Buku ' Potret Studio Produksi RRI - Pusat Data dan ...pusdatin.rri.co.id/file/docs/1/Buku Studio...
Transcript of Buku ' Potret Studio Produksi RRI - Pusat Data dan ...pusdatin.rri.co.id/file/docs/1/Buku Studio...
0
1
Kata Pengantar
Pengembangan studio produksi RRI, terutama di perbatasan NKRI adalah inovasi penting RRI sebagai media penyiaran publik. Karakteristik NKRI yang membentang, melintas perbatasan darat dan laut di lebih dari 5 negara menyebabkan fenomena sosial, ekonomi dan politik menjadi krusial. Perbatasan adalah ‘beranda depan’ Indonesia dan oleh karena itu ia memerlukan pendekatan pembangunan yang ekstra, diluar kebiasaan. RRI telah memiliki 62 stasiun penyiaran, dan pada umumnya di kawasan perkotaan dan atau kawasan berpenduduk padat. RRI memiliki mandat melayani seluruh lapisan masyarakat, dari Sabang sampai Merauke. Mandat ini telah diimbangi dengan infrastruktur, dukungan Pemerintah Pusat dan Daerah serta bebragai pihak yang tinggi. Studio produksi adalah karya media komunikasi sosial yang lahir atas aliansi berbagai pihak yang peduli NKRI. Buku kecil ini merupakan upaya dokumentasi dan strategi sosialisasi keberadaan studio produksi LPP RRI agar semakin populer dan mendapatkan dukungan berbagai pihak. Buku ini juga memuat kebijakan dasar yang dapat diacu pengelola SP.
Perhatian terhadap kawasan perbatasan dan terpencil yang ditunjukkan RRI diharapkan memacu media massa lain di Indonesia. Materi buku ini sebagian besar bersumebr dari kegiatan Pertemuan Nasional pengelola studio produksi LPP RRI, di Bogor Jawa Barat, 24-26 Januari 2011, publikasi Badan Nasional Pengelola Perbatasan dan sumbagan tulisan dari pemerhati perbatasan. Jakarta, 18 April 2011
2
Kebijakan Pengembangan Studio Produksi
Adalah perintah negara bagi RRI untuk melayani seluruh kawasan NKRI, terutama kawasan perbatasan yang berhadapan langsung dengan sejumlah negara besar, seperti Malaysia, Thaland, Singapura dan Timor Leste. Peran RRI dengan studio produksi di kawasan tersebut melakukan ‘perang informasi’, membentengi nasionalisme warga Indonesia. Studio produksi –istilah untuk studio siaran di luar tipe A, B, C—juga wahana edukasi bagi Angkasawan RRI. Sarana pembentukan karakter broadcaster yang nasionalis dan merupakan model manajemen siaran RRI yang efektif dan efisien. Rata-rata dikelola oleh maksimal 10 orang Angkasawan, efisien dalam pembiayaan tetapi banyak pendengarnya.
Pengembangan studio produksi RRI menganut prinsip studio tumbuh, bertahap dan didirikan berdasarkan kebutuhan stakeholders setempat. Secara kronologis, stasiun RRI dapat berupa stasiun relay (memancarluaskan siaran dari studio RRI tipe B/C terdekat), penempatan koresponden hingga pendirian studio produksi. Pada tahap selanjutnya, tidak tertutup peluang menjadikan studio produksi sebagai RRI tipe C. Mitra strategis bagi studio produksi sangat penting. Mitra strategis utama yang sudah terjalin adalah pemerintah daerah selaku penyedia lahan, infrastruktur bangunan dan frekuensi, Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) dalam pengelolaan program, pengembangan kapasitas SDM, radio Komunitas dan ormas setempat.
Tradisi survei, evaluasi dan monitoring siaran akan dikembangkan. Kuantitas dan kualitas studio produksi juga akan terus ditambah hingga mencapai seluruh kawasan perbatasan NKRI yang memerlukan. Buku kecil ini akan menjadi rujukan referensi memahami dinamika studio produksi dan sekaligus dokumenter apa dan bagaimana yang sudah dilakukan RRI untuk NKRI.
Jakarta, 26 April 2011
Rosarita Niken Widiastuti (Direktur Utama LPP RRI)
3
Daftar Isi
Kata Pengantar 1
Kebijakan Pengembangan Studio Produksi Daftar Isi
2 3
1 Memahami Kawasan Perbatasan
Republik Indonesia
4
2
Visi, Misi dan Pengembangan SP 17
3 Kebijakan Operasional Studio Produksi 23
4 Kebijakan Program Studio Produksi RRI 32
5 6 7 8
Rekomendasi Pengembangan Studio Produksi Pusat Informasi dan Koordinasi Studio Produksi Profil Studio Produksi RRI 2011 Lampiran-lampiran
37 41 43 67
4
Memahami Kawasan Perbatasan
Republik Indonesia 1
A. Kawasan Perbatasan Republik Indonesia
1. Batas Negara dan Kawasan Perbatasan
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah sebuah
negara kepulauan (archipelago) yang dikelilingi lautan. Disebut
kepulauan karena negara kita terdiri dari ribuan pulau–besar dan
kecil–yang tersebar dari timur ke barat maupun utara ke selatan.
Selain “bertetangga” dengan lautan di sekelilingnya, negara
kita pun memiliki sejumlah negara yang berbatasan langsung dengan
garis wilayah Indonesia dan menjadi tetangga dekat. Di darat,
Indonesia berbatasan dengan tiga negara yaitu Malaysia, Timor
Leste, dan Papua Nugini (PNG). Sementara batas di laut dengan 10
negara yaitu India, Thailand, Vietnam, Singapura, Malaysia, Filipina,
Timor Leste, Palau, Australia, dan Papua Nugini.
Dengan demikian, Indonesia pun memiliki sejumlah
kawasan perbatasan yang menjadi pintu gerbang utama dengan
tetangga sekitar Indonesia. Kawasan-kawasan perbatasan negara
tersebut adalah sebagai berikut:
a. Kawasan Perbatasan Darat
Perbatasan Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur
Perbatasan Papua
Perbatasan Nusa Tenggara Timur (NTT)
b. Kawasan Perbatasan Laut
92 pulau kecil terluar di kawasan Nusantara
1 Disarikan dari makalah DR. Agung Mulyana, Deputy Kepala Badan
Pengelola Perbatasan RI, dalam Pertemuan Nasional Pengelola Studio Perbatasan RRI, Bogor Jawa Barat, 24-26 Januari 2011.
1
5
* Catatan: Kawasan Perbatasan Laut adalah suatu
kawasan yang cakupannya mulai dari garis pangkal
Kepulauan Indonesia hingga ke garis batas Zona Ekonomi
Eksklusif (ZEE) Indonesia, termasuk di dalamnya pulau-
pulau kecil terluar/terdepan (Lihat pula ketentuan UU
No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir
dan Pulau-Pulau Kecil)
Kawasan-kawasan perbatasan ini, meski terletak di provinsi
yang berbeda-beda, memiliki karakteristik umum yang serupa,
terutama jika kita bicara mengenai perkembangan dan
pembangunan. Secara kualitatif, karakteristik dan fakta umum
mengenai kawasan perbatasan adalah sebagai berikut.
1. Kondisi kawasan perbatasan sebagian besar berupa laut dan
pulau-pulau kecil. Akibatnya, pembangunan infrastruktur
seringkali mahal dan tidak efisien.
2. Komunitas yang terpencar di berbagai pulau kecil
mengakibatkan aktivitas ekonomi terpisah dalam satuan-
satuan kecil.
3. Di wilayah perbatasan yang berbasis darat, kondisi
infrastruktur sangat tergantung oleh kondisi geografis
setempat.
4. Di Kalimantan Barat, sebagian wilayah perbatasan
kondisinya tidak berkembang. Hal ini disebabkan adanya
interaksi yang lemah dengan pusat pertumbuhan di wilayah
Indonesia.
5. Di perbatasan NTT dengan Timor Leste, kondisi geografis
yang buruk dan miskinnya sumberdaya alam amat
menyulitkan pembangunan wilayah.
6. Perbatasan Papua dan PNG berada dalam kondisi tertinggal,
disebabkan topografi berbukit dan bergunung sehingga
penyediaan infrastruktur menjadi sulit dan mahal.
Dalam kondisi yang secara umum masih di bawah standar
tersebut, sesungguhnya setiap kawasan perbatasan memiliki nilai
6
strategis. Nilai-nilai ini semestinya menjadi bahan pemikiran pokok
bagi pemerintah dalam mengembangkan daerah perbatasan negara.
Nilai-nilai strategis kawasan perbatasan itu adalah:
1. Merupakan show window bagi kemajuan pembangunan
bangsa.
2. Menjadi penjaga batas teritorial sehingga memiliki arti
penting bagi penguatan aspek pertahanan dan keamanan.
2. Permasalahan di Kawasan Perbatasan
1) Permasalahan Umum
Meski memiliki nilai strategis, hingga saat ini kawasan
perbatasan masih saja bergelut dengan sejumlah permasalahan.
Secara umum, permasalahan yang dihadapi dalam
pembangunan kawasan perbatasan yakni:
a. Langkanya prasarana dasar yang dibutuhkan untuk
mengembangkan kapasitas sumberdaya alam dan
sumberdaya manusia di kawasan perbatasan. Kelangkaan
prasarana dasar ini termasuk kurangnya prasarana
perhubungan (seperti jalan, jembatan, dermaga), jaringan
listrik, telekomunikasi, prasana pendidikan/sekolah, dan
prasarana kesehatan.
b. Tidak tersedianya rencana detil dan padu mengenai tata
ruang kawasan perbatasan yang merupakan penjabaran dari
rencana tata ruang wilayah kabupaten yang bersangkutan.
Akibatnya, tidak diketahui secara pasti pembagian zonasi
ruang, arah pemanfaatan ruang, serta struktur pusat-pusat
pertumbuhan di kawasan perbatasan.
c. Pembangunan di wilayah perbatasan dan pulau-pulau kecil
terluar masih bersifat parsial.
d. Langkanya investasi/penanaman modal yang masuk ke
kawasan perbatasan untuk memanfaatkan potensi
sumberdaya alam yang melimpah.
7
e. Langkanya sumber daya manusia yang berkualitas (terdidik
dan terlatih) untuk membangun dan mengembangkan
potensi kawasan perbatasan.
f. Tingginya angka kemiskinan dan rendahnya angka indikator
indeks pembangunan manusia di kawasan perbatasan.
2) Permasalahan Batas Darat
Persoalan yang dihadapi oleh kawasan perbatasan semakin
beragam jika kita spesifikasikan berdasarkan wilayahnya. Di
darat, kawasan perbatasan menghadapi permasalahan yang
berbeda, bergantung pada karakteristik dan kondisi
pembangunan negara tetangganya.
1. Batas Darat Indonesia-Malaysia
a. Permasalahan Outstanding Boundary Problems
(OBP), ditandai dengan banyaknya kasus “perang”
klaim antara kedua negara mengenai pulau-pulau
kecil terluar.
Diklaim pihak Indonesia: P. Sebatik, Daerah
D400, G. Jagoi, dan Tanjung Datu (4 kasus).
Diklaim pihak Malaysia: P. Sinapad, S.
Simantipal, Daerah B 2700-B 3100, Daerah C
500-C 600, dan Gunung Raya (5 kasus).
Diklaim oleh kedua pihak: Batu Aum
b. Permasalahan survey Investigation, Re-fixation,
Maintenance (IRM). Pelaksanaan kegiatan IRM
tahun 2009 belum optimal, karena terbatasnya dana
untuk survei dan aksesibilitas.
c. Permasalahan Common Border Datum Reference
Frame (CBDRF) dan Joint Border Mapping (JBM).
Data Geografis kurang, data hanya dalam
bentuk buku ukur, azimuth dan jarak, yang
diperlukan data Comp Sheet.
Sumber data yang berbeda
8
2. Batas Darat Indonesia-Papua Nugini
a. Deklarasi pilar-pilar batas telah ditanda-tangani,
untuk bahan perundangan di tingkat nasional.
b. Pilar batas RI-PNG, status sampai saat ini telah
disepakati dan ditegaskan 52 MM, dan telah
dipasang: 1.792 pilar perapatan.
c. Penggantian MM 6.2 dengan MM 6.2A. belum
terlaksana.
d. Light house di MM 14b akan dibangun oleh PNG
tidak jauh dari yang dibangun oleh Indonesia.
e. Saat ini, terjadi erosi sungai Fly di sisi barat MM 10
dan 11A. Namun pengawasan Sungai Fly belum
dilakukan dan dibahas secara mendalam
antardepartemen di Indonesia.
f. Perlu koordinasi dengan PNG terkait rencana
pembukaaan Pos Pemeriksaan Lintas Batas Skouw-
Wutung.
g. Joint Technical Sub Committee on Communication
perlu diaktifkan.
h. Perlu optimalisasi kegiatan peningkatan
kesejahteraan rakyat di perbatasan.
i. Koordinasi dengan K/L lain diperlukan untuk
mengatasi pencemaran Sungai Fly.
3. Batas Darat Indonesia-Timor Leste
a. Masih terdapat:
3 un-resolved segments: Noel Besi, Manusasi,
dan Memo.
1 un-surveyed segment: Subina-Oben
1 segmen kecil di Nelu. Sudah didelineasi tahun
2003, tetapi masyarakat menolak didemarkasi,
karena tidak mau kehilangan lahan garapan.
b. Terdapat 44 KK Timor Leste berada di desa
Naktuka, NTT.
9
c. Masih perlu dilakukan pembahasan lanjutan pada
Technical Sub-Committee on Border Demarcation
and Regulation (TSC-BDR).
d. Belum ada kesepakatan mengenai Border Crossing
Pass: Disepakati hanya satu macam kartu.
Sementara, pemerintah Timor Leste mengeluarkan
dua jenis kartu.
Hingga tahun 2011, pemerintah Indonesia telah
berusaha untuk mengidentifikasi permasalahan-per-
masalahan yang dihadapi dalam membangun kawasan
perbatasan. Namun, karena berbagai alasan, masih saja ada
kasus-kasus yang kerap luput dari pemantuan. Kasus-kasus
tersebut adalah:
1. Eksploitasi sumberdaya alam yang berlebihan di
kawasan perbatasan. Akibatnya, terjadi degradasi fungsi
hutan dan lahan.
2. Illegal logging, penyelundupan dan perdagangan
manusia dari orang dewasa maupun anak-anak (human/
women trafficking).
3. Kesenjangan ekonomi masyaraat perbatasan. Pendapat-
an perkapita masyarakat perbatasan di Provinsi Ka-
limantan Barat hanya berkisar USD 1.000 pertahun,
sedangkan pada masyarakat perbatasan di Malaysia
berkisar hingga USD 11.000 pertahun.
4. Keterbatasan infrastruktur berupa prasarana trans-
portasi, listrik, air bersih, telekomunikasi, pendidikan,
dan kesehatan. Akibatnya, kawasan perbatasan sering
diklasifikasikan sebagai wilayah tertinggal.
Meski banyaknya permasalahan dalam membangun
kawasan perbatasan, tidak berarti kondisi ini merupakan
jalan buntu. Sebab di balik tantangan-tantangan yang harus
10
dilewati, kawasan perbatasan juga menyimpan sejumlah
potensi kekayaan alam sebagai berikut:
1. Potensi Pengembangan Kawasan Perbatasan Darat
a. Kawasan hutan, memiliki potensi untuk dikem-
bangkan menjadi hutan produksi dengan produk-
produk kayu/perkayuan atau produk-produk ke-
hutanan (madu, getah damar, rotan, tanaman
berkhasiat, dan lain-lain).
b. Kandungan mineral, memiliki potensi per-
tambangan yang besar seperti batu bara, bijih besi,
mangaan, dan sebagainya.
c. Pelayanan jasa, berupa Integrated Growth Centres
seperti seaport, airport and inland port, industrial
estate, housing complex, urban services, dan lain-
lain.
d. Perkebunan: menghasilkan karet, kelapa sawit,
pohon kayu, dan lain-lain.
e. Peternakan: berpotensi untuk peternakan unggas
dan ruminansia (ternak besar).
2. Potensi Pengembangan Kawasan Perbatasan Laut
a. Pariwisata.
b. Budidaya laut.
c. Riset, pengembangan dan penerapan teknologi
kelautan.
d. Usaha perikanan dan kelautan dan industri
perikanan secara lestari.
e. Pertanian organik.
f. Peternakan.
3. Kebijakan Pengelolaan Kawasan Perbatasan
1) Arah dan Strategi Kebijakan Pengelolaan Kawasan Perbatasan
11
Membangun kawasan perbatasan bukan masalah yang
mudah, mengingat komplesitas masalah yang dihadapi. Namun, jika
berkaca pada tingginya potensi yang dimiliki, pembangunan
kawasan perbatasan bukan tidak mungkin dilakukan.
Agar dapat berjalan sebagaimana mestinya, pengelolaan dan
pembangunan kawasan perbatasan memerlukan arah kebijakan yang
jelas dan realistis, serta dapat dioperasionalisasi. Arah kebijakan
umum pengelolaan kawasan perbatasan dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1. Perubahan paradigm pembangunan wilayah perbatasan dari
Inward Looking ke Outward Looking (sesuai UU No. 17
Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang/RPJP 2005-2024).
2. Perubahan pendekatan dari Security Approach ke
Prosperity Approach dengan titik berat pada pembangunan
kawasan untuk meningkatkan kondisi sosial ekonomi
masyarakat dan pertahanan serta keamanan.
Adapun kebijakan pengelolaan wilayah dan kawasan
perbatasan dapat dirinci sebagai berikut:
1. Penegasan batas wilayah NKRI, baik batas darat maupun
batas laut.
2. Keberpihakan terhadap kawasan perbatasan sebagai wilayah
tertinggal dan terisolir dengan pendekatan kesejahteraan
dan keamanan secara seimbang.
3. Pengembangan kawasan perbatasan sebagai pusat per-
tumbuhan ekonomi dan pintu gerbang internasional bagi
kawasan Asia Pasifik.
4. Percepatan pembangunan kawasan perbatasan dengan
menggunakan pendekatan kesejahteraan.
5. Pengakuan terhadap hak adat/ulayat masyarakat.
6. Penataan batas negara dalam rangka menjaga kedaulatan
wilayah NKRI.
12
7. Peningkatan kapasitas HANKAM beserta sarana prasarana-
nya.
8. Peningkatan perlindungan pemanfaatan SDA dan kawasan
konservasi.
9. Peningkatan fungsi kelembagaan dan koordinasi antar
instansi terkait.
10. Peningkatan kerjasama bilateral, sub-regional, maupun
regional.
Sementara, strategi kebijakannya terinci di bawah ini:
1. Menciptakan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi di
kecamatan-kecamatan di wilayah tertinggal dan terisolir.
2. Penyediaan infrastruktur dasar di wilayah terisolir
3. Pemberdayaan masyarakat untuk menanggulangi ke-
miskinan.
4. Meningkatkan kualitas SDM di perbatasan.
5. Meningkatkan wawasan kebangsaan masyarakat di per-
batasan.
6. Mengembangkan pusat-pusat pelayanan di perbatasan.
7. Pengembangan sektor usaha masyarakat yang dapat
memberikan multiplier effect.
Jika dirangkum dalam diagram, berbagai arah dan strategi
kebijakan pengelolaan batas wilayah negara dan kawasan perbatasan
NKRI adalah sebagai berikut:
13
Sedangkan arah kebijakan dan strategi pengelolaan kawasan
perbatasan terlihat dalam diagram berikut:
14
B. Dukungan yang Diharapkan dari RRI
Dalam pengelolaan wilayah batas negara maupun kawasan
perbatasan, salah satu yang tak kalah penting dengan pembangunan
fisik atau sosial-ekonomi adalah mengenai ketersediaan informasi.
Informasi menjadi prasyarat sekaligus kekuatan besar jika ingin
membangun kawasan perbatasan secara optimal.
Berkaitan dengan hal di atas, dukungan pegiat penyiaran
informasi -dalam hal ini LPP RRI- amatlah penting. Bentuk-bentuk
15
dukungan yang dapat diberikan RRI dalam proses pembangunan
kawasan perbatasan negara adalah sebagai berikut:
1. Pemanfaatan sarana dan prasarana berupa repeater/penguat
sinyal siaran RRI di daerah perbatasan;
2. Peliputan dan penyiaran program kegiatan dengan isi materi
berupa tayangan pengelolaan batas negara dan kawasan
perbatasan.
Program acara khusus materi perbatasan tersebut dapat
dijelaskan seperti di bawah ini:
1. Interactive dialog, yaitu dialog interaktif dengan
narasumber terpilih dalam kemasan acara untuk
menjangkau pendengar di kawasan perbatasan.
2. Features, yaitu penyiaran cerita/ulasan khusus tentang
potensi ekonomi dan sosial budaya kawasan perbatasan
untuk membangkitkan minat pengembangan potensi
kawasan perbatasan.
3. Radio Drama, adalah program sandiwara radio yang
bertujua untuk menarik perhatian masyarakat.
4. Public Service Advertisement (PSA), adalah jenis iklan non
komersil atau iklan layanan masyarakat.
Untuk bisa mewujudkan kerja sama antara pemerintah
(dalam hal ini BNPP) dan lembaga penyiaran (RRI), diperlukan
rencana teknis pelaksanaan, yang akan dijabarkan sebagai berikut:
1. BNPP bersama RRI harus merundingkan slot waktu siaran
sesuai dengan jenis program acara yang akan diluncurkan
dan ketersediaan alokasi waktu di dalam rencana program
siaran RRI.
PROGRAM ACARA KHUSUS MATERI PERBATASAN
16
2. BNPP akan memilih Production House (PH) atau meminta
RRI untuk mendesain dan membuat content siaran yang
sesuai dengan strategi publikasi media massa BNPP.
3. PH merundingkan produksi siaran dengan RRI.
4. PH, RRI, dan BNPP memproduksi siaran acara sesuai
rencana siaran yang disepakati bersama.
Pengelolaan batas wilayah negara dan kawasan perbatasan
adalah kerja besar yang tidak dapat dilakukan sendiri oleh BNPP.
Diperlukan dukungan dan kerja sama dari seluruh pemangku peran
(stakeholders) terkait untuk secara bersama-sama memberi
perhatian terhadap upaya pembangunan perbatasan negara. Maka,
kerja sama dengan RRI merupakan salah satu upaya untuk
melaksanakan pembangunan kawasan perbatasan yang diharapkan
efektif serta berdaya-ungkit tinggi (high leverage).
17
Visi, Misi dan
Pengembangan Studio Produksi
A. Pengembangan Studio Produksi
Salah satu upaya penting membangun kawasan perbatasan
adalah dengan mengembangkan studio produksi. Studio produksi ini
berfungsi sebagai penyedia informasi utama, juga berperan untuk
memperluas pengetahuan masyarakat kawasan perbatasan, serta
memperkuat kedaulatan negara RI.
SP merupakan pengembangan pelayanan dari RRI untuk
kawasan-kawasan khusus yang tidak terjangkau dan sebagai
perwujudan visi dan misi RRI, amanat UU 32/2002 dan PP 12/2005
tentang LPP RRI. Istilah studio Produksi dipilih agar dapat
membedakannya dengan studio siaran tipe A, B dan C. Studio
Produksi didirikan sebagai model baru stasiun RRI, yang berbasis
kepada produktifitas, efektifitas dan efisiensi semua sisi manajemen
lokal broadcasting. Prioritas pengembangan studio produksi tahun
2011-2012 adalah kawasan perbatasan.
1. Alasan Pengembangan Studio Produksi
Mengapa keberadaan studio produksi sedemikian penting?
Pertama, studio produksi dapat mengimbangi penetrasi siaran asing
dari negara tetangga. Studio produksi juga mampu mengurangi
ketimpangan sosial ekonomi maupun arus informasi di wilayah
perbatasan. Selain itu, studio produksi juga bisa menjadi solusi atas
keterbatasan akses informasi tentang Indonesia.
Dengan studio produksi, rasa memiliki (sense of belonging)
dan rasa bela negara pada diri warga perbatasan dapat ditingkatkan.
Keberadaan studio produksi pun dapat mengatasi ketidakberdayaan
masyarakat dalam menyampaikan aspirasi.
2
18
Daftar Studio Produksi Hingga 2011
No Stasiun Alamat Frequensi
1. Sabang
JL. Yos Sudarso No. 65 Kota Sabang, NAD telp : 0655-7440094
FM 94,0 MHZ
2. Takengon JL. Lembaga Kemili, telp : 0643 23456 Fax. 0643 23470
FM 93,0 MHZ
3. Batam Jl. Park Way Batam Center Poltek Negeri Batam, telp. 0778 461599, Fax. 0778 461877
FM 105,1 MHZ
4. Entikong Jl. Lintas Negara Indonesia – Malaysia Kab. Sanggau, Kalimantan Barat
FM 100,2 MHZ
5. Malinau JL. Pelajar Perumda II Malinau, Kalimantan Timur, telp 0553 2023450 -
6. Nunukan JL. TVRI No. 77 Kab. Nunukan, Kalimantan Selatan, telp. 05563500, Fax. 055623505
FM 97,1 MHZ
7. Ampana JL. Tanjungulu Tojo Una Una Sulteng, telp. 0451 455442-
FM 93 MHZ
8. Boven digul
JL. Trans Papua No. 17 Tanah Merah, Papua
FM 96,3 MHZ FM 93,6 MHZ
9. Oksibil JL. Perbukitan Okpol Kab. Pegunungan Bintang Aplin Apom, Papua
FM 90,0 MHZ FM 91,0 MHZ
10. Skow JL. RRI Stasiun Perbatasan Kab. Kerom, Papua
11. Atambua JL. Komplek Kantor Bupati Kab. Belu, NTT
FM 91,1 MHZ
12. Kaimana JL. Air Merah Kaimana, Sulawesi Tengah
FM 96,3 MHZ
19
13. Sampang Jl. Peliang Km 2 Torjun Sampang, telp. 0323 321565, 321566
FM 93,1 MHZ
14 Sendawar Kutai Barat, Kalimantan Timur
Catatan: Studio Produksi RRI Padang Pariaman (bersifat studio darurat)
2. Misi Studio Produksi
Adapun misi-misi studio produksi adalah sebagai berikut:
Information safety belt. Yaitu sebagai sabuk pengaman
informasi dasar kenegaraan dan kepublikan bagi warga
perbatasan/blank spot.
Media-based cross border diplomacy, studio produksi
sebagai media diplomasi sosial yang efektif di perbatasan
antarnegara.
Soft defend mechanism, yakni sebagai model penyeimbang
pertahanan yang bertumpu pada pemberdayaan masyarakat
di bidang informasi.
Media literacy for community. Studio produksi memberikan
pengetahuan terkait pemahaman keberadaan media bagi
masyarakat perbatasan.
Early warning system, yaitu menjadi media pemberi
peringatan dini kepada warga perbatasan terkait bencana
alam, dan lain-lain.
3. Sasaran Pengembangan Studio Produksi
Studio produksi menjadi pengejawantahan peran RRI dalam
mewujudkan persebaran informasi yang merata di Indonesia.
Melalui studio produksi, RRI turut memperkuat pertahanan negara
melalui program siaran yang ada, dan nemberikan ruang
publik/public sphere bagi warga di perbatasan.
Ruang publik ini menjadi tempat bagi warga untuk bertukar
informasi, memperoleh informasi maupun menyampaikan aspirasi
20
mengenai Indonesia. Akhirnya, ruang publik mengatasi kesenjangan
informasi sekaligus mendorong masyarakat mencintai/membela
Indonesia, mencerdaskan dan membentuk jati diri sebagai warga
negara, serta lebih memberdayakan masyarakat.
Apa sasaran pengembangan studio produksi di kawasan
perbatasan? Selain menjadi sabuk pengaman informasi, sasaran
studio produksi adalah diplomasi negara (state diplomacy). Studio
produksi diharapkan bisa terlibat dalam aktivitas diplomasi dengan
menjadi pusat informasi (the center of information), pusat kegiatan
public (the center of public activity), serta pusat pengembangan
mental/karakter, seni, budaya, olah raga, sosial, dan lain-lain (the
center of character building).
4. Permasalahan dan Solusi Pengembangan
Meski demikian, pengembangan studio produksi di wilayah
batas negara RI masih harus menghadapi berbagai permasalahan
umum, di antaranya:
a. Kelembagaan
b. Sarana dan prasarana
c. Program
d. Sumberdaya manusia
e. Keuangan
Hingga 2011, sudah ada beberapa solusi untuk menjamin
keberlangsungan studio produksi RRI, antara lain:
Pengembangan program siaran dan layanan pada
masyarakat yang dikendalikan stasiun RRI terdekat.
Dikembangkan statusnya menjadi stasiun penyiaran tipe C
atau menjadi satuan kerja sendiri.
Menjalin kemitraan/sinergi dengan Pemda dan lembaga
terkait untuk mengatasi kendala operasional sarana,
prasarana, dan keuangan.
21
Membangun jaringan dengan masyarakat dan lembaga
terkait untuk mewujudkan program yang menjamin
terlayaninya seluruh masyarakat secara proporsional di
wilayah perbatasan.
Optimalisasi SDM RRI dan rekruitmen staf dari masyarakat
setempat.
B. Tantangan Pengembangan Usaha di Studio Produksi
Ada banyak permasalahan yang harus dihadapi ketika
mengembangkan studio produksi di kawasan perbatasan negara
Indonesia. Meski demikian, peluang keberhasilannya juga tak
sedikit. Berikut akan dijabarkan lebih lanjut mengenai apa yang bisa
dilakuan untuk memanfaatkan peluang dan menyiasati tantangan
yang ada dalam mengembangkan studio produksi.
1. Mengoptimalkan peran dan fungsi layanan publik
Ini berarti studio produksi memberikan layanan yang
bermanfaat bagi segenap lapisan publik. Ini dilakukan secara
langsung maupun tidak langsung, melalui kegiatan on-air,
off-air, maupun kombinasi dari keduanya.
2. Mengoptimalkan peran dan fungsi pengembangan usaha
Fungsi pengembangan usaha ditujukan untuk
memperoleh hasil usaha baik melalui jasa siaran (misal:
iklan) maupun jasa non siaran (misal: optimalisasi aset)
sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Melalui jalur siaran, hasil bisa didapat dari iklan
komersial ataupun iklan layanan masyarakat, dalam bentuk:
Iklan lepas (loose spot)
Jingle
Adlibs
Advertorial
22
Kuis
Sandiwara Radio
Dialog Interaktif
Siaran Langsung (Report on Spot/ROS)
Agar slot untuk iklan dalam berbagai bentuk ini bisa
dimanfaatkan secara optimal, studio produksi juga wajib
menggali potensi iklan lokal. Hal ini dapat dilakukan
misalnya dengan mengiklankan rumah sakit, bengkel,
lembaga pemerintah, sekolah/universitas, restoran, hotel,
objek pariwisata, perindustrian, dan sebagainya.
Secara lebih jelas, status pendapatan JASINONSI adalah
sebagai berikut:
Pengelolaan pendapatan jasa siaran
Penyetoran pendapatan non siaran
Pembagian pendapatan, skema komisi (biaya/fee,
kolportir, operasional)
3. Mengoptimalkan peran dan fungsi pencitraan
Dilakukan dengan standarisasi identitas lembaga RRI,
berwujud pelaksanaan identitas lembaga pada setiap
perangkat kantor, mulai dari stationary, alat kerja siaran,
studio maupun siaran luar, alat/materi promosi dan iklan,
hingga pakaian kerja maupun atribut lain.
23
Kebijakan Operasional
Studio Produksi
A. Latar Belakang
Pengembangan studio produksi RRI terutama di wilayah
perbatasan memiliki nilai penting dalam membantu upaya
pemerintah untuk memperkuat kedaulatan negara. Beberapa hal
yang melatarbelakangi hal ini adalah:
1. Banyaknya kawasan perbatasan RI-negara tetangga yang
mengalami blank spot layanan informasi. Sehingga, siaran
yang bermaksud menumbuhkan jiwa nasionalisme, perekat
sosial antar warga negara dan antara warga dengan aparat
pemerintah tidak bisa tersampaikan.
2. Pendekatan keamanan wilayah perbatasan yang perlu
keseimbangan antara hard-defend melalui kekuatan militer
dengan soft defend, melalui pengembangan kebudayaan,
pemberdayaan sosial, dan ekonomi melalui radio.
3. Amanah dan eksistensi RRI selaku media penyiaran publik
yang menjalankan fungsi pelayanan informasi untuk
menjaga NKRI sebagaimana diatur dalam UU No. 32 Tahun
2002 dan PP 12/2005.
B. Target Pendirian
Target kualitatif pengembangan studio produksi di setiap
wilayah perbatasan NKRI adalah menjadi ruang publik (mengetahui
informasi dan menyampaikan aspirasi) dan mengatasi kesenjangan
informasi di kawasan perbatasan dengan mendorong sikap
mencintai dan membela NKRI. Tujuan akhirnya, studio produksi
RRI menjadi pusat kegiatan publik (center of public activity), pusat
pengembangan mental, seni, budaya, olah raga, bagi berbagai pihak,
termasuk Badan Nasional Pengelola Perbatasan.
3
24
Hingga April 2011, jumlah studio produksi siaran perbatasan
RRI mencapai 15 buah, bersiaran aktif minimal 12 jam perhari, atau
rata-rata 16 jam perhari. Alokasi konten studio produksi tersebut
adalah 40-60 % konten kehidupan lokal, 20-30 % regional (relay
terpadu Programa 1 Stasiun RRI terdekat), dan 20-30 % konten
nasional (relay terpadu siaran RRI Pusat).
Program dirancang terdiri dari informasi/berita sebanyak 30
%, siaran pendidikan dan budaya sebanyak 30 %, hiburan 30 %, dan
layanan usaha/layanan publik sebanyak 10 %.
C. Formula Kerjasama Antarlembaga
Pada prinsipnya setiap studio produksi dapat melakukan
kerjasama dengan mitra kerja setempat, sepanjang memenuhi
ketentuan kerjasama RRI dan meliputi aspek-aspek berikut:
1. Kerjasama pembiayaan operasi siaran (biaya bulanan
dan atau per-program).
2. Kerjasama pengembangan infrastruktur gedung dan
pemancar: peningkatan sarana dan prasarana siaran,
umumnya dengan PEMDA.
3. Kerjasama pengembangan program siaran on-air dan
off-air berbasis kebutuhan warga di perbatasan, antara
lain dengan BNPP.
4. Kerjasama peningkatan kapasitas ketrammpilan
produksi siaran melalui pelatihan SDM dan sebagainya,
melibatkan LSM, Perguruan Tinggi setempat.
25
D. Strategic Plan Studio Produksi RRI
Rencana strategis pengembangan studio produksi RRI dapat
dilihat pada bagan berikut:
26
E. Road Map Pengembangan 2011-2015
Adapun road-map studio produksi sebagaimana telah
disampaikan secara resmi ke BNPP adalah:
Program 2011 2012 2013 2014 2015
Pendirian Studio Produksi Baru
10
Stasiun
baru
5
Stasiun baru
5
Stasiun baru
6
Stasiun baru
8
Stasiun baru
Penambahan Infrastruktur Pemancar dan Studio
18 Pemancar
10 Pemancar
12 Pemancar
18 Pemancar
8 Pemancar
Pengembangan Program Siaran Baru Berbasis Kebutuhan Warga Perbatasan
8 Program
Baru
10 Program
Baru
12 Program
Baru
8
Program Baru
18 Program
Baru
Peningkatan Kapasitas Ketrampilan Produksi SDM
3
Pelatihan Produksi
6
Pelatihan Produksi
6
Pelatihan Produksi
8
Pelatihan Produksi
8
Pelatihan Produksi
F. Mekanisme/Standar Pendirian
Pendirian studio produksi harus mengikuti standar tertentu,
agar manajemen penyiaran di setiap studio produksi bisa terjaga.
Ada beberapa mekanisme pendirian yang menjadi standar bagi
bermulanya sebuah studio produksi.
1. Pendirian dan pengembangan studio produksi RRI di
perbatasan/blank spot mengacu kepada prinsip pelayanan
kepada WNI dan adanya akses siaran radio yang minim,
27
serta prinsip stasiun tumbuh, berdasarkan kebutuhan
masyarakat setempat.
2. Pengelolaan studio siaran harus dilakukan oleh seorang
koordinator setingkat eselon IV, dengan total staf 7-10 orang
karyawan (maksimal).
3. Anggaran operasional bersumber dari kemitraan strategis
dengan PEMDA setempat, badan negara terkait perbatasan
dan anggaran internal RRI yang bersumber dari APBN.
4. Kemitraan strategis telah dibangun dengan TNI Angkatan
Laut, BNPP, dan lain-lain.
G. Standar SDM Studio Produksi
Sumber daya manusia yang menjalankan stasiun produksi
pun harus memenuhi jumlah standar, agar stasiun produksi bisa
berjalan dengan baik.
1. Standar SDM Ideal Stasiun Produksi
Koordinator = 1 orang
Reporter/PA = 3 orang
Penyiar = 2 orang
Teknisi = 2 orang
Administrasi = 2 orang
Total = 10 orang
2. Standar SDM Maksimal Studio Produksi
Koordinator = 1 orang
Penjab program = 1 orang
Penjab produksi = 1 orang
Penjab SDT = 1 orang
Penjab TU = 1 orang
Reporter = 2 orang
Penyiar = 2 orang
Teknisi = 2 orang
28
Administrasi dan Keu = 2 orang
Satpam = 2 orang
Total = 15 orang
3. Standar SDM Minimal Studio Produksi
Koordinator = 1 orang
Reporter = 2 orang
Penyiar = 2 orang
Teknisi = 2 orang
Administrasi = 1 orang
Total = 8 orang
*Catatan:
15 orang di luar komponen pemberdayaan masyarakat
lokal sebagai pengisi paket acara lokal.
Pembagian waktu kerja 2 shift.
H. Sarana dan Prasarana Studio Produksi
Infrastruktur yang diperlukan untuk mendirikan sebuah
stasiun produksi yang ideal adalah sebagai berikut:
Kendaraan roda dua minimal 2 unit
Kendaraan roda empat minimal 1 unit
Peralatan studio (standar teknik)
R. Kontinuitas = 2 x 2 m
R. Multipurpose = 4 x 4 m
AC = 3 unit (2 untuk MCR, 1 untuk studio)
Genset = 1 unit (20 KVA)
R. Pemancar dan MCR = 3 x 4 m
Komputer/laptop = 4 unit (1 untuk Adm, 3 untuk
Operasional)
Ketinggian tower dan kekuatan pemancar disesuaikan
kondisi.
29
Geografis dan sasaran jangkauan siaran.
Ruang kerja= 6 x 6 m
I. Anggaran Studio Produksi
Pendirian sebuah stasiun produksi memerlukan anggaran
yang akan digunakan untuk:
1. Anggaran operasional siaran, dihitung perbulan. Selain
siaran reguler, terdapat beberapa program penunjang seperti
gelar budaya, siaran berjaringan dan sebagainya.
2. Anggaran pemeliharaan infrastruktur
3. Anggaran pengembangan infrastruktur baru.
4. Anggaran terkait gaji/honor bulanan.
*Catatan: Anggaran operasional setiap bulan untuk studio produksi
dikelola oleh Satuan Kerja RRI terdekat dengan supervise dari
kantor pusat LPP RRI. Besar kecilnya anggaran di studio produksi
pada masing-masing daerah didasarkan pada situasi dan kondisi
daerah tersebut. Rata-rata kebutuhan biaya operasional dan
pemeliharaan infrastruktur sekitar Rp. 25 juta tiap bulan.
J. Kebijakan Pengembangan 2011
Sektor Kebijakan Implementasi
SDM Satu orang struktural selaku koordinator, 9-10 orang fungsional reporter-penyiar, admin, keamanan, teknik, dll. (sesuai kebutuhan).
Rekrutmen untuk struktural dilakukan pusat, berasal dari pejabat struktural di RRI se-Indonesia. Fungsional diseleksi
30
Satker terdekat/ Koordinator dari potensi SDM setempat.
Anggaran Dibakukan sekitar Rp. 400 juta pertahun untuk setiap SPP, dimasukkan dalam DIPA Satker RRI terdekat.
Pengelolaan berbasis standar biaya operasional yang ditentukan oleh kantor Pusat. Satker dilarang menggunakan untuk di luar kebutuhan SPP. Laporan akan diaudit.
Status Sampai akhir tahun 2011 berdasarkan pertimbangan strategis, tetap sebagai STASIUN/STUDIO PRODUKSI.
Untuk menjadi stasiun tipe C memerlukan infrastruktur, standar minimal jumlah SDM, dan sebagainya. Berdasar catatan, Studio Nunukan dan Batam prospektif untuk dipromosikan sebagai stasiun tipe C.
Infrastruktur Gedung dan Tanah
Mayoritas masih sewa, menempati/meminjam atau dipinjami gedung bersama instansi lain.
Pada umumnya diupayakan kerja sama dengan Pemda agar memperoleh bantuan tanah dan gedung (seperti Studio Nunukan, Malinau, Batam, Boven Digul).
Program dan Produksi
Dilakukan evaluasi nasional dan standarisasi program produksi kemudian pilot project. Diterbitkan panduan nasional siaran SP. Kerjasama produksi paket siaran dengan BNPP.
Pertemuan nasional dilakukan Januari 2011, audit program yang berjalan dan selanjutnya dilakukan pembuatan buku profil SP. Kerja sama dengan BNPP dikoordinasikan Pusat, produksi siaran dikelola SP setempat.
31
Jumlah Ditargetkan dari 13 naik menjadi 20-25 sampai akhir tahun 2011 terutama di kawasan perbatasan.
Akan dilakukan studi kelayakan oleh Direktorat PP pada triwulan kedua tahun 2011.
Model Struktur Organisasi Studio Produksi
Konsep Minimal Pengelola RRI: Struktural: 1 orang (Kepala) Fungsional: Sesuai kebutuhan/wakil komunitas (Bidang
pemberitaan dan siaran, diganti bidang Produksi dan Siaran)
32
Kebijakan Program
Studio Produksi RRI
A. Manajemen Siaran
Ketimpangan multiaspek masyarakat di kawasan perbatasan
sangat menyolok, menyebabkan tingginya tingkat kriminalitas,
ketimpangan arus batasan informasi, keterbatasan akses informasi
tentang NKRI, kurangnya rasa memiliki atau tidak ada pembelaan
terhadap negara, dan memunculkan ketidakberdayaan masyarakat.
Oleh karena itu RRI memutuskan untuk mengambil prakarsa
mendirikan stasiun produksi RRI di kawasan perbatasan. Hal ini
mengacu pada pasal 5, PP Nomor 11 tahun 2005 tentang Lembaga
Penyiaran Publik (LPP RRI).
Dalam manajemen penyiaran, RRI menyelenggarakan siaran
dengan sistem stasiun jaringan yang menjangkau ke seluruh wilayah
NKRI. RRI sebagai radio publik berfungsi memberi informasi,
pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol dan perekat sosial, serta
pelestari budaya bangsa yang berorientasi pada seluruh kepentingan
masyarakat (Pasal 3 ayat 1 PP 11 Tahun 2005).
Sejarah pendirian studio produksi RRI adalah:
1. Studio Produksi RRI Entikong, Kalbar (15 Juli 2009),
sekaligus studio produksi perdana LPP RRI.
2. Studio Produksi RRI Boven Digul, Provinsi Papua
(diresmikan 11 September 2009).
3. Studio Produksi RRI Batam, Provinsi Kepulauan Riau (27
Desember 2009).
4. Studio Produksi RRI Sampang, Madura, Jawa Timur
(diresmikan 28 Februari 2010).
5. Studio Produksi RRI Takengon, Aceh Tengah, Provinsi NAD
(diresmikan 11 Mei 2010).
6. Studio Produksi RRI Malinau, Kaltim (21 Juli 2010).
7. Studio Produksi RRI Sabang, NAD (31 Juli 2010).
4
33
8. Studio Produksi RRI Padang Pariaman, Sumbar (diresmikan
15 Agustus 2010).
9. Studio Produksi RRI Kaimana, Papua Barat (dioperasikan
mulai tanggal 29 Agustus 2010).
10. Studio Produksi RRI Oksibil, Pegunungan Bintang, Papua
(diresmikan 1 September 2010).
11. Studio Produksi RRI SKOW, Papua (2 September 2010).
12. Studio Produksi RRI Atambua, Provinsi NTT (diresmikan
tanggal 16 September 2010).
13. Studio Produksi RRI Ampana, Tojo Una Una, Provinsi
Sulawesi Tengah (01 Oktober 2010).
14. Studio Produksi RRI Nunukan, Kalimantan Timur
(diresmikan jelang pergantian Direksi 11 Oktober 2010).
15. Studio Produksi RRI Sendawar Kutai Barat, Maret 2011.
Positioning Programa Studio Produksi
Sasaran : Masyarakat umum di perbatasan dan TKI
Pendidikan : SD ke atas
Jenis Kelamin : - Perempuan - Laki –laki
Status Sosial : Umum
SES : A, B, C, D
Sasaran Wilayah : Perbatasan, NKRI , dan daerah terpencil/Strategis
Format Stasiun : Informasi, pendidikan, dan hiburan
Sebutan Stasiun/Station Call
: Inilah Radio Republik Indonesia Studio Produksi
34
B. Problematika Program Siaran
Dalam hal program siaran, studio produksi di wilayah-
wilayah perbatasan Indonesia menghadapi masalah umum, yaitu:
Usia studio produksi belum satu tahun, kecuali Entikong,
Boven Digul, dan Batam. Bahkan ada yang baru berumur 3
bulan, seperti Ampana, Nunukan.
Pendekatan program belum tajam antara siaran untuk
studio produksi perbatasan dengan non-perbatasan.
Pola siaran masih “gado-gado”, bersifat blocking relay dan
dirancang berdasarkan kemampuan pengelola.
Masih berorientasi pada “existing” (yang penting ada),
belum pada kualitas.
Siaran informasi “Suara Perbatasan” belum maksimal.
National Positioning : RRI Radio Publik Milik bangsa
Program Positioning/ Program Tag Line
: Mencerdaskan dan mencerahkan
Semboyan : Sekali di Udara Tetap di Udara
Sapaan : Pendengar
Pronomina Persona : Anda
Pola Programa : Format Clock/Capsule System
Klasifikasi Siaran :
- Berita/Informasi 30% - Pendidikan 30% - Hiburan 30% - Iklan & Penunjang 10%
Musik :
- Lagu Dangdut, Pop, Jazz - Jenis Klasik - Lagu daerah - Lagu perjuangan
Waktu Siaran : Minimal 12 jam dalam sehari
35
Riset evaluasi penyeluruh belum dilakukan, terutama yang
melibatkan masyarakat setempat.
Perbandingan Alokasi Siaran Studio Produksi
Studio Produksi
Total Jam Siar Perhari
Siaran Produksi
Lokal
Relay RRI Terdekat
Relay RRI Pusat
Entikong 19 7 6 6
Pro3
Batam 24 10 2 12
Pro3
Atambua 14
(06.00-20.00) 5 1,5
7,5 Pro3
Boven Digul
18 (06.00-24.00)
12 Tidak
melakukan 6
Pro3
Malinau 24 25 % 15 % (RRI
Samarinda)
60 % Pro3 (00.00-04.00)
Kaimana 18 8 5
RRI Fakfak 5
Pro3
Nunukan 19 40 %
(Belum terpenuhi)
30 % (RRI Samarinda)
30 % Pro3
Sampang 24 12 - -
36
Urutan Program Terbanyak Di-relay dari Pro-3
Programa Jenis Acara
Nama Acara Durasi
Pro3 News Warta Berita @ 10-15 menit beberapa kali sehari
Pro3 News Lintas Berita @ 10-15 menit beberapa kali sehari
Pro3 Talkshow Indonesia Menyapa
50-60 menit
Pro3 Talkshow Aspirasi Merah Putih
Lebih dari 60 menit
Rapat Evaluasi Studio Produksi Direktorat PP, 22 Desember 2010. Dari kiri ke kanan: Nurhanuddin (Koordinator SP RRI), Suleman Yusuf (Kabid PPP Dit. PP), Martoyo (Kapuspem), Dwi Hernuningsih (Anggota Dewas RRI)
37
Rekomendasi Pengembangan
Studio Produksi RRI
A. Kondisi Empirik
Pertemuan Nasional Pengelola Studio Produksi LPP RRI,
24-26 Januari 2011 merekomendasikan sebagai berikut:
Adanya studio produksi di setiap wilayah perbatasan akan
memberikan ruang publik dan mengatasi kesenjangan informasi di
kawasan perbatasan dengan mendorong sikap masyarakat untuk
mencintai dan membela NKRI.
Seperti dijabarkan sebelumnya, hingga 2011 jumlah studio
produksi RRI yang tersebar di kawasan perbatasan sejak didirikan
15 Juli 2009 mencapai 15 studio produksi. Studio produksi tersebut
sebagian besar berbatasan langsung dengan negara tetangga antara
lain Malaysia, PNG, dan Timor Leste. Sedangkan perbatasan laut
antara lain dengan Malaysia, Papua Nugini, Timor Leste, Singapura,
Australia, Vietnam, dan Thailand.
Peserta pertemuan nasional, setelah mencermati, mengurai
pengalaman langsung di lapangan memetakan keadaan empiris
studio-studio produksi LPP RRI sebagai berikut:
A. Siaran
1. Secara umum belum mencapai prosentase siaran yang
sudah ditentukan (40-60% konten lokal).
2. Keterlibatan publik lokal masih belum maksimal.
3. Kemitraan dengan stakeholder di wilayah perbatasan
masih terbatas.
4. Belum adanya juklak dan juknis pedoman siaran di
wilayah perbatasan.
5. Belum ada model (style) penyiaran program perbatasan
versi Studio RRI yang permanen/berlaku nasional.
5
38
6. Belum maksimalnya kualitas hasil produksi siaran.
B. Pemberitaan
1. Belum ada siaran berita berjaringan antara studio
produksi dengan stasiun RRI terdekat.
2. Penyajian program berita belum bervariasi.
3. Narasumber masih mayoritas dari kalangan eksekutif
setempat.
4. Belum terselenggaranya siaran langsung nasional,
event-event terpenting di daerah perbatasan.
C. Sumber Daya Manusia
1. Masih kurangnya tenaga SDM di studio produksi.
2. Belum ada kualifikasi SDM yang memadai.
3. Belum ada pembekalan terhadap program siaran studio
produksi.
4. Belum ada jaminan kesejahteraan baik bersifat finansial
maupun masa depan kepegawaian.
5. Belum ada jaminan kesehatan dan asuransi jiwa PNS
dan Non-PNS.
D. Keuangan
1. Standar biaya produksi belum jelas, terutama yang
berbasis biaya kemahalan.
2. Perlunya biaya perjalanan liputan di daerah terpencil
antar kecamatan. Dalam satu kota/lokasi kegiatan harus
menggunakan pesawat atau speed-boat.
3. Pencairan anggaran dari pusat ke studio perbatasan
tidak lancar.
E. Infrastruktur
1. Peralatan produksi dan siaran belum memadai.
2. Sarana-prasarana penunjang kantor studio belum
maksimal: belum memiliki gedung kantor sendiri.
3. Belum ada kendaraan dinas operasional lapangan.
4. Belum memiliki tower pemancar sendiri.
39
5. Belum ada genset dan UPS.
B. Rekomendasi Pengembangan
Menyikapi kondisi lapangan yang penuh keterbatasan, perlu
dilakukan sejumlah upaya nyata agar permasalahan bisa teratasi.
A. Siaran
1. Siaran bernuansa Hankam (mengakomodir aspek
pertahanan dan diplomatik). Bekerjasama dengan
TNI/Polri, menggunakan format siaran:
Dialog berjaringan
Siaran Pedesaan
Feature/DBU
2. Khusus RRI Malinau mengakomodir masyarakat
rumpun Tidung.
3. Paket acara lagu-lagu serumpun (Malaysia dan
Indonesia).
4. Titian Muhibah atau Kabar dari Rantau (sasaran TKI).
5. Siaran Cinta Produk Indonesia, dilakukan dengan
format:
Dialog berjaringan
Feature/DBU
B. Berita
1. Pengembangan berita di daerah perbatasan/pertukaran
antara RRI Tarakan, Stasiun Produksi Nunukan, dan
Stasiun Produksi Malinau.
2. Buletin berita laporan langsung/ROS dari lapangan
maupun dari Pos Lintas Batas.
3. Perlu penambahan kontributor di daerah Sebatik dan
Krayan sebagai beranda terdepan NKRI.
4. Setiap berita diupayakan masuk ke KBRN/Puspem baik
melalui ROS atau ROS via Gmail.
40
5. Dialog Sambung Rasa, Budaya Nusantara, dan Tabir
Berita melibatkan stasiun produksi.
6. Stasiun produksi dilibatkan dalam paket Korwil VI
Kalimantan, Lintas Berita, dan Lintas Borneo.
C. SDM (Sumber Daya Manusia)
1. SDM sangat terbatas, di antaranya teknisi, reporter, dan
penyiar.
2. SDM minimal 8 hingga 11 orang, dengan rincian:
1 koordinator
1 tenaga administrasi
6-9 tenaga pelaksana
3. Kualifikasi pendidikan untuk staf minimal D-3.
4. Memiliki kemampuan spesifik penyiaran.
5. Harus ada kriteria reward dan punishment yang jelas.
6. Pertukaran karyawan antar stasiun (penyegaran).
7. Jangka waktu penugasan minimal 6 bulan. Jika terlalu
singkat, program-program perencanaan tidak berjalan.
8. Perlu ada pelatihan kepada SDM yang ditempatkan di
studio produksi.
D. Keuangan
1. Keseriusan kantor pusat untuk mempercepat proses
pencarian anggaran secara tepat waktu.
2. Perlunya anggaran transportasi, berbasis kemahalan.
3. Perlu ada KPA (Kuasa Pengguna Anggaran) sendiri.
E. Infrastruktur
1. Perlu dibangun pemancar sebesar 5 KW.
2. Pembangunan gedung kantor format radio.
3. Perlu menambah peralatan siaran yang masih terbatas.
4. Perlu kendaraan operasional.
5. Pembangunan tower, lahan, dan gedung pemancar.
6. Pengadaan genset dan furnitur kantor.
41
Pusat Informasi dan Koordinasi
Studio Produksi
Pusat Informasi dan Koordinasi Studio Produksi (PIK-SP)
adalah kegiatan fungsional yang menjalankan mandat koordinasi dan pengelolaan informasi studio produksi secara nasional, dibawah supervisi dari Direktorat Program dan Produksi serta Direktorat Keuangan kantor pusat LPP RRI.
Lembaga ini mengembangkan model dan sistem koordinasi lintas Direktorat dan informasi berbasis web dan berbasis komunikasi langsung, untuk pengembangan kapasitas kelembagaan, kerjasama nasional, perencanaan pendirian, evaluasi operasional dan penanganan problematika operasional studio produksi.
Pusat Informasi dan Koordinasi dikelola tim yang dibentuk Direktur Utama LPP RRI dan operasionalisasinya menggunakan anggaran DIPA kantor pusat. Para anggota tim berasal dari lintas Direktorat dan bertanggungjawab langsung kepada Direktur Utama LPP RRI. Kepemimpinan/Ketua dipilih secara bergiliran dari wakil semua Direktorat. Adapun kewenangan institusi ini adalah:
1. Traffic management center untuk pengendalian dan penanganan problematika pengelolaan studio produksi di semua aspek.
2. Information center bagi semua pihak yang memerlukan data studio produksi.
3. Pusat perencanaan dan evaluasi studio produksi RRI secara nasional.
4. Pusat koordinasi kerjasama nasional dan internasional.
Adapun program kerja yang akan dilaksanakan pada tahun
2011 meliputi: 1. Pemetaan kondisi dan kebutuhan SP 2011-2012 2. Merumuskan dan mengajukan rekomendasi kepada
Direksi terkait pendirian SP 3. Menuntaskan berbagai problem aktual dan empirik
6
42
4. Koordinasi persiapan pendirian-dan pengembangan SP lintas sektoral
5. Pengelolaan sistem informasi dan monitoring perkembangan studio produksi
LINGKARAN AKTIFITAS PIK-SP RRI
Pusat Informasi dan Koordinasi Studio Produksi secara
resmi dibentuk awal Mei 2011 ditandai diskusi peluncuran buku POTRET STUDIO PRODUKSI 2011. Alamat PIK adalah: Ruang Bidang Produksi dan Program Pemberitaan LPP RRI di lantai 3 gedung sayap, Kantor Pusat RRI, Jl. Medan Merdeka Barat 4-5, Jakarta Pusat. Koordinator/ketua tahun 2011: Suleman Yusuf.
43
Profil Studio Produksi
Hingga Tahun 2011
1. RRI Entikong, Kalimantan Barat (Perbatasan
Indonesia-Malaysia)
A. Sejarah Singkat
Awal mula beroperasinya RRI SP Entikong berawal dari
pelaksanaan Dialog Berjaringan RRI Jayapura dan Entikong.
Dialog ini memfasilitasi Dirut RRI dengan masyarakat perbatasan
di Kalbar pada tanggal 25 Juli 2009. Saat itu, ada plesetan yang
disampaikan langsung oleh masyarakat perbatasan Entikong
kepada Dirut bahwa siaran RRI di Entikong “Sekali Mengudara
dan Sesekali Hilang dari Udara”.
Menyikapi itu, muncul perintah lansung Dirut untuk
mengoperasikan RRI Entikong dengan me-relay siaran Pro 1
Pontianak selama 6 jam. Pada akhirnya, RRI Entikong menjadi
Studio Produksi pertama yang melakukan siaran lokal dengan
menurunkan tim khusus. Tim ini terdiri atas 6 orang staf RRI
Pusat dan 3 orang dari RRI Pontianak. Siaran perdana dimulai
pada 8 Agustus 2009, mengudara selama 19 jam dari pukul
05.00-24.00 WIB. Hingga saat ini, sudah terjadi 7 kali transisi
koordinator di RRI SP Entikong.
RRI Entikong mengudara di FM 100,2 Mhz dengan 11 tenaga
kontrak lokal, masing-masing 3 penyiar, 3 reporter, 3 teknisi, 1
staff administrasi dan 1 bagian umum. Sistem kerja yang
diberlakukan adalah dinas shift (per 9 jam) dan penugasan
khusus dengan mengoptimalkan SDM yang ada. RRI SP Entikong
beroperasi mengunakan pemancar berkekuatan 1 KW yang
dipinjamkan oleh RRI Pontianak dengan suplai daya listrik dari
genset 45 KVA dan PLN sebesar 6600 VA, secara bergantian.
7
44
B. Pola Siaran
Pola siaran yang diberlakukan di RRI SP Entikong adalah
Pola 6-6-7, yaitu:
6 jam relay Pro 3 RRI
6 jam relay Pro 1 RRI Pontianak
7 jam siaran lokal yang terdiri dari:
- Informasi dan hiburan
- Berita (Warta 12 dan Suara Perbatasan)
- Budaya (siaran berbahasa daerah)
- Dialog (sebagai ruang komunikasi publik)
C. Produk Siaran
Produk utama siaran RRI SP Entikong adalah:
Beranda Pagi (komentar dan opini), berdurasi 30 menit
dengan menyiarkan respon pendengar yaitu dari 5
penelepon dan 14 SMS.
Musik dan hiburan, yang terdiri dari:
- Irama Melayu
- Kontak Monitor Pop
- Musik Dangdut Siang, berdurasi 125 menit dengan
melibatkan respon dari 200 penelepon dan 300
SMS.
Lingkungan Kita (Green Radio), durasi 30 menit.
Panorama Kehidupan, berdurasi 25 menit.
Arena Pemuda dan Pelajar, berdurasi 40 menit
disiarkan 3 kali seminggu.
Siaran Paket:
Rumah Kita (Siaran Bahasa Daerah), durasi 95 menit
menggunakan bahasa Dayak Iban, Dayak Bidayuh, dan
Melayu. Melibatkan pendengar di wilayah perbatasan
Indonesia dan Sarawak, Malaysia. Menerima respon
rata-rata 40 telepon dan 80-100 SMS.
45
Siaran Budaya Berbalas Pantun (interaktif).
Siaran Bela Negara (melibatkan pengasuh dari prajurit
TNI di PAMTAS).
Produk Pemberitaan:
Warta 12, durasi 15 menit.
Suara Perbatasan lokal, durasi 15 menit.
Suara Perbatasan nasional berdurasi 20 menit,
disiarkan 3 kali seminggu.
Dialog (Ruang Komunikasi), berdurasi 40 menit.
ROS
Akumulasi Perbulan:
Berita Warta 12 & Supertas
- Laporan: 168
- Berita Insert: 168
- Berita Lempang: 56
Total: 392
ROS: 26 - 30 ( Lokal )
Pengiriman berita ke Pro 3 Jaringan, dua berita
setiap hari.
D. Pencapaian Hasil
Selama hampir dua tahun mengudara, RRI SP Entikong
telah menunjukkan hasil yang signifikan. Dirinci seperi di
bawah ini:
1) Jangkauan siaran
Perbatasan Sanggau, Sintang, Bengkayang, Landak,
dan Wilayah Distrik Serian Malaysia (diketahui
melalui pendataan secara manual dari interaksi
telepon dan SMS yang masuk dari pendengar).
46
Pelaksanaan paket siaran dan pemberitaan pada
konten lokal masimal 80 % (informasi, hiburan, dan
paket siaran) dengan kesulitan masing-masing sub
bidang tugas.
2) Pencitraan
Terbentuknya Forum Pendengar RRI Lintas
Perbatasan Entikong pada 4 November 2010. Forum
ini terbentuk atas inisiatif kelompok pendengar yang
terdiri dari unsur tokoh masyarakat, Kepala Desa,
Kepala Dusun, pemuka agama, dan pendengar dari
berbagai kalangan (masyakat perbatasan Indonesia
dan Sarawak, Malaysia).
Pemutaran film mengunakan proyektor ke desa dan
dusun wilayah Perbatasan Kalbar.
Pelaksanaan siaran sambung rasa (“Kontak Tani”)
antara jajaran Muspida Sanggau dan Provinsi
Kalimantan Barat dengan petani dan masyarakat di
perbatasan (dilakukan via telepon dan dialog
langsung di studio, 2 kali seminggu).
E. Strategi Pengembangan Siaran
Produk-produk dan pelaksanaan siaran di RRI SP Entikong
terus dikembangkan, dengan cara antara lain:
Melakukan kerja sama dengan Pemda setempat
(publikasi dan kontribusi untuk kelancaran siaran).
Melakukan kerja sama dengan instansi vertikal yang
ada di PPLB.
Melakukan kerja sama siaran berjaringan dengan radio
pemerintah daerah yang berada di ibukota kabupaten,
guna memperluas jangkauan siaran dan komunitas
pendengar.
47
Menjalin kerja sama dalam siaran dan pemberitaan
lintas negara antara RRI Entikong dengan RTM
Kuching, Sarawak (untuk meningkatkan komunikasi
masyarakat di dua wilayah perbatasan negara).
Sharing informasi bersama pihak Konsulat Jenderal RI
di Kuching.
F. Kendala
Menjadi studio produksi pertama yang berhasil mengudara
tidak membuat RRI SP Entikong lepas dari masalah. Ada
beberapa kendala yang masih dihadapi dan perlu dicari
solusinya, yaitu:
1. Keterbatasan kemampuan SDM pada profesi.
2. Hanya ada 10 orang tenaga operasional ( tidak termasuk 2
orang bagian administrasi dan umum) yang harus bekerja
setiap hari.
3. Sarana informasi penunjang siaran (jaringan telepon,
internet, dan surat kabar) tidak tersedia.
4. Jarak dan kondisi geografis wilayah liputan yang tidak
terjangkau sinyal menyulitkan akses reporter, ditambah
tidak tersediannya infrastruktur jalan yang memadai.
5. Pertanggungjawaban pengelolaan biaya operasional sulit
dilakukan karena ke-11 kru Entikong berstatus tenaga
kontrak.
6. Kendaraan operasional (hanya 2 buah motor dinas) belum
mencukupi operasional rutin untuk liputan.
7. Banyak tugas rangkap meliputi siaran, pemberitaan,
teknik, dan administrasi.
48
G. Tindak Lanjut
Sejauh ini, kendala-kendala di atas telah ditindaklanjuti
dengan melakukan berbagai upaya, di antaranya:
1. Memaksimalkan SDM yang ada dalam menjaga kelancaran
operasional siaran.
2. Belajar secara otodidak (dari berbagai sumber) untuk
meningkatkan penguasaan di bidang tugas masing-masing.
3. Melakukan penjadwalan jam kerja dengan sistem
pembagian 3 shift.
4. Saling mendukung dalam mengisi shift antar sub bidang
(teknik, siaran, pemberitaan, dan administrasi) yang
disesuaikan dengan kemampuan individu.
H. Saran
Agar kualitas SDM maupun produk siaran di RRI SP
Entikong bisa ditingkatkan, ada beberapa saran yang perlu
diperhatikan, yakni:
1. Penambahan tenaga operasional khusus Entikong meliputi
tenaga penyiar, reporter dan teknik (minimal masing-
masing satu orang) untuk mengurangi kerja ekstra dari
tenaga operasional yang ada.
2. Penambahan segera sarana telekomunikasi dan
multimedia.
3. Perlu dilakukan diklat profesi bagi tenaga operasional
khusus untuk RRI Perbatasan.
4. Perlu penambahan insentif khusus untuk tenaga opera-
sional yang bertugas di RRI Perbatasan, memper-
timbangkan tingginya biaya transportasi di daerah
perbatasan.
5. Perlu kejelasan status studio RRI Perbatasan dalam
struktur manajemen RRI.
49
2. RRI Boven Digul, Papua (Perbatasan Indonesia- Papua
Nugini)
Diresmikan : 11 September 2009
Siaran : 19 jam
Bahasa : Indonesia
Frekuensi : FM 105.1 Mhz
Kekuatan Pemancar : 1 KW
Jangkauan Siaran : Wilayah Boven Digul dan
sebagian wilayah Papua
Nugini
Jumlah karyawan : 9 orang
3. RRI Batam, Kepulauan Riau (Perbatasan Indonesia-
Singapura-Malaysia)
Diresmikan : 27 Desember 2009
Siaran : 24 jam
Bahasa : Indonesia, Inggris, dan
Cina
Frekuensi : FM 105.1 Mhz
Kekuatan Pemancar : 5 KW
Jangkauan Siaran : Wilayah Batam, Singapura,
Johor-Malaysia, dan
sebagian pulau di
Kepulauan Riau
Jumlah karyawan : 9 orang
Website/Audio Streaming: www.rribatam.blogspot.com
4. RRI Sampang, Madura, Jawa Timur
RRI SP Sampang diresmikan tanggal 27 Februari 2010 oleh
Pemkab Sampang, dengan gedung yang saat ini telah selesai
direnovasi. Sebelumnya, SP Sampang menempati ruang sementara
50
yang masih digunakan hingga sekarang. Peralatan teknik yang
digunakan adalah peralatan lama RRI Sumenep seperti tower
maupun peralatan lainnya, yang didaur ulang oleh Kepala RRI
Sumenep.
RRI SP Sampang mengudara di frekuensi 93.1 FM
menggunakan bahasa Indonesia. Jangkauan siar studio produksi ini
adalah wilayah Sampang, Pamekasan, dan Bangkalan, menggunakan
pemancar berkekuatan 5 Kw.
A. Tujuan
RRI SP Sampang dikembangkan dengan tujuan:
Mengatasi area blank spot di Madura (sebanyak 4
kabupaten), karena sinyal RRI Sumenep hanya sampai
Kab. Pamekasan.
Edukasi bagi masyarakat Sampang dan Bangkalan
karena daerah ini merupakan area kerasnya orang
Madura.
B. Struktur Organisasi dan Kepegawaian
Struktur organisasi RRI SP Sampang dapat dilihat pada
bagan berikut.
Koordinator
Unit Siaran &
Pemberitaan Unit Teknik Unit LU Unit Admin
& Keu.
51
Seluruh karyawan RRI SP Sampang diambil dari SDM RRI
Sumenep yang memiliki kemampuan di bidangnya. Status karyawan
adalah tenaga kontrak berjumlah 10 orang termasuk bagian
Keamanan dan Kepala Unit merangkap penyiar, juga karyawan
administrasi dan keuangan, reporter, dan gatekeeper. Sebanyak 2
reporter ditempatkan di Sampang dan Bangkalan, sisanya bertugas
di Pamekasan. Karyawan SP Sampang telah diberikan pembelajaran
tentang ilmu broadcasting dan Lembaga Penyiaran Publik.
Total gaji karyawan seluruhnya senilai Rp13 juta, jumlah itu
juga digunakan untuk operasional sehari-hari. RRI SP
beroperasi selama 24 jam non stop setiap hari dengan program
siaran lokal 12 jam ditambah program general segmen
termasuk relay berita dari RRI Surabaya dan Sumenep.
C. Program Unggulan
RRI SP Sampang memiliki sejumlah program andalan, yaitu:
1. Madura Today (berisi info aktual) dan Jejaring Madura
(diisi dengan topik terhangat), masing-masing berdurasi 1
jam dalam format berita, berjaringan dengan RRI
Sumenep menggunakan program Skype. Dalam program
ini ada kesempatan untuk Bupati menyapa setiap bulan.
2. Kabar dari Madura, merupakan acara pelestarian
budaya karena berisi lagu-lagu dan kidung Madura,
sekaligus arena interaksi sebagai perwujudan right to
express.
3. Blue Revolution (sedang dirintis), dilatarbelakangi oleh
kondisi Madura khususnya Sampang yang merupakan
daerah maritim dan erat dengan kehidupan laut.
Rencananya, durasi untuk acara ini adalah 1 jam setiap
hari, diawali dengan pesta di tepi pantai dan kegiatan
petik laut.
52
Program Acara RRI SP Sampang 1 Januari 2011
1. Berita Pagi (relay RRI Sumenep), mengudara pukul
06.00-06.30 WIB setiap hari.
2. Kabar Hari Ini, mengudara pukul 06.30-09.00 WIB
(Senin-Jumat) dan pukul 06.30-10.00 WIB (Sabtu-
Minggu).
Bentuk Acara : Obrolan santai seputar informasi
terkini diramu dengan sajian musik easy listening
Indonesia.
Pembawa acara : Duet penyiar pria dan wanita.
Konsep Acara : Memaparkan informasi terkini dari
berbagai sumber seputar politik, hukum, sosial,
ekonomi dan moneter. Dituturkan secara santai
dalam semi dialog sebagai penyegar informasi bagi
masyarakat Sampang dan Bangkalan.
3. Bar Kabar dari Madura/Kabar Dari Madura,
mengudara pukul 10.00-13.00 WIB setiap hari kecuali
Jumat.
Bentuk Acara : Talk show, sajian budaya,
bahasa Madura kidung Madura, phone in program.
Pembawa Acara : Penyiar pria & wanita spesial
Madura.
Konsep Acara : disajikan dalam bahasa
Madura, melibatkan pendengar Sampang dan
Bangkalan. Berisi informasi seputar kehidupan
masyarakat, paket salam dan rekues tembang
Madura. Disampaikan dengan bahasa kocak, lucu
terkendali dan santai.
53
4. Madura Today (plus Bupati menyapa setiap minggu
ketiga), disiarkan pukul 09.00-10.00 setiap Senin-Jumat.
Bentuk Acara : Networking program.
Pembawa Acara : dari RRI Sumenep dan Sampang.
Konsep Acara : penyajian informasi
Madura sepenuhnya.
5. Musik Islami dan Jejaring Madura, mengudara setiap
hari Jumat pukul 11.00-12.00 WIB.
Bentuk Acara : Sajian musik Islami, jingle
(station ID), dan adzan
Pembawa Acara : -
Konsep Acara : menyajikan irama musik
Islami sebagai pengantar shalat Jumat.
6. Nyantai Sejenak, mengudara setiap Jumat pukul 12.00-
13.00 WIB
Bentuk Acara : Talk show berisi informasi
ringan
Pembawa Acara : Penyiar tunggal
Konsep Acara : Menyajikan informasi
ringan yang dipadu dengan lagu Indonesia berirama
slow sebagai pengantar makan siang dan persiapan
menuju rutinitas kerja. Disampaikan dengan santai
dan komunikatif.
7. Hidup Sehat, disiarkan setiap Jumat pukul 13.30-15.00
WIB
Bentuk Acara : Talk show, variety show
(dengan musik Indonesia berirama slow/nostalgia ),
phone in program.
54
Pembawa Acara : Penyiar tunggal.
Konsep Acara : Informasi seputar
kesehatan dan dialog kesehatan bersama dokter dari
berbagai spesialisasi.
8. Lagia (Lagu Nostalgia) disiarkan Senin-Sabtu pukul
13.20-15.00 WIB (kecuali Jumat)
Bentuk Acara : Talk show, variety show,
sajian lagu-lagu nostagia, phone in program.
Pembawa Acara : Penyiar wanita.
Konsep Acara : Sebagai sarana bersantai
dan beristirahat siang dengan sajian lagu-lagu
nostalgia serta sekilas informasi seputar lagu
terprogram dan rekues pendengar.
9. Info Prima (relay RRI Surabaya), disiarkan pukul 16.00-
16.25 WIB setiap hari.
10. Om Sam (Orang Mudanya Sampang), mengudara setiap
Senin-Sabtu pukul 15.00-17.00 WIB.
Bentuk Acara : Talk show, variety show,
sajian lagu terkini, phone in program.
Pembawa Acara : Penyiar wanita
Konsep Acara : Merangkul keinginan
kawula muda yang energik dalam sajian kata santun
dan bijak berwawasan intelektual. Disajikan dengan
selingan informasi perkembangan teknologi dan
sains plus kuis.
11. Islami Sore, disiarkan setiap hari Senin-Minggu pukul
17.00-18.00 WIB (17.58 Station ID to Pro 3)
55
Bentuk Acara : Sajian musik Islami, adzan
Maghrib, dan sentuhan iman.
Pembawa Acara : -
Konsep Acara : khasanah Madura yang
Islami, spot sentuhan iman serta barometer waktu
adzan Maghrib untuk masyarakat Sampang dan
sekitarnya.
12. Relay Pro 3 setiap hari pukul 18.00-05.58 WIB.
5. RRI Takengon, NAD
Diresmikan : 11 Mei 2010
Siaran : 15 Jam (07.00-22.00
WIB)
Bahasa : Indonesia dan Gayo
Frekuensi : FM 93.0 Mhz
Kekuatan Pemancar : 100 Watt
Jangkauan Siaran : Wilayah Aceh Tengah dan
Bener Merah
Jumlah karyawan : 8 orang
6. RRI Malinau, Kalimantan Timur (Perbatasan
Indonesia-Malaysia)
RRI SP Malinau diresmikan tanggal 21 Juli 201o. Studio
produksi ini beroperasi selama 24 jam menggunakan bahasa
Indonesia, Lundaye, dan Tidung. Mengudara di frekuensi 95.5 MHz,
RRI SP Malinau menggunakan pemancar berkekuaran 1 Kw dan
berhasil menjangkau wilayah Malinau, Kab. Tanah Tidung, pinggiran
kota Tarakan dan Nunukan, plus sebagian perbatasan Indonesia
dengan Sarawak, Malaysia. Wilayah siar ini dibuktikan dari SMS
yang masuk saat program siaran.
56
A. Kegiatan Siaran Lokal (Local Content) Studio Produksi
Malinau
B. Acara Mingguan Studio Produksi Malinau
Hari Jam Acara Narasumber Format
Senin 11.15 – 12.00
16.00 – 17.00
17.15 – 18.00
Dialog Perbatasan Sapa Kenyah Dunia Tani & nelayan
KPUD Malinau Dina Imanuel Bidang Pertanian
Interaktif Informasi & hiburan Dialog interaktif
Selasa 11.15 – 12.00
16.00 – 17.00
17.15 – 18.00
Dialog Perbatasan Sapa Lundaye Dunia Tani & nelayan
Polres Malinau Maity Diana Bidang Peternakan
Interaktif Informasi & hiburan Dialog interaktif
57
Rabu 11.15 – 12.00
16.00 – 17.00
17.15 – 18.00
Dialog Perbatasan Arena Pemuda & pelajar Dunia Tani & nelayan
Dinas Budpar Dinas Pendidikan Bidang Perkebunan
Interaktif Informasi & hiburan Dialog interaktif
Kamis 11.15 – 12.00
16.00 – 17.00
17.15 – 18.00
Dialog Perbatasan Ruang Kesehatan Dunia Tani & nelayan
Pertahanan Puskesmas Kota Bidang Perikanan
Interaktif Informasi & hiburan Dialog interaktif
Jumat Sabtu
11.15 – 12.00
16.00 – 17.00
17.15 – 18.00 11.15 – 12.00
16.00 – 17.00
Dialog Perbatasan Bina Anak Ceria Sapa Kenyah Dialog Perbatasan Sapa Lundayeh
Kementrian Agama Ml TK- Malinau Dina Imanuel Perbankan Maity Diana
Interaktif Informasi & hiburan Dialog interaktif Interaktif Informatif & hiburan
Minggu 11.15 – 12.00
16.00 – 17.00
Info Remaja Malinau Dangdut
Horoskop/mode Masyarakat/ Rekues
Interaktif Informasi & hiburan
C. Kegiatan Siaran Relay
1) Pro 3 Jaringan Nasional (menggunakan uplink-downlink)
58
2) RRI Samarinda (menggunakan audio streaming)
D. Potensi SDM SP Malinau
Karyawan yang mengoperasikan RRI SP Malinau dapat
dirinci sebagai berikut:
Koordinator : 1 orang
Reporter : 2 orang
Penyiar : 2 orang
Pengisi acara Dayak :2 org
Teknisi : 2 (STO dan TX)
Adm. : 1 orang
Kebersihan dan keamanan :2 orang
E. Kendala di Studio Malinau
1. SDM: jumlah SDM tidak sebanding lamanya jam siaran.
2. Teknik: sering terjadi pemadaman listrik oleh PLN (4-5
kali seminggu), tidak ada genset, terbatasnya jumlah
komputer di studio, tidak ada UPS.
3. Belum ada sarana transportasi padahal wilayah coverage
liputan dan perkantoran amat luas.
59
4. Masyarakat masih belum bisa memanfaatkan informasi
dengan baik, sering komplain dan masih mengandalkan
kekuatan/kekerasan dalam mengatasi masalah.
5. Narasumber kurang kooperatif (kurang terbuka).
F. Pemecahan Masalah
1. SDM: memaksimalkan tenaga yang ada dan
menggunakan sistem giliran. Bahkan ada yang mendapat
giliran 3 kali sehari.
2. Teknik: memanfaatkan laptop pribadi untuk menyiasati
keterbatasan jumlah komputer.
3. Fasilitas kendaraan: meminjam kendaraan tenaga
honorer dan/atau menumpang pihak lain.
4. Memberikan penjelasan tentang Kode Etik Jurnalistik.
5. Melakukan pendekatan dan sharing dengan narasumber
sehingga timbul kepercayaan terhadap RRI.
7. RRI Sabang, NAD (Perbatasan Indonesia-Malaysia)
Studio Produksi Sabang diresmikan pada tanggal 31 Juli
2010, oleh Direktur Utama LPP RRI Parni Hadi. Operasi perdananya
ditandai dengan dialog antara pendengar dari Sabang dengan
Merauke. Keberadaan RRI SP Sabang mendapat dukungan dari
Pemerintah Kota/Sabang berupa peminjaman gedung/bangunan
untuk operasional studio. Kini, gedung ini dalam proses hibah.
Studio Produksi Sabang mengudara di FM 94.0 MHz dengan
kekuatan pemancar awal 500 Watt, dan terakhir turun menjadi 100
Watt. RRI SP Sabang menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa
daerah Sabang/Aceh. Jangkauan siarannya adalah wilayah Sabang,
Banda Aceh, dioperasikan oleh 9 orang karyawan.
60
A. Program Siaran
Sejak peresmian, RRI SP Sabang mengudara selama 19 jam.
Namun per tanggal 1 September 2010, siaran diperpanjang
hingga 24 jam (pukul 24.00 s.d 06.00 WIB, gabung Pro 3).
Perincian programa adalah sebagai berikut:
Siaran Programa 3 = 30 %
Siaran Regional/jaringan = 30 %
Lokal = 40 %
B. Sarana dan Prasarana
1 unit kantor
1 unit pemancar
1 unit studio siaran lengkap
1 unit studio rekaman
Tidak ada mobil
C. Sumber Daya Manusia
Saat ini hanya ada SDM berikut: 1 orang koordinator, 2
orang tenaga penyiar/reporter BKO Banda Aceh, 6 tenaga
magang/putra daerah
D. Output Studio Produksi
1. Masyarakat merasakan secara nyata manfaat kehadiran
SP, terjadi interaksi dua arah antara masyarakat dengan
Studio Produksi.
2. Pemerintah Kota Sabang sangat terbantu dengan peran
SP sebagai media yang menjembatani pemerintah
dengan masyarakat. Menjalankan fungsi sebagai media
control.
61
8. RRI Kaimana, Papua Barat (Perbatasan Indonesia-
Papua Nugini)
Pendirian RRI SP Kaimana diawali dengan survei yang
dilakuka noleh tim LPP RRI pada Agustus 2007 lalu. Survei ini
dilakukan atas permintaan Pemda Kabupaten Kaimana. Pertengahan
tahu 2009, tim melakukan penjajakan ulang pendirian studio ini.
Pada April 2010, tim berhasil melaksanakan pembebasan lahan dan
pembangunan gedung studio produksi. Hingga akhirnya pada
tanggal 29 Agustus 2010, gedung dan operasi Studio Produksi RRI
Kaimana diresmikan oleh Dirut LPP RRI, Parni Hadi. Sejak itu, RRI
SP Kaimana beroperasi selama 18 jam setiap hari.
A. Program Siaran
Program siaran yang mengudara di RRI SP Kaimana adalah
sebagai berikut:
1. Relay Pro 3 dan Pro 4:
Warta Berita
Indonesia Menyapa
Budaya Nusantara
Acara insidentil lain
2. Relay Pro 3 Fak-fak:
Warta Berita Daerah (pagi dan sore)
Warta Berita Se-Papua
Jendela Informasi Wanita
Balada Nusa
Panorama Wisata
Ruang Layanan Masyarakat
3. Siaran lokal:
Goyang Sirosa (siaran dalam 3 bahasa suku besar)
Pesona Kampung (Sipedes)
Hidup Sehat
Alam Permai (dialog lingkungan)
62
Siaran Keagamaan
Dinamika Senja (warta berita lokal)
Potret TNI
Zamrut Indonesia
Suara Kaimana
B. Sarana dan Prasarana/Aset
Peralatan dan perlengkapan penunjang operasional RRI SP
Kaimana antara lain:
Lahan seluas 2,5 Ha
Gedung kantor/studio ukuran 8 x 14 m²
Komputer adminstrasi sebanyak 3 unit
Komputer siaran sebanyak 2 unit
Mobil siaran luar sebanyak 1 unit
kendaraan roda dua sebanyak 1 unit
Pemancar berkekuatan 1 Kw
Tower setinggi 54 meter
Peralatan studio editing sebanyak 1 unit
Peralatan studio continuity sebanyak 1 unit
C. SDM Studio Produksi
RRI SP Kaimana dioperasikan oleh 9 orang karyawan, terdiri
dari 4 orang berstatus PNS dan 5 orang tenaga bantu lokal.
Dalam mengoperasikan studio produksi, mereka seringkali
melakukan kerja multifungsi karena keterbatasan SDM yang
ada. Setiap hari Sabtu diadakan in-house training untuk
meningkatkan kapasitas masing-masing karyawan.
D. Catatan Kebutuhan:
Hingga saat ini RRI SP Kaimana menghadapi berbagai
permasalahan dan keterbatasan. Untuk bisa mengatasinya, ada
beberapa kebutuhan yang harus dipenuhi segera, yaitu:
63
Pemasangan grounding/penangkal petir.
Pengadaan genset
Pengadaan rotator
9. RRI Oksibil, Pegunungan Bintang (Perbatasan
Indonesia-Papua Nugini)
Diresmikan : 2 September 2010
Siaran : 8 jam (06.00-10.00 WIT
dan 16.00-20.00)
Bahasa : Indonesia
Frekuensi : FM 90.0 Mhz
Kekuatan Pemancar : 300 Watt
Jangkauan Siaran : Wilayah Pegunungan
Bintang dan Papua Nugini
Jumlah karyawan : 4 orang
Menggunakan Genset
10. RRI Skouw (Perbatasan Indonesia-Papua Nugini)
Diresmikan : 1 September 2010
Siaran : 8 jam (06.00-10.00 WIT
dan 16.00-20.00)
Bahasa : Indonesia
Frekuensi : FM 98.3 Mhz
Kekuatan Pemancar : 1 Kw
Jangkauan Siaran : Wilayah Skouw dan PNG
Jumlah karyawan : 4 orang
Menggunakan Genset
11. RRI Atambua, NTT (Perbatasan Indonesia-Timurleste)
Peresmian Studio Produksi Atambua dilakukan Dirut LPP
RRI sebagai jawaban atas permintaan masyarakat Belu yang
64
menginginkan kehadiran RRI di Atambua. Sesuai proposal kerja
sama RRI dan Pemda Belu, maka pemerintah setempat menyediakan
lahan dan membangun gedung studio dan gedung pemancar yang
akan dimulai tahun 2011. Dengan adanya RRI Atambua, diharapkan
masyarakat dapat mengakses setiap informasi yang baik dan benar
untuk dapat berkembang ke arah lebih baik.
Hingga 2011, Studio Produksi Atambua masih menggunakan
ruangan yang dipinjam dari Bidang Telematika Dinas Perhubungan
Komunikasi dan Informatika Kabupaten Belu. RRI SP Atambua
mengudara setiap hari mulai pukul 06.00-20.00 WITA.
A. Peralatan Teknik :
Sarana dan prasarana penunjang operasional RRI SP
Atambua antara lain:
Pemancar berkekuatan 150 Watt.
Mixer (Pinjaman RRI Kupang).
Tape CD sebanyak 1 buah.
Komputer sebanyak 2 unti yang digunakan untuk siaran
dan pemberitaan tanpa printer.
Microphone sebanyak 1 buah untuk siaran, 5 buah
belum dipergunakan.
Parabola sebanyak 1 buah untuk me-relay siaran RRI
Pro 3.
Tower 40 m (pinjaman Pemda Belu).
Listrik PLN yang sangat terbatas (tegangan rendah dan
sering terjadi pemadaman).
B. Sumber Daya Manusia
Sampai saat ini, RRI Atambua dikelola oleh 5 personil.
Kelima personil tersebut terdiri dari 2 tenaga PNS dari RRI
Kupang yaitu koordinator merangkap reporter dan penyiar
65
merangkap programer, serta 3 tenaga kontrak
(teknisi/operator, calon reporter, dan calon penyiar).
Semuanya melaksanakan tugas berdasarkan SK Dirut dan SK
Kepsta Kupang untuk 3 bulan. Biaya listrik ditanggung Pemda
sedang air dan telepon belum terpasang hingga 2011.
C. Kesimpulan dan Saran:
Kesimpulan:
1. Studio Produksi RRI Atambua masih bergantung pada
RRI Kupang.
2. Tahun Anggaran 2011, Pemda Belu berencana bangun
Gedung Studio dan Pemancar RRI Atambua.
Saran:
1. Segera lengkapi peralatan studio produksi dan peralatan
siaran langsung untuk event-event penting.
2. Perlu kejelasan tentang biaya operasional siaran
termasuk honor petugas.
3. Kejelasan pengiriman kendaraan roda dua untuk
operasional RRI Atambua
12. RRI Ampana, Sulawesi Tengah (Kawasan terpencil)
Diresmikan : 1 Oktober 2010
Siaran : 11 jam ( 05.00 – 22.oo WITA )
Bahasa : Indonesia, Bahasa Daerah Kaili
Frekuensi : FM 93.0 Mhz
Kekuatan Pemancar : 1 Kw
Jangkauan Siaran : Wilayah Tojo Una-una, Poso, dan
Kepulauan Togean
Jumlah karyawan 4 : orang
66
13. RRI Nunukan, Kalimantan Timur
Diresmikan : 12 Oktober 2010
Siaran : 19 jam
Bahasa : Indonesia, Bahasa Tidung Bugis
Frekuensi : FM 97.1 Mhz
Kekuatan Pemancar : 1 Kw
Jangkauan Siaran : Wilayah Nunukan hingga Pulau
Sebatik dan Tawaw, Malaysia
Jumlah karyawan : 6 orang
14. Studio Produksi RRI Padang Pariaman
Jln. Diponegoro, Kota Pariaman, Sumatera Barat. Koordinat : 00°.37’.35,09” S , 100°.07’.03,98” E. Panjang feeder: 50 meter. Spesifikasi Teknis Peralatan Pemancar : Merk : RVL 500-LCD, Power 500 watt. Spesifikasi Teknis Peralatan Antenna: Merk RF-SL1- 4 bay. Tinggi 40 meter. Frekuensi : 97,1 MHz Programa Siaran : Siaran Lokal dan Relay Pro1-Pro3 RRI.
15. Studio Produksi RRI Sendawar, Kalimantan
Timur (Perbatasan Indonesia-Malaysia).
Diresmikan Maret 2011
67
Lampiran-lampiran:
LAPORAN SINGKAT SEMILOKA SIARAN PERBATASAN
DI TARAKAN
1. PENDAHULUAN
Ketimpangan sosial ekonomi masyarakat di kawasan perbatasan sangat menyolok, menyebabkan tingginya tingkat Kriminal, ketimpangan arus batasan informasi, keterbatasan akses informasi NKRI, kurangnya rasa memiliki/pembelaan terhadap Negara dan ketidakberdayaan masyarakat. RRI memutuskan untuk mengambil prakarsa mendirikan stasiun produksi RRI dikawasan perbatasan. Hal ini mengacu pada pasal 5, PP Nomor 11 tahun 2005 tentang Lembaga Penyiaran Publik (LPP RRI).
Dalam kegiatan penyiaran RRI, menyelenggarakan siaran dengan sistem stasiun jaringan yang menjangkau keseluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Disamping itu RRI sebagai radio publik berskala nasional berfungsi memberi informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol dan perekat sosial, pelestari budaya bangsa yang berorientasi pada seluruh kepentingan masyarakat (Pasal 3 ayat 1 PP 11 Tahun 2005).
Berdirinya studio RRI di kawasan perbatasan, semakin memperkuat realisasi RRI dalam mewujudkan visi dan misinya. Salah satu visi RRI adalah menjadikan LPP RRI Sebagai Radio Publik berjaringan terluas, pembentuk karakter bangsa dan berkelas dunia, sedangkan misi RRI antara lain mengembangkan program siaran di wilayah perbatasan untuk menjaga kedaulatan NKRI. Guna melibatkan masyarakat dan memerankan RRI dalam pemberdayaan, ditempuh upaya melibatkan partisipasi publik seperti mengikutsertakan masyarakat dalam siaran dan mengajak untuk melakukan evaluasi bahkan ikut serta membangun RRI dalam bentuk bantuan baik moril maupun materil, di berbagai kawasan.
Dengan adanya studio produksi disetiap wilayah perbatasan maka akan memberikan ruang publik (untuk mengetahui informasi
68
dan menyampaikan aspirasi), mengatasi kesenjangan informasi dikawasan perbatasan dengan mendorong sikap masyarakat untuk mencintai dan membela NKRI. Studio Produksi RRI harus menjadi pusat kegiatan Publik (in the center of public activity), pusat seni, budaya, olah raga dan sosial.
Hingga Desember 2010 jumlah studio produksi RRI yang tersebar dikawasan perbatasan sejak didirikan 15 Juli 2009 sampai sekarang mencapai 14 studio produksi. Pertama Studio Produksi Entikong (Kalbar ), dan terakhir studio Produksi RRI Nunukan (Kaltim) yang diresmikan 11 Oktober 2010. 14 studio Produksi RRI sebagian besar berbatasan langsung negara tetangga antara lain Malaysia, PNG dan Timor Leste. Sedangkan perbatasan laut antara lain dengan Malaysia, Papua Nugini, Timor Leste, Singapura, Australia, Vietnam dan Thailand.
2. KONDISI EMPIRIK
SIARAN
Secara umum belum mencapai prosentase siaran yang sudah ditentukan (40 sampai 60% konten lokal)
Keterlibatan publik lokal masih belum maksimal
Kemitraan dengan stakeholder di wilayah perbatasan masih terbatas
Belum adanya juklak dan juknis pedoman siaran di wilayah perbatasan
Belum ada model (style) penyiaran program perbatasan versi Studio RRI yang permanen/berlaku nasional
Belum maksimalnya kualitas hasil produksi siaran
PEMBERITAAN
Belum adanya siaran berita berjaringan antara studio produksi dengan stasiun RRI terdekat
Belum bervariasinya penyajian program berita
Nara sumber masih mayoritas dari kalangan eksekutif setempat
Belum terselenggaranya siaran langsung nasional, event-event terpenting di daerah perbatasan
69
SUMBER DAYA MANUSIA
Masih kurangnya tenaga SDM di studio produksi
Belum adanya kualifikasi tenaga SDM yang memadai
Belum adanya pembekalan terhadap program siaran studio produksi
Belum adanya jaminan kesejahteraan baik bersifat finansial maupun masa depan kepegawaian
Belum adanya jaminan kesehatan dan asuransi jiwa PNS dan Non-PNS
KEUANGAN DAN INFRASTRUKTUR
Standar biaya produksi belum jelas, terutama yang berbasis biaya kemahalan
Perlunya diperhatikan biaya perjalanan untuk liputan didaerah terpencil antar kecamatan, misalnya dalam satu kota/lokasi kegiatan harus menggunakan pesawat atau speed-boat
Tidak lancarnya pencairan anggaran dari pusat ke studio perbatasan
INFRASTRUKTUR
Peralatan produksi dan siaran yang belum memadai
Sarana Prasarana penunjang kantor studio belum maksimal
Belum memiliki gedung kantor sendiri
Belum adanya kendaraan dinas untuk operasional lapangan
Belum memiliki tower pemancar sendiri
Belum adanya genset dan UPS
3. REKOMENDASI PENGEMBANGAN
SIARAN
Siaran bernuansa Hankam (mengakomodir untuk pertahanan dan diplomatik), TNI / Polri. Format : Dialog berjaringan, Siaran Pedesaan, Feature / DBU. Khusus RRI Malinau mengakomodir masyarakat rumpun Tidung
70
Paket acara lagu – lagu serumpun (Malaysia dan Indonesia)
Titian Muhibah atau Kabar dari Rantau (sasaran TKI)
Siaran Cinta produk Indonesia: Dialog berjaringan, Feature / DBU
BERITA
Pengembangan Berita di daerah perbatasan / pertukaran antara RRI Tarakan, Stasiun produksi Nunukan dan Produksi Malinau
Buletin Berita laporan langsung dari lapangan maupun dari Pos Lintas Batas
Perlu penambahan contributor di daerah Sebatik dan Krayan sebagai beranda terdepan NKRI
Setiap berita diupayakan masuk ke KBRN/PUSPEM baik melalui ROS atau ROS Via G-mail
Dialog Sambung rasa, Budaya Nusantara, Tabir berita sudah seharusnya melibatkan stasiun produksi.
Stasiun produksi dilibatkan, dalam paket Korwil VI Kalimantan, Lintas berita dan Lintas Borneo.
SDM (SUMBER DAYA MANUSIA)
SDM sangat terbatas, diantaranya tekniksi, reporter dan penyiar
SDM minimal 8 hingga 11 Orang o 1 Koordinator o 1 tenaga Administrasi o 6-9 tenaga Pelaksana
Kualifikasi Pendidikan yang direkrut minimal D 3
Memiliki kemampuan spesifik penyiaran
Reward dan Punishment yang jelas
Pertukaran Karyawan antar Stasiun dalam rangka penyegaran
Waktu Penugasan minimal 6 bulan (jika terlalu singkat program-program perencanaan tidak berjalan)
Perlu adanya pelatihan kepada SDM yang di tempatkan di studio produksi
71
KEUANGAN
Keseriusan kantor pusat untuk mempercepat proses pencarian anggaran secara tepat waktu.
Perlunya anggaran transportasi, berbasis tunjangan kemahalan
Perlu ada KPA ( Kuasa Pengguna Anggaran ) sendiri
INFRASTRUKTUR
Perlu dibangun pemancar sebesar 5 kilo watt
Pembangunan gedung kantor format radio
Perlunya menambah peralatan siaran yang masih terbatas
Perlunya kendaraan operasional
Pembangunan tower, lahan dan gedung pemancar
Perlu genzet, furniture kantor Disarikan dari laporan kegiatan Semiloka Pemberitaan Studio
Produksi LPP RRI, yang dilaksanakan di LPP RRI Tarakan, Kalimantan Timur, 2-3 Desember 2010.
72
LAPORAN EKSEKUTIF BULANAN (CONTOH)
STUDIO PRODUKSI : …………………………………………………………………… FREKUENSI : …………………………………………………………………… ALAMAT : …………………………………………………………………… KOORDINATOR : ……………………………………………………………………
No Bidang Penjelasan
1 Program dan
Produksi
Program-program yang sudah berjalan…………. Problem yang masih dihadapi……………… Solusi yang sudah dilakukan………….. Respon pendengar dan PEMDA……………
2 Layanan dan Pengembangan
Usaha
Perkembangan yang sudah berjalan…………. Problem yang masih dihadapi……………… Solusi yang sudah dilakukan…………..
3 SDM dan Umum
Kondisi SDM dan administrasi…………..…………. Problem yang masih dihadapi……………… Solusi yang sudah dilakukan…………..
4 Teknik
Kondisi teknis dan jangkauan siaran…………. Problem yang masih dihadapi……………… Solusi yang sudah dilakukan…………..
5 Keuangan
Perkembangan penggunaan dana…………. Problem yang masih dihadapi……………… Solusi yang sudah dilakukan…………..
Lampiran harus berisi foto-foto kegiatan terbaru (Jika Ada), juga jadwal Acara Bulanan, Data inventaris, Produktifitas Berita dan sebagainya. Koordinator Studio Produksi………………….. (……………………………………………………..)
73
Panglima Perang Itu Bernama RRI Oleh: Petrus Suryadi
Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia (LPP RRI) memenuhi janjinya pada 2010 dapat memulai siaran radio dari wilayah perbatasan Republik Indonesia-Timor Leste ketika tanggal 16 September 2010, saat Parni Hadi selaku Direktur Utama (Dirut)-nya meresmikan operasional Stasiun LPP RRI Atambua, Nusa Tenggara Timur (NTT). Parni Hadi saat itu didampingi Komandan Resor Militer (Danrem) 461/Wirasakti, Kolonel Inf. I Dewa Ketut Siangan, Bupati Belu, Drs. Joachim Lopez, dan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Belu, Simon Guido Sera, yang meletakkan batu pertama gedung studio produksi dan sekaligus meresmikan operasional LPP RRI di Kecamatan Atambua, , NTT. Hal tersebut menandai peran terdepan siaran RRI di wilayah yang berbatasan dengan negara tetangga Timor Leste. Saat ini LPP RRI memiliki 14 studio produksi di kawasan perbatasan negara tetangga, yaitu di Skow, Oksibil, Boven Digul, Kaimana, Entikong, Malinau, Nunukan, Longbagan, Putusibau, Batam, Sabang, Sampang, Takengon dan Atambua. Bahkan Studio Produksi LPP RRI di Tahuna, Sangir Talaud, statusnya telah naik status menjadi stasiun/studio penyiaran. Pada pengoperasian Studio Produksi LPP RRI Atambua itu ditandai dengan siaran khusus dan dialog dalam program “Indonesia Menyapa dari Atambua”, dan Joachim Lopez bicara soal isolasi informasi di daerahnya. Adapun Kolonel I Ketut Dewa Siangan mengemukakan manfaat siaran radio bagi pasukan yang bertugas di perbatasan sepanjang 268 kilometer dari sektor barat ke timur. Sedangkan, Parni Hadi menegaskan tentang “Sabuk Pengaman Informasi”, dan peran LPP RRI di daerah perbatasan NTT dengan Timor Leste.
74
Konsep dan Program “Sabuk Pengaman Informasi” awalnya diluncurkan Parni Hadi pada peringatan Hari Radio 2006 dalam bingkai tema “Menjaga Integritas Bangsa”. Ini merupakan suatu konsep dan program yang makin tinggi relevansinya dan terus bergulir maju, khususnya saat ini dengan telah dimilikinya 14 studio produksi plus stasiun penyiaran di perbatasan. Seorang Parni Hadi dapat dikatakan sebagai komunikator ulung sejalan dengan karir jurnalistiknya dari Kantor Berita ANTARA pada 1973, dan pernah membidani harian umum Republika. Ia bisa jadi tidak sempat berkomunikasi dengan Benjamin Palmer, yang pada awal tahun 1900-an dicatat oleh Joseph R. Dominick (pada 1999) mendirikan Palmer College of Chiropractic di Davenport, Iowa, Amerika Serikat (AS), yang kemudian mendirikan perusahaan siaran radio WHO dalam wadah perusahaan milik keluarga berbendera Palmer Communication pada 1930-an. Konsep dan program siaran “Sabuk Pengaman Informasi” RRI yang digagas Parni Hadi mirip dengan program siaran “The Corn Belt Hour” (Jam Siaran Sabuk Belulang) radio WHO yang memperoleh penghargaan nasional AS pada 1939. Dengan konsep dan program siaran “Sabuk Pengaman Informasi” ini RRI telah menempatkan di barisan terdepan (forefront) dalam memberikan pelayanan siaran dan informasi di daerah perbatasan dan daerah-daerah terpencil yang tidak tersentuh oleh terpaan media massa lainnya. Program siaran “Sabuk Pengaman Informasi” didesain untuk siaran radio di kawasan perbatasan, sehingga sangat relevan dengan fenomena “Perang Informasi”. Oleh karena program siaran ini bertujuan sebagai pelayanan siaran dan informasi di daerah-daerah terpencil, maka konsep dan programnya sangat signifikan bagi perang melawan pemiskinan dan kemiskinan informasi dan isolasi informasi.
75
“Sabuk Pengaman Informasi” adalah siaran khusus RRI yang berada di daerah perbatasan. Siarannya dibuat dengan muatan dan misi khusus, antara lain dipancarkan dari Batam yang berbatasan dengan Singapura, dan dari perbatasan Entikong di Kalimantan Barat (Kalbar) yang berbatasan dengan Malaysia. Perang informasi pada lingkup TNI pertama kali diungkap oleh Jenderal TNI R. Hartono semasa ia menjadi Kepala Staf Tentara Nasional Angkatan Darat (Kasad) era Orde Baru. Kemudian Jenderal TNI Tyasno Sudarto semasa menjadi Kasad memulai rencana sosialisasi, pentahapan dan program perang informasi secara lebih rinci, tapi terbatas. Kemudian, Brigjen TNI Hotma Panjaitan semasa menjabat sebagai Kepala Dinas Penerangan TNI AD juga menyiapkan rintisan perang informasi. Jika dirunut ke belakang lagi, periode 1980 – 1990-an TNI telah mengidentifikasi dan menaruh perhatian besar terhadap perang informasi. Itu semasa Jenderal TNI Try Sutrisno menjabat sebagai Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI), yang kemudian kembali alih nama TNI. Ia kala itu menugasi beberapa perwira dan tenaga ahli sipil untuk mengkhususkan perhatian menyangkut perang masa depan, termasuk perang informasi dan anti-terorisme. Dalam program pendidikan regional dan sekolah staf fungsional (Dikreg/Sesfung) TNI Angkatan Laut (AL) pada 2001, dan kursus kepala penerangan di sekolah staf komando TNI AD (Suskapen-Seskoad) 2005, serta kursus atase pertahanan Badan Intelijen Strategis (Sus Athan Bais) TNI 2006 ada beberapa hal yang menyangkut perang iInformasi juga dibahas. Perang informasi yang dikembangkan, antara lain konsep, program dan kasus-kasus mendasar dan pembahasan di lembaga pendidikan tersebut. Hanya saja, sayangnya, program tersebut tidak ditingkatkan dan berlanjut. Selain itu pergantian pucuk
76
pimpinan TNI yang berlangsung secara periodik menyebabkan beberapa masalah tertentu, termasuk perang informasi, belum sempat tertangani serta cenderung terabaikan. Bagaimana pun masyarakat umum sempat tercengang ketika seorang Menteri Penerangan (Menpen) yang mantan Kasad ABRI, Jenderal TNI R. Hartono, tiba-tiba menyebut istilah perang informasi hanya beberapa hari setelah dilantik dalam posisinya itu. Fenomena ini membuktikan bahwa sebenarnya para petinggi atau fungsionaris TNI memahami benar arti informasi dan komunikasi secara luas berikut penerapannya dalam konteks militer. Mengapa seorang Hartono mengatakan hal itu tidak pada saat dirinya menjabat Kasad ABRI? Mengapa pula kini justru LPP RRI yang berada di garis terdepan dalam soal perang informasi? Mengapa bukan TNI? Mengapa juga bukan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemeninfo)? Apakah perang informasi merupakan domain TNI atau kewenangan dan tanggungjawab Kementerian Kominfo? Apa pun jawabannya, LPP RRI telah memiliki siaran yang telah mengudara di kawasan perbatasan dan daerah terpencil serta terluar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Ambil contoh, siaran LPP RRI di Batam sudah di arah dan dapat didengar oleh Tenaga Kerja Indonesia (TKI), termasuk Tenaga Kerja Wanita (TKW) yang berada di Singapura hingga Johor Baru. Siaran RRI Batam yang mengudara menggunakan bahasa Inggris dan Mandarin, ternyata mampu menjangkau selera pendengar radio di Singapura dan Johor Baru. Bahkan, pemerintah negeri seberang di mana siaran LPP RRI bisa ditangkap kini mulai “terusik” manakala RRI, yang “Sekali di Udara, Tetap di Udara”, secara berkesinambungan berbahasa Melayu, Inggris dan Mandarin. Begitu juga dengan siaran perbatasan RRI dalam bahasa Inggris di Papua dan Tahuna,
77
Sulawesi Utara (Sulut), telah mampu menjangkau pendengarnya di seberang hingga Fipilina Selatan dan Papua. Untuk siaran di perbatasan Skow dan Oksibil, Papua, RRI bekerjasama dengan anggota TNI AD yang dilatih untuk menjadi penyiar. Upaya RRI menggandeng TNI AD merupakan upaya yang tepat dan signifikan. Mengapa seakan Parni Hadi ingin mengingatkan bahwa ada masalah mendasar dan fenomena yang belum tertangani/ditangani oleh TNI AD perlu mulai diprogram bersama, yaitu siaran di kawasan perbatasan dan lebih lagi siaran khusus bagi daerah terpencil dan daerah terluar yang belum terjangkau pelayanan media massa nasional lainnya. Dirut LPP RRI bahkan mengundang Kasad untuk menghadiri peresmian operasional studio produksi RRI di Atambua, Kabupaten Belu NTT, yang berbatasan langsung dengan Timor Leste, negeri muda yang pernah berintegrasi dengan NKRI pada 1976 hingga memutuskan berpisah pada 1999. Namun, Kasad mendadak ada penugasan lain, sehingga menugasi meminta Danrem Wirasakti di Kupang untuk menghadiri. Keterlibatan TNI AD dalam siaran studio produksi LPP RRI Atambua di kawasan perbatasan NTT dengan Timor Leste juga mengekspresikan sampai sejauh mana pimpinan TNI AD mengapresiasi dan memiliki persepsi terhadap siaran RRI di kawasan itu, termasuk perang informasi. Oleh karena itu, seorang Parni Hadi tidak mengherankan dalam siaran khusus Indonesia “Menyapa dari Atambua” pada 16 September 2010 mengatakan: “Siaran RRI di kawasan perbatasan, seperti NTT dengan Timor Leste ini penting dan amat strategis, serta vital apakah dalam konteks menghapuskan kemiskinan dan isolasi informasi, tetapi juga ditujukan kepada penduduk negeri tetangga Timor Leste yang hampir 100 persen
78
berbahasa Indonesia. Dalam program siaran khusus kawasan perbatasan RRI-lah yang menjadi panglima perang informasi.” Siaran khusus RRI di kawasan perbatasan Atambua tersebut bagi para angkasawan dan angkasawati LPP RRI merupakan satu bukti pengabdian dan kontribusinya dalam konteks perang informasi, yang mestinya juga direspon secara proporsional oleh pimpinan TNI, khususnya TNI AD sebagai program yang perlu ditata, secara sistematis, terpadu, komprehensif dan terukur. Apa yang diungkap Parni Hadi semestinya memacu pimpinan TNI untuk bersama-sama jajaran RRI membuat program siaran khusus di kawasan perbatasan, daerah terpencil dan terluar dalam bingkai perang informasi untuk membela dan mempertahankan semua jengkal kedaulatan wilayah NKRI. Vincent Mosco pada 1993 mencatat Perang Teluk Persia bagaimana pun menunjukkan kepada dunia bahwa selain penguasaan tehnologi militer dan intelijen, maka mau tidak mau mereka yang terlibat dalam perang, khususnya perang Informasi, harus memiliki atau menguasai teknologi komunikasi sekaligus harus mampu menguasai, mengendalikan dan mengatur arus pemberitaan internasional. James Adams, Chief Executive Officer (CEO)-nya kantor berita United Press International (UPI) pada 1998 menulis bahwa salah satu bentuk Perang Dunia yang berikut (The Next World War) adalah perang informasi, perang atas kejahatan tergorganisir, perang terhadap terorisme dan konflik antar-etnis. Bukan berlebihan kalau dikatakan RRI menjadi Panglima Perang Informasi, karena lembaga itu bukan hanya berdiri di garis terdepan, tetapi telah terbukti terlibat dalam propaganda dan perang urat-syaraf mulai dari siaran menggelorakan Arek-arek Surabaya ketika Inggris mendompleng Belanda masuk Indonesia.
79
RRI pula yang menggemakan pekik kemerdekaan dalam peristiwa “Bandung Lautan Api”, melakukan siaran media radio bawah tanah (clandestine radio) di bumi Irian semasa Pepera, termasuk juga operasi siaran propaganda anti-komunis pasca-Gerakan 30 September (G30S/PKI) pada 1965.
Petrus Suryadi Sutrisno: Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Informasi, dan Pengajar Lembaga Pers Dr. Soetomo (LPDS). Http://oase.kompas.com/read/2010, Rabu, 13 Oktober 2010
Halaman Depan Studio Produksi RRI Malinau
80
81
82
83
84