Case Psoriasi Yoseph.docx
-
Upload
yoseph-kandars -
Category
Documents
-
view
242 -
download
9
Transcript of Case Psoriasi Yoseph.docx
KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT KULIT KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
RSUD KOJA, JAKARTA UTARA
Tanda tangan
Nama : Yoseph Kandars
NIM : 11.2013.235 ........................................
Pembimbing : dr. Chadijah Rifai Sp.KK
.........................................
I. IDENTITAS
Nama : Ny. A
Umur : 26 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Karyawan
Alamat : Koja, Jakarta Utara
Tanggal pemeriksaan : 21Agustus 2015
II. ANAMNESIS
Autoanamnesis pada tanggal 21 Agustus 2015 jam 10.00 WIB di Poli Kulit Kelamin
RSUDKoja.
Keluhan utama : Pasien datang dengan keluhan badan gata - gatal sejak 2 bulan yang lalu
Keluhan tambahan :Pasien mengeluh adanya kulit kering berwarna merah dan seperti bersisik
putih
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poliklinik kulit kelamin RSUD Koja dengan keluhan badan gatal – gatal
sejak 2 bulan yang lalu, selain itu pasien juga mengeluhkan adanya kulit kering berwarna merah
dan bersisik putih. Keluhan kulit kering dan memerah hampir seluruh permukaan tubuh.
Sebagian ada yang mengelupas, sehingga tampak bersisik halus, di tangan, kaki, perut, dan
belangkang. Gatal dirasakan hilang timbul, gatal timbul bila pasien mengalami stress, awalnya
keluhan pasien hanya berupa kemerahan sekujur tubuh. Dimulai dari wajah yang terasa panas,
menjalar kebatang tubuh lalu tangan dan tungkai. Karena gatal pasien menggaruk dan timbul
sisik-sisik halus dan semakin meluas. 4 tahun yang lalu pasien mengeluh gatal – gatal pada
badan disertai kemerahan dan kulit bersisik putih pada seluruh badan, kemudia pasien berobat ke
poli klinik RSUD Koja. Setelah pengobatan pasien sembuh dari keluhan – keluhan tersebut. 1
tahun yang lalu setelah sembuh pasien bekerja di perusahan produksi mebel. Setelah bekerja
timbul keluhan yang sama berupa gatal – gatal dan kemerahan serta kulit bersisik putih karena
kontak dengan bahan kimia kayu, sehingga pasien datang berobat ke RSUD Koja. 2 bulan yang
lalu pasien merasa tidak ada perubahan selama pengobatan sehingga pasien datang lagi ke poli
klinik kulit kelamin RSUD koja.
Riwayat Penyakit Dahulu
Kencing manis (-), alergi (-), riwayat penyakit yang sama sebelumnya (+)
Riwayat Penyakit Keluarga
Kencing manis (-), alergi (-), riwayat penyakit gatal - gatal pada keluarga (+) ayah pasien
tapi tidak diobati
III. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
BB : 66 kg
Tanda vital : Tekanan darah : 130/70 mmHg Nadi :72x/menit
Pernafasan : 23 x/menit Suhu :Afebris
Kepala : Normocephali, pertumbuhan rambut merata
Mulut : Carries (-), gigi berlubang (-), gigi tanggal (-), gigi palsu (-)
THT : Normotia, hidung simetris, tenggorokan baik
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran tiroid (-)
Jantung : BJ I – II regular, murmur (-), gallop (-)
Paru : Simetris, suara napas vesikuler, wheezing (-/-), rhonki (-/-)
Abdomen : Perut mendatar, sikatriks (-), supel, nyeri tekan (-), timpani, BU (+) normal.
Ekstremitas : Edema (-), sianosis (-), CRT < 2 detik.
IV. STATUS DERMATOLOGI
Distribusi : Generalisata
Lokasi : Perut, belakang, tangan dan kaki
Efluoresensi :
Primer : Plak eritematosa
Sekunder : Skuama halus berlapis berwarna putih
Ukuran : 0,5 – 3 cm
Bentuk : Sirkumskrip
Pembesaran KGB : tidak ada
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan
VI. PEMERIKSAAN ANJURAN
1. Pemeriksaan fenomena tetesan lilin dan auspitz
2. Pemeriksaan darah rutin, gula darah, kolesterol, dan asam urat.
VII. RESUME
Pasien datang ke poliklinik kulit kelamin RSUD Koja dengan keluhan badan gatal – gatal
sejak 2 bulan yang lalu, selain itu pasien juga mengeluhkan adanya kulit kering berwarna
merah dan bersisik putih. Keluhan kulit kering dan memerah hampir seluruh permukaan
tubuh. Sebagian ada yang mengelupas, sehingga tampak bersisik halus, di tangan, kaki, perut,
dan belangkang. Gatal dirasakan hilang timbul, gatal timbul bila pasien mengalami stress.
Pasien sudah pernah menderita penyakit yang sama sebelumnya dan sudah sembuh. 1 tahun
yang lalu pasien bekerja di pabrik produksi mebel dan timbul keluhan yang sama. 2 bulan
yang lalu pasien merasa tidak ada perubahan selama pengobatan sehingga pasien datang lagi
ke poli klinik kulit kelamin RSUD koja.
Status dermatologi :
Distribusi : Generalisata
Lokasi : Perut, belakang, tangan dan kaki
Efluoresensi :
Primer : Plak eritematosa
Sekunder : Skuama halus berlapis berwarna putih
Ukuran : 0,5 – 3 cm
Bentuk : Sirkumskrip
Pembesaran KGB : tidak ada
VIII. DIAGNOSIS KERJA
Psoriasis
IX. DIAGNOSIS BANDING
Parapsoriasis
X. PENATALAKSAAN
Sistemik :
Metilprednisolon 16 mg
Metotreksat 25 mg perminggu
Topikal :
Asam salisilat 2% lotion 2 – 3 kali perhari
XI. PROGNOSIS
Ad Vitam : bonam
Ad Fungsionam : bonam
Ad Sanationam : dubia ad malam
TINJAUN PUSTAKA
Definisi
Psoriasis adalah penyakit peradangan kulit kronik dengan dasar genetik yang kuat dengan
karakteristik perubahan pertumbuhan dan diferensiasi sel epidermis disertai manifestasi vaskuler,
juga diduga adanya pengaruh sistem saraf. Patogenesis psoriasi digambarkan dengan gangguan
biokimiawi, dan imunologik yang menerbitkan berbagai mediator perusak mekanisme fisologi
kulit dan mempengaruhi gambaran klinis.1 Umumnya lesi berupa plak eritematosa berskuama
berlapis berwarna putih keperakan dengan batas yang tegas. Letaknya dapat terlokalisir,
misalnya pada siku, lutut, atau kulit kepala atau menyerang hampir 100% luas tubuh.1
Epidemiologi
Psoriasis menyebar diseluruh dunia tetapi prevalensi usia psoriasi bervariasi disetiap
wilayhnya. Prevalensi anak – anak berkisar dari 0% di Taiwan sampai dengan 2,1% di Itali.
Sedangkan pada dewasa di Amerika Serikat 0,98% sampai dengan 8% ditemukan di Norwegia.2
Di Indonesia pencatatan pernah dilakukan oleh sepuluh Rumah Sakit besar dengan angka
prevalensi pada tahun 1996, 1997, dan 1998 berturut – turut 0,62%, 0,56%, dan 0,92%. Psoriasi
terus mengalami peningkatan jumlah kunjungan ke layanan kesehatan dibanyak daerah di
Indonesia. Resmi dialami oleh 17 – 55% kasus dengan beragam tenggangan waktu. Insiden
psoriasis pada laki- laki dan perempuan hampir sama, namun insiden lebih sering pada
perempuan dibandingkan laki-laki dan meningkat sesuai usia. Distribusi usia pasien psoriasis
menunjukkan peningkatan sesuai dengan kronisitas penyakit, namun terjadi penurunan setelah
usia 75 tahun seiring berkurangnya usia harapan hidup pada pasien psoriasis akibat hubungan
psoriasis dengan diabetes atau aterosklerosis.2
Kasus psoriasis makin sering dijumpai. Meskipun penyakit ini tidak menyebabkan
kematian, tetapi menyebabkan gangguan kosmetik, terlebih mengingat bahwa perjalanan
menahun dan residif. Insiden pada orang kulit putih lebih tinggi dari pada penduduk kulit
berwarna. Dieropa dilaporkan sebanyak 3-7%, diamerika serikat 1-2%, sedangkan di jepang
0,6%. Pada bangsa berkulit hitam misalnya diafrika, jarang dilaporkan demikian pula bangsa
indian di amerika.2
Etiopatogenesis
Psoriasis merupakan penyakit yang ditandai dengan terjadinya hiperplasia sel epidermis dan
inflamasi dermis. Karakteristik tambahan berdasarkan perubahan histopatologi yang ditemukan
pada plak psoriatik dan data laboratorium yang menjelaskan siklus sel dan waktu transit sel pada
epidermis. Epidermis pada plak psoriasis menebal dan hiperplastik, dan terdapat maturasi
inkomplit sel epidermal di atas area sel germinatif. Replikasi yang cepat dari sel germinatif
sangat mudah dikenali, dan terdapat pengurangan waktu untuk transit sel melalui sel epidermis
yang tebal. Abnormalitas pada vaskularisasi kutaneus ditandai dengan peningkatan jumlah
mediator inflamasi, yaitu limfosit, polimorfonuklear, leukosit, dan makrofag, terakumulasi di
antara dermis dan epidermis. Sel-sel tersebut dapat menginduksi perubahan pada struktur dermis
baik stadium insial maupun stadium lanjut penyakit.3
Terdapat beberapa faktor yang berperan sebagai etiologi psoriasis, diantaranya adalah sebagai
berikut:4
1. Faktor Genetik
Sekitar 1 dari 3 orang yang terkena psoriasis melaporkan riwayat penyakit
keluarga yang juga menderita psoriasis. Pada kembar monozigot resiko menderita
psoriasis adalah sebesar 70% bila salah seorang menderita psoriasis. Bila orangtua tidak
menderita psoriasis maka risiko mendapat psoriasis sebesar 12%, sedangkan bila salah
satu orang tua menderita psoriasis maka risiko terkena psoriasis meningkat menjadi 34-
39%. Berdasarkan awitan penyakit dikenal dua tipe yaitu:
Psoriasis tipe I dengan awitan dini dan bersifat familial
Psoriasis tipe II dengan awitan lambat dan bersifat nonfamilial
Hal lain yang menyokong adanya factor genetic adalah bahwa psoriasi berkaitan dengan
HLA. Psoriasis tipe I berhubungan dengan HLA-B13, B17, Bw57 dan Cw6. Psoriasis
tipe II berkaitan dengan HLA-B27 dan Cw2, sedangkan psoriasis pustulosa berkaitan
dengan HLA-B27.
2. Faktor Imunologik
Defek genetik pada psoriasis dapat diekspresikan pada salah satu dari ketiga jenis
sel yaitu limfosit T, sel penyaji antigen (dermal) atau keratinosit. Keratinosit psoriasis
membutuhkan stimuli untuk aktivasinya. Lesis psoriasis matang umumnya penuh dengan
sebukakan limfosit T di dermis yang terutama terdiri atas limfosit T CD4 dengan sedikit
sebukan limfositik dalam epidermis. Sedangkan pada lesi baru pada umumnya lebih
didominasis oleh sel limfosit T CD8. Pada lesi psoriasis terdapat sekitar 17 sitokin yang
produksinya bertambah. Sel Langerhans juga berperan dalam imunopatogenesis psoriasis.
Terjadinya proliferasi epidermis dimulai dengan adanya pergerakan antigen baik endogen
maupun eksogen oleh sel langerhans. Pada psoriasis pembentukan epidermis (turn over
time) lebih cepat, hanya 3-4 hari, sedangkan pada kulit normal lamanya 27 hari. Psoriasis
merupakan penyakit autoimun. Lebih 90% dapat mengalami remisi setelah diobati
dengan imunosupresif. Berbagai factor pencetus pada psoriasis yang disebutkan dalam
kepustakaan diantaranya adalah stress psikis, infeksi fokal, trauma (Fenomenan Kobner),
endokrin, gangguan metabolic, obat, alcohol dan merokok. Stress psikis merupakan
factor pencetus utama. Infeksi fokal mempunyai hubungan yang erat dengan salah satu
jenis psoriasis yaitu psoriasis gutata, sedangkan hubungannya dengan psoriasis vulgaris
tidak jelas. Pernah dilaporkan kesembuhan psoriasis gutata setelah dilakukan
tonsilektomi. Umumnya infeksi disebabkan oleh Streptococcus. Faktor endokrin
umumnya berpengaruh pada perjalan penyakit. Puncak insidens psoriasis terutama pada
masa pubertas dan menopause. Pada waktu kehamilan umumnya membaik sedangkan
pada masa postpartum umumnya memburuk. Gangguan metabolisme seperti dialysis dan
hipokalsemia dilaporkan menjadi salah satu factor pencetus. Obat yang umumnya dapat
menyebabkan residif ialah beta adrenergic blocking agents, litium, anti malaria dan
penghentian mendadak steroid sistemik.
Ada beberapa faktor predisposisi yang dapat menimbulkan penyakit ini, yaitu:4
1. Faktor herediter bersifat dominan otosomal dengan penetrasi tidak lengkap.
2. Faktor-faktor psikis, seperti stres dan gangguan emosis. Penelitian menyebutkan
bahwa 68% penderita psoriasis menyatakan stress, dan kegelisahan menyebabkan
penyakitnya lebih berat dan hebat.
3. Infeksi fokal. Infeksi menahun di daerah hidung dan telinga, tuberkulosis paru,
dermatomikosis, arthritis dan radang menahun ginjal.
4. Penyakit metabolik, seperti diabetes mellitus yang laten.
5. Gangguan pencernaan, seperti obstipasi.
Pemeriksaan Fisik
Kelainan kulit pada psoriasis terdiri atas bercak-bercak eritema yang meninggi (plak)
dengan skuama di atasnya. Bisa ditemukan eritema sirkumskrip dan merata, tetapi pada stadium
penyembuhannya sering eritema yang di tengah menghilang dan hanya terdapat di pingir.
Skuama berlapis-lapis, kasar dan berwarna putih seperti mika (mica-like scale), serta transparan.
Besar kelainan bervariasi dari milier, lentikular, numular, sampai plakat, dan berkonfluensi,
dengan gambaran yang beraneka ragam, dapat arsinar, sirsinar, polisiklis atau geografis. Tempat
predileksi pada ekstremitas bagian ekstensor terutama (siku, lutut, lumbosakral), daerah intertigo
(lipat paha, perineum, aksila), skalp, perbatasan skalp dengan muka, telapak kaki dan tangan,
tungkai atas dan bawah, umbilikus, serta kuku.5
Pada psoriasis terdapat fenomena tetesan lilin, Auspitz dan Kobner (isomorfik).
Fenomena tetesan lilin dan Auspitz merupakan gambaran khas pada lesi psoriasis dan merupakan
nilai diagnostik, kecuali pada psoriasis inverse (psoriasis pustular) dan digunakan untuk
membandingkan psoriasis dengan penyakit kulit yang mempunyai morfologi yang sama,
sedangkan Kobner tidak khas, karena didapati pula pada penyakit lain, misalnya liken planus,
liken nitidus, veruka plana juvenilis, pitiriasis rubra pilaris, dan penyakit Darier.5
Fenomena Kobner didapatkan insiden yang bervariasi antara 38-76 % pada pasien
psoriasis. Fenomena tetesan lilin ialah skuama yang berubah warnanya menjadi putih pada
goresan, seperti lilin yang digores disebabkan oleh berubahnya indeks bias. Cara menggores
dapat menggunakan pingir gelas alas.5 Pada fenomena Auspitz tampak serum atau darah
berbintik-bintik yang disebakan oleh papilomatosis. Cara megerjakannya : skuama yang
berlapis-lapis itu dikerok, bisa dengan pinggir gelas alas. Setelah skuamanya habis, maka
pengerokan harus dilakukan perlahan-lahan, jika terlalu dalam tidak akan tampak perdarahan
yang berbintik-bintik melainkan perdarahan yang merata.5
Fenomena Kobner dapat terjadi 7-14 hari setelah trauma pada kulit penderita psoriasis,
misalnya garukan dapat menyebabkan kelainan yang sama dengan kelainan psoriasis. Dua puluh
lima sampai lima puluh persen penderita psoriasis yang lama juga dapat menyebabkan kelainan
pada kuku, dimana perubahan yang dijumpai berupa pitting nail atau nail pit pada lempeng kuku
berupa lekukan-lekukan miliar. Perubahan pada kuku terdiri dari onikolosis (terlepasnya seluruh
atau sebagian kuku dari matriksnya), hiperkeratosis subungual (bagian distalnya terangkat karena
terdapat lapisan tanduk di bawahnya), oil spots subungual, dan koilonikia ( spooning of nail
plate). Disamping menimbulkan kelainan pada kulit dan kuku, penyakit ini dapat pula
menyebabkan kelainan pada sendi, tetapi jarang terjadi. Antara 10-30 % pasien psoriasis
berhubungan dengan atritis disebut Psoriasis Artritis yang menyebabkan radang pada sendi.
Umumnya bersifat poliartikular, tempat predileksinya pada sendi interfalangs distal, terbanyak
terdapat pada usia 30-50 tahun. Sendi membesar, kemudian terjadi ankilosis dan lesi kistik
subkorteks.5
Gambaran Klinis
Keluhan utama pasien psoriasis adalah lesi yang terlihat, rendahnya kepercayaan diri,
gatal dan nyeri terutama jika mengenai telapak tangan, telapak kaki dan daerah intertriginosa.
Selain itu psoriasis dapat mengganggu aktivitas sehari-hari bukan hanya oleh karena keterlibatan
kulit, tetapi juga menimbulkan arthritis psoriasis. Gambaran klinis psoriasis adalah plak
eritematosa sirkumskrip dengan skuama putih keperakan diatasnya dan tanda Auspitz. Warna
plak dapat bervariasi dari kemerahan dengan skuama minimal, plak putih dengan skuama tebal
hingga putih keabuan tergantung pada ketebalan skuama. Pada umumnya lesi psoriasis adalah
simetris. Beberapa pola dan lokasi Psoriasis antara lain:6
Bentuk Klinis
Pada psoriasis terdapat berbagai bentuk klinis, yaitu:6
1. Psoriasis Vulgaris
Hampir 80 % penderita psoriasis adalah tipe Psoriasis Plak yang secara ilmiah
disebut juga Psoriasis Vulgaris. Dinamakan pula tipe plak karena lesi-lesinya umumnya
berbentuk plak. Tempat predileksinya seperti yang telah diterangkan di atas.
Gambaran. Psoriasis Plak (Vulgaris)
2. Psoriasis Gutata
Diameter kelainan biasanya tidak melebihi 1 cm. Timbulnya mendadak dan
diseminata, umumnya setelah infeksi Streptococcus di saluran napas bagian atas atau
sehabis influenza atau morbili, terutama pada anak dan dewasa muda. Selain itu, juga
dapat timbul setelah infeksi yang lain, baik bakterial maupun viral, pada stres, luka pada
kulit, penggunaan obat tertentu (antimalaria dan beta bloker)
Gambaran. Psoriasis Gutata
3. Psoriasis Inversa (Psoriasis Fleksural)
Psoriasis tersebut mempunyai tempat predileksi pada darerah fleksor sesuai dengan
namanya, misalnya pada daerah aksilla, pangkal paha, di bawah payudara, lipatan-lipatan
kulit di seklitas kemalua dan panggul.
Gambaran. Psoriasis Inversa (Psoriasis Fleksural)
4. Psoriasis Pustulosa
Ada dua pendapat mengenai psoriasis pustulosa, pertama dianggap sebagai
penyakit tersendiri, kedua dianggap sebagai varian psoriasis. Terdapat dua bentuk
psoriasis pustulosa, bentuk lokalisata dan generalisata. Bentuk lokalisata contohnya
psoriasis pustulosa palm-plantar (Barber) yang menyerang telapak tangan dan kaki serta
ujung jari. Sedangkan bentuk generalisata, contohnya psoriasis pustulosa generalisata
akut (von Zumbusch) jika pustula timbul pada lesi psoriasis dan juga kulit di luar lesi,
dan disertai gejala sistemik berupa panas / rasa terbakar.
Gambaran. Psoriasisi Pustula
5. Psoriasis Eritroderma
Psoriasis Eritroderma dapat disebabkan oleh pengobatan topikal terlalu kuat atau
oleh penyakitnya sendiri yang meluas. Bentuk ini dapat juga ditimbulkan oleh infeksi,
hipokalsemia, obat antimalaria, tar dan penghentian kortikosterid, baik topikal maupun
sistemik. Biasanya lesi yang khas untuk psoriasis tidak tampak lagi karena terdapat
eritema dan skuama tebal universal. Ada kalanya lesi psoriasis masih tampak samar-
samar, yakni lebih eritematosa dan kulitnya lebih meninggi.
Gambaran. Psoriasis Eritroderma
DIAGNOSIS
Diagnosis Psoriasis dilakukan melalui:
1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Dari autoanamnesis pasien Psoriasis Vulgaris mengeluh adanya bercak kemerahan
yang menonjol pada kulit dengan pinggiran merah, tertutup dengan sisik keperakan,
dengan ukuran yang bervariasi, makin melebar, bisa pecah dan menimbulkan nyeri,
jarang menyebabkan gatal. Kelainan kulit pada psoriasis terdiri atas bercak-bercak
eritema yang meninggi (plak) dengan skuama di atasnya. Bisa ditemukan eritema
sirkumskrip dan merata, tetapi pada stadium penyembuhannya sering eritema yang di
tengah menghilang dan hanya terdapat di pingir.7
Skuama berlapis-lapis, kasar dan berwarna putih seperti mika (mica-like scale), serta
transparan. Besar kelainan bervariasi dari milier, lentikular, numular, sampai plakat, dan
berkonfluensi, dengan gambaran yang beraneka ragam, dapat arsinar, sirsinar, polisiklis
atau geografis.
Tempat predileksi pada ekstremitas bagian ekstensor terutama (siku, lutut,
lumbosakral), daerah intertigo (lipat paha, perineum, aksila), skalp, perbatasan skalp
dengan muka, telapak kaki dan tangan, tungkai atas dan bawah, umbilikus, serta kuku.
Pada psoriasis terdapat fenomena tetesan lilin, Auspitz dan Kobner (isomorfik).
Fenomena tetesan lilin dan Auspitz merupakan gambaran khas pada lesi psoriasis dan
merupakan nilai diagnostik, kecuali pada psoriasis inverse (psoriasis pustular) dan
digunakan untuk membandingkan psoriasis dengan penyakit kulit yang mempunyai
morfologi yang sama, sedangkan Kobner tidak khas, karena didapati pula pada penyakit
lain, misalnya liken planus, liken nitidus, veruka plana juvenilis, pitiriasis rubra pilaris,
dan penyakit Darier. Fenomena Kobner didapatkan insiden yang bervariasi antara 38-76
% pada pasien psoriasis.7
Fenomena tetesan lilin ialah skuama yang berubah warnanya menjadi putih pada
goresan, seperti lilin yang digores disebabkan oleh berubahnya indeks bias. Cara
menggores dapat menggunakan pingir gelas alas.
Pada fenomena Auspitz tampak serum atau darah berbintik-bintik yang disebakan
oleh papilomatosis. Cara megerjakannya : skuama yang berlapis-lapis itu dikerok, bisa
dengan pinggir gelas alas. Setelah skuamanya habis, maka pengerokan harus dilakukan
perlahan-lahan, jika terlalu dalam tidak akan tampak perdarahan yang berbintik-bintik
melainkan perdarahan yang merata.7
Fenomena Kobner dapat terjadi 7-14 hari setelah trauma pada kulit penderita
psoriasis, misalnya garukan dapat menyebabkan kelainan yang sama dengan kelainan
psoriasis.
2. Gambaran Histopatologi
Psoriasis memberikan gambaran histopatologi, yaitu perpanjangan (akantosis)
reteridges dengan bentuk clubike, perpanjangan papila dermis, lapisan sel granuler
menghilang, parakeratosis, mikro abses munro (kumpulan netrofil leukosit
polimorfonuklear yang menyerupai pustul spongiform kecil) dalam stratum korneum,
penebalan suprapapiler epidermis (menyebabkan tanda Auspitz), dilatasi kapiler papila
dermis dan pembuluh darah berkelok-kelok, infiltrat inflamasi limfohistiositik ringan
sampai sedang dalam papila dermis atas.7
3. Laboratorium
Tidak ada kelainan laboratorium yang spesifik pada penderita psoriasis tanpa
terkecuali pada psoriasis pustular general serta eritroderma psoriasis dan pada plak serta
psoriasis gutata. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan bertujuan menganalisis
penyebab psoriasis, seperti pemeriksaan darah rutin, kimia darah, gula darah, kolesterol,
dan asam urat.7
Bila penyakit tersebar luas, pada 50 % pasien dijumpai peningkatan asam urat,
dimana hal ini berhubungan dengan luasnya lesi dan aktifnya penyakit. Hal ini
meningkatkan resiko terjadinya Artritis Gout. Laju endapan eritrosit dapat meningkat
terutama terjadi pada fase aktif. Dapat juga ditemukan peningkatan metabolit asam
nukleat pada ekskresi urin.
Pada psoriasis berat, psoriasis pustular general dan eritroderma keseimbangan
nitrogen terganggu terutama penurunan serum albumin. Protein C reaktif, makroglobulin,
level IgA serum dan kompleks imun IgA meningkat, dimana sampai saat ini peranan pada
psoriasis tidak diketahui.7
Diagnosis Banding
Parapsoriasis
Penyakit ini pertama kali dilukiskan oleh Brock pada tahun 1902 dengan ciri sebagai berikut;
jarang erdapat, etiologinya belum diketahui, keadaan umum penderita baik, umumnya tidak
disertai keluhan (kadang-kadang gatal ringan), perjalanannya perlahan-lahan dan menahun,
kelainan kulit berupa eritema dan skuama dan terapinya sukar. Kemudian ternyata bahwa
psoriasis tidak selalu menahun tetapi ada bentuk akut yang diuraikan. Parapsoriasis merupakan
penyakit kulit yang belum diketahui penyebabnya, pada umumnya tanpa keluhan, kelainan kulit
terutama terdiri atas eritema dan skuama, berkembangnya biasanya perlahan-lahan. Perjalanan
umumnya kronik.1,2
Epidemiologi
Diagnosis parapsoriasis masih kontroversial. Dieropa lebih banyak dibuat diagnosis parapsoriasis
dari pada di amerika serikat.
Klasifikasi
Dalam kepustakaan terdapat bermacam-macam klasifikasi dan tidak terdapat persesuaian tentang
nomenklatur. Pada umumnya parapsoriasis dibagi menjadi tiga bagian yakni parapsoriasis gutata,
parapsoriasis variegata dan parapsoriasis en plaques.
Gejala Klinis :7
- Parapsoriasis Gutata
Bentuk ini terdapat pada dewasa muda terutama pada laki-laki dan relatif sering
ditemukan. Ruam terdiri atas dari papul miliar serta lentikular, eritema dan
skuama dan hemoragic, kadang-kadang berkonfluensi dan umumnya simetrik.
Penyakit ini sembuh spontan tanpa meninggalkan sikatriks. Tempat predileksi
pada badan, lengan atas dan paha tidak terdapat kulit muka dan tangan. Bentuk ini
biasanya kronik, tetapi dapat akut dan disebut parapsoriasis gutata akuta (penyakit
mucha-Habermann). Gambaran klinisnya mirip varisela, kecuali ruam yang
disebutkan dapat ditemukan vesikel, papulonekrotik da krusta. Jika sembuh
meninggalkan sikatriks seperti variola, karena itu dinamakan pula parapsoriasis
varioliformis akua atau pitiriasis likenoides et varioliformis akuta(PLEVA) atau
ptiriasis likenoides et varilioformis.
- Parapsoriasis variegata
Kelainan ini terdapat bada badan, bahu dan tungkai. Terbentuknya seperti kulit
zebra terdiri atas skuama bergaris-garis.
- Parapsoriasis en plaque
Indek penyakit ini pada kulit berwarna rendah. Umumnya mulai pada usia
pertengahan dapat terus menerus atau mengalami remisi, lebih sering pada pria
dari pada wanita. Tempat predileksi pada badan dan ektremitas. Kelainan kulit
berupa bercak eritematosa, permukaanya datar, bulat atau lonjong, berdiameter
2,5 cm dengan sedik skuama, berwarna merah jambu, coklat atau agak kuning.
Bentuk ini sering berkembang jadi mikosis fungoides.
Histopatologi
Pada parapsoriasis gutata terdapat sedikit infiltrat limfohistiositik disekitar pembuluh darah
superfisial, hiperplasia epidermal yang ringan, dan sedikit spongiosis setempat.Pada
parapsoriasis variegata epidermis tampak menipis disertai parakeratosis setempat-setempat.Pada
dermis terdapat infiltrat menyerupai pita terutama terdiri atas limfosit.
Prognosis
Seperti telah dikatakan penyakit ini kronis dan residif, tidak ada obat pilihan dan sebagian
menjadi mikosis fungoides.1
Pemeriksaan Penunjang
Biopsi kulit mungkin dapat menegakan diagnosis dengan ditemukn adanya akantosis selain itu
biosi sel ini juga bisa membantu dalam kasus yang lebih sulit. Penemuan histopatologi dari
psoriasis gutata sudah dijelaskan. Pemeriksaan laboratorium pada psorisis tidak spesifik tetapi
teerdapat beberapa hal yang ditemukan pada psoriasis vulgaris, psoriasis pustular generalisasi
dan eritoderma yaitu negative nitrogen balance ditandai dengan penurunan serum albumin. Asam
urat juga ditemukan pada 50 persen pasien dain ini berhubungan dengan aktivitas dari penyakit
dan ini juga bisa menyebabkan artitis gout. Pertanda dari inflamasi juga meningkat seperti C-
reactive protein, alfa2 makroglobulin dan LED.7
Gambaran Histopatologis
Psoriasis Menurut Gudjonsson dan Elde beberapa perubahan patologis pada psoriasis yang dapat
terjadi pada epidermis maupun dermis adalah sebagai berikut: 3,4
1. Hiperkeratosis adalah penebalan lapisan korneum.
2. Parakeratosis adalah terdapatnya inti stratum korneum sampai hilangnya stratum granulosum.
3. Akanthosis adalah penebalan lapisan stratum spinosum dengan elongasi rete ridge epidermis.
4. Granulosit neutrofilik bermigrasi melewati epidermis membentuk mikro abses munro di
bawah stratum korneum.
5. Peningkatan mitosis pada stratum basalis.
6. Edema pada dermis disertai infiltrasi sel-sel polimorfonuklear, limfosit, monosit dan neutrofil.
7. Pemanjangan dan pembesaran papila dermis.
Faktor Pencetus
Faktor lingkungan jelas berpengaruh pada pasien dengan predisposisi genetik. Beberapa
pencetus kimiawi, mekanik dan termal akan memicu psoriasis melalui mekanisme koebner
misalnya garukan, abreasi superficial, reaksi fototoksik atau pembedahan. Keteganggan
emosional dapat menjadi pencetus yang mungkin diperantarai mekanisme neuroimunologis.
Penelitian sekarang menunjukan bahwa superantigen streptococcus dapat memicu ekspresi
antigen limfosit kulit yang berperan dalam migrasi sel limfosit T bermigrasi ke kulit.
Kegemukan, obesitas, diabetes melitus maupun sindrom metabolik dapat memperparah kondisi
psoriasis.2
Derajat Keparahan Psoriasis
Banyak cara yang digunakan untuk mengukur tingkat keparahan psoriasis, namun yang sering
digunakan adalah metode Fredriksson T, Pettersson U (1987) yang telah banyak dimodifikasi
oleh peneliti lain. Psoriasis Area and Severity Index (PASI) adalah metode yang digunakan
untuk mengukur intensitas kuantitatif penderita berdasarkan gambaran klinis dan luas area yang
terkena, cara ini digunakan untuk mengevaluasi perbaikan klinis setelah pengobatan. PASI
merupakan baku emas pengukuran tingkat keparahan psoriasis. Beberapa elemen yang diukur
oleh PASI adalah eritema, skuama dan ketebalan lesi dari setiap lokasi di permukaan tubuh
seperti kepala, badan, lengan dan tungkai.4
Bagian permukaan tubuh dibagi menjadi 4 bagian antara lain: kepala (10%), abdomen, dada dan
punggung (20%), lengan (30%) dan tungkai termasuk bokong (40%). Luasnya area yang tampak
pada masing-masing 12 area tersebut diberi skor 0 sampai dengan 6, seperti terlihat dalam tabel
dibawah ini: Karakteritis klinis yang dinilai adalah; eritema (E), skuama (S), dan ketebalan
lesi/indurasi (T). Karakteristik klinis tersebut diberi skor sebagai berikut; tidak ada lesi =0,
ringan=1, sedang=2, berat=3 dan sangat berat=4. Nilai derajat keparahan diatas dikalikan dengan
weighting factor sesuai dengan area permukaan tubuh; kepala = 0,1, tangan/lengan = 0,2, badan
= 0,3, tungkai/kaki = 0,4. Total nilai PASI diperoleh dengan cara menjumlahkan keempat nilai
yang diperoleh dari keempat bagian tubuh. Total nilai PASI kurang dari 10 dikatakan sebagai
psoriasis ringan, nilai PASI antara 10-30 dikatakan sebagai psoriasis sedang, dan nilai PASI
lebih dari 30 dikatakan sebagai psoriasis berat.4
Penatalaksanaan
Keratolitik
Asam salisilat merupakan salah satu senyawa keratolitik yang paling sering digunakan. Senyawa
tersebut menyebabkan kerusakan pada kohesi antar korneosit-korneosit yang berada pada lapisan
kulit pasien psoriasis yang keras dan abnormal. Efek keratolitik tersebut meningkatkan penetrasi
dan efikasi beberapa zat topikal lain, seperti kortikosteroid. Obat ini tersedia dalam bentuk 2%
hingga 10% gel atau losio dan digunakan 2-3 kali perhari. Asam salisilat menghasilkan iritasi
lokal. Penggunaan pada area yang luas dan inflamasi dapat menginduksi reaksi salisilism yang
ditandai oleh gejala nausea, muntah, tinitus atau hiperventilasi. Keratolitik – Agen keratolitik
biasanya digunakan untuk menghilangkan pengelupasan, menghaluskan kulit, dan mengurangi
hiperkeratosis. Mekanisme kerja asam salisilat, sebagai salah satu keratolitik yang biasa
digunakan, ialah mengganggu kohesi antara korneosit-korneosit pada lapisan kulit abnormal dan
pasien psoriasis. Secara khusus, asam salisilat bermanfaat pada area dimana terdapat sisik yang
tebal.8
Kortikosteroid topikal
Kortikosteroid topikal dipakai untuk mengobati radang kulit yang bukan disebabkan oleh infeksi,
khususnya penyakit eksim, dermatitis kontak, gigitan serangga, dan eksim skabies bersama-sama
dengan obat skabies. Kortikosteroid menekan berbagai komponen reaksi pada saat digunakan
saja; kortikosteroid sama sekali tidak menyembuhkan dan bila pengobatan dihentikan, kondisi
semula mungkin muncul kembali.5 Obat-obat ini diindikasikan untuk menghilangkan gejala dan
penekanan tanda-tanda penyakit bila cara lain seperti pemberian emolien tidak efektif.
Pemakaian kortikosteroid topikal yang kuat pada psoriasis yang luas dapat menimbulkan efek
samping sistemik dan lokal. Cukup meresepkan kortikosteroid yang lebih lemah untuk jangka
singkat (2-4 minggu) untuk psoriasis fleksural dan wajah (catatan: pada wajah jangan digunakan
yang lebih kuat dari hidrokortison 1%). Pada kasus psoriasis kulit kepala boleh menggunakan
kortikosteroid yang lebih kuat, seperti betametason atau fluosinonid.9
Analog vitamin D
Vitamin D dan analognya menginhibisi diferensiasi dan proliferasi keratinosit serta memiliki
efek antiinflamasi dengan mengurangi IL-8 dan IL-2. Penggunaan vitamin D itu sendiri dibatasi
sebab adanya kecenderungan untuk menyebabkan hiperkalsemia. Kalsipotrien (Dovonex)
merupakan analog vitamin D sintetik yang digunakan untuk plak psoriasis yang ringan hingga
sedang. Perbaikan biasanya nampak dalam 2 minggu setelah terapi dan kurang lebih 70% pasien
menunjukkan perbaikan yang signifikan setelah 8 minggu.Efek samping terjadi pada kurang
lebih 10% pasien dan meliputi lesi dan sensasi terbakar serta pedih di sekeliling lesi.Kalsipotrien
0,005% baik dalam krim, salep atau larutan digunakan 1-2 kali sehari, tetapi tidak lebih dari 100
gram/minggu.9
Tazaroten
Tazaroten (Tazorac) ialah retinoid sintetik yang dihidrolisis menjadi metabolit aktif, yakni asam
tazarotenat, yang kemudian memodulasi proliferasi dan diferensiasi keratinosit. Tersedia sebagai
gel dan krim 0,05% atau 0,1% dan digunakan sekali sehari (biasanya di sore hari) untuk plak
psoriasis yang ringan hingga sedang. Gel 0,1% sedikit lebih efektif, tetapi gel 0,05% lebih sedikit
menyebabkan iritasi. Efek samping yang terjadi bergantung pada dosis dan frekuensi; meliputi
pruritis, rasa terbakar, pedihm dan eritema dengan tingkat keparahan yang ringan hingga
sedang.Penggunaan gel pada kulit yang eksim atau lebih dari 20% area permukaan tubuh tidak
direkomendasikan sebab dapat memicu absorpsi sistemik secara ekstensif. Tazaroten sering
digunakan bersamaan dengan kortikosteroid topikal untuk menurunkan efek samping lokal serta
meningkatkan efikasi.9
Sistemik
Kortikosteroid
Kortikosteroid dapat mengontrol psoriasis, dan diindikasikan pada Psoriasis Eritroderma,
Psoriasis Artritis, dan Psoriasis Pustulosa Tipe Zumbusch. Dimulai dengan prednison dosis
rendah 30-60 mg (1-2 mg/kgBB/hari), atau steroid lain dengan dosis ekivalen. Setelah membaik,
dosis diturunkan perlahan-lahan, kemudian diberi dosis pemeliharaan. Penghentian obat secara
mendadak akan menyebabkan kekambuhan dan dapat terjadi Psoriasis Pustulosa Generalisata.10
Sitostatik
Obat sitostatik yang biasa digunakan ialah metotreksat (MTX). Indikasinya ialah untuk
psoriasis, Psoriasis Pustulosa, Psoriasis Artritis dengan lesi kulit, dan Psoriasis Eritroderma yang
sukar terkontrol dengan obat. Dosis 2,5-5 mg/hari selama 14 hari dengan istirahat yang cukup.
Dapat dicoba dengan dosis tunggal 25 mg/minggu dan 50 mg tiap minggu berikutnya. Dapat
pula diberikan intramuskular 25 mg/minggu, dan 50 mg pada tiap minggu berikutnya.
Kerja metotreksat adalah menghambat sintesis DNA dengan cara menghambat
dihidrofolat reduktase dan dengan demikian menghasilkan kerja antimitotik pada epidermis.
Penyelidikan in vitro akhir-akhir ini, metotreksat 10-100 kali lebih efektif dalam menghambat
proliferasi sel-sel limfoid.
Kontraindikasinya ialah kelainan hepar, ginjal, sistem hematopoietik, kehamilan,
penyakit infeksi aktif (misalnya tuberkulosis), ulkus peptikum, kolitis ulserosa, dan psikosis.
Efek samping metotreksat berupa nyeri kepala, alopesia, kerusakan kromosom, aktivasi
tuberkulosis, nefrotoksik, juga terhadap saluran cerna, sumsum tulang belakang, hepar, dan lien.
Pada saluran cerna berupa nausea, nyeri lambung, stomatitis ulserosa, dan diare. Jika hebat dapat
terjadi enteritis hemoragik dan perforasi intestinal. Sumsum tulang berakibat timbulnya
leukopenia, trombositopenia, kadang-kadang anemia. Pada hepar dapat terjadi fibrosis portal dan
sirosis hepatik.10
DDS
DDS (diaminodifenilsulfon) dipakai sebagai pengobatan Psoriasis Pustulosa tipe Barber
dengan dosis 2×100 mg/hari.1,2 Efek sampingnya ialah anemia hemolitik, methemoglobinemia,
dan agranulositosis.10
Etretinat (tegison, tigason)
Etretinat merupakan retinoid aromatik, derivat vitamin A digunakan bagi psoriasis yang
sukar disembuhkan dengan obat-obat lain mengingat efek sampingnya. Etretinat efektif untuk
Psoriasis Pustular dan dapat pula digunakan untuk psoriasis eritroderma. Kerja retinoid yaitu
mengatur pertumbuhan dan diferensiasi terminal keratinosit yang pada akhirnya dapat
menetralkan stadium hiperproliferasi.
Pada psoriasis obat tersebut mengurangi proliferasi sel epidermal pada lesi psoriasis dan
kulit normal. Retinoid juga memberikan efek anti inflamasi seperti menghambat netrofil.
Dosisnya bervariasi : pada bulan pertama diberikan 1mg/kgbb/hari, jika belum terjadi perbaikan
dosis dapat dinaikkan menjadi 1½ mg/kgbb/hari.
Efek sampingnya berupa kulit menipis dan kering, selaput lendir pada mulut, mata, dan
hidung kering, kerontokan rambut, cheilitis, pruritus, nyeri tulang dan persendian, peninggian
lipid darah, gangguan fungsi hepar (peningkatan enzim hati), hiperostosis, dan teratogenik.
Kehamilan hendaknya tidak terjadi sebelum 2 tahun setelah obat dihentikan.10
Asitretin (neotigason)
Merupakan metabolit aktif etretinat yang utama. Asitretin sebagai monoterapi sangat
efektif untuk Psoriasis Eritroderma dan Pustular. Efek sampingnya dan manfaatnya serupa
dengan etretinat. Kelebihannya, waktu paruh eliminasinya hanya 2-4 hari, dibandingkan dengan
etretinat yang lebih dari 100-120 hari. Dosisnya 0,5 mg/kgbb/hari. Obat ini lebih menjanjikan
untuk penderita anak-anak dan wanita usia produktif.10
Siklosporin A
Digunakan bila tidak berespon dengan pengobatan konvensional. Efeknya ialah
imunosupresif. Dosisnya 1-4 mg/kgbb/hari.6 Bersifat nefrotoksik dan hepatotoksik,
gastrointestinal, flu like symptoms, hipertrikosis, hipertrofi gingiva, serta hipertensi. Hasil
pengobatan untuk psoriasis baik, hanya setelah obat dihentikan dapat terjadi kekambuhan.9,10
Fototerapi
Sinar ultraviolet mempunyai efek menghambat mitosis, sehingga dapat digunakan untuk
pengobatan psoriasis. Cara yang terbaik adalah dengan penyinaran secara alamiah, tetapi sayang
tidak dapt diukur dan jika berlebihan maka akan memperparah psoriasis. Karena itu, digunakan
sinar ulraviolet artfisial, diantaranya sinar A yang dikenal sebagai UVA. Sinar tersebut dapat
digunakan secara tersendiri atau berkombinasi dengan psoralen (8-metoksipsoralen, metoksalen)
dan disebut PUVA, atau bersama-sama dengan preparat ter yang dikenal sebagai pengobatan
cara Goeckerman. PUVA efektif pada 85 % kasus, ketika psoriasis tidak berespon terhadap
terapi yang lain. Karena psoralen bersifat fotoaktif, maka degan UVA akan terjadi efek sinergik.
Diberikan 0,6 mg/kgbb secara oral 2 jam sebelum penyinaran ultraviolet. Dilakukan 2x
seminggu, kesembuhan terjadi 2-4 kali pengobatan. Selanjutnya dilakukan pengobatan rumatan
(maintenance) tiap 2 bulan. Efek samping overdosis dari fototerapi berupa mual, muntah, pusing
dan sakit kepala. Adapun kanker kulit (karsinoma sel skuamos) yang dianggap sebagai resiko
PUVA masih controversial.9,10
Prognosis
Psoriasis tidak menyebabkan kematian tetapi menggangu kosmetik karena perjalanan
penyakitnya bersifat kronis dan residif.Psoriasis gutata akut timbul cepat.Terkadang tipe ini
menghilang secara spontan dalam beberapa minggu tanpa terapi.Seringkali, psoriasis tipe ini
berkembang menjadi psoriasis plak kronis.Penyakit ini bersifat stabil, dan dapat remisi setelah
beberapa bulan atau tahun, dan dapat saja rekurens sewaktu-waktu seumur hidup.Pada psoriasis
tipe pustular, dapat bertahan beberapa tahun dan ditandai dengan remisi dan eksaserbasi yang
tidak dapat dijelaskan.Psoriasis vulgaris juga dapat berkembang menjadi psoriasis tipe ini. Pasien
denan psoriasis pustulosa generalisata sering dibawa ke dalam ruang gawat darurat dan harus
dianggap sebagai bakteremia sebelum terbukti kultur darah menunjukkan negatif. Relaps dan
remisi dapat terjadi dalam periode bertahun-tahun.
Daftar Pustaka
1. Wasitaatmadja SM, Djuandi A, Natahusada EC. Ilmu Penyakit kulit Kelamin. Jakarta:
Badan Penerbit FKUI. 2013.h.7.189-203.384.
2. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga, 2007.h.11-6.
3. Houghton RA, Gray D. Gejala dan tanda dalam kedokteran klinis. Kulit,kuku dan
rambut. Jakarta: PT Indeks. 2012.h.362-75.
4. Krueger JG,Bowcock A.Psoriasis Patophysiology:current concept of pathogenesis.Ann
Rheum Dis 2005;64(suppl II):ii30-36.
5. Gudjonsson JE, Elder JT. Fitzpatrick. Dermatology in general medicine. Psoriasis.
Newyork: Mc graw hill.2008.h.180.
6. Geng A, McBean J, Zeikus P.S, et al. Psoriasis. Dalam Kelly A.P, Taylor S.C, Editors.
Dermatology for skin of color. New York:Mc Graw Hill;2009.h.139-146.
7. Wolff K., Johnson R.A. Psoriasis. Dalam Wolff K., Johnson R.A.Fitzpatrick’s color atlas
and synopsis of clinical dermatology. Edisi keenam. New York:Mc Graw Hill;2009.h.53-
71.
8. Klaus W.,Lowell A.Dermatology in general medicine.Edisi 7.New York:Mc Graw
Hill;2008.h.169-93.
9. R.Morris.ABC of Dermatology.Edisi 6.London,UK.BMJ Books;2014.h11-25.
10. Sukandar, Elin Yulinah. Iso Farmakoterapi. Jakarta: ISFI Penerbit.2008.h.132-9.