Carsen 03 BAB 2
-
Upload
carseen-jilly-leo-evlist -
Category
Documents
-
view
218 -
download
0
Transcript of Carsen 03 BAB 2
-
8/19/2019 Carsen 03 BAB 2
1/35
7
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini akan disajikan beberapa konsep meliputi konsep dasar
dukungan keluarga, konsep dasar motivasi kepatuhan minum obat, konsep TB
paru, kerangka teori, kerangka konseptual dan hipotesis penelitian.
2.1 Konsep Dukungan Keluarga
2.1.1 Definisi
Menurut Friedman, dukungan sosial keluarga adalah sebagai suatu proses
hubungan antara keluarga dengan lingkungan sosial (Setiadi, 2008).
Dukungan sosial keluarga adalah sebuah proses yang terjadi sepanjang
masa kehidupan. Sifat dan jenis dukungan sosial berbeda-beda dalam berbagai
tahap siklus kehidupan. Misalnya, jenis-jenis dan kualitas dukungan sosial dalam
fase perkawinan (sebelum sebuah pasangan muda mendapat anak). Sangat
berbeda dengan banyaknya dan jenis-jenis dukungan sosial yang membutuhkan
ketika keluarga sudah berada dalam tahap atau fase siklus kehidupan terakhir.
Namun demikian dalam semua tahap siklus kehidupan dukungan sosial keluarga
mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal. Sebagai akibatnya, hal
ini meningkatkan kesehatan dan adaptasi keluarga (Setiadi, 2008).
-
8/19/2019 Carsen 03 BAB 2
2/35
8
2.1.2 Jenis dukungan keluarga
Jenis dukungan keluarga ada empat, yaitu:
1. Dukungan emosional
Dukungan emosional mencakup ungkapan empati, kepribadian dan perhatian
terhadap orang yang bersangkutan.
2. Dukungan penghargaan
Dukungan penghargaan terjadi lewat ungkapan hormat (penghargaan) positif
untuk orang tersebut, dorongan maju atau persetujuan dengan gagasan atau
perasaan individu dan perbandingan positif orang tertentu dengan orang lain
seperti : orang-orang yang kurang mampu atau yang lebih buruk keadaannya
3. Dukungan instrumental
Dukungan instrumental mencakup bantuan langsung seperti kalau orang-
orang memberi pinjaman uang kepada orang itu atau menolong dengan
memberi pekerjaan pada waktu stress.
4.
Dukungan informatif
Dukungan informatif mencakup memberi nasehat, petunjuk-petunjuk, saran-
saran atau umpan balik (Setiadi, 2008).
2.1.3
Ciri-ciri dukungan keluarga
Menurut House (Smet, 1994) setiap bentuk dukungan sosial keluarga
mempunyai ciri-ciri antara lain:
1. Informatif, yaitu bantuan informasi yang disediakan agar dapat digunakan
oleh seseorang dalam menanggulangi persoalan-persoalan yang dihadapi,
meliputi pemberian nasehat, pengarahan, ide-ide atau informasi lainnya yang
-
8/19/2019 Carsen 03 BAB 2
3/35
9
dibutuhkan dan informasi ini dapat disampaikan kepada orang lain yang
mungkin menghadapi persoalan yang sama atau hampir sama.
2. Perhatian emosional, setiap orang pasti membutuhkan bantuan afeksi dari
orang lain, dukungan ini berupa dukungan simpatik dan empati, cinta,
kepercayaan, dan penghargaan. Dengan demikian seseorang yang menghadapi
persoalan merasa dirinya tidak menanggung beban sendiri tetapi masih ada
orang lain yang memperhatikan, mau mendengar segala keluhannya,
bersimpati, dan empati terhadap persoalan yang diadapinya, bahkan mau
membantu memecahkan masalah yang dihadapinya.
3.
Bantuan Instrumental, bantuan bentuk ini bertujuan untuk mempermudah
seseorang dalam melakukan aktifitasnya berkaitan dengan persoalan-persoalan
yang dihadapinya, atau menolong secara langsung kesulitan yang dihadapi,
misalnya dengan menyediakan peralatan lengkap dan memadai bagi penderita,
menyediakan obat-obat yag dibutuhkan dan lain-lain.
4.
Bantuan Penghargaan, yaitu suatu bentuk penghargaan yang diberikan
seseorang kepada pihak lain berdasarkan kondisi sebenarnya dari penderita
(Setiadi, 2008).
2.1.4
Kriteria dukungan keluarga
1. Dukungan keluarga kurang ≤ 55 %
2.
Dukungan keluarga cukup 56-75%
3. Dukungan keluarga baik : 76-100%
-
8/19/2019 Carsen 03 BAB 2
4/35
10
Skor dukungan keluarga menggunakan skala likert, sebagai berikut:
Pernyataan positif
Selalu : 3
Sering : 2
Kadang- kadang : 1
Tidak Pernah : 0
Pernyataan negatif
Selalu : 0
Sering : 1
Kadang-kadang : 2
Tidak Pernah : 3
(Nursalam, 2008).
2.1.5
Tugas keluarga di bidang kesehatan
Sesuai dengan fungsi pemeliharaan kesehatan, keluarga mempunyai tugas
di bidang kesehatan yang perlu dipahami dan dilakukan. Friedman (1981)
membagi 5 tugas keluarga dalam bidang kesehatan yang harus dilakukan, yaitu:
1. Mengenal masalah kesehatan setiap anggotanya.
Perubahan sekecil apapun yang dialami anggota keluarga secara tidak
langsung menjadi perhatian dan tanggung jawab keluarga, maka apabila
menyadari adanya perubahan perlu segera dicatat kapan terjadinya, perubahan
apa yang terjadi dan seberapa besar perubahannya.
2. Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat bagi keluarga.
-
8/19/2019 Carsen 03 BAB 2
5/35
11
Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari pertolongan
yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga, dengan pertimbangan siapa
diantara keluarga yang mempunyai kemampuan memutuskan untuk
menentukan tindakan keluarga maka segera melakukan tindakan yang tepat
agar masalah kesehatan dapat dikurangi atau bahkan teratasi. Jika keluarga
mempunyai keterbatasan seyogyanya meminta bantuan orang lain
dilingkungan sekitar.
3. Memberikan perawatan anggotanya yang sakit atau yang tidak dapat
membantu dirinya sendiri karena cacat atau usianya yang terlalu muda.
Perawatan ini dapat dilakukan di rumah apabila keluarga memiliki
kemampuan melakukan tindakan untuk pertolongan pertama atau kepelayanan
kesehatan untuk memperoleh tindakan lanjutan agar masalah yang lebih parah
terjadi.
4. Mempertahankan suasana dirumah yang menguntungkan kesehatan dan
perkembangan kepribadian anggota keluarga.
5. Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan lembaga
kesehatan (memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada) (Setiadi, 2008).
2.1.6
Faktor yang mempengaruhi perilaku dan sikap kesehatan keluarga
Menurut Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2003) :
1.
Faktor predisposing
Adalah faktor yang melatarbelakangi seorang individu meliputi pengetahuan,
sikap, nilai, kepercayaan persepsi.
-
8/19/2019 Carsen 03 BAB 2
6/35
12
2. Faktor enabling
Adalah faktor yang mungkin menunjukkan perilaku hidup sehat, meliputi
ketersediaan sumber daya, keterjangkauan, rujukan, keterampilan.
3.
Faktor reinforcing
Adalah faktor yang menentukan apakah tindakan kesehatan mendapat
hubungan atau tidak sumber penguat tergantung kepada tujuan dan jenis
program. Jika sumber penguat dari pasangannya. Menurut Friedman (1998)
dalam Setiadi (2008) bahwa Sifat dan jenis dukungan sosial berbeda-beda
dalam berbagai tahap siklus kehidupan. Misalnya, jenis-jenis dan kualitas
dukungan sosial dalam fase perkawinan. Sangat berbeda dengan banyaknya
dan jenis-jenis dukungan sosial yang membutuhkan ketika keluarga sudah
berada dalam tahap atau fase siklus kehidupan terakhir.
Menurut Azwar (2007) dari ketiga faktor di atas dapat ditunjang dengan
lingkungan tempat tinggal, tingkat sosial, adanya sarana dan prasarana yang
memadai atau mendukung, keterjangkauan (biaya, jarak dan waktu) dan fasilitas.
2.2 Konsep Motivasi
2.2.1 Definisi
Motivasi adalah tingkah laku yang diarahkan untuk mencapai tujuan.
Motivasi ini menjadi proses yang dapat menjelaskan mengenai tingkah laku
seseorang dalam melaksanakan tugas tertentu. (Rahmat, 2009).
Motivasi adalah kebutuhan psikologi yang telah memiliki corak/ arah yang
ada di dalam diri individu yang harus diperoleh agar kehidupankejiwaannya
terpelihara yaitu senantiasa dalam keadaan seimbang (Djiwandono, 2002).
-
8/19/2019 Carsen 03 BAB 2
7/35
13
Menurut Nancy Stevenson (2001), motivasi adalah semua hal verbal, fisik,
atau psikologis yang membuat seseorang melakukan sesuatu sebagai respons. Dan
menurut Sarwono (2000), motivasi menunjuk pada proses gerakan, termasuk
situasi yang mendorong yang timbul dalam diri individu, tingkah laku yang
ditimbulkan oleh situasi tersebut dan tujuan atau akhir daripada gerakan atau
perbuatan (Sunaryo, 2004)
John Elder , et. Al (1998) dalam Notoatmodjo (2005) mendefinisikan
motivasi sebagai interaksi antara perilaku dan lingkungan, sehingga dapat
meningkatkan, menurunkan atau mempertahankan perilaku.
Menurut Adi (1994), istilah motivasi berasal dari kata motif yang dapat
diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri individu, yang menyebabkan
individu tersebut bertindak atau berbuat. Motif tidak dapat diamati secara
langsung tetapi dapat diinterpretasikan dalam tingkah lakunya, berupa
rangsangan, dorongan atau pembangkit tenaga munculnya suatu tingkah laku
tertentu (Uno, 2008).
Motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) seseorang yang dapat
menimbulkan tingkat persistensi dan entusiasmenya dalam melaksanakan suatu
kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi
intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik) (Sudrajat, 2008).
2.2.2 Teori Motivasi
1. Keinginan
Keinginan adalah nafsu yang telah mempunyai arah dan tujuan tertentu dan
yang konkret. Adanya keinginan yang kuat dapat diperoleh dari diri sendiri,
-
8/19/2019 Carsen 03 BAB 2
8/35
14
orang lain maupun keluarga. Menurut pendapat Smeat bahwa seseorang
mengikuti anjuran dokter termasuk anjuran untuk minum obat karena
seseorang mempunyai keinginan untuk sembuh dan mempunyai tujuan
tertentu sehingga seseorang tetap semangat demi kesembuhannya (Hutabarat,
2008)
2. Keyakinan
Keyakinan merupakan dimensi spiritual yang dapat menjalani kehidupan.
Penderita yang berpegang teguh terhadap keyakinannya akan memilki jiwa
yang tabah dan tidak mudah putus asa serta dapat menerima keadaannya,
demikian juga cara perilaku akan lebih baik. Kemauan untuk melakukan
kontrol penyakitnya dapat dipengaruhi oleh keyakinan penderita, dimana
penderita memiliki keyakinan yang kuat akan lebih tabah terhadap anjuran dan
larangan kalau tahu akibatnya.
3. Harapan
Kuatnya keinginan seseorang untuk melakukan sesuatu bergantung pada
harapan bahwa apa yang akan dilakukan nanti memiliki suatu hasil tertentu
dan terdapat daya tarik pada hasil tersebut bagi orang yang bersangkutan
(Notoatmodjo, 2010).
2.2.3 Bentuk-bentuk motivasi
1.
Motivasi instrinsik
Motivasi intrinsik mempunyai sumber dorongan dari dalam diri individu,
motivasi intrinsik lebih bersifat tahan lama dan lebih kuat dibandingkan
dengan motivasi ekstrinsik (Irwanto,1996)
-
8/19/2019 Carsen 03 BAB 2
9/35
15
2. Motivasi ekstrinsik
Motivasi yang datangnya dari luar individu, dapat dari orang lain, keluarga
ataupun dari lingkungan.
3.
Motivasi terdesak
Motivasi yang muncul dalam kondisi terjepit dan munculnya serentak serta
menghentak dan cepat sekali munculnya pada perilaku aktivitas seseorang.
4. Motivasi yang berhubungan dengan idiologi politik, ekonomi, sosial dan
budaya (Ipoleksosbud), dan Hankam
Yang sering menonjol adalah motivasi sosial karena individu merupakan
makhluk sosial. Biasanya berhubungan dengan rasa keinginan untuk
bergabung dengan kelompok sukarelawan untuk korban bencana alam, dsb
(Rusmi, 1999).
2.2.4
Faktor yang mempengaruhi motivasi
Motivasi seseorang sering kali dipengaruhi oleh dua hal berikut:
1.
Seberapa mendesaknya suatu kebutuhan. Misalnya, kita merasa lapar, namun
harus menyelesaikan suatu tugas dengan segera. Kalau kita merasa sangat
lapar, kita akan makan. Tapi bila kita hanya sedikit merasa lapar, kita akan
memilih untuk enyelesaikan tugas.
2. Anggapan bahwa suatu tindakan akan memenuhi suatu kebutuhan. Misalnya,
ada dua kebutuhan yang mendesak keinginan untuk menyeesaikan tugas atau
makan. Persepsi tentang bagaimana kita memandang dua kebutuhan tersebut
sangat menentukan mana yang akan diprioritaskan. Kalau kita berpikir bahwa
kita bisa dipecat karena tugas tidak selesai, kita akan mengorbankan waktu
-
8/19/2019 Carsen 03 BAB 2
10/35
16
makan siang untuk mengerjakannya. Sebaliknya, jika kita merasa tidak akan
mendapat masalah walaupun pekerjaan itu tidak selesai, kita akan pergi untuk
makan siang.
Orang dapat termotivasi karena kepercayaan, nilai, minat, rasa takut, dan
sebagainya. Diantaranya faktor internal seperti kebutuhan, minat dan kepercayaan.
Faktor lainnya adalah faktor eksternal, misalnya bahaya, lingkungan, atau tekanan
dari orang yang dikasihi akan ada proses yang mudah dalam motivasi kita harus
selalu terbuka dalam memandang orang lain (Eviriyanti, 2007).
Menurut Rusmi (1999), faktor yang mempengaruhi motivasi adalah
sebagai berikut:
1) Faktor phisik dan proses mental
2) Faktor hereditas, lingkungan, kematangan atau usia
Pada remaja usia 13-15 tahun merupakan remaja awal yaitu merupakan masa
transisi antara fase anak-anak dan dewasa sehingga menyebabkan perubahan
mental yang cepat dan labil hal ini membutuhkan penyesuaian sampai
terbentuk sikap nilai dan minat baru. Sedangkan pada usia 45 tahun sudah
merupakan lansia, sehingga dikhawatirkan lansia pada usia ini sudah
mengalami demensia (http://ocanziehend.blogspot.com/2012/03/masa-remaja-
dan-lansia.html).
Menurut Notoatmodjo (2003), usia akan mempengaruhi pada proses berfikir
dan pengambilan keputusan untuk melakukan pengobatan lanjutan. Usia
dewasa merupakan usia dimana masih sehat untuk berfikir dan memikirkan
http://ocanziehend.blogspot.com/2012/03/masa-remaja-dan-lansia.htmlhttp://ocanziehend.blogspot.com/2012/03/masa-remaja-dan-lansia.htmlhttp://ocanziehend.blogspot.com/2012/03/masa-remaja-dan-lansia.htmlhttp://ocanziehend.blogspot.com/2012/03/masa-remaja-dan-lansia.htmlhttp://ocanziehend.blogspot.com/2012/03/masa-remaja-dan-lansia.html
-
8/19/2019 Carsen 03 BAB 2
11/35
17
masa depan. Banyak keinginan dari responden yang selalu bersemangat dan
memikirkan masa depan mereka, anak serta keluarga mereka nanti.
3) Faktor intrinsik seseorang
a.
Pendidikan
Menurut Skiner dalam notoatmodjo (2005) bahwa motivasi adalah
tindakan nyata yang dapat dipengaruhi oleh faktor dari dalam diri antara
lain pendidikan penderita, selain itu menurut Smeat dalam Hutabarat
(2008) yang mengatakan bahwa pendidikan yang kurang akan
menyebabkan penderita kurangnya motivasi.
4)
Fasilitas (sarana dan prasarana)
5) Situasi dan kondisi
6) Program dan aktivitas (pekerjaan)
Menurut Kartini (2001) dalam joniansah (2010), suatu aktivitas rutin pada
seseorang memungkinkan untuk menghabiskan waktu dengan pekerjaannya
sehingga waktu luang pun terbatas. Bagi seseorang yang termasuk sibuk
dalam pekerjaannya akan sangat sulit untuk meluangkan waktu, walaupun
sekedar minum obatnya sendiri. Hal ini akan berbeda dengan seseorang
dengan pekerjaan yang mempunyai waktu luang cukup akan memungkinkan
untuk lebih teratur dalam meminum obat sesuai waktunya.
-
8/19/2019 Carsen 03 BAB 2
12/35
18
2.2.5 Cara meningkatkan motivasi
1.
Dengan teknik verbal
Meningkatkan motivasi dengan cara berbicara dengan orang lain untuk
membangkitkan semangat, selain itu juga bisa dilakukan dengan cara
pendekatan pribadi, diskusi dan sebagainya.
2. Teknik tingkah laku
Bisa dilakukan dengan cara meniru, mencoba, dan menerapkan.
3. Teknik intensif
Dengan cara mengambil kaidah yang ada
4.
Supertisi
Kepercayaan akan sesuatu secara logis, namun membawa keberuntungan.
5. Citra/image
Dengan imaginasi atau daya khayal yang tinggi maka individu dapat
termotivasi (Rusmi, 1999).
2.2.6 Karakteristik motivasi
Karakteristik dari motivasi adalah:
1. Activation, yaitu mendorong munculnya gerakan atau perbuatan dan dapat
dilihat dari beberapa banyak (frekuensi) serta kuatnya gerakan itu.
2. Direction, yaitu mengerahkan kemana gerakan itu harus ditunjukkan.
3.
Analysis motivations,yaitu gerakan yang dilatarbelakangi motivasi pada
hakekatnya dapat dianalisis dari berbagai arah, yaitu: physiological analysis
yang dapat dianalisis semata-mata dari aspek yang bersifat fisik; individual
analysis yaitu analisis yang semata-mata untuk kepentingan individual yang
-
8/19/2019 Carsen 03 BAB 2
13/35
19
sudah lebih kompleks dibanding hanya kepentingan fisik; sosial analysis,
yaitu analisis yang sudah bersifat untuk kepentingan masyarakat atau
kelompok sosial; dan philosophical analysis yaitu analisis yang bersifat
filosofis (Asnawi, 2007).
2.2.7 Kriteria motivasi
Pengukuran motivasi menggunakan skala likert sebagai berikut:
Pernyataan positif
SS : 3
S : 2
TS : 1
STS : 0
Pernyataan negatif
SS : 0
S : 1
TS : 2
STS : 3
Selanjutnya dikategorikan dalam 3 kategori yang dimodifikasi, tinggi jika
hasil prosentasi 76-100%, sedang jika hasil prosentasi 56-75% dan rendah jika
hasil prosentasinya ≤ 55% (Nursalam, 2008).
-
8/19/2019 Carsen 03 BAB 2
14/35
20
2.3 Konsep Tuberkulosis (TB Paru)
2.3.1
Definisi
Tuberculosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman TB ( Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang
paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainya (Depkes RI, 2007).
TB paru adalah suatu penyakit infeksi yang menyerang paru-paru yang
secara khas ditandai oleh pembentuka granuloma dan menimbulkan nekrosi
jaringan. Penyakit ini bersifat menahun dan dapat menular dari penderita kepada
orang lain (Manurung, 2009).
Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yag menyerang parenkim
paru-paru, disebabkan Mycrobacterium tuberculosis (Somantri, 2009).
2.3.2 Penyebab
TB paru disebabkan oleh Mycobacterium Tuberkulosis sejenis kuman
berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/um, dan tebal 0,3-0,6/um. Kuman
terdiri dari asam lemak, sehingga kuman lebih tahan asam dan tahan terhadap
gangguan kimia dan fisis (Manurung, 2009).
-
8/19/2019 Carsen 03 BAB 2
15/35
21
2.3.3 Patofisiologi
Gambar 2.1: Patofisiologi TB paru yang mengarah pada terjadinya masalah keperawatan(Muttaqin, 2008)
1.
Edema trakeal/faringeal
2. Peningkatan produksisekret
3.
Pecahnya pembuluhdarah jalan napas
1.
Batuk produktif2.
Batuk darah
3. Sesak napas4.
Penurunankemampuan batuk
produktif
1.
Ketidakefektifan bersihan jalannapas
2. Risiko tinggisufokasi
Penurunan jaringanefektif paru, atelektasis,
kerusakan membranalveolar-kapiler merusak
pleura, dan perubahancairan intrapleura.
Komplikasi TB paru1.
Efusi pleura
2.
Pneumothoraks
Sesak napas, penggunaan otot bantu
napas dan pola napas
tidak efektif
1.
Pola napas tdak
efektif2.
Gangguan pertukaran gas
1.
Intake nutrisi tidak
adekuat2. Tubuh makin kurus3.
Ketergantungan aktivitassehari-hari
4. Kurangya pemenuhanistirahat dan tidur
5.
Kecemasan
6. Kurangnya Informasi
1. Perubahan pemenuhannutrisi kurang darikebutuhan
2. Gangguan pemenuhanADL ( Activity Daily Living )
3.
Gangguan pemenuhanIstirahat dan tidur
4.
Kecemasan
5.
Ketidaktahuan informasi
Reaksi infeksi/ inflamasi, membentuk kavitas dan merusak
parenkim paru
Reaksi sistemis:anoreksia, mual,
demam, penurunan berat badan, dan
kelemahan
Infeksi bakteri tuberkulosis via inhalasi
Infeksi primer
Sembuh den an fokus Ghon
Bakteri dorman
Bakteri muncul beberapa tahunkemudian
Sembuhfibrotik
Sembuh
Penyebaran bakterisecara bronkogen,
limfogen dan
hematogen
Infeksi pasca-primer
(Reaktivasi)
-
8/19/2019 Carsen 03 BAB 2
16/35
22
Infeksi diawali karena seseorang menghrup basil M. Tuberculosis. Bakteri
menyebar melalui jalan napas menuju alveoli lalu berkembang biak dan terlihat
berumpuk. Perkembangan M. Tuberculosis juga dapat menjangkau sampai ke arah
lain dari paru-paru (lobus atas). Basil juga menyebar melalui sistem limfe dan
aliran darah ke bagian tubuh lain (ginjal, tulang, dan korteks serebri) dan area lain
dari paru-paru (lobus atas). Selanjutnya sistem kekebalan tubuh memnerikan
respon dengan melakukan reaksi inflamasi. Neutrofil dan makrofag melakukan
aksi fagositosis (menelan bakteri), sementara limfosit spesifik-tuberkulosis
menghancurkan (melisiskan) basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini
mengakibatkan terakumulasinya eksudat dalam alveoli yang menyebabkan
bronkopneumonia. Infeksi awal biasanya timbul dalam waktu 2-10 minggu
setelah terpapar bakteri.
Interaksi antara M. Tuberculosis dan sistem kekebalan tubuh pada masa
awal infeksi membentuk sebuah massa jaringan baru yang disebut granuloma.
Granuloma terdiri atas gumpalan basil hidup dan mati yang dikelilingi oleh
makrofag seperti dinding. Granuloma selanjutnya berubah bentuk menjadi massa
jaringan fibrosa. Bagian tengah dari massa tersebut disebut ghon tubercle. Materi
yang terdiri atas makrofag dan bakteri menjadi nekrotik yang selanjutnya
membetuk materi yang penampakannya seperti keju (necrotizing caseosa). Hal ini
akan menjadi klasifikasi dan akhirnya membentuk jaringan kolagen kemudian
bakteri menjadi nonaktif.
Setelah ifeksi awal, jika respon sistem imun tidak adekuat maka penyakit
akan menjadi parah. Penyakit yang kian parah dapat timbul akibat infeksi ulang
-
8/19/2019 Carsen 03 BAB 2
17/35
23
atau bakteri yang sebelumnya tidak aktif kembali menjadi aktif. Pada kasus ini,
ghon tubercle mengalami ulserasi sehingga menghasilkan necrotizing caseosa di
dalam bronkhus. Tuberkel yang ulserasi selanjutnya menjadi sembuh dan
membentuk jarigan parut. Paru-paru yang terinfeksi kemudian meradang,
mengakibatkan timbulnya bronkopneumnia, membentuk tuberkel, dan seterusnya.
Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya. Proses ini berjalan terus
dan basil terus difagosit atau berkembang biak di dalam sel. Makrofag yang
mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu membentuk sel
tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit (membutuhkan 10-20 hari).
Daerah yang mengalami nekrosis dan jaringan granulasi yang dikelilingi sel
epiteloid dan fibroblas akan menimbulkan respon berbeda, kemudian pada
akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang di kelilingi oleh tuberkel (Somantri,
2008).
2.3.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi tuberkulosis
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian tuberkulosis
diantaranya:
1. Faktor ekonomi keadaan sosial yang rendah pada umumnya berkaitan erat
dengan berbagai masalah kesehatan karena ketidakmampuan dalam mengatasi
masalah kesehatan. Masalah kemiskinan akan sangat mengurangi kemampuan
masyarakat untuk memenuhi kebutuhan gizi, pemukiman dan lingkungan
sehat, jelas semua ini akan mudah menumbuhkan penyakit tuberkulosis.
2. Status gizi ini merupakan faktor yang penting dalam timbulnya penyakit
tuberkulosis. Berdasarkan hasil penelitian kejadian tuberkulosis
-
8/19/2019 Carsen 03 BAB 2
18/35
24
menunjukakan bahwa penyakit yang bergizi normal ditemukan kasus lebih
kecil daripada status gizi kurang dan buruk.
3. Status pendidikan, latar belakang pendidikan mempengaruhi penyebaran
penyakit menular khususnya tuberkulosis. Berdasarkan hasil penelitian
mengatakan semakin rendah latar belakang pendidikan kecenderungan terjadi
kasus tuberkulosis, hal ini faktor terpenting dari kejadian TB paru (Taufan,
2009).
Sedangkan menurut Departemen Kesehatan, TBC dapat dipengaruhi oleh:
1.
Status sosial ekonomi
2.
Kepadatan penduduk
3. Status gizi
4. Pendidikan
5.
Pengetahuan
6. Jarak tempuh dengan pusat pelayanan kesehatan
7.
Keteraturan berobat (Depkes RI, 2007)
2.3.5 Cara penularan dan faktor risiko
Sumber penularan adalah penderita TB Paru BTA positif. Pada waktu
batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet
(percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada
suhu kamar selama beberapa jam. Seseorang dapat terinfeksi kuman TB Paru bila
droplet tersebut terhirup ke dalam saluran pernafasan. Setelah kuman tuberkulosis
masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan, kuman tuberkulosis tersebut
dapat menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran
-
8/19/2019 Carsen 03 BAB 2
19/35
25
darah, sistem saluran limfe, saluran nafas, atau penyebaran langsung ke bagian-
bagian tubuh lainnya (Depkes RI, 2002).
Individu yang berisiko tinggi untuk tertular tuberkulosis adalah:
1.
Mereka yang kontak dekat dengan seseorang yang mempunyai TB aktif.
2. Individu imunosupresif (termasuk lansia, pasien dengan kanker, mereka yang
dalam terapi kotikosteroid, atau mereka yang terinfeksi dengan HIV).
3. Pengguna obat-obat IV dan alkoholik.
4. Setiap individu tanpa perawatan kesehatan yang adekuat (tunawisma; tahanan;
etnik dan ras minoritas, terutama, anak-anak di bawah usia 15 tahun dan
dewasa muda antara yang berusia 15 sampai 44 tahun).
5. Setiap individu dengan gangguan medis yang sudah ada sebelumnya (mis.,
diabetes, gagal ginjal kronis, silikosis, penyimpangan gizi, bypass gastrektomi
atau yeyunoileal).
6. Imigran dari negara dengan insiden TB yang tinggi (Asia tenggara, Afrika,
Amerika Latin, karibia).
7. Setiap individu yag tinggal di institusi (mis., fasilitas perawatan jangka
panjang, institusi psikiatrik, penjara).
8.
Individu yang tinggal di daerah perumahan substandart kumuh.
9. Petugas kesehatan.
Risiko untuk tertular tuberkulosis juga tergantung pada banyaknya organisme
yang terdapat di udara (Muttaqin, 2008).
-
8/19/2019 Carsen 03 BAB 2
20/35
26
2.3.6 Gejala penderita TB paru
Pada stadium awal penyakit TB paru tidak menunjukkan tanda dan gejala
yang spesifik. Namun seiring dengan perjalanan penyakit akan menambah
jaringan parunya mengalami kerusakan, sehingga dapat meningkatkan produksi
sputum yang ditujukan dengan seiringnya klien batuk sebagai bentuk kompensasi
pengeluaran dahak. Selain itu, klien dapat merasa letih, lemah, berkeringat pada
malam hari dan mengalami penurunan berat badan yang berarti.
Secara rinci tanda dan gejala TB paru ini dapat dibagi atas 2 (dua)
golongan yaitu sistemik dan gejala respiratorik.
Gejala sistemik adalah:
1. Demam
Demam merupakan gejala pertama dari tuberkulosis paru, biasanya timbul
pada sore dan malam hari disertai dengan keringat mirip demam influenza
yang segara mereda. Tergantung dari daya tahan tubuh dan vrulesi kuman,
serangan demam yang berikut dapat terjadi setelah 3 bulan, 6 bulan, 9 bulan.
Demam seperti influenza ini hilang timbul dan semakin lama makin panjang
masa serangannya, sedangkan masa serangannya, sedangkan masa bebas
serangan akan semakin pendek. Demam dapat mencapai suhu tinggi yaitu 40
0
-
410C.
2.
Malaise
Karena tuberkulosis bersifat radang menahun, maka dapat terjadi rasa tidak
enak badan, pegal-pegal, nafsu makan berkurang, badan makin kurus, sakit
-
8/19/2019 Carsen 03 BAB 2
21/35
27
kepala, mudah lelah dan pada wanita kadang-kadang dapat terjadi gangguan
siklus haid.
Gejala respiratorik adalah:
1.
Batuk
Batuk baru timbul apabila proses penyakit telah melibatkan bronkhus. Batuk
mula-mula terjadi oleh karena iritasi bronkhus; selanjutnya akibat adanya
peradangan pada bronkhus, batuk akan menjadi produktif. Batuk produktif ini
berguna untuk membuang produk-produk ekskresi peradangan. Dahak dapat
bersifat mukoid atau purulen.
2.
Batuk darah
Batuk darah terjadi akibat pecahnya pembuluh darah. Berat dan ringannya
batuk darah yang timbul, tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang
pecah. Batuk darah tidak selalu timbul akibat pecahnya aneurisma pada
dinding kavitas, juga dapat terjadi karena ulserasi pada mukosa bronkhus.
Batuk darah inilah yang paling sering membawa penderita berobat ke dokter.
3. Sesak nafas
Gejala ini ditemukan pada penyakit yang lanjut dengan kerusakan paru yang
cukup luas. Pada awal penyakit gejala ini tidak pernah ditemukan.
4. Nyeri dada
Gejala ini timbul apabila sistem persyarafan yang terdapat di pleura terkena,
gejala ini dapat bersifat lokal atau pleuritik (Manurung, 2009).
-
8/19/2019 Carsen 03 BAB 2
22/35
28
2.3.7 Klasifikasi penyakit
Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien Tuberculosis memerlukan
suatu definisi kasus yang meliputi empat hal, yaitu:
1.
Lokasi atau organ tubuh yang sakit : paru dan ekstra paru
2. Bakteriologi (hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopik) : BTA positif dan
BTA negative
3. Tingkat keparahan penyakit : ringan dan berat
4. Riwayat pengobatan TB sebelumnya: baru atau sudah pernah diobati (Depkes
RI, 2007).
Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena :
1. Tuberkulosis paru, adalah : Tuberkulosis yang menyerang jaringan parenkim
paru, tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
2.
Tuberkulosis ekstra paru, adalah : Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh
lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung ( pericardium),
kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat
kelamin dll.
Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadi beberapa
tipe pasien, yaitu :
1. Kasus baru : Pasien TB yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah
pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu)
2. Kasus kambuh ( Relaps) : Pasien TB yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan TB dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,
didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan/kultur)
-
8/19/2019 Carsen 03 BAB 2
23/35
29
3. Kasus setelah putus berobat ( Default ) : Pasien yang telah berobat dan putus
berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif
4. Kasus setelah putus berobat ( Failure) : Pasien yang hasil pemeriksaan
dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan ke-5 atau lebih
selama pengobatan
5. Kasus pindahan (Transfer in) : adalah pasien yang dipindahkan dari UPK
yang memiliki register TB lain untuk melanjutkan pengobatanya
6. Kasus lain : Kasus yang tidak memiliki ketentuan diatas. Didalam kelompok
ini termasuk kasus kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA
positif setelah selesai pengobatan ulangan (GERDUNAS TB, 2005).
2.3.8 Penatalaksanaan
Zain (2001) membagi penatalaksanaan tuberkulosis paru menjadi tiga
bagian, yaitu pencegahan, pengobatan, dan penemuan penderita (active case
finding ) (Muttaqin, 2008).
1.
Pencegahan
1) Pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul
erat dengan penderta TB paru BTA positif. Pemeriksaan meliputi tes
tuberkulin, klinis, dan radiologis. Bila tes tuberkulin positif, maka
pemeriksaan radiologi foto thoraks diulang pada 6 dan 12 bulan
mendatang. Bila masih negatif, berikan BCG vaksinasi. Bila positif,
berarti menjadi konversi hasil tes tuberkulin dan diberikan
kemoprokfilaksis.
-
8/19/2019 Carsen 03 BAB 2
24/35
30
2) Mass chest X-Ray, yaitu pemeriksaan massal terhadap kelompok-
kelompok populasi tertentu misalnya Karyawan rumah sakit/ puskesmas/
balai pengobatan, penghuni tahanan dan siswa-siswi pesantren.
3)
Vaksinasi BCG
4) kemoprokfilaksis dengan menggunakan INH 5 mg/ KgBB selama 6-12
bulan dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri
yang masih sedikit. Indikasi kemoprofilaksis primer atau utama adalah
bayi yang menyusu pada ibu dengan BTA positif, sedangkan
kemoprofilaksi sekunder diperlukan bagi kelompok berikut:
(1)
Bayi di bawah 5 tahun dengan hasil tes tuberkulin positif karena risik
timbulnya TB milier dan meningitis TB,
(2) Anak dan remaja di bawah 20 tahun denga hasil tes tuberkulin positif
yang bergaul erat dengan penderita TB menular,
(3) Individu yang menunjukkan konversi hasil tes tuberkulin dari negatif
menjadi positif,
(4) Penderita yang menerima pengobatan steroid atau obat imunosupresif
jangka panjang,
(5)
Penderita Diabetes mellitus
5) Komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) tentang penyakit tuberkulosis
kepada masyarakat di tingkat puskesmas maupun tingkat rumah sakit oleh
petugas pemerintah maupun petugas LSM (Muttaqin, 2008).
-
8/19/2019 Carsen 03 BAB 2
25/35
31
2. Pengobatan
1)
Tujuan pengobatan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah
kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan
mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT.
2) Jenis, Sifat dan Dosis Obat Anti TB (OAT)
Tabel 2.1. Jenis, Sifat dan Dosis OAT (Muttaqin, 2008)
Obat anti TB
esencial
ANSI Potensi
Rekomendasi Dosis
(mg/KGB)
Per hari
Per minggu
3x 2x
Isoniazid (INH) Bakterisidal Tinggi 5 10 15
Rifampisin (R) Bakterisidal Tinggi 10 10 10
Pirazinamid (Z) Bakterisidal Rendah 25 35 50
Streptomisin (S) Bakterisidal Rendah 15 15 15
Etambutol (E) Bakteriostatik Rendah 15 30 45
3) Prinsip pengobatan
Pengobatan TB dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut :
(1) OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi bebrapa jenis obat,
dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori
pengobatan, jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakain
OAT kombinasi dosis tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan
sangat dianjurkan
-
8/19/2019 Carsen 03 BAB 2
26/35
32
(2) Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan
pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh
seorang pengawas menelan obat (PMO). Sebaiknya PMO adalah
petugas kesehatan, misalnya bidan di desa, perawat, juru imunisasi,
dan lain-lain. Bila tidak ada petugas kesehatan yang memungkinkan,
PMO dapat berasal dari kader kesehatan, guru, anggota Perhimpunan
Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia (PPTI), atau tokoh masyarakat
lainnya atau anggota keluarga.
4)
Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan tahap
lanjutan
(1) Tahap awal ( Intensif ): Pada tahap awal (intensif) pasien mendapat obat
setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah
terjadinya resistensi obat; Bila pengobatan tahap intensif tersebut
diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular
dalam kurun waktu 2 minggu; Sebagian besar pasien TB BTA Positif
menjadi BTA negative (konversi) dalam 2 bulan.
(2) Tahap lanjutan: Pada tahap lanjutan pasien mandapat jenis obat lebih
sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama; Tahap lanjutan
penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah
terjadinya kekambuhan (Depkes RI, 2007).
-
8/19/2019 Carsen 03 BAB 2
27/35
33
5) Paduan OAT dan peruntukannya
(1)
Kategori I (2HRZE/ 4H3R 3)
Paduan OAT ini diberikan untuk:
a.
Penderita baru TB paru dengan BTA (+)
b. Penderita baru TB paru, BTA (-), foto thorak (+), dengan
kerusakan parenkim paru yang luas
c. Penderita baru TB dengan kerusakan yang berat pada penderita TB
ekstra pulmons
(2)
Kategori II (2HRZES/HRZE/5H3R 3E3)
Diberikan untuk:
a. Pasien kambuh
b. Pasien gagal
c.
Pasien dengan pengobatan setelah default (terputus)
(3) Kategori III (2RHZ/4R 3H3)
Diberikan untuk:
a. Penderita baru BTA (-) dan foto thoraks (+) sakit ringan
b. Penderita ekstra paru ringan, yaitu TB kelenjar limfe, pleuritis
eksudatif unilateral, TB kulit, TB tulang (Manurung, 2008).
6) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Pengobatan
Banyak faktor yang harus diperhatikan yang akan sangat mempengeruhi
keberhasilan pengobatan, diantaranya meliputi :
-
8/19/2019 Carsen 03 BAB 2
28/35
34
(1) Lamanya waktu pengobatan
(2)
Kepatuhan serta keteraturan penderita untuk berobat
Sackett (1976) mendefinisikan kepatuhan pasien sebagai “sejauhmana
perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh
profesional kesehatan” (Niven, 2002).
Menurut Niven (2002), faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan
adalah:
a. Faktor penderita atau individu
Motivasi atau sikap yang paling kuat adalah dalam diri individu
sendiri. Motivasi individu ingin tetap mempertahankan
kesehatannya sangat berpengaruh terhadap faktor-faktor yang
berhubungan dengan perilaku penderita dalam kontrol penyakit.
b.
Dukungan keluarga
Dukungan keluarga merupakan bagian dari penderita yang paling
dekat dan tidak dapat dipisahkan. Penderita akan merasa senang
dan tentram apabila mendapat perhatian dan dukungan dari
keluarganya, karena dengan dukungan tersebut akan menimbulkan
kepercayaan dirinya untuk menghadapi atau mengelola
penyakitnya dengan lebih baik, serta penderita mau menuruti
saran-saran yang diberikan oleh keluarga untuk menunjang
pengelolaan penyakitnya.
-
8/19/2019 Carsen 03 BAB 2
29/35
35
c. Dukungan sosial
Dukungan sosial dalam bentuk dukungan emosional dari anggota
keluarga lain merupakan faktor-faktor yang penting dalam
kepatuhan terhadap program-program medis. Keluarga dapat
mengurangi ansietas yang disebabkan oleh penyakit tertentu dan
dapat mengurangi godaan terhadap ketidaktaatan.
d. Dukungan petugas kesehatan
Dukungan petugas kesehatan merupakan faktor lain yang dapat
mempengaruhi perilaku kepatuhan. Dukungan mereka terutama
berguna saat pasien menghadapi bahwa perilaku sehat yang baru
tersebut merupakan hal penting. Begitu juga mereka dapat
mempengaruhi perilaku pasien dengan cara menyampaikan
antusias mereka terhadap tindakan tertentu dari pasien, dan secara
terus-menerus memberikan penghargaan yang positif bagi pasien
yang telah mampu beradaptasi dengan program pengobatannya.
(3) Daya tahan tubuh
(4) Faktor social ekonomi penderita
(5)
Status gizi penderita (Taufan, 2009).
3. Penemuan Penderita
Penemuan penderita TB paru dilakukan secara pasif, artinya penjaringan
tersangka penderita dilaksanakan pada mereka yang datang dengan kemauan
sendiri berkunjung ke UPK. Penemuan secara pasif tersebut didukung dengan
penyuluhan secara aktif, baik oleh petugas kesehatan maupun masyarakat, untuk
-
8/19/2019 Carsen 03 BAB 2
30/35
36
meningkatkan cakupan penemuan tersangka penderita. Cara ini dikenal dengan
sebutan passive promotive case finding.
Untuk menegakkan diagnosa TB paru, maka test diagnostik yang sering
dilakukan pada klien adalah:
1) Pemeriksaan Radiologis: foto rontgen toraks
Tuberkulosis dapat memberikan gambaran yang bermacam-macam
pada foto rontgen toraks, akan tetapi terdapat beberapa gambaran yang
karakteristik untuk tuberkulosis paru yaitu:
(1)
Apabila lesi terdapat terutama dilapangan di atas paru.
(2)
Bayangan berwarna atau bercak.
(3) Terdapat kavitas tunggal atau multipel.
(4) Terdapat klasifikasi.
(5)
Apabila lesi bilateral terutama bila terdapat pada lapangan atas paru.
(6) Bayangan abnormal yang menetap pada foto toraks setelah foto ulang
beberapa minggu kemudian.
Lesi pada orang dewasa mempunyai predileksi di segmen apikal
dan posterior lobus atas serta segmen apikal lobus bawah. Umumnya lesi
tuberkulosis bersifat multiform, yaitu terdapat membran beberapa stadia
pada saat yang sama misalnya terdapat infiltrat, fibrosis dan klasifikasi
bersamaan.
Gambaran yang tampak pada foto thoraks tergantung dari stadium
penyakit. Pada lesi baru di paru yang berupa sarang pneumonia terdapat
gambaran bercak seperti awan dengan batas yang tidak jelas. Kemudian
-
8/19/2019 Carsen 03 BAB 2
31/35
37
pada fase berikutnya bayangan akan lebih padat dan batas lebih jelas.
Apabila lesi diliputi oleh jaringan ikat maka akan terlihat bayangan bulat
berbatas tegas disebut tuberkuloma. Apabila lesi tuberkulosis meluas maka
akan terjadi perkijuan, yang apabila dibatukkan akan menimbulkan
kavitas. Kavitas ini akan bermacam-macam bentuknya “multiloculatied ”,
dinding tebal dan sklerotik. Bisa juga ditemukan atelektasis pada satu
lobus bahkan pada satu paru, kadang-kadang kerusakan yang luas
ditemukan pada kedua paru. Gambaran fibrosis tampak seperti gari-garis
yang padat, sedangkan klasifikasi terlihat sebagai bercak dengan densitas
tinggi. Sering juga ditemui penebalan yang tersebar merata di kedua paru.
Gambaran efusi pleura dan pneumothoraks juga sering menyertai
tuberkulosis paru-paru.
Foto thoraks PA dan lateral biasanya sudah cukup memberikan
gambaran. Kadang-kadang diperlukan pemeriksaan radiologik khususnya
seperti foto top lordotik , tomogram dan bronkografi. Penting sekali
melakukan evaluasi foto dan membandingkan hasilnya, untuk mengetahui
apakah ada kemajuan, perburukan atau terdapat kelainan yang menetap.
2)
Pemeriksaan Laboratorium
(1) Darah
Pada TB paru aktif biasanya ditemukan peningkatan leukosit dan laju
endap darah (LED).
-
8/19/2019 Carsen 03 BAB 2
32/35
38
(2) Sputum BTA
Pemeriksaan bakteriologik dilakukan untuk menemukan kuman
tuberkulosis. Diagnosa pasti ditegakkan bila pada biakan ditemukan
kuman tuberkulosis. Pemeriksaan penting untuk diagnosa definitiv dan
menilai kemajuan klien. Dilakukan tiga kali berturut-turut dan biakan
atau kultur BTA selama 4-8 minggu.
3) Test Tuberculin ( Mantoux Test )
Pemeriksaan ini banyak digunakan untuk menegakkan diagnosa
terutama pada anak-anak. Biasanya diberikan suntikkan PPD ( Protein
perivied Derivation) secara intracutan 0,1 cc lokasi penyuntkan umumnya
pada1/2 bagian atas lengan bawah sebelah kiri bagian depan. Penilaian test
tuberkulosis dilakukan setelah 48-72 jam penyuntikkan dengan mengukur
diameter dari pembengkakan (indurasi) yang terjadi pada lokasi suntikan.
Indurasi berupa kemerahan dengan hasil sebagai berikut:
(1)
Indurasi 0-5 mm: negatif
(2) Indurasi 6-9 mm: meragukan
(3) Indurasi > 10 mm: positif.
Test tuberculin negatif berarti bahwa secara klinis tidak ada infeksi
M. Tuberculosa, dan bila hasil meragukan dapat disebabkan karena
kesalahan teknik reaksi silang (Manurung, 2009).
-
8/19/2019 Carsen 03 BAB 2
33/35
39
2.4 Kerangka Teori
Gambar 2.2: Kerangka teori Hubungan dukungan keluarga pasien TB paru dengan motivasi kepatuhan minum obat anti TBC (OAT)
Tugas keluarga di bidang kesehatan
1. Mengenal masalah2. Mengambil keputusan3. Memberikan perawatan4. Mempertahankan suasana di rumah5.
Mempertahankan hubungan timbal
balik
Karakteristik Motivasi1. Activation2. Direction
3. Analysis motivations
Cara meningkatkan motivasi
1.
Teknik verbal2. Teknik tingkah laku3. Teknik intensif4. Supertisi5. Citra/ Image
Keluarga yang memilikianggota keluarga dengan
TB paru
Faktor yang mempengaruhi perilaku dan sikap kesehatan
keluarga
1. Faktor predisposing 2. Faktor enabling 3. Faktor reinforcing
Dukungan Keluarga
1. Dukungan Emosional2. Dukungan Penghargaan3. Dukungan Instrumental
4. Dukungan Informasi
Faktor motivasi
1. Seberapa mendesaknya suatukebutuhan
2. Suatu Kebutuhan3. Phisik & mental4. Hereditas, lingkungan, kematangan/
usia5. Intrinsik6. Fasilitas7. Situasi & kondisi
8. Program & aktivitas
Bentuk Motivasi
1. Intrinsik2.
Ekstrnsik3. Terdesak4. Ipoleksosbud &
hankam
Komponen Motivasi
1.
Keinginan2.
Keyakinan
3.
Harapan
-
8/19/2019 Carsen 03 BAB 2
34/35
40
2.5 Kerangka Konseptual
Keterangan :
: Diteliti
: Tidak diteliti
Gambar 2.3: Kerangka Konseptual Hubungan dukungan keluarga penderita TB
paru dengan motivasi kepatuhan minum Obat Anti TBC (OAT) di
wilayah kerja Puskesmas Puri kabupaten Mojokerto.
Faktor motivasi
1.
Seberapa
mendesaknya suatukebutuhan
2.
Suatu Kebutuhan3. Phisik & mental4.
Hereditas,lingkungan,
kematangan/ usia5.
Intrinsik6.
Fasilitas
7. Situasi & kondisi
8.
Program & aktivitas
Keluarga yang memiliki
anggota keluarga dengan
TB paru
Faktor yang mempengaruhi perilaku dan sikap kesehatan
keluarga
1.
Faktor predisposing
2. Faktor enabling 3.
Faktor rein orcin
Dukungan Keluarga
1.
Dukungan Emosional
2. Dukungan Penghargaan3.
Dukungan Instrumental
4. Dukungan Informasi
Komponen Motivasi
1. Keinginan2. Keyakinan3. Harapan
KurangCukupBaik
Tinggi Sedang Rendah
-
8/19/2019 Carsen 03 BAB 2
35/35
41
2.6 Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah Suatu pernyataan atau asumsi tentang hubungan dua atau
lebih variabel yang diharapkan bisa menjawab suatu pertanyaan dalam penelitian
(Nursalam, 2008).
H0 : Tidak ada hubungan dukungan keluarga pasien TB paru dengan motivasi
kepatuhan minum Obat Anti TBC (OAT) di wilayah kerja Puskesmas Puri
tahun 2012.
H1 : Ada hubungan dukungan keluarga pasien TB paru dengan motivasi
kepatuhan minum Obat Anti TBC (OAT) di wilayah kerja Puskesmas Puri
tahun 2012.