Buku Tabot

99
OUT LINE Bagian pertama Pendahuluan Bagian kedua Bengkulu dan berbagai tradisi Bagian ketiga Agama, kebudayaan dan tradisi Bagian keempat Tradisi Tabot dan ke-bersatuan masyarakat Bagian kelima Tradisi Tabot dan akulturasi budaya masyarakat Bagian keenam Tradisi Tabot dan peningkatan ekonomi Masyarakat Bagian ketujuh Tradisi Tabot dan pariwisata Bagian kedelapan penutup 1

description

Buku ini memberikan gambaran tentang peristiwa Tabot yang ada di Bengkulu sebagai salah satu metode penghormatan terhadap keluarga Nabi Hasan-Husein.

Transcript of Buku Tabot

OUT LINEBagian pertama Pendahuluan Bagian kedua Bengkulu dan berbagai tradisi Bagian ketiga Agama, kebudayaan dan tradisi Bagian keempat Tradisi Tabot dan ke-bersatuan masyarakat Bagian kelima Tradisi Tabot dan akulturasi budaya masyarakat Bagian keenam Tradisi Tabot dan peningkatan ekonomi Masyarakat Bagian ketujuh Tradisi Tabot dan pariwisata Bagian kedelapan penutup

1

BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN

Tulisan ini didasarkan pada asumsi bahwa agama Islam adalah agama universal, berlaku di segala tempat dan zaman (Shlihun likulli makn wa zamn) serta membawa rahmat bagi alam semesta (rahmatan li al-lamn). Keyakinan bahwa Islam sebagai agama universal membawa berbagai konsekwensi antara lain agama Islam bisa Agama Islam menyebar pada komunitas yang umumnya telah memiliki tradisi atau adat istiadat yang sudah berakar dan diwarisi secara turun-temurun dari nenek moyang mereka. Islam ketika berhadapan dengan adat yang sudah mapan dituntut menunjukkan kearifannya. Islam dalam realitasnya mampu menampakkan kearifannya, yang ditandai dengan pendekatan dakwah secara damai dan bertahap atau pelan-pelan, bukan sebaliknya dengan cara frontal, sporadis disertai kekerasan. Singkatnya, Islam mampu berdialektika secara harmonis dengan kemajemukan adat dan memberikan klarifikasi secara bijaksana terhadap unsur-unsur adat yang bernilai positif dan bisa dipelihara dan unsur-unsur adat yang bernilai negatif yang perlu ditinggalkan. Dengan demikian, kehadiran agama Islam bukan untuk menghilangkan adat dan budaya setempat melainkan untuk memperbaiki dan meluruskannya menjadi lebih berperadaban dan manusiawi. Berangkat dari cara seperti ini menjadikan masuknya Islam di Nusantara ini tidak banyak mendapatkan hambatan dan rintangan. Hal ini terutama disebabkan oleh perwajahan Islam sebagai sosok ajaran yang akomodatif, dinamis dan melindungi tradisi yang telah dimiliki oleh bangsa Indonesia pra Islam. Corak Islam yang menekankan prinsip akomodatif dan toleran ini setidak-tidaknya bisa disimak pada fenomena perayaan Tabot di Bengkulu. Pola hubungan antara Islam dan tradisi Tabot [1] bisa dikatakan saling melengkapi sehingga dianggap sebagai implementasi nyata dari semangat Tradisi lokal dianut oleh berbagai bangsa dan masyarakat dengan latar belakang berbeda-beda.

2

yang bercorak Islami dan Islam yang bercorak lokal (Azyumardi Azra, 1998, Agamadalam Keragaman Etnik di Indonesia, Balitbang Agama, Jakarta). Keanekaragaman wajah budaya Indonesia memberi arti penting bahwa tradisi atau adat telah menjelma sebagai perwujudan budaya lokal. Tradisi atau adat istiadat yang dianut oleh masyarakat memiliki makna dan multitafsir, maka disinilah posisi pentingnya sebuah kajian untuk memperoleh gambaran kompherensif terhadap keragaman tradisi dan diharapkan dapat membawa kesatuan dalam beragam tafsir tersebut. Hefner menetapkan istilah adat itu sendiri memiliki berbagai macam penggunaan regional (Hefner, dalam Dr. Erni Budiawanti, 2000:47). Keanekaragaman budaya merupakan simbol perbedaan kultur, dan kebanyakan komunitas etnik seringkali memberi pembenaran pada budaya sebagai identitas mereka. Budaya tidak bisa dipahami sebagai suatu hukum kebiasaan belaka. Keragaman makna yang terwujud dalam budaya merentang dari cita rasa makanan, desain arsitektur, gaya berbusana, bertutur dengan dialek tertentu, serta berbagai pernik seremonial. Contoh

bale adat pada suku Sasak menunjuk pada bangunan publik dimana dewan tetua danpara pemuka komunitas bisa menyelenggarakan pertemuan. Pesta adat merupakan upacara tradisional, pakaian adat adalah busana tradisional, sedangkan perkawinan adat adalah upacara perkawinan tradisional. Adat mendapatkan kesahehannya dari masa lampau, yaitu masa ketika nenek moyang membangun pranata yang berlaku tanpa batas waktu, kalau bukan malah selamanya. Adat memasuki segala aspek kehidupan komunitas yang mengakibatkan seluruh aspek kehidupan individu sangat dibatasi dan dikodifikasikan (Alisahbana 1996). Karena adat secara ideal dipandang sebagai karya leluhur, keturunan yang masih hidup merasa bahwa setiap kali mereka mempraktekkan adat, tindakan-tindakan mereka terus menerus diawasi para leluhur tersebut. Para leluhur dianggap sebagai makhluk supranatural yang memiliki kekuatan supranatural yang bisa mempengaruhi kehidupan anak turunannya. Setiap masyarakat mempunyai tradisi yang turun temurun dilakukan masyarakat, meskipun kadang-kadang tidak semua masyarakat mengerti tentang apa

3

yang dilakukan nenek moyangnya. Pada sisi lain, tidak semua nilai-nilai tradisi yang turun temurun pada masyarakat sejalan dengan kehidupan beragama. Nilai-nilai budaya dan adat-istiadat tersebut jika dilihat dari kacamata Islam maka akan kita dapati sebagian dari amal atau praktek budayanya bertentangan dengan prinsip-prinsip kebenaran, dipihak lain juga terdapat sebagai ritual ibadah maupun praktek sosial mereka dibenarkan oleh syariat Islam. Perlu diakui, nilai-nilai budaya atau adat-istiadat -di tengah-tengah persoalan relevan atau tidaknya dengan syari'at Islam- seringkali telah menjalankan peran-peran sosiologis yang tidak dapat diremehkan. Adat kadang-kadang muncul sebagai medium pemersatu bagi masyarakatnya. Kebersatuan tersebut dapat dilihat ketika mereka melakukan seremonial tradisi, mereka tanggalkan perbedaan latar belakang pemahaman bahkan keyakinan sekalipun dapat terlepaskan bila di benturkan dengan aplikasi adat yang sifatnya mengakomodir seluruh masyarakat terkait. Pemandangan seperti ini antara lain dapat kita saksikan ketika perayaan Tabot pada masyarakat Bengkulu. Mencermati pemandangan seperti ini, Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Jakarta merasa perlu melakukan penelitian untuk mendapat gambaran yang lebih jelas tentang nilai-nilai tradisi dan budaya lokal serta kehidupan beragama di masyarakat Bengkulu. Tradisi Tabot merupakan salah satu tradisi yang berkembang sudah menjadi adat bahkan dijadikan komoditi Pemerintah Daerah (PEMDA) sebagai medium pariwisata seperti Pekan Raya Jakarta (PRJ) di Jakarta sampai sekarang di masyarakat Bengkulu, khususnya komunitas Syiah. Kajian Teoritis Tradisi Tabot merupakan salah satu upacara tradisional di Kota Bengkulu. Tabot dirayakan dari tanggal 1 sampai dengan tanggal 10 Muharam pada setiap tahunnya dengan tujuan untuk memperingati gugurnya Hasan dan Husen cucu Nabi Muhammad SAW oleh keluarga Yazid dari kaum Syiah, dalam perperangan di Karbala pada tahun 61 Hijriah. Pada perayaan TABOT tersebut dilaksanakan berbagai

4

pameran serta lomba ikan-ikan, telong-telong serta kesenian lainnya yang diikuti oleh kelompok-kelompok kesenian yang ada di Provinsi Bengkulu sehingga menjadikan ajang hiburan rakyat dan menjadi salah satu kalender wisata tahunan. Maksud dan tujuan penyelenggaraan Festival Tabot antara lain adalah untuk memperingati wafatnya cucu Nabi Muhammad SAW yakni Husein bin Abi Thalib yang terbunuh di Padang Karbela, Irak oleh Yazid bin Muawiyyah. Namun, sekaligus untuk melestarikan budaya masyarakat Bengkulu, sebagai bentuk penghormatan terhadap ketokohan Husein bin Abi Thalib. Festival Tabot di Bengkulu juga sebagai kegiatan menyambut dan memeriahkan Tahun Baru Islam. Juga ada upaya menjadikan acara Budaya Tabot sebagai objek wisata budaya daerah untuk dikunjungi dan dilihat oleh seluruh masyarakat dan menjadi kebanggaan Bengkulu. Festival Tabot telah berlangsung selama bertahuntahun di Bengkulu[4], dan sejak masa silam menjadi tradisi bagi masyarakat di sana, serta keharusan yang tak boleh ditinggalkan untuk dilaksanakan para keturunan Tabot setiap 1-10 Muharram tahun Hijriah. Festival Tabot semula adalah tradisi ritual di Bengkulu, namun kini telah berkembang menjadi suatu kebutuhan masyarakat luas, atau sebagai cultural manners seperti berbagai tradisi yang telah lama berlangsung di seluruh penjuru Nusantara. Tabot secara sosiologis bisa dikategorikan sebagai salah satu local genius (kearifan lokal). Tabot sebagai local genius berperan sebagai perimbangan (counterbalance) terhadap pengaruh desakan dari luar yang begitu gencarnya. Seperti diketahui, sejauh ini ada kecenderungan bahwa kebudayaan yang lebih tinggi mempengaruhi kebudayaan yang lebih rendah, masyarakat di suatu benua mempengaruhi masyarakat di kepulauan, bangsa yang lebih maju mempengaruhi bangsa yang terbelakang dan mayoritas lebih banyak mempengaruhi yang minoritas. Sejarah telah menunjukkan bagaimana kebudayaan dan peradaban Indonesia terbentuk, berturut-turut dari jaman perunggu (Bronze Age) yang berasal dari Tiongkok, masa Hindu-Budha mendapat pengaruh dari India, pada masa Islam pengaruhnya dari Arab, menyusul pengaruh agama Nasrani yang dikenalkan oleh para Missionary, serta kemudian pengaruh Barat

5

yang kuat dan lebih modern melimpah ke Indonesia, rasanya sudah tak mungkin terbendung lagi (Made Sukarata, 1999: 42-43). Dalam cengkeraman hegemoni Barat seperti ini, kita bisa mencermati bagaimana para leluhur kita penuh bijak melakukan perimbangan (counterbalance) terhadap pengaruh desakan dari luar yang begitu gencarnya berkat mengambil sisi positifnya dari pengaruh Barat. Jadi berbondong-bondongnya pengaruh budaya luar di Indonesia oleh para leluhur kita dapat dijadikan batu pijakan untuk dapat menciptakan karya-karya yang lebih menyatu dengan memadukan unsur-unsur yang telah ada di tempat. Contoh hal ini ada pada arsitektur Bali dengan dikenalnya perimbangan emas atau golden

section yang disebut Asta Kosala Kosali, dalam seni bangun Hindu-Budha di Indonesiadikenal bentuk Dwaraphala, patung kembar berbentuk raksasa penghias sisi kiri kanan pintu utama masuk candi, dikenalnya bentuk candi Bentar (Split Gate), maupun pintu gerbang yang disebut Paduraksa yang asli made in Indonesia. Perlu diketahui bahwa semua ini terjadi karena para leluhur kita punya semacam aji pamungkas yang disebut local genius. Local genius dapat diartikan sebagai kecerdasan orang-orang setempat untuk memanipulasi pengaruh budaya luar dan budaya yang telah ada menjadi wujud baru yang lebih indah, yang lebih baik serta serasi sesuai selera setempat dan sekaligus merupakan bentuk spesifik atau jatidiri daerah itu sendiri, contoh suku Nias dengan Jumping Stone-nya, suku Toraja dengan Tadulako-nya, suku Batak dengan Si Gale-gale-nya, suku Dayak dengan Kelebitnya, suku Asmat dengan Spatularnya, suku Bali dengan tari kecaknya dan banyak lagi suku-suku lain yang tak kalah unik bertaburan dan bertebaran digugusan jambrut katulistiwa dengan segala latar belakang

local genius-nya masing-masing. Contoh Local genius lainnya dalam irigasi di Balidikenal istilah subak, dalam cerita wayang dikenal istilah ceritera carangan, seperti Arjuna Wiwaha, Trimala dan terdapat tokoh Punakawan yaitu, Semar, Gareng, Petruk serta Bagong, semua ini merupakan manifestasi dari local genius yang dimiliki oleh para leluhur kita. Dan local genius muncul tidak lepas dari naluri alamiah (basic

instinct) berkesenian yang ada pada sanubari setiap seniman lokal.

6

Disamping itu tiap-tiap lokal punya kelebihan potensi tertentu dari pada lokal yang lain dan uniknya lagi sering terjadi suatu potensi yang berasal dari suatu tempat justru berkembang lebih canggih ditempat lain, contoh mesin yang pertama dikenal di Tiongkok untuk bahan mercon oleh orang Barat dipakai untuk isi peluru senjata canggih pembunuh manusia. Begitu juga Aljabar yang mula-mula dikenal di Arab setelah sampai di Barat menjadi ilmu hitung yang luar biasa hebatnya. Ketika orang Jepang pertama kali diimingiming televisi hitam-putih oleh orang Amerika, selang beberapa lama orang Jepang memproklamirkan dirinya sebagai pencipta televisi berwarna pertama di dunia, sampai-sampai tehnisi Jepang dituduh melakukan apa yang disebut Stolen Technology (teknologi curian).

7

[1] Istilah Tabot berasal dari kata Arab (Tabot) yang secara harfiah berarti kotak kayu atau peti. Dalam al-Quran kata Tabot dikenal sebagai sebuah peti yang berisikan kitab Taurat. Bani Israil masa itu percaya bahwa mereka akan mendapatkan kebaikan bila Tabot ini muncul dan berada di tangan pemimpin mereka. Sebaliknya mereka akan mendapat malapetaka bila benda itu hilang. [2] Propinsi Bengkulu dibentuk pada tahun 1968. Ibu kotanya adalah Bengkulu. Bengkulu menjadi tempat pengasingan Presiden Sukarno, presiden pertama Indonesia , pada waktu jaman penjajahan Belanda. Di sana Sukarno merancang Mesjid Jamik. Kepercayaan, pada umumnya masyarakat di Provinsi Bengkulu 95 % lebih menganut agama Islam. Upacara Adat, banyak dilakukan masyarakat di Provinsi Bengkulu seperti, sunatan rasul, upacara adat perkawinan, upacara mencukur rambut anak yang baru lahir. Filsafat hidup:sekundang setungguan, seio Sekato. Kebukit Samo Mendaki, Kelurah Samo Menurun, Yang Berat Samo dipikul, Yang Ringan Samo Dijinjing, artinya dalam membangun, pekerjaan seberat apapun jika sama-sama dikerjakan akan terasa ringan juga. Bulek Air Kek Pembuluh, Bulek Kata Rek Sepakat, artinya bersatunya air dengan bambu, bersatunya pendapat dengan musyawarah.

[3] Tradisi Tabot; Salah satu upacara tradisional di Kota Bengkulu adalah upacara TABOT" yaitu suatu perayaan tradisional yang dilaksanakan dari tanggal 1 sampai dengan tanggal 10 Muharam setiap tahunnya untuk memperingati gugurnya Hasan dan Husen cucu Nabi Muhammad SAW oleh keluarga Yazid dari kaum Syiah, dalam perperangan di Karbala pada tahun 61 Hijriah. Pada perayaan TABOT tersebut dilaksanakan berbagai pameran serta lomba ikan-ikan, telong-telong serta kesenian lainnya yang diikuti oleh kelompok-kelompok kesenian yang ada di Provinsi Bengkulu sehingga menjadikan ajang hiburan rakyat dan menjadi salah satu kalender wisata tahunan. [4] Tak ada catatan tertulis sejak kapan upacara Tabot mulai dikenal di Bengkulu. Namun, disebut-sebut bahwa tradisi yang berangkat dari upacara berkabung para penganut paham Syiah ini mulai ada sejak pembangunan Benteng Marlborought (1718-1719) di Bengkulu. Tradisi ini dibawa oleh para tukang yang didatangkan Inggris dari Madras dan Bengali di bagian selatan India , kemudian diwariskan kepada anak cucu mereka yang telah berasimilasi dengan orang Bengkulu. Warga keturunan yang sudah berasimilasi dengan penduduk asli Bengkulu itu kini dikenal dengan sebutan orang-orang Sipai. Para tukang yang membangun benteng Malborough ini lah yang kemudian disebut-sebut keluarga inti yang tergabung dalam Kerukunan Keluarga Tabot (KKT) dan sudah menjadi agenda KKT setiap tahunnya mengadakan ritual ini.

8

BAGIAN KEDUA Bengkulu dan berbagai tradisi

Setting Sosial Bengkulu Propinsi Bengkulu dibentuk pada tahun 1968. Ibu kotanya adalah

Bengkulu. Bengkulu menjadi tempat pengasingan Presiden Sukarno, presiden pertama Indonesia , pada waktu jaman penjajahan Belanda. Di sana Sukarno merancang Mesjid Jamik. Kepercayaan, pada umumnya masyarakat di Provinsi Bengkulu 95 % lebih menganut agama Islam. Upacara Adat, banyak dilakukan masyarakat di Provinsi Bengkulu seperti sunatan rasul, upacara adat perkawinan, upacara sekundang mencukur rambut anak yang baru lahir. Filsafat hidup: setungguan, seio Sekato. Kebukit Samo Mendaki, Kelurah Samo

Menurun, Yang Berat Samo dipikul, Yang Ringan Samo Dijinjing, artinya dalam membangun, pekerjaan seberat apapun jika sama-sama dikerjakan akan terasa ringan juga. Bulek Air Kek Pembuluh, Bulek Kata Rek Sepakat, artinya bersatunya air dengan bambu, bersatunya pendapat dengan musyawarah (Informasi Pariwisata Nusantara, dalam http://www.budpar.go.id/filedata/, 23-Feb-2006: 131). Secara geografis, Provinsi Bengkulu terletak di pantai Barat Pulau Sumatra yang dari sisi geografisnya sekitar 46,54% atau 920.964 ha lahannya adalah hutan 131 suaka. Kawasan tersebut merupakan sumber wisata alam (ekowisata) yang melimpah dengan keunikan flora dan faunanya. Letaknya di sebelah Barat pegunungan Bukit Barisan dan kawasan hutan ini masih dihuni berbagai hewan liar seperti harimau, gajah, badak dan tempat tumbuhnya bunga terbesar di dunia Rafflesia Arnoldi. Wilayahnya memanjang dari perbatasan dengan provinsi Sumatra Barat sampai ke provinsi Lampung berjarak sekitar 567 kilometer persegi

9

dan berbatasan langsung dengan Samudra Hindia dengan garis pantai sepanjang 525 km. Penduduknya mencapai 1,6 juta orang dan sebagian besar (96%) adalah beragama Islam, sisanya beragama kristen, budha dan hindu. Masyarakat aslinya berasal dari beragam etnik dengan bahasa daerah dan dialek yang berbeda seperti bahasa Melayu, Rejang, Enggano, Serawai, Lembak, Pasemah, Mulak Bintuhan, Pekal dan Mukomuko.Dari sisi budaya, masyarakat Bengkulu terdiri atas dua kelompok besar yaitu Orang Rejang dan Orang Serawai. Orang Rejang ini terbagi atas dua bagian lagi yaitu mereka yang tinggal di wilayah dataran tinggi dan mereka yang tinggal di sekitar pantai yang disebut sebagai Rejang Pesisir. Orang Serawai bermukim di selatan Bengkulu, mereka masih memiliki hubungan dengan Orang Pasemah yang bermukim di kawasan pegunungan di dekat Pagaralam dan Gunung Dempo, di Sumatra Selatan. Dari sisi sejarah, Bengkulu banyak mempunyai hubungan emosional dengan bangsa Eropa, khususnya Inggris terlihat dari banyaknya peninggalan sejarah pada masa penjajahan Inggris. Demikian juga dengan catatan sejarah pada jaman kerajaan hingga pra kemerdekaan yang dapat dilihat dalam bentuk peninggalan seperti makam Sentot Alisyahbana maupun rumah kediaman Bung Karno yang menjadi presiden pertama RI. Pada abad ke-13, Bengkulu berada di bawah kekuasaan Kerajaan Majapahit yang memerintah dari Pulau Jawa. Tidak banyak yang diketahui mengenai sejarah Bengkulu sebelum abad ke-13. Wilayah Bengkulu kemudian diperintah oleh berbagai kerajaan kecil seperti Kerajaan Sungai Lebong yang berkuasa di wilayah Curup.Pada tahun 1685, Inggris yang tiga tahun sebelumnya gagal menguasai Banten masuk ke Bengkulu untuk mendapatkan hasil bumi yaitu rempah-rempah. Namun upaya awal Inggris untuk mendapatkan rempahrempah tidak membuahkan hasil yang memuaskan. Ekspedisi yang mereka lakukan di Bengkulu terhambat oleh kondisi geografis Bengkulu dan hujan yang terus menerus sehingga rasa bosan dan penyakit Malaria membunuh banyak orang Inggris yang saat itu berada di Bengkulu. Keadaan mulai berubah ketika Sir Thomas Stamford Raffles

10

pada tahun 1818 diangkat menjadi penguasa Bengkulu dengan jabatan sebagai Gubernur Jenderal. Dalam waktu yang tidak lama, Raffles berhasil meningkatkan perdagangan rempah-rempah di Bengkulu sehingga menguntungkan, selain itu ia juga membuka perkebunan kopi, pala dan tebu dimana hasil perkebunan ini sangat laku di pasaran internasional. Bengkulu menjadi pusat operasi perusahaan Inggris di Sumatra. Sejumlah pos perdagangan dibentuk selain untuk berdagang juga untuk mengawasi daerah pendudukan Inggris di Bengkulu. Namun pada masa itu perebutan daerah kekuasaan wilayah perdagangan terjadi silih berganti antara negara-negara Eropa untuk menguasai perdagangan rempah-rempah di Indonesia. Belanda akhirnya menguasai sebagian besar wilayah Bengkulu dan pada tahun 1824, Inggris menyerahkan Bengkulu kepada Belanda. Sebagai gantinya Inggris mendapatkan Malaka dan Singapura. Kota Bengkulu adalah ibukota dari Provinsi Bengkulu yang dibangun oleh Inggris pada tahun 1685 dan disebut dengan nama Bencoolen. Pada tahun 1825 kota Bengkulu diambil alih oleh Belanda hingga kedatangan Jepang pada tahun 1942. Dari sejarahnya dapat dimengerti bahwa Bengkulu pada masa lalu adalah sebuah kota kolonial. Perdagangan dan interaksi dengan bangsa asing sudah dilakukan ratusan tahun yang lalu. Letak kota Bengkulu berada di pinggir laut, namun demikian sebagian besar bangunan penting di kota ini terletak agak jauh dari pantai kecuali kawasan Benteng Marlborough. Berbagai fasilitas hotel, restoran, diskotik, sejumlah kantor perusahaan penerbangan, money changer dan perbankan tersedia untuk memberikan berbagai kemudahan bagi wisatawan dan sedikitnya ada sembilan obyek wisata yang bisa dikunjungi di wilayah kota ini. Salah satu kegiatan seni budaya yang telah menjadi kalender tetap di ibukota provinsi ini adalah Festival Tabot yang diselenggarakan tanggal 10 Muharram. Tradisi ini sendiri dibawa oleh orang-orang India yang menjadi tentara Inggris pada tahun 1685. Salah satunya yang dikenal sebagai ulama adalah Syeh Burahnudin atau populer dengan nama Imam Sengolo. Tabot sendiri merupakan symbol

11

kepahlawanan cucu dari Nabi Muhammad SAW yaitu Hasan dan Husein yang wafat dalam suatu peperangan di gurun Karbala, Irak. Salah satu obyek pariwisata yang dapat dikunjungi di Kota Bengkulu adalah Museum Negeri Bengkulu yang terletak di Padang Harapan di dekat kantor wisata di Jl Pembangunan. Museum ini memiliki koleksi mulai dari batubatu pra-sejarah, gendang tembaga kuno dan rumah adat kayu. Koleksi lainnya adalah kain batik Bengkulu yang disebut kain besurah dengan motif gabungan antara kaligrafi Arab dan motif matahari dari masa Majapahit. Di museum ini juga terdapat tekstil dari Pulau Enggano beserta alat tenunnya. Benda lainnya yang terdapat di museum ini adalah Tabot yaitu sebuah menara yang tingginya sekitar 10 meter terbuat dari kayu dan kertas yang digunakan dalam arak-arakan melalui jalan-jalan protokol Kota Bengkulu untuk memperingati kematian Hasan dan Husein, cucu nabi Muhammad yang tewas dalam pertempuran Karbala di Irak pada tahun 680. Acara mengarak Tabot ini merupakan tradisi peninggalan aliran Syiah di Bengkulu dan diadakan setiap tanggal 10 Muharram.

12

Bagian ketigaAgama, kebudayaan dan tradisi RESPON KKT TERHADAP TRADISI TABOT Kata sakral yang melekat dalam prosesi ritual Tabot, yang selalu diselenggarakan pada 1-10 Muharram tahun Hijriah (tahun ini bertepatan dengan 31 Januari-9 Februari 2006), tampaknya sudah kehilangan makna. Dengan munculnya apa yang kemudian dikenal sebagai Tabot pembangunan, yang dalam prosesi itu mengiring 17 Tabot sakral, barangkali bisa dibaca sebagai bentuk lain dari kian cairnya sakralitas di balik ritual adat tersebut. Ritus yang sudah menjadi tradisi sebagian masyarakat Bengkulu untuk mengenang peristiwa tragis kematian cucu Nabi Muhammad SAW, Husein bin Ali bin Abi Thalib, dalam suatu pertempuran tak seimbang dengan orang-orang dari Bani Umaiyyah di Padang Karbala (wilayah Irak sekarang), sejak beberapa tahun terakhir harus diakui memang sudah bergeser menjadi sekadar pesta tahunan masyarakat Bengkulu. Bahkan, sakralitas itu sudah mulai meluntur pada sebagian keluarga inti yang tergabung dalam Kerukunan Keluarga Tabot itu sendiri. Di luar sembilan tahapan acara ritual Tabot yang sudah melekat sejak dua abad silam tersebut, seperti mengambik tanah (mengambil tanah) pada tanggal 1 Muharram; duduk penja (mencuci benda berbentuk telapak tangan manusia) pada 4 Muharram; menjara (saling berkunjung pada malam hari sebagai simbol persiapan perang) pada 6 dan 7 Muharram; arak gedang (membawa Tabot ke tanah lapang) pada 9 Muharram; hingga prosesi Tabot tebuang (arak-arakan Tabot menuju tempat pembuangan) pada 10 Muharram, bisa dikatakan bahwa upacara Tabot sudah menjadi semacam seni pertunjukan dalam pengertian yang sesungguhnya. Alhasil, ritus-ritus yang menyertainya pun dengan sendirinya sebagian besar murni sebagai tontonan. Termasuk di dalamnya keberadaan arena pameran

13

pembangunan dan pasar malam di pusat kegiatan festival di Lapangan Merdeka Bengkulu, yang justru lebih banyak menyedot perhatian khalayak pengunjung. Apa yang kemudian disebut Festival Tabot sebagai peristiwa budaya pada akhirnya adalah pesta rakyat. Aspek ritual yang semula melandasinya, yang pada awalnya adalah pusat dari segala upacara tradisi itu, kini malah terkesan hanya pelengkap. Sebaliknya, berbagai lomba dan atraksi budaya macam musik dol, tari, telongtelong (sejenis lampion dalam aneka bentuk) dan permainan ikan-ikanan, juga digelarnya arena pasar malam selama festival berlangsung, justru kini masuk ke tengah. Bumbu pelengkap itu malah jadi hidangan sekaligus santapan utama dalam kenduri rakyat Bengkulu tersebut. Dalam banyak hal, Festival Tabot kini tak ubahnya seperti Jakarta Fair di kawasan eks Bandara Kemayoran bagi warga Jakarta, atau Festival Sriwijaya di ibu kota provinsi tetangganya: Palembang! Bagi warga Bengkulu yang haus akan hiburan, kemeriahan itulah yang memang jadi tujuan utama, kata Mantaha, salah satu anggota komunitas Kerukunan Keluarga Tabot Bengkulu dari Kampung Pondok Besi. A. RESPON PEMUKA AGAMA/AGAMAWAN TERHADAP TRADISI TABOT 1. Tanggapan dari Tokoh Agama Menurut salah seorang fungsionasis PW Muhammadiyah Bengkulu, Yohalin, Muhammadiyah melihat perayaan Tabot sebatas dalam konteks budaya dan seni. Perayaan Tabot, menurut Yohalin, bisa dilaksanakan asal tidak dikaitkan dengan kaidah, karena hal ini akan menjurus ke Syirik. Mereka merayakan Tabot hanya untuk mencintai dan mengagumi keluarga Ali bin Abi Thalib, bukan mengkultuskannya. Hendaknya, keyakinan bahwa jika tidak merayakan akan turun bencana tidak disebar-luaskan karena akan menyesatkan. Umat Islam Bengkulu perlu

14

menempati perayaan Tabot secara wajar sebagaimana perayaan 17 Agustus, Maulid Nabi, atau Isra Miraj. Perayaan Tabot sebagaimana perayaan hari besar Islam yang lain harus dipahami dalam konteks manusiawi. Jadi tidak akan menimbulkan efek kutukan jika tidak dirayakan. Hal-hal irasional semacam ini harus dihindari karena tidak ada dasa hukumnya. Tetapi kita tidak bisa melarangnya jika ada sebagian masyarakat yang mempercayai hal-hal seperti itu. Hal ini sama dengan yang terjadi di Arab Saudi yang tidak bisa mencegah praktek kaum Syiah yang melakukan pawai sambil dengan memukul-mukul badannya sampai luka sebagai tanda duka sekaligus ungkapan rasa kecintaan yang terlalu berlebihan pada Ali bin Abi Talib. Posisi Muhammadiyah sekedar mengingatkan agar kecintaan yang berlebihan terhadap keluarga Nabi (ahlul bait) tidak merusak aqidah. Muhammadiyah mencintai seni dan budaya, tetapi seni budaya yang sejalan dengan semangat Islam. Dalam menyikapi Tabot, Muhammadiyah cenderung menggunakan perspektif seni dan budaya. Berdasarkan perspektif ini, perayaan Tabot lebih tepat jika dipahami dalam konteks pariwisata yang membuka kesempatan bagi tumbuhnya pariwisata dan menggerakkan roda ekonomi di Propinsi Bengkulu. Setidak-tidaknya, perayaan Tabot akan mendatangkan rezeki bagi pedagang kaki lima serta para penjual barang-barang dagangan lainnya. Semua terjadi karena arus kedatangan para pengunjung baik dari dalam maupun dari luar Propinsi Bengkulu. "Jadi, Muhammadiyah tidak anti Tabot. Hanya saja kita melihat perayaan ini dalam konteks seni budaya", kata Yohalin. Sejauh ini, Muhammadiyah telah berupaya menghilangkan perayaan Tabot dari kesyirikan. Caranya adalah dengan memperkuat keimanan umat Islam. Selain itu, ia mengajak masyarakat untuk memahami Tabot sebagai bagian dari seni budaya biasa sebagaimana terjadi di daerah-daerah lain. Setiap daerah mempunyai ciri khas masing-masing. "Kalau di Palembang ada lomba bidar, di Riau ada sedekah pantai dan di Bengkulu ada Tabot", katanya.

15

2. Tanggapan dari Tokoh Adat Para tokoh adat secara umum mengapreasi positif terhadap perayaan Tabot. Salah seorang Tokoh adat, H. Zaharuddin Hasyim misalnya mengakui upacara Tabot cukup berpengaruh terhadap ekonomi rakyat. Hal ini dapat terjadi karena pada musim Tabot itu mengundang kedatangan arus pengunjung dari berbagai daerah dalam jumlah besar, yang dampaknya akan meningkatkan volume usaha dan pendapatan para pedagang, usaha jasa angkutan, retribusi daerah setempat. Keramaian Tabot merupakan salah satu objek pariwisata yang cukup potensial di daerah Bengkulu. Momen tersebut dapat mengenalkan berbagai macam kerajinan yang ada di Bengkulu sebagai souvenir bagi para pengunjung. Meskipun demikian, Zaharuddin menyarankan agar upacara Tabot tidak mengembangsuburkan sifat kultus individu yang berlebihan. Hendaknya, tradisi Tabot ini hanya dipandang sebagai bentuk kesenian daerah. Diharapkan agar masyarakat Bengkulu betul-betul menunjukkan pengertian yang positif bahwa Tabot adalah milik daerah Bengkulu bukan sekedar milik keluarga Tabot. Oleh karena itu, perayaan Tabot tidak menitik beratkan pada hal-hal yang berbau mistik, tetapi cukup dilakukan hal-hal yang dapat menunjang Tabot itu sebagai kesenian daerah. Pengakuan hamper senada muncul pula dari Tokoh Adat yang lain, HM Iskak. Menurut pengakuannya, perayaan Tabot merupakan even satusatunya yang paling ramai di Bengkulu. Dari segi pariwisata sangat menguntungkan Bengkulu, sebab bisa memperkenalkan Bengkulu kepada orang lain. Dari sisi ekonomi, banyak keuntungan yang di dapat, misalnya ramainya pesanan hotel dan penginapan, pasaran makanan meningkat, omset penjualan orang ramai berjualan, oleh-oleh khas Bengkulu dan cindera mata yang lain juga jadi laku.

16

Orang-orang yang menolak Tabot barangkali belum didasarkan pada kajian mendalam. Karena, Jika Tabot dilihat secara mendalam sebetulnya hanyalah budaya, walaupun asal-usulnya berasal dari agama yakni menghormati Hasan-Husen. Seharusnya, polemik atau bahkan pro-kontra dalam menyikapi Tabot perlu dihindari. 3. Respon Politisi Tanggapan yang nadanya menghimbau agar semua elemen masyarakat Bengkulu berupaya melestarikan Tabot disampaikan oleh politisi terkemuka asal Bengkulu, Drs.H.M.Djali Affandi. Mantan Ketua DPRD Kota Bengkulu ini menyatakan bahwa Tabot merupakan asset budaya mencerminkan keunikan dan kekhasan budaya dan alam Propinsi Bengkulu. Tabot merupakan budaya lokal yang mengkolaborasikan antara unsur-unsur ritualkeagamaan dengan adat. Terhadap unsur-unsur ritual-keagamaan tidak perlu disikapi secara berlebihan, terhadap kekuatan budayanya yang perlu digali dan dikembangkan lebih jauh. Hal ini karena hanya dengan menampilkan kekuatan Tabot sebagai budaya lokal Bengkulu yang dapat mendatangkan manfaat secara positif bagi kehidupan masyarakat setempat (Wawancara dengan Jali Affandi). Apalagi kehidupan pariwisata Indonesia saat ini relatif telah berkembang. Kondisi demikian akan memberi peluang untuk menjadikan Bengkulu salah satu daerah tujuan wisata yang potensial. Disamping itu agar peluang tersebut dapat berubah menjadi potensi diantaranya adalah dengan mempertahankan serta mempromasikan keunikan dan kekhasan budaya dan alam daerah kota Bengkulu, seperti Tabut serta ragam budaya lainnya. Menurut pemikiran Jali Affandi, salah satu upaya untuk melestarikan Tabot adalah dengan mempertahankan keunikannya serta kearifan dalam memilah antara antara nilai yang sakral dengan nilai budaya yang melekat dalam Tabot. Nilai sakral yang dikandung Tabot adalah nilai-nilai agama Islam (walaupun sebagian masih memperdebatkan). Nilai-nilai ini perlu ditempatkan sebagai fondasi dalam kehidupan. Sedangkan nilai-nilai budaya yang dikandung

17

Tabot bercirikan prilaku, sikap maupun adapt-adat istiadat masyarakat, yang sebagian tampak dan mengakar dalam kehidupan. Dengan dasar pemahaman seperti ini, Tabut merupakan salah satu bentuk budaya yang prosesinya penuh muatan kesejarahan dan tradisi yang bersinggungan dengan sejarah perkembangan agama Islam. Sebagai salah satu bentuk budaya masyarakat yang mempunyai keunikan, prosesi dan perayaan Tabut akan mengundang minat dan perhatian para wisatawan. Pelestarian budaya Tabut, dalam pandangan Jali Affandi, tidak dipahami sebagai kemandekan atau stagnasi dalam pengembangan prosesi dan bentuk perayaan Tabot. Sebaliknya, pelestarian Tabot dipahami sebagai upaya mengimplementasikan nilai-nilai Tabot secara kontekstual dengan mempertimbangkan kultur masyarakat serta memperkaya bentuk-bentuk perayaan prosesi Tabot. Dalam konteks ini, Jali Affandi menyarankan agar pengembangan Tabot tidak bertentangan cirri khas aslinya, maka perlu diorientasikan untuk pengembangan karakter, pengembangan nilai kesejarahan dan pengembangan model perayaan (HM Djali Affandi, 2003: 65). Yang dimaksud dengan Tabot untuk pengembangan karakter adalah bahwa pada saat penyelenggaraan prosesi Tabut seperti upacara pengambilan tanah, menjarah, upacara di gergah sampai Tabut bersanding dan upacara pembangunan harus dimeriahkan demi untuk membangun karakter rakyat Bengkulu agar suka kerja keras, menggalakkan gotong royong, membangun persaudaraan dan lain-lain. Jadi yang momentum Tabot untuk membangun karakter yang perlu diaktualisasikan, bukan prosesinya yang diagung-agungkan. Dengan demikian, bukan festival dan pentas-pentas dipanggung yang lebih dimeriahkan. Adapun Tabot untuk tujuan pengembangan nilai kesejarahan dapat dilakukan dengan membuat dan menyebarluaskan informasi kesejarahan Tabout pada tiap-tiap prosesi perayaan dengan cara menjual buku kecil atau selebaran. Misalnya pada saat pengambilan tabah, perlu dipublikasikan tentang

18

latar belakang sejarah munculnya upacara pengambilan tanah. Juga perlu dipublikasikan tentang apa sejarah dan arti simbolik dari kunjungan dengan menggunakan Dol dari Berkas ke Sumur Meleleh, Pondok Besi, Kebun Ros, Bajak sampai Kampung Bali, mengapa Tabut harus disandingkan, dan mengapa pula Tabut dibuang. Penulisan dan penyebarluasan historisitas Tabot dilakukan sebelum dan selama upacara dilakukan serta pada saat pembukaan festival Tabut. Sementara itu, pengembangan model perayaan Tabot dapat dilakukan dengan membangun stand-stand tentang perayaan Tabot. Misalnya, di kelurahan Berkas dibangun stand perayaan khusus yang menonjolkan kesenian teradisional yang berhubungan dengan Tabut. Hal ini juga dilakukan di kelurahan-kelurahan lain terutama yang berdekatan dengan lokasi pelaksanaan prosesi Tabot. Atas dasar ini, upaya melestarikan kebudayaan Tabut menjadi tugas semua pihak, mulai dari pemerintah sampai masyarakat di Bengkulu. Pelestarian budaya Tabut ini sangat penting, karena di dalamnya mengandung nilai-nilai seni, kultur, sejarah serta nilai-nilai kepahlawanan. Dari sisi ekonomi, perayaan Tabut merupakan momentum kepariwisataan yang menjadi salah satu produk unggul pariwisata daerah yang cukup menjanjikan. Untuk itu, diperlukan komitmen, kemauan dan kemampuan kita untuk mengelola Tabot. D. RESPON ANGGOTA MASYARAKAT TERHADAP TRADISI TABOT Menurut tokoh masyarakat Minang di Bengkulu, Drs. H.M Yunus Said, Tabot sudah menjadi bagian dari kekayaan adat Bengkulu. Hal ini dapat diamati dari cara berpakaian dan petatah petitih yang dipergunakan pada ritual Tabot. Ada nilai-nilai Islam, yang terkandung dalam Tabot, karena ritual ini dilakukan dalam ketika memasuki bulan Muharram, tahun baru dalam kalender Islam. Diakui Yunus, dirinya merasa perlu menjelaskan kepada keluarganya, terutama anakanaknya yang lahir dan besar diluar kota Bengkulu soal kedudukan Tabot sebagai

19

salah satu bentuk khasanah budaya yang sudah lama dipelihara dan dilestarikan (Wawancara dengan HM Yunus Said, 25 Mei 2007). Menurut Yunus, Tabot bisa bertahan di Bengkulu karena didukung oleh Pemerintah Daerah melalui ianggarkannya dana oleh pemda Bengkulu. "Tabot dilaksanakan pada setiap tahun karena ada perda yang mengaturnya. Bahkan pernah dibuat perda yang mengatur agar setiap instansi wajib membuat bangunan Tabot sebagai gapura atau pada pintu-pintu gerbang instansi tersebut. Saya adalah seorang yang membangun Tabot ( bangunan ) dipintu gerbang Diknas Propinsi", kata Yunus. Dalam pandangan Yunus, Tabot di satu sisi dapat menguatkan Aqidah ummat Islam dan di sisi lain dapat mengaburkan Aqidah. Bisa menguatkan aqidah karena tradisi Tabot isinya mengingatkan kita akan cucu Rasulullah Hasan dan Husein, serta mengingatkan kita akan Rasulullah. Jadi hanya sedikit sekali pengaruhnya terhadap penguatan aqidah. Sebaliknya, Tabot dapat mengaburkan aqidah, apabila jika ia diyakini sebagai ajaran aqama, bukan sebagai kekayaan budaya. Harapan agar perayaan Tabot tidak bergeser semangatnya dari sebuah ritualitas yang sakral menjadi seremoni profan diungkapkan oleh Budayawan Universitas Bengkulu, Agus Setiyanto. Dalam analisa Agus, boleh jadi tak banyak orang yang peduli atas fenomena sosiologis bergesernya makna, fungsi, dan tujuan upacara ritual Tabot di Bengkulu. Apalagi terhadap peristiwa kecil berupa patahnya Tabot sakral nomor urut 12, satu di antara 17 buah Tabot yang sudah dibakukan jumlahnya; mewakili 17 keluarga yang diyakini punya hubungan kekerabatan langsung dengan Sang Pemula: Imam Senggolo (Ahmad Zulkani, Humaniora

Kompas,

Rabu,

15

Februari

2006,

http://www.kompas.

com/kompas-

cetak/0602/15/ humaniora/ 2438531.htm). Namun, ketika masih ada yang mau mengarifi adanya makna simbolik di balik upacara ritual Tabot (meminjam ungkapan Agus Setiyanto dari Universitas Bengkulu), patahnya Tabot sakral dalam suatu prosesi agung bisa ditafsirkan juga

20

memberi makna simbolik. Paling tidak terhadap sakralitas ritual Tabot itu sendiri, yang kini tak ubahnya seperti produk budaya pada umumnya yang profan. Menurut Agus, saratnya misi yang diemban oleh kepentingan di luar hal-hal berbau ritual membuat segala sesuatu yang beraroma sakral terpinggirkan. Di sini terjadi semacam pertempuran yang tak kalah dahsyat dalam pencitraan, yang untuk saat ini tampaknya dimenangkan oleh produk budaya profan. Akibatnya, substansi dari budaya Tabot yang merupakan simbolisasi dari sebuah keprihatinan sosial cenderung terlupakan. Ini baru satu hal. Masih ada sejumlah kearifan sosial lain yang belum tergarap di tengah makin semaraknya pesta budaya Tabot. Terlepas dari adanya pandangan bahwa ritual Tabot mengandung unsur penyimpangan dalam akidah, seperti penggunaan mantera-mantera dan ayat- ayat suci dalam prosesi mengambik tanah, namun esensi dari ritual ini justru mengingatkan manusia akan praktik penghalalan segala cara untuk menuju puncak kekuasaan. Dan, dalam kekinian kita sebagai bangsa, sakralitas dalam memahami simbol-simbol kearifan budaya itu mestinya harus dijaga. Bukan sebaliknya.

21

Bagian keempatTradisi Tabot dan ke-bersatuan masyarakat

Melacak Akar Ideologis-Keagamaan Perayaan Tabot Tak ada catatan tertulis sejak kapan upacara Tabot mulai dikenal di Bengkulu. Namun, disebut-sebut bahwa tradisi yang berangkat dari upacara

22

berkabung para penganut paham Syi'ah ini mulai ada sejak pembangunan Benteng Marlborought (1718-1719) di Bengkulu. Tradisi ini dibawa oleh para tukang yang didatangkan Inggris dari Madras dan Bengali di bagian selatan India, kemudian diwariskan kepada anak cucu mereka yang telah berasimilasi dengan orang Bengkulu. Warga keturunan yang sudah berasimilasi dengan penduduk asli Bengkulu itu kini dikenal dengan sebutan orang-orang Sipai. Tabot kini dipandang sebagai upacara tradisional orang Bengkulu, baik dari kaum Sipai maupun Melayu Bengkulu. Di berbagai belahan dunia lain, upacara berkabung semacam ini dikenal dengan sebutan Hari Assyura. Di Irak misalnya, pada puncak Hari Assyura pada 10 Muharram, kaum Syih mengagungkan penggalan sejarah yang terjadi pada tahun 61 Hijriah atau 681 Masehi itu dengan cara yang tergolong amat fanatik, bahkan dengan cara menyakiti diri mereka sendiri. Tidak demikian halnya di Bengkulu. Sejak orang-orang Sipai lepas dari pengaruh ajaran Syi'ah, lewat upacara Tabot, peringatan atas gugurnya Husein bin Ali bin Abi Thalib dimaknai sekadar kewajiban keluarga untuk memenuhi wasiat dari leluhur mereka. Belakangan, sejak satu dekade terakhir, selain melaksanakan wasiat leluhur, upacara ini juga dimaksudkan sebagai wujud dari peran serta orangorang Sipai untuk berpartisipasi dalam pembinaan dan pengembangan budaya daerah (baca; Bengkulu) setempat. Terlepas dari adanya pergeseran makna dan tujuannya, inti dari upacara Tabot itu sendiri pada awalnya adalah untuk mengenang upaya para pemimpin Syi'ah dan kaumnya yang mengumpulkan bagian-bagian dari jenazah Husein bin Ali bin Abi Thalib, mengaraknya, serta memakamkannya di Padang Karbala. Seluruh prosesi itu berlangsung selama 10 hari (1-10 Muharram). Dimulai dari prosesi mengambik tanah pada 1 Muharram (di dua tempat yang dianggap keramat: Tapak Padri dan Anggut), kemudian diakhiri prosesi penutup yang mereka sebut Tabot tebuang pada 10 Muharram. (Ahmad Zulkani, Humaniora

23

Kompas, Rabu, 15 Februari 2006, http://www.kompas.com/kompas-cetak/0602/15/humaniora/ 2438531.htm).

Upacara Tabot mengandung dua aspek: aspek ritual dan aspek non ritual. Aspek ritual hanya bolah dilakukan oleh keluarga Tabot dan dipimpin oleh dukun Tabot atau orang kepercayaan saja yang memiliki ketentuan khusus dan normanorma yang harus ditaati. Upacara non ritual dapat diikuti oleh siapa saja. Hal ini sejalan dengan kecenderungan upacara Tabot yang akhir-akhir ini lebih banyak dititik-beratkan pada aspek kebudayaan dan pariwisata (Jama'an Nur, 1996). Pengkategorian di atas didasarkan pada informasi yang diberikan oleh para informan. Menurut informasi yang diperoleh, ritual Tabot dikelompokkan dalam dua jenis. Pertama, Tabot sebagai ritus yang berarti merupakan keseluruhan rangkaian kegiatan ritual yang dilaksanakan mulai malam tanggal 1 sampai 10 tiaptiap bulan Muharam. Sebagai ritus, ritual Tabot dipimpin oleh seorang anggota keluarga Tabot yang menguasai secara detail ritual ini, dan yang dianggap memiliki kemampuan spiritual untuk melaksanakan ritual tersebut. Sedangkan pengertian

Tabot yang kedua lebih bersifat fisik. Tabot dalam pengertian ini dipahami sebagaisuatu ornamen berbentuk candi atau rumah yang mempunyai satu atau lebih puncak, dengan ukuran yang berbeda-beda, dibuat dari bahan-bahan tertentu dan dikhususkan untuk ritual Tabut. Mengenai pengertian ini, Djamaris (1985: 43) menjelaskan Tabot adalah sebuah peti yang dibuat dari anyaman bambu dan diberi kertas berwarna yang dibawa berarak pada hari peringatan wafatnya Husein. Dijelaskan lebih lanjut bahwa perayaan mengarak Tabot ini dipengaruhi oleh kepercayaan Syiah. Sebagaimana diketahui golongan Syiah adalah elemen umat Islam pasca kematian Nabi Muhammad yang memuja Nabi Muhammad dan keturunannya. Mereka beranggapan bahwa hanya orang-orang keturunan Nabi Muhammad saja yang berhak memerintah golongan Islam. Karem Hasan-Husein adalah cucu Nabi Muhammad saw, putra Ali dan Fatimah maka keduanya yang ditasbihkan sebagai pengganti (khalifah) yang absah pengganti kepemimpinan Nabi pasca kematian

24

Khalifah Ali. Hampir senada, Badrul Munir Hamidy (1991: 62) menegaskan bahwa ritual Tabot dirayakan di Bengkulu sebagai ekspresi hari berkabung bagi kaum Syiah. Ada sembilan tahapan upacara ini:

1. Mengambik tanah (mengambil tanah)Upacara ini berlangsung pada malam tanggal 1 Muharam, sekitar pukul 22.00 wib. Tanah yang diambil untuk membuat boneka itu adalah tanah yang dianggap mengandung unsur magis. Untuk itu pengambilannya harus dilakukan pada lokasi yang dipandang keramat. Di Bengkulu ada dua tempat yakni di Keramat Tapak Padri dan Keramat Anggut. Di tempat ini mereka memberikan sesajen berupa: bubur merah dan bubur putih, gula merah, sirih 7 subang, rokok nipah 7 batang, kopi pahit 1 cangkir, air serbat 1 cangkir, dadih (susu dapi murni yang mentah) 1 cangkir, air cendana 1 cangkir, air dan selasih 1 cangkir.

2. Duduk Penja (mencuci jari-jari)Penja adalah benda yang terbuat dari kuningan, perak atau tembaga yang berbentuk telapak tangan manusia lengkap dengan jari-jarinya. Karenanya penja ini disebut juga dengan jari-jari. Menurut keluarga Sipai, Penja adalah benda keramat yang mengandung unsur magis. Ia harus dicuci dengan air limau setiap tahunnya. Upacara mencuci penja ini disebut duduk Penja, yang dilaksanakan pada tanggal 5 Muharram sekitar pukul 16.00 WIB. Pada upacara ini sesajen yang diberikan berupa nasi kebuli 1 porsi, emping beras 1 piring, pisang emas 1 sisir, tebu 1 potong, kopi pahir 1 gelas, air serobat 1 gelas dan dadih 1 gelas.

3. Menjara (mengandun)Menjara adalah berkunjung atau mendatangi kelompok lain untuk beruji dol (bertanding membunyikan dol) yang dilaksanakan pada tanggal 6 Muharram dan 7 Muharram mulai pukul 20.00 wib atau 23.00 wib.

4. Meradai (mengumpulkan dana)

25

Acara meradai ini dilakukan pada tanggal 6 Muharram sekitar pukul 07.00-17.00 wib. Pelaksanaan acara ini disebut dengan Jola yang diambil dari anak-anak 10-12 tahun.

5. Arak Penja (mengarak jari-jari)Arak Penja dilaksanakan pada malam ke-8 Muharram, sekitar pukul 19.00-21.00 wib dengan menempuh jalan-jalan utama di kota Bengkulu.

6. Arak Serban (mengarak Sorban)Berlangsung pada malam ke-9 Muharram, sekitar pukul 19.00-21.00 dengan mengambil rute yang sama dengan Arak Penja. Benda yang diarak selain Penja ditambah dengan Serban (Sorban) putih diletakkan pada Tabot Coki (Tabot Kecil), dilengkapi dengan bendera/panji-panji berwarna putih dan hijau atau biru yang bertuliskan nama Hasan dan Husain dengan kaligrafi Arab yang indah.

7. Gam (tenang berkabung)Satu di antara tahapan upacara Tabot ini terdapat suatu acara yang mesti ditaati yaitu gam, suatu waktu yang ditentukan yang tidak boleh ada kegiatan apapun. Gam berasal dari kata ghum yang berarti tertutup atau terhalang. Masa gam ini dimulai dari pukul 07.00 hingga pukul 16.00, di mana pada waktu tersebut semua kegiatan yang berkaitan dengan upacara Tabot termasuk membunyikan dol dan tassa, tidak boleh dilakukan. Jadi masa gam dapat juga disebut masa tenang.

8. Arak Gedang (taptu akbar)Pada 9 Muharram malam, sekitar pukul 19.00 dilaksanakan secara ritual pelepasan Tabot Besanding di gerga (markas) masing-masing. Selanjutnya dilanjutkan dengan arak gedang yakni grup Tabot berarak dari markas masing-masing menempuh rute yang ditentukan. Kemudian mereka akan bertemu sehingga membentuk arak gedang (pawai akbar). Arak-arakan ini menjadi ramai karena menyatunya grup-grup Tabot, grup-grup hiburan, para pendukung masing-masing serta masyarakat. Acara ini berakhir sekitar

26

pukul 20.00 wib. Akhir dari acara arak gedang ini adalah seluruh Tabot dan grup penghibur berkumpul di lapangan Merdeka Bengkulu (Sekarang: Lapangan Tugu Propinsi). Tabot dibariskan bershaf istilah lokal disandingkan, karenanya acara ini dinamakan Tabot Besanding.

9. Tabot tebuang (Tabot terbuang)Acara terakhir dari rangkaian upacara Tabot adalah acara Tabot tebuang. Pada pukul 09.00 wib seluruh Tabot telah berkumpul di lapangan Merdeka dan telah disandingkan sebagaimana malam Tabot besanding. Grup hiburan telah berkumpul pula di sini dan menghibur para pengunjung yang hadir di waktu itu. Pada sekitar pukul 11.00 arak-arakan Tabot bergerak menuju ke Padang Jati dan berakhir di kompleks pemakaman umum Karabela. Tempat ini menjadi lokasi acara ritual Tabot tebuang karena di sini dimakamkan Imam Senggolo (Syekh Burhanuddin) pelopor upacara Tabot di Bengkulu. Pada sekitar pukul 12.30 wib acara Tabot tebuang di makam Senggolo tersebut. Karena dipandang bernilai magis, acara ini hanya bisa dipimpin oleh Dukun Tabot yang tertua. Selesai acara ritual di atas, barulah bangunan Tabot dibuang ke rawa-rawa yang berdampingan dengan komplek makam tersebut. Dengan terbuangnya Tabot pada sekitar pukul 13.30, maka selesailah seluruh rangkaian upacara Tabot dimaksud. Untuk memperoleh gambaran secara mendalam tentang akar ideologiskeagamaan dari Tradisi Tabot alangkah baiknya pada bagian ini, peneliti membeberkan pendapat para tokoh yang dianggap berkompeten memberikan penjelasan seputar masalah ini. Menurut keterangan Ketua Kerukunan Keluarga Tabot, Ir. A Syiafril Sy, Tabot berasal dari Jazirah Arab atau persisnya di daerah Irak sekarang. Istilah Tabot ini sendiri sebenarnya sudah muncul sejak zaman Nabi Musa A.S dan keluarga Nabi Harun AS yang berarti kotak. Dalam buku upacara ritual dan festival Tabot tahun 2002 disebutkan bahwa kisah Tabot (perebutan kekusaan

27

antara Talut dan Jalut) juga terjadi pada diri nabi Musa AS, dimana saat Musa dilahirkan lalu dibuang ke Sungai Nil setelah terlebih dahulu ditempatkan di dalam Tabot agar diinstruksikan Firaun. selamat dari pembunuhan terhadap bayi laki-laki yang

Tabot secara harfiah dalam bahasa Arab berarti peti kayu yang dilapisidengan emas. Dalam pengertian umum Tabot merupakan arak-arakan peti dari kayu yang dihiasi dengan bermacam warna. Erman Makmur (1982:19) mengemukakan :

Tabot merupakan suatu arak-arakan dengan membawa panji-panji sertadiiringi dengan bunyi-bunyian (lagu) gendang bertalu-talu kegiatannya bermula dari acara mengambil tanah (sebagai Palembang jasad Husein) dan diakhiri dengan cara Tabot Terbuang, berlangsung selama 10 hari, yaitu semenjak tanggal 1 sampai tanggal 10 Muharram. Tabot pada hakekatnya sarat makna, karena di dalamnya berisi serangkaian sikap dan simbol-simbol prilaku yang diilustrasikan melalui serangkaian arak peti yang dihiasi dengan bermacam-macam warna dan dilaksanakan pada tanggal 1 Muharram sampai 10 Muharram, dalam rangka memperingati kematian Husein bin Ali. Secara lebih luas, menurut Syiafril, Tabot dimaknai untuk mendramatisasikan peperangan di sebuah perebutan kekuasaan yang tidak seimbang. Dari

sinilah muncul Tabot dalam bentuk lain, sebagai bagian dari cara untuk mengenang Kerabela, Irak pada tanggal 10 Muharram 61 Hijriyah atau bertepatan dengan 10 Oktober 680 M. Dalam peperangan yang melibatkan dua kubu pasukan antara 300 orang melawan 3000 orang (ada yang menyebut 72 lawan 4000), salah satu cucu Nabi Muhammad Saw bernama Imam Husein terbunuh setelah tangan dan kepala terpisah dari badannya. Dalam kondisi yang mengenaskan itu jasad Imam Husein di temukan oleh Ahlul Bait beserta pengikutnya yang selamat dalam peperangan.

28

Saat itulah turun bangunan aneh dan sangat indah dan disebut Tabot, oleh Ahlul Bait, jasad Imam Husein tadi diangkat ke udara. Karena pengikutnya sayang kepada Imam Husein maka pengikutnya ikut bergantung pada bangunan yang indah tersebut. Kemudian terdengarlah bunyi, Kalau kamu sayang dengan Imam Husein maka buatlah bentuk indah seperti ini setiap sepuluh hari pada bulan Muharram guna mengenang segala yang syahid di Padang Kerabela. Dari sinilah awal muncul budaya perayaan Tabot tiap satu tahun sekali, kata Syiafril. Akhirnya budaya Tabot itu dibawa kedaerah-daerah yang di singgahi dari Jazirah Arab Karena seiring dengan masa penyebaran Agama Islam ke berbagai penjuru dunia. Budaya Tabot terus masuk ke Punjab, India. Lalu dari India budaya Tabot di bawa ke Bengkulu. Sebelum tiba di Bengkulu orang-orang India itu sudah singgah di Aceh namun karena tidak merasa tidak memperoleh respon secara memadai, mereka meninggalkan Aceh dan mendarat di Bengkulu tahun 1336 M atau 756/757 H. Mereka yang selamat mendarat di Bengkulu diperkirakan berjumlah 13 orang. Diantara mereka tercatat nama Maulana Ichsad, Imam Sobari, Imam Suandari dan Imam Syahbudin. Dikatakan Syiafril: "Yang membawa budaya Tabot ini adalah orang India dari Punjab kalau asal muasalnya dari Jazirah Arab atau Irak. Dari Punjab itulah baru dibawa ke Bengkulu. Masih menurut Syiafril, rombongan Maulana Ichsad dianggap sebagai elemen masyarakat yang pertama kali merayakan Tabot di Bengkulu. Hanya saja Maulana Ichsad dan kawan-kawan ini tidak menetap di Bengkulu. Selang beberapa tahun kemudian mereka kembali ke Punjab. Tidak ada dokumen pasti yang menjelaskan bagaimana mata rantai sejarah Tabot pada kurun-kurun selanjutnya. Namun setelah kepergian Maulana Ichsad dalam sejarah Bengkulu muncul nama Syech Burhanuddin alias Imam Senggolo. Juga tidak ada dokumen pasti yang menginformasikan kapan Imam Senggolo tiba di Bengkulu. Akan tetapi Syiafril memperkirakan bahwa kedatangan Imam Senggolo di Bengkulu tidak begitu jauh

29

dari rombongan Maulana Ichsad. Imam Senggolo belakangan diketahui menetap di Bengkulu dan dimakamkan di Kerabela, kota Bengkulu. Berdasarkan ilustrasi ini bisa dipertegas bahwa Kerabela yang ada di kota Bengkulu hanyalah tiruan dari Kerabela aslinya di Irak. Kerabela itu sendiri memiliki arti Tanah Merah, yang menggambarkan bahwa ditempat itu pernah terjadi peperangan yang mengakibatkan pertumpahan darah. Kata Syiafril: Kito ko membuat Kerabela tiruan di Bengkulu. Kerabela itu artinyo tanah merah. Kalau di Jakarta itu ada tanah abang yang menjadi tempat orangorang yang menyiarkan Islam. Cuma namonyo bukan Kerabela. Yang asli mempertahankan istilah Kerabela itu Cuma kito di Bengkulu inilah. Bahkan ikatan jemaah Ahlul Bait pernah mengatakan bahwa Cuma di Bengkulu inilah yang berani mempertahankan memakai namo Kerabela yang asli. Keterangan hampir senada tentang Tabot juga dijelaskan oleh Gubernur Bengkulu, Agusrin M Najamudin. Menurutnya, festival Tabot pada awalnya merupakan upacara hari berkabung bagi kaum syiah atas gugurnya Syahid Agung Husin bin Ali bin Abi Thalib. "Ia merupakan cucu Rasulullah dari putrinya, Fatimah Az-Zahroh binti Muhammad yang meninggal dalam perang tak seimbang antara laskarnya dengan laskar Ubid Ubaidillah bin Zaid di Padang Karbala di wilayah Irak. Peristiwa tragedi ini dalam sejarah Islam terjadi pada awal bulan Muharam tahun 61 Hijriah (681 Masehi) dan dikenal dengan nama Perang Karbala. (Suara Pembaharuan, 1 Nopember 2007, http://www.suara pembaruan.com/News/2007/01/11/ Hiburan/hib06.htm). Dalam pandangan Agusrin, inti dari upacara Tabot adalah untuk mengenang upaya para pemimpin Syiah dan kaumnya yang mengumpulkan bagian dari jenazah Husin. Kemudian mereka mengaraknya setelah berkumpul dan memakamkan di Padang Karbala. Dikatakannya: " Nama Tabot berasal dari kata Arab yaitu Tabot yang secara harfiah artinya kotak kayu atau peti mati. Tradisi ini dibawa ke Bengkulu oleh

30

para tukang yang membangun Benteng Malborough dari negeri mereka, Madras, Benggali bagian selatan India. Selanjutnya upacara ini diwariskan kepada anak cucu mereka yang kemudian di antaranya berasimilasi dengan orang Bengkulu,". Mengingat upacara ini telah berlangsung sekitar dua abad, menurut Agusrin, ia telah dipandang sebagai upacara tradisional milik kalangan kaum Sipai maupun seluruh masyarakat Melayu Bengkulu. Pada awalnya upacara ini adalah sekadar sebagai kewajiban keluarga demi memenuhi wasiat dari leluhur mereka untuk meningkatkan rasa cinta mereka kepada ahlul bait (keluarga Nabi Muhammad SAW, Red), khususnya kepada Husin bin Ali. Dalam perjalanannya, pelaksanaan upacara Tabot dari waktu ke waktu selain untuk memenuhi wasiat leluhur juga ikut berperan serta mensukseskan program pemerintah, khususnya dalam bidang pembinaan dan pengembangan kebudayaan daerah, serta kepariwisataan di daerah Bengkulu. Diungkapkan Agusrin: " Pemerintah Bengkulu memandang perlu untuk

menyelenggarakan event melalui kegiatan Festival Tabot. Bagi kami, event ini merupakan sebuah kebutuhan masyarakat sebagai cultural manners, seperti tradisitradisi lainnya yang dipunyai oleh masyarakat di daerah lainnya di Indonesia,".Pendapat Agusrin ini secara tersirat menggariskan bahwa perayaan Tabot merupakan praktek syi'ah kultural di Indonesia.

31

Upacara Tabot, Bengkulu. Dalam kehidupan beragama orang Melayu terdapat suatu bentuk adaptasi antara "Islam tradisional" dengan "Islam Modern" sejalan dengan perkembangan kerajaan Melayu. Tradisi itu masih berlaku hingga kini.

32

Mengenal Para Tokoh Inisiator dan Kreator Tabot Saat ini masyarakat mengenal ada 17 kelompok Tabot di Bengkulu. Dari mereka, ternyata tidak semuanya berasal dari keturunan Siti Hajar, tetapi berasal dari keturunan lain yang belum diketahui secara pasti asal-usulnya. 17 kelompok Tabot yang ada saat ini adalah Ir. Syiafril (Tabot Imam/Pasar Melintang), Zainuddin (Bangsal/Tengah Padang), Syapuan Dahlan (Tabot Kampung Batu), Bayu Syarifuddin (Tabot Kampung Bali), Agusalim Kasim ( Tabot Lempuing), Zulkifli (Tabot Tengah Padang), Syofyan (Tabot Kebun Ros), Syaiful Mukli, S.Ag (Tabot Penurunan), Ibrahim Kaem (Tabot Pondok Besi), Dayat Jafri (Tabot Bajak), Idrus Kasim (Tabot Anggut Bawah), Bambang Hermanto (Tabot Tengah Padang), Muhidin (Tabot Malabero), mahyudin (Tabot Kebun Beler), Saidina Muhammad (Tabot Tengah Padang), Ujang Amsarudin (Tabot Bumi Ayu), dan Buyuang Saril (Buyuang Tengah Padang). Ketujuh belas orang inilah yang memegang benda pusaka Tabot (Zacky Antony, 2003: 4). Seperti terungkap dalam bagian terdahulu, orang pertama yang merayakan Tabot di Bengkulu adalah Maulana Ichsad pada tahun 1336. Tradisi ini diteruskan oleh Bakar dan Imam Sabari. Namun, silsilah ketiga orang ini ternyata tidak diketahui. Perayaan Tabot diteruskan oleh Syechbedan, anak Imam Senggolo. Keturunan Imam Senggolo ini yang mempertahankan tradisi perayaan Tabot di Bengkulu. Ditegaskan oleh Syiafril: Silsilah perayaan Tabot dari Maulana Ichsad, Bakar hingga Imam Sabari mulai kehilangn jejak. Tapi mulai Syechbedan hingga Imam Senggolo ada silsilahnya. Dengan demikian, bisa digaris-bawahi bahwa tidak semua dari 17 kelompok keluarga Tabot yang ada sekarang merupakan keturunan Imam Senggolo semua. Dalam pandangan Syiafril, di antara mereka ada yang berasal dari keturunan Siti Hajar.

33

Asal usul Syiafril sendiri diketahui sebagai salah seorang keturunan Imam Senggolo dari istrinya yang berasal dari pondok kelapa, Bengkulu Utara. Silsilah tokoh spiritual Tabot ini bisa dijelaskan: ibunya bernama Saleha, putri dari tokoh Tabot, Djakpar, yang meninggal pada tahun 1937. Dalam struktur silsilah, Djakpar adalah anak Mohammad Taher, Mohammad Taher adalah anak Nurlela dan Nurlela adalah putri dari Imam Senggolo. Imam Senggolo, dengan isteri dari Pondok Kelapa, selain berputerikan Nurlela, juga dikaruniai lima anak yang lain, masing-masing bernama Haniah, Hamna, Salha, Kasum dan DR. Mahbud. Imam Senggolo juga memiliki keturunan dari istri yang berasal dari Cinggri., Kumah. Dari istri yang satu ini, Imam Senggolo dikaruniai 8 anak, masing-masing bernama: Usman, Baki, Ismail, Moh, Aji, Abdulilah, Rolam, Umi kalsum dan Upik Borak. Diuraikan oleh Syiafril, Tokoh Bengkulu, Zainul Karim, SH dan Prof.Dr. Hazairin merupakan keturunan Imam Senggolo. Zainul Karim diketahui dari keturunan Djakpar (cicit Imam Senggolo). Jika Ir. Syiafril berasal dari keturunan anak Muhmmad Taher bernama Djakpar, maka Zainul Karim merupakan keturunan Mohammad Taher dari anaknya yang bernama Hamma. Bisa dijelaskan bahwa walaupun pada saat ini masyarakat Bengkulu dikenal dengan Suku Melayu Bengkulu, tapi kalau dilihat dari kelompok keluarga maka dapat dibedakan atas kelompok keluarga Tabot dan kelompok bukan keluarga Tabot. Kelompok keluarga Tabot merupakan kelompok keluarga yang mewarisi dan bertanggung jawab atas penyelengaraan upacara Tabot. Sarwiti Sarwono, (1966:43) mengemukakan, masyarakat keluarga Tabot adalah mereka yang mewarisi dan mnjaga serta bertanggung jawab atas penyelengaraan upacara Tabot. Keluargakeluarga yang dianggap sebagai pewaris Tabot adalah keluarga keturunan Imam Senggolo (Syekh Burhanuddin), yang membawa dan memperkenalkan Tabot di Bengkulu sekitar tahun 1714 M. Masyarakat keluarga Tabot umum bertempat tinggal di kecamatan Teluk segara. Yang menjadi

34

pemimpin pada setiap keluarga Tabot adalah kepala keluarga, dan anak-anak lakilaki tertua. Sebagai ciri bahwa keluarga tersebut sebagai ahli waris, penjaga dan pelanjut Tabot, keluarga tersebut memiliki satu perangkat penja. Penja adalah berupa telapak tangan lengkap dengan jari jarinya. Hasil penelitian Sarwit Sarsono (1966;43) juga memperkuat uraian di muka menuruttnyaq, terdapat 14 ( empat belas ) keluarga yang menjadi ahli waris dan penjaga tradisi Tabot . Keempat belas keluarga itu adalah keluarga Ibrahim ( Berkas ), Zainudin tengah padang, Buyung (pintu batu), Keling (tenggah), Liang (Tenggah padang), Gurai (Keun Ros), Job (Bajak), Agus Salim (Anggut), Jurai (Anggut), Zakaria (Tengah padang), Mahyudin (kebun meler), Muhidin (Sumur Meleleh), Gaim (Sumur meleleh), dan Asmawi (Kampung bai). Keempat belas masyarakat keluarga Tabot ini semula hanya terdiri dari dua kelompok: kelompok Tabot Bangsal dan Tabot pecahan (Pengembangan). Masyarakat keluarga Tabot ini bertanggung jawab dalam mewariskan, memelihara dan melaksanakan perayaan Tabot. Bagi masyarakat dari non-keluarga, Tabot dianggap sebagai budaya daerah untk kepentingan pariwisata. Meminjam pendapat Sarwit Sarwono, (1966:52), Tabot bagi kelompok non-keluarga Tabot dimaknai sebagai salah satu produk budaya yang potensial untuk kepentingan pariwisata daerah. Pandangan seperti inilah yang dikembangkan oleh pemerintah daerah dengan memunculkan istilah Tabot pembangunan. Bangunan fisik Tabot pembangunan sama dengan bangunan Tabot sakral. Hanya saja pada Tabot pembangunan tidak dilengkapi dengan tanah dan penja (jarijari ). Dengan demikian, dari segi lapisan sosial, keluarga Tabot dapat dibedakan ke dalam dua bagian: keluarga tradisional dan keluarga nontradisional. Keluarga tradisional adalah keluarga Tabot yang tetap memertahankan tradisi yang diterima dari leluhur dan bersikap tertutup dari pengaruh luar. Dari komunitas inilah, organisasi Kerukunan Keluarga Tabot (KKT) dilahirkan. Ide pembentukan KKT lahir ketika pada awal tahun 1991 Propinsi

35

Bengkulu diundang ke Jakarta untuk menampilkan seni budaya yang dimiliki. Bengkulu menampilkan Tabot dengan dolnya. Setelah itu timbul ide tokoh-tokoh Tabot untuk membentuk KKT, dan pada tahun 1993 terbentuklah KKT dan kepengurusan sekarang 2003 2008 bahkan sudah memiliki akta notaris. Tujuan kelahiran keluarga Tabot untuk mengorganisir perayaan Tabot dan menjaga kelestarian Tabot. Meskipun, setiap keluarga Tabot pada mulanya tidak diharuskan mementaskan Tabot, tetapi mereka terpanggil dengan sendirinya untuk membuat Tabot, bahkan menjadi sebuah kebanggaan bagi sebagian mereka jika berhasil menampilkan Tabot. (Wawancara Fatimah Yunus dengan Syaiful Hidayat). Berdasarkan data dari lapangan diperoleh temuan bahwa tidak semua keluarga Tabot bisa melaksanakan prosesi ritual Tabot. Keluarga Tabot yang melaksanakan ritual Tabot harus orang-orang yang memiliki atau menyimpan benda magis yang lebih dikenal dengan sebutan. Hanya orang-orang ini yang diperkenankan untuk membangun bangunan Tabot sakral. (Wawancara dengan Syiafril). Meskipun demikian, keluarga Tabot yang tidak memiliki Penja diizinkan untuk membuat bangunan Tabot Pembangunan. Berikut ini dapat dilihat daftar keluarga yang memiliki penja dan keanggotaan kelompok Tabot sakral : Daftar Keluarga Pemilik Tabot Sakral Kota Bengkulu No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Nama Tempat Tabot Berkas Tabot Tengah Padang Tabot Kampung Bali Tabot Pasar Baru Tabot Kampung Kepiri Tabot Sumur Meleleh Tabot Malabero Keluarga Sapuan Dahlan/ Syafril Zainuddin Bayu Rifwandah Jurai Idrus Ibrahim Mahyudin Tabot Bangsal Tabot Panglima Tabot Berkas Tabot Bangsal Tabot Bangsal Tabot Berkas Kelompok Tabot Tabot Imam

36

8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.

Tabot Anggut Tabot Penurunan Tabot Kebun Beler Tabot Lempuing Tabot Kebun Ros Tabot Pondok Besi Tabot Bajak Tabot Keling Tuo Tabot Tengah Padang Atas

Agus Syaiful May Deram Sopian Jafar Jab Zulkifli Gatot

Tabut Bangsal Tabot Berkas Tabot Bangsal Tabot Bangsal Tabot Bangsal Tabot Berkas Tabot Berkas Tabot Bangsal Tabot Bangsal

Sumber : Munir, 1991, Upacara Tabot di Kota Bengkulu, Dinas Pariwisata dan Informasi komunikasi Bengkulu Keluarga Tabot dalam sejarahnya merupakan keturunan orang Sipai dari India dan berdomisili di Kota Bengkulu. Keluarga Tabot umumnya beragama Islam, namun dalam kehidupan keseharian mereka masih mempercayai adanya kekuatan magis yang berada dalam sebuah benda (animisme) dan juga mempercayai adanya roh-roh (dinamisme). Kepercayaan ini masih sangat dipercayai oleh Keluarga Tabot yang diindikasikan dalam prosesi ritual Tabot yang masih dicampuri oleh unsur-unsur mistik. Dalam ritual Tabot, Keluarga Tabot mempercayai adanya kekuatan-kekuatan yang ada di dalam benda-benda keramat yang dipergunakan dan akan mempengaruhi kehidupan mereka baik dan buruknya. Oleh karena itu benda-benda yang dianggap magis tersebut haruslah disucikan dan dipelihara sebaik-baiknya agar kekuatan magis tersebut tidak berkurang atau hilang. Pensucian benda-benda dilakukan dalam ritual penuh dengan pembacaan mantera-mantera dan doa. Hal ini dimaksudkan agar kesakralan dan nilai magis yang dikandung oleh benda-benda keramat ini dan membawa keberuntungan dalam kehidupan mereka. Kaum Sipai (Keluarga Tabot) memiliki kepercayaan jika mereka tidak melaksanakan ritual Tabot dalam setiap tahunnya maka kehidupan mereka akan

37

ditimpa bencana. Bencana tersebut bisa berbentuk penyakit yang berbahaya dan sangat sulit untuk disembuhkan dan pencarian rezki yang semakin sulit. Oleh karena itu keluarga Tabot akan selalu merayakan Tabot pada setiap tahunnya. Bisa dikatakan, keluarga Tabot sangat menghormati leluhur mereka. Hal ini dibuktikan dalam setiap prosesi ritual mereka yang menggunakan berbagai macam sesaji disertai dengan pembacaan mantera yang ditujukan kepada roh para leluhur mereka. Keluarga Tabot dalam kehidupan beragama seperti layaknya orang-orang yang beragama Islam. Tidak nampak ritualitas Syiah yang benar-benar mengkultuskan keturunan Ali (Hasan-Husein) dalam peribadahan mereka. Mereka tetap dipandang layaknya orang Melayu Bengkulu yang tidak menampakkan unsurunsur Syiah dalam pengamalan keagamaan mereka.

38

Proses Transformasi dan Akomodasi Budaya dalam Tradisi Tabot Secara lahiriah keterpengaruhan Tabot oleh nilai-nilai Islam bisa diamati dalam beberapa hal.

Pertama, persiapan ritual Tabot semenjak sebelum

Muharram diawali dengan doa selamat menurut Islam supaya pelaksanaan Tabot 1 10 Muharram dan sesudahnya, selamat mendapat izin dari Allah. Kedua, pelaksanaan Tabot pada tanggal 110 Muharram yang bersamaan dengan tahun baru hijriyah. Diakui atau tidak even ini ikut memeriahkan peringatan tahun baru umat Islam ini. Ketiga, acara Tabot yang dijadwalkan pada malam hari seperti : malam pengambilan tanah (1), silaturahmi KKT (5 6), arak sorban (7), Tabot bersanding (10), dimulai setelah sholat Isya. Sedangkan prosesi pembuangan Tabot dilaksanakan setelah sholat Dzuhur (Wawancara dengan Saiful Hidayat). Sementara dari perspektif ontologis diyakini ada nilai-nilai Islam yang memengaruhi tradisi Tabot. Sekurang-kurangnya tradisi ini mencontoh tradisi yang berjalan di Baghdad Irak dalam menghormati cucu Nabi, Hasan dan Husen yang mati terbunuh. Meskipun tradisi ini tidak dianjurkan oleh Islam, namun tak dapat dipungkiri bahwa pelaksanaannya didasarkan pada paham keagamaan, yaitu Syiah. Oleh karena itu patut diduga bahwa tradisi tersebut berkar dari tadisi Syiah, meskipun .dalam ritualnya saya tidak bisa memastikan ada pengaruh paham Syiah. (Ahmad Zulkani, Kompas, Humaniora, Kamis, 02 Februari 2006) Di pihak lain, Tabot juga menyerap symbol-simbol Islam seperti miniatur masjid, kubah dan buraq yang secara langsung dan tidak langsung menambah syi'ar Islam. Tabot dari perspektif akar budaya berasal dari upacara berkabung kaum Syiah atas gugurnya Syahid Agung Husin bin Ali bin Abi Thalib (cucu Nabi Muhammad SAW). Husin gugur dalam perang tak berimbang melawan pasukan Ubaidillah bin Zaid di suatu tempat yang bernama Padang Karbala, di wilayah Iraq sekarang. Peristiwa tragis dalam sejarah Islam ini terjadi pada 1 Muharam tahun 61 Hijriah atau tahun 681 Masehi.

39

Ritual Tabot dalam perkembangannya telah banyak dipengaruhi nilai-nilai Islam atau setidak-tidaknya memiliki pijakan normatif dalam Islam. Nilai kesamaan ritual Tabot dengan Islam terlihat dalam orientasinya yang mengharapkan hidayah dari Allah, sorban bertuliskan kalimat Allah dan pembacaan Basmallah diucapkan oleh orang-orang yang mengusung Tabot. Perlu diuraikan terlebih dahulu bahwa tingkah laku yang disimbolisasi melalui arak-arakan Tabot merupakan pencerminan dari akhlak. Meminjam pendapat Hamzah Yakub (1993:11) bahwa perkataan akhlak berasal dari bahasa Arab (Khuluqan) yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku dan tabiat. Perkataan akhlak bersumber dari firman allah SWT. yang artinya, Sesungguhnya engkau (ya

Muhammad) mempunyai budi pekerti yang luhur (Q.S. Al-Qalam : 4). Sementara itu perkataan yang bersumber dari hadis nabi yang artinya: Aku diutus untuk menyempurnakan kemuliaan budi pekerti H.R. Ahmad (Hamzah Yakub, 1993:12) Salah satu drama dalam Tabot yang mengandung nilai akhlak bisa dilihat pada acara Menjara atau berkunjung dilakukan pada tanggal 6 dan 7 Muharram. Pada tanggal ini antara keluarga Tabot saling mengunjungi dalam rangka bersilaturrahmi untuk mempererat hubungan kekeluargaan .Nabi SAW bersabda artinya ; barang siapa yang ingi rezekinya mudah atau panjang umurnya maka

hubungilah familinya (keluarganya, sahabatnya). H.R.Muslim (Husein Bahreisj,1987:29). Kebiasaan mengunjungi keluarga atau famili dalam rangka menghubungkan silaturrahmi, tidak hanya terbatas pada saat perayaan Tabot saja, melainkan pada kesempatan lainpun sering dilakukan saling berkunjung seperti pada hari Raya Idil Fitri dan hari raya Idil Adha. Pesan untuk hidup sesuai aturan Islam juga tampak pada acara Duduk

Penja (mencuci jari-jari). Penja adalah

benda yang berbentuk telapak tangan

manusia yang lengkap dengan jari-jarinya. Karena itu penja disebut juga dengan jarijari. Dalam setiap Tabot, terdapat sepasang penja atau lebih. Ada yang terbuat dari kuningan, tembaga, dan ada juga yang terbuat dari perak. Penja ini dicuci

40

dengan air bunga dan air limau setiap tahunnya, upacara mencuci penja ini disebut dengan duduk penja.

Duduk penja dilakukan di rumah pimpinan kelompok Tabotbersangkutan, katanya pada tanggal 4 Muharam pukul 16.00 wib (bada ashar).

Duduk penja atau mencuci jari-jari, melambangkan ketangkasan Husein bin Alidalam berperang dengan menggunakan tangan dan jari-jarinya. Husein meninggal dengan tangan dan kepala terpenggal, sebagaimana ditegaskan oleh Badrul Munir Hamidy (1991:109) bahwa : Husein bin Ali dalam kondisi bercerai berai terpisah-

pisah akibat kekejaman Ubaidillah bin Zaid.Mencuci jari-jari mengandung makna bahwa kewajiban bagi setiap muslim untuk membersihkan atau memandikan setiap muslim yang meninggal sebelum dimakamkan. Bertitik tolak dari kewajiban memandikan setiap muslim yang meninggal, maka memandikan dan membersihkan jenazah sebelum dimakamkan merupakan ibadah. Berdasarkan penjelasan tersebut, memandikan dan menyelenggarakan jenazah mengandung nilai Religius seperti: sikap suka akan kebersihan, memberi pertolongan pada orang lain, tanggung jawab dan rasa kemanusiaan. Arakan Tabot yang lain, Menjara yang berisi kegiatan berkunjung atau mendatangi kelompok lain untuk beruji dol (bertanding membunyikan dol) melambangkan dengan jelas tentang sikap-sikap terpuji. Dalam acara Tabot menjara ini dilakukan dua kali di dua tempat. Pertama, pada tanggal 6 Muharam kelompok Tabot, Bangsal mendatangi kelompok Tabot Berkas. Kedua, pada tanggal 7 Muharam kelompok Tabot Berkas mendatangi kelompok Tabot Bangsal. Acara ini berlangsung di lapangan terbuka yang disediakan oleh masingmasing kelompok. Waktunya sekitar 20.00 WIB hingga pukul 23.00 WIB. Kelompok yang berkunjung memukul atau memainkan dol (gendang) di lapangan terbuka yang sudah di sediakan itu. Gendang dipukul masing-masing, sehingga enak didengar. Masyarakat yang oleh ahlinya menyaksikan

memberikan-memberikan penilaian kelompok mana yang bagus/indah bunyi

41

dolnya (gendang). Dengan demikian pemukul dol (gendang) akan berusaha memukul gendangnya seindah mungkin. Maksud dan tujuan kedatangan kelompok lain adalah untuk membangkitkan semangat dalam berperang melawan musuh. Jadi gendang yang dibunyikan itu merupakan gendang mengobarkan semangat untuk berperang melawan kelompok penindas. Dari penjelasan tersebut dapat ditarik makna bahwa kunjungan dianggap akan membangkitkan semangat. Dengan demikian ia mengandung nilai politik, nilai juang dan nilai kebersamaan. Nilai-nilai kebersamaan atau kolektifitas juga tampak mengemuka ketika prosesi meradai (mengumpulkan dana). Upacara ini dilakukan pada tanggal 6 Muharam. Pelaksanaan acara ini disebut dengan jola (acara mengumpulkan dana). Anggota pengumpulan dana terdiri dari anak-anak yang berusia antara 10-12 tahun. Acara ini dilakukan di seluruh kota Bengkulu, waktunya pada siang hari dari pukul 07.00-17.00 Wib. Pengumpulan dana dilakukan untuk memenuhi kebutuhan biayai pembuatan Tabot yang akan dipestivalkan. Dana yang terkumpul diserahkan kepada ketua Tabot masing-masing, dilihat dari pelaksana pengumpulan dana terdiri dari anak-anak, tersirat makna bahwa anak setelah dewasa harus bisa mencari uang. Selain itu anak juga akan berkenalan dengan orang-orang kikir yang tidak mau memberi sumbangan padahal ia mampu. Kikir tidak dibenarkan dalam agama, karena perbuatan akan membinasakan diri sendiri. Hal ini sejalan dengan pesan Nabi Muhammad SAW yang artinya: : Jauhilah kamu dari kikir (bakhil),

maka sesungguhnya kekikiran itu telah membinasakan manusia yang sebelum kamu. Melalui pengumpulan dana, akan melatih kesabaran generasi muda,karena kemungkinan tidak semua orang yang diminta sumbangan bersedia memberi. Melalui kegiatan penghimpunan dana ini, akan menumbuhkan nilai-nilai kerja keras, tabah, ulet dan mandiri

42

Prosesi Tabot yang lain, Arak penja (mengarak jari-jari) juga mengandung nilai-nilai positif. Arak penja dilaksanakan pada tanggal 8 Muharam pukulu 19.00 21.00 Wib. Dengan menempuh jalan utama di kota Bengkulu. Setiap kelompok Tabot akan mengirimkan regunya, yang masing-masing regu terdiri dari 10-15 orang dari kalangan anak-anak dan remaja. Mengarak jari-jari merupakan kegiatan yang dilakukan oleh semua peserta upacara Tabot Tabot beserta jari-jari, diarak dengan berbaris manurut jalanjalan yang sudah ditentukan. Star dan finisnya di Lapangan Merdeka. Jari-jari yang diarak melambangkan keganasan kaum Muawiyah, Husein meninggal dengan tangan terpotong. Tangan jari Husein melambangkan kelihaian atau kepintaran Husein menggunkan pedang dalam berperang. Citra yang terbangun dari kepribadian Husein adalah tidak mendendam, bersedia berdamai, dan pemaaf. Sikap-sikap kepribadian seperti ini sesuai dengan apa yang diajarkan Allah dalam al-Qur'an Surat Al- Anfal:61, yang artinya: Dan jika musuhmu

cenderung untuk berdamai, maka hendaklah kamu cenderung pula pada perdamaian itu. Dan bertaqwalah terhadap Allah. Sesungguhnya Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha MengetahuiUraian diatas mempertegas bahwa jika musuh dalam berperang menginginkan perdamaian demi untuk kebaikan, maka kita hendaklah menerimanya dan dengan berjiwa besar kita harus dengan ikhlas memaafkannya. Sikap pemaaf ini diajarkan oleh Allah melalui firmannya dalam (Q.S. AlAraaf:199), yang artinya: Hendaklah engkau pemaaf, suruhlah orang berbuat

makruf (yang baik). Dan jauhilah orang bodoh yang tidak menerima kebenaran.Sikap memaafkan kesalahan orang lain merupakan bagian dari akhlak terpuji yang perlu ditumbuh kembangkan pada setiap pribadi muslim. Dengan demikian, melalui prosesi Arak akan ditanamkan nilai social seperti pemaaf, rela berkorban, dan tidak mendendam. Prosesi Tabot lainnya, arak sorban (mengarak sorban) tampaknya juga dibangun dari konsep dan tata nilai Islami. Arak sorban dilaksanakan pada 9

43

Muharam pukul 19.00-21.00 Wib. Arak-arakan diawali diakhiri i lapangan Merdeka dengan rute jalan-jalan utama yang sudah ditentukan di kota Bengkulu. Benda yang di arak terdiri dari penja atau jari-jari dan sorban putih yang diletakkan pada Tabot coki (Tabot kecil) dan dilengkapi dengan bendera atau panji panji berwarna putih dan hijau yang bertuliskan nama Hasan dan Husein. Serban yang diarak melambangkan sorban yang dipakai Husein waktu ketika berperang melawan Muawiyah. Sorban menyimbolkan kebesaran dalam berjuang untuk membela dan mempertahankan kebenaran. Sorban juga melambangkan rasa persaudaraan sesama muslim, yang dibuktikan dengan kesediaan untuk saling membantu di antara sesama muslim. Tampaknya nilai-nilai Islam telah menjadi prinsip dalam prosesi ini. Hal ini karena dalam Islam, membantu orang lain, apalagi sesame muslim sangat diperintahkan. Bantuan ini khususnya diberikan pada saat kesusahan dan kesempitan sedang menimpa orang lain. Prosesei arak sorban dalam hal ini akan menumbuhkan nilai kebersamaan dalam membela dan menegakkan kebenaran. Memperhatikan penjelasan diatas, dalam arak sorban mengandung nilai-nilai kebersamaan, pengorbanan dan perjuangan. Prosesi Tabot yang lain, gam ( masa tenang ) tampaknya juga dibangun dari nilai-nilai Islam. Gam berasal dari kata ghum yang artinya tertutup. Pada masa

gam ini, semua kegiatan yang berkaitan dengan upacara Tabot tidak bolehdilaksanakan. Masa gam in dapat disebut masa tenang. Masa tenang dilaksanakan tanggal 9 Muharam dimulai dari pukul 07.00 Wib berakhir pukul 16.00 Wib. Masa tenang dimaksudkan sebagai masa berkabung dalam rangka memperingati kematian Husein. Masa kabung dilakukan sebagai ungkapan keprihatinan atau kesedihan atas kematian saudara sesama muslim. Tindakan ini menunjukkan rasa persaudaraan sesama muslim sebagai aktuliasasi dari Hadis Nabi yang memesankan agar "muslim yang satu dengan muslim yang lainnya

bersaudara, ibarat laksana satu tubuh. Jika sakit salah satu anggota tubuh tersebut

44

akan dirasaka oleh angota tubuh lainnya. H. R. Muslim (Husein Bahreisj, 1987:21). Hadits di atas menunjukkan, bahwa perasaan persaudaraan, dan cinta kasih yang mendalam sesama muslim. Jika seorang muslim merasa sakit, maka rasa sakit tersebut juga dirasakan oleh Muslim yang lain. Rasa kebersamaan sebagaimana diajarkan dalam hadis di atas telah dipraktekkan dalam prosesi Tabot, yang dikenal dengan gam (masa tenang). Dengan demikian, upaya gam secara sosiologis akan memunculkan nilai-nilai social seperti rasa persaudaraan, cinta kasih, sikap kekeluargaan dan rasa kebersamaan. Nilai-nilai Islami tampaknya mewarnai semangat terjadi pada prosesi Tabot

arak gedang (pawai besar). Arak gedang dilaksanakan pada tanggal 9 Muharaampukul 19.00 Wib. Acara arak gedang merupakan ritual pelepasan

Tabot

bersanding dari gerga (Kelompok masingmasing ). Tabot, setelah dilepas, diarak dari markasnya dengan menempuh route yang telah ditentukan. Ketika arak-arakan bertemu di jalan protokol maka mereka akan membentuk arak gedang (pawai besar) menuju ke lapangan Merdeka. Arakarakan ini menjadi ramai karena menyatunya seluruh kelompok Tabot, pengikut acara Tabot, kelompok hiburan, pada pendukung masingmasing, serta masyarakat yang ingin menyaksikan arak gedang (pawai besar). Pawai akan berakhir setelah seluruh Tabot dan kelompok penghibur berkumpul di lapangan Merdeka, Tabot yang telah berkumpul dibariskan bersyaf . Tabot yang dibariskan disebut Tabot Bersanding. Arak Gedang atau pawai besar dan Tabot bersanding, merupakan acara menghimpun kekuatan dalam rangka melawan musuh. Seperti diketahui bahwa tanggal 9 Muharam, pengikut Husein yang tinggal sedikit menerima petunjuk dan pengarahan dalam menghadapi musuh. Pada saat Tabot disandingkan masyarakat dihibur oleh musik dan dol (gendang) yang dibawakan oleh kelompok Tabot masingmasing. Pada waktu momen Tabot bersanding inilah terlihat keindahan dari Tabot dengan diiringi

45

bunyibunyian dol (gendang ). Setelah peserta Tabot lengkap disandingkan pada sekitar pukul 22. 00 Wib, kelompok Tabot kembali ketempat masingmasing, sambil menunggu waktu pelaksanaan Tabot terbuang besok hari pada tanggal 10 Muharam. Kegiatan yang dilakukan pada waktu pawai besar dan Tabot bersanding mengandung nilai seperti kreatifitas, kekuatan, keteguhan dan kedisiplinan. Pada prosesi Tabot terbuang juga mengandung nilai-nilai positif. Upacara yang dilaksanakan pada tanggal 10 Muharam ini mengisahkan hari pemakaman Husein. Pemakaman cucu Nabi Muhammad ini dilakukan pada tanggal 10 Muharam 61 H bertepatan dengan 680 M. Melalui prosesi digambarkan sebuah fragmen tentang kewajiban seorang muslim terhadap muslim lain jika meninggal adalah memandikan, mengafani, menshalatkan, dan menguburkan. Sebaliknya, umat Islam akan berdosa jika seorang muslim meninggal tidak diselengarakan pemakamannya (dimandikan, dikafani, dishalatkan, dan dikuburkan). Dengan demikian nilai yang terkandung dalam acara Tabot adalah bertanggung jawab, menjunjung tingi nilai kemanusiaan dan kewajiban.

46

TAHAP PENYELENGGARAAN UPACARA DIKOTA MADYA BENGKULU 1 -10 MUHARAM Kegiatan Waktu Penyelenggara Nilai Religius Mengambil 1 Muharram pukul 1. Ketau Tabot - Percaya akan Tanah 22.00 WIB 2. Sesepuh Keluarkekuasaan ga Tabot Tuhan 3. Anak tertua - Yakin kejadian manusia dari tanah - Yakin mausia akan mati - Yakin akan takdir. Religius Duduk Penja 4 Muharram pukul 1. Ketua Tabot - Suka akan 16.00 WIB 2. Anak tertua (mencuci jarikebersihan ketuaTabot jari) - Sikap tolong 3. Kaum ibu menolong 4. Anak Remaja - Sikap tanggung jawab. Politik 1. ketua (Menjara 6 dan 7 Muharram - Nilai juang Tabot Berkunjung) pukul 20. 00 23. - Nilai 2. pemuka WIB kebersamaan mayarakat - Nilai 3. Anggota kekuasaan regau pemukul dol Meradai ( 6 Muharram pukul 1. Anak-anak usia Ekonomi - Kerja keras 10-12 tahun 07. 00 17.00 Mengumpulkan - Tabah beberapa orang WIB dana) - Mandiri - Ulet Sosial 1. Ketua Arak penja 8 Muharram pukul - sikap pemaaf 19. 00- 21. 0 WIB Tabot (Mengarak jari- Rela berkorban 2. Laki- laki jari) - Tidak dewasa mendendam (beberapa orang) 3. Pemuda

47

Arak Sorban ( Mengarak Sorban )

Malam tenang)

(masa

Arak Gedang (Berbaris menurut rute yang ditentukan)

Tabot Terbuang (Tabot dibuang)

(beberapa orang ) 4. Anak- anak usia 10-12 tahun beberapa orang. Politik 9 Muharram pukul 1.Ketua Tabot - Sikap 19. 00- 21. 00 WIB 2. Lakilaki kebersamaan dewasa 1 orang - Sikap 3. Pemuda 5-10 kejuangan orang - Rela berkorban 4. Anak anak usia 713 tahun beberapa orang Sosial 9 Muharram pukul 1. ketuaTabot - Sikap 07. 00 -16. 00 WIB 2. Laki-laki dewasa Persaudaraan dari keluarga - Sikap cinta Tabot kasih 3. pemuda - Sikap beberapa orang kekeluargaan - Sikap kebersamaan Politik 9 Muharam pukul 19. 1. ketua Tabot - Bertanggung 00 WIB 2. Laki-laki dewasa jawab dari keluarga - Kekuasaan Tabot - Patuhlin 3. pemuda beberapa - Kreatif orang - Disiplin 4. panitia pestival Tabot Religius 10 Muharram pukul 1. ketua Tabot - Tanggungjawa 11. 00 2. selururuh b keluarga dekat - Nilai 3. pemuda, kemanusiaan remaja, dan - Kewajiban anakanak yang ikut kegiatan Tabot

48

E. MENARIK BENANG MERAH ANTARA TRADISI TABOT DENGAN PAHAM SYIAH Walaupun di Indonesia dikenal mazhab Syafii dan menganut Sunnah wal Jamaah, namun di kalangan masyarakat di beberapa tempat di Nusantara masih ditemukan jejak-jejak Syiah yang semula dikenal pusatnya di Persia (Iran). Di Timur Tengah dan di Persia, penganut Sunnah wal Jamaah dan penganut Syiah tidak sepaham, terutama dalam hal sumber hokum Islam ( ijma= kesepakatan para alim ulama). Dalam aliran ini sudah dimulai politisasi agama, terutama pada dasar hukum ijma. Kaum Syiah menganggap bahwa yang berhak menjadi Khalifah adalah yang masih keturunan Nabi Muhammad SAW. Dengan adanya Ijma, dimungkinkan yang bukan keturunan Nabi Muhammad SAW dapat menjadi Khalifah. Atas pertimbangan inilah, kaum Syiah beranggapan bahwa hanya alQuran dan Hadist yang menjadi dasar hokum agama Islam, sedangkan Ijma dan Qiyash (= perumpamaan) tidak perlu. Runtuhnya kesultanan Syiah tidak menyurutkan ajaran yang terlanjur berkembang di masyarakat. Berbagai ritual Syi'ah menjelma menjadi tradisi yang masih ditemukan di beberapa daerah di Nusatara. Di Indonesia penganut Syiah jumlahnya tidak banyak (sekitar 1 juta), namun di beberapa tempat tradisi yang biasa dilakukan umat Syiah masih dapat ditemukan, dan secara kontinyu dilakukan oleh kelompok masyarakat tersebut. Dapat dikemukakan sebagai contoh tentang tradisi Syiah, misalnya: Perayaan Tabot, peringatan Hari Arbain atau hari wafatnya Husein bin Ali (cucu

49

Nabi Muhammad) oleh kaum Syiah dalam bentuk perayaan Tabot (Tabot). Tabot dibuat dari batang pisang yang dihiasi bunga aneka warna, diarak ke pantai, diiringi teriakan Hayya Husein hayya Husein yang artinya Hidup Husein, hidup Husein. Pada akhir upacara Tabot ini kemudian dilarung di laut lepas. Benda yang disebut Tabot melambangkan keranda mayat (Bambang Budi Utomo, "Kerjasama Iran dan Indonesia dalam Perspektif Kebudayaan" dalam , hal. 5-6). Tabot masih dilakukan masyarakat pada setiap tanggal 10 Muharram di Bengkulu, Pariaman, dan Aceh. Asyura di Jawa dalam sistem pertanggalan Jawa berubah menjadi bulan Suro, sebutan untuk bulan Muharram (bulan wafatnya Husein). Peringatan Asyura belakangan dikenal dengan istilah Kasan Kusen. Di Aceh, Asyura diistilahkan dengan Bulan Asan Usen. Di Makassar Asyura dimaknai sebagai perayaan kemenangan Islam pada zaman Nab Muhammad SAW, sehingga masyarakat merayakannya dengan sukacita. Mereka membuat bubur tujuh warna dari warna dasar merah, putih, dan hitam. Peringatan Hari Arbain dirayakan juga di Desa Marga Mukti, Pengalengan, Jawa Barat. Ratusan umat Islam Syiah memenuhi Masjid al-Amanah untuk melakukan nasyid, doa persembahan kepada Imam Husein, dan ziarah Arbain, doa untuk keluarga Ali bin Abi Thalib. Proses penyerapan tradisi Syi'ah ke dalam tradisi atau adat-istiadat lokal seperti fenomena perayaan Tabot bisa dijelaskan dengan meminjam pendapat Jalaluddin Rahmat. Menurut Jalal, kedatangan Syi'ah ke Indonesia bisa diterangkan melalui beberapa teori. Teori pertama merujuk pada masa penyebaran

50

Islam di Indonesia. Jadi menurut teori ini, dahulu orang-orang Syi'ah yang dikejar-kejar oleh para penguasa Abbasiyah lari dari Timur Tengah sebelah utara, yang sekarang mungkin daerah Irak, ke sebelah selatan di bawah pimpinan seorang yang bernama Ahmad Muhajir sampai di Yaman. Mereka menghentikan pelarian di puncak-puncak bukit yang terjal. Menurut mereka, di sana sudah aman ketika itu. Kisah ini ada dimuat dalam beberapa kitab Syi'ah. Pemimpinnya, Ahmad Muhajir, katanya waktu itu mematahkan pedangnya dan kemudian mengatakan, "Mulai saat ini kita ganti perjuangan kita dengan pena ..." (Baca Hasil Wawancara Arief Subhan dan Nasrullah Ali-Fauzi, wartawan Ulumul Qur'an, dengan judul " Mayoritas Syi'ah di Indonesia adalah Syi'ah Intelektual" http://free.prohosting. com/~anands/jalal.htm Dijelaskan Jalal, mereka semua secara lahir menganut mazhab Syafi'i. Mereka bertaqiyyah sebagai pengikut mazhab Syafi'i di daerah Yaman, Hadramaut. Sehingga dalam kamus Munjid edisi lama, ada kata "Hadramaut" ditulis begini : sukkanuha Syi'iyyuna Syafi'iyyuna, penduduknya orang-orang Syi'i yang bermazhab Syafi'i. Nah, dari Hadramaut inilah menyebar para penyebar Islam yang pertama, khususnya kaum Alawi, orang-orang keturunan Sayyid atau yang mengklaim sebagai keturunan Sayyid. Mereka datang ke Indonesia dan menyebarkan Islam. Tapi ketika mereka datang ke Indonesia, di luar mereka Syafi'i, di dalam mereka Syii. Belakangan ada bukti-bukti lain yang memperkuat teori ini. Misalnya pernyataan Gus Dur, bahwa NU secara kultural adalah Syi'ah. Hal itu karena

51

tradisi Syafi'i di sini, berbeda dengan tradisi Syafi'i di negeri-negeri lain, sangat kental diwarnai oleh tradisi-tradisi Syi'ah. Ada beberapa shalawat yang khas Syi'ah yang sampai sekarang masih dijalankan di pesantren-pesantren. Ada wiridwirid tertentu yang jelas menyebutkan lima keturunan Ahlubait. Kemudian juga tradisi ziarah kubur, lalu membuat kubah pada kuburan, itu semua tradisi Syi'ah. Tapi tradisi itu di sini lahir dalam bentuk mazhab Syafi'i. Masih ada lagi bukti-bukti ritus khas Syi'ah, ialah tahlilan hari kesatu atau ke-40 dan juga haul. Itu tradisi Syi'ah yang tidak dikenal pada mazhab Syafi'i yang lain, misalnya Syafi'i di Mesir. Lalu di kalangan NU, setiap malam Jumat sering dibacakan shalawat diba'. Pada shalawat itu disebutkan seluruh Imam Syi'ah yang 12. Itu mereka lakukan setiap malam Jumat, seperti pembaharuan bai'at, kepatuhan pada 12 Imam.Untuk memperkuat itu, ada juga kebiasaan orang-orang Indonesia yang menganut mazhab Syafi'i untuk menghormati, kadang-kadang secara berlebihan, keturunan Nabi yang mereka anggap sebagai Ahlubait. Saya sebut berlebihan karena menurut orang-orang Syi'ah, Ahlubaititu hanya terbatas pada 12 Imam yang maksum. Jadi tidak semua keturunan Nabi itu Ahlubait. Tapi di Indonesia sini, kalangan Muslim tradisional menganggap semua keturunan Nabi termasuk Ahlubait. Juga mereka percaya bahwa semua Ahlubaititu pasti masuk sorga, karena mereka semua tak berdosa. Kemudian di Surabaya ada seorang peneliti (Agus Sunyoto, staf Lembaga Penerangan & Laboratorium Islam Surabaya) yang melakukan penelitian terhadap kuburan-kuburan di Jawa Timur. Ia menemukan bahwa kuburan-kuburan itu

52

adalah kuburan-kuburan orang Syi'ah. Ia menduga keras bahwa Islam yang pertama kali masuk ke Indonesia itu adalah Islam Syi'ah. Kemudian Ali Hasymi juga pernah menulis buku tentang Syi'ah di Indonesia, dan ia berteori bahwa Islam yang pertama datang ke Indonesia itu adalah Islam Syi'ah. Menurut Agus Sunyoto, sebagian besar dari Sembilan Wali itu adalah Syi'ah, kecuali satu yang Sunni. Teori kedua, Islam yang datang ke Indonesia itu Islam Sunni, tapi belakangan kemudian masuklah Syi'ah terutama melalui aliran-aliran tarekat. Soalnya dalam tarekat, Syi'ah dan Sunni bertemu sejak lama. Ambil contoh tarekat Qadariyah-Naqsyabandiyah, silsilah-silsilahnya bersambung pada Imamimam Syi'ah. Silsilahnya begini : dari Allah, malaikat Jibril, Rasulullah, Ali, Husein, Ali bin Husein dst sampai Imam Ali Riza. Dari situ barulah keluar pada silsilah yang lain. Tapi tujuh atau delapan silsilah pertama adalah para Imam Syi'ah. Jadi menurut teori ini, ritus-ritus yang nampaknya menunjukkan bahwa Syi'ah pertama kali datang ke Indonesia, sebenarnya ritus-ritus itu hanya sekadar menunjukkan adanya pengaruh Syi'ah yang masuk dalam pemikiran Ahlusunnah lewat Syafi'i. Ada juga yang punya teori, karena Islam dulu pernah disebarkan ke Indonesia lewat orang-orang Persia. Ada yang menyebutkan mereka pernah tingggal di Gujarat, India Barat yang kebanyakan adalah Syi'ah. Teori ketiga, Syi'ah itu baru datang setelah peristiwa Revolusi Islam Iran (RII), yang dimulai dengan masuknya tulisan-tulisa