CAMPUR KODE PADA KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS …€¦ · yang melatarbelakangi terjadinya...

167
CAMPUR KODE PADA KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS X SMA NEGERI 87 JAKARTA TAHUN PELAJARAN 2013/2014 Skripsi Diajukan kepada Fakutas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Disusun oleh: Ayu Annisa NIM 1110013000063 JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014

Transcript of CAMPUR KODE PADA KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS …€¦ · yang melatarbelakangi terjadinya...

1

CAMPUR KODE PADA KETERAMPILAN BERBICARA

SISWA KELAS X SMA NEGERI 87 JAKARTA

TAHUN PELAJARAN 2013/2014

Skripsi

Diajukan kepada Fakutas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah

Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Disusun oleh:

Ayu Annisa

NIM 1110013000063

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2014

ABSTRAK

Ayu Annisa, 1110013000063, 2014, Campur Kode pada Keterampilan

Berbicara Siswa Kelas X SMA Negeri 87 Jakarta Tahun Pelajaran 2013/2014,

Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah

dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Pembimbing Dr. Nuryani, M.A.

Di era globalisasi ini pergaulan anak berkembang pesat. Mereka mudah

menerima bahasa-bahasa asing dan mudah pula menerapkannya ketika berbicara

sehingga mereka menjadi masyarakat yang bilingual. Oleh karena itu, banyak

siswa ketika berbicara memasukkan serpihan-serpihan bahasa asing atau bahasa

daerah. Masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana wujud

campur kode yang terdapat pada negosiasi siswa kelas X SMA Negeri 87 Jakarta

dan latar belakang yang mempengaruhi terjadinya campur kode. Tujuan penelitian

ini yaitu untuk mengetahui wujud campur kode siswa kelas X SMA Negeri 87

Jakarta dan menjelaskan latar belakang yang mempengaruhi terjadinya campur

kode.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif

kualitatif. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik observasi dan

dokumentasi. Teknik penganalisisan data dibuat dengan menggolongkan campur

kode tersebut sesuai dengan wujud campur kode dari masing-masing kelompok.

Sumber data dari penelitian ini adalah rekaman tuturan siswa pada saat melakukan

dialog negosiasi.

Hasil penelitian ini mengemukakan bahwa wujud campur kode terbanyak

yang dilakukan oleh siswa kelas X SMA Negeri 87 Jakarta banyak menggunakan

dalam bentuk kata, frasa, klausa, singkatan, kalimat, dan idiom. Beberapa hal

yang melatarbelakangi terjadinya campur kode yaitu kesantaian penutur,

kebiasaan penutur, dan tidak ada padanan kata yang tepat untuk menggantikan

bahasa tersebut. Kesantaian penutur merupakan faktor utama yang mempengaruhi

siswa melakukan campur kode dalam negosiasinya.

Kata kunci: negosiasi, campur kode.

i

ABSTRACT

Ayu Annisa, 1110013000063, 2014, Code-mixing in Speaking Proficiency Class

X Students of 87 State Senior High School, Jakarta Academic Year 2013/2014.

Indonesia Language and Literature Education Department, Faculty of

Tarbiyah and Teacher Training, Syarif Hidayatullah State Islamic University,

Jakarta. Advisor Dr. Nuryani, M.A.

In globalization era the social life in teenage are growing so fast. They can

learn and use foreign language easier in their life which at the end turns them into

bilingual speaker. Because of that reason, there are many students put some

elements of the foreign language or native language in the way the speak.

Problem that become foundation in this research is how the form of code-mixing

in the negotiation process for students class X of State SMA 87 Jakarta and the

background of why the code-mixing happen. The goal of this research is to know

the form of code-mixing in students class X of state SMA 87 Jakarta and the

background of why the code-mixing happen.

Method of research use in this study is qualitative descriptive. Data

collecting technique is observation and documentation. Technique of analysiz is

made by categorized each code-mixing into their group. Source of data is the

record of students’ oral negotiation dialogue.

The result of this research is to present the data of the most done code-

mixing form for students class X state SMA 87 Jakarta whether in form of words,

phrases, clauses, abbreviations, sentences, and idiom. Several factors that become

the background of code-mixing are the feeling of comfortable, habit, and the lack

of word synchronization to represent in the other language. The comfortable

feeling is the main reason of why the speakers do code-mixing in their

negotiation.

Key words: negotiation, code-mixing.

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sesuai dengan waktu yang telah

direncanakan. Shalawat dan salam tercurahkan kepada junjungan Nabi

Muhammad SAW, para keluarga, sahabat dan pengikutnya hingga akhir zaman.

Skripsi berjudul “Campur Kode pada Keterampilan Berbicara Siswa Kelas

X SMA Negeri 87 Jakarta Tahun Pelajaran 2013/2014”, disusun untuk

memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra

Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi, penulis

membutuhkan bimbingan, dukungan dan doa dari berbagai pihak. Sebagai

ungkapan rasa hormat, penulis ucapkan terima kasih kepada

1. Dra. Nurlena Rifa‟i, M.A., Ph.D. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dra. Mahmudah Fitriyah ZA., M.Pd. Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa

dan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang selalu

memberikan semangat.

3. Dra. Hindun, M.Pd. Sekretaris Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra

Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang selalu

memberikan semangat.

4. Dr. Nuryani, M.A. sebagai dosen pembimbing yang telah meluangkan

waktunya untuk memberikan bimbingan, pengarahan, saran, dan

motivasi saat berjalannya penyusunan skripsi ini.

5. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

yang telah memberikan semangat untuk belajar.

6. Orangtua tercinta, yaitu Bapak Syamsul Bachri dan Ibu Ainah yang

telah memberikan doa dan motivasi yang selalu diberikan untuk

anaknya.

iii

7. Adik tersayang, yaitu Indah Maharani, Anggun Alsabila, dan

Muhammad Al Fachri Saputra yang selalu memberikan dukungan.

8. Kekasih tersayang, Negara Abdi yang telah memberikan doa,

semangat, dan meluangkan waktunya untuk membantu mencarikan

referensi skripsi ini.

9. Keluarga besar Pendidikan Bahasa dan Satra Indonesia khususnya

kelas B angkatan 2010 yang selalu kompak dan memberikan semangat

untuk penulis.

10. Sahabat-sahabat terbaik, yaitu Rike Rahmalia, Nurmah, Syafrida,

Kurnia Dewi Nurfadillah, Mohammad Indra Kusuma, Fahmi Nur

Muzaki, Zaki Mubarok (BTR), Uyee (Holida, Yanti, Sigit, Ival, dll),

Fajar Setio Utomo, yang selalu memberikan bantuan dalam mencari

referensi dan selalu memotivasi penulis.

11. Keluarga besar SMA Negeri 87 Jakarta khususnya Ibu Widarti S. Pd.,

dan siswa-siswi kelas X IPA 2 yang membantu terselenggaranya

dialog negosiasi dan semua orang yang telah berjasa dalam pembuatan

skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Penulis berharap semoga semua pihak yang telah membantu mendapat

balasan yang lebih baik dari Allah SWT. Demikianlah yang dapat penulis

sampaikan, penulis mohon maaf apabila terdapat kekurangan dalam skripsi ini.

penulis menerima kritik dan saran untuk membangun skripsi ini. Semoga

kehadiran skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan para pembaca.

Jakarta, 14 Juli 2014

Penulis

iv

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN

SURAT PERNYATAAN

ABSTRAK.................................................................................................. i

ABSTRACT................................................................................................. ii

KATA PENGANTAR............................................................................... iii

DAFTAR ISI.............................................................................................. v

DAFTAR TABEL...................................................................................... vii

DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................. vii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah.................................................................... 1

B. Identifikasi Masalah.......................................................................... 4

C. Pembatasan Masalah......................................................................... 4

D. Rumusan Masalah............................................................................. 4

E. Tujuan Penelitian............................................................................... 4

F. Manfaat Penelitian............................................................................. 5

G. Tempat dan Waktu Penelitian........................................................... 5

H. Metode Penelitian............................................................................. 5

I. Sumber Data..................................................................................... 7

J. Subjek Penelitian............................................................................... 7

K. Teknik Pengumpulan Data................................................................ 7

L. Teknik Pengolahan Data................................................................... 8

M. Instrumen Penelitian…………………………………………......... 9

BAB II KERANGKA TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN .... 10

A. Kerangka Teori...................................................................................... 10

1. Sosiolinguistik................................................................................ 10

2. Campur Kode................................................................................. 11

3. Berbicara........................................................................................ 25

4. Negosiasi........................................................................................ 27

v

B. Penelitian yang Relevan........................................................................ 30

BAB III PEMBAHASAN………………………………………………....... 32

A. Profil Sekolah........................................................................................ 32

B. Klasifikasi Wujud Campur Kode.......................................................... 35

C. Analisis Data......................................................................................... 40

D. Latar Belakang Terjadinya Campur Kode............................................ 89

BAB IV PENUTUP……………………………………………………….... 90

A. Simpulan............................................................................................... 90

B. Saran..................................................................................................... 90

DAFTAR PUSTAKA

UJI REFERENSI

LAMPIRAN-LAMPIRAN

vi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Lampiran 2 : Trakskripsi dialog negosisasi kelompok 1 siswa kelas X IPA 2

SMA Negeri 87 Jakarta

Lampiran 3 : Trakskripsi dialog negosisasi kelompok 2 siswa kelas X IPA 2

SMA Negeri 87 Jakarta

Lampiran 4 : Trakskripsi dialog negosisasi kelompok 3 siswa kelas X IPA 2

SMA Negeri 87 Jakarta

Lampiran 5 : Trakskripsi dialog negosisasi kelompok 4 siswa kelas X IPA 2

SMA Negeri 87 Jakarta

Lampiran 6 : Trakskripsi dialog negosisasi kelompok 5 siswa kelas X IPA 2

SMA Negeri 87 Jakarta

Lampiran 7 : Trakskripsi dialog negosisasi kelompok 6 siswa kelas X IPA 2

SMA Negeri 87 Jakarta

Lampiran 8 : Trakskripsi dialog negosisasi kelompok 7 siswa kelas X IPA 2

SMA Negeri 87 Jakarta

Lampiran 9 : Trakskripsi dialog negosisasi kelompok 8 siswa kelas X IPA 2

SMA Negeri 87 Jakarta

Lampiran 10 : Trakskripsi dialog negosisasi kelompok 9 siswa kelas X IPA 2

SMA Negeri 87 Jakarta

Lampiran 11 : Trakskripsi dialog negosisasi kelompok 10 siswa kelas X IPA 2

SMA Negeri 87 Jakarta

Lampiran 12 : Trakskripsi dialog negosisasi kelompok 11 siswa kelas X IPA 2

SMA Negeri 87 Jakarta

Lampiran 13 : Surat Bimbingan Skripsi

Lampiran 14 : Surat Keterangan Penelitian

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Klasifikasi Wujud Campur Kode Negosiasi Kelompok 1 Kelas X

IPA 2 SMA Negeri 87 Jakarta Tahun Pelajaran 2013/2014.

Tabel 2 : Klasifikasi Wujud Campur Kode Negosiasi Kelompok 2 Kelas X

IPA 2 SMA Negeri 87 Jakarta Tahun Pelajaran 2013/2014.

Tabel 3 : Klasifikasi Wujud Campur Kode Negosiasi Kelompok 3 Kelas X

IPA 2 SMA Negeri 87 Jakarta Tahun Pelajaran 2013/2014.

Tabel 4 : Klasifikasi Wujud Campur Kode Negosiasi Kelompok 4 Kelas X

IPA 2 SMA Negeri 87 Jakarta Tahun Pelajaran 2013/2014.

Tabel 5 : Klasifikasi Wujud Campur Kode Negosiasi Kelompok 5 Kelas X

IPA 2 SMA Negeri 87 Jakarta Tahun Pelajaran 2013/2014.

Tabel 6 : Klasifikasi Wujud Campur Kode Negosiasi Kelompok 6 Kelas X

IPA 2 SMA Negeri 87 Jakarta Tahun Pelajaran 2013/2014.

Tabel 7 : Klasifikasi Wujud Campur Kode Negosiasi Kelompok 7 Kelas X

IPA 2 SMA Negeri 87 Jakarta Tahun Pelajaran 2013/2014.

Tabel 8 : Klasifikasi Wujud Campur Kode Negosiasi Kelompok 8 Kelas X

IPA 2 SMA Negeri 87 Jakarta Tahun Pelajaran 2013/2014.

Tabel 9 : Klasifikasi Wujud Campur Kode Negosiasi Kelompok 9 Kelas X

IPA 2 SMA Negeri 87 Jakarta Tahun Pelajaran 2013/2014.

Tabel 10 : Klasifikasi Wujud Campur Kode Negosiasi Kelompok 10 Kelas X

IPA 2 SMA Negeri 87 Jakarta Tahun Pelajaran 2013/2014.

Tabel 11 : Klasifikasi Wujud Campur Kode Negosiasi Kelompok 11 Kelas X

IPA 2 SMA Negeri 87 Jakarta Tahun Pelajaran 2013/2014.

viii

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bahasa dibentuk oleh kaidah aturan serta pola yang tidak boleh

dilanggar agar tidak menyebabkan gangguan pada komunikasi yang terjadi.

Kaidah, aturan, dan pola-pola yang dibentuk mencakup tata bunyi, tata

bentuk, dan tata kalimat. Agar komunikasi yang dilakukan berjalan dengan

baik, penutur dan petutur harus menguasai bahasanya. Ragam berbahasa

terbagi menjadi dua, yaitu bahasa tulisan dan bahasa lisan. Bahasa tulisan

adalah bahasa sekunder. Contoh bahasa tulis seperti bahasa undang-undang,

catatan, surat, majalah dan lain sebagainya. Ciri dari bahasa tulisan adalah

dengan menggunakan Ejaan yang disempurnakan (EYD).

Bahasa lisan merupakan bahasa primer. Contoh bahasa lisan seperti

bahasa dalam percakapan, berpidato, berdiskusi, dan lain sebagainya.

Bahasa lisan lebih ekspresif karena mimik, intonasi, dan gerakan tubuh

dapat bercampur menjadi satu untuk mendukung komunikasi yang

dilakukan. Bahasa lisan terbagi menjadi dua, yaitu bahasa lisan formal dan

bahasa lisan nonformal. Komunikasi dalam bahasa lisan terjadi secara

langsung atau bertatap muka sehingga terikat oleh kondisi, waktu, dan

situasi.

Setiap keterampilan berbahasa, sangat berhubungan erat dengan

proses berpikir seseorang. Semakin terampil seseorang berbahasa, semakin

jelas bahasa yang ingin disampaikan oleh lawan tuturnya. Dalam bahasa

Indonesia, ada empat keterampilan berbahasa, yaitu keterampilan

menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Dalam memperoleh

keterampilan berbahasa, kita harus melalui suatu urutan yang teratur.

1

2

Mula-mula pada saat masih kanak-kanak, seseorang belajar menyimak

bahasa. Kemudian setelah proses menyimak tersebut berjalan dengan baik,

seorang anak akan belajar berbicara dan selanjutnya seorang anak belajar

membaca dan menulis.1

Kehidupan manusia tidak lepas dari kebutuhan interaksi atau

berhubungan dengan orang lain. Manusia memerlukan komunikasi untuk

memecahkan permasalahannya. Dalam komunikasi lisan, orang memerlukan

keterampilan berbicara agar orang lain memahami hal yang dibicarakan. Hal

tersebut mendasari adanya penekanan kemampuan berkomunikasi siswa

dalam pembelajaran Bahasa Indonesia.

Keterampilan berbicara yang baik sangat dibutuhkan agar pemahaman

yang diterima oleh pendengar bisa disampaikan dengan bahasa yang

komunikatif. Berbicara memiliki peranan sosial yang sangat penting dalam

kehidupan manusia. Keterampilan berbicara sangat dibutuhkan, baik di

sekolah maupun diluar sekolah. Di sekolah, keterampilan berbicara

diperlukan untuk menyatakan suatu gagasan, pendapat, menggali informasi,

dan berinteraksi dengan orang yang ada di lingkungan sekolah. Di luar

sekolah keterampilan berbicara diperlukan untuk menunjang keberhasilan

berinteraksi dengan orang-orang sekitar yang ada di lingkungan tersebut.

Kemahiran berbicara seseorang ditentukan oleh tingkat

pemahamannya terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kebahasaan.

Pembicara menyampaikan pikiran dan perasaan kepada pendengar melalui

suara. Pembicara dapat memperjelas pengertian yang ingin disampaikannya

dengan menggunakan intonasi, gerak-gerik dan mimik sesuai dengan

pikiran dan perasaan yang ingin dikemukakan. Seseorang harus memiliki

kemampuan berkomunikasi agar pendengar dapat memahami maksud dan

tujuan yang diutarakan oleh pembicara. Kebiasaan berbicara dengan bahasa

yang baik perlu diajarkan sejak seorang anak masih belajar berbicara. Pada

1 Henry Guntur Tarigan, Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa, (Jakarta: Angkasa,

2008), h.1

3

saat memasuki sekolah pun seorang anak mulai diajarkan untuk berbicara

dengan menggunakan ekspresi dan bahasa yang dimengerti oleh lawan

bicaranya.

Di Indonesia pada umumnya adalah masyarakat bilingual, yang

menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa daerah sebagai bahasa pertama.

Tetapi, banyak juga terdapat masyarakat yang menggunakan banyak bahasa

(multilingual). Kemampuan menggunakan lebih dari satu bahasa tergantung

pada situasi dan kondisi yang melingkupinya. Seorang penutur bilingual

secara tidak sadar sering mencampur kedua bahasa yang ia kuasai, sehingga

dapat dikatakan bahwa ia melakukan campur kode dalam berkomunikasi.

Faktor ini disebabkan karena penutur tidak dapat menemukan padanan kata

untuk bahasa yang ia pakai, perpindahan penduduk, percampuran

pernikahan, dan faktor pendidikan yang mengajarkan siswa memakai bahasa

asing sehingga mereka terbiasa menggunakan lebih dari satu bahasa.

Di era globalisasi ini pergaulan anak berkembang pesat. Mereka

mudah menerima bahasa-bahasa asing dan mudah pula menerapkannya

ketika berbicara sehingga mereka menjadi masyarakat yang bilingual,

misalnya dengan mencampurkan serpihan bahasa asing ke dalam bahasa

Indonesia ketika berbicara. Permasalahan ini dapat ditemukan di SMA

Negeri 87 Jakarta. Sebagian murid di SMA tersebut menggunakan

percampuran bahasa dalam pembelajaran di sekolah.

Hal ini disebabkan karena kurangnya membiasakan siswa agar

berbicara dengan menggunakan bahasa Indonesia dengan benar. Untuk

menerapkan pemakaian bahasa Indonesia dengan baik tidaklah mudah. Guru

sangat berperan penting untuk mengajarkan keterampilan berbicara pada

siswanya. Seorang guru harus mampu membiasakan berbicara dengan

menggunakan bahasa Indonesia tanpa ada percampuran bahasa asing atau

daerah di sekolah agar murid terbiasa dan bertambah lancar dalam berbicara

bahasa Indonesia. Untuk mengetahui bahasa yang diujarkan oleh siswa, hal

ini akan diuraikan tentang campur kode pada keterampilan berbicara siswa

kelas X SMA Negeri 87 Jakarta tahun pelajaran 2013/2014.

4

B. Identifikasi Masalah

1. Rendahnya kemampuan berbahasa Indonesia dengan benar pada siswa

SMA Negeri 87 Jakarta.

2. Kosa kata yang sering diucapkan dengan menggunakan campur kode.

3. Banyaknya pengaruh bahasa lain ketika melakukan praktik

keterampilan berbicara.

C. Pembatasan Masalah

Agar penelitian ini tidak menyimpang dari materi, maka batasan

penelitian yang berjudul Campur Kode pada Keterampilan Berbicara Siswa

Kelas X SMA Negeri 87 Jakarta Tahun Pelajaran 2013/2014, fokus pada

pembahasan mengenai campur kode yang diujarkan siswa dalam materi

negosiasi kelas X IPA 2 semester genap tahun pelajaran 2013/2014 di

sekolah SMA Negeri 87 Jakarta yang beralamat di Jalan Mawar II Bintaro,

Jakarta Selatan, dengan jumlah siswa 36 orang.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah, dapat dirumuskan

permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut

1. Bagaimana wujud campur kode yang terjadi pada keterampilan

berbicara siswa kelas X SMA Negeri 87 Jakarta?

2. Apa yang melatarbelakangi siswa menggunakan campur kode dalam

berbicara?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian perumusan masalah tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui bentuk campur kode siswa kelas X SMA Negeri 87

Jakarta.

2. Untuk menjelaskan latar belakang siswa menggunakan campur kode

dalam berbicara di sekolah.

5

F. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini terbagi menjadi dua manfaat yaitu manfaat

teoritis dan manfaat praktis yang dijelaskan sebagai berikut:

1. Manfaat Teoretis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi untuk

perkembangan ilmu sosiolinguistik khususnya dapat membantu

penelitian-penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan campur

kode.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi bagi dunia

pendidikan dalam meningkatkan kegiatan belajar mengajar pada diskusi,

pidato, meningkatkan kosakata, menelaah pemakaian bahasa sehari-hari,

dan sebagainya.

G. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat

Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 87 Jakarta, Jalan Mawar

II Bintaro, Rempoa, Jakarta Selatan. Peneliti melakukan tindakan

berupa pengamatan, merencanakan tindakan, mengumpulkan dan

menganalisis data, serta melaporkan hasil penelitian.

2. Waktu

Penelitian dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran

2013/2014 dimulai dari bulan Februari sampai Mei 2014.

H. Metode Penelitian

Fokus kajian dalam penelitian ini ingin melihat campur kode pada

keterampilan berbicara siswa di SMA Negeri 87 Jakarta. Peneliti akan

merekam tuturan siswa pada saat pembelajaran bahasa Indonesia di kelas,

tepatnya saat melakukan kegiatan teks bernegosiasi.

6

Penelitian ini termasuk dalam penelitian deskriptif kualitatif dengan

metode analisis isi. Sebagaimana pengertian penelitian kualitatif, yaitu

prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata dan

simbol-simbol bahasa tertulis dan lisan dari orang-orang dan perilaku yang

dapat diamati, serta mampu memperoleh data yang akurat terhadap

fenomena tertentu.

“Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang

berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti

pada kondisi objek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah

eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci,

pengambilan sampel, sumber data dilakukan secara purposive dan

snawball, teknik pengumpulan data dengan trianggulasi (gabungan)

analisis bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih

menekankan makna pada generalisasi.”2

Penelitian kualitatif dituntut dapat menggali data berdasarkan apa

yang diucapkan, dirasakan, dan dilakukan oleh partisipan atau sumber data.

Seorang peneliti kualitatif harus bersifat “perspective emic” artinya

memperoleh data bukan “sebagaimana seharusnya”, bukan berdasarkan apa

yang dipikirkan peneliti, melainkan berdasarkan sebagaimana adanya yang

terjadi di lapangan.

Kirk dan Miller menjelaskan, penelitian kualitatif adalah tradisi

tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung

pada pengamatan manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan

dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahannya.3

Artinya, yang dihasilkan dalam penelitian kualitatif adalah bentuk deskriptif

dari hasil yang diamatinya selama kurun waktu yang telah ditentukan.

Penelitian kualitatif akan menghasilkan data akurat apabila disajikan kata-

kata narasumber secara langsung. Peneliti menyuguhkan data dalam bentuk

2 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D,

(Bandung: Alfabeta, 2010), h. 15. 3 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1997),

h. 3.

7

dokumen resmi dan rekaman wawancara langsung dengan narasumber

terkait yang sudah dalam bentuk transkripsi.

I. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data dapat

diperoleh. Apabila peneliti menggunakan kuesioner atau wawancara dalam

pengumpulan datanya, maka sumber data disebut responden. Apabila

peneliti menggunakan teknik observasi, maka sumber datanya bisa berupa

benda gerak atau proses sesuatu. Apabila peneliti menggunakan

dokumentasi, maka sumber datanya adalah dokumen atau catatan yang

berisi variabel penelitian.4 Sumber data dalam penelitian ini adalah rekaman

tuturan siswa pada saat melakukan dialog negosiasi. Penulis mengumpulkan

data campur kode dari rekaman tuturan siswa, kemudian menganalisis

wujud campur kode dan latar belakang terjadinya campur kode.

J. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas X IPA 2 SMA Negeri

87 Jakarta Selatan tahun pelajaran 2013/2014 yang berjumlah 36 orang.

K. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, digunakan beberapa teknik yang akan digunakan

untuk mengumpulkan data. Adapun teknik pengumpulannya adalah sebagai

berikut:

1. Observasi

Pengamatan dilakukan di SMA Negeri 87 Jakarta yaitu pada

saat siswa kelas X berinteraksi dengan lawan tuturnya. Peneliti

mengamati ketika kegiatan belajar mengajar sedang berlangsung

maupun ketika istirahat. Dalam pengamatan tersebut, banyak

ditemukan siswa yang berbicara dengan menggunakan campur kode.

4 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta,

2010), h. 172.

8

Pengamatan ini bertujuan untuk mengetahui campur kode dalam

berbahasa yang diujarkan siswa selama berinteraksi.

2. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan upaya untuk memberikan gambaran

bagaimana sebuah penelitian dilakukan. Data yang dihasilkan dari

kegiatan ini berupa hasil rekaman praktik negosiasi antara siswa

dengan siswa. Peneliti melakukan dokumentasi dengan cara

memberikan tugas terlebih dahulu kepada siswa untuk melakukan

praktik negosiasi. Kemudian dibagi menjadi dua belas kelompok dan

satu kelompok terdiri atas tiga orang. Setelah itu, peneliti langsung

mendokumentasikan dengan merekam video saat praktik negosiasi

berlangsung.

L. Teknik Pengolahan Data

Teknik pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini berupa

analisis data yang memuat negosiasi siswa kelas X SMA Negeri 87 Jakarta.

Berikut ini langkah-langkah pengolahan data yang dilakukan penulis secara

lebih rinci:

1. Mengidentifikasi Data

Langkah awal mengidentifikasi data yaitu mentranskripsikan data

dengan cara mengetik dialog dari hasil rekaman video negosiasi siswa

kelas X IPA 2. Seluruh dialog dari kelompok satu hingga kelompok

dua belas ditranskripsikan agar lebih mudah diketahui campur kode

yang diujarkan siswa.

2. Mengklasifikasi Data

Setelah diperoleh hasil dari proses identifikasi data dialog negosiasi

siswa, tahap selanjutnya yaitu mengklasifikasi data sesuai dengan

wujud campur kodenya dengan cara membuat tabel bagian kata, frasa,

klausa, singkatan, kalimat idiom pada masing-masing kelompok.

9

3. Menganalisis Data

Selanjutnya dianalisis dengan prinsip kebahasaan pembicara dalam

dialog negosiasi. Peneliti menganalisis tipe campur kode, maksud

dialog, latar belakang terjadinya campur kode, fungsi campur kode,

batasan campur kode, struktur dan kaidah campur kode pada masing-

masing dialog yang terdapat campur kode.

4. Menyimpulkan Data

Setelah melakukan analisis data, selanjutnya menyimpulkan data

sehingga dapat diketahui wujud dan latar belakang campur kode yang

digunakan siswa kelas X SMA Negeri 87 Jakarta Tahun Pelajaran

2013/2014.

M. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian ini adalah diri penulis sendiri karena dalam

penelitian ini penulis mengerjakan penelitian dengan teknik observasi dan

dokumentasi. Adapun tabel analisis yang digunakan sebagai berikut:

Tabel 1.1

Klasifikasi Wujud Campur Kode Negosiasi Siswa Kelas X SMA

Negeri 87 Jakarta Tahun Pelajaran 2013/2014

No. Data Analisis

Kata Frasa Klausa Singkatan Kalimat Idiom

1.

2.

3.

Tabel di atas merupakan tabel untuk mengetahui wujud campur kode

yang diujarkan siswa kelas X IPA 2 SMA Negeri 87 Jakarta. Peneliti

mengklasifikasikan wujud campur kodenya dengan membuat kolom kata,

frasa, klausa, singkatan, kalimat, idiom, yang kemudian akan peneliti

analisis.

BAB II

KERANGKA TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

A. Kerangka Teori

1. Sosiolingusitik

Sosiolinguistik merupakan ilmu antardisiplin antara sosiologi

dan linguistik. Sosiologi adalah kajian objektif dan ilmiah mengenai

manusia di dalam masyarakat, mengenai lembaga-lembaga, dan proses

sosial yang ada di dalam masyarakat. Sosiologi berusaha mengetahui

bagaimana masyarakat itu terjadi, berlangsung, dan tetap ada.

Sedangkan linguistik adalah bidang ilmu yang memperlajari bahasa,

atau bidang ilmu yang mengambil bahasa sebagai objek kajiannya. J.A

Fishman menyatakan sosiolinguitik adalah kajian tentang ciri khas

bahasa, variasi bahasa, fungsi-fungsi variasi bahasa, dan pemakai

bahasa karena ketiga unsur ini selalu berinteraksi, berubah, dan saling

mengubah satu sama lain dalam satu masyarakat tutur.5 Artinya,

sosiolinguistik mengkaji unsur-unsur bahasa dalam masyarakat terkait

dengan pengguna bahasa dalam suatu tempat.

Pengertian lain menurut pandangan Appel yaitu sosiolinguistik

tidak terlepas dalam kehidupan masyarakat karena sosiolinguistik

merupakan bagian dari interaksi sosial masyarakat.

“Sosiolingusitik memandang bahasa sebagai sistem sosial dan

komunikasi serta merupakan bagian dari masyarakat dan

kebudayaan tertentu sedangkan yang dimaksud dengan

pemakaian bahasa adalah bentuk interaksi sosial yang terjadi

dalam situasi konkret. Dengan demikian dalam linguistik,

bahasa tidak dilihat internal, tetapi dilihat sebagai sarana

interaksi/komunikasi di dalam masyarakat.”6

Dengan demikian, sosiolinguistik merupakan bagian dari

masyarakat dan tidak pernah terlepas dari masyarakat karena bagian

5 Sumarsono, Sosiolinguistik, (Yogyakarta: Sabda bekerjasama dengan Pustaka Pelajar, Cet. Ke-2),

h. 2. 6 Aslinda dan Leni Syafyahya, Pengantar Sosiolinguistik, (Bandung: Refika Aditama, 2007), h. 6.

10

11

sarana interaksi dalam masyarakat. Nababan menyatakan,

sosiolinguistik adalah studi atau pembahasan dari bahasa sehubungan

dengan penutur bahasa itu sebagai anggota masyarakat atau dapat juga

dikatakan bahwa sosiolinguistik itu mempelajari dan membahas

aspek-aspek kemasyarakatan bahasa, khususnya perbedaan-perbedaan

(variasi) yang terdapat dalam bahasa yang berkaitan dengan faktor-

faktor kemasyarakatan (sosial).7 Sosiolinguistik membahas aspek

bahasa yang berkaitan dengan penuturnya seperti variasi bahasa,

dialek dalam masyarakat. Sedangkan menurut R. Kunjana Rahardi

dalam bukunya menyatakan bahwa sosiolinguistik mengkaji bahasa

dengan memperhitungkan hubungan antara bahasa dan masyarakat,

khususnya masyarakat penutur bahasa itu. Sosiolinguistik

mempertimbangkan keterikatan dua hal, yaitu linguistik untuk segi

kabahasaan dan sosiologi untuk segi kemasyarakatan.8

Dari beberapa pendapat menurut para ahli di atas, dapat

disimpulkan bahwa sosiolinguistik adalah bidang ilmu yang

mempelajari dan membahas aspek-aspek kebahasaan baik ciri maupun

variasinya serta hubungannya dalam masyarakat.

2. Campur Kode

a. Pengertian Campur Kode

Seseorang yang belum bisa berbahasa Indonesia dengan

benar, biasanya masih memasukkan unsur-unsur bahasa lain ke

dalam bahasa percakapan sehari-harinya, terutama pada

masayarakat daerah seperti di Jawa, Sunda, dan lain sebagainya.

Masyarakat di darah tersebut biasanya masih mencampurkan

dua bahasa, yaitu bahasa Indonesia dengan bahasa daerahnya

dalam berinteraksi. Sebelum membahas campur kode, sebaiknya

kita mengetahui pengertian kode. Kode biasanya berbentuk

7P. W. J Nababan, Sosiolingusitik, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1993), h. 3.

8 R. Kunjana Rahardi, Kajian Sosiolinguistik Ihwal Kode dan Alih Kode, (Bogor: Ghalia

Indonesia, 2010), h. 16.

12

variasi bahasa yang secara nyata dipakai berkomunikasi anggota

suatu masyarakat bahasa. Kode bahasa ialah sistem bahasa

dalam suatu masyarakat.

Campur kode merupakan terjemahan dan padanan istilah

code mixing dalam bahasa Inggris. Nababan menjelaskan

campur kode adalah suatu keadaan berbahasa lain yaitu

bilamana orang mencampur dua (atau lebih bahasa) atau ragam

dalam suatu tindak berbahasa (speech act atau discourse) tanpa

ada sesuatu dalam situasi berbahasa itu menuntut percampuran

bahasa tersebut.9 Campur kode terjadi apabila seorang penutur

bahasa, misalnya bahasa Indonesia memasukkan unsur-unsur

bahasa daerahnya ke dalam pembicaraan bahasa Indonesia.

Dengan kata lain, seseorang yang berbicara dengan kode utama

bahasa Indonesia yang memiliki fungsi keotomiannya,

sedangkan kode bahasa daerah yang terlibat dalam kode utama

merupakan serpihan-serpihan saja tanpa fungsi atau

keotonomian sebagai sebuah kode. Seorang penutur misalnya,

yang dalam berbahasa Indonesia banyak menyelipkan kata-kata

atau sedikit kalimat bahasa daerahnya, bisa dikatakan telah

melakukan campur kode. Akibatnya, akan muncul satu ragam

bahasa Indonesia yang kejawa-jawaan (jika bahasa daerahnya

adalah bahasa Jawa), kesunda-sundaan (jika bahasa daerahnya

adalah bahasa Sunda), dan lain sebagainya.

Thalender berpendapat, perbedaan alih kode dan campur

kode yaitu bila di dalam suatu peristiwa tutur terjadi peralihan

dari satu klausa suatu bahasa ke klausa lain, maka peristiwa

yang terjadi adalah alih kode, tetapi apabila di dalam suatu

peristiwa tutur, klausa-klausa maupun frasa-frasa yang

digunakan terdiri dari klausa dan frasa campuran (hybrid cluses,

hybrid phrases), dan masing-masing klausa atau frasa itu tidak

9 P. W. J Nababan, op. cit., h. 32.

13

lagi mendukung fungsi sendiri-sendiri, maka peristiwa yang

terjadi adalah campur kode, bukan alih kode. Fasold juga

menjelaskan perbedaan alih kode dan campur kode.

Menurutnya, jika seseorang menggunakan satu kata atau frasa

dari satu bahasa, dia telah melakukan campur kode. Tetapi

apabila satu klausa jelas-jelas memiliki struktur gramatikal satu

bahasa, dan klausa berikutnya disusun menurut struktur

gramatikal bahasa lain, maka peristiwa yang terjadi adalah alih

kode.10

Artinya, campur kode terjadi apabila dalam berbicara

terdapat dua bahasa dalam satu kalimat atau menggunakan

beberapa kata bahasa lain dalam satu kalimat.

Wardaugh menjelaskan bahwa campur kode terjadi ketika

seseorang menggunakan dua bahasa dengan sama fasihnya

sehingga mereka dapat menggunakan kedua bahasa tersebut

secara bergantian dalam sebuah tuturan tunggal.11

Hudson

mendifinisikan campur kode sebagai cara untuk melambangkan

situasi yang ambigu di mana tidak dapat dikatakan secara tepat

dalam bahasa lainnya, sehingga untuk memperoleh efek yang

tepat penutur menyeimbangkan bahasanya sebagai semacam

“koktail bahasa” (linguistic cocktai).12

Campur kode juga bisa

terjadi apabila tidak ada ungkapan yang tepat atau padanan kata

yang lain, sehingga seseorang memasukkan unsur-unsur bahasa

lain kedalam tuturannya.

Beberapa wujud campur kode adalah dapat berupa kata,

frasa, klausa, singkatan, kalimat, dan penyisipan ungkapan atau

idiom.

10

Abdul Chaer dan Leonie Agustina, Sosiolinguistik Perkenalan Awal, (Jakarta: Rineka Cipta,

2004), h. 115. 11

Ronald Wardaugh, An Introduction to Sosiolinguistics, (Oxford: Basil Blackwell, 1986), h. 101. 12

R. A Hudson, Sociolinguistics, (Cambridge: Cambridge University Press, 1983), h. 53.

14

1). Kata

Kata dalam tataran morfologi adalah satuan

gramatikal yang bebas dan terkecil. Dalam tataran

sintaksis kata dibagi dua yaitu kata penuh (leksikal)

dan kata tugas (gramatikal). Kata penuh adalah kata

yang termasuk kategori nomina, verba, adjektiva,

adverbial, dan numeralia, sebagai kata penuh

memiliki makna leksikal masing-masing dan

mengalami proses morfologi. Sebaliknya, kata tugas

adalah kata yang berkategori preposisi dan konjungsi,

tidak mengalami proses morfologi dan merupakan

kelas tertutup, dalam peraturan tidak dapat berdiri

sendiri.13

Dalam bahasa Indonesia, terdapat beberapa

kelas kata. Kelas kata adalah perangkat kata yang

sedikit banyak berperilaku sintaktis sama. Pembagian

kelas kata dalam bahasa Indonesia yaitu:

a). Verba, dapat diketahui dengan mengamati

perilaku semantis, perilaku sintaksis, dan bentuk

morfologisnya. Contoh verba yaitu mati, jatuh,

mengering, mengecil, dan meninggal.

b). Adjektiva adalah kata yang memberikan

keterangan lebih khusus tentang sesuatu yang

dinyatakan oleh nomina dalam kalimat. Contoh

adjektiva yaitu aman, bersih, berat, ringan,

merah, dan putih.14

c). Nomina adalah kategori yang secara sintaksis

tidak mempunyai potensi untuk bergabung

dengan partikel tidak, dan mempunyai potensi

untuk didahului oleh partikel dari. Contoh

13

Abdul Chaer, Linguistik Umum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), Cet. Ke-2, h.222. 14

Hasan Alwi, Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa dan Balai Pustaka,

2010), h. 91-177.

15

nomina yaitu batu, kertas, radio, udara, dan

ketela.

d). Pronomina adalah kategori yang berfungsi

untuk menggantikan nomina. Contoh pronomina

yaitu kami-kami, dia, Pak Karta, memilikinya,

dengannya, dan aku.

e). Numeralia adalah kategori yang dapat

mendampingi nomina dalam konstruksi

sintaksis, mempunyai potensi untuk

mendampingi numeralia lain, dan tidak dapat

bergabung dengan tidak atau dengan sangat.

Contoh Numeralia yaitu Dua tambah dua sama

dengan empat, gunung Semeru lebih dari 1000

kaki tingginya.

f). Adverbia adalah kategori yang dapat

mendampingi ajektiva, numeralia, atau proposisi

dalam konstruksi sintaksis. Contoh adverbia

yaitu alangkah, agak, akan, amat, bisa, dan

belum.

g). Introgativa adalah kategori dalam interogatif

yang berfungsi menggantikan sesuatu yang

ingin diketahui oleh pembicara atau

mengukuhkan apa yang telah diketaui

pembicara. Contoh introgativa yaitu apa, bila,

kapan, mana, apakah, bagaimana, dan lain

sebagainya.

h). Demonstrativa adalah kategori yang berfungsi

untuk menunjukkan sesuatu di dalam maupun di

luar wacana. Contoh demostrativa yaitu di sana,

di sini, di situ, ini, dan lain sebagainya.

16

i). Artikula adalah kategori yang mendampingi

nomina dasar (misalnya si kancil, sang dewa,

para pelajar), nomina deverbal (misalnya si

terdakwa, si tertuduh), pronomina (misalnya si

dia, sang aku), dan verba pasif (misalnya kaum

tertindas, si tertindas) dalam konstruksi

ekosentris yang berkategori nominal.

j). Preposisi adalah kategori yan terletak di depan

kategori lain (terutama nomina) sehingga

terbentuk frase eksosentis direktif. Contoh

preposisi yaitu ia tinggal dalam rumah, di

antara mereka terjalin cinta kasih yang tulus,

dan lain sebaginya.

k). Konjungsi adalah kategori yang berfungsi untuk

meluaskan satuan yang lain dalam konstruksi

hipotaktis dan selalu menghubungkan dua

satuan lain atau lebih dalam konstruksi. Contoh

konjungsi yaitu karena, maka, tetapi, dan lain

sebagainya.

l). Kategori Fatis adalah kategori yang bertugas

memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan

komunikasi antara pembicara dan kawan bicara.

Contoh kategori fatis yaitu kok, deh, selamat, -

lah, dan pun.

m). Interjeksi adalah kategori yang bertugas

mengungkapkan perasaan pembicara, dan secara

sintaksis tidak berhubungan dengan kata-kata

lain dalam ujaran.15

Jenis-jenis interjeksi adalah:

(1). Interjeksi kejijikan: bah, cih, cis, ih, idih.

15

Harimurti Kridalaksana, Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia, 2007), h.

51-124.

17

(2). Interjeksi kekesalan: brengsek, sialan,

buset, keparat, wah, yaa.

(3). Interjeksi kekaguman atau kepuasan:

aduhai, amboi, asyik, astaga, ai, hm, wah,

yahud.

(4). Interjeksi kesyukuran: syukur,

Alhamdulillah, nah.

(5). Interjeksi harapan: Insya Allah

(6). Interjeksi keheranan: aduh, aih, ai, loh,

duilah, eh, oh, ah.

(7). Interjeksi kekagetan: astaga,

astaghfirullah, masyaAllah.

(8). Interjeksi ajakan: ayo, mari.

(9). Interjeksi panggilan: hai, he, eh, halo.

(10). Interjeksi simpulan: nah.16

2). Frasa

Frasa adalah satuan gramatikal yang berupa

gabungan kata yang bersifat nonpredikatif, atau lazim

juga disebut gabungan kata yang mengisi salah satu

fungsi sintaksis di dalam kalimat. Pembentukan frasa

itu harus berupa morfem bebas, bukan berupa morfem

terikat. Contoh belum mandi dan tanah tinggi adalah

frasa, sedangkan tata boga dan interlokal bukan frasa,

karena boga dan inter adalah morfem terikat.17

3). Klausa

Klausa adalah satuan sintaksis berbentuk

rangkaian kata-kata yang berkontruksi predikatif, di

dalam klausa ada kata atau frasa yang berfungsi

sebagai predikat, dan yang lain berfungsi sebagai

16

Hasan Alwi, op. cit., 309. 17

Abdul Chaer, Linguistik Umum, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2007), h. 222.

18

subjek, sebagai objek, dan sebagai keterangan. Selain

fungsi predikat yang harus ada dalam kontruksi klausa

ini, fungsi subjek boleh dikatakan bersifat wajib,

sedangkan yang lainnya bersifat tidak wajib.18

4). Singkatan

Singkatan ialah bentuk yang dipendekkan yang

terdiri atas satu huruf atau lebih. Misalnya:

a). Sdr. : Saudara.

b). S. Pd : Sarjana Pendidikan.

c). DPR : Dewan Perwakilan Rakyat.

d). Dll : Dan lain-lain.

e). Dsb : Dan sebagainya.19

5). Kalimat

Kalimat adalah satuan bahasa terkecil dalam

wujud lisan ataupun tulisan yang mengungkapkan

pikiran yang utuh. Dalam wujud lisan, kalimat

diucapkan dengan suara naik turun dan keras lembut,

disela jeda, dan diakhiri dengan intonasi akhir yang

diikuti oleh kesenyapan yang mencegah terjadinya

perpaduan ataupun asimilasi bunyi ataupun proses

fonologis lainnya.20

6). Idiom

Idiom adalah bahasa yang teradatkan, artinya

bahasa yang sudah biasa dipakai seperti itu dalam

suatu bahasa oleh para pemakainya. Idiom ini sudah

tidak dapat lagi menanyakan mengapa kata itu begitu

dipakai, mengapa begitu susunannya, atau mengapa

begitu artinya. Hubungan makna idiom itu bukanlah

18

Ibid., h. 231. 19

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan Nasional Republik

Indonesia, Ejaan Bahasa Indonesia yang di Sempurnakan, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), h. 23. 20

Hasan Alwi, op. cit., h. 317.

19

makna sebenarnya kata itu, idiom tidak dapat

diartikan secara harfiah ke dalam bahasa lain.

Misalnya, idiom duduk perut dalam bahasa Indonesia

yang artinya „hamil‟ (Wanita itu sedang duduk perut)

tak dapat diterjemahkan ke dalam bahasa lain dengan

mencari kamus kata duduk lalu perut, kemudian

menjajarkannya seperti bahasa Indonesia itu.21

Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pada

fenomena campur kode adalah seorang penutur pada dasarnya

menggunakan sebuah varian suatu bahasa. Pada penggunaan itu, dia

menggunakan serpihan-serpihan kode dari bahasa yang lain atau

terjadinya peristiwa campur kode. Wujud campur kode tersebut dapat

berupa kata, frasa, klausa, singkatan, kalimat, maupun idiom.

Campur kode merupakan fenomena yang terjadi karena

masuknya serpihan unsur suatu bahasa ke dalam bahasa yang lain. Hal

ini tidak berarti bahwa tidak ada sebab terjadinya campur kode. Ada

kemungkinan campur kode terjadi karena faktor individu, seperti ingin

menunjukkan status, peran, dan kepakaran. Ada juga kemungkinan

sebab kurangnya unsur bahasa yang digunakan.

Jadi, dapat disimpulkan campur kode adalah percampuran dua

bahasa atau percampuran satu unsur kode ke kode lain yang

digunakan oleh seseorang dalam berinteraksi yang berlatarbelakang

kesantaian penutur atau situasi informal, tidak ada ungkapan yang

tepat, dan ingin memamerkan kedudukannya atau keterpelajarannya.

b. Tipe Campur Kode

Suwito menyatakan, campur kode diklasifikasikan

menjadi dua macam, yaitu campur kode bersifat ke dalam

(intern) dan campur kode bersifat keluar (ekstern). Campur

21

J. S Badudu, Inilah Bahasa Indonesia yang Benar III, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,

1996), h. 47-48.

20

kode ke dalam (intern) apabila bersumber dari bahasa asli

dengan segala variasi-variasinya. Contoh campur kode ke dalam

(intern) dalam dialog, sebagai berikut:

“nanti masnya matur dulu aja ke orangtua, kalo biayanya

kurang lebih Rp. 300.000”

Kata matur dalam teks di atas adalah bentuk campur kode,

penggunaan kata matur sebenarnya bisa dihindari sebab kata

tersebut sudah ada padanannya dalam bahasa Indonesia,

penggunaan kata matur sesuai dengan budaya yang berlaku di

daerah tempat tuturan terjadi. Kata matur menunjukkan

perwujudan kedaerahan, yaitu Jawa. Bahasa Jawa adalah bahasa

yang hidup dalam wilayah politik sama dengan bahasa

Indonesia. Bahasa Jawa juga memiliki hubungan genetis dengan

bahasa Indonesia. Dengan demikian, teks di atas merupakan

campur kode intern atau ke dalam.

Campur kode ke luar (ekstern) yaitu apabila serpihan

bahasa tersebut bersumber dari bahasa asing. Dengan demikian,

hubungan campur kode tipe ini adalah keasingan antar bahasa

yang terlibat.

Contoh campur kode ekstern dalam dialog:

“data-data yang ada di phone memory kemungkinan akan

hilang seperti nomor-nomor telepon, pesan, kalender, dan

catatan.”

Kata Phone memory dalam teks tersebut berasal dari

bahasa Inggris. Bahasa Inggris tidak memiliki hubungan

kekerabatan dengan bahasa Indonesia, antara kedua bahasa

tersebut juga tidak ada hubungan genetis. Oleh sebab itu tipe

campur kode pada kata tersebut adalah tipe campur kode keluar

atau ekstern.22

22

Suwito, Sosiolinguistik Pengantar Awal, (Solo: Henary Offset, 1985). h 76.

21

Jadi dapat disimpulkan, tipe campur kode terbagi menjadi

dua yaitu campur kode ke dalam (intern code mixing), dan

campur kode ke luar (ekstern code mixing). Campur kode ke

dalam yaitu apabila bahasa tersebut masih memiliki hubungan

kekerabatan secara geografis, seperti bahasa daerah dicampur

dengan bahasa daerah yang lain. Campur kode ke luar yaitu

apabila bahasa tersebut tidak memiliki hubungan kekerabatan

secara geografis, seperti bahasa Indonesia dicampur dengan

bahasa asing.

c. Latar Belakang Terjadinya Campur Kode

Ada empat faktor yang mempengaruhi terjadinya campur

kode, yaitu:

1). Partisipan. Penutur yang melakukan campur kode terhadap

lawan bicaranya adalah kerena mereka memiliki tujuan dan

maksud tertentu. Apabila sekelompok orang berbicara

dalam bahasa mereka, lalu kemudian masuk penutur dalam

bahasa lain, maka mereka (kelompok bahasa pertama) akan

mengalihkan kode (bahasa), topik atau bahkan keduanya.

Melihat kepada sifat penutur bahasa pertama, ada maksud

dan tujuan dari campur kode tersebut sebagaimana

kelompok bahasa pertama akan mengubah situasi seketika

tanpa ada jeda atau jarak waktu. Contoh:

A : Well I‟m glad I met you. Ok?

M : Andale pues and do come again.

(That‟s alright than, and do come again)

“Ok kalau begitu, datanglah lagi”

(Campur kode antara bahasa Spanyol dan Inggris).

Dengan menggunakan kutipan bahasa Spanyol, M memberi

tanda kepada A bahwa dia menyadari relevansi dari

percampuran latar belakang etnik mereka yang berbeda.

22

Kutipan tersebut menunjukkan penanda keakraban antara

dua anggota kelompok etnis yang berbeda dimana

percakapan sebelumnya dituturkan dalam bahasa Inggris.23

2). Solidaritas. Penutur dapat melakukan alih kode/campur kode

ke dalam bahasa lain sebagai penanda dari kelompok

tertentu dan percampuran etnis dengan pendengar.

Walaupun penutur tidak memiliki kemampuan yang

memadai dalam bahasa kedua, namun ia mampu

menggunakan kata-kata atau frasa-frasa yang singkat untuk

tujuan tertentu yang dimilikinya. Contoh:

Sarah : I think everyone‟s here except Mere.

John : She said she might be a bit late but actually I think

that‟s her arriving now.

Sarah : You‟re right. Kia ora Mere. Haere mai. Kie te

pehea koe?

(Hi Mere. Come in. How are you?)

“Kamu benar. Hi Mere. Masuklah. Apa kabar?”

Mere : Kia ora hoa. Kei te pai. Have you started yet?

(Hello my friend. I‟m fine)

“Hai temanku. Saya baik-baik saja. Sudahkah anda

mulai?”

Pada percakapan di atas, campur kode terjadi dalam

percakapan bahasa Inggris sebagai bahasa utama, dan Maori

sebagai kode yang dicampurkan. Beberapa orang terkadang

melakukan campur kode dalam sebuah situasi sosial atau

wilayah tertentu. Ketika terjadi suatu perubahan yang jelas

dalam sebuah situasi, seperti datangnya seseorang yang

baru, maka mudah dijelaskan mengapa campur kode

tersebut terjadi.24

23

Janet Holmes, An Inroduction to Sociolinguistics, (New York: Longman, 1993), h. 42 24

Ibid, h. 42

23

3). Status. Peralihan kode juga dapat merefleksikan perubahan

kepada dimensi yang berbeda, seperti hubungan status

antara beberapa orang atau keformalitasan interaksi mereka.

Semakin formal suatu hubungan, yang terkadang juga

melibatkan perbedaan status, seperti dokter-pasien,

administrator-klien, guru-murid. Status kedekatan

menimbulkan kesenjangan sosial yang minim, seperti

tetangga atau teman. Contoh:

Jan : Hello Petter. How is your wife now?

Petter : Oh she‟s much better thank you Jan. She‟s out of

hospital and convalesching well.

Jan : That‟s good I‟m pleased to hear it. Do you think

you could help me with this Pesky from? Iam having

a great deal of difficult with it.

Petter : Of course. Give it there...

Percakapan tersebut terjadi di sebuah tempat di

Hemnesberget, antara dua orang yang bertetangga, Jan dan

Petter. Dalam percakapan tersebut terjadi perubahan topik

diskusi yang pada akhirnya juga menimbulkan pengalihan

kode. Kenyataannya perubahan topik di sini menyimbolkan

hubungan yang berbeda antar laki-laki. Mereka

mengalihkan peran dari seseorang yang saling bertetangga

kepada peran mereka sebagai birokrat dan anggota

masyarakat. Mereka merubah interaksi pribadi mereka

kepada transaksi yang lebih formal.25

Dari pendapat Janet Holmes di atas, dapat disimpulkan

latar belakang terjadinya campur kode yang pertama adalah

partisipan, yaitu beberapa orang yang sedang berbicara,

kemudian muncul seseorang dengan menggunakan bahasa lain,

maka mereka akan mencampurkan kedua bahasa agar saling

25

Ibid, h. 42

24

mengerti maksud pembicaraan keduanya. Campur kode ini

memiliki tujuan dan maksud tertentu. Kedua solidaritas, yaitu

untuk menandakan seseorang dari kelompok tertentu. Ketiga

status, yaitu karena kesenjangan sosial yang mengakibatkan

pembicaraan semakin formal sehingga terjadinya campur kode.

Nababan menyatakan latar belakang terjadinya campur

kode adalah sebagai berikut:

1). Kesantaian penutur dan kebiasaan penutur dalam situasi

informal,

2). Tidak ada ungkapan yang tepat dalam bahasa yang sedang

dipakai, dan

3). Ingin memamerkan keterpelajarannya/ kedudukannya.26

Dari penjelasan Nababan di atas, latar belakang terjadinya

campur kode yaitu yang pertama adalah kesantaian penutur, hal

ini disebabkan santainya penutur ketika berbicara dengan lawan

tutur, sehingga terjadinya campur kode ketika mengucapkan

beberapa kata atau kalimat dalam menggunakan bahasa asing

atau bahasa daerah, yang tidak menuntut harus menggunakan

satu bahasa saja. Kedua adalah situasi informal, yaitu situasi

yang tidak resmi seperti di pasar, rumah, sekolah, dan lain

sebagainya yang tidak mengharuskan untuk menggunakan

bahasa resmi sehingga seseorang bebas untuk menggunakan dua

bahasa (bilingual). Ketiga adalah kebiasaan penutur, yaitu

seseorang terbiasa menggunakan serpihan bahasa asing atau

bahasa daerah karena bahasa tersebut sering diucapkan dalam

kehidupan sehari-hari, dalam pergaulan di lingkungan

masyarakat maupun di lingkungan dalam rumah. Terakhir, tidak

ada ungkapan yang tepat untuk menggantikan bahasa yang

sedang dipakai, maksudnya adalah seseorang memakai beberapa

kata menggunakan bahasa Inggris atau bahasa daerah karena

26

Nababan. loc. cit.

25

tidak ada padanan kata yang tepat dalam bahasa Indonesia,

sehingga penutur memakai beberapa serpihan bahasa asing atau

bahasa daerah ketika berkomunikasi dengan lawan tuturnya.

Dari beberapa pendapat di atas mengenai latar belakang

terjadinya campur kode, peneliti menggunakan latar belakang

terjadinya campur kode menurut Nababan yaitu kesantaian

penutur, situasi informal, kebiasaan penutur, dan tidak ada

ungkapan atau padanan kata yang tepat untuk menggantikan

bahasa tersebut.

3. Berbicara

a. Pengertian Berbicara

Kemampuan seseorang dalam berbicara dapat dilihat

melalui bahasa. Pentingnya bahasa sebagai alat komunikasi dan

memperthatikan wujud bahasa itu sendiri, kita dapat membatasi

pengertian bahasa adalah alat komunikasi antara anggota

masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap

manusia.27

Berbicara merupakan bentuk kemampuan

komunikasi antar manusia dalam bentuk verbal. Gagasan yang

ingin disampaikan seseorang kepada orang lain disampaikan

melalui media berbicara. Berbicara merupakan kemampuan

manusia yang tidak datang dengan sendirinya. Kemampuan

berbicara ditunjang oleh berbagai faktor, dari mulai faktor

imitasi terhadap lingkungan sekitar sampai pada faktor upaya

pelatihan.

Ujaran (speech) merupakan suatu bagian yang integral dari

keseluruhan personalitas atau kepribadian, mencerminkan

lingkungan sang pembicara, kontak-kontak sosial, dan

pendidikannya. Berbicara adalah kemampuan mengucapkan

bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan,

27

Gorys Keraf, Komposisi, (Jakarta: Nusa Indah, 1994), h. 1

26

menyatakan atau menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan.

Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa berbicara merupakan

suatu sistem tanda-tanda yang dapat didengar dan yang kelihatan

yang memanfaatkan sejumlah otot dan jaringan otot tubuh

manusia demi maksud dan tujuan gagasan-gagasan atau ide-ide

yang dikomunikasikan.

Pada hakikatnya, keterampilan berbicara merupakan

keterampilan memproduksi arus sistem bunyi artikulasi untuk

menyampaikan kehendak, kebutuhan perasaan, dan keinginan

kepada orang lain.28

Berbicara adalah beromong, bercakap,

berbahasa mengutarakan isi pikiran, melisankan sesuatu yang

dimaksudkan.29

Artinya, berbicara untuk mengutarakan pikiran

dan sesuatu yang ingin disampaikan kepada orang lain.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa berbicara adalah bentuk

komunikasi dengan menggunakan media bahasa dan proses

penuangan gagasan dalam bentuk ujaran-ujaran.

b. Batasan dan Tujuan Keterampilan Berbicara

Tujuan utama dari berbicara adalah untuk berkomunikasi.,

agar dapat menyampaikan pikiran secara efektif, seyogyanyalah

sang pembicara memahami makna segala sesuatu yang ingin

dikomunikasikan. Pada dasarnya, berbicara mempunyai tiga

maksud umum, yaitu:

1). Memberitahukan dan melaporkan (to inform);

2). Menjamu dan menghibur (to entertain); dan

3). Membujuk, mengajak, mendesak, dan meyakinkan (to

persude).30

28

Iskandar Wassid, Strategi Pembelajaran Bahasa, (Bandung: Remaja, 2008), h.241. 29

Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), h.

188. 30

Tarigan, op. cit., h. 17.

27

Jadi, dapat disimpulkan tiga maksud umum dalam

berbicara yang pertama adalah memberitahukan dan

melaporkan. Seseorang berbicara untuk memberitahukan

informasi atau melaporkan sesuatu kepada orang lain sehingga

lawan tuturnya mengerti informasi yang disampaikan oleh

penutur. Kedua, berbicara bertujuan untuk menjamu dan

menghibur lawan tutur, maksudnya adalah memberikan suatu

hidangan, suatu suguhan atau mempersilahkan kepada lawan

tutur. Terakhir, berbicara untuk membujuk, mengajak, mendesak

dan meyakinkan lawan tutur agar mengerti dan melaksanakan

sesuatu yang diinginkan oleh penutur.

4. Negosiasi

Negosiasi memiliki peranan penting dalam kehidupan. Dalam

menyelesaikan suatu permasalahan, terkadang muncul perbedaan

pendapat dengan seseorang. Salah satu cara untuk menyatukan

perbedaan tersebut adalah dengan melakukan negosiasi. Jadi,

kemampuan negosiasi diperlukan untuk mencapai tujuan bersama.

Secara umum, negosiasi dapat berlangsung di antara dua pihak yang

memiliki kepentingan. Keinginan kedua pihak dinegosiasikan untuk

mencapai keputusan yang saling menguntungkan.

a. Pengertian Negosiasi

Negosiasi didefinisikan sebagai suatu bentuk interaksi sosial

untuk mengompromikan keinginan yang berbeda ataupun yang

bertentangan. Negosiasi juga dapat diartikan sebagai upaya untuk

mencapai suatu kesepakatan melalui suatu bentuk diskusi atau

percakapan. Negosiasi adalah proses penetapan keputusan secara

bersama antara beberapa pihak yang memiliki keinginan berbeda.

Negosiasi merupakan suatu cara untuk menetapkan keputusan yang

28

dapat disepakati oleh dua pihak atau lebih untuk mencapai kepuasan

pihak-pihak yang berkepentingan.31

Negosiasi merupakan bentuk interaksi sosial yang terdiri dari

dua orang atau lebih untuk menetapkan suatu keinginan dan berujung

pada kesepakatan di antara keduanya. Negosiasi dikatakan berjalan

dengan baik apabila kedua pihak tidak ada yang merasa dirugikan.

Negosiasi adalah bentuk interaksi sosial yang berfungsi untuk

mencapai kesepakatan di antara pihak-pihak yang mempunyai

kepentingan berbeda.32

Dalam negosiasi, seseorang memiliki

kepentingan berbeda. Misalnya seorang mahasiswa ingin membeli

buku untuk keperluan perkuliahannya, sedangkan penjual, menjual

buku untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Keduaya melakukan

negosiasi jual beli. Si pembeli menawar dengan harga yang

diinginkannya, tetapi si penjual tetap mempertahankan harga jualnya.

Akhirnya mereka mengambil jalan tengah agar harga tersebut sesuai

oleh keduanya dan tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Gary

Goodpaster mengungkapkan bahwa negosiasi adalah proses bekerja

untuk mencapai suatu perjanjian dengan pihak lain, suatu proses

interaksi dan komunikasi yang sama dinamis dan variasinya, serta

halus dan bernuansa, sebagaimana keadaan atau yang dapat dicapai

orang.33

Artinya, negosiasi dilakukan agar suatu perjanjian dengan

orang lain tercapai dengan baik dan kedua belah pihak mencapai

kesepakatan bersama. Colin Robinson menyatakan, negosiasi adalah

suatu kecakapan tertentu yang dapat diterapkan dalam setiap

kesempatan. Negosiasi merupakan sarana kedua belah pihak yang

mempunyai minat dalam masalah finansil dan hasil yang memuaskan

dalam diskusi. Maksud negosiasi umumnya adalah untuk membujuk

pihak lawan agar sedikit bergeser dari tujuan mereka. Setelah masing-

31

Engkos Kosasih, Cerdas Berbahasa Indonesia untuk SMA/ MA Kelas X, (Jakarta: Erlangga,

2013), h. 164-165. 32

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Bahasa Indonesia Ekspresi Diri

dan Akademik, (Jakarta: Politeknik Negeri Media Kreatif, 2013), h. 134. 33

Gary Goodpaster, Panduan Negosiasi dan Mediasi, (Jakarta: Proyek ELIPS, 1999), h. 1.

29

masing bergeser dari posisi mereka, mereka akan berada dalam posisi

baru, maka masing-masing pihak akan mencoba meraih tujuan baru,

baik yang lebih baik maupun yang lebih buruk dari tujuan semula.34

Maksudnya, setiap orang memiliki keinginan, tujuan dan keperluan

yang berbeda. Negoasiasi dilakukan agar kedua belah pihak tidak ada

yang merasa dirugikan, sehingga keduanya mencapai kesepakatan

bersama.

Jadi, negosiasi adalah interaksi sosial atau tawar-menawar antara

kedua belah pihak untuk mencapai kesepakatan bersama.

b. Struktur Negosiasi

Ada beberapa struktur dalam bernegosiasi, di antaranya:

1). Negosiator 1 menyampaikan maksudnya.

2). Negosiator 2 menyanggah dengan alasan tertentu.

3). Negosiator 1 mengemukakan argumentasi untuk mempertahankan

tujuan awalnya untuk disetujui negosiator 2.

4). Negosiator 2 kembali mengemukakan penolakan dengan alasan

tertentu pula.

5). Terjadinya kesepakatan.35

Dalam melakukan negosiasi, negosiator 1 harus menyampaikan

maksudnya terlebih dahulu agar orang lain mengerti. Kemudian

negosiator 2 menyanggah apabila hal tersebut kurang berkenan bagi

dirinya. Negosiator 1 berhak mempertahankan argumennya agar

disetujui oleh negosiator tetapi negosiator 2 pun berhak untuk

menolak apabila memiliki alasan yang kuat terhadap penolakan

tersebut. Terakhir, keduanya mencari jalan keluar agar memperoleh

kesepakatan bersama yaitu dengan mengambil jalan tengah di antara

keinginan keduanya.

34

Colin Robinson, Bagaimana Memenangkan Negosiasi, (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), h. 4-5. 35

Kosasih. loc. cit.

30

B. Penelitian yang Relevan

Penelitian tentang bahasan campur kode sebagai bahan panduan,

peneliti mengacu pada penelitian skripsi Rini Maryani mahasiswa

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Ilmu

Tarbiyah dan Keguruan, (2011), berjudul “Analisis Campur Kode dalam

Novel Ketika Cinta Bertasbih Karya Habiburrahman El Shirazy” untuk

meneliti campur kode bahasa asing (Arab dan Inggris).

Perbedaan penelitian Rini Maryani dengan skripsi ini yaitu peneliti

melakukan penelitian tentang campur kode bahasa daerah dan bahasa asing

melalui ujaran pada siswa SMA Negeri 87 Jakarta. Tahun penelitian yang

dilakukan Rini Maryani yaitu 2011, sedangkan peneliti melakukan

penelitian pada tahun 2014.

Skripsi Annisa Ramadhani mahasiswa Universitas Indonesia, (2011),

yang berjudul “Campur Kode Bahasa Indonesia-Bahasa Inggris dalam

Acara Welcome to BCA di Metro TV”. Penelitian yang dilakukan saudari

Annisa Ramadhani, yaitu mengidentifikasi jenis campur kode dan unsur-

unsur bahasa Inggris yang masuk dalam ujaran.

Perbedaan penelitian Annisa Ramadhani dengan skripsi ini yaitu

peneliti melakukan penelitian campur kode bentuk bahasa dialog lisan yang

diujarkan oleh siswa SMA Negeri 87 Jakarta bahasan campur kode bahasa

daerah dan bahasa asing. Tahun penelitian yang dilakukan Annisa

Ramadhani yaitu 2011, sedangkan peneliti melakukan penelitian pada tahun

2014.

Skripsi Ratna Maulidini mahasiswa Universitas Diponegoro Fakultas

Sastra, (2007), yang berjudul “Campur kode sebagai Strategi Komunikasi

Costumer Service (Studi kasus Nokia Care Center Bimasakti Semarang)”,

penelitian yang dilakukan saudari Maulidini berupa studi kasus, yaitu

campur kode bentuk dialog lisan berupa bahasan campur kode yang

berkaitan dengan istilah pada telepon seluler yang dilakukan oleh para

Costumer Service kepada para calon pelanggan Nokia.

31

Perbedaan penelitian Ratna Maulidini dengan skripsi ini yaitu peneliti

melakukan penelitian dengan menggunakan subjek siswa kelas X SMA

Negeri 87 Jakarta. Tahun penelitian yang dilakukan Ratna Maulidini yaitu

2007, sedangkan peneliti melakukan penelitian pada tahun 2014.

BAB III

PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum SMA Negeri 87 Jakarta

1. Profil Sekolah

VISI:

Unggul dalam prestasi, menguasai IPTEK berdasarkan IMTAQ,

berbudi luhur dan berkarakter kebangsaan yang kuat.

MISI:

a. Meningkatkan pengembangan isi kurikulum.

b.Meningkatkan pengembangan tenaga pendidik dan kependidikan

c. Meningkatkan standar proses

d. Meningkatkan pengembangan fasilitas sekolah

e. Meningkatkan standar kelulusan

f. Meningkatkan mutu kelembagaan dan manajemen

g. Mengembangkan standar pembiayaan pendidikan

h. Mengembangkan standar penilaian

Nama Sekolah : SMA Negeri 87 Jakarta

Alamat : Jl. Mawar II - Desa/Kelurahan

Bintaro

Kecamatan : Pesanggrahan

Kabupaten / Kota : Jakarta Selatan

Provinsi : DKI Jakarta

Kode Pos : 12330

Telepon : 73881969

Fax : 73887855

e-Mail : [email protected]

Situs Web : www.sman87jakarta.sch.id

32

33

2. Pengajar dan Karyawan SMA Negeri 87 Jakarta

NO NAMA GURU BIDANG STUDI

1 Drs. E. Awaluddin, M.Pd. Sosiologi

2 DR. Kidam, MS. Ed. Bahasa Inggris

3 Dra. Hj. Siti Zahrotunisa, MM. Ekonomi/Akuntansi

4 Dra. Hermastuti MR. Biologi

5 Drs. Basuki Prayitno Biologi

6 Drs. H. Salimin Pendidikan Agama Islam

7 Dra. Mariam Rosita Pepe Bahasa Indonesia

8 Drs. Sudarto, MM. Geografi

9 Drs. Kukuh Hadi Sasmito, MM. BK

10 Tuti Robiatul Hasanah, S.Pd BK

11 Dra. Hj. Ratih Kimia

12 Dra. Irdawati Matematika

13 Hambali, S. Pd. Sejarah

14 Dra. Bakti Utami Sosiologi

15 Hj. Dwi Waluyanti, S. Pd. Kimia

16 Budi Hartana, S. Pd. Penjaskes

17 Dra. Nurdiati Pendidikan Agama Islam

18 Ma‟mum, S. Pd. Bahasa Indonesia

19 Drs. Supardi PKn

20 H. Dadi Supriadi, S.Pd PKn

21 Dra. Hj. Yetti Husna Geografi

22 Dra. Rista Nababan PKn

23 Hj. Winarti, S. Pd., MM Matemtika

24 Padli, SH., S. Pd. Pendidikan Seni Musik

25 Nuryanto, S. Pd., MM. Bahasa Inggris

26 Ahmad Junaidi, S. Pd. Mulok Elektronika

27 Hj. Erwati, S. Pd. Bahasa Inggris

28 Setyo Warjanto, S. Pd. Fisika

29 Suhadi, S. Pd. Matematika

30 Siti Komariyah, S. Pd. Fisika

31 Agus Heri, SE., MM. Ekonomi / Akuntansi

32 Widarti, S. Pd. Bahasa Indonesia

33 Eko Ardiawati, S. Pd. Bahasa Inggris

34 Rosintan P., S. Th. Pendidikan Agama Kristen

35 Dra. Sundus Elly Bahasa Indonesia

36 Supadi, S.Pd Ekonomi / Kewirausahaan

37 Suprayitno, S. Kom. TIK

38 Nurhayati, S. Pd., M. Pd. Kimia Lingkungan Mulok

(KLM)

39 Irma Rianti Dewi, S. Pd. BK

40 Amy zahrawan Pendidikan Seni Budaya

41 Melani, S. Kom. TIK

42 Suprapti, S.Pd Matematika

43 Asih Widayati, S. Pd. Bahasa Jerman

44 Yuni Astuti, S. Pd. Bahasa Inggris

45 Ummu Sahlah, S. Pd. Bahasa Jerman

46 M. Suhfan, S. Pd. Penjaskes

47 Jimmi, S. Pd. Sejarah

48 Ivan Herdiansyah, S.Pd BK

35

B. Klasifikasi Wujud Campur Kode

Dari hasil transkripsi negosiasi siswa, peneliti mengklasifikasikan

wujud campur kode yang telah ditemukan dalam negosiasi siswa kelas X

IPA 2 SMA Negeri 87 Jakarta dengan paparan sebagai berikut:

Tabel 3.1

Klasifikasi Wujud Campur Kode Negosiasi Kelompok 1 Kelas X

IPA 2 SMA Negeri 87 Jakarta Tahun Pelajaran 2013/2014

No. Data Analisis

Kata Frasa Klausa Singkatan Kalimat Idiom

1. Hp √

2. Handphone √

3. Mbak √

4. Falling in Love √

5. Mas √

6. Deal √

Tabel 3.2

Klasifikasi Wujud Campur Kode Negosiasi Kelompok 2 Kelas X

IPA 2 SMA Negeri 87 Jakarta Tahun Pelajaran 2013/2014

No. Data Analisis

Kata Frasa Klausa Singkatan Kalimat Idiom

1. Sis √

2. Sweater √

36

Tabel 3.3

Klasifikasi Wujud Campur Kode Negosiasi Kelompok 3 Kelas X

IPA 2 SMA Negeri 87 Jakarta Tahun Pelajaran 2013/2014

No. Data Analisis

Kata Frasa Klausa Singkatan Kalimat Idiom

1. Tv √

2. Pancake √

3. RAM √

4. GB √

5. Notebook √

6. Deal √

Tabel 3.4

Klasifikasi Wujud Campur Kode Negosiasi Kelompok 4 Kelas X

IPA 2 SMA Negeri 87 Jakarta Tahun Pelajaran 2013/2014

No. Data Analisis

Kata Frasa Klausa Singkatan Kalimat Idiom

1. Mbak √

2. Mas √

Tabel 3.5

Klasifikasi Wujud Campur Kode Negosiasi Kelompok 5 Kelas X

IPA 2 SMA Negeri 87 Jakarta Tahun Pelajaran 2013/2014

No. Data Analisis

Kata Frasa Klausa Singkatan Kalimat Idiom

1. Mas √

37

Tabel 3.6

Klasifikasi Wujud Campur Kode Negosiasi Kelompok 6 Kelas X

IPA 2 SMA Negeri 87 Jakarta Tahun Pelajaran 2013/2014

No. Data Analisis

Kata Frasa Klausa Singkatan Kalimat Idiom

1. Ape √

2. Ade √

3. La mahal √

4. Alamak √

5. Atuh neng √

6. Aya jeruk teu

kang?

7. Aya atuh √

8. Sabaraha atuh

sakilona?

9. Dalapan ribu

sakilona,

bonus biji

jeung kulitna,

dapet karesek

pula

10. Atuh √

11. Nini jeung aki √

12. Nini teh √

13. Meserna

sabaraha kilo?

14. Teu bisa

dikurang atuh

kang?

15. teu aya √

16. Kurangin √

17. Palingan √

18. Kang √

19. Teu √

20. Jerukna √

21. Sami-sami √

Tabel 3.7

Klasifikasi Wujud Campur Kode Negosiasi Kelompok 7 Kelas X

IPA 2 SMA Negeri 87 Jakarta Tahun Pelajaran 2013/2014

No. Data Analisis

Kata Frasa Klausa Singkatan Kalimat Idiom

1. Club √

Tabel 3.8

Klasifikasi Wujud Campur Kode Negosiasi Kelompok 8 Kelas X

IPA 2 SMA Negeri 87 Jakarta Tahun Pelajaran 2013/2014

No. Data Analisis

Kata Frasa Klausa Singkatan Kalimat Idiom

1. Internet √

2. Mas √

3. Best seller √

4. List-nya √

5. DHL √

39

Tabel 3.9

Klasifikasi Wujud Campur Kode Negosiasi Kelompok 9 Kelas X

IPA 2 SMA Negeri 87 Jakarta Tahun Pelajaran 2013/2014

No. Data Analisis

Kata Frasa Klausa Singkatan Kalimat Idiom

1. Mbak √

2. Mas √

3. Sorry √

Tabel 3.10

Klasifikasi Wujud Campur Kode Negosiasi Kelompok 11 Kelas X

IPA 2 SMA Negeri 87 Jakarta Tahun Pelajaran 2013/2014

No. Data Analisis

Kata Frasa Klausa Singkatan Kalimat Idiom

1. Internet √

2. DP √

Tabel 3.11

Klasifikasi Wujud Campur Kode Negosiasi Kelompok 12 Kelas X

IPA 2 SMA Negeri 87 Jakarta Tahun Pelajaran 2013/2014

No. Data Analisis

Kata Frasa Klausa Singkatan Kalimat Idiom

1. Handphone √

2. Hp √

3. Mbak √

4. Mas √

5. Second √

40

Berdasarkan tabel tersebut, terdapat 54 campur kode dialog dari

kelompok 1 sampai kelompok 12. Dari 54 campur kode yang ada, terdapat

23 campur kode bahasa Inggris, 10 campur kode bahasa Jawa, 15 campur

kode bahasa Sunda, 2 campur kode bahasa Betawi, 3 campur kode bahasa

Malaysia, dan 1 campur kode bahasa Medan.

Selanjutnya dari 54 data campur kode yang ada, sebanyak 23 campur

kode dengan bahasa Inggris berupa 12 campur kode dalam wujud kata, 1

campur kode dalam wujud frasa, 9 campur kode dalam wujud singkatan, 1

campur kode dalam wujud idom. Lalu, 10 campur kode bahasa Jawa

berwujud kata. 15 campur kode bahasa Sunda, 6 berwujud kata, 4 berwujud

frasa, dan 5 berwujud kalimat. Selanjutnya, 2 campur kode bahasa Betawi

berwujud kata, 3 campur kode bahasa Malaysia berwujud kata, dan 1

campur kode bahasa Medan berwujud kata.

C. Analisis Data

Analisis data berdasarkan tabel tersebut sebagai berikut:

1. Analisis wujud campur kode kelompok 1 pada negosiasi tahun

pelajaran 2013/2014

a. Analisis Wujud Campur Kode Kata

1). Handphone

Peristiwa campur kode dijumpai pada kata handphone

dengan kutipan sebagai berikut:

Nina : “Mau beli handphone apa?”

Pridiska : “Hmm saya mau beli handphone dong.”

Nina : “Handphone apa mba?”

Pridiska : “Handphone apa ya? Bagus-bagus ya

modelnya. Jadi bingung saya. Milih

handphone aja saya bingung apalagi milih

doi.”

Peristiwa campur kode yang terjadi pada kata handphone

tersebut merupakan campur kode dialog. Campur kode kata

handphone merupakan peristiwa campur kode keluar (ekstern

code-mixing) karena kata handphone berasal dari bahasa asing

41

yaitu bahasa Inggris. Handphone berasal dari dua kata yaitu

hand dan phone. Hand memiliki arti „tangan/genggam‟,

sedangkan phone memiliki arti „telepon‟. Jadi, handphone

berarti „telepon genggam‟ yang berfungsi sebagai alat

komunikasi dengan antena tanpa kabel yang dapat dibawa

kemana-mana. Walaupun terdiri dari dua kata namun penulisan

kata handphone harus ditulis gabung karena kata tersebut

dikenal dengan istilah kata majemuk. Kelas kata yang terdapat

dalam kata handphone adalah kelas kata nomina dan pada dialog

“Hmm saya mau beli handphone dong” terdapat kelas kata

ketegori fatis pada kata „dong‟ yang digunakan untuk

menghaluskan perintah. Maksud dari dialog pertama pada kata

handphone yaitu seorang penjual menanyakan kepada pembeli

pertama tentang merek telepon genggam yang akan dibeli.

Dialog kedua, pembeli kedua memberitahukan maksud

kedatangannya ke toko tersebut untuk membeli telepon

genggam. Dialog ketiga, penjual menanyakan kepada pembeli

kedua tentang merek telepon genggam yang akan dibeli,

kemudian dialog keempat, seorang pembeli kedua bermaksud

untuk memberitahukan kepada penjual bahwa ia bingung untuk

membeli telepon genggam merek lain.

Latar belakang terjadinya campur kode pada kata

handphone yaitu kesantaian dan kebiasaan penutur ketika

berbicara dalam situasi informal. Fungsi campur kode dalam

dialog tersebut adalah kebutuhan kosakata, penutur

menyebutkan benda umum yang biasa digunakan dalam

kehidupan sehari-hari, sehingga lawan bicara mengerti maksud

dan maknanya dalam sendirinya. Batasan dan tujuan berbicara

menggunakan kata handphone yaitu untuk memberitahukan dan

melaporkan kepada lawan tutur tentang sesuatu yang dimaksud,

misalnya si pembeli memberitahukan kepada penjual maksud

42

kedatangannya di toko tersebut, begitu juga dengan penjual yang

hendak melaporkan kepada pembeli merek apa yang akan dibeli.

Struktur dan kaidah negosiasi berjalan dengan baik melalui

kompromi hingga mencapai kesepakatan harga di antara

keduanya .

2). Mbak

Peristiwa campur kode dijumpai pada kata mbak dengan

kutipan sebagai berikut:

Vega : “Selamat siang mbak.”

Vega : “Kira-kira yang bagus apa ya mbak?”

Vega : “Yah mbak, saya uangnya kurang nih mbak.”

Vega : “Oh iya mbak. Ya udah deh mbak, 2.000.000 ya.”

Vega : “Nih mbak, itung dulu duitnya.”

Vega : “Iya. makasih mbak.”

Peristiwa campur kode yang terjadi pada kata mbak

tersebut merupakan campur kode dialog. Campur kode kata

mbak merupakan peristiwa campur kode ke dalam (intern code-

mixing) karena kata mbak berasal dari bahasa daerah yang

terdapat di wilayah Republik Indonesia, yaitu bahasa Jawa. Kata

mbak memiliki arti „kata sapaan terhadap wanita yang dianggap

lebih tua‟ yang berfungsi sebagai panggilan untuk wanita. Kata

mbak termasuk ke dalam kelas kata nomina. Maksud kata mbak

tersebut adalah untuk menyapa seorang penjual di toko.

Latar belakang terjadinya campur kode pada kata mbak

yaitu kesantaian dan kebiasaan penutur ketika berbicara dalam

situasi informal. Fungsi campur kode tersebut adalah penutur

sebagai pembeli (Vega dan Pridiska) menghormati lawan

tuturnya sebagai penjual (Nina). Batasan dan tujuan berbicara

adalah untuk menyapa seseorang jika tidak menyebutkan atau

tidak mengetahui namanya. Struktur dan kaidah negosiasi

berjalan dengan baik melalui kompromi hingga mencapai

kesepakatan harga di antara keduanya.

43

3). Mas

Peristiwa campur kode dijumpai pada kata mas dengan

kutipan sebagai berikut:

Pridiska : “Ini bukannya kaya yang mas-mas tadi ya?”

Nina : “Iya, mas-mas tadi juga beli sama. Soalnya

ini yang terbaru mba.”

Pridiska : “Tapi saya denger sama mas-mas yang tadi

harganya Rp 2.000.000. Masa sama cowo Rp

2.000.000 sama cewe mahalan.”

Nina : “Yaudah deh, karena mba udah dengar tadi

negosiasi saya sama mas tadi, boleh lah saya

kasih Rp 2.000.000.”

Peristiwa campur kode yang terjadi pada kata mas tersebut

merupakan campur kode dialog. Campur kode kata mas

merupakan peristiwa campur kode ke dalam (intern code-

mixing) karena kata mas berasal dari bahasa daerah yang

terdapat di wilayah Republik Indonesia, yaitu bahasa Jawa. Kata

mas memiliki arti „kata sapaan terhadap laki-laki yang dianggap

lebih tua‟ yang berfungsi sebagai panggilan untuk laki-laki. Kata

mas termasuk ke dalam kelas kata nomina. Maksud kata mas

dari dialog tersebut adalah untuk menyebutkan seorang pembeli

pertama yang tidak disebutkan namanya.

Latar belakang terjadinya campur kode pada kata mas

yaitu kesantaian dan kebiasaan penutur ketika berbicara dalam

situasi informal. Fungsi campur kode tersebut adalah penutur

(Pridiska dan Nina) mencari jalan termudah menyampaikan

maksud. Batasan dan tujuan berbicara adalah untuk menyapa

seseorang jika tidak menyebutkan atau tidak diketahui namanya.

Struktur dan kaidah negosiasi berjalan dengan baik melalui

kompromi hingga mencapai kesepakatan harga di antara

keduanya.

44

4). Deal

Peristiwa campur kode dijumpai pada kata deal dengan

kutipan sebagai berikut:

Pridiska : “Baik. Ini deal ya 2.000.000?”

Peristiwa campur kode yang terjadi pada kata deal tersebut

merupakan campur kode dialog. Campur kode kata deal

merupakan peristiwa campur kode keluar (ekstern code-mixing)

karena kata deal berasal dari bahasa asing yaitu bahasa Inggris.

Kata deal memiliki arti „perjanjian‟ yang berarti kesepakatan

perjanjian jual-beli di antara keduanya. Kata deal termasuk ke

dalam kelas kata verba. Maksud dari dialog tersebut adalah

setelah melalui tawar-menawar, pembeli melakukan perjanjian

harga kepada penjual bahwa harga yang ditentukan adalah Rp

2.000.000.

Latar belakang terjadinya campur kode pada kata deal

yaitu kesantaian dan kebiasaan penutur dalam mengucapkan

bahasa asing. Fungsi campur kode tersebut adalah penutur

sebagai pembeli (Pridiska) mempertegas maksud tuturan kepada

lawan tutur sebagai penjual (Nina). Batasan dan tujuan berbicara

menggunakan kata deal yaitu untuk memberitahukan dan

melaporkan kepada lawan tutur tentang perjanjian yang telah

disepakati keduanya, misalnya dalam dialog di atas pembeli

mengucapkan kata deal kepada penjual untuk menetapkan

perjanjian harga yang telah disepakati. Struktur dan kaidah

negosiasi berjalan dengan baik melalui kompromi hingga

mencapai kesepakatan harga di antara keduanya.

45

b. Analisis Wujud Campur Kode Singkatan

1). Hp

Peristiwa campur kode dijumpai pada singkatan hp dengan

kutipan sebagai berikut:

Vega : “Ini biasa, saya mau membeli hp.”

Vega : “Ini mah kaya hp anak saya nih. Ini kayaknya

bagus nih. Ini berapaan nih?”

Peristiwa campur kode yang terjadi pada singkatan hp

tersebut merupakan campur kode dialog. Campur kode pada

singkatan hp merupakan peristiwa campur kode keluar (ekstern

code-mixing) sebab hp merupakan singkatan yang berasal dari

bahasa Inggris, dari singkatan handphone yang artinya telepon

genggam.

Latar belakang terjadinya campur kode pada singkatan hp

yaitu kesantaian dan kebiasaan penutur dalam menggunakan

bahasa asing sehingga lebih sering mengucapkan hp untuk

mempersingkat pengucapan kata handphone. Fungsi campur

kode terebut adalah kebutuhan kosakata, penutur menyebutkan

benda umum yang biasa digunakan dalam kehidupan sehari-hari,

sehingga lawan bicara mengerti maksud dan maknanya dengan

sendirinya. Batasan dan tujuan berbicara menggunakan

singkatan hp yaitu untuk memberitahukan dan melaporkan

kepada penjual bahwa pembeli ingin membeli telepon genggam

dan memberitahukan kepada penjual bahwa telepon genggam

yang ditunjukkan oleh penjual tersebut sama dengan telepon

genggam milik anaknya. Struktur dan kaidah negosiasi berjalan

dengan baik melalui kompromi hingga mencapai kesepakatan

harga di antara keduanya.

46

c. Analisis Wujud Campur Kode Idiom

1). Falling in Love

Peristiwa campur kode dalam wujud idiom terdapat pada

idiom falling in love dengan kutipan sebagai berikut:

Pridiska : “Yah, saya maunya yang ini. Saya sudah

falling in love sama yang ini.”

Peristiwa campur kode yang terjadi pada idiom falling in

love tersebut merupakan campur kode dialog. Campur kode

idiom falling in love merupakan peristiwa campur kode keluar

(ekstern code-mixing) sebab idiom falling in love berasal dari

bahasa Inggris yang artinya jatuh cinta. Sementara itu, dalam

kutipan dialog di atas falling in love yang berarti jatuh cinta

pada suatu telepon genggam yang akan dibeli. Artinya, seorang

pembeli sudah sangat tertarik pada telepon genggam tersebut

sehingga ia akan membelinya.

Latar belakang terjadinya campur kode pada idiom falling

in love yaitu kesantaian dan kebiasaan penutur ketika berbicara

dalam situasi informal. Fungsi campur kode tersebut adalah

penutur (Pridiska) menunjukkan keterpelajaran di depan lawan

tuturnya (Nina). Batasan dan tujuan berbicara menggunakan

idiom falling in love yaitu untuk memberitahukan dan

melaporkan kepada penjual bahwa si pembeli sudah sangat

tertarik atau jatuh cinta kepada telepon genggam tersebut.

Struktur dan kaidah negosiasi berjalan dengan baik melalui

kompromi hingga mencapai kesepakatan harga di antara

keduanya.

47

2. Analisis Wujud Campur Kode Kelompok 2 pada Negosiasi Tahun

Pelajaran 2013/2014

a. Analisis Wujud Campur Kode Kata

1). Sis

Peristiwa campur kode dijumpai pada kata sis dengan

kutipan sebagai berikut:

Hanum : “Kaos lengan panjangnya ada, Sis?”

Hanum : “Ya udah. Eh ini sweaternya lucu, Vin.”

“Eh Sis, berapaan?”

Peristiwa campur kode yang terjadi pada kata sis tersebut

merupakan campur kode dialog. Campur kode kata sis

merupakan peristiwa campur kode ke luar (ekstern code-mixing)

karena kata sis berasal dari bahasa Inggris. Kata sis memiliki arti

„kata sapaan terhadap wanita yang lebih muda/tua‟ yang

berfungsi sebagai panggilan untuk wanita. Kata sis termasuk ke

dalam kelas kata nomina. Maksud kata sis dari dialog tersebut

adalah untuk menyapa seorang penjual di toko.

Latar belakang terjadinya campur kode pada kata sis yaitu

kesantaian dan kebiasaan penutur ketika berbicara dalam situasi

informal. Fungsi campur kode tersebut adalah penutur sebagai

pembeli (Hanum dan Vintha) menghormati lawan tuturnya

(Almira). Batasan dan tujuan berbicara adalah untuk menyapa

seseorang jika tidak menyebutkan atau tidak mengetahui

namanya. Struktur dan kaidah negosiasi berjalan dengan baik

melalui kompromi hingga mencapai kesepakatan harga di antara

keduanya .

2). Sweater

Peristiwa campur kode dijumpai pada kata sweater dengan

kutipan sebagai berikut:

Hanum : “Ya udah. Eh ini sweaternya lucu, Vin.”

“Eh sis, berapaan?”

Hanum : “Tapi, mending sweater aja deh Vin,

soalnya lebih murah.”

48

Peristiwa campur kode yang terjadi pada kata sweater

tersebut merupakan campur kode dialog. Campur kode kata

sweater merupakan peristiwa campur kode keluar (ekstern code-

mixing) karena kata sweater berasal dari bahasa asing yaitu

bahasa Inggris. Kata sweater memiliki arti „kemeja dari wol‟

yang berfungsi sebagai pakaian yang terbuat dari bahan wol

(rajut). Kata sweater termasuk ke dalam kelas kata nomina.

Maksud dari dialog tersebut adalah Vintha dan Hanum

berkompromi untuk membeli antara kaos lengan panjang atau

sweater yang ingin dipakai untuk acara besok. Ketika mereka

melihat-lihat pakaian di butik tersebut, Hanum menemukan

sweater yang lucu sehingga ia ingin membelinya.

Latar belakang terjadinya campur kode pada kata sweater

yaitu tidak ada ungkapan yang tepat dalam bahasa yang sedang

dipakai. Seseorang akan menyebutkan sweater karena dalam

bahasa Indonesia tidak ada padanan kata atau sinonimnya.

Fungsi campur kode tersebut adalah kebutuhan kosakata,

penutur menyebutkan benda umum yang digunakan dalam

kehidupan (pakaian), sehingga lawan bicara mengerti maksud

dan maknanya dengan sendirinya. Batasan dan tujuan berbicara

menggunakan kata sweater yaitu untuk memberitahukan dan

membujuk lawan tutur tentang sesuatu yang dimaksud, misalnya

Hanum memberitahukan kepada Vintha bahwa ada pakaian

berbahan dari wol yang lucu dengan harga yang lebih murah dan

membujuk Vintha untuk memilih sweater, kemudian pembeli

menanyakan kepada penjual harga pakaian tersebut. Struktur

dan kaidah negosiasi berjalan dengan baik melalui kompromi

hingga mencapai kesepakatan harga di antara keduanya.

49

3. Analisis Wujud Campur Kode Kelompok 3 pada Negosiasi Tahun

Pelajaran 2013/2014

a. Analisis Wujud Campur Kode Kata

1). Pancake

Peristiwa campur kode dijumpai pada kata pancake dengan

kutipan sebagai berikut:

Ibu : “Ya sudah, Ibu sudah membuatkanmu Pancake. Segera

dimakan lah sebelum itu dingin.”

Peristiwa campur kode yang terjadi pada kata pancake

tersebut merupakan campur kode dialog. Campur kode kata

pancake merupakan peristiwa campur kode keluar (ekstern code-

mixing) karena kata pancake berasal dari bahasa asing yaitu bahasa

Inggris. Kata pancake memiliki arti „kue dadar‟ yang berfungsi

sebagai sebutan untuk suatu makanan yang ada di luar Indonesia.

Kata pancake termasuk ke dalam kelas kata nomina. Maksud dari

dialog tersebut adalah seorang ibu memberitahu anaknya bahwa ia

telah membuat kue dadar dan menyuruh anaknya untuk segera

memakan kue buatannya sebelum dingin.

Latar belakang terjadinya campur kode pada kata pancake

yaitu tidak ada ungkapan yang tepat dalam bahasa yang sedang

dipakai karena pancake merupakan sebutan untuk nama kue khas

dari negara luar Indonesia, jadi orang Indonesia menyebut kue

tersebut dengan nama pancake bukan dengan sebutan „kue dadar‟.

Fungsi campur kode tersebut adalah kebutuhan kosakata karena

kata tersebut sudah umum digunakan dan tidak ada padanan kata

yang tepat dalam bahasa Indonesia. Batasan dan tujuan berbicara

menggunakan kata pancake yaitu untuk memberitahukan dan

menjamu kepada lawan tutur tentang sesuatu yang dimaksud,

misalnya seorang ibu memberitahukan kepada anaknya bahwa ia

telah membuat kue dan menjamu anaknya untuk memakan kue

buatannya. Struktur dan kaidah negosiasi berjalan dengan baik

50

melalui kompromi hingga mencapai kesepakatan perjanjian hadiah

di antara keduanya .

2). Notebook

Peristiwa campur kode dijumpai pada kata notebook dengan

kutipan sebagai berikut:

Penjual : “Oh kalo yang ini notebook. Kalo notebook

harganya lebih murah. Ini I5 juga sama seperti

yang disampingnya. Cuma karena ini notebook,

harganya lebih murah kira-kira Rp 4.000.000.”

Peristiwa campur kode yang terjadi pada kata notebook

tersebut merupakan campur kode dialog. Campur kode kata

notebook merupakan peristiwa campur kode keluar (ekstern code-

mixing) karena kata notebook berasal dari bahasa asing yaitu

bahasa Inggris. Kata notebook memiliki makna yang sama seperti

laptop yang berfungsi sebagai komputer pribadi yang dapat

dibawa-bawa tetapi memiliki layar yang agak kecil dibandingkan

dengan laptop, yaitu 10 atau 11 inci. Kata notebook termasuk ke

dalam kelas kata nomina. Maksud dari dialog tersebut yaitu penjual

memberitahukan kepada pembeli tentang spesifikasi notebook dan

harganya yang lebih murah dari laptop.

Latar belakang terjadinya campur kode pada kata notebook

yaitu tidak ada ungkapan yang tepat dalam bahasa yang sedang

dipakai, sehingga perlu memakai kata notebook. Fungsi campur

kode tersebut adalah kebutuhan kosakata karena kata tersebut

sudah umum digunakan dan tidak ada padanan kata yang tepat

dalam bahasa Indonesia. Batasan dan tujuan berbicara

menggunakan kata notebook yaitu untuk memberitahukan dan

melaporkan kepada lawan tutur tentang sesuatu yang dimaksud,

misalnya penjual memberitahu kepada Peter tentang spesifikasi dan

harga notebook tersebut. Struktur dan kaidah negosiasi berjalan

dengan baik melalui kompromi hingga mencapai kesepakatan

harga di antara keduanya.

51

3). Deal

Peristiwa campur kode dijumpai pada kata Deal dengan

kutipan sebagai berikut:

Penjual : “Saya cek dulu ya.”

“Ya, cukup uangnya Bu. Jadi, Anda setuju membeli

ini. Deal?”

Ibu : “Deal.”

Peristiwa campur kode yang terjadi pada kata deal tersebut

merupakan campur kode dialog. Campur kode kata deal

merupakan peristiwa campur kode keluar (ekstern code-mixing)

karena kata Deal berasal dari bahasa asing yaitu bahasa Inggris.

Kata Deal memiliki arti „perjanjian/sepakat‟ yang berarti

kesepakatan perjanjian jual-beli di antara keduanya. Kata deal

termasuk ke dalam kelas kata verba. Maksud dari dialog tersebut

adalah setelah melalui tawar-menawar, penjual dan pembeli

melakukan perjanjian bahwa harga yang ditentukan adalah Rp

4.500.000.

Latar belakang terjadinya campur kode pada kata deal yaitu

kesantaian dan kebiasaan penutur dalam menggunakan bahasa

asing. Fungsi campur kode tersebut adalah penutur (penjual)

mempertegas maksud tuturan kepada lawan tutur (ibu). Batasan

dan tujuan berbicara menggunakan kata deal yaitu untuk

memberitahukan dan melaporkan kepada lawan tutur tentang

perjanjian yang telah disepakati keduanya, misalnya dalam dialog

di atas pembeli mengucapkan kata deal kepada penjual untuk

menetapkan perjanjian harga yang telah disepakati. Struktur dan

kaidah negosiasi berjalan dengan baik melalui kompromi hingga

mencapai kesepakatan harga di antara keduanya.

52

b. Analisis Wujud Campur Kode Singkatan

1). TV

Peristiwa campur kode dijumpai pada singkatan TV

dengan kutipan sebagai berikut:

Ibu : “Sedang apa kamu Peter? Tumben, biasanya kamu

kan nonton doraemon di TV.”

Peristiwa campur kode yang terjadi pada singkatan TV

tersebut merupakan campur kode dialog. Campur kode

singkatan TV merupakan peristiwa campur kode keluar (ekstern

code-mixing) sebab TV merupakan singkatan yang berasal dari

bahasa Inggris, yaitu Television yang artinya televisi.

Latar belakang terjadinya campur kode pada singkatan TV

yaitu kesantaian dan kebiasaan penutur ketika berbicara dalam

situasi informal. Fungsi campur kode tersebut adalah kebutuhan

kosakata, penutur menyebutkan benda umum yang biasa

digunakan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga lawan bicara

mengerti maksud dan maknanya dengan sendirinya. Batasan dan

tujuan berbicara menggunakan singkatan TV yaitu untuk

memberitahukan bahwa Ibunya heran melihat Peter yang biasa

menonton film Doreaemon, tetapi kali ini Peter tidak menonton.

2). RAM

Peristiwa campur kode dijumpai pada singkatan RAM

dengan kutipan sebagai berikut:

Penjual : “Oh yang itu. Ini laptop Lenovo.

Processornya I5. RAMnya 4 GB. Harganya

cukup murah cuma Rp 5.700.000 saja.”

Peristiwa campur kode yang terjadi pada singkatan RAM

tersebut merupakan campur kode dialog. Campur kode

singkatan RAM merupakan peristiwa campur kode keluar

(ekstern code-mixing) sebab RAM merupakan singkatan yang

berasal dari bahasa Inggris, RAM berasal dari singkatan Random

Access Memory yang artinya memori utama dalam komputer

53

yang berfungsi untuk menyimpan berbagai data dan instruksi

program.

Latar belakang terjadinya campur kode pada singkatan

RAM yaitu tidak ada ungkapan atau sebutan yang tepat dalam

bahasa yang sedang dipakai, artinya seseorang mengucapkan

RAM karena tidak ada lagi sebutan selain itu dan sebutan

tersebut digunakan dalam dunia komputer. Fungsi campur kode

tersebut adalah kebutuhan kosakata karena singkatan tersebut

sudah umum digunakan dan tidak ada padanan kata yang tepat

dalam bahasa Indonesia. Batasan dan tujuan berbicara

menggunakan singkatan RAM yaitu untuk memberitahukan dan

melaporkan kepada Peter bahwa komputer jinjing tersebut

memiliki kapastitas yang cukup banyak untuk menyimpan data.

Struktur dan kaidah negosiasi berjalan dengan baik melalui

kompromi hingga mencapai kesepakatan harga di antara

keduanya

3). GB

Peristiwa campur kode dijumpai pada singkatan GB

dengan kutipan sebagai berikut:

Penjual : “Oh yang itu. Ini laptop Lenovo.

Processornya I5. RAMnya 4 GB. Harganya

cukup murah cuma Rp 5.700.000 saja.”

Peristiwa campur kode yang terjadi pada singkatan GB

tersebut merupakan campur kode dialog. Campur kode

singkatan GB merupakan peristiwa campur kode keluar (ekstern

code-mixing) sebab GB merupakan singkatan yang berasal dari

bahasa Inggris, GB berasal dari singkatan Giga Byte merupakan

istilah yang paling umum untuk menggambarkan ukuran

perangkat keras dan berfungsi untuk menggambarkan ruang

penyimpanan data dan memori sistem dalam komputer.

Latar belakang terjadinya campur kode pada singkatan GB

yaitu tidak ada ungkapan atau sebutan yang tepat dalam bahasa

54

yang sedang dipakai, artinya seseorang mengucapkan GB karena

tidak ada lagi sebutan selain itu dan sebutan tersebut digunakan

dalam dunia komputer. Fungsi campur kode tersebut kebutuhan

kosakata karena singkatan tersebut sudah umum digunakan dan

tidak ada padanan kata yang tepat dalam bahasa Indonesia.

Batasan dan tujuan berbicara menggunakan singkatan GB yaitu

untuk memberitahukan dan melaporkan kepada Peter bahwa

komputer jinjing tersebut memiliki kapastitas ruang

penyimpanan yang cukup banyak untuk menyimpan data.

Struktur dan kaidah negosiasi berjalan dengan baik melalui

kompromi hingga mencapai kesepakatan harga di antara

keduanya .

4. Analisis wujud campur kode kelompok 4 pada negosiasi tahun

pelajaran 2013/2014

a. Analisis Wujud Campur Kode Kata

1). Mbak

Peristiwa campur kode dijumpai pada kata mbak dengan

kutipan sebagai berikut:

Fathur : “Oke, saya cari dulu ya.” (Fathur mencari

buku).

“Kebetulan mbak, tinggal satu.”

Fathur : “Oh ada mba. Kebetulan tinggal satu, mba

yang ini mau beli.” (Menunjuk Gita).

Kania : “Maaf mba bila saya lancang, saya ingin

membeli buku ini. Buku ini penting untuk

saya. Saya sudah mencarinya kemana-mana

namun tidak ada.”

Gita : “Wah, saya juga harus membelinya mba.

Saya juga telah mencarinya keman-mana,

namun hanya toko ini yang ada.”

Peristiwa campur kode yang terjadi pada kata mbak

tersebut merupakan campur kode dialog. Campur kode kata

mbak merupakan peristiwa campur kode ke dalam (intern code-

mixing) karena kata mbak berasal dari bahasa daerah yang

55

terdapat di wilayah Republik Indonesia, yaitu bahasa Jawa. Kata

mbak memiliki arti „kata sapaan terhadap wanita yang dianggap

lebih tua‟ yang berfungsi sebagai panggilan untuk wanita. Kata

mbak termasuk ke dalam kelas kata nomina. Maksud kata mbak

tersebut adalah untuk menyapa seorang kedua wanita yang ingin

membeli buku.

Latar belakang terjadinya campur kode pada kata mbak

yaitu kesantaian dan kebiasaan penutur ketika berbicara dalam

situasi informal. Fungsi campur kode tersebut adalah penutur

menghormati lawan tuturnya. Batasan dan tujuan berbicara

adalah untuk menyapa seseorang jika tidak menyebutkan atau

tidak mengetahui namanya. Struktur dan kaidah negosiasi

berjalan dengan baik melalui kompromi hingga mencapai

kesepakatan harga di antara keduanya.

2). Mas

Peristiwa campur kode dijumpai pada kata mas dengan

kutipan sebagai berikut:

Gita : “Wah, berapa harganya mas?”

Gita : “Wah, mahal sekali ya. Sepertinya saya harus

menghubungi orang tua saya terlebih dahulu.

Sebentar ya mas.”

Peristiwa campur kode yang terjadi pada kata mas tersebut

merupakan campur kode dialog. Campur kode kata mas

merupakan peristiwa campur kode ke dalam (intern code-

mixing) karena kata mas berasal dari bahasa daerah yang

terdapat di wilayah Republik Indonesia, yaitu bahasa Jawa. Kata

mas memiliki arti „kata sapaan terhadap laki-laki yang dianggap

lebih tua‟ yang berfungsi sebagai panggilan untuk laki-laki. Kata

mas termasuk ke dalam kelas kata nomina. Maksud kata mas

dari dialog tersebut adalah untuk menyapa seorang penjual

pertama yang tidak disebutkan namanya.

Latar belakang terjadinya campur kode pada kata mas

yaitu kesantaian dan kebiasaan penutur ketika berbicara dalam

56

situasi informal. Fungsi campur kode tersebut adalah penutur

menghormati lawan tuturnya. Batasan dan tujuan berbicara

adalah untuk menyapa seseorang jika tidak menyebutkan atau

tidak diketahui namanya. Struktur dan kaidah negosiasi berjalan

dengan baik melalui kompromi hingga mencapai kesepakatan

harga di antara keduanya .

5. Analisis Wujud Campur Kode Kelompok 5 pada Negosiasi Tahun

Pelajaran 2013/2014

a. Analisis Wujud Campur Kode Kata

1). Mas

Peristiwa campur kode dijumpai pada kata mas dengan

kutipan sebagai berikut:

Utin : (Mencoba sepatu).

“Mas ini harganya berapa?”

Alya : “Kok mahal banget sih mas. kemarin aja saya beli

di sini cuma Rp 250.000.”

Alya : “Rp 400.000 deh, mas.”

Peristiwa campur kode yang terjadi pada kata mas tersebut

merupakan campur kode dialog. Campur kode kata mas

merupakan peristiwa campur kode ke dalam (intern code-

mixing) karena kata mas berasal dari bahasa daerah yang

terdapat di wilayah Republik Indonesia, yaitu bahasa Jawa. Kata

mas memiliki arti „kata sapaan terhadap laki-laki yang dianggap

lebih tua‟ yang berfungsi sebagai panggilan untuk laki-laki. Kata

mas termasuk ke dalam kelas kata nomina. Maksud kata mas

dari dialog tersebut adalah untuk menyapa seorang pembeli

pertama yang tidak disebutkan namanya.

Latar belakang terjadinya campur kode pada kata mas

yaitu kesantaian dan kebiasaan penutur ketika berbicara dalam

situasi informal. Fungsi campur kode tersebut adalah penutur

menghormati lawan tuturnya. Batasan dan tujuan berbicara

adalah untuk menyapa seseorang jika tidak menyebutkan atau

tidak diketahui namanya. Struktur dan kaidah negosiasi berjalan

57

dengan baik melalui kompromi hingga mencapai kesepakatan

harga di antara keduanya.

6. Analisis Wujud Campur Kode Kelompok 6 pada Negosiasi Tahun

Pelajaran 2013/2014

a. Analisis Wujud Campur Kode Kata

1). Ape

Peristiwa campur kode dijumpai pada kata ape dengan

kutipan sebagai berikut:

Malvin : “Mau beli ape dik?”

Peristiwa campur kode yang terjadi pada kata ape tersebut

merupakan campur kode keluar (ekstern code-mixing) karena

kata ape berasal dari bahasa Malaysia. Kata ape memiliki arti

„apa‟. Kata apa termasuk ke dalam kelas kata interogativa.

Maksud dari dialog di atas adalah seorang penjual yang bernama

Malvin menanyakan kepada pembeli hendak membeli apa.

Latar belakang terjadinya campur kode pada kata ape

yaitu kesantaian dan kebiasaan penutur dalam menyebutkan

„apa‟ menjadi ape dalam menggunakan bahasa Malaysia di

kehidupan sehari-hari. Fungsi campur kode dalam dialog

tersebut adalah mempertegas maksud tuturan, yaitu pembeli

menanyakan kepada penjual apa yang ingin dibelinya. Batasan

dan tujuan berbicara menggunakan kata ape yaitu untuk

menjamu lawan tuturnya, misalnya si penjual menanyakan

kepada pembeli hendak mencari dan membeli apa. Struktur dan

kaidah negosiasi tidak berjalan dengan baik karena pembeli

tidak menyepakati harga yang ditentukan oleh penjual sehingga

ia pergi dan membeli di tempat lain.

58

2). Ade

Peristiwa campur kode dijumpai pada kata ape dengan

kutipan sebagai berikut:

Malvin : “Ade, mau yang manis apa yang asem?”

Peristiwa campur kode yang terjadi pada kata ade tersebut

merupakan campur kode keluar (intern code-mixing) karena kata

ade berasal dari bahasa asing yaitu bahasa Malaysia. Kata ade

memiliki arti „ada‟. Kata ade termasuk ke dalam kelas kata

adverbia. Maksud dari dialog di atas adalah seorang penjual

yang bernama Malvin memberitahu kepada Tina (pembeli)

bahwa ia menjual jeruk dengan rasa asam dan manis.

Latar belakang terjadinya campur kode pada kata ade

yaitu kesantaian dan kebiasaan penutur dalam menyebutkan

„ada‟ menjadi ade karena penutur biasa menggunakan bahasa

Malaysia di kehidupan sehari-hari. Fungsi campur kode tersebut

adalah membicarakan topik tertentu, yaitu membahas tentang

tersedianya jeruk. Batasan dan tujuan berbicara menggunakan

kata ade yaitu untuk memberitahu dan menjamu lawan tuturnya,

misalnya si penjual memberitahukan bahwa ia memiliki jeruk

yang dicari oleh pembeli kemudian menanyakan kepada pembeli

hendak membeli yang rasanya asam atau manis. Struktur dan

kaidah negosiasi tidak berjalan dengan baik karena pembeli

tidak menyepakati harga yang ditentukan oleh penjual sehingga

ia pergi dan membeli di tempat lain.

3). La mahal

Peristiwa campur kode dijumpai pada kata la mahal

dengan kutipan sebagai berikut:

Malvin : “Oh kalo yang manis la mahal. 10 ringgit 1

kilo.”

Peristiwa campur kode yang terjadi pada kata la mahal

tersebut merupakan campur kode keluar (ekstern code-mixing)

karena kata la mahal berasal dari bahasa Malaysia. Kata la

59

mahal memiliki arti „agak mahal‟. La mahal termasuk ke dalam

kelas kata adjektiva. Maksud dari dialog di atas adalah harga

buah yang agak mahal.

Latar belakang terjadinya campur kode pada kata la mahal

yaitu kesantaian dan kebiasaan penutur dalam menyebutkan

„agak mahal‟ menjadi la mahal dalam menggunakan bahasa

Malaysia di kehidupan sehari-hari. Fungsi campur kode tersebut

adalah membicarakan topik tertentu yaitu tentang harga jeruk.

Batasan dan tujuan berbicara menggunakan kata la mahal yaitu

untuk memberitahu dan melaporkan lawan tuturnya, misalnya si

penjual memberitahukan bahwa harga jeruk sekarang sudah naik

dan mahal dari harga sebelumnya, yaitu satu ringgit perkilo.

Struktur dan kaidah negosiasi tidak berjalan dengan baik karena

pembeli tidak menyepakati harga yang ditentukan oleh penjual

sehingga ia pergi dan membeli di tempat lain.

4). Alamak

Peristiwa campur kode dijumpai pada kata alamak dengan

kutipan sebagai berikut:

Ina : “Alamak, mahal kali, tak bisa lah dikurang?”

Peristiwa campur kode yang terjadi pada kata alamak

tersebut merupakan campur kode ke dalam (intern code-mixing)

karena kata alamak berasal dari bahasa daerah yang terdapat di

wilayah Republik Indonesia yaitu bahasa Medan. Kata alamak

memiliki arti „aduh ibu‟ yang berfungsi sebagai ungkapan kaget/

terkejut. Alamak termasuk ke dalam kelas kata interjeksi

kekagetan. Maksud dari dialog di atas adalah seorang pembeli

yang kaget ketika mengetahui harga jeruk yang sudah semakin

mahal.

Latar belakang terjadinya campur kode pada kata alamak

yaitu kesantaian dan kebiasaan penutur dalam menyebutkan

„aduh ibu‟ menjadi alamak dalam situasi informal dengan

60

menggunakan bahasa Medan. Fungsi campur kode tersebut

adalah kebutuhan kosakata, yaitu penutur menyebutkan

ungkapan terkejut sehingga lawan bicara mengeerti maksud dan

maknanya dengan sendirinya. Batasan dan tujuan berbicara

menggunakan kata alamak yaitu untuk mendesak lawan

tuturnya, karena dalam kutipan dialog di atas pembeli terkejut

dengan harga jeruk yang mahal kemudian mendesak penjual

untuk mengurangi harga jeruk tersebut. Struktur dan kaidah

negosiasi tidak berjalan dengan baik karena pembeli tidak

menyepakati harga yang ditentukan oleh penjual sehingga ia

pergi dan membeli di tempat lain.

5). Teu

Peristiwa campur kode dijumpai pada kata teu dengan

kutipan sebagai berikut:

Ina : “Haha. Akang ini bercanda aja atuh. Teu bisa

kurang?”

Peristiwa campur kode yang terjadi pada kata teu tersebut

merupakan campur kode dialog. Campur kode kata teu

merupakan peristiwa campur kode ke dalam (intern code-

mixing) karena kata teu berasal dari bahasa daerah yang terdapat

di wilayah Republik Indonesia, yaitu bahasa Sunda. Kata teu

memiliki arti „tidak‟ yang berfungsi sebagai penolakan terhadap

sesuatu. Kata teu termasuk ke dalam kelas kata adverbia.

Maksud kata teu dari dialog tersebut adalah untuk menawar dan

meminta agar harga jeruk lebih murah.

Latar belakang terjadinya campur kode pada kata teu yaitu

kesantaian dan kebiasaan penutur dalam menyebutkan „tidak‟

menjadi teu. Fungsi campur kode tersebut adalah penutur (Ina)

mencari jalan termudah menyampaikan maksud. Batasan dan

tujuan berbicara adalah memberitahu harga tersebut terlalu

mahal dan meminta penjual agar menurunkan harga buah yang

ingin dibelinya. Struktur dan kaidah negosiasi berjalan dengan

61

baik melalui kompromi hingga mencapai kesepakatan harga di

antara keduanya.

6). Nini teh

Peristiwa campur kode dijumpai pada kata nini teh dengan

kutipan sebagai berikut:

Ina : “Buat nini jeung aki. Nini teh lagi sakit.”

Peristiwa campur kode yang terjadi pada kata nini teh

tersebut merupakan campur kode dialog. Campur kode kata nini

teh merupakan peristiwa campur kode ke dalam (intern code-

mixing) karena kata nini teh berasal dari bahasa daerah yang

terdapat di wilayah Republik Indonesia, yaitu bahasa Sunda.

Kata nini memiliki arti „nenek‟ sedangkan teh hanya sebagai

pelengkap untuk mengucapkan kata nini yang berfungsi sebagai

panggilan untuk seorang nenek. Kata nini termasuk ke dalam

kelas kata nomina. Maksud kata nini dari dialog tersebut adalah

untuk menyebutkan kata nenek.

Latar belakang terjadinya campur kode pada kata nini teh

yaitu kesantaian dan kebiasaan penutur dalam menyebutkan

„nenek‟ menjadi nini. Fungsi campur kode tersebut adalah

penutur (Ina) mencari jalan termudah menyampaikan maksud.

Batasan dan tujuan berbicara adalah untuk memberitahu untuk

siapa ia membeli buah itu dan memberitahu keadaan neneknya

yang sedang sakit. Struktur dan kaidah negosiasi berjalan

dengan baik melalui kompromi hingga mencapai kesepakatan

harga di antara keduanya.

7). Palingan

Peristiwa campur kode dijumpai pada kata palingan

dengan kutipan sebagai berikut:

Ina : “Palingan tiga kilo.”

Peristiwa campur kode yang terjadi pada kata palingan

tersebut merupakan campur kode ke dalam (intern code-mixing)

62

karena kata palingan berasal dari bahasa daerah yang terdapat di

wilayah Republik Indonesia yaitu bahasa Betawi. Seharusnya

penutur menyebutkan paling karena kata paling+an menjadi

palingan tersebut merupakan bahasa Betawi. Kata palingan

memiliki arti „kira-kira‟ yang berati perkiraan atau menunjukkan

kemungkinan banyaknya sesuatu yang diinginkan. Kata

palingan termasuk ke dalam kelas kata adverbia. Maksud dari

dialog tersebut adalah seorang pembeli mengira-ngirakan ingin

membeli buah sebanyak tiga kilogram.

Latar belakang terjadinya campur kode pada kata palingan

yaitu kesantaian dan kebiasaan penutur dalam menyebutkan

„kira-kira‟ menjadi palingan. Fungsi campur kode tersebut

adalah kebutuhan kosakata, seseorang sudah mengerti maknanya

dengan sendirinya. Batasan dan tujuan berbicara menggunakan

kata palingan yaitu untuk memberitahukan kepada lawan tutur

tentang sesuatu yang dimaksud, misalnya pembeli

memberitahukan bahwa ia akan membeli buah kira-kira

sebanyak tiga kilo. Struktur dan kaidah negosiasi berjalan

dengan baik melalui kompromi hingga mencapai kesepakatan

harga di antara keduanya.

8). Kurangin

Peristiwa campur kode dijumpai pada kata kurangin

dengan kutipan sebagai berikut:

Ina : “Kurangin lagi atuh bang.”

Peristiwa campur kode yang terjadi pada kata kurangin

tersebut merupakan campur kode ke dalam (intern code-mixing)

karena kata kurangin berasal dari bahasa daerah yang terdapat di

wilayah Republik Indonesia yaitu bahasa Betawi. Seharusnya

penutur menyebutkan kurangin karena kata kurang+in menjadi

kurangin tersebut merupakan bahasa Betawi. Kata kurangin

memiliki arti „dikurang” yang berarti mengurangi sesuatu yang

63

diinginkan. Kata kurangin termasuk ke dalam kelas kata

adjektiva. Maksud dari dialog tersebut adalah seorang pembeli

meminta kepada penjual untuk mengurangi harga jeruk.

Latar belakang terjadinya campur kode pada kata kurangin

yaitu kesantaian dan kebiasaan penutur dalam menyebutkan

„kurangi‟ menjadi kurangin. Fungsi campur kode tersebut

adalah kebutuhan kosakata, artinya kata umum yang biasa

digunakan sehinga orang-orang sudah mengerti maknanya

dengan sendirinya. Batasan dan tujuan berbicara menggunakan

kata kurangin yaitu untuk memberitahu dan mendesak kepada

lawan tutur tentang sesuatu yang dimaksud, misalnya pembeli

meminta kepada pedagang untuk mengurangi harga buah jeruk.

Struktur dan kaidah negosiasi berjalan dengan baik melalui

kompromi hingga mencapai kesepakatan harga di antara

keduanya.

9). Atuh

Peristiwa campur kode dijumpai pada kata atuh dengan

kutipan sebagai berikut:

Ina : “Kurangin lagi atuh bang.”

Peristiwa campur kode yang terjadi pada kata atuh

tersebut merupakan campur kode ke dalam (intern code-mixing)

karena kata atuh berasal dari bahasa daerah yang terdapat di

wilayah Republik Indonesia yaitu bahasa Sunda. Kata atuh

memiliki arti „dong' termasuk ke dalam kelas kata kategori fatis

yang digunakan untuk menghaluskan perintah. Kata atuh

termasuk ke dalam kelas kata kategori fatis menyatakan

perintah. Maksud dari dialog tersebut adalah seorang pembeli

memerintahkan kepada penjual untuk mengurangi harga jeruk.

Latar belakang terjadinya campur kode pada kata atuh

yaitu kesantaian dan kebiasaan penutur ketika berbicara dalam

situasi informal. Fungsi campur kode tersebut adalah kebutuhan

64

kosakata, artinya lawan tutur sudah mengerti maknanya dengan

sendirinya. Batasan dan tujuan berbicara menggunakan kata

atuh yaitu untuk memberitahu dan mendesak kepada lawan tutur

tentang sesuatu yang dimaksud, misalnya pembeli memberitahu

bahwa harga tersebut terlalu mahal sehingga ia meminta untuk

dikurangi harga buah jeruk kepada pedagang. Struktur dan

kaidah negosiasi berjalan dengan baik melalui kompromi hingga

mencapai kesepakatan harga di antara keduanya.

10). Kang

Peristiwa campur kode dijumpai pada kata kang dengan

kutipan sebagai berikut:

Ina : “Yah, kang...”

Peristiwa campur kode yang terjadi pada kata kang

tersebut merupakan campur kode ke dalam (intern code-mixing)

karena kata kang berasal dari bahasa daerah yang terdapat di

wilayah Republik Indonesia yaitu bahasa Sunda. Kata kang

memiliki arti „akang‟ yang berarti sebutan untuk kakak laki-laki.

Kata kang termasuk ke dalam kelas kata nomina dan dalam

dialog “Yah, kang...” terdapat kelas kata interjeksi yang

menyatakan kekecewaan. Maksud dari dialog tersebut adalah

pembeli kecewa karena harga yang dikurangi pedagang hanya

sedikit.

Latar belakang terjadinya campur kode pada kata kang

yaitu kesantaian dan kebiasaan penutur ketika berbicara dalam

situasi informal. Fungsi campur kode tersebut adalah penutur

(Ina) menghormati lawan tuturnya (Imam). Batasan dan tujuan

berbicara menggunakan kata kang yaitu untuk memberitahukan

rasa kekecewaan kepada lawan tutur, misalnya pembeli kecewa

karena harga jeruk hanya bisa diturunkan sedikit. Struktur dan

kaidah negosiasi berjalan dengan baik melalui kompromi hingga

mencapai kesepakatan harga di antara keduanya.

65

11). Jerukna

Peristiwa campur kode dijumpai pada kata jerukna dengan

kutipan sebagai berikut:

Imam : “Ini jerukna.”

Peristiwa campur kode yang terjadi pada kata jerukna

tersebut merupakan campur kode dialog. Campur kode kata

jerukna merupakan peristiwa campur kode ke dalam (intern

code-mixing) karena kata jerukna berasal dari bahasa daerah

yang terdapat di wilayah Republik Indonesia, yaitu bahasa

Sunda. Kata jerukna memiliki arti „jeruknya‟ yang berfungsi

sebagai kepemilikan. Kata jerukna termasuk ke dalam kelas kata

pronomina. Maksud dari dialog tersebut adalah penjual

memberikan jeruk kepada pembeli.

Latar belakang terjadinya campur kode pada kata jerukna

yaitu kesantaian dan kebiasaan penutur dalam menyebutkan

„jeruknya‟ menjadi jerukna karena menggunakan bahasa Sunda

dalam kehidupan sehari-hari. Fungsi campur kode tersebut

adalah mempertegas sesuatu, yaitu pedagang memberikan jeruk

yang sudah dibeli Ina. Batasan dan tujuan berbicara adalah

untuk memberitahu bahwa jeruk tersebut sudah diberikannya.

Struktur dan kaidah negosiasi berjalan dengan baik melalui

kompromi hingga mencapai kesepakatan harga di antara

keduanya.

12). Sami-sami

Peristiwa campur kode dijumpai pada kata sami-sami

dengan kutipan sebagai berikut:

Imam : “Sami-sami.”

Peristiwa campur kode yang terjadi pada kata sami-sami

tersebut merupakan campur kode dialog. Campur kode kata

sami-sami merupakan peristiwa campur kode ke dalam (intern

code-mixing) karena kata sami-sami berasal dari bahasa daerah

66

yang terdapat di wilayah Republik Indonesia, yaitu bahasa

Sunda. Kata sami-sami memiliki arti „sama-sama‟ yang

berfungsi sebagai balasan ucapan terima kasih seseorang. Kata

sami-sami termasuk ke dalam kelas kata adverbia. Maksud kata

sami-sami dari dialog tersebut adalah membalas ucapan terima

kasih kepada pembeli.

Latar belakang terjadinya campur kode pada kata sami-

sami yaitu kesantaian dan kebiasaan penutur dalam

menyebutkan „sama-sama‟ menjadi sami-sami karena penjual

terbiasa menggunakan bahasa Sunda dalam kehidupan sehari-

hari. Fungsi campur kode tersebut adalah kebutuhan kosakata,

yaitu balasan ucapan terima kasih kepada lawan tutur. Batasan

dan tujuan berbicara adalah untuk menjamu lawan tutur dengan

membalas ucapan terima kasih. Struktur dan kaidah negosiasi

berjalan dengan baik melalui kompromi hingga mencapai

kesepakatan harga di antara keduanya.

b. Analisis Wujud Campur Kode Frasa

1). Atuh neng

Peristiwa campur kode dijumpai pada frasa atuh neng

dengan kutipan sebagai berikut:

Imam : “Ayo beli beli beli. Buah segar segar segar.”

“Beli atuh neng, murah ini mah.”

Peristiwa campur kode yang terjadi pada frasa atuh neng

tersebut merupakan campur kode dialog. Campur kode frasa

atuh neng merupakan peristiwa campur kode ke dalam (intern

code-mixing) karena frasa atuh neng berasal dari bahasa daerah

yang terdapat di wilayah Republik Indonesia, yaitu bahasa

Sunda dan termasuk frasa nomina. Frasa atuh neng memiliki arti

„dong dek‟ yang berfungsi sebagai permintaan untuk membeli.

Atuh neng merupakan frasa kategori fatis. Maksud dari dialog

67

tersebut adalah penjual meminta pembeli untuk membeli

buahnya.

Latar belakang terjadinya campur kode pada frasa atuh

neng yaitu kesantaian dan kebiasaan penutur dalam

menyebutkan „dong dek‟ menjadi atuh neng karena penutur

biasa menggunakan bahasa Sunda dalam kehidupan sehari-hari.

Fungsi campur kode tersebut adalah ingin mencari jalan

termudah menyampaikan maksud, yaitu penutur meminta lawan

tutur untuk membeli buah tersebut. Batasan dan tujuan berbicara

adalah untuk membujuk lawan tutur, misalnya meminta

pembeli untuk membeli buah. Struktur dan kaidah negosiasi

berjalan dengan baik melalui kompromi hingga mencapai

kesepakatan harga di antara keduanya.

2). Aya atuh

Peristiwa campur kode dijumpai pada frasa aya atuh

dengan kutipan sebagai berikut:

Imam : “Aya atuh, yang manis kan?”

Peristiwa campur kode yang terjadi pada frasa tersebut

merupakan campur kode dialog. Campur kode frasa aya atuh

merupakan peristiwa campur kode ke dalam (intern code-

mixing) karena klausa aya atuh berasal dari bahasa daerah yang

terdapat di wilayah Republik Indonesia, yaitu bahasa Sunda.

frasa aya atuh memiliki arti „ada dong‟. Aya atuh termasuk ke

dalam frasa adverbia. Maksud dari dialog tersebut adalah

penjual memberitahukan bahwa terdapat buah jeruk yang

diinginkan pembeli.

Latar belakang terjadinya campur kode pada frasa aya

atuh yaitu kesantaian dan kebiasaan penutur dalam

menyebutkan „ada dong‟ menjadi aya atuh karena penutur biasa

menggunakan bahasa Sunda dalam kehidupan sehari-hari.

Fungsi campur kode tersebut adalah kebutuhan kosakata,

68

penutur (Imam) menunjukkan keakraban dalam situasi santai

kepada lawan tutur (Ina). Batasan dan tujuan berbicara adalah

untuk memberitahu lawan tutur, misalnya penjual

memberitahukan kepada pembeli bahwa ia menjual jeruk yang

diinginkan pembeli. Struktur dan kaidah negosiasi berjalan

dengan baik melalui kompromi hingga mencapai kesepakatan

harga di antara keduanya.

3). Nini jeung aki

Peristiwa campur kode dijumpai pada frasa nini jeung aki

dengan kutipan sebagai berikut:

Ina : “Buat nini jeung aki. Nini teh lagi sakit.”

Peristiwa campur kode yang terjadi pada frasa nini jeung

aki tersebut merupakan campur kode dialog. Campur kode frasa

nini jeung aki merupakan peristiwa campur kode ke dalam

(intern code-mixing) karena frasa nini jeung aki berasal dari

bahasa daerah yang terdapat di wilayah Republik Indonesia,

yaitu bahasa Sunda dan termasuk frasa nomina. Frasa nini jeung

aki memiliki arti „nenek dan kakek‟. Nini jeung aki merupakan

frasa nomina. Maksud dari dialog tersebut adalah pembeli

memberitahukan bahwa ia akan membeli buah untuk nenek dan

kakeknya.

Latar belakang terjadinya campur kode pada frasa nini

jeung aki yaitu kesantaian dan kebiasaan penutur dalam

menyebutkan „nenek dan kakek‟ menjadi nini jeung aki. Fungsi

campur kode tersebut adalah kebutuhan kosakata, unsur tersebut

merupakan hal yang umum yang biasa digunakan untuk

menyebut nenek dan kakek. Batasan dan tujuan berbicara adalah

untuk memberitahu lawan tutur, misalnya pembeli

memberitahukan kepada penjual bahwa ia ingin membeli buah

jeruk untuk nenek dan kakeknya. Struktur dan kaidah negosiasi

69

berjalan dengan baik melalui kompromi hingga mencapai

kesepakatan harga di antara keduanya.

3). Teu aya

Peristiwa campur kode dijumpai pada frasa teu aya dengan

kutipan sebagai berikut:

Ina : “Hmmm kurangin lagi deh. Nanti teu aya uang

buat pulang, kan nanti harus naik angkot.”

Peristiwa campur kode yang terjadi pada frasa teu aya

tersebut merupakan campur kode dialog. Campur kode frasa teu

aya merupakan peristiwa campur kode ke dalam (intern code-

mixing) karena frasa teu aya berasal dari bahasa daerah yang

terdapat di wilayah Republik Indonesia, yaitu bahasa Sunda.

frasa teu aya memiliki arti „tidak ada‟. Teu aya merupakan frasa

adjektiva. Maksud dari dialog tersebut adalah pembeli

memberitahu bahwa uangnya tidak cukup jika harga jeruk tidak

bisa dikurangi.

Latar belakang terjadinya campur kode pada klausa teu

aya yaitu kesantaian dan kebiasaan penutur dalam menyebutkan

„tidak ada‟ menjadi teu aya. Fungsi campur kode tersebut karena

ingin mencari jalan termudah dalam menyampaikan maksud.

Batasan dan tujuan berbicara adalah memberitahu lawan tutur,

misalnya pembeli memberitahu kepada penjual bahwa uang

yang ia miliki tidak mencukupi, maka itu ia meminta kepada

penjual untuk mengurangi harga jeruk. Struktur dan kaidah

negosiasi berjalan dengan baik melalui kompromi hingga

mencapai kesepakatan harga di antara keduanya.

c. Analisis Wujud Campur Kode Kalimat

1). Aya jeruk teu, kang?

Peristiwa campur kode dijumpai pada kalimat aya jeruk

teu kang dengan kutipan sebagai berikut:

Ina : “Aya jeruk teu, kang?”

70

Peristiwa campur kode yang terjadi pada kalimat aya jeruk

teu kang tersebut merupakan campur kode dialog. Campur kode

kalimat aya jeruk teu kang merupakan peristiwa campur kode ke

dalam (intern code-mixing) karena kalimat aya jeruk teu kang

berasal dari bahasa daerah yang terdapat di wilayah Republik

Indonesia, yaitu bahasa Sunda. kalimat aya jeruk teu kang

memiliki arti „ada jeruk tidak, kak?‟. Maksud dari dialog

tersebut adalah pembeli menanyakan kepada penjual apakah ia

menjual jeruk.

Latar belakang terjadinya campur kode pada kalimat aya

jeruk teu kang yaitu kesantaian dan kebiasaan penutur dalam

menyebutkan „ada jeruk tidak kak?‟ menjadi aya jeruk teu kang.

Fungsi campur kode tersebut adalah membicarakan topik

tertentu, yaitu penutur mencari buah yang diinginkannya dengan

bertanya kepada lawan tutur. Batasan dan tujuan berbicara

adalah untuk memberitahu lawan tutur, misalnya pembeli

memberitahukan kepada penjual bahwa ia sedang mencari buah

jeruk. Struktur dan kaidah negosiasi berjalan dengan baik

melalui kompromi hingga mencapai kesepakatan harga di antara

keduanya.

2). Sabaraha atuh sakilona?

Peristiwa campur kode dijumpai pada kalimat sabaraha

atuh sakilona? dengan kutipan sebagai berikut:

Ina : “Yaiyalah, masa yang asem. Buat apa? Sabaraha atuh

sakilona?”

Peristiwa campur kode yang terjadi pada kalimat sabaraha

atuh sakilona tersebut merupakan campur kode ke dalam

(intern code-mixing) karena kalimat sabaraha atuh sakilona

tersebut berasal dari bahasa daerah yang terdapat di wilayah

Republik Indonesia yaitu bahasa Sunda. Kalimat sabaraha atuh

sakilona tersebut memiliki arti „berapa dong sekilonya?‟ yang

berfungsi untuk menanyakan harga jeruk. Maksud dari dialog

71

tersebut adalah seorang pembeli menanyakan harga jeruk sekilo

kepada penjual.

Latar belakang terjadinya campur kode pada kalimat

sabaraha atuh sakilona tersebut yaitu kesantaian dan kebiasaan

penutur ketika berbicara dalam situasi informal. Fungsi campur

kode tersebut adalah membicarakan topik tertentu, yaitu tentang

harga jeruk. Batasan dan tujuan berbicara menggunakan kalimat

sabaraha atuh sakilona yaitu untuk memberitahukan dan

melaporkan kepada lawan tutur tentang sesuatu yang dimaksud,

misalnya pembeli memberitahukan bahwa ia ingin jeruk yang

manis bukan yang asam dan menanyakan harga jeruk perkilo.

Struktur dan kaidah negosiasi berjalan dengan baik melalui

tawar menawar dan kompromi hingga mencapai kesepakatan

harga di antara keduanya.

3). Dalapan ribu sakilona, bonus biji jeung kulitna, dapet karesek

pula.

Peristiwa campur kode dijumpai pada kalimat dalapan

ribu sakilona, bonus biji jeung kulitna, dapet karesek pula

dengan kutipan sebagai berikut:

Imam : “Dalapan ribu sakilona, bonus biji jeung kulitna,

dapet karesek pula”

Peristiwa campur kode yang terjadi pada kalimat dalapan

ribu sakilona, bonus biji jeung kulitna, dapet karesek pula

tersebut merupakan campur kode dialog. Campur kode kalimat

dalapan ribu sakilona, bonus biji jeung kulitna, dapet karesek

pula merupakan peristiwa campur kode ke dalam (intern code-

mixing) karena kalimat dalapan ribu sakilona, bonus biji jeung

kulitna, dapet karesek pula berasal dari bahasa daerah yang

terdapat di wilayah Republik Indonesia, yaitu bahasa Sunda.

kalimat dalapan ribu sakilona, bonus biji jeung kulitna, dapet

karesek pula memiliki arti „delapan ribu sekilonya, bonus biji

72

dan kulitnya, dapet kantong plastik juga‟. Maksud dari dialog

tersebut adalah penjual memberitahu harga jeruk sekilonya.

Latar belakang terjadinya campur kode pada kalimat

tersebut yaitu kesantaian dan kebiasaan penutur dalam

menyebutkan „delapan ribu sekilonya, bonus biji dan kulitnya,

dapet kantong plastik juga‟ menjadi Dalapan ribu sakilona,

bonus biji jeung kulitna, dapet karesek pula karena penutur

biasa menggunakan bahasa Sunda dalam kehidupan sehari-hari.

Fungsi campur kode tersebut adalah membicarakan topik

tertentu, yaitu penutur membicarakan harga buah jeruk. Batasan

dan tujuan berbicara adalah untuk memberitahu lawan tutur,

misalnya penjual memberitahukan kepada pembeli bahwa harga

jeruk sekilonya yaitu Rp 8.000. Struktur dan kaidah negosiasi

berjalan dengan baik melalui kompromi hingga mencapai

kesepakatan harga di antara keduanya.

4). Meserna sabaraha kilo?

Peristiwa campur kode dijumpai pada kalimat meserna

sabaraha kilo dengan kutipan sebagai berikut:

Imam : “Meserna sabaraha kilo?”

Peristiwa campur kode yang terjadi pada kalimat meserna

sabaraha kilo tersebut merupakan campur kode dialog. Campur

kode kalimat meserna sabaraha kilo merupakan peristiwa

campur kode ke dalam (intern code-mixing) karena kalimat

meserna sabaraha kilo berasal dari bahasa daerah yang terdapat

di wilayah Republik Indonesia, yaitu bahasa Sunda. kalimat

meserna sabaraha kilo memiliki arti „belinya berapa kilo?‟

Maksud dari dialog tersebut adalah menanyakan kepada pembeli

akan membeli berapa kilo.

Latar belakang terjadinya campur kode pada kalimat

tersebut yaitu kesantaian dan kebiasaan penutur dalam

menyebutkan „belinya berapa kilo?‟ menjadi meserna sabaraha

73

kilo? karena penutur biasa menggunakan bahasa Sunda dalam

kehidupan sehari-hari. Fungsi campur kode tersebut adalah

membicarakan topik tertentu, yaitu penutur membicarakan dan

menanyakan pembeli akan membeli jeruk berapa banyak.

Struktur dan kaidah negosiasi berjalan dengan baik melalui

kompromi hingga mencapai kesepakatan harga di antara

keduanya.

5). Teu bisa kurang atuh, kang?

Peristiwa campur kode dijumpai pada kalimat teu bisa

kurang atuh, kang dengan kutipan sebagai berikut:

Ina : “Teu bisa kurang atuh, kang?”

Peristiwa campur kode yang terjadi pada kalimat teu bisa

kurang atuh, kang? tersebut merupakan campur kode dialog.

Campur kode kalimat teu bisa kurang atuh, kang? merupakan

peristiwa campur kode ke dalam (intern code-mixing) karena

kalimat Teu bisa kurang atuh, kang? berasal dari bahasa daerah

yang terdapat di wilayah Republik Indonesia, yaitu bahasa

Sunda. kalimat teu bisa kurang atuh, kang? memiliki arti „tidak

bisa dikurang dong, kak?‟. Maksud dari dialog tersebut adalah

pembeli meminta kepada penjual untuk mengurangi harga jeruk.

Latar belakang terjadinya campur kode pada kalimat

tersebut yaitu kesantaian dan kebiasaan penutur ketika berbicara

dalam situasi informal. Fungsi campur kode tersebut adalah

membicarakan topik tertentu, yaitu tentang tawar-menawar

harga buah Batasan dan tujuan berbicara adalah untuk

memberitahu dan meminta, misalnya pembeli memberitahu

bahwa ia meminta penjual untuk mengurangi harga jeruk.

Struktur dan kaidah negosiasi berjalan dengan baik melalui

kompromi hingga mencapai kesepakatan harga di antara

keduanya.

74

7. Analisis Wujud Campur Kode Kelompok 7 pada Negosiasi tahun

Pelajaran 2013/2014

a. Analisis Wujud Campur Kode Kata

1). Club

Peristiwa campur kode dijumpai pada kata club dengan

kutipan sebagai berikut:

Sony : “Selamat, Anda telah bergabung di club

Manchester City.”

Peristiwa campur kode yang terjadi pada kata club tersebut

merupakan campur kode dialog. Campur kode kata club

merupakan peristiwa campur kode keluar (ekstern code-mixing)

karena kata club berasal dari bahasa asing yaitu bahasa Inggris.

Kata club memiliki arti „perkumpulan‟ yang berarti

perkumpulan para pemain sepak bola. Kata club termasuk

termasuk ke dalam kelas kata nomina. Maksud dari dialog di

atas pada kata club yaitu seorang manager sepak bola yang ingin

mengontrak pemain sepak bola bernama Bagas untuk bermain di

perkumpulan sepak bolanya yang bernama Manchester City.

Latar belakang terjadinya campur kode pada kata club

yaitu kesantaian dan kebiasaan penutur dalam menyebutkan

„perkumpulan‟ menjadi club dalam situasi informal. Fungsi

campur kode tersebut adalah kebutuhan kosakata karena kata

tersebut sudah umum digunakan dan tidak ada padanan kata

yang tepat dalam bahasa Indonesia. Batasan dan tujuan

berbicara menggunakan kata club yaitu untuk memberitahukan

serta mengajak lawan tutur tentang sesuatu yang dimaksud,

misalnya Sony memberitahukan bahwa Bagas telah bergabung

di Manchester City. Struktur dan kaidah negosiasi berjalan

dengan baik melalui kompromi dan tawar-menawar hingga

mencapai kesepakatan harga di antara keduanya.

75

8. Analisis Wujud Campur Kode Kelompok 8 pada Negosiasi Tahun

Pelajaran 2013/2014

a. Analisis Wujud Campur Kode Kata

1). Listnya

Peristiwa campur kode dijumpai pada kata list dengan

kutipan sebagai berikut:

Vidi : “Kalo misalnya yang ada sama yang gak ada saya

tau dari mana ya? Bapak bawa listnya gak Pak?”

Said : “Bawa listnya sebentar, saya cek dulu ya.”

“Ini Bu listnya.”

Peristiwa campur kode yang terjadi pada kata list tersebut

merupakan campur kode dialog. Campur kode kata list

merupakan peristiwa campur kode keluar (ekstern code-mixing)

karena kata list berasal dari bahasa asing yaitu bahasa Inggris.

Kata list memiliki arti „daftar‟ yang berarti daftar-daftar nama

buku. Kata list termasuk ke dalam kelas kata nomina. Maksud

dari dialog di atas pada kata list yaitu seorang pembeli bernama

Vidi yang ingin melihat daftar nama-nama buku perusahaan

Bapak Adam.

Latar belakang terjadinya campur kode pada kata list yaitu

kesantaian dan kebiasaan penutur dalam menyebutkan „daftar‟

menjadi list dalam situasi informal. Fungsi campur kode tersebut

adalah kebutuhan kosakata karena unsur tersebut merupakan hal

yang umum yang biasa digunakan orang-orang untuk

menyebutkan sesuatu yang disebut daftar nama-nama barang

sehingga orang-orang sudah mengerti maknanya dengan

sendirinya. Batasan dan tujuan berbicara menggunakan kata list

yaitu untuk memberitahukan dan menjamu lawan tutur tentang

sesuatu yang dimaksud, misalnya Vidi meminta kepada Said

daftar buku yang ada pada Said, kemudian Said memberikan

daftar nama-nama judul buku pada Vidi. Struktur dan kaidah

negosiasi berjalan dengan baik melalui kompromi dan tawar-

76

menawar hingga mencapai kesepakatan harga di antara Adam,

Said, dan Vidi.

2). Mas

Peristiwa campur kode dijumpai pada kata mas dengan

kutipan sebagai berikut:

Vidi : “Liat dulu ya mas.”

Peristiwa campur kode yang terjadi pada kata mas tersebut

merupakan campur kode dialog. Campur kode kata mas

merupakan peristiwa campur kode ke dalam (intern code-

mixing) karena kata mas berasal dari bahasa daerah yang

terdapat di wilayah Republik Indonesia, yaitu bahasa Jawa. Kata

mas memiliki arti „kata sapaan terhadap laki-laki yang dianggap

lebih tua‟ yang berfungsi sebagai panggilan untuk laki-laki. Kata

mas termasuk ke dalam kelas kata nomina. Maksud kata mas

dari dialog tersebut adalah untuk menyapa seorang penjual.

Latar belakang terjadinya campur kode pada kata mas

yaitu kesantaian dan kebiasaan penutur ketika berbicara dalam

situasi informal. Fungsi campur kode tersebut adalah penutur

mengohormati lawan tuturnya. Batasan dan tujuan berbicara

adalah untuk menyapa seseorang jika tidak menyebutkan atau

tidak diketahui namanya. Struktur dan kaidah negosiasi berjalan

dengan baik melalui kompromi hingga mencapai kesepakatan

harga di antara keduanya.

b. Analisis Wujud Campur Kode Frasa

1). Best Seller

Peristiwa campur kode dijumpai pada frasa best seller

dengan kutipan sebagai berikut:

Said : “Namanya juga best seller Bu, jadi cepet habis

Bu.”

Vidi : “Yah, namanya best seller mah harusnya ada

stoknya dong mas.”

77

Peristiwa campur kode yang terjadi pada frasa best seller

tersebut merupakan campur kode dialog. Campur kode frasa

best seller merupakan peristiwa campur kode keluar (ekstern

code-mixing) karena frasa best seller berasal dari bahasa asing

yaitu bahasa Inggris. Kata list memiliki arti „daftar‟ yang berarti

daftar-daftar nama buku. Best seller merupakan frasa adjektiva.

Maksud dari dialog di atas pada kata list yaitu seorang pembeli

bernama Vidi yang ingin melihat daftar nama-nama buku

perusahaan Bapak Adam

Latar belakang terjadinya campur kode pada frasa best

seller yaitu kesantaian dan kebiasaan penutur dalam

menyebutkan „penjualan terbaik‟ menjadi best seller dalam

situasi informal. Fungsi campur kode tersebut adalah kosakata

karena unsur tersebut merupakan hal yang umum yang biasa

digunakan orang-orang untuk menyebutkan sesuatu yang disebut

penjualan terbaik sehingga orang-orang sudah mengerti

maknanya dengan sendirinya. Batasan dan tujuan berbicara

menggunakan frasa best seller yaitu untuk memberitahukan

pembeli bahwa buku tersebut merupakan penjualan terbaik.

Struktur dan kaidah negosiasi berjalan dengan baik melalui

kompromi dan tawar-menawar hingga mencapai kesepakatan

harga di antara Adam, Said, dan Vidi.

c. Analisis Wujud Campur Kode Singkatan

1). Internet

Peristiwa campur kode dijumpai pada singkatan internet

dengan kutipan sebagai berikut:

Vidi : “Ini Pak, saya melihat iklan di internet Bapak jual

buku William Shake Spare ya. Saya Vidi.”

Peristiwa campur kode yang terjadi pada singkatan

internet tersebut merupakan campur kode dialog. Campur kode

singkatan internet merupakan peristiwa campur kode keluar

78

(ekstern code-mixing) karena singkatan internet berasal dari

bahasa Inggris, internet berasal dari singkatan Interconnection-

networking yang artinya „jaringan internasional‟ berarti

kumpulan dari jutaan komputer di seluruh dunia yang

terkoneksi. Maksud dari dialog di atas pada singkatan internet

yaitu seorang pembeli bernama Vidi melihat pada sebuat situs

penjualan bahwa Bapak Adam menjual buku-buku.

Latar belakang terjadinya campur kode pada singkatan

internet yaitu tidak ada ungkapan lain yang tepat dalam bahasa

yang sedang dipakai. Fungsi campur kode tersebut adalah

kebutuhan kosakata karena singkatan tersebut merupakan hal

yang umum yang biasa digunakan dan tidak ada padanan kata

yang tepat dalam bahasa Indonesia. Batasan dan tujuan

berbicara menggunakan singkatan internet yaitu untuk

memberitahukan lawan tutur tentang sesuatu yang dimaksud,

misalnya Vidi memberitahu kepada Adam bahwa ia melihat

usaha Bapak Adam yang tertera di internet. Struktur dan kaidah

negosiasi berjalan dengan baik melalui kompromi dan tawar-

menawar hingga mencapai kesepakatan harga di antara Adam,

Said, dan Vidi.

2). DHL

Peristiwa campur kode dijumpai pada singkatan DHL

dengan kutipan sebagai berikut:

Said : “Hmmm sebenarnya bisa lebih cepat lagi pakai

DHL itu bisa 1-2 minggu ditambah bea cukai

mungkin harganya lebih mahal Bu. Jadi gimana

Bu?”

Peristiwa campur kode yang terjadi pada singkatan DHL

tersebut merupakan campur kode dialog. Campur kode

singkatan DHL merupakan peristiwa campur kode keluar

(ekstern code-mixing) karena singkatan DHL berasal dari bahasa

Inggris, DHL berasal dari singkatan Dalsey, Hillblom, dan Lynn

yaitu nama pendiri DHL yang merupakan perusahaan

79

multinasional dalam bidang kurir ekspres dan logistik yang

bermarkas di Bonn, Jerman dan Plantation, Florida, serta

Amerika Serikat. Maksud dari dialog di atas pada singkatan

DHL yaitu Said memberitahu kepada Vidi cara pengiriman

barang yang cepat.

Latar belakang terjadinya campur kode pada singkatan

DHL yaitu tidak ada ungkapan lain yang tepat dalam bahasa

yang sedang dipakai. Fungsi campur kode tersebut adalah

kebutuhan kosakata karena singkatan tersebut merupakan hal

yang umum yang biasa digunakan dan tidak ada padanan kata

yang tepat dalam bahasa Indonesia. Batasan dan tujuan

berbicara menggunakan singkatan DHL yaitu untuk

memberitahukan lawan tutur tentang sesuatu yang dimaksud,

misalnya Said memberitahu kepada Vidi cara pengiriman yang

cepat walaupun dengan biaya yang agak mahal. Struktur dan

kaidah negosiasi berjalan dengan baik melalui kompromi dan

tawar-menawar hingga mencapai kesepakatan harga di antara

Adam, Said, dan Vidi.

9. Analisis Wujud Campur Kode Kelompok 9 pada Negosiasi Tahun

Pelajaran 2013/2014

a. Analisis Wujud Campur Kode Kata

1). Mbak

Peristiwa campur kode dijumpai pada kata mbak dengan

kutipan sebagai berikut:

Arvin : “Iya mba, permisi.”

Revy : “Oh ya, kita mau cari-cari gitar nih mba. Kira-kira

merk yang bagus apa ya, mba?”

Peristiwa campur kode yang terjadi pada kata mbak

tersebut merupakan campur kode dialog. Campur kode kata

mbak merupakan peristiwa campur kode ke dalam (intern code-

mixing) karena kata mbak berasal dari bahasa daerah yang

80

terdapat di wilayah Republik Indonesia, yaitu bahasa Jawa. Kata

mbak memiliki arti „kata sapaan terhadap wanita yang dianggap

lebih tua‟ yang berfungsi sebagai panggilan untuk wanita. Kata

mbak termasuk ke dalam kelas kata nomina. Maksud kata mbak

tersebut adalah untuk menyapa seorang penjual di toko.

Latar belakang terjadinya campur kode pada kata mbak

yaitu kesantaian dan kebiasaan penutur ketika berbicara dalam

situasi informal. Fungsi campur kode tersebut adalah penutur

menghormati lawan tuturnya. Batasan dan tujuan berbicara

adalah untuk menyapa seseorang jika tidak menyebutkan atau

tidak mengetahui namanya. Struktur dan kaidah negosiasi

berjalan dengan baik melalui kompromi hingga mencapai

kesepakatan harga di antara keduanya.

2). Mas

Peristiwa campur kode dijumpai pada kata mas dengan

kutipan sebagai berikut:

Natasha : “Mau cari apa ya, mas? gitar? Senar? Buku

musik juga ada.”

Peristiwa campur kode yang terjadi pada kata mas tersebut

merupakan campur kode dialog. Campur kode kata mas

merupakan peristiwa campur kode ke dalam (intern code-

mixing) karena kata mas berasal dari bahasa daerah yang

terdapat di wilayah Republik Indonesia, yaitu bahasa Jawa. Kata

mas memiliki arti „kata sapaan terhadap laki-laki yang dianggap

lebih tua‟ yang berfungsi sebagai panggilan untuk laki-laki. Kata

mas termasuk ke dalam kelas kata nomina. Maksud kata mas

dari dialog tersebut adalah untuk menyapa seorang pembeli.

Latar belakang terjadinya campur kode pada kata mas

yaitu kesantaian dan kebiasaan penutur ketika berbicara dalam

situasi informal. Fungsi campur kode tersebut adalah penutur

menghormati lawan tuturnya yang ingin membeli gitar. Batasan

dan tujuan berbicara adalah untuk menyapa seseorang jika tidak

81

menyebutkan atau tidak diketahui namanya. Struktur dan kaidah

negosiasi berjalan dengan baik melalui kompromi hingga

mencapai kesepakatan harga di antara keduanya .

3). Sorry

Peristiwa campur kode dijumpai pada kata sorry dengan

kutipan sebagai berikut:

Revy : “Yah, sorry Vin.

Kurang berapa ya, mbak?”

Peristiwa campur kode yang terjadi pada kata sorry

tersebut merupakan campur kode dialog. Campur kode kata

sorry merupakan peristiwa campur kode keluar (ekstern code-

mixing) karena kata sorry berasal dari bahasa asing yaitu bahasa

Inggris. Kata sorry memiliki arti „maaf‟ yang berfungsi sebagai

permintaan maaf seseorang kepada orang lain atas sesuatu yang

telah diperbuat. Kata sorry termasuk ke dalam kelas kata

adverbia. Maksud dari dialog tersebut adalah Revy meminta

maaf kepada Arvin bahwa uang yang ia bawa untuk membeli

gitar ternyata tidak cukup.

Latar belakang terjadinya campur kode pada kata sorry

yaitu kesantaian dan kebiasaan penutur dalam menyebutkan

„maaf‟ menjadi sorry karena kata tersebut lebih sering

diucapkan sehingga menjadi suatu kebiasaan berbicara

menggunakan bahasa asing. Fungsi campur kode tersebut adalah

penutur (Revy) menunjukkan keakraban dalam situasi santai

kepada lawan tutur (Arvin). Batasan dan tujuan berbicara

menggunakan kata sorry yaitu untuk memberitahukan serta

membujuk lawan tutur tentang sesuatu yang dimaksud, misalnya

Revy meminta maaf kepada Arvin bahwa uangnya tidak cukup,

kemudian ia membujuk Arvin untuk membayar dengan

uangnya. Struktur dan kaidah negosiasi berjalan dengan baik

melalui kompromi hingga mencapai kesepakatan harga di antara

keduanya .

82

10. Analisis Wujud Campur Kode Kelompok 11 pada Negosiasi Tahun

Pelajaran 2013/2014

a. Analisis Wujud Campur Kode Singkatan

1). Internet

Peristiwa campur kode dijumpai pada singkatan internet

dengan kutipan sebagai berikut:

Gani : “Saya lihat di internet, ini rumah yang menjual

furniture itu ya?”

Peristiwa campur kode yang terjadi pada singkatan

internet tersebut merupakan campur kode dialog. Campur kode

singkatan internet merupakan peristiwa campur kode keluar

(ekstern code-mixing) karena singkatan internet berasal dari

bahasa Inggris, internet berasal dari singkatan Interconnection-

networking yang artinya Singkatan internet memiliki arti

„jaringan internasional‟ yang berarti kumpulan dari jutaan

komputer di seluruh dunia yang terkoneksi. Maksud dari dialog

di atas pada singkatan internet yaitu seorang pembeli bernama

Gani melihat pada sebuah situs jejaring sosial bahwa di rumah

Ibu Anita menjual mebel.

Latar belakang terjadinya campur kode pada singkatan

internet yaitu tidak ada ungkapan lain yang tepat dalam bahasa

yang sedang dipakai. Fungsi campur kode tersebut adalah

kebutuhan kosakata karena singkatan tersebut merupakan hal

yang umum yang biasa digunakan dan tidak ada padanan kata

yang tepat dalam bahasa Indonesia. Batasan dan tujuan

berbicara menggunakan singkatan internet yaitu untuk

memberitahukan lawan tutur tentang sesuatu yang dimaksud,

misalnya Bapak Gani memberitahu kepada Bapak Andi bahwa

ia melihat penjualan mebel di rumah tersebut lewat situs jejaring

sosial. Struktur dan kaidah negosiasi berjalan dengan baik

melalui kompromi dan tawar-menawar hingga mencapai

kesepakatan harga di antara mereka.

83

2). DP

Peristiwa campur kode dijumpai pada singkatan DP

dengan kutipan sebagai berikut:

Bu Anita : “Iya, kalau gitu nanti Bapak tanda tangan di

sini, terus nanti tulis alamat Bapak. Selama

dua hari ke depan mungkin barangnya akan

diantar. Tapi barangnya akan diantar kalau

bapak sudah bayar DP uangnya.”

Peristiwa campur kode yang terjadi pada singkatan DP

tersebut merupakan campur kode dialog. Campur kode

singkatan DP merupakan peristiwa campur kode keluar (ekstern

code-mixing) karena singkatan DP berasal dari bahasa Inggris,

DP berasal dari singkatan Down Payment yang artinya „uang

muka‟, berarti seseorang harus membayar uang muka terlebih

dahulu ketika melakukan transaksi jual beli. Maksud dari dialog

di atas pada singkatan DP yaitu Bu Anita meminta kepada

Bapak Gani untuk membayar uang muka terlebih dahulu, setelah

itu barang akan di antar ke rumah Bapak Gani.

Latar belakang terjadinya campur kode pada singkatan DP

yaitu kesantaian dan kebiasaan penutur dalam mengucapkan

singkatan DP dibandingkan dengan „uang muka‟. Fungsi

campur kode tersebut adalah kebutuhan kosakata, penutur

menyebutkan singkatan umum yang biasa digunakan dalam

kehidupan sehari-hari, sehingga lawan bicara mengerti maksud

dan maknanya dengan sendirinya. Batasan dan tujuan berbicara

menggunakan singkatan DP yaitu untuk memberitahukan lawan

tutur tentang sesuatu yang dimaksud, misalnya Ibu Anita

memberitahukan kepada Bapak Gani bahwa ia akan

mengantarkan barang mebel ke rumah Bapak Gani jika ia sudah

membayar uang muka. Struktur dan kaidah negosiasi berjalan

dengan baik melalui kompromi dan tawar-menawar hingga

mencapai kesepakatan harga di antara mereka.

84

11. Analisis Wujud Campur Kode Kelompok 12 pada Negosiasi Tahun

Pelajaran 2013/2014

a. Analisis Wujud Campur Kode Kata

1). Handphone

Peristiwa campur kode dijumpai pada kata handphone

dengan kutipan sebagai berikut:

Nindy : Wah, handphone baru tuh.

Febry : “Ini Mas teman saya katanya dia pengen beli

handphone promo kaya saya. Masih ada nggak?”

Peristiwa campur kode yang terjadi pada kata Handphone

tersebut merupakan campur kode dialog. Campur kode kata

handphone merupakan peristiwa campur kode keluar (ekstern

code-mixing) karena kata Handphone berasal dari bahasa asing

yaitu bahasa Inggris. Handphone berasal dari dua kata yaitu

hand dan phone. Hand memiliki arti „tangan/genggam‟,

sedangkan phone memiliki arti „telepon‟. Jadi, handphone

berarti „telepon genggam‟ yang berfungsi sebagai alat

komunikasi dengan antena tanpa kabel yang dapat dibawa

kemana-mana. Walaupun terdiri dari dua kata namun penulisan

kata handphone harus ditulis gabung karena kata tersebut

dikenal dengan istilah kata majemuk. Kelas kata yang terdapat

dalam kata handphone adalah kelas kata nomina dan pada dialog

“wah, handphone baru tuh” terdapat kelas kata interjeksi pada

kata „wah‟. Maksud dari dialog pertama pada kata Handphone

yaitu Nindy menyindir Febry ketika Febry memiliki telepon

genggam baru. Dialog kedua, Febry memberitahu kepada

penjual (Iswara) bahwa temannya (Nindy) ingin membeli

telepon genggam promo sama seperti kepunyaannya.

Latar belakang terjadinya campur kode pada kata

handphone yaitu kesantaian dan kebiasaan penutur dalam

menyebutkan „telepon genggam‟ menjadi handphone. Fungsi

campur kode dalam dialog tersebut adalah kebutuhan kosakata,

85

penutur menyebutkan benda umum yang biasa digunakan dalam

kehidupan sehari-hari, sehingga lawan tutur mengerti maksud

dan maknanya dengan sendirinya. Batasan dan tujuan berbicara

menggunakan kata handphone yaitu untuk memberitahukan dan

melaporkan kepada lawan tutur tentang sesuatu yang dimaksud,

misalnya si pembeli memberitahukan kepada penjual maksud

kedatangannya di toko tersebut, begitu juga dengan penjual yang

hendak melaporkan kepada pembeli merek apa yang akan dibeli.

Struktur dan kaidah negosiasi berjalan dengan baik melalui

kompromi hingga mencapai kesepakatan harga di antara

keduanya .

2). Mbak

Peristiwa campur kode dijumpai pada kata mbak dengan

kutipan sebagai berikut:

Iswara : “Permisi, mba. Ada yang bisa saya bantu?”

Iswara : “Yang ada di meja ini saja, mba.”

Peristiwa campur kode yang terjadi pada kata mbak

tersebut merupakan campur kode dialog. Campur kode kata

mbak merupakan peristiwa campur kode ke dalam (intern code-

mixing) karena kata mbak berasal dari bahasa daerah yang

terdapat di wilayah Republik Indonesia, yaitu bahasa Jawa. Kata

mbak memiliki arti „kata sapaan terhadap wanita yang dianggap

lebih tua‟ yang berfungsi sebagai panggilan untuk wanita. Kata

mbak termasuk ke dalam kelas kata nomina. Maksud kata mbak

tersebut adalah untuk menyapa seorang pembeli yang ingin

membeli telepon genggam.

Latar belakang terjadinya campur kode pada kata mbak

yaitu kesantaian dan kebiasaan penutur ketika berbicara dalam

situasi informal. Fungsi campur kode tersebut adalah penutur

menghormati lawan tuturnya. Batasan dan tujuan berbicara

adalah untuk menyapa seseorang jika tidak menyebutkan atau

tidak mengetahui namanya. Struktur dan kaidah negosiasi

86

berjalan dengan baik melalui kompromi hingga mencapai

kesepakatan harga di antara keduanya.

3). Mas

Peristiwa campur kode dijumpai pada kata mas dengan

kutipan sebagai berikut:

Febry : “Ini mas teman saya katanya dia pengen beli

handphone promo kaya saya. Masih ada nggak?”

Nindy : “Iya mas, yang mana aja yang masih promo?”

Peristiwa campur kode yang terjadi pada kata mas tersebut

merupakan campur kode dialog. Campur kode kata mas

merupakan peristiwa campur kode ke dalam (intern code-

mixing) karena kata mas berasal dari bahasa daerah yang

terdapat di wilayah Republik Indonesia, yaitu bahasa Jawa. Kata

mas memiliki arti „kata sapaan terhadap laki-laki yang dianggap

lebih tua‟ yang berfungsi sebagai panggilan untuk laki-laki. Kata

mas termasuk ke dalam kelas kata nomina. Maksud kata mas

dari dialog tersebut adalah untuk menyapa seorang penjual di

toko.

Latar belakang terjadinya campur kode pada kata mas

yaitu kesantaian dan kebiasaan penutur ketika berbicara dalam

situasi informal. Fungsi campur kode tersebut adalah penutur

menghormati lawan tuturnya. Batasan dan tujuan berbicara

adalah untuk menyapa seseorang jika tidak menyebutkan atau

tidak diketahui namanya. Struktur dan kaidah negosiasi berjalan

dengan baik melalui kompromi hingga mencapai kesepakatan

harga di antara keduanya.

4). Second

Peristiwa campur kode dijumpai pada kata second dengan

kutipan sebagai berikut:

Iswara : “Pasti KW. Ini udah asli Mba. Yang lain

mah pasti second atau nggak KW-KWan.”

Peristiwa campur kode yang terjadi pada kata second

tersebut merupakan campur kode dialog. Campur kode kata

87

second merupakan peristiwa campur kode keluar (ekstern code-

mixing) karena kata second berasal dari bahasa asing yaitu

bahasa Inggris. Kata second memiliki arti „kedua‟ yang

berfungsi sebagai barang kedua/bekas. Kata second termasuk ke

dalam kelas kata adjektiva. Maksud dari dialog tersebut adalah

Iswara seorang penjual memberitahu kepda Nindy dan Febry

bahwa telepon genggam tersebut produk asli, bukan barang

bekas.

Latar belakang terjadinya campur kode pada kata second

yaitu kesantaian dan kebiasaan penutur dalam menyebutkan

„barang bekas‟ menjadi second karena kebiasaan penutur dalam

menggunakan bahasa asing. Fungsi campur kode tersebut adalah

kebutuhan kosakata, penutur menyebutkan istilah umum yang

biasa digunakan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga lawan

bicara menegerti maksud dan makna dengan sendirinya. Batasan

dan tujuan berbicara menggunakan kata second yaitu untuk

memberitahu bahwa barang yang Iswara jual merupakan barang

asli, bukan barang bekas. Struktur dan kaidah negosiasi berjalan

dengan baik melalui kompromi hingga mencapai kesepakatan

harga di antara ketiganya.

b. Analisis Wujud Campur Kode Singkatan

1). Hp

Peristiwa campur kode dijumpai pada singkatan hp dengan

kutipan sebagai berikut:

Nindy : “Oh promo? Beli dimana? Mau tuh, gue juga

pengen beli hp baru nih.”

Peristiwa campur kode yang terjadi pada singkatan hp

tersebut merupakan campur kode dialog. Campur kode pada

singkatan hp merupakan peristiwa campur kode keluar (ekstern

code-mixing) sebab hp merupakan singkatan yang berasal dari

bahasa Inggris, dari singkatan handphone yang artinya telepon

88

genggam. Maksud dari dialog di atas adalah Nindy ingin

membeli telepon genggam baru.

Latar belakang terjadinya campur kode pada singkatan hp

yaitu kesantaian dan kebiasaan penutur dalam menggunakan

bahasa asing sehingga lebih sering mengucapkan hp untuk

mempersingkat pengucapan kata handphone. Fungsi campur

kode terebut adalah kebutuhan kosakata, penutur menyebutkan

benda umum yang biasa digunakan dalam kehidupan sehari-hari,

sehingga lawan bicara mengerti maksud dan maknanya dengan

sendirinya. Batasan dan tujuan berbicara menggunakan

singkatan hp yaitu untuk memberitahukan dan melaporkan

kepada penjual bahwa Nindy telepon genggam baru yang sedang

promo. Struktur dan kaidah negosiasi berjalan dengan baik

melalui kompromi hingga mencapai kesepakatan harga di antara

keduanya.

D. Latar Belakang Terjadinya Campur Kode

Latar belakang siswa menggunakan campur kode adalah sebagai

berikut:

1. Kesantaian dan kebiasaan penutur dalam situasi informal. Siswa

mengujarkan beberapa serpihan campur kode secara santai dan terbiasa

karena bahasa tersebut sering diucapkan dalam kehidupan sehari-hari,

dalam pergaulan di lingkungan masyarakat maupun di lingkungan

dalam rumah.

2. Tidak ada ungkapan yang tepat untuk menggantikan bahasa tersebut.

Siswa memakai beberapa kata menggunakan bahasa Inggris atau

bahasa daerah karena, tidak ada pandanan kata yang tepat dalam

bahasa Indonesia, seperti kata internet, RAM, GB, dan lain sebagainya

sehingga penutur memakai beberapa serpihan bahasa asing atau bahasa

daerah ketika berkomunikasi dengan lawan tuturnya.

BAB IV

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian tentang campur kode dalam negosiasi siswa

kelas X SMA Negeri 87 Jakarta Tahun Pelajaran 2013/2014, dapat

disimpulkan sebagai berikut:

1. Wujud campur kode dalam bentuk kata, frasa, klausa, singkatan,

kalimat, dan idiom dalam negoasiasi siswa kelas X SMA Negeri 87

Jakarta. Dari 54 data campur kode yang ada, sebanyak 34 campur kode

berwujud kata, 5 campur kode berwujud frasa, 9 campur kode

berwujud singkatan, 5 campur kode berwujud kalimat, 1 campur kode

berwujud idiom.

2. Campur kode dalam negosiasi siswa dilatarbelakangi oleh kesantaian

dan kebiasaan penutur dalam situasi informal, tidak ada ungkapan

yang tepat dalam bahasa yang sedang dipakai, dan ingin memamerkan

keterpelajarannya/ kedudukannya. Tetapi, yang lebih dominan yaitu

karena kesantaian dan kebiasaan penutur dalam situasi informal ketika

berbicara, terdapat sebanyak 46 data dan latar belakang terjadinya

campur kode karena tidak ada kata, frasa, klausa, kalimat, singkatan,

dan idiom yang tepat untuk menggantikan bahasa tersebut, terdapat

sebanyak 8 data.

B. Saran

1. Hendaknya berhati-hati dalam menggunakan campur kode ketika

berbicara, agar fungsi bahasa Indonesia tidak bergeser dan tetap

menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar.

2. Diharapkan pada penelitian yang berikutnya agar meneliti kajian

tentang campur kode lebih luas lagi.

89

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa dan

Balai Pustaka, 2011.

Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:

Rineka Cipta, 2010.

Aslinda dan Leni Syafyahya. Pengantar Sosiolinguistik. Bandung: Refika

Aditama, 2007.

Badudu, J. S. Inilah Bahasa Indonesia yang Benar III. Jakarta: PT Gramedia

Pustaka Utama, 1996.

Chaer, Abdul. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta, 2003.

Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta:

Rineka Cipta, 2004.

Goodpaster,Gary. Panduan Negosiasi dan Mediasi. Jakarta: Proyek ELIPS, 1999.

Holmes, Janet. An Inroduction to Sociolinguistics. New York: Longman, 1993.

Hudson, R. A. Sociolinguistics. Cambridge: Cambridge University Press, 1983.

J. Moleong, Lexy. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya, 1997.

Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka

Utama, 2008.

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Bahasa Indonesia

Ekspresi Diri dan Akademik. Jakarta: Politeknik Negeri Media Kreatif,

2013.

Keraf, Gorys. Komposisi. Jakarta: Nusa Indah, 1994.

Kosasih, Engkos. Cerdas Berbahasa Indonesia untuk SMA/ MA Kelas X. Jakarta:

Erlangga, 2013.

Kridalaksana, Harimurti. Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: PT.

Gramedia, 2007.

Nababan, P. W. J. Sosiolingusitik: Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Gramedia

Pustaka Utama, 1993.

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan Nasional

Republik Indonesia. Ejaan Bahasa Indonesia yang di Sempurnakan.

Bandung: Pustaka Setia, 2009.

Rahardi, R. Kunjana. Kajian Sosiolinguistik Ihwal Kode dan Alih Kode. Bogor:

Ghalia Indonesia, 2010.

Robinson, Colin. Bagaimana Memenangkan Negosiasi. Jakarta: Gunung Mulia,

1993.

Sitompul, Awii, Royke Rawung dan Sammy Oppier. http://word-

dialect.blogspot.com/2011/08/dialek-medan.html. Diunduh pada tanggal 2

Juli 2014.pukul 19.35 WIB.

Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan

R&D. Bandung: Alfabeta, 2010.

Sumarsono, Sosiolinguistik. Yogyakarta: Sabda bekerja sama dengan Pustaka

Pelajar, 2012.

Suwito. Sosiolinguistik Pengantar Awal. Solo: Hendri Offset, 1985.

Tarigan, Henry Guntur. Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa.

Jakarta: Angkasa, 2008.

Wardaugh, Ronald. An Introduction to Sosiolinguistics. Oxford: Basil Blackwell,

1986.

Wassid, Iskandar. Strategi Pembelajaran Bahasa. Bandung: Remaja, 2008.

L

A

M

P

I

R

A

N

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

Satuan Pendidikan : SMA NEGERI 87 JAKARTA

Mata pelajaran : Bahasa Indonesia

Kelas/Semester : X/2

Tema : Seni Bernegosiasi dalam Kewirausahaan

Materi Pokok : Teks Negosiasi

Alokasi Waktu : 1 X Pertemuan (4x45 menit)

A. Kompetensi Inti

KI 1 Menghayati dan mengamalkan agama yang dianutnya

KI 2 Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab,

peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif

dan pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas

berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan

lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai

cerminan bangsa dalam pergaulan dunia

KI 3 Memahami, menerapkan, menganalisis dan mengevaluasi pengetahuan

faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa

ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan

humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan,

dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta

menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik

sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah

KI 4 Mengolah, menalar, menyaji, dan mencipta dalam ranah konkret dan

ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di

sekolah secara mandiri serta bertindak secara efektif dan kreatif, dan

mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan.

B. Kompetensi Dasar dan Pencapaian Indikator Kompetensi

1.3 Mensyukuri anugerah Tuhan akan keberadaan bahasa Indonesia dan

menggunakannya sebagai sarana komunikasi dalam mengolah, menalar,

dan menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks negosiasi.

2.4 Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, peduli, dan santun dalam

menggunakan bahasa Indonesia untuk bernegosiasi merundingkan

masalah perburuhan, perdagangan, dan kewirausahaan.

3.5 Mengevaluasi teks negosiasi baik melalui lisan maupun tulisan

1. mengevaluasi teks negosiasi berdasarkan struktur isi

2. mengevaluasi teks negosiasi berdasarkan kaidah kebahasaannya

4.5 Mengonversi teks negosiasi ke dalam bentuk yang lain sesuai dengan

struktur dan

kaidah teks baik secara lisan maupun tulisan

1. mengonversi teks negosiasi menjadi teks monolog

2. mengonversi teks negosiasi menjadi teks drama pendek

C. Tujuan Pembelajaran

Setelah proses mengamati berbagai fakta , menanya konsep, mencoba,

mengasosiasi, dan mengomunikasikan peserta didik dapat:

1. mensyukuri anugerah Tuhan akan keberadaan bahasa Indonesia dan

menggunakannya sebagai sarana komunikasi dalam mengolah, menalar, dan

menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks negosiasi.

2. menunjukkan perilaku jujur, disiplin, peduli, dan santun dalam

menggunakan bahasa Indonesia untuk bernegosiasi merundingkan

masalah perburuhan, perdagangan, dan kewirausahaan.

3. mengevaluasi teks negosiasi berdasarkan struktur isi dengan benar.

4. mengevaluasi teks negosiasi berdasarkan kaidah kebahasaannya dengan

benar.

5. mengonversi teks negosiasi menjadi teks monolog dengan benar.

6. mengonversi teks negosiasi menjadi teks drama pendek dengan benar.

D. Materi Pembelajaran

1. Fakta

Teks negosiasi dari berbagai sumber

2. Konsep

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, konversi adalah perubahan dari

satu bentuk (rupa dan sebagainya) ke bentuk (rupa dan sebagainya) yang

lain.

3. Prinsip

Kegiatan mengonversi teks negosiasi merupakan kegiatan mengubah

tulisan kedalam jenis teks yang lain. Kegiatan tersebut dilakukan tanpa

mengubah isi pokok teks negosiasi, misalnya mengubah teks negosiasi

menjadi teks monolog dan teks drama pendek.

1. Jenis negosiasi

a. Negosiasi lisan

Negosiasi dilaksanakan dengan bahasa ragam lisan.

Contoh: negosiasi yang dilakukan ketika kedua belah pihak saling

bertemu dan melakukan negosiasi secara langsung (berdialog),

negosiasi melalui telepon,

b. Negosiasi tulisan

Negosiasi dilaksanakan dengan ragam bahasa tulis.

Contoh: proposal kegiatan, surat resmi.

Proposal Kegiatan

a. Halaman judul g. Penyelenggara

b. Latar belakang h. Susunan panitia

c. Tujuan kegiatan i. Susunan panitia

d. Tema dan nama kegiatan j. Rencana anggaran

e. Jenis kegiatan k. Penutup

f. Peserta

Surat resmi

1. Bagian-bagian surat resmi

a. Kepala surat

b. Tempat dan tanggal surat

c. Nomor surat

d. Lampiran

e. Hal/perihal

f. Alamat surat

g. Salam pembuka

h. Isi surat

i. Salam penutup

j. Nama pengirim dan tanda tangan

k. Tembusan

l. Inisial

2. Jenis-jenis surat

a. Surat dinas (surat keterangan, surat permohonan)

b. surat perjanjian (surat perjanjian utang piutang, surat

perjanjian sewa menyewa, surat perjanjian jual beli,

c. surat niaga (surat penawaran, surat pesanan, surat permintaan

E. Pendekatan dan Metode Pembelajaran

Pendekatan : saintifik

Metode : learning community dan inquiry

F. Media, Alat, dan Sumber Pembelajaran

Media: Power Point,

Alat: LCD, laptop, teks laporan hasil observasi,

Sumber Belajar: Bahasa Indonesia: Ekspresi Diri dan Akademik . 2013.

Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.

G. Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran

Kegiatan Deskripsi Alokasi

waktu

Pendahuluan 1. Peserta didik merespons salam tanda mensyukuri

anugerah Tuhan dan pertanyaan dari guru

berhubungan dengan pembelajaran sebelumnya.

2. Peserta didik menerima informasi dengan proaktif

tentang keterkaitan pembelajaran sebelumnya dengan

pembelajaran yang akan dilaksanakan.

3. Peserta didik menerima informasi kompetensi, materi,

tujuan, manfaat, dan langkah pembelajaran yang akan

dilaksanakan.

4. Peserta didik mengambil undian bertuliskan nomor

1,2,3,4.

5. Peserta didik bekelompok sesuai dengan nomor yang

sama dengan jujur.

20 menit

Inti Mengamati

Peserta didik membaca teks tentang kaidah-kaidah

penulisan teks negosiasi.

Peserta didik mencermati uraian yang berkaitan dengan

kaidah-kaidah penulisan teks negosiasi.

Mempertanyakan

Peserta didik bertanya jawab tentang hal-hal yang

berhubungan dengan isi bacaan.

Mengeksplorasi

Peserta didik mencari dari berbagai sumber informasi

tentang kaidah-kaidah penulisan teks negosiasi.

Mengasosiasikan

Peserta didik mendiskusikan kaidah-kaidah penulisan

teks negosiasi.

Peserta didik menyimpulkan hal-hal terpenting dalam

kaidah-kaidah penulisan teks negosiasi.

Mengomunikasikan

Peserta didik menuliskan laporan kerja kelompok

tentang kaidah-kaidah penulisan teks negosiasi.

Peserta didik membacakan hasil kerja kelompok di

depan kelas dan peserta didik lain memberikan

tanggapan.

Peserta didik mengonversi teks negosiasi ke dalam

bentuk yang lain sesuai dengan struktur dan kaidah teks

baik secara lisan maupun tulisan.

Penutup 1. Siswa menyimpulkan materi yang telah dipelajari

2. Siswa melakukan evaluasi pembelajaran.

3. Siswa saling memberikan umpan balik hasil evaluasi

pembelajaran yang telah dicapai.

30 menit

H. Penilaian Autentik

1. Penilaian proses

Penilaian Sikap

No Aspek yang dinilai Teknik

Penilaian

Waktu

Penilaian Instrumen Penilaian

1. Religius Pengamatan Proses

Lembar Pengamatan

2. Tanggung jawab

3. Disiplin

4. Proaktif

5. Jujur

2. Penilaian Hasil

a. Penilaian Pengetahuan

No Indikator Pencapaian

Kompetensi

Teknik

Penilaian

Bentuk

Penilaian Instrumen

1. mengevaluasi teks

negosiasi berdasarkan

struktur isi

Tes

tertulis

Uraian Evaluasilah teks negosiasi

yang kalian cari berdasarkan

struktur isi!

2. mengevaluasi teks

negosiasi berdasarkan

kaidah

kebahasaannya

Tes

tertulis

uraian Evaluasilah teks negosiasi

yang telah kalian cari

berdasarkan kaidah

kebahasaannya!

b. Penilaian Keterampilan

3. mengonversi teks

negosiasi menjadi

teks monolog

Tes

tertulis

Uraian Konversilah teks negosiasi

yang telah kalian buat

menjadi teks monolog!

4. mengonversi teks

negosiasi menjadi

teks drama pendek

dengan benar

Tes

tertulis

Uraian Konversi teks negosiasi

yang telah kalian buat

menjadi teks drama pendek!

I. Pedoman Penskoran

1. penilaian pengetahuan

No.

Soal

Petunjuk Penskoran Skor

1. Tepat 50

Kurang tepat 40

Tidak tepat 30

2.

Tepat 50

Kurang tepat 40

Tidak tepat 30

2. penilaian keterampilan

No.

Soal

Petunjuk Penskoran Skor

3. Tepat 50

Kurang tepat 40

Tidak tepat 30

4.

Tepat 50

Kurang tepat 40

Tidak tepat 30

Keterangan

Nilai = Perolehan skor x 100

Jumlah skor maksimal

lampiran

Lembar Pengamatan Sikap

MATA PELAJARAN : BAHASA INDONESIA

KELAS : X IPA/ IPS

KD : 1.

Bubuhkan tanda (√) pada kolom-kolom sesuai hasil pengamatan.

No.

Nama Peserta

Didik

Religius

Tanggung

jawab

Disiplin Proaktif Jujur

S

B

B C K S

B

B C K S

B

B C K S

B

B C K S

B

B C K

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

12.

13.

14.

15.

16.

17.

18.

19.

20.

21. .

22.

23.

24.

25.

26.

Transkripsi Dialog Negosiasi Kelas X IPA 2 SMA Negeri 87 Tahun Ajaran

2013/2014

Kelompok 1

Negosiasi jual beli handphone

Nina Diana sebagai penjual handphone

Pridiska sebagai pembeli

Raina Vega sebagai pembeli

Vega : “Selamat siang mbak.”

Nina : “Selamat siang. Ada yang bisa saya bantu?”

Vega : “Ini biasa, saya mau membeli hp.”

Nina : “Mau beli handphone apa?”

Vega : “Kira-kira yang bagus apa ya mbak?”

Nina : “Hu banyak banget di sini. Kita menyediakan model-model terbaru.

Hmm banyak sih ada Nokia, ada Samsung, ada Advance. Kamu pilih

yang mana?”

Vega : “Kira-kira sih kata temen saya yang bagus Samsung.”

Nina : “Tunggu sebentar ya.”

“Ini ada Nokia, ada Samsung, mau pilih yang mana?”

Vega : “Ini mah kaya hp anak saya nih. Ini kayaknya bagus nih. Ini berapaan

nih?” (menunjuk handphone Samsung).

Nina : “Kalo ini sih Rp 2.500.000.”

Vega : “Wah bisa nego?”

Nina : “Boleh lah, kan kamu kan kenal sama keponakan saya, jadi boleh lah.”

Vega : “Rp 1.500.000 ya mbak?”

Nina : “Yah, jangan lah. Naikan lagi.”

Vega : “Ya udah deh, Rp 1.700.000?”

Nina : “Jangan, saya kasih Rp 2.300.000.”

Vega : “Yah mbak, saya uangnya kurang nih mbak.”

Nina : “Ya karena kamu teman keponakan saya, saya kasih deh hmm Rp

2.000.000.”

Vega : “Oh 2.000.000.”

Nina : “Boleh dilihat-lihat, nih bisa dibuka dulu.” (Sambil membantu membuka

segelnya)

Vega : “Oh iya mbak. Ya udah deh mbak, 2.000.000 ya.”

Nina : “Iya.”

Vega : (Mengeluarkan uang dari kantong celananya).

“Nih mbak, itung dulu duitnya.”

Nina : “Oh iya.” (menerima uang kemudian menghitungnya).

“Oh iya, makasih ya. Kalau ada keperluan, silahkan datang lagi.”

Vega : “Iya. makasih mbak.”

Nina : “Iya.”

Kemudian pembeli lain bernama Pridiska datang dan melihat-lihat handphone

sejak negosiasi antara Nina dan Vega berlangsung.

Nina : “Ada yang cocok mbak?”

Pridiska : “Hmm saya mau beli handphone dong.”

Nina : “Handphone apa mba?”

Pridiska : “Handphone apa ya? Bagus-bagus ya modelnya. Jadi bingung

saya. Milih handphone aja saya bingung apalagi milih doi.”

Nina : “Mba bisa aja. Samsung mau mbak?”

Pridiska : “Hmm coba deh lihat.”

Nina : “Nanti dulu ya, saya ambilkan dulu.”

“Nih, mba bisa lihat-lihat. Tuh.”

Pridiska : “Kalo ini apa mbak?”

Nina : “Iya silahkan mbak di buka. Ini masih bergaransi loh.”

Pridiska : “Ya.”

Nina : “Dilihat-lihat dulu mbak silahkan.”

Pridiska : “Ini bukannya kaya yang mas-mas tadi ya?”

Nina : “Iya, mas-mas tadi juga beli sama. Soalnya ini yang terbaru

mbak.”

Pridiska : “Oh yang terbaru. Coba saya lihat ya.”

Nina : “Iya.”

Pridiska : (Membuka segel)

Nina :”Nah, tuh.”

Pridiska : “Oh... ya ya. Saya pilih yang mana ya?”

Nina : “Tapi ini harganya lebih mahal mbak.”

Pridiska : “Kalo ini berapa?” (menunjuk handphone Samsung)

Nina : “Rp 2.500.000.”

Pridiska : “Kemahalan lah, masa Rp 2.500.000.”

Nina : “Ya kan ini model baru mbak. Saya juga baru stok baru.”

Pridiska : “Ya udah gimana kalau Rp 1.200.000?”

Nina : “Rp 1.200.000 mah yg ini aja mbak.” (Menunjuk handphone yang

lain).

Pridiska : “Yah, saya maunya yang ini. Saya sudah falling in love sama

yang ini.” (Menunjuk handphone Samsung)

Nina : “Ini 2.500.000 mbak. Kalau mau Rp 1.200.000 yang ini.”

(Menunjuk handphone yang lain).

Pridiska : “Yah, yaudah ini saya tawar Rp 1.500.000?”

Nina : “Yah, ini aja harganya Rp 2.500.000 masa mau ditawar segitu.”

Pridiska : “Ya udah mbak-nya nego berapa?”

Nina : “Rp 2.300.000.”

Pridiska : “Tapi saya denger sama mas-mas yang tadi harganya Rp

2.000.000. Masa sama cowo Rp 2.000.000 sama cewe mahalan.”

Nina : “Ya kan itu dia temannya keponakan saya, jadi saya kenal ya saya

kasih segitu.”

Pridiska : “Ya udah, kan kita sesama umat muslim, jadi seharusnya

harganya sama dong harga saudara.”

Nina : “Yaudah deh, karena mbak udah dengar tadi negosiasi saya sama

mas tadi, boleh lah saya kasih Rp 2.000.000.”

Pridiska : “Baik. Ini deal ya 2.000.000?”

Nina : “Iya.”

Pridiska : “Ini uangnya Rp 2.000.000.” (Memberikan uang kepada penjual).

Nina : “Saya hitung dulu ya.”

Pridiska : “Iya.”

Nina : “Oh iya mbak, sudah.”

Pridiska : “Makasih.”

Nina : “Ya.”

Akhirnya Pridiska dan Vega sudah membeli hp antara penjual dan pembeli

seharga 2.000.000 dengan melalui proses tawar-menawar.

Kelompok 2

Jual Beli Baju

Adissa Vintha Junilla sebagai pembeli

Almira Reyhan sebagai penjual

Dwi Harnum sebagai pembeli

Vintha dan Hanum sedang berjalan-jalan di Tanah Abang mencari kaos lengan

panjang untuk acara besok. Setelah beberapa butik dikunjungi, sampailah mereka

di butik Almira.

Almira : “Selamat datang di butik Almira. Ada yang bisa saya bantu?”

Hanum : “Kaos lengan panjangnya ada, sis?”

Almira : “Oh ada tuh dibagian sana.” (Menunjuk tempat kaos).

Hanum : “Yaudah. Eh ini sweaternya lucu, Vin.”

“Eh sis, berapaan?”

Almira : “Rp 80.000”

Hanum : “Oh...”

Vintha : “Num, ini juga Num lucu deh. “

“Ini kaos lengan panjang kan, sis?”

Almira : “Iya.”

Hanum : “Harganya berapaan, sis kalo yang itu?”

Almira : “Rp 110.000.”

Hanum : “Loh kok lebih mahal?”

Almira : “Coba dipegang aja, sis bahannya. Bahan kaos itu lebih bagus, adem tapi

gak tipis.”

Vintha : (Memegang kedua baju itu).

“Oh iya Num, kayaknya yang adem yang itu.”

Hanum : “Tapi, mending sweater aja deh Vin, soalnya lebih murah.”

Vintha : “Tapi kan besok bakalan panas Num.”

Hanum : “Tapi Rp 30.000 bedanya.”

Vintha : “Daripada kita beli, terus besok gak dipake kepanasan.”

Hanum : “Tapi tetap aja Rp 30.000 itu lumayan.”

Vintha : “Ngapain dibeli kalo besok gak dipake.”

Hanum : “Tapi kemahalan, Vin.”

Vintha : “Sis, turunin lah, sis.”

Almira : “Paling Cuma bisa Rp 100.000.”

Vintha : “Gimana Num?”

Hanum : “Gak mau gue kalo segitu.”

Almira : “Kualitas bahannya lebih bagus.”

Vintha : “Gimana Num?”

Almira : “Emang maunya berapa, sis?”

Hanum : “Rp 75.000 deh.”

Almira : “Gak bisa, sis. Gimana kalau Rp 170.000 dua?”

Vintha : “Gimana Num? Beda sedikit doang.”

Hanum : “Hmm ya udah deh.”

Vintha : “Oke, sis. Kes atau debit?”

Almira : “Kes aja, sis.”

Vintha : (Memberikan uang).

Almira : “Makasih, sis.”

Vintha : “Sama-sama, sis.”

Vintha dan Dwi meninggalkan butik Almira dengan dua potong kaos seharga Rp

85.000.

Kelompok 3

Jual Beli Laptop

Muhammad Fariza Ibrahim sebagai Peter Parker (Anak)

Nabila sebagai Ibu Peter Parker

M. Fikry Raka sebagai Penjual

Diceritakan, Peter Parker seorang anak SMA yang bertubuh tinggi dan kurus

dikenal pintar di kelasnya. Peter saat ini menduduki bangku kelas X. Tepatnya 9

bulan yang lalu ia memilih jurusan IPA pada peminatan di sekolah yang diadakan

di awal tahun. Dengan kemampuan akademiknya yang cenderung di atas rata-rata,

ia sering sekali mendapatkan nilai yang bagus dan memuaskan. Tetapi Peter tidak

seperti anak lainnya, ia bukanlah anak pintar, tapi anak pintar yang cupu atau anak

pintar tapi sombong. Ia dikenal sebagai orang yang rendah diri, mudah bergaul

dan pastinya memiliki banyak teman. Suatu hari, Peter sedang duduk di bangku

meja belajar di kamarnya. Ibunya merasa ada yang aneh pada dirinya. Hari itu,

hari Minggu pagi. Peter biasanya sedang duduk manis menonton kartun

kesayangannya di depan televisi. Akhirnya, Ibunya masuk ke kamarnya dan

menghampirinya.

Ibu : “Sedang apa kamu Peter? Tumben, biasanya kamu kan nonton Doraemon

di tv.”

Peter : “Ini Bu, aku sedang belajar. Minggu depan soalnya ada UTS.”

Ibu : “Oh ulangan toh, bagus lah kalau begitu.”

Peter : “Iya Bu.”

Ibu : “Peter, selama ini Ibu lihat nilai kamu bagus-bagus ya.”

Peter : “Ah biasa aja Bu.”

Ibu : “Sudahlah, kamu tidak perlu merendahkan dirimu terus menerus. Ibu

tahu, kamu ini berbeda kan dengan anak yang lainnya.”

Peter : “Berbeda apanya Bu?”

Ibu : “Ya berbeda saja. Biasanya anak lainnya saat mereka mendapatkan nilai

yang bagus, mereka meminta hadiah kepada orang tuanya. Nah, sedangkan

kamu tidak meminta apapun kepada Ibu. Hmm, mungkin cuma buku.

Buku itupun untuk keperluan sekolah.”

Peter : “Ibu, aku ini memang suka Sains, jadi wajar aja kalau aku belajar. Paling

cuma baca-baca buku doang.”

Ibu : “Kamu ini. Ibu ada ide.”

Peter : “Ide apa Bu?”

Ibu : “Kan kamu akan menghadapi UTS, kalau kamu dapat nilai 100 lagi, Ibu

akan membelikanmu laptop. Mungkin laptop itu akan berguna untukmu.

Lagi pula, laptop itu gampang dibawa kemana-mana, tidak seperti

komputermu itu. Bagaimana?”

Peter : “Mau mau Bu. Tapi, nilai 100? Aku kurang yakin Bu.”

Ibu : “Ya kamu harus yakinlah. Ibu yakin kamu pasti bisa.”

Peter : “Iya, akan aku usahakan Bu.”

Ibu : “Ya sudah, Ibu sudah membuatkanmu Pancake. Segera dimakan lah

sebelum itu dingin.”

Peter : “Ya sudah. Ayo Bu.”

Peter dan Ibunya pun meninggalkan kamar. Singkat cerita, UTS pun telah

usai dan satu persatu nilai pun telah dibagikan hasilnya. Akhirnya, seperti yang

diduga Peter berhasil mendapatkan nilai 100. Setelah mengetahui kabar itu,

Ibunya pun merasa bangga. Pada hari itu juga Ibunya menepati janjinya. Ia

mengajak Peter untuk memilih laptop barunya. Ia mengajak Peter ke toko

elektronik di dekat rumahnya. Toko elektronik itu berbeda dari toko-toko

elektronik lainnya yang berada di mall atau dimanapun. Toko tersebut

memperbolehkan untuk tawar-menawar. Jadi, Ibunya memilih toko tersebut

dengan tujuan untuk mendapatkan laptop dengan harga yang relatif lebih murah.

Toko tersebut berada 100 meter dari rumahnya. Jadi, mereka tidak perlu memakai

kendaraan apapun. Setelah sampai, seperti biasa toko tersebut ramai dari pembeli.

Peter dan Ibunya langsung disambut oleh pria tua yang bertubuh tinggi dan

gemuk.

Penjual : “Selamat pagi Bu, Dik. Silahkan masuk. Oh ya, Anda yang tadi

menelpon saya ya?”

Ibu : “Iya Pak, betul.”

Penjual : “Anda ingin membeli laptop kan? Perkenalkan, nama saya Dr.

Heri pemilik toko ini. Silahkan saya antar ke tempat yang Anda

inginkan.”

Ibu : “Boleh, terima kasih Pak.”

Peter : “Yang ini kayaknya bagus, Bu.”

“Pak yang ini harganya berapa ya?”

Penjual : “Oh yang itu. Ini laptop Lenovo. Prosesornya I5. RAMnya 4 GB.

Harganya cukup murah cuma Rp 5.700.000 saja.”

Peter : “Oh, begitu ya. Kalo yang ini berapa ya?” (Menunjuk laptop yang

lain).

Penjual : “Oh kalo yang ini notebook. Kalo notebook harganya lebih

murah. Ini I5 juga sama seperti yang disampingnya. Cuma karena

ini notebook, harganya lebih murah kira-kira Rp 4.000.000.”

Peter : “Wah mahal juga ya.”

Penjual : “Tenang saja, di toko ini pembelinya bisa tawar-menawar kok.”

Peter : “Oh gitu ya.”

Penjual : “Iya.”

Ibu : “Jadi Peter, kamu mau membeli yang mana?”

Peter : “Yang ini saja deh Bu.”

Ibu : “Kamu yakin? Ibu tau kamu pasti lebih suka yang ini kan”.

(Menunjuk laptop yang lain).

Peter : “Iya Bu.”

Ibu : “Ya udah gak apa-apa. Jadi harganya Rp 5.000.000 Pak? Gak bisa

kurang?”

Penjual : “Oh bisa kok Bu, boleh diturunkan asal harganya pas saja.”

Ibu : “Bagaimana kalau Rp 3.500.000?”

Penjual : “Wah kalau Rp 3.500.000 kayaknya terlalu murah. Ini laptop

keluaran baru loh Bu.”

Ibu : “Oh gitu. Kalau Rp 4.000.000 deh gimana?”

Penjual : “Kalau Rp 4.000.000 masih belum Bu. begini deh saya turunkan

harganya bagaimana kalau Rp 4.800.000.”

Ibu : “Masih terlalu mahal Pak. Rp 4.200.000 deh, gimana?”

Penjual : “Wah, masih tidak bisa Bu. Ini penawaran terakhir saya, laptop

ini saya jual seharga Rp 4.500.000. Bagaimana?”

Peter : “Tapi Bu, harganya terlalu mahal.”

Ibu : “Gak apa-apa Peter, Ibu sudah menabung.”

Peter : “Terima kasih ya Bu.”

Penjual : “Jadi kalian setuju? Oke baiklah. Pembayaran mari ke kasir.”

Ibu : “Ini Pak, uangnya kes ya. di cek lagi.”

Penjual : “Saya cek dulu ya.” (Menghitung uang).

“Ya, cukup uangnya Bu. Jadi, Anda setuju membeli ini. Deal?”

Ibu : “Deal.”

Penjual : “Silahkan, boleh diambil barangnya.”

Peter : “Biar aku saja bu yang membawa.”

Ibu : “Terima kasih Pak.”

Penjual : “Iya sama-sama. hati-hati ya Bu. Jangan lupa kembali lagi ke sini

mungkin jika ada yang Ibu inginkan toko ini menjual keperluan

yang lainnya.”

Ibu : “Oke, kami duluan ya Pak Heri.”

Penjual : “Iya.”

Peter : “Assalamu’alaikum Pak.”

Penjual : “Waalaikumsalam.”

Setelah negosiasi mencapai kata sepakat, mereka pun pulang ke rumah dengan

perasaan yang gembira. Peter mendapat laptop barunya dan Ibunya bangga atas

prestasi anaknya. Keesokan harinya, Peter menggunakan laptop tersebut dan

digunakan dengan baik. Ibunya juga ikut senang, dan itu lah hasil dari cerita

laptop baru Peter ini.

Kelompok 4

Negosiasi Pembelian Buku

M. Fathurrahman Aria Bisma sebagai penjual

Febiana Gita. M sebagai pembeli

Kania Nur Ainiyah sebagai pembeli

Pada suatu hari, ada seorang gadis yang bernama Gita yang berkuliah di Jurusan

Sastra Indonesia. Ketika itu Gita harus mencari buku untuk mempersiapkan

seminar satu minggu yang diadakan Universitasnya. Dia telah pergi ke berbagai

toko buku untuk mencari buku itu, namun hasilnya nihil. Akhirnya salah satu toko

buku terdapat buku yang ia cari.

(Gita masuk ke toko buku)

Fathur : “Hallo selamat pagi. Ada yang bisa saya bantu?”

Gita : “Selamat pagi. Saya ingin membeli Kamus Linguistik edisi ketiga.

Apakah ada?”

Fathur : “Oh kalau boleh tau, penerbit sama pengarangnya siapa ya?”

Gita : “Hmm... Gramedia Pustaka.”

Fathur : “Oke, saya cari dulu ya.” (Fathur mencari buku).

“Kebetulan mbak, tinggal satu.”

Gita : “Wah, berapa harganya mas?”

Fathur : “Rp 200.000.”

Gita : “Wah, mahal sekali ya. Sepertinya saya harus menghubungi orang tua

saya terlebih dahulu. Sebentar ya mas.”

Fathur : “Baik.”

(Gita menghubungi orang tuanya). Kemudian datang pembeli yang lain bernama

Kania.

Fathur : “Selamat pagi. Ada yang bisa saya bantu?”

Kania : “Saya mencari buku Lingusitik penerbit Gramedia Pustaka. Apakah

ada?”

Fathur : “Oh ada mba. Kebetulan tinggal satu, mba yang ini mau beli.”

(Menunjuk Gita).

Gita : “Mas, saya jadi membeli buku itu.”

Kania : “Maaf mba bila saya lancang, saya ingin membeli buku ini. Buku ini

penting untuk saya. Saya sudah mencarinya kemana-mana namun tidak

ada.”

Gita : “Wah, saya juga harus membelinya mba. Saya juga telah mencarinya

keman-mana, namun hanya toko ini yang ada.”

Fathur : “Maaf kalau boleh saran, bagaimana jika kalian berunding saja daripada

tidak jelas akhirnya bagaimana.”

Akhirnya mereka memutuskan untuk bernegosiasi dan menyepi agar tidak

mengganggu pengunjung lainnya.

Kania : “Bagaimana mba? Saya ingin menegaskan buku ini. Ini penting untuk

saya.”

Gita : “Buku itu juga penting untuk saya mba. Saya harus memilikinya, untuk

seminar saya nanti. Hmm dosen saya juga telah menyuruh saya untuk

membawa buku ini saat seminar.”

Kania : “Namun, buku ini penting tidak untuk Anda?”

Gita : “Dalam kenyataannya, seminar itu wajib oleh seluruh mahasiswa Jurusan

Sastra di Universitas saya dan berarti buku ini juga harus saya miliki untuk

memenuhi tuntutan dosen saya.”

Kania : “Tapi mbak, buku ini penting untuk saya. Saya akan menggunakannya

pada semester depan.”

Gita : “Yah, maaf sekali mbak.”

Kania : “Bagaimana jika kita membelinya bersama? Kita membelinya dengan

cara patungan.”

Gita : “Hmm sepertinya itu ide yang bagus. Kita dapat memakainya secara

bergantian, bukan?”

Kania : “Ya. makasih.”

Gita : “Saya boleh meminta kontak kamu?”

Kania : (Memberikan kartu nama kepada Gita).

“Ini nomor saya.”

Gita : “Oke.”

Akhirnya mereka berhasil memutuskan keputusan mereka. Akhirnya mereka pun

kembali menemui penjaga toko dan membeli buku tersebut.

Fathur : “Jadi, bagaimana keputusan kalian?”

Kania : “Kami bersepakat untuk membeli buku ini.”

Fathur : “Tapi kan bukunya Cuma satu. Jadi siapa yang ingin membeli buku?”

Gita : “Hmm kita telah bernegosiasi dan kita akan membeli buku ini

bersamaan.”

Fathur : “Oh kalau begitu bagus deh.”

Kania : “Ini uangnya.” (Memberikan kepada Fathur).

Fathur : “Oke, kalau begitu ini bukunya mba.” (Memberikan buku kepada Gita).

Gita : “Iya.”

Fathur : “Makasih ya. Jangan segan-segan datang kembali.”

Gita : “Iya.”

Mereka pun akhirnya berpisah setelah keluar dari toko buku itu. Mereka berjalan

menuju tujuan yang berbeda, pergi ke rumahnya masing-masing. Tak lupa mereka

juga mengucapkan sampai jumpa.

Kelompok 5

Negosiasi Jual Beli Sepatu

Arengga Dian. P sebagai penjual

Austina Khadijah sebagai pembeli

Raden Ajeng A. A. M sebagai pembeli

Pada Rabu pagi di sekolah, Alya dan Utin sedang berbincang.

Utin : “Al, sepatu lu bagus. Baru ya?”

Alya : “Iya dong.”

Utin : “Beli dimana?”

Alya : “Toko Arengga.”

Utin : “Berapa harganya?”

Alya : “Rp 250.000 murah kan ya?”

Utin : “Oh... Tar anterin gue pulangnya ya beli sepatu.”

Alya : “Oke.”

Bel pulang sekolah berbunyi. Utin dan Alya bergegas menuju toko Arengga.

Sesampainya mereka di sana, Arengga selaku pemilik toko menyambut Alya dan

Utin dengan ramah.

Arengga : “Selamat siang.”

Utin dan Alya : “Siang.”

Arengga : “Ada yang bisa saya bantu?”

Utin : “Ada sepatu olahraga gak?”

Arengga : “Ada. Yang warna apa?”

Utin : “Yang warna hitam gimana?”

Arengga : “Merknya apa?”

Utin : “Kalo Adidas gimana?”

Arengga : “Ukurannya?”

Utin : “Ukuran 41 yang kaya gini ada?” (Sambil menunjuk salah satu

model sepatu).

Arengga : “Ada.”

Alya : “Ini bagus Tin kaya gue tuh.”

Arengga : “Silahkan dicoba.”

Utin : (Mencoba sepatu).

“Mas ini harganya berapa?”

Arengga : “Rp 500.000.”

Utin : “Wah mahal banget. Gak bisa kurang?”

Alya : “Kok mahal banget sih mas. kemarin aja saya beli di sini cuma

Rp 250.000.”

Arengga : “Gak bisa Kak. Kemarin emang lagi diskon, tapi sekarang udah

nggak.”

Alya : “Gimana, mau?”

Utin : “Ya udah deh gak apa-apa. Berapa sih?”

Arengga : “Ya udah deh buat Kakak gini aja, Rp 450.000 aja.”

Alya : “Rp 450.000 Tin, mau? Mahal tau.”

Utin : “Ya udah gimana lagi.”

Alya : “Rp 400.000 deh, mas.”

Arengga : “Gak bisa.”

Alya : “Ya udah deh, terserah lu.”

Utin : “Rp 450.000 kan?” (Mengeluarkan uang dari dompetnya).

Arengga : “Iya.”

Utin : “Nih.” (Memberikan uang).

Arengga : “Makasih ya.”

Utin : “Iya sama-sama.”

Akhirnya Untin pun menyetujui dan membeli sepatu di toko Arengga seharga Rp

450.000. Alya dan Utin pun meninggalkan toko Arengga.

Kelompok 6

Negosiasi Jual Beli Buah di Pasar

Imam Nududdin sebagai pedagang buah

Malvin Audriansyah sebagai pedang buah

Sakinatun Nufus sebagai pembeli

Pada suatu hari, Ina baru saja pulang dari sekolahnya. Ia berniat untuk

menjenguk nenek dan kakeknya yang ada di Papua. Sebelum pulang ke rumah, ia

mampir terlebih dahulu ke pasar tradisional yang ada di dekat sekolahnya untuk

membelikan nenek dan kakeknya buah-buahan.

Malvin : “Ayo ayo dibeli. Murah meriah... Murah meriah... Murah meriah...”

Ina : (Datang meghampiri pedagang jeruk).

Malvin : “Mau beli ape dik?”

Ina : “Ada jeruk gak bang?”

Malvin : “Ade, mau yang manis apa yang asem?”

Ina : “Yang manis lah.”

Malvin : “Oh kalo yang manis la mahal. 10 ringgit 1 kilo.”

Ina : “Alamak, mahal kali, tak bisa lah dikurang?”

Malvin : “Ya sudahlah kalo tak cukup, tak usah kau beli di sini.”

Ina : “Ya sudahlah, abang ni nolak rejeki.”

Kemudian Ina menghampiri pedang buah yang lain.

Imam : “Ayo beli beli beli. Buah segar segar segar.”

“Beli atuh neng, murah ini mah.”

Ina : “Aya jeruk teu kang?”

Imam : “Aya atuh, yang manis kan?”

Ina : “Ya iyalah, masa yang asem. Buat apa? Sabaraha atuh sakilona?”

Imam : “Dalapan ribu sakilona, bonus biji jeung kulitna, dapet karesek pula.”

Ina : “Haha. Akang ini bercanda aja atuh. Teu bisa kurang?”

Imam : “Emang buat apa?”

Ina : “Buat nini jeung aki. Nini teh lagi sakit.”

Imam : “Meserna sabaraha kilo?”

Ina : “Palingan tiga kilo.”

Imam : “Oh... yaudah, Rp 25.000 aja.”

Ina : “Teu bisa kurang atuh kang?”

Imam : “Rp 23.000, mau?”

Ina : “Hmmm kurangin lagi deh. Nanti teu aya uang buat pulang, kan nanti

harus naik angkot.”

Imam : “Ya udah, Rp 22.000.”

Ina : “Kurangin lagi atuh bang.”

Imam : “Wah bisa palingan Rp 21.000.”

Ina : “Yah, kang...”

Imam : “Mau teu?”

Ina : “Ya udah deh.” (Mengeluarkan uang di dompetnya).

“Ini kang uangnya.”

Imam : “Ini jerukna.”

Ina : “Makasih ya kang.”

Imam : “Sami-sami.”

Akhirnya Ina pulang dengan gembira karena ia telah membelikan nenek dan

kakaeknya tiga kilogram jeruk. Keesokan harinya, Ina pun menjenguk nenek dan

kakeknya dan mereka tersenyum bahagia bersama. Tak lupa nenek dan kakeknya

berterimakasih kepada Ina yang telah membawakan mereka jeruk.

Kelompok 7

Negosiasi Transfer Pemain Bola

Bagas Priambodo sebagai pemain bola

Kenia. D sebagai Agen

Sony Arianto sebagai pembeli pemain bola

Suatu hari, di dalam sebuah kantor di gedung ada seorang perwakilan club sepak

bola ternama yang sedang berbincang-bincang dengan pemain bola yang sedang

naik daun akhir-akhir ini.

Sony : “Assalamu’alaikum.”

Bagas : “Wa’alaikumsalam.”

Sony : “Selamat sore.”

Bagas : “Iya selamat sore. Ada perlu apa, Pak?”

Sony : “Apakah kontrak Anda akan berakhir musim ini?”

Bagas : “Ya, sangat benar sekali. Memangnya kenapa Bapak menanyakan ini?”

Sony : “Saya sangat tertarik dengan permainan sepak bola Anda.”

Bagas : “Wah saya sangat berterimakasih atas penilaian Bapak.”

Sony : “Saya akan membawa Anda ke Etihad Stadium.”

Bagas : “Wah saya sangat senang sekali. Tetapi Anda harus membicarakan hal ini

kepada agen saya.”

Sony : “Oh, siapa namanya?”

Bagas : “Oh itu namanya Kenia, Pak.”

Sony : “Oh, tolong hubungi dia sekarang.”

Bagas : “Baik Pak, saya akan menghubunginya untuk membicarakan hal ini.”

Kemudian Bagas menelpon Kenia dan meminta untuk datang ke tempatnya.

Bagas : “Halo Bu, saya Bagas. Tolong ibu datang ke sini ya sekarang, secepatnya

karena ada hal penting. Iya bu.”

Bagas menutup pembicaraannya di telpon.

Setelah dihubungi, beberapa saat kemudian agen pun datang ke kantor

Kenia : “Maaf, apakah saya datang terlalu lama?”

Sony : “Oh tidak tidak, silahkan duduk.”

Kenia : “Terima kasih.”

“Jadi, Anda sangat tertarik dengan pemain saya?”

Sony : “Iya saya sangat tertarik dengan permainannya dan ingin

mempromosikan dia menjadi gelandang atau sayap kiri.”

Kenia : “Jadi, Anda ingin mengontraknya?”

Sony : “Iya.”

Kenia : “Oke, saya kasih harga 40.000.000 poundsterling”

Sony : “Oh, itu terlalu mahal untuk pemain muda yang pengalamannya belum

terlalu banyak.”

Kenia : “Hmmm yaudah, Bapak ingin menawarnya berapa?”

Sony : “Bagaimana kalau 25.000.000 poundsterling?”

Kenia : “25? Itu terlalu murah Pak. Bagaimana kalau 30.000.000?”

Sony : “Hmmm okelah, saya setuju.”

Kenia : “Oke, kalau begitu Anda tinggal transfer ke rekening saya.”

Kemudian Pak Sony menghampiri Bagas

Sony : “Bagas.”

Bagas : “Iya Pak?”

Sony : “Saya telah berbicara dengan Agen Anda. Silahkan Anda

menandatangani kontrak ini.”

Bagas : “Iya pak.”

Sony : “Selamat, Anda telah bergabung di club Manchester City.”

Bagas : “Wah saya mengucapkan terima kasih juga dan sangat senang sekali bisa

bergabung dengan tim Manchester City. Semoga saya dalam club ini bisa

memberikan permainan terbaik saya dalam permainan bola ini.”

Sony : “Aamiin...”

Akhirnya negosiasi berjalan dengan sukses dan bagas semakin bersemangat di

karir sepak bolanya.

Kelompok 8

Negosiasi Jual Beli Buku

Ahmad Said sebagai asisten Adam

M. Adam Sultansyah sebagai penjual

Vidi Raisa sebagai pembeli

Pada suatu senggang, Vidi seorang pengusaha toko buku sedang melakukan

searching di internet. Dia melihat-lihat barang-barang yang dijual di internet.

Tanpa sengaja ia melihat sebuah iklan di internet yang menjual sebuah buku dari

William Shake Spare yang best seller dari kalangan Jakarta. Vidi pun tertarik

untuk membeli buku tersebut untuk dijual kembali dari tempat yang lebih murah.

Vidi pun mencari informasi tentang buku itu. Dia pun mendapatkan nomor

telepon penjual buku tersebut lalu menelponnya.

Vidi : “Hallo, dengan Bapak Adam ya?”

Adam : “Hallo, iya betul sekali. Maaf, ini dengan siapa?”

Vidi : “Ini Pak, saya melihat iklan di internet Bapak jual buku William Shake

Spare ya. Saya Vidi.”

Adam : “Oh betul sekali. Ibu tertarik untuk membelinya, Bu?”

Vidi : “Iya saya tertarik untuk membeli dalam jumlah yang banyak. Saya boleh

tau rincian harganya gak?”

Adam : “Oh, boleh sekali. Bagaimana kalau kita ketemu langsung aja biar jelas.

Saya kerja di Rempoa. Ibu tinggal di daerah mana?”

Vidi : “Oh, saya tinggal di Tebet. Bagaimana kalau misalnya besok kita ketemu

di daerah Tebet? Soalnya hari ini saya nggak bisa.”

Adam : “Ya sudah, jam berapa bisa bertemu?”

Vidi : “Bagaimana kalau jam 4?”

Adam : “Oh ya udah, saya tunggu di sana ya jam 4.”

Vidi : “Iya, terima kasih.”

Keesokan harinya, mereka datang ke cafe yang mereka janjikan. Tapi saat

diperjalanan, Adam ditelpon isterinya bahwa anaknya tiba-tiba sakit. Maka Adam

menelpon karyawannya untuk mampir bertemu dengan Vidi.

Adam : “Hallo, saya bisa minta tolong bertemu dengan klien di daerah Tebet?”

Said : “Oh oke Pak. Tapi, saya bisa ketemunya di daerah mana Pak kalau boleh

tau?”

Adam : “Cafe Tebet jam 4. Tepat waktu ya.”

Said : “Cafenya Pak?”

Adam : “Cafe Doang.”

Said : “Oh Cafe Doang Pak. Oke Pak, saya akan ke sana sebentar lagi.”

Said pun bergegas mewakili Adam bertemu dengan Vidi di Cafe tersebut. Ia

mengendarai sepeda motor untuk sampai ke sana. Setelah satu jam, akhirnya Said

sampai di sana. Klien Vidi sudah duduk sambil minum teh.

Said : “Vidi, benar?”

Vidi : “Oh iya, Bapak Adam ya?”

Said : “Maaf, saya bukan Bapak Adam. Saya asistennya. Bapak Adam sedang

ada keperluan keluarga. Senang bertemu dengan Anda.”

Vidi : “Oh iya saya juga senang bertemu dengan Anda. Silahkan duduk.”

Said : “Jadi, langsung saja ke inti, langsung saja ke pembahasan kita. Buku-

buku yang kami jual itu merupakan best seller dan sudah langka di Jakarta.

Buku-buku itu kami impor dari Inggris, jadi kualitasnya jauh.”

Vidi : “Oh, begitu ya.”

Said : “Untuk pengiriman, jika stoknya habis kami akan memesannya dan akan

datang dalam waktu 3 atau 4 minggu.”

Vidi : “Wah, lama juga ya kalau 3 sampai 4 minggu.”

Said : “Ya, namanya barang langka, sekarang kan lagi susah Bu.”

Vidi : “Oh gitu ya.”

Said : “Iya Bu.”

Vidi : “Kalo misalnya yang ada sama yang gak ada saya tau dari mana ya?

Bapak bawa listnya gak Pak?”

Said : “Bawa listnya sebentar, saya cek dulu ya.”

“Ini Bu listnya.”

Vidi : “Liat dulu ya mas.”

Said : “Ibu berencana mau menjual buku yang bagus-bagus kan?”

Vidi : “Iya. Kok ini yang bagus-bagus malah gak ada ya?”

Said : “Namanya juga best seller Bu, jadi cepet habis Bu.”

Vidi : “Yah, namanya best seller mah harusnya ada stocknya dong mas.”

Said : “Ya, mau gimana lagi Bu, namanya juga best seller. Minggu kemarin

kami sudah menstocknya mulai banyak, atpi minggu ini langsung terjual

habis oleh toko buku Fathur.”

Vidi : “Oh, ya terus itu harganya berapa ya mas?”

Said : “Untuk satu buku harganya Rp 150.000. Tapi kalau Ibu belinya di atas

10, Ibu dapat diskon deh Bu.”

Vidi : “Oh iya dong pasti dapat diskon, saya kan belinya banyak mas.”

Karena urusannya sudah selesai, Adam pun memustuskan untuk bertemu dengan

Vidi. Adam pun langsung datang ke cafe dengan mobil. Setelah sampai Adam

langsung masuk ke cafe menemui Said dan Vidi.

Adam : “Selamat sore Bu Vidi.”

Vidi : “Selamat sore Pak Adam.”

Said : “Ini atasan saya, Bapak Adam. Silahkan duduk Pak.”

Adam : “Hmm maaf, ada keperluan tadi.”

Vidi : “Iya gak apa-apa kok. Saya baru saja dikasih list stoknya sama Said. Itu

gimana, anaknya sudah sembuh?”

Adam : “Oh, lumayan baik lah semuanya. Lanjutkan saja, jadi rencananya Ibu

membeli berapa buku?”

Vidi : “Saya rencananya mau beli 70 buku sih, terus kira-kira harganya berapa

ya?”

Adam : “Kalau harganya itu Rp 160.000 satu buku. Karena Ibu membeli banyak,

kami diskon jadi Rp 150.000.”

Vidi : “Itu udah di diskon? Loh tadi kan harganya Rp 150.000 sama Mas Said.

Masa harganya sama sih Pak dengan sebelum didiskon?”

Adam : “Kamu ngasih harga ke Ibu ini Rp 150.000?” (Berbicara kepada Said).

Said : “Oh sebentar ya, sebentar mas ya, saya cek dulu listnya.”

“Oh... Maaf Bu, Pak. Ini list yang sudah lama Bu. Kalo sekarang

harganya sedang naik karena Dollar sedang mahal-mahalnya. Sekarang

harganya Rp 180.000.”

Vidi : “Rp 180.000?”

Said : “Iya Bu.”

Vidi : “Wah, mahal ya. Kalo begitu saya bisa rugi dong.”

Adam : “Kalo yang lain biasa jual Rp 200.000 per buku.”

Vidi : “Terus itu saya juga nunggu ya?”

Adam : “Iya.”

Vidi : “Oh ya, itu nunggunya sampai berapa lama?”

Adam : “Nunggunya 3-4 minggu.”

Vidi : “Itu nggak bisa lebih cepat lagi?”

Adam : (Bertanya pada Said) “Gimana? Bisa cepat lagi gak?”

Said : “Hmmm sebenarnya bisa lebih cepat lagi pakai DHL itu bisa 1-2 minggu

ditambah bea cukai mungkin harganya lebih mahal Bu. Jadi gimana Bu?”

Vidi : “Kok jadi lebih mahal mas? Ada-ada aja orang saya nyari yang lebih

murah, masa Mas kasih yang mahal.”

Said : “Wah, bisa saja kan Bu.”

Vidi : “Ya udah deh saya minta 40 buku 99 Cahaya di langit Eropa, 20 buku

Insurgent, dan 15 buku Midnight Summer Dream. Itu jadi berapa ya?”

Adam : “Coba kamu itung dulu.” (Menyuruh Said).

Said : “Sebentar ya Pak.”

“Sudah saya itung, 40 buku 99 Cahaya di langit Eropa 160.000 karena

kebetulan stoknya lagi ada. Kemudian, sekarang Insurgent itu adanya 15

stock bukunya cuma ada Rp 150.000. Jadi, untuk bisa 20, beli lagi.”

Vidi : “Saya harus pesan lagi?”

Said : “Iya, nah untuk 15 bukunya harganya Rp 150.000, karena Ibu mesen lagi

jadi Rp 200.000 dan satu lagi Midnight Summer Dream sudah abis jadi Ibu

harus memesan lagi dari sana jadi harganya Rp 200.000.”

Vidi : “Lebih mahal ya, saya rugi dong jualnya.”

Adam : “Ya sudah deh karena awal agar jadi langganan saya diskon deh Rp

50.000 jadi Rp 11.450.000 deh Bu. Kalo Ibu mau nambah jadi 100 buku,

saya diskon lagi deh Bu.”

Vidi : “Masa saya 75 aja baru mulai masa kok langsung 100.”

Said : “Bisa saja kan Bu.”

Adam : “Yasudah tak apa Bu.”

Vidi : “Jadi, saya harus bayar berapa ya?”

Said : “Ibu bisa membayar 50% sekarang, 50%nya lagi nanti kalo stock

bukunya yang itu sudah sampai ke sini di tempat Ibu.”

Vidi : “Itu datangnya pasti 3-4 minggu aja kan gak lebih?”

Said : “Hmmm bisa lebih sih Bu, kan saya sudah bilang kalau berdasarkan bea

cukai karena sekarang Dollar naik jadi bea cukai agak susah Bu harus

menunggu. Paling bisa 2-3 hari setelah pengiriman.”

Vidi : “2-3 hari atau 3-4 minggu?”

Said : “Eh maksudnya 3-4 minggu.”

Vidi : “Tapi, gak sampe seminggu kan?”

Adam : “Nggak lah Bu, ga sampe sehari. Kalo seminggu nanti saya kabari,

tenang aja.”

Vidi : “Oh ya udah, saya bisa mengambil bukunya di mana nanti?”

Adam : “Hmmm Ibu bisa mengambil bukunya di kantor saya. Saya kasih

alamatnya.”

Vidi : “Ya udah nanti saya lakukan pembayarannya, saya tunggu bukunya juga

ya. Ya udah, terima kasih Pak. senang bekerjasama dengan Anda.”

Adam dan Said: Iya Bu.

Mereka pun pulang ke rumahnya masing-masing. Mereka senang karena sudah

berbisnis. Vidi senang karena buku tersebut akan dijual lagi dan mendapatkan

keuntungan. Adam dan Said juga senang karena mendapatkan keuntungan juga.

Kelompok 9

Negosiasi Jual Beli Gitar

Maghfira Azzania sebagai penjual yang bernama Natasha

M. Azmi Rabbani Suryo sebagai pembeli yang bernama Arvin

Ricky Rialdi Chandra sebagai pembeli yang bernama Revy

Suatu hari, ada dua gitaris yang ingin membeli gitar baru. Mereka sedang mencari

gitar yang memiliki kualitas bagus dan harga yang terjangkau. Mereka pun

mengunjungi sebuah toko musik dengan kualitas alat musik yang baik dan harga

terjangkau. Toko musik itu dimiliki oleh seorang perempuan bernama Natasha.

Toko Natasha sudah dikenal dengan alat-alat gitar, dengan kualitas baik seperti

gitar dan aksesorisnya. Kebetulan sekali, toko Natasha baru mndapatkan gitar

baru untuk di jual.

Natasha : “Selamat datang di toko musik kami. Ada yang bisa saya bantu?”

Arvin : “Iya mba, permisi.”

Natasha : “Mau cari apa ya, mas? gitar? Senar? Buku musik juga ada.”

Revy : “Oh ya, kita mau cari-cari gitar nih mba. Kira-kira merk yang

bagus apa ya, mba?”

Natasha : “Oh ya, ada merek terbaru. Mau saya ambilkan?”

Revy : “Oh ya mba, boleh.”

Natasha : “Silahkan, boleh dilihat-lihat dulu.” (Memberikan gitarnya kepada

Revy).

Revy : “Oh ya, diliat-liat dulu ya mba.”

Arvin : “Oh ya mba, kalau aksesoris atau bonus-bonus lainnya dapat gak

mba kalau beli ini?”

Natasha : “Karena ini merek terbaru, jadi tidak dapat. Hanya dapat gitarnya

saja.”

Arvin : “Oh, gitu ya mba.”

Revy : “Oh ya Vin, bagus nih gitarnya.”

“Jadi ini harganya berapa ya mba?”

Natasha : “Karena itu jenis akustik, jadi kenanya 1,2.”

Revy : “Wah mahal banget mba.”

Arvin : “Iya mahal banget. Bisa turun dikit gak mba?”

Natasha : “Bisa, mau berapa?”

Revy : “Rp 1.000.000 bisa gak mba?”

Natasha : “Yah, kejauhan mas.”

Arvin : “Iya jauh banget Rp 1.000.000. Ya kali.”

“Rp 900.000 bisa gak mba?”

Natasha : “Di pasaran aja Cuma Rp 1.450.000.”

Revy : “Hmmm gitu ya mba. Kalo misalkan turun dikit, boleh gak mba?

Rp 1.200.000 bisa nggak?”

Natasha : “Oh coba saya hitung dulu ya.”

Revy : “Oh iya.”

Natasha : “Yah, gak bisa mas. bisaya Rp 1.400.000 lah.”

Revy : “Ya udah, tunggu sebentar ya mba.”

Revy berunding dengan Arvin

Revy : “Jadi gimana Vin?”

Arvin : “Gitarnya sih bagus, tapi harganya ga terjangkau gitu lah.”

Revy : “Gue adanya Rp 1.300.000.”

Arvin : “Ya udah coba tawar aja.”

Natasha : “Gimana mas?”

Revy : “Ya udah deh mba, harga mati Rp 1.300.000 mau gak?”

Natasha : “Coba saya hitung dulu ya.”

“Boleh deh mas.”

Arvin : “Nah gitu dong mba.”

Natasha : “Mau kes atau kredit?”

Revy : “kes aja. ini mba uangnya.”

Natasha : “Saya hitung dulu ya.”

Revy : “Iya.”

Natasha : “Yah mas, uangnya kurang.”

Arvin : “Ah, lu gimana sih udah nawar.”

Revy : “Yah, sorry Vin. Kurang berapa ya mba?”

Natasha : “Rp 200.000. Gimana sih mas? jadi apa nggak?”

Arvin : “Oh ya, bentar ya mba. Saya ada kok mba.”

“Yah Vin, uang gue kurang gocap nih.”

Revy : “Lu gimana sih.”

Natasha : “Ya Allah mas, jadi apa nggak nih?”

Arvin : “Nggak mba, saya bercanda kok. Nih uangnya.”

Natasha : “Jadi uangnya pas ya mas.”

Revy : “Iya.”

Natasha : “Ada bonusnya, sebentar saya ambilkan dulu.”

Revy : “Oh ada bonusnya ya mba.”

Natasha : “Ini kwitansinya. Silahkan tanda tangan.”

“Diambil aja (memberikan bonnya). Ini gitarnya, terima kasih

ya.”

Revy : “Makasih ya mba.”

Arvin dan Revy pun telah mendapatkan gitar baru yang mereka beli di toko musik

milik Natasha dengan gitar berkualitas baik dan harganya terjangkau walau harus

melakukan negosiasi terlebih dahulu. Kini gitar Natasha sudah terjual dan Revy

serta Arvin telah mempunyai gitar baru. Mereka mendapat keuntungan masing-

masing. Negosiasi mereka berhasil untuk membeli gitar tersebut.

Kelompok 10

Negosiasi Jual Beli Parfum

Amin Nur Ambarwati sebagai pembeli

Firdha Utami sebagai pembeli

M. Azmi Rabbani sebagai penjual dan pemilik toko.

Suatu hari, Firdha pengusaha kaya ingin membeli parfum impor dari berbagai

negara-negara terkenal. Firdha juga sangat suka dengan mengoleksi parfum-

parfum dari berbagai negara. Dengan keinginannya itu, iamendatangi sebuah

perusahaan parfum yang diimpor langsung dari berbagai negara.

Azmi : “Selamat pagi. Selamat datang. Ada yang bisa saya bantu?”

Firdha : “Pak, saya ingin membeli parfum yang langsung diimpor dari paris.

Apakah ada?”

Azmi : “Oh iya ada. Mari saya antar untuk memilih parfum yang Ibu cari.”

Firdha : “Baiklah.”

Firdha dan Azmi menuju ke tempat parfum yang diimpor dari Negara Perancis.

Azmi : “Ini merupakan parfum yang terkenal di Negara Perancis. Parfum ini juga

banyak digunakan oleh artis-artis terkenal diberbagai negara. Wanginya

sangat begitu sedap, Bu.”

Firdha : “Boleh saya mencium aromanya?”

Azmi : “Iya, Bu silahkan.”

Firdha : “Hmm, wanginya sama seperti parfum saya yang dari Singapura kemarin

ya.”

“Apa bapak ada persediaan yang lain?”

Azmi : “Oh ada, Bu. Sebentar ya saya cari.”

Firdha : “Iya.”

Pelayan toko mencari parfum yang lain. Namun, saat menemukannya parfum itu

sudah ingin dibeli oleh pelanggan lainnya.

Amin : “Permisi Pak, maaf. Saya mau nanya, berapa harga parfum ini?

Wanginya sangat segar sekali.”

Azmi : “Oh itu harganya Rp 180.000, Bu.”

Amin : “Wah, apakah bisa kurang Pak seharga Rp 130.000?”

Azmi : “Wah tidak bisa itu, Bu. itu udah murah Bu.”

Amin : “Hmm bagaimana jika Rp 150.000? Bisa kan, Pak?”

Azmi : “Hmm yaudah nanti coba saya bicarakan dahulu kepada pemilik toko ini

ya, Bu.”

Amin : “Baik.”

Tiba-tiba tak lama datang Firdha untuk menanyakan kepada pelayan toko.

Firdha : “Hmmm gimana, Pak? Ada gak parfum dari Parisnya?”

Azmi : “Oh iya. Maaf Bu, saya sudah menemukannya namun parfumnya tinggal

satu dan sudah ingin dibeli oleh Ibu ini.”

Firdha : “Tapi tidak bisa Pak, saya kan sudah memesannya duluan.”

“Maaf Ibu, saya boleh cium aromanya ga?”

Amin : “Oh silahkan.”

Firdha : “Hmmm wanginya segar. Ini harganya berapa Pak?”

Amin : “Maaf Bu, ini parfum sudah saya beli seharga Rp 150.000. jadi sebaiknya

Ibu membeli parfum yang lainnya saja.”

Azmi : “Maaf Bu, mari saya tunjukkan parfum dari Italia.”

Firdha : “Oh tidak bisa begitu dong Pak, saya kan sudah memesannya duluan dan

saya ingin membayarnya Rp 200.000, tidak seperti Ibu ini yang membayar

hanya Rp 150.000.”

Amin : “Tidak bisa begitu dong, Bu. Saya sudah menawarnya Rp 150.000 dari

harga aslinya. Jadi, saya sudah mendapatkannya terlebih dahulu.”

Firdha : “Memang berapa harga aslinya Pak?”

Azmi : “Harga aslinya Rp 180.000.”

Firdha : “Baik, saya akan membelinya dengan harga yang lebih tinggi yaitu Rp

200.000.”

Azmi : “Aduh Bu, tapi...”

Amin : “Tidak bisa seperti itu dong Bu. Ibu boleh membayar dengan harga yang

tinggi, tapi saya telah mendapatkannya duluan.”

Firdha : “Terus gimana Pak?”

Tanpa disadari, Azmi meninggalkan kedua pelanggannya untuk menemui pemilik

toko. Tak lama pemilik toko datang dan menghampiri mereka

Pemilik Toko : “Maaf Ibu-ibu, ada apa sampai ribut-ribut seperti ini?”

Amin : “Oh Bapak pemilik toko ini? Saya ingin membeli parfum ini, tapi

Ibu ini juga ingin membeli parfumnya, sedangkan parfumnya

hanya tinggal satu.”

Pemilik Toko : “Maaf ya Bu, parfum ini memang banyak yang mecari. Tapi,

kalau saya boleh tahu siapa yang lebih dulu mendapatkannya?”

Amin : “Saya Pak.”

Firdha : “Tapi saya memesannya lebih dulu Pak, dan saya ingin membayar

lebih dari harga aslinya.”

Pemilik Toko : “Oke, jadi itu permasalahannya. Baik, saya akan menaikkan

harganya sebesar Rp 300.000. Apakah ada yang tertarik?”

Amin : “Tidak bisa seperti itu dong, Pak. Bapak bisa saja memberi harga

yang segitu besarnya, tapi saya?”

Pemilik Toko : “Maaf Bu, harga yang ditetapkan bisa saja saya ubah dengan

kehendak saya. Jika Ibu keberatan, sebaiknya Ibu mengambil

parfum yang lainnya saja, seharga Rp 150.000.”

Firdha : “Baik, saya tidak akan keberatan mengambilnya dengan harga Rp

300.000.”

Amin : “Baiklah, saya akan membeli parfum yang ini saja (mengambbil

parfum yang lain).”

“Tapi lan kali jangan mengambil harga seenaknya saja dong,

Pak.”

Pemilik Toko : “Iya Bu. Saya minta maaf, karena ini cara satu-satunya agar tidak

terjadi keributan di toko ini.”

Amin : “Saya mengerti kok Pak.”

Pemilik Toko : “Oke, ini parfumnya Bu.” (Memberikan kepada Firdha).

Firdha : “Iya. Makasih ya Pak.”

“Maaf ya Ibu.”

Amin : “Iya, tidak apa-apa.”

Akhirnya Firdha mendapatkan parfum yang dicarinya dengan harga yang lebih

tinggi dari biasanya, sebesar Rp 300.000.

Kelompok 11

Negosiasi Jual Beli Furniture

Aisy Afiya sebagai Bu Anita

Abdul Ghaffar. S sebagai Gani

Ozananda F. A. Sebagai Pak Andi

Pada suatu hari, Bu Anita mendapat musibah kehilangan anak satu-satunya

meninggal dunia karena terkena demam berdarah. Anaknya mempunyai barang-

barang banyak sekali dan masih bagus karena baru dibeli. Terlintas dipikiran Bu

Anita untuk membuka toko furniture, Bu Anita langsung mempromosikannya

lewat internet dan menyerahkan kepada Pak Andi untuk mengurus jika ada yang

berminat.

Gani : (Mengetuk pintu).

Pak Andi : “Silahkan Pak, pintu tidak saya kunci.”

Gani : “Siang Pak.”

Pak Andi : “Oh ya, siang. Ada perlu apa, Pak?”

Gani : “Saya lihat di internet, ini rumah yang menjual furnitur itu ya?”

Pak Andi : “Oh ya Pak, benar.”

Gani : “Oh ya, bisa saya lihat barang-barangnya?”

Pak Andi : “Iya, sini.”

Gani : “Ini ya?” (Menunjuk salah satu meja).

“Ini kira-kira semuanya berapa?”

Pak Andi : “Kata Ibunya sih Rp 3.250.000.”

Gani : “Hah yang bener tuh? Gak kemahalan tuh? Ah kemahalan itu

mah...”

Pak Andi : “Saya sih gak tau Pak, kata Ibunya sih gitu.”

Gani : “Rp 2.500.000 aja lah, diusahakan dulu.”

Pak Andi : “Hmmm sebentar saya tanya Ibunya dulu ya Pak.”

Gani : “Iya.”

Pak Andi segera menghampiri Ibu Anita untuk menginformasikan harga yang

telah Gani tawar untuk barang-barang furniturenya.

Pak Andi : “Ibu, ada yang mau beli barangnya tuh.”

Bu Anita : “Bagus, suruh tunggu sekarang.”

Pak Andi : “Tapi dia minta turunin harga.”

Bu Anita : “Yah saya kira sudah sepakat sama harganya. Gini aja deh, saya

bisa turunkan harga Rp 2.900.000.”

Pak Andi : “Yah tapi dia maunya 2.500.000.”

Bu Anita : “Suruh cari di toko lain aja deh, saya sudah kasih murah banget.”

Pak Andi : “Hmmm saya coba tanyakan Bapaknya dulu deh.”

Setelah meminta konfirmasi kepada Bu Anita, Pak Andi menghampiri Gani untuk

menginformasikan harga yang bisa Bu Anita berikan untuk barang-barang

furniturenya setelah melakukan penawaran.

Pak Andi : “Pak, kata Ibunya boleh ditawar Rp 2.900.000.”

Gani : “Hah Rp 2.900.000? Gak boleh Rp 2.700.000?”

Pak Andi : “Katanya sih gitu, nggak boleh.”

Gani : “Ya udah deh gak apa-apa Rp 2.900.000.”

Pak Andi : “Bapak mau nanya Ibunya dulu?”

Gani : “Ya udah boleh.”

Setelah menyepakati harga tersebut, mereka ke ruangan Bu Anita untuk

menyepakati secara resmi.

Pak Andi : “Bu ini ada yang mau beli furniturnya tadi.”

Gani : “Iya Bu, saya Gani. Saya ingin membeli furnitur yang tadi.”

Bu Anita : “Sudah setuju dengan harganya Pak?”

Gani : “Sudah, Rp 2.900.000 kan?”

Bu Anita : “Iya, kalau gitu nanti Bapak tanda tangan di sini, terus nanti tulis

alamat Bapak. Selama dua hari ke depan mungkin barangnya akan

diantar. Tapi barangnya akan diantar kalau bapak sudah bayar DP

uangnya.”

Gani : “Oh ya, saya bawa kok Bu uangnya.” (Memberikan sejumlah

uang kepada Bu Anita).

Bu Anita : “Sisanya Rp 2.000.000 ya Pak. Nanti Bapak bisa melunasi pas

barangnya sudah sampai.”

Gani : “Oh iya.”

Bu Anita : “Terima kasih Pak atas kerjasamanya. Senang bekerja sama

dengan Bapak.”

Pak Andi : “Saya mau mengantar Bapak ini keluar Bu.”

Bu Anita : “Iya.”

Gani : “Mari Bu.”

Bu Anita : “Iya Pak.”

Setelah lima hari ditunggu, barang akhirnya sampai di rumah Pak Gani. Saat

anaknya pulang sekolah dan melihatnya, ia sangat senang karena barang-barang

dikamarnya sekarang sangat bagus dan unik sehingga ia tidak bosan belajar dan

bermain di kamar. Ia tidak lagi meminta ditemani tidurnya karena ia sudah merasa

terhibur dengan barang-barang bertokoh kartun yang ia sukai di kamarnya. Pak

Gani pun merasa senang karena anaknya sangat menyukai furniture-furniture yang

telah ia beli. Walaupun second, tetapi kualitasnya masih sangat bagus dan sangat

disukai.

Kelompok 12

Negosiasi Jual Beli Handphone

Anindia Alhumaira sebagai pembeli

Febryana Rizki Amalia sebagai negosiator

Iswara Dendy Arta sebagai penjual

Di sekolah saat sedang istirahat, Nindy dan Febry pergi ke kantin sambil

memainkan hadphonenya, Febri mendengarkan dan merespon pembicaraannya

dengan Nindy.

Nindy : Wah, handphone baru tuh.

Febry : “Iya nih, kenapa? Mumpung lagi promo.”

Nindy : “Oh promo? Beli dimana? Mau tuh, gue juga pengen beli hp baru nih.”

Febry : “Beli di toko elektronik langganan gue. Kenapa? Mau dianterin?”

Nindy : “Boleh deh ayo. Tapi nanti abis pulang sekolah ya.”

Febry : “Oke deh.”

Sepulang sekolah, Nindy dan Febry sudah siap untuk pergi ke toko elektronik

tersebut. Sesampainya di sana, Nindy dan Febry sedang melihat-lihat berbagai

macam handphone yang dalam masa promo.

Iswara : “Permisi, mba. Ada yang bisa saya bantu?”

Febry : “Ini mas teman saya katanya dia pengen beli handphone promo kaya

saya. Masih ada nggak?”

Nindy : “Iya mas, yang mana aja yang masih promo?”

Iswara : “Yang ada di meja ini saja, mba.”

Febry : “Yang ini kan handphone promo yang aku beli kemarin. Kamu mau beli

yang ini gak?”

Nindy : “Wah boleh nih bagus. Ini harganya berapa mas?”

Iswara : “Itu harganya Rp 1.900.000.”

Febry : “Wah mahal banget mas, kemarin saya beli Rp 1.600.000.”

Iswara : “Pasti KW. Ini udah asli mba. Yang lain mah pasti second atau nggak

KW-Kwan.”

Nindy : “Yah, kurangin lah mas, Rp 1.600.000 deh.”

Iswara : “Wah, nggak bisa mba. Rp 1.600.000 yang ini nih yang second dan KW

lagi.”

Febry : “Yah, terus gimana dong mas? Kalau Rp 1. 650.000 gimana, mau

nggak?”

Iswara : “Yah, saya rugi dong mba.”

Nindy : “Yah, gini aja deh Rp 1.730.000, gimana?”

Iswara : “Naik dikit lah.”

Febry : “Hmm kalau Rp 1.780.000 gimana mau gak mas?”

Iswara : “Nggak bisa mba.”

Febry : “Yah terus berapa dong mas? Rp 1.800.000?”

Iswara : “Mba maunya berapa?”

Nindy : “Yang tadi itu aja Rp 1.780.000.”

Febry : “Iya, Rp 1.780.000 aja. Kalo Rp 1.900.000 kemahalan mas.”

Iswara : “Yaudah deh.”

Febry : “Makasih ya mas.”

Nnidy : “Oh ya mas, ini uangnya. Makasih ya mas.”

Akhirnya, Nindy mendapatkan handphone yang ia inginkan dengan harga promo

dibantu oleh Febry dengan tawar menawar yang sengit.

BIODATA PENULIS

Ayu Annisa dilahirkan pada 2 Mei 1992 di

Tangerang. Anak pertama dari pasangan Syamsul

Bachri dan Ainah. Putri pertama dari empat

bersaudara ini memulai pendidikannya di Taman

Kanak-Kanak Al Hidayah. Selanjutnya pernah duduk

di bangku Sekolah Dasar Al Mubarak, Sekolah

Menengah Pertama Negeri 3 Tangerang, Sekolah

Menengah Atas Negeri 3 Tangerang, dan Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia pada tahun 2010. Sejak kecil

penulis gemar sekali menulis, membaca novel dan bermain bulu tangkis. Penulis

ingin sekali bercita-cita menjadi seorang pendidik sejak kecil. Bahkan, penulis

pernah membuat perpustakaan kecil saat kelas 5 SD bersama temannya. Moto

hidup penulis yaitu “Penggerak hidup seseorang adalah diri sendiri. Membiasakan

diri untuk terus hidup dengan rajin, karena orang yang pintar pun akan kalah

dengan orang yang rajin.”