Case Anestesi
-
Upload
ain-hariri -
Category
Documents
-
view
139 -
download
17
description
Transcript of Case Anestesi
PEMBAHASAN
DEFINISI ANESTESI UMUM
Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an-"tidak, tanpa" dan aesthtos,
"persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa
sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit
pada tubuh. Istilah anestesi digunakan pertama kali oleh Oliver Wendel Holmes Sr pada tahun
1846.
Anestesi umum adalah hilang rasa sakit disertai hilangnya kesadaran. Anestesi
digunakan pada pembedahan dengan maksud mencapai keadaan pingsan , merintangi rangsangan
nyeri (analgesia), memblokir reaksi refleks terhadap manipulasi pembedahan serta menimbulkan
pelemasan otot (relaksasi). Anestesi umum yang kini tersedia tidak dapat memenuhi tujuan ini
secara keseluruhan, maka pada anestesi untuk pembedahan umumnya digunakan kombinasi
hipnotika, analgetika, dan relaksansia otot.
Komponen Anestesia Umum
Pada anestesia umum terdapat trias anestesia yaitu hipnotik (hilang kesadaran), analgetik
dan relaksasi. Hipnotik dapat dilakukan dengan hambatan mental, analgetik dapat dilakukan
dengan hambatan sensori dan relaksasi dengan hambatan refleks dan hambatan motorik.
Analgesia :
Terjadi hambatan sensori, di sini rangsangan nyeri dihambat secara sentral sehingga tidak
dapat diartikan di korteks serebri. Analgesia bisa terjadi dalam berbagai tingkatan dimulai
dengan light analgesia (stadium I) sampai true analgesia di mana semua sensasi hilang.
Relaksasi:
Bisa terjadi karena adanya hambatan motorik dan hambatan refleks. Pada hambatan motorik terjadi depresi area motorik di otak dan hambatan impuls efferent, sehingga terjadi relaksasi otot skelet. Efek depresi motorik ini bergantung pada ke dalaman anestesia, di mana otot pernafasan / diafragma yang paling akhir ditekan.
Pada hambatan refleks, terjadi penekanan refleks misalnya ada sistem respirasi untuk mencegah brokospasme, laringospasme, pembentukan mukus. Pada sirkulasi untuk mencegah terjadinya aritmia dan pada gastrointestinal untuk mencegah mual, muntah.
Hipnotik:
Terjadi hambatan mental. Ada beberapa tingkatan dimulai dari tenang, sedasi, light sleep
atau hipnosis, deep sleep atau narkosis, complete anaesthesia, dan terakhir terjadi depresi medula
oblongata.
CARA PEMBERIAN ANESTESI UMUM
Anestesi umum dapat diberikan secara inhalasi atau injeksi intravena.
Anestesi inhalasi
Antara obat yang diberikan adalah halotan, enfluran, isofluran, sevofluran, desflurane,
dan methoxyflurane yang merupakan cairan yang mudah menguap. Obat-obat ini diberikan
sebagai uap melalui saluran napas.
Cara pemberian anestesi inhalasi:
1. Open drop method: zat anestesi diteteskan pada kapas yang diletakkan di depan hidung
penderita sehingga kadar zat anestesi yang dihisap tidak diketahui dan pemakaiannya
boros karena zat anestesi menguap ke udara terbuka.
2. Semiopen drop method: cara ini hamper sama dengan open drop, hanya untuk
mengurangi terbuangnya zat anestesi maka digunakan masker.
3. Semiclosed method: udara yang dihisap diberikan bersamaan oksigen yang dapat
ditentukan kadarnya. Keuntungan cara ini adalah dalamnya anestesi dapat diatur dengan
memberikan zat anestesi dalam kadar tertentu dan hipoksia dapat dihindari dengan
pemberian O2.
4. Closed method: hampir sama seperti semiclosed, hanya udara ekspirasi dialirkan melalui
NaOH yang dapat mengikat CO2, sehingga udara yang mengandung anestesi dapat
digunakan lagi. Cara ini lebih hemat, aman, dan lebih mudah, tetapi harga alatnya cukup
mahal.
Jenis-jenis anestesi inhalasi generasi pertama seperti ether, cyclopropane, dan chloroform sudah
tidak digunakan lagi di negara-negara maju karena sifatnya yang mudah terbakar (misalnya ether
dan cyclopropane) dan toksisitasnya terhadap organ (chloroform).
Anestesi Intravena.
Beberapa obat digunakan secara intravena ( baik sendiri atau dikombinasikan dengan
obat lain) untuk menimbulkan anestesi, atau sebagai komponen anestesi berimbang (balanced
anesthesia), atau untuk menenangkan pasien di unit rawat darurat yang memerlukan bantuan
napas buatan untuk jangka panjang. Untuk anestesi intravena total biasanya menggunakan
propofol.
Anestesia intravena paling sering digunakan untuk induksi karena cara pemberiannya
mudah, onsetnya cepat dan keberhasilannya tinggi. Pemeliharaan anestesianya dengan N2O/O2 +
uap anestetik.
Obat anestetik intravena yang ideal adalah harus non-iritant pada jaringan,mula kerja
cepat, lama kerja pendek,tanpa efek eksitatori,tidak menekan kardiovaskular,punya efek amnesia
dan analgesia,menghasilkan kondisi operasi yang baik,pemulihan yang cepat dan penuh,tanpa
efek samping,tidak menyebabkan mual-muntah.
Teknik pemberian anestesi umum
Anestesi inhalasi :
- Respirasi Spontan : Sungkup wajah
: Intubasi endotrakeal
: Laryngeal mask airway (LMA)
- Respirasi kendali : Intubasi endotrakeal
: Laryngeal mask airway
Anestesia intravena :
- Tanpa intubasi endotrakeal
- Dengan intubasi endotrakeal
Anestesi dengan menggunakan sungkup wajah dianjurkan apabila pembedahan singkat ½ - 1 jam tanpa membuka peritoneum,bukan operasi daerah kepala atau leher,lambung kosong dan ASA 1 – 2.Jika di luar dari kriteria di atas, sebaiknya digunakan intubasi endotrakeal.
STADIUM ANESTESI UMUM
Guedel (1920) membagi anestesi umum dengan eter dalam 4 stadium (stadium III dibagi
menjadi 4 plana), yaitu:
• Stadium I (analgesi)
Dimulai dari saat pemberian zat anestetik sampai hilangnya kesadaran. Pada stadium ini
pasien masih dapat mengikuti perintah dan terdapat analgesi (hilangnya rasa sakit).
Tindakan pembedahan ringan, seperti pencabutan gigi dan biopsi kelenjar, dapat
dilakukan pada stadium ini.
• Stadium II (delirium/eksitasi, hiperrefleksi) dimulai dari hilangnya kesadaran dan refleks
bulu mata sampai pernapasan kembali teratur. Pada stadium ini terlihat adanya eksitasi
dan gerakan yang tidak menurut kehendak, pasien tertawa, berteriak, menangis,
menyanyi, pernapasan tidak teratur, kadang-kadang apne dan hiperpnu, tonus otot rangka
meningkat, inkontinensia urin dan alvi, muntah, midriasis, hipertensi serta takikardia.
stadium ini harus cepat dilewati karena dapat menyebabkan kematian.
• Stadium III (pembedahan) dimulai dengan teraturnya pernapasan sampai pernapasan
spontan hilang. StadiumIII dibagi menjadi 4 plana yaitu:
Plana 1: Pernapasan teratur, spontan, dada dan perut seimbang, terjadi gerakan bola mata yang
tidak menurut kehendak pupil miosis, refleks cahaya ada, lakrimasi meningkat, refleks faring dan
muntah tidak ada dan belum tercapai relaksasi otot lurik yang sempurna (tonus otot mulai
menurun).
Plana 2: Pernapasan teratur, spontan, perut-dada, volume tidak menurun, frekuensi meningkat,
bola mata tidak bergerak, terfiksasi di tengah, pupil midriasis, refleks cahaya mulai menurun,
relaksasi otot sedang, dan refleks laring hilang sehingga dapat dikerjakan intubasi.
Plana 3: Pernapasan teratur oleh perut karena otot interkostal mulai paralisis, lakrimasi tidak ada,
pupil midriasis dan sentral, refleks laring dan peritoneum tidak ada, relaksasi otot lurik hampir
sempurna (tonus otot semakin menurun).
Plana 4: Pernapasan tidat teratur oleh perut karena otot interkostal paralisis total, pupil sangat
midriasis; refleks cahaya hilang, refleks sfingter ani dan kelenjar air mata tidak ada, relaksasi
otot lurik sempurna (tonus otot sangat menurun).
• Stadium lV
Stadium IV (paralisis medula oblongata) dimulai dengan melemahnya pernapasan perut
dibanding stadium III plana 4. Pada stadium ini tekanan darah tak dapat diukur, denyut
jantung berhenti, dan akhimya terjadi kematian. Kelumpuhan pernapasan pada stadium
ini tidak dapat diatasi dengan pernapasan buatan.
INDIKASI ANESTESI UMUM
Indikasi anestesia umum adalah :
1. Bayi dan anak-anak.2. Operasi yang luas.3. Pasien dengan kelainan mental.4. Bila pasien menolak analgesia lokal.5. Operasi yang lama.6. Operasi di mana dengan analgesia lokal tidak praktis dan tidak menguntungkan.7. Pasien dalam terapi antikoagulan.8. Pasien yang alergi terhadap obat analgetik lokal.
Pada anestesia umum inhalasi atau intravena, trias anestesia dapat diperoleh dengan dosis besar satu macam obat anestetik inhalasi atau intravena, tetapi akan disertai adanya efek samping. Misalnya dengan pentothal saja atau dengan halotan saja.
Untuk mencegah adanya efek samping tersebut, maka anestesia umum dilakukan dengan konsep anestesia seimbang di mana pasien diberikan obat untuk setiap komponen anestesia, yaitu hipnotik, analgetik dan relaksasi
Contoh obat anestetik seimbang
Anestesia inhalasi Anestesia intravena
Hipnotik N2O, halotan, enfluran, isofluran, sevofluran.
Tiopental, Propofol, Diazepam, Midazolam, Ketamin.
Analgetik Narkotik analgetik (Petidin, Morfin, Fentanil, Sufentanil, Alfentanil).
Narkotik analgetik.
Relaksasi Semua obat pelumpuh otot (Suksinilkolin, Rokuronium, Vekuronium, Atrakurium)
Semua obat pelumpuh otot.
TAHAPAN ANESTESI UMUM
Persiapan Praanestesi
Keadaan fisis pasien telah dinilai sebelumnya pada kunjungan praanestesi meliputi
anamnesis, pemeriksaan fisis, laboratorium, dll. Saat masuk ruang operasi pasien dalam keadaan
puasa. Identitas pasien harus telah ditandatangani sesuai dengan-rencana operasi dan informed
consent.
Dilakukan penilaian praoperasi. Keadaan hidrasi pasien dinilai, apakah terdapat hipovolemia,
perdarahan, diare, muntah, atau demam. Akses, intravena dipasang untuk pemberian cairan infus,
transfusi, dan obat-obatan. Dilakukan pemantauan elektrogradiografi (EKG), tekanan darah
(tensimeter), saturasi O2 (pulse oxymeter),kadar CO2, dalam darah(kapnograf), dan tekanan
vena sentral (CVP). Premedikasi dapat diberikan diberikan oral, rektal, intramuskular, atau
intravena.Keadaan fisik pasien diklasifikasikan berdasarkan status ASA(The American Society
Of Anesthesiologist)
• ASA I : Pasien dalam keadaan normal dan sehat.
• ASA II : Pasien dengan kelainan sistemik ringan sampai sedang baik karena penyakit bedah maupun
penyakit lain. Contohnya : pasien batu ureter dengan hipertensi sedang terkontrol, atau pasien appendisitis
akut dengan lekositosis dan febris.
• ASA III : Pasien dengan gangguan atau penyakit sistemik berat yang diakibatkan karena berbagai
penyebab. Contohnya: pasien appendisitis perforasi dengan septisemia, atau pasien ileus obstrukstif
dengan iskemia miokardium.
• ASA IV: Pasien dengan kelainan sistemik berat yang secara langsung mengancam kehidupannya.
Contohnya: Pasien dengan syok atau dekompensasi kordis.
• ASA V : Pasien tak diharapkan hidup setelah 24 jam walaupun dioperasi atautidak.
Contohnya : pasien tua dengan perdarahan basis kranii dan syok hemoragik karena ruptur hepatik.
Klasifikasi ASA juga dipakai pada pembedahan darurat dengan mencantumkan tanda darurat ( E =
EMERGENCY ), misalnya ASA IE atau IIE
Kelengkapan dan fungsi mesin anestesi serta peralatan intubasi diperiksa. Pipa
endotrakeal dipilih sesuai dengan pasien, baik ukuran maupun jenis laringoskopnya. Lampu
diperiksa fungsinya, pipa endotrakeal diberi pelicin analgetik, dan balon pipa endotrakeal (cuff)
diperiksa.
Induksi Anestesia
Induksi adalah untuk menghantarkan penderita ke stadium operasi. Untuk melakukan induksi dapat dilakukan dengan obat anestetik intravena, intramuskular, atau langsung dengan
obat anestetik inhalasi. Bila dilakukan dengan anestesia inhalasi bergantung pada jenis obat anestetik inhalasi yang diberikan, maka teknik induksinya akan berbeda.
Induksi anestesi adalah tindakan membuat pasien sadar menjadi tidak sadar.Sebagai persiapan induksi,alat-alat yang harus disediakan adalah STATICS, yaitu Scope, Tubes, Airway, Tape, Introducer, Connector,dan Suction.
Terdapat beberapa tipe induksi,yaitu:
1. Induksi intravena
Obat yang digunakan adalah:
Tiopental : dosis 3-7mg/kgBBPropofol : dosis 2-3mg/kgBBKetamin : dosis 1-2mg/kgBB
2. Induksi inhalasi Obat yang digunakan adalah:
- Halotan.memerlukan gas pendorong O2 atau campuran N2O dan O2.Induksi dimulai dengan aliran o2 > 4L/menit atau campuran N2O:O2 = 3:1 aliran >4L/menit,dimulai dengan halotan 0,5% sampai konsentrasi yang dibutuhkan.Sering menyebabkan pasien batuk.- Sevofluran.Lebih banyak digunakan,jarang menyebabkan batuk.
3. Induksi per rectal
Banyak digunakan pada anak,menggunakan thiopental dan midazolam
4. Induksi mencuri
Dilakukan pada anak dan bayi yang sedang tidur.Caranya seperti induksi inhalasi biasa,tetapi sungkup muka tidak ditempelkan di muka pasien langsung.Beri jarak beberapa sentimeter,sampai pasien tertidur baru ditempel.
Bila penderita tidak sadar, maka problem utama adalah jalan nafas, karena dapat terjadi sumbatan jalan nafas yang bisa parsial atau total. Tanda-tanda sumbatan parsial adalah adanya dengkuran (snoring), keadaan tercekik (crowing), bunyi kumur-kumur (gargling), atau wheezing, adanya retraksi dada dan sianosis. Bunyi itu bergantung pada lokasi sumbatannya, misalnya snoring adalah akibat pangkal lidah jatuh ke belakang, crowing adalah sumbatan pada daerah laring, dan whezing adalah sumbatan pada bronkus. Pada sumbatan total tidak terdengar atau terasa aliran udara dari mulut / hidung, adanya retraksi supraklavikular, retraksi interkostal, dada tidak mengembang bila dilakukan ventilasi / inflasi paru, dan juga sianosis.
Problem lain selama induksi anestesia adalah sungkup muka (face mask) yang tidak rapat (misalnya karena hidung terlalu mancung, pasien ompong, atau jenggotnya sangat lebat), depresi nafas, batuk, spasme laring, adanya mukus dan saliva, atau juga muntah. Semuanya harus segera ditanggulangi. Cara penanggulangannya adalah dengan membebaskan jalan nafas, misalnya dengan Manuver tripel Safar (ekstensi kepala, tarik angulus mandibula, buka mulut), pengisapan lendir / saliva / muntahan, pasang pipa orofaring (mayo), intubasi endotrakeal, bahkan kalau tetap tidak bisa membebaskan jalan nafas, bisa dilakukan krikotirotomi atau trakeostomi.
Tanda-tanda induksi berhasil adalah hilangnya refleks bulu mata. Jika bulu mata disentuh, tidak ada gerakan pada kelopak mata.
Teknik induksi anestesi umum respirasi spontan dengan menggunakan sungkup wajah dapat dilakukan dengan langkah-langkah berikut :
1. berikan O2 100% 5 L/menit selama 3-5 menit
2. induksi dengan tiopental (4-6 mg/kg berat badan) atau propofol (2 mg/kg berat badan)
3. pasien geriatri dosisnya dikurangi, sedang alkoholis dinaikkan dosisnya.
4. Setelah pasien tertidur (refleks bulu mata menghilang), sungkup wajah ditempelkan rapat-rapat menutupi mulut dan hidung pasien.
5. Buka jalan napas pasien – ekstensikan leher.
6. Buka / putar dial agent inhalasi dan N2O.
7. N20 diberikan 50%-70% dari volum semenit. Oksigen diberikan 30%-50% dari volum semenit.
8. Halotan/enfluran/Isofluran/Sevofluran diberikan dengan konsentrasi 2%, kemudian tiap lima kali inspirasi, kosentrasinya tingkatkan secara bertahap sampai diperoleh kedalaman anestesi yang diinginkan.
9. Konsentrasi diturunkan jika anestesi terlalu dalam.
10. Lakukan rumatan anestesi.
11. Halotan/enfluran/isofluran/sevofluran dihentikan beberapa menit sebelum operasi.
12. N2O dihentikan ketika akhir penjahitan kulit.
13. Berikan O2 saja sampai pasien terbangun.
Rumatan anestesi
Dapat dikerjakan secara intravena(anestesi intravena total) atau dengan inhalasi atau dengan campuran intravena inhalasi.Tujuannya adalah untuk mencapai trias anestesi,yaitu tidur ringan(hypnosis),analgesia cukup,tidak nyeri dan relaksasi otot lurik yang cukup.
Rumatan intravena
Menggunakan opioid,sama ada dosis tinggi atau dosis biasa.
- Dosis tinggi: Fentanil 10-50ug/kgBB
- Dosis biasa : Propofol 4-12 mg/kgBB/jam
Rumatan inhalasi
Menggunakan campuran N2O dan O2 3:1 ditambah halotan 0,5-2vol% atau enfluran 2-4 vol% atau isofluran 2-4vol% atau sevofluran 2-4vol%.
Selama operasi berlangsung dilakukan pemantauan anestesi. Hai-hal yang dipantau adalah fungsi vital (pernapasan, tekanan darah, nadi, dan kedalaman anestesi, misalnya adanya gerakan, batuk, mengedan, perubahan pola napas, takikardia, hipertensi, keringat, air mata, midriasis.
Ventilasi pada anestesi umum dapat secara spontan, bantu, atau kendali tergantung jenis, lama, dan posisi operasi. Cairan infus diberikan dengan memperhitungkan kebutuhan puasa, rumatan, perdarahan, evaporasi, dll. Jenis cairan vang diberikan dapat berupa kristaloid (ringer laktat, NaCl, dekstrosa 5%), koloid (plasma expander,albumin 5%), atau tranfusi darah bila perdarahan terjadi lebih dan 20% volume darah.
Selama pasien dalam anestesi dilakukan pemantauan frekuensi nadi dan tekanan darah. Peningkatan tekanan darah dan frekuensi nadi terjadi bila anestesi kurang dalam. Hal ini disebabkan karena terjadi sekresi adrenalin. Diatasi dengan membuat anestesi lebih dalam, yaitu melalui meningkatan konsentrasi halotan atau suntikan barbiturat. Penurunan tekanan darah dan nadi halus sebagai tanda syok dapat disebabkan karena kehilangan banyak darah. Hal ini diatasi dengan pemberian cairan pengganti plasma atau darah. Penurunan tekanan darah dan frekuensi nadi dapat disebabkan karena anestesi terlalu dalam atau terlalu ringan serta kehilangan banyak darah atau cairan. Peningkatan tekanan darah dan tekanan nadi serta penurunan frekuensi nadi clisebabkan transfusi yang berlebihan. Diatasi dengan penghentian transfusi.
Tanda-tanda anestesi dangkal (kurang dalam) di antaranya,takikard, hipertensi,keluar air mata,berkeringat (kening menjadi basah),pasien bergerak-gerak (kecuali pasien mendapat pelemas otot),dan napas lebih cepat (jika respirasi spontan).
Untuk mengembalikan ke anestesi yang adekuat, dapat dilakuka, hiperventilasi,penambahan narkotika,penambahan sedatif,penambahan pelemas otot,atau kombinasi semua di atas.
Pemulihan Pasca-Anestesi
Setelah operasi selesai pasien dibawa ke ruang pemulihan (recovery room) atau ke ruang perawatan intensif (bila ada indikasi). Secara umum, ekstubasi terbaik dilakukan pada saat pasien dalam anestesi ringan atau sadar. Di ruang pemulihan dilakukan pemantauan keadaan umum, kesadaran, tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, sensibilitas nyeri, pendarahan dari drain, dll.
Pemeriksaan tekanan darah, frekuensi nadi, dan frekuensi pernapasan dilakukan paling tidak setiap 5 menit dalam 15 menit pertama atau hingga stabil, setelah itu dilakukan setiap 15 menit. Pulse oximetry dimonitor hingga pasien sadar kembali. pemeriksaan suhu juga dilakukan.
Seluruh pasien yang sedang dalam pemulihan dari anestesi umum harus mendapat oksigen 30-40% selama pemulihan karena dapat terjadi hipoksemia sementara. Pasien yang memiliki risiko tinggi hipoksia adalah pasien yang mempunyai kelainan paru sebelumnya atau yang dilakukan tindakan operasi di daerah abdomen atas atau daerah dada. Pemeriksaan analisis gas darah dapat dilakukan untuk mengkonfirmasi penilaian oksimetri yang abnormal. Terapi oksigen benar-benar diperhatikan pada pasien dengan riwayat penyakit paru obstruksi kronis atau dengan riwayat retensi CO2 sebelumnya.
Bila keadaan umum dan tanda vital pasien normal dan stabil, maka pasien dapat dipindahkan ke ruangan dengan pemberian intruksi pascaoperasi.
Kriteria yang digunakan dan umumnya yang dinilai adalah warna kulit, kesadaran, sirkulasi, pernapasan, dan aktivitas motorik, seperti Skor Aldrete. Idealnya pasien baru boleh dikeluarkan bila jumlah skor total adalah 10. Namun bila skor total telah di atas 8 pasien boleh keluar dari ruang pemulihan.
A. Aldrete Score (dewasa)
GERAKAN SKORDapat menggerakan ke 4 ekstremitasnya sendiri atau dengan perintah 2Dapat menggerakkan ke 2 ekstremitasnya sendiri atau dengan perintah 1Tidak dapat menggerakkan ekstremitasnya sendiri atau dengan perintah 0PERNAPASAN Bernapas dalam dan kuat serta batuk 2Bernapas berat atau dispnu 1
Apnu atau napas dibantu 0TEKANAN DARAH SKORSama dengan nilai awal + 20% 2Berbeda lebih dari 20-50% dari nilai awal 1Berbeda lebih dari 50% dari nilai awal 0KESADARAN SKORSadar penuh 2Tidak sadar, ada reaksi terhadap rangsangan 1Tidak sadar, tidak ada reaksi terhadap rangsangan 0WARNA KULIT SKOR
Merah 2Pucat , ikterus, dan lain-lain 1Sianosis 0
Jika jumlahnya > 8, penderita dapat dipindahkan ke ruangan
B. Steward Score (anak-anak)
GERAKAN SKORGerak bertujuan 2Gerak tak bertujuan 1Tidak bergerak 0PERNAPASAN Batuk, menangis 2Pertahankan jalan nafas 1
Perlu bantuan 0KESADARAN SKORMenangis 2Bereaksi terhadap rangsangan
1
Tidak bereaksi 0
Jika jumlah > 5, penderita dapat dipindahkan ke ruangan.
Seluruh tindakan anestesi dicatat dalam lembaran khusus berisi tindakan yang dilakukan, obat yang diberikan, status fisis pasien sebelum, selama, dan setelah anestesi dilakukan sesuai urutan waktu.
PENATALAKSANAAN JALAN NAPAS
Obstruksi Jalan Napas
Pada pasien tidak sadar atau dalam keadaan teranestesi posisi terlentang, tonus otot jalan napas atas dan otot genioglossus hilang; sehingga lidah akan menyumbat hipofaring dan menyebabkan obstruksi jalan napas baik total maupun parsial. Keadaan ini sering terjadi dan harus cepat diketahui serta dikoreksi dengan beberapa cara misalnya manuver tripel jalan napas (triple airway manuever), pemasangan alat jalan napas faring (pharyngeal airway), pemasangan alat jalan napas sungkup laring (laryngeal mask airway), pemasangan pipa trakhea(endotracheal tube). Obstruksi dapat juga disebabkan karena spasme laring pada saat anestesia ringan dan mendapat rangsangan nyeri atau rangsangan oleh sekret.
Tanda-tanda obstruksi dapat berupa stridor,napas cuping hidung,retraksi trakea,retraksi dinding dada,tidak terasa ada udara ekspirasi,dan spasme.Obstruksi terjadi karena pita suara menutup sebagian atau seluruhnya. Keadaan ini biasanya disebabkan oleh anestesi ringan atau pada orang yang mendapat rangsangan sekitar faring.
Untuk mengatasi obstruksi,dapat dilakukan ventilasi positif dengan oksigen 100% atau manuver tripel jalan napas,yang terdiri atas kepala ekstensi pada sendi otot atlanto-oksipital, mandibula didorong ke depan pada kedua angulus mandibula dan mulut dibuka.Dengan manuver ini diharapkan lidah terangkat dan jalan napas bebas, sehingga gas atau udara lancar memasuki trakea lewat hidung atau mulut.
Jalan Napas Faring
Jika manuver tripel kurang berhasil, maka dapat dipasang jalan napas mulut-faring lewat mulut (OPA, oro-pharyngeal airway) atau jalan napas hidung-faring lewat hidung (NPA, naso-pharyngeal aiway).
Pipa Oropharing dan Nasopharing Oropharyngeal tubea dalah sebuah tabung/pipa yangdipasang antara mulut dan pharynx pada orang yang tidak sadar yang berfungsi untuk membebaskan jalan nafas.
NPA : berbentuk seperti pipa bulat berlubang tengahnya dibuat dari karet lateks lembut. Pemasangan harus hati-hati dan untuk menghindari trauma mukosa hidung, pipa diolesi dengan jelly.
OPA : Berbentuk pipa gepeng lengkung seperti huruf C berlubang di tengahnya dengan salah satu ujungnya bertangkai dengan dinding lebih keras untuk mencegah gangguan patensi lubang bila pasien menggigitnya; sehingga aliran udara tetap terjamin.OPA juga dipasang bersama pipa trakhea atau sungkup laring untuk menjaga patensi kedua alat tersebut dari gigitan pasien.
Pada pasien tidak sadar,lidah biasanya jatuh ke bagian pharynx posterior sehingga menghalangi jalan nafas, sehingga pemasangan oropharyngeal tube yang bentuknya telah disesuaikan dengan palatum/langit-langit mulut mampu membebaskan dan jalan nafas melalui tabung/lubang pipa.Dapat juga berfungsi untuk memfasilitasi pelaksanaan suction.Pembebasan jalan nafas dengan oropharingeal tube digunakan dalam jangka waktu pendek pada post anastesi Penggunaan jangka panjang dimungkinkan pada pasien yang terpasang endotracheal tube untuk menghindari gigitan pada selang endotrakeal.
Organ-organ yang terlibatdalam oropharyngeal airway:a)nasofaring(terdapat pharyngeal tonsil danTubaEustachius) b)orofaring (merupakan pertemuan rongga mulutd engan faring, terdapat pangkal lidah c)laringofaring (terjadi persilangan antara aliran udara dan aliran makanan)
Indikasi pemasangan oropharyngeal tube adalah sebagai pemeliharaan jalan nafas pasien dalam ketidaksadaran, melindungi endotracheal tube dari gigitan, dan memfasilitasi suction pada jalan nafas.Kontraindikasi OPA pula adalah tidak boleh diberikan pada pasien dengan keadaan sadar ataupun semi sadar karena dapat merangsang muntah dan spasme laring.Harus berhati-hati bila terdapat trauma oral.
Komplikasi dari pemasangan OPA adalah apabila pemasangan yang tidak betul akan mendorong lidah pada hipofaring sehingga terjadi obstruksi jalan nafas,lepasnya gigi karena pasien menggigit jalan nafas orofaringeal,bila terlalu panjang, ujungnya akan menyentuh epiglotis atau pita suara, sehingga bisa terjadi batuk-batuk atau spasme laring dan pada operasi yang lama bisa menimbulkan edema faring, sakit menelan.
Bila dengan pemasangan jalan napas tersebut pernapasan belum juga baik,dilakukan pemasangan pipa endotrakhea(ETT/endotrachealtube). Pemasangan pipa endotrakhea akan menjamin jalan napas tetap terbuka,menghindari aspirasi dan memudahkan tindakan bantuan pernapasan.
Cara pemasangan OPA
1.Bersihkan mulut dan faring dari segala kotoran
2.Masukan alat dengan ujung mengarah ke palatum molle
3.Saat didorong masuk mendekati dinding belakang faring alat diputar 180°
4.Ukuran alat dan penempatan yang tepat menghasilkan bunyi napas yang nyaring pada auskultasi paru saat dilakukan ventilasi
5.Pertahankan posisi kepala yang tepat setelah alat terpasang
Bahaya
1.Cara pemasangan yang tidak tepat dapat mendorong lidah ke belakang atau apabila ukuran terlampau panjang epiglotis akan tertekan menutup rimaglotis sehingga jalan napas tersumbat
2.Hindarkan terjepitnya lidah dan bibir antara gigi dan alat
3.Jangan gunakan alat ini pada pasien dimana refleks faring masih ada karena dapat menyebabkan muntah dan spasme laring
Sungkup Muka
Sungkup muka (face mask) mengantar udara / gas anestesi dari alat resusitasi atau sistem anestesi ke jalan napas pasien. Bentuknya dibuat sedemikian rupa sehingga ketika digunakan untuk
bernapas spontan atau dengan tekanan positif tidak bocor dan gas masuk semua ke trakea lewat mulut atau hidung. Bentuk sungkup muka sangat beragam tergantung usia pasien dan pembuatnya. Ukuran:
03 : untuk bayi baru lahir
02, 01, 1 : untuk anak kecil
2, 3 : untuk anak besar
4, 5 : untuk dewasa.
Sebagian sungkup muka dari bahan transparan supaya udara ekspirasi kelihatan (berembun) atau kalau ada muntahan atau bibir terjepit kelihatan.
Cara penggunaan anestesia umum dengan sungkup atau LMA
Persiapan operasi, puasa 6-8 jam (dewasa), atau 4 jam( anak-anak )
Pasang infusi dengan IV kateter yang besar
Periksa sumber oksigen dan gas anestesia lainnya (N2O)
Periksa kesiapan mesin anestesia, tes mesin dengan manual baging maupun dengan
ventilator
Premedikasi dengan opiod (petidin,fentanil,morfin) dan sedatif (diazepam, midazolam)
selama 10-15 menit
Preoksigenasi dengan O2 6-8 l/menit 3-4 menit
Induksi dengan induktor seperti propofol,tiopental,ketamin, etomidat
Periksa reflex bulu mata
Gunakan sungkup dengan obat anestetik inhalasi (halotan,isofluran,sevofluran) dengan
menaikkan konsentrasinya secara bertahap setiap 4 kali tarikan nafas sampai mencapai
1-2 kali MAC
Rumatan dengan O2 2l/menit : N2O 2l/menit dan obat anestetik inhalasi
(halotan,isofluran,sevofluran) 0,5-2 % untuk anak dan bayi sesuai dengan Fresh Gas
Flow (FGF) sementara pasien bernafas spontan.
Di akhir operasi,tutup sumber N20 dan obat anestesi inhalasi.Oksigen masih diberikan
sehingga pasien sedar.
Tutup sumber oksigen.Pasien dibawa ke ruang resusitasi untuk observasi lanjut.
OBAT ANESTESI
Obat premedikasi
Pemberian obat premedikasi bertujuan:
a) Menimbulkan rasa nyaman pada pasien (menghilangkan kekhawatiran, memberikan ketenangan, membuat amnesia, memberikan analgesi)
b) Memudahkan/memperlancar induksi, rumatan, dan sadar dari anestesi
c) Mengurangi jumlah obat-obatan anestesi
d) Mengurangi timbulnya hipersalivasi, bradikardi, mual, dan muntah pasca anestesi
e) Mengurangi stress fisiologis (takikardia, nafas cepat, dll)
f) Mengurangi keasaman lambung
Pada pasien ini,obat premedikasi yang digunakan adalah Ondansentron.
Obat anestetik Inhalasi
Suatu anestetik inhalasi disebut ideal bila memenuhi persyaratan sebagai berikut: baunya menyenangkan dan tidak mengiritasi jalan nafas, kelarutan rendah, tidak toksik pada organ, efek samping kardiovaskular dan respirasi minimal, efek pada SSP reversibel tanpa efek stimulan, efektif pada oksigen konsentrasi tinggi, dapat digunakan dengan vaporizer standard.
1. Nitrous Oxide = N2O :
Pertama kali dibuat oleh Priestley pada tahun 1776; berbentuk gas, tidak berwarna, dan tidak merangsang. Senyawa ini 1,5 kali lebih berat dari udara; merupakan obat anestetik lemah. Pemakaiannya harus selalu dicampur dengan oksigen 100% untuk mencegah hipoksia; induksi-dan-pemulihan cepat, serta tidak menyebabkan iritasi; analgesia kuat tetapi bisa menyebabkan mual-muntah; tidak ada relaksasi otot. Bisa menyebabkan terjadinya agranulositosis, displasia sumsum tulang, maupun teratogenik bila dipakai dalam jangka waktu lama. Maka dari itu hati-hati bila operasi lebih dari 7 jam.
2. Halotan:
Halotan dibuat pertama kali oleh C.W. Suckling di tahun 1951; merupakan zat anestesia yang sangat poten dan tidak berwarna; dapat meningkatkan tekanan intra kranial serta dapat menyebabkan relaksasi uterus. Halotan dapat menimbulkan terjadinya halotan hepatitis, terutama
bila obat ini diberikan dalam jangka waktu pendek (pemberian berkali-kali dalam jangka waktu pendek). Induksi dan pemulihan cepat; tidak menyebabkan iritasi; tidak mengakibatkan mual, dan berefek bronodilator. Menekan jantung; menyebabkan vasodilatasi, aritmia, mengiritasi miokard bila ada epineprin. Obat ini dimetabolisme di hepar sebanyak 20-45%. Hasil metabolismenya berupa Br-, F-, Cl-, asam trifluorasetat, gas klorodifluoroetilen serta klorotrifluoroetilen.
3. Enfluran / Etran :
Dibuat pertama kali oleh Terrel pada tahun 1963; merupakan obat anestetik poten. Dapat
menimbulkan eksitasi SSP terutama bila ada hipokapnia. Induksi dan pemulihan cepat. Tidak
menimbulkan hipersekresi; bersifat bronkodilator, non-emetik, compatible dengan epineprin;
menyebabkan penurunan tekanan darah akibat depresi miokard dan vasodilatasi perifer;
dimetabolisme sebanyak 2,4%, dan 80% dikeluarkan dalam bentuk utuh melalui paru.
4. Isofluran :
Isofluran suatu obat anestetik uap yang induksinya cepat dan pemulihannya cepat, tidak
iritasi dan tidak menimbulkan sekresi. Seperti halnya halotan dan enfluran, Isofluran berefek
bronkodilator, tidak menimbulkan mual-muntah, dan bersifat kompatibel dengan epineprin. Efek
penurunan tekanan darah sama besarnya dengan halotan, hanya berbeda dalam mekanisme
kerjanya. Halotan menurunkan tekanan darah, terutama dengan menekan miokardium dan sedikit
vasodilatasi. Etrane menurunkan tekanan darah dengan menekan miokardium dan vasodilatasi
perifer. Isofluran menurunkan tekanan darah terutama dengan vasodilatasi perifer dan hampir
tidak menekan miokardium.
5. Sevofluran
Sevofluran adalah suatu obat anestetik umum inhalasi derivat eter dengan kelarutan
dalam darah yang lebih rendah dari halotan, enfluran dan isofluran. Rendahnya kelarutan serta
tidak adanya bau yang menyengat menyebabkan induksi inhalasi berjalan dengan cepat dan
mulus, juga kelarutan dalam darah yang rendah menyebabkan pemulihan berjalan dengan cepat.
Dibandingkan dengan Desfluran, Sevofluran mempunyai MAC yang lebih rendah (2,05).
Desfluran mempunyai kelarutan yang lebih rendah, akan tetapi, iritasi jalan nafas lebih besar
dengan Desfluran, maka obat anestetik inhalasi yang paling cocok untuk teknik VIMA adalah
Sevofluran.
Tidak ada iritasi saluran nafas, sehingga induksi berjalan lancar. Kejadian iritasi saluran
nafas serta kelarutan lebih rendah daripada halotan, sehingga induksi inhalasi (baik untuk
pediatri atau dewasa) akan lebih cepat dengan sevofluran daripada dengan halotan. Pada induksi
inhalasi kejadian batuk, menahan nafas, spasme laring, eksitasi lebih rendah daripada halotan,
sehingga VIMA dengan Sevofluran akan lebih menyenangkan daripada dengan halotan.
Bangun dari anestesia, pemulihan fungsi psikomotor, kognitif, orientasi lebih cepat
dengan sevofluran daripada dengan halotan.Sevofluran menekan SSP, kardiovaskular dan
respirasi paralel dengan isofluran. Sevofluran didegradasi oleh soda lime membentuk suatu
haloalken yang bersifat toksik pada ginjal tikus, tetapi efek tersebut tidak terlihat pada
manusia.Aman digunakan untuk operasi bedah saraf, pasien dengan kelainan serebral, bedah
Caesar, CABG, pasien dengan risiko miokardial iskemia, penyakit hepar, penyakit ginjal.
Obat anestetik Intravena
Obat anestetik intravena yang tersedia adalah Tiopental, Propofol, Midazolam, Diazepam
Obat anestetik intravena disebut ideal bila memenuhi persyaratan larut dalam air, tidak iritasi pada vena, tidak mempunyai efek anti analgesik, induksi cepat dan lancar, stabil kardiovaskular pada dosis klinis, dan lama kerja pendek sehingga pemulihan cepat.
1. Natrium Tiopental (tiopental,pentotal)
Tiopental berupa bubuk kuning yang bila akan digunakan dilarutkan dalam air menjadi larutan 2,5% atau 5%. Tiopental mempunyai efek menurunkan tekanan darah, denyut jantung dapat menurun atau meningkat bergantung pada fungsi jantung, dilatasi perifer, menekan kontraksi jantung, spasme laring, spasme bronkus, depresi nafas sampai terjadi henti nafas,. Dosis tiopental adalah 4-6 mg/kg BB.
Indikasi pemberian tiopental adalah induksi anestesi umum, operasi/tindakan yang singkat(reposisi fraktur, insisi, jahit luka, dilatasi serviks, dan kuretase), sedasi pada analgesi regional, dan untuk mengatasi kejang-kejang eklampsia atau epilepsi. Kontra indikasinya adalah status asmatikus, syok, anemia, disfungsi hepar, asma bronkial, miastenia gravis dan riwayat alergi terhadap tiopental. Keuntungan penggunaan tiopental adalah induksi mudah dan cepat, tidak ada delirium, masa pemulihan cepat, tidak ada iritasi mukosa jalan napas. Sedangkan kerugiannya adalah dapat menyebabkan depresi pernapasan, depresi kardiovaskuler, cenderung menyebabkan spasme laring, relaksasi otot perut kurang dan bukan analgetik.
2. Ketamin
Ketamin merupakan suatu dissociative anesthetic yang menimbulkan terjadinya delirium dan halusinasi. Meningkatkan tekanan darah sistlik 23% dar nilai awal, meningkattkan denyut jantung, dapat terjadi aritmia, hipersekresi.
Dosisnya 1-3 mg/kg I.v atau 9-11 mg/kg I.m
Indikasi penggunaan ketamin adalah untuk operasi yang berlangsung singkat, akan tetapi dengan dosis rendah dapat dipakai sebagai analgetik intraoperatif dan pascabedah. Karena efek pada sistem kardivaskular maka indikasi-kontra penggunaan ketamin adalah bila tekanan sistolik > 160 mmHg, aritmia, gagal jantung. Karena refleks jalan nafas masih dipertahankan dan juga menimbulkan hipersekresi maka operasi faring dan laring tanpa dilakukan intubasi merupakan indikasi-kontra.
3. Diprivan (diisopropil fenol, propofol)
Propofol adalah campuran 1% obat dalm air dan emulsi berisi 10% minyak kedelai, 2,25% gliserol, dan lesitin telur. Propofol menghambat transmisi neuron yang dihantarkan oleh GABA.Merupakan suatu obat anestetik intravena baru, dengan mula kerja yang berat, lama kerja singkat, akumulasi minimal, pemulihan cepat, metabolisme ceapat. Tidak ada komplikasi pada tempat suntikan. Dosisnya 2-2.5 mg/kg BW.
4. Pelumpuh Otot
Sangat berguna dalam anestesia umum misalnya laringoskopi dan intubasi jadi lebih mudah serta menghindari cedera, digunakan selama operasi dengan ventilasi kendali. Disebut Pelumpuh otot yang ideal bila termasuk golongan non depolarisasi, mula kerjacepat, mula kerja singkat, pemulihan cepat, potensi tinggi, tidak kumulatif, metabolitnya tidak aktif, tidak ada efek kardiovaskular, tidak ada pelepasan histamin, dapat dilawam dengan antikolinesterase.
Obat pelumpuh otot Nondepolarisasi tidak menyenimbulkan fasikulasi, efeknya menurun dengan obat antikolinesterase, obat pelumpuh otot golongan depolarisasi, penurunan suhu tubuh, epinefrin, asetilkolin. Efeknya meningkat dengan obat pelumpuh otot non-depolarisasi, anestetik uap.
Obat pelumpuh otot golongan depolarisasi menyebabkan faskiculasi otot. Efeknya meningkat dengan antikolinesterase. , asetilkolin, hipotermia. Efeknya menurun dengan pelumpuh otot non-depolarizing relax, anestetik inhalasi. Dosis suksinilkolin : 1 mg/kg BB
PROSTIGMIN
Farmasi : Valeant/Combiphar
Komposisi : Neostigmine methylsulfate.
Indikasi : Miastenia gravis. Pencegahan & pengobatan Distensi & retensi urin pasca op, ssdh obstruksi mekanik diatasi. Mengatasi efek hambatan nuskuler non depolarisasi (km obat tubokurarin, pankuronium, metokurarin galamin) pasca op.
Kontra Indikasi : Obstruksi mekaniksal cema atau sal kemih, peritonitis.
Perhatian : Asma bronkial, vagotonia; oklusi koroneryg baru tjd, bradikardi, ulkus peptik, epilepsi, hipertiroid, aritmia kordis, hamil, laktasi. Jika diberikan bersama antikolinergik, utk mencegah berkurangnya motilitas usus.
Efek Samping : Salivasi, fasikulasi, kram usus, diare. Reaksi alergi, anafilaksis, sakit kepala, konvulsi, kesadaran menurun, disartria, ggn visual, aritmia kordis. Henti nafas & bronkospasme. Ggn Gl. Hipotensi.
Interaksi Obat : -
Kemasan : Amp 25 mg/2.5 mLx 5 (Rp150,000). 50 mg/5 mL x 5 (Rp260,000).
Dosis
-Dewasa : Mengendalikan gejala Miastenia gravis 1 ml 0.05% 0-5 mg SK/IM; dosis didasarkan pd respon individu Pencegahan dlstensi & retensi urin pasca up 0.5 ml 0.05% (0.25 mg) SK/IM, segera ssdh op, sUngi tiap 4-6 jam selama 2-3 hr. Distensi pasca op 1 mL 005% (0.5 mg) SK/IM sesuai kebutuhan. Retensi urin 1 ml 0.05% (0-5 mg) SK/IM. Jika urin tdk keluar dlm 1 jam, pasien hrs dikateter. Ssdh pengosongan kandung kemih, lanjutkan dg inj 0.5 mg tiap 3 jam s/di sekurang-kurangnya 5 inj. Mengatasi efek obat penghambat neuromuskuler nondepolarisasi 0.5-2 mg IV lambat, ulangi bila perlu.
Petidin. Dosis premedikasi dewasa 50-75mg (AntikolinergikAtropine. Diberikan untuk mencegah hipersekresi kelnjar ludah dan bronkus selalma 90 menit. Dosis 0,4-0,6 mg intramuscular bekerja setelah 10-15 menit.1-1,5 mg/kgBB) intravena diberikan untuk menekan tekanan darah dan pernapasan serta merangsang otot polos. Dosis induksi 1-2 mg/kgBB intravena.
Antikolinergik
Atropine. Diberikan untuk mencegah hipersekresi kelnjar ludah dan bronkus selalma 90 menit. Dosis 0,4-0,6 mg intramuscular bekerja setelah 10-15 menit.
Rokuronium. Zat ini merupakan analog vekuronium dengan awal kerja lebih cepat. Keuntungannya adalah tidak mengganggu fungsi ginjal, sedangkan kerugiannya adalah terjadi gangguan funsi hati dan efek kerja yang lebih lama. Dosis intubasi 0,3-0,6 mg/kgBB. Dosis rumatan 0,1-2 mg/kgBB.
Antagonis Pelumpuh Otot Nondepolarisasi.
Prostigmin (neostigmin metilsulfat). Prostigmin merupakan antikolinesterase yang dapat mencegah hidrolisis dan menimbilkan akumulasi asetilkolin. Prostigmin mempunyai efek nikotinik, muskarinik, dan merupakan stimulan otot langsung. Efek muskarinik diantaranya bradikardia, hiperperistaltik, spasme saluran cerna, pembentukan secret jalan napas dan liur, bronkospasme, berkeringat, miosis, dan kontraksi vesika urinaria. Dosis 0,5 mg bertahap sampai 5 mg, biasa diberi bersama atropine dosis 1-1,5 mg.
Obat Anestesi Inhalasi.
Dinitrogen Oksida (N2O/gas gelak). N2Omerupakan gas yang tidak berwarna, berbau manis, tidak iritatif, tidak berasa, lebih berat dari udara, tidak mudah terbakar/meledak, dan tidak bereaksi dengan soda lime absorber. (Pengikat CO2). Penggunaan dlam anestesi umumnya dipakai dalam kombinasi N2O:O2 yaitu 60%:40%, 70%:30%, dan 50%:50%. Dosis untuk mendapatkan efek analgesic digunakan dengan perbandingan 20%:80%, untuk induksi 80%:20%, dan pemeliharaan 70%:30%. N2O sangat berbahaya bila digunakan pada pasien pneumotoraks, pneumomediastinum, obstruksi, emboli udara, dan timpanoplasti.
Isofluran (forane). Isofluran merupakan eter berhalogen, berbau tajam, dan tidak mutdah terbakar. Keuntungan penggunaan isofluran adalah irama jantung stabil dan tidak terangsang oleh adrenalin serta induksi dan masa pulih anestesi cepat. Namun, harga obat ini mahal. Dosis induksi 3-3,5% dalam O2 atau campuran N2-O2. Dosis rumatan 0,5-3%.
Sevofluran. Obat anestetik ini merupakan turunan eter berhalogen yang paling disukai intuk induksi inhalasi. Induksinya enak, dan cepat terutama pada anak. Dosis induksi 6-8 vol%. Dosis rumatan 1-2 vol%.
Obat Antikolinesterase
Antikolinesterase terdiri dari eserin (fisostigmin), prostigmin (neostigmin), disospropil-fluorofosfat (DFP), dan insektisida golongan organofosfat. Antikolinesterase menghambat kerja kolinesterase (dengan mengikat kolinesterase) dan mengakibatkan perangsangan saraf kolinergik terus menerus karena Ach tidak dihidrolisis. Dalam golongan ini kita kenal dua kelompok obat
yaitu yang menghambat secara reversible misalnya fisostigmin, prostigmin, piridostigmin dan edrofonium. Dan menghambat secara ireversibel misalnya gas perang, tabung, sarin, soman, insektisida organofosfat, parathion, malation, diazinon, tetraetil-pirofosfat (TEPP), heksaetiltetrafosfat (HETP) dan oktametilpiro-fosfortetramid (OMPA).
a. Mekanisme kerja
Hampir semua kerja antikolinesterase dapat diterangkan adanya asetikolin endogen. Hal ini disebabkan oleh tidak terjadinya hidrolisis asetilkolin yang biasanya terjadi sangat cepat, karena enzim yang diperlukan diikat dan dihambat oleh antikolinesterase. Hambatan ini berlangsung beberapa jam utuk antikolinesterase yang reversible, tetapi yang ireversibel dapat merusak kolinesterase sehingga diperlukan sisntesis baru dari enzim ini untuk kembalinya transmisi normal. Akibat hambatan ini asetilkolin tertimbun pada rseptor kolinergik ditempat Ach dilepaskan.
b. Farmakodinamik
Efek utama antikolinesterase yang menyangkut terapi terlihat pada pupil, usus dan sambungan saraf-otot. Efek-efek lain hanya mempunyai arti toksikologi.
Mata. Bila fisostigmin (Eserin) atau DFP diteteskan pada konjungtiva bulbi, maka terlihat suatu perubahan yang nyata pada pupil berupa miosis, hilangnya daya akomodasi dan hiperemia konjungtiva. Miosis terjadi cepat sekali, dalam beberapa menit, dan menjadi maksimal setelah setengah jam. Tergantung dari antikolinesterase yang digunakan, kembalinya ukuran pupil ke normal dapat terjadi dalam beberapa jam (fisostigmin) atau beberapa hari sampai seminggu (DFP). Miosis menyebabkan terbukannya saluran Schlemm, sehingga pengaliran cairan mata lebih mudah, maka tekanan intraokuler menurun. Terutama bila ada glaukoma. Miosis oleh obat golongan ini dapat diatasi oleh atropin.
Saluran cerna. Prostigmin paling efektif terhadap saluran cerna. Pada manusia pemberian prostigmin meningkatkan peristalsis dan kontraksi lambung serta sekresi asam lambung. Efek muskarinik ini dapat mengatasi inhibisi oleh atropine. Di sini N.vagus yang mempersarafi lambung harus utuh setelah denervasi, prostagmin tidak memperlihatkan efek. Perbaikan peristalsis ini merupakan dasar pengobatan meteorisme dan penggunaan prostigmin pasca bedah.
Sambungan saraf-otot. Antikolinesterase memperlihatkan efek nikotinik terhadap otot rangka dan asetikolin yang tertimbun pada sambungan saraf-otot menyebabkan otot rangka dalam keadaan terangsang terus-menerus. Hal ini menimbulkan tremor, fibrilasi otot, dan dalam keadaan keracunan, kejang-kejang. Bila perangsangan otot rangka terlau besar misalnya padakeracunan insektisida organofosfat, maka akan terjadi kelumpuhan akibat depolarisasi menetap (persisten).
Tempat-tempat lain. Pada umunya antikolinerase melaui efek muskarinik, memperbesar skresi semua kelenjar eksoskrin misalnya kelenjar pada bronkus, kelenjar air mata, kelenjar keringat, kelenjar liur, dan kelenjar saluran cerna. Pada otot polos bronkus obat ini menyebabkan konstriksi, sehingga dapat terjadi suatu keadaan yang menyerupai asma bronkial, sedangkan pada ureter meningkatkan peristalsis. Pembuluh darah perifer umumnya melebar akibat antikolinesterase, sebaliknya pembuluh koroner dan paru-paru menyempit. Terhadap jantung efek langsungnya ialah penimbunan asetilolin endogen dengan akibat bradikardi dan efek inotropik negative sehingga menyebabkan berkurangnya curah jantung. Hal ini disertai dengan memanjangnya waktu refrakter dan waktu konduksi.
c. Farmakokinetik
Fisostigmin mudah diserap melalui saluran cerna, tempat suntikan maupun melaui selaput lendir lainya. Seperti atropin, fisostigmin dalam obat tetes mata dapat menyebabkan obat sistemik. Hal ini dapat dicegah dengan menekan sudut medial mata dimana terdapat kanalis lakrimalis. Prostigmin dapat diserap secara baik pada pemberian parenteral, sedangkan pada pemberian oral diperlukan dosis 30 kali lebih besar dan penyerapannya tidak teratur. Efek hipersalivasi baru tampak 1-1 ½ jam setelah pemberian oral 15-20 mg.
d. Sediaan dan posologi
Fisostigmin salisilat (eserin salisilat) tersedia sebagai obat tetes mata, oral dan parenteral. Prostigmin bromida (Neostigmin bromida) tersedia untuk pemakian oral (15mg per tablet) dan neostigmin metilsulfat untuk suntikan, dalam ampul 0,5 dan 1,0 mg/ml. Pridostigmin bromida (Mestinon bromida) sebagai tablet 60 mg dan juga ampul 0,5 mg/ml. Edrofonium klorida ( Tensilon klorida), dalam ampul 10 mg/ml, dapat dipakai untuk antagonis kurareatau diagnosis miastenia gravis. Diisopropilfluorofosfat (DFP) atau isoflurorat tersedia sebagai larutan dalam minyak untuk pemberian parenteral dan sebagai obat tetes mata (0,1 % larutan dalam air).
e. Indikasi
1. Antonio otot polos
Prostigmin terutama berguna untuk keadaan atoni otot polos saluran cerna dan kandung kemih yang sering terjadi pada pasca bedah atau keadaan toksik. Pemberian sebaiknya secara SK atau IM. Prostigmin yang diberikan sebelum pengambilan X-foto abdomen juga bermanfaat untuk menghilangkan bayangan gas dalam usus.
2. Sebagai miotika
Fisostigmin dan DFP secara local digunakan dalam oftalmologi untuk menyempitkan pupil, terutama setelah pemberian atropin pada funduskopi. Dilatasi pupil oleh atropin berlangsung berhari-har dan menggangu penglihaan bila tidak diantagonis dengan eserin. Dalam hal ini DFP merupakan miotik yang kuat. Perlekatan iris dengan lensa kadang-kadang terjadi akibat
peradangan dalam hal ini atropin dan fisostigmin digunakan berganti-ganti untuk mencegah timbulnya perlengketan tersebut.
3. Diagnosis dan pengobatan miastenia gravis
Miastenia gavis ditandai dengan kelemhan otot yang ekstrim. Gejala penyakit ini adalah berkurangnya produksi asetilkolin pada sambungan saraf-otot atau dapat ditandai juga dengan peninggian ambang rangsangan. Setelah pemberian 1,5 mg prostigmin SK kelemahan otot rangka diperbaiki sedemikian rupa sehingga dapat dianggap sebagai suatu tes diagnostik. Untuk diagnosis digunakan 2 mg androfonium, disusul 8 mg 45 detik kemudian bila dosis pertama tidak mempan. Prostigmin dan piridostigmin merupakan kolinergik yang sering digunakan untuk mengobati miastenia gravis. Pengobatan dimulai dengan 7,5 mg prostigmin atau 30 mg prodiatigmin biasanya 3 kali sehari. Bila diragukan apakah efek kolinergik sudah cukup apa belum, dapat diuji dengan pemberian endrofonium, bila terjadi perbaikan berarti dosis perlu ditambah.
4. Penyakit Alzheimer
Dosis yang diberiakn pada penyakit Alzheimer yaitu 3 kali sehari 25-50 mg diawali dengan 50 mg/hari dan ditingkatkan sampai 150 mg/hari dalam 4 minggu. Efek samping mual dan efek kolinergik perofer lainnya tidak menibulkan masalah, mungkin karena dosis dinaikan secra bertaha dalam 4 minggu. Obat ini meningkatkan enzim aminotransferase dan dikhawatirkan bersifat hepatotoksisk. Karena itu dianjurkan melakukan uji fungsi hati setiap 2 minggu dalam 3 bulan pertama dan setiap bulan setelahnya.
2. Propofol (diprifan, rekofol)
§ Bentuk cairan, emulsi isotonik, warna putih spt susu dgn bhn pelarut tdd minyak kedelai & postasida telur yg dimurnikan.
§ Kdg terasa nyeri pd penyuntikan à dicampur lidokain 2% +0,5cc dlm 10cc propolol à jarang pada anak karena sakit & iritasi pd saat pemberian
§ Analgetik tdk kuat
§ Dpt dipakai sbg obat induksi & obat maintenance
§ Obat setelah diberikan à didistribusi dgn cepat ke seluruh tubuh.
§ Metabolisme di liver & metabolit tdk aktif dikeluarkan lwt ginjal.
§ Saat dipakai utk induksi juga dapat tjd hipotensi karena vasodilatasi & apnea sejenak
Efek Samping
ž bradikardi.
ž nausea, sakit kepala pada penderita yg mulai sadar.
ž Ekstasi, nyeri lokal pd daerah suntikan
ž Dosis berlebihan dapat mendepresi jantung & pernapasan
ž Sebaiknya obat ini tidak diberikan pd penderita dengan ggn jalan napas, ginjal, liver, syok hipovolemik.
Isofluran
cairan bening, berbau sangat kuat, tidak mudah terbakar dalam suhu kamar
menempati urutan ke-2, dimana stabilitasnya tinggi dan tahan terhadap penyimpanan sampai dengan 5 tahun atau paparan sinar matahari.
Dosis pelumpuh otot dapat dikurangi sampai 1/3 dosis jika pakai isofluran
6. Sevofluran
tidak terlalu berbau (tidak menusuk), efek bronkodilator sehingga banyak dipilih untuk induksi melalui sungkup wajah pada anak dan orang dewasa.
tidak pernah dilaporkan kejadian immune-mediated hepatitis
Obat Muscle Relaxant
ž Bekerja pd otot bergaris à terjadi kelumpuhan otot napas & otot-otot mandibula, otot intercostalis, otot-otot abdominalis & relaksasi otot-otot ekstremitas.
ž Bekerja pertama: kelumpuhan otot mata àekstremitas à mandibula àintercostalis àabdominal àdiafragma.
ž Pd pemberian pastikan penderita dapat diberi napas buatan.
ž Obat ini membantu pd operasi khusus spt operasi perut agar organ abdominal tdk keluar & terjadi relaksasi
ž Terbagi dua: Non depolarisasi, dan depolarisasi
Depolarisasi
Non Depolarisasi
Sediaan
Suksinilkolin, dekametonium
Tubokurarin/kurare, Atrakurium Besilat, vekuronium, matokurin, alkuronium, Pankuronium (Pavulon), galamin, fasadinium, rekuronium,
indikasi
tindakan relaksasi singkat
pemasangan pipa endotracheal/spasme laring
tindakan relaksasi yg lama.
pada geriatri, kelainan jantung, hati, ginjal yang berat
durasi
5-10 mnt
30 mnt – 1 jam
fasikulasi
+
-
Obat antagonis
-
+ (antikolinesterase, mis: prostigmin)
lewat barier plasenta
- (aman pada SC)
Efek muskarinik
<
+ (bradikardi, hipersekresi, cardiac arrest)
Hiperkalemi
+
-
Pelepasan histamin (hipotensi, hipersekresi asam lambung, spasme bronkhus)
+
Tubokurarin/kurare(+)
Pankuronium (-)
Efek samping
- Menurunnya atau meningkatnya HR dan BP
- Myalgia post op
- Meningkat tekanan intragaster, intraokuler dan intrakranial
- Malignant hyperthermia
- Myoklonus
Durasi
Ultrashort (5-10 menit): suksinilkolin
Short (10-15 menit) : mivakurium
Medium (15-30 menit) : atrakurium, vecuronium
Long (30-120 menit) : tubokurarin, metokurin , pankuronium, pipekuronium, doksakurium, galamin
Efek terhadap kardiovaskuler
tubokurarin , metokurin , mivakurium dan atrakurium : Hipotensi pelepasan histamin dan (penghambatan ganglion)
pankuronium : menaikkan tekanan darah
suksinilkolin : aritmia jantung
Antikolinesterase
à antagonis pelumpuh otot non depolarisasi
neostigmin metilsulfat (prostigmin)
pitidostigmin
edrofonium
- fungsi: efek nilotinik + muskarinik à bradikardi, hiperperistaltik, hipersekresi, bronkospasme, miosis, kontraksi vesicaurinaria
- pemberian dibarengi SA untuk menghindari bradikardi. (2:1)
Obat Dalam sediaan
Jumlah di sediaan
pengenceran Dalam spuit
Dosis (mg/kgBB)
1 cc spuit =
Pethidin ampul 100mg/2cc
2cc + aquadest 8cc
10 cc 0,5-1 10 mg
Fentanyl 0,05 mg/cc
0,05mg
Recofol (Propofol)
ampul 200mg/
20cc
10cc + lidocain 1 ampul
10 cc 2-2,5 10 mg
Ketamin vial 100mg/cc 1cc + aquadest 9cc
10 cc 1-2 10 mg
Succinilcholin vial 200mg/
10cc
Tanpa pengenceran
5 cc 1-2 20 mg
Atrakurium Besilat (Tramus/ Tracrium)
ampul 10mg/cc Tanpa pengenceran
5 cc Intubasi: 0,5-0,6, relaksasi: 0,08, maintenance: 0,1-0,2
10 mg
Efedrin HCl ampul 50mg/cc 1cc + aquadest 9cc
10 cc 0,2 5 mg
Sulfas Atropin ampul 0,25mg/cc Tanpa pengenceran
3 cc 0,005 0,25 mg
Ondansentron HCl (Narfoz)
ampul 4mg/2cc Tanpa pengenceran
3 cc 8 mg (dewasa)
5 mg (anak)
2 mg
Aminofilin ampul 24mg/cc Tanpa pengenceran
10 cc 5 24 mg
Dexamethason ampul 5 mg/cc Tanpa pengenceran
1 5 mg
Adrenalin ampul 1 mg/cc 0,25-0,3
Neostigmin (prostigmin)
ampul 0,5mg/cc Tanpa pengenceran
Masukkan 2 ampul prostigmin + 1 ampul SA
0,5 mg
Midazolam (Sedacum)
ampul 5mg/5cc Tanpa pengenceran
0,07-0,1 1 mg
Ketorolac ampul 60 mg/2cc Tanpa pengenceran
30 mg
Difenhidramin HCl
ampul 5mg/cc Tanpa pengenceran
5 mg
2. Propofol (diprifan, rekofol)
§ Bentuk cairan, emulsi isotonik, warna putih spt susu dgn bhn pelarut tdd minyak kedelai & postasida telur yg dimurnikan.
§ Kdg terasa nyeri pd penyuntikan à dicampur lidokain 2% +0,5cc dlm 10cc propolol à jarang pada anak karena sakit & iritasi pd saat pemberian
§ Analgetik tdk kuat
§ Dpt dipakai sbg obat induksi & obat maintenance
§ Obat setelah diberikan à didistribusi dgn cepat ke seluruh tubuh.
§ Metabolisme di liver & metabolit tdk aktif dikeluarkan lwt ginjal.
§ Saat dipakai utk induksi juga dapat tjd hipotensi karena vasodilatasi & apnea sejenak
Efek Samping
ž bradikardi.
ž nausea, sakit kepala pada penderita yg mulai sadar.
ž Ekstasi, nyeri lokal pd daerah suntikan
ž Dosis berlebihan dapat mendepresi jantung & pernapasan
ž Sebaiknya obat ini tidak diberikan pd penderita dengan ggn jalan napas, ginjal, liver, syok hipovolemik.
NOKOBA (0,4mg/ml)
Indikasi :
Mengatasi depresi napas yang dipicu oleh opioid
Dosis, Cara Pemberian dan Lama pemberian
: Untuk digunakan pada masa paskabedah,
dosis harus dititrasi untuk tiap pasien agar efek pada pernapasan optimum dan pada saat yang sama menjaga analgesia yang memadai. Dengan injeksi intravena, 100-200 mcg (1,5-3mcg/kg); bila reaksi tidak memadai, naikkan dosis 100 mcg tiap 2 menit; dosis lanjutandengan injeksi intramuskuler setelah 1-2 jam bila diperlukan
TRAMADOL (100mg/2ml)
Indikasi:
Mengobati nyeri akut dan kronik yang berat, nyeri pasca bedah.
Dosis
:
Pemberian secara I.V. harus diberikan secara perlahan dalam waktu 2-3 menit. Untuk nyeripasca operasi, dosis awal adalah bolus 100 mg, jika perlu dapat ditambahkan 50 mg setelah60 menit kemudian, dan dapat dilanjutkan setiap 10-20 menit sampai tercapai dosis total250 mg.
D
osis total sehari tidak boleh melebihi 400 mg. Pada pasien dengan bersihankreatinin < 30 ml/menit atau dengan gangguan fungsi berat hati maka interval dosis yangdianjurkan adalah 12 jam
.
Peringatan dan Perhatian
Tramadol harus diberikan secara hati-hati pada pasien dengan trauma kepala, tekananintrakranial yang meningkat, gangguan fungsi hati dan ginjal yang berat dan pada pasien yang cenderung mengalami kelainan konvulsif atau syok. Obat ini harus diberikan secarahati-hati jika mengobati pasien dengan depresi pernapasan atau jika diberikan bersama-sama dengan obat yang mendepresi susunan saraf pusat
SULFAS ATHROPINE (0,25mg/ml)
Merupakan antikolinergik, bekerja menurunkan tonus vagal dan memperbaiki sistimkonduksi AtrioVentrikuler
Indikasi :
asistole atau PEA lambat (kelas II B), bradikardi (kelas II A) selain AVblok derajat II tipe 2 atau derajat III (hati-hati pemberian atropine padabradikardi dengan iskemi atau infark miokard), keracunan organopospat(atropinisasi)
Kontra indikasi :
bradikardi dengan irama EKG AV blok derajat II tipe 2 atauderajat III.
Dosis :
1 mg IV bolus dapat diulang dalam 3-5 menit sampai dosis total 0,03-0,04mg/kg BB, untuk bradikardi 0,5 mg IV bolus setiap 3-5 menit maksimal 3 mg
MIDAZOLAM (DORMICIUM)Indikasi :Premedikasi sblm induksi anestesi (IM).
Induksi & pemeliharaan selamaanestesi. Sedasi basal sblm tindakan diagnostik
atau pembedahan, diberikan mil anestesilokal (IV).Dosis :Induksi anestesi IV
perlahan 2.5 mg dim 10 detik. Sedasi basal 1 mg dim 30 detik.Efek timbul 2 mnt stlh suntikan.
Premedikasi sblm op nyeri sblm tindakan bedah, tunggalatau kombinasi dg antikolinergik & analgesik
(jika analgesik kuat, diberikan lebih dahulu).IM: Dws 0.070-0.10
mg/kgBB, dosis lazim: 5 mg. Usia lanjut/lemah IM: 0.025-0.05mg/kgBB. Diberikan 30 mnt
sblm induksi anestesi. Induksi basal IV Basal sedasi pdtindakan diagnostik/bedah
dilakukan dg anestesi lokal. Dosis awal: 2.5 mg, 5-10 mnt sblm
op. Selanjutnya dosis 1 mg, jika perlu. Kasus berat, pasien lemah, usia lanjut
dosis awalditurunkan hingga 1-1.5 mg. Induksi anestesia & anestesia sadar 10 mg
IV. Dosis dikurangiutk lanjut usia (> 55 thn)
Onset dan Durasi yang penting
OBAT ONSET DURASI
Succinil Cholin 1-2 mnt 3-5 mnt
Tracrium (tramus) 2-3 mnt 15-35 mnt
Sulfas Atropin 1-2 mnt
Ketamin 30 dtk 15-20 mnt
Pethidin 10-15 mnt 90-120 mnt
Pentotal 30 dtk 4-7 mnt
Fentanil
Deskripsi
- Nama & Struktur Kimia : Phentanyl Citrate, N-19(Phenethyl-4-piperidyl)propionanilide dihydrogen citrate
- Sifat Fisikokimia : Serbuk kristal putih, larut sebagian dalam air, larut baik dalam alkohol
- Keterangan : -
Golongan/Kelas Terapi
Analgesik Narkotik
Nama Dagang
- Duragesic - Fentanyl
Indikasi
Nyeri sebelum operasi,selama & paska operasi, penanganan nyeri pada kanker, sebagai suplemen anestesi sebelum operasi untuk mencegah atau menghilangkan takipnea dan delirium paska operasi emergensi.
Dosis, Cara Pemberian dan Lama Pemberian
Parentral :
Sebelum operasi : 50-100 mcg IM, 30-60 menit sebelum operasi
Sebagai tambahan anestesi umum :
Dosis rendah (operasi minor) IV 2 mcg/kg
Dosis sedang ((operasi mayor) awal 2-20 mcg/kg, tambahan dosis IV/IM 25-100 mcg jika perlu
Dosis tinggi (operasi jantung terbuka, saraf atau prosedur ortopedi) awal 20-50 mcg/kg, tambahan dosis 25 mcg - 1½ dosis awal jika perlu
Farmakologi
Metabolisme terutama dalam hati. Ekskresi melalui urin sebagai metabolit tidak aktif dan obat utuh 2-12%. Pada kerusakan ginjal terjadi akumulasi morfin-6-glukoronid yg dpt memperpanjang aktivitas opioid. Kira-kira 7-10% melalui feses. Ekskresi melalui urin sebagai metabolit tidak aktif dan obat utuh 2-12%. Pada kerusakan ginjal terjadi akumulasi morfin-6-glukoronid yg dpt memperpanjang aktivitas opioid. Kira-kira 7-10% melalui feses.
Stabilitas Penyimpanan
Sediaan injeksi disimpan dalam suhu ruangan, terlindungi cahaya.
Kontraindikasi
Hipersensitivitas, depresi pernapasan yang parah, Sediaan transdermal tidak direkomendasikan pada nyeri akut atau paska operasi, nyeri kronis ringan atau intermiten atau pasien yg belum pernah menggunakan opioid & toleran thd opioid.
Efek Samping
Depresi pernapasan.
Sistem saraf : sakit kepala, gangguan penglihatan, vertigo, depresi, rasa mengantuk, koma, eforia, disforia, lemah, agitasi, ketegangan, kejang.
Pencernaan : mual, muntah, konstipasi
Kardiovaskular : aritmia, hipotensi postural
Reproduksi, ekskresi & endokrin : retensi urin, oliguria
Efek kolinergik : bradikardia, mulut kering, palpitasi, takikardia, tremor otot, pergerakan yang tidak terkoordinasi, delirium atau disorientasi, halusinasi
Lain-lain : Berkeringat, muka merah, pruritus, urtikaria, ruam kulit
Interaksi
- Dengan Obat Lain :
Antidepresan (MAOi & trisklik) : Potensiasi efek antidepresan.
Agonis opiod lainnya, anestetik umum, trankuilizer, sedative, hipnotik : potensiasi efek depresi sistem saraf pusat.
Relaksan otot : Opioid dpt meningkatkan kerja penghambatan neuromuscular.
Kumarin antikoagulan : Potensiasi aktivitas antikoagulan.
Diuretik : Opioid menurunkan efek diuretic pada pasien dengan kongestif jantung.
Amfetamin : Dekstroamfetamin dapat meningkatkan efek analgetik agonis opioid
- Dengan Makanan : -
Pengaruh
- Terhadap Kehamilan :
Kategori C : Dapat digunakan jika potensi manfaat lebih besar daripada resiko thd janin
- Terhadap Ibu Menyusui :
Hati-hati pemakaiannya pada ibu menyusui
- Terhadap Anak-anak :
Keamanan & efikasi pada anak-anak belum diketahui
- Terhadap Hasil Laboratorium : -Parameter Monitoring
Status sistem pernapasan & status mental, tekanan darah
Bentuk Sediaan
Injeksi Ampul 50 mcg/ml, Transdermal 25 mcg/jam, 50 mcg/jam
Peringatan
Hati-hati pada pasien dengan disfungsi hati & ginjal krn akan memperlama kerja & efek kumulasi opiod, pasien usia lanjut, pada depresi system saraf pusat yg parah, anoreksia, hiperkapnia, depresi pernapasan, aritmia, kejang, cedera kepala, tumor otak, asma bronkial.
Kasus Temuan Dalam Keadaan Khusus
2.1 Propofol ( 2,6 – diisopropylphenol )Merupakan derivat fenol yang banyak digunakan sebagai anastesia intravena dan lebih dikenal dengan
nama dagang Diprivan. Pertama kali digunakan dalam praktek anestesi pada tahun 1977 sebagai obat
induksi.
Propofol digunakan untuk induksi dan pemeliharaan dalam anastesia umum, pada pasien dewasa dan
pasien anak – anak usia lebih dari 3 tahun. Mengandung lecitin, glycerol dan minyak soybean,
sedangkan pertumbuhan kuman dihambat oleh adanya asam etilendiamintetraasetat atau sulfat, hal
tersebut sangat tergantung pada pabrik pembuat obatnya. Obat ini dikemas dalam cairan emulsi lemak
berwarna putih susu bersifat isotonik dengan kepekatan 1 % (1 ml = 10 mg).
2.1.2 Mekanisme kerjaMekanisme kerjanya sampai saat ini masih kurang diketahui ,tapi diperkirakan efek primernya
berlangsung di reseptor GABA – A (Gamma Amino Butired Acid).
2.1.3 FarmakokinetikDigunakan secara intravena dan bersifat lipofilik dimana 98% terikat protein plasma, eliminasi dari obat ini
terjadi di hepar menjadi suatu metabolit tidak aktif, waktu paruh propofol diperkirakan berkisar antara 2 –
24 jam. Namun dalam kenyataanya di klinis jauh lebih pendek karena propofol didistribusikan secara
cepat ke jaringan tepi. Dosis induksi cepat menyebabkan sedasi ( rata – rata 30 – 45 detik ) dan
kecepatan untuk pulih juga relatif singkat. Satu ampul 20ml mengandung propofol 10mg/ml. Popofol
bersifat hipnotik murni tanpa disertai efek analgetik ataupun relaksasi otot.
2.1.4 FarmakodinamikPada sistem saraf pusat
Dosis induksi menyebabkan pasien tidak sadar, dimana dalam dosis yang kecil dapat menimbulkan efek
sedasi, tanpa disetai efek analgetik, pada pemberian dosis induksi (2mg /kgBB) pemulihan kesadaran
berlangsung cepat.
Pada sistem kardiovaskular
Dapat menyebakan depresi pada jantung dan pembuluh darah dimana tekanan dapat turun sekali disertai
dengan peningkatan denyut nadi, pengaruh terhadap frekuensi jantung juga sangat minim.
Sistem pernafasan
Dapat menurunkan frekuensi pernafasan dan volume tidal, dalam beberapa kasus dapat menyebabkan
henti nafas kebanyakan muncul pada pemberian diprivan
2.1.5 Dosis dan penggunaana) Induksi : 2,0 sampai 2.5 mg/kg IV.
b) Sedasi : 25 to 75 µg/kg/min dengan I.V infuse
c) Dosis pemeliharaan pada anastesi umum : 100 – 150 µg/kg/min IV (titrate to effect).
d) Turunkan dosis pada orang tua atau gangguan hemodinamik atau apabila digabung penggunaanya
dengan obat anastesi yang lain.
e) Dapat dilarutkan dengan Dextrosa 5 % untuk mendapatkan konsentrasi yang minimal 0,2%
f) Profofol mendukung perkembangan bakteri, sehingga harus berada dalam lingkungan yang steril dan
hindari profofol dalam kondisi sudah terbuka lebih dari 6 jam untuk mencegah kontaminasi dari bakteri.
2.1.6 Efek SampingDapat menyebabkan nyeri selama pemberian pada 50% sampai 75%. Nyeri ini bisa muncul akibat iritasi
pembuluh darah vena, nyeri pada pemberian propofol dapat dihilangkan dengan menggunakan lidocain
(0,5 mg/kg) dan jika mungkin dapat diberikan 1 sampai 2 menit dengan pemasangan torniquet pada
bagian proksimal tempat suntikan, berikan secara I.V melaui vena yang besar. Gejala mual dan muntah
juga sering sekali ditemui pada pasien setelah operasi menggunakan propofol. Propofol merupakan
emulsi lemak sehingga pemberiannya harus hati – hati pada pasien dengan gangguan metabolisme
lemak seperti hiperlipidemia dan pankreatitis.
BenzodiazepinGolongan benzodiazepine yang sering digunakan oleh anestesiologi adalah Diazepam (valium),
Lorazepam (Ativan) dan Midazolam (Versed), diazepam dan lorazepam tidak larut dalam air dan
kandungannya berupa propylene glycol. Diazepam tersedia dalam sediaan emulsi lemak (Diazemuls atau
Dizac), yang tidak menyebakan nyeri atau tromboplebitis tetapi hal itu berhubungan bioaviabilitasnya
yang rendah, midazolam merupakan benzodiazepin yang larut air yang tersedia dalam larutan dengan
PH 3,5.
2.4.1 DosisDosis midazolam bervariasi tergantung dari pasien itu sendiri.
· Untuk preoperatif digunakan 0,5 – 2,5mg/kgbb
· Untuk keperluan endoskopi digunakan dosis 3 – 5 mg
· Sedasi pada analgesia regional, diberikan intravena.
· Menghilangkan halusinasi pada pemberian ketamin.
2.4.2 FarmakokinetikObat golongan benzodiazepine dimetabolisme di hepar, efek puncak akan muncul setelah 4 – 8 menit
setelah diazepam disuntikkan secara I.V dan waktu paruh dari benzodiazepine ini adalah 20 jam. Dosis
ulangan akan menyebabkan terjadinya akumulasi dan pemanjangan efeknya sendiri. Midazolam dan
diazepam didistribusikan secara cepat setelah injeksi bolus, metabolisme mungkin akan tampak lambat
pada pasien tua.
2.4.3 FarmakodinamikDalam sistem saraf pusat
Dapat menimbulkan amnesia, anti kejang, hipnotik, relaksasi otot dan mepunyai efek sedasi, efek
analgesik tidak ada, menurunkan aliran darah otak dan laju metabolisme.
Efek Kardiovaskuler
Menyebabkan vasodilatasi sistemik yang ringan dan menurunkan cardiac out put. Ttidak mempengaruhi
frekuensi denyut jantung, perubahan hemodinamik mungkin terjadi pada dosis yang besar atau apabila
dikombinasi dengan opioid.
Sistem Respiratori
Mempengaruhi penurunan frekuensi nafas dan volume tidal , depresi pusat nafas mungkin dapat terjadi
pada pasien dengan penyakit paru atau pasien dengan retardasi mental.
Efek terhadap saraf otot
Menimbulkan penurunan tonus otot rangka yang bekerja di tingkat supraspinal dan spinal , sehingga
sering digunakan pada pasien yang menderita kekakuan otot rangka.
Pethidin
Deskripsi
- Nama & Struktur Kimia : Ethyl 1-methyl-4-phenylpiperidine-4-carboxylate hydrochloride. C15H21NO2.HCL
- Sifat Fisikokimia : Serbuk kristal putih, agak pahit, sangat larut dalam air dan larut dalam alkohol
- Keterangan : -
Golongan/Kelas Terapi
Analgesik Narkotik
Nama Dagang
Indikasi
Nyeri sedang sampai berat, sebagai suplemen sedasi sebelum pembedahan, nyeri pada infark miokardium walaupun tidak seefektif morfin sulfat, untuk menghilangkan ansietas pada pasien dgn dispnea karena acute pulmonary edema & acute left ventricular failure
Dosis, Cara Pemberian dan Lama Pemberian
Oral/ IM,/SK :
Dewasa :
Dosis lazim 50–150 mg setiap 3-4 jam jika perlu,
Injeksi intravena lambat : dewasa 15–35 mg/jam.
Anak-anak oral/IM/SK :
1.1–1.8 mg/kg setiap 3–4 jam jika perlu. Untuk sebelum pembedahan : dosis dewasa 50 – 100 mg IM/SK
Farmakologi
Petidin dimetabolisme terutama di hati
Stabilitas Penyimpanan
Simpan pada suhu < 40°, terlindung cahaya. Tablet : 15-30°C, injeksi : 15-25°C
Kontraindikasi
Pasien yang menggunakan trisiklik antidepresan dan MAOi. 14 hari sebelumnya (menyebabkan koma, depresi pernapasan yg parah, sianosis, hipotensi, hipereksitabilitas, hipertensi, sakit kepala, kejang) Hipersensitivitas. Pasien dengan gagal ginjal
lanjut ,
Efek Samping
Depresi pernapasan,
Sistem saraf : sakit kepala, gangguan penglihatan, vertigo, depresi, rasa mengantuk, koma, eforia, disforia, lemah, agitasi, ketegangan, kejang,
Pencernaan : mual, muntah, konstipasi,
Kardiovaskular : aritmia, hipotensi postural,
Reproduksi, ekskresi & endokrin : retensi urin, oliguria.
Efek kolinergik : bradikardia, mulut kering, palpitasi, takikardia, tremor otot, pergerakan yg tidak terkoordinasi, delirium atau disorintasi, halusinasi.
Lain-lain : berkeringat, muka merah, pruritus, urtikaria, ruam kulit
Interaksi- Dengan Obat Lain :
Isoniazid : Meningkatkan efek samping isoniazid.
Antidepresan (MAOi & trisklik) : Potensiasi efek antidepresan.
Kontraseptik oral & estrogen : Menghambat metabolisme petidin.
MAO inhibitor : Penggunaan bersama petidin menyebabkan serotonin sindrom (agitasi, sakit kepala, hipertensi, hipotensi, konvulsi, hiperpireksia, koma),
Agonis opiod lainnya, anestetik umum, trankuilizer, sedative, hipnotik : Potensiasi efek depresi sistem saraf pusat.
Relaksan otot : Opioid dpt meningkatkan kerja penghambatan neuromuscular.
Kumarin antikoagulan : Potensiasi aktivitas antikoagulan.
Diuretik : opioid menurunkan efek diuretic pada pasien dengan kongestif jantung
- Dengan Makanan : -
Pengaruh
- Terhadap Kehamilan : Kategori B : Hati-hati penggunaannya pada wanita hamil
- Terhadap Ibu Menyusui : Hati-hati pemakaiannya pada ibu menyusui
- Terhadap Anak-anak : Keamanan & efikasi pada anak-anak belum diketahui
- Terhadap Hasil Laboratorium : -
Parameter Monitoring
Status sistem pernapasan & status mental, tekanan darah
Bentuk Sediaan
Injeksi Ampul 50 mg/ml
Peringatan
Hati-hati pada pasien dengan disfungsi hati & ginjal krn akan memperlama kerja & efek kumulasi opiod, pasien usia lanjut, pada depresi sistem saraf pusat yg parah, anoreksia, hiperkapnia, depresi pernapasan, aritmia, kejang, cedera kepala, tumor otak, asma bronkial
Kasus Temuan Dalam Keadaan Khusus
-
Informasi Pasien
Hindari pemakaian alkohol. Menyebabkan ngantuk (hati-hati mengendarai mobil atau menjalankan mesin), gangguan koordinasi, pada penggunaan jangka panjang menyebabkan ketergantungan fisik dan psikologi
Mekanisme Aksi
Berikatan dengan reseptor di sistem saraf pusat, mempengaruhi persepsi dan respon thd nyeri