Case Besar Makalah

43
Dengue Hemorrhagic Fever dengan Hemokonsentrasi berat Disusun oleh: Sari Prasili Suddin Vicktor Lim Andrew Kencana Pembimbing: Dr. Agoes Kooshartoro, Sp.PD Dr. Devy Juniarti Iskandar, Sp.PD Dr. Rini Zulkifli KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM 1 | Page

description

sdfghjkoiuytrrdcvhh8763

Transcript of Case Besar Makalah

Dengue Hemorrhagic Fever dengan Hemokonsentrasi berat

Disusun oleh:Sari Prasili SuddinVicktor LimAndrew Kencana

Pembimbing:Dr. Agoes Kooshartoro, Sp.PDDr. Devy Juniarti Iskandar, Sp.PDDr. Rini Zulkifli

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAMFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANAPERIODE 19 JUNI 16 AGUSTUS 2014RUMAH SAKIT BHAKTI YUDHA DEPOKDAFTAR ISI

DAFTAR ISI1KATA PENGANTAR2BAB I PENDAHULUAN3BAB II PEMBAHASAN4DENGUE HEMORRHAGIC FEVER4BAB III PENUTUPA. Kesimpulan 23Daftar pustaka24

Kata Pengantar

Puji Syukur saya haturkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga makalah ini dapat diselesaikan.Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi makalah Dengue Hemorrhagic Fever yang telah diberikan oleh dokter pembimbing. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca sehingga dapat memberi informasi kepada para pembaca. Saya juga ingin berterimakasih kepada dokter yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Saya menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan. Saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sehingga lebih baik pada penyusunan makalah berikutnya. Terima kasih.

Jakarta, 11 agustus 2014

Penyusun

BAB IPENDAHULUAN

Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue haemorrhagic fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diathesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan hemokosentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok.1Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekull 4x106.1Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1,DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat serotype ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak. Terdapat reaksi silang antara serotype dengue dengan Flavivirus lain seperti Yellow fever, Japanese encehphalitis dan West Nile virus.1Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik barat dan Karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air. Insiden DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk (1989 hingga 1995); dan pernah meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per 100.000 pendudukan pada tahun 1998, sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai 2% pada tahun 1999.

BAB IIPEMBAHASAN

ETIOLOGIDemam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekull 4x106.1Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1,DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat serotype ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak. Terdapat reaksi silang antara serotype dengue dengan Flavivirus lain seperti Yellow fever, Japanese encehphalitis dan West Nile virus.1Dalam laboratorium virus dengue dapat bereplikasi pada hewan mamalia seperti tikus, kelinci, anjing kelelawar dan primate. Survei epidemilogi pada hewan ternak didapatkan antibodi terhadap virus dengue pada hewan kuda, sapi, dan babi. Penelitian pada artropoda menunjukan virus dengue dapat bereplikasi pada nyamuk genus Aedes (Stegomyia) dan Toxorhynchites. 2

EPIDEMIOLOGIDemam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik barat dan Karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air. Insiden DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk (1989 hingga 1995); dan pernah meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per 100.000 pendudukan pada tahun 1998, sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai 2% pada tahun 1999.Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vector nyamuk genus Aedes (terutama A. aegypti dan A. albopictus). Peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang berisi air jernih (bak mandi, kaleng bekas dan tempat penampungan air lainnya).1,2Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi biakan virus dengue yaitu :1). Vektor : Perkembangbiakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan vektor di lingkungan, transportasi vektor dari satu tempat ke tempat lain.2). Pejamu : terdapatnya penderita di lingkungan/keluarga, mobilisasi dan paparan terhadap nyamuk, usia dan jenis kelamin.3). Lingkungan : curah hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk.

PATOGENESISPatogenesis terjadinya demam berdarah dengue hingga saat ini masih diperdebatkan. Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom renjatan dengue.1

Gambar 1. Hipotesis secondary heteologous infection (Sumber: Suvatt 1977-dikutip dari Sumarmo)

Respons imun yang diketahui berperan dalam patogenesis DBD adalah: A). respons humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam proses netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan sitotoksisitas yang dimediasi antibody. Antibodi terhadap virus dengue berperan dalam mempercepat replikasi virus pada monosit atau makrofag. Hipotesis ini disebut antibodi dependent enhancement (ADE).B). limfosit T baik T-helper (CD4) dan T-sitotoksik (CD8) berperan dalam respon imun seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi Thelper yaitu TH1 akan memproduksi interferon gamma, IL-2 dan limfokin, sedangkan TH2 memproduksi IL-4, IL-5, IL-6 dan IL-10;C). monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi antibodi. Namun proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi virus dan sekresi sitokin oleh makrofag; D). selain itu aktivasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan terbentuknya terbentuknya C3a dan C5a.Halstead pada tahun 1973 mengajukan hipotesis secondary heterologous infection yang menyatakan bahwa DHF terjadi bila seseorang terinfeksi ulang virus dengue dengan tipe yang berbeda. Re-infeksi menyebabkan reaksi amnestik antibodi sehingga mengakibatkan konsentrasi kompleks imun yang tinggi.Kurane dan Ennis pada tahun 1994 merangkum pendapat Halstead dan peneliti lain; menyatakan bahwa infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi makrofag yang memfagositosis kompleks virus-antibodi non netralisasi sehingga virus bereplikasi di makrofag. Terjadinya infeksi makrofag oleh virus dengue menyebabkan aktivasi T-helper dan T-sitotoksik sehingga diproduksi limfokin dan interferon gamma. Interferon gamma akan mengaktivasi monosit sehingga disekresi berbagai mediator inflamasi seperti TNF-, IL-1, PAF (platelet activating factor), IL-6 dan histamin yang mengakibatkan terjadinya disfungsi sel endotel dan terjadi kebocoran plasma. Peningkatan C3a dan C5a terjadi melalui aktivasi oleh kompleks virus-antibodi yang juga mengakibatkan terjadinya kebocoran plasma.Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme : Supresi sumsum tulang ,Destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit. Gambaran sumsum tulang pada fase awal infeksi (45 % dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru (LPB) >15% dari jumlah total leukosit yang pada fase syok akan meningkat.Trombosit : umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8. Hematokrit: kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan hematokrit > 20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke-3 demam. Hemostatis : dilakukan pemeriksaan PT, APTT, fibinogen, D-dimer, atau FDP pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelaianan pembekuan darah. Protein/albumin : dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma, SGOT/SGPT dapat meningkat, serum kreatinin bila didapatkan gangguan fungsi ginjal, elektrolit sebagai parameter pemantaun pemberian cairan. Golongan darah dan cross match ( uji cocok serasi) bila akan diberikan transfusi darah atau komponen darah. Imunoserologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue yaitu IgM terdeteksi mulai hari 3-5, meningkat sampai minggu ke-3, menghilang setelah 60-90 hari. IgG pada primer , IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi sekunder IgG mulai terdeteksi pada hari ke-2. Uji HI dilakukan pengambilan bahan pada hari pertama serta saat pulang dari perawatan, uji ini digunakan untuk kepentingan survelans.1,6NsI : antingen NsI dapat dideteksi pada awal demam hari pertama sampai hari kedelapan. Sensitivitas antingen NSI berkisar 63%-93% dengan spesifitas 100% sana tingginya dengan spesifitas gold standard kultur virus. Hasil negatif antingen NSI tidak menyingkirkan adanya infeksi virus dengue.1,6Pemeriksaan RadiologisPada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada kedua hemitoraks. Pemerikaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus kanan (pasien tidur pada sisi badan sebelah kanan). Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG.Masa inkubasi dalam tubuh manusia sekitar 4-6 hari (rentang 3-14 hari), timbul gejala prodormal yang tidak khas seperti : nyeri kepala, nyeri tulang belakang dan perasaan lelah.1

Demam Dengue (DD). Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua atau lebih manifestasi Klinis sebagai berikut :1. Nyeri kepala.2. Nyeri retro-orbital.3. Mialgia/artralgia.4. Ruam kulit.5. Manifestasi perdarahan (petekie atau uji bending positif). 6. Leukopenia dan pemeriksaan serologi dengue positif, atau ditemukan pasien DD/DBD yang sudah dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama.

Demam berdarah Dengue (DBD). Berdasarkan criteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal di bawah ini dipenuhi :11. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.2. Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut :a. Uji bendung positif.b. Petekie, ekimosis, atau purpura.c. Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi), atau perdarahan dari tempat lain.d. Hematemesis atau melena.3. Trombositopenia (jumlah trombosit 20% dibandingkan standar sesuai dengan umur dan jenis kelamin.5. Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.6. Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites atau hipoproteinemia.Dari keterangan di atas terlihat bahwa perbedaan utama antara DD dan DBD adalah ditemukan kebocoran plasma pada DBD.Diagnosis BandingDiagnosis banding perlu dipertimbangkan bilamana terdapat kesesuaian klinis dengan demam tifoid, campak, influenza, chikungunya dan leptospirosis.Sindrom Syok Dengue (SSD). Seluruh criteria di atas untuk DBD disertai kegagalan sirkulasi dengan manifestasi nadi yang cepat dan lemah, tekanan darah turun (< 20 mmHg), hipotensi dibandingkan standar sesuai umur, kulit dingin dan lembab serta gelisih.DERAJAT PENYAKIT INFEKSI VIRUS DENGUE Untuk menentukan penatalaksanaan pasien infeksi virus dengue, perlu diketahui klasifikasi derajat penyakit infeksi virus dengue seperti tertera pada Tabel 1.1DD/DBDDerajat Gejala Laboratorium

DDDemam disertai 2 atu lebih tanda : sakit kepala, nyeri retroorbital, mialgia, atralgiaLekopeniaSerologi dengue +

DBD1Gejala diatas ditambah uji bendung +Trombositopenia (20% menunjukan bahwa tubuh mengalami defisit cairan sebanyak 5%. Pada keadaan ini terapi awal pemberian cairan adalah dengan memberikan infuscairan kristaloid sebanyak 6-7 ml/kg/jam. Pasien kemudian dipantau setelah 3-4 jam pemberian cairan. Bila terjadi perbaikan yang ditandai dengan tanda-tanda hematokrit turun, frekuensi nadi turun, tekanan darah stabil, produksi urin meningkat maka jumlah cairan infuse dikurangi menjadi 5 ml/kgBB/jam. Dua jam kemudian dilakukan pemantauan kembali dan bila keadaan tetap menunjukkan perbaikan maka jumlah cairan infuse dikurang menjadi 3 ml/kgBB/jam. Bila dalam pemantauan keadaan tetap membaik maka pemberian cairan dapat dihentikan 24-48 jam kemudian.1,6Apabila setelah pemberian terapi cairan awal 6-7 ml/kgBB/jam tadi keadaan tetap tidak membaik, yang ditandai dengan hematokrit dan nadi meningkat, tekanan nadi menurun < 20 mmHg, produksi urin menurun, maka kita harus menaikkan jumlah cairan infus menjadi 10 ml/kgBB/jam. Dua jam kemudian dilakukan pemantauan kembali dan bila keadaan menunjukkan perbaikan maka jumlah cairan infus dinaikan menjadi 15 ml/kgBB/jam dan bila dalam pekembangannya kondisi menjadi memburuk dan didapatkan tanda-tanda syok maka pasien ditangani sesuai dengan protocol tatalaksana sindrom syok dengue pada dewasa. Bila syok telah teratasi maka pemberian cairan dimulai lagi seperti terapi pemberian cairan awal.

Protokol 4. Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD DewasaPerdarahan spontan dan massif pada penderita DBD dewasa adalah: perdarahan hidung/epistaksis yang tidak terkendali walaupun telah diberikan tampon hidung, perdarahan saluran cerna (hematemesis dan melena atau hematoskesia), perdarahan saluran kencing (hematuria), perdarahan otak atau perdarahan tersembunyi dengan jumlah perdarahan sebanyak 4-5 ml/kgBB/jam. Pada keadaan seperti ini jumlah dan kecepatan pemberian cairan tetap seperti keadaan DBD tanpa syok lainnya. Pemeriksaan tekanan darah, nadi, pernafasan dan jumlah urin dilakukan seeing mungkin dengan kewaspadaan Hb, Ht, dan trombosis serta hemostatis harus segera dilakukan dan pemeriksaan Hb, Ht dan trombosit sebaiknya diulang setiap 4-6 jam.1Pemberian heparin diberikan apabila secara klinis dan laboratories didapatkan tanda-tanda koagulasi intravascular diseminata (KID). Transfusi komponen darah diberikan sesuai indikasi. FFP diberikan bila didapatkan defisiensi faktor-faktor pembekuan (PT dan aPTT yang memanjang), PRC diberikan bila nilai Hb kurang dari 10 g/dl. Transfusi trombosit hanya diberikan pada pasien DBD dengan perdarahan spontan dan massif dengan jumlah trombosit < 100.000/mm3 disertai atau tanpa KID.

Protokol 5. Tatalaksana Sindrom Stok Dengue pada DewasaBila kita berhadapan dengan Sindrom Syok Dengue (SSD) maka hal pertama yang harus diingat adalah bahwa renjatan harus segera diatasi dan oleh karena itu penggantian cairan intravascular yang hilang harus segera dilakukan. Angka kematian sindrom stok dengue sepuluh kali lipat dibandingan dengan penderita DBD tampa renjatan, dan renjatan dapat terjaid karena keterlambatan penderita DBD mendapatkan pertolongan/pengobatan, penatalaksanaan yang tidak tepat termasuk kurangnya kewaspadaan terhadap tanda-tanda renjatan dini, dan penatalaksanaan renjatan yang tidak adekuat.Pada kasus SSD cairan kristaloid adalah pilihan utama yang diberikan. Selain resusitasi cairan, penderita juga diberikan oksigen 2-4 liter/menit. Pemeriksaan-pemeriksaan yang harus dilakukan adalah pemeriksaan darah perifer lengkap (DPL), hemostasis, analisa gas darah, kadar natrium, kalium dan klorida, serta ureum dan kreatinin.Pada fase awal, cairan kristaloid diguyur sebanyak 10-20 ml/kgBB dan dievaluasi setelah 15-30 menit. Bila renjatan telah teratasi (ditandai dengan tekanan darah sistolik 100 mmHg dan tekanan nadi lebih dari 20 mmHg, frekuensi nadi kurang dari 100 kali per menit dengan volume yang cukup, akral teraba hangat, dan kulit tidak pucat serta dieresis 0,5-1 ml/kgBB/jam) jumlah cairan dikurangi menjadi 7 ml/kgBB/jam. Bila dalam waktu 60-120 menit keadaan tetap stabil pemberian cairan menjadi 5 ml/kgBB/jam. Bila dalam waktu 60-120 menit kemudian keadaan tetap stabil pemberian cairan menjadi 3 ml/kgBB/jam. Bila 24-48 jam setelah renjatan teratasi tanda-tanda vital dan hematokrit tetap stabil serta dieresis cukup maka pemberian cairan perinfus harus dihentikan (karena jika reabsorpsi cairan plasma yang mengalami ekstravasasi telah terjadi, ditandai dengan turunnya hematokrit, cairan infus terus diberikan maka keadaan hipervolemi, edema paru atau gagal jantung dapat terjadi.1Pengawasan dini kemungkinan terjadinya renjatan berulang harus dilakukan terutama dalam waktu 48 jam pertama sejak terjadi renjatan (karena selain proses pathogenesis penyakit masih berlangsung, ternyata cairan kristaloid hanya sekitar 20% saja yang menetap dalam pembuluh darah setelah 1 jam saat pemberian). Oleh karena untuk mengetahui apakah renjatan telah teratasi dengan baik, diperlukan pemantauan tanda vital yaitu status kesadaran, tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi jantung dan napas, pembesaran hati, nyeri tekan daerah hipokondrium kanan dan epigastrik, serta jumlah dieresis. Diuresis diusahakan 2 ml/kgBB/jam. Pemantauan kadar hemoglobin, hematokrit, dan jumlah trombosit dapat dipergunakan untuk pemantauan perjalanan penyakit.Bila setelah fase awal pemberian cairan ternyata renjatan belum teratasi, maka pemberian cairan kristaloid dapat ditingkatkan menjadi 20-30 ml/kgBB, dan kemudian dievaluasi setelah 20-30 menit. Bila keadaan tetap belum teratasi, maka perhatikan nilai hematokrit. Bila nilai hematokrit meningkat berarti perembesan plasma masih berlangsung maka pemberian cairan koloid merupakan pilihan, tetapi bila nilai hematokrit menurut, berarti terjadi perdarahan (internal bleeding) maka pada penderita diberikan transfusi darah segar 10 ml/kgBB dan dapat diulang sesuai kebutuhan.Sebelum cairan koloid diberikan maka sebaiknya kita harus mengetahui sifat-sifat cairan tersebut. Pemberian koloid sendiri mula-mula diberikan dengan tetesan cepat 10-20 ml/kgBB dan dievaluasi setelah 10-30 menit. Bila keadaan tetap belum teratasi maka untuk memantau kecukupan cairan dilakukan pemasangan kateter vena sentral, dan pemberian koloid dapat ditambah hingga jumlah maksimum 30 ml/kgBB (maksimal 1-1,5/hari) dengan sasaran tekanan vena sentral 15-18 cmH2O. Bila keadaan tetap belum teratasi harus diperhatikan dan dilakukan koreksi terhadap gangguan asam basa, elektrolit, hipoglikemia, anemia, KID, infeksi sekunder. Bila tekanan vena sentral penderita sudah sesuai dengan target tetapi renjatan tetap belum teratasi maka dapat diberikan obat inotropik/vasopresor.Pencegahan :Demam berdarahdapat dicegah dengan memberantas jentik-jentik nyamuk Demam Berdarah (Aedes Aegypi) dengan cara melakukan PSN (Pembersihan Sarang Nyamuk) Upaya ini merupakan cara yang terbaik, ampuh, murah, mudah dan dapat dilakukan oleh masyarakat, dengan cara sebagai berikut :i. Bersihkan (kuras) tempat penyimpanan air (seperti : bak mandi / WC, drum, dan lain-lain) sekurang-kurangnya seminggu sekali. Gantilah air di vaskembang, tempat minum burung, perangkap semut dan lain-lain sekurang-kurangnya seminggu sekaliii. Tutuplah rapat-rapat tempat penampungan air, seperti tampayan, drum, dan lain-lain agar nyamuk tidak dapat masuk dan berkembang biak di tempat ituiii. Kubur atau buanglah pada tempatnya barang-barang bekas, seperti kaleng bekas, ban bekas, botol-botol pecah, dan lain-lain yang dapat menampung air hujan, agar tidak menjadi tempat berkembang biak nyamuk. Potongan bamboo, tempurung kelapa, dan lain-lain agar dibakar bersama sampah lainnyaiv. Tutuplah lubang-lubang pagar pada pagar bambu dengan tanah atau adukan semenv. Lipatlah pakaian/kain yang bergantungan dalam kamar agar nyamuk tidak hinggap disituvi. Untuk tempat-tempat air yang tidak mungkin atau sulit dikuras, taburkan bubuk ABATE ke dalam genangan air tersebut untuk membunuh jentik-jentik nyamuk. Ulangi hal ini setiap 2-3 bulan sekali.

Komplikasi DHF :1. Perdarahan luas2. Syok3. Efusi pleura4. Asites

Prognosis Dengan perawatan dini dan agresif , kebanyakan pasien sembuh dari demam berdarah dengue. Namun setengah dari pasien yang tidak diobati mengalami syok tidak dapat bertahan hidup.

Daftar pustaka1. Sudoyo AW,dkk. Buku ajar ilmu penyakit dalam ed.5 jilid 1. Jakarta: Internal publishing;2009.h.2773-7792. Nasrudin, Hadi U, Vinata dkk. Penyakit infeksi di Indonesia. Surabaya: 2007.p.441-73. Chamber, HF. Infection disease : Bacterial and chlamydial. Current medical diagnosis and treatment;2006.p. 1425-264. Gejala pengobatan dan pencegahan cikunguyah diunduh dari (http://www.medkes.com/2013/05/gejala-pengobatan-pencegahan-chikungunya .html) 8 agustus 20145. Widoyono. Penyakit Tropis, Epidemologi, penularan, Pencegahan & pemberantasannya. Jakarta : Erlangga; 2008.h.596. Who.pencegahan dan pengendalian dengue dan demam berdarah. Jakarta : EGC;2005h,3-45

LAMPIRANI. IDENTITASNama: Tn. AMAlamat: Citayam DepokUsia: 44 tahunJenis kelamin: Laki-lakiAgama: IslamPekerjaan: Pegawai SwastaStatus: Sudah menikahTanggal masuk: 21 juli 2014

II. ANAMNESISKeluhan utama: demam sejak 5 hari SMRSRiwayat penyakit sekarang:Os datang dengan keluhan demam sejak 5 hari SMRS. Demam dirasakan tinggi mendadak, disertai pusing dan rasa pegal-pegal di seluruh badan. Demam dirasakan sepanjang hari. Os juga mengeluh mual muntah. Muntah berisi makanan dan cairan, tidak ada darah, 3x/hari. Os juga mengeluh diarae 3x/hari. BAB cair, ada ampas, tidak ada lendir, tidak ada darah. Os juga mengeluh batuk 4 hari SMRS. Batuk berdahak, dahak berwarna putih.Riwayat gusi berdarah, mimisan, bab hitam disangkal pasien.Untuk keluhan di atas, os telah berobat 2x ke klinik dokter umum dan di rasa tidak ada perbaikan.Riwayat penyakit dahulu:riwayat hipertensi, DM, alergi, asma disangkal pasienRiwayat penyakit keluarga:Riwayat hipertensi, DM, alergi, asma disangkal pasienRiwayat penyakit sosial Os tidak mengetahui apa ada yang mengalami keluhan serupa di lingkungannya Os mengaku sering makan makanan di luar rumah Os tidak mempunyai riwayat bepergian ke luar kota sebelumnya

III. PEMERIKSAAN FISIKKU: tampak sakit sedangKesadaran: Compos mentisTTV:TD: 100/70N: 78x/menitR: 20x/menitS: 38.8CMata: konjungtiva tidak pucat, sklera ikterikLeher: tidak ada pembesaran KGB, JVP 5+0 cmH20Torax: normal, simetris, batas paru hati IC 5 midclavicula dextraCor: ictus cordis tidak tampak, teraba di IC 4 midclavicula sinistra Batas: Kanan: IC 4 sternalis dextra Kiri: IC 5 axilaris anterior sinistra Atas: IC 2 parasternalis sinistra Pinggang: IC 3 sternalis sinistra Bunyi jantung S1 dan S2 reguler, tidak ada murmur, tidak ada gallopPulmo: vocal fremitus kiri = kanan vocal resonan kiri = kanan Suara nafas vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-Abd: perut kembung, nyeri tekan epigastrium (+), hepar dan lien tidak teraba, ruang throbe kosong, hipertimpani, bising usus (+)Ext: akral hangat + +udem - - + + - -

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANGPemeriksaan labaratorium tanggal 21 Juli 2014Darah lengkap Hemoglobin20.1 g/dl(n: 12-18)Lekosit5.5 ribu/mm3(n: 5-10) Hematokrit59 %(n: 38-47)Trombosit33ribu/mm3(n: 150-450)LED10mm/jam (n: