Case Struma

43
BAB I STATUS PASIEN 1.1. Identitas Pasien Nama : Tn. I Usia : 28 tahun Agama : Islam Alamat : Wr. Doyong Pekerjaan : Kuli bangunan Status : Menikah Tanggal masuk : 4 September 2013 No. RM : 596XXX Diagnosa preop : Struma Nodusa Non-Toxic (SNNT) Jenis pembedahan: Isthmolobektomi sinistra 1.2. Anamnesis (Dilakukan secara : Autoanamnesis) Tn. I usia 28 tahun dengan Struma Nodusa Non-Toxic pro Isthmolobektomi. Pasien mengeluh muncul benjolan di leher sejak 5 bulan yang lalu yang awalnya berukuran kira- kira sebesar kelereng, tidak nyeri. Benjolan dirasakan semakin lama semakin membesar hingga berukuran kira-kira sebesar telur ayam dan benjolan dirasakan ikut bergerak saat menelan. Nyeri menelan atau sulit menelan disangkal. Pasien mengeluh suara menjadi serak sejak benjolan membesar. Pasien mengaku tidak ada hambatan dalam melakukan aktivitasnya. Tidak merasa lelah maupun sesak napas atau sakit dada bila berjalan jauh maupun naik tangga,. Tidak Laporan kasus- Anestesi umum pada isthmolobektomi sinistra| 1

description

Mini projek

Transcript of Case Struma

BAB ISTATUS PASIEN1.1. Identitas Pasien Nama : Tn. IUsia : 28 tahun Agama: Islam Alamat: Wr. DoyongPekerjaan: Kuli bangunanStatus: MenikahTanggal masuk: 4 September 2013 No. RM: 596XXXDiagnosa preop: Struma Nodusa Non-Toxic (SNNT)Jenis pembedahan: Isthmolobektomi sinistra

1.2. Anamnesis (Dilakukan secara : Autoanamnesis)Tn. I usia 28 tahun dengan Struma Nodusa Non-Toxic pro Isthmolobektomi. Pasien mengeluh muncul benjolan di leher sejak 5 bulan yang lalu yang awalnya berukuran kira-kira sebesar kelereng, tidak nyeri. Benjolan dirasakan semakin lama semakin membesar hingga berukuran kira-kira sebesar telur ayam dan benjolan dirasakan ikut bergerak saat menelan. Nyeri menelan atau sulit menelan disangkal. Pasien mengeluh suara menjadi serak sejak benjolan membesar.Pasien mengaku tidak ada hambatan dalam melakukan aktivitasnya. Tidak merasa lelah maupun sesak napas atau sakit dada bila berjalan jauh maupun naik tangga,. Tidak memerlukan bantal penyangga kepala saat tidur dan menyangkal keluhan batuk di malam hari.Pasien menyangkal adanya keluhan cepat lelah, sesak, berat badan menurun, suka merasa cemas, tangan basah, tangan terasa panas, keringat banyak. Pasien juga menyangkal adanya keluhan batuk darah, demam atau keringat di malam hari.Riwayat operasi sebelumnya disangkal, riwayat asma, tuberkulosis, hipertensi dan diabetes melitus disangkal. Tidak terdapat gigi palsu dan gigi goyang.

1.3. Pemeriksaan Fisik Keadaan umum: Tampak sakit sedang Kesadaran: Compos Mentis (GCS 15) Antropometri : Berat badan: 60 kg Tinggi badan: 160 cm Tanda-tanda vital Tekanan darah : 120/80 mmHg Nadi : 100 kali per menit Suhu : 36,5oC Laju nafas : 20 kali per menit

Status generalis Kepala: Normochepal Mata: Sklera ikterik (-/-), konjungtiva anemis(-/-), pupil isokor Hidung: Septum nasi di tengah, sekret -/-, darah -/- Mulut: Mukosa oral lembab, Mallampati I Telinga: Sekret -/- Leher : Tiroid: pembesaran (+), teraba pembesaran tiroid pada lobus sinistra, bentuk nodul single, warna dan suhu sama dengan kulit sekitar, permukaan rata, konsistensi kenyal, mobile, nyeri tekan (-) KGB: pembesaran (-) Thyromental Distance : 7,5cm Sternomental Distance: 13 cm Paru Inspeksi: Gerakan pernafasan simetris kanan dan kiri Palpasi: Vocal fremitus simetris kanan dan kiri Perkusi: Sonor kedua lapang paru Auskultasi: Bunyi nafas vesikular +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-

Jantung Inspeksi: Ictus Cordis tidak terlihat Palpasi: Ictus Cordis teraba di ICS V Perkusi (batas jantung) Atas: ICS II Kanan: Linea parasternalis dekstra Kiri: 1 cm lateral linea midklavikularis sinistra Auskultasi: Bunyi jantung 1 dan 2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen Inspeksi: Datar Palpasi: Supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-) Perkusi: Timpani Auskultasi: Bising usus +, 76x/menit

Ekstremitas: Atas: Capillary Refill Time < 2 detik +/+, akral hangat +/+ Bawah: Capillary Refill Time < 2 detik +/+, akral hangat +/+

1.4. Pemeriksaan Penunjang Hasil laboratorium :PemeriksaanHasilNilai Rujukan

HHematologi Rutin

Hemoglobin1412-16 gr/dl

Leukosit7.74,8- 10,8 . 10^3/uL

Hematokrit41.637-47 %

Trombosit317150-450 . 10^3/uL

Laju Endap Darah107-17 mm/jam

Glukosa darah puasa9870-110 mg%

Fungsi hati

AST (SGOT)19 6,5cm: diperkirakan tidak mengalami kesulitan intubasi 6 - 6,5: diperkirakan mengalami kesulitan intubasi < 6 cm: diperkirakan laringoskopi tidak akan mungkin

Sternomental distanceJarak tepi atas manubrium sterni hingga ujung dagu pada saat mulut tertutup dan kepala ekstensi maksimal. Prediksi 90% & dan pada jarak 5 tahun dengan balon (cuffed). A= AirwayPipa mulut-faring (Guedel, orotracheal airway) atau pipa hidung-faring (naso-tracheal airway). Pipa ini untuk menahan lidah saat pasien tidak sadar untuk menjaga supaya lidah tidak menyumbat jalan napas.T= Tape Plester untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong atau tercabut.I= IntroducerMandrin atau stilet dari kawat dibungkus plastic (kabel) yang mudah dibengkokkan untuk pemandu supaya pipa trakea mudah dimasukkan.C= ConnectorPenyambung antara pipa dan peralatan anestesia.S= SuctionPenyedot lender, ludah dan lain lainnya.

Rumatan anestesiaRumatan anestesia (maintenance)dapat dikerjakan secara intravena total atau dengan inhalasi atau dengan campuran intravena inhalasi. Rumatan anestesia biasanya mengacu pada trias anestesia yaitu tidur ringan (hipnotik) sekedar tidak sadar, analgesia cukup, diusahakan agar pasien selama dibedah tidak menimbulkan nyeri dan relaksasi otot lurik yang cukup

Teknik general anestesi :1. Induksi inhalasi, maintenance anestesi dengan inhalasi (VIMA)2. Induksi intravena, maintenance anestesi dengan intravena (TIVA)3. Induksi intravena, maintenance anestesi dengan inhalasi (combine)

Medikasi pada kasusPada pasien ini digunakan obat-obat:Anestesi IV : PropofolMuscle relaksan :RocuroniumAnalgetik : FentanylAnti muscle relaksan : NeostigminAnti kolinergik : Sulfat AtrophineO2 : 2 liter/menitVolatil : Isoflurane 2% dan N2O 2liter/menitNama obatDosisOnset of ActionDuration of Action

Propofol 2-2,5mg/kgBB1-1,5menit30-45 menit

Rocuronium 0,6-1mg/kgBB30 detik5-10 menit

Fentanyl 2-50ug/kgBB2 menit45 menit-2jam

Neostigmin 0,04-0,08mg/kgBB< 3 menit40-60 menit

Sulfas atropin 0,01-0,02mg/kgBB45-60 detik1-2 jam

Anestesi intravena- Propofol ( 2,6 diisopropylphenol )Merupakan derivat fenol yang banyak digunakan sebagai anastesia intravena dan lebih dikenal dengan nama dagang Diprivan. Pertama kali digunakan dalam praktek anestesi pada tahun 1977 sebagai obat induksi.Propofol digunakan untuk induksi dan pemeliharaan dalam anastesia umum, pada pasien dewasa dan pasien anak anak usia lebih dari 3 tahun. Mengandung lecitin, glycerol dan minyak soybean, sedangkan pertumbuhan kuman dihambat oleh adanya asam etilendiamintetraasetat atau sulfat, hal tersebut sangat tergantung pada pabrik pembuat obatnya. Obat ini dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu bersifat isotonik dengan kepekatan 1 % (1 ml = 10 mg).

Mekanisme kerjaDiduga efek sedatif hipnotik melalui interaksi dengan reseptor GABA A (Gamma Amino Butired Acid), neurotransmitter inhibitori utama pada sistem saraf pusat.

FarmakokinetikDigunakan secara intravena dan bersifat lipofilik dimana 98% terikat protein plasma, eliminasi dari obat ini terjadi di hepar menjadi suatu metabolit tidak aktif, waktu paruh propofol diperkirakan berkisar antara 2 24 jam. Namun dalam kenyataanya di klinis jauh lebih pendek karena propofol didistribusikan secara cepat ke jaringan tepi. Dosis induksi cepat menyebabkan sedasi ( rata rata 30 45 detik ) dan kecepatan untuk pulih juga relatif singkat. Satu ampul 20ml mengandung propofol 10mg/ml. Popofol bersifat hipnotik murni tanpa disertai efek analgetik ataupun relaksasi otot.

Farmakodinamik Pada sistem saraf pusat, dosis induksi menyebabkan pasien tidak sadar, dimana dalam dosis yang kecil dapat menimbulkan efek sedasi, tanpa disetai efek analgetik, pada pemberian dosis induksi (2mg /kgBB) pemulihan kesadaran berlangsung cepat. Pada sistem kardiovaskular, dapat menyebakan depresi pada jantung dan pembuluh darah dimana tekanan dapat turun sekali disertai dengan peningkatan denyut nadi, pengaruh terhadap frekuensi jantung juga sangat minim. Sistem pernafasan, dapat menurunkan frekuensi pernafasan dan volume tidal, dalam beberapa kasus dapat menyebabkan henti nafas kebanyakan muncul pada pemberian diprivan

Dosis dan penggunaanInduksi : 2,0 sampai 2.5 mg/kg IV.Sedasi : 25 to 75 g/kg/min dengan I.V infuseDosis pemeliharaan pada anastesi umum : 100 150 g/kg/min IV (titrate to effect). Turunkan dosis pada orang tua atau gangguan hemodinamik atau apabila digabung penggunaanya dengan obat anastesi yang lain.Dapat dilarutkan dengan Dextrosa 5 % untuk mendapatkan konsentrasi yang minimal0,2%.

Efek SampingDapat menyebabkan nyeri selama pemberian pada 50% sampai 75%. Nyeri ini bisa muncul akibat iritasi pembuluh darah vena, nyeri pada pemberian propofol dapat dihilangkan dengan menggunakan lidocain (0,5 mg/kg) dan jika mungkin dapat diberikan 1 sampai 2 menit dengan pemasangan torniquet pada bagian proksimal tempat suntikan, berikan secara I.V melaui vena yang besar. Gejala mual dan muntah juga sering sekali ditemui pada pasien setelah operasi menggunakan propofol. Propofol merupakan emulsi lemak sehingga pemberiannya harus hati hati pada pasien dengan gangguan metabolisme lemak seperti hiperlipidemia dan pankreatitis.

Muscle relaxan- RecuroniumObat relaksan otot adalah obat yang digunakan untuk melemaskan otot rangka atau untuk melumpuhkan otot. Biasanya digunakan sebelum operasi untuk mempermudah suatu operasi atau memasukan suatu alat ke dalam tubuh.Relaksasi otot skeletal dapat terjadi dengan anestesi inhalasi yang dalam, blok syaraf regional atau dengan obat yang memblok pertemuan neuromuskular. Golongan obat yang disebut terakhir ini sering disebut sebagai obat pelumpuh otot, dimana obat ini dapat menimbulkan paralisis dari otot skeletal tanpa menyebabkan amnesia, tidak sadar dan juga tidak menimbulkan analgesi. Berdasarkan mekanisme kerja obat pelumpuh otot pada pertemuan neuromuskular, obat ini dapat digolongkan dalam dua golongan. Golongan obat yang menimbulkan depolarisasi, secara fisik menyerupai asetilkolin (ACh) sehingga akan terikat pada reseptor ACh dan menimbulkan potensial aksi dari otot skeletal karena terbukanya kanal natrium.Obat golongan non-depolarisasi juga terikat pada reseptor ACh namun tidak menyebabkan terbukanya kanal natrium sehingga tidak terjadi kontraksi otot skeletal, karena tidak timbul potensial aksi pada lempeng akhir motorik.

Analgetik FentanylFentanil adalah sebuah analgesik opioid yang potent. Nama kimiawinya adalah N-Phenyl-N-(1-2-phenylethyl-4-piperidyl) propanamide. Fentanil terutama bekerja sebagai agonis reseptor . Seperti Morfin, Fentanil menimbulkan analgesia, sedasi, euphoria, depresi nafas dan efek sental lain. Efek analgesia Fentanil serupa dengan efek analgesik Morfin. Efek analgesic Fentanil mulai timbul 15 menit setelah pemberian per oral dan mencapai puncak dalam 2 jam. Efek analgesik timbul lebih cepat setelah pemberian subkutan atau intramuskulus yaitu dalam 10 menit, mencapai puncak dalam waktu 1 jam dan masa kerjanya 3-5 jam. Efektivitas Fentanil 75-100 g parenteral kurang lebih sama dengan Morfin 10 mg. Karena bioavaibilitas oral 40-60 % maka efektifitas sebagai analgesik bila diberikan peroral setengahnya dari bila diberikan parenteral

Anestesi inhalasi (Volatil)-Isoflurane 2% dan N2O 2liter/menitObat anestesia inhalasi adalah obat anestesia yang berupa gas atau cairan mudah menguap, yang diberikan melalui pernafasan pasien. Campuran gas atau uap obat anestesia dan oksigen masuk mengikuti udara inspirasi, mengisi seluruh rongga paru, selanjutnya mengalami difusi dari alveoli ke kapiler sesuai dengan sifat fisik masing-masing gas. Nitrous oksida merupakan gas inhalan yang digunakan sebagai agen pemelihara anestesi umum. Penggunaan nitrous oksida bersama dengan oksigen atau udara. Efek anestesi nitrous oksida menurun bila digunakan secara tunggal, sehingga perlu pula penambahan agen anstetik lainnya dengan dosis rendah. Nitrous oksida memiliki efek analgetik yang baik. Penggunaan campuran nitrous oksida dengan oksigen 50:50 v/v disebut entonox, yang digunakan sebagai analgesi daripada anestesi.Sevofluran memiliki nama kimia fluorometil heksafluoroisopropil eter, merupakan agen anestesi inhalasi berbagu manis, tidak mudah meledak, yang merupakan hasil fluorinasi metil isopropil eter. Sevofluran memiliki titik didih 58,6 oC dan nilai MAC 2 vol%. Penggunaan sevofluran dapat diberikan bersama oksigen dan N2O. Onset kerja obat sangat cepat, dan konsentrasinya dalam darah relatif rendahTerapi cairan perioperatifTerapi cairan ialah tindakan untuk memelihara, mengganti cairan tubuh dalam batas-batas fisiologis dengan cairan infus kristaloid (elektrolit) atau koloid (plasma ekspander) secara intravena.Terapi cairan perioperatif berfungsi untuk mengganti defisit cairan saat puasa sebelum dan sesudah pembedahan, mengganti kebutuhan rutin saat pembedahan, mengganti perdarahan yang terjadi, dan mengganti cairan yang pindah ke rongga ketiga.

Terapi rumatan (kebutuhan cairan rutin) Terapi rumatan bertujuan memelihara keseimbangan cairan tubuh dan nutrisi. Orang dewasa rata-rata membutuhkan cairan 30-35 ml/kgBB/hari dan elektrolit utama Na+=1-2 mmol/kgBB/haridan K+= 1 mmol/kgBB/hari. Kebutuhan tersebut merupakan pengganti cairan yang hilang akibat pembentukan urine, sekresi gastrointestinal, keringat (lewat kulit) dan pengeluaran lewat paru atau dikenal dengan insensible water losses. Estimasi kebutuhan cairan yang dibutuhkan yakni :10 kg pertama4ml/KgBB/ jam

10 kg kedua2ml/KgBB/ jam

Sisa berat badan berikutnya1ml/KgBB/ jam

Terapi cairan resusitasiTerapi cairan resusitasi ditujukan untuk menggantikan kehilangan akut cairan tubuh atau ekspansi cepat dari cairan intravaskuler untuk memperbaiki perfusi jaringan. Pada pembedahan, tergantung dari besar kecilnya pembedahan/ derajat trauma jaringan :Derajat ringan (cth :herniorafi)0-2 ml/KgBB

Derajat ringan (cth : kolesistektomi)2-4 ml/KgBB

Derajat ringan (cth : reseksi usus)4-8 ml/KgBB

Monitoring dan tatalaksana pasca anestesiTujuan monitoring adalah untuk membantu anestetis mendapatkan informasi fungsi organ vital selama perianestesia, supaya dapat bekerja dengan aman.

Monitoring standarMonitoring standar berbeda antara satu rumah sakit dengan lainnya. Monitoring standar atau minimal yaitu stetoskop, manset tekanan darah, ekg, oksimeter dan termometer. Hal ini mencakup : Monitoring kardiovaskular Monitoring respirasi Monitoring suhu badan Monitoring ginjal Monitoring blokade neuromuskular Monitoring sistem saraf

Monitoring khususMonitoring khusus atau tambahan biasanya digunakan pada bedah mayor atau bedah khusus, seperti bedah jantung

Tatalaksana pasca anestesiPulih dari anestesia umum atau regional secara rutin dikelola di kamar pulih atau unit perawatan pasca anestesi (RR, Recovery room atau PACU, Post Anestesia Care Unit). Selama di ruang pemulihan, dinilai tingkat pulih-sadarnya untuk kriteria pemindahan ke ruang perawatan biasa. Pada tabel berikut :

BAB IIIKESIMPULAN

Pre-operatifPemeriksaan preoperatif sangat penting dilakukan pada persiapan agar kita bisa mengetahui kondisi pasien dan dapat merencanakan tindakan yang terbaik pada pasien tersebut. a. AnamnesaPada pasien ini, dari anamnesa didapatkan: Riwayat benjolan di leher kiri sejak 5 bulan yang lalu dan direncanakan operasi isthmolobektomi sinistra Tidak ada keluhan cepat lelah, sesak napas atau sakit dada bila berjalan jauh maupun naik tangga, Tidak ada keluhan berat badan menurun, suka merasa cemas, tangan basah, tangan terasa panas, keringat banyak. Pasien juga menyangkal adanya keluhan batuk darah, demam atau keringat di malam hari. Pasien belum pernah dilakukan operasi sebelumnya Tidak ada riwayat asma, hipertensi, DM Alergi obat-obatan disangkalb. Pemeriksaan FisikDari pemeriksaan fisik yang dilakukan sehari sebelum operasi didapatkan : Tekanan darah : 120/80 mmHgPenilaian Airway :1. Mallampati I2. Thyromental distance : 7,5 cm3. Sternomental distance : 13 cmKesan : diperkirakan kesulitan intubasi minimalc. Pemeriksaan PenunjangDikarenakan keluhan utama pasien berkaitan erat dengan fungsi kelenjar tiroid, maka dilakukan pemeriksaan hormon tiroid yakni T3, TSH dan FT4 dan didapatkan hasilnya dalam batas normal.Pada pemeriksaan laboratorium dan rontgen thorax tidak ditemukan kelainan.pBerdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik preoperatif pasien ini termasuk dalam ASA II karena usia pasien 28 tahun (mid age) dan tidak mempunyai penyakit sistemik.

Intra-operatifa. Jenis anestesi yang digunakanPada pasien ini dilakukan anestesi umum. Hal tersebut dikarenakan pasien akan dioperasi Isthmolobektomi sinistra dimana lokasi tindakan pembedahan tidak memungkinkan dengan anestesi regional serta dibutuhkan kenyamanan dari operator maupun pasien. b. Penatalaksanaan anestesiTindakan operatif pada kelenjar tiroid memiliki penyulit yakni lokasi pembedahan berada di jalan nafas sehingga harus benar-benar tepat dalam memilih alat jalan nafas yang digunakan. Penggunaan ETT digunakan dengan alasan akses kepala leher yang baik memiliki keuntungan prosedur ventilasi kendal yang sangat lama dibandingkan alat yang lain, dalam rangka pencegahan kemungkinan gangguan obstruksi jalan nafas ketika pembedahan.c. PremedikasiPada pasien tidak diberikan premedikasid. OperasiSelama tindakan operasi, tanda-tanda vital pasien stabil. e. Cairan Perhitungan Cairan Kebutuhan maintenance/ rumatan : (BB= 60 kg) 10 kg pertama : 10 x 4 cc/kg/jam = 40 cc10 kg kedua : 10 x 2 cc/kg/jam = 20 cc40 kg sisanya: 40 x 1cc/kg/jam = 40 cc Pasien puasa 8 jam preoperative : 8 x 100 cc/jam = 800 cc Kebutuhan resusitasi intraoperatifPembedahan kecil : 0-2cc/kgBB2x60 = 120 ccTotal pemberian cairan: 800 + 120= 920 cc 900cc

Post-operatifKeadaan pasien post-operatif baik, walaupun pada akhir tindakan operatif didapatkan peningkatan tekanan darah tetapi kemungkinan merupakan reaksi pada saat ekstubasi dan kondisi membaik selama di ruang pemulihan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Morgan, Edward; Mikhail, Maged; Murray, Michael. Clinical Anesthesiology. 2007. McGraw Hill: USA2. Latief, Said A. Dkk Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi kedua. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2007. 3. Robinson, Neville. How to survive in anaesthesia. BMJ Books.4. General anesthesia available at www.emedicine.com 5. Soerasdi, Erasmus. Obat-obat anestesia.Bandung. 2010

Laporan kasus- Anestesi umum pada isthmolobektomi sinistra| 28