptor TSH termasuk antibodi reseptor TSH, resistensi terhadap hormon tiroid hipofisis, adenoma kelenjar hipofisis hipotalamus atau, dan tumor memproduksi human chorionic gonadotropin.6Pemasukan iodium yang kurang, gangguan berbagai enzim dalam tubuh, hiposekresi TSH, glukosil goitrogenik (bahan yang dapat menekan sekresi hormone tiroid), gangguan pada kelenjar tiroid sendiri serta factor pengikat dalam plasma sangat menentukan adekuat tidaknya sekresi hormone tiroid. Bila kadar-kadar hormon tiroid kurang maka akan terjadi mekanisme umpan balik terhadap kelenjar tiroid sehingga aktifitas kelenjar meningkat dan terjadi pembesaran (hipertrofi).6Dampak goiter terhadap tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid yang dapat mempengaruhi kedudukan organ-organ lain di sekitarnya. Di bagian posterior medial kelenjar tiroid terdapat trakea dan esophagus. Goiter dapat mengarah ke dalam sehingga mendorong trakea, esophagus dan pita suara sehingga terjadi kesulitan bernapas dan disfagia yang akan berdampak terhadap gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi serta cairan dan elektrolit. Penekanan pada pita suara akan menyebabkan suara menjadi serak atau parau.62.6 Diagnosis2,7Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

Anamnesis :

Penderita datang dengan keluhan adanya benjolan pada leher depan bagian tengah

Usia dan jenis kelamin: nodul tiroid timbul pada usia < 20 tahun atau > 50 tahun dan jenis kelamin laki-laki resiko malignancy tinggi (20-70%).

Riwayat terapi radiasi daerah leher dan kepala pada masa anak-anak risiko malignancy

Kecepatan tumbuh tumor. Nodul jinak membesar lama (tahunan), nodul ganas membesar dengan cepat (minggu/bulan).

Gangguan menelan, sesak nafas, suara serak dan nyeri (akibat penekanan/desakan dan/atau infiltrasi tumor sebagai pertanda telah terjadi invasi ke jaringan atau organ di sekitarnya)

Asal dan tempat tinggal (pegunungan/pantai)

Benjolan pada leher, lama, pembesaran

Riwayat penyakit serupa pada keluarga

Struma toksik : gejala tirotoksikosis

Struma non-toksik : normal atau gejala hipotiroid

Pemeriksaan Fisik :

Status Generalis :

1. Tekanan darah meningkat

2. Nadi meningkat

3. Mata :

( Exopthalmus

( Stelwag Sign : Jarang berkedip

( Von Graefe Sign : Palpebra superior tidak mengikut bulbus okuli waktu melihat ke bawah

4. Hipertroni simpatis : Kulit basah dan dingin, tremor halus

5. Jantung : Takikardi

Status Lokalis :

Pada pemeriksaan fisik nodul harus dideskripsikan:

- lokasi: lobus kanan, lobos kiri, ismus

- ukuran: dalam sentimeter, diameter panjang

- jumlah nodul: satu (uninodosa) atau lebih dari satu (multinodosa)

- konsistensinya: kistik, lunak, kenyal, keras

- nyeri: ada nyeri atau tidak pada saat dilakukan palpasi

- mobilitas: ada atau tidak perlekatan terhadap trakea, muskulus sternokleidomastoidea

- pembesaran kelenjar getah bening di sekitar tiroid: ada atau tidak.

Secara klinis pada pemeriksaan fisik kita dapan memperkirakan struma yang ditemukan bersifat ganas atau jinak. Nodul tiroid jinak dan nodul ganas yang memiliki karakteristik:

- Konsistensi keras pada beberapa bagian atau menyeluruh pada nodul dan sukar digerakkan, walaupun nodul ganas dapat mengalami degenerasi kistik dan kemudian menjadi lunak. Sebaliknya nodul dengan konsistensi lunak lebih sering jinak, walaupun nodul yang mengalami kalsifikasi dapat ditemukan pada hiperplasia adenomatosa yang sudah berlangsung lama.

- Infiltrasi nodul ke jaringan sekitarnya merupakan tanda keganasan, walaupun nodul ganas tidak selalu mengadakan infiltrasi. Jika ditemukan ptosis, miosis dan enoftalmus (Horner syndrome) merupakan tanda infiltrasi atau metastase ke jaringan sekitar.

- 20% nodul soliter bersifat ganas sedangkan nodul multipel jarang yang ganas, tetapi nodul multipel dapat ditemukan 40% pada keganasan tiroid

- Nodul yang muncul tiba-tiba atau cepat membesar perlu dicurigai ganas terutama yang tidak disertai nyeri. Atau nodul lama yang tiba-tiba membesar progresif.

- Nodul dicurigai ganas bila disertai dengan pembesaran kelenjar getah bening regional atau perubahan suara menjadi serak.

Pemeriksaan Penunjang :

Pemeriksaan fungsi tiroid sederhana

Indeks Wayne

Indeks New castle

Pemeriksaan darah fungsi tiroid (FT4, T3, TSH)

Pemeriksaan T4 total dikerjakan pada semua penderita penyakit tiroid, kadar normal pada orang dewasa 60-150 nmol/L atau 50-120 ng/dL; T3 sangat membantu untuk hipertiroidisme, kadar normal pada orang dewasa antara 1,0-2,6 nmol/L atau 0,65-1,7 ng/dL; TSH sangat membantu untuk mengetahui hipotiroidisme primer di mana basal TSH meningkat 6 mU/L. Kadang-kadang meningkat sampai 3 kali normal.

Pemeriksaan Radiologis

Rontgen

Pemeriksaan radiologis dengan foto rontgen dapat memperjelas adanya deviasi trakea, atau pembesaran struma retrosternal yang pada umumnya secara klinis pun sudah bisa diduga, foto rontgen leher posisi AP dan Lateral diperlukan untuk evaluasi kondisi jalan nafas sehubungan dengan intubasi anastesinya, bahkan tidak jarang untuk konfirmasi diagnostik tersebut sampai memelukan CT-scan leher.

USG

Pemeriksaan USG dapat membedakan antara padat, cair, dan beberapa bentuk kelainan, tetapi tidak dapat membedakan dengan pasti ganas atau jinak. USG bermanfaat pada pemeriksaan tiroid untuk:

- Dapat menentukan jumlah nodul

- Dapat membedakan antara lesi tiroid padat dan kistik,

- Dapat mengukur volume dari nodul tiroid

- Dapat mendeteksi adanya jaringan kanker tiroid residif yang tidak menangkap iodium, yang tidak terlihat dengan sidik tiroid. Pada kehamilan di mana pemeriksaan sidik tiroid tidak dapat dilakukan, pemeriksaan USG sangat membantu mengetahui adanya pembesaran tiroid.

- Untuk mengetahui lokasi dengan tepat benjolan tiroid yang akan

dilakukan biopsi terarah

- Dapat dipakai sebagai pengamatan lanjut hasil pengobatan.

Pemeriksaan Iodin 131 (Radio Isotop)

Prinsip pemeriksaan tiroid dengan menggunakan radio-isotop adalah dengan memanfaatkan metabolisme iodium yang erat hubungannya dengan kinerja tiroid. Pemeriksaan ini bisa menggambarkan aktifitas kelenjar tiroid maupun bentuk lesinya. Penilaian fungsi kelenjar tiroid dapat juga dilakukan karena adanya sistem transport pada membran sel tiroid yang menangkap iodida dan anion lain..

Uji tangkap tiroid ini berguna untuk menentukan fungsi dan sekaligus membedakan berbagai penyebab hipertiroidisme dan juga menentukan dosis iodium radioaktif untuk pengobatan hipertiroidisme. Uji tangkap tiroid tidak selalu sejalan dengan keadaan klinik dan kadar hormon tiroid. Hasil pemeriksaan dengan radioisotop adalah ukuran, bentuk lokasi, dan yang utama ialah fungsi bagian-bagian tiroid.

Pada pemeriksaan ini pasien diberi NaI peroral dan setelah 24 jam secara fotografik ditentukan konsentrasi yodium radioaktif yang ditangkap oleh tiroid.

Nilai normalnya 10-35%. Jika kurang dari 10% disebut menurun (hipotiroidisme), jika diatas 35% disebut meninggi (hipertiroidisme). Dari hasil sidik tiroid dibedakan 3 bentuk :

1. Nodul dingin bila penangkapan yodium tidak ada atau kurang dibandingkan sekitarnya.

2. Nodul panas bila penangkapan yodium lebih banyak dari pada sekitarnya. Keadaan ini memperlihatkan aktivitas yang berlebih.

3. Nodul hangat bila penangkapan yodium sama dengan sekitarnya. Ini berarti fungsi nodul sama dengan bagian tiroid yang lain.

FNAB

Pemerikasaan histopatologis dengan biopsi jarum halus (fine needle aspiration biopsy FNAB) akurasinya sekitar 80%. Hal ini perlu diingat agar jangan sampai menentukan terapi definitif hanya berdasarkan hasil FNAB saja. Pada kista dapat juga dihisap cairan secukupnya, sehingga dapat mengecilkan nodul. Dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan.

Kerugian pemeriksaan ini dapat memberikan hasil negatif palsu karena lokasi biopsi kurang tepat, teknik biopsi kurang benar, pembuatan preparat yang kurang baik atau positif palsu karena salah interpretasi oleh ahli sitologi.

Histopatologi

Merupakan standar baku untuk menegakan diagnosa pasti suatu keganasan.

2.7 Tatalaksana2,7Penatalaksanaan struma ialah tergantung dari penyebabnya, antara lain :

Defisiensi Iodium

Struma yang disebabkan kekurangan asupan yodium dalam makanan maka akan diberikan suplementasi yodium per oral sebagai penatalaksanaannya. Hal ini akan menyebabkan penurunan ukuran struma, tapi sering kali ukuran struma tidak akan benar-benar mngecil sehingga membutuhkan operasi.

Tiroiditis Hasimoto

Stuma yang disebabkan Tiroiditis Hashimoto akan mengalami keadaan hipotiroid, maka akan diberikan suplemen hormon tiroid eksternal sebagai dalam bentukpil setiap hari. Perawatan ini akan mengembalikan tingkat hormon tiroid normal, tetapi terkadang tidak mengembalikan ukuran kelenjar tiroid seperti semula, walaupun ukuranya juga bisa lebih kecil, sehingga membutuhkan operasi. Pengobatan hormon tiroid biasanya akan mencegah bertambah besarnya struma.

Hipertiroidisme

Pada struma karena hipertiroidisme, penatalaksanaan akan tergantung pada penyebab hipertiroidisme. Misalnya, pengobatan penyakit Graves dengan yodium radioaktif biasanya menyebabkan penurunan atau hilangnya struma.

Tujuan pengobatan hipertiroidisme adalah membatasi produksi hormon tiroid yang berlebihan dengan cara menekan produksi (obat antitiroid) atau merusak jaringan tiroid (yodium radioaktif, tiroidektomi subtotal).

Obat anti tiroid

Obat anti-tiroid (tionamid) yang digunakan saat ini adalah propiltiourasil (PTU) dan metimasol/karbimasol.

Indikasi :

1. Terapi untuk memperpanjang remisi atau mendapatkan remisi yang menetap, pada pasien muda dengan struma ringan sampai sedang dan tirotoksikosis.

2. Obat untuk mengontrol tirotoksikosis pada fase sebelum pengobatan, atau sesudah pengobatan pada pasien yang mendapat yodium aktif.

3. Persiapan tiroidektomi

4. Pengobatan pasien hamil dan orang lanjut usia

5. Pasien dengan krisis tiroid

Iodium radioaktif (Iodium 131)

Iodium radioaktif memberikan radiasi dengan dosis yang tinggi pada kelenjar tiroid sehingga menghasilkan ablasi jaringan. Pasien yang tidak mau dioperasi maka dapat diberikan iodium radioaktif yang dapat mengurangi ukuran struma sekitar 50%. Iodium radioaktif tersebut berkumpul dalam kelenjar tiroid sehingga memperkecil penyinaran terhadap jaringan tubuh lainnya.

Terapi ini tidak meningkatkan resiko kanker, leukemia, atau kelainan genetik. Iodium radioaktif diberikan dalam bentuk kapsul atau cairan yang harus diminum di rumah sakit pada kamar isolasi, obat ini ini biasanya diberikan empat minggu setelah operasi, sebelum pemberian obat tiroksin.

Indikasi :

1. Pasien umur 35 tahun atau lebih

2. Hipertiroidisme yang kambuh

3. Gagal mencapai remisi sesudah pemberian obat antitiroid

4. Adenoma toksik, goiter multinodular toksik

Pembedahan

Pembedahan menghasilkan keadaan hipotiroidisme permanen. Terapi ini tepat untuk para pasien hipotiroidisme yang tidak mau mempertimbangkan yodium radioaktif dan tidak dapat diterapi dengan obat-obat anti tiroid.

Pembedahan dengan mengangkat sebagian besar kelenjar tiroid, sebelum pembedahan tidak perlu pengobatan dan sesudah pembedahan akan dirawat sekitar 3 hari. Kemudian diberikan obat tiroksin karena jaringan tiroid yang tersisa mungkin tidak cukup memproduksi hormon dalam jumlah yang adekuat..

Indikasi pembedahan :

1. Pasien umur muda dengan struma besar serta tidak berespons

terhadap obat antitiroid.

2. Pada wanita hamil (trimester kedua) yang memerlukan obat

antitiroid dosis besar

3. Alergi terhadap obat antitiroid, pasien tidak dapat menerima

yodium radioaktif

4. Adenoma toksik atau struma multinodular toksik

5. Pada penyakit Graves yang berhubungan dengan satu atau lebih

nodul

6. Struma Multinodular

Untuk nodul tunggal tiroid yang bukan oleh karena keganasan dilakukan tindakan isthmulobektomi, sedangkan multinoduler dilakukan tindakan subtotal tiroidektomi atau near total tiroidektomi, tetapi para ahli bedah endokrin menganjurkan total tiroidektomi.

BAB III

LAPORAN KASUS

ANAMNESIS

Identitas :

Nama:Ny. R

Umur :65 tahun

Jenis Kelamin:Perempuan

Alamat:Tilatang Kamang

Pekerjaan:Pensiunan PNS

Suku:Minang

Agama:Islam

Status Kawin:Menikah

Masuk Rumah Sakit:29 September 2015

Keluhan Utama : Benjolan pada leher kiri depan yang dirasakan dan disadari sejak 3 bulan yang lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang :

Benjolan pada leher kiri depan yang dirasakan dan disadari sejak 3 bulan yang lalu. Pasien merasakan benjolan sebesar bola pingpong. Awalnya pasien mengeluhkan sakit tenggorokan dan gangguan menelan 3 bulan yang lalu, baru kemudian pasien menyadari adanya benjolan.

Nyeri pada benjolan tidak ada, perubahan warna kulit pada benjolan tidak ada, keluar darah atau nanah dari benjolan tidak ada, benjolan tidak terasa panas.

Sesak nafas dan rasa berdebar sejak lebih kurang 6 bulan yang lalu.

Berkeringat banyak ada.

Benjolan di leher, ketiak, lipat paha tidak ada.

Demam tidak ada.

Mudah lelah tidak ada.

Suara serak atau menghilang tidak ada.

Penurunan berat badan tidak ada.

Tangan gemetaran tidak ada.

Nafsu makan biasa.

Konsumsi garam iodium (+)

Tinggal di daerah ketinggian.

BAB dan BAK tidak ada keluhan.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat mendapat terapi radiasi pada leher tidak ada.

Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit benjolan pada leher.

Tidak ada anggota keluarga yang memiliki riwayat penyakit tumor.PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum

Kesadaran:composmentis cooperative

Keadaan sakit:sakit sedang

Tanda Vital

Tekanan Darah:120/80 mmHg

Nadi :62 x / menit

Pernafasan:20 x / menit

Suhu tubuh:36,5CStatus Gizi

Tinggi Badan: 160 cm

Berat Badan: 68 kg

Status gizi: obesitas (IMT = 26,56)Status Generalisata

Kulit : sianosis (-), ikterik (-)Kelenjar getah bening: tidak ada pembesaran KGB submandibular, KGB cervical, KGB supra klavikula, KGB infra klavikula, KGB axilla, KGB inguinal Kepala : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik Pupil isokor, refleks cahaya (+/+), eksoftalmus (-)

Telinga: tidak ada kelainan

Hidung: tidak ada kelainan

Tenggorok: tidak ada kelainanThorak: cor dan pulmo dalam batas normal

Abdomen: distensi (-), bising usus (+)Punggung: tidak ada kelainanEkstremitas: akral hangat, perfusi baikStatus lokalis :

Regio colli:

Inspeksi : tampak benjolan di regio colli anterior sinistra ukuran sebesar

bola pingpong, warna kulit sama dengan sekitarnya, massa ikut

bergerak saat menelan.

Palpasi

: teraba massa soliter dengan ukuran 3 cm x 2,5 cm x 1 cm di

regio colli anterior sinistra, konsistensi keras, permukaan rata,

batas tegas, terfiksir pada jaringan di bawahnya, massa ikut

bergerak saat menelan, tidak ada nyeri tekan, tidak ada

pembesaran KGB.

Auskultasi : bruit (-)

PEMERIKSAAN PENUNJANG SEDERHANA

Indeks Wayne

SubjektifNilaiObjektifAda/Tidak

Sesak saat bekerja+1Tiroid terabaAda (+3)

Palpitasi+2Bruit tiroidTidak (-2)

Cepat Lelah0EksoftalmusTidak (0)

Suka Udara Panas0Lid RetraksiTidak (0)

Suka Udara Dingin0HiperkinesisTidak (-2)

Keringat Banyak+3Tremor JariTidak (0)

Gugup0Tangan panasTidak (-2)

Nafsu Makan Berkurang0Tangan basahTidak (-1)

Nafsu Makan Bertambah0Fibrilasi AtriumTidak (0)

BB Naik0Nadi < 80x/iAda (0)

BB Turun0Nadi 80-90 x/i

Nadi > 90x/i

Skor = 2 (Eutiroid)

DIAGNOSIS KERJA

Struma Nodusa Non Toksik

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium (7 Juli 2015) :

Darah Rutin

KadarRujukan

Hemoglobin 12.9 g/dLP 13-16 g/dL

W 12-14 g/dL

Hematokrit 36.3 %P 40-48 %

W 37 43 %

Leukosit6220 /mm35000-10000/mm3

Trombosit302000/mm3150000-400000/mm3

LED90

Hitung jenis2.6/1.3/56.7/33.0/6.4

Pemeriksaan Hormon Tiroid

KadarRujukan

T31,08 nmol/L0,92 2,33 nmol/L

T484,78 nmol/L60 - 120 nmol/L

TSH4,025 uUI/ml0,25 5 uUI/mL

Hasil Pemeriksaan FNAB :

Tanggal 06/07/2015 :

Mikroskopik : tampak sediaan yang selular terdiri atas kelompokan sel-sel folikel dengan inti bulat-oval, hampir monomorf, sebaran sedang makrofag dan fragmen jaringan ikat

Latar belakang : massa amorf (koloid) dan eritrosit

Kesan : Struma adenomatosa dengan bagian yang mengalami degenerasi kistikRadiologi :

Tanggal 06/07/2015 :

- Scoliosis torakalis, iga dan jaringan lunak dinding dada tak tampak kelainan. Sinuses dan diafragma normal.

- Cor: tak membesar, CTI normal.

- Mediastinum tak melebar, trakea relatif di tengah, indentasi dari kiri pada setinggi C1-2.

- Pulmo, hili normal. Corak bronkhovascular baik. Tak tampak infiltrat atau nodul opak bilateral paru.

Kesan: Cor tak tampak kelainan. Suspect massa mediastinum atas, struma intra torakal.

DIAGNOSIS

Struma nodusa non toksik suspek adenomatosa

PENATALAKSANAAN

Isthmulobektomi

Follow up

7 Oktober 2015

S :

Benjolan di leher kiri

Demam (-)

Puasa (+)

O :

Keadaan umum: sakit sedang

Kesadaran: composmentis cooperatif

Tekanan darah: 120/80 mmHg

Nadi: 66x/i

Nafas: 22x/i

Suhu: 36,7C

Regio colli:

Inspeksi : tampak benjolan di regio colli anterior sinistra ukuran sebesar

bola pingpong, warna kulit sama dengan sekitarnya, massa ikut

bergerak saat menelan.

Palpasi

: teraba massa soliter dengan ukuran 3 cm x 2,5 cm x 1 cm di

regio colli anterior sinistra, konsistensi keras, permukaan rata,

batas tegas, terfiksir pada jaringan di bawahnya, massa ikut

bergerak saat menelan, tidak ada nyeri tekan, tidak ada

pembesaran KGB.Auskultasi : bruit (-)A : struma nodusa non toksik suspek adenomatosa

P : rencana dilakukan isthmulobektomi hari ini

8 Oktober 2015

S : Demam (-)

Suara (+)

O :

Keadaan umum : sakit sedang

Kesadaran: composmentis cooperatif

Tekanan darah : 110/70 mmHg

Nadi: 60x/i

Nafas: 18x/i

Suhu: 36,5C

Regio colli:

Inspeksi : darah merembes (-), drain 30 ccA : post op isthmulobektomi H+1

P :

Kosongkan drain

Cefepime 2 x 1 gram IVKalnex 2 x 1 gram IVKetorolac 2 x 1 gram IVRanitidin 2 x 1 gram IVMeticobalamin 2 x 1 gram IVCek Kalsium darah

9 Oktober 2015

S :

Demam (-)

Sesak nafas (-)

Suara (+)

O :

Keadaan umum : sakit sedang

Kesadaran: composmentis cooperatif

Tekanan darah : 160/90 mmHg

Nadi: 68x/i

Nafas: 20x/i

Suhu: 36,7C

Regio colli:

Inspeksi : darah merembes (-), drain 20 ccKadar kalsium darah : 8,05 mg/dLA : post op isthmulobektomi H+2P :

Kosongkan drain

Cefepime 2 x 1 gram IVKalnex 2 x 1 gram IVKetorolac 2 x 1 gram IVRanitidin 2 x 1 gram IVMeticobalamin 2 x 1 gram IVBAB IV

DISKUSI

Telah dirawat seorang pasien perempuan, usia 65 tahun dengan diagnosis kerja struma nodusa non toksik. Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien mengalami beberapa gejala peningkatan metabolisme, yaitu sesak saat bekerja, dada berdebar, dan keringat berlebihan. Tidak adanya demam dapat menyingkirkan kemungkinan penyebab benjolan adalah infeksi.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan, teraba massa di regio colli anterior sinistra sebesar bola pingpong, warna kulit sama dengan sekitar, benjolan ikut bergerak saat menelan, ukuran 3 x 2,5 x 1 cm, konsistensi keras, batas tegas, permukaan rata, terfiksir, panas (-), nyeri tekan (-), tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening. Dari data tersebut mendukung bahwa benjolan berasal dari kelenjar tiroid yang ditandai dengan ikut bergerak saat menelan. Kelenjar tiroid melekat pada kartilago krikoid sehingga akan ikut bergerak bersama gerakan menelan.Pada penilaian indeks Wayne didapatkan skor 2 yang berarti pasien berada dalam keadaan eutiroid. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan bahwa kadar T3, T4, dan TSH dalam batas normal. Hal ini menunjukkan bahwa struma tersebut tidak mempengaruhi fungsi kelenjar tiroid. Pada pemeriksaan FNAB didapatkan hasil adenomatosa dan telah dilakukan isthmulobektomi.DAFTAR PUSTAKA

R. Sjamsuhidajat, Karnadihardja W, Prasetyono TOH, Rudima R. Buku Ajar Ilmu Bedah, 1st. Jakarta: Jakarta: EGC; 2002.p808-11.

Gharib H, Papini E, Paschke R, Duick DS, Valcavi E, Hegediis L, et al. Association medical guidelines for clinical practice for the diagnosis and management of thyroid nodules. Endocr Pract. 2006; 12(1) : 63-102.Tortora G J, Bryan D. Principles of anatomy and physiologi. 12th. River street: John Wiley & Sons Inc; 2009.p.658-61.Marieb E N, Hoehn K. Human anatomy and physiologi. 7th ed. Boston: Benjamin-Cummings Publishing Company; 2007.Kariadi KS, Sri H, Sumual A, Struma nodusa non toksik dan hipertiroidisme: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi ke-3, Penerbit FK UI, Jakarta, 1996: 757 - 778.

Schteingert David E, Penyakit Kelenjar Tiroid, Patofisiologi, Edisi ke-4, Jilid II, EGC, Jakarta, 1995: 1071-1078.Gharib H, Papini E, Paschke R, Duick DS, Valcavi E, Hegediis L, et al. Association medical guidelines for clinical practice for the diagnosis and management of thyroid nodules. Endocr Pract. 2006; 12(1) : 63-102.