CASE Dr.selonan

89
CASE UPPER GASTROINTESTINAL BLEEDING ET CAUSA GIANT ULCER GASTRIC Disusun Oleh : Dita Eka Sartika (0515153) Dosson Rianto Tampubolon (0515172) Putu Ratih Wijayanthi (0615195) Lambok Yohanna F Br. Panjaitan (1115239) Pembimbing : dr. Selonan Susang Obeng Sp.B-KBD., FinaCS BAGIAN/SMF BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN MARABATHA

description

GIT Bleeding

Transcript of CASE Dr.selonan

Page 1: CASE Dr.selonan

CASE

UPPER GASTROINTESTINAL BLEEDING ET CAUSA

GIANT ULCER GASTRIC

Disusun Oleh :

Dita Eka Sartika (0515153)

Dosson Rianto Tampubolon (0515172)

Putu Ratih Wijayanthi (0615195)

Lambok Yohanna F Br. Panjaitan (1115239)

Pembimbing :

dr. Selonan Susang Obeng Sp.B-KBD., FinaCS

BAGIAN/SMF BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS KRISTEN MARABATHA

RUMAH SAKIT IMMANUEL

BANDUNG

2013

Page 2: CASE Dr.selonan

Identitas Pasien :

Nama : Tn. H

Umur : 74 tahun

Alamat : Kopo Permai – Bandung

Tanggal masuk : 24 Desembet 2012

Diagnosis masuk : Ulkus gaster

Diagnosis akhir : Upper Bleeding GIT et causa Giant Ulcus Gaster

Anamnesis :

Tn.H (74 tahun) datang ke poliklinik bedah RSI dengan keluhan muntah darah

sejak 5 hari yang lalu. Pasien juga mengeluh pada saat BAB, keluar darah yang

berwarna kehitaman. Pasien sering terbangun pada malam hari, karena pasien

merasakan sakit perut terutama di sekitar ulu hati. Rasa sakit seperti tertusuk dan luka

terbakar di sekitar tenggorok dan di ulu hati. Pasien tampak pucat, nafsu makan

berkurang, berat badan menurun, batuk (+).

• RPD : pasien mempunyai riwayat maag. Tekanan darah tinggi (-), kencing manis

(-)

• RPK : keluarga belum ada yang sakit seperti ini.

• Riwayat alergi : tidak ada

• Riwayat Kebiasaan : jarang makan sayur dan buah-buahan.

• Usaha berobat : minum obat maag, namun tidak sembuh.

Pemeriksaan Fisik

• Tanda-tanda Vital :

– Tek.darah : 130/60 mmHg

– Nadi : 92 x/menit

Page 3: CASE Dr.selonan

– Respirasi : 24 x/menit

– Suhu : 36,5 0C

• Keadaan Umum : Compos Mentis

• Kesan Sakit : Sakit Berat

• Kulit : Pucat

• Kepala :

– Mata : Conjunctiva Anemis +/+, Sklera Ikterik -/-

– THT : tidak tampak kelainan.

• Leher : KGB tidak teraba membesar

• Thorax : B/P simetris

– Pulmo : VBS kanan = kiri, Ronchi -/-, Wheezing -/-

– Cor : BJ S1 S2, reguler, murmur (-)

• Abdomen : datar, soepel, BU (+) ↓, NT (+)

• Ekstremitas : akral hangat, edem -/-

Pemeriksaan Laboratorium

• Waktu Protrombin 14,9 detik

• Hb 5,7 g/dL

• Ht 16,9%

• Leukosit 21.340/mm3

• Eritrosit 2,1 juta/mm3

Page 4: CASE Dr.selonan

• Fibrinogen 429

Foto Thorax

Pada Foto Thorax ditemukan :

• Trachea terletak di medial. Aorta normal.

• Cor bentuk dan besar normal. Sinuses normal dan Diafragma normal.

• Pulmo :

– Hilus kanan dan kiri normal.

– Corakan bronkovaskular bertambah.

– Tidak tampak bercak lunak di kedua lapang paru.

• Costae : Clavikula dan jaringan lunak dinding dada normal.

Kesan : tidak tampak TB paru aktif / pneumonia. Cor dalam batas normal

USG

• Liver : besar dan bentuk normal, permukaan rata, tepi tajam. Texture

parenkim homogen, echogenisitas normal. Pembuluh darah normal. Saluran

empedu normal.

• Gall Bladder : besar dan bentuk normal. Dinding rata, tidak menebal.

Intraluminal tidak tampak kelainan. Perigall bladder normal.

• Common Bile Duct : tidak melebar. Intraluminal tidak tampak kelainan.

• Pancreas : besar dan bentuk normal. Texture parenkim homogen,

echogenisitas normal. Ductus pancreaticus major normal.

• Spleen : besar dan bentuk normal. Texture parenkim homogen, echogenisitas

normal. V.Lienalis tidak tampak melebar.

Diagnosis USG (31 Desember 2012) :

– Liver tidak tampak kelainan

– Gall Bladder dan CBD tidak tampak kelainan

Page 5: CASE Dr.selonan

– Pacreas dan Spleen tidak tampak kelainan

– Catatan : Susp. Ada massa neoplasia di daerah gaster

Endoscopy

Page 6: CASE Dr.selonan
Page 7: CASE Dr.selonan

Hasil Pemeriksaan Endoscopy :

• Esofagus : tidak tampak kelainan bentuk dan vaskuler. Z line dalam keadaan

baik.

• Gaster : tidak tampak hiatal hernia. Tampak bekuan darah pada fundus.

Tampak beberapa ulkus pada fundus dan tidak berdarah. Tampak ulkus

bergaung pada angulus gasterdisertai bekuan darah dan pembuluh darah pada

dasarnya. Dilakukan biopsi pada beberapa tempat dan disekitar ulkus. Pyloric

opening tampak tertutup disertai edema mukosa.

Kesimpulan :

– Ulkus gaster (suspek tumor) (Forrest II A)

– Deformitas pilorus

Tindakan Operatif : Gastrectomy, pada tanggal 1 Januari 2013

Diagnosis Post Operatif : Giant Ulcer Incisura Gaster

Page 8: CASE Dr.selonan

Temuan Makroskopis :

– Massa padat fibrotic di kurvatura minor gaster ada insisura. Massa berukuran

2,5 x 2 x 2 cm. Tidak ada nodul KGB pada gaster / hati. Tidak ada nodul yang

teraba.

– “Massa” tersebut berada bagian luar dari ulkus gaster.

Page 9: CASE Dr.selonan

Diagnosis Kerja : UPPER GASTROINTESTINAL BLEEDING ET CAUSA

GIANT ULCER GASTRIC

Terapi Post Operasi :

• Infus RL 1,5 l/24 jam

• Sumagesic

• Kalnex

• Pranza

• Narfoz

• Propepson

Prognosis :

• Quo ad Vitam : dubia ad bonam

• Quo ad Functionam : ad malam

• Quo ad Sanationam : ad bonam

Page 10: CASE Dr.selonan

PEMBAHASAN

Anatomi

Yang termasuk dalam saluran cerna bagian atas adalah saluran cerna di atas

(proksimal) ligamentum Treitz, dimulai dari oesophagus, gaster, duodenum, dan

jejunum proksimal.

Gambar Sketsa Saluran cerna bagian atas

1. Gaster

Gaster terletak oblik dari kiri ke kanan menyilang di abdomen atas tepat di

bawah diafragma. Dalam keadaan kosong gaster menyerupai tabung bentuk J, dan

bila penuh akan berbentuk seperti buah pir raksasa. Kapasitas normal gaster

adalah 1 sampai 2 L. Secara anatomis, gaster terbagi atas fundus, corpus, dan

antrum pyloric atau pylorus. Sebelah kanan atas gaster terdapat cekungan

curvatura minor dan bagian kiri bawah gaster terdapat curvatura mayor. Sphincter

pada kedua ujung gaster mengatur pengeluaran dan pemasukan yang terjadi.

Page 11: CASE Dr.selonan

Sphincter cardia atau sphincter oesophagus inferior, mengalirkan makanan masuk

ke dalam gaster dan mencegah refluks isi gaster memasuki oesophagus kembali.

Daerah lambung tempat pembukaan sphincter cardia dikenal dengan nama daerah

cardia. Di saat sphincter pyloricum terminal berelaksasi, makanan masuk ke

dalam duodenum, dan ketika berkontraksi sphincter ini akan mencegah terjadinya

aliran balik isi usus ke dalam lambung.

Gambar Anatomi Gaster

Sphincter pylorus memiliki arti klinis yang penting karena dapat

mengalami stenosis (penyempitan pylorus yang menyumbat) sebagai penyulit

penyakit ulkus peptikum. Abnormalitas sphincter pylorus dapat pula terjadi pada

bayi. Stenosis pylorus atau pylorospasme terjadi bila serabut otot di sekelilingnya

mengalami hipertrofi atau spasme sehingga sphincter gagal berelaksasi untuk

mengalirkan makanan dari gaster ke dalam duodenum. Bayi akan memuntahkan

makanan tersebut dan tidak mencerna atau menyerapnya. Keadaan ini mungkin

dapat diperbaiki melalui operasi atau pemberian obat adrenergik yang

menyebabkan relaksasi serabut otot.

Page 12: CASE Dr.selonan

Gambar Bentuk dari Anatomi Gaster

Gater tersusun atas empat lapisan. Tunika serosa atau lapisan luar

merupakan bagian dari peritoneum viseralis. Dua lapisan peritoneum viseralis

menyatu pada curvatura minor gaster dan duodenum kemudian terus memanjang

ke hepar, membentuk omentum minus. Lipatan peritoneum yang keluar dari satu

organ menuju ke organ lain disebut sebagai ligamentum. Jadi, omentum minus

(disebut juga ligamentum hepatogastrikum atau hepatoduodenalis) menyokong

gaster sepanjang curvatura minor sampai ke hepar. Pada curvatura mayor,

peritoneum terus ke bawah membentuk omentum majus, yang menutupi usus

halus dari depan seperti sebuah apron besar. Saccus omentum minus adalah

tempat yang sering terjadi penimbunan cairan (pseudokista pankreatikum) akibat

penyulit pankreatitis akut.

Tidak seperti daerah saluran cernal lain, bagian muskularis tersusun atas

tiga lapis dan bukan dua lapis otot polos: lapisan longitudinal di bagian luar,

lapisan sirkular di bagian tengah, dan lapisan oblik di bagian dalam. Susunan

serabut otot yang unik ini memungkinkan berbagai macam kombinasi kontraksi

yang diperlukan untuk memecah makanan menjadi partikel – partikel yang kecil,

Page 13: CASE Dr.selonan

mengaduk dan mencampur makanan tersebut dengan cairan gaster, dan

mendorongnya ke arah duodenum.

Submukosa tersusun atas jaringan areolar longgar yang menghubungkan

lapisan mukosa dan lapisan muskularis. Jaringan ini memungkinkan mukosa

bergerak dengan gerakan peristaltik. Lapisan ini juga mengandung pleksus saraf,

pembuluh darah, dan saluran limfe.

Mukosa, lapisan dalam lambung, tersusun atas lipatan – lipatan

longitudinal yang disebut rugae, yang memungkinkan terjadinya distensi gaster

sewaktu diisi makanan. Terdapat beberapa tipe kelenjar pada lapisan ini dan

dikategorikan menurut bagian anatomi gaster yang ditempatinya. Kelenjar cardia

berada di dekat orifisium kardia dan mensekresikan mukus. Kelenjar fundus atau

gastrik terletak di fundus dan pada hampir seluruh korpus lambung. Kelenjar

gastrik memiliki tiga tipe utama sel. Sel – sel zimogenik (chief cell)

mensekresikan pepsinogen. Pepsinogen diubah menjadi pepsin dalam suasana

asam. Sel – sel parietal mensekresikan asam hidroklorida (HCl) dan faktor

intrinsik. Faktor intrinsik diperlukan untuk absorpsi vitamin B12 di dalam usus

halus. Kekurangan faktor intrinsik akan mengakibatkan terjadinya anemia

pernisiosa. Sel – sel mukus (leher) ditemukan di leher kelenjar fundus dan

mensekresikan mukus. Hormon gastrin diproduksi oleh sel G yang terletak pada

daerah pilorus lambung. Gastrin merangsang kelenjar gastrik untuk menghasilkan

asam hidroklorida dan pepsinogen. Substansi lain yang disekresi dalam lambung

adalah enzim dan berbagai elektrolit, terutama ion natrium, kalium, dan klorida.

Persarafan gaster berasal dari sistem saraf otonom. Suplai saraf

parasimpatis untuk lambung dan duodenum dihantarkan ke dan dari abdomen

melalui saraf vagus. Truncus vagus menpercabangkan ramus gastrika, pilorika,

hepatika, dan seliaka. Pengetahuan anatomi ini sangat penting, karena vagotomi

selektif merupakan tindakan pembedahan primer yang penting dalam mengobati

ulkus duodenum. Hal ini akan dibahas dengan lebih lengkap pada bagian

selanjutnya dalam bab ini.

Page 14: CASE Dr.selonan

Persarafan simpatis melalui saraf splanchnicus major dan ganglia seliaca.

Serabut – serabut aferen menghantarkan impuls nyeri yang dirangsang oleh

peregangan, kontraksi otot, serta peradangan, dan dirasakan di daerah epigastrium

abdomen. Serabut – serabut efferen simpatis menghambat motilitas dan sekresi

lambung. Pleksus saraf mienterikus (Auerbach) dan submukosa (Meissner)

membentuk persarafan intrinsik dinding lambung dan mengkoordinasi aktivitas

motorik dan sekresi mukosa lambung.

Seluruh suplai darah di gaster dan pankreas (serta hepar, empedu, dan

lien) terutama berasal dari arteri seliaca atau trunkus seliacus, yang

mempercabangkan cabang – cabang yang memperdarahi curvatura minor dan

mayor. Dua cabang arteri yang penting dalam klinis adalah arteria

gastroduodenalis dan arteria pankreatikoduodenalis (retroduodenalis) yang

berjalan di sepanjang bulbus posterior duodenum. Ulkus pada dinding posterior

duodenum dapat mengerosi arteri ini dan menyebabkan terjadinya perdarahan.

Darah vena dari gaster dan duodenum, serta yang berasal dari pankreas, lien, dan

bagian lain saluran gastrointestinal, berjalan ke hati melalui vena porta.

PERDARAHAN SALURAN CERNA BAGIAN ATAS

Definisi

Perdarahan saluran cerna bagian atas adalah perdarahan yang terjadi dan

berasal pada area proksimal saluran pencernaan bagian proximal dari Ligamentum

Treitz. Yang termasuk organ – organ saluran cerna di proximal Ligamentum Trieitz

adalah esofagus, lambung (gaster), duodenum dan sepertiga proximal dari jejunum.

Kejadian perdarahan saluran cerna bagian atas merupakan yang paling sering terjadi

dan sering ditemukan dibandingkan dengan kejadian perdarahan saluran cerna bagian

bawah. Lebih dari 50% kejadian perdarahan saluran cerna bagian atas dikarenakan

oleh penyakit erosif dan ulseratif dari gaster dan/atau duodenum.

Page 15: CASE Dr.selonan

Epidemiologi

Di negara barat, insidensi perdarahan akut SCBA mencapai 100 per 100.000

penduduk/tahun. Laki-laki lebih banyak daripada wanita. Insidensi ini meningkat

sesuai dengan bertambahnya usia. Di Indonesia kejadian yang sebenarnya di populasi

tidak diketahui.

Berbeda dengan di negara barat, dimana perdarahan karena ulkus peptikum

menempati urutan terbanyak, maka di Indonesia perdarahan karena ruptur varises

gastroesofageal merupakan penyebab tersering yaitu sekitar 50-60%, gastrik erosiva

hemoragika sekitar 25-30%, ulkus peptikum sekitar 10-15%, dan karena sebab

lainnya < 5%. Kecenderungan saat ini menunjukkan bahwa perdarahan yang terjadi

karena pemakaian jamu rematik menempati urutan terbanyak sebagai penyabab

perdarahan SCBA. Mortalitas secara keseluruhan masih tinggi, yaitu sekitar 25%,

kematian pada penderita ruptur varises bisa mencapai 60% sedangkan kematian pada

perdarahan non varises sekitar 9-12%. Sebagian besar penderita perdarahan SCBA

meninggal bukan karena perdarahannya itu sendiri, melainkan karena penyakit lain

yang ada secara bersamaan seperti penyakit gagal ginjal, stroke, penyakit jantung,

penyakit hati kronis, pneumonia, dan sepsis.

Etiologi

Penyebab perdarahan saluran cerna bagian atas yang paling sering ditemukan

adalah :

1. ulkus peptikum

2. Sindrome Mallory-Weiss

3. varises esofagus

4. erosi gastritis

5. penggunaan obat berupa NSAID, aspirin, steroid, trombolitik, dan antikoagulan

6. esofagitis

7. duodenitis

Page 16: CASE Dr.selonan

8. keganasan

9. idiopatik

Penyebab timbulnya perdarahan saluran cerna bagian atas yang jarang

ditemukan adalah :

1. kelainan perdarahan

2. hipertensi portal gastropati

3. fistula aorta entericus

4. angiodisplasia

5. hemobilia

6. Lesi dieulafoy

7. Divertikulum Meckel

8. Sindrome Peutz-Jegher

9. Sindrome Osler-Weber-Rendu

Gejala Klinik Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas

Hematemesis : muntah darah berwarna hitam seperti bubuk kopi.

Melena : buang air besar berwarna hitam seperti ter atau aspal

Hematoskezia : buang air besar berwarna merah maroon, biasanya dijumpai

pada pasien-pasien dengan perdarahan masif dimana transit time dalam usus

yang pendek

Anemia defisiensi besi akibat perdarahan tersembunyi yang telah berlangsung

lama

Ulkus Peptikum

Definisi

Page 17: CASE Dr.selonan

Ulkus peptikum merupakan keadaan di mana kontinuitas mukosa esophagus,

lambung ataupun duodenum terputus dan meluas sampai di bawah epitel. Kerusakan

mukosa yang tidak meluas sampai ke bawah epitel disebut erosi, walaupun seringkali

dianggap juga sebagai ulkus. Ulkus kronik berbeda dengan ulkus akut, karena

memiliki jaringan parut pada dasar ulkus. Menurut definisi, ulkus peptik dapat

ditemukan pada setiap bagian saluran cerna yang terkena getah asam lambung, yaitu

esofagus, lambung, duodenum, dan setelah gastroduodenal, juga jejunum. Walaupun

aktivitas pencernaan peptic oleh getah lambung merupakan factor etiologi yang

penting, terdapat bukti bahwa ini hanya merupakan salah satu factor dari banyak

factor yang berperan dalam patogenesis ulkus peptic.

Predisposisi

Banyak ditemukan dalam klinik terutama dalam kelompok umur di atas umur

45 tahun. Perdarahan yang terjadi pada saluran cerna bagian atas akibat tukak peptik

atau ulkus peptikum merupakan penyulit yang paling sering ditemukan, sedikitnya

ditemukan pada 15 hingga 25% kasus selama perjalanan penyakit. Walaupun ulkus di

setiap tempat dapat mengalami perdarahan, namun tempat perdarahan yang paling

sering adalah dinding posterior bulbus duodenum, karena di tempat ini dapat terjadi

erosi arteri pankreatikoduodenalis atau arteria gastroduodenalis.

Etiologi

1. Penurunan Produksi Mukus sebagai penyebab Ulkus

Penyebab penurunan produksi mukus berhubungan dengan infeksi

bakterium Helicobacter pylori membuat koloni pada sel-sel penghasil mukus di

lambung dan duodenum, sehingga menurunkan kemampuan sel memproduksi

mukus. Sekitar 90% pasien ulkus duodenum dan 70% ulkus gaster

memperlihatkan infeksi H.pylori endemik di beberapa negara berkembang.

Infeksi terjadi dengan cara ingesti mikroorganisme.

Page 18: CASE Dr.selonan

Penggunaan beberapa obat, terutama obat anti-inflamasi non-steroid

(NSAID), juga dihubungkan dengan peningkatan resiko berkembangnya ulkus.

Aspirin dan glukokortikosteroid menyebabkan iritasi dinding mukosa. Obat-

obat ini menyebabkan ulkus dengan menghambat perlindungan prostaglandin

secara sistemik atau dinding usus. Sekitar 10% pasien pengguna NSAID

mengalami ulkus aktif dengan persentase tinggi untuk mengalami erosi yang

kurang serius. Perdarahan gaster atau usus dapat terjadi akibat NSAID. Lansia

terutama rentan terhadap cedera GI akibat NSAID. Obat lain atau makanan

dihubungkan dengan perkembangan ulkus termasuk kafein, alkohol, dan

nikotin. Obat-obat ini tampaknya mencederai perlindungan lapisan mukosa.

2. Kelebihan asam sebagai penyebab Ulkus

Pembentukan asam di lambung penting untuk mengaktifkan enzim

pencernaan lambung. Asam hidroklorida (HCl) dihasilkan oleh sel-sel parietal

sebagai respons terhadap makanan tertentu, hormon (termasuk gastrin),

histamin, dan stimulasi parasimpatis. Makanan dan obat seperti kafein dan

alkohol menstimulasi sel-sel parietal untuk menghasilkan asam. Sebagian

individu memperlihatkan reaksi berlebihan pada sel-sel parietaknya terhadap

makanan atau zat tersebut, atau mungkin memiliki jumlah sel parietal yang

lebih banyak dari normal sehingga menghasilkan lebih banyak asa. Aspirin

bersifat asam, yang dapat langsung mengiritasi atau mengerosi lapisan gaster.

Hormon gastrin juga menstimulasi produksi asam, sehingga apap pun

yang dapat meningkatkan sekresi gastrin dapat menyebabkan produksi asam

yang berlebihan. Contoh Gastrinomas atau Zollinger Ellison Syndrome ialah

suatu keadaan dimana terjadi peningkatan produksi hormone gastrin. Gastrin

bekerja di sel parietal lambung untuk sekresi ion hydrogen di lumen lambung.

Bila hormone gastrin terus meningkat dapat menyebabkan hyperplasia sel

parietal. Ion hydrogen akan berikatan secara bebas dengan ion clorida

Page 19: CASE Dr.selonan

membentuk asam klorida. Akumulasi asam klorida yang terjadi secara terus-

menerus memudahkan terjadinya ulkus di mukosa lambung.

Page 20: CASE Dr.selonan

Patofisiologi

Page 21: CASE Dr.selonan

Gejala Klinik

Gejala klinik yang timbul pada ulkus peptikum, yaitu :

Heartburn yang terkait dengan waktu makan dan pola makan

Perut kembung dan sering merasa kenyang

Produksi air liur yang berlebih untuk mengatasi produksi asam yang berlebih.

Mual dan muntah

Hilangnya nafsu makan dan penurunan berat badan

Hematemesis yang dapat terjadi akibat ulkus yang menyebabkan perdarahan

atau karena rangsangan mukosa akibat muntah yang terjadi terus-menerus

Melena, kotoran berbau busuk karena kotoran teroksidasi dengan asam lambung

Peritonitis bila terjadi perforasi gaster ataupun duodenum

Page 22: CASE Dr.selonan

Dasar Diagnosis

1. Anamnesis

Nyeri : pasien mengeluh nyeri tumpul, seperti tertusuk atau sensasi terbakar

di epigastrium tengah atau di punggung. Hal ini dikarenakan nyeri yang

terjadi bila kandungan asam lambung meningkat menimbulkan erosi dan

merangsang ujung saraf yang terpanjan, adanya kontak lesi dengan asam

merangsang mekanisme refleks lokal yang memulai kontraksi otot halus

disekitarnya. Nyeri biasanya hilang dengan makan, karena makan

menetralisasi asam atau dengan menggunakan alkali, namun bila lambung

telah kosong atau alkali tidak digunakan nyeri kembali timbul. Nyeri tekan

lokal yang tajam dapat dihilangkan dengan memberikan tekanan lembut

pada epigastrium atau sedikit di sebelah kanan garis tengah.

Pirosis (nyeri ulu hati) : beberapa pasien mengalami sensasi luka bakar pada

oesophagus dan lambun, yang naik ke mulut, kadang-kadang disertai

eruktasi asam. Eruktasi atau sendawa umum terjadi bila lambung pasien

kosong.

Muntah : hal ini dihubungkan dengan pembentukan jaringan parut atau

pembengkakan akut dari membran mukosa yang mengalami inflamasi

Page 23: CASE Dr.selonan

disekitarnya pada ulkus akut. Muntah dapat terjadi atau tanpa didahului oleh

mual, biasanya setelah nyeri berat yang dihilangkan dengan ejeksi

kandungan asam lambung.

Konstipasi dan perdarahan : konstipasi dapat terjadi pada pasien ulkus,

kemungkinan sebagai akibat dari diet dan obat-obatan. Pasien dapat juga

datang dengan perdarahan GIT sebagian kecil pasien yang mengalami

akibat ulkus akut sebelumnya tidak mengalami keluhan, tetapi mereka

menunjukkan gejala setelahnya.

Anoreksia

Pola makan dan diet

Kebiasaan mengkonsumsi kopi dan alkohol

Penggunaan obat-obatan

Stressor individu dan keluarga

Pekerjaan dan gaya hidup

2. Pemeriksaan Fisik Nyeri tekan epigastrik atau distensi abdominal, bising usus

mungkin tidak ada.

3. Pemeriksaan Barium GI atas adanya ulkus

4. Pemeriksaan Endoscopic GI atas digunakan untuk mengidentifikasi perubahan

inflamasi, ulkus, dan lesi. Melalui endoscopic mukosa dapat secara langsung

dilihat dan biopsy didapatkan. Endoscopic telah diketahui dapat mendeteksi

beberapa lesi yang tidak terlihat melalui pemeriksaan sinar X karena ukuran dan

lokasinya.

5. Feses dapat diambil setiap hari sampai laporan laboratorium adalah negatif

terhadap darah samar.

6. Pemeriksaan sekretori lambung merupakan nilai yang menentukan dalam

mendiagnosis aklorhidria (tidak terdapat asam hidroklorida dalam getah lambung)

dan sindrom Zollinger-ellison. Nyeri yang hilang dengan makanan atau antasida,

dan tidak adanya nyeri yang timbul juga mengidentifikasikan adanya ulkus.

Page 24: CASE Dr.selonan

7. Adanya H.pylori dapat ditentukan dengan biopsi dan histologi melalui kultur,

meskipun hal ini merupakan tes laboratorium khusus, serta tes serologis terhadap

antibodi pada antigen H.pylori.

Dasar Diagnosis Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas

1) Anamnesis

Sejak kapan terjadinya perdarahan dan berapa perkiraan darah yang keluar.

Riwayat perdarahan sebelumnya.

Riwayat perdarahan dalam keluarga.

Ada tidaknya perdarahan di bagian tubuh lain.

Penggunaan obat – obatan terutama anti inflamasi non-steroid dan anti

koagulan.

Kebiasaan minum alkohol.

Mencari kemungkinan adanya penyakit hati kronik, demam berdarah,

demam tifoid, gagal ginjal kronik, diabetes melitus, hipertensi dan alergi

obat – obatan.

Riwayat transfusi sebelumnya.

2) Pemeriksaan Fisik

Stigmata penyakit hati kronik.

Suhu badan dan perdarahan di bagian tubuh lain.

Tanda – tanda kulit dan mukosa penyakit sistemik yang bisa disertai

perdarahan saluran cerna, misalnya pigmentasi mukokutaneus pada sindrom

Peutz-Jegher.

3) Pemeriksaan Penunjang

Elektrokardiogram, terutama pada pasien berusia di atas 40 tahun.

BUN dan kadar kreatinin serum karena pada perdarahan saluran cerna

bagian atas, pemecahan darah oleh kuman usus akan mengakibatkan

Page 25: CASE Dr.selonan

kenaikan BUN, sedangkan kreatinin serum tetap normal atau sedikit

meningkat.

Kadar elektrolit (Natrium, Kalium, Clorida) dimana perubahan elektrolit

bisa terjadi karena perdarahan, transfusi, atau kumbah lambung.

Dan pemeriksaan penunjang lainnya yang perlu dilakukan tergantung jenis kasus perdarahan saluran cerna atas yang dihadapi.

Seorang pasien yang datang dengan keluhan hematemesis, muntahan seperti

kopi karena berubahnya darah oleh asam lambung, hampir pasti perdarahannya

berasal dari saluran cerna bagian atas. Timbulnya melena, berak hitam lengket

dengan bau busuk, bila perdarahannya berlangsung sekaligus sejumlah 50 – 100 ml

atau lebih. Untuk lebih memastikan keterangan melena yang diperoleh dari

anamnesis, dapat dilakukan pemeriksaan digital rektum. Perdarahan saluran cerna

bagian atas dengan manifestasi hematoskezia dimungkinkan bila perdarahannya cepat

dan banyak melebihi 1000 ml dan disertai kondisi hemodinamik yang tidak stabil

atau syok.

Pada semua kasus perdarahan saluran cerna disarankan untuk pemasangan

pipa nasogastrik, kecuali pada perdarahan kronik dengan hemodinamik stabil atau

yang sudah jelas perdarahan saluran cerna bagian bawah. Pada perdarahan saluran

cerna bagian atas akan keluar cairan seperti kopi atau cairan darah segar sebagai

tanda bahwa perdarahan masih aktif. Selanjutnya dilakukan bilas lambung dengan air

suhu kamar. Sekiranya sejak awal tidak ditemukan darah pada cairan aspirasi,

dianjurkan pipa nasogastrik tetap terpasang sampai 12 atau 24 jam. Bila selama kurun

waktu tersebut hanya ditemukan cairan empedu dapat dianggap bukan perdarahan

saluran cerna bagian atas.

Perbandingan BUN dan kreatinin serum juga dapat dipakai untuk

memperkirakan asal perdarahan, nilai puncak biasanya dicapai dalam 24 hingga 48

jam sejak terjadinya perdarahan, normal perbandingannya 20, di atas 35

kemungkinan perdarahan berasal dari saluran cerna bagian atas, dibawah 35

Page 26: CASE Dr.selonan

kemungkinan perdarahan berasal dari saluran cerna bagian bawah. Pada kasus yang

masih sulit untuk menentukan asal perdarahannya, langkah pemeriksaan selanjutnya

ialah endoskopi saluran cerna bagian atas.

Klasifikasi Aktivitas Perdarahan Ulkus Peptikum Menurut Forest.

Aktivitas Perdarahan Kriteria Endoskopis

Forest Ia Perdarahan aktif. Perdarahan arteri menyembur.

Forest Ib Perdarahan aktif. Perdarahan merembes.

Forest II Perdarahan berhenti dan masih terdapat sisa – sisa perdarahan.

Gumpalan darah pada dasar tukak atau terlihat pembuluh darah.

Forest III Perdarahan berhenti tanpa sisa perdarahan.

Lesi tanpa tanda sisa perdarahan.

Penatalaksanaan Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas

Pengelolaan dasar pasien perdarahan saluran cerna sama seperti perdarahan

pada umumnya, yakni meliputi pemeriksaan awal, resusitasi, diagnosis, dan terapi.

Tujuan pokoknya adalah mempertahankan stabilitas hemodinamik, menghentikan

perdarahan, dan mencegah terjadinya perdarahan ulang. Konsensus Nasional PGI –

PEGI – PPHI menetapkan bahwa pemeriksaan awal dan resusitasi pada kasus

perdarahan wajib dan harus bisa dikerjakan pada setiap lini pelayanan kesehatan

masyarakat sebelum dirujuk ke pusat layanan yang lebih tinggi. Adapun langkah –

langkah praktis pengelolaan perdarahan saluran cerna bagian atas adalah sebagai

berikut:

1. Pemeriksaan awal, penekanan pada evaluasi status hemodinamik.

2. Resusitasi, terutama untuk stabilisasi hemodinamik.

3. Melanjutkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan lain yang

diperlukan.

4. Memastikan perdarahan saluran cerna bagian atas atau bagian bawah.

Page 27: CASE Dr.selonan

5. Menegakkan diangosis pasti penyebab perdarahan.

6. Terapi untuk menghentikan perdarahan, penyembuhan penyebab perdarahan

dan mencegah terjadinya perdarahan ulang.

Dengan adanya penegakan diagnosis penyebab perdarahan sangat menentukan

langkah terapi yang akan diambil pada tahap selanjutnya.

Langkah awal pada semua kasus perdarahan saluran makanan adalah menentukan

beratnya perdarahan dengan memfokuskan pada status hemodinamik.

Pemeriksaannya meliputi:

1. Tekanan darah dan nadi dalam posisi berbaring.

2. Perubahan ortostatik tekanan darah dan nadi.

3. Ada tidaknya vasokonstriksi perifer berupa akral teraba dingin.

4. Tidak adanya gangguan pernafasan.

5. Tingkat kesadaran.

6. Produksi urin.

Perdarahan akut dalam jumlah besar melebihi 20% volume intravaskuler akan

mengakibatkan kondisi hemodinamik tidak stabil, dengan tanda – tanda sebagai

berikut:

1. Hipotensi (< 90/60 mmHg atau MAP < 70 mmHg) dengan frekuensi nadi

lebih dari 100x/menit.

2. Tekanan diastolik ortostatik turun lebih dari 10 mmHg atau sistolik turun

lebih dari 20 mmHg.

3. Frekuensi nadi ortostatik meningkat 15x/menit.

4. Akral dingin.

5. Kesadaran menurun.

6. Anuria atau oliguria (produksi urin kurang dari 30 ml/jam).

Page 28: CASE Dr.selonan

Kecurigaan perdarahan akut dalam jumlah besar selain ditandai dengan

kondisi hemodinamik tidak stabil ialah bila ditemukan:

1. Hematemesis.

2. Hematoskezia.

3. Darah segara pada aspirasi pipa nasogastrik dan dengan lavase tidak segera

jernih.

4. Hipotensi persisten.

5. Dalam waktu 24 jam telah menghabiskan transfusi darah melebihi 800 – 1000

ml.

Penilaian hemodinamik (keadaan sirkulasi) perlu dilakukan evaluasi jumlah

perdarahan :

Perdarahan < 8% Hemodinamik stabil

Perdarahan 8-15% Hipotensi ortostatik

Perdarahan 15-25% Renjatan (shock)

Perdarahan 25-40% Renjatan + penurunan kesadaran

Perdarahan > 40% Moribund

Pada kondisi hemodinamik tidak stabil, berikan infus cairan kristaloid

(misalnya cairan garam fisiologis) dengan tetesan cepat menggunakan dua jarum

berdiameter besar (minimal 16 G) dan pasang monitor CVP (central venous

pressure); tujuannya memulihkan tanda – tanda vital dan mempertahankan tetap

stabil. Biasanya tidak sampai memerlukan cairan koloid (misalnya dekstran) kecuali

pada kondisi hipoalbuminemia berat. Secepatnya kirim pemeriksaan darah untuk

menentukan golongan darah, kadar hemoglobin, hematokrit, trombosit, leukosit.

Adanya kecurigaan diatesis hemoragik perlu segera ditindaklanjuti dengan

melakukan tes Rumpel-Leede, pemeriksaan waktu perdarahan, waktu pembekuan,

retraksi bekuan darah, PTT, dan aPTT.

Page 29: CASE Dr.selonan

Kapan transfusi darah diberikan sifatnya sangat individual, tergantung dari

jumlah darah yang hilang, perdarahan masih aktif atau sudah berhenti, lamanya

perdarahan berlangsung, dan akibat klinik dari perdarahan tersebut. Pemberian

transfusi darah pada perdarahan saluran cerna dipertimbangkan pada keadaan berikut

ini:

1. Perdarahan dalam kondisi hemodinamik tidak stabil.

2. Perdarahan baru atau masih berlangsung dan diperkirakan jumlahnya 1

liter atau lebih.

3. Perdarahan baru atau masih berlangsung dengan hemoglobin kurang dari

10 g% atau hematokrit kurang dari 30%.

4. Terdapat tanda – tanda oksigenasi jaringan yang menurun.

Perlu dipahami bahwa nilai hematokrit untuk memperkirakan jumlah perdarahan

kurang akurat bila perdarahan sedang atau baru berlangsung. Proses hemodilusi dari

cairan ekstravaskuler selesai dalam waktu 24 hingga 72 jam setelah onset perdarahan.

Target pencapaian hematokrit setelah transfusi darah tergantung kasus yang dihadapi,

untuk usia muda dengan kondisi sehat cukup sebesar 20 – 25%, usia lanjut sebanyak

30%, sedangkan pada hipertensi portal jangan melebihi hingga 27 – 28%.

Terapi Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas Non-Endoskopis

Salah satu usaha dalam menghentikan perdarahan yang sudah lama dilakukan

adalah bilas lambung lewat pipa nasogastrik dengan air suhu kamar. Prosedur ini

diharapkan mengurangi distensi lambung dan memperbaiki proses hemostatik, namun

demikian manfaatnya dalam menghentikan perdarahan tidak terbukti. Bilas lambung

ini sangat diperlukan untuk persiapan pemeriksaan endoskopi dan dapat dipakai

untuk membuat perkiraan kasar jumlah perdarahan. Berdasar percobaan hewan, bilas

lambung dengan air es kurang menguntungkan, waktu perdarahan menjadi

Page 30: CASE Dr.selonan

memanjang, perfusi dinding lambung menurun, dan bisa timbul ulserasi pada mukosa

lambung.

Pemberian vitamin K pada pasien dengan penyakit hati kronis yang

mengalami perdarahan saluran cerna bagian atas diperbolehkan, dengan

pertimbangan pemberian tersebut tidak merugikan dan relatif murah.

Vasopressin dapat menghentikan perdarahan saluran cerna bagian atas lewat

efek vasokonstriksi pembuluh darah splanknikus, menyebabkan aliran darah dan

tekanan vena porta menurun. Digunakan di klinik untuk perdarahan akut varises

esofagus sejak tahun 1953. Pernah dicoba pada terapi perdarahan nonvarises, namun

berhentinya perdarahan tidak berbeda dengan plasebo. Terdapat dua bentuk sediaan,

yakni pitresin yang mengandung vasopressin murni dan preparat pituitary gland yang

mengandung vasopressin dan oxytocin. Pemberian vasopressin dilakukan dengan

mengencerkan sediaan vasopressin 50 unit dalam 100 ml dekstrose 5%, diberikan 0.5

– 1 mg/menit/iv selama 20 – 60 menit dan dapat diulang tiap 3 – 6 jam; atau setelah

pemberian pertama dilanjutkan per infus 0.1 – 0.5 U/menit. Vasopressin dapat

menimbulkan efek samping serius berupa insufisiensi koroner mendadak, oleh karena

itu pemberiannya disarankan bersamaan dengan preparat nitrat, misalnya nitrogliserin

intravena dengan dosis awal 40 mcg/menit kemudian secara titrasi dinaikkan sampai

maksimal 400 mcg/menit dengan tetap mempertahankan tekanan sistolik di atas 90

mmHg.

Obat-obatan golongan anti sekresi asam yang dilaporkan bermanfaat untuk

mencegah perdarahan ulang saluran cerna bagian atas karena tukak peptik adalah

inhibitor pompa proton dosis tinggi. Diawali bolus omeprazol 80 mg/iv kemudian

dilanjutkan per infus 8 mg/kgBB/jam selama 72 jam, perdarahan ulang pada

kelompok plasebo 20% sedangkan yang diberi omeprazol hanya 4.2%. Suntikan

omeprazol yang beredar di Indonesia hanya untuk pemberian bolus, yang bisa

digunakan per infus adalah persediaan esomeprazol dan pantoprazol dengan dosis

sama seperti omeprazol. Pada perdarahan saluran cerna bagian atas ini, obat – obatan

seperti antasida, sukralfat, dan antagonis reseptor H2 masih boleh diberikan untuk

Page 31: CASE Dr.selonan

tujuan penyembuhan lesi mukosa penyebab perdarahan. Antagonis reseptor H2 dalam

mencegah perdarahan ulang saluran cerna bagian atas dikarenakan tukak peptik

kurang bermanfaat.

Terapi Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas Secara Endoskopis

Terapi endoskopi ditujukan pada perdarahan tukak yang masih aktif atau

tukak dengan pembuluh darah yang tampak. Metode terapinya meliputi:

1. Contact thermal (monopolar atau bipolar elektrokoagulasi, heater probe).

2. Noncontact thermal (laser).

3. Nonthermal (misalnya suntikan adrenalin, polidokanol, alkohol,

cyanoacrylate, atau pemakaian klip).

Berbagai cara terapi endoskopi tersebut akan efektif dan aman apabila

dilakukan oleh ahli endoskopi yang terampil dan berpengalaman. Endoskopi

terapeutik ini dapat diterapkan pada 90% kasus perdarahan saluran cerna bagian atas,

sedangkan 10% sisanya tidak dapat dikerjakan karena alasan teknis seperti darah

terlalu banyak sehingga pengamatan terhalang atau letak lesi tidak terjangkau. Secara

keseluruhan 80% perdarahan tukak peptik dapat berhenti spontan, namun pada kasus

perdarahan yang berasal dari arterial yang bisa berhenti spontan hanya 30%. Terapi

endoskopi yang relatif mudah dan tanpa banyak peralatan pendukung ialah

penyuntikan submukosa sekitar titik perdarahan menggunakan adrenalin 1 : 10.000

sebanyak 0,5 – 1 ml tiap kali suntik dengan batas dosis 10 ml atau alkohol absolut

(98%) tidak melebihi 1 ml. Penyuntikan bahan sklerosan seperti alkohol absolut atau

polidokanol umumnya tidak dianjurkan karena bahaya timbulnya tukak dan perforasi

akibat nekrosis jaringan di lokasi penyuntikan. Keberhasilan terapi endoskopi dalam

menghentikan perdarahan bisa mencapai di atas 95% dan tanpa terapi tambahan

lainnya perdarahan ulang frekuensinya sekitar 15 – 20%.

Penatalaksanaan Ulkus Peptikum

Page 32: CASE Dr.selonan

Tujuan Pengobatan adalah:

1. Menyembuhkan ulkus

2. Menghilangkan rasa nyeri

3. Mencegah kekambuhan

Prinsip Pengobatan adalah:

1. Menghilangkan/Mengurangi factor agresif

2. Meningkatkan factor defensive

3. Kombinasi keduanya

Pengobatan non medika mentosa:

1. Mengatur frekuensi makan

2. Jumlah makanan

3. Jenis makanan

4. Mengendalikan stress

Pengobatan medika mentosa:

1. Penetralisir asam lambung: antasida

2. Penghambat sekresi asam lambung: antihistamin-2, antikolinergik, pengha

3. Proton Pump Inhibitor

4. Obat protektor mukosa: obat sitoprotektif, obat site-protective.

5. Antisecretory-cytoprotective agent: analog prostaglandin E, Ebrotidine.

6. Digestive enzyme

7. Obat prokinetik

8. Obat antiemetic

9. Antibiotik

10. Lain-lain: Antiansietas

Page 33: CASE Dr.selonan

a. Antasida

Antasida adalah obat yang bekerja lokal pada lambung untuk menetralkan asam

lambung. Karena antasida menetralkan asam lambung, maka pemberian antasida akan

eningkatkan pH lambung sehingga kemampuan proteolitik (penguraian protein)

enzim pesin (yang aktif pada pH 2) serta sifat korosf asam dapat dimnimalkan.

Peningkatan pH lebih dari 5 dapat menmbulkan efek acid rebound. Acid rebound

adalah hipersekresi dari asam lambung untuk mempertahankan pH lambung yang

normal (3 - 4). Dilihat dari sudut efek yang merusak dari asam dan pepsin maka

pencapaian pH yang ideal adalah pH 5 dimana kapasitas proteolitik pepsin dapat

dihilangkan dan efek korosif dari asam dapat diminimalkan.

Ada bermacam-macam antasida yang beredar di pasaran, baik jenis dan merk

dagang. Antasid merupakan senyawa basa yang dapat menetralkan asam secara

kimiawi misalnya kalsium karbonat, alumunium hidroksida, magnesium hidroksida

dalam kombinasi.

Indikasi Antasida adalah pengobatan simptomatik nyeri epigastrum, nyeri

lambung dan rasa kembung yang menyertai hipersiditas lambung, gastritis, ulkus

lambung dan ulkus duodenum.

Antasida diberikan bersama simetidin atau tetrasiklin oral dapat mempengaruhi

penyerapan obat-obat tersebut. Karena itu diberikan dengan interval 2 jam. Antasida

sampai sekarang masih tetap digunakan secara luas dalam kombinasi dengan obat-

obat antiulkus karena memberikan pengurangan rasa nyeri di ulu hati dengan cepat

dan efektif walaupun bersifat sementara. Nyeri dapat diatasi dengan meningkatkan

pH isi lambung diatas 2 dan keadaan ini mudah dapat dicapai dengan pemberian

antasida, tetapi untuk menyembuhkan ulkus diperlukan pemberian antasida yang

sering dengan dosis yang mencukupi.

Pemberian dosis tinggi yang menyebabkan peningkatan pH yang tinggi disertai

acid rebound yang akan menurunkan pH kembali, sehingga diperlukan pemberian

antasida dengan interval yang makin pendek (makin sering) agar pH tetap tinggi

secara kontinyu. Dikenal 2 regimen dosis yaitu:

Page 34: CASE Dr.selonan

a. Pengobatan antasida yang intensif

Pengobatan ini bertujuan menyembuhkan ulkus, antasida diberikan 1 dan 3

jam setelah makan dan sebelum tidur (dibagi dalam 7 kali pemberian).

b. Pengobatan antasida yang tidak intensif

Termasuk disini pengobatan untuk menghilangkan ras nyeri. Untuk keperluan

ini antasida cukup diminum sesuai kebutuhan. Makanan dan minuman juga

mempunyai kemmpuan untuk menetralkan asam lambung, sehingga dikenal

istilah pain food reliefe, tetapi netralusasi ini hanya bersifat sementara, oleh

karena 1 jam kemudian sekresi asam mencapai puncaknya. Karena itu rasa

nyeri akan timbul kembali, biasanya mulai kurang lebih 90 menit setelah

makan. Adanya makanan akan memperlambat pengosongan lambung sehing

daya kerja antasida lebih panjang, yaitu sekitar 2 jam.

Pada lambung yang kosong, daya kerja antasida hanya 20 - 40 menit,

karena antasida dengan cepat masuk ke duodenum. Satu jam sesudah makan

sekresi asam lambung mencapai maksimal, karena itu pemberian antasida

yang tepat adalah 1 jam sesudah makan dan daya kerja antasida akan bertahan

lebih lama karena makanan akan memperlambat pengosongan lambung.

Antasida diberikan lagi 3 jam sesudah makan dengan maksud untuk

memperpanjang daya kerja antasida kira-kira 1 jam lagi.

Pada keadaan yang lebih parah misalnya pada ulkus berat atau terjadi

perdarahan, dianjurkan pemberian antasida tiap jam. Antsida adakalanya

diberikan sebelum tidur maksudnya untuk menetralkan asam lambung yang

disekresi pada malam hari. Tetapi daya kerja ini terbatas karena lambung

dalam keadaaan kosong sehingga untuk menghilangkan nyeri pada malam

hari sebaiknya digunakan obat antisekresi asam.

b. Penyekat Reseptor H-2

Sering disebut juga sebagai antagonis reseptor H-2. kerjanya sangat spesifik,

Page 35: CASE Dr.selonan

hanya menghambat reseptor H-2 saja yang terdapat dalam jumlah banyak di mukosa

lambung. Penyekat reseptor H-2 bekerja dengan menurunkan sekresi asam lambu ng

dalam waktu yang lebih lama daripada efek antasida, sehingga lebih efektif.

Contohnya simetidin, ranitidin, famotodin, dan nizatidin.

Penyekat reseptor H-2 bekerja dengan menghambat reseptor H-2 secara

bersaing dengan histamin. Penyekat reseptor H-2 akan berikatan dengan reseptor

tersebut karena mempunyai rumus bangun yang mirip dengan histamin. Histamin,

gastrin, dan asetilkolin terdapat di sel parietal lambung. Apabila histamin berikatan

dengan reseptornya, akan terbentuk siklik AMP (adenosin monofosfat) dan akan

menjadi aktif. Sedangkan jika gastrin dan asetilkolin yang berikatan dengan

reseptornya masing-masing akan menyebabkan peningkatan kadar kalsium intrasel,

yang selanjutnya diperantarakan histamin dan reseptor H-2. Peningkatan siklik AMP

maupun kadar kalsium akan mengaktifkan pompa proton dari sel parietal. Pompa

proton merupakan suatu enzim H-K-ATPase yang memecahkan zat kimia pembawa

energi yakni ATP sehingga memberikan energi yang diperlukan untuk mengaktifkan

pemompaan ion keluar masuk sel parietal. Pompa proton akan secara aktif

mengeluarkan ion H+ dari dalam sel ke kanalikuli dan menukarnya dengan ion K+

dari kanalikuli. Ion K+ akan keluar lagi dari sel parietal bersama-sama ion Cl-. Ion

Cl- yang dikeluarkan ini kemudian akan berikatan dengan ion H+ di kanlikuli

membentuk asam lambung. Bila reseptor histamin H-2 telah diikat oleh penyekat

reseptor H-2, maka proses seperti diatas tidak terjadi dan asam lambung tidak akan

terbentuk.

c. Antikolinergik

Obat ini bekerja dengan menghambat reseptor kolinergik sel parietal sehingga

menghambat sekresi asam lambung. Contohnya pirenzepine. Pirenzepin pada dosis

yang cukup tinggi juga mempengaruhi reseptor asetilkolin tipe lain sehingga dapat

menyebabkan efek samping antikolinergik klasik seperti mulut kering, penglihatan

kabur, jantung berdebar-debar, konstipasi, dan kesulitan miksi.Indikasi utama adalah

Page 36: CASE Dr.selonan

untuk ulkus lambung dan ulkus duodenum. Juga diindikasikan pada dispepsia karena

efek antispasmodik pada motilitas lambung (menurunkan motilitas lambung). Dosisi

pirenzepin yang direkomendasikan adalah 1 tablet 50mg, 2 kali sehari sebelum

makan. Obat antikolinergik lain misalnya atropin dan skopolamin butil bromida tidak

efektif menekan sekresi asam lambung.

d. Proton Pump Inhibitor

Proton Pump Inhibitor juga disebut H-K-ATPase Inhibitor, karena memang

menghambat kerja enzim H-K-ATPase. Obat ini baru ditemukan tahun 80-an dan

terbukti jauh lebih kuat hambatannya terhadap sekresi asam lambung dibanding

bloker H-2. waktu kerjanya juga lebih lam sehingga dapat diberikan 1 kali sehari.

Contohnya omeprazole, esomeprazole, dan lansoprazole.

Golongan obat ini yang pertama kali dipasarkan ialah omeprazole. Omeprazole

merupakan suatu pro-drug yang tidak aktif di tubuh sampai diaktifkan di sel parietal.

Omeprazole merupakan basa lemah sehingga akan terkonsemtrasi pada bagian-bagian

yang asam. Selain rongga lambung, pada tubuh satu-satunya tempat dimana terdapat

keasaman adalah kanalikuli sekretori sel parietal. PPI menghambat sekresi asam pada

tahap akhir yaitu di pompa proton.

Pada kanalikuli sekretori di sekitar pompa proton, omeprazole akan menarik

proton (ion H+) dan dengan cepat berubah menjadi sulfonamid tiofilik atau asam

sulfenat, yang merupakan penghambat pompa proton aktif. Sulfonamid akan bereaksi

cepat dengan pompa proton dan menghambatnya secara efektif yaitu menghambat

sekresi asam sebanyak 95 % selama 24 jam. Untuk menghindari pemecahan

omeprazole dalam rongga lambung yang asam, adalah formulasi oralnya

mengandung granul selaput enterik yang tahan asam. Jadi omeprazole menghambat

sekresi asam pada tahap akhir mekanisme sekresi asam yaitu di pompa proton. Sifat

omeprazole yang lipofilik sehingga mudah menembus membran sel parietal tempat

sel dihasilkan. Omeprazole hanya aktif dalam lingkungan asam dan tidak aktif pada

Page 37: CASE Dr.selonan

pH fisiologis, sehingga tidak menghambat pompa proton di tempat lain. Hal ini

membuat omeprazole aman karen hanya menghambat pompa proton di sel parietal

lambung. Dengan menghambat produksi asam pada tahap ini, berarti omeprazole

mengontrol sekresi asam tanpa terpengaruh rangsangan lain (histamin, asetilkolin).

e. Mucosal protecting agent

Prinsip dari obat-obatan ini adalah melindungi mukosa lambung, baik secara

langsung maupun tidak. Obat yang melindungi secara langsung itu terjadi karena obat

tersebut membentuk suatu gel yang melekat erat pada mukosa lambung. Berbeda

dengan antasida, obat ini melindumgi mukosa dan dapat melekat erat di mukosa

lambung, maka obat ini harus diberikan dalam keadaan perut kosong. Contohnya

sukralfat dan bismuth. Sedangkan obat yang bekerja tidak langsung melindungi

mukosa adalah analog prostaglandin yaitu misoprostol.

f. Cytoprotective Agent (Setraksat)

Cytoprotective Agent merupakan golongan sitoprotektif karena meningkatkan

mekanisme pertahanan lambung dan duodenum. Peningkatan ketahanan mukosa ini

disebabkan oleh peningkatan mikrosirkulasi. Peningkatan aliran darah mukosa

lambung menyebabkan peningkatan produksi mukus, produksi PgE, dan perbaikan

sawar mukosa. Dengan meningkatnya mikrosirkulasi, berarti suplai glukosa, oksigen

dan zat-zat makanan semakin meningkat sehingga aktivitas dan regenerasi sel-sel

epitel mukosa semakin baik. Efek utamanya adalah meningkatkan aliran darah

mukosa lambung dan duodenum sehingga meningkatkan regenerasi epitel mukosa

dan produksi mukus dan menghambat difusi balik ion hidrogen serta konversi

pepsinogen menjadi pepsin di membran mukosa. Jadi dengan meningkatkan resistensi

mukosa, setraksat mempercepat penyembuhan ulkus peptikum dan memperpendek

lama pengobatan.

g. Site Protective Agent (Sukralfat)

Page 38: CASE Dr.selonan

Sukralfat adalah kompleks alumunium dan sukrosa. Sukralfat menjadi kental

dan lengket dalam lingkungan asam serta melekat erat ke protein di kawah ulkus.

Sukralfat melindungi ulkus dari erosi lebih lanjut dan menghambat kerja agresif

pepsin dan empedu di tempat ulkus.

h. Tripotasium Dicitrato Bimustat (Colloidal Bismuth Subcitrate)

Pada pH asam, CBS akan membentuk endapan bismut oksiklorida dan bismut

sitrat yang melekat terutama pada tempat ulkus. Obat ini mempunyai efek

membentuk barrier terhadap asam dan pepsin namun tidak mempunyai efek

menetralkan asam. In-vitro obat ini juga dilaporkan mempunyai efek bakteriostatik

terhadap kuman Helicobacter pylori. Biasanya dikombinasi dengan metronidazol dan

amoksisilin atau tetrasiklin (triple therapy).

i. Analog Prostaglandin E

Substansi ini terdapat secara alamiah dalam tubuh dan diketahui berperan di

lambung. Derivat pertama yang dipasarkan adalah Misoprostol. Misoprostol pertama

kali dipasarkan di meksiko tahun 1985. obat ini telah memsuki pasar dunia tetapi

gagal baik klinis maupun komersial, karena itu diposisikan kembali untuk pengobatan

ulkus yang disebabkan oleh penggunaan obat AINS (Anti Inflamasi Non Steroid),

kemudian untuk pencegahan ulkus pada penderita yang menggunakan AINS. Obat ini

dikembangkan untuk memperkuat pertahanan mukosa.

j. Antibiotika

Penelitian akhir-akhir ini membuktikan bahwa ada kaitan antara kuman

Helicobacter pylori dengan gastritis kronik, ulkus duodenum dan kanker lambung.

Ada banyak antibiotika yang secara in vitro sensitif terhadap kuman ini. Tapi banyak

yang kurang berhasil karena banyak antibiotika yang tidak aktif dalam suasana asam.

Sedangkan kuman Helicobacter pylori ini hidup dalam suasana asam. Oleh karena itu,

antibiotika seperti amoksisilin harus dikombinasikan dengan obat penekan sekresi

Page 39: CASE Dr.selonan

asam lambung yang kuat. Pengobatan ideal untuk membasmi kuman ini belum

ditetapkan.

Hasil konsensus asia pasifik tahun 1997 mengeluarkan pedoman eradikasi

Helicobacter pylori dengan triple therapy yang terdiri dari:

1. PPI dosis standar 2 kali sehari

Klaritromisin 500 mg 2 kali sehari

Amoksisilin 1000 mg 2 kali sehari

2. PPI dosis standar 2 kali sehari

Klaritromisin 500 mg 2 kali sehari

Metronidazol 400 mg 2 kali sehari

Semua obat diatas diberikan selama 7 hari. Regimen ini memberikan efektifitas

sekitar 90%. Namun lebih dari 30% penderita mengalami efek samping dengan

pengobatan ini, sebagian besar berupa efek samping ringan. Suatu alternatif lain yan

diberikan selama 2 minggu (efektifitas 80%) ialah:

Omeprazole 40 mg 2 kali sehari

Amoksisilin 500 mg 4 kali sehari

k. Obat-obat Lain

Ada beberapa obat yang juga bisa dipakai untuk ulkus peptikum seperti obat

antiansietas seperti Diazepam dan Cholordiazepoxide. Dasarnya adalah untuk

mengurangi stres, sehingga mengurangi juga pembentukan asam lambung.

l. Obat prokinetik (Metoklopropamid dan Domperidone)

a. Metoklopropamid

Metoklopropamid adalah obat yang bekerja melalui susunan saraf pusat

untuk merangsang motilitas lambung. Metoklopropamid mempercepat

pengosongan lambung dan meningkatkan tekanan sfingter esofagus bawah.

Page 40: CASE Dr.selonan

Kedua sifat ini membantu mengurangi refluks (pengaliran kembali) asam

lambung ke esofagus. Indikasi utama adalah heartburn (rasa panas menusuk di

ulu hati dan dada), dispepsia dan mual/muntah selama pengobatan dengan

kemoterapi. Efek samping dihubungkan dengan efeknya terhadap susunan

saraf pusat yaitu gelisah, kelelahan, pusing dan lesu. Diare juga merupakan

masalah pada beberapa penderita dan merupakan akibat dari peningkatan

motilitas lambung.

b. Domperidone

Digunakan untuk meningkatkan motilitas saluran cerna bagian atas.

Penggunaan utama adalah mengontrol rasa mual dan muntah tanpa melihat

penyebabnya. Domperidone meningkatkan motilitas lambung dengan

menghambat reseptor dopamin di dinding lambung.

GASTREKTOMI TOTAL

Indikasi

Pada umumnya indikasi gastrektomi total adalah karsinoma infiltratif pada

seluruh gaster (linitis plastika), karsinoma pada sepertiga proksimal dan tengah

gaster, tumor polipoid yang besar pada sepertiga tengah gaster, karsinoma gaster yang

disertai poliposis atau gastritis atrofik dan karsinoma gaster pada stump gaster pasca

gastrektomi untuk ulkus gaster dan yang jarang adalah gastrinoma yang unresektabel

yang gejalanya tidak bisa diatasi.

Karsinoma gaster dengan metastasis jauh ke hepar atau kavum Douglas atau

seeding ke seluruh rongga peritoneum merupakan kontraindikasi.

Tujuannya adalah untuk (1) mendapatkan batas insisi yang bebas tumor baik

pada sisi esofageal maupun sisi duodenal, (2) membuang semua kelenjar limfe lokal

dan regional, termasuk arteri gastrika kanan dan kiri, dan arteri gastrika brevis, (3)

membuang semua omentum secara en bloc dengan gaster (4) membuang semua

Page 41: CASE Dr.selonan

jaringan limfatik pada permukaan kapsul pankreas dan kemudian (5) dilakukan

rekonstruksi Roux-en-Y dengan esofagoenterostomi atau dengan jejunal pouch (lihat

gambar 5). Mungkin dilakukan bersamaan dengan pengangkatan organ yang

berdekatan seperti limpa, korpus dan kauda pankreas, sebagian kolon transversum.

Gambar 5. Anatomi yang relevan pada reseksi karsinoma gaster. (Soybel DI. Zinner MJ. Stomach and Duodenum: Operative Procedures. In: Zinner MJ. Schwartz SI. Ellis H. Maingot’s Abdominal Operations. 10th Edition. Appleton & Lange. 1997: p.1079-280)

Persiapan Operasi

Volume darah dipersiapkan dan antibiotik diberikan bila terdapat akhlorhidria.

Jika melibatkan kolon, maka dilakukan bowel cleansing dan antibakteri yang sesuai.

Empat sampai enam unit darah disiapkan bila diperlukan transfusi. Tes faal paru

dilakukan sesuai indikasi. Pemasangan selang nasogastrik atau Levin diperlukan

untuk mengosongkan lambung sebelum operasi.

Posisi Pasien, Insisi dan Eksposur

Operator berdiri di sisi kanan penderita dan menggunakan lampu kepala.

Posisi penderita anti Trendelenburg akan sangat membantu. Eksposur yang baik

dapat dicapai melalui insisi chevron, walau insisi midline sampai xiphoid juga

memberikan eksposur yang memadai, pada orang gemuk dapat sampai

Page 42: CASE Dr.selonan

infraumbilikal. Selang nasogastrik ditempatkan pada kurvatura mayor. Retraktor

Bookwalter dapat digunakan untuk memberikan ekpsosur yang baik pada rongga

abdomen atas, dan Mickulicz pads dapat digunakan untuk menahan usus halus dan

kolon transversum ke dalam rongga abdomen bawah. Segmen lateral lobus kiri hati

ditarik ke atas dan ke kanan dengan menggunakan retraktor Richardson atau

Herrington dan di antaranya dilapisi dengan kassa besar. Dan jangan menimbulkan

tarikan pada hepar karena dapat berakibat fraktur hepar dan perdarahan (lihat gambar

6).

Gambar 6. Penggunaan retraktor Bookwalter untuk eksposur abdomen atas. (Soybel DI. Zinner MJ. Stomach and Duodenum: Operative Procedures. In: Zinner MJ. Schwartz SI. Ellis H. Maingot’s Abdominal Operations. 10th Edition. Appleton & Lange. 1997: p.1079-280)

Tehnik Operasi

Diseksi dimulai dengan memisahkan omentum dari kolon transversum (lihat

gambar 7). (2) Keseluruhan kolon transversum, termasuk fleksura hepatika dan

lienalis, dibebaskan dari omentum dan ditarik ke bawah. Omentum ditarik ke atas,

bersamaan dengan kolon transversum ditarik ke bawah, cabang-cabang vena antara

vena gastroepiploika kanan dan vena kolika media diligasi. Omentum pada kolon

transversum dan kaput pankreas didiseksi secara tajam.

Page 43: CASE Dr.selonan

Gambar 7. Reseksi karsinoma gaster. Ligamen gastrokolik dipisahkan dari kolon transversum dengan menggunakan kauter. (Dikutip dari: Soybel DI. Zinner MJ. Stomach and Duodenum: Operative Procedures. In: Zinner MJ. Schwartz SI. Ellis H. Maingot’s Abdominal Operations. 10 th Edition. Appleton & Lange. 1997: p.1079-280) (2)

Bursa omentalis kemudian dapat dimasuki sehingga dapat mengevaluasi ekstensi

tumor dan kelenjar limfe pada retroperitoneum (lihat gambar 8).

Gambar 8. Tampak bursa omentalis dapat dimasuki.. (Dikutip dari: Zollinger RM. Jr. Zollinger RM. Sr. Zollinger’s Atlas of Surgical Operations. 8th Edition. McGraw-Hill; 2003: p.74-89)

Arteri gastroepiploika kanan diidentifikasi, dapat dengan palpasi dan ditelusuri

sampai pangkalnya pada percabangan dengan arteri gastroduodenale bila

memungkinkan, kemudian diligasi dan dipotong Pangkal arteri gastrika dekstra pada

percabangannya dengan arteri hepatika komunis diidentifikasi dan diligasi dengan

silk 2-0 dan dipotong. Palpasi untuk mencari adanya nodi limfatisi pada area portal.

Jaringan lymphatic-bearing dipisahkan kearah sisi gaster. (lihat gambar 9 dan 10).

Page 44: CASE Dr.selonan

Gambar 9. Identifikasi vasa gastroepiploika kanan kemudian diligasi dan dipotong. (Dikutip dari: Zollinger RM. Jr. Zollinger RM. Sr. Zollinger’s Atlas of Surgical Operations. 8 th Edition. McGraw-Hill; 2003: p.74-89) (7)

Gambar 10. Identifikasi vasa gastrika kanan kemudian diligasi dan dipotong. (Dikutip dari: Zollinger RM. Jr. Zollinger RM. Sr. Zollinger’s Atlas of Surgical Operations. 8 th Edition. McGraw-Hill; 2003: p.74-89) (7)

Dengan menggunakan elektrokauter, omentum minus diinsisi didekat liver dan

didiseksi sampai kurvatura minor, dari duodenum sampai ke esofagus. Semua

Page 45: CASE Dr.selonan

pembuluh darah kecil diligasi dengan silk 3-0. diseksi sampai permukaan peritoneal

pada esofagus.

Duodenum diklem dengan darm klem pada sisi duodenum kurang lebih 3 cm distal

dari cincin pilorik dan pada sisi gaster diklem dengan klem Kocher, kemudian diinsisi

dengan skalpel atau dapat menggunakan stapler GIA atau TA-55 (lihat gambar 11

dan12).

Gambar 11. Identifikasi vasa gastrika kanan kemudian diligasi dan dipotong. (Dikutip dari: Zollinger RM. Jr. Zollinger RM. Sr. Zollinger’s Atlas of Surgical Operations. 8 th Edition. McGraw-Hill; 2003: p.74-89) (7)

Page 46: CASE Dr.selonan

Gambar 12. Duodenum dipotong pada distal pylorus, dengan menggunakan stapler. Stump duodenum diperkuat dengan jahitan Lambert dengan silk 3-0. (Dikutip dari: Soybel DI. Zinner MJ. Stomach and Duodenum: Operative Procedures. In: Zinner MJ. Schwartz SI. Ellis H. Maingot’s Abdominal Operations. 10th Edition. Appleton & Lange. 1997: p.1079-280) (2)

Stump duodenum ditutup dengan jahitan bila tidak menggunakan stapler Kemudian

asisten menarik gaster ke atas dan ke anterior. Arteri gastrika sinistra dapat

diidentifikasi pada sisi posterior gaster. Pada approach ini dapat juga melihat aksis

seliakus dan cabang-cabangnya, serta dapat melihat peritoneum pada permukaan

pankreas. Jika tumor telah menginvasi struktur tersebut, maka harus diputuskan

apakah sekaligus mengangkat korpus dan kauda pankreas. Walau argumentasi untuk

tindakan yang radikal masih lemah, namun peritoneum pada permukaan pankreas

diangkat sebagai spesimen en bloc. Peritoneum pada permukaan pankreas didiseksi

secara perlahan sampai menuju ke arteri gastrika sinistra dan hilus lien. Jika tujuan

kuratif tampaknya dapat dicapai maka pengangkatan korpus dan kauda pankreas tidak

merupakan kontraindikasi.(2) Pangkal arteri gastrika sinistra diidentifikasi pada aksis

seliakus dan diligasi dengan silk 2-0 dan dipotong. (lihat gambar 13).

Gambar 13. Identifikasi vasa gastrika kiri kemudian diligasi dan dipotong. (Dikutip dari: Zollinger RM. Jr. Zollinger RM. Sr. Zollinger’s Atlas of Surgical Operations. 8th Edition. McGraw-Hill; 2003: p.74-89) (7)

Page 47: CASE Dr.selonan

Stump arteri tersebut kemudian ligasi dengan jahitan. Dari aksis seliakus, jaringan

yang mengelilingi arteri tersebut mengandung limfatik dan didiseksi sampai

kurvatura minor. Bila tumor terletak proksimal pada korpus, dan terdapat tumor

bearing node atau terdapat infiltrasi ke hilus lien, maka lien dapat diangkat sebagai

spesimen en bloc.

Melalui bursa omentalis, kauda pankreas diidentifikasi, arteri dan vena lienalis

dipisahkan dan diligasi kemudian dipotong. Pada titik ini vasa gastrika brevis tidak

dipotong karena bagian dari spesimen en bloc.

Aspek posterior dari esofagus dapat terlihat jika spesimen gaster dan lien

diangkat ke atas. Peritoneum pada permukaan pankreas dipisahkan secara tumpul

sampai batas superior pankreas, kemudian dipotong pada sisi posterior

gastroesofageal, sehingga gastroesophageal junction terekspos. Pada gambar 14

dapat dilihat gaster dapat dimobilisasi kecuali pada esofagus (lihat gambar 14).

Page 48: CASE Dr.selonan

Gambar 14. Gaster dimobilisasi dan esofagus dapat terekspos. (Dikutip dari:Zollinger RM Jr. Zollinger RM Sr. Zollinger’s Atlas of Surgical Operations. 8th Edition. McGraw-Hill; 2003: p.74-89) (7)

Dinding esofagus dijahitkan pada krus diafragma bilateral, demikian juga sisi anterior

dan posterior, dengan silk 4-0. Karena dinding esofagus cenderung mudah robek,

maka mukosa dan lapisan otot dijahit pada sisi insisi. Jahitan pada diafragma juga

berguna untuk mencegah rotasi pada esofagus pada saat di anastomosis dengan

jejunum (lihat gambar 15). (2,7)

Page 49: CASE Dr.selonan

Gambar 15. Esofagus dijahitkan pada krus diafragma. Pada sisi insisi lapisan mukosa dan lapisan otot dijahitkan agar tidak mudah mengalami robek. (Dikutip dari: Zollinger RM. Jr. Zollinger RM. Sr. Zollinger’s Atlas of Surgical Operations. 8th Edition. McGraw-Hill; 2003: p.74-89) (7)

Tehnik Rekonstruksi Pasca Gastrektomi Total

Rekonstruksi yang dilakukan harus mengembalikan fungsi transit intestinal

dan nutrisi yang baik. Pasase makanan dengan mudah dipertahankan dengan

esofago-jejunostomi simpel, tetapi kehilangan berat badan persisten, refluks

esofageal dan biasanya sindrom dumping yang berat dapat mempengaruhi kualitas

hidup.(3) Untuk mengatasi masalah-masalah pencegahan refluks, preservasi transit

duodenal dan khususnya membuat reservoir gastrik merupakan tujuan utama dari

rekonstruksi. Berbagai macam tehnik telah dilakukan, namun tidak ada yang lebih

memuaskan dibandingkan dengan anastomosis esofagus dengan loop jejunal Roux-

en-Y.

Rekonstruksi yang paling sering digunakan adalah: (1) esofagojejunostomi

(Roux-en-Y) baik dengan penjahitan manual maupun dengan stapler, (2) Anastomosis

ujung esofagus dengan loop jejunal ditambah dengan anastomosis side to side jejuno-

jejunal, dan (3) interposisi dengan segmen jejunum antara esofagus dan duodenum.

Page 50: CASE Dr.selonan

Esofagojejunostomi (Roux-en-Y)

Pada saat ini, metode ini merupakan prosedur yang paling sering dipakai.

Panjang jejunojejunostomi adalah 60 cm sehingga refluks biliopankreatik jarang

terjadi. Anastomosis dengan esofagus dapat secara end to end atau end to side. Loop

jejunal dapat melewati kolon transversum secara antekolik maupun retrokolik.

Anastomosis dapat dijahit secara manual maupun dengan stapler (Lihat gambar 16-

21).

Gambar 16. Mobilisasi jejunal loop. Jejunum dipotong 30 cm distal dari ligamentum treitz. Mesojejenum diterawang untuk melihat arkade pembuluh darah. Dua sampai tiga arkade pembuluh darah dipotong, dan segmen jejunum yang tidak mempunyai pembuluh darah dipotong. Kedua ujung jejunum ditutup dengan jahitan dua lapis menggunakan silk 4-0. (Dikutip dari: Zollinger RM. Jr. Zollinger RM. Sr. Zollinger’s Atlas of Surgical Operations. 8th Edition. McGraw-Hill; 2003: p.74-89)

Page 51: CASE Dr.selonan

Gambar 17. Ujung distal jejunum dilewatkan melalui lubang pada mesokolon sebelah kiri dari vasa kolika media yang telah dipersiapkan. Hati-hati jangan sampai mesojejunum terpuntir. Dinding jejunum dijahitkan pada mesokolon dan sisa rongga pada mesokolon ditutup untuk mencegah hernia interna. Stump jejunum diarahkan ke kanan, namun kebanyakan ke arah kiri. (Dikutip dari: Zollinger RM. Jr. Zollinger RM. Sr. Zollinger’s Atlas of Surgical Operations. 8 th Edition. McGraw-Hill; 2003: p.74-89)

Page 52: CASE Dr.selonan

Gambar 18. Ujung distal jejunum dijahitkan pada diafragma dengan silk 2-0, berguna untuk mencegah ketegangan pada anastomosis dengan esofagus. Buat jahitan pada kedua sudut (C,D), kemudian di antara keduanya dibuat

Page 53: CASE Dr.selonan

jahitan antara serosa jejunum dan dinding esofagus. Insisi pada jejunum sambil diregangkan sehingga tidak didapatkan kelebihan mukosa bila insisinya terlalu lebar. Kemudian dilakukan anastomosis end to side dengan silk 4-0 pada seluruh ketebalan dinding. Selang nasogastrik diarahkan ke dalam jejunum, dapat diteruskan sampai tempat masuk jejunum pada mesokolon untuk mencegah angulasi jejunum. Dikutip dari: Zollinger RM. Jr. Zollinger RM. Sr. Zollinger’s Atlas of Surgical Operations. 8th Edition. McGraw-Hill; 2003: p.74-89)

Gambar 19. Dinding anterior esofagus dijahit dua lapis dengan silk 4-0. Kemudian peritoneum yang sebelumnya dipotong untuk mengidentifikasi dan memotong nervus vagus dan menarik esofagus ke bawah, ditarik ke bawah dan dijahitkan ke jejunum dengan silk 2-0. Kemudian mesojejunum dijahitkan pada dinding posterior, kecuali pada pankreas, untuk mencegah terjadinya angulasi yang dapat mengganggu suplai pendarahan. (Dikutip dari: Zollinger RM. Jr. Zollinger RM. Sr. Zollinger’s Atlas of Surgical Operations. 8th Edition. McGraw-Hill; 2003: p.74-89)

Page 54: CASE Dr.selonan

Gambar 20. Ujung jejunum proksimal kemudian dianastomosiskan pada lengkung jejunum distal dengan jarak kurang lebih 60 cm dari anastomosis dengan esofagus dengan silk 4-0, defek pada mesenterium dijahit untuk mencegah hernia interna. (Dikutip dari: Zollinger RM. Jr. Zollinger RM. Sr. Zollinger’s Atlas of Surgical Operations. 8th Edition. McGraw-Hill; 2003: p.74-89)

A B

Page 55: CASE Dr.selonan

Gambar 21. Anastomosis esofagus dan jejunum end to side menggunakan instrumen EEA. A. Instrumen EEA tanpa anvil-nya dimasukkan ke dalam lumen jejunum. Jahitan purse string dilakukan pada ujung esofagus. B.C. Rod instrumen diteroboskan ke dinding anti mesenterik dari jejunum kurang lebih 6-8 cm dari ujung jejunum. Anvil dimasukkan ke dalam lumen esofagus dan purse string ditarik. Kemudian anvil disatukan dengan rod instrumen EEA dan dengan demikian terbentuklah anastomosis dengan dua baris staples. Instrumen kemudian dikeluarkan. Dan dua jaringan berbentuk cincin pada kedua ujung instrumen dievaluasi kelengkapannya dan ketebalan lapisannya. D. Ujung jejunum ditutup dengan instrumen TA. Mesojejunum kemudian dijahitkan pada mesokolon dan ujung proksimal jejunum dianastomosikan ke lengkung jejunum distal. (Dikutip dari: Etala E. Atlas of Gastrointestinal Surgery. Chapter 38. 1st edition. Williams & Wilkins. 1997.p:1425-540)

Anastomosis Esofagus End to Side dengan Loop Jejunal dengan

Jejunojejunostomi

Esofagus dianastomosiskan end to side dengan loop jejunal (anastomosis

Omega). Eferen dan aferen pada loop jejunal dengan jarak kurang lebih 60 cm dari

anastomosis dengan esofagus, dilakukan jejunojejunostomi side to side sepanjang

kurang lebih 6 – 8 cm. Jejunojejunostomi ini dibuat untuk mengalirkan sekresi

biliopankreatik sehingga mencegah regurgitasi ke esofagus (Lihat gambar 22). (3,7,9-11)

C D

Page 56: CASE Dr.selonan

A

B

C

Page 57: CASE Dr.selonan

Gambar 22. A.B. Lengkung jejunum diteroboskan ke mesokolon yang avaskular, kemudian dinding posterior jejunum dijahitkan pada diafragma. Selanjutnya sama dengan anastomosis pada gambar 18 dan 19. C. Kemudian aferen dan eferen lengkung jejunal dianastomosiskan sepanjang kurang lebih 6-8 cm dengan jarak kurang lebih 60 cm dari anastomosis dengan esofagus (anastomosis jejujojejunal Braun). (Dikutip dari: Etala E. Atlas of Gastrointestinal Surgery. Chapter 38. 1st edition. Williams & Wilkins. 1997.p:1425-540)

Interposisi dengan Loop Jejunal antara Esofagus dan DuodenumTehnik ini diperkenalkan oleh Henley, Longmire, dan Beal. Lengkung jejunum isoperistaltik sepanjang kurang lebih 40 cm

diinterposisikan antara esofagus dan duodenum (lihat gambar 23).

Page 58: CASE Dr.selonan

Gambar 23. A. Garis putus-putus menunjukkan mesojejunum yang akan dipotong. Panjang segmen jejunum paling sedikit 35 cm. Area avaskular pada mesokolon merupakan tempat masuknya segmen jejunum. B. Segmen jejunum dibawa ke atas melalui mesokolon. Jejunum kemudian dijahitkan pada diafragma. Anastomosis dengan esofagus end to side dengan dua lapis jahitan dan dengan duodenum end to end. Mesojejunum dijahitkan pada dinding posterior dan mesokolon agar vaskularisasi tidak terpuntir dan mencegah hernia interna. C. Peritoneum dijahitkan pada dinding jejunum. (Dikutip dari: Etala E. Atlas of Gastrointestinal Surgery. Chapter 38. 1st edition. Williams & Wilkins. 1997.p:1425-540)

PERAWATAN PASCA OPERASI

Penyedotan yang terus menerus melalui selang nasojejunal yang telah

dimasukkan harus terus dilakukan. Selama masa ini, kebutuhan kalori dipenuhi

melalui parenteral dan suplemen vitamin melalui intravena. Mobilisasi jalan segera

dilakukan setelah hari pertama operasi, dan peningkatan aktivitas secara berkala.

Peristaltik usus dapat dirangsang dengan memasukkan minyak mineral sebanyak 30

mL melalui selang nasojejunal, dan bila peristaltik usus timbul maka penyedotan

melalui selang nasojejunal tidak diperlukan lagi.

Pemberian nutrisi rendah lemak dan karbohidrat diberikan perlahan-lahan

untuk mencegah diare. Biasanya, 30 – 60 mL skim milk dapat ditoleransi. Pemberian

nutrisi peroral hanya diberikan bila tidak terdapat kebocoran pada anastomosis.

Untuk memastikannya dapat dilakukan fluoroskopi dengan kontras larut air.

A CB

Page 59: CASE Dr.selonan

Suplemen B12 perlu diberikan setiap bulan, begitu juga zat besi dan vitamin-vitamin

lainnya.

Pemasukkan kalori disarankan untuk dievaluasi setiap 6 – 12 bulan. Bila

terjadi stenosis pada anastomosis dapat dilakukan dilatasi. (7,10)

KOMPLIKASI PASCA OPERASI

Problem Pernafasan

Komplikasi yang paling sering adalah atelektasis. Analgesik yang adekuat,

spirometri insentif, dan mobilisasi dini dapat mengurangi masalah ini. Pneumonia

dapat terjadi namun jarang dan merupakan komplikasi yang menakutkan. Faktor

predisposisi adalah atelektasis, muntah dan penyakit paru yang telah ada. Emboli

paru jarang terjadi dan dipertimbangkan bila terdapat gerakan pernafasan pendek,

cepat dan tiba-tiba atau nyeri dada.

Kebocoran

Kebocoran pada jahitan merupakan komplikasi yang fatal. Masalah ini

biasanya terjadi pada hari ke-5 atau ke-6 pasca operasi dan ditandai dengan nyeri

abdominal, demam, distensi dan lekositosis. Penemuan ini ditindaklanjuti secepatnya

dengan membuat diagnostik yang diperlukan seperti CT scan dengan kontras atau

foto Upper GI. Walaupun kebocoran kecil dapat diatasi dengan pemasangan drain,

namun re-operasi masih lebih menguntungkan. (5,12,13)

Pankreatitis

Pankreatitis pada umumnya terjadi setelah operasi gastroduodenal, hal ini

diakibatkan oleh trauma, baik tumpul maupun penetrasi, pada kelenjarnya atau pada

papilla mayor atau minor. Penatalaksanaannya biasanya nonoperative kecuali bila

terjadi pankreatitis nekrotikans atau fistula pankreatika yang persisten. Tidak jarang

Page 60: CASE Dr.selonan

terjadi kebocoran pada stump duodenum yang disalahartikan sebagai pankreatitis. (5,12,13)

Problem Luka

Infeksi pada luka operasi, dehisensi dan herniasi dapat terjadi setelah operasi

besar pada gaster. Infeksi luka terjadi akibat kontaminasi intraoperatif, yang terjadi

dalam keadaan supresi asam lambung, kanker gaster dan obstruksi. Penyakit paru,

distensi abdomen, kegemukan, infeksi, malnutrisi dan terapi steroid menyebabkan

kegagalan luka.

Komplikasi Ulkus Peptikum

Ulkus yang telah berlangsung lama akan menimbulkan komplikasi dan harus

segera dilakukan tindakan pembedahan. Komplikasi ulkus peptikum harus

ditanamkan dalam pikiran kita, beberapa di antaranya:

1. Intraktibilitas

Komplikasi ulkus peptikum yang paling sering adalah intraktibilitas, yang

berarti bahwa terapi medic telah gagal mengatasi gejala-gejala secar adekuat.

Penderita dapat terganggu tidurnya oleh nyeri, kehilangan waktu untuk

bekerja, sering memerlukan perawatan di rumah sakit, atau hanya tidak

mampu mengikuti cara pengobatan.

2. Perforasi

Kira-kira 5% dari semua ulkus akan mengalami perforasi, dan komplikasi ini

bertanggung jawab atas sekitar 65% kematian akibat ulkus peptikum. Tukak

biasanya pada dinding anterior duodenum atau lambung, karena daerah ini

hanya diliputi oleh peritoneum.

3. Obstruksi

Obstruksi pintu keluar lambung akibat peradangan dan edema, pilorospasme,

atau jaringan parut, terjadi pada sekitar 5% dari penderita ulkus

Page 61: CASE Dr.selonan

peptikum.Obstruksi lebih sering timbul pada penderita ulkus duodenum, tetapi

kadang-kadang terjadi bila tukak lambung terletak dekat dengan sfingter

pylorus.

4. Perdarahan

Perdarahan merupakan komplikasi ulkus peptikum yang sangat sering terjadi,

setidaknya ditemukan pada 25% kasus selama perjalanan penyakit. Tempat

yang paling sering mengalami perdarahan adalah dinding posterior bulbus

duodenum, karena pada tempat ini dapat terjadi erosi arteria

pankreatikoduodenalis atau arteria gastroduodenalis.

5. Keganasan

Untuk menegakkan adanya suatu keganasan diperlukan pemeriksaan biopsy

sitologi jaringan.

Page 62: CASE Dr.selonan

DAFTAR PUSTAKA

Sabatine, Marc S. “Gastrointestinal Bleeding”. Pocket Medicine: The Massachusetts General Hospital Handbook of Internal Medicine. Fourth Edition. Wolters Kluwer Health and Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia. 2011. Section: GIB 3 – 3.

Shuhart, Margaret, M.D., Kris Kowdley, M.D., dan Bill Neighbor, M.D.,

“Gastrointestinal Bleeding”. Medline Article, Vol.41,

http://www.uwgi.org/guidelines/ch_07/ch07txt.htm

Gastrectomy. In: Etala E. Atlas of Gastrointestinal Surgery. 1st ed. Williams &

Wilkins; 1997:1173-1236

Soybel DI. Zinner MJ. Stomach and Duodenum: Operative Procedures. In: Zinner

MJ. Schwartz SI. Ellis H. Maingot’s Abdominal Operations. 10th ed. Appleton &

Lange;1997:1079-280.

Lehnert T. Buhl K. Techniques of reconstruction after total gastrectomy for cancer.

Br J Surg 2004;91:528-539. Available from: www.highwire.com

Snell RS. Clinical Anatomy for Medical Students. 3rd ed. Little Brown Comp;1986:

217-318

Dempsey DT. Stomach. In: Brunicardi FC. Andersen DK. Billiar TR. Dunn DL.

Hunter JG. Pollock RE. (ed) Schwartz’s Principles of Surgery. 8th.

McGrawHill;2005:933-995

Surgical Anatomy of the Stomach and Duodenum. In: Etala E. Atlas of

Gastrointestinal Surgery. 1st ed. Williams & Wilkins; 1997:859-898

Page 63: CASE Dr.selonan

Zollinger RM. Jr. Zollinger RM. Sr. Zollinger’s Atlas of Surgical Operations. 8th

Edition. McGraw-Hill; 2003:74-89

Mehta VK. Fisher GF. Gastric Carcinoma. 2004. Available from:

www.Emedicine.com

Surgical Treatment of Cancer of the Stomach. In: Etala E. Atlas of Gastrointestinal

Surgery. 1st ed. Williams & Wilkins; 1997:1425-1540

Liedman B. Andersson H. Berglund B. Bosnens I. Hugosson I. Olbe L. Lundell L.

Food Intake after Gastrectomy for Gastric Carcinoma: The Role of a Gastric

Reservoir. Br J Surg 1996;83:1138-1143. Available from: www.highwire.com

Kalmar K. Nemeth J. Klemen A. Horvoth OP. Postprandial Gastrointestinal Hormone

Production Is Different, Depending on the Type of Reconstruction Following Total

Gastrectomy. An Srug 2006;243:465-471. Available from: www.highwire.com

Grabowski MW. Dempsey DT. Concepts in Surgery of the Stomach and Duodenum.

In: Scott-Conner CEH. (ed) Chassin’s Operative Strategy in General Surgery. 3 rd ed.

Springer; 2002:225-33

Kirk RM. Stoddard CJ.(ed) Complications of Surgery of the Upper Gastrointestinal

Tract. 1st ed. Bailliere Tindall; 1986:245-254

Kauehiro H. Yanada Y. Ko S. Nakajima Y. Analaysis of Risk Factors for the

Development of Gallstones after Gastrectomy. Br J Surg 2005;92:1399-1453.

Available from: www.highwire.com

Page 64: CASE Dr.selonan

Shuster MH. Jorge V. Nutritional Concerns Related to Roux-en-Y Gastric Bypass:

What Every Clinician Needs to Know. CCNQ 2005;28:227-260. Available from:

www.CCNQ.com