Case Demensia

24
BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA Definisi Demensia adalah kumpulan gejala kronik yang disebabkan oleh berbagai latar belakang penyakit dan ditandai oleh hilangnya memori jangka pendek, gangguan global fungsi mental, termasuk fungsi bahasa, mundurnay kemampuan berpikir abstrak, kesulitan merawat diri sendiri, perubahan perilaku, emosi labil, dan hilangnya pengenalan waktu dan tempat, tanpa adanya gangguan dalam pekerjaan, aktivitas harian, dan sosial 1,2 . Klasifikasi Demensia dapat dibagi menjadi demensia yang reversibel dan ireversibel yaitu : 1. Reversibel : - Alkoholisme - Gangguan pasikiatri - Normal pressure Hydrocephalus - Demensia Vaskular 2. Ireversibel : -Demensia Alzheimer -Pick’s Disease -Parkinson’s Disease Dementia 1 1

Transcript of Case Demensia

Page 1: Case Demensia

BAB 1

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Demensia adalah kumpulan gejala kronik yang disebabkan oleh berbagai

latar belakang penyakit dan ditandai oleh hilangnya memori jangka pendek,

gangguan global fungsi mental, termasuk fungsi bahasa, mundurnay kemampuan

berpikir abstrak, kesulitan merawat diri sendiri, perubahan perilaku, emosi labil,

dan hilangnya pengenalan waktu dan tempat, tanpa adanya gangguan dalam

pekerjaan, aktivitas harian, dan sosial1,2.

Klasifikasi

Demensia dapat dibagi menjadi demensia yang reversibel dan ireversibel

yaitu :

1. Reversibel :

- Alkoholisme

- Gangguan pasikiatri

- Normal pressure Hydrocephalus

- Demensia Vaskular

2. Ireversibel :

-Demensia Alzheimer

-Pick’s Disease

-Parkinson’s Disease Dementia1

Diagnosis

Demensia ditandai oleh adanya gangguan kognisi, fungsional, dan

perilaku, sehingga terjadi gangguan pada pekerjaan, aktivitas harian, dan sosial.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan

neuropsikologis. Anamnesis/wawancara meliputi awitan penyakit (akut/perlahan),

perjalanan penyakit (stabil/progresif, membaik), usia awitan, riwayat medis umum

dan neurologis, perubahan neurobehaviour, riwayat psikiatri, riwayat yang

1

Page 2: Case Demensia

berhubungan dengan etiologi (seperti infeksi, gangguan nutrisi, penggunana obat,

dan riwayat keluarga). Pemeriksaan fisik meliputi tanda vital, pemeriksaan umum,

pemeriksaan neurologis dan neuropsikologis. Pemeriksaan penunjang meliputi

pemeriksaan laboratorium dan radiologis

1. Anamnesis

Wawancara mengenai penyakit sebaiknya dilakukan pada penderita dan mereka

yang sehari-hari berhubungan langsung dengan penderita ( pengasuh ). Hal yang

paling penting diperhatikan adalah riwayat penurunan fungsi terutama kognitif

dibandingkan dengan sebelumnya. Awitan ( mendadak/progresif lambat), dan

adanya perubahan prilaku dan kepribadian.

- Riwayat Medis Umum

Demensia dapat merupakan akibat sekunder dari berbagai penyakit, sehingga

perludiketahui adanya riwayat infeksi kronis ( misalnya HIV dan Sifilis ),

ganguan endokrin ( hiper/hipotiroid ), diabetes Mellitus, neoplasma, kebiasaan

merokok, penyakit jantung, penyakit kolagen, hipertensi, hiperlipidemia, dan

aterosklerosis.

- Riwayat Neurologis

Perlu umtuk mencari etiologi seperti riwayat gangguan serebrovaskuler, trauma

kapitis, infeksi SSP, epilepsi, tumor serebri dan hidrosefalus.

- Riwayat Gangguan Kognisi

Riwayat gangguan kognitif merupakan bagian dari bagian terpenting dari

diagnosis demensia. Riwayat gangguan memori sesaat, jangka pendek, dan jangka

panjang; gangguan orientasi ruang, waktu, dan tempat, benda, muapun gangguan

komprehensif, gangguan fungsi eksekutif (meliputi pengorganisasian,

perencanaan, dan pelaksanaan suatu aktivitas), gangguan praksis, dan

visuospasial. Selain itu, perlu, ditanyakan mengenai aktivitas harian, diantaranya

melakukan pekerjaan, mengatur keuangan, mempersiapkan keperluan harian,

2

Page 3: Case Demensia

melaksanakan hobi, dan mengikuti aktivitas sosial. Dalam hal ini, perlu

pertimbangan berdasarkan pendidikan dan sosial budaya.

- Riwayat Gangguan Perilaku dan kepribadian

Gejala psikiatri dan perubahan perilaku sering dijumpai pada penderita demensia.

Hal ini perlu dibedakan dengan gangguan psikiatri murni, misalnya depresi,

skizofrenia, terutama tipe paranoid. Pada penderita demensia dapat ditemukan

gejala neuropsikologis berupa waham, halusinasi, misidentifikasi, depresi, apatis,

dan cemas. Gejala perilaku dapat berupa bepergian tanpa tujuan, ( Wandering ),

agitasi, agresifitas fisik maupun verbal, restlessness, dan disinhibisi.

- Riwayat Intoksikasi

Perlu ditanyakan riwayat intoksikasi aluminium, air raksa, pestisida, insektisida,

alkoholisme, dan merokko. Riwayat pengobatan terutama pemakaian kronis

antidepresan dan narkotika.

- Riwayat Keluarga

Riwayat demensia, gangguan psikiatri, depresi, penyakit Parkinson, sindrom

down, dan retardasi mental.

2. Pemeriksaan fisik

Demensia adalah suatu sindrom yang terdiri dari gejala-gejala gangguan daya

kognitif global yang tidak disertai gangguan derajat keesadaran, namun

bergandengan dengan perubahan tabiat ayng dapat berkembang secara mendadak

atau sedikit demi sedikit pada setiap orang dari semua golongan usia.

Pemeriksaan fisik umum, dilakukan sebagaimana biasa pada prakter klinis.

Pemeriksaan neurologis : Dilihat adanya tekanan tinggi intra kranial, gangguan

neurologis fokal misalnya gangguan berjalan, gangguan motorik, sensorik,

otonom, koordeinasi, gangguan penglihatan, gerakan abnormal/apraksia dan

adanya refleks patologis dan primitif1.

3

Page 4: Case Demensia

DEMENSIA ALZHEIMER

Merupakan frekuensi demensia yang paling tinggi, meliputi 50-55 % dari seluruh

demensia, biasanya memeiliki faktor resiko seperti usia yang lebih dari 40 tahun,

riwayat keluarga Alzheimer, Parkinson, Sindrom Down.

Demensia Alzheimer dibagi menjadi 3 stadium yaitun :

- Stadium Ringan

Gangguan memori menonjol, namun penderita masih dapat melakukan

aktivitas harian sederhana.

- Stadium Sedang.

Gangguan memori diikuti oleh gangguan kognisi lain : Penderita

membutuhkan bantuan untuk melakukan aktivitas harian, terutama yang

kompleks.

- Stadium lanjut.

Penderita sudah tidak dapat berkomunikasi karena gangguan kognitif

berat, biasanya diikuti penurunan fungsi motorik.

Awitan dan perjalanan penyakit bertahap, progresif lambat. Perubahan prilaku

dapat terjadi pada stadium ringan, sedang, maupun lanjut1.

DEMENSIA VASKULER

Penyakit vaskuler merupakan penyebab kedua demensia, setelah penyakit

Alzheimer. Penyakit vaskuler dapat dicegah dan ditangani, dengan peningkatan

kewaspadaan dan pengendalian faktor-faktor vaskuler , sehingga insidensi

demensia dapat diturunkan3. Baru sedikit diketahui tentang penyebab yang

mendasari penyakit vaskuler ini. Beberapa penelitian di Amerika melaporkan

adanya gambaran insidensi spesifik untuk penyakit vaskuler, dan telah dapat

mengidentifikasikan faktor-faktor resiko yang berhubungan4.

Pada akhir abad ke-19, Otto Biswanger dan Alois Alzheimer meneliti

tentang hubungan antara patologi vaskuler dan pengurangan kemampuan kognisi.

Tujuh puluh tahun kemudian, Tomlisson dan Blessed melengkapi dengan

penelitian yang lebih sistematik yang menunjukkan hubungan antara patologi

4

Page 5: Case Demensia

vaskuler dengan demensia. Pada tahun 1974, Hachinski mengenalkan istilah

multi-infark dementia ( MID ) untuk menekankan bahawa demensia adalah

berhubungan dengan infark pembuluh darah otak baik pembuluh besar maupun

kecil. Kemudian peneliti-peneliti menggunakan istilah vascular dementia (VaD)

yang membantu para dokter untuk mempertimbangkan berbagai patologi vaskuler

termasuk perdarahan, yang dapat menyebabkan demensia. Baru-baru ini para

peneliti mengenalkan isitlah vascular cognitive impairment (VCI) dengan tujuan

untuk meluaskan konsep lebih lanjut. Dimaksudkan bahwa penyakit vaskuler

dapat menyebabkan suatu defisit kognisi dari skala ringan sampai berat, dan

pengenalan dini dari defisit tersebut membantu klinisi untuk mengintervensi

sebelum demesia terjadi3.

Insiden dan Prevalensi

Insidensi dan prevalensi VaD yang dilaporkan berbeda-beda menurut populasi

studi, metode pendeteksian, kriteria diagnosa yang dipakai dan periode waktu

pengamatan. Diperkirakan demensia vaskuler memberi kontribusi 10 % - 20 %

dari semua kasus demensia3. Data dari negara-negara Eropa dilaporkan prevalensi

1,6% pada kelompok usia lebih dari 65 tahun dengan insidensi 3,4 tiap 1000

orang per tahun. Penelitian di Lundby di Swedia memperlihatkan angka resiko

terkena VaD sepanjang hidup 34,5% pada pria dan 19.4% pada wanita bila semua

tingkatan gangguan kognisi dimasukkan dalam perhitungan4.Sudah lama

diketahui bahwa defisit kognisi dapat terjadi setelah serangan stroke. Penelitian

terakhir memperlihatkan bahwa demensia terjadi pada rata-rata seperempat hingga

sepertiga dari kasus-kasus stroke7.

Prevalensi dari semua bentuk demensia termasuk demesia vaskuler, naik seiring

dengan bertambahnya usia. Di Eropa, prevalensi demensia vaskuler diperkirakan

sekitar 1,5-4,8 % pada individu berusia antara 70 hingga 80 tahun8.

5

Page 6: Case Demensia

Patofisiologi

Penelitian akhir-akhir ini juga membuktikan adanya hubungan antara suatu

faktor genetik apolipoprotein E4 dengan kerusakan vaskuler dan juga penyakit

serebrovaskuler. DeCarli et. al menemukan bahwa peningkatan ApoE4 pada

pasien-pasien kardiovaskuler dan juga pada pasien-pasien stroke. ApoE4 akan

menyebabkan perubahan level kolesterol serum dan LDL. ApoE4 ini juga

memainkan peran dalam pembentukan arterosklerosis7. ApoE4 akan membantu

hemostasis dari kolesterol, dan ini merupakan komponen dari kilomikron, VLDL,

dan produk degradasi mereka. Beberapa reseptor di hati mengenali ApoE,

termasuk reseptor LDL, Reseptor LDL yang terikat protein , dan reseptor VLDL8.

Penelitian yang dilakukan oleh DeLeewu et. al menyimpulkan bahwa pasien

dengan ApoE4 adalah beresiko tinggi terhadap lesi di substansia alba apabila ia

juga menderita hipertensi9. Dalam penelitian terbaru yang dilakukan Kokobu et

al, melaporkan adanya hubungan antara ApoE4 dengan perdarahan subarachnoid.

Hal ini membuat dugaan bahwa ApoE4 memainkan peran dalam respon terhadap

trauma sistem saraf pusat 3,4.

Patologi dari penyakit vaskuler dan perubahan-perubahan kognisi telah

diteliti. Berbagai perubahan makroskopik dan mikroskopik diobservasi. Beberapa

penelitian telah berhasil menunjukkan lokasi dari kecenderungan lesi patologis,

yaitu bilateral dan melibatkan pembuluh-pembuluh darah besar ( arteri serebri

anterior dan arteri serebri posterior). Penelitian-penelitian lain mendemonstrasikan

keberadaan lakuna-lakuna di otak misalnya di bagian anterolateral dan medial

thalamus, yang dihubungkan dengan defisit neuropsikologi yang berat. Beberapa

lokasi strategis termasuk substansia alba bagian frontal atau basal dari forebrain,

basal ganglia, genu dari kapsula interna hippocampus, mamillary bodies, otak

tengah dan pons.Pada analisis mikroskopik perubahan - perubahan tipe Alzheimer

(neurofibrillary tangles dan plak senile) didapatkan juga sehingga akan

merumitkan gambaran. Istilah demensia campuran digunakan ketika baik

perubahan vaskuler dan degenerasi memberikan kontribusi pada penurunan

kognisi3.

Mekanisme patoisiologi dimana patologi vaskuler menyebabkan

kerusakan kognisi adalah belum jelas. Hal ini dapat dijelaskan bahwa dalam

6

Page 7: Case Demensia

kenyataannya beberapa patologi vaskuler yang berbeda dapat menyebabkan

kerusakan kognisi, termasuk trombosis otak emboli jantung, dan perdarahan.Peran

dari abnormalitas substansia alba sebagai penyebab disfungsi kognisi telah

diketahui. Suatu penelitian terbaru tentang patologi substansia alba pada 40 kasus

dengan demensia vaskuler menunjukkan adanya :

1. Patologi fokal meliputi daerah infark luas dan sempit pada substansia alba

2. Patologi difus substansia alba yang melibatkan rarefaction perifokal yang

dikelilingi infark dan substansia alba tanpa infark3.

Faktor resiko

Faktor-faktor resiko telah diteliti oleh beberapa ilmuwan dalam 4 tahun

terakhir ini.

Mereka membagi faktor-faktor resiko itu dalam 4 kategori :

1. Faktor demografi, termasuk diantaranya adalah usia lanjut, ras dan etnis( Asia,

Africo-American ), jenis kelamin ( pria), pendidikan yang rendah, daerah rural.

2. Faktor aterogenik, termasuk diantaranya adalah hipertensi, merokok cigaret,

penyakit jantung, diabetes, hiperlipidemia, bising karotis, menopause tanpa terapi

penggantian estrogen, dan gambaran EKG yang abnomal.

3. Faktor non-aterogenik, termasuk diantaranya adalah genetik, perubahan pada

hemostatis, konsumsi alkohol yang tinggi, penggunaan aspirin, stres psikologik,

paparan zat yang berhubungan dengan pekerjaan ( pestisida, herbisida, plastik),

sosial ekonomi.

4. Faktor yang berhubungan dengan stroke yang termasuk diantaranya adalah

volume kehilangan jaringan otak, serta jumlah dan lokasi infark4.

Jenis kelamin merupakan faktor yang masih kontroversial, dan beberapa

penelitian menemukan bahwa tidak ada perbedaaan dalam jenis kelamin.

Semuanya dapat terkena dalam perbandingan yang sama.Genetik juga merupakan

faktor yang berpengaruh. Arteriopati cerebral autosomal dominan dengan infark

subkortikal dan leukoencepalopati (CADASIL) adalah suatu penyakit genetik

yang melibatkan mutasi Notch 3, menyebabkan infark subkortikal dan demensia

pada 90 % pasien yang terkena yang akhirnya meninggal dengan kondisi

ini.Riwayat dari stroke terdahulu adalah faktor resiko yang penting pada demensia

7

Page 8: Case Demensia

vaskuler. Tidak hanya berhubungan dengan luas dan jumlah infark, tetapi juga

lokasi dan bahkan lesi tunggal yang strategis sudah dapat menyebabkan

demensia3.

Depresi merupakan suatu sindroma premonitor untuk VaD pada pasien-

pasien stroke, dan juga merupakan suatu penanda yang penting bagi kerusakan

pada otak. Hubungan antara VaD dan alel 4 dari APOE telah diteliti pada

beberapa penelitian, dan ditemukan bahwa adanya alel ini bukan hanya

merupakan suatu penanda spesifik bagi Alzheimer Disease, tapi juga dihubungkan

dengan proses perbaikan pada sistem saraf. Frison et. al menghipotesiskan bahwa

APOE memainkan peran pada metabolisme otak normal, dan terdapatnya alel €4

dalam jumlah besar menandakan adanya kerusakan pada otak baik degeneratif

atau vaskuler. Bagaimanapun juga, semenjak diagnosis VaD ditetapkan dengan

menggunakan kriteria NINDS-AIREN, maka konkurensi dengan Alzheimer

Disease adalah mungkin dan menjelaskan hubungan dengan APOE24.

Resiko yang berhubungan dengan paparan pestisida dan pupuk telah

dikonfirmasikan pada berbagai penelitian terdahulu, dan menjelaskan hubungan

dengan daerah rural. Tingginya insidensi VaD di daerah rural juga dilaporkan Liu

et.al, dan. hubungan antara zat ini juga terdapat pada Alzheimer Disease dan

Parkinson4.

Demensia Vaskuler (VaD) merupakan suatu kelompok kondisi heterogen

yang meliputi semua sindroma demensia akibat iskemik, perdarahan, anoksik atau

hipoksik otak dengan penurunan kognisi mulai dari yang ringan sampai paling

berat dan meliputi semua domain, tidak harus dengan gangguan memori yang

menonjol6

Secara garis besar VaD terdiri dari tiga subtipe yaitu :

1. VaD paska stroke yang mencakup demensia infark strategis, demensia multi-

infark, dan stroke perdarahan. Biasanya mempunyai korelasi waktu yang jelas

antara stroke dengan terjadinya demensia.

2. VaD subkortikal, yang meliputi infark lakuner dan penyakit Binswanger

dengan kejadian TIA atau stroke yang sering tidak terdeteksi namun memiliki

faktor resiko vaskuler.

8

Page 9: Case Demensia

3. Demensia tipe campuran, yaitu demensia dengan patologi vaskuler dalam

kombinasi dengan demensia Alzheimer (AD).

Sedangkan pembagian VaD secara klinis adalah sebagai berikut :

1. VaD pasca stroke

Demensia infark strategis : lesi di girus angularis, thalamus, basal forebrain,

teritori arteri serebri posterior, dan arteri serebri anterior.

Multiple Infark Dementia (MID)

Perdarahan intraserebral

2. VaD subkortikal

-Lesi iskemik substansia alba

-Infark lakuner subkortikal

-Infark non-lakuner subkortikal

3. VaD tipe campuran Alzheimer Disease dan Cerebrovascular Disease.

Etiologi

Baru–baru ini diketahui, bahwa demesia vaskuler bukan hanya disebabkan

oleh discret infark (multi-infark demensia), tapi juga oleh keadaan

serebrovaskuler. Beberapa kelainan vaskuler yang dapat menyebabkan demensia

antara lain tercantum dalam tabel di halaman selanjutnya ini5.

Diagnosis

Kriteria diagnosis yang digunakan saat ini adalah NINDS-AIREN

(National Institute of Neurological Disorders and Stroke, and L’Association

Internationale pour la Recherche et L’Enseignmement en Neurosciences).

- Diagnosis klinis probable VaD meliputi semua hal dibawah ini :a) Demensia

b) Penyakit serebrovaskuler (CVD) yang ditandai dengan adanya defisit

neurologik fokal pada pemeriksaan fisik seperti hemiparese, kelumpuhan otot

wajah bawah, refleks Babinski, defisit sensorik, hemianopsia, disartria, dll.

Yang konsisten dengan stroke (dengan atau tanpa riwayat stroke), dan bukti

yang relevan adanya CVD dengan pemeriksaan pencitraan otak (CT-scan atau

MRI) meliputi stroke multipel pembuluh darah besar atau infark tunggal

tempat strategis (girus angularis, talamus, basal forebrain, teritori arteri

9

Page 10: Case Demensia

serebri posterio dan anterior), atau infark lakuner multipel di basal ganglia

dan substantia alba atau lesi substantia alba periventrikuler luas atau

kombinasi dari kelainan-kelainan di atas.c) Terdapat hubungan antara kedua

gangguan diatas dengan satu atau lebih keadaan dibawah ini : Awitan

demensia berada dalam kurun waktu 3 bulan pasca stroke.- Deteriorasi fungsi

kognisi yang mendadak atau berfluktuasi, defisit kognisi yang progresif.

- Kriteria diagnosis probable VaD subkortikal :

Sindroma kognisi yang meliputi kedua-duanya :

Sindroma disexecution : gangguan formulasi tujuan, inisiasi, perencanaan,

pengorganisasian, sekuensial, eksekusi, set-shifting, mempertahankan

kegiatan dan abstraksi.

Deteriorasi fungsi memori yang menyebabkan gangguan fungsi okupasi

dan sosial yang tidak disebabkan oleh gangguan fisik karena stroke.

CVD :

CVD yang dibuktikan dengan neuroimaging, adanya riwayat defisit

neurologis sebagai bagian dari CVD : hemiparese, parese otot wajah,

refleks Babinski positif, gangguan sensorik, disartri, gangguan berjalan,

gangguan ekstrapiramidal yang berhubungan dengan lesi subkortikal otak6.

Gambaran Klinis

Sesuai dengan NINDS-AIREN maka didapatkan gambaran klinis VaD

sebagai berikut :

A. Gambaran klinis yang konsisten dengan diagnosis probable VaD :

1. Gangguan berjalan (langkah-langkah kecil, atau marche a petit-pas,

magnetic, apraxic-ataxic atau parkinson gait)

2. Riwayat miksi dini dan keluhan kemih yang bukan disebabkan oleh

kelainan urologi. Perubahan kepribadian dan suasana hati, abulia dan

depresi. Inkontinesia emosi, gejala defisit subkortikal meliputi retardasi

psikomotor dan gangguan fungsi eksekusi3.

B. Gambaran klinis yang tidak menyokong diagnosis VaD :

10

Page 11: Case Demensia

1. Defisit memori pada tahap dini, perburukan fungsi memori dan

gangguan kognisi lain seperti bahasa (ataxia transkortikal sensorik ),

ketrampilan motorik (apraksia) dan persepsi ( agnosia) tanpa adanya lesi

yang sesuai pada pencitraan otak.

2. Tidak ditemukannya defisit neurologik fokal selain gangguan kognisi.

Tidak ditemukan lesi pada CT-scan atau MRI kepala5.

C. Gambaran klinis yang menyokong diagnosis VaD subkortikal :

1. Episode gangguan lesi upper motor neuron ( UMN) ringan seperti

kelumpuhan ringan, refleks asimetri, dan inkoordinasi.

2. Gangguan berjalan pada tahap dini demensia.

3. Riwayat gangguan keseimbangan, sering jatuh, tanpa sebab

4. Urgensi miksi yang dini yang tidak disebabkan oleh kelainan urologi

5. Disartri, disfagi dan gejala ekstrapiramidal

6. Gangguan perilaku dan psikis seperti depresi, perubahan kepribadian,

emosi labil, dan retardasi psikomotor.

D. Gambaran yang tidak menyokong diagnosis VaD subkortikal

1. Awitan dini gangguan memori yang progresif memburuk dan gangguan

kognisi lain seperti disfasia, dispraksi, dan agnosia.

2. Tidak ditemukan lesi fokal yang berhubungan pada pencitraan

3. Tidak ditemukannya relevansi lesi serebral pada CT-scan atau MRI1.7.

Pemeriksaan Pemeriksaan VaD secara umum:

A. Riwayat medis meliputi

1. Riwayat medik umum. Wawancara meliputi gangguan medik yang

dapat menyebabkan demensia seperti penyakit jantung koroner, gangguan

katup jantung, penyakit jantung kolagen, hipertensi, hiperlipidemia,

diabetes, arteriosklerosis perifer, hipotiroidisme., neoplasma, infeksi

kronik ( sifilis, AIDS )

2. Riwayat Neurologi umum. Wawancara riwayat neurologi seperti

riwayat stroke, TIA, trauma kapitis, infeksi susunan saraf pusat, riwayat

epilepsi dan operasi otak karena tumor atau hidrosefalus. Gejala penyerta

demensia seperti gangguan motorik sensorik, gangguan berjalan,

11

Page 12: Case Demensia

koordinasi dan gangguan keseimbangan yang mendadak pada fase awal

menandakan defisit neurologik fokal yang mengarah pada VaD.

3. Riwayat Neurobehaviour. Informasi dari keluarga mengenai penurunan

fungsi kognisi, kemampuan intelektual dalama aktivitas sehari-hari dan

perubahan tingkah laku adalah sangat penting dalam diagnosis demensia.

4. Riwayat psikiatrik. Riwayat psikiatrik penting untuk menentukan

apakah pasien mengalami depresi, psikosis, perubahan kepribadian,

tingkah laku agresif, delusi, halusinasi, pikiran paranoid, dan apakah

gangguan ini terjadi sebelum atau sesudah awitan demensia.

5. Riwayat keracunan, nutrisi, obat-obatan. Keracunan logam berat,

pestisida, lem dan pupuk, defisiensi nutrisi , pemakaian alkohol kronik

dapat menyebabkan demensia walaupun tidak spesifik untuk VaD.

Pemakaian obat-obatan antidepresan, antikolinergik dan herbal juga dapat

mengganggu fungsi kognisi.

6. Riwayat keluarga. Pemeriksa harus menggali semua insidensi demensia

pada keluarga.

B. Pemeriksaan obyektif meliputi :

1. Pemeriksaan fisik umum. Meliputi observasi penampilan, tanda-tanda

vital, arteriosklerosis, faktor resiko vaskuler.

2. Pemeriksaan neurologis. Gangguuan berjalan, gangguan kekuatan,

tonus atau kontrol motorik, gangguan sensorik dan lapangan visual

gangguan saraf otak, gangguan keseimbangan dan gangguan refleks.

3. Pemeriksaan status mental. Pemeriksaan kognisi status mental meliputi

memori, orientasi, bahasa, fungsi kortikal, terkait dengan berhitung,

menulis, praksis, gnosis, visuospasial, dan visuopersepsi.

4. Pemeriksaan aktivitas fungsional. Merupakan pemeriksaan performa

nyata penderita dalam aktivitas kehidupan sehari-hari saat premorbid atau

saat ini.

5. Pemeriksaan psikiatrik. Pemeriksaan ini untuk menentukan kondisi

mental penyandang demensia, apakah ia menderita gangguan depresi,

delirium, cemas atau mengalami gejala psikotik8.

12

Page 13: Case Demensia

Manajemen Terapi

Terapi farmakologik. Penderita dengan faktor resiko penyakit

serebrovaskuler misalnya hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung,

arterosklerosis, arteriosklerosis, dislipidemia dan merokok, harus

mengontrol penyakitnya dengan baik dan memperbaiki gaya hidup.

Kontrol teratur terhadap penyakit primer dapat memperbaiki fungsi

kognisinya. Terapi simptomatik pada demensia vaskuler kolinergik

sehinggaadalah pemberian kolinesterase inhibitor karena terjadi penurunan

neurotransmiter. Penelitian-penelitian terakhir menunjukkan obat

golongan ini dapat menstabilkan fiungsi kognisi dan memperbaiki

aktivitas harian pada penderita demensia vaskuler ringan dan sedang. Efek

samping kolinergik yang perlu diperhatikan adalah mual, muntah, diare,

bradikardi dan gangguan konduksi supraventrikuler.

Terapi non-farmakologis bertujuan untuk memaksimalkan atau

mempertahankan fungsi kognisi yang masih ada. Program harus dibuat

secara individual mencakup intervensi terhadap pasien sendiri, pengasuh

dan lingkungan, sesuai dengan tahapan penyakit dan sarana yang tersedia.

Intervensi terhadap pasien meliputi :

1. Perilaku hidup sehat

2. Terapi rehabilitasi, dilakukan orientasi realitas, stimulasi kognisi,

reminiscent, gerak dan latih otak serta olahraga lain, edukasi, konseling,

terapi musik, terapi wicara dan okupasi.

3. Intervensi lingkungan, dilakukan melalui tata ruang, fasilitasi aktivitas,

penyediaan fasilitas perawatan, day care center, nursing home.

Gangguan mood dan perilaku yang ditemukan pada pasien demensia

vaskuler dapat bervariasi sesuai dengan lokasi fungsi otak yang rusak. Gejala

yang sering muncul adalah depresi, agitasi, halusinasi, delusi, ansietas, perilaku

kekerasan, kesulitan tidur dan wandering ( berjalan ke sana kemari). Sebelum

memulai terapi farmakologis, terapi non-farmakologis harus dilakukan dulu untuk

13

Page 14: Case Demensia

mengontrol gangguan ini namun dalam prakteknya sering diperlukan kombinasi

kedua metode terapi ini. Penting untuk selalu menganalisa dengan seksama setiap

gejala yang timbul, adakah hubungan gejala perilaku atau psikiatrik dengan

kondisi fisik (nyeri), situasi (ramai, dipaksa, dll) atau semata-mata akibat

penyakitnya. Pasien demensia vaskuler dengan depresi memperlihatkan gangguan

fungsional yang labih berat dibanding pasien demensia Alzheimer tanpa depresi.

Obat antidepresan dapat memperbaiki gejala depresi, mengurangi disabilitas tetapi

tidak memperbaiki gangguan kognisi.

Manajemen terapi farmakologis :

1. Semua antidepresan mampunyai efektivitas yang sama dan onset of action

dalam jangka waktu tertentu ( sekitar 2 minggu ) dalam terapi depresi.

2. Pemilihan obat yang tepat berdasarkan riwayat respon obat sebelumnya, efek

samping obat dan interaksi obat .

3. Antidepresan yang dapat dipakai pada pasien demensia vaskuler antara lain

- Golongan Selective Serotonin Reuptake Inhibitors ( SSRI ).golongan ini

mempunyai tolerabilitas tinggi pada pasien lansia karena tanpa efek

antikolinergik dan kardiotoksik, efek hipotensi ortostatik yang minimal

- Golongan Reversible MAO-A Inhibitor (RIMA)

- Golongan trisiklik. Tidak dianjurkan untuk lanjut usia karena efek

sampingnya.Ansietas dan agitasi.Sebagian pasien demensia vaskuler

dapat hipersensitif terhadap peristiwa sekitarnya.

Manajemen terapi non-farmakologi:

1. Usahakan lingkungan rumah yang tenang dan stabil.

2. Tanggapi pasien dengan sabar dan penuh kasih

3. Buatlah aktivitas konstruktif untuk penyaluran gelisahnya.

4.Hindari minuman berkafein untuk membantu mengurangi gejala cemas dan

gelisah.

DAFTAR PUSTAKA

14

Page 15: Case Demensia

1. Dikot Y, Ong PA, 2007. Diagnosis dini dan penatalaksanaan demensia. Jakarta:

PERDOSSI.

2 Mardjono M, Sidharta P, 2004. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta : Dian Rakyat,

hal 211-214

3. Herbert R et al, Incidence and Risk Factors in the Canadian Study of Health

and Aging. American Heart Association, 2000; 3: 1487-933.

4.Geldmacher D, Whitehouse P, Evaluation of Dementia. The New England

Journal of Medicine. 1996; (8);330-364.

5. Taternichi TK, Desmond DW, Mayeux R, et al. Dementia after stroke: baseline

frequency, risks, and clinical features in hospitalized cohort. Neurology.1992;

42(6): 1185-936.

6. Rocca WA, Hoffman Apendiks, Brayne C, et.al. The prevalence of vascular

dementia in Europe: facts and fragments from 1980-1990 studies. EURODEM-

Prevalence Research Group. Ann Neurol. 1991; 30(6): 817-247.

7. DeCarli C, Reed T, Miller BL, et.al.Impact of Apolipprotein E 4 and Vascular

Disease om Brain Morphology in Men from the NHLBI Twin Study. American

Heart Association 1999; (5):1548-538.

8. Beilby JP, Hunt OCJ, et.al. Apolipoprotein E Gene Polymorphism are

associated with Carotid Plaque Formation but not With Intima-media Wall

Thickening. American Heart Association. 2003;(10):869-739.

9. De Leeuw FE, Richard F, De Groot JC, et.al. Interaction Between

Hypertension, ApoE, and Cerebral White Matter Lesions. American Heart

Associatiom. 2004;(1): 11057-6210.

10 Leung CHS, Poon WS, et.al. Apolipoprotein E Genotype and Outcome in

Aneurysmal Subarachnoid Hemorrhage. 2002; (10): 548-5

15