Case Gct Dini
Transcript of Case Gct Dini
BAB I
LAPORAN KASUS
I. IDENTIFIKASI
Nama : Nn. P
Umur : 15 tahun
Alamat : Kel. Tanah Priuk Linggau Selatan 2
Agama : Islam
Suku bangsa : Indonesia
Tanggal masuk : 11 Januari 2011
No. Rekam Medis : 460207
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : benjolan pada bahu kiri
Riwayat Perjalanan Penyakit :
± 3 bulan SMRS, penderita mengeluh timbul benjolan di bahu kiri.
Nyeri (+) hilang timbul yang menjalar ke leher atas. Tangan kiri sulit
digerakkan (+). Demam (-). Nafsu makan baik. Penurunan berat badan (-).
± 1 bulan SMRS, penderita berobat ke dokter umum, dan disuntik
namun bahu penderita tidak mengalami perbaikan.
± 1 hari SMRS, penderita berobat ke RS umum di Linggau, dan
penderita dikatakan menderita tumor dan dirujuk ke RSMH Palembang.
Riwayat Penyakit Dahulu : - . R/ trauma (+) ± 1 tahun yang lalu.
Riwayat Penyakit dalam Keluarga : -
III. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis :
Keadaan umum : baik
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 80x/menit
Pernapasan : 20x/menit
1
Suhu : 36.60C
Pupil : isokor, refleks cahaya (+/+)
Mata : eksophthalmus (-)
Kepala : konjuctiva pucat -/-
Kulit : tidak ada kelainan
KGB : tidak ada pembesaran
Leher : tidak ada kelainan
Paru-paru : tidak ada kelainan
Jantung : tidak ada kelainan
Abdomen : tidak ada kelainan
Genitalia Eksterna : tidak ada kelainan
Ekstremitas Superior : lihat Status Lokalis
Ekstremitas Inferior : tidak ada kelainan
Status Lokalis :
Regio brachii sinistra:
Look : Tampak benjolan
Feel : Teraba massa soliter ukuran 12x12 cm, permukaan rata,
konsistensi kenyal, terfiksir, nyeri tekan (-), warna kulit sama
dengan kulit sekitar
Move : ROM aktif pasif terbatas
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Laboratorium (24 Januari 2011) :
Darah rutin : Hb : 10.5 gr/dl Eritrosit : 4.660.000 Hematokrit : 32 vol % Leukosit : 13.200 LED : 117 Trombosit : 415.000 Hitung jenis : 0/1/3/60/29/7
Kimia klinik : BSS : 117 gr/dl Ureum/Creatinin : 16/0.9 mg/dl Protein total : 8.0 gr/dl Albumin/Globulin : 3.9/4.1 gr/dl SGOT/SGPT : 54/16 U/I Na/K : 130/3.9 mmol/l
- Radiologi (28 Januari 2011) : lesi litik dan reaksi periosteal pada
proksimal humerus sinistra
2
- Biopsi : FNAB (30 Desember 2010)
Mikroskopis : sediaan sitologi FNAC dari regio shoulder joint sinistra
dengan populasi yang cukup terdiri dari giant cell dengan populasi yang
banyak tersebar dengan sitoplasma tidak berbatas tegas, inti >50,
diantaranya tampak sel-sel yang tersebar satu-satu dengan inti yang sama
dengan inti giant cell.
Kesan : giant cell tumor pada shoulder joint sinistra
V. DIAGNOSIS BANDING
1. Giant cell tumor regio brachii sinistra
2. Brown tumor of hyperparathyroidism regio brachii sinistra
3. Kondroblastoma regio brachii sinistra
VI. DIAGNOSIS KERJA
Giant cell tumor regio brachii sinistra
VII. PENATALAKSANAAN
- Terapi konservatif : Analgetik
- Terapi operatif : reseksi, bone cement
VIII.PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFINISI
Tumor tulang merupakan kelainan pada sistem muskuloskeletal yang
bersifat neoplastik. Tumor dapat bersifat jinak dan ganas. Tumor ganas
tulang dapat bersifat primer yang berasal dari unsur-unsur tulang itu sendiri
atau sekunder dari metastasis (infiltrasi) tumor-tumor ganas organ lain ke
dalam tulang.
Osteoklastoma (giant cell tumor = tumor sel raksasa) merupakan
tumor tulang yang mempunyai sifat dan kecenderungan untuk berubah
menjadi ganas dan agresif.
II. ANATOMI
Ujung atas humerus mempunyai caput yang membentuk sekitar
duapertiga kepala sendi dan bersendi dengan cavitas glenoidalis scapula.
Tepat dibawah caput humeri terdapat collum anatomicum. Dibawah collum
terdapat sulcus bicipitalis. Pada pertemuan ujung atas humerus dan corpus
humeri terdapat penyempitan collum chirurgicum. Sekitar pertengahan
permukaan lateral corpus humeri terdapat peninggian kasar yang dinamakan
tuberositas deltoidea. Dibelakang dan bawah tuberositas terdapat sulcus
spiralis yang ditempati n. radialis.
Ujung bawah humerus mempunyai epicondylus medialis dan lateralis
untuk perlekatan otot dan ligamentum: capitulum humeri yang bulat
bersendi dengan caput radii: dan trochlear yang berbentuk katrol bersendi
dengan incisura trochlearis ulnae. Diatas capitulum terdapat fossa radii yang
menerima caput radii waktu siku fleksio. Diatas trochlear, dianterior terdapat
fossa coronoidea yang selama pergerakan yang sama menerima processus
coronoideus ulna. Diatas trochlear, di posterior terdapat fossa olecranii, yang
menerima olecranon tulang ulna sewaktu art.cubiti dalam keadaan ekstensio.
4
III. KLASIFIKASI TUMOR TULANG
Tumor tulang diklasifikasikan berdasarkan kriteria histologik tumor tulang
(WHO Tahun 1972)
ASAL SEL JINAK GANAS
Osteogenik
Osteoblastoma
Osteoma
Osteoid osteoma
Osteoblastoma
Osteosarkoma
Parosteal osteosarkoma
Kondrogenik
Fibroma
kondromiksoid
Kondroma
Osteokondroma
Kondroblastoma
Fibroma
kondromiksoid
Kondrosarkoma
Kondrosarkoma juksta
kortikal
Kondrosarkoma
mesenkim
Giant cell tumor Osteoklastoma
Mielogenik Sarkoma Ewing
Sarkoma retikulum
Limfosarkoma
Mieloma
Vaskuler
Intermediate:
Hemangioma-
endotelioma
Hemangioma-
perisitoma
Hemangioma
Limfangioma
Tumor glomus
Angiosarkoma
Jaringan lunak Fibroma
desmoplastik
Lipoma
Fibrosarkoma
Liposarkoma
Mesenkimoma ganas
Sarkoma tak
berdiferensiasi
Tumor lain Neurinoma
Neurofibroma
Kordoma
Adamantinoma
5
Tumor tanpa klasifikasi Kista soliter
Kista aneurisma
Kista juksta-artikuler
Defek metafisis
Granuloma eosinofil
Displasia fibrosa
Miositis osifikans
Tumor Brown
Hiperparatiroidisme
Tabel 1. Klasifikasi berdasarkan kriteria histologik tumor tulang (WHO Tahun 1972)
IV. EPIDEMIOLOGI
Tumor sel raksasa menempati urutan kedua (17,5%) dari seluruh tumor
ganas tulang, terutama ditemukan pada umur 20-40 tahun dan jarang sekali
dibawah umur 20 tahun dan lebih sering pada wanita dibanding pria.
Giant Cells Tumor of The Bone atau disebut juga sebagai
osteoklastoma adalah tumor yang relatif jarang ditemukan, dengan
prevalensi di Negara Barat sekitar 4-5% dari tumor primer tulang,
sedangkan di Cina mencapai 20% dari seluruh tumor primer tulang. Tumor
sel raksasa merupakan 18,2% dari tumor tulang jinak. Hampir sebagian
besar tumor sel raksasa adalah jinak, hanya 5-10% yang merupakan suatu
tumor ganas. Tumor sel raksasa yang ganas biasanya berasal dari perubahan
maligna sekunder setelah terapi radiasi. Insidens tertinggi ditemukan pada
dekade ke tiga dengan 70% terjadi pada usia antara 20-40 tahun.
Gambar 1. Insidens giant cells tumor berdasarkan usia
6
Giant Cell Tumor (GCT) tulang merupakan sebuah lesi yang bersifat
jinak tetapi secara lokal dapat bersifat agresif dan destruktif yang ditandai
dengan adanya vaskularisasi yang banyak pada jaringan penyambung
termasuk proliferasi sel-sel mononuklear pada stroma dan banyaknya sel
datia yang tersebar serupa osteoklas. Cooper merupakan orang yang pertama
kali melaporkan kasus GCT pada abad kedelapan belas. GCT pada tulang
sangat jarang terjadi, biasanya berbentuk jinak, angka kejadian baik jinak
maupun ganas hanya 4,5% dari seluruh tumor tulang pada penelitian di
Mayo Clinic. Tumor ini dapat terjadi pada seluruh ras, namun angka
kejadian yang tertinggi didapatkan di Cina, di mana angka kejadiannya
sekitar 20% dari seluruh tumor tulang. Tumor ini sering terjadi pada wanita
dibandingkan pria dengan perbandingan 2:1. Biasanya tumor ini terjadi pada
pasien dengan usia 20–40 tahun, karena tumor ini terjadi pada tulang yang
sudah matur. GCT jarang terjadi pada anak, yaitu hanya 5,7% pada tulang
yang immatur.
Di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo
(RSUPNCM) dalam kurun waktu 1990 -1997 tercatat angka kejadian GCT
dari keseluruhan tumor tulang baik jinak maupun ganas sebesar 13%,
dengan penderita pria lebih banyak dibandingkan wanita dengan
perbandingan 5:3. Usia yang paling banyak didapat pada golongan umur 21–
40 tahun. Pasien GCT yang datang ke RSUPNCM (1990 – 1997) sering
pada stadium ke-2 dengan keluhan di daerah lesi. Rekurensi GCT biasanya
dalam kurun waktu 3 tahun setelah tindakan terapi.
GCT diidentifikasikan sebagai suatu komponen histologis dari
adanya reaksi tubuh akibat rangsangan benda asing, materi kristalin (seperti
monosodium urat), agen penyebab infeksi (bakteri dan jamur),
ketidakseimbangan hormonal (hiperparathyroidisme), dan neoplasma;
namun penyebabnya belum dapat ditentukan. Menurut pendapat yang baru,
GCT berasal dari unsur selular sumsum tulang, di mana sel raksasanya
merupakan fusi dari sel mononuklear.
7
V. ETIOLOGI
Giant cell tumor terjadi secara spontan. Tidak diketahui kaitannya dengan
trauma, faktor lingkungan, atau makanan.
VI. LOKASI
Osteoklastoma terutama ditemukan pada daerah epifisis tulang panjang
(75%), khususnya pada daerah lutut yaitu pada daerah tibia proksimal,
femur distal, humerus proksimal, radius distal. Sisanya dapat ditemukan
pada daerah pelvis dan sakrum.
VII. DIAGNOSIS
Untuk menetapkan diagnosis tumor tulang diperlukan beberapa hal, yaitu :
Anamnesis :
Anamnesis penting artinya untuk mengetahui riwayat kelaiann atau trauma
sebelumnya. Perlu pula ditanyakan riwayat keluarga apakah ada yang
menderita penyakit yang sejenis.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam anamnesis adalah:
1. Umur
Umur penderita sangat penting untuk diketahui karena banyak tumor
tulang yang mempunyai kekhasan dalam umur terjadinya
2. Lama dan perkembangan (progresifitas) tumor
Tumor jinak biasanya berkembang secara perlahan dan bila terjadi
perkembangan yang cepat dalam waktu singkat atau suatu tumor yang
jinak tiba-tiba menjadi besar perlu dicurigai adanya keganasan.
3. Nyeri
Nyeri merupakan keluhan utama pada tumor ganas. Adanya nyeri
menunjukkan tanda ekspansi tumor yang cepat dan penekanan ke
jaringan sekitarnya, perdarahan atau degenerasi.
4. Pembengkakan
Kadang-kadang penderita mengeluh adanya suatu pembengkakan, yang
timbul secara perlahan-lahan dalam jangka waktu yang lama atau secara
tiba-tiba.
8
Pemeriksaan klinik :
Hal yang penting dalam pemeriksaan klinik adalah :
1. Lokasi
Beberapa jenis tumor memeiliki lokasi yang klasik dan tempat predileksi
tertentu seperti daerah epifisis, metafisis tulang atau meyerang tulang-
tulang tertentu
2. Besar, bentuk, batas dan sifat tumor
Tumor yang kecil kemungkinana suatu tumor jinak, sedangkan tumor
yang besar kemungkinan adalah tumor ganas.
3. Gangguan pergerakan sendi
Pada tumor yang besar di sekitar sendi akan memberikan gangguan pada
pergerakan sendi
4. Spasme otot dan kekakuan tulang belakang
Apabila tumor berdekatan dengan tulang belakang, baik jinak atau
ganas, dapat memberikan spasme atau kekakuan tulang belakang
5. Fraktur patologis
Beberapa tumor ganas dapat emmberikan komplikasi fraktur patologis
oleh karen aterjadi kerapuhan pada tulang sehingga penderita akan
datang dengan keluhan fraktur.
Pemeriksaan radiologis :
Pemeriksaan radiologis merupakan salah satu pemeriksaan yang sangat
penting dalam menegakkan diagnosis tumor tulang. Dilakukan foto
polos lokal pada lokasi lesi atau foto survei seluruh tulang (bone survey)
apabila dicurigai tumor yang bersifat metastasis atau tumorprimer yang
dapat mengenai beberapa tulang.
CT-scan
Pemeriksaan CT scan dapat memberikan informasi tentang keberadaan
tumor apakah intraosseus atau ekstraosseus
MRI
MRI dapat memberikan informasi apakah tumor berada dalam tulang,
apakah tumor berekspansi ke dalam sendi atau ke jaringan lunak.
9
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan biopsi
VIII. PENEGAKAN DIAGNOSIS GIANT CELL TUMOR
Ketepatan untuk diagnosis GCT pada tulang-tulang ekstremitas dengan
menggunakan foto polos sangat tinggi. Pemeriksaan penunjang lain yaitu,
pemeriksaan histopatologi yang merupakan gold standard diagnostic. GCT
tulang mempunyai gambaran yang khusus dengan mikroskopis, dan untuk
menegakkan diagnosis biasanya tidak sulit. Untuk menegakkan diagnosis
suatu tumor tulang diperlukan tiga hal yang meliputi pemeriksaan klinis,
radiologis, serta histopatologis sehingga akan didapatkan suatu diagnosis
yang akurat serta penatalaksanaan yang tepat
Histopatologi : stroma yang vaskuler dengan banyak sel-sel datia/giant cell.
Sel stroma dengan sel mononuclear yang homogen berbentuk melingkar,
berinti besar, dan nukleolus yang tidak jelas. Nukleus sel stroma identik
dengan nukleus sel raksasa (giant cell), suatu gambaran yang dapat
membedakan giant cell tumor dengan lesi lainnya yang juga memiliki giant
cell. Gambaran lain giant cell tumor adalah giant cell yang dimilikinya
memiliki nukleus yang sangat banyak, sekitar beberapa ratus. Pada beberapa
tumor, giant cell terlihat lebih banyak memiliki nukleus daripada stroma.
Gambar 2. Histologis tumor giant cell terdiri atas sel-sel raksasa multinuklear menyerupai osteoklas, dan sel-sel neoplastik mononuklear fusiformPemeriksaan radiologi : lesi eksentrik pada axis panjang tulang. Bagian
tengah tulang dengan gambaran radiolusen dengan peningkatan densitas di
perifer. Terdapat defek di metaphysis dan epiphysis, disertai destruksi
medula dan korteks di dekatnya. Tumor ini sering menyebabkan penipisan
10
korteks dan meluas hingga ke jaringan lunak sekitar tulang, atau dapat
menyebar di dalam tulang.
Gambar 3. X-ray dari typical giant cell tumor pada ujung distal os. radius.
Gambaran radiologis dari GCT tulang pada foto polos menurut
Campanacci mempunyai gambaran yang sangat khas, yaitu:
(i) stadium I : lesi osteolitik berbatas tegas tanpa deformasi korteks
tulang dan dapat disertai reaksi sklerotik di sekitar lesi.
(ii) stadium II : lesi osteolitik berbatas tegas disertai gambaran
septa/trabekulasi di dalam tumor yang terlihat membagi lesi tumor
dalam beberapa kompartemen disertai deformitas korteks tulang
berupa bulging/ ekspansif dan penipisan/erosi korteks serta terlihat
perluasan lesi tumor ke subartikular dan ke metafisis.
(iii) stadium III : telah didapatkan adanya erosi dan destruksi korteks tulang
disertai perluasan tumor ke metafisis, subartikular dan keluar dari
tulang masuk ke jaringan lunak secara cepat yang terlihat sebagai soft
tissue mass (massa jaringan lunak). Dapat terlihat reaksi periosteal
berupa segitiga Codman bila terdapat fraktur patologis. Septa mungkin
dapat dilihat di lesi pada 33–57% pasien, sebenarnya septa ini
merupakan pertumbuhan nonuniform dari tumor tersebut. Tumor ini
biasanya sudah membesar pada waktu ditemukan, dengan diameter
kurang lebih 5–7 cm.
11
Sebanyak 85% GCT tulang yang didiagnosis melalui foto polos
terdapat di bagian akhir dari tulang panjang dan kurang lebih 50% terjadi
pada tulang sekitar lutut. Lokasi dari tumor ini sangat penting untuk
menegakkan diagnosis. Kebanyakan letaknya eksentrik dan biasanya sampai
ke subartikular. GCT yang didiagnosis pada vertebra sangatlah jarang terjadi
(5%). Sakrum adalah tulang belakang yang sering terkena. Tumor ini
biasanya sampai meliputi korpus vertebra. Pada foto polos daerah destruksi
GCT pada korpus vertebra terlihat di bagian posterior dan tumor ini dapat
menyebabkan hancurnya korpus vertebra dan kompresi saraf-saraf tulang
belakang.
Ketepatan untuk diagnosis GCT pada tulang-tulang ekstremitas dengan
menggunakan foto polos sangat tinggi. Pada tulang belakang ketepatan
diagnosis tidak terlalu tinggi karena GCT sulit dibedakan dengan tumor tipe
lain.
MRI dan CT scan juga dapat dilakukan untuk menentukan diagnosis.
Pemeriksaan ini dapat menunjukkan lebih jelas area yang terlibat.
Gambar 4. Gambar kiri dan tengah menunjukkan giant cell tumor di tibia proksimal. Gambar kanan menunjukkan hasil MRI mengenai gambaran tumor.
12
IX. MANIFESTASI KLINIS
Gejala utama yang ditemukan berupa nyeri serta pembengkakan terutama
pada lutut dan mungkin ditemukan efusi sendi serta gangguan gerakan pada
sendi.
1. Nyeri : tumor tumbuh pada daerah sendi, sehingga akan timbul nyeri
sendi
2. Pembengkakan : giant cell tumor menyebabkan pembesaran tulang dan
seiring pertumbuhannya, pasien akan mengeluh timbul pembengkakan
pada sisi tumor
3. Fraktur : giant cell tumor merusak sekitar tulang, dan tidak seperti
kanker tulang lainnya, fraktur sering terjadi sebagaimana pertumbuhan
tumor. Awalnya, pasien mengeluh nyeri sendi dan fraktur dapat
menyebabkan nyeri hebat secara tiba-tiba.
X. KLASIFIKASI
Enneking mengemukakan suatu sistem klasifikasi stadium GCT
berdasarkan klinis radiologis-histopatologis sebagai berikut:
1. Stage 1: Stage inaktif/laten:
(i) klinis, tidak memberikan keluhan, jadi ditemukan secara kebetulan,
bersifat menetap/tidak ada proses pertumbuhan;
(ii) radiologis, lesi berbatas tegas tanpa kelainan korteks tulang: dan
(iii) histopatologi, didapat gambaran sitologi yang jinak, rasio sel terhadap
matriks rendah.
2. Stage 2: stage aktif:
(i) klinis: didapat keluhan, ada proses pertumbuhan
(ii) radiologis: lesi berbatas tegas dengan tepi tidak teratur, ada gambaran
septa di dalam tumor. Didapati adanya bulging korteks tulang
(iii) histopatologis: gambaran sitologi jinak, rasio sel tehadap matriks
berimbang.
3. Stage 3: stage agresif:
(i) klinis: ada keluhan, dengan tumor yang tumbuh cepat
13
(ii) radiologis: didapatkan destruksi korteks tulang, sehingga tumor keluar
dari tulang dan tumbuh ke arah jaringan lunak secara cepat; didapati
reaksi periosteal segitiga Codman, kemungkinan ada fraktur patologis
(iii) histopatologis: gambaran sitologi jinak dengan rasio sel terhadap
matriks yang tinggi, bisa didapat nukleus yang hiperkromatik, kadang
didapat proses mitosis.
Adapun klasifikasi lainnya menurut the Netherlands Committee on Bone
Tumors.
Tabel 2. Grading of giant cell tumours according to the Netherlands Committee on Bone Tumors.
XI. DIAGNOSIS BANDING
1. Brown tumor of hyperparathyroidism
Hiperparatiroidisme menyebabkan gangguan metabolisme tulang dan
mineral. Lesi fokal dan multiple terlihat pada banyak tulang. Dampaknya
terhadap tulang meliputi resorpsi tulang massif, fraktur tulang, dan nyeri
tulang, osteopenia difus, atau lesi litik. Pada beberapa pasien dengan
hiperparatiroid yang tidak diketahui memberi gambaran lesi litik yang dapat
disalahartikan sebagai tumor. Lesi ini disebut “Brown Tumor”, akibat
perdarahan pada lesi.
14
Insiden dan demografik :
Lesi litik ditemukan lebih banyak pada wanita disbanding pria, dan insidensi
meningkat seiring bertambahnya umur.
Manifestasi klinis :
Batu ginjal rekuren
Lesi tulang
Gejala gastrointestinal seperti mual, muntah, ulkus peptikum dan
pankreatitis
Pemeriksaan :
Radiologi : difus osteopenia yang tampak sebagai area lusen.
Laboratorium : peningkatan produksi hormone paratiroid menyebabkan
hiperkalsemia karena peningkatan absorpsi kalsium di usus, peningkatan
resorpsi tubulus ginjal, dan peningkatan aktivitas osteoklas. Serum fosfat,
alkalin fosfatase meningkat.
Histopatologi :
Peningkatan resorpsi trabekula tampak sebagai gambaran ”tunneling” atau
”dissecting”. Terdapat peningkatan jumlah osteoklas pada permukaan tulang
dan resorpsi osteosit pada tulang periseluler. Resorpsi osteosit membentuk
lubang kecil yang bergabung dengan yang lainnya membentuk brown tumor.
Terapi :
Terapi tergantung pada penyebabnya. Hiperparatiroid primer diterapi
dengan operasi neplasma paratiroid. Paratiroid sekunder akibat gagal ginjal
kronik diterapi dengan dialysis, restriksi fosfat, dan pemberian 1,25(OH)2D
dan transplantasi ginjal.
15
2. Kondroblastoma
Merupakan tulang jinak yang jarang ditemukan dan sering pada umur
10-25 tahun, beberapa penulis menyatakan lebih sering ditemukan pada laki-
laki daripada wanita dengan perbandingan 2:1. Dan merupakan salah satu
dari dua neoplasma dengan deferensiasi inkomplit tulang lunak, noplasma
yang sejenis adalah chondromiksoid fibroma. insidensi kurang lebih 10 %
dari semua neoplasma tulang. Tahun 1931 Ladman mengklasifikasikan
kondroblastoma sebagai suatu variasi dari Giant cell tumor. Pertumbuhan
tumor ini sangat lambat. Gejala nyeri merupakan gejala gejala yang utama
khususnya pada sendi. Ada penulis yang menganggap bahwa 50% dari
tumor ini dapat menjadi ganas.
Lokasi : Kondroblastoma jinak berasal dari daerah epifisis dan berkembang
ke arah metafisis. Tumor terutama ditemukan pada tulang panjang, terutama
epifisis tibia proksimal, femur distal dan humerus proksimal.
Pemeriksaan Radiologis : Pada foto Rontgen plain terlihat rekfaksi yang
jelas pada tulang kanselosa yang dapat melebar di luar dari daerah garis
epifisis. Bentuknya eksentrik dengan korteks yang tipis tetapi penetrasi
keluar jarang terjadi. Batas-batas tumor bersifat ireguler, tidak tegas disertai
dengan bintik-bintik kalsifikasi sebagai gambaran adanya deposisi kalsium.
Tidak ada bukti adanyanya metastasis, dan korteks intak.
Patologi : Gambaran patologi ditandai dengan gejala-gejala karakteristik dari
sel-sel yang banyak dan bersifat tidak berdiferensiasi dengan sel-sel yang
bulat atau poligonal dari sel-sel yang menyerupai kondroblas dengan sel-sel
raksasa inti banyak dari sel osteoklas yang diatur secara sendiri-sendiri atau
kelompok. Hanya ditemukan sedikit jaringan seluler dari jaringan matriks
tulang rawan yang disertai dengan kalsifikasi fokal dan jaringan retikulin.
Pengobatan : Pengobatan yang biasanya dilakukan berupa kuretase diikuti
bone graft.
16
XII. PENATALAKSANAAN
1. Terapi non-bedah
Terapi yang dapat diberikan yaitu dengan radioterapi. Radioterapi
dilakukan pada kasus-kasus sulit dimana tindakan pembedahan sulit
dilakukan.
2. Terapi bedah
Intervensi pembedahan adalah terapi primer dari GCT, tindakan
pembedahan tergantung dari stadium (berdasarkan Enneking) dan lokasi lesi
tumor. Tindakan bedah terhadap GCT dapat berupa:
(i) stadium I : kuretase di mana setelah tindakan kuret dapat disusul dengan
pengisian rongga tumor dengan bone graft dan atau dengan bone cement
(ii) stadium II : reseksi, tindakan ini dilakukan pada tulang yang expendable
seperti tulang distal ulna, proksimal fibula.
(iii) stadium III : reseksi yang disusul dengan tindakan rekonstruksi dapat
dilakukan dengan cara:
a. atrodesis sendi, biasanya dilakukan terhadap sendi lutut untuk tumor
yang berlokasi di distal femur/proksimal tibia dan disebut sebagai
tindakan juvara.
b. penggantian dengan protese, dilakukan terhadap tumor di proksimal
femur, di mana setelah reseksi dipasang protese Austin Moore
c. penggantian dengan autograft proksimal fibula, dilakukan terhadap
tumor di distal radius atau proksimal humerus
d. sentralisasi ulna, dilakukan terhadap lesi di distal radius, bila tidak
dilakukan penggantian dengan proksimal fibula.
Pengobatan standar GCT adalah kuretase dan bone graft atau bone
cement, di mana angka rekurensi dilaporkan sampai mencapai 50% atau
lebih bila reseksi intra lesi tidak dilakukan dengan baik. Terapi
menggunakan ajuvan pada GCT di daerah sakrum seperti phenol, hidrogen
peroksidase maupun nitrogen cair harus digunakan dengan hati-hati untuk
meminimalkan trauma pada nerve root di sakrum, sehingga diperlukan
pengawasan terhadap nerve root dalam pengerjaannya. Embolisasi
17
preoperatif harus dipertimbangkan karena tumor ini hipervaskular.
Embolisasi dapat merupakan terapi paliatif dan atau menyembuhkan pada
kasus di mana tidak dapat dilakukan reseksi.
Amputasi dilakukan terhadap GCT dengan stadium 3 yang lanjut, di
mana secara teknis sulit untuk mendapatkan daerah yang bebas tumor,
sehingga satu–satunya tindakan yang dapat menjamin jaringan bebas tumor
adalah amputasi.
XIII.PROGNOSIS
Umumnya prognosis giant cell tumor baik, tergantung teknik
pembedahan dan grade tumor. Angka mortalitas akibat giant cell tumor
sekitar 4%.
Pemeriksaan lanjutan (follow up) GCT dalam jangka waktu lama sangat
diperlukan untuk memantau keberhasilan terapi, karena proses ke arah
keganasan dapat terjadi setelah 40 tahun perawatan primer tumor. Angka
rekurensi tergantung pada stadium tumor dan jenis tindakan yang dilakukan.
Makin tinggi stadium tumor, makin tinggi angka rekurensinya. Didapatkan
angka rekurensi pada stadium I sebesar 42%, stadium II 67%, sedangkan
pada stadium III besarnya 90%. Timbulnya rekurensi dari GCT, biasanya
terjadi 2-3 tahun setelah terapi. Namun, rekurensi dapat terlihat paling lama
dalam jangka waktu 7 tahun. Perubahan sekunder ke arah keganasan terjadi
pada 35 kasus dari 568 kasus pada penelitian di Mayo klinik. Tumor/lesi
GCT dengan stroma yang malignan lebih mengarah keganasan dan 5%
pasien GCT ditemukan adanya metastase ke paru.
18
BAB III
ANALISIS KASUS
Pada anamnesis didapatkan data bahwa penderita berusia 15 tahun beralamat
di Linggau datang berobat ke RSMH dengan keluhan benjolan pada bahu kiri.
Dari anamnesis lebih lanjut diketahui bahwa ± 3 bulan SMRS, os mengeluh
timbul benjolan di bahu kiri. Nyeri dirasakan hilang timbul yang menjalar ke
leher atas. Penderita juga mengeluh sulit menggerakkan tangan kiri. Penderita
berobat ke dokter umum ± 1 bulan SMRS namun penderita merasa tidak
mengalami perbaikan. Kemudia ± 1 hari SMRS, penderita berobat ke RS umum di
Linggau, dan penderita dikatakan menderita tumor dan dirujuk ke RSMH
Palembang.
Pada pemeriksaan fisik, status generalis didapatkan pernafasan, nadi,
tekanan darah dan suhu dalam batas normal. Dari hasil pemeriksaan fisik, pada
status lokalis didapatkan pada regio brachii sinistra tampak adanya benjolan yang
dirasa nyeri dan tangan menjadi sulit digerakkan dimana ROM aktif dan pasif
terbatas. Hal ini memungkinkan adanya suatu massa di regio brachii sinistra.
Massa yang dapat dicurigai meliputi giant cell tumor, brown tumor, dan
kondroblastoma regio brachii sinistra.
Hasil pemeriksaan penunjang yang dilakukan berupa hasil pemeriksaan
laboratorium dalam batas normal, hasil pemeriksaan radiologis menunjukkan lesi
litik dan reaksi periosteal pada proksimal humerus sinistra. Pemeriksaan biopsi
menunjukkan giant cell tumor regio brachii sinistra.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
yang telah dilakukan disimpulkan bahwa penderita ini didiagnosa dengan giant
cell tumor regio brachii sinistra. Penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien ini
ada 2 pilihan yaitu terapi konservatif dan terapi operatif. Jika secara konservatif,
ditatalaksana dengan radioterapi. Terapi operatif sebagai pilihan lain dapat
dilakukan dengan kuretase. Prognosis penderita ini adalah quo ad vitam bonam
dan quo ad functionam dubia ad bonam.
19