cara kerja asepsis
-
Upload
rizki-ramadhani -
Category
Documents
-
view
232 -
download
4
description
Transcript of cara kerja asepsis
CARA KERJA YANG AMAN DAN ASEPSIS DALAM KEDOKTERAN GIGI
TERUTAMA PADA PASIEN HEPATITIS
a. Hepatitis
Istilah "Hepatitis" dipakai untuk semua jenis peradangan pada hati (liver).
Penyebabnya dapat berbagai macam, mulai dari virus sampai dengan obat-obatan,
termasuk obat tradisional. Virus hepatitis juga ada beberapa jenis, hepatitis A,
hepatitis B, C, D, E, F dan G. Manifestasi penyakit hepatitis akibat virus bisa akut
( hepatitis A ) dapat pula hepatitis kronik ( hepatitis B,C ) dan ada pula yang
kemudian menjadi kanker hati ( hepatitis B dan C ).
a.1 Hepatitis A
Hepatitis A adalah golongan penyakit Hepatitis yang ringan dan jarang sekali
menyebabkan kematian, Virus hepatitis A (VHA=Virus Hepatitis A)
penyebarannya melalui kotoran/tinja penderita yang penularannya melalui
makanan dan minuman yang terkontaminasi. Sebagai contoh, ikan atau kerang
yang berasal dari kawasan air yang dicemari oleh kotoran manusia penderita.
Pecandu narkotika dan hubungan seks anal, termasuk homoseks merupakan risiko
tinggi tertular hepatitis A. Penyakit Hepatitis A penularannya bukan melalui
darah.
Saat ini sudah ada vaksin hepatitis A, memberikan kekebalan selama 4
minggu setelah suntikan pertama, untuk kekebalan yang panjang diperlukan
suntikan vaksin beberapa kali.
Penyakit Hepatitis A memiliki masa inkubasi 2 sampai 6 minggu sejak
penularan terjadi, barulah kemudian penderita menunjukkan beberapa tanda dan
gejala terserang penyakit Hepatitis A.
a.1.1 Gejala Hepatitis A
Seringkali infeksi hepatitis A pada anak-anak tidak menimbulkan gejala,
sedangkan pada orang dewasa menyebabkan gejala mirip flu, rasa lelah, demam,
diare, mual, nyeri perut, mata kuning dan hilangnya nafsu makan. Gejala hilang
sama sekali setelah 6-12 minggu. Orang yang terinfeksi hepatitis A akan kebal
terhadap penyakit tersebut. Berbeda dengan hepatitis B dan C, infeksi hepatitis A
tidak berlanjut ke hepatitis kronik. Masa inkubasi 30 hari.
a.1.2 Penyebab Hepatitis A
Penyakit Hepatitis adalah penyakit yang disebabkan oleh beberapa jenis
virus yang menyerang dan menyebabkan peradangan serta merusak sel-sel organ
hati manusia. Hepatitis diketegorikan dalam beberapa golongan, diantaranya
hepetitis A,B,C,D,E,F dan G. Di Indonesia penderita penyakit Hepatitis umumnya
cenderung lebih banyak mengalami golongan hepatitis B dan hepatitis C.
a.1.3 Pengobatan Hepatitis A
Penderita yang menunjukkan gejala hepatitis A seperti minggu pertama
munculnya yang disebut penyakit kuning, letih dan sebagainya diatas, diharapkan
untuk tidak banyak beraktivitas serta segera mengunjungi fasilitas pelayan
kesehatan terdekat untuk mendapatkan pengobatan dari gejala yang timbul seperti
paracetamol sebagai penurun demam dan pusing, vitamin untuk meningkatkan
daya tahan tubuh dan nafsu makan serta obat-obatan yang mengurangi rasa mual
dan muntah.
a.1.4 Pencegahan Hepatitis A
Sedangkah langkah-langkah yang dapat diambil sebagai usaha pencegahan
adalah dengan mencuci tangan dengan teliti, dan suntikan imunisasi dianjurkan
bagi seseorang yang berada disekitar penderita.
a.2 Hepatitis B
Hepatitis B merupakan salah satu penyakit menular yang tergolong berbahaya
didunia, Penyakit ini disebabkan oleh Virus Hepatitis B (VHB) yang menyerang
hati dan menyebabkan peradangan hati akut atau menahun. Seperti hal Hepatitis
C, kedua penyakit ini dapat menjadi kronis dan akhirnya menjadi kanker hati.
Proses penularan Hepatitis B yaitu melalui pertukaran cairan tubuh atau kontak
dengan darah dari orang yang terinfeksi Hepatitis B.
Adapun beberapa hal yang menjadi pola penularan antara lain penularan dari
ibu ke bayi saat melahirkan, hubungan seksual, transfusi darah, jarum suntik,
maupun penggunaan alat kebersihan diri (sikat gigi, handuk) secara bersama-
sama. Hepatitis B dapat menyerang siapa saja, akan tetapi umumnya bagi mereka
yang berusia produktif akan lebih beresiko terkena penyakit ini.
a.2.1 Gejala Hepatitis B
Secara khusus tanda dan gejala terserangnya hepatitis B yang akut adalah
demam, sakit perut dan kuning (terutama pada area mata yang putih/sklera).
Namun bagi penderita hepatitis B kronik akan cenderung tidak tampak tanda-
tanda tersebut, sehingga penularan kepada orang lain menjadi lebih beresiko.
a.2.2 Penyebab Hepatitis B
Penyakit Hepatitis adalah penyakit yang disebabkan oleh beberapa jenis
virus yang menyerang dan menyebabkan peradangan serta merusak sel-sel organ
hati manusia. Hepatitis diketegorikan dalam beberapa golongan, diantaranya
hepetitis A,B,C,D,E,F dan G. Di Indonesia penderita penyakit Hepatitis umumnya
cenderung lebih banyak mengalami golongan hepatitis B dan hepatitis C. namun
disini kita akan membahas pada fokus artikel penyakit Hepatitis A,B dan C.
a.2.3 Pengobatan Hepatitis B
Penderita yang diduga Hepatitis B, untuk kepastian diagnosa yang
ditegakkan maka akan dilakukan periksaan darah. Setelah diagnosa ditegakkan
sebagai Hepatitis B, maka ada cara pengobatan untuk hepatitis B, yaitu
pengobatan telan (oral) dan secara injeksi.
- Pengobatan oral yang terkenal :
1. Pemberian obat Lamivudine dari kelompok nukleosida analog, yang
dikenal dengan nama 3TC. Obat ini digunakan bagi dewasa maupun anak-
anak, Pemakaian obat ini cenderung meningkatkan enzyme hati (ALT)
untuk itu penderita akan mendapat monitor bersinambungan dari dokter.
2. Pemberian obat Adefovir dipivoxil (Hepsera). Pemberian secara oral akan
lebih efektif, tetapi pemberian dengan dosis yang tinggi akan berpengaruh
buruk terhadap fungsi ginjal.
3. Pemberian obat Baraclude (Entecavir). Obat ini diberikan pada penderita
Hepatitis B kronik, efek samping dari pemakaian obat ini adalah sakit
kepala, pusing, letih, mual dan terjadi peningkatan enzyme hati. Tingkat
keoptimalan dan kestabilan pemberian obat ini belum dikatakan stabil.
- Pengobatan dengan injeksi/suntikan adalah ;
Pemberian suntikan Microsphere yang mengandung partikel radioaktif
pemancar sinar ß yang akan menghancurkan sel kanker hati tanpa merusak
jaringan sehat di sekitarnya. Injeksi Alfa Interferon (dengan nama cabang
INTRON A, INFERGEN, ROFERON) diberikan secara subcutan dengan
skala pemberian 3 kali dalam seminggu selama 12-16 minggu atau lebih. Efek
samping pemberian obat ini adalah depresi, terutama pada penderita yang
memilki riwayat depresi sebelumnya. Efek lainnya adalah terasa sakit pada
otot-otot, cepat letih dan sedikit menimbulkan demam yang hal ini dapat
dihilangkan dengan pemberian paracetamol.
a.2.4 Pencegahan Hepatitis B
Langkah-langkah pencegahan agar terhindar dari penyakit Hepatitis B
adalah pemberian vaksin terutama pada orang-orang yang beresiko tinggi terkena
virus ini, seperti mereka yang berprilaku sex kurang baik (ganti-ganti
pasangan/homosexual), pekerja kesehatan (perawat dan dokter) dan mereka yang
berada didaerah rentan banyak kasus Hepatitis B.
a.3 Hepatitis C
Penyakit Hepatitis C adalah penyakit hati yang disebabkan oleh virus
Hepatitis C (VHC). Proses penularannya melalui kontak darah {transfusi, jarum
suntik (terkontaminasi), serangga yang menggiti penderita lalu mengigit orang
lain disekitarnya}. Penderita Hepatitis C kadang tidak menampakkan gejala yang
jelas, akan tetapi pada penderita Hepatitis C kronik menyebabkan
kerusakan/kematian sel-sel hati dan terdeteksi sebagai kanker (cancer) hati.
Sejumlah 85% dari kasus, infeksi Hepatitis C menjadi kronis dan secara perlahan
merusak hati bertahun-tahun.
a.3.1 Gejala Hepatitis C
Gejala Hepatitis C biasanya lebih ringan dibandingkan dengan Hepatitis A
atau B. Setelah terserang Hepatitis A pada umumnya penderita sembuh secara
sempurna, tidak ada yang menjadi kronik. Hepatitis B juga sebagian besar akan
sembuh dengan baik dan hanya sekitar 5-10 persen yang akan menjadi kronik.
Bila hepatitis B menjadi kronik maka sebagian penderita hepatitis B kronik ini
akan menjadi sirosis hati dan kanker hati. Pada Hepatitis C penderita yang
menjadi kronik jauh lebih banyak. Sebagian penderita Hepatitis C kronik akan
menjadi sirosis hati dan kanker hati. Hanya sebagian kecil saja penderita Hepatitis
B yang berkembang menjadi kanker hati. Begitu pula pada penderita Hepatitis C
hanya sebagian yang menjadi kanker hati. Biasanya diperlukan waktu 17 sampai
dengan 20 tahun seorang yang menderita Hepatitis C untuk berkembang menjadi
sirosis hati atau kanker hati. Anti HCV negatif artinya Anda belum pernah
terinfeksi Hepatitis C. Sampai sekarang ini belum ada vaksin untuk Hepatitis C
sehingga Anda dianjurkan agar berhati-hati sehingga tidak tertular Hepatitis C.
Jadi hindari kontak dengan cairan tubuh orang lain. Sekarang memang ada obat
baru untuk Hepatitis B yang disebut lamivudin. Obat ini berupa tablet yang
dimakan sekali sehari. Sedangkan jika diperlukan pengobatan untuk Hepatitis C
tersedia obat Interferon (suntikan) dan Ribavirin (kapsul). Namun penggunaan
obat-obat tersebut harus dilakukan dibawah pengawasan dokter.
a.3.2 Penyebab Hepatitis C
Penyakit Hepatitis adalah penyakit yang disebabkan oleh beberapa jenis
virus yang menyerang dan menyebabkan peradangan serta merusak sel-sel organ
hati manusia. Hepatitis diketegorikan dalam beberapa golongan, diantaranya
hepetitis A,B,C,D,E,F dan G. Di Indonesia penderita penyakit Hepatitis umumnya
cenderung lebih banyak mengalami golongan hepatitis B dan hepatitis C. namun
disini kita akan membahas pada fokus artikel penyakit Hepatitis A,B dan C.
Kondisi Rongga Mulut Penderita Hepatitis C
a.3.3 Pencegahan Hepatitis C
1. Jangan biarkan darah kita berhubungan dengan darah orang lain.
2. Jangan berbagi peralatan suntik
3. Jangan gunakan alat tatto, alat tindik atau alat peluka lainnya yang
tidak disterilkan dengan prosedur yang layak
4. Jangan berbagi alat cukur dan sikat gigi
5. Jangan berhubungan seks dengan sembarang orang dan berganti-ganti
pasangan.
a.3.4 Pengobatan
Saat ini pengobatan Hepatitis C dilakukan dengan pemberian obat seperti
Interferon alfa, Pegylated interferon alfa dan Ribavirin. Adapun tujuan
pengobatan dari Hepatitis C adalah menghilangkan virus dari tubuh anda sedini
mungkin untuk mencegah perkembangan yang memburuk dan stadium akhir
penyakit hati. Pengobatan pada penderita Hepatitis C memerlukan waktu yang
cukup lama bahkan pada penderita tertentu hal ini tidak dapat menolong, untuk itu
perlu penanganan pada stadium awalnya.
a.4 Hepatitis D
Hepatitis D Virus ( HDV ) atau virus delta adalah virus yang unik, yang tidak
lengkap dan untuk replikasi memerlukan keberadaan virus hepatitis B. Penularan
melalui hubungan seksual, jarum suntik dan transfusi darah. Gejala penyakit
hepatitis D bervariasi, dapat muncul sebagai gejala yang ringan (ko-infeksi) atau
amat progresif.
a.5 Hepatitis E
Gejala mirip hepatitis A, demam pegel linu, lelah, hilang nafsu makan dan sakit
perut. Penyakit yang akan sembuh sendiri ( self-limited ), kecuali bila terjadi pada
kehamilan, khususnya trimester ketiga, dapat mematikan. Penularan melalui air
yang terkontaminasi tinja manusia. Penyakit Hepatitis adalah penyakit yang
disebabka oleh virus dan mengganggu serta merusak organ hati. Dengan
mengetahui bagaimana penyakit ini dapat terjadi, gejalagejala yang ditimbulkan,
serta pencegahan yang dapat dilakukan akan mengurangi kasus penyakit ini.
b. Pendahuluan
Mikroorganisme patogen yang terdapat pada darah, saliva, dan plak gigi dapat
mengkontaminasi tangan dari orang-orang yang bekerja dalam bidang kedokteran
gigi. Mikroorganisme ini dapat mengkontaminasi instrumen, peralatan kedokteran
gigi dan permukaan dari peralatan lain dalam ruang praktek. Tindakan pencegahan
termasuk semua tindakan yang diperlukan untuk melindungi dokter gigi, karyawan,
dan pasien dari penyebaran penyakit infeksi melalui perawatan gigi. Prosedur
tindakan pencegahan infeksi harus ditujukan terhadap semua pasien dan terhadap
semua tindakan perawatan gigi. Semua instrumen yang digunakan dalam rongga
mulut harus disterilkan. Semua permukaan dan alat-alat yang disentuh oleh tangan
yang terkontaminasi saliva atau darah yang tidak dapat disterilkan harus benar-benar
dibersihkan dan didesinfeksi dengan bahan yang efektif, dengan alternatif hanya
ditututpi dengan bahan penutup yang kedap air.
Dokter gigi, stafnya dan juga pasien memiliki resiko tinggi berkontak dengan
mikroorganisme patogen seperti bakteri, virus dan jamur selama perawatan gigi.
Tindakan secara asepsis harus selalu dilakukan, termasuk tindakan pencegahan
seperti sterilisasi dan desinfeksi. Dokter gigi harus menganggap pasiennya adalah
carrier dari hepatitis B, acquired immuno defficiency syndrome (AIDS) atau
tuberculosis (TBC), dan harus selalu mengikuti prosedur tindakan pencegahan.
Banyak penyakit infeksi dapat ditularkan selama perawatan gigi, antara lain TBC,
sifilis, hepatitis A, B, C, AIDS, ARC, herpes, dan lain-lain. Dengan melakukan
tindakan pencegahan infeksi dapat dicegah terjadinya infeksi yang berbahaya,
bahkan dapat mencegah terjadinya kematian. Sumber infeksi yang potensial pada
praktek dokter gigi termasuk tangan, saliva, darah, sekresi hidung, baju, rambut juga
alat-alat/instrumen dan perlengkapan praktek lainnya harus dijaga sterilitasnya untuk
mengurangi resiko terjadinya infeksi.
Kontaminasi dari rongga mulut dan luka terbuka dapat disebarkan oleh udara, air,
debu, aerosol, percikan atau droplets, sekresi saluran pernafasan, plak, kalkulus,
bahan tumpatan gigi dan debris. Flora mulut yang patogen dari pasien dapat
ditransmisikan pada jaringan atau organ (autogenous infection) seperti katup jantung,
sendi artificial, dan jaringan lunak sekitarnya, dan tulang.
Prosedur pencegahan penularan penyakit infeksi antar lain adalah evaluasi pasien,
perlindungan diri, sterilisasi dan desinfeksi, pembuangan sampah yang aman dan
tindakan asepsis termasuk juga dalam laboratorium tehnik gigi. Metode sterilisasi
dan asepsis masa kini pada praktek dokter gigi dan laboratorium gigi secara nyata
telah menurunkan resiko terjadinya penyakit pada pasien, dokter gigi, dan stafnya.
Jalur utama penyebaran mikroorganisme pada praktek dokter gigi adalah melalui :
1. Kontak langsung dengan luka infeksi atau saliva dan darah yang terinfeksi.
2. Kontak tidak langsung dari alat-alat yang terkontaminasi.
3. Percikan darah, saliva atau sekresi nasofaring langsung pada kulit yang
terluka maupun yang utuh atau mukosa.
4. Aerosol atau penyebaran mikroorganisme melalui udara.
b.1 Kontrol infeksi secara umum
Dokter gigi tidak mungkin yakin bahwa pasien yang datang untuk perawatan
giginya adalah carrier mikroorganisme infektif atau bukan, oleh karena itu semua
pasien yang datang harus dianggap merupakan carrier dari mikroorganisme patogen.
Semua prosedur klinis yang dilakukan pada semua pasien harus dilakukan dengan
menggunakan kontrol infeksi yang umum.
Banyak sumber penularan infeksi pada praktek dokter gigi antara lain tangan,
saliva, sekresi saluran pernafasan, darah, pakaian, dan rambut, demikian pula
instrumen gigi serta peralatan lainnya harus betul-betul diperhatikan untuk
mengurangi resiko terjadinya infeksi.
Kontaminasi dari rongga mulut dan luka yang terbuka dapat disebabkan oleh
udara, air, debu, aerosol, percikan atau droplet, sekresi saluran pernafasan, plak,
karang gigi, bahan tumpatan gigi serta debris. Flora mulut pasien yang patogen dapat
masuk ke dalam jaringan lain atau organ (autogenous infection) seperti pada katup
jantung yang lemah, sendi palsu dan jaringan lunak sekitarnya atau tulang.
b.2 Infeksi melalui udara
Mikroorganisme yang ditularkan melalui udara terdapat pada aerosol yang
terhirup dan karenanya dapat menyebabkan penyakit influenza, commond cold, dan
tuberkulosis. Bila terjadi aerosol misalnya oleh instrumen kecepatan tinggi, terbentuk
percikan-percikan dengan ukuran yang berbeda-beda. Percikan yang diameternya
lebih besar dari 100 nanometer yang dinamakan splatter akan cepat jatuh oleh gaya
tarik bumi, sedang percikan yang umum terjadi adalah berukuran diameter kurang
dari 100 nanometer. Percikan kecil ini dengan cepat menguap dan tetap ada pada
udara selama beberapa jam sebagai droplet nuclei yang mengandung saliva atau
sekresi serum yang kering dan mikroorganisme.
b.3 Infeksi melalui benda tajam dan jarum suntik
Jalur utama terjadinya penularan penyakit infeksi dalam bidang kedokteran gigi
yaitu melalui kulit atau mukosa yang terluka oleh benda tajam atau jarum suntik,
termasuk di sini adalah penyebaran penyakit hepatitis B dari pasien ke dokter gigi
dan sebaliknya yang sudah terbukti.
b.4 Prosedur Cara Kerja yang Aman dan Asepsis dalam Pencegahan Infeksi
Hepatitis di Kedokteran Gigi
Ada beberapa tahap :
1. Evaluasi pasien
Harus diketahui riwayat kesehatan yang lengkap dari tiap-tiap pasien dan
perbaharui pada tiap tahap kunjungan berikutnya. Hal ini dimaksudkan agar dapat
diketahui adanya infeksi silang yang kemungkinan terjadi pada praktek dokter
gigi. Harus diperhatikan mengenai adanya penyakit hepatitis yang berbahaya.
2. Perlindungan diri
Dalam hal ini termasuk :
- Kebersihan diri.
Kebersihan diri yang baik dapat mengurangi terjadinya infeksi silang pada
praktek dokter gigi. Secara umum pada waktu merawat pasien seorang dokter
gigi harus :
Hindari memegang sesuatu yang tidak dibutuhkan pada waktu
merawat pasien, hindari kontak tangan dengan mata, hidung, mulut,
dan rambut serta hindari memegang luka atau abrasi.
Tutupi luka atau lecet-lecet pada jari dengan plester sebab luka
tersebut dapat merupakan tempat masuknya mikroorganisme patogen
(harus memakai sarung tangan).
Cuci tangan dengan baik sebelum dan setelah merawat pasien dengna
memakai sabun antimikrobial (mis. klorheksidin glukonat) sebelum
memakai sarung tangan.
- Pemakaian baju praktek.
Dokter gigi dan stafnya harus memakai baju yang bersih dan baru
dicuci.
Baju tersebut harus diganti setiap hari dan harus diganti saat terjadi
kontaminasi.
Baju praktek harus dicuci dengan air panas dan deterjen serta pemutih
klorin, untuk baju yang terkontaminasi perlu penanganan tersendiri.
Bakteri patogen dan beberapa virus, terutama virus hepatitis B dapat hidup
pada pakaian selama beberapa hari hingga beberapa minggu.
- Proteksi misalnya sarung tangan, kacamata, masker, dan rubber dam.
Sarung tangan
Tangan merupakan alat transmisi dari mikroorganisme pada saluran
pernafasan dan mulut yang utama. Kuku harus digunting pendek dan tidak
boleh memakai perhiasan seperti cincin, gelang, dan jam tangan pada saat
merawat pasien. Tangan harus dicuci dengan sikat dan sabun yang
mengandung zat antimikrobial seperti iodofor (1% iodine), klorheksidin
glukonat (2-4%), para-klormeta-silenol (PMCX) 0,5-3% atau alkohol
(70% isopropil aklohol) dan lain-lain. Tangan digosok paling sedikit
selama 10 detik dan dikeringkan dengan memakai pengering otomatis atau
tissue.
Semua dokter gigi dan stafnya harus memakai sarung tangan lateks
atau vinil sekali pakai. Hal ini untuk melindungi baik dokter gigi atau
stafnya maupun pasien. Sarung tangan vinil dapat dipakai untuk mereka
yang alergi terhadap lateks, walaupun hal ini jarang terjadi.
Ada tiga macam sarung tangan yang dipakai dalam kedokteran gigi yaitu :
Sarung tangan lateks yang bersih harus digunakan pada saat dokter
gigi memeriksa mulut pasien atau merawat pasien tanpa kemungkinan
terjadinya perdarahan.
Sarung tangan steril yang harus digunakan saat melakukan tindakan
bedah atau mengantisipasi kemungkinan terjadinya perdarahan pada
perawatan.
Sarung tangan heavy duty harus dipakai manakala harus
membersihkan alat, permukaan kerja atau bila menggunakan bahan
kimia.
Semua luka dan lecet-lecet pada kulit harus ditutup dengan plester yang
kedap air sebelum memakai sarung tangan. Jangan merawat pasien bila
sedang mengalami luka yang bernanah atau dermatitis yang terbuka hingga
luka tersebut benar-benar sembuh.
Pakai 1 sarung tangan untuk tiap pasien, jangan memakai ulang sarung
tangan karena akan mengurangi nilai protektifnya.
Kacamata pelindung
Kacamata pelindung harus dipakai oleh dokter gigi dan stafnya untuk
melindungi mata dari splatter dan debris yang diakibatkan oleh high speed
handpiece, pembersihan karang gigi baik secara manual maupun
ultrasonik.
Rambut hendaknya jangan menutupi pandangan dan diikat bagi dokter
gigi yang memiliki rambut panjang serta dilindungi dari percikan dan
aerosol dengan memakai penutup kepala, sebaiknya dokter gigi mencuci
muka sebelum makan dan juga mencuci muka serta rambut sebelum tidur.
Bakteri patogen dan beberapa virus terutama virus hepatitis B dapat hidup
pada pakaian selama beberapa hari hingga beberapa minggu.
Masker
Pemakaian masker seperti masker khusus untuk bedah sebaiknya
digunakan pada saat menggunakan instrumen berkecepatan tinggi untuk
mencegah terhirupnya aerosol yang dapat menginfeksi saluran pernafasan
atas maupun bawah.
Efektivitas penyaringan dari masker tergantung dari :
Bahan yang dipakai, masker polipropilen lebih baik daripada masker
kertas.
Lama pemakaian, lama pemakaian yang efektif adalah 30-60 menit,
terutama bila masker itu basah. Jadi sebaiknya memakai 1 masker
untuk tiap pasien.
Rubber dam
Rubber dam harus digunakan pada operasi untuk menghindari
terjadinya aerosol.
Pemakaian rubber dam memungkinkan :
Mendapat gambaran yang jelas setelah jaringan diangkat.
Mengurangi kontak instrumen dengan mukosa, sehingga mengurangi
terjadinya luka pada jaringan dan mengurangi perdarahan.
Mengurangi terjadinya aerosol karena tidak terjadi pengumpulan
saliva diatas rubber dam.
- Imunisasi
Dokter gigi dan mereka yang bekerja dalam bidang kedokteran gigi harus
memiliki data imunisasi yang baru. Di Inggris vaksin hepatitis B, tuberkulosis
dan rubella (bagi dokter gigi wanita) dianjurkan untuk mereka yang bekerja
dalam bidang kedokteran gigi sebagai tambahan dari imunisasi rutin seperti
tetanus, poliomyelitis dan difteri.
3. Sterilisasi instrument
Metode asepsis
Selama perawatan gigi banyak benda, instrumen, dan peralatan di kamar
praktek yang terkontaminasi baik secara langsung melalui tangan atau melalui
splatter dan aerosol. Usahakan agar barang-barang yang dibutuhkan di ruang
praktek seminimal mungkin dan tentukan mana yang dapat ditutupi,
disterilkan atau didisinfeksi. Tentukan mana yang harus dibersihkan tiap hari
dan mana yang cukup dibersihkan seminggu sekali, lantai dan juga permukaan
lain yang datar harus didisinfeksi.
Penutupan
Dengan menutupi benda dapat mengurangi kebutuhan untuk desinfeksi.
Penutupan yang paling berguna dan sederhana adalah kertas, plastik atau
aluminium foil dan diganti tiap pasien.
Alat-alat yang dapat ditutupi :
Baki instrumen, tutupi dengan bib yaitu kertas yang dilapisi plastik.
Ujung alat rontgen ditutupi dengan plastik atau kertas yang diberi
selotip.
Tombol-tombol pada unit gigi ditutupi dengan plastik atau aluminium
foil.
Sandaran kepala dibungkus dengan penutup dari plastik atau kantung
khusus.
Three way syringe dilapisi dengan plastik, dapat pula menggunakan
ujung sekali pakai (disposable) atau yang dapat disterilkan.
Ujung dari blood suction dilapisi dengan kantung plastik yang
ujungnya digunting untuk memasukkan ujungnya.
Pegangan lampu ditutupi dengan aluminium foil, kertas atau sepon
berukuran 4 x 4 inci. Untuk beberapa unit terdapat pegangan yang
dapat disterilkan.
Ujung dari alat untuk menyinari tumpatan komposit, pegangan dan
tombol trigger ditutupi dengan pembungkus plastik dan diberi selotip.
Beberapa alat-alat yang tidak dapat ditutupi, harus disterilkan atau
didesinfeksi. Daerah operasional dapat dibersihkan dan didesinfeksi selama
kurang lebih 10 menit.
4. Sterilisasi dan Disinfeksi
Sterilisasi adalah proses yang dapat membunuh semua jenis
mikroorganisme sedang desinfeksi adalah proses yang membunuh atau
menghilangkan mikroorganisme kecuali spora. Idealnya semua bentuk
vegetatif mikroorganisme mati, namun dengan terjadinya pengurangan jumlah
mikroorganisme patogen sampai pada tingkat yang tidak membahayakan
masih dapat diterima.
Sterilisasi dilakukan dalam 4 tahap :
Pembersihan sebelum sterilisasi.
Pembungkusan.
Proses sterilisasi.
Penyimpanan yang aseptik.
Dalam bidang kedokteran gigi pembersihan dapat dilakukan dengan :
Pembersihan manual
Pembersihan dengan ultrasonic
Sebelum disterilkan alat-alat harus dibersihkan terlebih dahulu dari
debris organik, darah, dan saliva. Asisten dokter gigi yang membersihkan
alat tersebut harus memakai sarung tangan heavy duty.
Pembersihan dengan memakai alat ultrasonik dengan larutan detergen
lebih aman, efisien, dan efektif dibandingkan dengan penyikatan. Gunakan
alat ultrasonik yang tertutup selama paling tidak 10 menit. Setelah
dibersihkan, instrumen tersebut dicuci dibawah aliran air dan dikeringkan
dengan baik sebelum disterilkan. Hal ini penting untuk mendapatkan hasil
sterilisasi yang sempurna dan untuk mencegah terjadinya karat.
Pembersihan dengan ultrasonik lebih baik sebab :
Meningkatkan efisiensi pembersihan
Mengurangi bahaya aerolization dari partikel yang infeksius
Mengurangi insiden terluka akibat benda tajam
Mengurangi waktu kerja
Pembungkusan
Setelah dibersihkan, instrumen harus dibungkus untuk memenuhi
prosedur klinis yang baik. Instrumen yang digunakan dalam kedokteran
gigi harus dibungkus untuk sterilisasi dengan memakai :
Nampan terbuka yang ditutup dengna kantung sterilisasi yang tembus
pandang.
Nampan yang berlubang dengan penutup yang dibungkus dengan
kertas sterilisasi.
Bungkus secara individual dengan bungkus untuk sterilisasi yang
dapat dibeli.
Proses sterilisasi Pada kedokteran gigi, sterilisasi dapat dicapai melalui
metode :
Pemanasan basah dengan tekanan tinggi (autoclave)
Pemanasan kering (oven)
Uap bahan kimia (chemivlave)
Metode sterilisasi yang tidak digunakan pada kedokteran gigi adalah
gas etilen oksida dan radiasi gamma (yang digunakan pada pabrik alat-alat
dari plastik) dan filtrasi (yang digunakan untuk mensterilkan obat suntik).
Pemanasan basah dengan tekanan tinggi
Siklus sterilisasi dari 134 derajat Celcius selama 3 menit pada 207 kPa
untuk instrumen yang dibungkus maupun yang tidak dibungkus. (2) Cara
kerja dari autoclave sama dengan pressure cooker. Uap jenuh lebih efisien
membunuh mikroorganisme dibandingkan dengna perebusan maupun
pemanasan kering (oven). Sterilisasi dapat dilakukan pada suhu 121
derajat Celcius pada 15 psi selama 15 menit atau 132 derajat Celcius pada
30 psi selama 3-7 menit untuk mensterilkan instrumen yang tidak
dibungkus, tambahkan 5 menit untuk instrumen yang dibungkus.
Instrumen tersebut dapat dibungkus dengan kain muslin, kertas, nilon,
aluminium foil, atau plastik yang dapat menyalurkan (permeable) uap.
Pemanasan kering
Penetrasi pada pemanasan kering kurang baik dan kurang efektif
dibandingkan dengan pemanasan basah dengan tekanan tinggi. Akibatnya
dibutuhkan temperatur yang lebih tinggi 160 derajat Celcius/ 170 derajat
Celcius dan waktu yang lebih lama (2 jam/1 jam) untuk proses sterilisasi.
(2) Menurut Nisengard dan Newman (1994) (1) suhu yang dipakai adalah
170 derajat Celcius selama 60 menit, untuk alat yang dapat menyalurkan
panas adalah 190 derajat Celcius, sedang untuk instrumen yang tidak
dibungkus 6 menit.
Sterilisasi uap bahan kimia
Kombinasi dari formaldehid, alkohol, aseton, keton, dan uap pada 138
kPa merupakan cara sterilisasi yang efektif. Kerusakan mikroorganisme
diperoleh dari bahan yang toksik dan suhu tinggi. Sterilisasi dengan uap
bahan kimia bekerja lebih lambat dari autoclave (30 lawan 15-20 menit
pada 138-176 kPa selama 30 menit setelah tercapai suhu yang
dikehendaki).
Prosedur ini tidak dapat digunakan untuk bahan yang dapat dirusak
oleh bahan kimia tersebut maupun oleh suhu yang tinggi. Umumnya tidak
terjadi karatan apabila instrumen telah benar-benar kering sebelum
disterilkan karena kelembaban yang rendah pada proses ini sekitar 7-8%.
Bahan kimia yang dipakai adalah campuran dari alkohol, formaldehid,
keton, aseton, dan air. Keuntungan dari sterilisasi dengan uap bahan kimia
adalah lebih cepat dibandingkan dengan pemanasan kering, tidak
menyebabkan karat pada instrumen atau bur dan setelah sterilisasi
diperoleh instrumen yang kering. Namun instrumen harus diangin-
anginkan untuk mengeluarkan uap susa bahan kimia.
Pembungkusan instrumen yang dianjurkan pada metoda ini adalah
kain muslin, kertas, dan plastik yang "tembus" (permeable) uap atau nilon.
Penyimpanan dari alat-alat yang steril
Setelah sterilisasi, instrumen harus tetap steril hingga saat dipakai.
Penyimpanan yang baik sama penting dengan proses sterilisasi itu sendiri,
karena penyimpanan yang kurang baik akan menyebabkan instrumen
tersebut tidak steril lagi. Lamanya sterilitas tergantung dari tempat dimana
instrumen itu disimpan dan bahan yang dipakai untuk membungkus.
Daerah yang tertutup dan terlindung dengan aliran udara yang minimal
seperti pada lemari atau laci yang dapat dengan mudah didesinfeksi.
Pembungkus instrumen hanya boleh dibuka segera sebelum digunakan,
apabila dalam waktu 1 bulan tidak digunakan harus disterilkan ulang.
Disinfeksi dan antiseptik
Desinfeksi adalah membunuh mikroorganisme penyebab penyakit
dengan bahan kimia atau secara fisik, hal ini dapat mengurangi
kemungkinan terjadi infeksi dengan jalam membunuh mikroorganisme
patogen. Disinfektan yang tidak berbahaya bagi permukaan tubuh
dapat digunakan dan bahan ini dinamakan antiseptik.
Antiseptik adalah zat yang dapat menghambat atau menghancurkan
mikroorganisme pada jaringan hidup, sedang desinfeksi digunakan
pada benda mati. Desinfektan dapat pula digunakan sebagai antiseptik
atau sebaliknya tergantung dari toksisitasnya.
Sebelum dilakukan desinfeksi, penting untuk membersihkan alat-alat
tersebut dari debris organik dan bahan-bahan berminyak karena dapat
menghambat proses disinfeksi.
Macam-macam desinfektan yang digunakan dalam bidang kedokteran gigi :
Alkohol
Etil alkohol atau propil alkohol pada air digunakan untuk
mendesinfeksi kulit. Alkohol yang dicampur dengan aldehid digunakan
dalam bidang kedokteran gigi unguk mendesinfeksi permukaan, namun
ADA tidak menganjurkkan pemakaian alkohol untuk mendesinfeksi
permukaan oleh karena cepat menguap tanpa meninggalkan efek sisa.
Aldehid
Glutaraldehid merupakan salah satu desinfektan yang populer pada
kedokteran gigi, baik tunggal maupun dalam bentuk kombinasi. Aldehid
merupakan desinfektan yang kuat. Glutaraldehid 2% dapat dipakai untuk
mendesinfeksi alat-alat yang tidak dapat disterilkan, diulas dengan kasa
steril kemudian diulas kembali dengan kasa steril yang dibasahi dengan
akuades, karena glutaraldehid yang tersisa pada instrumen dapat
mengiritasi kulit/mukosa, operator harus memakai masker, kacamata
pelindung dan sarung tangan heavy duty. Larutan glutaraldehid 2% efektif
terhadap bakteri vegetatif seperti M. tuberculosis, fungi, dan virus akan
mati dalam waktu 10-20 menit, sedang spora baru alan mati setelah 10
jam.
Biguanid
Klorheksidin merupakan contoh dari biguanid yang digunakan secara
luas dalam bidang kedokteran gigi sebagai antiseptik dan kontrok plak,
misalnya 0,4% larutan pada detergen digunakan pada surgical scrub
(Hibiscrub), 0,2% klorheksidin glukonat pada larutan air digunakan
sebagai bahan antiplak (Corsodyl) dan pada konsentrasi lebih tinggi 2%
digunakan sebagai desinfeksi geligi tiruan. Zat ini sangat aktif terhadap
bakteri Gram(+) maupun Gram(-). Efektivitasnya pada rongga mulut
terutama disebabkan oleh absorpsinya pada hidroksiapatit dan salivary
mucus.
Senyawa halogen
Hipoklorit dan povidon-iodin adalah zat oksidasi dan melepaskan ion
halide. Walaupun murah dan efektif, zat ini dapat menyebabkan karat pada
logam dan cepat diinaktifkan oleh bahan organik (misalnya Chloros,
Domestos, dan Betadine).
Fenol
Larutan jernih, tidak mengiritasi kulit dan dapat digunakan untuk
membersihkan alat yang terkontaminasi oleh karena tidak dapat dirusak
oleh zat organik. Zat ini bersifat virusidal dan sporosidal yang lemah.
Namun karena sebagian besar bakteri dapat dibunuh oleh zat ini, banyak
digunakan di rumah sakit dan laboratorium.
Klorsilenol
Klorsilenol merupakan larutan yang tidak mengiritasi dan banyak
digunakan sebagai antiseptik, aktifitasnya rendah terhadap banyak bakteri
dan penggunaannya terbatas sebagai desinfektan (misalnya Dettol).
Desinfeksi permukaan
Disinfektan dapat membunuh mikroorganisme patogen pada benda
mati. Disinfektan dibedakan menurut kemampuannya membunuh beberapa
kelompok mikroorganisme, disinfektan "tingkat tinggi" dapat membunuh
virus seperti virus influenza dan herpes, tetapi tidak dapat membunuh virus
polio, hepatitis B atau M. tuberculosis.
Untuk mendesinfeksi permukaan dapat dipakai salah satu dari tiga
desinfektan seperti iodophor, derifat fenol atau sodium hipokrit :
Iodophor dilarutkan menurut petunjuk pabrik. Zat ini harus
dilarutkan baru setiap hari dengan akuades. Dalam bentuk
larutan, desinfektan ini tetap efektif namun kurang efektif bagi
kain atau bahan plastik.
Derifat fenol (O-fenil fenol 9% dan O-bensil-P klorofenol 1%)
dilarutkan dengan perbandingan 1 : 32 dan larutan tersebut
tetap stabil untuk waktu 60 hari. Keuntungannya adalah "efek
tinggal" dan kurang menyebabkan perubahan warna pada
instrumen atau permukaan keras.
Sodium hipoklorit (bahan pemutih pakaian) yang dilarutkan
dengan perbandingan 1 : 10 hingga 1 : 100, harganya murah
dan sangat efektif. Harus hati-hati untuk beberapa jenis logam
karena bersifat korosif, terutama untuk aluminium.
Kekurangannya yaitu menyebabkan pemutihan pada pakaian
dan menyebabkan baru ruangan seperti kolam renang.
Untuk mendesinfeksi permukaan, umumnya dapat dipakai satu dari
tiga desinfektan diatas. Tiap desinfektan tersebut memiliki efektifitas
"tingkat menengah" bila permukaan tersebut dibiarkan basah untuk waktu
10 menit.
Hasil cetakan (impressions)
Tekniker laboratorium gigi dan pasien lain sering kontak dengan
mikroorganisme patogen dari cetakan gigi, hasil cetakan (stone casts) dan
lain-lain. ADA menganjurkan agar semua cetakan harus dicuci untuk
menghilangkan saliva, darah, dan debris, kemudian didesinfeksi sebelum
dicor dengan dental stone atau sebelum dikirim ke laboratorium.
Untuk bahan cetak dari alginate sebaiknya tidak direndam, tetapi di
spray dengan desinfektan, lalu dimasukkan dalam kantung plastik dan
dibiarkan selama beberapa waktu sesuai dengan petunjuk pabrik.
5. Pembuangan sampah bekas praktek
Pembuangan barang-barang bekas pakai seperti sarung tangan, masker,
tissue bekas dan penutup permukaan yang terkontaminasi darah atau cairan
tubuh harus ditangani secara hati-hati dan dimasukkan dalam kantung plastik
yang kuat dan tertutup rapat untuk mengurangi kemungkinan orang kontak
dengan benda-benda tersebut. Benda-benda tajam seperti jarum atau pisau
scalpel harus dimasukkan dalam tempat yang tahan terhadap tusukan sebelum
dimasukkan dalam kantung plastik. Jaringan tubuh juga harus mendapat
perlakuan yang sama dengan benda tajam.
c. Pembahasan
Pada orang-orang yang bekerja dalam bidang kedokteran gigi terjadi peningkatan
resiko terkena infeksi hepatitis setelah merawat pasien. Penyebaran penyakit infeksi
hepatitis akibat pekernaan ini terjadi karena sebagian mikroorganisme patogen pada
manusia terdapat pada sekresi mulut. Sebagai akibat dari kontak secara terus menerus
dengan mikroorganisme yang terdapat pada darah dan saliva, insiden dari beberapa
penyakit infeksi secara bermakna terjadi paling banyak pada orang-orang yang
bekerja pada bidang kesehatan gigi bila dibandingkan dengan penduduk lainnya.
Hepatitis B merupakan penyakit infeksi yang paling sering terjadi.
Sebagian dari masalah terletak pada kenyataan bahwa banyak dokter gigi maupun
asistennya tidak menyadari adanya mikroorganisme patogen pada saliva dan darah
selama melakukan perawatan. Bahaya ini seringkali tidak disadari oleh karena
percikan yang timbul dari mulut pasien tidak terlihat, debris organik terlihat jernih
tembus cahaya dan mengering sebagai lapisan jernih pada kulit, pakaian, dan
permukaan lainnya. Crawford mendemonstrasikan terjadinya percikan ini dengan
jalan mencelupkan jarinya dengan zat warna merah sebelum memulai perawatan,
ternyata zat warna tadi terpercik ke berbagai permukaan selama perawatan.
Pada evaluasi pasuen secara umum harus diperoleh data yang berisi nama, usia,
jenis kelamin, suku, status perkawinan, pekerjaan, alamat, dan nomor telepon.
Riwayat penyakit yang pernah diderita maupun yang sedang diderita, adanya
penyakit keturunan harus dicatat, demikian pula keadaan sosial ekonominya,
pendidikannya, apakah ia pengguna narkoba atau peminum minuman keras, semua
hal-hal tersebut harus diketahui. Hal ini karena dari data tersebut juga dapat diperoleh
informasi bahwa pasien tersebut merupakan orang yang beresiko tinggi terkena
penyakit infeksi, seperti orang yang bekerja di bidang kesehatan, tentara, imigran dari
negara belum berkembang, dan orang yang hidup atau bekerja pada suatu institusi. Sir
William Osler bahkan mengatakan : "Jangan pernah merawat orang asing/orang yang
tidak dikenal."
Untuk pasien yang menderita penyakit hepatitis B sebaiknya perawatan ditunda
hingga pasien sembuh, kecuali dalam keadaan darurat seperti pulpitis akut atau
gangren dimana atap pulpa masih tertutup sehingga pasien sangat menderita kesakitan
maka pasien dijadwalkan sebagai pasien terakhir dan kita harus melakukan tindakan
pencegahan lengkap termasuk pemakaian rubber dam.
Tangan dokter gigi dan perawat gigi dapat merupakan "alat" yang efektif untuk
menularkan infeksi dari pasien ke pasien yang lain. Teknik mencuci tangan yang
sederhana dapat merupakan cara yang paling efektif untuk mencegah infeksi yang
didapat dari rumah sakit/praktek dokter gigi.
Surgical scrub yang merupakan pembersihan yang sistematis pada semua
permukaan tangan dan jari-jari dengan desinfektan untuk waktu beberapa menit yang
diikuti dengan pengeringan dengan handuk steril dan pemakaian sarung tangan
dilakukan sebelum memegang jaringan atau peralatan yang steril. Pencucian tangan
yang standar dilakukan sebelum dan sesudah merawat pasien dengan jalam
membersihkan seluruh permukaan tangan dengan desinfektan selama 10-20 detik
yang diikuti dengan pengeringan.
Semmelweis dan Lister secara terpisah mengemukakan mengenai pentingnya
pencucian tangan yang berulang-ulang dalam usaha mencegah penyebaran
mikroorganisme dari satu orang ke orang lain.
Sarung tangan karet diperkenalkan untuk pertama kalinya oleh Prof. William
Halstead, seorang ahli bedah pada Johns Hopkins University pada tahun 1890. ADA
pada tahun 1976 menganjurkan pemakaian sarung tangan sekali pakai (disposable)
untuk melindungi orang-orang yang bekerja pada bidang kedokteran gigi terhadap
mikroorganisme patogen yang terdapat dalam darah.
Apabila kita tiba-tiba harus memegang benda atau alat seperti membuka laci atau
lemaru untuk mengambil botol medikamen atau memegang gagang telepon, maka
harus melapis sarung tangan dengan sarung tangan yang biasa dipakai untuk
mempersiapkan makanan dan dipakai untuk 1 orang pasien saja, agar saliva atau
darah yang melekat pada sarung tangan tidak mengkontaminasi alat-alat tersebut.
Aerosol dan percikan dapat mengkontaminasi baju kerja dokter gigi dan
asistennya. Baju praktek harus dipakai untuk mencegah terjadinya kontaminasi pada
pakaian dokter gigi. Untuk mencegah penyebaran penyakit infeksi pada keluarga,
baju praktek harus dilepas di tempat praktek dan dicuci secara terpisah dari pakaian
lainnya.
Efisiensi masker dalam mencegah masuknya mikroorganisme ke dalam saluran
pernafasan tergantung dari bahannya dan lamanya pemakaian. Masker yang menutupi
mulut dan hidung dapat mengurangi masuknya mikroorganisme infeksius yang
terdapat pada aerosol ke dalam saluran nafas. Masker juga dapat melindungi
membran mukosa dari mulut dan hidung terhadap kontaminasi langsung. Bila masker
dipakai lebih dari 20 menit, permukaan luarnya akan menjadi tempat perlekatan bagi
bakteri patogen dan bukannya menjadi barrier, oleh karena itu dianjurkan untuk
memakai 1 masker untuk tiap pasien.
Selama merawat pasien, partikel besar dari debris dan saliva dapat tersembur pada
wajah dokter gigi. Partikel ini dapat mengandung konsentrasi tinggi dari bakteri dan
secara fisik dapat melukai mata. Untuk ini kacamata pelindung harus dipakai, bukan
hanya untuk mencegah terjadinya luka, tetapi juga untuk mencegah terjadinya infeksi,
oleh karena mata dapat menjadi port d'entree bagi masuknya mikroorganisme ke
dalam tubuh.
Kacamata dapat memberi perlindungan pada bagian atas dan bagian sisi, dan
beberapa model dibuat sehingga dapat dipakai di luar kacamata baca, selain kacamata
dapat pula dipakau pelindung wajah yang terbuat dari plastik jernih (face shield).
Kacamata yang terkontaminasi harus dicuci dengan air dan sabun, bilas sampai bersih
dan disterilkan bila mungkin atau didesinfeksi dengan bahan yang tidak merusak.
Banyak dokter gigi yang mengalami luka tusuk dan 88% melaporkan bahwa
pernah terpercik wajahnya dengan cairan tubuh pasien. Dalam suatu penelitian di
Pulau Karibia, Jamaika dilaporkan bahwa banyak terjadi luka tusuk dan percikan
darah atau cairan tubuh pada wajah. Walaupun terjadinya infeksi melelui cara
tersebut hanya sekitar 12-20% untuk hepatits B setelah terjadi luka tusuk, para dokter
gigi harus waspada dan hati-hati dalam menangani benda-benda tajam dan memakai
high vacuum suction, mengatur posisi pasien, memakai rubber dam dan masker serta
kacamata pelindung.
Kualitas air dalam unit gigi sangat penting bagi orang-orang yang bekerja dalam
bidang kedokteran gigi, karena mereka sering kontak dengan air dan aerosol yang
berasal dari unit gigi.
Untuk mencegah kontaminasi pada air dari unit gigi ADA, CDC, dan BDC
menganjurkan sebelum memulai praktek saluran air pada hand-piece, three way
syringe , dan ultrasonic scaller tersebut harus di-flush selama beberapa menit untuk
mengurangi akumulasi organisme yang terjadi selama 1 malam.
Menurut Nisengard dan Newman (1) saluran air pada unit gigi harus di-flush
selama 2 menit sebelum mulai praktek dan 20-30 detik sebelum merawat tiap pasien.
Imunisasi harus dilakukan oleh semua orang yang bekerja dalam bidang kedokteran
gigi yang mencakup tiga hal yaitu imunisasi diberikan pada awal masa kerja,
pemeberian imunisasi ulangan untuk beberapa jenis penyakit yang memerlukan
imunisasi ulangan, pemberian imunisasi dan kemoterapi pada saat kontak dengan
penyakit. Imunisasi tersebut antara lain adalah terhadap hepatitis B.
Vaksin yang terbaru untuk hepatitis B adalah Recombivax HB (H-B-VAX II),
vaksin diberikan dalam 3 rangkaian suntikan (0, 1, 6 bulan), ini ternyata
meningkatkan pembentukan anti-HBs pada lebih dari 99% orang yang berusia 20-29
tahun dan dianggap lebih baik dalam merangsang pembentukan titer anti-HBs yang
tinggi.
Hepatitis B immune globulin (HBIG) efektif sebagai tindakan perlindungan
selama 3-6 bulan terhadap HBV dan digunakan hanya bila terjadi kontak dengan
darah yang diduga mengandung virus hepatitis B, baik melalui kulit maupun
membran mukosa. Imunisasi pasif dengan HBIG harus diberikan dalam waktu kurang
dari 48 jam setelah kontak dengan darah yang mengandung virus hepatitis B,
kemudian diberikan vaksinasi lengkap terhadap hepatitis B yang diberikan dalam
waktu kurang dari 7 hari setelah kecelakaan tersebut sebagai dosis I.
Menurut Appleton yang dikutip Molinari (2000), secara umum sterilisasi panas
adalah merupakan pilihan utama mengingat cara pemakaiannya yang sederhana,
ekonomis, dan efektif. Bila secara fisik tidak digunakan karena akan merusak
bahan/alat yang akan disterilkan, dapat digunakan bahan kimia sebagai gantinya.
Karena tidak mungkin mencapai keadaan asepsis sempurna untuk semua
permukaan dan alat-alat selama prosedur perawatan gigi, namun paling tidak harus
dilakukan tindakan dekontaminasi dari alat-alat yang dapat merupakan sumber dari
penyebaran penyakit infeksi seperti pegangan lampu, tombol-tombol pengatur pada
unit gigi, pegangan lemari, sandaran kepala, dan sandaran lengan pada kursi unit.
Untuk ini dibutuhkan disinfektan yang dapat membunuh M. tuberculosis dan virus.
Disinfektan ini mengandung campuran fenol-klor, bersifat tuberocidal dan dapat
merusak virus yang lipophilic.
Dengan menutupi alat/benda-benda yang tak dapat disterilkan dapat mengurangi
kebutuhan untuk desinfeksi misalnya baki instrumen, ujung alat three way syringe,
alat penghisap saliva/darah, tombol-tombol pada unit gigi, pegangan lampu, ujung
alat untuk menyinari tumpatan gigi, sandaran kepala, dan lain-lain dengan bib, plastik
atau aluminium foil sekali pakai untuk tiap pasien.
Untuk mencegah terjadinya penyebaran penyakit infeksi bagi tekniker gigi, hasil
cetakan gigi atau stone casts, harus dicuci dengan air mengalir untuk
membersihkannya dari saliva, debris dan darah kemudian direndam dalam
desinfektan atau disemprot dengan disinfektan sebelum dikirim ke laboratorium,
begitu pula prostesis sebelum dipasang dalam mulut pasien harus didisinfeksi terlebih
dulu dengan desinfektan yang sesuai dengan bahan dari protesa tersebut. Menurut
Merchant dan Mollinari, bahan disinfektan yang paling baik untuk prostesis adalah
iodophors selama 10 menit.
d. Kesimpulan dan Saran
Tujuan utama dari cara kerja yang aman dan asepsis pada pasien hepatitis adalah
untuk mengurangi resiko kontak dengan mikroorganisme patogen dan menciptakan
lingkungan kerja yang aman, baik untuk pasien maupun untuk orang-orang yang
bekerja dalam bidang kedokteran gigi.
Riwayat kesehatan pasien atau pemeriksaan fisik saja tidak dapat
mengidentifikasi pasien yang menderita penyakit infeksi, dimana individu yang
kelihatan sehat bahkan hasil pemeriksaan laboratoriumnya menunjukkan hasil
negatif. Oleh karena itu semua pasien yang datang harus dianggap memiliki
mikroorganisme patogen dan semua tindakan pencegahan penyebaran penyakit
infeksi harus dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
Nisengard RJ, Newman MG. Oral microbiology and immunology, 2nd ed. Philadelphia: W.B. Saunders Co; 1994. p.402-23.
Samanarayake LP. Essential microbiology for dentistry. New York. Churchill Livingstone; 1996. p.317-35.
Cottone JA, Terezhalmy GT, Molinari JA. Practical infection control in dentistry. Philadelphia: Lea & Febriger; 1991. p.189-96.
Inglis TJ. Microbiology and infection. New York: Churchill Livingstone; 1996. p.44-6.
Torres HO, Ehrlich A. Modern dental assisting, 5th Ed. Philadelphia: W.B. Saunders Company; 1995. p.219-41.
Cottone JA. The global challenge of hepatitis B: Implications for dental personel. J Am Dent Assoc 1991; 130: 509-20.
Molinari JA. Dental infection control at the year 2000: accomplishment recoqnized. J Am Dent Assoc 1999; 130: 1291-8.
Vignarajah S, Eastmond VH, Ashraph A, Rashad M. An assessment of cross-infection control procedures among English-speaking Caribean general dental practitioners. A regional preliminary study. Int Dent J 1998; 48: 67-76.
Meiller TF, depaola LG, Kelly JI, Baqui AAMA, Turng BF, Falker WA. Dental waterlines: biofilms, desinfection and recurrence. J Am Dent Assoc 1999; 130: 62-72.
Pankhurst CL, Johnson NW, Woods RG. Microbial contamination of dental unit waterlines. The scientific argument. Int Dent J 1998; 48: 359-68.
Gillcrist JA. Hepatitis viruses A, B, C, D, E, and G: Implications for dental personnel. J Am Dent Assoc 1999; 130: 509-20.