Buletin GINSI Jateng...Edisi Januari 2021 BULETIN GINSI JATENG Edisi Januari 2021 : 933 TAHUN KE -...

24
Edisi Januari 2021 BULETIN JATENG GINSI Edisi Januari 2021 : 933 TAHUN KE - LI KHUSUS UNTUK ANGGOTA Sekretariat : Jl. Abdul Rahman Saleh No. 226 H Semarang Telp/Fax : 024 76432943 // 024 7602781 // WhatsApp : 082 133 919 046 Email : [email protected] // Website : www.ginsijateng.com Instagram : @ginsijateng // twiter : @ginsijateng

Transcript of Buletin GINSI Jateng...Edisi Januari 2021 BULETIN GINSI JATENG Edisi Januari 2021 : 933 TAHUN KE -...

  • Edisi Januari 2021

    BULETIN

    JATENG GINSI Edisi Januari 2021 : 933 TAHUN KE - LI

    KHUSUS UNTUK ANGGOTA

    Sekretariat : Jl. Abdul Rahman Saleh No. 226 H Semarang Telp/Fax : 024 – 76432943 // 024 – 7602781 // WhatsApp : 082 133 919 046 Email : [email protected] // Website : www.ginsijateng.com Instagram : @ginsijateng // twiter : @ginsijateng

    http://www.ginsijateng.com/

  • Edisi Januari 2021

    januari 2021 NOMOR : 932 TAHUN KE - LI

    DAFTAR ISI Liputan Khusus : Bank Indonesia Rilis Aturan Tentang Devisa Hasil Ekspor dan Pembayaran

    Impor, Berlaku 1 Januari 2021 ………………………………………………………………………………………….. 1 Pemerintah Buat Aturan Baru Tata Kelola INSW …………………………………………................................ 2 Selama Januari-November 2020 RI Sudah Impor 2,31 Juta Ton Kedelai ………................................. 3 Ekspor-Impor 2021 Diprediksi Moncer, Pelaku Usaha Harap Ada Fasilitas …………………………. 4 Penuhi kebutuhan hingga Maret, pemerintah akan impor gula konsumsi 646.944 ton ……..…. 6 Sri Mulyani Perpanjang Insentif Pajak Sektor Farmasi ……………………………………………………….. 8 Impor Bensin Tahun Ini Meningkat 53% …………………………………………………………………………… 10 Pengusaha Elektronik Minta Insentif PPh Pasal 22 Impor Diperpanjang ……………………………... 11 APDI: Kenaikan Harga Daging Dipicu Mahalnya Sapi Impor Australia ………………………….……... 12 Indonesia Importir Terbesar Vaksin Sinovac Per Januari 2021 …………………………………………… 13 Peraturan Pemerintah: Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor

    239/PMK.03/2020 Tentang Pemberian Fasilitas Pajak Terhadap Barang Dan Jasa Yang Diperlukan Dalam Rangka Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 Dan Perpanjangan Pemberlakuan Fasilitas Pajak Penghasilan Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2020 Tentang Fasilitas Pajak Penghasilan Dalam Rangka Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) ................................................................................... 14

    Laporan Kegiatan BPD GINSI Jateng bulan Januari 2021 ………………………………………………......... 22

    *** dihimpun dari berbagai sumber

    BULETIN GINSI JATENG

  • Buletin GINSI Jateng 1

    Edisi Januari 2021

    LIPUTAN KHUSUS :

    Bank Indonesia Rilis Aturan Tentang Devisa Hasil

    Ekspor dan Pembayaran Impor, Berlaku 1

    Januari 2021 Bank Indonesia (BI) menyempurnakan

    ketentuan yang mengatur mengenai Devisa Hasil Ekspor (DHE) dan Devisa Pembayaran Impor (DPI) dengan menerbitkan Peraturan BI Nomor 22/21/PBI/2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 21/14/PBI/2019 tentang Devisa Hasil Ekspor dan Devisa Pembayaran Impor.

    Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin

    Haryono mengatakan penyempurnaan ketentuan dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi perekonomian Indonesia yang belum sepenuhnya mengalami pemulihan sebagai dampak pandemi COVID-19.

    "Dan untuk memberikan kemudahan bagi eksportir dan bank melaksanakan kewajiban DHE,

    serta untuk memberikan waktu pembelajaran yang lebih panjang bagi importir dalam pelaporan DPI," kata Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono dalam keterangan di Jakarta, Rabu 30 Desember 2020.

    Peraturan BI tersebut mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2021 dengan menyempurnakan ketentuan sebelumnya yaitu PBI Nomor 21/14/PBI/2019. Adapun rincian perubahan yaitu pertama, sanksi administratif kepada importir yang semula mulai berlaku 1 Januari 2021 diubah menjadi penangguhan atas pelayanan impor mulai berlaku pada 1 Januari 2022.

    Kemudian, selisih kurang nilai DHE dengan nilai ekspor yang diperbolehkan dengan selisih paling banyak ekuivalen Rp50 juta atau tidak lebih dari 2,5 persen nilai ekspor.

    Perubahan berikutnya yaitu bank dapat melakukan pengkreditan penerimaan DHE pada rekening eksportir jika Financial Transaction Messaging System (FTMS) untuk seluruh penerimaan DHE melalui transaksi TT telah dilengkapi informasi ekspor.

    Hal lainnya dalam Peraturan BI No. 21/14/PBI/2019 tentang Devisa Hasil Ekspor dan Devisa Pembayaran Impor yang tidak diubah oleh peraturan tersebut dinyatakan tetap berlaku.

    https://www.tempo.co/tag/bank-indonesiahttps://www.tempo.co/tag/devisahttps://www.tempo.co/tag/ekspor

  • Buletin GINSI Jateng 2

    Edisi Januari 2021

    Pemerintah Buat Aturan Baru

    Tata Kelola INSW

    Pemerintah memperkuat regulasi terkait

    dengan tata kelola lembaga Indonesia National Single Window (INSW) melalui penerbitan PMK No.199/2020 mengenai pengelolaan INSW dan sistem informasinya.

    Terbitnya PMK No.199/2020 ini memiliki 4 tujuan utama. Pertama, meningkatkan perekonomian nasional. Kedua, instrumen menghadapi perubahan lingkungan strategis global. Ketiga, mendukung percepatan pelaksanaan berusaha dan percepatan alur proses kegiatan perdagangan internasional.

    Oleh karena itu, perlu adanya lingkungan yang terintegrasi dalam proses pengeluaran barang yang sejalan dengan praktik internasional. Keempat, menjamin penyelenggaraan INSW sesuai dengan tuntutan nasional dan tantangan global.

    "Pengelolaan INSW diselenggarakan melalui simplifikasi dan standardisasi kebijakan yang terkait dengan ekspor, impor dan/atau logistik nasional," bunyi Pasal 3 ayat (1) PMK No.199/2020 dikutip Rabu (30/12/2020).

    Proses bisnis yang sederhana menjadi semangat utama pengelolaan INSW karena berfungsi sebagai wadah konsolidasi berbagai prosedur administrasi lalu lintas perdagangan internasional.

    Konsolidasi dokumen tersebut antara lain dokumen kepabeanan, kekarantinaan, perizinan,

    dokumen kepelabuhanan dan kebandarudaraan serta dokumen lainnya yang berkaitan dengan kegiatan ekspor-impor atau logistRangkaian proses bisnis lintas lembaga tersebut wajib didukung oleh sistem informasi yang andal. PMK No.199/2020 Pasal 4 mengamanatkan penyelenggaraan sistem INSW dilaksanakan melalui tata kelola data dan informasi sampai dengan penyampaiannya dilakukan secara elektronik.

    Sistem memiliki kehandalan, keamanan data dan memiliki jejak audit. Selain itu, sistem INSW mampu memberikan layanan pengelolaan informasi peraturan dan pemanfaatan data tersebut dilakukan secara elektronik.

    Dengan demikian, sistem milik INSW mampu mendukung proses bisnis secara tunggal, mulai dari penyampaian data, pemrosesan data dan penyampaian keputusan secara tunggal untuk berbagai dokumen terkait perdagangan internasional.

    "Penerapan kebijakan secara tunggal untuk percepatan proses pemberian izin kepabeanan dan pengeluaran barang," terang PMK No.199/2020 Pasal 5 ayat (2).

    Selain itu, pengelolaan INSW dan sistem informasinya bertujuan untuk menghasilkan data dan informasi yang akurat, mutakhir, terpadu, dapat dipertanggungjawabkan dan dapat dibagi-pakaikan.

    Sebagai informasi, proses integrasi data dan layanan di INSW dilakukan secara bertahap. Pada fase awal, layanan INSW hanya mencakup 5 kementerian/lembaga (K/L). Proses bisnis layanan hanya terbatas pada 5 pelayanan perizinan dari 18 jenis perizinan yang tersebar di 15 K/L.

    Integrasi itu terus berkembang dengan payung Perpres No.44/2018 tentang INSW yang dilanjutkan PMK No.180/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga INSW. Saat ini harmonisasi proses bisnis antar-K/L dalam ekspor-impor mencakup 18 K/L yang terintegrasi dengan INSW.

  • Buletin GINSI Jateng 3

    Edisi Januari 2021

    Selama Januari-November 2020 RI Sudah Impor 2,31 Juta Ton Kedelai

    Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat selama Januari-November 2020, Indonesia telah mengimpor kedelai sebanyak 2,31 juta ton dengan nilai transaksi 932 juta dolar AS. Jumlah ini menjadi total pasokan kedelai yang berhasil diperoleh Indonesia jelang lonjakan harga kedelai impor dalam negeri.

    Impor kedelai Indonesia selama Januari-November 2020 ini utamanya berasal dari Amerika Serikat. Jumlahnya mencapai 2,10 juta ton atau setara 91 persen dari total impor yang masuk ke Indonesia.

    Di bawah Amerika Serikat, ada Kanada yang menyumbang 207.182 ton kedelai impor. Lalu diikuti oleh Malaysia 6.368 ton kedelai impor, Argentina 633 ton, Prancis 120 ton dan sisanya 45 ton berasal dari gabungan berbagai negara.

    Menariknya, meski harganya naik, pasokan yang datang sampai November 2020 tidak jauh berbeda dari tahun sebelumnya. Pasokan Januari-November 2020 hanya ini turun 6,79 persen dari periode yang sama di tahun 2019 yang berkisar 2,48 juta ton dengan nilai setara 990 juta dolar AS.

    Kenaikan harga kedelai impor diyakini berasal dari peningkatan pemesanan kedelai AS dan Brasil oleh Cina. Karena 90 persen kebutuhan

    kedelai impor RI berasal dari Amerika Serikat, praktis harga impor di Indonesia ikut terpengaruh.

    Di sisi lain, harga rata-rata kedelai dunia pada November 2020 konsisten naik. Pusat Pengkajian Perdagangan Dalam Negeri Kemendag mencatat harga kedelai dunia November 2020 mencapai 414 dolar AS per ton naik 8,7 persen dari Oktober 381 dolar AS per ton. Kenaikannya lebih tinggi lagi ketimbang periode yang sama di tahun 2019 308 dolar AS per ton.

    Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo dalam kunjungan ke Sulawesi Selatan, Sabtu (9/1/2021) mengklaim harga kedelai di dalam negeri sudah kembali terkendali. Ia bilang harga kedelai sudah turun ke Rp8.500 per kg setelah mencapai lebih dari Rp9.000-10.000 per kg.

    Untuk seterusnya pemerintah bakal memastikan ketersediaan kedelai dalam negeri sehingga tidak lampau tergantung pada impor kedelai. Seperti dikutip dari Antara, Syahrul mengatakan, "Pak Presiden minta kepada saya, kalau begitu jangan tergantung lagi (impor kedelai). Saya sekarang lagi persiapkan (budidaya kedelai).”

  • Buletin GINSI Jateng 4

    Edisi Januari 2021

    Ekspor-Impor 2021 Diprediksi Moncer, Pelaku Usaha Harap Ada Fasilitas

    Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi optimistis kinerja ekspor dan impor pada 2021 akan tumbuh signifikan dibandingkan dengan 2020.

    Optimisme ini berangkat dari kinerja perdagangan sampai November 2020 yang tidak mengalami koreksi terlalu dalam meski kebijakan pembatasan sosial diterapkan Indonesia dan berbagai negara. Ekspor Indonesia tercatat hanya terkoreksi 4,22 persen, sedangkan impor turun drastis 18,91 persen dibandingkan Januari-November 2019.

    “Memang terjadi koreksi daripada ekspor dan impor kita, tetapi koreksi tersebut tidak signifikan. Karena tidak signifikan, kita melihat basis yang sudah rendah itu, kita akan mengalami perbaikan yang signifikan 2021, terutama untuk ekspor dan impor,” ujar Lutfi dalam konferensi pers yang digelar pada Senin (11/1/2021).

    Meski optimistis ekspor dan impor bakal membaik, Lutfi berpendapat penanganan Covid-19 dan vaksinasi akan memainkan peran signifikan

    dalam pemulihan ekonomi, baik ekonomi nasional maupun di negara-negara destinasi ekspor.

    Dia memperkirakan negara-negara yang telah memulai vaksinasi bisa mulai pulih pada kuartal I dan II 2021. Sementara negara berkembang akan mulai membaik perekonomiannya pada penghujung 2021.

    “Kalau kita lihat, negara maju yang menjadi destinasi ekspor utama seperti China, AS, dan Eropa mulai menuju normal antara akhir kuartal I dan II tahun ini. Sementara negara berkembang dan kelas menengah di kuartal III dan IV,” katanya.

    Kendati demikian, Lutfi belum mengungkap target ekspor yang dipatok pemerintah untuk tahun ini. Dia mengatakan target akan disampaikan kala Badan Pusat Statistik telah merilis laporan perdagangan sepanjang 2020.

    Namun jika merujuk pada Renstra Kemendag 2020-2024, Kemendag menargetkan neraca perdagangan surplus US$1 miliar, sementara ekspor riil barang dan jasa naik 4,2 persen. Ekspor nonmigas ditarget naik 6,3 persen

  • Buletin GINSI Jateng 5

    Edisi Januari 2021

    serta rasio ekspor terhadap PDB diharapkan tumbuh sebesar 2,8 persen.

    Lutfi tak memungkiri jika pasar nontradisional bakal pulih lebih cepat dibandingkan negara nontradisional yang masih diselimuti ketidakpastian. Tetapi, dia berpandangan perluasan ke pasar-pasar ini diperlukan seiring dengan transformasi ekspor Indonesia yang lebih berbasis ke produk manufaktur bernilai tambah.

    “Pada saat ini pasar nontradisional sangat lambat meresponsnya karena mereka tahu kita mencari pasar, namun ini menjadi tugas kami untuk mendobrak pasar ini dan kami akan terus upayakan akses ke pasar potensial ini. Kalau tidak sekarang kapan?” terang Lutfi.

    Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Hubungan Internasional Shinta W. Kamdani membenarkan bahwa dalam waktu dekat para eksportir akan lebih memprioritaskan ekspor ke pasar yang telah dipenetrasi karena tingkat ketidakpastian global yang tinggi.

    Meski demikian, dia tetap mengatakan pembukaan akses lewat perjanjian dagang tetap diperlukan untuk perdagangan jangka menengah dan panjang.

    “Biasanya dalam dua tahun sejak entry into force peningkatan tidak signifikan karena pelaku usaha baru menjajaki dan belajar menyesuaikan

    dengan potensi dan risiko pasar tujuan. Tetapi kemudian akan naik signifikan,” kata Shinta kepada Bisnis.

    Dalam konteks pasar nontradisional dengan risiko dan biaya perdagangan yang tinggi, Shinta berpendapat keberhasilan meningkatkan kinerja ekspor akan tergantung pada akses finansial dan dukungan skema pembiayaan ekspor dari pemerintah karena perdagangan bisa tidak kompetitif bila pembiayaan ekspor dilakukan secara komersial.

    “Karena itu kami menyarankan pemerintah dan Kemendag juga melihat pentingnya faktor-faktor fasilitasi perdagangan seperti ini untuk menggenjot kinerja ekspor secara lebih maksimal,” kata Shinta.

    Fasilitasi ekspor ini diperlukan untuk memperkuat posisi Indonesia sebagai hub perdagangan dalam rantai nilai global. Shinta mengatakan investor pun perlu mendapat jaminan bahwa investasi yang ditanam di Indonesia tidak semata-mata hanya untuk pasar domestik tapi juga pasar internasional.

    “Di sisi ekspor perlu dilakukan fasilitasi perdagangan untuk memperlancar dan meningkatkan efisiensi ekspor. Misal dengan pembiayaan ekspor yang lebih affordable ke negara nontradisional dan untuk eksportir skala UMKM,” ujarnya

  • Buletin GINSI Jateng 6

    Edisi Januari 2021

    Penuhi kebutuhan hingga Maret, pemerintah akan impor gula konsumsi 646.944 ton

    Kementerian Pertanian (Kementan) telah

    merancang prognosa ketersediaan dan kebutuhan gula konsumsi nasional. Direncanakan, akan ada impor gula kristal putih (GKP) sebanyak 646.944 ton pada Februari hingga Maret 2021 untuk memenuhi kebutuhan gula konsumsi.

    Menurut Direktur Jenderal Perkebunan Kementan Kasdi Subagyono, Januari hingga Maret merupakan bulan kritis, mengingat belum banyak pabrik gula yang memasuki masa giling. Dia memperkirakan, produksi gula dalam negeri di Februari 2021 hanya sekitar 2.388 ton, sementara produksi gula di Maret sebesar 9.449 ton. Produksi ini masih sangat jauh dari kebutuhan gula yang sekitar 237.000 ton setiap bulannya.

    "Maka di bulan-bulan kritis itu sudah ada rancangan, di dalam konteks itu untuk importasi gula kristal putih kita, [impor] sebanyak 323.000 ton di bulan Februari dan 323.000 ton lainnya di

    bulan Maret," kata Kasdi dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi IV DPR, Rabu (13/1).

    Berdasarkan data Kementan, stok akhir gula dari Desember 2020 mencapai 804.685 ton. Sementara, kebutuhan gula di Januari hingga Maret 2021 sebesar 688.433 ton,atau sekitar 237.127 ton di Januari, 214.179 ton di Februari serta 237.127 ton di Maret 2021.

    Dengan impor masing-masing sebesar 323.472 ton di Februari dan Maret, produksi gula dalam negeri sebesar 11.837 ton, maka neraca gula hingga Maret 2021 akan sebesar 775.033 ton.

    Kasdi menyebut, kementan terus berupaya mengejar pemenuhan kebutuhan gula konsumsi dengan produksi dari dalam negeri. Ini mengingat produksi gula Indonesia masih berkisar 2,18 juta ton sementara kebutuhan gula konsumsi mencapai 2,8 juta ton per tahun.

    Kementan menargetkan, pada 2023 terdapat peningkatan gula konsumsi sebesar

  • Buletin GINSI Jateng 7

    Edisi Januari 2021

    676.000 ton. Untuk mencapai target ini, Kementan pun akan melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi. Intensifikasi ditargetkan sebesar 200.000 ha dan ekstensifikasi sebesar 50.000 ha.

    "Intensifikasi itu ada 2 pendekatan, melalui rawat ratoon dan bongkar ratoon. Dari 200.000 ha itu, 125.000 ha itu kita formatkan dalam konteks rawat ratoon kemudian yang 75.000 ha itu bongkar ratoon. Sisanya untuk ekstensifikasi, 50.000 ha itu untuk perluasan," kata Kasdi.

    Kementan perkirakan impor

    kedelai untuk tahu tempe capai 2,6

    juta ton di 2021

    Kementerian Pertanian (Kementan) memperkirakan impor kedelai untuk tahun ini mencapai 2,6 juta ton. Impor ini ditujukan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi atau untuk tahu dan tempe.

    "Perkiraan impor (kedelai) tahun 2021 sebesar 2,6 juta ton, yang akan turun diperkirakan target sampai Maret 650.000 ton," ujar Kepala Badan Ketahanan Pangan Agung Hendriadi, Rabu (13/1).

    Berdasarkan Prognosa Ketersediaan dan Kebutuhan Pangan strategis Nasional periode Januari-Maret 2021, stok akhir kedelai Indonesia pada Desember 2021 mencapai 411.975 ton.

    Dengan impor hingga Maret 2021 yang mencapai 650.000 ton dan perkiraan produksi kedelai dalam negeri mencapai 28.754 ton, maka total kedelai yang tersedia pada Januari hingga Maret 2021 sekitar 1,09 juta ton.

    Diperkirakan, kebutuhan kedelai Januari hingga Maret tahun ini mencapai 778.180 ton, sehingga neraca kedelai hingga Maret 2021 mencapai 312.549 ton.

    Agung pun mengungkit persoalan harga kedelai yang merangkak naik. Dia mengatakan, harga kedelai di distributor pada November tahun lalu mencapai Rp 7.500 hingga Rp 8.000 per kg, naik menjadi Rp 8.500 per kg di Desember 2020 dan awal Januari 2021 mencapai Rp 9.200 per kg. Menurut Agung, Kementan dan berbagai pemangku kepentingan lain akan berupaya untuk menurunkan harga kedelai di distributor.

    "Kami terus bekerja sama dengan stakeholder, dengan Kementerian Perdagangan dan Satgas Pangan terkait hal ini, dan solusinya yang kita ambil secara bersama untuk 100 hari ke depan adalah menurunkan harga distributor Rp 8.500," ujar Agung.

    Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2019 total impor kedelai mencapai 7,1 juta ton. Impor ini untuk kebutuhan konsumsi dan industri.

    Bila dirinci, impor kedelai segar untuk tahu dan tempe sekitar 2,67 juta ton, untuk bungkil residu padar 4,3 juta ton, sisa impor kedelai untuk produk lainnya seperti untuk kecap 19.000 ton, susu kedelai 23.000 ton, tepung kedelai 6.000 ton, fraksi minyak 28,000 ton, fraksi minyak kacang kedelai yang tidak dimodifikasi 6.000 ton.

  • Buletin GINSI Jateng 8

    Edisi Januari 2021

    Sri Mulyani Perpanjang Insentif Pajak

    Sektor Farmasi

    Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani

    Indrawati akhirnya memperpanjang pemberian insentif pajak kepada wajib pajak bagi sektor kesehatan, termasuk sektor farmasi.

    Sebelumnya kebijakan insentif ini diperpanjang hingga 31 Desember 2020 dengan PMK 143/2020, dan kini Sri Mulyani kembali menambah waktu pemberian fasilitas PPh (pajak penghasilan) dalam rangka penanganan Covid-19 hingga akhir Juni 2021 melalui PMK 239/2020.

    Tujuan pembelian insentif ini yakni untuk mendukung ketersediaan peralatan vaksinasi virus coronPMK yang dimaksud yakni PMK Nomor 239/PMK.03/2020 tentang Pemberian Fasilitas Pajak terhadap Barang dan Jasa yang Diperlukan dalam rangka Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 dan Perpanjangan Pemberlakuan Fasilitas Pajak Penghasilan Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2020 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan dalam rangka Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).

    Dalam PMK 239/2020 menyebutkan otoritas fiskal memberikan lima insentif pajak, tak hanya PPh, berikut ini poinnya.

    Pertama, insentif pajak pertambahan nilai (PPN) dan PPN impor yang diberikan kepada industri farmasi produksi vaksin dan/atau obat memperoleh surat rekomendasi dari BNPB hingga Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

    Dalam Pasal 2 PMK tersebut, disebutkan Insentif PPN diberikan kepada:

    Pihak Tertentu atas impor atau perolehan Barang Kena Pajak, perolehan Jasa Kena Pajak, dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;

    Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat atas perolehan bahan baku vaksin dan/atau obat untuk penanganan COVID-19; dan

    Wajib Pajak yang memperoleh vaksin dan/atau obat untuk penanganan COVID-19 dari Industri Farmasi Produksi

  • Buletin GINSI Jateng 9

    Edisi Januari 2021

    Vaksin dan/atau Obat, yang diperlukan dalam rangka penanganan pandemi COVID-19.

    Adapun pihak Tertentu sebagaimana dimaksud yakni meliputi: Badan/Instansi Pemerintah; Rumah Sakit; atau Pihak Lain.

    Sementara itu, Barang Kena Pajak yang diperlukan dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 sebagaimana dimaksud yakni meliputi obat-obatan; vaksin dan peralatan pendukung vaksinasi; peralatan laboratorium; dan peralatan pendeteksi.

    Kedua, pembebasan dari pemungutan dan/atau pajak penghasilan (PPh) Pasal 22 Impor.

    Namun untuk mendapatkan insentif PPN dan PPh Pasal 22 impor itu ada syaratnya.

    Pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 diberikan setelah Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat memperoleh surat rekomendasi dari Kementerian Kesehatan, yang paling sedikit memuat keterangan:

    1. identitas Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat;

    2. identitas penjual; 3. nama dan jumlah barang; 4. dan pernyataan bahwa perolehan bahan

    baku yang akan dibeli merupakan bahan baku untuk produksi vaksin dan/atau obat untuk penanganan COVID-19.

    Ketiga, pembebasan PPh Pasal 21 untuk wajib pajak orang pribadi dalam negeri yang menerima atau memperoleh imbalan dari pihak tertentu atas penyerahan jasa yang diperlukan dalam rangka penanganan pandemi Covid-19. Ini termaktub dalam Pasal 7.

    "Pembebasan dari pemotongan PPh Pasal 21 sebagaimana dimaksud diberikan tanpa Surat Keterangan Bebas Pemotongan PPh Pasal 21. Pihak Tertentu harus membuat bukti pemotongan PPh Pasal 21 sehubungan dengan pembayaran imbalan kepada Wajib Pajak orang

    pribadi dalam negeri sebagaimana dimaksud," tulis PMK tersebut.

    Keempat, pembebasan PPh Pasal 23 yang diberikan atas penghasilan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konsultan, dan jasa lain.

    Ketentuan ini ditetapkan di Pasal 8, "Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap yang menerima atau memperoleh imbalan dari Pihak Tertentu atas penyerahan jasa sebagaimana dimaksud, yang diperlukan dalam rangka penanganan pandemi COVID-19, diberikan pembebasan dari pemotongan PPh Pasal 23," tulis Pasal 8.

    Kelima, pemberlakuan fasilitas PPh sebesar 0% dan bersifat final atas penghasilan berupa kompensasi atau penggantian atas penggunaan harta.

    Ketentuan ini ada di Pasal 11, di mana menyebutkan Fasilitas Pajak Penghasilan (PPh) dalam rangka penanganan COVID-19 sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2020, berupa: a. tambahan pengurangan penghasilan neto

    bagi Wajib Pajak dalam negeri yang memproduksi Alat Kesehatan dan/atau Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga;

    b. sumbangan yang dapat menjadi pengurang penghasilan bruto;

    c. pengenaan tarif PPh sebesar 0% dan bersifat final atas tambahan penghasilan yang diterima Sumber Daya Manusia di Bidang Kesehatan;

    d. pengenaan tarif PPh sebesar 0% dan bersifat final atas penghasilan berupa kompensasi atau penggantian atas penggunaan harta, berlaku mulai tanggal 1 Januari 2021 sampai dengan tanggal 30 Juni 2021.

    "Peraturan Menteri INI mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2021," tulis PMK tersebut yang diteken Sri Mulyani pada 30 Desember 2020.

  • Buletin GINSI Jateng 10

    Edisi Januari 2021

    Impor Bensin Tahun Ini Meningkat 53%

    Jakarta: Impor produk Bahan Bakar Minyak

    (BBM) jenis gasoline atau bensin di tahun ini bakal meningkat 53 persen dibandingkan dengan realisasi impor sepanjang 2020. BBM gasoline di antaranya premium, pertalite, pertamax, dan pertamax turbo.

    Berdasarkan data yang dipaparkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif dalam rapat kerja bersama Komisi VII DPR RI, Selasa, 19 Januari 2021, impor gasoline di tahun lalu sebesar 91 juta barel. Sementara di tahun ini melonjak menjadi 140 juta barel.

    Impor gasoline dilakukan untuk menutup kebutuhan atau konsumsi di tahun ini. Konsumsi gasoline di 2021 diperkirakan sebesar 233 juta barel, naik dari tahun lalu yang sebesar 176 juta barel. Sementara produksi gasoline di dalam negeri tahun ini diproyeksikan sebesar 94 juta barel, lebih tinggi dari tahun lalu yang sebesar 86 juta barel.

    Kemudian konsumsi BBM secara keseluruhan di 2021 diproyeksikan bakal meningkat seiring dengan pemulihan ekonomi nasional yang mendorong peningkatan permintaan. Di 2021, konsumsi BBM diperkirakan sebesar 75 juta kiloliter (klL). Sementara di tahun lalu penyerapan BBM tercatat sebesar 72,41 juta kl.

    "Pada 2021 (perkiraan BBM) subsidi untuk minyak tanah, solar, dan premium secara total 26,3

    juta kl dan (BBM) nonsubsidi 48,97 juta kl," kata Plt Direktur Pembinaan Usaha Hilir Migas Kementerian ESDM Soerjaningsih.

    Mengacu data Kementerian ESDM, impor BBM dari 2020 hingga 2025 diproyeksikan terus turun. Impor BBM bakal naik dari posisi 2020 16,76 juta kl menjadi 18,43 juta kl pada tahun ini. Impor BBM diperkirakan kembali turun menjadi 16,65 juta kl pada 2022 dan terpangkas menjadi 9,34 juta kl pada 2023.

    Namun, impor BBM kembali meningkat menjadi 10,45 juta kl pada 2024 dan mencapai 12,67 juta kl pada 2025. Proyeksi impor tersebut dengan asumsi konsumsi BBM naik sebesar 3,16 persen per tahunnya.

    Kebutuhan BBM nasional diperkirakan akan naik menjadi di kisaran 72-77 juta kl pada 2021-2022, tembus di level 80-87 juta kl pada 2024-2027, dan mencapai 90-96 juta kl pada 2028-2030. Fluktuasi perkiraan impor tersebut dipengaruhi oleh produksi BBM nasional dan pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (BBN).

    Di 2021-2023, produksi BBM domestik masih di kisaran 44-47 juta kl. Produksi BBM baru mulai meningkat di 2023, yakni menjadi 57,46 juta kl, dan bertahan pada level yang sama sampai 2025. Selanjutnya, mulai 2026, produksi BBM melejit menjadi 84,27 juta kl hingga 2030.

    Pemanfaatan BBN nasional diproyeksikan terus meningkat dari 8,43 juta kl pada 2020 menjadi 10,5 juta kl pada 2023, dan menembus 12,8 juta kl pada 2025. Setelahnya, pemanfaatan BBN terus naik di kisaran 13,1-13,7 juta kl pada 2027-2029 dan mencapai 16,1 juta kl pada 2030. Pemanfaatan BBN menutup selisih produksi dan kebutuhan BBM mulai dari 2026 hingga 2030.

    https://https/www.medcom.id/tag/1170/bbmhttps://https/www.medcom.id/tag/1170/bbmhttps://https/www.medcom.id/tag/1170/bbmhttps://https/www.medcom.id/tag/4824/pertamax

  • Buletin GINSI Jateng 11

    Edisi Januari 2021

    Pengusaha Elektronik Minta Insentif PPh Pasal 22 Impor Diperpanjang

    Gabungan Pengusaha Elektronika (Gabel)

    meminta pemerintah kembali memberikan insentif pembebasan pajak penghasilan (PPh) Pasal 22 impor untuk membantu pelaku usaha pulih di tengah pandemi Covid-19.

    Dewan Penasihat Gabel Ali Soebroto mengatakan pembebasan PPh Pasal 22 impor lebih signifikan memperbaiki arus kas perusahaan ketimbang insentif lainnya. Di sisi lain, biaya operasional pabrik saat pandemi justru membengkak karena harus menerapkan protokol kesehatan secara ketat.

    "Karena itu kan sampai Desember [2020], dan kalau tidak ada peraturan baru ya otomatis balik lagi ke normal. Padahal itu yang penting untuk membantu cash flow," katanya, Rabu (13/1/2021).

    Ali mengatakan pandemi Covid-19 telah menyebabkan tekanan yang cukup berat terhadap industri elektronik. Walaupun tidak memiliki angka pasti, dia memperkirakan penjualan barang elektronik pada 2020 mengalami kontraksi 10% dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

    Jika memperoleh pembebasan PPh Pasal 22, Ali dan pengusaha elektronik lainnya bisa memiliki ruang berhemat, karena kebanyakan komponen masih harus diimpor. Dia mengilustrasikan ketika impor Rp1 triliun, artinya harus menyetor PPh Pasal 22 impor Rp25 miliar karena tarifnya 2,5%.

    Ketika nantinya laba usahanya terhitung hanya Rp5 miliar, artinya akan ada restitusi Rp20 miliar. Sayangnya, proses untuk restitusi juga tergolong lama, bisa mencapai 2 tahun, sehingga uang tersebut tidak bisa langsung dipakai untuk kegiatan produksi.

    Ali mengungkapkan para pengusaha telah melakukan merealokasi uang operasionalnya secara besar-besaran tahun lalu. Pengeluaran yang tidak diperlukan seperti biaya perjalanan atau hiburan, serta pembebasan PPh Pasal 22, teralihkan untuk menjalankan protokol kesehatan di pabrik.

    Termasuk dalam pengalihan itu pemasangan filter udara dan pengadaan rapid test dan swab PCR secara rutin. Oleh karena itu, dia berharap insentif yang telah berjalan melalui program pemulihan ekonomi nasional (PEN) pada 2020, bisa dilanjutkan pada tahun ini.

    "Insentif itu bagus, daripada kami tiap tahun mesti restitusi besar sekali," ujarnya.

    Mengenai insentif pajak lainnya, Ali tidak keberatan jika memang harus ditiadakan tahun ini. Misalnya, pada insentif PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah yang dinikmati karyawan, atau diskon angsuran 50% PPh Pasal 25 yang tidak berefek banyak pada cash flow perusahaan

  • Buletin GINSI Jateng 12

    Edisi Januari 2021

    APDI: Kenaikan Harga Daging Dipicu Mahalnya Sapi Impor Australia

    Ketua Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Pedagang

    Daging Indonesia (APDI) Asnawi mengatakan kenaikan harga daging sapi di dalam negeri dipicu oleh mahalnya sapi impor dari Australia. Hal ini membuat pedagang daging di Jabodetabek memutuskan mogok selama tiga hari, sejak hari ini, 20 Januari 2021.

    "Faktor penyebab stabilisasi harga tinggi, karena pihak importir sapi mendapatkan harga yang sudah sangat tinggi dari negara produsen seperti Australia per Juli 2020 sudah pada posisi $3,6/per 1 kg bobot hidup sapi bakalan, dan harga per Januari - Februari 2021 sudah masuk pada posisi $3,9/1 kg bobot hidup sapi bakalan. Belum biaya-biaya bongkar muat pelabuhan dan transfortasi angkutan," kata dia dalam keterangan resmi, Rabu (20/1/2021).

    Asnawi berkata kenaikan harga sudah terjadi sejak Juli 2020 sampai Januari 2021. Kenaikan harga sudah mencapai Rp13.000/kg untuk pembelian sapi bakalan dari Australia. Asnawi bilang, mengenai aksi mogok kali ini pihaknya juga sudah bertemu dengan Kemendag pada Selasa (19/1/2021).

    "Kemarin itu hasil rapatnya, Ditjen Perdagangan Dalam Negeri, tidak bisa memaksakan pedagang mesti

    harus berdagang walau harus menanggung kerugian, dan juga tidak mempersalahkan jika pedagang daging sapi tidak berdagang karena itu pilihan," kata dia.

    Para pedagang daging pada hari ini menutup aktivitas pemotongan sapi hidup di Rumah Potong Hewan (RPH). Begitu juga dengan aktivitas perdagangan daging beku di distributor.

    Harga daging sapi murni berada di atas Rp120 ribu per kilogram (kg) dalam beberapa hari terakhir. Padahal, biasanya harga cuma di kisaran Rp110 ribu sampai Rp114 ribu per kg. Begitu juga dengan harga daging sapi bagian paha belakang yang normalnya hanya sedikit di atas Rp100 ribu per kg. Namun beberapa hari terakhir sempat memuncak ke Rp126 ribu per kg.

    Sementara data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) per 18 Januari 2021 mencatat harga rata-rata daging sapi kualitas 2 di seluruh Indonesia berada di kisaran Rp113 ribu per kg. Harganya turun 0,4 persen dari sebelumnya. Namun tercatat harga rata-rata daging sapi di DKI berada di kisaran Rp129 ribu per kg, Jawa Barat Rp124 ribu per kg, dan Banten Rp117 ribu per kg.

    https://tirto.id/pedagang-daging-jabodetabek-akan-mogok-3-hari-karena-harga-melonjak-f9ot

  • Buletin GINSI Jateng 13

    Edisi Januari 2021

    Indonesia Importir Terbesar Vaksin Sinovac Per Januari 2021

    Indonesia menjadi negara importir terbesar

    vaksin COVID-19 buatan Sinovac, China, hingga order per Januari 2021. Hal ini terungkap dari survei Global Times.

    Indonesia telah memesan 125 juta dosis vaksin yang dikembangkan oleh Sinovac, sedangkan Brasil di peringkat kedua dengan 100 juta dosis.

    "Jumlah pemesanan vaksin Sinovac lebih besar dibandingkan Sinopharm," demikian keterangan survei itu dikutip dari Global Times, Rabu (20/1).

    Selain Indonesia dan Brasil, Sinovac juga diimpor oleh Chile sebanyak 60 juta dosis, Turki (50 juta), dan Filipina (25 juta). Juga Malaysia (14 juta), Hong Kong (7,5 juta), Thailand (2 juta), dan Ukraina (1,91 juta).

    Sementara Mesir menjadi negara terbesar importir vaksin yang dikembangkan oleh Sinopharm sebanyak 40 juta dosis

    Ilustrasi vaksin corona dari Sinovac. Foto: Thomas Peter/REUTERS

    Disusul kemudian Argentina (38 juta), Maroko (10 juta), Arab Saudi (3 juta), Pakistan (1,2 juta), Serbia (1 juta), Peru (1 juta), Hungaria (1 juta), dan Senegal (200 ribu).

    "Industri vaksin China memasuki era keemasan karena vaksin COVID-19 China makin populer di pasar internasional," kata Ketua Umum Asosiasi Industri Vaksin China (CVIA) Feng Duojia.

    Sinopharm akan meningkatkan kapasitas produksi hingga mencapai 1 miliar dosis pada 2021. Demikian halnya dengan Sinovac juga akan menambah kapasitas produksinya hingga 1 miliar dosis.

  • Buletin GINSI Jateng 14

    Edisi Januari 2021

    PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 239/PMK.03/2020

    TENTANG PEMBERIAN FASILITAS PAJAK TERHADAP BARANG DAN JASA YANG DIPERLUKAN DALAM RANGKA

    PENANGANAN PANDEMI CORONA VIRUS DISEASE 2019 DAN PERPANJANGAN PEMBERLAKUAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 29 TAHUN 2020 TENTANG

    FASILITAS PAJAK PENGHASILAN DALAM RANGKA PENANGANAN CORONA VIRUS DISEASE 2019 (COVID-19)

    Menimbang : a. bahwa untuk mendukung ketersediaan peralatan

    untuk pelaksanaan vaksinasi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), perlu memberikan fasilitas perpajakan untuk mendukung program vaksinasi COVID-19;

    b. bahwa memperhatikan penetapan COVID-19 sebagai bencana non alam penyebaran COVID-19 sebagai bencana nasional sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Non alam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sebagai Bencana Nasional, dan belum adanya penetapan berakhirnya status keadaan darurat;

    c. bahwa Peraturan Menteri Keuangan Nomor 143/PMK.03/2020 tentang Pemberian Fasilitas Pajak terhadap Barang dan Jasa yang Diperlukan dalam rangka Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 dan Perpanjangan Pemberlakuan Fasilitas Pajak Penghasilan Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2020 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan dalam rangka Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) masih belum menampung kebutuhan fasilitas perpajakan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b sehingga perlu dilakukan penggantian, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 3 ayat (18), Pasal 7 ayat (3), Pasal 8 ayat (7), dan Pasal 9 ayat (10) Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2020 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan dalam rangka Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19);

    d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pemberian Fasilitas Pajak terhadap Barang dan Jasa yang Diperlukan dalam rangka Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 dan Perpanjangan Pemberlakuan Fasilitas Pajak Penghasilan Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2020 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan dalam rangka Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19);

    Mengingat : 1. Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara

    Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak

    Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133);

    3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5069);

    4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);

    5. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723);

    6. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);

    7. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573);

    8. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2020 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan dalam rangka Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) (Lembaran Negara Republik Indonesia

    https://perpajakan.ddtc.co.id/peraturan-pajak/read/keputusan-presiden-12-tahun-2020https://perpajakan.ddtc.co.id/peraturan-pajak/read/peraturan-menteri-keuangan-143pmk-032020https://perpajakan.ddtc.co.id/peraturan-pajak/read/peraturan-pemerintah-29-tahun-2020https://perpajakan.ddtc.co.id/peraturan-pajak/read/peraturan-pemerintah-29-tahun-2020https://perpajakan.ddtc.co.id/peraturan-pajak/read/peraturan-pemerintah-29-tahun-2020https://perpajakan.ddtc.co.id/peraturan-pajak/read/peraturan-pemerintah-29-tahun-2020https://perpajakan.ddtc.co.id/peraturan-pajak/read/peraturan-pemerintah-29-tahun-2020https://perpajakan.ddtc.co.id/peraturan-pajak/read/undang-undang-7-tahun-1983https://perpajakan.ddtc.co.id/peraturan-pajak/read/undang-undang-36-tahun-2008https://perpajakan.ddtc.co.id/peraturan-pajak/read/undang-undang-7-tahun-1983https://perpajakan.ddtc.co.id/peraturan-pajak/read/undang-undang-7-tahun-1983https://perpajakan.ddtc.co.id/peraturan-pajak/read/undang-undang-7-tahun-1983https://perpajakan.ddtc.co.id/peraturan-pajak/read/undang-undang-8-tahun-1983https://perpajakan.ddtc.co.id/peraturan-pajak/read/undang-undang-42-tahun-2009https://perpajakan.ddtc.co.id/peraturan-pajak/read/undang-undang-42-tahun-2009https://perpajakan.ddtc.co.id/peraturan-pajak/read/undang-undang-42-tahun-2009https://perpajakan.ddtc.co.id/peraturan-pajak/read/undang-undang-8-tahun-1983https://perpajakan.ddtc.co.id/peraturan-pajak/read/undang-undang-17-tahun-2003https://perpajakan.ddtc.co.id/peraturan-pajak/read/undang-undang-24-tahun-2007https://perpajakan.ddtc.co.id/peraturan-pajak/read/undang-undang-39-tahun-2008https://perpajakan.ddtc.co.id/peraturan-pajak/read/peraturan-pemerintah-29-tahun-2020https://perpajakan.ddtc.co.id/peraturan-pajak/read/peraturan-pemerintah-29-tahun-2020https://perpajakan.ddtc.co.id/peraturan-pajak/read/peraturan-pemerintah-29-tahun-2020

  • Buletin GINSI Jateng 15

    Edisi Januari 2021

    Tahun 2020 Nomor 148, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6526);

    9. Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);

    10. Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 227);

    11. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1862) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 229/PMK.01/2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1745);

    12. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 188/PMK.04/2020 tentang Pemberian Fasilitas Kepabeanan dan/atau Cukai serta Perpajakan atas Impor Pengadaan Vaksin dalam rangka Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 1393);

    MEMUTUSKAN:

    MENETAPKAN : PERATURAN MENTER! KEUANGAN TENTANG PEMBERIAN FASILITAS PAJAK TERHADAP BARANG DAN JASA YANG DIPERLUKAN DALAM RANGKA PENANGANAN PANDEMI CORONA VIRUS DISEASE 2019 DAN PERPANJANGAN PEMBERLAKUAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 29 Tahun 2020 TENTANG FASILITAS PAJAK PENGHASILAN DALAM RANGKA PENANGANAN CORONA VIRUS DISEASE 2019 (COVID-19).

    BAB I KETENTUAN UMUM

    Pasal 1

    Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai Barang

    dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, yang selanjutnya disebut Undang-Undang PPN, adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Pasal 112 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

    2. Undang-Undang Pajak Penghasilan, yang selanjutnya disebut Undang-Undang PPh, adalah Undang-

    Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Pasal 111 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

    3. Pajak Pertambahan Nilai, yang selanjutnya disingkat PPN, adalah Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang PPN.

    4. Pajak Penghasilan, yang selanjutnya disingkat PPh, adalah Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang PPh.

    5. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

    6. Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN.

    7. Barang Kena Pajak adalah barang yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN.

    8. Jasa Kena Pajak adalah jasa yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN.

    9. Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang Kepabeanan.

    10. Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dalam suatu jangka waktu tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

    11. Surat Keterangan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, yang selanjutnya disebut SKJLN, adalah surat keterangan yang menyatakan bahwa Wajib Pajak melakukan pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.

    12. Kantor Pelayanan Pajak, yang selanjutnya disebut KPP, adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak.

    13. Pihak Tertentu adalah pihak yang menerima insentif perpajakan.

    14. Badan/Instansi Pemerintah adalah badan/instansi pemerintah, baik pusat maupun daerah, yang melakukan penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).

    15. Rumah Sakit adalah rumah sakit yang ditunjuk oleh Kementerian Kesehatan, Kepala Daerah/Dinas Kesehatan Tingkat I, atau Kepala Daerah/Dinas Kesehatan Tingkat II sebagai rumah sakit rujukan untuk penanganan pandemi COVID-19.

    16. Pihak Lain adalah pihak selain Badan/Instansi Pemerintah atau Rumah Sakit yang ditunjuk oleh

    https://perpajakan.ddtc.co.id/peraturan-pajak/read/peraturan-presiden-57-tahun-2020https://perpajakan.ddtc.co.id/peraturan-pajak/read/peraturan-menteri-keuangan-188pmk-042020

  • Buletin GINSI Jateng 16

    Edisi Januari 2021

    Badan/Instansi Pemerintah atau Rumah Sakit untuk membantu penanganan pandemi COVID-19

    17. Pihak Ketiga adalah pihak yang bertransaksi dengan Badan/Instansi Pemerintah, Rumah Sakit atau Pihak Lain untuk penanganan pandemi COVID-19.

    18. Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat adalah Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak yang memproduksi vaksin dan/atau obat untuk penanganan COVID-19.

    BAB II

    FASILITAS PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

    Pasal 2 (1) Insentif PPN diberikan kepada:

    a. Pihak Tertentu atas impor atau perolehan Barang Kena Pajak, perolehan Jasa Kena Pajak, dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;

    b. Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat atas perolehan bahan baku vaksin dan/atau obat untuk penanganan COVID-19; dan

    c. Wajib Pajak yang memperoleh vaksin dan/atau obat untuk penanganan COVID-19 dari Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat,

    yang diperlukan dalam rangka penanganan pandemi COVID-19.

    (2) Pihak Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi: a. Badan/Instansi Pemerintah; b. Rumah Sakit; atau c. Pihak Lain.

    (3) Barang Kena Pajak yang diperlukan dalam rangka

    penanganan pandemi COVID-19 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi: a. obat-obatan; b. vaksin dan peralatan pendukung vaksinasi; c. peralatan laboratorium; d. peralatan pendeteksi; e. peralatan pelindung diri; f. peralatan untuk perawatan pasien; dan/ata g. peralatan pendukung lainnya yang dinyatakan

    oleh Pihak Tertentu untuk keperluan penanganan pandemi COVID-19.

    (4) Peralatan pendukung vaksinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b meliputi paling sedikit syringe, kapas alkohol, alat pelindung diri (face shield, hazmat, sarung tangan, dan masker bedah), cold chain, cadangan sumber daya listrik (genset), tempat sampah limbah bahan berbahaya dan beracun (safety box), dan cairan antiseptik berbahan dasar alkohol.

    (5) Jasa Kena Pajak yang diperlukan dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi: a. jasa konstruksi; b. jasa konsultasi, teknik, dan manajemen

    c. jasa persewaan; dan/atau d. jasa pendukung lainnya.

    (6) Jasa pendukung lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf d merupakan jasa yang dinyatakan oleh Pihak Tertentu untuk keperluan penanganan pandemi COVID-19 termasuk

    pelaksanaan vaksinasi. (7) PPN yang terutang atas:

    a. impor Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) oleh Pihak Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tidak dipungut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

    b. penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (5) oleh Pengusaha Kena Pajak kepada Pihak Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditanggung pemerintah;

    c. pemanfaatan Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean oleh Pihak Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditanggung pemerintah;

    d. penyerahan bahan baku untuk produksi vaksin dan/atau obat untuk penanganan COVID-19 oleh Pengusaha Kena Pajak kepada Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat, ditanggung pemerintah; dan

    e. penyerahan vaksin dan/atau obat untuk penanganan COVID-19 oleh Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat, ditanggung pemerintah.

    (8) Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf b, termasuk juga penyerahan berupa pemberian cuma-cuma.

    (9) Dalam hal Pihak Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melakukan impor Barang Kena Pajak yang digunakan untuk kegiatan pemanfaatan Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, impor Barang Kena Pajak tersebut tidak dikenai PPN sepanjang Pihak Tertentu dimaksud memiliki SKJLN sebelum melakukan impor, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

    (10) Insentif PPN sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf b dan huruf c bagi Pihak Lain diberikan jika:

    a. perolehan Barang Kena Pajak, perolehan Jasa Kena Pajak, dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, selanjutnya akan diserahkan kepada Badan/Instansi Pemerintah dan/atau Rumah Sakit untuk keperluan penanganan pandemi COVID-19 tanpa mendapat imbalan atau kompensasi; dan

    b. perolehan Barang Kena Pajak, perolehan Jasa Kena Pajak, dan/atau pemanfaatan Jasa Kena

  • Buletin GINSI Jateng 17

    Edisi Januari 2021

    Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean tersebut tidak dipergunakan untuk pemakaian sendiri.

    (11) Insentif PPN sebagaimana dimaksud pada ayat (7)

    huruf d, diberikan setelah Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat memperoleh surat rekomendasi dari Kementerian Kesehatan, yang paling sedikit memuat keterangan: a. identitas Industri Farmasi Produksi Vaksin

    dan/atau Obat; b. identitas Pengusaha Kena Pajak yang

    menyerahkan; c. nama dan jumlah barang; dan d. pernyataan bahwa perolehan bahan baku

    yang akan diperoleh merupakan bahan baku untuk produksi vaksin dan/atau obat untuk penanganan COVID-19.

    Pasal 3

    (1) Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan

    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (7) huruf b, huruf d, dan huruf e, wajib membuat: a. Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang

    kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

    b. Laporan Realisasi Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah.

    (2) Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus memuat keterangan "PPN DITANGGUNG PEMERINTAH EKS PMK NOMOR .../PMK.03/2020".

    (3) Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang dilaporkan dalam SPT Masa PPN sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (7) huruf b, huruf d, dan huruf e, diperlakukan sebagai Laporan Realisasi Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b.

    (4) Atas penyerahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (7) huruf b, huruf d, dan huruf e, yang: a. tidak menggunakan Faktur Pajak atau dokumen

    tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2); dan/atau

    b. tidak dilaporkan sesuai ketentuan oleh Pengusaha Kena Pajak dalam SPT Masa PPN sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

    tidak diberikan insentif PPN dan dikenai PPN sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

    (5) Pihak Tertentu yang melakukan pemanfaatan Jasa

    Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (7) huruf c harus:

    a. membuat Surat Setoran Pajak atau cetakan kode billing yang dibubuhi cap atau tulisan "PPN DITANGGUNG PEMERINTAH EKS PMK NOMOR .. ./PMK.03/2020"; dan

    b. membuat Laporan Realisasi Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah.

    (6) Pengisian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat

    (5) huruf b tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

    (7) Laporan Realisasi Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan ayat (5) huruf b dibuat setiap Masa Pajak.

    (8) Laporan Realisasi Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b disampaikan melalui saluran tertentu pada laman www.pajak.go.id, paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (7).

    (9) Pihak Tertentu yang memanfaatkan fasilitas PPN Ditanggung Pemerintah atas pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean tetapi tidak menyampaikan laporan realisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b, tidak diberikan insentif PPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (7) huruf c.

    Pasal 4

    Pelaksanaan dan pertanggungjawaban belanja subsidi pajak ditanggung pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (7) huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e dilakukan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai mekanisme pelaksanaan dan pertanggungjawaban atas pajak ditanggung pemerintah.

    BAB III FASILITAS PAJAK PENGHASILAN

    Pasal 5 (1) PPh Pasal 22 Impor dipungut oleh Bank Devisa

    atau Direktorat Jenderal Bea dan Cukai pada saat Wajib Pajak melakukan impor barang.

    (2) PPh Pasal 22 dipungut oleh: a. Instansi Pemerintah berkenaan dengan

    pembayaran atas pembelian barang; b. badan usaha tertentu berkenaan dengan

    pembayaran atas pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usahanya; atau

  • Buletin GINSI Jateng 18

    Edisi Januari 2021

    c. badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri farmasi atas penjualan hasil produksinya kepada distributor di dalam negeri,

    sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Besarnya tarif PPh Pasal 22 Impor sebagaimana

    dimaksud pada ayat (1) dan PPh Pasal 22 sebagaimana dimaksud pada ayat (2), yaitu sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai pemungutan PPh Pasal 22 sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang dan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.

    (4) Barang yang diperlukan dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), meliputi:

    a. obat-obatan b. vaksin dan peralatan pendukung vaksinasi c. peralatan laboratorium; d. peralatan pendeteksi; e. peralatan pelindung diri; f. peralatan untuk perawatan pasien; dan/atau g. peralatan pendukung lainnya yang dinyatakan

    oleh Pihak Tertentu untuk keperluan penanganan pandemi COVID-19.

    (5) Peralatan pendukung vaksinasi sebagaimana

    dimaksud pada ayat (4) huruf b meliputi paling sedikit syringe, kapas alkohol, alat pelindung diri (face shield, hazmat, sarung tangan, dan masker bedah), cold chain, cadangan sumber daya listrik (genset), tempat sampah limbah bahan berbahaya dan beracun (safety box), dan cairan antiseptik berbahan dasar alkohol.

    (6) Pihak Tertentu yang melakukan impor dan/atau pembelian barang yang diperlukan dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diberikan:

    a. pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 Impor, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau

    b. pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22. (7) Pihak Ketiga yang melakukan penjualan barang

    yang diperlukan dalam rangka penanganan pandemi COVID19 sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kepada Pihak Tertentu diberikan pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22.

    (8) Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat yang melakukan pembelian bahan baku untuk memproduksi vaksin dan/atau obat untuk penanganan COVID-19, diberikan pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22.

    (9) Pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 sebagaimana dimaksud pada ayat (8), diberikan setelah Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat memperoleh surat rekomendasi

    dari Kementerian Kesehatan, yang paling sedikit memuat keterangan: a. identitas Industri Farmasi Produksi Vaksin

    dan/atau Obat; b. identitas penjual; c. nama dan jumlah barang; dan d. pernyataan bahwa perolehan bahan baku

    yang akan dibeli merupakan bahan baku untuk produksi vaksin dan/atau obat untuk penanganan COVID-19.

    (10) Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat yang melakukan penjualan vaksin dan/atau obat untuk penanganan COVID-19 kepada Instansi Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a dan/atau badan usaha tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf b, diberikan pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22.

    (11) Pihak Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (4), ayat (6), dan ayat (7), meliputi: a. Badan/Instansi Pemerintah; b. Rumah Sakit; atau c. Pihak Lain.

    (12) Pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 Impor

    sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a diberikan tanpa Surat Keterangan Bebas Pemungutan PPh Pasal 22 Impor.

    (13) Pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b, ayat (7), ayat (8), dan ayat ( 10) diberikan melalui Surat Keterangan Bebas Pemungutan PPh Pasal 22.

    Pasal 6

    (1) Untuk memperoleh Surat Keterangan Bebas

    Pemungutan PPh Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (13): a. Pihak Tertentu sebagaimana dimaksud dalam

    Pasal 5 ayat (6); b. Pihak Ketiga sebagaimana dimaksud dalam

    Pasal 5 ayat (7); a tau c. Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau

    Obat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (8) atau ayat (10),

    harus mengajukan permohonan Surat Keterangan Bebas dengan mengisi formulir melalui saluran tertentu pada laman www.pajak.go.id.

    (2) Pengisian formulir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

    (3) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala KPP menerbitkan:

  • Buletin GINSI Jateng 19

    Edisi Januari 2021

    a. Surat Keterangan Bebas Pemungutan PPh Pasal 22, apabila Pihak Tertentu yang melakukan impor dan/atau pembelian barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (6) atau Pihak Ketiga yang melakukan penjualan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (7) atau Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat yang melakukan pembelian bahan baku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (8) atau melakukan penjualan vaksin dan/atau obat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat ( 10); a tau

    b. Surat Penolakan, apabila Pihak Tertentu tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (6) atau Pihak Ketiga tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (7) atau Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat tidak memenuhi• ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (8) atau ayat (10).

    (4) Pihak Tertentu yang telah memperoleh pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (12) atau PPh Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (13), harus menyampaikan: a. Laporan Realisasi dari Pembebasan

    Pemungutan PPh Pasal 22 Impor; atau b. Laporan Realisasi dari Pembebasan

    Pemungutan PPh Pasal 22. (5) Pengisian laporan sebagaimana dimaksud pada

    ayat (4) huruf a dan huruf b tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

    (6) Pihak Ketiga yang telah memperoleh pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (13) harus menyampaikan Laporan Realisasi dari Pembebasan Pemungutan PPh Pasal 22

    (7) Pengisian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

    (8) Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat yang telah memperoleh pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (13), harus menyampaikan Laporan Realisasi dari Pembebasan Pemungutan PPh Pasal 22.

    (9) Pengisian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

    (10) Laporan Realisasi dari Pembebasan Pemungutan PPh Pasal 22 Impor atau PPh Pasal 22 sebagaimana dimaksud pada ayat (4), ayat (6), dan ayat (8) harus disampaikan melalui saluran tertentu pada laman www.pajak.go.id paling

    lambat tanggal 20 bulan berikutnya untuk setiap Masa Pajak.

    Pasal 7

    (1) Penghasilan sehubungan dengan jasa yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, berupa imbalan dengan nama dan bentuk apapun, dipotong PPh Pasal 21, selain penghasilan atas jasa yang telah dipotong PPh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang PPh.

    (2) Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang menerima atau memperoleh imbalan dari Pihak Tertentu atas penyerahan jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang diperlukan dalam rangka penanganan pandemi COVID-19, diberikan pembebasan dari pemotongan PPh Pasal 21

    (3) Pihak Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi: a. Badan/Instansi Pemerintah; b. Rumah Sakit; atau c. Pihak Lain.

    (4) Pembebasan dari pemotongan PPh Pasal 21

    sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan

    tanpa Surat Keterangan Bebas Pemotongan PPh

    Pasal 21.

    (5) Pihak Tertentu harus membuat bukti pemotongan

    PPh Pasal 21 sehubungan dengan pembayaran

    imbalan kepada Wajib Pajak orang pribadi dalam

    negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

    (6) Pihak Tertentu harus menyampaikan Laporan

    Realisasi dari Pembebasan Pemotongan PPh Pasal

    21 atas pembayaran imbalan sebagaimana

    dimaksud pada ayat (2)

    (7) )Pengisian laporan sebagaimanadimaksud pada

    ayat (6) tercantum dalam Lampiran yang

    merupakan bagian tidak terpisahkan dari

    Peraturan Menteri ini.

    (8) Laporan Realisasi dari Pembebasan Pemotongan

    PPh Pasal 21 sebagaimana dimaksud pada ayat (6)

    harus disampaikan melalui saluran tertentu pada

    laman www.pajak.go.id paling lambat tanggal 20

    bulan berikutnya untuk setiap Masa Pajak.

    Pasal 8

    (1) Penghasilan sehubungan dengan Jasa teknik, Jasa

    manajemen, jasa konsultan, dan jasa lain selain

    jasa yang telah dipotong PPh sebagaimana

    dimaksud dalam Pasal 21 Undang-Undang PPh,

    yang dilakukan oleh Wajib Pajak badan dalam

    negeri dan bentuk usaha tetap, berupa imbalan

  • Buletin GINSI Jateng 20

    Edisi Januari 2021

    dengan nama dan bentuk apapun, dipotong PPh

    Pasal 23.

    (2) Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk

    usaha tetap yang menerima atau memperoleh

    imbalan dari Pihak Tertentu atas penyerahan

    jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang

    diperlukan dalam rangka penanganan pandemi

    COVID-19, diberikan pembebasan dari

    pemotongan PPh Pasal 23.

    (3) Pihak Tertentu sebagaimana dimaksud pada

    ayat (2) meliputi:

    a. Badan/Instansi Pemerintah;

    b. Rumah Sakit; atau

    c. Pihak Lain.

    (4) Pembebasan dari pemotongan PPh Pasal 23

    sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan

    melalui Surat Keterangan Bebas Pemotongan

    PPh Pasal 23.

    Pasal 9

    (1) Untuk memperoleh Surat Keterangan Bebas

    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4),

    Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk

    usaha tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal

    8 ayat (2), harus mengajukan permohonan Surat

    Keterangan Bebas dengan mengisi formulir

    melalui saluran tertentu pada laman

    www.pajak.go.id

    (2) Pengisian formulir sebagaimana dimaksud pada

    ayat (1) tercantum dalam Lampiran yang

    merupakan bagian tidak terpisahkan dari

    Peraturan Menteri ini

    (3) Berdasarkan permohonan sebagaimana

    dimaksud pada ayat (1), Kepala KPP

    menerbitkan:

    a. Surat Keterangan Bebas Pemotongan PPh

    Pasal 23 apabila Wajib Pajak badan dalam

    negeri dan bentuk usaha tetap memenuhi

    ketentuan sebagaimana dimaksud dalam

    Pasal 8 ayat (2); atau

    b. Surat Penolakan apabila wajib pajak badan

    dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak

    memenuhi ketentuan sebagaimana

    dimaksud dalam Pasal (8) ayat (2).

    (4) Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk

    usaha tetap yang telah memperoleh

    pembebasan dari pemotongan PPh Pasal 23

    harus membuat Laporan Realisasi dari

    Pembebasan Pemotongan PPh Pasal 23.

    (5) Pengisian laporan sebagaimana dimaksud pada

    ayat (4) tercantum dalam Lampiran yang

    merupakan bagian tidak terpisahkan dari

    Peraturan Menteri ini.

    (6) Laporan Realisasi dari Pembebasan

    Pemotongan PPh Pasal 23 sebagaimana

    dimaksud pada ayat (4) harus disampaikan

    melalui saluran tertentu pada laman

    www.pajak.go.id paling lambat tanggal 20 bulan

    berikutnya untuk setiap Masa Pajak.

    Pasal 10

    (1) Pemberian insentif PPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (6) huruf a dan/atau pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (6) huruf b, ayat (7), ayat (8), dan ayat ( 10), pembebasan dari pemotongan PPh Pasal 21 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), dan pembebasan dari pemotongan PPh Pasal 23 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2), berlaku sejak Masa Pajak Januari 2021 sampai dengan Masa Pajak Desember 2021.

    (2) Pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (13) kepada Pihak Tertentu, Pihak Ketiga, atau Industri Farmasi Produksi Vaksin dan/atau Obat dan pembebasan dari pemotongan PPh Pasal 23 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) berlaku sejak tanggal Surat Keterangan Bebas diterbitkan sampai dengan tanggal 31 Desember 2021

    (3) Surat rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (11) dan Pasal 5 ayat (9) berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 2021.

    BAB IV

    PERPANJANGAN PEMBERLAKUAN FASILITAS PAJAK

    PENGHASILAN BERDASARKAN PERATURAN

    PEMERINTAH NOMOR 29 Tahun 2020 TENTANG

    FASILITAS PAJAK PENGHASILAN DALAM RANGKA

    PENANGANAN CORONA VIRUS DISEASE 2019 (COVID-

    19)

    Pasal 11

    Fasilitas Pajak Penghasilan dalam rangka penanganan

    COVID-19 sebagaimana diatur dalam Peraturan

    Pemerintah Nomor 29 Tahun 2020, berupa

    http://www.pajak.go.id/https://perpajakan.ddtc.co.id/peraturan-pajak/read/peraturan-pemerintah-29-tahun-2020

  • Buletin GINSI Jateng 21

    Edisi Januari 2021

    a. tambahan pengurangan penghasilan neto bagi

    Wajib Pajak dalam negeri yang memproduksi

    Alat Kesehatan dan/atau Perbekalan Kesehatan

    Rumah Tangga

    b. sumbangan yang dapat menjadi pengurang

    penghasilan bruto

    c. pengenaan tarif PPh sebesar 0% dan bersifat

    final atas tambahan penghasilan yang diterima

    Sumber Daya Manusia di Bidang Kesehatan; dan

    d. pengenaan tarif PPh sebesar 0% dan bersifat

    final atas penghasilan berupa kompensasi atau

    penggantian atas penggunaan harta,

    berlaku mulai tanggal 1 Januari 2021 sampai dengan

    tanggal 30 Juni 2021.

    BAB V KETENTUAN PERALIHAN

    Pasal 12

    BAB V KETENTUAN PERALIHAN

    Pasal 12

    Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) yang dilaporkan dalam SPT Masa PPN Masa Pajak April 2020 sampai dengan Masa Pajak September 2020 sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (7) huruf b, huruf d, dan huruf e, diperlakukan sebagai Laporan Realisasi Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf b Peraturan Menteri Keuangan Nomor 28/PMK.03/2020 tentang Pemberian Fasilitas Pajak terhadap Barang dan Jasa yang Diperlukan Dalam Rangka Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019.

    BAB VI KETENTUAN PENUTUP

    Pasal 13

    Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku,

    Peraturan Menteri Keuangan

    Nomor 143/PMK.03/2020 tentang Pemberian Fasilitas

    Pajak terhadap Barang dan Jasa yang Diperlukan dalam

    rangka Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019

    dan Perpanjangan Pemberlakuan Fasilitas Pajak

    Penghasilan Berdasarkan Peraturan Pemerintah

    Nomor 29 Tahun 2020 tentang Fasilitas Pajak

    Penghasilan dalam rangka Penanganan Corona Virus

    Disease 2019 (COVID-19) (Berita Negara Republik

    Indonesia Tahun 2020 Nomor 1132), dicabut dan

    dinyatakan tidak berlaku.

    Pasal 14

    Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2021. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

    Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 30 Desember 2020 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI Diundangkan di Jakarta pada tanggal 30 Desember 2020 DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. WIDODO EKATJAHJANA

    https://perpajakan.ddtc.co.id/peraturan-pajak/read/peraturan-menteri-keuangan-143pmk-032020https://perpajakan.ddtc.co.id/peraturan-pajak/read/peraturan-pemerintah-29-tahun-2020

  • Buletin GINSI Jateng 22

    Edisi Januari 2021

    KEGIATAN BPD GINSI JATENG PERIODE

    januari 2021

    1. RAPAT PEMBAHASAN KENAIKAN TARIF DI DEPO CONTAINER

    Rapat ini diadakan di Kantor KSOP Tanjung emas

    pada hari Kamis, 7 Januari 2021 pukul 09.30 WIB.

    Pada rapat ini dihadiri oleh perwakilan asosiasi yaitu

    Asdeki, Ginsi, Alfi, GPEI dan perwakilan depo-depo

    kontaoiner di Semarang.

    PM yang mengatur tentang tarif biaya pada depo

    diatur pada PM 83 tahun 2018. Kenaikan ini efektif

    mulai tanggal 2 Januari 2021

    2. RAPAT LANJUTAN KENAIKAN TARIF DI DEPO CONTAINER

    Rapat di kedai kopi "Ruang Kopi" Jl. Veteran Semarang, membahas mengenai "Kenaikan Tarif di depo kontainer"rapat ini dihadiri oleh perwakilan dari Asdeki yaitu Bp, Remon, Alfi Bp. Ari, Bp. Teguh, Bp. Mario, GINSI jateng Bp. Sudrajat, Insa Bp. Haris, dan Bp. Slamet"kenaikan tarif ini mulai naik sejak 2 Januari 2021hasil rapat tadi yaitu harusnya kenaikan 25rb bukan per kontainer tetapi 25rb itu per 1 invoice, kenaikan itu harusnya dibagi menjadi 2 yaitu pada adm dan lolo. dan untuk asdeki seharusnya ada sosialisasi ke asosiasi-asosiasi agar lebih terbuka .

    3. RAPAT PEMBAHASAN KELANGKAAN CONTAINER DAN RUANG MUATAN KAPAL YANG DAPAT MENGHAMBAT EKSPOR DI PROVINSI JAWA TENGAH Kegiatan ini diadakan melalui zoom meeting pada hari Selasa, 26 Januari 2021 pada pukul 09.00 WIB. Pembahasan kali ini mengenai kelangkaan kontainer yang sudah terjadi sejak Oktober 2020 yang mengakibatkan kegiatan ekspor terhambat dan tidak terjadwal. Negara tujuan ekspor di Jawa Tengah paling banyak di daerah Eropa, Amerika dan China.

    4. RAPAT PEMBAHASAN KETERLAMBATAN KEDATANGAN KAPAL

    Rapat ini diadakan di Ruang Rapat PT. Pelindo III Reg Jatg pada pukul 13.30 WIB yang dihadiri oleh GM TPKS, INSA SEMARANG, GINSI JATENG, ALFI JATENG, GPEI JATENG dan KSOP Pelabuhan Tj. Emas. Pembahasan rapat kali ini yaitu menyikapi keterlambatan kedatangan kapal, khususnya kapal kargo petikemas yang berdampak pada pengiriman sejumlah komoditu di Jateng utamanya yaitu ekspor juga mengalami keterlambatan.