Case BPH Kavitha

39
BAB I LAPORAN KASUS A. Identifikasi Nama : Tn. A Jenis Kelamin : Laki-laki Usia : 73 Tahun Kebangsaan : Indonesia Agama : Islam Status perkawinan : Sudah menikah Alamat : Kayu Agung MRS : 14 April 2011 B. Anamnesis Keluhan Utama : Tidak bisa BAK sejak ± 3 bulan SMRS Riwayat Perjalanan Penyakit: ± 7 bulan SMRS penderita mengeluh sulit BAK. Sakit saat BAK (+), Mengedan lama saat BAK (+), pancaran kencingnya lemah dan terputus-putus (+), rasa tidak puas setelah BAK (+), kencingnya menetes (+), sering kencing pada malam hari (+), frekuensi > 5 kali, tak bisa menahan BAK dalam waktu yang lama (+), nyeri pinggang(-),BAK berdarah (-), demam(-), kencing berpasir(-). 1

Transcript of Case BPH Kavitha

Page 1: Case BPH Kavitha

BAB I

LAPORAN KASUS

A. Identifikasi

Nama : Tn. A

Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 73 Tahun

Kebangsaan : Indonesia

Agama : Islam

Status perkawinan : Sudah menikah

Alamat : Kayu Agung

MRS : 14 April 2011

B. Anamnesis

Keluhan Utama :

Tidak bisa BAK sejak ± 3 bulan SMRS

Riwayat Perjalanan Penyakit:

± 7 bulan SMRS penderita mengeluh sulit BAK. Sakit saat BAK (+), Mengedan lama

saat BAK (+), pancaran kencingnya lemah dan terputus-putus (+), rasa tidak puas

setelah BAK (+), kencingnya menetes (+), sering kencing pada malam hari (+),

frekuensi > 5 kali, tak bisa menahan BAK dalam waktu yang lama (+), nyeri

pinggang(-),BAK berdarah (-), demam(-), kencing berpasir(-).

+ 3 bulan SMRS, penderita mengeluh tidak bisa BAK. Penderita lalu berobat ke

puskesmas dan dipasang kateter dan diganti tiap 2 minggu sekali. Setelah mengganti

kateter kali ke-2 penderita mengeluh ada rasa nyeri di kemaluan lalu ke puskesmas

lagi. Kateter dilepas dan penderita menyatakan bahwa keluar sedikit darah dari

kemaluan. Kateter dicoba pasang kembali pada penderita tetapi gagal. Penderita lalu

dirujuk ke RS Kayu Agung dan dilakukan tindakan cystotomy. Penderita dirawat inap

selama 3 hari di RS Kayu Agung. Penderita lalu dirujuk ke RSMH. Penderita dipasang

kateter setelah 6 hari di RSMH dan berhasil.

1

Page 2: Case BPH Kavitha

Riwayat Penyakit Dahulu:

- Riwayat trauma sebelum gangguan BAK (-)

- Riwayat infeksi saluran kemih (-)

- Riwayat darah tinggi disangkal.

Riwayat Penyakit dalam Keluarga:

- Riwayat penyakit serupa dalam keluarga (-)

C. PEMERIKSAAN FISIK (20 April 2011)

Status Generalis

Kesadaran : compos mentis

Pernafasan : 20x/menit

Tekanan Darah : 140/90 mmHg

Nadi : 88x/menit

Suhu : 36,3oC

BB : 54 kg

TB : 165 cm

Keadaan Gizi : Cukup

Kulit : Tidak ada kelainan

Kepala : Tidak ada kelainan

Leher : Tidak ada kelainan

KGB : Tidak ada kelainan

Thorax : Tidak ada kelainan

Abdomen : Lihat status urologikus

Genitalia Eksterna : Lihat status urologikus

Ekstremitas Atas : Tidak ada kelainan

Ekstremitas Bawah : Tidak ada kelainan

2

Page 3: Case BPH Kavitha

Status Urologikus

Regio Costo Vertebrae Angle (CVA) sinistra et dextra:

Inspeksi : Bulging (-/-)

Palpasi : Ballotement (-/-)

Palpasi : Nyeri ketok (-/-)

Regio Suprapubik:

Inspeksi : Bulging (-), scar (+)

Palpasi : Nyeri tekan (-)

Regio Genitalia Eksterna   :

Inspeksi : MUE normal, Terpasang kateter uretra 2 way nomor 16F ,urine jernih,

darah (-), pus(-)

Rectal Toucher (RT):

TSA baik, ampula kosong, mukosa licin, teraba prostat membesar, konsistensi

kenyal, permukaan rata, batas atas tidak teraba, nodul (-), simetris, nyeri (-).

D. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium :

Hasil Pemeriksaan Darah rutin (18 April 2011)

Hemoglobin : 13,8 gr/dL (N : 14-18g.dL)

Hematokrit : 41 vol% (N : 40-48vol%)

LED : 26 mm/jam (N < 29 mm/jam)

Leukosit : 11500/mm3 (N : 5000-10000/mm3)

Trombosit : 336.000/mm3 (N : 200.000-500.000/mm3)

Waktu perdarahan : 2 menit (N :1-3 menit)

Waktu pembekuan : 8 menit (N : 9-15 menit)

3

Page 4: Case BPH Kavitha

Hasil Pemerikasaan Kimia Klinik ( 18 April 2011)

BSS : 93 mg/dL

Ureum : 20 mg/dL (N : 15-39mg/dL)

Kreatinin : 1,2 mg/dL (N : 0,9-1,3mg/dL)

Na+ : 134 mmol/l (N : 135-155)

K+ : 3,9 mmol/l (N : 3,5-5,5)

Pemeriksaan Radiologi

Rontgen Thorax

- parenkim paru tidak ada kelainan

- Cor : Left Ventricular Hypertrophy

- tulang dan soft tissue normal.

Kesan : Hypertensive Heart Disease

BNO

- Distribusi udara usus sampai pelvis minor.

4

Page 5: Case BPH Kavitha

- Masih tampak fecal material

- Tidak tampak bayangan batu radioopak atau kalsifikasi patologis

- Contour kedua ginjal sulit dievaluasi

- Tampak spur di sepanjang vertebra lumbalis

- Tampak psoas line

Kesan : Spondylosis Lumbalis

Pemeriksaan USG

USG abdomen (1 April 2011)

Ginjal kanan : ukuran normal,batas sinus parenkim jelas, pelvis kalises tidak melebar,

tidak tampak batu

Ginjal Kiri : ukuran normal, batas sinus parenkim jelas, pelvi kalises tidak melebar,

tidak tampak batu.

VU : dinding menebal , irrreguler, tampak balon kateter

Prostat : membesar , ukuran 38,9x39,9x50,6 mm ; berat 43,2 gram ,parenkim

inhomogen

5

Page 6: Case BPH Kavitha

Kesimpulan :

cenderung massa pada buli-buli

pembesaran prostat dengan kecenderungan malignancy

Skor I-PSS

Dalam 1 bulan terakhir tidak sama

sekali

< 1 x dlm 5

kejadian

<50%

kejadian

±50%

kejadian

> 50%

kejadian

hampir

selalu

1. Terasa sisa kencing

2. Sering kencing

3. Terputus-putus

4. Tidak dapat menunda

5. Pancaran lemah

6. Mengejan

7. Kencing malam

0

0

0

0

0

0

0

1

1

1

1

1

1

1

2

2

2

2

2

2

2

3

3

3

3

3

3

3

4

4

4

4

4

4

4

5

5

5

5

5

5

5

Total = 22

Menurut Skor Internasional Gejala Prostat (I-PSS), penderita mengalami gejala LUTS berat.

Hasil pemeriksaan biakkan dan uji sensitifitas

- Hasil mikroskopis : gram (-) basil (+)

- Leukosit 2-4 /Lp

- Epitel 0-1/LP

Hasil Biakan : proteus Antigen

Jumlah Koloni : > 100,000/mL

E. Diagnosis Banding

- Benign prostate hyperplasia

- Carcinoma prostat

- Striktur uretra

F. Diagnosis Kerja

6

Page 7: Case BPH Kavitha

Urine Retention e.c. Benign Prostatic Hyperplasia

G. Penatalaksanaan

Transurethral Resection of Prostate (TURP)

H. Prognosis

Quo ad vitam: bonam

Quo ad functionam: dubia ad bonam

7

Page 8: Case BPH Kavitha

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 KELENJAR PROSTAT

Anatomi1

Kelenjar prostat adalah organ genitalia pria yang sering menjadi neoplasma baik jinak

maupun ganas. Kelenjar prostat ini terletak di sebelah inferior buli-buli, di depan rectum dan

membungkus uretra posterior. Bila mengalami pembesaran organ ini menekan uretra pars

prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urin keluar dari buli-buli. Secara anatomis,

prostat terletak didalam pelvis vera, dipisahkan dari simfisis pubis di sebelah anterior oleh

spatium retropubic (space of Retzius). Permukaan posterior prostat dipisahkan dari ampula

rekti oleh fascia Denonvilliers. Dasar prostat bersambungan dengan leher buli-buli, dan

apeksnya berada pada permukaan sebelah atas dari diafragma urogenital. Sebelah lateral,

prostat berhubungan dengan muskulus levator ani.

Perdarahan kelenjar prostat berasal dari arteri vesikalis inferior, arteri pudenda interna dan

arteri hemoroidalis medius. Drainase vena prostat menuju pleksus periprostatik yang

berhubungan dengan vena dorsalis profunda penis dan vena iliaka interna. Limfe terutama

dicurahkan ke nodus iliaka interna dan nodus sakralis. Persarafan prostat berasal dari pleksus

hipogastrikus inferior dan membentuk pleksus prostatikus. Prostat mendapat persarafan

terutama dari serabut saraf tidak bermielin. Beberapa serat ini berasal dari sel ganglion

otonom yang terletak di kapsula dan di stroma. Serabut motoris, mungkin terutama simpatis,

tampak mempersarafi sel-sel otot polos di stroma dan kapsula sama seperti dinding pembuluh

darah.

Prostat normal berukuran 3-4cm didasarnya, 4-6 cm sefalokaudal, dan 2-3 cm pada dimensi

anteroposterior.1 Berat normal sekitar 20 gram. Prostat mengelilingi uretra pars prostatika dan

ditembus di bagian posterior oleh dua buah duktus ejakulatorius.2

8

Page 9: Case BPH Kavitha

Kelenjar prostat terbagi atas 5 lobus, yaitu lobus medius, lobus lateralis (2 lobus), lobus

anterior, dan lobus posterior. Menurut konsep terbaru kelenjar prostat merupakan suatu organ

campuran terdiri atas berbagai unsur glandular dan non glandular. Telah ditemukan lima

daerah/ zona tertentu yang berbeda secara histologi maupun biologi, yaitu:

Zona Anterior atau Ventral : sesuai dengan lobus anterior, tidak punya kelenjar, terdiri

atas stroma fibromuskular. Zona ini meliputi sepertiga kelenjar prostat.

Zona Perifer : sesuai dengan lobus lateral dan posterior, meliputi 70% massa kelenjar

prostat. Zona ini rentan terhadap inflamasi dan merupakan tempat asal karsinoma

terbanyak.

Zona Sentralis : lokasi terletak antara kedua duktus ejakulatorius, sesuai dengan lobus

tengah meliputi 25% massa glandular prostat. Zona ini resisten terhadap inflamasi.

Zona Transisional : zona ini bersama-sama dengan kelenjar periuretra disebut juga

sebagai kelenjar preprostatik. Merupakan bagian terkecil dari prostat, yaitu kurang lebih

5% tetapi dapat melebar bersama jaringan stroma fibromuskular anterior menjadi benign

prostatic hyperpiasia (BPH).

Kelenjar-Kelenjar Periuretra : bagian ini terdiri dan duktus-duktus kecil dan susunan sel-

sel asinar abortif tersebar sepanjang segmen uretra proksimal. Prostat mempunyai kurang

lebih 20 duktus yang bermuara dikanan dari verumontanum dibagian posterior dari uretra

pars prostatika.

Fisiologi

Sekret kelenjar prostat adalah cairan seperti susu yang bersama-sama sekret dari vesikula

seminalis merupakan komponen utama dari cairan semen. Semen berisi sejumlah asam sitrat

sehingga pH nya agak asam (6,5). Selain itu dapat ditemukan enzim yang bekerja sebagai

fibrinolisin yang kuat, fosfatase asam, enzim-enzim lain dan lipid. Sekret prostat dikeluarkan

selama ejakulasi melalui kontraksi otot polos.

II.2 HIPERPLASIA PROSTAT

Definisi

Hiperplasia adalah penambahan ukuran suatu jaringan yang disebabkan oleh penambahan

jumlah sel pembentuknya. Hiperplasia prostat adalah pembesaran prostat yang jinak

bervariasi berupa hiperplasia kelenjar periuretral atau hiperplasia fibromuskular yang

mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer3. Namun orang sering menyebutnya dengan

hipertropi prostat walaupun secara histologi yang dominan adalah hiperplasia.

9

Page 10: Case BPH Kavitha

Histopatologi4

Daerah yang sering dikenai adalah lobus lateral bagian tengah dan lobus medial. Berat prostat

bisa mencapai 60-100 gram (normal 20 gram). Pernah juga dilaporkan pembesaran prostat

yang beratnya melebihi 200 gram. Secara mikroskopik gambaran yang terlihat tergantung

pada unsur yang berproliferasi. Bila kelenjar yang banyak berproliferasi maka akan tampak

penambahan jumlah kelenjar dan sering terbentuk kista-kista yang dilapisi oleh epitel silindris

atau kubis dan pada beberapa tempat membentuk papila-papila ke dalam lumen. Membrana

basalis masih utuh. kadang-kadang terjadi penambahan kelenjar kecil-kecil sehingga

menyerupai adenokarsinoma. Di dalam lumen sering ditemukan deskuamasi sel epitel, sekret

yang granuler dan kadang-kadang corpora amylacea (hyaline concretion). Dalam stroma

sering ditemukan infiltrasi sel limfosit. Bila unsur fibromuskuler yang bertambah maka

tampak jaringan ikat atau jaringan otot dengan kelenjar-kelenjar yang letaknya berjauhan,

disebut hiperplasia fibromatosa.

Ketergantungan sejumlah relatif elemen stroma dan kelenjar, maka tipe hiperplasia prostat

yang sering ditemukan adalah fibromyoglandular dan fibromyomatosa. Perubahan sekunder

yang terjadi adalah infark akibat nodul menekan pembuluh darah.

Epidemiologi

Hiperplasia prostat merupakan penyakit pada pria tua dan jarang ditemukan sebelum usia 40

tahun. Prostat normal pada pria mengalami peningkatan ukuran yang lambat dari lahir sampai

pubertas, dimana pada selang waktu tersebut terjadi peningkatan cepat dalam ukuran yang

berkelanjutan sampai usia akhir 30-an. Pertengahan dasawarsa ke-5, prostat bisa mengalami

perubahan hiperplasia. Berdasarkan angka autopsi perubahan mikroskopik pada prostat sudah

10

Page 11: Case BPH Kavitha

dapat ditemukan pada usia 30-40 tahun. Bila perubahan mikroskopik ini terus berkembang

akan terjadi perubahan patologi anatomi.

Pada pria usia 50 tahun angka kejadiannya sekitar 50% dan pada usia 80 tahun sekitar 80%.

Sekitar 50% dari angka tersebut diatas akan menyebabkan gejala dan tanda klinik. Dari

beberapa autopsi dalam ukuran prostat dan insiden histologi hiperplasia prostat, mereka

melaporkan bahwa prostat tumbuh dengan cepat selama masa remaja sampai ukuran dewasa

dalam tiga dekade dan pertumbuhan melambat sampai laki-laki mencapai usianya yang ke 40

dan 50 tahun, mulai memasuki pertumbuhan yang makin lama makin besar. Tidak ada bukti

yang meyakinkan mengenai korelasi antara faktor-faktor lain selain usia dalam peningkatan

kejadian BPH. Merokok juga diduga sebagai faktor yang berhubungan dengan prostatektomi,

namun ras, habitus, riwayat vasektomi, kebiasaan seksual dan penyakit-penyakit lain serta

obat-obatan belum ditemukan mempunyai korelasi dengan peningkatan kejadian BPH.

Etiologi1

Etiologi dari BPH belum dapat dimengerti secara lengkap, tetapi nampaknya multifaktorial

dan diatur oleh sistem endokrin. Postat terdiri dari elemen stroma dan epitelial, dan masing-

masing, baik sendiri maupun bersamaan dapat membentuk nodul hiperplastik dan gejala-

gejala yang berhubungan dengan BPH.3 Tiap elemen dapat mejadi target dalam pengobatan.

Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya hiperplasia prostat,

tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat kaitannya dengan

peningkatan kadar dihydrotestosteron (DHT) dan proses aging (proses menua).

Tabel 1. Teori etiologi BPH

Teori Penyebab EfekDihydrotestosteron ↑ 5-α reductase dan reseptor

androgenhiperplasia epitel dan stroma

Imbalans oestrogen-testosteron

↑ oestrogens ↓ testosteron hiperplasia stroma

Interaksi stromal – epitel ↑ epidermal growth factor/ fibroblast growth factor↓ transforming growth factor β

hiperplasia epitel dan stroma

Penurunan kematian sel (↓ apoptosis)

↑ oestrogen ↑ waktu hidup sel stroma dan epitelium

Teori stem cells ↑ stem cells proliferasi transit cells

11

Page 12: Case BPH Kavitha

Beberapa teori atau hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat

adalah1,2,5,6,:

1. Dihydrotestosteron

Testosteron yang dihasilkan oleh sel leydig pada testis (90%) dan sebagian dari kelenjar

adrenal (10%) masuk dalam peredaran darah dan 98% akan terikat oleh globulin menjadi

sex hormon binding globulin (SHBG). Sedang hanya 2% dalam keadaan testosteron

bebas. Testosteron bebas inilah yang bisa masuk ke dalam “target cell” yaitu sel prostat

melewati membran sel langsung masuk kedalam sitoplasma, di dalam sel, testosteron

direduksi oleh enzim 5-alpha reductase menjadi 5-dihydrotestosteron yang kemudian

bertemu dengan reseptor sitoplasma menjadi “hormone receptor complex”. Kemudian

“hormone receptor complex” ini mengalami transformasi reseptor, menjadi “nuclear

receptor” yang masuk kedalam inti yang kemudian melekat pada chromatin dan

menyebabkan transkripsi m-RNA. RNA ini akan menyebabkan sintese protein

menyebabkan terjadinya pertumbuhan kelenjar prostat. Teori ini dibuktikan bahwa

sebelum pubertas dilakukan kastrasi maka tidak terjadi BPH, juga terjadinya regresi BPH

bila dilakukan kastrasi.

2. Imbalans oestrogen-testosteron

Selain androgen (testosteron/DHT), estrogen juga berperan untuk terjadinya BPH. Dengan

bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan hormonal, yaitu antara hormon

testosteron dan hormon estrogen, karena produksi testosteron menurun dan terjadi

konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan adiposa di perifer dengan pertolongan

enzim aromatase, dimana sifat estrogen ini akan merangsang terjadinya hiperplasia pada

stroma, sehingga timbul dugaan bahwa testosteron diperlukan untuk inisiasi terjadinya

proliferasi sel tetapi kemudian estrogenlah yang berperan untuk perkembangan stroma.

Kemungkinan lain ialah perubahan konsentrasi relatif testosteron dan estrogen akan

menyebabkan produksi dan potensiasi faktor pertumbuhan lain yang dapat menyebabkan

terjadinya pembesaran prostat.

Dari berbagai percobaan dan penemuan klinis diperoleh kesimpulan bahwa dalam

keadaan normal hormon gonadotropin hipofise akan menyebabkan produksi hormon

androgen testis yang akan mengontrol pertumbuhan prostat. Dengan makin bertambahnya

usia, akan terjadi penurunan dari fungsi testikuler (spermatogenesis) yang akan

12

Page 13: Case BPH Kavitha

menyebabkan penurunan yang progresif dari sekresi androgen. Hal ini mengakibatkan

hormon gonadotropin akan sangat merangsang produksi hormon estrogen oleh sel sertoli.

Sedangkan dilihat dari fungsional histologis, prostat terdiri dari dua bagian yaitu sentral

sekitar uretra yang bereaksi terhadap estrogen dan bagian perifer yang tidak bereaksi

terhadap estrogen.

3. Teori Growth Factor (Faktor pertumbuhan)

Teori ini berdasarkan adanya hubungan interaksi antara unsur stroma dan unsur epitel

prostat yang berakibat hiperplasia prostat. Faktor pertumbuhan ini dibuat oleh sel-sel

stroma di bawah pengaruh androgen. Adanya ekspresi berlebihan dari epidermis growth

factor (EGF) dan atau fibroblast growth factor (FGF) dan atau adanya penurunan ekspresi

transforming growth factor-α(TGF-α) akan menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan

pertumbuhan prostat dan menghasilkan pembesaran prostat.

4. Penurunan kematian sel

Proses penuaan dapat mengakibatkan blokade proses maturasi pada stem sel,

mencegahnya memasuki tahap kematian sel terprogram (apoptosis). Akibat dari proses

penuaan pada penelitian hewan nampaknya dimediasi melalui sinergisme estrogen yang

menginduksi reseptor androgen, menganggu metabolisme steroi, berakibat meningkatkan

kadar DHT dalam prostat sehingga menghambat kematian sel ketika diberikan bersamaan

dengan androgen dn menstimulasi poduksi kolagen stroma.

5. Teori Sel Stem ( stem cell hypothesis )

Seperti pada organ lain, prostat dalam hal ini kelenjar periuretral pada seorang dewasa

berada dalam keadaan keseimbangan “steady state”, antara pertumbuhan sel dan sel yang

mati, keseimbangan ini disebabkan adanya kadar testosteron tertentu dalam jaringan

prostat yang dapat mempengaruhi sel stem sehingga dapat berproliferasi. Pada keadaan

tertentu jumlah sel stem ini dapat bertambah sehingga terjadi proliferasi lebih cepat.

Terjadinya proliferasi abnormal sel stem sehingga menyebabkan produksi atau proliferasi

sel stroma dan sel epitel kelenjar periuretral prostat menjadi berlebihan.

13

Page 14: Case BPH Kavitha

Selain teori-teori di atas masih banyak lagi teori yang menerangkan tentang penyebab

terjadinya BPH seperti; teori reawakening, tumor jinak, teori rasial dan faktor sosial, teori

infeksi dari zat-zat yang belum diketahui, teori yang berhubungan dengan aktifitas hubungan

seks, teori peningkatan kolesterol, dan Zn yang kesemuanya tersebut masih belum jelas

hubungan sebab-akibatnya.

Patofisiologi

Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra pars prostatika dan akan

menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk

dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu.

Kontraksi yang terus-menerus ini menyebabkan perubahan anatomik dari buli-buli berupa

hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Fase

penebalan otot detrusor ini disebut fase kompensasi. Perubahan struktur pada buli-buli

dirasakan oleh pasien sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary

tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala-gejala prostatismus. Dengan

semakin meningkatnya resistensi uretra, otot detrusor masuk ke dalam fase dekompensasi dan

akhirnya tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin. Tekanan

intravesikal yang semakin tinggi akan diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak terkecuali

pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran

balik urin dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesico-ureter. Keadaan ini jika

berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat

jatuh ke dalam gagal ginjal.3

Pada BPH terdapat dua komponen yang berpengaruh untuk terjadinya gejala yaitu komponen

mekanik dan komponen dinamik. Komponen mekanik ini berhubungan dengan adanya

pembesaran kelenjar periuretra yang akan mendesak uretra pars prostatika sehingga terjadi

gangguan aliran urin (obstruksi infravesikal) sedangkan komponen dinamik meliputi tonus

otot polos prostat dan kapsulnya, yang merupakan alpha adrenergik reseptor. Stimulasi pada

alpha adrenergik reseptor akan menghasilkan kontraksi otot polos prostat ataupun kenaikan

tonus. Komponen dinamik ini tergantung dari stimulasi syaraf simpatis, yang juga tergantung

dari beratnya obstruksi oleh komponen mekanik.1

14

Page 15: Case BPH Kavitha

Gambaran Kiinis1,2,5

Hiperplasia prostat hampir mengenai semua orang tua tetapi tidak semuanya disertai dengan

gejala-gejala klinik. Gejala klinis yang menonjol dan hiperplasia prostat adalah sumbatan

saluran kencing bagian bawah. Terjadinya gejala tersebut dapat disebabkan oleh dua

komponen, pertama adanya penekanan yang bersifat menetap pada uretra (komponen statik)

dimana terjadi peningkatan volume prostat yang pada akhirnya akan menekan uretra pars

prostatika dan mengakibatkan terjadinya hambatan aliran kencing. Kedua disebabkan oleh

peningkatan tonus kelenjar prostat yang diatur oleh sistem saraf otonom (komponen dinamik)

yang akhimya dapat meninggikan tekanan dan resistensi uretra, hal tersebut selanjutnya

menyebabkan terjadinya sumbatan aliran kencing.

Gejala hiperplasia prostat biasanya memperlihatkan dua tipe yang saling berhubungan,

obstruksi dan iritasi. Gejala obstruksi terjadi karena otot detrusor gagal berkontraksi dengan

cukup kuat atau gagal berkontraksi cukup lama sehingga kontraksi terputus-putus .

Tanda obstruksi :

Menunggu pada permulaan kencing (hesistency)

Pancaran kencing terputus-putus (intermitency)

Rasa tidak puas sehabis kencing

Urin menetes pada akhir kencing (terminal dribling)

Pancaran urin jadi lemah

Gejala iritasi biasanya lebih memberatkan pasien dibandingkan obstruksi. Gejala iritasi timbul

karena pengosongan buli-buli yang tidak sempurna pada akhir kencing atau pembesaran

prostat menyebabkan ransangan pada buli-buli, sehingga buli-buli sering berkontraksi

meskipun belum penuh. Bila terjadi dekompensasi akan terjadi retensi urin sehingga urin

masih berada dalam buli-buli pada akhir kencing. Retensi urin kronik menyebabkan refluk

vesiko-ureter, hidroureter, hidronefrosis dan gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat

bila terjadi infeksi.

Tanda iritasi :

Rasa tidak dapat menahan kencing (urgensi)

Terbangun untuk kencing pada saat tidur malam hari (nocturia)

Bertambahnya frekuensi kencing

Nyeri pada waktu kencing (disuria)

15

Page 16: Case BPH Kavitha

Tabel 2. IPSS

Dalam 1 bulan terakhir tidak sama

sekali

< 1 x dlm 5

kejadian

<50%

kejadian

±50%

kejadian

> 50%

kejadian

hampir

selalu

8. Terasa sisa kencing

9. Sering kencing

10.Terputus-putus

11.Tidak dapat menunda

12.Pancaran lemah

13.Mengejan

14.Kencing malam

0

0

0

0

0

0

0

1

1

1

1

1

1

1

2

2

2

2

2

2

2

3

3

3

3

3

3

3

4

4

4

4

4

4

4

5

5

5

5

5

5

5

Total

Dari IPSS, gejala LUTS dikelompokkan dalam 3 derajat, yaitu:

Ringan : skor 0-7

Sedang : skor 8-18

Berat : skor 19-35

Jika pada waktu kencing penderita hampir selalu mengedan, lama kelamaan dapat

menyebabkan hernia atau hemoroid. Karena selalu terdapat sisa urin dapat terbentuk batu

endapan dalam buli-buli. Adanya batu saluran kemih menambah keluhan iritasi dan

menimbulkan hematuria. Hematuria bisa juga terjadi karena ruptur dari vena-vena yang

berdilatasi pada leher vesika uninaria. Selain itu, batu tersebut bisa menyebabkan sistitis dan

bila terjadi refluk dapat terjadi pyelonefritis. Kadang-kadang tanpa sebab yang diketahui

penderita sama sekali tidak dapat kencing sehingga harus dikeluarkan dengan kateter.

Dengan pemeriksaan colok dubur, dapat memberi kesan keadaan tonus spingter anus,

kelainan yang berada di mukosa rektum dan pembengkakan dalam rektum dan prostat. Pada

pemeriksaan ini harus diperhatikan konsistensi prostat (pada hiperplasia prostat

konsistensinya kenyal) apakah simetris, adakah nodul pada prostat, apakah batas atas teraba.

Apabila batas atas masih bisa diraba biasanya diperkirakan berat prostat kurang dari 60 gram.

Tentu saja penentuan berat prostat dengan cara ini tidak akurat. Sebaliknya colok dubur cukup

baik untuk mengetahui adanya keganasan prostat. Pada karsinoma prostat, prostat teraba keras

atau teraba benjolan yang konsistensinya lebih keras dari sekitarnya atau letaknya asimetris

dengan bagian yang lebih keras.

16

Page 17: Case BPH Kavitha

Retensi urin dapat terjadi dengan kelenjar yang dirasakan normal pada pemeriksaan colok

dubur, sebaliknya kelenjar yang dirasakan membesar bisa tidak menimbulkan gejala obstruksi

saluran keluar vesika urinaria. Derajat berat obstruksi dapat diukur dengan menentukan

jumlah sisa urin setelah penderita kencing spontan. Sisa urin ditentukan dengan mengukur

urin yang masih dapat keluar dengan kateterisasi. Volume sisa urin setelah kencing normal

pada pria dewasa sekitar 35 ml. Sisa urin dapat juga diketahui dengan ultrasonografi buli-buli

setelah kencing, sisa urin lebih dari 100 ml, biasanya dianggap sebagai batas indikasi untuk

melakukan intervensi pada hiperplasia prostat. Derajat berat obstruksi dapat diukur dengan

menentukan pancaran urin pada waktu kencing, cara pengukuran ini disebut uroflowmetri.

Angka normal untuk pancaran urin rata-rata 10-12 ml/detik dengan pancaran maksimal

sampai 20 ml/detik. Pada obstruksi ringan pancaran menurun antara 6-8 ml/detik, sedangkan

pancaran maksimal menjadi 15 ml/detik. Tetapi pada pemeriksaan ini tidak dapat

membedakan antara kelemahan otot detrusor dengan obstruksi intravesikal.

Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan radiologi, seperti foto polos

abdomen, dapat diperoleh keterangan mengenai penyakit ikutan seperti batu saluran kemih,

hidronefrosis, atau divertikel saluran kemih. Pembesaran prostat dapat dilihat lesi profusio

prostat kontras pada dasar buli-buli. Secara tidak langsung pembesaran prostat dapat

diperkirakan apabila dasar buli-buli pada gambaran sistogram tampak terangkat atau ujung

distal ureter membengkok ke atas berbentuk seperti mata kail.

Ultrasonografi dapat dilakukan secara transabdominal atau transrektal (trans rectal

ultrasography = TRUS). Untuk mengetahui pembesaran prostat, pemeriksaan ini dapat pula

menentukan volume buli-buli, mengukur sisa urin dan keadaan patologi lain seperti divertikel,

tumor dan batu. Pemeriksaan CT Scan atau MRI jarang dilakukan. Pemeriksaan sitoskopi

dilakukan apabila pada anamnesis ditemukan hematuria atau pada pemeriksaan urin

ditemukan mikrohematuria. Sitoskopi dapat juga memberi keterangan mengenai besar prostat

dengan mengukur panjang uretra pars prostatika dan melihat penonjolan prostat di dalam

uretra.

17

Page 18: Case BPH Kavitha

Diagnosis

The Third International Consultation on BPH menganjurkan untuk menganamesa keluhan

kencing terhadap setiap pria berumur 50 tahun atau lebih jika ditemukan prostatismus lakukan

pemeriksaan dasar standar kemudian jika perlu dilengkapi dengan pemeriksaan tambahan.

Pemeriksaan standar meliputi :

o Hitung skor gejala, dapat ditentukan dengan menggunakan skor IPSS (International

Prostate Symptom Score, IPSS)

o Riwayat penyakit lain atau pemakai obat yang memungkinkan gangguan kencing.

o Pemeriksaan fisik khususnya colok dubur.

Pemeriksaan Tambahan :

o Pemeriksaan uroflowmetri (pengukuran pancaran urin pada saat kencing)

o Pemeriksaan TRUS-P (Transrectal Ultrasonography of the prostate)

o Pemeriksaan serum PSA (Prostatic spesific antigen)

o Pemeriksaan USG transabdominal

o Pemeriksaan patologi anatomi (diagnosis pasti)

Diagnosis Banding

Kondisi obstruktif traktus urinarius bagian bawah lainnya, seperti striktur uretra, kontrakur

leher kadung kemih,batu buli-buli, atau karsinoma prostat harus dipikirkan saat memeriksa

pasien dengan dugaan BPH. Riwayat pemakaian instrume tertentu diuretra, uretitis, atau

trauma harus diketahui untuk menyingkirkan dugaan striktur uretra atau kontraktur leher buli-

buli. Hematuria dan nyeri sering berhubungan dengan batu buli-buli. Karsinoma prostat

dapat dideteksi dengan kelainan pada rektal toucher atau kenaikan kadar PSA.

Infeksi traktus urinarius, yang dapat menyerupai gejala iritaif BPH, dapat dengan segera

diketahui dari urinalisis dan kultur; bagaimanapun, infeksi traktus urinarius dapat merupakan

komplikasi dari BPH. Walaupun keluhan saat kencing juga berhubungan denan karsinoma

buli, khususnya karsnoma insitu, urinalisis biasanya menunjukkan adanya hematuria. Selain

itu, pasien dengan kelainan buli neurogenik dapat jua memiliki tanda dan gejala dari BPH,

tetapi disertai adanya riwayat penyakit neurolgis, stroke, diabetes melitus, atau trauma

punggung. Sebagai tambahan, pada pemeriksaan didapatkan berkurangya sensasi perineum

atau ekstremitas bagian bawah, gangguan pada tonus spinkter rektal atau refleks

18

Page 19: Case BPH Kavitha

blbokavernosus. Gangguan pada fungsi pencernaan (konstipasi) dapat juga memperingatkan

adanya kemungkinan sebab neurologis.

Terapi

Ada beberapa pilihan terapi pasien BPH, dimana terapi spesifik dapat diberikan untuk pasien

kelompok tertentu.

Pasien dengan gejala ringan (symptom score 0-7), dapat hanya dilakukan watchful waiting.

Pasien dengan gejala sedang (symptom score 8-18), dapat diberikan terapi medikamentosa.

Pasien dengan gejala berat (symptom score 9-35), dilakukan operasi.

Selain itu, indikasi dilakukan operasi adalah1,8:

Retensi urin berulang

Infeksi saluran kemih berulang

Gross hematuria berulang

Batu buli-buli / divertikel

Insufisiensi ginjal.

Dilatasi traktus atas (hidroureter, hidronefrosis).

Tabel 3. Penatalaksanan BPH1

Observasi Watchful waitingMedikametosa - alpha blocker : terazosin, prazosin, tamsulsin, dll

- supresi androgen : 5α -reduktase inhibitor- fitoterapi

Operasi konvensional - Transurethral resection of the prostate (TURP)- Transurethral incision of the prostate (TUIP)- Open simple prostatectomy

Invasif minimal - Laser- Transurethral electrovaporization of the prostate - Hyperthermia- Transurethal needle ablation of the prostate (TUNA) - High Intensity focused ultrasound - Intraurethral stents - Transurethral balloon dilation of the prostate

A. Watchful waiting

Watchful waiting merupakan penatalaksanaan pilihan untuk pasien BPH dengan symptom

score ringan (0-7). Besarnya risiko BPH menjadi lebih berat dan munculnya komplikasi

tidak dapat ditentukan pada terapi ini, sehingga pasien dengan gejala BPH ringan menjadi

19

Page 20: Case BPH Kavitha

lebih berat tidak dapat dihindarkan, akan tetapi beberapa pasien ada yang mengalami

perbaikan gejala secara spontan.

B. Medikamentosa

1. Penghambat alfa (alpha blocker)

Prostat dan dasar buli-buli manusia mengandung adrenoreseptor-α1, dan prostat

memperlihatkan respon kontaktil terhadap pengaruh penghambat alfa. Komponen yang

berperan dalam mengecilnya prostat dan leher buli-buli secara primer diperantarai oleh

reseptor α1a. Penghambatan terhadap alfa telah memperlihatkan hasil berupa perbaikan

subyektif dan obyektif terhadap gejala dan tanda (sign and symptom) BPH pada beberapa

pasien. Penghambat alfa dapat diklasifikasikan berdasarkan selektifitas reseptor dan waktu

paruhnya. Contoh penghamba alpha yang ada antara lain prazosin, terazosin, doxazosin dan

yang lebih baru tamslosin (blokade selektif pada reseptor α1a). Efek samping penghambat

apha antara lain hipotensi ortostaik, pusing, kelelahan, ejakulasi retrograd, rinitis dan sakit

kepala. Efek samping ini lebih sedikit pada penggunaan penghamba α1a yang lebih selektif.

2. Penghambat 5α-Reduktase (5α-Reductase inhibitors)

Finasteride adalah penghambat 5α-Reduktase yang menghambat perubahan testosteron

menjadi dehidrotestosteron. Obat ini mempengaruhi komponen epitel prostat, yang

menghasilkan pengurangan ukuran kelenjar dan memperbaiki gejala. Dianjurkan pemberian

terapi ini selama 6 bulan, guna mendapat efek maksimal terhadap ukuran prostat (reduksi

20%) dan perbaikan pada gejala-gejala. Walupun begitu, perbakan gejala hanya terliat pada

prostat yang membesar >40 cm3. Efek samping termasuk penurunan libido, penurunan

volume ejakulat dan impotensi.

3. Fitoterapi

Fitoterapi adalah penggunaan tumbuh-tumbuhan dan ekstrak tumbuh-tumbuhan untuk

tujuan medis. Penggunaan fitoterapi pada BPH telah popular di Eropa selama beberapa

tahun. Obat-obatan tersebut mengandung bahan dari tumbuhan seperti Hypoxis rooperis,

Pygeum africanum, Urtica sp, Sabal serulla, Curcubita pepo, Populus temula, Echinacea

purpurea, dan Secale cerelea. Masih diperlukan penelitian untuk mengetahui efektivitas dan

keamanannya.

20

Page 21: Case BPH Kavitha

I. Operasi konvensional

1. Transurethral resection of the prostate (TURP)

Sembilan puluh lima persen simpel prostatektomi dapat dilakukan melalui endoskopi.

Umumnya dilakukan dengan anestesi spinal dan dirawat di rumah sakit selama 1-2 hari.

Perbaikan symptom score dan aliran urin dengan TURP lebih tinggi dan bersifat invasif

minimal. Risiko TURP adalah antara lain ejakulasi retrograd (75%), impotensi (5-10%) dan

inkontinensia urin (<1%).>(2). Komplikasi tindakan ini antara lain perdarahan, striktur

uretra atau kontraktur leher buli, perforasi kapsul prostat dengan ekstravasasi, dan pada

kasus yang berat, sindrom TUR yang berakibat hipervolemi, hiponatremi karena absorpsi

cairan irigasi yang hipotonik (H2O). Manifestasi klinik sindrom TUR adalah mual, muntah,

konfusi, hipertensi, bradikardi dan gangguan visual. Risiko sindrom TUR meningkat pada

waktu reseksi yang melebihi 90 menit. Penatalaksanaanya termasuk pemberian diuresis dan

pada kasus yag berat, diberikan saline hipertonik.

2. Transurethral incision of the prostate (TUIP)

Pada pasien dengan gejala sedang-berat dan prostat yang kecil sering terjadi hiperplasia

komisura posterior (kenaikan leher buli-buli). Pasien dengan keadaan ini lebih mendapat

keuntungan dengan insisi prostat. Prosedur ini lebih cepat dan morbiditas lebih sedikit

dibandingkan TURP. Retrograde ejakulasi terjadi pada 25% pasien.

21

Page 22: Case BPH Kavitha

3. Open simple prostatectomy

Jika prostat terlalu besar untuk dikeluarkan dengan endoskopi, maka enukleasi terbuka

diperlukan. Prostat lebih dari 100 gram biasanya dipertimbangkan untuk dilakukan

enukleasi terbuka. Open prostatectomy juga dilakukan pada BPH dengan divertikulum buli-

buli, batu buli-buli dan pada posisi litotomi tidak memungkinkan. Open prostatectomy dapat

dilakukan dengan pendekatan suprapubik ataupun retropubik. Simple suprapubic

prostatectomy (Frayer) dikerjakan melalui pembukaan buli-buli dan pemilihan metode ini

berhubungan dengan adanya patologi pada buli. Pada metode simple retropubic

prostatectomy (Millin), buli tidak dibuka dan incisi langsung dilakukan pada kapsul prostat.

D. Terapi minimal invasif

1. Laser

Dua sumber energi utama yang digunakan pada operasi dengan sinar laser adalah Nd:YAG

dan holmium:YAG. Teknik coagulation necrosis salah satunya: transuretral laser-induced

prostatectomy (TULIP) yang dikerjakan dengan panduan ultrasonografi transrektal. Teknik

visual coagulative necrosis dikerjakan degan kontrol cystoscopic. Teknik visual contact

ablative dikerjakan dengan fiber yang diletakkan langsung bersentuhan dengan jaringan

prostat yang dvaporisasi. Teknik lainnya adalah Interstitial laser therapy.

Keuntungan operasi dengan sinar laser adalah: kehilangan darah minimal, jarang terjadi

sindroma TUR, dapat mengobati pasien yang sedang menggunakan antikoagulan, dan dapat

dilakukan out patient procedure. Sedangkan kerugian operasi dengan laser antara lain:

sedikit jaringan untuk pemeriksaan patologi, pemasangan kateter postoperasi lebih lama,

lebih iritatif, dan biaya besar.

2. Transurethral electrovaporization of the prostate

22

Page 23: Case BPH Kavitha

Transurethral electrovaporization of the prostate menggunakan resektoskop. Arus tegangan

tinggi menyebabkan penguapan jaringan karena panas, menghasilkan cekungan pada uretra

pars prostatika. Prosedurnya lebih lama dari TUR.

3. Hyperthermia

Hipertermia gelomban mikro dihantarkan melalui kateter transuretra. Alat lainnya

mendinginkan mukosa uretra. Namun jika suhu lebih rendah dari 45°C, alat pendingin tidak

diperlukan.

4. Transurethal needle ablation of the prostate

Transurethal needle ablation of the prostate (TUNA) menggunakan kateter yang didesain

khusus melalui uretra. Jarum interstitial dengan frekuensi radio kemudian keluar dari ujung

kateter, melubangi mkosa uretra pars prostatika. Penggunaan frekuensi radio tersebut untuk

memanaskan jaringan sehingga megakibatkan nekrosis koagulatif.

5. High-intensity focused ultrasound

Metode ini dilakukan dengan meletakkan probe ultrasonografi didalam rektum yang akan

menampilkan gambaran prostat dan menghantarkan energi panas dari high-intensity focused

ultrasound, yang akan memanaskan jaringan prostat dan menjadi nekrosis koagulasi.

23

Page 24: Case BPH Kavitha

6. Intraurethral stents

Intraurethral stents adalah alat yang ditempatkan pada fossa prostatika dengan endoskopi

dan dirancang untuk mempertahankan uretra pars prostatika tetap paten.

7. Transurethral balloon dilation of the prostate

Balon dilator prostat ditempatkan dengan kateter khusus yang dapat melebarkan fossa

prostatika dan leher buli-buli. Lebih efektif pada prostat yang ukurannya kecil (<40cm3).

Teknik ini jarang digunakan sekarang ini .

24

Page 25: Case BPH Kavitha

BAB III

ANALISIS KASUS

Seorang laki – laki berusia 73 tahun berinisial Tn.A datang ke RSMH dengan keluhan tidak

bisa BAK sejak 7 bulan yang lalu. Dari anamnesis didapatkan awalnya penderita

mengeluhkan kesulitan BAK sejak 7 bulan yang lalu dengan gejala obstruktif maupun iritatif

seperti adanya sisa urin setelah kencing, sering kencing, kencing terputus-putus, tidak bisa

menunda kencing, pancaran yang lemah, mengejan dan kencing malam. Sebelum 3 bulan

SMRS, penderita bahkan sudah tidak dapat kencing sama sekali (sudah terjadi retensi urin

akut). Pada penderita kemudian dilakukan pengeluaran urin dengan menggunakan kateter dan

diganti tiap 2 minggu sekali. Setelah mengganti kateter kali ke-2 penderita mengeluh ada rasa

nyeri di kemaluan lalu ke puskesmas lagi. Kateter dilepas dan penderita menyatakan bahwa

keluar sedikit darah dari kemaluan. Kateter dicoba pasang kembali pada penderita tetapi

gagal. Penderita lalu dirujuk ke RS Kayu Agung dan dilakukan tindakan cystotomy. Penderita

dirawat inap selama 3 hari di RS Kayu Agung. Penderita lalu dirujuk ke RSMH. Penderita

dipasang kateter setelah 6 hari di RSMH dan berhasil.

Pada pemeriksaan fisik dalam batas normal. Pada pemeriksaan status lokalis pada regio CVA

sinistra dan dextra tidak ditemukan adanya kelainan. Pada region suprapubik ditemukan

scar(+).Pada regio genitalia externa pada inspeksi terpasang kateter uretra 2 way nomor 16F.

Pemeriksaan Rectal Toucher : TSA baik, ampula kosong, mukosa licin, prostat teraba

membesar, pole atas tidak teraba, konsistensi kenyal, permukaan rata, nodul(-), simetris, nyeri

tekan (-).

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien mengalami retensio urin yang diduga

disebabkan oleh hiperplasia prostat jinak. Dari anamnesis, hal yang memperkuat dugaan ini

adalah adanya gangguan saluran kemih bagian bawah, karena pasien menunjukan adanya

gejala obstruksi dan iritatif.

25

Page 26: Case BPH Kavitha

Selain itu, beberapa diagnosis banding dapat tersingkirkan dari anamnesis dan pemeriksaan

fisik:

Riwayat trauma (-), penyakit infeksi saluran kemih (-) menyingkirkan dugaan striktur

uretra atau kontraktur leher buli-buli.

Hematuria (-) dan nyeri saat berkemih (-) menyingkirkan dugaan batu atau karsinoma

pada buli.

Dari RT, TSA didapatkan baik dan tidak adanya riwayat konstipasi menyingkirkan

dugaan neurologis.

Karsinoma prostat pada pasien ini dapat disingkirkan karena tidak ditemukan kelainan

pada pemeriksaan RT (seperti konsistensi yang keras, adanya nodul, asimetri pada

prostat).

Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, hanya proses hiperplasi prostat jinak yang paling

mungkin untuk pasien ini, mengingat pasien ini sudah berumur 73 tahun, yang mana insiden

hiperplasia prostat semakin meningkat seiring dengan meningkatnya usia dan juga pasien ini

menunjukan adanya gejala-gejala LUTS (Low Urinary Tract Symptoms). Namun hal ini

belum bisa dipastikan sepenuhnya karena itu perlu dilakukan pemeriksaan penunjang, pada

pasien ini dilakukan pemeriksaan USG. Ukuran prostat berdasarkan USG adalah membesar ,

ukuran 38,9x39,9x50,6 mm ; berat 43,2 gram ,parenkim inhomogen 3,7 x 4,6 x 4,3 cm, pada

buli buli ditemukan penebalan dinding dan permuakaan yang irregular. Dengan kesan :

pembesaran prostat dengan kecenderungan malignancy serta cenderung massa pada buli buli.

Maka dapat disimpulkan diagnosis kerja untuk pasien ini adalah Urine Retention e.c Benign

Prostatic Hyperplasia. Pada penderita ini direncanakan dilakukan Transurethral Resection of

Prostate (TURP) dan pemberian antibiotik. Metode operatif diplih karena adanya gejala

retensi urin. Metode TURP dipilih berdasarkan berat prostat < 100 gr, komplikasi yang lebih

sedikit dibandingkan open prostatektomi, kenyamanan bagi pasien, dan angka keberhasilan

yang tinggi. Prognosis pada pasien ini, Quo ad vitam : bonam dan Quo ad functionam : dubia

ad bonam.

26