Case Report Nur Aini Hanifiah

11
Efek Penyalahgunaan Narkotika dan Obat Psikotropika Terhadap Sistem Saraf Pusat Abstract Objective : To determine the effect of drug abuse to central nervous system Study design : Case report Methods : Interview and study literature Discussion : A psychoactive drug or psychotropic substance is a chemical substance that acts primarily upon the central nervous system where it alters brain function, precisely in mesolimbic dopamine area (rewards pathway). Psychoactive drugs work by manipulating the synapses in between nerves in the central nervous system, especially dopamine receptor, which has important role to addiction user. Conclusion : Mesolimbic dopamine area (rewards pathway) is area of the brain that susceptible to destruction by drug abuse. Keywords : neurology drugs psychoactive Pendahuluan NAPZA (Narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya) telah menjadi permasalahan bagi semua kalangan, tidak hanya pada kalangan remaja atau dewasa muda, tetapi telah menyebar luas pada kalangan dewasa atau usia produktif bahkan pada usia lanjut. Menurut data BNN, di Indonesia diperkirakan jumlah penyalahgunaan narkotika dan obat psikotropika setahun terakhir sekitar 3,1 juta sampai 3,6 juta orang atau setara dengan 1.9% dari populasi penduduk berusia 10 – 59 tahun di tahun 2008. Hasil proyeksi memperkirakan angka prevalensi penyalahgunaan narkotika dan psikotropika akan meningkat sekitar 2.6% di tahun 2013, angka tersebut karena terdapat peningkatan pengungkapan kasus narkotika dan obat psikotropika setiap tahunnya. [1] Dampak dari penggunaan narkotika dan obat psikotropika itu sendiri sangat bervariasi. Pada awalnya, banyak orang mengira

description

ui

Transcript of Case Report Nur Aini Hanifiah

Efek Penyalahgunaan Narkotika dan Obat Psikotropika Terhadap Sistem Saraf Pusat

AbstractObjective: To determine the effect of drug abuse to central nervous system

Study design: Case report

Methods

: Interview and study literature

Discussion : A psychoactive drug or psychotropic substance is a chemical substance that acts primarily upon the central nervous system where it alters brain function, precisely in mesolimbic dopamine area (rewards pathway). Psychoactive drugs work by manipulating the synapses in between nerves in the central nervous system, especially dopamine receptor, which has important role to addiction user. Conclusion : Mesolimbic dopamine area (rewards pathway) is area of the brain that susceptible to destruction by drug abuse.Keywords: neurology drugs psychoactivePendahuluanNAPZA (Narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya) telah menjadi permasalahan bagi semua kalangan, tidak hanya pada kalangan remaja atau dewasa muda, tetapi telah menyebar luas pada kalangan dewasa atau usia produktif bahkan pada usia lanjut. Menurut data BNN, di Indonesia diperkirakan jumlah penyalahgunaan narkotika dan obat psikotropika setahun terakhir sekitar 3,1 juta sampai 3,6 juta orang atau setara dengan 1.9% dari populasi penduduk berusia 10 59 tahun di tahun 2008. Hasil proyeksi memperkirakan angka prevalensi penyalahgunaan narkotika dan psikotropika akan meningkat sekitar 2.6% di tahun 2013, angka tersebut karena terdapat peningkatan pengungkapan kasus narkotika dan obat psikotropika setiap tahunnya.[1]Dampak dari penggunaan narkotika dan obat psikotropika itu sendiri sangat bervariasi. Pada awalnya, banyak orang mengira bahwa penggunaan narkotika dan obat psikotropika dapat membuat mereka lari dari masalah karena anggapan mereka yang mengatakan bahwa efeknya dapat membuat jiwa lebih tenang dan nyaman. Sebaliknya, penggunaan narkotika dan obat paikotropika dapat menimbulkan masalah baru, terutama rusaknya organ tubuh seperti sistem saraf pusat dan organ lainnya.Pemakaian narkotika dan obat psikotropika sangat mempengaruhi kerja otak yang berfungsi sebagai pusat kendali tubuh dan mempengaruhi seluruh fungsi tubuh. Karena bekerja pada otak, narkotika dan obat psikotropika dapat mengubah suasana perasaan, cara berpikir, kesadaran dan perilaku pemakainya.Case Report

RD berumur 22 tahun, bekerja sebagai staf di suatu deprtemen, sedang menjalani rehabilitasi di Badan Narkotika Nasional (BNN) sejak 14 April 2012. Pasien mengatakan dirinya telah mengkonsumsi obat-obat narkotika sejak 3 tahun yang lalu, tepatnya tahun 2009. Awalnya pasien mengkonsumsi obat-obatan tersebut karena rasa ingin tahu dan pengaruh teman satu sekolahnya. Pasien tidak memiliki masalah pribadi. Obat-obatan yang di konsumsi pertama kali oleh pasien adalah golongan metamfetamin yang di dapatkan dari teman sekolahnya. Lama-kelamaan pasien menjadi kecanduan dan meningkatkan dosis obatnya. Pasien mengaku semenjak memakai metamfetamin pasien menjadi lebih percaya diri dan mempunyai keberanian untuk mendekati wanita. Faktor pendukung pasien menjadi adiktif terhadap obat metamfetamin adalah kesenangan berlebihan yang didapatkan. Lama kelamaan kedua orangtuanya curiga perubahan perilaku RD yang menjadi malas, sering bereaksi berlebihan, dan sering menyalahkan orang lain, dan akhirnya mengetahui bahwa RD mengkonsumsi obat narkotika. Pada awalnya pasien hanya dinasihati oleh keluarga untuk segera menikah agar pasien mempunyai tanggung jawab yang lebih besar sehingga bisa berhenti menggunakan narkotika. Karena terlilit banyak hutang, RD bercerai.

Pada 14 April 2012, empat hari setelah bercerai, keluarga membawa pasien ke BNN Lido untuk menjalani program terapi dan rehabilitasi ketergantungan obat. Sekarang pasien sedang menjalani masa terapi, dan pada bulan Desember 2012 pasien akan selesai menjalani program tersebut tersebut. Pasien mendapat dukungan penuh dari keluarga. Pasien berharap setelah proses rehabilitasi ini selesai dia dapat menjadi pribadi yang lebih baik.

DiskusiPengertian NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat adiktif lain) menurut WHO (1982) adalah semua zat padat, cair maupun gas yang dimasukan kedalam tubuh yang dapat merubah fungsi dan struktur tubuh secara fisik maupun psikis tidak termasuk makanan, air dan oksigen dimana dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi tubuh normal.[2]Efek narkotika dan obat psikotropika sangat mempengaruhi fungsi SSP (Sistem Saraf Pusat). Walaupun setiap jenis zat psikoaktif mempunyai efeknya masing masing, semua zat psikoaktif mengaktivasi jalur dopamin mesolimbik atau biasa disebut reward pathway. Jalur dopamin mesolimbik (reward pathway) terdiri dari ventral tegmental area (VTA), nukleus accumbens, dan korteks prefrontal. Aktivasi dari reward pathway dapat menggambarkan efek kesenangan atau kenikmatan dari penggunaan obat.[3] Pada umumnya, reward adalah rangsangan yang memberikan motivasi positif untuk perilaku. Dalam kehidupan sehari hari pun kita mengenal istilah rewards ini, yaitu natural rewards seperti makanan, seks, berkreasi, dan kasih sayang.[4] Gambar 1. Jalur dopamin mesolimbik[1].

Jalur dopamin mesolimbik adalah jalur yang membawa dopamin dari area otak yang satu ke area lainnya. Dopamin adalah salah satu neurotransmiter yang bertanggungjawab dalam mengontrol kesenangan dan reward di otak.[5]Ada dua mekanisme obat yang menyebabkan penggunaan narkotika dan obat psikotropika menjadi adiktif, yaitu: (1) Obat yang mengandung zat yang menyerupai neurotransmiter dopamin (contoh: marijuana dan heroin), (2) Obat yang menstimulasi pengeluaran neurotransmiter secara berlebihan (contoh: kokain dan methamphetamine).[6]Beberapa obat yang mengandung zat yang menyerupai neurotransmiter dopamin membuat zat yang dikandung obat tersebut menipu reseptor di otak dan mengaktivasi sel saraf untuk mengirim pesan abnormal. Sedangkan obat obat yang menimbulkan stimulus berlebihan pengeluaran dopamin dapat menimbulkan efek euforia. Reaksi ini mengatur pola motivasi yang menyebabkan para pecandu mengulang perilaku reward dari penyalahgunaan obat. Selama pecandu meneruskan penggunaan narkotika dan obat terlarang tersebut, otak beradaptasi terhadap lonjakan dopamin dengan mengurangi produksi dopamin atau mengurangi jumlah reseptor dopamin. Pengaruhnya adalah menjadi berkurangnya efek dopamin di jalur dopamin mesolimbik, dimana juga mengurangi pecandu untuk merasakan kenikmatan obat dan kejadian dalam hidup yang biasanya membawa kesenangan. Jika pecandu sudah merasakan hal tersebut, maka Ia sudah sampai di fase toleransi. Sehingga para pecandu biasanya meningkatkan dosis obat setelah tubuhnya bertoleransi.[6]

Berdasarkan efeknya terhadap SSP yang mengakibatkan perubahan perilaku, NAPZA dapat dibagi menjadi tiga golongan[7] :1. Golongan Depresan (Downer)

Adalah jenis NAPZA yang berfungsi mengurangi aktifitas fungsional tubuh. Jenis ini menbuat pemakaiannya merasa tenang, pendiam dan bahkan membuatnya tertidur dan tidak sadarkan diri. Golongan ini termasuk Opioida (morfin, heroin/putauw, kodein), Sedatif (penenang), hipnotik (otot tidur), dan transquilizer (anti cemas) dan lain-lain.2. Golongan Stimulan (Upper)

Adalah jenis NAPZA yang dapat merangsang fungsi tubuh dan meningkatkan kegairahan kerja. Jenis ini membuat pemakainya menjadi aktif, segar dan bersemangat. Zat yang termasuk golongan ini adalah : Amfetamin (shabu, esktasi), Kafein, Kokain3. Golongan Halusinogen

Adalah jenis NAPZA yang dapat menimbulkan efek halusinasi yang bersifat mengubah perasaan dan pikiran dan seringkali menciptakan daya pandang yang berbeda sehingga seluruh perasaan dapat terganggu. Golongan ini tidak digunakan dalam terapi medis. Golongan ini termasuk : Kanabis (ganja), LSD, Mescalin.

1. Golongan depressan (Downer)Obat obat golongan opioid berikatan dengan reseptor endorfin di otak yang berperan, yaitu reseptor mu, kappa, sigma, dan delta. Reseptor Mu, bertanggung jawab terjadinya depresi terhadap laju bernapas, berkurangnya rasa nyeri (anelgesia), euforia, dan ketergantungan.

Reseptor Kappa, bertanggung jawab timbulnya rasa kantuk (efek sedasi) dan juga timbulnya ketergantungan.

Reseptor Sigma, bertanggung jawab timbulnya depresi, rasa sedih dan juga halusinasi.

Reseptor Delta, bertanggung jawab timbulnya anelgesia.Ketika opioid berikatan dengan reseptor tersebut maka akan menimbulkan efek tersebut sesuai dengan reseptornya.[8]

Toleransi terhadap efek analgesi dari morfin melibatkan area yang berbeda terhadap reward pathway. Area yang terlibat di sini adalah thalamus, dan korda spinalis. Keduanya adalah area yang berperan dalam mengirim rasa nyeri terhadap efek anelgesi opioid.[4]Area otak yang berperan terhadap pengaruh adiksi opioid dan ketergantungan opioid berbeda. Area yang berperan terhadap adiksi adalah reward pathway, seperti adiksi NAPZA lainnya, dan area yang berperan dalam ketergantungan opioid adalah thalamus dan korda spinalis. Makanya, banyak para pasien, contohnya pasien kanker yang ketergantungan morfin tanpa menjadi kecanduan terhadap morfin.[4]

Gambar 2. Perbedaan area dependensi dan adiksi terhadap opioid.[2]2. Golongan stimulan (Upper)

Hampir semua stimulan akan mengganggu prosesneurotransmiter(dopamin, serotonin, noradrenalin) di otak, yang efeknya akan menstimulus pengeluaran neurotransmiter tersebut secara berlebihan. Neurotransmiter yang dipengaruhi adalah dopamin yang berperan dalam memori, konsentrasi, perilaku, dan perasaan senang; noradrenalin yang berperan pada tubuh untuk bertahan atau beraktivitas; dan serotonin yang berperan mengatur suhu, tekanan darah, nafsu makan, toleransi rasa nyeri, nafsu makan, perilaku seks, dan yang terpenting adalah mengatur emosi. Area otak yang berpengaruh terhadap penggunaan golongan stimulan adalah VTA, nukleus accumbens, korteks prefrontal, hippocampus dan amygdala.[9]

Gambar 3. Area otak yang dipengaruhi oleh penggunaan methamphetamine.[3]

Rata rata setiap orang mempunyai 100 unit kadar dopamin pada sistem limbik (pusat reward). Makan sangat penting untuk bertahan hidup sehingga VTA menghasilkan perasaan senang terhadap respon makan dengan meningkatkan kadar dopamin menjadi 150. Perasaan senang setelah melakukan hubungan seksual meningkatkan kadar dopamin menjadi 200 unit. Kokain menghasilkan euforia dengan meningkatkan kadar dopamin menjadi 350 unit, dimana melebihi kadar biologis normal. Methamphetamine meningkatkan kadar dopamin menjadi 1250 unit yang menghasilkan euforia sangat berlebihan.[10]

Gambar 4. Kadar dopamin dalam tubuh[3]3.Golongan HalusinogenLSD, cannabis (ganja), dan PCP adalah obat obatan yang dapat menyebabkan halusinasi. Di bawah pengaruh obat obat halusinogen, orang orang melihat gambaran, mendengar suara, dan merasakan sensasi yang terasa nyata, padahal kenyataannya tidak. Beberapa halusinogen juga menghasilkan perubahan emosi yang intens. Obat obat halusinogen ini menghasilkan efek dengan mengacaukan interaksi antara sel saraf dengan neurotransmiter serotonin.[11] Gambar 5. Penyebaran serotonin di seluruh korteks serebri[4]Dampak yang dihasilkan setiap obat, terlihat dari tabel di bawah ini:

Tabel 1. Perbandingan dampak terhadap Sistem Saraf Pusat yang dihasilkan dari setiap obat[5]Kesimpulan

Penyalahgunaan narkotika dan obat psikotropika sangat berbahaya dan menghasilkan dampak yang buruk bagi organ tubuh manusia, terutama Sistem Saraf Pusat. Semua zat psikoaktif mengaktivasi jalur dopamin mesolimbik di otak atau yang biasa disebut rewards pathway. Jika digunakan terus menerus akan mempengaruhi fungsi jalur dopamin mesolimbik sehingga menimbulkan adiksi terhadap obat obatan tersebut dan mengganggu fungsi Sistem Saraf Pusat.

Otak manusia merupakan suatu organ yang sangat berharga. Sebab, setiap manusia dapat mengekspresikan pikiran dan dirinya melalui pekerjaan dari otak. Oleh karena itu, adalah tindakan yang tidak bijaksana apabila seorang manusia mengulangi kesalahan yang sama atau dengan kata lain sudah tahu akibatnya tetapi masih ingin melakukannya. Itulah yang terjadi dengan penyalahgunaan narkotika dan obat obat psikotropika.