Case Besar Dr Lukman Revisi 2

60
KEPANITERAAN KLINIK STATUS ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA SMF PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT MARDI RAHAYU KUDUS Nama Mahasiswa : Catherina Oswari Tanda Tangan NIM : 11-2014-328 Dr. Pembimbing : Dr. Lukman Muliadi, Sp.PD I. IDENTITAS PASIEN Nama : Tn.S Jenis kelamin : Laki- laki Umur : 45 tahun Status perkawinan : Menikah Pendidikan : SMA Agama : Islam Pekerjaan : Buruh Djarum Alamat : Jati Kulon 05/01 Jati-Kudus No CM : 404782 Tanggal masuk RS : 26 – 6 – 2015 Tanggal dikasuskan : 2 Juli 2015 Dokter yang memeriksa : Dr. Lukman Muliadi, Sp.PD 1

description

iaosi

Transcript of Case Besar Dr Lukman Revisi 2

Page 1: Case Besar Dr Lukman Revisi 2

KEPANITERAAN KLINIK

STATUS ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

SMF PENYAKIT DALAM

RUMAH SAKIT MARDI RAHAYU KUDUS

Nama Mahasiswa : Catherina Oswari Tanda Tangan

NIM : 11-2014-328

Dr. Pembimbing : Dr. Lukman Muliadi, Sp.PD

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn.S Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 45 tahun Status perkawinan : Menikah

Pendidikan : SMA Agama : Islam

Pekerjaan : Buruh Djarum Alamat : Jati Kulon 05/01 Jati-Kudus

No CM : 404782 Tanggal masuk RS : 26 – 6 – 2015

Tanggal dikasuskan : 2 Juli 2015 Dokter yang memeriksa : Dr. Lukman Muliadi, Sp.PD

II. ANAMNESIS

Autoanamnesis, tanggal 2 Juli 2015 Pukul 15.00 WIB

Keluhan Utama :

Bengkak pada kedua tangan dan kaki

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang kerumah sakit dengan keluhan bengkak pada kedua tangan dan kaki .

Keluhan dirasakan sejak 3 hari SMRS. Keluhan bengkak memang sudah lama dirasakan pasien

sejak 2 tahun yang lalu. Tetapi bengkak yang dirasakan hilang timbul. Bengkak sering timbul

1

Page 2: Case Besar Dr Lukman Revisi 2

terutama pada malam hari. Pasien juga merasakan sesak. Sesak yang dirasakan sejak 3 hari yang

lalu. Keluhan sesak memang sudah lama timbul sejak 2 tahun yang lalu. Sesak yang dirasakan

hilang timbul . Sesak timbul apabila pasien sedang kerja berat dan apabila pasien naik tangga

pasien juga merasakan sesak timbul. Sesak berkurang apabila pasien beristirahat. Sesak

dirasakan terutama malam hari dan pasien sering terbangun pada malam hari karena sesak.

Pasien lebih nyaman kalau tidur menggunakan 2 bantal. Keluhan sesak juga disertai dengan

keringat dingin. Keluhan mengi disangkal pasien. Pasien juga mengatakan sering nyeri dada kiri.

Nyeri dada kiri yang dirasakan pasien seperti tertimpa benda berat. Nyeri dada kiri menjalar ke

tangan kiri. Nyeri dada kiri yang dirasakan pasien lamanya kira-kira ±30 menit. Nyeri dada

timbul apabila pasien sedang stress dan kecapean. Pasien juga merasakan nyeri kepala seperti

diikat oleh tali. Nyeri kepala menyebar ke daerah kuduk. Pasien juga merasakan jantung seperti

berdebar-debar. Pasien juga mengeluh batuk, batuk dirasakan sering pada malam hari. Dahak

berwarna putih tidak ada darah. Aktivitas sehari-hari seperti jalan, naik tangga, bawa barang

berat terganggu. Untuk berjalan jauh pasien sudah tidak mampu lagi.

Pasien mengaku memiliki riwayat sakit jantung, tekanan darah tinggi dan kencing manis.

Pasien tidak merokok, tidak mengkonsumsi alkohol dan obat-obatan . Pasien rutin minum obat

tekanan darah tinggi dan obat kencing manis. Tidak ada keluhan buang air besar. Pasien

mengaku bahwa berat badan menurun. Pasien mengeluh mual tapi tidak sampai muntah. Pasien

tidak demam .

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien memiliki riwayat sakit jantung, hipertensi dan diabetes mellitus. Pasien tidak memiliki

riwayat sakit alergi seperti asma, dan alergi makanan, obat.

Riwayat Penyakit Keluarga

Asma (-), alergi (-), TB (-), hipertensi (-), DM (-)

2

Page 3: Case Besar Dr Lukman Revisi 2

III. PEMERIKSAAN

1. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : Tampak sakit ringan

Kesadaran : Compos mentis

Tanda vital :

Tekanan darah: 110/70 mmHg

Nadi : 80x/menit, ireguler, kuat angkat

Nafas : 28x/menit

Suhu : 35,6ºC (Axilla)

SaO2 : 97%

Berat badan : ± 70 kg

Tinggi badan : ± 165 cm

Kulit

Warna kulit pasien tampak baik, kelembapan kulit kering, tekstur kulit halus, suhu kulit

normotermi dengan pemeriksa, turgor kulit baik, tidak ditemukan luka pada kulit pasien,

petekie (-), ekimosis (-). Kuku jari kilauan cahaya baik, koilonychia nail (-), sianosis (-),

benjolan (+)

Kepala

Normocephali, tidak terdapat benjolan ataupun lesi, distribusi rambut merata warna hitam,

rambut mudah dicabut.

Mata

Pupil isokor dengan diameter 3mm/3mm, konjungtiva pucat +/+, sclera ikterik -/-, edema

palpebra -/-, refleks cahaya +/+

Hidung

Mukosa nasal merah muda, septum nasi tampak baik, sekret (-), konka tampak baik, nyeri

tekan sinus paranasalis (-).

3

Page 4: Case Besar Dr Lukman Revisi 2

Telinga

Ketajaman pendengaran baik terhadap suara, bentuk telinga normotia, pembengkakan (-/-),

serumen (-/-), cairan yang keluar (-/-).

Mulut

Simetris, bibir sianosis (-), bibir kering (-), gigi tanggal (-), tonsil T1-T1 tenang, faring

hiperemis (-), atrofi papil lidah (-), perdarahan gusi (-), stomatitis (-)

Leher

Trakea tidak ada deviasi, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening dan kelenjar tiroid,

retraksi suprasternal (-), hipertrofi otot sternocleidomastoideus (-), JVP 5+3 cm H2O.

Thorax

Inspeksi : Bentuk thorax normal, pergerakan dinding dada pada keadaan statis dan dinamis

tampak simetris, tipe pernafasan abdominal torakal, pelebaran sela iga (-), spider

naevi (-), vena kolateral (-), tidak ada benjolan.

Palpasi : nyeri tekan pada thoraks (-)

Pulmo

Anterior Posterior

InspeksiPergerakan dinding dada simetris saat

statis dan dinamis

Pergerakan dinding dada simetris saat

statis dan dinamis.

Palpasi

Sela iga tidak melebar, vocal fremitus

normal dan simetris, nyeri tekan (-),

retraksi ICS V dan ICS VI

Sela iga tidak melebar, vocal fremitus

normal dan simetris, nyeri tekan (-),

retraksi (-)

Perkusi

Pulmo dextra dan sinistra sonor seluruh

lapang paru.

Batas paru hati (absolute)

linea midclavicularis dextra ICS V

Peranjakan hati : 2 jari dibawah batas paru

hati

Pulmo dextra dan sinistra sonor seluruh

lapang paru.

4

Page 5: Case Besar Dr Lukman Revisi 2

Auskultasi

Suara napas dasar vesikuler, suara

tambahan ronki (+), wheezing (-)

Suara napas dasar vesikuler, suara

tambahan ronki basah halus (+),

wheezing (-)

Cor

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus cordis teraba ICS V 1cm lateral linea midclavicularis sinistra.

Perkusi

Batas kanan : ICS IV linea parasternalis dextra

Batas kiri jantug:

ICS 2 linea parasternalis sinistra

ICS 3 1cm medial linea midclavicularis sinistra

ICS 4 linea midclavicularis sinistra

ICS 5 1cm lateral linea midclavicularis sinistra

Batas atas : ICS III linea sternalis sinistra

Kesan : Pinggang jantung mendatar

Auskultasi :

Katup aorta : A2 > P2, murmur (-)

Katup pulmona : P2 > A2, murmur (-) , splitting (-)

Katup trikuspid : T1 > T2, murmur (-)

Katup Mitral : Bising sistolik di katup mitral antara BJ I – II

dengan penjalaran ke lateral

5

Page 6: Case Besar Dr Lukman Revisi 2

Abdomen

Inspeksi : membuncit, benjolan (-), caput medusa (-), striae (-), tidak tampak

pelebaran vena.

Auskultasi : BU (+), peristaltic normal.

Palpasi : Supel, tidak teraba massa, tidak terdapat nyeri tekan.

Hati : Teraba 4 cm dibawah arcus costa , konsistensi lunak , tepi tumpul,

permukaan rata

Lien : Tidak teraba

Ginjal : Tidak teraba

Perkusi : Timpani, Shifting dullness (-), undulasi (-), nyeri ketok CVA (-), area

traube kosong

Genital : Tidak dilakukan

Colok Dubur : Tidak dilakukan

Ekstremitas :

Superior Inferior

Sianosis -/- -/-

Edema -/- -/-

Akral hangat +/+ +/+

Ekstremitas Dextra Sinistra

Superior

Otot : tonus Normotonus Normotonus

Otot : massa Eutrofi Eutrofi

Sendi Normal Normal

Gerakan Tidak terbatas Tidak terbatas

Kekuatan 5555 5555

6

Page 7: Case Besar Dr Lukman Revisi 2

Edema - -

Clubbing finger - -

CRT < 2 detik < 2 detik

Inferior

Otot : tonus Normotonus Normotonus

Otot : massa Eutrofi Eutrofi

Sendi Normal Normal

Gerakan Tidak terbatas Tidak terbatas

Kekuatan 5555 5555

Clubbing finger - -

Edema - -

CRT < 2 detik < 2 detik

2. Pemeriksaan Penunjang

Darah lengkap : Tanggal 26 Juni 2015

Darah lengkapHemoglobin 14.1 g/dl 14.0-18.0Eritrosit 5.31 jt/ul 4.5-5.9Hematokrit 43.9 % 40-52Trombosit 264 150-400Lekosit 10.6 % 4.0-12.0Limfosit 15.7% 25-40Monosit 6.7% 2-8Eosinofil 2.9 % 2-4Basofil 0,4 0-1MCH 26.6 pg 27.0-31MCHC 32.1 g/dl 33.0-37.0MCV 82.7 fL 79.0-99.0RDW 12.5 % 10.0-15.0MPV 9.8 fL 6.5-11.0PDW 11.2 % 10.0-18.0

Kimia darahKolesterol 95 mg/dL <= 200HDL cholesterol 15 mg/dl 27-67Kolesterol total 195 mg/dl <200LDL direct 45.2 mg/dl <150

7

Page 8: Case Besar Dr Lukman Revisi 2

Trigliserid 174 mg/dl < 160CKMB 19 u/L <24Urin acid 4.5 mg/dL 3.5-7.2

Gula darah Puasa 153 mg/dL 70-100 Gula darah 2 jam PP 169 mg/dL 150

X- Foto Torak tanggal 26 Juni 2015

Kesan :

Cardiomegali (LVE , LAD) Pulmo normal

8

Page 9: Case Besar Dr Lukman Revisi 2

EKG tanggal 26 Juni 2015

Kesan : ST elevasi anteroseptal

EKG tanggal 27 Juni 2015

Kesan: ST elevasi anteroseptal

9

Page 10: Case Besar Dr Lukman Revisi 2

EKG tanggal 29 Juni 2015

Kesan : Atrial fibrilasi

EKG tanggal 30 Juni 2015

Kesan : Atrial fibrilasi

10

Page 11: Case Besar Dr Lukman Revisi 2

EKG tanggal 1 Juni 2015

Kesan : Atrial fibrilasi

EKG tanggal 4 juni 2015

Kesan :

Normal sinus ritme

11

Page 12: Case Besar Dr Lukman Revisi 2

IV. Problem

1. Atrial Fibrilasi

2. Congestive heart failure NYHA III dengan Hipertensi

3. Diabetes Mellitus

Problem : Atrial fibrilasi

Assesment 1 : Mencari etiologi

o Initial Plan Diagnosis (IPDx)

- Pemeriksaan EKG serial

- Rontgen Thorax AP

- Ekokardiography

- Pemeriksaan fungsi tiroid

o Initial Plan Theraphy ( IPTx)

- Warfarin Na 1 X 2mg- CPG 1 X 75 mg- Aspirin 1 X 80 mg- Vit K 3 X 1

o Initial Plan Monitoring ( IPMx)

- TTV- Profil lipid- EKG

o Initial Plan Edukasi ( IPEx)

- Menjelaskan kepada pasien dan keluarganya mengenai penyakitnya serta

komplikasinya yang dapat timbul.

- Kurangi aktivitas berat dan hindari stress

Problem : Congestive heart failure

Assesment 2 : Mencari etiologio Initial Plan Diagnosis (IPDx)

- Elektrolit ( natrium , kalium , chloride , kalsium )- EKG- Echocardiografi

o Initial Plan Therapy ( IPTx)

- Ramipril 1 X 2,5 mg

- Bisoprolol ½ X 2,5 mg

- Digoxin 2 X ½ mg

12

Page 13: Case Besar Dr Lukman Revisi 2

o Initial Plan Monitoring ( IPMx )

- Keluhan pasien

- TTV

- EKG Ulang

- Ureum dan kreatinin

- Fungsi hati

o Initial Plan Edukasi ( IPEx)

- Menjelaskan kepada pasien dan keluarganya mengenai penyakitnya serta

komplikasinya yang dapat timbul.

- Kurangi aktivitas berat dan hindari stress

- Batasi asupan cairan dan kurangi konsumsi garam.

Problem : Diabetes Mellitus tipe II

Assasment 3 : Mencari komplikasi mikrovaskular dan mikrovaskular

o Initial Plan Diagnosis ( IPDx )

- GDP

- GDS

- HBA1c

- EKG

- Kolesterolol total

o Initial Plan Therapy ( IPTx)

- Sansulin N / Sansulin R

- Lantus 10 U

- Ketorolac

- Glimepirid 1 X 1 mg

- Metformin 3 X 500 mg

- Acarbose 3 X 50 mg

o Initial Plan Monitoring ( IPMx )

- Keluhan

- GDS

13

Page 14: Case Besar Dr Lukman Revisi 2

o Initial Plan Edukasi ( IPEx)

- Menjelaskan kepada pasien dan keluarganya mengenai penyakitnya serta

komplikasinya yang dapat timbul

- Menjelaskan kepada pasien porsi makan yang benar.

- Memberitahu kepada pasien cara hidup sehat.

Prognosis

– Ad Vitam : dubia ad malam

– Ad Functionam : dubia ad malam

– Ad Sanationam : dubia ad bonam

Follow up

Tanggal Follow up

3 Juli 2015 S : sesak sudah mulai berkurang, benjolan sudah berkurang, kepala masih

pusing,

O : KU : tampak sakit ringan

Kesadaran : compos mentis

TTV : TD : 130/80, RR : 27x/menit, N : 80x/menit, S : 35,60C, SaO2 : 98%

SI -/-, CA +/+, JVP 5-2 cmH2O.

Paru :

Inspeksi : tidak tampak pelebaran sela iga dan massa.

Perkusi : sonor di seluruh lapang paru

Auskultasi : vesikuler, ronki basah di proksimal paru kanan dan kiri.

Jantung :

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus cordis teraba ICS V 1cm lateral linea

midclavicularis sinistra, kuat angkat.

Perkusi

Batas kanan : ICS IV linea parasternalis dextra

14

Page 15: Case Besar Dr Lukman Revisi 2

Batas atas : ICS III linea sternalis sinistra

Pinggang : Mendatar.

Batas kiri jantug:

- ICS 3 1cm medial linea midclavicularis sinistra

- ICS 4 linea midclavicularis sinistra

- ICS 5 1cm lateral linea midclavicularis sinistra

Auskultasi : terdengar bising sistolik

Abdomen :

Inspeksi : tidak terlihat massa

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan dan tidak ada pembesaran organ.

Perkusi : timpani area traube dan seluruh abdomen

Auskultasi : BU (+)

Hepatojugular refluks (-)

EKG : iskemia anteroseptal

A : Atrial Fibrilasi, CHF, DM

P : Warfarin Na 1 X 2mgCPG 1 X 75 mgAspirin 1 X 80 mgVit K 3 X 1Ramipril 1 X 2,5 mg

Bisoprolol ½ X 2,5 mg

Digoxin 2 X ½ mg

Ketorolac

Glimepirid 1 X 1 mg

Metformin 3 X 500 mg

Acarbose 3 X 50 mg

4 Juni 2015 S : Keluhan tidak ada

15

Page 16: Case Besar Dr Lukman Revisi 2

O : KU : Tidak tampak sakit

Kesadaran : compos mentis

TD : 130/80, RR : 23x/menit, N : 84x/menit, S : 35,4oC, SaO2 : 97 %

SI -/-, CA +/+, JVP 5-2 cmH2O.

Paru : Auskultasi : vesikuler, ronki basah di proksimal paru kanan dan kiri.

Jantung : Auskultasi : bising sistolik

Abdomen : Dalam batas normal

A : AF membaik, CHF perbaikan, hiperurisemia perbaikan, dislipidemia

perbaikan

P : Pasien pulang

16

Page 17: Case Besar Dr Lukman Revisi 2

PEMBAHASAN

Atrial Fibrilasi

a. Definisi

Atrial fibrilasi adalah suatu gangguan pada jantung (aritmia) yang ditandai dengan

ketidakteraturan irama denyut jantung dan peningkatan frekuensi denyut jantung, yaitu

sebesar 350-650 x/menit. Pada dasarnya atrial fibrilasi merupakan suatu takikardi

supraventrikuler dengan aktivasi atrial yang tidak terkoordinasi dan deteriorisasi fungsi

mekanik atrium. Keadaan ini menyebabkan tidak efektifnya proses mekanik atau pompa

darah jantung1,2,3.

b. Klasifikasi

Menurut AHA (American Heart Association), klasifikasi dari atrial fibrilasi

dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu1 :

a. AF deteksi pertama

Semua pasien dengan AF selalu diawali dengan tahap AF deteksi pertama. Tahap ini

merupakan tahapan dimana belum pernah terdeteksi AF sebelumnya dan baru

pertama kali terdeteksi.

b. Paroksismal AF

AF yang berlangsung kurang dari 7 hari atau AF yang mempunyai episode pertama

kali kurang dari 48 jam dinamakan dengan paroksismal AF. AF jenis ini juga

mempunyai kecenderungan untuk sembuh sendiri dalam waktu kurang dari 24 jam

tanpa bantuan kardioversi.

c. Persisten AF

17

Page 18: Case Besar Dr Lukman Revisi 2

AF yang sifatnya menetap dan berlangsung lebih dari 48 jam tetapi kurang dari 7

hari. Berbeda dengan paroksismal AF, persisten AF perlu penggunaan dari

kardioversi untuk mengembalikan irama sinus kembali normal.

d. Kronik/permanen AF

AF yang sifatnya menetap dan berlangsung lebih dari 7 hari. Pada permanen AF,

penggunaan kardioversi dinilai kurang berarti, karena dinilai cukup sulit untuk

mengembalikan ke irama sinus yang normal.

Gambar 6. Pola Klasifikasi Atrial Fibrilasi

Disamping klasifikasi menurut AHA (American Heart Association), AF juga

sering diklasifikasikan menurut lama waktu berlangsungnya, yaitu AF akut dan AF

kronik. AF akut dikategorikan menurut waktu berlangsungnya atau onset yang kurang

dari 48 jam, sedangkan AF kronik sebaliknya, yaitu AF yang berlangsung lebih dari 48

jam.

c. Etiologi

Etiologi yang terkait dengan AF terbagi menjadi beberapa faktor-faktor,

diantaranya adalah3,4 :

a. Peningkatan tekanan/resistensi atrium

1. Penyakit katup jantung

2. Kelainan pengisian dan pengosongan ruang atrium

3. Hipertrofi jantung

4. Kardiomiopati

18

Page 19: Case Besar Dr Lukman Revisi 2

5. Hipertensi pulmo (chronic obstructive pulmonary disease dan cor pulmonal

chronic)

6. Tumor intracardiac

b. Proses infiltratif dan inflamasi

1. Pericarditis/miocarditis

2. Amiloidosis dan sarcoidosis

3. Faktor peningkatan usia

c. Proses infeksi

1. Demam dan segala macam infeksi

d. Kelainan Endokrin

1. Hipertiroid

2. Feokromositoma

e. Neurogenik

1. Stroke

2. Perdarahan subarachnoid

f. Iskemik Atrium

1. Infark miocardial

g. Obat-obatan

1. Alkohol

2. Kafein

h. Keturunan/genetik

d. Tanda dan Gejala

Pada dasarnya AF, tidak memberikan tanda dan gejala yang khas pada perjalanan

penyakitnya. Umumnya gejala dari AF adalah peningkatan denyut jantung,

ketidakteraturan irama jantung dan ketidakstabilan hemodinamik. Disamping itu, AF juga

memberikan gejala lain yang diakibatkan oleh penurunan oksigenisasi darah ke jaringan,

seperti pusing, kelemahan, kelelahan, sesak nafas dan nyeri dada. Tetapi, lebih dari 90%

episode dari AF tidak menimbulkan gejala-gejala tersebut5,6.

e. Faktor Resiko

Beberapa orang mempunyai faktor resiko terjadinya AF, diantaranya adalah :

a. Diabetes Melitus

19

Page 20: Case Besar Dr Lukman Revisi 2

b. Hipertensi

c. Penyakit Jantung Koroner

d. Penyakit Katup Mitral

e. Penyakit Tiroid

f. Penyakit Paru-Paru Kronik

g. Post. Operasi jantung

h. Usia ≥ 60 tahun

i. Life Style

f. Patofisiologi

Mekanisme AF terdiri dari 2 proses, yaitu proses aktivasi lokal dan multiple

wavelet reentry. Proses aktivasi lokal bisa melibatkan proses depolarisasi tunggal atau

depolarisasi berulang. Pada proses aktivasi lokal, fokus ektopik yang dominan adalah

berasal dari vena pulmonalis superior. Selain itu, fokus ektopik bisa juga berasal dari

atrium kanan, vena cava superior dan sinus coronarius. Fokus ektopik ini menimbulkan

sinyal elektrik yang mempengaruhi potensial aksi pada atrium dan menggangu potensial

aksi yang dicetuskan oleh nodus SA7,9,.

Sedangkan multiple wavelet reentry, merupakan proses potensial aksi yang

berulang dan melibatkan sirkuit/jalur depolarisasi. Mekanisme multiple wavelet reentry

tidak tergantung pada adanya fokus ektopik seperti pada proses aktivasi lokal, tetapi lebih

tergantung pada sedikit banyaknya sinyal elektrik yang mempengaruhi depolarisasi. Pada

multiple wavelet reentry, sedikit banyaknya sinyal elektrik dipengaruhi oleh 3 faktor,

yaitu periode refractory, besarnya ruang atrium dan kecepatan konduksi. Hal ini bisa

dianalogikan, bahwa pada pembesaran atrium biasanya akan disertai dengan pemendekan

periode refractory dan penurunan kecepatan konduksi. Ketiga faktor tersebutlah yang

akan meningkatkan sinyal elektrik dan menimbulkan peningkatan depolarisasi serta

mencetuskan terjadinya AF7,8,9.

20

Page 21: Case Besar Dr Lukman Revisi 2

Gambar 7. A. Proses Aktivasi Lokal Atrial Fibrilasi dan B. Proses Multiple Wavelets Reentry Atrial

Fibrilasi

g. Penatalaksanaan

Sasaran utama pada penatalaksanaan AF adalah mengontrol ketidakteraturan

irama jantung, menurunkan peningkatan denyut jantung dan menghindari/mencegah

adanya komplikasi tromboembolisme. Kardioversi merupakan salah satu penatalaksanaan

yang dapat dilakukan untuk AF. Menurut pengertiannya, kardioversi sendiri adalah suatu

tata laksana yang berfungsi untuk mengontrol ketidakteraturan irama dan menurunkan

denyut jantung. Pada dasarnya kardioversi dibagi menjadi 2, yaitu pengobatan

farmakologi (Pharmacological Cardioversion) dan pengobatan elektrik (Electrical

Cardioversion)5.

a. Mencegah pembekuan darah (tromboembolisme)

Pencegahan pembekuan darah merupakan pengobatan untuk mencegah

adanya komplikasi dari AF. Pengobatan yang digunakan adalah jenis antikoagulan

atau antitrombosis, hal ini dikarenakan obat ini berfungsi mengurangi resiko dari

terbentuknya trombus dalam pembuluh darah serta cabang-cabang vaskularisasi.

Pengobatan yang sering dipakai untuk mencegah pembekuan darah terdiri dari

berbagai macam, diantaranya adalah :

1. Warfarin

Warfarin termasuk obat golongan antikoagulan yang berfungsi dalam proses

pembentukan sumbatan fibrin untuk mengurangi atau mencegah koagulasi.

21

Page 22: Case Besar Dr Lukman Revisi 2

Warfarin diberikan secara oral dan sangat cepat diserap hingga mencapai puncak

konsentrasi plasma dalam waktu ± 1 jam dengan bioavailabilitas 100%. Warfarin

di metabolisme dengan cara oksidasi (bentuk L) dan reduksi (bentuk D), yang

kemudian diikuti oleh konjugasi glukoronidasi dengan lama kerja ± 40 jam.

2. Aspirin

Aspirin secara irreversible menonaktifkan siklo-oksigenase dari trombosit (COX2)

dengan cara asetilasi dari asam amino serin terminal. Efek dari COX2 ini adalah

menghambat produksi endoperoksida dan tromboksan (TXA2) di dalam trombosit.

Hal inilah yang menyebabkan tidak terbentuknya agregasi dari trombosit. Tetapi,

penggunaan aspirin dalam waktu lama dapat menyebabkan pengurangan tingkat

sirkulasi dari faktor-faktor pembekuan darah, terutama faktor II, VII, IX dan X.

b. Mengurangi denyut jantung

Terdapat 3 jenis obat yang dapat digunakan untuk menurunkan peningkatan

denyut jantung, yaitu obat digitalis, β-blocker dan antagonis kalsium. Obat-obat

tersebut bisa digunakan secara individual ataupun kombinasi.

1. Digitalis

Obat ini digunakan untuk meningkatkan kontraktilitas jantung dan

menurunkan denyut jantung. Hal ini membuat kinerja jantung menjadi lebih

efisien. Disamping itu, digitalis juga memperlambat sinyal elektrik yang abnormal

dari atrium ke ventrikel. Hal ini mengakibatkan peningkatan pengisian ventrikel

dari kontraksi atrium yang abnormal.

2. β-blocker

Obat β-blocker merupakan obat yang menghambat efek sistem saraf

simpatis. Saraf simpatis pada jantung bekerja untuk meningkatkan denyut jantung

dan kontraktilitas jantung. Efek ini akan berakibat dalam efisiensi kinerja jantung.

3. Antagonis Kalsium

Obat antagonis kalsium menyebabkan penurunan kontraktilitas jantung

akibat dihambatnya ion Ca2+ dari ekstraseluler ke dalam intraseluler melewati Ca2+

channel yang terdapat pada membran sel.

c. Mengembalikan irama jantung

22

Page 23: Case Besar Dr Lukman Revisi 2

Kardioversi merupakan salah satu penatalaksanaan yang dapat dilakukan

untuk menteraturkan irama jantung. Menurut pengertiannya, kardioversi sendiri

adalah suatu tata laksana yang berfungsi untuk mengontrol ketidakteraturan irama dan

menurunkan denyut jantung. Pada dasarnya kardioversi dibagi menjadi 2, yaitu

pengobatan farmakologi (Pharmacological Cardioversion) dan pengobatan elektrik

(Electrical Cardioversion).

1. Pharmacological Cardioversion (Anti-aritmia)

a. Amiodarone

b. Dofetilide

c. Flecainide

d. Ibutilide

e. Propafenone

f. Quinidine

2. Electrical Cardioversion

Suatu teknik memberikan arus listrik ke jantung melalui dua pelat logam

(bantalan) ditempatkan pada dada. Fungsi dari terapi listrik ini adalah

mengembalikan irama jantung kembali normal atau sesuai dengan NSR (nodus

sinus rhythm).

3. Operatif

a. Catheter ablation

Prosedur ini menggunakan teknik pembedahan dengan membuatan sayatan

pada daerah paha. Kemudian dimasukkan kateter kedalam pembuluh darah

utma hingga masuk kedalam jantung. Pada bagian ujung kateter terdapat

elektroda yang berfungsi menghancurkan fokus ektopik yang bertanggung

jawab terhadap terjadinya AF.

b. Maze operation

Prosedur maze operation hamper sama dengan catheter ablation, tetapi pada

maze operation, akan mengahasilkan suatu “labirin” yang berfungsi untuk

membantu menormalitaskan system konduksi sinus SA.

c. Artificial pacemaker

23

Page 24: Case Besar Dr Lukman Revisi 2

Artificial pacemaker merupakan alat pacu jantung yang ditempatkan di

jantung, yang berfungsi mengontrol irama dan denyut jantung.

Congestive Heart Failure

Definisi

Congestif heart failure adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam

jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap oksigen dan nutrient

dikarenakan adanya kelainan fungsi jantung yang berakibat jantung gagal memompa darah untuk

memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai

peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri.10

Epidemiologi

Gagal jantung merupakan suatu kondisi yang telah diketahui selama berabad-abad namun

penelitian epidemiologi sulit dilakukan karena tidak adanya definisi tunggal kondisi ini. Ketika

masih sedikit pemeriksaan jantung yang tersedia, definisi gagal jantung cenderung ke arah

patofisiologi , lalu kemudian definisi ditempatkan pada penekanan gagal jantung. Pemeriksaan

penunjang paling sering adalah ekokardiografi, dengan disfungsi ventrikel kiri biasanya

didefinisikan sebagai fraksi ejeksi < 30-45% pada kebanyakan survei epidemiologi.11

Sekitar 3-20 per 1000 orang pada populasi mengalami gagal jantung, dan prevalensinya

meningkat seiring pertambahan usia (100 per 1000 orang pada usia di atas 65 tahun), dan angka

ini akan meningkat dengan pertambahan usia populasi. Sekitar 100.000 pasien dirawat di rumah

sakit setiap tahun karena gagal jantung, merepresentasikan 5% dari semua perawatan medis dan

menghabiskan lebih dari 1% dana perawatan kesehatan nasional.11

Di Eropa kejadian gagal jantung berkisar 0,4-2% dan meningkat pada usia yang lebih

lanjut, dengan rata-rata umur 74 tahun. Ramalan dari gagal jantung akan jelek bila dasar atau

penyebabnya tidak dapat diperbaiki. Seperdua pasien gagal jantung akan meninggal dalam 4

tahun sejak diagnosis ditegakkan, dan pada keadaaan gagal jantung berat lebih dari 50% akan

meninggal dalam tahun pertama.10

24

Page 25: Case Besar Dr Lukman Revisi 2

Etiologi

Ada beberapa penyebab dimana fungsi jantung dapat terganggu. Yang paling sering

menyebabkan kemunduran dari fungsi jantung adalah kerusakan atau berkurangnya kontraktilitas

otot jantung, iskemik akut atau kronik, meningkatnya resistensi vaskuler dengan hipertensi, atau

adanya takiaritmia seperti atrial fibrilasi (AF). Penyakit jantung koroner adalah yang paling

sering menyebabkan penyakit miokard, dan 70% akan berkembang menjadi gagal jantung.

Masing -masing 10% dari penyakit jantung katup dan kardiomiopati akan menjadi gagal jantung

juga.12

Tabel 1. Penyebab gagal jantung

Jantung kiri primer

Penyakit jantung iskemik

Penyakit jantung

hipertensi

Penyakit katup aorta

Penyakit katup mitral

Miokarditis

Kardiomiopati

Amyloidosis jantung

Jantung kanan primer

Gagal jantung kiri

Penyakit pulmonari kronik

Stenosis katup pulmonal

Penyakit katup trikuspid

Penyakit jantung kongenital

(VSD,PDA)

Hipertensi pulmonal

Embolisme paru masif7

25

Page 26: Case Besar Dr Lukman Revisi 2

Gagal output rendah

Kelainan miokardium

Penyakit jantung iskemik

Kardiomiopati

Amyloidosis

Aritmia

Peningkatan tekanan

pengisian

Hipertensi sistemik

Stenosis katup

Semua menyebabkan

gagal ventrikel kanan

disebabkan penyakit paru

sekunder

Gagal output tinggi

Inkompetensi katup

Anemia

Malformasi arteriovenous

Overload volume plasma

Klasifikasi Gagal Jantung

Klasifikasi berbagai sindrom gagal jantung dibuat berdasarkan gambaran umum yang

mendominasi sindrom klinis secara keseluruhan. Hal ini bisa membantu diagnosis. Gagal jantung

akut secara garis besar sama dengan gagal jantung kiri dan disebabkan oleh kegagalan

mempertahankan curah jantung yang terjadi mendadak. Tidak terdapat cukup waktu untuk

terjadinya mekanisme kompensasi dan gambaran klinisnya didominasi oleh edema paru akut.3

Gagal jantung kronis secara garis besar sama dengan gagal jantung kanan. Curah jantung

menurun secara bertahap, gejala, dan tanda tidak terlalu jelas, dan didominasi oleh gambaran

yang menunjukkan mekanisme kompensasi. Yang membingungkan, sering terjadi gagal jantung

kiri dan kanan sekaligus, biasanya karena gagal jantung kiri kronis menyebabkan hipertensi

pulmonal sekunder dan gagal jantung kanan.12

26

Page 27: Case Besar Dr Lukman Revisi 2

Tabel 2. Klasifikasi menurut New York Heart Association.12

Klasifikasi Fungsional NYHA

(Klasifikasi berdasarkan Gejala dan Aktivitas Fisik)

Kelas I Tidak ada pembatasan aktivitas fisik. Aktivitas sehari – hari tidak

menyebabkan kelelahan, palpitasi atau sesak nafas.

Kelas II Sedikit pembatasan aktivitas fisik. Berkurang dengan istirahat, tetapi

aktivitas sehari – hari menyebabkan kelelahan, palpitasi atau sesak nafas.

Kelas III Adanya pembatasan yang bermakna pada aktivitas fisik. Berkurang dengan

istirahat, tetapi aktivitas yang lebih ringan dari aktivitas sehari – hari

menyebabkan kelelahan, palpitasi atau sesak nafas.

Kelas IV Tidak dapat melakukan aktivitas sehari – hari tanpa adanya kelelahan.

Gejala terjadi pada saat istirahat. Jika melakukan aktivitas fisik, keluhan

akan semakin meningkat.

Patofisiologi

Gagal jantung merupakan sindrom, walaupun penyebabnya berbeda-beda, namun bila

terjadi memiliki gejala, tanda, dan patofisiologi yang sama. Curah jantung yang tidak adekuat

menstimulasi mekanisme kompensasi yang mirip dengan respon terhadap hipovolemia.

Walaupun awalnya bermanfaat, pada ahirnya mekanisme ini menjadi maladaptif. Aktivasi

neurohumoral terjadi dengan peningkatan vasokonstriktor (renin, angiotensin II, katekolamin)

yang memicu retensi garam dan air serta meningkatkan beban ahir (afterload) jantung. Hal

tersebut mengurangi pengosongan ventrikel kiri (LV) dan menurunkan curah jantung, yang

menyebabkan aktivasi neuroendokrin yang lebih hebat, sehingga meningkatkan afterload dan

seterusnya, yang ahirnya membentuk lingkaran setan.10,13

Dilatasi ventrikel tergantung fungsi sistolik (penurunan fraksi ejeksi) dan retensi cairan

meningkatkan volume ventrikel. Jantung berdilatasi tidak efisien secara mekanis. Respon

terhadap jantung menimbulkan beberapa mekanisme kompensasi yang bertujuan untuk

27

Page 28: Case Besar Dr Lukman Revisi 2

meningkatkan volume darah, volume ruang jantung, tahanan pembuluh darah perifer dan

hipertropi otot jantung. Kondisi ini juga menyebabkan aktivasi dari mekanisme kompensasi

tubuh yang akut berupa penimbunan air dan garam oleh ginjal dan aktivasi system saraf

adrenergik.10,13

Kemampuan jantung untuk memompa darah guna memenuhi kebutuhan tubuh ditentukan

oleh curah jantung yang dipengaruhi oleh empar faktor yaitu: preload; yang setara dengan isi

diastolik akhir, afterload; yaitu jumlah tahanan total yang harus melawan ejeksi ventrikel,

kontraktilitas miokardium; yaitu kemampuan intrinsik otot jantung untuk menghasilkan tenaga

dan berkontraksi tanpa tergantung kepada preload maupun afterload serta frekuensi denyut

jantung.10,13

Dalam hubungan ini, penting dibedakan antara kemampuan jantung untuk memompa

(pump function) dengan kontraktilias otot jantung (myocardial function). Pada beberapa keadaan

ditemukan beban berlebihan sehingga timbul gagal jantung sebagai pompa tanpa terdapat depresi

pada otot jantung intrinsik. Sebaliknya dapat pula terjadi depresi otot jantung intrinsik tetapi

secara klinis tidak tampak tanda-tanda gagal jantung karena beban jantung yang ringan.10,13

Pada awal gagal jantung, akibat CO yang rendah, di dalam tubuh terjadi peningkatan

aktivitas saraf simpatis dan sistem renin angiotensin aldosteron, serta pelepasan arginin

vasopressin yang kesemuanya merupakan mekanisme kompensasi untuk mempertahankan

tekanan darah yang adekuat. Penurunan kontraktilitas ventrikel akan diikuti penurunan curah

jantung yang selanjutnya terjadi penurunan tekanan darah dan penurunan volume darah

arteri yang efektif. Hal ini akan merangsang mekanisme kompensasi neurohumoral.10,13

Vasokonstriksi dan retensi air untuk sementara waktu akan meningkatkan tekanan darah

sedangkan peningkatan preload akan meningkatkan kontraktilitas jantung melalui hukum

Starling. Apabila keadaan ini tidak segera teratasi, peninggian afterload, peninggian preload dan

hipertrofi/ dilatasi jantung akan lebih menambah beban jantung sehingga terjadi gagal jantung

yang tidak terkompensasi.10,13

Mekanisme yang menasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan kontraktilitas

jantung, yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah jantung normal. Konsep curah

28

Page 29: Case Besar Dr Lukman Revisi 2

jantung paling baik dijelaskan dengan persamaan CO=HR X SV dimana curah jantung

(CO:Cardiac Output) adalah fungsi frekuensi jantung (HR: Heart Rate) X volume sekuncup

(SF:Stroke Volume).10,13

Gambar 1. Patofisiologis.13

Frekuensi jantung adalah fungsi system saraf otonom. Bila curah jantung berkurang,

system saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan curah jantung

bila mekanisme kompensasi untuk mempertahankan perfusi jaringan yang memadai, maka

volume sekuncup jantunglah yang harus menyesuaikan diri ntuk mempertahan curah janung.

Tapi pada gagal jantung dengan masalah utama kerusakan dan kekakuan serabut otot jantung,

volume sekuncup berkurang dan curah jantung normal masih dapat dipertahankan.13

Volume sekuncup, jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi tergantung pada

tiga faktor; preload; kontraktilitas dan afterload. Preload adalah sinonim dengan Hukum Starling

29

Page 30: Case Besar Dr Lukman Revisi 2

pada jantung yang menyatakan bahwa jumlah darah yang mengisi jantung berbanding langsung

dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut jantung. Kontraktilitas

mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat sel dan berhubungan

dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar kalsium.13

Afterload mengacu pada besarnya ventrikel yang harus di hasilkan untuk memompa

darah melawan perbedaan tekanan yang di timbulkan oleh tekanan arteriole.13

Manifestasi Klinis Gagal Jantung

Tempat kongestif tergantung dari ventrikel yang terlibat :

1. Disfungsi ventrikel kiri atau gagal jantung kiri

Gagal jantung kiri atau gagal jantung ventrikel kiri terjadi karena adanya gangguan

pemompaan darah oleh ventrikel kiri sehingga curah jantung kiri menurun dengan akibat tekanan

akhir diastolik dalam ventrikel kiri dan volume akhir diastolik dalam ventrikel kiri meningkat.

Tanda dan gejala:

Dispnea: akibat penimbunan cairan dalam alveoli yang mengganggu pertukaran gas,

dapat terjadi saat istirahat atau dicetuskan oleh gerakan yang minimal atau sedang.

Ortopnea: kesulitan bernapas saat berbaring

Paroximal nokturna dispnea (terjadi bila pasien sebelumnya duduk lama dengan posisi

kaki dan tangan dibawah, pergi berbaring ke tempat tidur)

Batuk: biasa batuk kering dan basah yang menghasilkan sputum berbusa dalam jumlah

banyak kadang disertai banyak darah.

Mudah lelah: akibat cairan jantung yang kurang, yang menghambat cairan dari

sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme.

Kegelisahan: akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan bernafas, dan

pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik.15

2. Disfungsi ventrikel kanan atau gagal jantung kanan

Gagal jantung kanan karena gangguan atau hambatan pada daya pompa ventrikel kanan

sehingga isi sekuncup ventrikel kanan menurun tanpa didahului oleh adanya gagal jantung kiri.

30

Page 31: Case Besar Dr Lukman Revisi 2

Tanda dan gejala:

Edema ekstremitas bawah atau edema dependen.

Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan batas abdomen.

Anoreksia dan mual terjadi akibat pembesaran vena dan status vena didalam rongga

abdomen.

Nokturna: rasa ingin kencing pada malam hari, terjadi karena perfusi renal didukung oleh

posisi penderita pada saat berbaring.

Lemah: akibat menurunnya curah jantung, gangguan sirkulasi dan pembuangan produk

sampah katabolisme yang tidak adekuat dari jaringan.

Bendungan pada vena perifer (jugularis)

Gangguan gastrointestinal (perut kembung, anoreksia dan nausea) dan asites.

Perasaan tidak enak pada epigastrium.15

Gagal Jantung Kongestif

Bila gangguan jantung kiri dan jantung kanan terjadi bersamaan. Dalam keadaan

gagal jantung kongestif, curah jantung menurun sedemikian rupa sehingga terjadi bendungan

sistemik bersama dengan bendungan paru.15

Tanda dan gejala:

Kumpulan gejala gagal jantung kiri dan kanan.15

Diagnosis

Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

1. Anamnesis

Kriteria Framingham adalah kriteria epidemiologi yang telah digunakan secara luas.

Diagnosis gagal jantung kongestif mensyaratkan minimal dua kriteria mayor atau satu

kriteria mayor disertai dua kriteria minor, kriteria minor dapat diterima jika kriteria minor

tersebut tidak berhubungan dengan kondisi medis yang lain seperti hipertensi pulmonal,

PPOK, sirosis hati, atau sindroma nefrotik.14

31

Page 32: Case Besar Dr Lukman Revisi 2

Kriteria mayor :

1. Paroksismal nokturnal dispnea

2. Distensi vena leher

3. Ronki paru

4. Kardiomegali

5. Edema paru akut

6. Gallop S3

7. Peninggian tekanan vena jugularis

8. Refluks hepatojugular

9. Penurunan berat badan ≥4,5kg dalam 5 hari terapi16

Kriteria minor

1. Edema ekstremitas

2. Batuk malam hari

3. Dispnea d’effort

4. Hepatomegali

5. Efusi pleura

6. Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal

7. Takikardi (>120/menit)16

Pemeriksaan Fisik

Tekanan darah dan Nadi

Tekanan darah sistolik dapat normal atau tinggi pada HF ringan, namun biasanya

berkurang pada HF berat, karena adanya disfungsi LV berat. Tekanan nadi dapat berkurang atau

menghilang, menandakan adanya penurunan stroke volume. Sinus takikardi merupakan tanda

32

Page 33: Case Besar Dr Lukman Revisi 2

nonspesifik disebabkan oleh peningkatan aktivitas adrenergik. Vasokonstriksi perifer

menyebabkan dinginnya ekstremitas bagian perifer dan sianosis pada bibir dan kuku juga

disebabkan oleh aktivitas adrenergik berlebih. Pernapasan Cheyne-Stokes disebabkan oleh

berkurangnya sensitivitas pada pusat respirasi terhadap tekanan PCO2. Terdapat fase apneu,

dimana terjadi pada saat penurunan PO2 arterial dan PCO2 arterial meningkat. Hal ini merubah

komposisi gas darah arterial dan memicu depresi pusat pernapasan, mengakibatkan hiperventilasi

dan hipokapnia, diikuti rekurensi fase apnea. Pernapasan Cheyne-Stokes dapat dipersepsi oleh

keluarga pasien sebagai sesak napas parah (berat) atau napas berhenti sementara.15,16

Jugular Vein Pressure

Pemeriksaan vena jugularis memberikan informasi mengenai tekanan atrium kanan.

Tekanan vena jugularis paling baik dinilai jika pasien berbaring dengan kepala membentuk sudut

300. Tekanan vena jugularis dinilai dalam satuan cm H2O (normalnya 5-2 cm) dengan

memperkirakan jarak vena jugularis dari bidang diatas sudut sternal. Pada HF stadium dini,

tekanan vena jugularis dapat normal pada waktu istirahat namun dapat meningkat secara

abnormal seiring dengan peningkatan tekanan abdomen  (abdominojugular reflux positif).15,16

Ictus cordis

Pemeriksaan pada jantung, walaupun esensial, seringkali tidak memberikan informasi

yang berguna mengenai tingkat keparahan. Jika kardiomegali ditemukan, maka apex cordis

biasanya berubah lokasi dibawah ICS V (interkostal V) dan/atau sebelah lateral dari

midclavicular line, dan denyut dapat dipalpasi hingga 2 interkosta dari apex.15,16

Suara jantung tambahan

Pada beberapa pasien suara jantung ketiga (S3) dapat terdengar dan dipalpasi pada apex.

Pasien dengan pembesaran atau hypertrophy ventrikel kanan dapat memiliki denyut Parasternal

yang berkepanjangan meluas hingga systole. S3 (atau prodiastolic gallop) paling sering

ditemukan pada pasien dengan volume overload yang juga mengalami takikardi dan takipneu,

dan seringkali menandakan gangguan hemodinamika. Suara jantung keempat (S4) bukan

indicator spesifik namun biasa ditemukan pada pasien dengan disfungsi diastolic. Bising pada

regurgitasi mitral dan tricuspid biasa ditemukan pada pasien.15,16

Pemeriksaan paru

Ronchi pulmoner (rales atau krepitasi) merupakan akibat dari transudasi cairan dari ruang

intravaskuler kedalam alveoli. Pada pasien dengan edema pulmoner, rales dapat terdengar jelas

33

Page 34: Case Besar Dr Lukman Revisi 2

pada kedua lapangan paru dan dapat pula diikuti dengan wheezing pada ekspirasi (cardiac

asthma). Jika ditemukan pada pasien yang tidak memiliki penyakit paru sebelumnya, rales

tersebut spesifik untuk CHF. Perlu diketahui bahwa rales seringkali tidak ditemukan pada pasien

dengan CHF kronis, bahkan dengan tekanan pengisian ventrikel kiri yang meningkat, hal ini

disebabkan adanya peningkatan drainase limfatik dari cairan alveolar. Efusi pleura terjadi karena

adanya peningkatan tekanan kapiler pleura dan mengakibatkan transudasi cairan kedalam rongga

pleura. Karena vena pleura mengalir ke vena sistemik dan pulmoner, efusi pleura paling sering

terjadi dengan kegagalan biventrikuler. Walaupun pada efusi pleura seringkali bilateral, namun

pada efusi pleura unilateral yang sering terkena adalah rongga pleura kanan.15,16

Pemeriksaan hepar dan hepatojugular reflux

Hepatomegali merupakan tanda penting pada pasien CHF. Jika ditemukan, pembesaran

hati biasanya nyeri pada perabaan dan dapat berdenyut selama systole jika regurgitasi trikuspida

terjadi. Ascites sebagai tanda lanjut, terjadi sebagai konsekuensi peningkatan tekanan pada vena

hepatica dan drainase vena pada peritoneum. Jaundice, juga merupakan tanda lanjut pada CHF,

diakibatkan dari gangguan fungsi hepatic akibat kongesti hepatic dan hypoxia hepatoseluler, dan

terkait dengan peningkatan bilirubin direct dan indirect.15,16

Edema tungkai

Edema perifer merupakan manifestasi cardinal pada CHF, namun tidak spesifik dan

biasanya tidak ditemukan pada pasien yang diterapi dengan diuretic. Edema perifer biasanya

sistemik dan dependen pada CHF dan terjadi terutama pada daerah Achilles dan pretibial pada

pasien yang mampu berjalan. Pada pasien yang melakukan tirah baring, edema dapat ditemukan

pada daerah sacral (edema presacral) dan skrotum. Edema berkepanjangan dapat menyebabkan

indurasi dan pigmentasi ada kulit.15,16

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium dibutuhkan untuk mengetahui sejauh mana gagal jantung telah

mengganggu fungsi-fungsi organ lain seperti : hati, ginjal dan lain-lain. Pemeriksaan hitung

darah dapat menunjukan anemia, karena anemia ini merupakan suatu penyebab gagal

jantung output tinggi dan sebagai faktor eksaserbasi untuk bentuk disfungsi jantung lainnya.15

34

Page 35: Case Besar Dr Lukman Revisi 2

Pemeriksaan Penunjang

a. Radiologi/Rontgen.

Pada pemeriksaan rontgen dada ini biasanya yang didapatkan bayangan hilus paru

yang tebal dan melebar, kepadatan makin ke pinggir berkurang, lapangan paru bercak-

bercak karena edema paru, pembesaran jantung, cardio-thoragic ratio (CTR) meningkat,

distensi vena paru.15

b. Pemeriksaan EKG.

Dari hasil rekaman EKG ini dapat ditemukan kelainan primer jantung ( iskemik,

hipertrofi ventrikel, gangguan irama ) dan tanda-tanda faktor pencetus akut ( infark

miocard, emboli paru ).15

c. Ekhokardiografi.

Pemeriksaan ini untuk mendeteksi gangguan fungsional serta anatomis yang menjadi

penyebab gagal jantung.15

Penatalaksanaan

A. Terapi non farmakologi

a. Diet : Pasien gagal jantung dengan diabetes, dislipidemia atau obesitas harus diberi

diet yang sesuai untuk menurunkan gula darah, lipid darah, dan berat badannya.

Asupan garam harus dibatasi menjadi 1-2 g /hari, 2 g/hari (ringan) atau 1 g/hari

(berat). Restriksi cairan maksimal 1,5-2 L/hari. 1,5L/hari (ringan) dan 1L/hari

(berat).

b. Berhenti merokok dan konsumsi alcohol.

c. Aktivitas fisik olahraga yang teratur seperti berjalan atau bersepeda dianjurkan

untuk pasien gagal jantung yang stabil (NYHA kelas II-III) dengan intensitas yang

nyaman bagi pasien.

d. Istirahat : dianjurkan untuk gagal jantung akut atau tidak stabil.

e. Bepergian : hindari tempat-tempat tinggi dan tempat-tempat yang sangat panas atau

lembab.16

35

Page 36: Case Besar Dr Lukman Revisi 2

B. Terapi farmakologis

Algoritme

Tabel 1. Terapi obat menurut status fungsional pasien

Angiotensin-Converting Enzyme Inhibitors

ACE-Inhibitors sekarang dipakai sebagai dasar (cornerstone) terapi untuk penderita dis-

fungsi sistolik, dengan tidak memandang beratnya gejala. Tetapi dengan pertimbangkan side

effects seperti simtomatik hipotensi, perburukan fungsi ginjal, batuk dan angioedema, maka

terdapat hambatan pada pemakaiannya baik underprescribing maupun underdosing obat

tersebut, khususnya pada orang-orang tua. Pada penelitian klinik menunjukkan bahwa hal

yang menimbulkan ketakutan-ketakutan tersebut tidak ditemui, dikarenakan obat tersebut

diberikan dengan dosis yang rendah dan dititrasi pelahan sampai mencapai dosis target

memberi hasil yang efektif sehingga ACE-inhibitor umumnya dapat ditolerir dengan baik.11

b.

36

ACE inhibitor diindikasikan pada semua pasien gagal jantung sistolik, tanpa

memandang beratnya simptom.

Awali pengobatan dengan dosis yang rendah dan dititrasi sampai dosis

maksimum yang dapat ditoleris dalam 3-4 minggu.

Nasehati pasien yang sedang memakai ACE inhibitor, bahwa mungkin

mengalami batuk-batuk; keadaan ini terjadi pada 15% sampai 20% pasien

yang memakai ACE inhibitors.

Sebelum mengawali pengobatan dan selama serta setelah titrasi, periksa

Natrium ,Kalium dan Creatinine serum.

Waspada terhadap dapat terjadinya ’first-dose hypotension’ pada

hiponatremia, dosis diuretika yang tinggi, hipotensi (tekanan darah sistolik

<100 mmHg) sebelum meng-awali terapi ACE inhibitor.

Page 37: Case Besar Dr Lukman Revisi 2

Tabel 2. Pemakaian ACE inhibitor pada Pasien CHF15

β Receptor Blockers

Hampir semua pengobatan ’standard’ penderita gagal jantung, mempunyai mekanisme

kerja memperbaiki hemodinamika dan simptomatik secara akut. Efek segera dari β-bloker

sebaliknya dapat memperburuk hemodinamik, kadang-kadang menyebabkan peburukan gejala

yang berat, makanya sudah sejak lama pemakaian obat ini dikontraindikasikan pada pasien-

pasien CHF. Meskipun demikian, bukti-bukti bahwa pemberian secara kronik dari β-bloker

memperbaiki fungsi jantung dan menurunkan morbiditas serta mortalitas pasien CHF.

Sesungguhnya bukti-bukti pemakaian β-bloker pada pasien CHF yang ditunjukkan pada banyak

randomized controlled trials jauh lebih banyak daripada dengan trial-trial ACE inhibitor.15

Tiga β-bloker yang akhir-akhir ini di approved untuk pengobatan gagal jantung di

Australia, yaitu bisoprolol, carvedilol dan slow-release metoprolol succinate. Setiap jenis obat

tersebut telah menunjukkan penurunan mortalitas dan hospitalisasi pasien CHF seperti

ditunjukkan pada suatu trial besar placebo-controlled. Manfaat seperti ini tidak selalu

ditampakkan pada pemakaian β-bloker lain. Cardevilol atau Metoprolol European Trial

(COMET), membandingkan carvedilol dan standard-release metoprolol tartrate, didapat hasil

survival yang lebih baik pada pasien-pasien yang mendapat carvedilol.15

Anti trombotik

Pada gagal jantung kronik yang disertai fibrilasi atrium, riwayat fenomena tromboemboli,

bukti adanya thrombus yang mobile, pemakaian antikoagulan sangat diajurkan. Pada gagal

jantung kronik dengan penyakit jantung koroner, dianjurkan pemakaian antiplatelet. Aspirin

harus dihindari pada perawatan rumah sakit berulang dengan gagal jantung yang memburuk.15

37

Page 38: Case Besar Dr Lukman Revisi 2

Sebagai acuan praktis dari ESC guidelines 2005, strategi pemilihan kombinasi obat pada

berbagai keadaan gagal jantung secara sistematis dapat dilihat dalam gambar berikut :

Gambar 3. ESC guidelines

Diabetes Mellitus Tipe II

Penegakan Diagnosa

DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Guna penentuan diagnosis DM,

pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik

dengan bahan darah plasma vena, sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat

dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer.17

2.3.1 Anamnesis

38

Page 39: Case Besar Dr Lukman Revisi 2

Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang DM. Kecurigaan adanya DM perlu

dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti di bawah ini:

- Keluhan klasik DM berupa: poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang

tidak dapat dijelaskan sebabnya.

- Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi

pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.17

2.5 Langkah-langkah Diagnostik DM

1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200

mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM

2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL dengan adanya keluhan klasik.

3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO).

Langkah-langkah dan gangguan toleransi glukosa. Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi

kriteria normal atau DM, bergantung pada hasil yang diperoleh, maka dapat digolongkan ke

dalam kelompok toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu

(GDPT). 17

39

Page 40: Case Besar Dr Lukman Revisi 2

1. TGT: Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa

plasma 2 jam setelah beban antara 140 – 199 mg/dL (7,8-11,0 mmol/L).

2. GDPT: Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa

didapatkan antara 100 – 125 mg/dL (5,6 – 6,9 mmol/L) dan pemeriksaan TTGO gula

darah 2 jam < 140 mg/dL.8

Etiologi

Diabetes Melitus Tipe 2 atau Insulin Non-dependent Diabetes Mellitus/NIDDM. Pada

penderita DM tipe ini terjadi hiperinsulinemia tetapi insulin tidak bisa membawa glukosa masuk

ke dalam jaringan karena terjadi resistensi insulin. Hal tersebut dapat mengakibatkan

berkurangnya sekresi insulin pada glukosa bersama bahan sekresi insulin lain sehingga sel beta

40

Page 41: Case Besar Dr Lukman Revisi 2

pankreas akan mengalami desensitisasi terhadap adanya glukosa. Onset DM tipe ini terjadi

perlahan-lahan karena itu gejalanya asimtomatik. Adanya resistensi yang terjadi perlahan-lahan

akan mengakibatkan sensitivitas reseptor akan glukosa berkurang.17

Patofisiologi

Pada DM tipe II, disposisi genetik juga berperan penting. Namun terdapat defisiensi

insulin relatif pasien tidak mutlak bergantung pada suplai insulin dari luar. Pelepasan insulin

dapat normal atau bahkan meningkat, tetapi organ target memiliki sensitifitas yang berkurang

terhadap insulin. Ketidakseimbangan antara suplai dan pengeluaran energi meningkatkan

konsentrasi asam lemak di dalam darah. Hal ini selanjutnya akan menurunkan penggunaan

glukosa di otot dan jaringan lemak. Akibatnya, terjadi resistensi insulin yang memaksa untuk

meningkatan pelepasan insulin. Akibat regulasi menurun pada reseptor, resistensi insulin

semakin meningkat. Penyebab yang lebih penting adalah adanya disposisi genetic yang

menurunkan sensitifitas insulin. Sering kali, pelepasan insulin selalu tidak pernah normal.

Beberapa gen telah di identifikasi sebagai gen yang menigkatkan terjadinya obesitas dan DM

tipe II. Diantara beberapa factor, kelaian genetic pada protein yang memisahkan rangkaian di

mitokondria membatasi penggunaan substrat. Jadi, diabetes tipe II cenderung menyebabkan

hiperglikemia berat tanpa disertai gangguan metabolisme lemak.17

Penatalaksanaan diabetes mempunyai tujuan akhir untuk menurunkan morbiditas dan

mortalitas DM, yang secara spesifik ditujukan untuk mencapai 2 target utama, yaitu: 1. menjaga

agar kadar glukosa plasma berada dalam kisaran normal 2. mencegah atau meminimalkan

kemungkinan terjadinya komplikasi diabetes. The American Diabetes Association (ADA)

merekomendasikan beberapa parameter yang dapat digunakan untuk menilai keberhasilan

penatalaksanaan diabetes (Tabel 2).11

Tabel 2 . Target Penatalaksanaan Diabetes Parameter Kadar Ideal Yang Diharapkan

Parameter Kadar ideal yang diharapkan

Kadar glukosa darah puasa

Kadar glukosa plasma puasa

Kadar glukosa darah saat tidur

80-120mg/dl

90-130mg/dl

100-140mg/dl

41

Page 42: Case Besar Dr Lukman Revisi 2

(bedtime blood glucose)

Kadar glukosa plasma saat tidur

(bedtime plasma glucose)

Kadar insulin

Kadar HbA1c

Kadar kolesterol HDL

110-150mg/dl

<7%

<7mg/dl

>45mg/dl (pria)

42

Page 43: Case Besar Dr Lukman Revisi 2

Daftar Pustaka

1. "Atrial Fibrillation (for Professionals)". American Heart Association, Inc. 2008-12-04.

Archived from the original on 2009-03-28.

2. Friberg J, Buch P, Scharling H, Gadsbphioll N, Jensen GB. (2003). "Relationship

between left atrial appendage function and left atrial thrombus in patients with

nonvalvular chronic atrial fibrillation and atrial flutter".Circulation Journal 67 (1): 68–72.

3. Narumiya T, Sakamaki T, Sato Y, Kanmatsuse K ( January 2003). “Relationship between

left atrial appendage function and left atrial thrombus in patient with nonvalvular chronic

atrial fibrillation and atrial flutter”. Circulation Journal 67.

4. Sanfilippo AJ, Abascal VM, Sheehan M, Oertel LB, Harrigan P, Hughes RA dan

Weyman AE (1990). "Atrial enlargement as a consequence of atrial fibrillation A

prospective echocardiographic study" . Circulation 82 (3): 792–7.

5. Nasution SA, Ismail D. 2006. Fibrilasi Atrial. Buku Ajar Ilmu penyakit Dalaml. Ed.3.

Jakarta. EGC, 1522-27.

6. Wattigney WA, Mensah GA, Croft JB (2002). "Increased atrial fibrillation mortality:

United States, 1980-1998". Am. J. Epidemiol. 155 (9): 819–26.

7. Blackshear JL, Odell JA (February 1996). "Appendage obliteration to reduce stroke in

cardiac surgical patients with atrial fibrillation". Ann. Thorac. Surg. 61 (2): 755–9.

8. Wolf PA, Dawber TR, Thomas HE, Kannel WB (1978). "Epidemiologic assessment of

chronic atrial fibrillation and risk of stroke: the Framingham study". Neurology 28 (10):

973–7.

9. Harrison (2000). Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam Volume 3 Edisi 13. EGC: 1418-

87.

10. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S. Ilmu penyakit dalam.

Jakarta: Internal Publishing; 2009. h. 1521-24.

11. Gray HH, Dawkins KD, Morgan JM, Simpson IA. Kardiologi. Edisi ke-4. Jakarta:

Erlangga; 2003. h. 80.

12. Davey P. At a glance medicine. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2006. h. 150-2.

13. Anthony S. Fauci. Harrison’s internal medicine. 17th Edition. USA: McGraw – Hill;

2008. p 1129-34.

43

Page 44: Case Besar Dr Lukman Revisi 2

14. Rilantono LI, Baraas F, Karo SK. Buku ajar kardiologi. Jakarta : FKUI; 2004.h.115-135

15. Sudoyo AW, Setioyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit

dalam. Jilid II. Edisi 5. Jakarta : Interna Publishing; 2009.h.1583-1596

16. Soemasto AS, Amelz H, Junadi P, Mansyur M, Saleh CA. Kapita selekta kedokteran.

Jakarta : Media Aesculapius;2014.h.742-748

17. Price Sylvia dan M W Lorraine. Pankreas: Metabolisme Glukosa dan Diabetes Melitus. Dalam

Patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2013.h. 1260-64.

44