CAMPURSARI “Nyanyian Hibrida dari Jawa”jurnalkommas.com/docs/JURNAL_Tika.pdfoleh banyak orang...

21
1 CAMPURSARI “Nyanyian Hibrida dari Jawa” (Sebuah Video Dokumenter Tentang Polemik Keberadaan Campursari sebagai Tradisi Musik Baru di Dunia Seni Pertunjukan) Tika Septiana Saputri Ch. Heny Dwi S. Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta Abstract Java as a society in terms of the culture that was very old historical, traditional art culture has very many kinds. Almost never realized that in fact, the history of Javanese art is a jumble of various influences. Campursari is a "new kind of music", a new musical tradition that is a hybrid musical instrument or a mixture of traditional Javanese music and Western music. Development period makes the performing arts began to be used to make money and income. Campursari which are in the realm of entertainment makes the culprit compete for the pursuit of quantity rather than quality. This makes the polemics of various parties. Campursari that is a "hybrid" or a mixture of traditional music of Java pitched pentatonic and Western music pitched diatonic produce a harmonies wonderful voice, but the other side makes campursari debated because getting away from the musical tradition of the valuable Java. There are some interesting facts in campursari from various sides. How about the perspective of some parties for Pros and Cons campursari? Documentary film of Campursari "The Hybrid Song from Java" will expose it. Keyword: Art, culture, traditional, music Pendahuluan Seni pertunjukan tradisional Indonesia, di dalam pemahaman estetikanya sangat berhubungan dengan sistem religi yang dianut pada masyarakat pendukungnya. Seri pertunjukan tradisional dapat dibedakan menjadi seni pertunjukan istana (setelah masuknya agama-agama besar, Hindhu/Budha dan Islam) dan seni pertunjukan rakyat (terdapat pada masyarakat pedesaan yang kemungkinan besar menyimpan dasar-dasar religi asli). Seni pertunjukan tradisional, baik rakyat maupun kraton/istana, pada mulanya adalah religius. Nilai-nilai keindahannya harus dicari pada dasar religi itu. Namun dalam

Transcript of CAMPURSARI “Nyanyian Hibrida dari Jawa”jurnalkommas.com/docs/JURNAL_Tika.pdfoleh banyak orang...

Page 1: CAMPURSARI “Nyanyian Hibrida dari Jawa”jurnalkommas.com/docs/JURNAL_Tika.pdfoleh banyak orang dibayangkan sebagai bentuk yang asli dan tradisional itu, lebih merupakan kreasi istana

1

CAMPURSARI “Nyanyian Hibrida dari Jawa”

(Sebuah Video Dokumenter Tentang Polemik Keberadaan Campursari sebagai Tradisi Musik Baru di Dunia Seni Pertunjukan)

Tika Septiana Saputri Ch. Heny Dwi S.

Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Abstract Java as a society in terms of the culture that was very old historical,

traditional art culture has very many kinds. Almost never realized that in fact, the history of Javanese art is a jumble of various influences. Campursari is a "new kind of music", a new musical tradition that is a hybrid musical instrument or a mixture of traditional Javanese music and Western music.

Development period makes the performing arts began to be used to make money and income. Campursari which are in the realm of entertainment makes the culprit compete for the pursuit of quantity rather than quality. This makes the polemics of various parties.

Campursari that is a "hybrid" or a mixture of traditional music of Java pitched pentatonic and Western music pitched diatonic produce a harmonies wonderful voice, but the other side makes campursari debated because getting away from the musical tradition of the valuable Java.

There are some interesting facts in campursari from various sides. How about the perspective of some parties for Pros and Cons campursari? Documentary film of Campursari "The Hybrid Song from Java" will expose it. Keyword: Art, culture, traditional, music Pendahuluan

Seni pertunjukan tradisional Indonesia, di dalam pemahaman estetikanya

sangat berhubungan dengan sistem religi yang dianut pada masyarakat

pendukungnya. Seri pertunjukan tradisional dapat dibedakan menjadi seni

pertunjukan istana (setelah masuknya agama-agama besar, Hindhu/Budha dan

Islam) dan seni pertunjukan rakyat (terdapat pada masyarakat pedesaan yang

kemungkinan besar menyimpan dasar-dasar religi asli). Seni pertunjukan

tradisional, baik rakyat maupun kraton/istana, pada mulanya adalah religius.

Nilai-nilai keindahannya harus dicari pada dasar religi itu. Namun dalam

Page 2: CAMPURSARI “Nyanyian Hibrida dari Jawa”jurnalkommas.com/docs/JURNAL_Tika.pdfoleh banyak orang dibayangkan sebagai bentuk yang asli dan tradisional itu, lebih merupakan kreasi istana

2

perkembangan selanjutnya, rillai-nilal religius itu tersisihkan dan masyarakat lebih

menyukai dari segi hiburannya (profan) saja.1 Kondisi ini berlanjut seiring

perubahan jaman, sehingga seni pertunjukan tradisional mulai digunakan untuk

mencari uang dan penghasilan, apalagi dengan adanya pengaruh dunia teater dari

barat dan negara-negara lain yang kuat dalam dunia seni pertunjukannya.

Jawa sebagai suatu masyarakat budaya yang ditinjau dari segi historisnya

ternyata sangat tua, memiliki seni tradisional budaya yang sangat banyak sekali

macamnya. Hampir tidak pernah disadari bahwa sesungguhnya, sejarah tentang

kesenian Jawa merupakan campur aduk dari berbagai pengaruh. tradisi kuno yang

oleh banyak orang dibayangkan sebagai bentuk yang asli dan tradisional itu, lebih

merupakan kreasi istana di bawah pimpinan kolonial Belanda.

Campursari merupakan “jenis musik baru”, sebuah budaya baru yang

berkembang secara luar biasa pada decade 80-an. Pada masa kini perkembangan

musik ini, dilihat dari jumlah penggemar, penyebaran dan produksi, jauh melebihi

kemampuan hidup karawitan Jawa dan musik keroncong / langgam yang menjadi

“induk lokalnya”. Bahkan, campursari bisa dikatakan bertumbuh hampir

sebanding dengan penyebaran musik pop Barat yang sarat modal dan teknologi.

Campursari merupakan musik hibrida atau percampuran dari beberapa

unsur genre music; karawitan , gamelan, langgam, keroncong, dangdut, pop, dan

sebagainya dalam bentuki musik baru. Identitasnya yang paling mudah dilihat

adalah bercampurnya gamelan dan instrument Barat terutama keyboard, yang

jumlahnya hingga mencapai enam atau tujuh pada satu perangkat.2

Campursari itu sendiri sebenarnya berangkat dari seni tradisi Jawa, dimana

dipadukannya seni gending dengan berbagai alat musik, baik alat musik

tradisional maupun modern, konvensional dan elektrik . Musik campursari yang

berkembang sekarang ini memang bermacam – macam jenisnya. Misalnya music

campursari yang merupakan campuran gamelan dan keroncong, campuran

gamelan dan dangdut serta campuran keroncong dan dangdut. Aransemen seperti

itu membuat campursari lebih fleksibel , mengaransemen music tradisional dan 1 Jakob Soemardjo, Perkembangan Teater Modern dan Sastra Drama Indonesia. (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1992), hlm.22 2 Rahayu Supanggah, Bothekan Karawitan I . (Jakarta, 2002), hlm. 101.

Page 3: CAMPURSARI “Nyanyian Hibrida dari Jawa”jurnalkommas.com/docs/JURNAL_Tika.pdfoleh banyak orang dibayangkan sebagai bentuk yang asli dan tradisional itu, lebih merupakan kreasi istana

3

modern sehingga musik campursari banyak digemari masyarakat dari tingkatan

masyarakat daerah sampai masyarakat kota.

Secara sepintas, campursari terbangun dalam sejarah yang tidak berliku

dan sederhana. Namun, percampursan musik yang secara kasat terdiri dari

beberapa unsur dasar karawitan, keroncong / langgam dan musik pop menjadi

seperti sekarang ini, tidaklah mudah dan integrative. Niscaya ada begitu banyak

suara yang tidak terdengar yang tidak selalu padu dalam percampuran musikal itu,

tetapi sesungguhnnya dia menjadi bagian yang tidak bisa begitu saja dianggap

tidak ada.

Sebagai sebuah kebudayaan baru yang popular campursari juga menjadi

arena pertentangan yang mendalam di kalangan sejumlah ahli musik tradisional

Jawa. Dari segi musikalitas campursari dianggap sebagai “musik sampah” karena

bercampurnya berbagai unsur musik yang cara mencampurnya asal – asalan

hingga menjadi campur aduk bukan menjadi campursari lagi.

Benturan atau akomodatifnya musik campursari terhadap berbagai genre

dan atau gaya musik daerah, termasuk musik barat sebagai perwujudan sikap

toleransi, keterbukaan sekaligus juga cerminan ketidak tegasan sikap masyarakat

terutama masyarakat Jawa dalam menghadapi unsur atau pengaruh budaya dari

luar, budaya asing. Campursari dengan demikian dapat dianggap sebagai

keranjang sampah budaya.

Benturan paling menonjol adalah benturan berbagai aturan atau norma

musical yang terakomodasikan dengan seolah – olah “tanpa masalah” pada musik

campursari. Hal ini dapat dianggap sebagai cerminan tidak berlakunya dengan

baik system atau norma hukum di masyarakat kita, Jawa atau Indonesia. Seniman

atau sekelompok seniman dalam masyarakat campursari dapat dan boleh berbuat

“sekehendak”-nya.

Bukan sebuah kebetulan bahwa, bagi para pelaku campursari, tidak ada hal

yang merisaukan dengan apa yang dilakukannya. Campursari, bagi mereka adalah

seni adiluhung yang harus dipertahankan dan dikembangkan, sebagaimana halnya

seni Jawa lainnya seperti wayang kulit, karawitan dan tari klasik. Ironisnya,

Page 4: CAMPURSARI “Nyanyian Hibrida dari Jawa”jurnalkommas.com/docs/JURNAL_Tika.pdfoleh banyak orang dibayangkan sebagai bentuk yang asli dan tradisional itu, lebih merupakan kreasi istana

4

niyaga gamelan yang memainkan campursari mungkin juga melestarikan musik

adiluhung di jaman ketika sokongan terhadap musik tradisional menurun.3

Bagaimanapun, campursari adalah sebuah budaya baru yang mampu

menghidupkan kembali musik tradisional Jawa. Gendhing – gendhing lagu Jawa,

tembang macapat bisa bangkit lagi dengan adanya campursari.

Pada akhirnya, film dokumenter campursari “Nyanyian Hibrida dari Jawa”

dibuat untuk memberi pemahaman kepada masyarakat luas tentang perkembangan

musik campursari dan polemik yang terjadi di tubuh campursari itu sendiri, baik

dari pelaku campursari itu sendiri maupun dari seniman atau yang mengatas

namakan sebagai ahli musik tradisional Jawa. Film ini dibuat agar masyarakat

luas dapat menilaidan menyikapi dengan bijak tentang sebuah “budaya baru” yang

muncul ditengah – tengah kehidupan mereka sebagai proses dari globalisasi dan

modernisasi.

Perumusan Masalah

Perumusan masalah dalam tugas akhir ini adalah :

1. Bagaimana sejarah dan perkembangan musik campursari di dunia seni

pertunjukan?

2. Apa saja sisi menarik dalam musik campursari?

3. Bagaimana pandangan dari beberapa kalangan mengenai Pro dan Kontra

dalam menanggapi keberadaan musik campursari?

Tujuan

Tujuan dari tugas akhir ini adalah :

“Memberi pemahaman kepada masyarakat awam tentang realita yang terjadi di

tubuh campursari itu sendiri sehingga lebih bijak dalam menyikapi munculnya

campursari sebagai bentuk budaya baru yang berkembang sehingga dapat

menilai mana yang baik dan mana yang buruk”.

3 Nancy Copper, Retuning Javanese Identities: The Ironies of Popular Genre, Asian Music Journal

Vol. 46, Number 2, 2015. Hlm. 2

Page 5: CAMPURSARI “Nyanyian Hibrida dari Jawa”jurnalkommas.com/docs/JURNAL_Tika.pdfoleh banyak orang dibayangkan sebagai bentuk yang asli dan tradisional itu, lebih merupakan kreasi istana

5

Tinjauan Pustaka

a. Komunikasi

Menurut Onong, Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris

communication berasal dari kata Latin communication, dan bersumber dari kata

communis yang berarti sama. Sama di sini maksudnya adalah sama makna.

Komunikasi dapat berlangsung jika ada kesamaan makna mengenai apa yang

dibicarakan. Kesamaan bahasa yang digunakan dalam percakapan belum tentu

menimbulkan kesamaan makna. Dengan kata lain, mengerti bahasanya saja

belum tentu dapat mengerti makna yang dibawakan oleh bahasa itu. Sebuah

proses komunikasi dapat dikatakan komunikatif apabila kedua-duanya,

mengerti bahasa yang digunakan, mengerti pula makna dari bahan

pembicaraan.4

Little John mendefinisikan komunikasi sebagai “communication is the

process by which we understand others and it turn endeavor to be understood

by them. It is dynamic, constantly, changing and shifting in response to the

total situation.”5

Berdasarkan paparan di atas, pikiran dan atau perasaan seseorang baru

akan diketahui oleh dan akan ada dampaknya kepada orang lain apabila

ditransmisikan dengan menggunakan media primer tersebut, yakni lambang-

lambang. Dengan perkataan lain, pesan (message) yang disampaikan oleh

komunikator kepada komunikan terdiri atas isi (content) dan lambang

(symbol).6

Menurut Harold Lasswell, terdapat lima unsur dalam proses komunikasi

yang saling bergantung satu sama lain, antara lain7

1. Sumber (source), yaitu semua pihak yang berinisiatif atau mempunyai

kebutuhan untuk berkomunikasi.

4 Onong Uchjana ,,Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek, (Jakarta: PT. Remaja Rosdakarya , 1990) hlm. 9 5 Stephen Littlejohn,Theories of Human Communication 3th ed. (Belmont: Wadsworth Publishing

Company, 1989) hlm. 5 6 Onong Uchjana, Op. Cit. Hlm. 12 7 Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. (Bandung: 2005, PT. Remaja Rosdakarya) ,

hlm 62

Page 6: CAMPURSARI “Nyanyian Hibrida dari Jawa”jurnalkommas.com/docs/JURNAL_Tika.pdfoleh banyak orang dibayangkan sebagai bentuk yang asli dan tradisional itu, lebih merupakan kreasi istana

6

2. Pesan, yaitu apa yang dikomunikasikan oleh sumber kepada penerima,

baik itu verbal atau non-verbal.

3. Saluran atau media, yaitu alat yang digunakan sumber untuk

menyampaikan pesan kepada penerima.

4. Penerima (receiver), yaitu orang yang menerima pesan dari sumber.

5. Efek, yaitu apa yang terjadi pada penerima setelah ia menerima pesan

tersebut.

Proses komunikasi dibagi menjadi dua tahap, yakni secara primer dan

sekunder. Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian pikiran

dan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang

(symbol) sebagai media. Lambang sebagai media primer dalam proses

komunikasi adalah bahasa, isyarat, gambar, warna, dan lain sebagainya yang

secara langsung mampu “menerjemahkan” pikiran dan atau perasaan

komunikator kepada komunikan. Proses komunikasi secara sekunder adalah

proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan

menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang

sebagai media pertama.

b. Film Dokumenter Sebagai Media Komunikasi

Komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada

komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu. Fungsi-fungsi

komunikasi dan komunikasi massa dapat disederhana- kan menjadi:

menyampaikan informasi (to inform), mendidik (to educate), menghibur (to

entertain), dan mempengaruhi (to influence)8

Salah satunya dalam film dokumenter , layaknya laporan jurnalisme, film

dokumenter mampu merekonstruksikan realitas sosial atau fakta - fakta ke

dalam simbol audio visual. Dalam hal ini pada film dokumenter memenuhi

komponen komunikasi itu sendiri yaitu, pembuat film merupakan sumber atau

source yang mengirimkan sebuah pesan. Pesan atau message yang dimaksud

adalah sebuah ide mengangkat sebuah realitas, atau suatu fakta – fakta ke

8 Onong Uchjana, Op. Cit., hlm. 26

Page 7: CAMPURSARI “Nyanyian Hibrida dari Jawa”jurnalkommas.com/docs/JURNAL_Tika.pdfoleh banyak orang dibayangkan sebagai bentuk yang asli dan tradisional itu, lebih merupakan kreasi istana

7

dalam sebuah karya film dokumenter yang mempunyai film statement. Film

dokumenter berupa produk audio visual yang dibuat tersebut adalah sebuah

saluran atau media dari seorang pembuat film untuk menyampaikan pesan

kepada penonton filmnya.

Beberapa komponen tersebut, sebenarnya sudah dapat menunjang film

dokumenter yang berupa produk audio visual untuk bisa dikategorikan sebagai

salah satu media komunikasi.

c. Film Dokumenter

John Grierson berpendapat dokumenter merupakan cara kreatif

merepresentasikan realitas.9 Film dokumenter menyajikan realita melalui

berbagai cara dan dibuat untuk berbagai macam tujuan. Kunci utama dari

dokumenter adalah penyajian fakta. Kekuatan utama yang dimiliki film

dokumenter terletak pada rasa keontentikan, bahwa tidak ada definisi film

dokumenter yang lengkap tanpa mengaitkan faktor-faktor subyektif

pembuatnya. Dengan kata lain, film dokumenter bukan cerminan pasif dari

kenyataan, melainkan ada proses penafsiran atas kenyataan yang dilakukan

oleh si pembuat film dokumenter.

Film dokumenter, selain mengandung fakta, ia juga mengandung

subyektivitas pembuat. Subyektivitas dalam arti sikap atau opini terhadap

peristiwa. Jadi ketika faktor manusia berperanan, persepsi tentang kenyataan

kan sangat tergantung pada manusia pembuat film dokumenter itu

Film dokumenter adalah salah satu media komunikasi. Film dokumenter

sangat tepat digunakan sebagai media komunikasi satu arah, mengingat film

dokumenter memuat konten fakta dan dapat lebih relevan untuk diyakini

kebenarannya. Dengan format audio-visual, keberadaan film dokumenter

berpengaruh dalam pembentukan pemikiran dan sikap khalayak tanpa

mempertimbangkan usia. Penyampaian komunikasi dalam film dokumenter ini

lebih menitik beratkan pada pemakain narasi dan narasumber, sehingga akan

9 Heru Effendy, Mari Membuat Film. (Yogyakarta: 2002) hlm. 11

Page 8: CAMPURSARI “Nyanyian Hibrida dari Jawa”jurnalkommas.com/docs/JURNAL_Tika.pdfoleh banyak orang dibayangkan sebagai bentuk yang asli dan tradisional itu, lebih merupakan kreasi istana

8

lebih mudah dan cepat dipahami oleh masyarakat. Tampilan visual yang

diperlihatkan mengacu pada kejelasan penyampaian informasi realita yang

mempunyai kesan sederhana, tegas, minimalis dan berisi sebagaimana

umumnya sebuah dokumentasi film. Struktur bertutur film dokumenter

umumnya sederhana dengan tujuan agar memudahkan penonton untuk

memahami dan mempercayai fakta-fakta yang disajikan.

d. Hibrida dalam Konteks Musik Campursari

Secara harfiah menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, “hibrida” berarti

turunan yang dihasilkan dari perkawinan antara dua jenis yang berlainan (tentang

hewan atau tumbuhan); kata kompleks yang bagian-bagiannya berasal dari bahasa

berbeda.10

Keberadaan beberapa hibridisasi kreatif yang dibuat oleh para musisi

popular Indonesia dilatarbelakangi oleh sistem genre tripartit yang makro, yang

terdiri dari musik daerah, pop, serta underground/indie.11

Campursari berasal dari dua kata yaitu campur dan sari. Campur berarti

berbaurnya instrumen musik baik yang tradisional maupun modern. Sari berarti

eksperimen yang menghasilkan jenis irama lain dari yang lain. Para seniman

memadukan dua unsur musik yang berbeda yaitu instrumen musik etnik yaitu

gamelan dan instrumen musik modern seperti gitar elektrik, bass, drum serta

keyboard, sehingga dapat dikatakan bahwa campursari adalah musik hibrida hasil

perkawinan silang antara musik barat dan tradisional. Kesenian ini memerlukan

beberapa pemain musik, tak kurang dari hampir sepuluh orang untuk

menghasilkan irama yang sangat merdu.

10

Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: 1996), hlm. 215 11

Jeremy Wallach and Esther Clinton, “History,Modernity, and Music Genre in Indonesia: Popular Music Genres in the Dutch East Indies and Following Independence”, Asian Music Journal Vol. 44 Number 02, 2013, hlm. 1

Page 9: CAMPURSARI “Nyanyian Hibrida dari Jawa”jurnalkommas.com/docs/JURNAL_Tika.pdfoleh banyak orang dibayangkan sebagai bentuk yang asli dan tradisional itu, lebih merupakan kreasi istana

9

e. Polemik Keberadaan Campursari

Polemik dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai

perdebatan mengenai suatu masalah yang dikemukakan secara terbuka dalam

media massa.12

Di dalam dunia seni pertunjukan, campursari menjadi sebuah perdebatan

dalam forum terbuka antara seniman elite dan pelaku campursari tentang

keberadaan campursari sebagai tradisi musik baru di dunia seni pertunjukan.

Berikut adalah rangkuman pendapat dari seniman dan pelaku campursari.13

No. Menurut Seniman Menurut Pelaku Campursari

1.

Campursari adalah musik

sampah yang memasukkan

semua unsur musik dalam satu

karya.

Campursari mampu menghidupkan

kembali tradisi bermusik Jawa

diantaranya adalah nembang

macapat.

2. Campursari adalah musik yang

menabrak aturan musikalitas

gendhing Jawi

Campursari tetap dimainkan

dengan gamelan Jawa.

3. Campursari hanya mengejar

kuantitas tidak memperhatikan

kualitas

Campursari menjawab kebutuhan

pasar, ini berarti campursari

berhasil menjadi tradisi baru di

dunia seni pertunjukan.

4. Dari sisi sosial campursari

menjadi citra buruk bagi musik

Jawa karena penyanyi yang

jogetan saat pentas

Penyanyi campursari duduk dengan

santun, kalau berjoget ganya

gerakan sewajarnya. Yang berjoget

dan koplo itu bukan campursari

12 Kamus Besar Bahasa Indonesia Online, http://kbbi.web.id 13

Wawancara dengan narasumber Prof. Rahayu Supanggah, S.Kar., Danis Sugiyanto, S.Sn, M.Hum, Yunianto CSGK, dan Plenthe Percussion. (Transkrip tersedia di halaman lampiran)

Page 10: CAMPURSARI “Nyanyian Hibrida dari Jawa”jurnalkommas.com/docs/JURNAL_Tika.pdfoleh banyak orang dibayangkan sebagai bentuk yang asli dan tradisional itu, lebih merupakan kreasi istana

10

f. Seni Pertunjukan

Dalam bahasa Inggris, seni pertunjukan dikenal dengan istilah perfomance

art. Seni pertunjukan merupakan bentuk seni yang cukup kompleks karena

merupakan gabungan antara berbagai bidang seni. Sebuah pertunjukan kesenian

seperti teater atau sendratari biasanya terdiri atas seni musik, dialog, kostum,

panggung, pencahayaan, dan seni rias. Seni pertunjukan sangat menonjolkan

manusia sebagai aktor atau aktrisnya.

1. Seni Pertunjukan Tradisional

Di dalam setiap pementasannya, beberapa bentuk kesenian tradisional

selalu membawa misi yang ingin disampaikan kepada penonton. Misi atau pesan

itu dapat bersifat sosial, politik, moral dan sebagainya. Sebenarnya dalam setiap

pertunjukan seni tradisional ada beberapa nilai tertentu yang dikandungnya. Seni

pertunjukan tradisional secara umum mempunyai empat fungsi, yaitu fungsi

ritual, fungsi pendidikan sebagai media tuntunan, fungsi atau media penerangan

atau kritik sosial dan fungsi hiburan atau tontonan.

Untuk memenuhi fungsi ritual, seni pertunjukan yang ditampilkan

biasanya masih berpijak pada aturan-aturan tradisi. Misalnya sesaji sebelum

pementasan wayang, ritual-ritual bersih desa dengan seni pertunjukan dan sesaji

tertentu, pantanganpantangan yang tidak boleh dilanggar selama pertunjukan dan

lainlain. Sebagai media pendidikan, pertunjukan tradisional mentransformasikan

nilai-nilai budaya yang ada dalam seni pertunjukan tradisional tersebut. Oleh

karena itu, seorang seniman betul-betul dituntut untuk dapat berperan semaksimal

mungkin atas peran yang dibawakannya. Seni pertunjukan tradisional (wayang

kulit, wayang orang, ketoprak) sebenarnya sudah mengandung media pendidikan

pada hakikat seni pertunjukan itu sendiri, dalam perwatakan tokoh-tokohnya dan

juga dalam ceritanya. Misalnya pertentangan yang baik dan yang buruk akan

dimenangkan yang baik, kerukunan Pandawa, nilai-nilai kesetiaan dan lain-lain.

Pada masa sekarang ini seni pertunjukan tradisional cukup efektif pula

sebagai media penerangan ataupun kritik sosial, baik dari pemerintah atau dari

rakyat. Misalnya pesan-pesan pembangunan, penyampaian informasi dan lain-

Page 11: CAMPURSARI “Nyanyian Hibrida dari Jawa”jurnalkommas.com/docs/JURNAL_Tika.pdfoleh banyak orang dibayangkan sebagai bentuk yang asli dan tradisional itu, lebih merupakan kreasi istana

11

lain. Sebaliknya rakyat dapat mengkritik pimpinan atau pemerintah secara tidak

langsung misalnya lewat adegan goro-goro pada wayang atau dagelan pada

ketoprak. Hal ini disebabkan adanya anggapan mengkritik (lebih-lebih) pimpinan

atau atasan adalah “tabu”. Melalui sindiran atau guyonan dapat diungkap tentang

berbagai ketidakberesan yang ada, tanpa menyakiti orang lain. Sebagai media

tontonan seni pertunjukan tradisional harus dapat menghibur penonton,

menghilangkan stres dan menyenangkan hati. Sebagai tontonan atau hiburan seni

pertunjukan tradisional ini biasanya tidak ada kaitannya dengan upacara ritual.

Pertunjukan ini diselenggarakan benar-benar hanya untuk hiburan misalnya tampil

pada peringatan kelahiran, resepsi pernikahan dan lain-lain.14

2. Seni Pertunjukan Modern

Contoh pertunjukan modern antara lain drama, opera, fragmen, teater, dan

film. Seni pertunjukan modern banyak ditampilkan di media elektronik seperti

televisi.

Metodologi

Tugas akhir ini menggunakan metode observasi dan wawancara. Metode

observasi (observation research) dilakukan untuk melacak secara sistematis dan

langsung gejala-gejala komunikasi terkait dengan persoalan-persoalan sosial,

politis, dan kultural masyarakat. Metode wawancara merupakan alat pengumpulan

data yang sangat penting yang melibatkan manusia sebagai subjek (pelaku, aktor)

sehubungan dengan realitas atau gejala yang dipilih untuk diteliti. Kedua metode

tersebut bertujuan untuk mendapatkan data dan informasi yang dibutuhkan dalam

penyusunan tugas akhir.15

Di dalam film dokumenter ini, penulis melakukan observasi di beberapa

pertunjukan campursari baik yang di desa maupun di kota di wilayah Boyolali,

Solo, Sukoharjo, Wonogiri, Semarang, dan Yogyakarta guna mengetahui

permasalahan di lapangan terkait keberadaan campursari sebagai tradisi musik

14 Dyastriningrum, Antropologi Kelas XII, (Jakarta: 2009) hlm. 63. 15

Pawito, Penelitian Komunikasi Kualitatif, (Yogyakarta: 2007,LKiS) hlm. 132

Page 12: CAMPURSARI “Nyanyian Hibrida dari Jawa”jurnalkommas.com/docs/JURNAL_Tika.pdfoleh banyak orang dibayangkan sebagai bentuk yang asli dan tradisional itu, lebih merupakan kreasi istana

12

baru di dunia seni pertunjukam. Penulis juga melakukan wawancara dengan

teoritikus karawitan, seniman, komposer, dan beberapa pelaku campursari.

Sajian dan Analisis Data

a. Judul

CAMPURSARI “Nyanyian Hibrida dari Jawa”

b. Lokasi

Boyolali, Wonogiri, Sukoharjo, Semarang, Yogyakarta

c. Durasi

19 menit 45 detik

d. Segmentasi

Masyarakat umum

e. Film Statement

Campursari adalah sebuah budaya baru hasil percampuran atau hibrida

antara permainan musik tradisional bernada pentatonis dengan permainan musik

internasional modern bernada diatonis yang kehadirannya mengubah tatanan dan

formasi bentuk-bentuk musik lainnya.

Keberadaan campursari sebagai budaya baru di dunia seni pertunjukan

sampai saat ini masih menjadi pro dan kontra karena campursari

memproklamirkan sendiri sebagai corak baru kesenian Jawa. Hal ini yang

menimbulkan berbagai wacana mengenai identitas asli kesenian Jawa sebagai seni

yang adiluhung.

f. Ringkasan Film

Film dokumenter CAMPURSARI “Nyanyian Hibrida dari Jawa” terdiri

atas lima sekuen.

1. Sekuen I

Pada sequence ini akan memperlihatkan keberadaan musik campursari di

sekitar kita dan penjelasan singkat dengan narasi tentang pengertian musik

campursari secara garis besar.

Page 13: CAMPURSARI “Nyanyian Hibrida dari Jawa”jurnalkommas.com/docs/JURNAL_Tika.pdfoleh banyak orang dibayangkan sebagai bentuk yang asli dan tradisional itu, lebih merupakan kreasi istana

13

Gambar 1 : Campursari saat pertunjukan wayang

Sumber : Dokumen Pribadi

Gambar 2 : Penyanyi saat pentas campursari

Sumber : Dokumen Pribadi

Gambar 3 : Warga menengah ke bawah yang menyaksikan campursari

Sumber : Dokumen Pribadi

Campursari adalah sebuah jenis musik baru di dunia seni pertunjukan yang

berasal dari tanah Jawa, sangat dekat dengan kehidupan masyarakat baik dari

kalangan menengah bawah maupun menengah ke atas. Campursari merupakan

paduan musik tradisional - gamelan Jawa bernada pentatonis seperti saron,

kendang, gender, dan gong dicampur dengan musik barat atau eropa yang

Page 14: CAMPURSARI “Nyanyian Hibrida dari Jawa”jurnalkommas.com/docs/JURNAL_Tika.pdfoleh banyak orang dibayangkan sebagai bentuk yang asli dan tradisional itu, lebih merupakan kreasi istana

14

bernada diatonis seperti gitar, cak, cuk, keyboard, bass, drum, kadang dengan

biola atau flute.

Gambar 4 : Gamelan dalam campursari

Sumber : Dokumen Pribadi

2. Sekuen II

Sekuen ini menjelaskan mengenai sejarah campursari dan beberapa versi

campursari yang sempat popular selama perkembangannya dari mulai

campursari yang pertama muncul, campursari versi ki Nartosabdho, dan era

Manthous.

Gambar 5 : Recorder yang digunakan untuk menyiarkan campursari di RRI Semarang pada tahun 1960

Sumber : Dokumen Pribadi

Page 15: CAMPURSARI “Nyanyian Hibrida dari Jawa”jurnalkommas.com/docs/JURNAL_Tika.pdfoleh banyak orang dibayangkan sebagai bentuk yang asli dan tradisional itu, lebih merupakan kreasi istana

15

Gambar 6 : Ilustrasi pertunjukan wayang Ki Nartosabdho tahun 1980

Sumber : Dokumen Pribadi

Gambar 7 : Penghargaan tokoh campursari Alm Manthous

Sumber : Dokumen Pribadi

Campursari pertama kali muncul sekitar 1960 an hasil kerjasama antara

(RRI) Semarang dan Tjabang Ajudan Jenderal Kodam IV Diponegoro

Semarang Pimpinan Jenderal Surono. bermula dari kegiatan pergelaran

karawitan dan keroncong, mereka pun acapkali membawakann lagu-lagu

langgam.. Percampuran alat music untuk mengiringi langgam inilah yang

kemudian mereka sebut sebagai“campursari”. Pada tahun 1980-an. Ki

Nartosabdho pernah memperkenalkan campursari dengan bentuk yang berbeda.

Ia menggabungkan gamelan dengan musik barat di setiap pertunjukan

wayangnya. Namun apa yang dilakukannya menuai kontroversi dari persatuan

dalang. Barulah pada tahun 1990 an , di tangan Alm. Anto Soegiyono atau

dikenal Manthous , Musik campursari semakin popular.

Page 16: CAMPURSARI “Nyanyian Hibrida dari Jawa”jurnalkommas.com/docs/JURNAL_Tika.pdfoleh banyak orang dibayangkan sebagai bentuk yang asli dan tradisional itu, lebih merupakan kreasi istana

16

3. Sekuen III

Sekuen ini akan memperlihatkan mengenai hal – hal menarik yang bisa

dibicarakan dari musik campursari baik dari sisi musikalitas, sisi sosial, dan dari

artistik.

Gambar 8 : Penyanyi yang menyanyikan lirik lagu Jawa

Sumber : Dokumen Pribadi

Dari sisi musikalitas, Paduan yang seimbang antara musik tradisional jawa

dan barat menjadikan musik campursari lebih mudah didengar dan populer.

Karenanya, tembang macapat ikut terangkat popularitasnya . Lagu yang

dinyanyikan dengan bahasa daerah yaitu bahasa Jawa dan dengan lirik – lirik yang

bertemakan kehidupan sehari – sehari membuat musik campursari pun lebih

mudah diterima

Gambar 9 : Alat musik Gender

Sumber : Dokumen Pribadi

Page 17: CAMPURSARI “Nyanyian Hibrida dari Jawa”jurnalkommas.com/docs/JURNAL_Tika.pdfoleh banyak orang dibayangkan sebagai bentuk yang asli dan tradisional itu, lebih merupakan kreasi istana

17

Beberapa alat musik yang digunakan pun memiliki peran tersendiri, seperti

Gender, Kendang, Drum yang dalam musik ini bagaikan sebuah “tulang”, yaitu

kekuatan dalam sebuah lagu.

Bass berfungsi sebagai “lambaran” atau alas yang digambarkan menjadi

nyawa suatu chord. Sedangkan siter dan keyboard bagaikan sebuah pelangi, yang

berfungsi memperindah sajian lagu

Gambar 10 : Rumania

Sumber : Dokumen Pribadi

Sinden jawa dulu dengan sanggul Jawa ala kraton, seiring perkembangan jaman ada sinden yang berbusana modern yang memakai rok, tidak memakai jarik atau “wiron”. Tata rambut dulu klasik sekarang ditata biar kekinian. Dulu sinden itu Cuma duduk, sekarang penyanyi campursari turun ke panggung joget – joget.16 Terdapat beberapa perbedaan penyajian antara campursari jaman dahulu

dan campursari jaman sekarang baik dalam berbusana maupun tata cara pentas.

Gambar 11 : Dr. Ganang Trikora, SH

Sumber : Dokumen Pribadi

16

Wawancara Rumania (pelaku campursari) pada tanggal 20 Agustus 2015.

Page 18: CAMPURSARI “Nyanyian Hibrida dari Jawa”jurnalkommas.com/docs/JURNAL_Tika.pdfoleh banyak orang dibayangkan sebagai bentuk yang asli dan tradisional itu, lebih merupakan kreasi istana

18

Penataan alat musik saat pementasan pun juga diperhatikan. Posisi

penataan alat musik diperhitungkan berdasar pertimbangan artistic dan

komunikasi musical antar pemain

Gamelan posisi di depan, keyboard di depan, Drum di belakang. Kendang ketipung di belakang. Kalau kendang di depan nanti merusak suara yang lain.17

4. Sekuen IV

Sekuen ini akan menunjukkan pro dan kontra dari berbagai pihak

mengenai keberadaan musik campursari di dunia seni pertunjukan baik dari

seniman, pelaku campursari, maupun pengamat musik.

Gambar 12 : Wawancara Prof. Dr. Rahayu Supanggah, S.Kar.

Sumber : Dokumen Pribadi

Campursari mendapat pengaruh dari berbagai jenis musik yaitu langgam, dangdut, keroncong, pop, dsb. Campursari tadinya intinya mencampurkan sari – sari dari musik – musik itu menjadi sebuah karya campurari. Namun pada prakteknya tidak demikian, campursari menjadi campur aduk, menjadi tempat sampah. Aturan banyak diterjang, dipaksakan.18

17 Wawancara Dr. Ganang Trikora, SH pada tanggal 8 Juni 2015 18

Wawancara Prof. Dr. Rahayu Supanggah, S.Kar.pada tanggal 29 Mei 2015

Page 19: CAMPURSARI “Nyanyian Hibrida dari Jawa”jurnalkommas.com/docs/JURNAL_Tika.pdfoleh banyak orang dibayangkan sebagai bentuk yang asli dan tradisional itu, lebih merupakan kreasi istana

19

Gambar 13 : Wawancara Yunianto CSGK

Sumber : Dokumen Pribadi

Kalau nabrak aturan ya tidak, orang kita nyanyi duduk santun, menyanyikan langgam Jawa dengan baik, ada sinom, gending.19

Gambar 14 : Wawancara Danis Sugiyanto, S.Sn., M.Hum.

Sumber : Dokumen Pribadi

Keberadaan campursari sampai sekarang menimbulkan pro kontra, campursari berada di wilayah entertain bukan hayatan dimana hanya gebyar saja tidak menusuk ke rohani atau wigati , semata – mata hanya hiburan, baik yang tidak bermutu, maupun hanya mengejar kuantitas. . Betapapun, campursari membawa nilai – nilai yang membuat orang semakin tidak meninggalkan budaya Jawa nembang, meskipun disitu juga ada kontra karena bukan mnampilkan gamelan yang tradisional namun di tune sedemikian rupa dengan nada diatonic. Vocal penghayatannya semakin jauh dengan tradisi.20

19 Wawancara dengan Bp. Yunianto (Adik Alm. Manthous) pada tanggal 21 Juli 2015. 20

Wawancara dengan Danis Sugiyanto, S.Sn, M.Hum (komposer dan pengamat musik) pada tanggal 20 September 2015

Page 20: CAMPURSARI “Nyanyian Hibrida dari Jawa”jurnalkommas.com/docs/JURNAL_Tika.pdfoleh banyak orang dibayangkan sebagai bentuk yang asli dan tradisional itu, lebih merupakan kreasi istana

20

Kesimpulan

Kesimpulan dalam tugas akhir ini, antara lain:

a. Campursari merupakan sebuah jenis musik baru dalam dunia seni

pertunjukan yang mampu memberi warna dalam musik Jawa dan mampu

menjadi media untuk generasi muda mencintai kembali tembang macapat.

b. Campursari sangat dekat dengan kehidupan masyarakat khususnya Jawa

dalam kehidupan sehari – hari dengan digunakannya musik campursari

dalam berbagai kesempatan dan acara.

c. Begitu banyak Pro Kontra yang terjadi dalam musik campursari, baik dari

pandangan seniman, pelaku campursari, maupun masyarakat. Namun tidak

dapat dipungkiri tetap menjadikan musik campursari sebagai ikon musik

Jawa yang memiliki banyak sisi menarik dari sisi musikalitas dan sosial

dan tetap eksis di tengah modernisasi.

Saran

Saran yang diajukan dan diharapkan untuk Musik Campursari baik bagi

pelaku maupun seniman, serta untuk masyarakat pada umumnya, antara lain:

a. Bagi para seniman, maupun pelaku campursari buatlah musik karya yang

benar- benar memperhatikan kualitas bukan hanya kuantitas, memiliki

nilai keindahan, original, tidak hanya menyonto, dan juga

mempertimbangkan nilai moral, dari syair. Bersinergi antara nilai

keindahan dan nilai nilai moralitas yang diungkapkan manusia sebagai

daya untuk memuliakan campursari

b. Diharapkan bahwa semua seniman ketika melakukan profesinya harap

dilandasi oleh niat yang luhur dan dilandasi rasa Ketuhanan yang baik,

sehingga aspek – aspek negatif yang dianggap akibat dari musik

campursari bisa dihindari

c. Untuk masyarakat luas diharapkan lebih pintar dalam menilai mana yang

baik dan buruk, dapat melihat kualitas sehingga musik campursari dapat

menjadi musik tradisi Jawa yang adiluhung.

Page 21: CAMPURSARI “Nyanyian Hibrida dari Jawa”jurnalkommas.com/docs/JURNAL_Tika.pdfoleh banyak orang dibayangkan sebagai bentuk yang asli dan tradisional itu, lebih merupakan kreasi istana

21

Daftar Pustaka Copper,I. Nancy. (2015). Retuning Javanese Identities: The Ironies of Popular

Genre. Asian Music Journal Vol. 46 Number 02. Dyastriningrum. (2009). Antropologi Kelas XII. Jakarta : Pusat Perbukuan,

Departemen Pendidikan Nasional. Effendy, Heru. (2002). Mari Membuat Film. Yogyakarta: Panduan. Effendy, Onong Uchjana. (2001). Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek. Bandung:

PT. Remaja Rosdakarya. Littlejohn, Stephen W. (1989). Theories of Human Communication 3th ed.

Belmont: Wadsworth Publishing Company. Mulyana, Deddy. (2005). Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT.

Remaja Rosdakarya. Pawito. (2007). Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta: LKiS. Sumardjo, Jakob. (1992). Perkembangan Teater Modern dan Sastra Drama

Indonesia. Bandung: PT Citra Aditya Bakti Sumarno, M. (1996). Dasar-dasar Apresiasi Film. Jakarta: PT Gramedia Supanggah, Rahayu. (2002). Bothekan Karawitan I. Jakarta: MSPI Wallach, Jeremy & Clinton, Esther. (2013) “History,Modernity, and Music Genre

in Indonesia: Popular Music Genres in the Dutch East Indies and Following Independence”, Asian Music Journal Vol. 44 Number 02.