Case Report Struma Diffusa Toksik

55
BAB I PENDAHULUAN Kelenjar tiroid adalah salah satu dari kelenjar endokrin terbesar pada tubuh manusia. Kelenjar ini dapat ditemui dileher. Kelenjar ini berfungsi untuk mengatur kecepatan tubuh membakar energy, membuat protein dan mengatur kesensitifan tubuh terhadap hormone lainnya. Kelenjar tiroid dapat distimulasi dan menjadi lebih besar oleh epoprostenol. Struma disebut juga goiter adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid dapat berupa gangguan fungsi atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya. 1 Dampak struma terhadap tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid yang dapat mempengaruhi kedudukan organ-organ di sekitarnya. Di bagian posterior medial kelenjar tiroid terdapat trakea dan esophagus. Struma dapat mengarah ke dalam sehingga mendorong trakea, esophagus dan pita suara sehingga terjadi kesulitan bernapas dan disfagia. Hal tersebut akan berdampak terhadap gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi serta cairan dan elektrolit. Bila pembesaran keluar maka akan memberi 1

description

Case Report Struma Diffusa Toksik

Transcript of Case Report Struma Diffusa Toksik

Page 1: Case Report Struma Diffusa Toksik

BAB I

PENDAHULUAN

Kelenjar tiroid adalah salah satu dari kelenjar endokrin terbesar pada tubuh

manusia. Kelenjar ini dapat ditemui dileher. Kelenjar ini berfungsi untuk mengatur

kecepatan tubuh membakar energy, membuat protein dan mengatur kesensitifan

tubuh terhadap hormone lainnya. Kelenjar tiroid dapat distimulasi dan menjadi lebih

besar oleh epoprostenol.

Struma disebut juga goiter adalah suatu pembengkakan pada leher oleh

karena pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid dapat berupa

gangguan fungsi atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya.1

Dampak struma terhadap tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid yang

dapat mempengaruhi kedudukan organ-organ di sekitarnya. Di bagian posterior

medial kelenjar tiroid terdapat trakea dan esophagus. Struma dapat mengarah ke

dalam sehingga mendorong trakea, esophagus dan pita suara sehingga terjadi

kesulitan bernapas dan disfagia. Hal tersebut akan berdampak terhadap gangguan

pemenuhan oksigen, nutrisi serta cairan dan elektrolit. Bila pembesaran keluar maka

akan memberi bentuk leher yang besar dapat asimetris atau tidak, jarang disertai

kesulitan bernapas dan disfagia.

Struma / gondok adalah pembesaran dari kelenjar tiroid. Struma merupakan

penyakit kelenjar tiorid yang dapat dijumpai dalam praktek sehari-hari. Anamnesis

yang tepat , pemeriksaan fisik dan penilaian klinis memiliki peran yang sangat

penting dalam menentukan diagnosis penyakit tiroid baik yang disertai dengan

hipotiroid atau hipertiroid.

1

Page 2: Case Report Struma Diffusa Toksik

BAB II

LAPORAN KASUS

1.1 IDENTITAS

Nama : Tn. M

Usia : 23 tahun

Jenis kelamin : Laki-Laki

Alamat : Lamaran RT 02/ 06 , Karawang

Status pekerjaan : Tidak Bekerja

Status pernikahan : Belum Menikah

Suku bangsa/agama : Indonesia/ Islam

No Rekam Medis : 00593801

Tanggal masuk : 3 Juli 2015

1.2 ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan di bangsal rengasdengklok pada tanggal 6 Juli 2015

secara allonamnesiskepada ibu pasien.

- Keluhan utama

Demam sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit.

- Keluhan tambahan

Benjolan di leher, tidur gelisah, sulit menelan, sulit berbicara, pendengaran

terganggu, berkeringat banyak, penurunan berat badan setahun terakhir,sesak,

batuk tidak berdahak, merasa berdebar-debar

- Riwayat penyakit sekarang

Os. Mengeluh demam sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit yang

dirasa terus menerus. Pasien sudah minum obat warung namun demam masih

terus dirasa. Keluhan batuk, pilek, mual, muntah disangkal oleh pasien. Buang

air besar dan air kecil lancar. Tanda-tanda perdarahan juga disangkal, dan

2

Page 3: Case Report Struma Diffusa Toksik

selama ini demam hanya diukur menggunakan tangan dan demam teraba tidak

terlalu tinggi.

Pasien juga memiliki benjolan di tengah leher yang ukurannya cukup

besar. Awalnya pasien mengalami penurunan berat badan sejak kurang lebih

satu tahun yang lalu. Semenjak berat badannya turun, benjolan di leher mulai

terlihat dan semakin lama membesar. Benjolan membuat pasien sulit untuk

menelan dan berbicara. Saat menelan benjolan ikut bergerak.

Selain keluhan benjolan tersebut, pasien juga mengeluh ada keringat

yang berlebih. Pasien sering merasa kepanasan dan berkeringat baik siang

maupun malam hari. Pasien menjadi sering gelisah saat tidur malam.

Sepanjang perjalanan penyakit ini, pasien juga mengeluhkan pendengarkan

mulai berkurang sehingga menjadi agak sulit untuk berkomunikasi dengan

orang lain. Namun orangtua pasien tidak ingat persis kapan pendengaran

pasien berkurang.

- Riwayat Penyakit Dahulu

Pernah dirawat di RSUD Karawang sekitar 6 bulan yang lalu akibat lemas dan

mulai munculnya benjolan di leher.

OS menyangkal terdapat riwayat penyakit asma dan alergi. Penyakit diabetes

melitus dan hipertensi juga tidak ada. Riwayat penyakit kanker ataupun

penyakit lainnya yang membutuhkan terapi tertentu disangkal.

- Riwayat Penyakit Keluarga

Os mengaku tidak terdapat keluarga dengan keluhan serupa.

- Riwayat pengobatan

Tidak ada riwayat berobat kecuali ke RSUD Karawang 6 bulan yang lalu

untuk periksa benjolan di leher.

- Riwayat Kebiasaan

Os. memiliki kebiasaan merokok. Kebiasaan minum alkohol disangkal. Os

jarang berolahraga. Kesehariannya mengonsumsi makanan yang cukup

bergizi termasuk mengandung garam. Namun orangtua pasien tidak

3

Page 4: Case Report Struma Diffusa Toksik

mengetahui apakah garam beriodium atau tidak.

1.3 PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik dilakukan di bangsal rengasdengklok pada tanggal 6 Juli 2015.

A. STATUS GENERALIS

KU : Tampak sakit sedang, agak gelisah

Kesadaran : Compos mentis, GCS E4 M6 V5

Kesan Gizi : Gizi cukup

Tanda Vital

Tek. Darah : 110/70mmHg

Nadi : 100x/menit,regular,kuat,isi cukup,equal

Pernapasan :20x/menit, reguler

Suhu : 36,5C

Kepala : normosefali, rambut berwarna hitam, keriting, distribusi merata, tidak

kering dan tidak mudah dicabut

Mata : eksoftalmus (+)/(+), Konjungtiva anemis (-)/(-), sklera ikterik (-)/(-),

sekret (-)/(-), pupil isokor dengan diameter 3 mm/3 mm, RCL (+)/(+), RCTL

(+)/(+), ptosis (-)/(-), nistagmus (-) /(-), lagoftalmus (-)/(-)

Telinga, Hidung,Tenggorokan

Telinga :

- Inspeksi :

• Preaurikuler : hiperemis (-)/(-)

• Postaurikuler : hiperemis (-)/(-), abses (-)/(-), massa (-)/(-)

• Liang telinga : lapang, serumen (+)/(+), otorhea (-)/(-)

Hidung :

- Inspeksi : deformitas (-), kavum nasi lapang, sekret (-)/(-), deviasi septum

(-)/(-), edema (-)/(-)

4

Page 5: Case Report Struma Diffusa Toksik

- Palpasi : nyeri tekan pada sinus maksilaris (-)/(-), etmoidalis(-)/(-),

frontalis(-)/(-)

Tenggorokan dan rongga mulut :

- Inspeksi :

Lidah : pergerakan simetris, plak (-)

Palatum mole dan uvula simetris pada keadaan diam dan bergerak, arkus

faring simetris, penonjolan (-)

Tonsil : T1/T1, kripta (-)/(-), detritus(-)/(-), hiperemis (-)

Dinding anterior faring licin, hiperemis (-)

Pursed lips breathing (-), karies gigi (-), kandidisasis oral (-)

Leher

• Tiroid terlihat dan teraba membesar. Lihat status lokalis.

• Pembesaran kelenjar getah bening tidak teraba membesar.

• Tidak terdapat peningkatan JVP

• Trakea teraba di tengah dan tidak ada deviasi

Thoraks

- Paru

Inspeksi : penggunaan otot bantuan nafas (-)/(-), retraksi sela iga (-/-), bentuk

dada normal, pergerakan kedua paru simetris statis dan dinamis

Palpasi : ekspansi dada simetris, vocal fremitus simetris, pelebaran sela iga

(-)/(-)

Perkusi :

Sonor pada seluruh lapang paru kiri dan kanan

Batas paru hati : pada garis midklavikula kanan sela iga V

Batas paru lambung : pada garis aksilaris anterior kiri sela iga VIII

Auskultasi : suara nafas vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronki (-/-)

- Jantung

Inspeksi : pulsasi ictus cordis tidak terlihat

5

Page 6: Case Report Struma Diffusa Toksik

Palpasi : pulsasi ictus cordis teraba pada ± 2 cm di lateral linea midklavikula

sinistra ICS V, thrill (-)

Perkusi : batas jantung kanan pada ICS IV linea sternalis dekstra, batas

jantung kiri pada ICS V linea midklavikula sinistra.

Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : datar, ikterik (-), venektasi (-), smiling umbilicus (-), caput medusae

(-), sikatriks (-).

Auskultasi : BU (+) normal

Palpasi : supel, nyeri tekan epigastrium (+), massa (-), Hepar tidak teraba,

Lien tidak teraba. Ballotement (-).

Perkusi : timpani, shifting dullnes (-), nyeri ketok CVA (-)/(-)

Ekstremitas

Atas : Akral teraba hangat, sianosis (-), CRT < 2 detik, edema

(-)/(-), deformitas (-) Ptekie (+)

Bawah : Akral teraba hangat, sianosis (-), CRT < 2 detik, edema

(-)/(-), deformitas (-)Ptekie (+)

B. STATUS LOKALIS REGIO COLLI ANTERIOR

1. Inspeksi

Lokasi : kedua lobus

Ukuran : besar, 12 cm pada pengukuran, permukaan rata 

Jumlah : uninodusa

Bentuk : apakah difus (leher terlihat bengkak)

Gerakan : ikut bergerak dengan gerakan menelan

Pulsasi : tidak nampak adanya pulsasi pada permukaan

benjolan.

6

Page 7: Case Report Struma Diffusa Toksik

2. Palpasi

Permukaan : rata tidak berbenjol-benjol

Suhu: teraba hangat

Gerakan saat menelan :batas bawah dapat diraba, tidak dapat diraba

trachea.

Konsistensi : kenyal

nyeri tekan  : ada

Limfonodi dan jaringan sekitar  : tidak teraba pembesaran.

1.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan hematologi tanggal 3 Juli 2015 di IGD

Parameter Hasil Nilai Rujukan

Hemoglobin 11,8 g/dl 13,0-18,0 g/dl

Leukosit 10,31 x103/µL 3,80-10,60 x103/µL

Trombosit 221 x 103/µL 150-440 x103/µL

Hematokrit 35,6 % 40,0-52,0 %

Ureum 22,3 mg/dl 15,0-50,0 mg/dl

Creatinin 0,37 mg/dl 0,60-1,10 mg/dl

Glukosa darah sewaktu 97 mg/dl <140 mg/dl

7

Page 8: Case Report Struma Diffusa Toksik

PEMERIKSAAN IMUNOLOGIS. TYPHOSA H NEGATIF

S. H. PARATYPHI A NEGATIF

S.H PARATYPHI B NEGATIF

S. H PARATYPHI C NEGATIF

S. TYPHOSA O (+) 1/320

S.O PARATYPHI A (+) 1/80

S. O PARATYPHI B (+) 1/80

S. O PARATYPHI C NEGATIF

1.5 DIAGNOSIS KERJA

Struma Nodular Toksik

1.6 DIAGNOSIS BANDING

Goiter mulinodular Toksik

Karsinoma Tiroid

1.7 PENATALAKSANAAN

Ringer laktat 20 tetes per menit

Sanmol 3 x 500 mg

Ranitidin 2 x 1 amp

Dexametason 3x 2 G i.v

Cefepim 2x100

Thyrozol 2x10

1.8 FOLLOW-UP BANGSAL

5 Juli 2015 pukul 06.00.

8

Page 9: Case Report Struma Diffusa Toksik

Subject Leher besar sejak 6 bulan, hiperaktif, sering

berkeringat, berdebar-debar, batuk tidak

berdahak, berat badan 1 tahun terakhir turun,

sesak

Object Compos mentis, agak gelisah

TD: 130/60

N:117

S:36,5

P:28

Kepala : CA-/- SI-/- , mata sedikit exoftalmus

Leher : KGD dbn, tiroid membesar.

Thorax :S1s2 reg, M(-), G(-)

SN vesk +/+, rh -/-,wh -/-

Abdomen: supel, BU + N, NT + pada

epigastrium, splenomegali (-), hepatomegali

(-)

Ekstremitas : akral hangat (+) pada seluruh

akral ekstremitas

Hasil Pemeriksaan penunjang -

Tatalaksana Ringer laktat 20 tetes per

menit

Sanmol 3 x 500 mg

Ranitidin 2 x 1 amp

6 Juli 2015 pukul 06.00

Subject Batuk, sesak, nyeri epigastrium.

Object Compos mentis, agak gelisah

TD: 130/60

N:108

S:36,5

P:24

9

Page 10: Case Report Struma Diffusa Toksik

Kepala : CA-/- SI-/- , mata sedikit exoftalmus

Leher : KGD dbn, tiroid membesar.

Thorax :S1s2 reg, M(-), G(-)

SN vesk +/+, rh -/-,wh -/-

Abdomen: supel, BU + N, NT + pada

epigastrium, splenomegali (-), hepatomegali

(-)

Ekstremitas : akral hangat (+) pada seluruh

akral ekstremitas

Hasil Pemeriksaan penunjang -

Tatalaksana Ringer laktat 20 tetes per menit

Sanmol 3 x 500 mg

Ranitidin 2 x 1 amp

Dexametason 3x 2 G i.v

Cefepim 2x100

Thyrozol 2x10

Pada tanggal 6 juli 2015 pada pukul 13.00 pasien meminta untuk pulang paksa

dengan alasan biaya. Pemeriksaan elektrolit dan fungsi hati tidak jadi dilakukan.

1.9 PROGNOSIS

Ad Vitam : ad bonam

Ad Functionam: dubia ad bonam

Ad Sanationam: ad bonam

BAB III

ANALISIS KASUS

Pada pasien ini datang dengan keluhan demam sejak 4 hari sebelum masuk

rumah sakit. Demam dirasa terus menerus dan suhu yang tidak terlalu tinggi pada

10

Page 11: Case Report Struma Diffusa Toksik

perabaan. Tidak ada keluhan lain pada pasien seperti batuk, pilek, mual, muntah.

Tidak ada keluhan dari buang air besar dan buang air kecil.

Diluar keluhan demam, pasien memiliki benjolan pada leher yang mulai terlihat

sejak 6 bulan yang lalu yang terasa semakin membesar. Benjolan mulai terlihat ketika

pasien mengalami penurunan berat badan sejak setahun terakhir. Benjolan pada leher

kemungkinan adalah adanya pembesaran pada kelenjar di leher yaitu tiroid. Benjolan

pada leher ini berdiameter 12 cm, berjumlah 1, teraba kenyal dan ikut bergerak saat

gerakan menelan. Selain penurunan berat badan, ada keluhan mudah merasa panas

dan sering berkeringat banyak. Terdapat keluhan juga sulit tidur malam karena pasien

gelisah. Semua keluhan ini menunjukkan adanya peningkatan metabolisme tubuh

seperti apa yang didapattkan pada penderita hipertiroid. Benjolan yang terletak pada

tengah leher kemungkinan benjolan yang berasal dari kelenjar tiroid dimana bila ada

gangguan pada kelenjar tersebut maka dapat mempengaruhi metabolism seseorang.

Benjolan yang timbul di leher yang dapat menjurus ke banyak kemungkinan

penyakit.

BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA

11

Page 12: Case Report Struma Diffusa Toksik

1.1. Kelenjar Tiroid

1.1.1. Embriologi Kelenjar Tiroid

Kelenjar tiroid berkembang dari endoderm pada garis tengah usus

depan. Kelenjar tiroid mulai terlihat terbentuk pada janin berukuran

3,4-4 cm, yaitu pada akhir bulan pertama kehamilan. Kelenjar tiroid

berasal dari lekukan faring antara branchial pouch pertama dan

kedua. Dari bagian tersebut timbul divertikulum, yang kemudian

membesar, tumbuh ke arah bawah mengalami desensus dan

akhirnya melepaskan diri dari faring. Sebelum lepas, berbentuk

sebagai duktus tyroglossus yang berawal dari foramen sekum di

basis lidah.

Duktus ini akan menghilang setelah dewasa, tetapi pada keadaan

tertentu masih menetap. Dan akan ada kemungkinan terbentuk

kelenjar tiroid yang letaknya abnormal, seperti persisten duktud

tyroglossus, tiroid servikal, tiroid lingual, sedangkan desensus yang

terlalu jauh akan membentuk tiroid substernal. Branchial pouch

keempat ikut membentuk kelenjar tiroid, merupakan asal sel-sel

parafolikular atau sel C, yang memproduksi kalsitonin. Kelenjar

tiroid janin secara fungsional mulai mandiri pada minggu ke-12

masa kehidupan intrauterin.

12

Page 13: Case Report Struma Diffusa Toksik

1.1.2. Anatomi Kelenjar Tiroid

Kelenjar tiroid terletak dibagian bawah leher, antara fascia koli

media dan fascia prevertebralis. Di dalam ruang yang sama terletak

trakhea, esofagus, pembuluh darah besar, dan syaraf. Kelenjar tiroid

melekat pada trakhea sambil melingkarinya dua pertiga sampai tiga

perempat lingkaran. Keempat kelenjar paratyroid umumnya terletak

pada permukaan belakang kelenjar tiroid.

Tiroid terdiri atas dua lobus, yang dihubungkan oleh istmus dan

menutup cincin trakhea 2 dan 3. Kapsul fibrosa menggantungkan

kelenjar ini pada fasia pretrakhea sehingga pada setiap gerakan

menelan selalu diikuti dengan terangkatnya kelenjar kearah kranial.

Sifat ini digunakan dalam klinik untuk menentukan apakah suatu

bentukan di leher berhubungan dengan kelenjar tiroid atau tidak.

Vaskularisasi kelenjar tiroid berasal dari a. Tiroidea Superior

(cabang dari a. Karotis Eksterna) dan a. Tyroidea Inferior (cabang

a. Subklavia). Setiap folikel limfoid diselubungi oleh jala-jala

kapiler, dan jala-jala limfatik, sedangkan sistem venanya berasal

dari pleksus perifolikular.

13

Page 14: Case Report Struma Diffusa Toksik

Nodus Limfatikus tiroid berhubungan secara bebas dengan pleksus

trakhealis yang kemudian ke arah nodus prelaring yang tepat di atas

istmus, dan ke nl. Pretrakhealis dan nl. Paratrakhealis, sebagian lagi

bermuara ke nl. Brakhiosefalika dan ada yang langsung ke duktus

thoraksikus. Hubungan ini penting untuk menduga penyebaran

14

Page 15: Case Report Struma Diffusa Toksik

keganasan.

15

Page 16: Case Report Struma Diffusa Toksik

16

Page 17: Case Report Struma Diffusa Toksik

.

1.1.3. Histologi Kelenjar Tiroid

Pada usia dewasa berat kelenjar ini kira-kira 20 gram. Secara

mikroskopis terdiri atas banyak folikel yang berbentuk bundar

dengan diameter antara 50-500 µm. Dinding folikel terdiri dari

selapis sel epitel tunggal dengan puncak menghadap ke dalam

lumen, sedangkan basisnya menghadap ke arah membran basalis.

Folikel ini berkelompok sebanyak kira-kira 40 buah untuk

membentuk lobulus yang mendapat vaskularisasi dari end entry.

Setiap folikel berisi cairan pekat, koloid sebagian besar terdiri atas

protein, khususnya protein tyroglobulin (BM 650.000).

17

Page 18: Case Report Struma Diffusa Toksik

1.1.4. Fisiologi Kelenjar Tiroid

Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid utama yaitu

Tiroksin (T4). Bentuk aktif hormon ini adalah Triodotironin (T3),

yang sebagian besar berasal dari konversi hormon T4 di perifer, dan

sebagian kecil langsung dibentuk oleh kelenjar tiroid. Iodida

inorganik yang diserap dari saluran cerna merupakan bahan baku

hormon tiroid. Iodida inorganik mengalami oksidasi menjadi bentuk

organik dan selanjutnya menjadi bagian dari tyrosin yang terdapat

dalam tyroglobulin sebagai monoiodotirosin (MIT) atau

diiodotyrosin (DIT). Senyawa DIT yang terbentuk dari MIT

menghasilkan T3 atau T4 yang disimpan di dalam koloid kelenjar

tiroid.

Sebagian besar T4 dilepaskan ke sirkulasi, sedangkan sisanya

tetap didalam kelenjar yang kemudian mengalami diiodinasi untuk

selanjutnya menjalani daur ulang. Dalam sirkulasi, hormon tyroid

terikat pada globulin, globulin pengikat tyroid (thyroid-binding

globulin, TBG) atau prealbumin pengikat tiroksin (Thyroxine-

binding pre-albumine, TPBA).

Metabolisme T3 dan T4

Waktu paruh T4 di plasma ialah 6 hari sedangkan T3 24-30

jam. Sebagian T4 endogen (5-17%) mengalami konversi lewat

proses monodeiodonasi menjadi T3. Jaringan yang mempunyai

kapasitas mengadakan perubahan ini ialah jaringan hati, ginjal,

jantung dan hipofisis. Dalam proses konversi ini terbentuk juga rT3

(reversed T3, 3,3’,5’ triiodotironin) yang tidak aktif, yang

digunakan mengatur metabolisme pada tingkat seluler.

18

Page 19: Case Report Struma Diffusa Toksik

Pengaturan faal tiroid :

Ada 4 macam kontrol terhadap faal kelenjar tiroid :

1. TRH (Thyrotrophin releasing hormone)

Tripeptida yang disentesis oleh hpothalamus. Merangsang

hipofisis mensekresi TSH (thyroid stimulating hormone) yang

selanjutnya kelenjar tiroid teransang menjadi hiperplasi dan

hiperfungsi.

2. TSH (thyroid stimulating hormone)

Glikoprotein yang terbentuk oleh dua sub unit (alfa dan beta).

Dalam sirkulasi akan meningkatkan reseptor di permukaan sel

tiroid (TSH-reseptor-TSH-R) dan terjadi efek hormonal yaitu

produksi hormon meningkat.

3. Umpan Balik sekresi hormon (negative feedback)

Kedua hormon (T3 dan T4) ini mempunyai umpan balik di

tingkat hipofisis. Khususnya hormon bebas. T3 disamping

berefek pada hipofisis juga pada tingkat hipotalamus.

Sedangkan T4 akan mengurangi kepekaan hipofisis terhadap

rangsangan TSH.

4. Pengaturan di tingkat kelenjar tiroid sendiri.

Produksi hormon juga diatur oleh kadar iodium intra tiroid

Efek metabolisme Hormon Tyroid :

19

Page 20: Case Report Struma Diffusa Toksik

1. Kalorigenik

2. Termoregulasi

3. Metabolisme protein. Dalam dosis fisiologis kerjanya

bersifat anabolik, tetapi dalam dosis besar bersifat katabolik

4. Metabolisme karbohidrat. Bersifat diabetogenik, karena

resorbsi intestinal meningkat, cadangan glikogen hati

menipis, demikian pula glikogen otot menipis pada dosis

farmakologis tinggi dan degenarasi insulin meningkat.

5. Metabolisme lipid. T4 mempercepat sintesis kolesterol,

tetapi proses degradasi kolesterol dan ekspresinya lewat

empedu ternyata jauh lebih cepat, sehingga pada hiperfungsi

tiroid kadar kolesterol rendah. Sebaliknya pada

hipotiroidisme kolesterol total, kolesterol ester dan

fosfolipid meningkat.

6. Vitamin A. Konversi provitamin A menjadi vitamin A di

hati memerlukan hormon tiroid. Sehingga pada

hipotiroidisme dapat dijumpai karotenemia.

7. Lain-lain : gangguan metabolisme kreatin fosfat

menyebabkan miopati, tonus traktus gastrointestinal

meninggi, hiperperistaltik sehingga terjadi diare, gangguan

faal hati, anemia defesiensi besi dan hipotiroidisme.

2.2 STRUMA

2.2.1 DEFINISI

Struma disebut juga goiter adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena

pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid dapat berupa gangguan

fungsi atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya.

Dampak struma terhadap tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid yang

dapat mempengaruhi kedudukan organ-organ di sekitarnya. Di bagian posterior

20

Page 21: Case Report Struma Diffusa Toksik

medial kelenjar tiroid terdapat trakea dan esophagus. Struma dapat mengarah ke

dalam sehingga mendorong trakea, esophagus dan pita suara sehingga terjadi

kesulitan bernapas dan disfagia. Hal tersebut akan berdampak terhadap gangguan

pemenuhan oksigen, nutrisi serta cairan dan elektrolit. Bila pembesaran keluar maka

akan memberi bentuk leher yang besar dapat asimetris atau tidak, jarang disertai

kesulitan bernapas dan disfagia.

2.2.2 EPIDEMIOLOGI

Distribusi dan frekuensi

a. Orang

Data rekam medis Divisi Ilmu Bedah RSU Dr. Soetomo tahun 2001-2005

struma nodusa toksik terjadi pada 495 orang diantaranya 60 orang laki-laki (12,12 %)

dan 435 orang perempuan (87,8 %) dengan usia terbanyak yaitu 31-40 tahun 259

orang (52,3 2%), struma multinodusa toksik yang terjadi pada 1.912 orang

diantaranya17 orang laki-laki (8,9 %) dan 174 perempuan (91,1%) dengan usia yang

terbanyak pada usia 31-40 tahun berjumlah 65 orang (34,03 %).

b. Tempat dan Waktu

Penelitian Ersoy di Jerman pada tahun 2009 dilakukan palpasi atau

pemeriksaan benjolan pada leher dengan meraba leher 1.018 anak ditemukan 81 anak

(8,0%) mengalami struma endemis atau gondok.35 Penelitian Tenpeny K.E di Haiti

pada tahun 2009 menemukan PR struma endemis 26,3 % yang dilakukan

pemeriksaan pada 1.862 anak usia 6-12 tahun.

Penelitian Arfianty di Kabupaten Madiun tahun 2005 dengan sampel 40 anak yang

terdiri dari 20 anak penderita gondok dan 20 anak bukan penderita gondok

menunjukan PR GAKY 31,9 % di Desa Gading (daerah endemik) dan 0,65 % di Desa

Mejaya (daerah non endemik).

2.2.3. ETIOLOGI

Adanya struma atau pembesaran kelenjar tiroid dapat terjadi oleh karena ukuran sel-

selnya bertambah besar atau oleh karena volume jaringan kelenjar dan sekitarnya

21

Page 22: Case Report Struma Diffusa Toksik

yang bertambah dengan pembentukan struktur morfologi baru. Yang mendasari

proses itu ada 3 hal utama. Yaitu :

1.Gangguan perkembangan, seperti terbentuknya kista (kantongan berisi cairan)

atau jaringan tiroid yang tumbuh di dasar lidah (misalnya pada kista tiroglosus

atau tiroid lingual).

2.Proses radang atau gangguan autoimun seperti penyakit Graves dan penyakit

tiroiditis Hashimoto.

3.Gangguan metabolik (misal, defisiensi iodium) serta hyperplasia, misalnya pada

struma koloid dan struma endemic.

2. 2.4 FAKTOR RESIKO

a. Host

Kasus struma lebih sering terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki namun

dengan bertambah beratnya endemik, perbedaan seks tersebut hampir tidak ada.

Struma dapat menyerang penderita pada segala umur namun umur yang semakin tua

akan meningkatkan resiko penyakit lebih besar. Hal ini disebabkan karena daya tahan

tubuh dan imunitas seseorang yang semakin menurun seiring dengan bertambahnya

usia.

b. Agent

Agent adalah faktor penyebab penyakit dapat berupa unsur hidup atau mati yang

terdapat dalam jumlah yang berlebihan atau kekurangan. Agent kimia penyebab

struma adalah goitrogen yaitu suatu zat kimia yang dapat menggangu hormogenesis

tiroid. Goitrogen menyebabkan membesarnya kelenjar tiroid seperti yang terdapat

dalam kandungan kol, lobak, padi-padian, singkong dan goitrin dalam rumput liar.

Goitrogen juga terdapat dalam obat-obatan seperti propylthiouraci, lithium,

phenylbutazone, aminoglutethimide, expectorants yang mengandung yodium secara

berlebih.

Penggunaan terapi radiasi juga merupakan faktor penyebab struma yang merupakan

salah satu agen kimia karsinoma tiroid. Banyak terjadi pada kasus anak-anak yang

sebelumnya mendapatkan radiasi pada leher dan terapi yodium radioaktif pada

22

Page 23: Case Report Struma Diffusa Toksik

tirotoksikosis berat serta operasi di tempat lain di mana sebelumnya tidak diketahui.

Adanya hipertiroidisme mengakibatkan efek radiasi setelah 5-25 tahun kemudian.

c. Environment

Struma endemik sering terdapat di daerah-daerah yang air minumya kurang sekali

mengandung yodium. Daerah-daerah dimana banyak terdapat struma endemik adalah

di Eropa, pegunungan Alpen, pegunungan Andes, Himalaya di mana iodinasi

profilaksis tidak menjangkau masyarakat. Di Indonesia banyak terdapat di daerah

Minangkabau, Dairi, Jawa, Bali dan Sulawesi

2.2.5 KLASIFIKASI STRUMA

Berdasarkan Fisiologisnya

Berdasakan fisiologisnya struma dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Eutiroidisme

Eutiroidisme adalah suatu keadaan hipertrofi pada kelenjar tiroid yang disebabkan

stimulasi kelenjar tiroid yang berada di bawah normal sedangkan kelenjar hipofisis

menghasilkan TSH dalam jumlah yang meningkat. Goiter atau struma semacm ini

biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali pembesaran pada leher yang jika terjadi

secara berlebihan dapat mengakibatkan kompresi trakea.

b. Hipotiroidisme

Hipotiroidisme adalah kelainan struktural atau fungsional kelenjar tiroid sehingga

sintesis dari hormon tiroid menjadi berkurang. Kegagalan dari kelenjar untuk

mempertahankan kadar plasma yang cukup dari hormon. Beberapa pasien

hipotiroidisme mempunyai kelenjar yang mengalami atrofi atau tidak mempunyai

kelenjar tiroid akibat pembedahan/ablasi radioisotop atau akibat destruksi oleh

antibodi autoimun yang beredar dalam sirkulasi. Gejala hipotiroidisme adalah

penambahan berat badan, sensitif terhadap udara dingin, dementia, sulit

berkonsentrasi, gerakan lamban, konstipasi, kulit kasar, rambut rontok, mensturasi

berlebihan, pendengaran terganggu dan penurunan kemampuan bicara.

c. Hipertiroidisme

23

Page 24: Case Report Struma Diffusa Toksik

Dikenal juga sebagai tirotoksikosis atau Graves yang dapat didefenisikan sebagai

respon jaringan-jaringan tubuh terhadap pengaruh metabolik hormon tiroid yang

berlebihan. Keadaan ini dapat timbul spontan atau adanya sejenis antibodi dalam

darah yang merangsang kelenjar tiroid, sehingga tidak hanya produksi hormon yang

berlebihan tetapi ukuran kelenjar tiroid menjadi besar. Gejala hipertiroidisme berupa

berat badan menurun, nafsu makan meningkat, keringat berlebihan, kelelahan, leboh

suka udara dingin, sesak napas. Selain itu juga terdapat gejala jantung berdebar-

debar, tremor pada tungkai bagian atas, mata melotot (eksoftalamus), diare, haid tidak

teratur, rambut rontok, dan atrofi otot.

Berdasarkan Klinisnya

Secara klinis pemeriksaan klinis struma toksik dapat dibedakan menjadi sebagai

berikut :

a. Struma Toksik

Struma toksik dapat dibedakan atas dua yaitu struma diffusa toksik dan struma

nodusa toksik. Istilah diffusa dan nodusa lebih mengarah kepada perubahan bentuk

anatomi dimana struma diffusa toksik akan menyebar luas ke jaringan lain. Jika tidak

diberikan tindakan medis sementara nodusa akan memperlihatkan benjolan yang

secara klinik teraba satu atau lebih benjolan (struma multinoduler toksik).

Struma diffusa toksik (tiroktosikosis) merupakan hipermetabolisme karena jaringan

tubuh dipengaruhi oleh hormon tiroid yang berlebihan dalam darah. Penyebab

tersering adalah penyakit Grave (gondok eksoftalmik/exophthalmic goiter), bentuk

tiroktosikosis yang paling banyak ditemukan diantara hipertiroidisme lainnya.

Perjalanan penyakitnya tidak disadari oleh pasien meskipun telah diidap selama

berbulan-bulan. Antibodi yang berbentuk reseptor TSH beredar dalam sirkulasi darah,

mengaktifkan reseptor tersebut dan menyebabkan kelenjar tiroid hiperaktif.

Meningkatnya kadar hormon tiroid cenderung menyebabkan peningkatan

pembentukan antibodi sedangkan turunnya konsentrasi hormon tersebut sebagai hasil

pengobatan penyakit ini cenderung untuk menurunkan antibodi tetapi bukan

mencegah pembentukannya. Apabila gejala gejala hipertiroidisme bertambah berat

24

Page 25: Case Report Struma Diffusa Toksik

dan mengancam jiwa penderita maka akan terjadi krisis tirotoksik. Gejala klinik

adanya rasa khawatir yang berat, mual, muntah, kulit dingin, pucat, sulit berbicara

dan menelan, koma dan dapat meninggal.

b. Struma Non Toksik

Struma non toksik sama halnya dengan struma toksik yang dibagi menjadi struma

diffusa non toksik dan struma nodusa non toksik. Struma non toksik disebabkan oleh

kekurangan yodium yang kronik. Struma ini disebut sebagai simple goiter, struma

endemik, atau goiter koloid yang sering ditemukan di daerah yang air minumya

kurang sekali mengandung yodium dan goitrogen yang menghambat sintesa hormon

oleh zat kimia.

Apabila dalam pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu nodul, maka pembesaran ini

disebut struma nodusa. Struma nodusa tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme dan

hipotiroidisme disebut struma nodusa non toksik. Biasanya tiroid sudah mulai

membesar pada usia muda dan berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa.

Kebanyakan penderita tidak mengalami keluhan karena tidak ada hipotiroidisme atau

hipertiroidisme, penderita datang berobat karena keluhan kosmetik atau ketakutan

akan keganasan. Namun sebagian pasien mengeluh adanya gejala mekanis yaitu

penekanan pada esofagus (disfagia) atau trakea (sesak napas), biasanya tidak disertai

rasa nyeri kecuali bila timbul perdarahan di dalam nodul.

Struma non toksik disebut juga dengan gondok endemik, berat ringannya endemisitas

dinilai dari prevalensi dan ekskresi yodium urin. Dalam keadaan seimbang maka

yodium yang masuk ke dalam tubuh hampir sama dengan yang diekskresi lewat urin.

Kriteria daerah endemis gondok yang dipakai Depkes RI adalah endemis ringan

prevalensi gondok di atas 10 %-< 20 %, endemik sedang 20 % - 29 % dan endemik

berat di atas 30 %.

25

Page 26: Case Report Struma Diffusa Toksik

Berdasarkan morfologinya

struma dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Struma Hyperplastica Diffusa

Suatu stadium hiperplasi akibat kekurangan iodine (baik absolut ataupun

relatif).Defisiensi iodine dengan kebutuhan excessive biasanya terjadi selama

pubertas, pertumbuhan, laktasi dan kehamilan. Karena kurang iodine kelenjar

menjadi hiperplasi untuk menghasilkan tiroksin dalam jumlah yang cukup banyak

untuk memenuhi kebutuhan supply iodine yang terbatas. Sehingga terdapat vesikel

pucat dengan sel epitel kolumner tinggi dan koloid pucat. Vaskularisasi kelenjar juga

akan bertambah. Jika iodine menjadi adekuat kembali (diberikan iodine atau

kebutuhannya menurun) akan terjadi perubahan di dalam struma koloides atau

kelenjar akan menjadi fase istirahat.

 b.Struma Colloides Diffusa

Ini disebabkan karena involusi vesikel tiroid. Bila kebutuhan excessive akan

tiroksin oleh karena kebutuhan yang fisiologis (misal, pubertas, laktasi,

kehamilan,stress, dsb.) atau defisiensi iodine telah terbantu melalui hiperplasi,

kelenjar akan kembali normal dengan mengalami involusi. Sebagai hasil vesikel

distensi dengan koloid dan ukuran kelenjar membesar.

c.Struma Nodular 

Biasanya terjadi pada usia 30 tahun atau lebih yang merupakan sequelae dari

struma colloides. Struma noduler dimungkinkan sebagai akibat kebutuhan excessive

yang lama dari tiroksin. Ada gangguan berulang dari hiperplasi tiroid dan involusi

pada masing-masing periode kehamilan, laktasi, dan emosional (fase kebutuhan).

Sehingga terdapat daerah hiperinvolusi, daerah hiperplasi dan daerah kelenjar normal.

Ada daerah nodul hiperplasi dan juga pembentukan nodul dari jaringan tiroid yang

hiperinvolusi.Tiap folikel normal melalui suatu siklus sekresi dan istirahat untuk

memberikan kebutuhan akan tiroksin tubuh. Saat satu golongan sekresi, golongan lain

istirahat untuk aktif kemudian.

26

Page 27: Case Report Struma Diffusa Toksik

Pada struma nodular, kebanyakan folikel berhenti ambi bagian dalam sekresi

sehingga hanya sebagian kecil yang mengalami hiperplasi, yang lainnya mengalami

hiperinvolusi (involusi yang berlebihan/ mengecil)

2.3 STRUMA TOKSIK

Struma toksik dapat dibedakan atas dua yaitu struma diffusa toksik dan

struma nodusa toksik. Istilah diffusa dan nodusa lebih mengarah kepada perubahan

bentuk anatomi dimana struma diffusa toksik akan menyebar luas ke jaringan lain.

Jika tidak diberikan tindakan medis sementara nodusa akan memperlihatkan benjolan

yang secara klinik teraba satu atau lebih benjolan (struma multinoduler toksik).

Struma diffusa toksik (tiroktosikosis) merupakan hipermetabolisme karena jaringan

tubuh dipengaruhi oleh hormon tiroid yang berlebihan dalam darah. Penyebab

tersering adalah penyakit Grave (gondok eksoftalmik/exophtalmic goiter), bentuk

tiroktosikosis yang paling banyak ditemukan diantara hipertiroidisme lainnya.

Penyakit Graves (goiter difusa toksika) dipercaya disebabkan oleh suatu antibodi

yang merangsang tiroid untuk menghasilkan hormon tiroid yang berlebihan.

2.3.1 Etiologi 1,3

Grave dissease adalah sindrom hiperplasia tiroid difus, dan paling sering pada

wanita; sindrom ini mempunyai etiologi autoimun dan terkait dengan tiroiditis

autoimun. Gejala khas termasuk hipertiroiditis, biasanya disertai struma dan gejala

oftalmik. Kebanyakan pasien memiliki imunoglobulin perangasang tiroid yang

beredar dalam tubuh yang menyebabkan sekresi berlebihan hormon tiroid dengan

cara mengikuti reseptor TSH pada sel tiroid. Disebut juga basedow’s, flajani’s,

parry’s disease, dan difuse toxic goiter.

2.3.2 PATOGENESIS 4,5,6

27

Page 28: Case Report Struma Diffusa Toksik

Penyakit Graves sekarang ini dipandang sebagai penyakit autoimun yang

penyebabnya tidak diketahui. Namun demikian, diduga faktor genetik dan lingkungan

ikut berperan dalam mekanisme yang belum diketahui secara pasti meningkatnya

risiko menderita penyakit Graves. Berdasarkan ciri-ciri penyakitnya, penyakit Graves

dikelompokkan ke dalam penyakit autoimun, antara lain dengan ditemukannya

antibodi terhadap reseptor TSH (Thyrotropin Stimulating Hormone - Receptor

Antibody /TSHR-Ab) dengan kadar bervariasi.Terdapat predisposisi familial kuat

pada sekitar 15% pasien Graves mempunyai keluarga dekat dengan kelainan sama

dan kira-kira 50% keluarga pasien dengan penyakit Graves mempunyai autoantibodi

tiroid yang beredar di darah. Dari kasus-kasus hipertiroidisme yang paling banyak

adalah penyakit grave. Insidensi tertinggi pada kelompok usia 15-40 tahun. Terdapat

kecenderungan familial dan hubungan dengan antigen histokompatibilitas HLA-DR3

dan B8 pada ras Kaukasia, HLA-Bw36 pada orang Jepang, dan HLA-Bw46 pada

orang Cina. Penderita penyakit grave sering menderita penyakit autoimun lain (misal,

anemia pernisiosa) dan terjadi tumpang tindih dengan penyakit hashimoto. Penyakit

grave adalah penyakit autoimun yang ditandai dengan adanya autoantibodi kelas IgG

dalam serum yang ditujukan untuk melawan reseptor TSH pada sel tiroid. Kombinasi

antibodi dengan reseptor TSH menyebabkan stimulasi sel untuk menghasilkan

hormon tiroid.

2.3.1 MANIFESTASI KLINIS

Penyakit Graves umumnya ditandai dengan pembesaran kelenjar tiroid/

struma difus, discrtai tanda dan gejala tirotoksikosis dan seringkali juga disertai

oftalmopati (terutama eksoftalmus) dan kadang-kadang dengan dermopati.

Manifestasi kardiovaskular pada tirotoksikosis merupakan gejala paling menonjol dan

merupakan karakteristik gejala dan tanda tirotoksikosis. Gejala tirotoksikosis yang

sering ditemukan:

1. Hiperaktivitas, iritabilitas

28

Page 29: Case Report Struma Diffusa Toksik

2. Palpitasi

3. Tidak tahan panas dan keringat berlebih

4. Mudah lelah

5. Berat badan turun meskipun makan banyak

6. Buang air besar lebih sering

Tanda tirotoksikosis yang sering ditemukan:

Takikardi, fibrilasi atrial

Tremor halus, refleks meningkat

Kulit hangat dan basah

Rambut rontok

Penderita penyakit Graves memiliki gejala-gejala khas dari hipertiroidisme

dan 3 gejala tambahan khusus :

Seluruh kelenjar terangsang sehingga kelenjar sangat membesar, menyebabkan

suatu benjolan di leher (gondok, goiter).

Eksoftalmus (mata menonjol). Hal ini terjadi sebagai akibat dari penimbunan zat

di dalam orbit mata.

Penonjolan kulit diatas tulang kering.

2.3.4. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik kelenjar tiroid digambarkan pada gambar dibawah. Tiroid

melekat erat pada trakea anterior, dipertengahan antara cekungan sternum dan

kartilago tiroid, biasanya mudah dilihat dan diraba.

Ada tiga langkah pemeriksaan;

1. Dengan penerangan baik yang datang dari belakang pemeriksa, pasien disuruh

menelan seteguk air. Perhatikan kelenjar saat naik atau -turun. Pembesaran dan

penonjolan (nodul) biasanya dapat dilihat.

2. Raba kelenjar dari anterior. Secara lembut tekan dengan jempol satu sisi kelenjar

untuk memutar lobus lain ke depan dan raba saat pasien menelan.

29

Page 30: Case Report Struma Diffusa Toksik

3. Raba kelenjar dari belakang pasien dengan tiga jari tengah masing-masing lobus

sementara pasien menelan. Suatu gambaran kelenjar dapat diketahui pada kulit

leher dan diukur. Nodul-nodul dapat diukur dengan cara yang sama. Jadi

perubahan-perubahan ukuran pada kelenjar atau pada nodul nodul dapat

diikuti.

Pada pemeriksaan fisik, bagian bulbus masing-masing lobus yang teraba

dari kelenjar tiroid normal berukuran kira-kira 2 cm pada dimensi vertikal. dan

kira-kira 1 cm pada dimensi horizontal di atas istmus. Pembesaran kelenjar tiroid

disebut goiter. Pembesaran yang menyeluruh disebut goiter difus; pembesaran yang

tidak beraturan atau bertonjol-tonjol disebut goiter nodular.

2.3.5. DIAGNOSIS

1. Anamnesa

a. Penderita datang dengan keluhan adanya benjolan pada leher depan bagian

tengah

b. Usia dan jenis kelamin : nodul tiroid timbul pd usia < 20 tahun atau > 50

tahun dan jenis kelamin laki-laki resiko malignancy tinggi (20-70%).

c. Riwayat radiasi daerah leher & kepala pada masa anak-anak malignancy

33-37%

d. Kecepatan tumbuh tumor. Nodul jinak membesar lama (tahunan), nodul ganas

membesar dengan cepat (minggu/bulan)

e. Gangguan menelan, sesak nafas, suara serak & nyeri (akibat

penekanan/desakan dan/atau infiltrasi tumor sebagai pertanda telah terjadi

invasi ke jaringan atau organ di sekitarnya)

f. Asal dan tempat tinggal (pegunungan/pantai)

g. Benjolan pada leher, lama, pembesaran

h. Riwayat penyakit serupa pada keluarga

i. Struma toksik  :

Kurus, irritable, keringat banyak

30

Page 31: Case Report Struma Diffusa Toksik

Nervous

Palpitasi

Hipertoni simpatikus (kulit basah dingin & tremor)

2. Pemeriksaan Fisik

a. Inspeksi

Pemeriksa berada di depan penderita. Penderita posisi duduk dengan

kepala sedikit fleksi atau leher terbuka sedikit hiperekstensi agar m.

sternokleidomastoideus relaksasi sehingga tumor tiroid mudah dievaluasi.

Apabila terdapat pembengkakan atau nodul, perlu diperhatikan

beberapa komponen berikut :

Lokasi : lobus kanan, lobus kiri, ismus

Ukuran : besar/kecil, permukaan rata/noduler

Jumlah : uninodusa atau multinodusa

Bentuk : apakah difus (leher terlihat bengkak) ataukah berupa noduler

lokal

Gerakan : pasien diminta untuk menelan, apakah pembengkakannya ikut

bergerak

Pulsasi : bila nampak adanya pulsasi pada permukaan pembengkakan

b. Palpasi

Pasien diminta untuk duduk, leher dalam posisi fleksi, pemeriksa

berdiri di belakang pasien dan meraba tiroid dengan menggunakan kedua

tangan. Beberapa hal yang perlu dinilai pada pemeriksaan palpasi :

Perluasan dan tepi

Gerakan saat menelan, apakah batas bawah dapat diraba atau tidak dapat

diraba trachea dan kelenjarnya.

Konsistensi, temperatur, permukaan, dan adanya nyeri tekan

Hubungan dengan m. sternocleidomastoideus (tiroid letaknya lebih dalam

daripada musculus ini.

Limfonodi dan jaringan sekitar

31

Page 32: Case Report Struma Diffusa Toksik

c. Auskultasi

Pada auskultasi perlu diperhatikan adanya bising tiroid yang

menunjukkan adanya hipertiroid.

2.3.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Laboratorium

Pemeriksaan kadar TSH, T3 total, Free T4, dan T4 total. Tes Fungsi Hormon

Status fungsional kelenjar tiroid dapat dipastikan dengan perantara tes-tes fungsi

tiroid untuk mendiagnosa penyakit tiroid diantaranya kadar total tiroksin dan

triyodotiroin serum diukur dengan radioligand assay. Tiroksin bebas serum mengukur

kadar tiroksin dalam sirkulasi yang secara metabolik aktif. Kadar TSH plasma dapat

diukur dengan assay radioimunometrik. Kadar TSH plasma sensitif dapat dipercaya

sebagai indikator fungsi tiroid. Kadar tinggi pada pasien hipotiroidisme sebaliknya

kadar akan berada di bawah normal pada pasien peningkatan autoimun

(hipertiroidisme). Uji ini dapat digunakan pada awal penilaian pasien yang diduga

memiliki penyakit tiroid. Tes ambilan yodium radioaktif (RAI) digunakan untuk

mengukur kemampuan kelenjar tiroid dalam menangkap dan mengubah yodida.

2. Radiologi

Thorax : adanya deviasi trakea, retrosternal struma, coin lesion (papiler), cloudy

(folikuler).

Leher AP lateral evaluasi jalan nafas untuk intubasi pembiusan.

3. USG

Alat ini akan ditempelkan di depan leher dan gambaran gondok akan tampak di

layar TV. USG dapat memperlihatkan ukuran gondok dan kemungkinan adanya

kista/nodul yang mungkin tidak terdeteksi waktu pemeriksaan leher. Kelainan-

kelainan yang dapat didiagnosis dengan USG antara lain kista, adenoma, dan

kemungkinan karsinoma.

Dilakukan untuk mendeteksi nodul yang kecil atau nodul di posterior yang secara

klinis belum dapat dipalpasi. Di samping itu, dapat dipakai untuk membedakan nodul

32

Page 33: Case Report Struma Diffusa Toksik

yang padat atau kistik serta dapat dimanfaatkan untuk penuntun dalam tindakan

biopsy aspirasi jarum halus.

4. Scanning tiroid (pemeriksaan sidik tiroid)

Caranya dengan menyuntikan sejumlah substansi radioaktif bernama technetium-

99m dan yodium125/yodium131 ke dalam pembuluh darah. Setengah jam kemudian

berbaring di bawah suatu kamera canggih tertentu selama beberapa menit. Hasil

pemeriksaan dengan radioisotop adalah teraan ukuran, bentuk lokasi dan yang utama

adalh fungsi bagian-bagian tiroid.

Memakai uptake I yang didistribusikan ke tiroid untuk menentukan fungsi tiroid. 

Normalnya uptake 15-40 % dalam 24 jam. Bila uptake > normal disebut hot area,

sedangkan jika uptake < normal disebut cold area (pada neoplasma)

5. Pemeriksaan sitologi melalui biopsi aspirasi jarum halus (BAJAH)

Pemeriksaan sitologi nodul tiroid diperoleh dengan aspirasi jarum halus. Cara

pemeriksaan ini berguna untuk menetapkan diagnosis suspek maligna ataupun

benigna.

Biopsi Aspirasi Jarum Halus

Dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan. Biopsi aspirasi

jarum tidak nyeri, hampir tidak menyebabkan bahaya penyebaran sel-sel ganas.

Kerugian pemeriksaan ini dapat memberikan hasil negatif palsu karena lokasi biopsi

kurang tepat. Selain itu teknik biopsi kurang benar dan pembuatan preparat yang

kurang baik atau positif palsu karena salah intrepertasi oleh ahli sitologi.

2.3.8. Diagnosis Banding 4,5,6

1. Goiter Toksik Multinodular

Struma nodular toksik adalah kelenjar tiroid yang mengandung nodul tiroid yang

mempunyai fungsi yang otonomik, yang menghasilkan suatu keadaan hipertiroid.

Struma nodular toksik (Plummers disease) pertama sekali dideskripsikan oleh Henry

33

Page 34: Case Report Struma Diffusa Toksik

Plummer pada tahun 1913. struma nodular toksik merupakan penyebab hipertiroid

terbanyak kedua setelah Graves disease. Kelainan ini terjadi pada pasien-pasien tua

dengan goiter multinodular yang lama. Oftalmopati sangatlah jarang. Klinis pasien

menunjukkan takikardi, kegagalan jantung atau aritmia dan kadang-kadang

penurunan berat badan, nervous, tremor dan berkeringat. Pemeriksaan fisik

memperlihatkan goiter multinodular yang dapat kecil atau cukup besar dan bahkan

membesar sampai substernal. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan TSH

tersupresi dan kadar T3 serum yang sangat meningkat, dengan peningkatan kadar T4

serum yang tidak terlalu menyolok. Scan radioiodin menunjukkan nodul fungsional

multipel pada kelenjar atau kadang-kadang penyebaran iodin radioaktif yang tidak

teratur dan bercak-bercak. Hipertiroidisme pada pasien-pasien depgan goiter

multinodular sering dapat ditimbulkan dengan pemberian iodin (efek "jodbasedow"

atau hipertiroidisme yang diinduksi oleh iodida). Beberapa adenoma tiroid tidak

mengalami efek efek ini didorong oleh kelebihan produksi hormon karena kadar

iodida sirkulasi yang tinggi. Ini adalah mekanisme untuk berkembangnya

hipertiroidisme setelah pemberian obat antiaritmia amiodaron . Penanganan goiter

nodular toksika cukup sukar. Penanganan keadaan hipertiroid dengan hipertiroid

dengan obat-obat antitiroid diikuti dengan tiroidektomi subtotal tampaknya akan

menjadi terapi pilihan, namun sering pasien-pasien ini sudah tua dan memiliki

penyakit lain sehingga pasien-pasien ini seringkali merupakan pasien dengan risiko

operasi yang buruk. Nodul toksik dapat dihancurkan dengan 131-I, tapi goiter

multinodular akan tetap ada, dan nodul-nodul lain dapat menjadi toksik, sehingga

dibutuhkan dosis ulangan 131-I. Amiodaron adalah obat antiaritmia yang

mengandung 37,3% iodin. Dalam tubuh, obat ini disimpan dalam lemak,

miokardium, hepar dan paru-paru dan memiliki waktu paruh kira-kira 50 hari. Kira-

kira 2% pasien diobati dengan amiodaron mengalami tirotoksis. Hal ini menimbulkan

masalah yang paling sukar. Pasien yang mendapat amiodaron mempunyai penyakif

jantung serius yang mendasari, dan pada banyak kasus obat ini tidak dapat

dihentikan. Jika tirotoksikosis ringan, dapat dikendalikan dengan metimazol 40-60

34

Page 35: Case Report Struma Diffusa Toksik

mg sehari, sementara terapi amiodaron diteruskan. Jika penyakit berat, KClO4 dengan

dosis 250 mg tiap 6 jam dapat ditambahkan untuk menjenuhkan iodida trap dan

mencegah ambilan iodida lebih lanjut. KClO4 jangka panjang telah dihubungkan

dengan anemia aplastik dan butuh pemamtauan. Satu-satunya jalan untuk

menghilangkan cadangan hormon tiroid yang besar adalah pembedahan untuk

mengangkat goiter.

2. Karsinoma tiroid

Suatu pertumbuhan yang ganas dari kelenjar tiroid. Keganasan tiroid

dikelompokkan menjadi karsinoma tiroid berdiferensi baik, yaitu bentuk papiler,

folikuler, atau campuran keduanya, karsinoma meduler yang berasal dari sel

parafolikuler yang mengeluarkan kalsitonin (APUD-oma), dan karsinoma

berdiferensiasi buruk/anaplastik. Karsinoma sekunder pada kelenjar tiroid sangat

jarang dijumpai. Perubahan dari struma endemik menjadi kasinoma anaplastik dapat

terjadi terutama pada usia lanjut. Diagnosis pasti adalah pemeriksaan histopatologi,

pemeriksaan FNAB belum dapat menggantikan pemeriksaan ini.

2.3.7 PENATALAKSANAAN

1. Bed rest

2. PTU 100-200 mg  (propilthiouracil)

Merupakan obat anti-tiroid, dimana bekerjanya dengan prevensi pada sintesis dan

akhir dari tiroksin. Obat ini bekerja mencegah produksi tiroksin (T4). Diberikan dosis

3x 100 mg/hari tiap 8 jam sampai tercapai eutiroid. Bila menjadi eutiroid

dilanjutkan dengan dosis maintenance 2 x 5 mg/hari selama 12-18 bulan.

Lugol 5 – 10 tetes

Obat ini membantu mengubah menjadi tiroksin dan mengurangi vaskularisasi

serta kerapuhan kelenjar tiroid. Digunakan 10-21 hari sebelum operasi. Namun

35

Page 36: Case Report Struma Diffusa Toksik

sekarang tidak digunakan lagi, oleh karena propanolol lebih baik dalam mengurangi

vaskularisasi dan kerapuhan kelenjar. Dosis 3 x 5-10 mg/hari selama 14 hari.

Iodium

5. Radioterapi

Biasanya diberikan pada pasien yang telah diterapi dengan obat anti-tiroid.

Indikasi radioterapi adalah pasien pada awal penyakit atau pasien dengan resiko

tinggi untuk operasi dan untuk pasien dengan hipotiroid rekuren. Radioterapi

merupakan kontraindikasi bagi wanita hamil dan anak-anak.

6. Operatif

a. Isthmulobectomy , mengangkat isthmus

b. Lobectomy,  mengangkat satu lobus, bila subtotal sisa 3 gram

c. Tiroidectomi total, semua kelenjar tiroid diangkat

d. Tiroidectomy subtotal bilateral, mengangkat sebagian lobus kanan dan

sebagian kiri.

e. Near total tiroidectomi, isthmulobectomy dextra dan lobectomy subtotal

sinistra dan sebaliknya.

7. RND (Radical Neck Dissection),

Mengangkat seluruh jaringan limfoid pada leher sisi yang bersangkutan dengan

menyertakan n. accessories, v. jugularis eksterna dan interna, m.

sternocleidomastoideus dan m.omohyoideus serta kelenjar ludah

submandibularis.

BAB V

KESIMPULAN

36

Page 37: Case Report Struma Diffusa Toksik

DAFTAR PUSTAKA

1.Thyroid goiter. Available on

http://www.endocrineweb.com/conditions/thyroid/thyroid-goiter.accessed on july

6,2015.

2.Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Kedokteran : Dari Sel ke Sistem, 2nd ed .

EGC: Jakarta.

3.Sabiston,david.1995. Buku Ajar Bedah. Bagian 1: hal 415- 425.EGC: Jakarta.

4.Sudoyo, aru dkk. Ilmu Penyakit Dalam jilid lll. Edisi lV.Kelenjar tiroid,

Hipotiroidisme, dan Hipertiroidisme. Hal 1933-1943.EGC : Jakarta

5.Struma. Available on : http://ababar.blogspot.com/2008/12/struma.html . Accessed

on july 07th 2015.

6. Hypertiroidism. Available on :

http://www.mayoclinic.com/health/hyperthyroidism/DS00344/DSECTION=symptom

s. Accessed on july 2, 2011.

7. StrumaNonToksik. Available on :

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20013/4/Chapter%20II.pdf. Accessed

on july 2, 2011 .

37