Case Cholestasis - Ry

65
STATUS PASIEN LAPORAN KASUS KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARDINAH KOTA TEGAL Nama Mahasiswa : Ryan F Dokter Pembimbing : dr. H.R Setiyadi, Sp.A NIM : 030.10.243 Tanda tangan : I. IDENTITAS PASIEN DATA PASIEN AYAH IBU Nama By. Ny. U Tn. M Ny. U Umur 5 hari 41 tahun 30 tahun Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki Perempuan Alamat Sutapranan rt/rw: 06/02, Kec. Dukuhturi, Kab. Tegal Agama Islam Islam Islam Suku Bangsa Jawa Jawa Jawa Pendidikan - SMA SMA Pekerjaan - Petani Ibu Rumah Tangga Penghasilan - Rp 2.500.000 - Keterangan Hubungan orangtua dengan anak adalah anak kandung Asuransi - No. RM 797181 1

description

xzXM

Transcript of Case Cholestasis - Ry

STATUS PASIEN LAPORAN KASUS

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARDINAH KOTA TEGAL

Nama Mahasiswa : Ryan F Dokter Pembimbing : dr. H.R Setiyadi, Sp.A

NIM : 030.10.243 Tanda tangan :

I. IDENTITAS PASIEN

DATA PASIEN AYAH IBU

Nama By. Ny. U Tn. M Ny. U

Umur 5 hari 41 tahun 30 tahun

Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki Perempuan

Alamat Sutapranan rt/rw: 06/02, Kec. Dukuhturi, Kab. Tegal

Agama Islam Islam Islam

Suku Bangsa Jawa Jawa Jawa

Pendidikan - SMA SMA

Pekerjaan - Petani Ibu Rumah Tangga

Penghasilan - Rp 2.500.000 -

Keterangan Hubungan orangtua dengan anak adalah anak kandung

Asuransi -

No. RM 797181

II. ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan ibu kandung pasien pada

hari Rabu, 16 September 2015, pukul 10.00 WIB, di Ruang Dahlia RSUD Kardinah.

a. Keluhan Utama

Menangis kurang kuat 40 menit setelah lahir

1

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien seorang bayi perempuan lahir di Ruang VK RSUD Kardinah pada

tanggal 11 September 2015, pukul 01.35 WIB secara spontan per vaginam dari ibu

G2P1A0 hamil 42 minggu, keadaan bayi saat lahir yaitu menangis kuat, air ketuban

jernih kental dan skor APGAR 8-9-9, dengan berat lahir 2800 gram, panjang badan

45 cm, lingkar kepala 31.5 cm dan lingkar dada 32 cm. Namun 30 menit setelah

kelahiran, bayi merintih dan ditemukan adanya napas cuping hidung serta retraksi

pada dada.

Selama kehamilan ibu melakukan kontrol rutin ke bidan tiap bulan, namun

hingga mencapai usia kehamilan 41 minggu belum dijumpai adanya tanda – tanda

persalinan dan dianjurkan untuk kontrol ke dokter SpOG. Oleh dokter SpOG

disarankan untuk dilakukan terminasi kehamilan dengan melakukan induksi. Ibu

pasien setuju dan dirawat di ruang Mawar RSUD Kardinah pada hari rabu 9

September 2015. Setelah dilakukan induksi persalinan hingga botol ketiga, lahirlah

bayi dengan keadaan saat lahir bugar skor APGAR 8-9-9.

Awalnya bayi sempat melakukan inisiasi menyusui dini namun 30 menit

kemudian, bayi merintih dan ditemukan adanya napas cuping hidung, sehingga

inisiasi menyusui dini tidak dilanjutkan. Lalu bayi dipindahkan ke ruang dahlia,

diberikan oksigen sungkup 2 liter/menit dan di observasi. Setelah dua jam observasi,

bayi masih merintih, masih ditemukan napas cuping hidung dan retraksi dada.

Kemudian bayi langsung dilaporkan kepada dokter spesialis anak, dan setuju untuk

dilakukan perawatan di Ruang Perinatologi Dahlia RSUD Kardinah dan mendapat

terapi sesuai dengan dokter spesialis anak.

Selama perawatan di Dahlia bayi di observasi. Dalam 24 jam pasien dapat

buang air kecil dan buang air besar, makan dan minum baik. Pasien masih sesak,

tidak demam, tidak kejang, tidak tampak biru, tidak tampak kuning dan tidak

terdapat kelainan bawaan. Selama perawatan di Dahlia bayi dipasangkan CPAP

kanul.

c. Riwayat Penyakit Dahulu

Pada pasien riwayat penyakit dahulu belum dapat dievaluasi.

d. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang mengalami hal seperti ini.

2

e. Riwayat Lingkungan Perumahan

Rumah kedua orangtua pasien merupakan kepemilikan pribadi. Rumah pasien

berukuran 5x10 meter terletak di daerah padat penduduk, jarak antara satu rumah

dengan rumah lainnya berdekatan. Tempat tinggal pasien memiliki 2 kamar tidur, 1

kamar mandi, 1 ruang tamu, 1 dapur. Rumah pasien memiliki 2 jendela yang terletak

di ruang tamu dan kamar tidur. Sehari-hari jendela tersebut dibuka sehingga rumah

mendapatkan sirkulasi udara. Cahaya matahari dapat masuk ke dalam rumah, lampu

tidak dinyalakan pada siang hari. Air berasal dari sumur, limbah rumah tangga

dialirkan ke selokan rumah.

Kesan: Keadaan lingkungan rumah padat dan sanitasi cukup baik, ventilasi dan

pencahayaan cukup baik.

f. Riwayat Sosial Ekonomi

Ayah pasien adalah seorang petani, dengan penghasilan perbulan rata-rata

kurang lebih Rp.2.500.000,- per bulan. Ibu pasien adalah seorang ibu rumah tangga

yang tidak mempunyai pemasukan. Ayah menanggung nafkah 3 orang yaitu 1 orang

istri dan 2 orang anak. Biaya pengobatan ditanggung oleh orang tua pasien.

Kesan: Riwayat sosial ekonomi kurang.

g. Riwayat Kehamilan dan Pemeriksaan Prenatal

Ibu pasien rutin memeriksakan kehamilan ke bidan. Selama hamil, kondisi ibu

baik tetapi besarnya kandungan kurang untuk usia kehamilannya dan dianjurkan

untuk perbanyak makan es krim dan alpukat. Mendapat imunisasi TT 1x selama

kehamilan. Ibu tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan dan jamu selama

kehamilan, tidak merokok dan tidak mengkonsumsi alkohol.

Oleh bidan, pasien sering dirujuk ke rumah sakit untuk memeriksakan

kehamilannya ke dokter SpOG, dikarenakan besar kandungan ibu yang kurang untuk

usia kehamilannya. Dari hasil USG didapatkan bahwa janin baik tetapi berat janin

kurang untuk usia kehamilannya.

Kemudian ibu pun memperbanyak konsumsi es krim dan alpukat, hingga besar

kandungannya sesuai dengan usia kehamilannya. Menginjak usia kehamilan 41

minggu belum ditemukan adanya tanda – tanda ibu untuk melahirkan, sehingga ibu

dirujuk oleh bidan ke dokter SpOG. Disarankan untuk diterminasi dengan

3

melakukan induksi persalinan. Pasien kemudian dirawat di ruang Mawar pada hari

rabu, 9 September 2015 untuk induksi persalinan.

Riwayat kencing manis, penyakit jantung, asma, TB, perdarahan dan trauma

disangkal oleh ibu pasien. Selama hamil, ibu makan 3x sehari berupa nasi, lauk pauk

dan sayuran. Ibu pasien sering mengkonsumsi es krim dan alpukat. Sejak awal

kehamilan sampai usia 41 minggu, berat badan ibu mengalami peningkatan

sebanyak 12 kg (dari 55 menjadi 67 kg, tinggi badan 160 cm).

Kesan: Riwayat pemeliharaan antenatal baik, kualitas dan kuantitas nutrisi

selama kehamilan baik.

h. Riwayat Persalinan

Tempat kelahiran : Ruang VK RSUD Kardinah

Penolong persalinan : Bidan

Cara persalinan : Spontan per vaginam

Masa gestasi : 42 minggu G2P1A0

Air ketuban : Jernih kental

Berat badan lahir : 2800 gram

Panjang badan lahir : 45 cm

Lingkar kepala : 31.5 cm

Lingkar dada : 32 cm

Langsung menangis : Ya

Nilai APGAR : 8-9-9

Kelainan bawaan : Tidak ada

Penyulit/ komplikasi : Serotinus

Kesan: Neonatus preterm, lahir spontan per vaginam dengan penyulit

serotinus, berat badan lahir cukup dan bayi bugar.

i. Riwayat Pemeliharaan Postnatal

Pemeliharaan setelah kehamilan dilakukan di ruang Mawar dan Dahlia RSUD

Kardinah.

Kesan: riwayat pemeliharaan postnatal belum dapat dievaluasi

j. Corak Reproduksi Ibu

4

Ibu P2A0, anak pertama perempuan berusia 6 tahun dan anak kedua (pasien)

perempuan berusia 5 hari dengan berat badan lahir cukup.

k. Riwayat Keluarga Berencana

Belum menggunakan KB.

l. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan Anak

Pertumbuhan

o Belum dapat dievaluasi.

Perkembangan

o Riwayat perkembangan belum dapat dievaluasi.

m. Riwayat Makan dan Minum Anak

Riwayat makan dan minum belum dapat dievaluasi.

n. Riwayat Imunisasi

VAKSIN DASAR (umur) ULANGAN (umur)

BCG - - - - - -

DPT - - - - - -

POLIO - - - - - -

CAMPAK - - - - - -

HEPATITIS B 0 - - - - -

Kesan: imunisasi dasar belum lengkap

q. Silsilah Keluarga

5

Keterangan: = Laki-laki = Perempuan = Pasien

III. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik dilakukan pada hari Senin, tanggal 14 September 2015, pukul

10.30 WIB, di Ruang Dahlia.

a. Kesan Umum

Menangis : cukup kuat Pucat : (-)

Gerak : cukup aktif Sianosis : (-)

Kejang : (-) Retraksi : (+)

Ikterik : (+) kramer 5 Sesak : (+)

b. Tanda Vital

Tekanan darah : tidak dilakukan

Nadi : 124x/menit, reguler, isi dan ketegangan cukup

Laju nafas : 72x/menit, tidak teratur

Suhu : 36,40 C (aksila)

SpO2 : 99%

c. Data Antropometri

Berat badan sekarang : 2770 gr

Panjang badan sekarang : 45 cm

d. Status Internus

6

Kepala : mesosefali, lingkar kepala 31.5 cm

UUB masih terbuka, teraba datar, tegang (-), molase (-)

kaput suksadenum (-), sefal hematom (-)

Rambut: Hitam, lebat, tampak terdistribusi merata, tidak mudah dicabut

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (+/+), edema palpebra (-/-),

mata cekung (-/-), lakrimasi (-/-).

Hidung: Bentuk normal, deformitas (-), napas cuping hidung (-)

sekret (-), darah (-)

Telinga: Bentuk dan ukuran normal, recoil (segera/segera)

Mulut : Kering (-), sianosis (-), stomatitis (-), lidah normoglossia

labioschizis (-), palatoschizis (-)

Leher : pendek, pergerakan lemah, tumor (-), tanda trauma (-)

Thorax

Pulmo:

o Inspeksi : bentuk dada simetris kanan dan kiri

kulit kuning kemerahan, tidak ada efloresensi

bermakna, sternum dan iga normal

retraksi subcostal (+)

o Palpasi : simetris, tidak ada hemithoraks yang tertinggal

: areola berbintil, benjolan 5 mm

o Perkusi : pemeriksaan tidak dilakukan

o Auskultasi : SN vesikuler di kedua lapang paru

: ronki -/-, wheezing -/-

Cor:

Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak.

Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS IV midklavikula sinistra.

Perkusi : Tidak dilakukan pemeriksaan

Auskultasi : S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-).

Abdomen:

Inspeksi : datar, tali pusat terawat

: venektasi (-), warna kulit agak merah muda

pucat (-), ikterik (+)

Auskultasi : Bising usus (+)

7

Palpasi : Supel

Hepar dan lien tidak teraba

Perkusi : Timpani

Vertebra : spina bifida (-), meningocele (-)

Urogenital : perempuan, labia minor dan labia mayor menonjol

Anorektal : anus (+), diaper rash (-)

Ekstremitas : keempat ekstremitas lengkap, simetris, sklerema (-)

Superior Inferior

Akral Hangat +/+ +/+

Akral Sianosis - / - - / -

Akral Ikterik + / + + / +

CRT <2” <2”

Oedem - / - - / -

Tonus Otot Normotonus Normotonus

Trofi Otot Normotrofi Normotrofi

Refleks primitif

a) Refleks oral

Refleks hisap : (+)

Refleks rooting : (+)

b) Refleks moro : tidak dilakukan

c) Refleks palmar grasp : (+)

d) Refleks plantar grasp : (+)

IV. PEMERIKSAAN KHUSUS

1. Maturitas Bayi (Lubchenko)

Berat Lahir : 2800 gram

Usia Kehamilan : 42 minggu

Kesan : neonatus lebih bulan, sesuai untuk masa kehamilan

8

2. Ballard Score

Ballard Score = maturitas neuromuskular + maturitas fisik

9

= 23 + 22 = 45 42 minggu

3. APGAR Score

0 1 2

ApperanceSeluruh tubuh

biru/pucat

Tubuh

kemerahan,

ekstremitas biru

Seluruh tubuh

kemerahan

Pulse Tidak ada <100x/menit >100x/menit

Grimmace Tidak bereaksi Gerakan sedikit Reaksi melawan

Activity LumpuhEkstremitas fleksi

sedikitGerakan aktif

Respiratory Tidak ada Lambat Menangis

APGAR score: menit pertama 1 – 2 – 1 – 2 – 2 = 8

: menit kelima 2 – 2 – 1 – 2 – 2 = 9

: menit kesepuluh 2 – 2 – 1 – 2 – 2 = 9

Tidak ada asfiksia

4. Downe Score

0 1 2

Frekuensi Napas < 60 x/menit 60-80 x/menit > 80 x/menit

Retraksi Tidak ada retraksi Retraksi ringan Retraksi berat

Sianosis Tidak sianosisSianosis hilang

dengan O2

Sianosis menetap

walaupun diberi O2

Air Entry Udara masukPenurunan ringan

udara masuk

Tidak ada udara

masuk

Merintih Tidak merintihDapat didengar

dengan stethoscope

Dapat didengar

tanpa alat bantu

Downe Score 2 distress pernapasan ringan

5. Bell Squash Score

Partus tindakan (SC, vakum, sungsang)

Ketuban tidak normal

Kelainan bawaan

10

Asfiksia

Preterm

BBLR

Infus tali pusat

Riwayat penyakit ibu

Riwayat penyakit kehamilan

Bell Squash Score 0 tidak ada resiko neonatal infeksi

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium Darah 11 September 2015 jam 10.11 WIB (Dahlia)

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan

Hemoglobin 18.2 g/dl 11.2 – 15.7

Leukosit 17.8 103/ul 5.0 – 20.0

Hematokrit 51.4 % 37 – 47

Trombosit 208 10^3/uL 150 – 521

Eritrosit 5.3 106/ul 4.1 – 5.1

RDW 17.0 % 11.5 – 14.5

MCV 98.1 U 80 – 96

MCH 34.7 Pcg 28 – 33

MCHC 35.3 g/dl 33 – 36

Glukosa Sewaktu 74 mg/dl 70 – 140

CRP Negatif Negatif

11

Laboratorium Darah CITO 13 September 2015 jam 09.30 WIB (Dahlia)

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan

Hemoglobin 11.2 g/dl 12.7 – 18.7

Leukosit 6.9 103/ul 5.0 – 20.0

Hematokrit 33.4 % 47 – 75

Trombosit 80 10^3/uL 217 – 497

Eritrosit 3.5 106/ul 3.7 – 6.1

RDW 18.1 % 11.5 – 14.5

MCV 96.5 U 84 – 128

MCH 39.4 Pcg 26 – 38

MCHC 35.7 g/dl 26 – 34

Laboratorium Darah 13 September 2015 jam 17.20 WIB (Dahlia)

Bilirubin total 14.21 mg/dl 3.4 – 11.5

Bilirubin direk 2.82 mg/dl 0 – 0.25

RONTGEN THORAX AP (12 September 2015)

Kesan : Cor dan Pulmo normal

12

VI. DAFTAR MASALAH

Daftar masalah pada kasus ini berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang.

Dari hasil anamnesis didapatkan bahwa selama masa kehamilan, kandungan ibu dikatakan

kecil untuk kehamilannya. Kemudian adanya penyulit selama kehamilan dan persalinan yaitu

serotinus, sehingga dilakukan induksi persalinan untuk terminasi kehamilan. Bayi lahir bugar

dengan APGAR skor 8-9-9, namun 30 menit kemudian saat inisiasi menyusui dini bayi

merintih dan terlihat sesak, kemudian bayi diberi oksigen sungkup 2 liter/menit dan di

observasi di ruang dahlia, 2 jam berselang bayi masih merintih dan terlihat sesak.

Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan bayi merintih, pernapasan yang cepat dan napas

cuping hidung disertai retraksi dinding dada menunjukkan bahwa pasien sesak. Menurut

Ballard Score usia gestasi 42 minggu yang menunjukan bayi lahir postterm (serotinus).

Dari hasil pemeriksaan penunjang didapatkan peningkatan dari kadar bilirubin total dan

bilirubin direk yang menunjukan adanya hiperbilirubinemia karena cholestasis.

VII. DIAGNOSA BANDING

Distress pernapasan Neonatus Postterm Hiperbilirubinemia

Intrapulmoner

Ekstrapulmoner

Metabolik

Bayi sesuai untuk masa

kehamilan

Bayi kecil untuk masa

kehamilan

Bayi besar untuk masa

kehamilan

Obstructive cholestasis

Hepatocellular cholestasis

VIII. DIAGNOSIS KERJA

a) Neonatus Postterm

b) Bayi berat lahir cukup – sesuai masa kehamilan

c) Distress pernapasan

d) Cholestasis

IX. PENATALAKSANAAN

13

a. Medikamentosa

IVFD D10% + Ca Glukonas 20 cc 9 cc/ jam

Inj. pycin 200 mg/12 jam

O2 CPAP PEEP 6 cmH2O FiO2 30%

Ikalep 0.8 cc/jam

Sequest 3 x 1/5 (obat pulang)

Estazor 3 x 1/4 (obat pulang)

b. Nonmedikamentosa

Rawat intensif, monitor tanda vital

Oksigenasi menggunakan CPAP nasal

Pasang OGT

Diet tunda → bila stabil ASI 8 x 10cc

Edukasi keluarga pasien mengenai penyakit, terapi dan komplikasinya

X. PROGNOSIS

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad sanationam : dubia ad bonam

Quo ad functionam : dubia ad bonam

XI. SARAN PEMERIKSAAN

- USG hepatobilier

- Darah lengkap

- SGOT / SGPT

- AGD

14

XII. PERJALANAN PENYAKIT

11 September 2015 (Mawar-Dahlia)

Hari Perawatan ke-0

12 September 2015 (Dahlia)

Hari Perawatan ke-1

S Lahir bayi perempuan secara spontan

per vaginam dari ibu G2P1A0 hamil 42

minggu, keadaan bayi saat lahir yaitu

air ketuban jernih kental dan skor

APGAR 8-9-9, dengan berat lahir 2800

gram, panjang lahir 45 cm, lingkar

kepala 31.5 cm → 30 menit kemudian

bayi merintih, napas cuping hidung (+)

diberi O2 sungkup 2 l/menit, observasi

2 jam, masih merintih, napas cuping

hidung (+), retraksi (+) subcostal

S Demam (-), sesak (+), kejang (-), BAK

(+), BAB (+), pucat (-), biru (-), tampak

kuning (+)

O KU: Menangis kurang kuat (merintih),

gerak kurang aktif, kulit kemerahan

O KU: Menangis cukup kuat, gerak cukup

aktif, retraksi (+), sianosis (-), ikterik

15

(+), retraksi (+) subcostal

TTV: HR 101x/m, RR 70x/m, S 37.2 0C, SpO2 95%

Kepala: Mesosefali, UUB datar, molase

(-)

Mata: CA (-/-), SI (-/-)

Toraks: SNV (+/+), rh (-/-), wh (-/-), BJ

1-2 reguler, m (-), g (-)

Abdomen: Supel, BU (+)

Ekstremitas atas: AD (-/-), OE (-/-)

Ekstremitas bawah: AD (-/-), OE (-/-)

(+) kramer 5

TTV: HR 153x/m, RR 40x/m tidak

teratur, S 37.2 0C, SpO2 95%, BB

2815 gram

Kepala: Mesosefali, UUB datar, molase

(-)

Mata: CA (-/-), SI (+/+)

Toraks: SNV (+/+), rh (-/-), wh (-/-), BJ

1-2 reguler, m (-), g (-)

Abdomen: Supel, BU (+)

Ekstremitas atas: AD (-/-), OE (-/-)

Ekstremitas bawah: AD (-/-), OE (-/-)

Terpasang IVFD D10% + Ca gluconas

20 cc → 8 cc/jam, CPAP Nasal PEEP 6

FiO2 30%, OGT (+)

A BBLC, postterm lahir spontan, distress

pernapasan susp. TTN

A BBLC, postterm lahir spontan, distress

pernapasan susp. TTN

P Langkah awal:

Observasi KU dan TTV

O2 sungkup 2 l/menit

Advis SpA:

Pindah ruang Dahlia

IVFD D10 + Ca gluconas 9 cc/jam

CPAP dengan PEEP 6 cmH20,

FiO2 30%

Inj pycin 200mg/12jam

Diet tunda → 4 jam stabil ASI 8 x

5cc (sonde)

Rontgen Thorax AP

P IVFD D10% + Ca Glukonas 20 cc

8 cc/jam

O2 CPAP nasal kanul (PEEP 6

FiO2 25%)

Inj pycin 200mg/12jam

Inj Ikalep 0.8 cc/jam

Diet ASI 8 x 15-20 cc (sonde)

13 September 2015 (Dahlia)

Hari Perawatan ke-2

14 September 2015 (Dahlia)

Hari Perawatan ke-3

S Demam (-), sesak (+), kejang (-), BAK S Demam (-), sesak (+), kejang (-), BAK

16

(+), BAB (+), pucat (-), biru (-), tampak

kuning (+)

(+), BAB (+), pucat (-), biru (-), tampak

kuning (+)

O KU: Menangis cukup kuat, gerak cukup

aktif, retraksi (+), sianosis (-), ikterik

(+) kramer 5

TTV: HR 141x/m, RR 81x/m, S 36.4 0C, SpO2 96%, BB 2780 gram

Kepala: Mesosefali, UUB datar, molase

(-)

Mata: CA (-/-), SI (+/+)

Toraks: SNV (+/+), rh (-/-), wh (-/-), BJ

1-2 reguler, m (-), g (-)

Abdomen: Supel, BU (+)

Ekstremitas atas: AD (-/-), OE (-/-)

Ekstremitas bawah: AD (-/-), OE (-/-)

Kebutuhan cairan 90 x 2.78 = 250.2 cc/

hari

CPAP PEEP 6 cmH2O FiO2 25%

IVFD Glukosa 10% + Ca gluconas 20

cc → 8 cc/jam

OGT (+)

O KU: Menangis cukup kuat, gerak cukup

aktif, retraksi (+), sianosis (-), ikterik

(+) kramer 5

TTV: HR 124x/m, RR 72x/m, S 36.4 0C, SpO2 99%, BB 2770 gram

Kepala: Mikrosefali, UUB datar,

molase (-)

Mata: CA (-/-), SI (+/+)

Toraks: SNV (+/+), rh (-/-), wh (-/-), BJ

1-2 reguler, m (-), g (-)

Abdomen: Supel, BU (+)

Ekstremitas atas: AD (-/-), OE (-/-)

Ekstremitas bawah: AD (-/-), OE (-/-)

Kebutuhan cairan = 100 x 2.77 = 277

cc/hari

CPAP PEEP 6 cmH2O FiO2 25%

IVFD Glukosa 10% → 8 cc/jam

OGT (+)

A BBLC, postterm lahir spontan, distress

pernapasan susp. TTN

A BBLC, postterm lahir spontan, distress

pernapasan susp. TTN,

hiperbilirubinemia DD/cholestasis

P Terapi lanjut

Fototerapi

P IVFD D10% + Ca Glukonas 20 cc

8 cc/jam

O2 CPAP nasal kanul (PEEP 6

FiO2 25%)

Inj pycin 200mg/12jam

Diet ASI/low lactose 8 x 20 cc

(sonde)

Fototerapi stop

17

15 September 2015 (Dahlia)

Hari Perawatan ke-4

16 September 2015 (Dahlia)

Hari Perawatan ke-5

S Demam (-), sesak <<, kejang (-), BAK

(+), BAB (+), pucat (-), biru (-), tampak

kuning (+)

S Demam (-), sesak (-), kejang (-), BAK

(+), BAB (+), pucat (-), biru (-), tampak

kuning (+)

O KU: Menangis cukup kuat, gerak cukup

aktif, retraksi (+) minimal, sianosis (-),

ikterik (+) kramer 5

TTV: HR 110x/m, RR 64x/m, S 36 0C,

SpO2 94%, BB 2800 gram

Kepala: Mesosefali, UUB datar, molase

(-)

Mata: CA (-/-), SI (+/+)

Toraks: SNV (+/+), rh (-/-), wh (-/-), BJ

1-2 reguler, m (-), g (-)

Abdomen: Supel, BU (+)

Ekstremitas atas: AD (-/-), OE (-/-)

Ekstremitas bawah: AD (-/-), OE (-/-)

Kebutuhan cairan 110 x 2.8 = 308 cc/

hari

IVFD D10% → 5.8 cc/jam

CPAP PEEP 5 cmH2O FiO2 25%

O KU: Menangis kuat, gerak aktif,

retraksi (-), sianosis (-), ikterik (+)

kramer 5

TTV: HR 140x/m, RR 56x/m, S 35.4 0C, BB 2760 gram

Kepala: Mesosefali, UUB datar, molase

(-)

Mata: CA (-/-), SI (+/+)

Toraks: SNV (+/+), rh (-/-), wh (-/-), BJ

1-2 reguler, m (-), g (-)

Abdomen: Supel, BU (+)

Ekstremitas atas: AD (-/-), OE (-/-)

Ekstremitas bawah: AD (-/-), OE (-/-)

Kebutuhan cairan = 120 x 2.76 = 331.2

cc/hari

IVFD Glukosa 10% → 5 cc/jam

A BBLC, postterm lahir spontan, distress

pernapasan susp. TTN,

hiperbilirubinemia DD/cholestasis

A BBLC, postterm lahir spontan, distress

pernapasan susp. TTN,

hiperbilirubinemia DD/cholestasis

P O2 ganti low flow

Pindah ruangan

IVFD KA-EN 1B + Ca gluconas 2

ampul → 5 cc/jam

Inj pycin 200mg/12jam

ASI 8 x 20-30 cc

P IVFD KA-EN 1B + Ca gluconas 2

ampul → 5 cc/jam

Inj pycin 200mg/12jam

Estazor (Ursodeoxycholic acid)

3x1/4

Sequest (Cholestyramine) 3x1/5

18

ASI 8 x 20-30 cc

17 September 2015 (Dahlia)

Hari Perawatan ke-6

S Demam (-), sesak (-), kejang (-), BAK

(+), BAB (+), pucat (-), biru (-), tampak

kuning (+)

O KU: Menangis kuat, gerak aktif,

retraksi (-), sianosis (-), ikterik (+)

kramer 5

TTV: HR 140x/m, RR 44x/m, S 36.4 0C, BB 2740 gram

Kepala: Mesosefali, UUB datar, molase

(-)

Mata: CA (-/-), SI (+/+)

Toraks: SNV (+/+), rh (-/-), wh (-/-), BJ

1-2 reguler, m (-), g (-)

Abdomen: Supel, BU (+)

Ekstremitas atas: AD (-/-), OE (-/-)

Ekstremitas bawah: AD (-/-), OE (-/-)

Kebutuhan cairan 130 x 2.74 = 411 cc/

hari

IVFD KA-EN 1B + Ca Glukonas 2

ampul → 5 cc/jam

A BBLC, postterm lahir spontan, distress

pernapasan susp. TTN,

hiperbilirubinemia DD/cholestasis

P Acc pulang

Estazor 3 x 1/4

Sequest 3 x 1/5

19

ANALISIS KASUS

Pasien bayi perempuan usia 6 hari, didiagnosis dengan Neonatus Postterm, Bayi Berat

Lahir Cukup – Sesuai Masa Kehamilan, Distress pernapasan susp. TTN dan

Hiperbilirubinemia DD/Cholestasis. Dasar diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik

dan pemeriksaan penunjang.

Masalah Interpretasi

Anamnesis

- Pada anamnesis didapatkan bahwa

pasien lahir bugar, namun beberapa

saat kemudian pasien merintih dan

tampak sesak.

- Pasien lahir lewat waktu (postterm)

Distress pernapasan pada bayi ini dapat

disebabkan oleh faktor yang berasal dari

intrapulmoner, ekstrapulmoner ataupun

metabolik. Dari faktor intrapulmoner

dapat disebabkan oleh Transient

Tachypnea of Newborn, Hyalin Membrane

Disease, Aspiration Syndrome, Agenesis

20

paru, Bronkopneumonia. Dari faktor

ekstrapulmoner dapat disebabkan oleh

adanya anemia berat, Penyakit Jantung

Bawaan, kelainan SSP, hernia

diafragmatika. Dari faktor metabolik dapat

disebabkan oleh hipoglikemia, hipotermi,

Electrolyte Imbalance. Distress

pernapasan yang terjadi pada kasus ini

dicurigai karena Transient Tachypnea of

Newborn dimana terdapat laju pernapasan

yang cepat, bayi merintih, napas cuping

hidung, terjadi beberapa saat setelah bayi

lahir dan merupakan self-limited disease

dengan prognosis yang baik serta resolusi

dari penyakit ini terjadi ±72 jam (pada

kasus ini hari ke-4 keluhan sudah

membaik).

Keadaan postterm (serotinus) juga

mungkin menjadi salah satu penyebab

terjadinya distress pernapasan pada bayi

ini karena sirkulasi feto-plasenter yang

sudah tidak baik.

Pemeriksaan Fisik

- Pasien menangis tidak kuat (merintih)

- Retraksi dinding dada

- Tachypnea

- Downe skor 2

- Sklera ikterik, kulit ikterik kramer 5

Dari pemeriksaan fisik didapatkan pasien

menangis tidak kuat (merintih) disertai

dengan retraksi dinding dada dan laju

napas yang cepat, menunjukan adanya

distress pernapasan yang kemungkinan

besar disebabkan oleh Transient

Tachypnea of Newborn. Downe skor 3

menunjukkan adanya gangguan

pernapasan ringan.

21

Selain itu didapatkan juga sklera dan kulit

yang ikterik hingga kramer 5 menunjukan

adanya hiperbilirubinemia yang dapat

disebabkan oleh banyak faktor mulai dari

faktor produksi yang meningkat

(hemolisis sel darah merah, sepsis), faktor

transport yang rendah (penurunan kada

albumin), faktor ekskresi yang menurun

(defisiensi enzim hati, hepatocellular

cholestasis, obstructive cholestasis).

Pemeriksaan Penunjang (Laboratorium)

Hasil laboratorium darah:

Bilirubin Total 14.21 mg/dl

Bilirubin Direk 2.82 mg/dl

Pada hasil laboratorium didapatkan

peningkatan kadar bilirubin total dan

direk, hal ini menunjukan adanya

penurunan ekskresi bilirubin direk

(cholestasis) yang dapat disebabkan oleh

sumbatan pada sistem biliaris.

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI SISTEM HEPATOBILIER

22

B. DEFINISI

Kolestasis adalah gangguan pembentukan, sekresi dan pengaliran empedu mulai dari

hepatosit, saluran empedu intrasel, ekstrasel dan ekstra-hepatal. Hal ini dapat menyebabkan

perubahan indikator biokimia, fisiologis, morfologis, dan klinis karena terjadi retensi bahan-

bahan larut dalam empedu. Dikatakan kolestasis apabila kadar bilirubin direk melebihi 2.0

mg/dl atau 20% dari bilirubin total.2

Kolestasis adalah kegagalan aliran cairan empedu masuk duodenum dalam jumlah

normal. Gangguan dapat terjadi mulai dari membrana-basolateral dari hepatosit sampai

tempat masuk saluran empedu ke dalam duodenum. Dari segi klinis didefinisikan sebagai

akumulasi zat-zat yang diekskresi ke dalam empedu seperti bilirubin, asam empedu, dan

kolesterol di dalam darah dan jaringan tubuh. Secara patologi-anatomi kolestasis adalah

terdapatnya timbunan trombus empedu pada sel hati dan sistem bilier.

Kolestasis merupakan respon alternatif atau bersamaan terhadap jejas. Kolestasis ini

didefinisikan sebagai akumulasi dari bahan-bahan dalam serum yang secara normal

diekskresi ke dalam empedu seperti bilirubin, kolesterol, asam empedu, dan elemen renik.

Biopsi hati menampakkan akumulasi empedu dan pigmen empedu di parenkim. Pada

23

obstruksi ekstrahepatik, pigmen empedu mungkin bisa dilihat di duktus biliaris intralobularis

atau seluruh parenkim sebagai danau-danau empedu atau infark. Kolestasis bisa juga terlihat

tanpa bukti adanya obstruksi duktus biliaris apabila ada jejas hepatosit atau perubahan pada

fisiologi hati menyebabkan pengurangan kecepatan sekresi larut dan air. Agaknya penyebab

dapat meliputi perubahan pada ultrastruktur atau sitoskeleton hepatosit, perubahan pada

organela yang menyebabkan sekresi empedu, perubahan dalam aktivitas enzim, atau

perubahan pada permeabilitas aparatus kanalikuler empedu. Hasil akhirnya tidak bisa

dibedakan secara klinis dari kolestasis obstruktif.2,3

C. PATOFISIOLOGI

Empedu adalah cairan yang disekresi hati berwarna hijau kekuningan merupakan

kombinasi produksi dari hepatosit dan kolangiosit. Empedu mengandung asam empedu,

kolesterol, phospholipid, toksin yang terdetoksifikasi, elektrolit, protein, dan bilirubin

terkonyugasi. Kolesterol dan asam empedu merupakan bagian terbesar dari empedu sedang

bilirubin terkonyugasi merupakan bagian kecil. Bagian utama dari aliran empedu adalah

sirkulasi enterohepatik dari asam empedu. Hepatosit adalah sel epetelial dimana permukaan

basolateralnya berhubungan dengan darah portal sedang permukaan apikal (kanalikuler)

berbatasan dengan empedu. Hepatosit adalah epitel terpolarisasi berfungsi sebagai filter dan

pompa bioaktif memisahkan racun dari darah dengan cara metabolisme dan detoksifikasi

intraseluler, mengeluarkan hasil proses tersebut ke dalam empedu. Salah satu contoh adalah

penanganan dan detoksifikasi dari bilirubin tidak terkonjugasi (bilirubin indirek). Bilirubin

tidak terkonjugasi yang larut dalam lemak diambil dari darah oleh transporter pada membran

basolateral, dikonyugasi intraseluler oleh enzim UDPGTa yang mengandung P450 menjadi

bilirubin terkonjugasi yang larut air dan dikeluarkan ke dalam empedu oleh transporter mrp2.

mrp2 merupakan bagian yang bertanggungjawab terhadap aliran bebas asam empedu.

Walaupun asam empedu dikeluarkan dari hepatosit ke dalam empedu oleh transporter lain,

yaitu pompa aktif asam empedu. Pada keadaan dimana aliran asam empedu menurun, sekresi

dari bilirubin terkonyugasi juga terganggu menyebabkan hiperbilirubinemia terkonyugasi.

Proses yang terjadi di hati seperti inflamasi, obstruksi, gangguan metabolik, dan iskemia

menimbulkan gangguan pada transporter hepatobilier menyebabkan penurunan aliran empedu

dan hiperbilirubinemi terkonjugasi.2

Terdapat 4 mekanisme dimana hiperbilirubinemia dan ikterus dapat terjadi :

1. Pembentukan bilirubin berlebihan

24

2. Gangguan pengambilan bilirubin tak terkonyugasi oleh hati

3. Gangguan konyugasi bilirubin

4. Pengurangan eksresi bilirubin terkonyugasi dalam empedu akibat faktor intra hepatik dan

ekstra hepatik yang bersifat obstruksi fungsional/mekanik.

Metabolisme B ilirubin

Hemoglobin

Heme

Hemoksigenase

Biliverdin

Biliverdin - reductase

Bilirubin indirek (bebas) Lipofilik

kompleks bilirubin - albumin

Ambilian : protein - y ; protein – z

Konjugasi (glukuronil transferase)

Bilirubin direk (conjugated) Hidrofilik

Hidrolisis bakteri usus

Bilirubin :

Sterkobilin

Urobilinogen

Metabolisme Bilirubin

25

ERITROSIT

HATI

EMPEDU

USUS

SIKLUS enterohepatik

ENTEROHEPATIK

Penyebab ikterus kholestatik bisa intra hepatik atau ekstra hepatik. Penyebab intra

hepatik adalah inflamasi, batu, tumor, kelainan kongenital duktus biliaris. Kerusakan dari sel

paremkim hati menyebabkan gangguan aliran dari garam bilirubin dalam hati akibatnya

bilirubin tidak sempurna dikeluarkan ke dalam duktus hepatikus karena terjadinya retensi dan

regurgitasi. Jadi akan terlihat peninggian bilirubin terkonyugasi dan bilirubin tidak

terkonjugasi dalam serum. Penyumbutan duktus biliaris yang kecil intrahepatal sudah cukup

menyebabkan ikterus. Kadang-kadang kholestasis intra hepatal disertai dengan obstruksi

mekanis di daerah ekstra hepatal. Obstruksi mekanik dari aliran empedu intra hapatal yang

disebabkan oleh batu/hepatolith biasanya menyebabkan fokal kholestasis, keadaan ini

biasanya tidak terjadi hiper bilirubinemia karena dikompensasi oleh hepar yang masih baik.

Kholangitis supuratif yang biasanya disertai pembentukan abses dan ini biasanya yang

menyebabkan ikterus. Infeksi sistemik dapat mengenai vena porta akan menyebabkan invasi

ke dinding kandung empedu dan traktus biliaris. Pada intra hepatik kholestasis biasanya

terjadi kombinasi antara kerusakan sel hepar dan gangguan metabolisme (kholestasis dan

hepatitis).2,3

Ekstra hepatik kholestatik disebabkan gangguan aliran empedu ke dalam usus sehingga

akibatnya terjadi peninggian bilirubin terkonyugasi dalam darah. Penyebab yang paling

sering dari ekstra hepatik kholestatik adalah batu di duktus kholedekhus dan duktus sistikus,

26

tumor duktus kholedekus, kista duktus kholeskhus, tumor kaput pankreas, sklerosing

kholangitis.

Perubahan F ungsi H ati pada K olestasis

Pada kolestasis yang berkepanjangan terjadi kerusakan fungsional dan struktural:

A. Proses Transpor Hati

Proses sekresi dari kanalikuli terganggu, terjadi inversi pada fungsi polaritas dari

hepatosit sehingga elminasi bahan seperti bilirubin terkonjugasi, asam empedu, dan lemak

kedalam empedu melalui plasma membran permukaan sinusoid terganggu.

B. Transformasi dan Konjugasi dari Obat dan Zat Toksik

Pada kolestasis berkepanjangan efek detergen dari asam empedu akan menyebabkan

gangguan sitokrom P-450. Fungsi oksidasi, glukoronidasi, sulfasi dan konjugasi akan

terganggu.

C. Sintesis Protein

Sintesis protein seperti alkali fosfatase dan GGT, akan meningkat sedang produksi

serum protein albumin-globulin akan menurun.

D. Metabolisme Asam Empedu dan Kolesterol

Kadar asam empedu intraseluler meningkat beberapa kali, sintesis asam empedu dan

kolesterol akan terhambat karena asam empedu yang tinggi menghambat HMG-CoA

reduktase dan 7 alfa-hydroxylase menyebabkan penurunan asam empedu primer sehingga

menurunkan rasio trihidroksi/dihidroksi bile acid sehingga aktifitas hidropopik dan

detergenik akan meningkat. Kadar kolesterol darah tinggi tetapi produksi di hati menurun

karena degradasi dan eliminasi di usus menurun.

E. Gangguan pada Metabolisme Logam

Terjadi penumpukan logam terutama Cu karena ekskresi bilier yang menurun. Bila

kadar ceruloplasmin normal maka tidak terjadi kerusakan hepatosit oleh Cu karena Cu

mengalami polimerisasi sehingga tidak toksik.

F. Metabolisme Cysteinyl Leukotrienes

27

Cysteinyl leukotrienes suatu zat bersifat proinflamatori dan vasoaktif dimetabolisir dan

dieliminasi di hati, pada kolestasis terjadi kegagalan proses sehingga kadarnya akan

meningkat menyebabkan edema, vasokonstriksi, dan progresifitas kolestasis. Oleh karena

diekskresi diurin maka dapat menyebabkan vaksokonstriksi pada ginjal.

G. Mekanisme Kerusakan Hati Sekunder

1. Asam Empedu

Terutama litokolat merupakan zat yang menyebabkan kerusakan hati melalui aktifitas

detergen dari sifatnya yang hidrofobik. Zat ini akan melarutkan kolesterol dan fosfolipid dari

sistim membran sehingga intregritas membran akan terganggu. Maka fungsi yang

berhubungan dengan membran seperti Na+, K+-ATPase, Mg++-ATPase, enzim-enzim lain dan

fungsi transport membran dapat terganggu, sehingga lalu lintas air dan bahan-bahan lain

melalui membran juga terganggu. Sistem transport kalsium dalam hepatosit juga terganggu.

Zat-zat lain yang mungkin berperan dalam kerusakan hati adalah bilirubin, Cu, dan cysteinyl

leukotrienes namun peran utama dalam kerusakan hati pada kolestasis adalah asam empedu.

2. Proses Imunologis

Pada kolestasis didapat molekul HLA I yang mengalami display secara abnormal pada

permukaan hepatosit, sedang HLA I dan II diekspresi pada saluran empedu sehingga

menyebabkan respon imun terhadap sel hepatosit dan sel kolangiosit. Selanjutnya akan terjadi

sirosis bilier.

D. ETIOLOGI

Kolestasis Intrahepatik

a. Idiopatik

1. Hepatitis neonatal idiopatik

2. Lain-lain : Sindrom Zellweger

b. Anatomik

1. Hepatik fibrosis kongenital/ penyakit polikistik infantil

28

2. Penyakit Caroli

3. Sepsis

4. Hepatitis virus dan hepatitis karena obat

5. Mutasi transpor empedu

6. Sirosis bilier primer

7. Reaksi penolakan transplantasi hati

Gambar 1. Penyebab ikterus obstruksi secara anatomi

c. Kelainan Metabolik

1. Kelainan metabolisme asam amino, lipid, karbohidrat, asam empedu

2. Penyakit metabolik lain : def α1 – antitripsin, hipotiroid, hipopituitarisme

d. Infeksi

1. Hepatitis virus A, B, C

2. TORCH, reovirus, dll

e. Genetik/ kromosomal

1. Sindrom Alagile

2. Sindrom Down, Trisomi E

f. Lain-lain

Nutrisi parenteral total, histiositosis x, renjatan, obstruksi intestinal, sindrom

polisplenia, lupus neonatal.

Diagnosis diferensial kolestasis intrahepatik pada bayi dan upaya diagnostiknya

Penyakit Strategi Diagnostik Utama

29

1. Infeksi

*Infeksi congenital

- Toksoplasma

- Rubella

- Cytomegalovirus

- Herpes simpleks

- Sifilis

- Human herpesvirus-6, herpes

zoster

- Hepatits B

- Hepatitis C

- Human immunodeficiency virus

- Parvovirus B19

- Syncytial giant cell hepatitis

* Infeksi lain

- Tuberkulosis

- Sepsis

- Sepsis virus enterik (echoviruses,

Coxsackie A dan B, adenovirus)

IgM-anti toksoplasma

IgM-anti rubella

Kultur virus urin, IgM-anti CMV

Mikroskop elektron/ kultur virus vesikel

STS, VDRL, FTA-ABS, Ro Tulang panjang

Serologi

HBsAg, IgM-antiHBc, HBV-DNA

HCV-RNA (RT-PCR)

Anti-HIV, immunoglobulin, CD4

IgM antibody

Giant cell hepatitis pada biopsi hati

Mantoux, radiologi toraks

Kultur darah

Serologik, kultur virus cairan likuor

2. Kelainan genetik

- Trisomi 18 (21), cat eye syndrome

Kariotip

GGT, tes genetik

30

- Penyakit Byler

3. Kelainan endokrin

- Hipopituitarism (displasia septo-

optik)

- Hipotiroidism

Kortisol, TSH ↓, T4↓

TSH↑, T4↓, free T4↓, T3↓

4. Paucity duktus biliaris

- Sindrom Alagille

- Paucity duktus non sindromik

Ekokardiogram, embriotokson posterior, “butterfly

vertebrae”

Paucity pada biopsi

5. Kelainan struktur

- Carolli disease

USG, kolangiografi

6. Kelainan metabolik

- Def. alfa 1 antitripsin

- Fibrosis kistik

- Galaktosemia

- Tirosinemia

- Fruktosemia herediter

- Glycogen storage disease tipe IV

- Niemann-Pick Tipe A

Kadar alfa 1 antitripsin serum, tipe PI

Sweat chloride, immunoreactive trypsin

Galaktose 1-6 phospate uridyltransferase

Tirosin serum, methionin, AFP, suksinilaseton urin

Biopsi hati: mik.elektron, aktivitas enzim

Biopsi hati

Aspirasi sum –sum tulang, spingomielinase

Storage cells pada aspirasi sum-sum tulang, hati; biopsi

rektum

31

- Niemann-Pick tipe C

- Penyakit Wolman

- Kel.sintesis as.empedu primer

- Sindrom Zellweger

Radiologi kel.adrenal

As.empedu urin

Gambaran very long chain fatty acid

7. Imunologik

- L.E. neonatal

- Hepatitis neonatal dengan AHA

Antibodi anti-Ro (bayi dan ibu)

Coombs’ test, giant cell hepatitis

8. Toksik

- TPN

- Obat

Riwayat TPN

obat

Kolestasis Ekstrahepatik

a. Atresia bilier

b. Hipoplasia bilier, stenosis duktus bilier

c. Massa (kista, neoplasma, batu)

d. Inspissated bile syndrome , dll

Saluran empedu ekstrahepatik

Biliary atresia

Choledochal cyst dan choledochocele

Biliary hipoplasia

Choledocholithiasis

32

Bile duct perforation

Neonatal sclerosing cholangitis

Saluran empedu intrahepatik

Syndromic paucity

(sindrom Alagille, mutasi pada JAGGED1)

Nonsyndromic Paucity

Hypothyroidism

Bile duct disgenesis

Congenital hepatic fibrosis

Ductal plate malformation

Polycystic kidney disease

Caroli’s disease

Hepatic cyst

Cystic fibrosis

Langerhans cell histiocytosis

Hyper-Ig-M syndrome

Hepatocytes

Sepsis-associated cholestasis

Neonatal hepatitis

Viral infections

Hepatitis B

Cytomegalo virus (juga menginfeksi cholangiocytes)

E. Klasifikasi4,6

Secara garis besar kolestasis dapat diklasifikasikan menjadi :

1. Kolestasis Ekstrahepatik, Obstruksi Mekanis Saluran Empedu Ekstrahepatik

33

Secara umum kelainan ini disebabkan lesi kongenital atau didapat. Merupakan kelainan

nekroinflamatori yang menyebabkan kerusakan dan akhirnya pembuntuan saluran empedu

ekstrahepatik, diikuti kerusakan saluran empedu intrahepatik. Penyebab utama yang pernah

dilaporkan adalah proses imunologis, infeksi virus terutama CMV dan Reo virus tipe 3, asam

empedu yang toksik, iskemia dan kelainan genetik. Biasanya penderita terkesan sehat saat

lahir dengan berat badan lahir, aktifitas dan minum normal. Ikterus baru terlihat setelah

berumur lebih dari 1 minggu. 10-20% penderita disertai kelainan kongenital yang lain seperti

asplenia, malrotasi dan gangguan kardiovaskuler. Deteksi dini dari kemungkinan adanya

atresia bilier sangat penting sebab efikasi pembedahan hepatik-portoenterostomi (Kasai) akan

menurun apabila dilakukan setelah umur 2 bulan. Pada pemeriksaan ultrasound terlihat

kandung empedu kecil dan atretik disebabkan adanya proses obliterasi, tidak jelas adanya

pelebaran saluran empedu intrahepatik. Gambaran ini tidak spesifik, kandung empedu yang

normal mungkin dijumpai pada penderita obstruksi saluran empedu ekstrahepatal sehingga

tidak menyingkirkan kemungkinan adanya atresi bilier.

Gambaran histopatologis ditemukan adanya portal tract yang edematus dengan

proliferasi saluran empedu, kerusakan saluran dan adanya trombus empedu didalam duktuli.

Pemeriksaan kolangiogram intraoperatif dilakukan dengan visualisasi langsung untuk

mengetahui patensi saluran bilier sebelum dilakukan operasi Kasai.

Jika terjadi obstruksi empedu, perubahan hepar dapat terjadi dengan cepat dan ikterus

dapat terlihat dalam 36 jam. Setelah 2 minggu akan ditemukan ruptur dari duktus

interlobuler. Pada kolangitis akan ditemukan lekosit polimorfonuklear pada kandung empedu

dan sinusoid. Ikterus obstruktif ekstrahepatik kemungkinan disebabkan oleh adanya obstruksi

fisik pada saluran empedu pada umumnya diluar hati, menimbulkan gejala kolestasis akut.

Kolestasis ekstrahepatik disebabkan oleh :

· Batu empedu

· Carsinoma pancreas dan ampula

· Striktur saluran empedu

· Cholangiocarsinoma

· Sklerosing Cholangitis primer atau sekunder

Ikterus obstruksi ekstra hepatik memberikan 3 perubahan klasik pada traktus portal :

1. Oedema jaringan ikat

2. Proliferasi duktus

3. Infiltrasi neutrofil

34

Gambaran ini dinamakan “ductular reaction”. Pada gambaran mikroskopik ikterus

obstruktif selalu ditemukan cairan empedu karena adanya peningkatan tekanan di traktus

porta, sehingga terjadi reaksi duktuler yang salah satunya adalah proliferasi duktus bilier

yang baru. Proliferasi duktus dipengaruhi oleh peningkatan perfusi di daerah perivaskuler

pleksus bilier, stimulasi reseptor adrenergik dan dopaminergik yaitu taurocholate dan

taurolithocholate dan peningkatan AMP siklik dan interleukin 6. Infiltrasi netrofil akan

terjadi pada ikterus obstruksi dengan adanya reaksi sitokin kompleks dan chemokine.

Gambaran periduktus dan fibrosis seperti kulit bawang (onion-skin fibrosis) dapat ditemukan

pada kolestasis ekstrahepatik dimana terjadi obstruksi aliran empedu dalam waktu yang lama.

Keadaan ini dapat juga terjadi pada Primary Sclerosing Cholangitis. Pada keadaan ikterus

obstruktif yang disebabkan oleh batu empedu, striktur empedu atau karsinoma pankreas,

gambaran klinik jelas dengan ikterus progresif dan peningkatan kadar alkali fosfatase serum

dan bilirubin serum. Diagnosis umumnya tegak dengan pemeriksaan Ultrasonografi dengan

konfirmasi pada saat tindakan operasi.

Primary Sclerosing Cholangitis

Primary sklerosing cholangitis terjadi penyempitan dari saluran empedu karena adanya

stenosis dan dilatasi duktus bilier intrahepatik dan ekstrahepatik. Karakteristik Sklerosis

kolangitis primer adalah peradangan/inflamasi kronik pada saluran empedu (periduktus ekstra

hepatik) yang menyebabkan fibrosis obliterasi dan striktur pada sistem bilier. Gambaran

patologi anatomi tampak infiltrasi pada zona portal oleh limfosit besar, sel polimorfonuklear,

kadang makrofag dan eosinofil. Pada duktus interlobuler tampak inflamasi periduktus. Tahap

lanjut gambaran fibrosis pada traktus portal sampai duktus bilier yang kecil (“onion skin

appearance”). Diagnosis pasti jika ditemukan pengurangan jumlah duktus bilier, proliferasi

duktus dan deposisi substansi cooper dengan “piecemeal necrosis”.

2. Kolestasis Intrahepatik

a. Saluran Empedu

Digolongkan dalam 2 bentuk, yaitu: (a) Paucity saluran empedu, dan (b) Disgenesis

saluran empedu. Oleh karena secara embriologis saluran empedu intrahepatik (hepatoblas)

berbeda asalnya dari saluran empedu ekstrahepatik (foregut) maka kelainan saluran empedu

dapat mengenai hanya saluran intrahepatik atau hanya saluran ekstrahepatik saja. Beberapa

kelainan intrahepatik seperti ekstasia bilier dan hepatik fibrosis kongenital, tidak mengenai

saluran ekstrahepatik. Kelainan yang disebabkan oleh infeksi virus CMV, sklerosing

35

kolangitis, Caroli’s disease mengenai kedua bagian saluran intra dan ekstra-hepatik. Karena

primer tidak menyerang sel hati maka secara umum tidak disertai dengan gangguan fungsi

hepatoseluler. Serum transaminase, albumin, faal koagulasi masih dalam batas normal. Serum

alkali fosfatase dan GGT akan meningkat. Apabila proses berlanjut terus dan mengenai

saluran empedu yang besar dapat timbul ikterus, hepatomegali, hepatosplenomegali, dan

tanda-tanda hipertensi portal.

Paucity saluran empedu intrahepatik lebih sering ditemukan pada saat neonatal

dibanding disgenesis, dibagi menjadi sindromik dan nonsindromik. Dinamakan paucity

apabila didapatkan < 0,5 saluran empedu per portal tract. Contoh dari sindromik adalah

sindrom Alagille, suatu kelainan autosomal dominan disebabkan haploinsufisiensi pada gene

JAGGED 1. Sindroma ini ditemukan pada tahun 1975 merupakan penyakit multiorgan pada

mata (posterior embryotoxin), tulang belakang (butterfly vertebrae), kardiovaskuler (stenosis

katup pulmonal), dan muka yang spesifik (triangular facial yaitu frontal yang dominan, mata

yang dalam, dan dagu yang sempit). Nonsindromik adalah paucity saluran empedu tanpa

disertai gejala organ lain. Kelainan saluran empedu intrahepatik lainnya adalah sklerosing

kolangitis neonatal, sindroma hiper IgM, sindroma imunodefisiensi yang menyebabkan

kerusakan pada saluran empedu.

b. Kelainan Hepatosit

Kelainan primer terjadi pada hepatosit menyebabkan gangguan pembentukan dan

aliran empedu. Hepatosit neonatus mempunyai cadangan asam empedu yang sedikit, fungsi

transport masih prematur, dan kemampuan sintesa asam empedu yang rendah sehingga

mudah terjadi kolestasis. Infeksi merupakan penyebab utama yakni virus, bakteri, dan parasit.

Pada sepsis misalnya kolestasis merupakan akibat dari respon hepatosit terhadap sitokin yang

dihasilkan pada sepsis.

Hepatitis neonatal adalah suatu deskripsi dari variasi yang luas dari neonatal

hepatopati, suatu inflamasi nonspesifik yang disebabkan oleh kelainan genetik, endokrin,

metabolik, dan infeksi intra-uterin. Mempunyai gambaran histologis yang serupa yaitu

adanya pembentukan multinucleated giant cell dengan gangguan lobuler dan serbukan sel

radang, disertai timbunan trombus empedu pada hepatosit dan kanalikuli. Diagnosa hepatitis

neonatal sebaiknya tidak dipakai sebagai diagnosa akhir, hanya dipakai apabila penyebab

virus, bakteri, parasit, gangguan metabolik tidak dapat ditemukan.

36

F. MANIFESTASI KLINIK

Tanpa memandang etiologinya, gejala klinis utama pada kolestasis bayi adalah ikterus,

tinja akholis, dan urine yang berwarna gelap. Selanjutnya akan muncul manifestasis klinis

lainnya, sebagai akibat terganggunya aliran empedu dan bilirubin. Dibawah ini bagan yang

menunjukkan konsekuensi akibat terjadinya kolestasis.

G. DIAGNOSIS2,3,4

Tujuan utama evaluasi bayi dengan kolestasis adalah membedakan antara kolestasis

intrahepatik dengan ekstrahepatik sendini mungkin. Diagnosis dini obstruksi bilier

ekstrahepatik akan meningkatkan keberhasilan operasi. Kolestasis intrahepatik seperti sepsis,

galaktosemia atau endrokinopati dapat diatasi dengan medikamentosa.

Anamnesis

a. Adanya ikterus pada bayi usia lebih dari 14 hari, tinja akolis yang persisten harus dicurigai

adanya penyakit hati dan saluran bilier.

37

b. Pada hepatitis neonatal sering terjadi pada anak laki-laki, lahir prematur atau berat badan

lahir rendah. Sedang pada atresia bilier sering terjadi pada anak perempuan dengan berat

badan lahir normal, dan memberi gejala ikterus dan tinja akolis lebih awal.

c. Sepsis diduga sebagai penyebab kuning pada bayi bila ditemukan ibu yang demam atau

disertai tanda-tanda infeksi.

d. Adanya riwayat keluarga menderita kolestasis, maka kemungkinan besar merupakan suatu

kelainan genetik/metabolik (fibro-kistik atau defisiensi α1-antitripsin).

Pemeriksaan fisik

Pada umumnya gejala ikterik pada neonatus baru akan terlihat bila kadar bilirubin sekitar

7 mg/dl. Secara klinis mulai terlihat pada bulan pertama. Warna kehijauan bila kadar

bilirubin tinggi karena oksidasi bilirubin menjadi biliverdin. Jaringan sklera mengandung

banyak elastin yang mempunyai afinitas tinggi terhadap bilirubin, sehingga pemeriksaan

sklera lebih sensitif.

Dikatakan pembesaran hati apabila tepi hati lebih dari 3,5 cm dibawah arkus kota pada

garis midklavikula kanan. Pada perabaan hati yang keras, tepi yang tajam dan permukaan

noduler diperkirakan adanya fibrosis atau sirosis. Hati yang teraba pada epigastrium

mencerminkan sirosis atau lobus Riedel (pemanjangan lobus kanan yang normal). Nyeri

tekan pada palpasi hati diperkirakan adanya distensi kapsul Glisson karena edema. Bila limpa

membesar, satu dari beberapa penyebab seperti hipertensi portal, penyakit storage, atau

keganasan harus dicurigai. Hepatomegali yang besar tanpa pembesaran organ lain dengan

gangguan fungsi hati yang minimal mungkin suatu fibrosis hepar kongenital. Perlu diperiksa

adanya penyakit ginjal polikistik. Asites menandakan adanya peningkatan tekanan vena

portal dan fungsi hati yang memburuk. Pada neonatus dengan infeksi kongenital, didapatkan

bersamaan dengan mikrosefali, korioretinitis, purpura, berat badan rendah, dan gangguan

organ lain. Alagille mengemukakan 4 keadaan klinis yang dapat menjadi patokan untuk

membedakan antara kolestasis ekstrahepatik dan intrahepatik. Dengan kriteria tersebut

kolestasis intrahepatik dapat dibedakan dengan kolestasis ekstrahepatik ± 82% dari 133

penderita. Moyer menambah satu kriteria lagi gambaran histopatologi hati.

Pemeriksaan Penunjang

Secara garis besar, pemeriksaan dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu pemeriksaan :

A. Pemeriksaan Laboratorium

38

1) Pemeriksaan Rutin

Pada setiap kasus kolestasis harus dilakukan pemeriksaan kadar komponen bilirubin

untuk membedakannya dari hiper-bilirubinemia fisiologis. Selain itu dilakukan pemeriksaan

darah tepi lengkap, uji fungsi hati, dan gamma-GT. Kadar bilirubin direct < 4mg/dl tidak

sesuai dengan obstruksi total. Peningkatan kadar SGOT/SGPT > 10 kali dengan peningkatan

gamma-GT < 5 kali, lebih mengarah ke suatu kelainan hepatoseluler. Sebaliknya,

peningkatan SGOT < 5 kali dengan peningkatan gamma-GT > 5 kali, lebih mengarah ke

kolestasis ekstrahepatik. Menurut Fitzgerald, kadar gamma-GT yang rendah tidak

menyingkirkan kemungkinan atresia bilier.

Data laboratorik awal kolestasis pada bayi

Kolestasis Ekstrahepatik Kolestasis Intrahepatik

Bilirubin Total (mg/dl) 10,2±4,5 12,1±9,6

Bilirubin Direk (mg/dl) 6,2±2,6 8,0±6,8

SGOT < 5 X N >10 X N />800U/l

SGPT < 5 X N >10 X N />800U/l

GGT >5X N / >6000U/l < 5 X N/N

2) Pemeriksaan Khusus

Pemeriksaan aspirasi duodenum (DAT) merupakan upaya diagnostik yang cukup

sensitif, tetapi penulis lain mengatakan bahwa pemeriksaan ini tidak lebih baik dari

pemeriksaan visualisasi tinja.

B. Pencitraan

1) Pemeriksaan Ultrasonografi

Ultrasonografi sangat berperan dalam mendiagnosa penyakit yang menyebabkan

kholestasis.meriksaan USG sangat mudah melihat pelebaran duktus biliaris intra/ekstra

hepatal sehingga dengan mudah dapat mendiagnosis apakah ada ikterus onstruksi atau ikterus

non obstruksi. Apabila terjadi sumbatan daerah duktus biliaris yang paling sering adalah

bagian distal maka akan terlihat duktus biliaris komunis melebar dengan cepat yang

39

kemudian diikuti pelebaran bagian proximal. Untuk membedakan obstruksi letak tinggi atau

letak rendah dengan mudah dapat dibedakan karena pada obstruksi letak tinggi atau

intrahepatal tidak tampak pelebaran dari duktus biliaris komunis. Apabila terlihat pelebaran

duktus biliaris intra dan ekstra hepatal maka ini dapat dikategorikan obstruksi letak rendah

(distal). Pada dilatasi ringan dari duktus biliaris maka kita akan melihat duktus biliaris kanan

berdilatasi dan duktus biliaris daerah perifer belum jelas terlihat berdilatasi. Gambaran duktus

biliaris yang berdilatasi bersama-sama dengan vena porta terlihat sebagai gambaran double

vessel, dan imajing ini disebut “double barrel gun sign” atau sebagai “paralel channel

sign”. Pada potongan melintang pembuluh ganda tampak sebagai gambaran cincin ganda

membentuk “shot gun sign”. Pada dilatasi berat duktus biliaris maka duktus biliaris intra

hepatal bagian sentral dan perifer akan sangat jelas terlihat berdilatasi dan berkelok-kelok.

2) Schintigrafi Hati

Pemeriksaan skintigrafi ini berguna untuk mengevaluasi kelainan obstruktif sistem

bilier termasuk atresia bilier.

3) Pemeriksaan Kolangiografi

Kolangiografi intra-operatif dilakukan saat laparatomi eksplorasi pada kasus yang

kemungkinan atresia bilier tidak dapat disingkirkan dengan cara lain. Pemeriksaan ERCP

jarang dilakukan karena memerlukan anestesi umum, alat yang canggih, serta keterampilan

yang khususdan kemungkinan positif palsu yang tinggi.

A. Biopsi Hati

Gambaran histopatologik hati adalah alat diagnostik yang paling dapat diandalkan. Di

tangan seorang ahli patologi yang berpengalaman, akurasi diagnostiknya mencapai 95%

sehingga dapat membantu pengambilan keputusan untuk melakukan la-paratomi eksplorasi,

dan bahkan berperan untuk penentuan operasi Kasai. Keberhasilan aliran empedu pasca

operasi Kasai ditentukan oleh diameter duktus bilier yang paten di daerah hilus hati. Bila

diameter duktus 100-200 u atau 150-400 u maka aliran empedu dapat terjadi.

40

41

Algoritme diagnosis kolestasis 3

Kriteria Klinik Intrahepatik dan Ekstrahepatik4

42

H. DASAR TERAPEUTIK KOLESTASIS

Tujuan tatalaksana kolestasis adalah2 :

A. Memperbaiki aliran empedu dengan cara :

Mengoreksi/mengobati etiologi kolestasis dengan operasi pada kolestasis obstruktif

dan medikamentosa pada kolestasis hepatoseluler yang dapat diobati. Operasi

portoenterostomi kasai untuk atresia bilier seyogyanya dikerjakan pada umur < 6-8

minggu karena angka keberhasilannya mencapai 80-90 %, sementara bila dilakukan

pada umur 10-12 minggu angka keberhasilannya hanya sepertiga.

Menstimulasi aliran empedu dengan :

Fenobarbital : dapat menginduksi enzim glukoronil transferase, sitokrom P-450 dan

NaKATPase. Dosisnya 3 – 10 mg/ kgBB/ hr dibagi dalam dua dosis.

Asam ursodeoksikolat : asam empedu tersier yang mempunyai sifat hidrofilik serta

tidak hepatotoksik bila dibandingkan dengan asam empedu primer serta sekunder.

Jadi asam ursodeoksikolat merupakan competitive binding terhadap asam empedu

43

toksik, sebagai suplemen empedu, hepatoprotektor serta bile flow inducer. Dosis : 10-

30 mg/kgbb/hari.

Kolestiramin 0,25 – 0,5 g/ kgBB/ hr

- Menyerap empedu toksik

- Menghilangkan gatal

Rifampisin 10 mg/ kgBB/ hr

- aktivitas mikrosom

- Menghambat ambilan empedu

B. Menjaga tumbuh kembang bayi seoptimal mungkin dengan :

Terapi nutrisi

- Formula MCT ( medium chain trigyceride ), menghindarkan makanan yang

banyak mengandung kuprum.

Vitamin yang larut lemak A,D,E,K

- A 5.000 – 25.000 U/ hr

- D3 0,05 – 0,2 μg/ kgBB/ hr

- E 25 – 50 IU/ kgBB/ hr

- K1 2,5 – 5 mg/ 2 – 7 x/ mig

Mineral dan trace element Ca, P, Mn, Zn, Se, Fe

C. Terapi komplikasi yang sudah terjadi misalnya Hiperlipidemia/ xantelasma dengan

kolestipol dan pada gagal hati adalah transplantasi. Transplantasi hati pada anak 50-70

% disebabkan oleh atresia bilier.

I. PROGNOSIS

Keberhasilan portoenterostomi ditentukan oleh usia anak saat dioperasi,gambaran

histologik porta hepatis, kejadian penyulit kolangitis, dan pengalaman ahli bedahnya sendiri.

Bila operasi dilakukan pada usia < 8 minggu maka angka keberhasilannya 71-86%,

sedangkan bila operasi dilakukan pada usia > 8 minggu maka angka keberhasilannya hanya

34-43,6%. Sedangkan bila operasi tidak dilakukan, maka angka keberhasilan hidup 3 tahun

hanya 10% dan meninggal rata-rata pada usia 12 bulan. Anak termuda yang mengalami

operasi Kasai berusia 76 jam. Jadi faktor-faktor yang mempengaruhi kegagalan operasi

adalah usia saat dilakukan operasi > 60 hari, adanya gambaran sirosis pada sediaan histologik

44

had, tidak adanya duktus bilier ekstrahepatik yang paten, dan bila terjadi penyulit hipertensi

portal.

BAB III

KESIMPULAN

45

Deteksi dini dari kolestasis neonatal merupakan tantangan bagi dokter dan dokter

spesialis anak. Kunci utama adalah kesadaran adanya kolestasis pada bayi yang mengalami

ikterus pada usia diatas 2 minggu. Dengan ditemukannya peningkatan kadar bilirubin

terkonyugasi maka proses diagnosa untuk mencari penyebab harus segera dilakukan agar

mendapatkan hasil yang optimal dalam pengobatan maupun pembedahan. Kegagalan dalam

deteksi dini etiologi kolestasis menyebabkan terlambatnya tindakan sehingga mempengaruhi

pgrognosis. Pada evaluasi diagnostik selanjutnya harus segera dibedakan antara kolestasis

hepatoseluler ( intrahepatik ) dan kolestasis obstruktif terutama atresia bilier agar terapi dini

yang tepat(berdasarkan etiologinya)yaitu tindakan bedah maupun medikamentosa yang tepat

dapat dilakukan sehingga kerusakan hati yang lanjut dapatdicegah dan tumbuh kembang

dipertahankan optimal.Evaluasi diagnostik ini seringkali tidak mudah karena memerlukan

berbagai sarana pemeriksaan penunjang yang canggih/mutakhir dan mahal, bahkan

kadangkala memerlukan tindakan laparatomi percobaan dan akhirnya penderita dilabel

sebagai hepatitis neonatal idiopatik. Dalam tatalaksana suportif, tidak boleh dilupakan terapi

nutrisi serta simtomatik gejala komplikasi yang sudah terjadi. Pada stadium yang lanjut,

pilihan terapi adalah transplantasi.

DAFTAR PUSTAKA

46

1. Desmet VJ, Callea F. Cholestatic syndromes of infancy and childhood. Dalam: Zakim

D, Boyer TD, penyunting. Hepatology. A Textbook of liver disease; edisi ke-2.

Philadelphia: Saunders. 1990: 1355-95.

2. Juffrie,M. Buku ajar gastroenterology-hepatologi. Jakarta : Balai Penerbit Ikatan

Dokter Anak Indonesia. 2009. p.374-87.

3. Mews C, Sinarta FR. Cholestasis in infancy. Pediatr Rev. 1994; 15: 233-40.

4. Alagille D, 1992, Cholestasis in the newborn and infant. In: Alagille D, Odievre M.

Liver and biliary tract disease in children. Paris: Flammarion. PP:426-38.

5. Nazer, H. Cholestasis.http://emedicine.medscape.com/article/927624-overview.

Update at June 6th, 2012. Accessed at May 10th, 2014.

6. Arce DA, Costa H, Schwarz SM. Hepatobiliary disease in children. Clinics in Family

Practice. 2000; 2: 1-36.

7. Roberts EA. The jaundiced baby. Dalam: Kelly DA, penyunting. Diseases of the liver

and biliary system in children, edisi ke-1. Oxford: Blackwell Science. 1999: 11-45.

47