BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN · berbasis SKP, Pusat SKP, dan KPB sesuai...
Transcript of BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN · berbasis SKP, Pusat SKP, dan KPB sesuai...
1
BUPATI KEPULAUAN SELAYAR
PROVINSI SULAWESI SELATAN
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR
NOMOR 7 TAHUN 2015
TENTANG
TRANSMIGRASI UMUM TERPADU
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI KEPULAUAN SELAYAR,
Menimbang : a. bahwa untuk mendorong percepatan pembangunan dan
pertumbuhan wilayah-wilayah strategis dan cepat tumbuh
yang belum berkembang agar menjadi penggerak bagi
wilayah tertinggal di sekitarnya dan untuk meningkatkan
pemerataan pembangunan daerah, maka perlu
menyelenggarakan transmigrasi umum terpadu di wilayah
Kabupaten Kepulauan Selayar;
b. bahwa untuk mendapatkan wilayah potensial di
Kabupaten Kepulauan Selayar yang ditetapkan sebagai
pengembangan permukiman transmigrasi sebagai pusat
pertumbuhan wilayah baru sesuai dengan Rencana Tata
Ruang, perlu dibentuk kawasan Permukiman Transmigrasi
Umum Terpadu;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan
Daerah tentang Transmigrasi Umum Terpadu;
SALINAN
2
Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1959 tentang
Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat II di Sulawesi
(Lembaran Negara Repubik Indonesia Tahun 1959
Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 1822);
3. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1997 tentang
Ketransmigrasian (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1997 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3682) sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2009
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15
Tahun 1997 tentang Ketransmigrasian (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 131, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5050);
4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5234);
5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana
telah diubah beberapa kali dan terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua
Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1999 tentang
Penyelenggaraan Transmigrasi (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 4, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3800);
3
7. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4737);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2008 tentang
Perubahan Nama Kabupaten Selayar Menjadi Kabupaten
Kepulauan Selayar Provinsi Sulawesi Selatan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 124,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4889);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2014 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1997
tentang Ketransmigrasian Sebagaimana Telah Diubah
Dengan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2009 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1997
tentang Ketransmigrasian (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 9, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5497);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR
dan
BUPATI KEPULAUAN SELAYAR
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG TRANSMIGRASI UMUM
TERPADU.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Kepulauan Selayar.
4
2. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah sebagai unsur penyelenggara
Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan daerah otonom.
3. Bupati adalah Bupati Kepulauan Selayar.
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang selanjutnya disingkat DPRD
adalah lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai
unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
5. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah
Satuan Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Kepulauan Selayar yang
membidangi urusan Transmigrasi.
6. Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disebut Kepala
SKPD adalah Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah Kabupaten
Kepulauan Selayar yang membidangi urusan Transmigrasi.
7. Ketransmigrasian adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan
penyelenggaraan transmigrasi.
8. Transmigrasi adalah perpindahan penduduk secara sukarela untuk
peningkatan kesejahteraan dan menetap di kawasan transmigrasi yang
diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah.
9. Transmigran adalah warga negara Republik Indonesia yang berpindah
secara sukarela ke kawasan transmigrasi.
10. Kawasan Transmigrasi adalah kawasan budidaya yang memiliki fungsi
sebagai permukiman dan tempat usaha masyarakat dalam satu sistem
pengembangan berupa wilayah pengembangan transmigrasi atau lokasi
Permukiman Transmigrasi.
11. Wilayah Pengembangan Transmigrasi adalah wilayah potensial yang
ditetapkan sebagai pengembangan permukiman transmigrasi yang terdiri
atas beberapa satuan kawasan pengembangan yang salah satu di
antaranya direncanakan untuk mewujudkan pusat pertumbuhan wilayah
baru sebagai kawasan perkotaan baru sesuai dengan Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten.
12. Lokasi Permukiman Transmigrasi adalah lokasi potensial yang ditetapkan
sebagai permukiman transmigrasi untuk mendukung pusat pertumbuhan
wilayah yang sudah ada atau yang sedang berkembang sebagai kawasan
perkotaan baru sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten.
5
13. Satuan Kawasan Pengembangan adalah satu kawasan yang terdiri atas
beberapa satuan permukiman yang salah satu di antaranya merupakan
permukiman yang disiapkan menjadi desa utama atau pusat kawasan
perkotaan baru.
14. Permukiman Transmigrasi adalah satu kesatuan permukiman atau bagian
dari satuan permukiman yang diperuntukkan bagi tempat tinggal dan
tempat usaha transmigran.
15. Transmigrasi Umum adalah jenis transmigrasi yang dilaksanakan oleh
Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah bagi penduduk yang mengalami
keterbatasan dalam mendapatkan peluang kerja dan usaha.
16. Satuan Kawasan Pengembangan yang selanjutnya disingkat SKP adalah
satu kawasan yang terdiri atas beberapa satuan permukiman yang salah
satu diantaranya merupakan permukiman yang disiapkan menjadi desa
utama atau pusat kawasan perkotaan baru.
17. Kawasan Perkotaan Baru yang selanjutnya disingkat KPB adalah bagian
dari Kawasan Transmigrasi yang ditetapkan menjadi pusat pertumbuhan
dan berfungsi sebagai pusat pelayanan Kawasan Transmigrasi.
18. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten adalah rencana strategis
pelaksanaan dan pemanfaataan ruang wilayah kabupaten dengan arahan
struktur dan pola pemanfaatan ruang yang merupakan penjabaran
rencana tata ruang wilayah provinsi.
19. Transmigrasi Umum Terpadu adalah jenis transmigrasi yang dilaksanakan
oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah bagi penduduk yang
mengalami keterbatasan dalam mendapatkan peluang karja dan usaha
baik di bidang pertanian, perikanan maupun di bidang lainnya.
BAB II
ASAS, TUJUAN, SASARAN DAN ARAH
Bagian Kesatu
Asas
Pasal 2
Penyelenggaraan Transmigrasi berasaskan :
a. kepeloporan;
b. kesukarelaan;
c. kemandirian;
d. kekeluargaan;
e. keterpaduan; dan
f. wawasan lingkungan.
6
Bagian Kedua
Tujuan
Pasal 3
Penyelenggaraan Transmigrasi bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
transmigran dan masyarakat sekitarnya, peningkatan dan pemerataan
pembangunan Daerah, serta memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa.
Bagian Ketiga
Sasaran dan Arah
Pasal 4
Sasaran Penyelenggaraan Transmigrasi adalah meningkatkan kemampuan dan
produktivitas masyarakat transmigrasi, membangun kemandirian dan
mewujudkan integrasi di permukiman transmigrasi sehingga ekonomi dan
sosial budaya mampu tumbuh dan berkembang secara berkelanjutan.
Pasal 5
Penyelenggaraan Transmigrasi diarahkan pada pemerataan penyebaran
penduduk yang serasi dan seimbang dengan daya dukung alam, daya tampung
lingkungan, peningkatan kualitas sumber daya manusia dan perwujudan
integrasi masyarakat.
BAB III
RUANG LINGKUP
Pasal 6
Ruang Lingkup Transmigrasi Umum Terpadu meliputi :
a. jenis transmigrasi dan pola usaha pokok;
b. hak dan kewajiban;
c. penyelenggaraan transmigrasi;
d. pembangunan wilayah pengembangan transmigrasi dan lokasi
permukiman transmigrasi;
e. penyediaan tanah;
f. penyiapan permukiman;
g. informasi, seleksi, pendidikan dan pelatihan, serta penempatan;
h. peran serta masyarakat; dan
i. pengawasan dan tindakan administratif.
7
BAB IV
JENIS TRANSMIGRASI DAN
POLA USAHA POKOK
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 7
(1) Jenis Transmigrasi diselenggarakan melalui pola usaha pokok.
(2) Jenis Transmigrasi dikembangkan untuk memanfaatkan kesempatan kerja
dan peluang usaha yang diciptakan melalui pembangunan dan
pengembangan Kawasan Transmigrasi.
Bagian Kedua
Jenis Transmigrasi
Pasal 8
Jenis Transmigrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 adalah Transmigrasi
Umum Terpadu.
Pasal 9
(1) Jenis Transmigrasi Umum Terpadu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
dilaksanakan pada ruang dalam Kawasan Transmigrasi yang belum layak
untuk pengembangan usaha secara komersial.
(2) Transmigran pada jenis Transmigrasi Umum Terpadu sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diprioritaskan bagi penduduk yang mengalami
keterbatasan dalam mendapatkan kesempatan kerja dan peluang usaha.
(3) Dalam menetapkan calon Transmigran sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), seleksi dilaksanakan berdasarkan prioritas penanganan masalah
sosial ekonomi bagi penduduk yang bersangkutan.
(4) Biaya pelaksanaan jenis Transmigrasi Umum Terpadu sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja
daerah dan/atau anggaran pendapatan dan belanja negara.
Bagian Ketiga
Pola Usaha Pokok
Pasal 10
(1) Pola usaha pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) meliputi
kegiatan :
a. usaha primer;
8
b. usaha sekunder; dan/atau
c. usaha tersier.
(2) Kegiatan usaha primer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
meliputi usaha di bidang pertanian tanaman pangan, perikanan,
peternakan, perkebunan, kehutanan, dan pertambangan.
(3) Kegiatan usaha sekunder sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
meliputi usaha di bidang industri pengolahan dan manufaktur.
(4) Kegiatan usaha tersier sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
meliputi usaha di bidang jasa dan perdagangan.
Pasal 11
(1) Pola usaha pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ditetapkan dalam
rencana pembangunan Kawasan Transmigrasi berdasarkan kesesuaian
antara potensi sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan sumber
daya lainnya yang tersedia.
(2) Pola usaha pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
berbasis SKP, Pusat SKP, dan KPB sesuai dengan kegiatan usaha yang
dikembangkan.
BAB V
HAK DAN KEWAJIBAN
Pasal 12
(1) Transmigran berhak memperoleh bantuan dari Pemerintah dan/atau
Pemerintah Daerah berupa :
a. perbekalan, pengangkutan, dan penempatan di permukiman
transmigrasi;
b. lahan tempat tinggal beserta rumah dengan status hak milik;
c. sarana; dan
d. catu pangan untuk jangka waktu tertentu.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pemberian bantuan oleh
Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 13
Setiap Transmigran berkewajiban untuk :
a. bertempat tinggal menetap di permukiman transmigrasi;
9
b. memelihara kelestarian lingkungan;
c. memelihara dan mengembangkan kegiatan usahanya secara berdaya guna
dan berhasil guna;
d. mempertahankan dan memelihara jenis usaha yang diberikan dan
pemilikan tanah serta aset produksinya;
e. memelihara hubungan yang serasi dengan masyarakat setempat serta
menghormati dan memperhatikan adat istiadatnya; dan
f. mematuhi ketentuan ketransmigrasian.
BAB VI
PENYELENGGARAAN TRANSMIGRASI
Bagian Kesatu
Persyaratan
Pasal 14
Setiap warga Negara Republik Indonesia dapat ikut serta sebagai transmigran.
Pasal 15
Keikutsertaan sebagai transmigran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14
didasarkan atas kesukarelaan dan memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Warga Negara Indonesia yang berdomisili di wilayah Negara Republik
Indonesia;
b. berkeluarga, dibuktikan dengan Surat Nikah dan Kartu Keluarga;
c. memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang masih berlaku;
d. berusia antara 18 (delapan belas) tahun sampai dengan 50 (lima puluh)
tahun sesuai dengan KTP, kecuali diatur lain dalam kerja sama antar
daerah;
e. belum pernah bertransmigrasi yang dibuktikan dengan surat keterangan
dari Lurah/Kepala Desa dimana pendaftar berdomisili;
f. berbadan sehat yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter;
g. memiliki keterampilan sesuai dengan kebutuhan untuk mengembangkan
potensi sumber daya yang tersedia di lokasi tujuan;
h. menandatangani surat pernyataan kesanggupan melaksanakan kewajiban
sebagai transmigran;
i. lulus seleksi yang dibuktikan dengan surat keterangan lulus dari tim yang
diberikan wewenang untuk melaksanakan seleksi.
10
Pasal 16
(1) Transmigran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 terdiri atas kepala
keluarga dan anggota keluarganya.
(2) Kecuali untuk kepentingan tertentu, Pemerintah Daerah dapat menetapkan
selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 17
Transmigran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 diutamakan bagi
penduduk yang berasal dari :
a. wilayah yang tingkat kepadatan penduduknya tinggi dan/atau terbatas
lapangan kerja yang tersedia dan/atau merupakan lahan kritis;
b. daerah yang terkena bencana alam atau gangguan keamanan;
c. masyarakat pesisir nelayan;
d. perambah hutan dan peladang berpindah; dan
e. wilayah yang tempat tinggalnya dijadikan proyek pembangunan bagi
kepentingan umum.
Bagian Kedua
Penyelenggaraan
Pasal 18
Penyelenggaraan Transmigrasi dilakukan sebagai kegiatan penataan dan
persebaran penduduk melalui perpindahan ke dan di wilayah pengembangan
transmigrasi dan lokasi permukiman transmigrasi untuk meningkatkan
kesejahteraan dengan kegiatan penyiapan permukiman, pengarahan dan
penempatan serta pembinaan masyarakat transmigrasi dan pembinaan
lingkungan permukiman transmigrasi.
Pasal 19
Penyelenggaraan Transmigrasi dilakukan melalui tahapan sebagai berikut :
a. penyiapan permukiman;
b. pengarahan;
c. penempatan;
d. pembinaan masyarakat transmigrasi; dan
e. pembinaan lingkungan permukiman transmigrasi.
11
Pasal 20
Penyiapan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf a
dilakukan oleh Pemerintah Daerah yang disusun berdasarkan potensi sumber
daya alam dan sumber daya lainnya secara terpadu dengan pembangunan
sektoral berbasis potensi dan keunggulan daerah untuk pembangunan daerah.
Pasal 21
Pengarahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf b dilaksanakan
melalui penyuluhan yang disampaikan kepada masyarakat, kelompok,
keluarga dan perseorangan secara langsung atau tidak langsung, bersifat
komunikatif, informatif, persuasif dan edukatif.
Pasal 22
Penempatan Transmigran di permukiman Transmigrasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 19 huruf c dilaksanakan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah
Daerah atau mendelegasikan kepada SKPD setelah ada kepastian kesempatan
kerja atau usaha dan tempat tinggal dan telah melalui seleksi yang meliputi
kelengkapan administrasi, telah menikah, kondisi fisik, kesehatan, mental
ideologi dan keahlian atau keterampilan.
Pasal 23
Pembinaan masyarakat Transmigrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19
huruf d, meliputi :
a. bidang ekonomi, terdiri atas penyediaan sarana produksi, peningkatan
produktivitas lahan dan pengembangan usaha, pembentukan kelembagaan
dan pemasaran, partisipasi masyarakat dan kemitraan usaha;
b. bidang sosial dan budaya, terdiri atas pendidikan, kesehatan dan keluarga
berencana, peningkatan peranan pemuda dan peranan wanita, partisipasi
masyarakat, seni budaya dan olah raga;
c. bidang mental spiritual, terdiri atas ideologi, agama, sikap mental dan
perilaku; dan
d. bidang kelembagaan pemerintahan desa, terdiri atas penyiapan dan
pembentukan prasarana dan sarana pemerintahan desa dan kelembagaan
serta lembaga masyarakat desa.
12
Pasal 24
(1) Pembinaan lingkungan permukiman Transmigrasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 19 huruf e dilakukan melalui tahap penyesuaian, tahap
pemantapan dan tahap pengembangan.
(2) Tahap penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan untuk
adaptasi dengan lingkungan yang berlangsung selama 1 (satu) tahun 5
(lima) bulan.
(3) Tahap pemantapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan untuk
peningkatan kemampuan dan pemenuhan kebutuhan hidup Transmigran
yang berlangsung selama 1 (satu) tahun 5 (lima) bulan sampai dengan 2
(dua) tahun.
(4) Tahap pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
untuk pengembangan usaha produktif secara mandiri yang berlangsung
paling lama 2 (dua) tahun.
Pasal 25
(1) Penyelenggaraan Transmigrasi diarahkan pada penataan penduduk yang
serasi dan seimbang dengan daya dukung alam dan daya tampung
lingkungan, peningkatan kualitas sumber daya manusia dan perwujudan
integrasi masyarakat.
(2) Penataan persebaran penduduk yang serasi dan seimbang dengan daya
dukung alam dan daya tampung lingkungan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diwujudkan melalui penciptaan keserasian, keselarasan dan
keseimbangan antara kuantitas dan kualitas penduduk dengan daya
dukung alam dan daya tampung lingkungan.
(3) Peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diwujudkan melalui peningkatan kualitas transmigran selaku
pribadi, anggota keluarga, kelompok usaha ekonomi dan anggota
masyarakat.
(4) Perwujudan integrasi masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan melalui penciptaan komunitas transmigran dan penduduk
setempat sebagai satu kesatuan masyarakat hukum.
13
BAB VII
PEMBANGUNAN WILAYAH PENGEMBANGAN TRANSMIGRASI DAN
LOKASI PERMUKIMAN TRANSMIGRASI
Pasal 26
Pembangunan Wilayah Pengembangan Transmigrasi dan Lokasi Permukiman
Transmigrasi, dilakukan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah secara
terkoordinasi dengan instansi teknis terkait.
Pasal 27
(1) Wilayah pengembangan Transmigrasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 26, penetapannya didasarkan pada pertimbangan potensi wilayah
yang memungkinkan pengembangannya bagi upaya mewujudkan pusat
pertumbuhan wilayah.
(2) Wilayah pengembangan Transmigrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikembangkan melalui pembangunan satuan kawasan pengembangan.
(3) Dalam satuan kawasan pengembangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) terdapat beberapa satuan permukiman transmigrasi.
Pasal 28
Wilayah pengembangan Transmigrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26
ditetapkan di :
a. Kecamatan Bontosikuyu, yaitu Desa Appatanah dan Desa Laiyolo
(Jammeng); dan
b. Kecamatan Pasimarannu, yaitu Desa Lambego dan Desa Komba-Komba.
Pasal 29
(1) Pembangunan wilayah pengembangan Transmigrasi dan lokasi
permukiman Transmigrasi dilaksanakan secara terencana, bertahap, dan
terpadu dengan pembangunan sektoral dan pembangunan daerah.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pembangunan wilayah
pengembangan Transmigrasi dan lokasi permukiman Transmigrasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati.
Pasal 30
(1) Dalam Wilayah Pengembangan Transmigrasi atau Lokasi Permukiman
Transmigrasi dapat dilakukan pemugaran permukiman penduduk
setempat.
14
(2) Pemugaran permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
meliputi perbaikan perumahan, lahan usaha dan jaringan jalan.
(3) Perencanaan maupun pelaksanaan pemugaran permukiman sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Menteri atau bersama penduduk
setempat.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan dan pemugaran
permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3)
diatur dengan Peraturan Bupati.
Pasal 31
(1) Kawasan yang diperuntukkan sebagai rencana Wilayah Pengembangan
Transmigrasi harus sesuai dengan rencana tata ruang wilayah Daerah.
(2) Selain harus memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Rencana Wilayah Pengembangan Transmigrasi tersebut juga harus
memenuhi syarat :
a. memiliki potensi yang dapat dikembangkan sebagai produk unggulan
yang memenuhi skala ekonomis;
b. mempunyai kemudahan hubungan dengan kota atau wilayah yang
sedang berkembang; dan
c. tingkat kepadatan penduduk masih rendah.
Pasal 32
Lokasi permukiman Transmigrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26
ditetapkan di Kecamatan Bontoharu, yaitu Desa Bontoborusu, Desa Kahu-
Kahu dan Desa Bontolebang.
Pasal 33
(1) Lokasi permukiman Transmigrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26
dikembangkan di luar wilayah pengembangan Transmigrasi.
(2) Lokasi permukiman Transmigrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan untuk mendukung percepatan pengembangan wilayah dan/atau
pusat pertumbuhan wilayah yang sedang berkembang.
Pasal 34
Lokasi permukiman Transmigrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32
dituangkan dalam peta sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
15
BAB VIII
PENYEDIAAN TANAH
Pasal 35
(1) Pemerintah Daerah menyediakan tanah untuk lokasi
penyelenggaraan/permukiman Transmigrasi.
(2) Alokasi penyediaan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disesuaikan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah dan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 36
(1) Tanah yang disediakan oleh Pemerintah Daerah untuk
penyelenggaraan/permukiman Transmigrasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 35 diberikan dengan hak pengelolaan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2) Dalam hal tanah yang akan diberikan kepada Transmigran dikuasai oleh
Badan Usaha, maka terlebih dahulu diserahkan kepada Pemerintah Daerah
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Tanah yang diperuntukkan bagi Transmigran diberikan dengan status hak
milik.
Pasal 37
(1) Hak Milik atas tanah bagi Transmigran pada prinsipnya tidak dapat
dipindahtangankan, kecuali :
a. Transmigran meninggal dunia;
b. setelah memiliki hak paling sedikit selama 20 (dua puluh) tahun;
c. Transmigran Pegawai Negeri yang dialihtugaskan.
(2) Pemindahtanganan di luar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
hak milik menjadi hapus dan tanahnya kembali kepada pemegang Hak
Pengelolaan.
(3) Tanah yang kembali kepada pemegang Hak Pengelolaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diberikan kepada Transmigran pengganti.
16
BAB IX
PENYIAPAN PERMUKIMAN
Pasal 38
(1) Penyiapan permukiman Transmigrasi diarahkan bagi terwujudnya
permukiman Transmigrasi yang layak huni, layak usaha, dan layak
berkembang.
(2) Penyiapan permukiman transmigrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi :
a. penyiapan area;
b. perencanaan permukiman;
c. pembangunan perumahan, fasilitas umum, sarana dan prasarana
permukiman; dan
d. penyiapan lahan dan/atau ruang usaha.
(3) Penyiapan permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
oleh Pemerintah Daerah.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyiapan permukiman sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Bupati.
Pasal 39
Perencanaan penyiapan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38
ayat (2) disusun berdasarkan potensi sumber daya alam dan sumber daya
lainnya secara terpadu dengan pembangunan sektoral dan pembangunan
daerah.
BAB X
INFORMASI, SELEKSI, PENDIDIKAN DAN PELATIHAN,
SERTA PENEMPATAN
Bagian Kesatu
Informasi
Pasal 40
(1) Pemerintah Daerah memberikan informasi mengenai ketersediaan lapangan
kerja, kesempatan berusaha, tempat tinggal, kondisi geografis, dan adat
istiadat di kawasan Transmigrasi.
(2) Setiap Transmigran mempunyai kesempatan seluas-luasnya untuk
menetapkan pilihan lapangan kerja dan/atau usaha di kawasan
Transmigrasi sesuai dengan kualifikasi kemampuan masing-masing.
17
Bagian Kedua
Seleksi
Pasal 41
Pemerintah Daerah melakukan seleksi setiap calon Transmigran melalui SKPD
yang membidangi urusan Transmigrasi.
Pasal 42
Calon Transmigran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 diseleksi
berdasarkan prioritas penanganan masalah sosial ekonomi bagi penduduk
yang bersangkutan.
Bagian Ketiga
Pendidikan dan Pelatihan
Pasal 43
(1) Calon Transmigran yang dinyatakan lulus seleksi diberikan pendidikan dan
pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan pengembangan.
(2) Pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.
Bagian Keempat
Penempatan
Pasal 44
(1) Penempatan Transmigran di permukiman Transmigrasi dilaksanakan
setelah ada kepastian kesempatan kerja atau usaha dan tempat tinggal.
(2) Penempatan Transmigran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.
Pasal 45
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian informasi, seleksi,
pendidikan dan pelatihan, serta penempatan diatur dengan Peraturan Bupati.
BAB XI
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 46
(1) Masyarakat mempunyai hak dan kesempatan seluas-luasnya untuk
berperan serta dalam penyelenggaraan Transmigrasi.
18
(2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilakukan secara perseorangan, kelompok masyarakat, atau badan usaha.
(3) Pemerintah Daerah memberikan kemudahan kepada masyarakat untuk
berperan serta dalam penyelenggaraan Transmigrasi.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai peran serta masyarakat diatur dengan
Peraturan Bupati.
BAB XII
PENGAWASAN DAN TINDAKAN ADMINISTRATIF
Pasal 47
SKPD melakukan pengawasan terhadap semua kegiatan yang berkaitan
dengan penyelenggaraan Transmigrasi.
Pasal 48
SKPD dapat mengambil tindakan administratif terhadap pihak yang
melakukan pelanggaran dalam penyelenggaraan Transmigrasi.
Pasal 49
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan pengawasan, bentuk
dan jenis tindakan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 dan
Pasal 48 diatur dengan Peraturan Bupati.
BAB XIII
KETENTUAN PENYIDIKAN
Pasal 50
(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah
diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan
tindak pidana di bidang Transmigrasi sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Hukum Acara.
(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Pejabat Pegawai
Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diangkat oleh
Pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(3) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :
a. menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau
laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang Transmigrasi agar
keterangan dan laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas;
19
b. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang
pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan
sehubungan dengan tindak pidana di bidang Transmigrasi;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau Badan
sehubungan dengan tindak pidana di bidang Transmigrasi;
d. memeriksa buku, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak
pidana di bidang Transmigrasi;
e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti
pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain serta melakukan penyitaan
barang bukti tersebut;
f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas
penyidikan tindak pidana di bidang Transmigrasi;
g. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan
ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan
memeriksa identitas orang, benda, dan/atau dokumen yang dibawa;
h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang
Transmigrasi;
i. memanggil orang untuk didengarkan keterangan dan diperiksa sebagai
tersangka atau saksi;
j. menghentikan penyidikan; dan
k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan
tindak pidana di bidang Transmigrasi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(4) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memberitahukan
dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada
Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia,
sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara
Pidana.
BAB XIV
KETENTUAN PIDANA
Pasal 51
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 16 diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda
paling banyak Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).
20
(2) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.
(3) Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penerimaan
negara.
BAB XV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 52
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten
Kepulauan Selayar.
Ditetapkan di Benteng
pada tanggal 30 Desember 2015
Pj. BUPATI KEPULAUAN SELAYAR,
ttd
SYAMSIBAR
Diundangkan di Benteng
pada tanggal 30 Desember 2015
Plt. SEKRETARIS KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR,
ttd
MARJANI SULTAN
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR TAHUN 2015
NOMOR 48
NOREG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR,
PROVINSI SULAWESI SELATAN : 7
21
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR
NOMOR 7 TAHUN 2015
TENTANG
TRANSMIGRASI UMUM TERPADU
I. UMUM
Penyelenggaraan transmigrasi merupakan bagian integral dari
Pembangunan Nasional sehingga dalam pelaksanaannnya tidak terlepas
dari arah, tujuan dan ruang lingkup pembangunan nasional. Sebagai
bagian integral dari Pembangunan Nasional maka penyelenggaraan
trasmigrasi perlu dilakukan secara terpadu oleh Pemerintah dan
Pemerintah Daerah.
Penyelenggaraan transmigrasi perlu diarahkan pada upaya untuk
meningkatkan efisiensi serta berbagai kegiatan usaha transmigrasi yang
lebih berorientasi kepada pasar, serta menjamin keunggulan yang
komperatif dan kompetitif yang mampu bersaing di pasar domestik
mapun di pasar global. Oleh karena itu penyelenggaraan transmigrasi
perlu mengarah kepada kegiatan penataan dan persebaran penduduk
melalui perpindahan ke dan di wilayah pengembangan transmigrasi dan
lokasi permukiman transmigrasi untuk meningkatkan kesejahteraan
dengan kegiatan penyiapan permukiman, pengarahan dan penempatan
serta pembinaan masyarakat transmigrasi dan pembinaan lingkungan
permukiman transmigrasi.
Sejalan dengan hal tersebut, maka Pemerintah Daerah perlu
memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada masyarakat dalam
pelaksanaan penyelenggaraan transmigrasi baik secara perseorangan,
kelompok masyarakat, maupun badan usaha dengan memberikan
fasilitasi dan kemudahan.
Pembangunan transmigarasi dilaksanakan berbasis kawasan yang
memiliki keterkaitan dengan kawasan sekitarnya membentuk suatu
kesatuan sistem pengembangan ekonomi wilayah. Pembangunan Kawasan
Transmigrasi dirancang secara holistic dan komprehensif sesuai dengan
Rencana Tata Ruang Wilayah dalam bentuk Wilayah Pengembangan
Transmigrasi atau Lokasi Permukiman diarahkan untuk mewujudkan
pusat pertumbuhan baru sebagai Kawasan Perkotaan Baru, sedangkan
Lokasi Permukiman diarahkan untuk mendukung pusat pertumbuhan
22
yang telah ada atau yang sedang berkembang sebagai kawasan perkotaan
baru.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup Jelas
Pasal 2
Huruf a
Yang dimaksud dengan “asas kepeloporan” adalah
penyelenggaraan transmigrasi didasarkan pada jiwa kepeloporan
dan keperintisan dan semangat juang para penyelenggara, para
pelaksana dan para trasmigran, serta pihak terkait lain dalam
mendayagunakan potensi sumber daya alam dan sumber daya
lain.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “asas kesukarelaan” adalah
penyelenggaraan transmigrasi didasarkan pada jiwa dan
semangat tanpa pemaksaan dalam keikutsertaan seseorang
untuk bertransmigrasi.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “asas kemandirian” adalah para
penyelenggara dan transmigran harus mengarahkan diri agar
upaya pembinaan dan pengembangan kehidupan transmigran
tidak menciptakan sikap ketergantungan.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “asas kekeluargaan” adalah dalam
melaksanakan kegiatan usaha dan kehidupan masyarakat, perlu
ditumbuhkan semangat dan jiwa kebersamaan dan gotong
royong.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “asas keterpaduan” adalah dalam
penyelenggaraan transmigrasi selalu terkait dengan hampir
seluruh sektor pembangunan. Oleh karena itu, semangat dan
jiwa untuk mengadakan koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi
antar berbagai sektor pembangunan dan instansi berbagai
23
tingkatan, baik Pemerintah Daerah, swasta maupun masyarakat
perlu dikembangkan.
Huruf f
Yang dimaksud dengan “asas wawasan lingkungan” adalah
penyelenggaraan transmigrasi dilaksanakan berdasarkan
wawasan lingkungan yang telah mempertimbangkan aspek
kelestarian fungsi lingkungan.
Pasal 3
Cukup Jelas
Pasal 4
Cukup Jelas
Pasal 5
Cukup Jelas
Pasal 6
Cukup Jelas
Pasal 7
Cukup Jelas
Pasal 8
Cukup Jelas
Pasal 9
Cukup Jelas
Pasal 10
Cukup Jelas
Pasal 11
Cukup Jelas
Pasal 12
Cukup Jelas
Pasal 13
Cukup Jelas
Pasal 14
Cukup Jelas
Pasal 15
Cukup Jelas
Pasal 16
ayat (1)
Cukup Jelas
24
ayat (2)
Pada dasarnya untuk memantapkan pembinaan, setiap
trasmigran harus telah berumah tangga. Akan tetapi, karena
pertimbangan khusus, seperti kebutuhan tenaga ahli, guru, dan
dai, yang sangat diperlukan sebagai motivator atau penyuluh,
meskipun belum menikah, seseorang dapat menjadi
transmigran.
Pasal 17
Cukup Jelas
Pasal 18
Cukup Jelas
Pasal 19
Cukup Jelas
Pasal 20
Cukup Jelas
Pasal 21
Cukup Jelas
Pasal 22
Cukup Jelas
Pasal 23
Cukup Jelas
Pasal 24
Cukup Jelas
Pasal 25
Cukup Jelas
Pasal 26
Cukup Jelas
Pasal 27
Cukup Jelas
Pasal 28
Cukup Jelas
Pasal 29
Cukup Jelas
Pasal 30
Cukup Jelas
Pasal 31
Cukup Jelas
25
Pasal 32
Cukup Jelas
Pasal 33
Cukup Jelas
Pasal 34
Cukup Jelas
Pasal 35
Cukup Jelas
Pasal 36
Cukup Jelas
Pasal 37
Cukup Jelas
Pasal 38
Cukup Jelas
Pasal 39
Cukup Jelas
Pasal 40
Cukup Jelas
Pasal 41
Cukup Jelas
Pasal 42
Cukup Jelas
Pasal 43
Cukup Jelas
Pasal 44
Cukup Jelas
Pasal 45
Cukup Jelas
Pasal 46
Cukup Jelas
Pasal 47
Cukup Jelas
Pasal 48
Cukup Jelas