Buta Warna

17
1 Buta warna adalah penglihatan warna-warna yang tidak sempurna. Buta warna merupakan penyakit yang disebabkan oleh ketidakmampuan sel kerucut mata untuk menangkap suatu spektrum warna tertentu. Biasanya seseorang buta warna akan merasa penglihatannya telah betul. Seseorang dengan buta warna disebut sebagai cacat atau lemah warna, karena seseorang dengan buta warna masih dapat mengenal warna. Buta warna bisa disebabkan karena faktor genetis maupun faktor lain seperti karena Shaken Baby Syndrome, cedera atau trauma pada otak dan retina, maupun pengaruh sinar UV (Ilyas,2004). Gangguan penglihatan mata herediter, sepe rti buta warna mempengaruhi sejumlah signifikan orang, proporsi yang pasti jumlahnya bervariasi. Di Australia yang terjadi pada 8% laki-laki dan 0,4% wanita. Komunitas yang terisolasi dengan populasi gen yang terbatas, biasanya memiliki prevalensi yang cukup tinggi, contohnya di pedesaan Finlandia, Hongaria, dan Skotlandia. Di Ame rika serikat sekitar 7% dari populasi laki-laki, atau sekitar 10,5 juta laki-laki dan 0,4% populasi wanita tidak bisa membedakan antar warna merah dan hijau. Jarang dilaporkan laki-laki ataupun wanita mengalami buta warna biru. Pada retina mata terdapat tiga tipe reseptor warna, yaitu merah, biru, dan hijau. Oleh karena itu seseorang yang menderi ta defisiensi warn a tersebut, otaknya tidak mampu menerima jenis warna secara normal. Anomali warna terjadi sebagai hasil akibat kekurangan satu atau lebih dari reseptor warna tersebut. Sebagian orang menganggap buta warna adalah penyakit dimana penderitanya tidak bisa melihat warna sama sekali, hanya mampu membedakan warna hitam dan putih (gelap dan terang saja). Namun demikian, sebenarnya tidak semua penderita buta warna hanya mampu melihat gelap dan terang saja. Ada pula penderita buta warna yang tidak bisa mengenali warna merah atau biru atau hijau saja. Penderita buta warna parsial seperti ini sering tidak menyadari jika ada kelainan dalam dirinya. Sebab buta warna atau dikenal cacat penglihatan warna kongenital bersifat tetap, terdapat sejak lahir, dan biasanya mengenai sama pada kedua mata. Sedangkan sebab buta warna yang didapat yaitu tidak terlihat waktu lahir, biasanya berjalan progresif, dan mengenai satu mata lebih dari mata sebelahnya (Ilyas,2004). Pendahuluan 

description

read it

Transcript of Buta Warna

Pendahuluan

Buta warna adalah penglihatan warna-warna yang tidak sempurna. Buta warna merupakan penyakit yang disebabkan oleh ketidakmampuan sel kerucut mata untukmenangkap suatu spektrum warna tertentu. Biasanya seseorang buta warna akan merasapenglihatannya telah betul. Seseorang dengan buta warna disebut sebagai cacat atau lemah warna, karena seseorang dengan buta warna masih dapat mengenal warna. Buta warna bisa disebabkan karena faktor genetis maupun faktor lain seperti karena Shaken Baby Syndrome, cedera atau trauma pada otak dan retina, maupun pengaruh sinarUV (Ilyas,2004).

Gangguan penglihatan mata herediter, seperti buta warna mempengaruhi sejumlah signifikan orang, proporsi yang pasti jumlahnya bervariasi. Di Australia yang terjadi pada 8% laki-laki dan 0,4% wanita. Komunitas yang terisolasi dengan populasi gen yang terbatas, biasanya memiliki prevalensi yang cukup tinggi, contohnya di pedesaan Finlandia, Hongaria, dan Skotlandia. Di Amerika serikat sekitar 7% dari populasi laki-laki, atau sekitar 10,5 juta laki-laki dan 0,4% populasi wanita tidak bisa membedakan antar warna merah dan hijau. Jarang dilaporkan laki-laki ataupun wanita mengalami buta warna biru.

Pada retina mata terdapat tiga tipe reseptor warna, yaitu merah, biru, dan hijau. Oleh karena itu seseorang yang menderita defisiensi warna tersebut, otaknya tidakmampu menerima jenis warna secara normal. Anomali warna terjadi sebagai hasil akibat kekurangan satu atau lebih dari reseptor warna tersebut. Sebagian orang menganggap buta warna adalah penyakit dimana penderitanya tidakbisa melihat warna sama sekali, hanya mampu membedakan warna hitam dan putih (gelap dan terang saja). Namun demikian, sebenarnya tidak semua penderita buta warna hanya mampu melihat gelap dan terang saja. Ada pula penderita buta warna yang tidak bisa mengenali warna merah atau biru atau hijau saja. Penderita buta warna parsial seperti ini sering tidakmenyadari jika ada kelainan dalam dirinya. Sebab buta warna atau dikenal cacat penglihatan warna kongenital bersifat tetap, terdapat sejak lahir, dan biasanya mengenai sama pada kedua mata. Sedangkan sebab buta warna yang didapat yaitu tidak terlihat waktu lahir, biasanya berjalan progresif, dan mengenai satu mata lebih dari mata sebelahnya (Ilyas,2004).

Abnormalitas penglihatan warna tidak banyak mempengaruhi kehidupan awal manusia seperti pada masa kanak-kanak, karena tidak disertai oleh kelainan tajampenglihatan. Abnormalitas penglihatan warna mulai mempengaruhi ketika anak dihadapkanpada persyaratan untuk masuk jurusan tertentu yang buta warna menjadi salah satu kriteria seperti kedokteran, teknik, design grafis, dan lain-lain. Oleh karena hal tersebut, identifikasi dini kelainan buta warna perlu dilakukan untuk membimbing anak dalam menentukanjenjang pendidikannya kelak (Ilyas,2004).

Dengan mengetahui genetik sebagai salah satupenyebabnya, kita dapat mencegah peningkatan kasus buta warna seperti misalnya dengan melakukan konseling pranikah. Tidak terbukti bahwa penderita defek penglihatan warna dapat melihat pada keadaan gelap karena tidak terbukti sel batang akan menggantikan posisi sel kerucut yang hilang. Kejadian Buta Warna meningkat pada pool genetik dengan perkawinan diantara satu komunitas terisolir. Hal ini berpeluang untuk terjadinyapeningkatan prevalensi penderita buta warna yang memiliki kecenderungan herediter. Prevalensi Buta Warna menunjukkan jumlah penderita buta warna dalam satu populasi dalam satu periode tertentu (Daniel, 2002).

Definisi buta warna adalah penglihatan warna-warna yang tidak sempurna. Buta warna juga dapat diartikan sebagai suatu kelainan penglihatan yang disebabkan ketidakmampuan sel-sel kerucut (cone cell) pada retina mata untuk menangkap suatu spektrum warna tertentu sehingga objek yang terlihat bukan warna yang sesungguhnya (Nina Karina, 2007).

Buta warna sebenarnya adalah ketidakmampuan seseorang untuk membedakan warna tertentu. Orang tersebut biasanya tidak buta semua warna melainkan warna-warna tertentu saja. Meskipun demikian ada juga orang yang sama sekali tidak bisa melihat warna jadi hanya tampak sebagai hitam, putih dan abu abu saja (kasus seperti ini sangat jarang terjadi). Normalnya, sel kerucut (cone) di retina mata mempunyai spektrum terhadap tiga warna dasar, yaitu merah, hijau dan biru. Pada orang yang mempunyai sel-sel kerucut yang sensitif untuktiga jenis warna ini, maka ia dikatakan normal.

Fisiologi penglihatan warna

Penglihatan warna sangat dipengaruhi oleh tiga macam pigmen di dalam sel kerucut sehingga sel kerucut/conus menjadi peka secara selektif terhadap berbagai warna biru, merah, dan hijau. Banyak teori berbeda diajukan untuk menjelaskan fenomena penglihatan, tapi biasanya teori-teori itu didasarkan pada pengamatan yang sudah dikenal dengan baik, yaitu bahwa mata manusia dapat mendeteksi hampir semua gradasi warna bila cahaya monokromatik merah, hijau, dan biru dicampur secara tepat dalam berbagai kombinasi (lihat gambar 1).

Gambar 1: Gradasi Warna

Penglihatan bergantung pada stimulasi fotoreseptor retina oleh cahaya. Benda-benda tertentu di lingkungan, misalnya matahari, api, dan bola lampu, memancarkan cahaya. Pigmen-pigmen di berbagai benda secara selektif menyerap panjang gelombang tertentu cahaya yang datang dari sumber-sumber cahaya, dan panjang gelombang yang tidak diserap dipantulkan dari permukaan benda. Berkas-berkas cahaya yang dipantulkan inilah yang memungkinkan kita melihat benda tersebut. Suatu benda yang tampak biru menyerap panjang gelombang cahaya merah dan hijau yang lebih panjang dan memantulkan panjang gelombang biru yang lebih pendek, yang dapat diserap oleh fotopigmen di sel-sel kerucut biru mata, sehingga terjadi pengaktifan sel-sel tersebut (Sherwood, 2001).

MeKanisme pengenalan tiga warna

Semua teori mengenai penglihatan warna berdasarkan pada observasi yang telah dikenal secara baik, yakni bahwa mata manusia sebenarnya dapat mendeteksi hampir semua gradasi warna bila cahaya monokromatik dari warna merah, hijau,dan biru dipersatukan dalam bermacam-macam kombinasi.Berdasarkan uji penglihatan warna, sensitivitas spektrum ketiga tipe sel kerucut pada manusia telah terbukti pada dasarnya sama seperti kurva absorpsi cahaya untuk ketiga tipe pigmen yang ditemukan di dalam sel kerucut. Kurva ini dapat menjelaskan hampir semua fenomena penglihatan warna (lihat gambar 2).

Gambar 2: Peragaan besarnya rangsangan yang timbul pada berbagai sel kerucut yang peka terhadap warna oleh cahaya monokromatik dari warna biru, hijau, kuning, dan jingga

Penglihatan warna diperankan oleh sel kerucut yang mempunyai pigmen terutama cis aldehida A2. Penglihatan warna merupakan kemampuan membedakan gelombang sinar yang berbeda. Warna ini terlihat akibat gelombang elektromagnetnya mempunyai panjang gelombang yang terletak antara 440-700 (Ilyas, 2008). Warna primer yaitu warna dasar yang dapat memberikan jenis warna yang terlihat dengan campuran ukuran tertentu. Pada sel kerucut terdapat 3 macam pigmen yang dapat membedakan warna dasar merah, hijau dan biru.

1. Sel kerucut yang menyerap long-wavelength light (red) 2. Sel kerucut yang menyerap middle- wavelength light (green) 3. Sel kerucut yang menyerap short-wavelength light (blue)

Ketiga macam pigmen tersebut membuat kita dapat membedakan warna mulai dari ungu sampai merah. Untuk dapat melihat normal, ketiga pigmen sel kerucut harus bekerja dengan baik. Jika salah satu pigmen mengalami kelainan atau tidak ada, maka terjadi buta warna. Warna komplemen ialah warna yang bila dicampur dengan warna primer akan berwarna putih. Putih adalah campuran semua panjang gelombang cahaya, sedangkan hitam tidak ada cahaya (Ilyas, 2008).

Gelombang elektromagnit yang diterima pigmen akan diteruskan rangsangannya pada korteks pusat penglihatan warna di otak. Bila panjang gelombang terletak di antara kedua pigmen maka akan terjadi penggabungan warna (Ilyas, 2008). Seseorang yang mampu membedakan ketiga macam warna, disebut sebagai trikromat (lihat gambar 3). Dikromat adalah orang yang dapat membedakan 2 komponen warna dan mengalami kerusakan pada 1 jenis pigmen kerucut. Kerusakan pada 2 pigmen sel kerucut akan menyebabkan orang hanya mampu melihat satu komponen yang disebut monokromat. Pada keadaan tertentu dapat terjadi seluruh komponen pigmen warna kerucut tidak normal sehingga pasien tidak dapat mengenal warna sama sekali yang disebut sebagai akromatopsia (Ilyas, 2008).

Gambar 3 : Kombinasi Warna Dasar dengan Putaran Maxwell

Teori Young-Helmholtz merupakan teori penting pertama mengenai penglihatan warna adalah dari Young, yang kemudian dikembangkan dan diberi dasar eksperimental yang lebih mendalam oleh Helmholtz. Menurut teori ini ada tiga jenis sel kerucut yang masing-masing beraksi secara maksimal terhadap suatu warna yang berbeda. Oleh sebab itu menurut teori ini ada 3 macam conus, yaitu :

1. Conus yang menerima warna hijau 2. Conus yang menerima warna merah 3. Conus yang menerima warna violet

Ketiga macam conus itu mengandung zat photokemis yaitu substansi yang dapat dipecah oleh sinar matahari. Jika ketiga macam conus itu mendapat rangsang bersama-sama, maka terlihatlah warna putih. Warna-warna lain adalah kombinasi dari 3 warna dasar itu dengan perbandingan berbeda-beda. Contohnya cahaya monokromatik merah dengan panjang gelombang 610 milimikron merangsang kerucut merah ke suatu nilai rangsang sebesar kira-kira 0.75 (76% dari puncak perangsangan pada panjang gelombang optimum), sedangkan ia merangsang kerucut hijau ke suatu nilai rangsang sebesar kira-kira 0.13 dan kerucut biru sama sekali tidak dirangsang. Jadi rasio perangsangan dari ketiga jenis conus dalam hal ini adalah 75 :13 : 0, sehingga sistem saraf menafsirkan kelompok rasio ini sebagai sensasi merah. Unsuk sensasi biru, kelompok rasionya adalah 0 : 14 : 86; untuk sensasi jingga tua- kuning, kelompok rasionya 100 : 50 : 0, untuk sensasi hijau, kelompok rasionya 50 : 85 : 15, demikian seterusnya.

Etiologi buta warna

Buta warna adalah kondisi yang diturunkan secara genetik. Dibawa oleh kromosom X pada perempuan, buta warna diturunkan kepada anak-anaknya. Ketika seseorang mengalami buta warna, mata mereka tidak mampu menghasilkan keseluruhan pigmen yang dibutuhkan untuk mata berfungsi dengan normal. Cacat mata ini merupakan kelainan genetik yang diturunkan oleh ayah atau ibu.

Dari semua jenis buta warna, kasus yang paling umum adalah anomalus trikromasi, khususnya deutranomali, yang mencapai angka 5% dari pria. Sebenarnya, penyebab buta warna tidak hanya karena ada kelainan pada kromosom X, namun dapat mempunyai kaitan dengan 19 kromosom dan gen-gen lain yang berbeda dan resesif bila ada kelainan pada makula dan saraf optic. Beberapa penyakit yang diturunkan seperti distrofi sel kerucut dan akromatopsia juga dapat menyebabkan seseorang menjadi buta warna (Anonim, 2008).

Gen buta warna terkait dengan dengan kromosom X (X-linked genes). Jadi kemungkinan seorang pria yang memiliki genotif XY untuk terkena buta warna secara turunan lebih besar dibandingkan wanita yang bergenotif XX untuk terkena buta warna. Jika hanya terkait pada salah satu kromosom X nya saja, wanita disebut carrier atau pembawa, yang bisa menurunkan gen buta warna pada anak-anaknya. Menurut salah satu riset 5-8% pria dan 0,5% wanita dilahirkan buta warna. Dan 99% penderita buta warna termasuk dikromasi, protanopia, dan deuteranopia (Nina Karina, 2007).

Seorang ayah dengan kelainan akan menurunkan alel mutan ke semua anak perempuannya. Jika ibu homozigot dominan, anak perempuan akan memiliki fenotip normal, tetapi akan menjadi carrier mutasi (lihat gambar 4).

Gambar 4Jika seorang perempuan karier bertemu dengan laki-laki fenotip normal, ada 50% peluang untuk masing-masing anak perempuan menjadi karier dan 50% untuk masing-masing anak laki-laki untuk memiliki kelainan (lihat gambar 5).

Gambar 5

Jika karier bertemu dengan laki-laki yang memiliki kelainan, akan ada peluang 50% untuk masing-masing anak yang lahir menmiliki kelainan, apapun jenis kelaminnya. Anak perempuan yang tidak memiliki kelainan akan menjadi karier, sedangkan anak laki-laki yang tidak memiliki kelainan tidak memiliki alel resesif sama sekali (lihat gambar 6).

Lihat gambar 6

Dua gen yang berhubungan dengan munculnya buta warna adalah OPN1LW (Opsin 1 Long Wave), yang menyandi pigmen merah dan OPN1MW (Opsin 1 Middle Wave), yang menyandi pigmen hijau (Samir S. Deeb dan Arno G. Motulsky, 2005). Buta warna dapat juga ditemukan pada penyakit makula, saraf optik, sedang pada kelainan retina ditemukan cacat relative penglihatan warna biru dan kuning sedang kelainan saraf optik memberikan kelainan melihat warna merah dan hijau (Ilyas, 2008).

KlasifiKasi dan gejala buta warna

Buta warna dikenal berdasarkan istilah Yunani protos (pertama), deutros (kedua), dan tritos (ketiga) yang pada warna merah, hijau, dan biru.

Anomalous trichromacy

Anomalous trichromacy adalah gangguan penglihatan warna yang dapat disebabkan oleh faktor keturunan atau kerusakan pada mata setelah dewasa. Penderita anomalous trichromacy memiliki tiga sel kerucut yang lengkap, namun terjadi kerusakan mekanisme sensitivitas terhadap salah satu dari tiga sel reseptor warna tersebut. Pasien buta warna dapat melihat berbagai warna akan tetapi dengan interpretasi berbeda daripada normal yang paling sering ditemukan adalah: a. Tritanomali

Kelainan terdapat pada short-wavelenght pigment (blue). Pigmen biru ini bergeser ke area hijau dari spectrum merah. Pasien mempunyai ketiga pigmen kerucut akan tetapi satu tidak normal, kemungkinan gangguan dapat terletak hanya pada satu atau lebih pigmen kerucut. Pada anomali ini perbandingan merah hijau yang dipilih pada anomaloskop berbeda dibanding dengan orang normal.

b. Deutronomali

Kelainan bentuk pigmen middle-wavelenght (green). Dengan cacat pada hijau sehingga diperlukan lebih banyak hijau, karena terjadi gangguan lebih banyak daripada warna hijau.

c. Protanomali

adalah tipe anomalous trichromacy dimana terjadi kelainan terhadap long-wavelenght (red) pigmen, sehingga menyebabkan rendahnya sensitifitas warna merah. Artinya penderita protanomali tidak akan mempu membedakan warna dan melihat campuran warna yang dilihat oleh mata normal. Penderita juga akan mengalami penglihatan yang buram terhadap warna spektrum merah. Hal ini mengakibatkan mereka dapat salah membedakan warna merah dan hitam. Dichromacy

Dichromacy adalah jenis buta warna di mana salah satu dari tiga sel kerucut tidak ada atau tidak berfungsi. Akibat dari disfungsi salah satu sel pigmen pada kerucut, seseorang yang menderita dikromatis akan mengalami gangguan penglihatan terhadap warna-warna tertentu. Diakromatisme, adalah kebutaan tidak sempurna yang menyangkut ketidakmampuan untuk membedakan warna-warna merah dan hijau. Dichromacy dibagi menjadi tiga bagian berdasarkan pigmen yang rusak:

a. Protanopia

Salah satu tipe dichromacy yang disebabkan oleh tidak adanya photoreceptor retina merah. Pada penderita protonopia, penglihatan terhadap warna merah tidak ada. Dichromacy tipe ini terjadi pada 1% dari seluruh pria. Keadaan yang paling sering ditemukan dengan cacat pada warna merah hijau sehingga sering dikenal dengan buta warna merah hijau (lihat gambar 7).

Gambar 7: protonopia (tidak melihat warna merah)

b. Deutranopia

Gangguan penglihatan terhadap warna yang disebabkan tidak adanya photoreceptor retina hijau. Orang yang kehilangan kerucut hijau sehingga ia tidak dapat melihat warna hijau. Hal ini menimbulkan kesulitan dalam membedakan hue pada warna merah dan hijau (red-green hue discrimination) (lihat gambar 8).

Gambar 8 : deutronopia (tidak melihat warna hijau)c. Tritanopia

Keadaan dimana seseorang tidak memiliki short-wavelength cone. Tritanophia, yaitu kondisi yang ditandai oleh ketidak beresan dalam warna biru dan kuning dimana conus biru atau kuning tidak peka terhadap suatu daerah spektrum visual. Tritanopia disebut juga buta warna biru-kuning dan merupakan tipe dichromacy yang sangat jarang dijumpai (lihat gambar 9).

Gambar 9 Tritanophia (tidak melihat warna biru dan kuning)

Monochromacy

Monochromacy atau akromatopsia adalah kebutaan warna total dimana semua warna dilihat sebagai tingkatan warna abu-abu. Akromatisme atau Akromatopsia, adalah keadaan dimana seseorang hanya memiliki sebuah pigmen cones atau tidak berfungsinya semua sel cones. Pasien hanya mempunyai satu pigmen kerucut (monokromat rod atau batang). Pada monokromat kerucut hanya dapat membedakan warna dalam arti intensitasnya saja dan biasanya 6/30. Pada orang dengan buta warna total atau akromatopsia akan terdapat keluhan silau dan nistagmus dan bersifat autosomal resesif (lihat gambar 10) (Kurnia, 2009).

Gambar 10 ; buta warna total (hanya melihat hitam dan putih)

Bentuk buta warna dikenal juga :

a. Monokromatisme rod (batang) atau disebut juga suatu akromatopsia di mana terdapat kelainan pada kedua mata bersama dengan keadaan lain seperti tajam penglihatan kurang dari 6/60, nistagmus, fotofobia, skotoma sentral, dan mungkin terjadi akibat kelainan sentral hingga terdapat gangguan penglihatan warna total, hemeralopia (buta silang) tidak terdapat buta senja, dengan kelainan refraksi tinggi. Pada pemeriksaan dapat dilihat adanya makula dengan pigmen abnormal.

b. Monokromatisme cone (kerucut), dimana terdapat hanya sedikit cacat, hal yang jarang, tajam penglihatan normal, tidak nistagmus (Ilyas, 2008).

Teori Hering tentang buta warna Menurut Hering, buta warna partial disebabkan karena orang tidak mempunyai substansi warna merah-hijau (daltonis). Umumnya orang menderita buta warna merah-hijau, sedangkan buta warna kuning-hitam jarang terjadi, juga penderita buta warna yang total jarang terjadi karena itu jarang ada individu yang tidak mempunyai substansi fotochemis sama sekali. Hering juga menyatakan bahwa ada 3 macam substansi fotochemis yang memiliki 6 macam kualitas dan dapat memberikan 6 macam sensasi. Substansi ini dapat dipecah dan dapat dibangun oleh rangsang- rangsang tertentu. Kedua macam substansi itu adalah :

Substansi putih/hitam Substansi merah/hijau Substansi kuning/biru

Kalau terlihat warna putih, berarti semua gelombang sinar dipantulkan, sedangkan kalau melihat warna hitam berarti semua gelombang sinar dihisap (diabsorpsi).

PemeriKsaan dan diagnosis buta warna

Tes uji klinis yang umum digunakan untuk mendeteksi cacat buta warna adalah tes Ishihara dan tes American Optical HRRpseudoisochromatic. Metode-metode ini dipakai untuk menentukan dengan cepat suatu kelainan buta warna didasarkan pada penggunaan kartu bertitik-titik dengan berbagai macam warna yang membentukangka (Ishihara) dan simbol (HRR). Sedangkan untuk melakukan klasifikasipasti dari protanopia, deuteranopia, protanomali, dan deuteranomali memerlukan penggunaandari anomaloscope yang melibatkan pemadanan warna (Samir S Deeb and Arno G Motulsky,2005).

Test penglihatan warna salah satu test uji buta warna sebagai berikut :

a. Uji ishihara

Yaitu dengan memakai sejumlah lempeng polikromatik yang berbintik, warna primer dicetak di atas latar belakang mosaic bintik-bintik serupa dengan aneka warna sekunder yang membingungkan, bintik-bintik primer disusun menurut pola (angka atau bentuk geometric) yang tidak dapat dikenali oleh pasien yang kurang persepsi warna (lihat gambar 11).

Gambar 11: Pemeriksaan IshiharaUji Ishihara merupakan uji untuk mengetahui adanya defek penglihatan warna, didasarkan pada menentukan angka atau pola yang ada pada kartu dengan berbagai ragam warna (Ilyas, 2008). Menurut Guyton (1997) Metode Ishihara yaitu metode yang dapat dipakai untuk menentukan dengan cepat suatu kelainan buta warna didasarkan pada pengunaan kartu bertitik-titik. Kartu ini disusun dengan menyatukan titik-titik yang mempunyai bermacam-macam warna.

Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan untuk penglihatan warna dengan memakai satu seri gambar titik bola kecil dengan warna dan besar berbeda (gambar pseudokromatik), sehingga dalam keseluruhan terlihat warna pucat dan menyukarkan pasien dengan kelainan penglihatan warna melihatnya. Penderita buta warna atau dengan kelainan penglihatan warna dapat melihat sebagian ataupun sama sekali tidak dapat melihat gambaran yang diperlihatkan. Pada pemeriksaan pasien diminta melihat dan mengenali tanda gambar yang diperlihatkan dalam waktu 10 detik (Ilyas, 2008).

Penyakit tertentu dapat terjadi ganguan penglihatan warna seperti buta warna merah dan hijau pada atrofi saraf optik, optik neuropati toksi dengan pengecualian neuropati iskemik, glaukoma dengan atrofi optik yang memberikan ganguan penglihatan biru kuning (Ilyas, 2008). Kesimpulan tes buta warna dan diagnosis buta warna dapat diambil dari hasil pemeriksaan ini. (lihat tabel 1 dam gambar 11)

Tabel 1 : pengambilan kesimpulan tes buta warna

Kesimpulan tespengambilan kesimpulan

Buta warna total1. Jika gambar 1 salah, dan jawaban gambar lain diabaikan

Buta warna parsial1. Jika gambar 1 benar, gambar 2 sampai gambar 16 salah lebih dari 3, atau2. Jika gambar 1 benar, gambar 22 sampai gambar 24 jawabannya hanya benar pada salah 1 gambar, atau3. Jika gambar 1 benar, gambar 18 sampai gambar 21 terlihat angka

Normal 1. Jika gambar 1 sampai gambar 17 benar, atau gambar 1 harus benar dan lebih dari 13 gambar dijawab benar2. Gambar 22 sampai 24 benar atau 2 gambar benar

b. Uji pencocoKan benang

Pasien diberi sebuah gelendong benang dan diminta untuk mengambil gelendong yang warnanya cocok dari setumpuk gelendong yang berwarna-warni

PemeriKsaan penunjang

Pemeriksaan Penunjang yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :

1. OftalmosKop

Suatu alat dengan system pencahayaan khusus, untuk melihat bagian dalam mata terutama retina dan struktur terkaitnya

2. Test sensitivitas Kontras

Adalah kesanggupan mata melihat perbedaan kontras yang halus, dimana pada pasien dengan gangguan pada retina, nervus optikus atau kekeruhan media mata tidak sanggup melihatperbedaan kontras tersebut

3. Test eleKtrofisiologiK

a. EleKtroretinografi (ERG)

Untuk mengukur respon listrik retina terhadap kilatan cahaya bagian awal respon flash ERG mencerminkan fungsi fotoreseptor sel krucut dan sel batang

b. EleKtro oKulografi (EOG).

Untuk mengukur potensial korneoretina. Kelainan EOG terutama terjadi pada penyakit secara difus mempengaruhi epitel pigmen retina dan fotoreseptor.

Gambar 12 : Algoritma Diagnosis ButaWarna dengan Pemeriksaan Ishihara

PenatalaKsanaan dan pencegahan

PenatalaKsanaan

Tidak ada pengobatan atau tindakan yang dapat dilakukan untuk mengobati masalah gangguan persepsi warna. Namun penderita buta warna ringan dapat belajar mengasosiasikan warna dengan objek tertentu. Untuk mengurangi gejala dapat digunakan kacamata berlensa dengan filter warna khusus yang memungkinkan pasien melakukan interpretasi kembali warna

Gangguan penglihatan warna yang diturunkan tidak dapat diobati atau dikoreksi. Beberapa gangguan penglihatan warna yang didapat dapat diobati, bergantung pada penyebabnya. Sebagai contoh jika katarak merupakan penyebab gangguan penglihatan warna, operasi untuk mengangkat katarak dapat mengembalikan penglihatan warna menjadi normal. Beberapa cara untuk membantu gangguan penglihatan warna, antara lain:

1. Memakai lensa kontak berwarna. Hal ini dapat membantu membedakan warna, tetapi lensa ini tidak menjadikan penglihatan menjadi normal dan objek yang dilihat dapat terdistorsi.2. Memakai kacamata yang memblok sinar yang menyilaukan. Orang dengan masalah penglihatan dapat membedakan warna lebih baik saat ada penghalang sinar yang menyilaukan.

Pencegahan

Tidak ada cara untuk mencegah buta warna genetik. Tidak ada cara juga untuk mencegah buta warna didapat yang berhubungan dengan penyakit Alzheimer,diabetes mellitus, leukemia, penyakit hati, degenerasi makular, multipel sklerosis, penyakit Parkinson, anemia sel bulan sabit, dan retinitis pigmentosa. Beberapa buta warna didapat dapat dicegah. Membatasi penggunaan alkohol dan obat, seperti antibiotik, barbiturat, obat anti tuberkulosis, pengobatan tekanan darah tinggi dan beberapa pengobatan yang digunakan untuk penyakit saraf dan psikologis, ke level yang dibutuhkan untuk keuntungan terapeutik dapat membatasi buta warna didapat.

Daftar pustaka

1. Ilyas, S. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010.2. Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia. Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran. Jakarta : Sagung Seto, 20023. Gen penyebab buta warna .Diunduh dari http://www.kesimpulan.com/2009/09/gen-penyebab-buta-warna.html#, 7 Mei 2013.4. Guyton and Hall, 1996, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, edk 9, trans. dr. Irawati Setiawan, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.5. Karina, Nina, 2007, Mengenal Lebih Dekat Buta Warna, dilihat 7 Mei 2013.6. Tes buta warna. Diunduh dari http://rewian.wordpress.com/2010/06/17/test-buta-warna/ , 8 Mei 2013.7. Mengenal lebih dekat buta warna. Diunduh dari http://www.tanyadokteranda.com/artikel /2007/09/mengenal-lebih-dekat-buta-warna, 8 Mei 20138. Colour blindness. Diunduh dari, http://www.time.com/time/magazine/article /0,9171,802584,00.html#ixzz14gXcL6t7, 9 Mei 2013.9. Marryland treatment for color blindness. Diunduh dari, http://wjz.com/health/Color.blindness. Optometry.2.418913.html, 1 October 199910. Color deficiency vision. Di unduh dari, http://firelily.com/opinions/color.html. 6 Mei 2013.11. Color vision, color deficiency.Diunduh dari http://www.time.com/time/magazine /article/0,9171,802584,00.html, 7 Mei 2013.

1