Buku Pendidikan Gratis
-
Upload
syahrul-mustofashmh -
Category
Documents
-
view
494 -
download
15
Transcript of Buku Pendidikan Gratis
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 1
PENDIDIKAN GRATIS
Konsep dan Implementasi di Kabupaten Sumbawa Barat
Penulis Syahrul Mustofa Dwi Arie Santo Deni Wanputra
Design Lay-out Cak-Lan
Diterbitkan oleh :
LEGITIMID atas dukungan TIFA
FOUNDATION
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 2
KATA PENGANTAR
Kabupaten Sumbawa Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat adalah
merupakan Kabupaten hasil pemekaran dari Kabupaten Sumbawa. Kabupaten Sumbawa Barat atau dikenal dengan KSB, terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2003 Tentang Pembentukan Kabupaten Sumbawa Barat. Pada tahun 2005 untuk pertama kali, dilaksanakan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara langsung dan untuk pertama kali pula terpilih pasangan KH.Zulkifli Muhadli, SH.,MM dan Drs.Malarahman sebagai Bupati dan Wakil Bupati periode 2005-2010.
Pada akhir tahun 2005, Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah terpilih meluncurkan gagasan program pendidikan gratis. Gagasan ini ditanggapi beragam dikalangan masyarakat ada yang pro dan kontra. Sebagian kelompok masyarakat yang kontra terhadap rencana kebijakan tersebut beralasan kemampuan keuangan daerah, sumberdaya manusia, sarana dan prasarana yang serta terbatas sebagai Kabupaten baru sisisilain kebutuhan serta persoalan dan tantangan yang dihadapi begitu kompleks sehingga sulit bagi daerah untuk dapat menyelenggarakan program pendidikan gratis1. Oleh karena itu mereka bersikap skeptis bahkan sinis menilai rencana kebijakan penyelenggaraan program pendidikan gratis—dipandang sebagai sebuah kebijakan yang dinilai “ambisius”, tidak rasional dan keliru bahkan dinilai hanya sebuah program “pencitraan politik belaka” untuk mendongkrak popularitas politik Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah terpilih.
Sebaliknya, bagi sebagian masyarakat lainnya yang pro atas rencana program pendidikan gratis menyambutnya dengan sikap penuh gembira (euphoria) dan penuh optimis. Program pendidikan gratis dinilai sebagai bentuk kebijakan yang dinilai tepat dan perlu untuk memperoleh dukungan dari seluruh lapisan masyarakat karena melalui program tersebut diyakini tingkat pendidikan masyarakat dapat meningkat, termasuk Indeks Pembangunan Manusia yang pada akhirnya dapat meningkatkan pula tingkat kesejahteraan masyarakat, khususnya masyarakat pinggiran yang selama ini mengalami kesulitan dalam mengakses pendidikan yang tinggi.
Meskipun pada awal rencana program pendidikan gratis banyak menuai kritik bahkan “penolakan” dari sebagian besar anggota DPRD Kabupaten sumbawa Barat, namun Pemerintah Daerah KSB tetap bertekad menetapkan kebijakan program kesehatan gratis sekalipun ketika itu muncul ancaman pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Tekad untuk menetapkan kebijakan penyelenggaraan program kesehatan gratis tidak terlepas dari komitmen atas visi dan misi Bupati dan Wakil Bupati terpilih dalam rangka memenuhi hak asasi manusia, meningkatkan derajat pembangunan pendidikan yang berkualitas sebagai wujud nyata dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Kebijakan penyelenggaraan program pendidikan gratis di Kabupaten Sumbawa Barat ditetapkan melalui Peraturan Bupati Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pelaksanaan Program Pendidikan Gratis. Pada awalnya, pemerintah daerah telah mengajukan ke DPRD dalam bentuk Rancangan Peraturan Daerah, namun Rancangan Peraturan Daerah tersebut mendapat penolakan dari DPRD. Akhirnya, Pemerintah Daerah KSB menempuh dalam bentuk Peraturan Bupati.
1 Kabupaten Sumbawa Barat terbentuk pada tahun 2003 berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Pembentukan Kabupaten Sumbawa Barat di Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 3
Pemerintah Daerah menyadari bahwa dari aspek hierarki peraturan perundang-undangan, kedudukan Peraturan Bupati relative lebih 2rendah dan lemah dibandingkan dengan Peraturan Daerah. Disamping itu, dari aspek substansi Pemerintah Daerah KSB juga menyadari bahwa substansi Peraturan Bupati yang ada saat ini memiliki banyak kelemahan karena disusun dalam situasi politik yang tidak kondusif. Oleh karena dalam bentuk Peraturan Bupati, maka jaminan keberlangsungan program pendidikan gratis pun terancam akan berakhir seiring dengan akan berakhirnya masa jabatan Bupati dan Wakil Bupati pada periode masa jabatan kedua yang akan berakhir pada tahun 2015. Padahal, disisilain program pendidikan gratis saat ini telah memperoleh dukungan luas dari masyarakat dan masyarakat telah merasakan dampak dan manfaat langsung atas program tersebut karena melalui program pendidikan gratis tingkat derajat kesehatan masyarakat mulai meningkat.
Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika masyarakat yang sebelumnya kontra terhadap kebijakan kesehatan gratis kini menginginkan program kesehatan gratis untuk tetap dipertahankan dan dilanjutkan dimasa yang akan datang. Harapan tersebut dibarengi pula dengan harapan adanya perbaikan atas pelayanan pendidikan gratis yang lebih berkualitas.
Dalam rangka merespon kebutuhan dan tuntutan masyarakat, Lembaga Penelitian dan Advokasi Masyarakat Desa (LEGITIMID) atas dukungan TIFA Foundation berinisiatif untuk mendorong adanya perubahan kebijakan (scalling-up) program penyelenggaraan pendidikan gratis di Kabupaten Sumbawa Barat yang bermutu/berkualitas serta berkelanjutan. Program ini dimaksudkan untuk mendorong adanya perbaikan baik dari sisi konsep maupun implementasi atas kebijakan program pendidikan gratis yang berlangsung di KSB. Upaya perbaikan konsep dan implementasi program pendidikan gratis tersebut dilakukan dengan cara membangun kemitraan strategis dengan para stakeholders strategis terkait bidang pendidikan gratis. Serangkaian kegiatan telah dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut diantaranya adalah melakukan survey kepuasaan warga atas layanan pendidikan dan kesehatan, serial diskusi, seminar, loby-loby dan negoisasi serta kegiatan lainnya.
LEGITIMID atas dukungan TIFA foundation telah berhasil melakukan evaluasi dan mendokumentasikan salah satu hasil dari kegiatan program, yakni berupa naskah akademik dan rancangan peraturan daerah tentang pendidikan gratis yang berkualitas. Pada awalnya, naskah akademik dan rancangan peraturan daerah ini dihajatkan hanya sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah daerah dan DPRD untuk merumuskan perubahan kebijakan program pendidikan gratis. Namun, sebagian stakeholders di daerah menilai naskah akademik dan rancangan peraturan daerah yang telah disusun dipandang perlu untuk didokumentasikan dan dipublikasikan secara luas kepada para stakeholders, khususnya di daerah agar masyarakat secara luas dapat memahami program pendidikan gratis di KSB disamping sebagai bahan referensi sekaligus bahan untuk dapat turut berpartisipasi dalam rangka mendorong agenda perubahan kebijakan tentang pendidikan gratis di Kabupaten Sumbawa Barat.
Naskah akademik dan rancangan peraturan daerah yang diterbitkan ini selain merespons tuntutan diatas, dimaksukan pula sebagai bahan dokumentasi dan sharing pembelajaran bersama atas hasil evaluasi kebijakan program pendidikan gratis yang dilakukan secara partisispatif di Kabupaten Sumbawa Barat. Kedua, untuk mendokumentasikan praktek best practices penyelenggaran program pendidikan gratis yang telah berlangsung di Kabupaten Sumbawa Barat. Ketiga, sharing informasi dan pembelajaran bersama bagi semua pihak yang berkeinginan untuk melakukan replikasi kebijakan dan advokasi kebijakan program pendidikan gratis di daerah.
2 Diterbitkan oleh LEGITIMID KSB atas dukungan dari TIfa Foundation Jakarta
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 4
Penulis menyadari bahwa buku naskah akademik dan raperda yang dipublikasikan ini masih sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu masukan, saran atau krtikan bahkan caci-makian sekalipun untuk penyempurnaan buku ini akan kami terima dengan senang hati.
Dalam kesempatan ini, kami juga ingin mengucapkan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada TIFA Foundation yang telah memberikan dukungan untuk penerbitan buku ini, kepada pemerintah daerah KSB yang telah bersedia menjalin kemitraan atas program serta semua pihak yang telah berkonstribusi atas terbitnya buku ini. Besar harapan, semoga buku yang sangat sederhana ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Sumbawa Barat, 2 Januari 2012
Team Penulis
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 5
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Dalam berbagai level kehidupan, pendidikan memainkan peran yang sangat
strategis. Pendidikan memberi banyak peluang untuk meningkatkan mutu kehidupan.
Dengan pendidikan yang baik, potensi kemanusiaan yang begitu kaya pada diri seseorang
dapat terus dikembangkan. Pada tingkat sosial, pendidikan dapat mengantarkan
seseorang pada pencapaian dan strata sosial yang lebih baik. Secara akumulatif,
pendidikan dapat membuat suatu masyarakat lebih beradab. Dengan demikian,
pendidikan, dalam pengertian yang luas, berperan sangat penting dalam proses
transformasi individu dan masyarakat.
Pendidikan dapat dipahami sebagai suatu aktivitas atau usaha yang dilakukan secara
sadar baik itu secara langsung ataupun tidak langsung oleh pemerintah, keluarga dan
atau masyarakat sebagai pengelola pendidikan dan yang memiliki kepentingan terhadap
pendidikan. Untuk menjamin terjadinya proses pendidikan diperlukan dukungan dari
berbagai unsur seperti manusia, material, waktu, teknologi dan dari setiap pendidikan
diharapkan menghasilkan sumber daya manusia yang memiliki pengetahuan,
keterampilan, sikap mandiri, percaya diri, memiliki pandangan jauh kedepan, gemar
belajar, beriman, dan berakhlak mulia.
Untuk menghasilkan sumber daya manusia yang diharapkan ini, tidak mungkin
terjadi secara alamiah dalam arti tanpa usaha dan pengorbanan. Mutu dari keluaran yang
diharapkan banyak dipengaruhi oleh besarnya usaha dan pengorbanan yang diberikan.
Semakin tinggi tuntutan mutu, akan berdampak pada jenis dan pengorbanan yang harus
direlakan.
Pengorbanan yang diterjemahkan menjadi biaya merupakan faktor yang tidak
mungkin diabaikan dalam proses pendidikan. Oleh karena itu dapat diperkirakan
bagaimana sulitnya seseorang yang tidak memiliki kemampuan ekonomis untuk akses
pada pendidikan yang bermutu. Hal ini tidak berarti bahwa hanya orang kaya yang akan
memperoleh pendidikan, disini letak peranan pemerintah untuk membangkitkan peran
masyarakat dalam arti luas untuk ikut ambil bagian dalam proses pendidikan, untuk itu
dituntut keterbukaan dari pemerintah dalam hal pengelolaan biaya yang disediakan
melalui APBN dan APBD setiap tahun, hanya dengan keterbukaan, yang didukung oleh
kemampuan pemerintah untuk meyakinkan masyarakat bahwa pengelolaan anggaran
pendidikan sudah bebas dari korupsi, kolusi, partisipasi masyarakat akan tumbuh.
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 6
Partisipasi ini sangat penting kecuali pemerintah menyediakan biaya yang diperlukan
untuk seluruh proses pendidikan.
Pembiayaan pendidikan tergantung dari tujuan yang ingin dicapai dari adanya
proses pendidikan yang diinginkan, selama kualitas pendidikan yang diinginkan, selama
kualitas pendidikan merupakan tuntutan maka pembiayaan pendidikan pun menuntut
untuk diperhatikan. Dalam perkembangan dunia pendidikan dewasa ini dengan mudah
dapat dikatakan bahwa masalah pembiayaan menjadi masalah yang cukup pelik untuk
dipikirkan oleh para pengelola pendidikan. Karena masalah pembiayaan pendidikan akan
menyangkut masalah tenaga pendidik, proses pembelajaran, sarana prasarana,
pemasaran dan aspek lain yang terkait dengan masalah keuangan.
Fungsi pembiayaan tidak mungkin dipisahkan dari fungsi lainnya dalam pengelolaan
sekolah. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa pembiayaan menjadi masalah sentral
dalam pengelolaan kegiatan pendidikan. Ketidakmampuan suatu lembaga untuk
menyediakan biaya, akan menghambat proses belajar mengajar. Hambatan pada proses
belajar mengajar dengan sendirinya menghilangkan kepercayaan masyarakat pada suatu
lembaga. Namun bukan berarti bahwa apabila tersedia biaya yang berlebihan akan
menjamin bahwa pengelolaan sekolah akan lebih baik.
Sejak tanggal 1 januari 2006, Pemerintah daerah Kabupaten Sumbawa Barat telah
menetapkan program pendidikan gratis untuk seluruh penduduk KSB, mulai dari tingkat
TK/RA hingga tingkat SMA/MA sederajat. Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan
Bupati Nomor 11 tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Pendidikan gratis.
Program ini kemudian disambut bahagia oleh masyarakat, dukungan yang begitu luas
dari masyarakat KSB atas kebijakan program pendidikan gratis, telah menghantarkan
kepercayaan dan keyakinan pemerintah daerah bahwa apa yang dilakukan pemerintah
daerah KSB selama ini adalah sesuatu yang memang ditunggu-tunggu masyarakat.
Kebijakan program pendidikan gratis dirasakan sangat bermanfaat bagi masyarakat,
bukan hanya telah membantu meringankan beban ekonomi masyarakat melainkan juga
telah mendorong munculnya asa dari para anak untuk menggapai cita-cita yang setinggi-
tinggi, mereka tidak lagi bermimpi untuk meraihnya karena kebijakan program
pendidikan gratis yang pada awalnya hanya diperuntukkan hingga sekolah menengah
pada tahun 2007 Pemerintah daerah KSB telah merintis pula kebijakan program
pendidikan gratis hingga perguruan tinggi.
Penerapan kebijakan gratis hingga perguruan tinggi telah memicu tumbuhnya angka
partisipasi pendidikan yang tinggi—bagi generasi mudah untuk mencari dan
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang setinggi-tingginya. Melalui
program pendidikan gratis yang diterapkan pemerintah daerah KSB pun akhirnya
berhasil meraih sederatan prestasi dan penghargaan baik dari pemerintah provinsi,
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 7
pemerintah pusat maupun dunia internasional. Sebagai kabupaten baru (2003), KSB
menjadi salah satu kabupaten percontohan di NTB bahkan nasional yang berhasil
membuktikan daerah pemekaran baru yang berhasil mendorong terwujudnya tata kelola
pemerintahan yang baik, memajukan dan mensejahterakan masyarakat.
Keberhasilan program pendidkan gratis tercermin pula dari indeks pembangunan
manusia (IPM) KSB yang beranjak naik dari posisi awal berada pada posisi ke 7 dari 10
kab/kota di NTB beranjak menduduki posisi ketiga pada tahun 2010. Dibalik sederatan
cerita keberhasilan program pendidikan gratis, tidak pula kita bisa pungkiri sejumlah
permasalahan dan kendala masih dihadapi dalam implementasi program pendidikan
gratis. Salah satu yang masih mendapat sorotan adalah terkait dengan peningkatan mutu
pendidikan. Persoalan ini mutu pendidikan, memang belum menjadi tujuan utama dari
tujuan kebijakan pendidikan gratis sebagaimana tertuang dalam Peraturan Bupati Nomor
11 tahun 2006.
Konstruksi tujuan yang hendak dicapai dari perbup tersebut sesungguhnya adalah
untuk membuka kesempatan atau akses yang seluas-luasnya kepada masyarakat agar
anak usia sekolah dapat mengikuti pendidikan mulai dari pendidikan usia dini hingga
pendidikan menengah. Disamping itu, dalam perjalanannya pula perbup belum dapat
menjangkau problematika yang muncul pada akhir-akhir ini. Perkembangan perubahan
kebijakan ditingkat nasional yang berlangsung begitu cepat juga menjadi faktor
pendorong regulasi program pendidikan gratis yang berlaku saat ini tidak cukup
akomodatif untuk dapat merespons dinamika persoalan yang berkembang baik ditingkat
lokal, nasional maupun internasional. Masih banyaknya aspek yang belum diatur dalam
perbup nomor 11 tahun 2006, dan dalam implementasinya pula masih banyak ditemukan
ketidakjelasan dari materi yang terkandung dalam perbup tersebut.
Kondisi ini menjadi sangat mamfhum, karena memang perbup nomor 11 tahun
20006, dilahirkan dalam keadaaan daerah yang “tidak normal”, kemelut politik pasca
pilkada 2005, serta kondisi ekonomi dan sosial daerah yang belum stabil, disisilain pula
kondisi politik yang memanas ketika itu, menyulitka bagi pemerintah daerah untuk dapat
memimirkan dan merumuskan kebijakan perbup secara komprehensif dan sistematis.
Perbup akhirnya lahir lebih kepada upaya perwujudkan komitmen politik Bupati dan
Wakil Bupati untuk memenuhi “janji politik” kepada rakyat.
Sejak berlakunya perbup nomor 11 tahun 2006 hingga sekarang belum ada evaluasi
khusus yang dilakukan atas konsep dan impelementasi dari perbup tersebut, kendati
berbagai persoalan banyak yang telah muncul. Oleh sebab itu, kajian menjadi sangat
penting untuk dilakukan agar dapat memastikan apakah masalah yang muncul dalam
program pendidikan gratis adalah perbup ataukah karena faktor lainnya. Jika terkait
dengan perbup adalah apakah pada tataran konsepnya yang buruk ataukah pada tataran
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 8
implementasinya? Ataukah kedua-duanya, konsep yang buruk dan implementasi yang
buruk. Kajian juga menjadi penting untuk dilakukan untuk dapat memastikan apakah
perlu dilakukan scaling-up terhadap kebijakan pendidikan gratis, dari perbup menjadi
peraturan daerah.
Untuk itu, Legitimid KSB atas dukungan Tifa Foundation bekerjasama dengan
Bappeda Kabupaten sumbawa barat menggagas satu kajian penyusunan scalling-up
kebijakan program pendidikan gratis sebagai usaha untuk melakukan perbaikan dan
penyempurnaan kebijakan program pendidikan gratis yang telah berlangsung selama ini.
Kajian dilakukan dalam bentuk penyusunan naskah akademik dan perumusan awal
rancangan peraturan daerah sebagai bahan bagi pemerintah daerah, DPRD dan para
pemangku kepentingan pendidikan untuk merumuskan dan membahas lebih lanjut
mengenai program pendidikan gratis di masa mendatang.
B. Maksud dan Tujuan Scalling-up kebijakan pendidikan gratis dimaksudkan untuk melakukan revisi
terhadap Peraturan Bupati Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Program Pendidikan Gratis.
Revisi ini dilakukan dengan tujuan untuk ;
1. Memperbaiki berbagai kelemahan dari Peraturan Bupati Nomor 11 Tahun 2006
terkait dengan konsep kebijakan Program Pendidikan Gratis, ketidakjelasan
pengaturan dalam berbagai aspek penyelenggaraan program pendidikan gratis.
Praktek penyelenggaraan program pendidikan gratis di Kabupaten Sumbawa
Barat merujuk pada Peraturan Bupati Nomor 11 Tahun 2006 saat ini, maka
belum sepenuhnya dapat menjamin terwujudnya peningkatan terhadap mutu
atau kualitas pendidikan dan menjamin adanya keberlanjutan progran
pendidikan gratis dimasa mendatang, serta hubungan program yang harmonis
dan sinerjik dari para pihak sebagaimana dimaksud dalam Perbup Nomor 11
tahun 2006
2. Ketidakjelasan materi dalam Perbup Nomor 11 Tahun 2006 sering membuat
para pihak (para pemangku kepentingan pendidikan) kesulitan dalam
memahami dan melaksanakan program pendidikan gratis secara optimal.
Disamping itu tidak jelasnya sistem pembiayaan ; (perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan, evaluasi dan mekanisme pertanggungjawaban), penerapan standar
pendidikan nasional, standar pelayanan pendidikan gratis dan ketentuan lainnya
telah menyebabkan program pendidikan gratis pada akhirnya masih terbatas
pada akses dan belum dapat menjangkau mutu pendidikan. Maraknya berbagai
persoalan dalam pelaksanaan program pendidikan gratis yang berlangsung saat
ini telah memuncul berbagai keluhan masyarakat, dan salah satu yang mendapat
sorotan tajam adalah terkait dengan jaminan mutu pendidikan gratis. untuk
itulah, maka perlu diperjelas konsep pendidikan gratis.
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 9
3. Revisi perbup Nomor 11 tahun 2006 dilakukan untuk memperjelas berbagai
aspek penyelenggaraan pendidikan gratis yang selama ini belum diatur dengan
jelas dalam Peraturan Bupati. Misalnya, mengenai kriteria dan persyaratan
peserta program dan sekolah, materi dan tatacara verifikasi, evaluasi program,
pemantauan dan pengawasan pelaksanaan program, peran para pihak,
partisipasi masyarakat, dan sebagainya. Berbagaipengaturan tentang hal tersebut
belum cukup jelas sehingga cenderung tidak efektif dan tidak mampu
menjawab dinamika dalam pelayanan pendidikan gratis yang berkembang
sangat cepat dan kompleks.
4. Revisi ini dilakukan untuk menambahkan beberapa pengaturan baru yang
selama ini belum tercakup dalam Peraturan Bupati, namun sangat penting
untuk mempercepat keberhasilan program pendidikan gratis untuk mewujudkan
pembangunan pendidikan yangberkualitas, dan mampu meningkatkan derajat
pendidikan masyarakat. Beberapa pengaturan terkait dengan hal itu
diantaranya adalah mengenai kriteria dan persyarataan penerima program,
standar pelayanan pendidikan gratis, asas-asas pelayanan, hak-hak warga untuk
berpartisipasi dalam program pendidikan gratis, hak-hak warga menyampaikan
keluhan, akuntabiltas pengelolaan program dan anggaran, belum diatur dalam
Peraturan Bupati Nomor 11 Tahun 2006. Sedangkan berbagai hal tersebut
sangat strategis dalam menjamin terwujudnya program pendidikan gratis yang
efektif dan berkualitas.
5. visi KSB sebagai Kabupaten Percontohan maka untuk memperkuat inovasi
program pendidikan gratis, dibutuhkan adanya kreativitas warga untuk selalu
mencari alternatif dalam peningkatan kualitas hidupnya. Disislain, Birokrasi
yang ada saat ini perlu untuk melakukan terobosan-terobosan pemikiran dalam
pengembangan program pendidikan gratis. . Untuk itu diperlukan payung
hukum untuk mendorong dan melindungi pemda KSB yang telah melakukan
kegiatan- inovatif di bidang pendidikan dengan membuat program pendidikan
gratis, tanpa dihantui oleh tuntutan hukum. Jangan sampai kegiatan yang
inovatif saat ini, (program pendidikan gratis) bermuara pada kriminalisasi.
6. Revisi Perbup dimaksudkan untuk memberikan kepastian atas keberlanjutan
program pendidikan gratis dimasa mendatang. Mengingat, landasan hukum
program pendidikan gratis yang ada saat ini masih dalam bentuk Perbup. Dan
Perbup tersebut merupakan komitmen dari Bupati KSB, sementara disisilain
masa jabatan Bupati kSB memasuki periode kedua dan akan berakhir pada tahun
2015. Agar program pendidikan gratis tetap berlangsung dan menjadi komitmen
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 10
seluruh stakeholders di daerah, termasuk DPRD, maka perlu ditetapkan dalam
bentuk Peraturan Daerah.
Dengan adanya revisi Perbup ini diharapkan dapat memberi kesempatan
untuk membangun kerangka hukum penyelenggaraan program pendidikan gratis di
KSB yang lebih menyeluruh, visioner, dan efektif merespon berbagai masalah yang
berkembang sekarang dan mungkin terjadi di masa mendatang dalam
penyelenggaraan program pendidikan gratis di Kabupaten Sumbawa Barat.
C. Metodologi
Revisi Peraturan Bupati Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Program Pendidikan
Gratis ini dirancang sedemikian rupa agar bersifat problem-based, partisipatif,
dan berbasis pada pemikiran yang secara akademik dan politik dapat diterima.
Bersifat problem-based karena inisiatif dan dasar untuk melakukan revisi adalah
masalah yang dihadapi oleh daerah, para pelaksana program pendidikan gratis, dan
para pemangku kepentingan lainya terkait dengan penyelenggarakan layanan
pendidikan gratis di KSB. Berbagai masalah yang dihadapi oleh penyelenggara
pendidikan gratis dan pemangku kepentingan setelah dikaji secara akademik
ternyata bersumber dari ketidak jelasan pengaturan dari Perbup Nomor 11 Tahun
2006 dan ketidakharmonisan antara Perbup Nomor 11 Tahun 2006 dengan peraturan
perundangan lainnya. Berbagai masalah yang dihadapi oleh banyak pemangku
kepentingan ini menjadi dasar dan mendorong upaya untuk merevisi Perraturan
Bupati Nomor 11 Tahun 2006.
Dorongan untuk melakukan revisi juga muncul dari masalah yang dihadapi
dalam penyelenggaraan pendidikan gratis yang mekanisme pengelolaannya belum
diatur dalam Peraturan Bupati Nomor 11 Tahun 2006. Misalnya, mengenai asas-asas
dan prinsip pelayanan pendidikan gratis, standar pelayanan, partisipasi masyarakat,
transparansi dan akuntabilitas program pendidikan gratis, dan beberapa materi
lainnya. Padahal, hal-hal yang belum diatur tersebut adalah sangat strategis dan
menjadi isu yang sangat penting karena terkait secara langsung dengan pelayanan
pendidikan kepada masyarakat dan pilar pembangunan dalam bidang pendidikan.
Untuk itu diperlukan revisi Perbup Nomor 11 Tahun 2006 untuk mengakomodasi
kebutuhan adanya pengaturan yang diperlukan untuk menjawab tantangan yang
sekarang dan dimasa mendatang dihadapi oleh pemerintah daerah. Dengan
demikian, diharapkan Peraturan Daerah yang dihasilkan nanti benar-benar
mampu menjawab berbagai masalah yang sekarang dihadapi ataupun tantangan yang
mungkin terjadi di masa mendatang dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Metoda partisipatori digunakan dalam keseluruhan proses revisi
Peraturan Bupati Nomor 11 Tahun 2006. Didalam menentukan agenda revisi, yaitu
menentukan hal apa dari Peraturan Bupati Nomor 11 tahun 2006 yang perlu direvisi,
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 11
tim peneliti melakukan survey ke masing-masing sekolah, melakukan serangkaian
FGD (focusssed- group discussion) di beberapa Kecamatan dengan multi-
stakeholders para pelaksana pendidikan. Tim juga melakukan uji publik dengan
kalangan pemerintah, LSM, Wartawan, DPRD, kalangan akademisi, Staf ahli DPRD,
unsur masyarakat yang dilaksanakan di Hotel Grand Royal. Tim peneliti telah
memperoleh berbagai masukan dari berbagai kalangan dan masukan-masukan
tersebut sepanjang bermanfaat serta layak dipertimbangkan telah dipergunakan Tim
Revisi untuk menyempurnakan konsep yang secara terus menerus dibangun dan
disempurnakan. Dengan melibatkan multi-stakeholders di berbagai kecamatan
dan desa diharapkan agenda revisi dapat mencakup masalah dan kebutuhan yang
dirasakan oleh banyak pihak yang mewakili kepentingan yang berbeda-beda.
Proses revisi juga dilakukan secara terbuka dan partisipatif dimana tim
revisi yang terdiri dari pakar berbagai bidang keilmuan yang relevan dengan
penyelenggaraan pendidikan gratis bersama-sama dengan tim dari berbagai
komponen di Bappeda dan Legitimid untuk mendiskusikan berbagai masalah yang
terjadi dalam penyelenggaraan pendidikan gratis dan merumuskan norma yang
diperlukan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Dalam membahas berbagai
isu, perdebatan yang intens dilakukan bukan hanya dengan Tim Pakar, pejabat dari
pemerintah daerah, tetapi juga berbagai pihak diluar tim, seperti: pakar dari Dewan
Pendidikan KSB dan lembaga lainnya, dan pemangku kepentingan lainnya.
Dengan melibatkan proses yang terbuka dan partisipatif diharapkan pemikiran
yang berkembang dalam revisi menggambarkan pemikiran yang terkini, relevan, dan
efektif untuk menjawab masalah dan tantangan yang dihadapi dalam penyelenggaraan
otonomi daerah.
Dengan konsultasi publik yang luas dengan berbagai pihak dan pemangku
kepentingan diharapkan dapat mendorong terjadi perdebatan yang terbuka
tentang berbagai aspek penyelenggaraan pendidikan gratis yang selama ini menjadi
perhatian masyarakat luas. Tim Peneliti memperoleh masukan dan pemikiran yang
berkembang dalam konsultasi publik menjadi informasi dan bahan yang penting
untuk menjadikan Peraturan Daerah hasil revisi benar- benar menjadi milik
masyarakat dan semua pemangku kepentingan.
Revisi juga dilakukan dengan mengkombinasikan pendekatan keilmuan dan
politik. Pendekatan keilmuan dilakukan untuk mencari solusi yang tepat
terhadap berbagai masalah yang terjadi dalam penyelenggaraan pendidikan gratis.
Dengan melibatkan beberapa kalangan akademisi dari beberapa universitas yang
ada di KSB dan diharapkan revisi dapat menghasilkan pengaturan baru yang secara
akademik kuat dan secara politik fisibel. Pengaturan baru tentunya harus memiliki
landasan konsepsual yang kuat didukung oleh hasil riset . Untuk itu maka para
melakukan kajian tentang berbagai isu yang dianggap penting dan menuliskan
hasilnya sehingga dapat menjadi bahan untuk pembuatan naskah akademik dan
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 12
masukan yang penting dalam revisi Peraturan Bupati Nomor 11 Tahun 2006 Namun,
pengaturan yang secara akademik sound harus juga dapat diimplementasikan dengan
mudah, sederhana, dan efektif. Karena itu, pemikiran dari para pakar dan anggota
Tim Revisi dikonsultasikan dengan para pihak yang berkepentingan sehingga
pengaturan yang diusulkan bukan hanya tepat secara konsepsual, tetapi juga secara
politik fisibel, dan akseptabel dimata berbagai pemangku kepentingan.
D. Struktur Penulisan
Naskah akademik ini terdiri dari 5 Bab.
1) Bab I menjelaskan tentang pendahuluan yang mencakup latar belakang, tujuan
dari revisi, metodologi, dan struktur penulisan.
2) Bab II berisi tentang kerangka konsepstual/dasar yang menjelaskan konsep
umum landasan pendidikan gratis dan perbandingan beberapa daerah dalam
perda pendidikan gratis. Pembahasan ini untuk mengggali dasar-dasar
pendidikan gratis dan studi perbandingan dengan beberapa daerah dalam
program pendidikan gratis
3) Bab III berisikan tentang gambaran umum situasi dan kondisi pendidikan dan
keuangan daerah di Kabupaten Sumbawa Barat sebelum pelaksanaan program
pendidikan gratis
4) Bab IV memuat problematika peraturan Bupati Nomor 11 tahun 2006. Berbagai
permasalahan dari sisi konsep regulasi dan implementasi regulasi dilakukan
identifikasi dan dinalisis, kemudian dibahas mengenai penyebab-penyebab serta
dibahas mengenai arah perubahan, solusi dan alternatif solusi kedepan.
5) Bab V inventarisasi peraturan perundang-undangan,Semua peraturan
perundang-undangan yang memiliki keterkaitan dengan program pendidikan
gratis dikaji dan dibahas dalam bab ini, serta diidentifikasi materi dan arah
regulasi yang dibutuhkan untuk penyusunan perda;
6) Bab VI membahas muatan materi rancangan peraturan daerah, dalam baba ini
juga dibahas muatan materi baru (penyempurnaan)
7) Bab VII Penutup
Lampiran :
1. Rancangan Peraturan Daerah tentang Program Pendidikan Gratis di Kabupaten
Sumbawa Barat
2. Peraturan Bupati Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pendidikan Gratis
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 13
BAB II
DASAR PENYELENGGARAAN
PENDIDIKAN GRATIS
Pada bab ini akan dibahas mengenai filosfi dasar mengapa kebijakan pendidikan harus digratiskan oleh pemerintah daerah. Apa yang menjadi landasan hukum maupun teoritis pendidikan harus digratiskan. Disamping itu, pada bagian ini juga akan dibahas perbandingan dari beberapa negara dan daerah yang melaksanakan program pendidikan gratis sebagai referensi bagi pemerintah daerah untuk melakukan revisi terhadap perubahan peraturan.
A. Dasar Pendidikan Gratis
1. Pendidikan Gratis adalah Hak Warga Negara
Salah satu tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dirumuskan oleh
para pendiri negara (the founding father) sebagaimana disebutkan dalam
pembukaan UUD 1945 alinia 4 (empat) adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.
Tujuan ini mengandung makna bahwa negara bertanggung jawab terhadap
pendidikan semua warga negaranya. Oleh karena itu, pemerintah berkewajiban
menyiapkan fasilitas pendidikan yang memadai agar semua warga negara Indonesia
dapat menerima pendidikan dengan baik.
Dalam UUD Negara Republik Indonesia 1945 (Amandemen IV) berkaitan
dengan hak warga negara untuk memperoleh pendidikan terdapat dalam pasal 28C
ayat (1) yang menyebutkan sebagai berikut: “… setiap orang berhak mendapatkan
pendidikan …”. Selanjutnya pasal 31 ayat (1) menyebutkan “Setiap warga negara
berhak mendapatkan pendidikan”. Sedang kewajiban pemerintah dalam kaitannya
dengan pendidikan bagi warga negaranya disebutkan dalam pasal 31 ayat (2) yang
berbunyi sebagai berikut: “Setiap warga negara wajib mengkuti pendidikan dasar
dan pemerintah wajib membiayainya”. Bahkan dalam pasal 31 ayat (4) disebutkan:
“Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh
persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran
pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan
pendidikan nasional”. Pemerintah juga memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi
dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan
peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
Konstitusi tersebut lebih lanjut dijabarkan dalam UU No. 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional—telah mengatur beberapa pasal yang
menjelaskan pendanaan pendidikan yaitu pada Pasal 11 Ayat 2 Pemerintah dan
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 14
Pemerintah Daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya
pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai lima belas tahun.
Lebih lanjut pada Pasal 12, Ayat (1) disebutkan bahwa setiap peserta didik pada
setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan beasiswa bagi yang berprestasi yang
orangtuanya tidak mampu membiayai pendidikannya dan mendapatkan biaya
pendidikan bagi mereka yang orangtuanya tidak mampu membiayai pendidikannya3.
Pada Bab VIII Wajib Belajar Pasal 34 menyatakan bahwa setiap warga negara
yang berusia 6 (enam) tahun dapat mengikuti program wajib belajar; Pemerintah
dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada
jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, wajib belajar merupakan tanggung
jawab negara yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan Pemerintah,
Pemerintah Daerah dan masyarakat. Ketentuan mengenai wajib belajar sebagaimana
dimaksud dalam Ayat (1), Ayat (2) dan Ayat (3) diatur lebih lanjut dengan PP.
Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional, ditegaskan bahwa Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.
Pendidikan itu sendiri diselenggarakan secara demokrtis dan berkeadilan
serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai
keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa. Pendidikan diselenggarakan
sebagai satu kesatuan yang sistematik dengan sistem terbuka dan multimakna.
Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayan
peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Pendidikan diselenggarakan
dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan
kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran. Pendidikan diselenggarakan
dengan mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap
warga masyarakat. Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua
komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan
pengendalian mutu layanan pendidikan (Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 2,3 dan 4
ayat(1,2,3,4,5,6).
Dalam rangka merealisasikan amanat UUD 1945 dan UU No. 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, pemerintah mengeluarkan PP. Nomor 47
3 Sumber pendanaan pendidikan ditentukan berdasarkan prinsip keadilan, kecukupan, dan
keberlanjutan. Pengelolaan dana pendidikan dilakukan berdasarkan pada prinsip keadilan, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas publik.
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 15
tentang Wajib Belajar. Dalam pasal 9 ayat (1) menyatakan sebagai berikut:
“Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya program wajib
belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya (gratis)”4.
Dalam pasal 12 ayat (1) menyebutkan bahwa “Setiap warga negara Indonesia usia
wajib belajar wajib mengikuti program wajib belajar”5. Sedang pada pasal 12 ayat (3)
menyebutkan bahwa “Pemerintah kabupaten/kota wajib mengupayakan agar setiap
warga negara Indonesia usia wajib belajar mengikuti program wajib belajar”.
Pemerintah melalui Menteri Pendidikan Nasional, Bambang Sudibyo, juga
telah mengeluarkan instruksi bernomor 186/MPN/KU/2008 yang ditujukan kepada
penyelenggara pendidikan untuk tidak ada lagi pungutan-pungutan kepada
masyarakat yang sedang menyekolahkan putra-putrinya pada pendidikan tingkat
dasar (SDN & SMPN). Sebagai bentuk tindak lanjut diberlakukannya PP. No.
47/2008 dan PP. No. 48/2008 tentang pembiayaan pendidikan
Pemerintah juga telah menetapkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, diatur bahwa standar
nasional pendidikan berfungsi sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan, dan
pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang
bermutu. Standar nasional pendidikan bertujuan menjamin mutu pendidikan
nasional dalam rangka mencedaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat, serta Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun
2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Jo.Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2008 Tentang Pemerintahaan Daerah, yang didalamnya mengatur tentang
kewenangan daerah provinsi, kabupaten dan kota. Salah satu urusan yang menjadi
kewenangan daerah (otonomi) adalah urusan pendidikan. Adapun pengaturan lebih
lanjut tentang kewenangan daerah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38
Tahun 2007 yang didalamnya mengatur urusan pendidikan yang sifatnya urusan
wajib.
4 Pendidikan dasar menurut Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003 adalah program
pendidikan minimal yang harus diikuti oleh warga negara Indonesia atas tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah. Pendidikan dasar yang dimaksud adalah pendidikan 9 tahun, ini berarti pendidikan minimal yang harus dimiliki adalah tingkat SD dan SMP dimana anak berusia tujuh sampai limabelas tahun.
5 Wajib belajar ala Indonesia tidak identik dengan wajib belajar (compulsory education) seperti yang dipersepsi oleh negara-negara maju, yang secara ekonomis telah lebih makmur. Dalam pengertian negara maju, compulsory education mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: (1) ada unsur paksaan agar peserta didik bersekolah; (2) diatur dengan undang-undang tentang wajib belajar; (3) tolok ukur keberhasilan wajib belajar adalah tiadanya orangtua yang terkena sanksi karena telah mendorong anaknya bersekolah; dan (4) ada sanksi bagi orangtua yang membiarkan anaknya tidak bersekolah. Adapun ciri-ciri wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun di Indonesia ialah: (1) tidak bersifat paksaan, melainkan himbauan; (2) tidak ada sanksi hukum, dan yang lebih menonjol adalah aspek moral, yakni orangtua dan peserta didik merasa terpanggil untuk mengikuti pendidikan dasar karena berbagai kemudahan telah disediakan; (3) tidak diatur dengan undang-undang tersendiri; dan (4) keberhasilan diukur dengan angka partisipasi dalam pendidikan.
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 16
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Jo. Peraturan
Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007, maka untuk pelaksanaan kewenangan daerah
tersebut diatur dengan Peraturan Daerah yang mencakup urusan pendidikan.
Dengan demikian, maka penyusunan rancangan Peraturan Daerah tentang Program
Pendidikan Gratis di Kabupaten Sumbawa Barat merupakan sesuatu yang amat
urgen dalam rangka pelaksanaan kewenangan daerah di bidang pendidikan, yaitu
dengan tujuan untuk menjadi acuan bersama dalam penyelenggaraan program
pendidikan gratis di Kabupaten Sumbawa Barat guna mewujudkan ketentuan dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang pada
hakikatnya dalam rangka mewujudkan cita-cita bangsa/negara,yaitu mencerdaskan
kehidupan bangsa.
2. Mengapa Pendidikan Perlu Digratiskan
Setelah reformasi bergulir hak warga negara dan kewajiban negara terhadap
pendidikan warga negaranya lebih ditegaskan lagi dalam beberapa pasal di UUD
1945. Oleh karena telah dimuat dan merupakan amanat dari para pendiri negara dan
UUD 1945, maka sudah suatu kewajiban pendidikan gratis dilaksanakan, bukan
hanya oleh Pemerintah melainkan pula adalah Pemerintah Daerah yang merupakan
ujung tombak dalam mewujudkan masyarakat yang cerdas dan sejahtera. Untuk
itupula, maka sesuai amanah konstitusi pula Pemerintah wajib untuk
mengalokasikan 20% dari APBN dan APBD untuk kegiatan pendidikan. Alasan
lainnya mengapa pendidikan perlu digratiskan adalah oleh karena:
a. Pendidikan di Indonesia Yang Terpuruk
Fakta menunjukkan bahwa kondisi pendidikan di Indonesia masih tertinggal
bila dibandingkan dengan negara-negara lainnya, bahkan dengan negara ASEAN.
Pada tahun 2007 posisi Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index)
Indonesia masih berada di urutan 107 dari 177 negara di dunia. Di samping Indeks
Pembangunan Manusia yang masih rendah, ternyata Indeks Pembangunan
Pendidikan (Educational Development Index) Indonesia pada tahun 2007 menurut
laporan EFA (Education For All) yang dimuat dalam Global Monitoring
Report (GMR) juga masih berada dalam kategori sedang6. Pada tahun 2007 posisi
6 GMR adalah laporan tahunan yang diterbitkan oleh Organisasi Pendidikan, Ilmu
Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) tentang hasil monitoring pembangunan pedidikan di seluruh dunia. Laporan tersebut mengelompokkan EDI dalam tiga kelompok yaitu; tinggi, sedang, dan rendah. Peringkat EDI didasarkan pada rangkuman hasil penilaian terhadap partisipasi warga negara terhadap pendidikan. Penilaiannya ditujukan kepada empat hal yaitu; angka partisipasi pendidikan dasar, angka melek huruf penduduk usia 15 tahun ke atas, angka partisipasi menurut kesetaraan gender, dan angka bertahan siswa hingga kelas lima sekolah dasar.
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 17
EDI Indonesia mengalami penurunan lima tingkat dari tahun sebelumnya, yaitu dari
58 menjadi 62. Sedang Malaysia mengalami peningkatan yang cukup bagus dari 62
menjadi 56.
Bila dibandingkan dengan negara tetangga, Indonesia memang masih
tertinggal. Menurut survei Political and Economic Risk Consultant (PERC), kualitas
pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Posisi
Indonesia berada di bawah Vietnam. Hasil survey tahun 2007 World
Competitiveness Year Book memaparkan daya saing pendidikan dari 55 negara yang
disurvei, Indonesia berada pada urutan 53. Implikasi kualitas pendidikan rendah ini
terhadap sumber daya manusia sangat jelas sekali. Kemampuan sumber daya
manusia Indonesia jauh tertinggal, hal ini dapat dilihat dari hasil riset Ciputra yang
menyatakan bahwa Indonesia hanya baru mempunyai 0,18% pengusaha dari jumlah
penduduk sedangkan syarat untuk menjadi negara maju minimal 2% dari jumlah
penduduk harus ada pengusaha. Saat sekarang singapura sudah mempunyai 7% dan
Amerika Serikat 5% dari jumlah penduduk.
Dampak yang lain dari rendahnya kualitas pendidikan dapat dilihat dari
Human Development Index (HDI) Indonesia. Di kawasan ASEAN Indonesia
menempati urutan ke-7 dari sembilan negara ASEAN yang dipublikasikan. Peringkat
teratas di ASEAN adalah Singapura dengan HDI 0,922, disusul Brunei Darussalam
0,894, Malaysia 0,811, Thailand 0,781, Filipina 0,771, dan Vietnam 0,733. Sedangkan
Kamboja 0,598 dan Myanmar 0,583 berada di bawah HDI Indonesia.
Biaya pendidikan yang semakin mahal ternyata telah memperpanjang
deretan anak-anak tidak sekolah. Menurut hasil penelitian Organisasi Buruh
Internasional (ILO) jumlah anak putus sekolah di Indonesia mencapai 4,18 juta.
Kemudian 8000 anak di bawah umur yang bekerja ternyata mengalami putus
sekolah. Hal ini berarti pendidikan masih belum menyentuh ranah masyarakat
miskin.
Pada tahun 2011, meningkatnya biaya hidup sementara pendapatan
masyarakat masih tetap maka diprediksikan jumlah anak putus sekolah akan
mengalami peningkatan dan mereka tidak bisa menyelesaikan kegiatan pendidikan
sembilan tahun. Jika hal ini dibiarkan maka dimasa yang akan datang akan muncul
generasi-generasi yang mempunyai sumber daya manusia yang rendah. Hal ini
menjadi tantangan bagi bangsa Indonesia menghadapi persaingan global yang
semakin menuntut kualitas sumber daya manusia.
Dampak yang paling signifikan dari anak-anak putus sekolah adalah
rewannya mereka dieksplotasi dan diperdagangkan. Keadaan ini bisa dilihat dari
jumlah pekerja anak yang selalu meningkat di Indonesia. ILO memaparkan bahwa
sebanyak 19% anak yang dibawah usia 15 tahun yang tidak bersekolah telah
memasuki berbagai dunia kerja. Tidak mengherankan diantaranya tereksplotasi dan
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 18
termasuk diperdagangkan. Menurut Aris Merdeka Sirait Sekretaris Jenderal Komnas
Anak, sekitar 200 sampai 300 anak perempuan berusia di bawah 18 tahun di
Indonesia telah diperjual belikan untuk memenuhi kebutuhan industri seks. Sebuah
resiko yang sangat fenomelogis, jika pendidikan di Indonesia tidak dapat menyentuh
semua kalangan. Untuk membangun sumber daya manusia di Indonesia pemerintah
harus menyakinkan pendidikan yang mampu diakses oleh semua kalangan, sehingga
anak-anak bangsa ini tidak mengalami putus sekolah.
Beranjak dari permasalahan sebagaimana diuraikan di atas, maka sudah
seharusnya untuk mengerjar ketertinggalan dari bangsa lain, pendidikan di
Indonesia harus digratiskan.
b. Perintah Undang-Undang
Pendidikan gratis sesungguhnya amanah cita-cita kemerdekaan
republik indonesia, tahun 1945 ketika kita memproklamirkan diri sebagai
bangsa Indonesia yang merdeka yang bercita-cita untuk mencerdaskan
kehidupan bangsanya. Amaanah ini tertuang dalam pembukaan UUD 1945
Alinea ke-IV. Untuk melaksanakan cita-cita bangsa tersebut, maka apapun
cara dan bagaimanapun jua, untuk mencerdaskan kehidupan bangsa
pemerintah harus menempuhnya. Cita-cita ini merupakan landasan idiel
dari pembentukan bangsa Indonesia. Oleh karena amanah cita-cita bangsa
adalah mencerdaskan bangsa, maka sudah sepatutnya dalam rangka
mencapai cita-cita itu, pemerintah menggratiskan biaya pendidikan bagi
para anak bangsa.
Selain merupakan cita-cita bangsa yang telah tertuang dalam
pembukaan Undang-Undang dasar, dalam bantang tubuh UUD 1945
(amandemen) juga menegaskan kewajiban negara untuk melaksanakan
pendidikan gratis. Dalam ada pasal 31 ayat 2 UUD 1945 telah jelas
menegaskan bahwa “Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar
dan pemerintah wajib membiayainya” Amanah sekaligus perintah ini
merupakan suatu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pemerintah
maupun pemerintah daerah. Jika tidak, maka pemerintah dan pemerintah
daerah dapat dikatakan telah melanggar konstitusi, dan atas pelanggaran
konstitusi, maka pemerintah, dalam hal ini Presiden atau Bupati dapat
diberhentikan.
Perintah lainnya adalah ketentuan yang ada dalam Undang-Undang
Nomor 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Bahwa dalam
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 19
upaya meningkatkan mutu sumber daya manusia, mengejar ketertinggalan
di segala aspek kehidupan dan menyesuaikan dengan perubahan global serta
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bangsa Indonesia melalui
DPR dan Presiden pada tanggal 11 Juni 2003 telah mensahkan Undang-
undang Sistem Pendidikan Nasional, sebagai pengganti Undang-undang
Sisdiknas Nomor 2 Tahun 1989.
Perubahan yang mendasar dari ndang-undang Sisdiknas adalah
demokratisasi dan desentralisasi pendidikan, peran serta masyarakat,
tantangan globalisasi, kesetaraan dan keseimbangan, jalur pendidikan, dan
peserta didik. Pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah wajib
memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya
pendidikan bermutu bagi warga negara tanpa diskriminasi (pasal 11 ayat 1).
Konsekwensinya pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah wajib
menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap
warga negara yang berusia 7- 15 tahun (pasal 11 ayat 2).
Dan oleh karena itupula, maka pemerintah (pusat) dan pemerintah
daerah menjamin wajib untuk menyelenggarakan wajib belajar, minimal
pada jenjang pendidikan dasar tanpa dipungut biaya, karena wajib belajar
adalah tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh pemerintah
(pusat), pemerintah daerah, dan masyarakat (pasal 34 ayat 2). Dalam
undang-undang tersebut khusus untuk pemerintah kabupaten/kota diberi
tugas untuk mengelola pendidikan dasar dan menengah, serta satuan
pendidikan yang berbasis keunggulan lokal. Pendidikan gratis adalah upaya
membebaskan biaya pendidikan bagi peserta didik di sekolah sebagai
perwujudan dari upaya membuka akses yang luas bagi masyarakat untuk
memperoleh pendidikan yang merupakan hak dari setiap warga Negara
sebagaiman anamat UUD 1945 pasal 31.
Disamping amanah konstitusi dan amanah undang-undang, adalah
Pemerintah Indonesia telah terikat dengan Keputusan bersama dalam
Convenant on Economic, Social and Cultural Right (Pasal 13 & 14)
menyebutkan bahwa Negara-Negara peserta Konvenan mengakui hak setiap
orang atas pendidikan. Untuk melaksanakan hak itu secara penuh : (a)
Pendidikan dasar harus diwajibkan dan terbuka bagi semua orang; dan (b)
secara bertahap dan progresif setiap negara peserta konvenan bersedia untuk
2 tahun mengerjakan dan menyetujui suatu rencana kegiatan terperinci
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 20
melaksanakan asas wajib belajar dengan cuma-cuma (bebas biaya) bagi
semua orang.
c. Banyaknya Warga Miskin
Kemiskinan adalah salah satu faktor yang selama ini menjadi salah satu
penghambat terbesar bagi masyarakat untuk mengakses pendidikan.
Tingginya biaya pendidikan disatu sisi dan rendahnya tingkat pendapatan
masyarakat pada sisilain menyebabkan masyarakat miskin terus
mengalami kesulitan untuk dapat mengakses pendidikan. Dengan kondisi
kemiskinan yang dialami, warga miskin tidak memiliki kesempatan untuk
dapat mengenyam pendidikan yang lebih tinggi, karena tidak memiliki
pendidikan yang tinggi, maka peluang dan kesempatan untuk
memperbaiki kehidupan ekonominya dan perubahan terhadap strata
sosialnya kearah yang lebih baik sangat terbatas. Dan pada akhirnya,
kemiskinan berlangsung secara turun temurun dan kemiskinan yang
dialami semakin parah.
Melalui program pendidikan gratis, bukan hanya akan memberikan
kesempatan dan peluang bagi warga miskin untuk dapat mengakses
pendidikan, tetapi lebih jauh adalah memberikan peluang dan
kesempatan untuk peningkatan kesejahteraan ekonomi dan sosial bagi
warga miskin.
d. Keuntungan, dampak dan manfaat pendidikan gratis lebih
besar bagi warga
Program pendidikan gratis ternyata lebih banyak memberikan
keuntungan, dampak dan manfaat bagi masyarakat yang bersifat positif
dibandingkan dengan dampak negatifnya. Dari hasil studi yang dilakukan
oleh Legitimid dampak terbesar dari adanya program pendidikan gratis
adalah meningkatnya akses masyarakat—mendorong terjadinya
peningkatan angka partisipasi kasar maupun angka partisipasi murni
pendidikan, mengurangi angka putus sekolah, mengurangi terjadinya
tindakan eksploitasi dan perdagangan anak, mengurangi jumlah
pengangguran, mengurangi kemiskinan dan beberapa keuntungan dan
manfaat lainnya.
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 21
Bagi masyarakat miskin, dengan adanya program pendidikan gratis,
mereka merasakan sangat terbantu—karena dapat mengurangi biaya
pengeluaran kehidupan rumah tangga, mereka dapat mengalokasikan
anggaran biaya pendidikan atau sekolah yang selama ini dibayarkan ke
sekolah, untuk memenuhi kebutuhan dasar lainnya; seperti biaya
kesehatan, biaya konsumsi, dan lain sebagainya.
Melalui program pendidikan gratis, seluruh warga masyarakat, pada
akhirnya menikmati pula Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD) yang selam ini didominasi dan dimonipoli oleh birokrasi dan
politisi, setidaknya dengan adanya program pendidikan gratis—APBD
dapat menetes dan dirasakan oleh masyarakat. Sebelum pendidikan
gratis, banyak program dan kegiatan yang sifatnya rutinitas untuk
memenuhi belanja pegawai maupun belanja kebutuhan lainnya untuk
kepentingan birokrasi dan politisi.
Terlepas dari adanya kelemahan dalam program pendidikan gratis.
praktek pelaksanaan program pendidikan gratis, jauh lebih
menguntungkan masyarakat dibandingkan sebelum adanya program
pendidikan gratis. dan oleh karena, dampak dan manfaatnya langsung
dirasakan oleh masyarakat, maka sudah sepatutnya—untuk
mensejahterakan masyarakat, program pendidikan gratis diberlakukan.
e. Mempersiapkan bangsa dalam era globalisasi dan tekhnologi
Pengalaman negara industri baru (new emerging industrialized
countries) dimulai dari pembangunan sumber daya manusia dalam
jumlah dan mutu yang memadai untuk mendukung pembangunan. Dan
pembangunan masyarakat yang demokratis mensyaratkan manusia
Indonesia yang cerdas. Selain itu, era global abad ke-21, yang antara lain
ditandai oleh lahirnya knowledge base society atau masyarakat berbasis
pengetahuan, menuntut penguasaan terhadap ilmu pengetahuan.
Pendidikan gratis harus dilakukan agar masyarakat Indonesia siap dalam
menghadapi perkembangan dan persaingan global serta mampu
mengikuti perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi.
Disamping itu pendidikan gratis juga akan mendorong lahirnya
masyarakat yang lebih demokratis dan beradab.
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 22
B. Pendidikan Gratis di Beberapa Negara dan Kabupaten di Indonesia
1. Pengalaman Negara Lain
Wajib belajar berimplikasi terhadap pembebasan biaya
pendidikan sebagai bentuk tanggung jawab negara. Di berbagai negara
yang mewajibkan warganya menempuh pendidikan dasar sembilan tahun,
semua rintangan yang menghalangi anak menempuh pendidikan bermutu
dihilangkan. Termasuk dalam hal pendanaan pendidikan. Di China
pemerintah menggratiskan pendidikan dasar dan memberikan subsidi
bagi siswa yang keluarganya mempunyai masalah ekonomi. Pengalaman
negara lain pun hampir serupa. Di India wajib belajar berimplikasi juga
pada pembebasan biaya pendidikan dasar. Bahkan, di negara yang baru
keluar dari konflik dan kemiskinan masih mencengkeram seperti
Kamboja, pendidikan dasar digratiskan dan disertai dengan upaya
peningkatan mutu, khususnya dari segi tenaga pendidik.
Selain itu, dibutuhkan kekuatan hukum mengikat untuk
mengimplementasikan wajib belajar. China, misalnya, membagi hukum
wajib belajar sembilan tahun menjadi tiga kategori: perkotaan dan daerah
maju, pedesaan, dan daerah miskin perkotaan. Target pencapaiannya
berbeda-beda. Sebagai bentuk komitmen terhadap wajib belajar
dikeluarkan pula pernyataan pada Januari 1986, yang menyatakan ilegal
mempekerjakan anak sebelum selesai wajib belajar sembilan tahun.
Negara super power seperti Amerika Serikat dalam masa perang
dingin, sekitar tahun 1981, sempat khawatir dengan ketertinggalan
pendidikannya sehingga muncullah laporan A Nation at Risk. Laporan
tersebut mengatakan bahwa yang menyebabkan ketertinggalan Amerika
dalam persaingan global antara lain karena buruknya pendidikan.
Dua puluh tahun kemudian, tepatnya tahun 2003, pandangan
yang muncul pada tahun 1983 itu perlu dievaluasi. Apakah benar bahwa
saat itu AS dalam bahaya dan berisiko? Dengan kemenangan AS dalam
perang dingin memang tidak semua laporan itu benar.
Namun, pandangan tersebut juga menyajikan kenyataan pahit,
yakni dengan status sebagai negara adidaya ternyata masih banyak anak
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 23
di AS yang drop out dari sekolah. AS kemudian menganggap perlu
peraturan dalam melaksanakan wajib belajar sehingga lahir undang-
undang yang terkenal dengan sebutan “No Child Left Behind“. Dengan
undang-undang ini, berbagai jenis pendidikan, mulai dari sekolah yang
diadakan oleh keluarga di rumah hingga etnis minoritas, ditanggung
negara.
Bagi negara maju pendidikan gratis- selain karena tuntutan
konstitusi mereka-juga didukung perekonomian negara yang sudah cukup
mapan untuk investasi pendidikan. Anggaran pendidikan setidaknya telah
mencapai 5-8 persen produk domestik bruto. Sementara di Indonesia
investasi pendidikan masih sangat kecil, sekitar 1,3 persen dari produk
domestik bruto. Jatah bagi investasi pendidikan semakin kecil lagi
lantaran produk domestik bruto sendiri sudah kecil. Padahal, untuk
mewujudkan pendidikan dasar gratis ini memang perlu servis dari
pemerintah. Pada prinsipnya pendidikan gratis tidak dapat dikatakan
sepenuhnya gratis karena tetap harus ada yang membiayai. Ada biaya
terselubung, yang di negara lain seperti di AS sudah tersistem dalam satu
kesatuan administrasi negara.
Di AS sekolah publik gratis karena ada pajak sekolah khusus.
Warga negara AS yang mempunyai tanah dan rumah harus membayar
pajak sekolah di distriknya, terlepas dari warga tersebut mempunyai anak
atau tidak. Di Belanda rata-rata pajak penghasilan cukup tinggi, yakni 60
persen. Sementara di negara-negara Skandinavia, pajak penghasilan
mencapai 70 persen, tetapi kebutuhan dasar warga negara seperti
pendidikan dijamin.
Namun, pelaksanaan pendidikan gratis harus dengan
kewaspadaan tingkat tinggi dari berbagai celah penyalahgunaan dan
pengawasan. Filipina, misalnya, mempunyai pengalaman buruk dengan
penggunaan voucher pendidikan. Warga yang menginginkan pendidikan
lebih membayar sendiri sisanya, tetapi sayangnya model tersebut tidak
jalan dan rawan korupsi.
C. Penerapan Pendidikan Gratis di Beberapa Kabupaten di Indonesia
1. Pendidikan Gratis Ala Kabupaten Jembrana Bali
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 24
Kabupaten Jembarana, provinsi Bali adalah salah satu Kabupaten yang
cukup terkenal karena program pendidikan gratis yang diberlakukan di daerah
tersebut. Beranjak dari permasalahan yang dihadapi di bidang pendidikan,
pemerintah Kabupaten Jembarana dengan segala keterbasannya menginsiasi
lahirnya kebijakan pendidikan gratis. Pada awal program ini diberlakukan
banyak orang yang bertanya, apa dasar kebijakan pendidikan gratis di Jembarana
? jawabnya ternyata sederhana, sesesungguhnya kebijakan pendidikan gratis
sudah ada sejak negara dan bangsa ini didirikan oleh para pendiri bangsa.
Semuanya beranjak dan berpangkal dari amanah yang tercantum dalam
Pembukaan UUD 1945, tentang kewajiban negara di dalam ikut mencerdaskan
kehidupan bangsanya. Sedangkan dari sisi kebijakan yang bersifat operasional di
lapangan, semua beranjak dari pengalaman empiris atas curat marutnya dunia
pendidikan selama ini. Jadi, sebenarnya tidaklah ada yang luar biasa terhadap
apa yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Jembarana, hanya saja selama
ini indonesia merdeka, belum ada kebijakan daerah untuk menggratiskan
pendidikan. Kebijakan pendidikan gratis inipun pada akhirnya
memperoleh dukungan yang begitu luas dari seluruh komponen
masyarakat di Kabupaten Jembrana sekaligus menjadi modal dasar yang
tidak ternilai haganya. Sehingga, dengan dukungan penuh dari setiap
komponen masyarakat itu, partisipasi masyarakat di dalam ikut membangun
peradaban pendidikan; di Kabupaten Jembrana menjadi sesuatu yang
terjadi dan bergerak secara otomatis.
Kontroversi Jembrana
Ketika Pemerintah Kabupaten Jembrana di tahun 2002
menggulirkan kebijakan berupa Program Bebas SPP (biaya pcndidikan)
terhadap murid-murid yang duduk di bangku Sekolah Dasar higga SMA
Negeri, banyak pertanyaan dan kesangsian-kesangsian yang terlontarkan.
Seolah-olah kebijakan Bebas SPP yang diambil oleh Pemerintah Kabupaten
Jembrana itu tidak lebih dari sebuah kebijakan populis yang tanpa dasar,
dan hanya menguntungkan posisi Bupati, saat itu dijabat oleh Prof.Winasa,
sehingga lebih populer dimata masyarakat.
Padangan kedua lebih pada pendekatan angka-angka, yakni
menghubungan PAD (pendapatan Asli Daerah) Kabupaten Jembarana yang
memang tergolong rendah, dengan kemampuan serta daya dukung anggaran
di dalam menjalankan kebijakan berupa pemberian subsidi langsung biaya
pendidikan kepada masyarakatnya itu. “bagaimana mungkin daerah dengan
PAD yang demikian rendah akan mampu menggartiskan biaya pendidikan
atau SPP”? demikian kesangsian demi kesangsian yang muncul, seolah-olah
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 25
apa yyang dilakukan Pemerintah Kabupaten jembarana dengan kebijakan
bebas SPP-nya hanyalah akal-akalan semata.
Bagi sebagain orang, apalagi bagai mereka-mereka yang hanya
memahami sebuah kebijakan atau program seperti kebijakan Bebas SPP
hanya sepotong-potong saja, maka apa yang dilakukan oleh Pemerintah
Kabupaten jembarana boleh jadi merupakan sesuatu yang tidak mungkin.
Tetapi pertanyaannya adalah kenapa harus tidak mungkin? Atau kenapa
sebagai pemerintah yang diberi amanah oleh masyarakat dan juga amanah
yang secara konstitusi kita tidak berusaha untuk memeungkinkan sesuatu
yang sebelumnya tidak mungkin itu menjadi mungkin demi peningkatan
kesejahteraan masyarakat?. Disinilah sebenarnya jawaban atas kesangsian-
kesangsian yang menyertai kebijakan Bebas SPP yyang diterapkan di
Kabupaten jembarana, dana kini mulai banyak ditiru atau diadopsi secara
nasional lewat Program Bos (Biaya Operasional Sekolah).
Ada pula sekelompok orang yang menghubungkan kebijakan Bebas
SPP yang dilakukan Pemerintah Kabupaten jembarana dengan peningkatan
mutu pendidikan dan anak didik. Atau kasarnya dinyatakan, bagaimana
mungkin sesuatu yang digratiskan akan melahirkan ouput atau hasil yang
berkualitas? Karena dipahami secara umum pendidikan memang bukanlah
sesuatu yang murah dan dapat digratiskan begitu saja.
Pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan, atau kesangsian
kesangsian yang mengemuka atas kebijakan Bebas SPP yang diterapkan oleh
pemerintah daerah Kabupaten jembarana, pada tataran tertentu memang
sangat bisa dipahami bahkan harus dipandang serta diposisikan sebagai
bagian dari partisipasi masyarakat di dalam ikut serta membangun
peradaban pendidikan di Kabupaten Jembarana.
Pemerintah Kabupaten Jembarana pun dalam menyikapi setiap
masukan serta kritik dan saran yang dilontarkan atas setiap kebijakan yang
diambil, termasuk juga pada kebijakan Bebas SPP yang dianggap sebagai
sebuah kebijakan dan program konstroversial dan sarat muatan populis
tersebut, tidak harus dengan jawaban atau tanggapan yang reaktif
emosional, tetapi harus ditempatkan pada proporsi dan posisinya masing-
masing.Dalam artian, setiap tantangan yang datang tentu harus dihadapi
sebagai sebuah peluang untuk menunjukkan nilai-nilai kebenaran yang
selama ini disangsikan, karena masyarakat secara sosial senantiasa berpikir
dengan sangat sederhana. Mereka memerlukan bukti dan bukan janji.
Menjawab Kesangsian
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 26
Prof. Winasa (Bupati Jembrana yang menetapkan kebijakan
pendidikan gratis; sekarang calon gubernur Propinsi Bali) mengatakan :
”Yang perlu dipahami, secara filosofi dunia pendidikan adalah sumber
mata air. Jadi hendaknyalah kita secara iklas memperlakukan ranah
pendidikan sebagai wilayah yang sakral dan suci seperti sumber mata air
kehidupan itu. Karena dari kandungan dunia pendidikanlah akan lahir
generasi-generasi penentu masa depan sebuah negara-bangsa. Apakah
sebuah negara-bangsa akan tetap terjaga keberadaannya atau tidak, semua
itu sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia generasi
berikutnya. Dan peningkatan kualitas sumber daya manusia, tidak boleh
tidak tentu haruslah melalui dunia pencerdasan yang disebut dunia
pendidikan itu. Pendek kata, Pemerintah Kabupaten Jembrana
menempatkan dunia pendidikan sebagai sumber mata air kehidupan yang
senantiasa harus dijaga kemurniannya. Karena kalau sampai menjadi
keruh, maka air yang dialirkannya pun akan ikut keruh”.
Sebuah pertanyaan sederhana yang juga mendasari lahirnya
kebijakan Bebas SPP itu. Pertanyaan tersebut, “Kenapa masyarakat tidak
mau sekolah?” Sebuah pertanyaan yang sangat sederhana bukan? Dan
jawabannya pun tidak kalah sederhananya, yakni, masyarakat tidak mau
sekolah atau tidak menyekolahkan anak-anaknya karena merasa tidak
mampu untuk membayar atau membiayai pendidikan anak-anaknya. Dari
pertanyaan sederhana dan jawaban sederhana itulah ditemukan satu
simpul strategis, bahwa ternyata masalah paling mandasar yang dihadapai
dunia pendidikan kita sebenarnya berada pada ketidakmampuan
masyarakat atas biaya pendidikan itu sendiri, hukan oleh sebab- sebab
lainnya.
Lantas solusi macam apakah yang harus diberikan, sehingga
kendala utama berupa. ketidakmampuan masyarakat membiayai
pendidikan anak-anaknya itu dapat terselesaikan? Di sinilah peran
pemerintah dibutuhkan, karena pemerintah diadakan memang untuk
memberikan proteksi-proteksi positif kepada masyaraatnya atas berbagai
kendala yang ditemukan, tetapi pada tataran tertentu tanpa harus
menghilangkan unsur partisipasi masyarakat sebagai modal utamanya.
Dari kenyataan yang terjadi di dalam ranah pendidikan itu, dan
juga kondisi rill masyarakat secara ekonomi yang belum terbebas dari
bebagai keterhimpitan akibat krisis yang berkepanjangan, maka strategi
yang harus dijalankan oleh Pemerintah Kabupaten Jembrana sebagai
langkah pertama adalah bagaimana membuka kesempatan seluas-luasnya
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 27
bagi warga masyarakat untuk dapat mengenyam pendidikan. Maka
diterapkanlah kebijakan subsidi langsung biaya pendidikan kepada
masyarakat lewat program Bebas SPP.
Kebijakan pemberian subsidi langsung biaya pendidikan kepada
masyarakat yang lebih dikenal sebagai program Bebas SPP itu bukanlah
kebijakan yang berdiri sendiri. Tetapi merupakan bagian dari sebuah
kebijakan dunia pendidikan di Kabupaten Jembrana yang diselenggarakan
secara terintegrasi. Karena seperti diketahui, ada beberapa komponen
dasar dalam sistem pendidikan itu sendiri yang mana antara satu dengan
yang lainnya tidak bisa dipisah -pisahkan dan saling berkaitan.
Komponen-komponen dasar sistem pendidikan itu antara lain
adalah; siswa atau murid sebagai peserta didik, kemudian tenaga pengajar
atau guru sebagai pendidik, bangunan atau gedung sekolah sebagai sarana
belajar, masyarakat dan lingkungan sebagai sarana pendukung, dan
pemerintah sebagai pembuat kebijakan.
Antara satu komponen dengan komponen lainnya harus saling
bersinergi sehingga melahirkan harmonisasi pada sistem pendidikan itu
sendiri. Karena selama ini, harmonisasi itulah yang tidak pernah tercipta.
Semuanya terkesan berjalan sendiri-sendiri di dalam irama yang berbeda,
sehingga dunia dan sistem pendidikan di Indonesia senantiasa berada
pada kondisi tambal sulam.
Apa yang dilakukan di Kabupaten Jembrana, antara satu kebijakan
dengan kebijakan lainnya senantiasa berada dalam satu tarikan napas dan
terintegrasikan lewat garis komando dan koordinasi yang jelas dan
bertanggungjawab. Demikian pula halnya dengan pembangunan di bidang
pendidikan, antara satu kebijakan dengan kebijakan lainnya senantasa
saling bertautan dalam rangka pencapaian tujuan bersama, yakni
bagaimana meningkatkan kualias pelayanan di bidang pendidikan
sehingga cita-cita untuk melahirkan masyarakat belajar dan terdidik dapat
direalisasikan.
Bebas SPP
Kebijakan bidang pendidikan yang diterapkan Pemerintah
Kabupaten Jembrana sebenarnya tidak hanya sebatas kebijakan berupa
pemberian subsidi langsung biaya pendidikan kepada masyarakat atau lebih
dikenal sebagai Program Bebas SPP semata. Selain itu masih banyak
kebijakan atau program-program yang bersentuhan secara langsung
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 28
maupun tidak langsung dengan dunia pendidikan yang dilakukan, yang
mana antara yang satu dengan lainnya saling kait mengkait. Sebutlah itu
program pemberian beasiswa kepada siswa di sekolah swasta yang ada di
Kabupaten Jembrana, yang untuk masing-masing jenjang pendidikan
jumlah atau nilainya bervariasi. Untuk siswa SD masing-masing sebesar Rp
7.500/bulan, siswa SLTP Rp 12.500/bulan, dan untuk tingkat SMA sebesar
Rp 20.000/bulan. Program ini mulai direalisasikan sejak tahun 2003.
Sementara untuk program Bebas SPP bagi siswa sekolah negeri dari
SD, SMP, hingga SMA telah direalisasikan sejak tahun 2001. Dimana
besaran subsidi yang diberikan dari tahun ke tahun mengalami
peningkatan secara fluktuatif. Tahun 2001 alokasi dana untuk subsidi SPP
sebesar Rp. 3.126.114.000, tahun 2002 sebesar Rp. 3.473.460.000, dan
untuk tahun 2004 alokasi dana subsidi SPP sebesar Rp. 4.288.112.000.
Peningkatan jumlah alokasi dana subsidi SPP untuk setiap
tahunnya, dari tahun 2001 hingga 2004 menunjukkan akan meningkatnya
partisipasi masyarakat di dalam memanfaatkan sarana pelayanan
pendidikan, dengan menyekolahkan anak -anaknya karena sudah tidak
dibebani oleh kewajiban untuk membayar biaya pendidikan (SPP) lagi,
karena semua kewajiban atas pemenuhan biaya pendidikan sudah diambil
alih oleh pemerintah daerah, lewat kebijakan subsidi langsung biaya
pendidikan.
Lantas bagaimana dengan komponen pendidikan lainnya seperti
tenaga pengajar atau guru? Karena bagaimanapun juga, keberadaan serta
kualitas pengajar atau guru akan sangat mempengaruhi kualitas anak didik
itu sendiri. Pemerintah Kabupaten Jembrana menyadari betul akan posisi
strategis pengajar atau guru di dalam dunia pendidikan. Untuk itulah sejak
tahun 2002, Pemerintah Kabupaten Jembrana telah menggulirkan
kebijakan berupa Program Peningkatan Kualitas Guru dan Siswa. Program
Peningkatan Kualitas Guru dan Siswa ini diperuntukkan kepada guru-guru
untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Mulai dari D3,
D4, S1, hingga jenjang S2, dengan pola pembiayaan sebagian ditanggung
oleh Pemerintah Kabupaten Jembrana. Sementara bagi para siswa
berprestasi, baik secara akademis maupun di luar akademis, oleh
Pemerintah Kabupaten Jembrana diberikan bonus berupa beasiswa.
Sedangkan dari sisi peningkatan kesejahteraan guru, Pemerintah Kabupaten
Jembrana menerapkan pola insentif bagi guru, yakni untuk setiap jam
pelajaran guru diberikan insentif sebesar Rp 5.000,00 di luar tunjangan
guru dan bonus tahunan sebasar Rp 1 juta.
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 29
Untuk meningkatkan kualitas proses belajar dan mengajar, serta
optimalisasi pengadaan sarana dan prasarana agar lebih efektif dan
efisien, maka terhadap sekolah dasar yang ada di Kabupaten Jembrana
dilakukan regrouping. Sekolah dasar dengan rasio siswa di bawah atau
kurang dari 75 orang, digabung dengan sekolah lainnya. Dengan
pola regrouping ini, selain memberikan keuntungan dari sisi proses
belajar dan mengajar serta optimalisasi sarana dan prasarana
pendukungnya, juga terjadi efisiensi anggaran yang sangat besar. Karena
kalau dihitung secara rata-rata, biaya operasional untuk 1 (satu) unit
sekolah setingkat SD adalah sebesar Rp. 150 Juta dalam setiap tahun. Dan
dari efisiensi biaya operasional sekolah yang didapatkan dengan
polaregrouping itulah dimanfaatkan untuk kebutuhan lainnya di dunia
pendidikan, termasuk pembebasan SPP. Karena sejak diterapkannya
pola regrouping di tahun 2000, dari 209 sekolah dasar yang ada, hingga
tahun 2002 sebanyak 22 sekolah dasar mengalami regrouping dengan
efesiensi dana yang dihasilkan lebih dari Rp. 3 Milyar dalam setahun.
Khas Jembrana
Di samping langkah-langkah strategis yang menjadi prioritas
dalam pembangunan dunia pendidikan di Kabupaten Jembrana, pihak
Pemerintah Kabupaten Jembrana juga melakukan berbagai terobosan-
terobosan yang bersifat kreatif-inovatif dengan memperkenalkan pola
pendidikan yang disebut sebagai “Sekolah Kajian”. Sekolah kajian ini
adalah pengembangan pola pendidikan yang merupakan perpaduan
antara pola pendidikan sekolah unggulan seperti SMA Taruna
Nusantara dengan pola pendidikan yang dikembangkan di pondok
pondok pesantren modern seperti Pondok Peantren Gontor dan Pondok
Pesantren Tebu Ireng, serta sekolah yang ada di Negeri Jepang.
Pengembangan sistem pendidikan dengan pola sekolah kajian merupakan
pilot proyek Kabupaten Jembrana di dalam pengembangan dunia
pendidikan yang bersifat inovatif dengan orientasi ke depan, sesuai
dengan perkembangan ilmu pengatahuan dan teknologi. Adapun nilai
lebih yang dapat dilihat dari keberadaan sekolah kajian ini adalah
tingginya disiplin siswa, seperti yang diterapkan di SMA Taruna
Nusantara, serta sekolah-sekolah di Jepang. Sedangkan dari sisi bobot
budi pekerti anak didik, diterapkan pola seperti yang diterapkan serta
dianut oleh pondok-pondok pesantren modern, seperti hubungan yang
dibangun antara santri dan kiai. Dari keberadaan sekolah kajian ini,
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 30
diharapkan akan lahir anak didik yang memiliki disiplin tinggi, berbudi
pekerti, menguasai IPTEK, serta berwawasan global.
Meskipun terkesan lebih mengedepankan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang bersifat modern, keberadaan sekolah kajian di Kabupaten
Jembrana tidaklah menafikan lokal genius. Untuk itu, di dalam
pergaulan akademis dan keilmuannya, sekolah kajian juga memberi
ruang yang seluas-luasnya untuk tumbuh-berkembangnya budaya lokal,
sebagai dasar pijak anak didik di dalam memasuki pergaulan yang lebih
global.
Secara garis besar, proses belajar dan mengajar yang diterapkan di
sekolah kajian menghabiskan waktu yang lebih panjang dibandingkan
dengan sekolah-sekolah konvensional. Waktu belajar di sekolah kajian
dimulai pada pukuL 07.00 sampai pukul 16.00. Sementara pada saat waktu
jeda atau istirahat, anak didik diberikan snack dan susu sehat, serta
diadakan acara makan siang bersama-sama. Dengan pola ini diharapkan
akan melahirkan rasa solidaritas dan soliditas sosial di antara anak didik.
Selain itu, sekolah kajian juga menerapkan “pola asrama” bagi setiap
anak didiknya. Dalam artian, semua anak didik selama menempuh
pendidikan di sekolah kajian harus tinggal di asrama yang telah disiapkan
oleh sekolah, dengan pengasuh sebagai pendamping. Tugas pengasuh di
sini, selain mengawasi anak didik di luar jam belajar, juga ikut memberikan
bimbingan belajar sehingga si anak didik tumbuh sikap kemandiriannya di
dalam menjalani proses pendidikan. Di Kabupaten Jembrana, kini sudah
dibangun dua sekolah kajian yaitu SMP Negeri 4 Mendoyo dan SMA Negeri
2 Negara.
Dengan berbagai kebijakan di bidang pendidikan yang dilakukan
Pemerintah Kabupaten Jembrana tersebut, selama kurun waktu dua tahun
berjalan, didapatkan berbagai manfaat yang sangat positif seperti
meningkatnya angka partisipasi masyarakat dalam pendidikan. Hal itu
dapat dilihat dari besaran APK (Angka Partisipasi Kasar) yang ada. Angka
putus sekolah (drop out) menurun dengan drastis dimana untuk tingkat
sekolah dasar hanya sebesar 0,02%, dibandingkan angka rata-rata drop out
secara nasional sebebasr 1%. Secara kualitas, pendidikan di Kabupaten
Jembrana juga menunjukan peningkatan yang cukup siginifikan. Hal ini
bisa dilihat dari hasil UAN (Ujian Nasional) dan UAS (Ujian Akhir Sekolah)
yang angka kelulusannya mencapai 98,84%, yang merupakan angka
tertinggi di Provinsi Bali.
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 31
Apa yang telah dilakukan dan kemudian dicapai di bidang
pendidikan oleh Kabupaten Jembrana, tentu bukanlah sebuah jaminan akan
berkelanjutannya budaya belajar dan menuntut ilmu bagi masyarakat.
Untuk itulah Pemerintah Kabupaten Jembrana meluncurkan program
rintisan berupa Wajar (Wajib Belajar) 12 tahun.
Jika di tingkat nasional diselenggarakan Wajib Belajar 9 Tahun,
maka rintisan Wajib Belajar 12 Tahun yang diluncurkan Pemeritah
Kabupaten Jembrana bukanlah sekedar program atau kebijakan yang
mengada-ada, atau asal berbeda dengan Pusat. Tetapi di sini didasari oleh
sikap bahwa penyelenggaraan pendidikan itu haruslah berkeadilan dan tidak
mengenal diskriminasi.
Program pendidikan berupa Wajar 9 Tahun yang diluncurkan oleh
pemerintah Pusat itu masih terasa belum memenuhi syarat keadilan dan
terkesan diskriminatif. Kenapa demikian? Jika diurai lebih jauh lagi,
bukankah di dalam setiap kebijakan dan persyaratan-persyaratan yang
dterapkan oleh pemerintah, selalu memakai acuan bahwa pendidikan
serendah-rendahnya adalah SMA atau sederajat? Apa arti semua ini?
Artinya mereka yang hanya berpendidikan di bawah SMA/sederajat akan
tidak memiliki peluang. Sementara di bidang pendidikan pemerintah
menerapkan kebijakan wajib belajar 9 tahun yang berarti setingkat SMP.
Artinya, kalau pemerintah memang ingin adil kepada setiap warga
negaranya, seharusnya wajib belajar yang ditetapkan adalah Wajar 12
tahun, bukan Wajar 9 Tahun.
2. Kabupaten Enrekang
Di Kabupaten Enrekang Propinsi Sulawesi Selatan sejak
tahun 2004 telah mengembangkan kebijakan pembebasan biaya sekolah oleh
orang tua murid/siswa melalui 12 variabel, baik yang terkait dengan anak didik
maupun dengan tenaga pendidik yang pada dasarnya merupakan perwujudan
dari kebijakan pendidikan gratis.
Implementasi kebijakan daerah dibidang pendidikan khususnya yang
berkaitan dengan pendidikan gratis pada umumnya baru teraplikasi peda
sekolah-sekolah negeri, sedangkan sekolah swasta masih sebatas pada alokasi
dana BOS. Beberapa variable kebijakan pendidikan gratis pada sekolah swasta
belum diimplemtasikan, oleh karena itu kedepan diupayakan ditingkatkan
cakupan sekolah yang menerapkannya dari kondisi sekarang 87 % sekolah
menjadi 100 % sekolah pada jenjang SD,MI, SMP, MTs dan SLB pada akhir tahun
2009 mendatang.
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 32
Kebijakan pendidikan gratis pada perinsipnya ditujukan untuk
meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan pendidikan, dan biasanya
diukur dengan angka tingkat partisipasi sekolah guna mengentaskan program
nasional wajib belajar sembilan tahun. Angka partisipasi sekolah dimaksud
adalah Angka Partisipasi Murni (APM) bagi anak usia sekolah baik di Sekolah
Dasar maupun SMP dan sederajatnya yang mana APM SD/MI keadaan sekarang
telah mencapai 95% akan ditingkatkan menjadi 99%, dan APM SMP/MTs dari
85% ditingkatkan menjadi 95%.
Pendidikan gratis ditujukan untuk membebaskan biaya sekolah yang
meliputi operasional sekolah, perawatan sekolah, insentif tenaga pendidik,
transportasi bagi siswa miskin, tetapi tidak menutup keran bagi adanya bantuan
yang sifatnya tidak mengikat dari lembaga, orang tua siswa maupun masyarakat
lainnya. Untuk Kabupaten Enrekang, selama ini kebijakan pendidikan gratis
menerapkan ada 12 variabel yaitu;
1) tunjangan wakil kepala sekolah, kepala usuran dan wali kelas,
2) bantuan dana ekstrakurikuler siswa,
3) dana penunjang pendidikan (DPP),
4) tunjangan guru terpencil,
5) tunjangan sekolah inti,
6) bantuan siswa terpencil,
7) honorarium guru kontrak,
8) KKG SD,
9) MGMP SMP,
10) dana kesejahteraan guru,
11) biaya ujian akhir sekolah (UAS), dan
12) biaya penerimaan siswa baru.
Untuk realisisasi kebijakan pendidikan gratis sebagaimana yang
dicanangkan oleh Gubernur Sulawesi Selatan, Kabupaten Enrekang memperoleh
alokasi anggaran dari APBD Propinsi Sulawesi Selatan Rp. 5,905.088.400, yang
akan dibayarkan pada tahap pertama sejumlah Rp. 1,968.362.800
3. Kebijakan Pemerintah Propinsi Sulawesi Selatan
Pada tanggal 8 Juli 2008, H. Syahrul Yasin Limpo – H.Agus Arifin
Nu’mang tepat 90 hari atau tiga bulan menjabat sebagai Gubernur dan Wakil
Gubernur Sulawesi Selatan. Mereka resmi memimpin Sulsel sejak dilantik 8
April 2008 lalu oleh Mendagri Mardiyanto. Langkah awal yang dilakukan untuk
memenuhi basic need (kebutuhan dasar) dalam program pendidikan dan
kesehatan gratis adalah membuat memorandum of understanding (MoU) antara
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 33
gubernur dengan 23 bupati/walikota se-Sulsel7. Dalam MoU tersebut gubernur
meminta kepada para bupati/walikota untuk segera mengalokasikan anggaran
pendidikan dan kesehatan gratis di masing-masing APBD kabupaten/kota.
Sistem sharing dana pun disepakati dalam MoU tersebut, di mana seluruh
anggaran Rp 465 miliar pendidikan gratis selama satu tahun ditanggung
Pemprov Sulsel 40 persen dan masing-masing kabupaten/kota menanggung 60
persen. Hal yang sama juga terjadi pada program kesehatan gratis.
Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) mencanangkan diri sebagai provinsi
pertama di Indonesia yang melakukan pendidikan gratis dari tingkat pendidikan
dasar hingga pendidikan lanjutan tingkat atas. Pelaksanaan pendidikan gratis di
Sulsel berasal dari 60 persen dari APBD provinsi dan 40 persen dari APBD
Kabupaten dan Kota, komitmen Gubernur didukungpula oleh DPRD untuk
mendukung kebijakan pendidikan gratis dari SD hingga SMA.
Sebelumnya, tiga kabupaten di Provinsi Sulsel telah melakukan
pendidikan gratis dari tingkat SD hingga SMA. Yakni Kabupaten Sinjai, Pangkep
dan Gowa. Pemerintah provinsi Sulsel mengalokasikan biaya pendidikan untuk
23 kabupaten/kota. Beberapa komponen pembiayaan pendidikan digratiskan,
dan pemerintah Provinsi sulsel juga melakukan penambahan terhadap beberapa
komponen seperti dana BOS SD/MI sebesar Rp. 4.000 per bulan persiswa.
Sedangkan untuk dana BOS SMP/MTs sebesar Rp. 17.600 per bulan per siswa.
Sementara, tambahan dana BOS regular untuk SD/MI sebesar Rp. 21.167 per
bulan per siswa. Sedangkan dana BOS regular untuk SMP/MTs sebesar Rp.
29.500 per bulan per siswa.
7(http://www.sulsel.go.id/berita/umum/pendidikan-dan-kesehatan-gratis-
masih-tataran-mou-20080708-2.htm)
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 34
BAB III
KONDISI UMUM PENDIDIKAN DI SUMBAWA BARAT
Bagaimanakah keadaan umum Kabupaten Sumbawa Barat sebelum lahirnya program pendidikan gratis? Sejauhmanakah kemampuan keuangan daerah yang dimiliki oleh Kabupaten Sumbawa Barat
untuk dapat menyelenggarakan program pendidikan gratis?
A. Kondisi Umum Kabupaten Sumbawa Barat
Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) adalah merupakan Kabupaten hasil
Pemekaran dari Kabupaten Sumbawa (Kab induk), salah satu Kabupaten baru di Provinsi Nusa Tenggara Barat yang terbentuk pada tahun 2003 ditetapkan berdasarkan Undang-undang Nomor 30 tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Sumbawa Barat8. Jumlah kecamatan saat terbentuk adalah sebanyak 5 kecamatan, yakni ; Kecamatan Sekongkang, Kecamatan Jereweh, Kecamatan Kecamatan Seteluk, Kecamatan Brang Rea dan Kecamatan Taliwang9, dengan jumlah desa sebanyak 38 desa10. Dari 38 desa, ternyata sebanyak 6 desa digolongkan sebagai desa swadaya, 12 status desa swakarya, dan 19 desa desa adalah desa swasembada 19 (Badan Pemberdayaan Masyarakat KSB dalam BPS dan Kabupaten Sumbawa dan Bappeda KSB, 2004). Secara umum, tingkat perkembangan desa tersebut tergolong menengah dan terbelakang
Dilihat dari aspek kependudukan, jumlah penduduk KSB pada tahun 2004 adalah sebanyak 92.405 jiwa, terdiri atas laki-laki 47.344 jiwa (51,24 %) dan perempuan 45.061 jiwa (48,76 %)11. Pada tahun 2006 jumlah
penduduk KSB menjadi sebanyak 95.837 jiwa, dan sebanyak 29.058 adalah kategori penduduk miskin (30,50%). Umumnya penduduk KSB adalah beragama Islam (97,70 % ), sisanya (2,30) beragama Hindu, Khatolik dan Protestan (BPS Kabupaten Sumbawa dan Bappeda KSB, 2004)12.Tingkat kesejahteraan sosial penduduk, secara umum adalah rumahtangga penduduk (58,04 %) katagori KS II - KS III+, dan sebanyak 41,96 % adalah katagori pra KS dan KS I13. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan penduduk
8 Secara administratif, Kabupaten Sumbawa Barat berbatasan dengan Sebelah Timur
: Kabupaten Sumbawa, Sebelah Barat dengan Selat Alas, Sebelah Utara dengan Wilayah Kecamatan Alas Barat Kabupaten Sumbawa dan Sebelah Selatan Samudera Indonesia. 9 Saat ini jumlah kecamatan di Sumbawa Barat sebanyak 8 kecamatan, dengan jumlah desa sebanyak 57 desa, 6 kelurahan.
10 Kecamatan Seteluk 11 desa, Taliwang 11 desa, Brang Rea 4 desa, Jereweh 5 desa, dan Sekongkang 6 desa.
11 Dengan luas wilayah 1849,02 km2, maka kepadatan penduduk kabupaten tersebut adalah 50 jiwa/km2 (BPS Kabupaten Sumbawa dan Bappeda KSB, 2004). Artinya tingkat kepadatan penduduk tersebut tergolong “sangat jarang”, dan penyebaran penduduk antar kecamatan dan desa “relatif tidak merata”, dimana desa-desa di Kecamatan Seteluk dan Taliwang lebih padat dari desa-desa di Kecamatan Brang Rea, Jereweh dan Sekongkang. 12 Khusus untuk penduduk yang beragama non Islam, sebagian besar merupakan pendatang (transmigrasi spontan, transmigrasi umum, dan pekerja) dari Pulau Lombok, Bali dan pulau lainnya.
13 (BKKBN Kabupaten Sumbawa dalam BPS Kabupaten Sumbawa dan Bappeda KSB, 2004).
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 35
KSB secara umum masih tertinggal. (BPS Kabupaten Sumbawa dan Bappeda KSB, 2004).
Sementara itu, dari aspek angkatan kerja, dari jumlah rumahtangga penduduk sebanyak 22.352 rumahtangga (tahun 2004), jumlah angatan kerja adalah sebanyak 36.925 jiwa, dari jumlah angkatan kerja tersebut sebagian besar (67,40 %) bermata pekerjaan utama pada sektor pertanian (pertanian, kehutanan, peternakan dan perikanan), sisanya, sebanyak 32,60% rumahtangga penduduk bermata pencarian/pekerjaan di sektor non pertanian (32,60 %) seperti: industri, perdagangan, pengangkutan, pegawai negeri dan jasa-jasa lainnya (BPS Kabupaten Sumbawa dan Bappeda KSB, 2004). Dilihat pada aspek berdasarkan struktur umur penduduk di KSB tahun 2004, jumlah penduduk yang tergolong usia produktif (usia 15 – 64 tahun) hanya sebanyak 59.134 orang (63,99 %), sedang penduduk yang berusia belum produktif (0 – 14 tahun) sebanyak 29.488 orang (31,91 %), dan penduduk berusia tidak produktif (65 tahun ke atas) atau sebanyak 3.783 orang (4,09 %) (BPS Kabupaten Sumbawa dan Bappeda KSB, 2004). Dengan demikian, maka angka ketergantungan (dependency ratio) penduduk di kabupaten tersebut sebesar 56,26 %, artinya setiap 100 orang penduduk usia produktif (tenaga kerja) harus menanggung hidup 56 orang penduduk usia belum/tidak produktif (bukan tenaga kerja).
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) KSB14 pada tahun 2004, relatif masih terbelakang jika dibandingkan dengan IPM dari kabupaten/kota lain di Propinsi NTB. Berikut tabel perbandingan IPM KSB dibandingkan dengan Kabupaten/Kota lain di NTB pada tahun 2004 :
Tabel 1. IPM KSB dan Kabupaten/Kota Lain di Propinsi NTB Tahun
2004
No Kabupaten/ Kota
Angka Harapan Hidup
Pendi-dikan
Paritas Daya Beli
IPM (0–100)
Peringkat IPM
1. Lombok Barat 55,2 60,3 55,5 57,0 8 2. Lombok Tengah 55,8 57,7 57,2 56,9 9 3. Lombok Timur 54,7 64,1 57,3 58,7 7 4. Mataram 64,0 79,9 62,5 68,8 1 5. Sumbawa Barat 56,0 73,6 56,1 61,9 5 6. Sumbawa 56,7 74,4 58,5 63,2 3 7. Dompu 57,7 70,3 59,1 62,3 4 8. Bima 57,3 69,6 53,7 60,2 6 9. Kota Bima 61,2 75,4 53,3 63,5 2 Propinsi NTB 57,3 66,4 58,1 60,6 -
Sumber: Badan Pusat Statistik Propinsi NTB, 2005.
14 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan indeks komposit yang dikembangkan UNDP untuk mengukur tingkat pencapaian upaya pembangunan manusia dari berbagai bidang, meliputi: kesehatan (Angka Harapan Hidup), pendidikan (Angka Melek Hurup dan Rata-rata Lama Sekolah), dan pendapatan (Paritas Daya Beli)
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 36
Gambar 2. PDRB dan Perkiraan Perkembangannya di KSB
Dari Gambar diatas diperkirakan sampai 20 tahun ke depan, struktur ekonomi KSB masih akan didominasi oleh sektor primer, yaitu pertanian dalam arti luas dan pertambangan. Sektor sekunder, yang terdiri dari: lapangan usaha industri pengolahan (manufaktur), lapangan usaha listrik, gas & air minum, dan lapangan usaha konstruksi diperkirakan berkembang sangat lambat, bahkan cenderung stagnan. Sektor tersier juga berkembang lambat, karena kontribusi terbesar diperoleh dari lapangan usaha perdagangan, hotel & restoran serta lapangan usaha pengangkutan & komunikasi. Lapangan usaha Bank dan lapangan usaha jasa-jasa sangat kecil kontribusinya kepada PDRB di KSB.
1. Kondisi Umum Pendidikan di KSB
Kualitas sumberdaya manusia di KSB tahun 2004 dilihat dari segi pendidikan, sebagian besar berkualitas rendah, yaitu tamat SD, tidak tamat SD dan belum sekolah sebanyak 73.194 orang (79,21 %); penduduk belum tamat SD sebanyak 6.375 orang (6,90 %); penduduk berpendidikan menengah (SLTP dan SLTA) sebanyak 12.326 orang (13,34 %); dan penduduk berpendidikan tinggi (Perguruan Tinggi) hanya 504 orang (0,55 %) (BPS Kabupaten Sumbawa dan Bappeda KSB, 2004).
Jumlah penduduk KSB tahun 2004 yang termasuk dalam kelompok usia sekolah meliputi: umur 7 – 12 tahun untuk SD sebanyak 11.717 orang (12,68 %), umur 13 – 15 tahun untuk SLTP sebanyak 5.647 orang (6,11 %), dan umur 16 – 18 tahun untuk SLTA sebanyak 5.709 orang (6,18 %). Jumlah penduduk usia sekolah untuk masing-masing jenjang pendidikan terus
DISTRIBUSI PERSENTASE PDRBATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
TERSIER 3.27% 3.39% 3.39% 3.39% 3.39% 3.39% 3.39%
SEKUNDER 1.01% 0.99% 0.99% 0.99% 0.99% 0.99% 0.99%
PRIMER 95.65% 95.55% 95.55% 95.55% 95.55% 95.55% 95.55%
20003 2004 20052010
(Proyeksi)2015
(Proyeksi)2020
(Proyeksi)2025
(Proyeksi)
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 37
meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk. Perkembangan penduduk usia sekolah tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Perkembangan Penduduk Usia Sekolah di KSB
Selama tiga tahun terakhir perbandingan penduduk yang bersekolah SD dengan penduduk usia 7-12 tahun di KSB mengalami penurunan. Dan jika kecenderungan ini terus berlanjut, maka diproyeksikan jumlah penduduk usia 7 - 12 tahun yang bersekolah SD akan menjadi tinggal 40 % saja pada tahun 2025. Secara grafis penduduk usia 7-12 tahun yang bersekolah SD dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar4. Perkembangan Pendidikan Penduduk Berusia 7-12 Tahun di KSB
Selama tiga tahun terakhir perbandingan penduduk yang
bersekolah SLTP dengan penduduk usia 13 - 15 tahun relatif tetap. Dan jika kecenderungan ini berlanjut, maka diproyeksikan jumlah penduduk usia 13 - 15 tahun yang bersekolah SLTP akan tetap 60 % pada tahun 2025. Keadaan tersebut disajikan pada Gambar 5.
Penduduk Usia Sekolah
0%
20%
40%
60%
80%
100%
Bukan Usia Sekolah 62,681 69,848 70,989 71,132 71,834 82,708 102,54 114,54 128,46
Penduduk Umur 16-18 th 7,708 4,594 4,362 5,709 5,733 7,597 8,264 8,774 9,388
Penduduk Umur 13-15 th 4,782 4,562 5,485 5,647 6,316 8,308 10,474 12,524 14,652
Penduduk Umur 7-12 th 10,932 10,939 11,519 11,717 12,169 13,752 15,422 17,034 18,685
2001 2002 2003 2004 2005 2010 2015 2020 2025
Penduduk Yang Bersekolah SD
0%
20%
40%
60%
80%
100%
Umur 7-12 th yg TidakBersekolah
605 926 1,506 1,913 2,435 4,739 7,082 9,399 11,734
Umur 7-12 th yg BersekolahSD
10,327 10,013 10,013 9,804 9,734 9,013 8,340 7,635 6,951
2001 2002 2003 2004 2005 2010 2015 2020 2025
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 38
Gambar 5. Perkembangan Pendidikan Penduduk Berusia 13-15 Tahun di KSB
Selama tiga tahun terakhir perbandingan penduduk yang
bersekolah SLTA dengan penduduk usia 16 - 18 tahun mengalami kenaikan. Dan jika kecenderungan ini berlanjut, maka diproyeksikan jumlah penduduk usia 16 - 18 tahun yang bersekolah SLTA akan mengalami peningkatan mendekati 80 % pada tahun 2025. Secara grafis penduduk usia 16 - 18 tahun yang bersekolah SLTA dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Perkembangan Pendidikan Penduduk Usia 16-18 tahun di KSB
Penduduk Yang Bersekolah SLTP
0%
20%
40%
60%
80%
100%
Umur 13-15 th yg TidakBersekolah
2,189 1,724 2,402 2,319 2,743 3,510 4,451 5,276 6,179
Umur 13-15 th yg BersekolahSLTP
2,593 2,838 3,083 3,328 3,573 4,798 6,023 7,248 8,473
2001 2002 2003 2004 2005 2010 2015 2020 2025
Penduduk Yang Bersekolah SLTA
0%
20%
40%
60%
80%
100%
Umur 16-18 th yg TidakBersekolah
7,430 3,981 3,460 4,518 4,253 4,672 3,894 2,959 2,128
Umur 16-18 th yg BersekolahSLTA
278 613 902 1,191 1,480 2,925 4,370 5,815 7,260
2001 2002 2003 2004 2005 2010 2015 2020 2025
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 39
Kondisi tingkat pendidikan masyarakat Kabupaten Sumbawa Barat hingga tahun sampai akhir 2005 masih rendah yaitu lebih dari 90% masyarakat Sumbawa Barat tidak tamat SD dan belum sekolah, sedangkan masyarakat yang berpendidikan setingkat SLTP hanya mencapai 1,30% dan masyarakat yang buta huruf/aksara sekitar 6,4%.
Persoalan pemerataan akses pelayanan pendidikan merupakan salah satu masalah yang dihadapi oleh pemerintah daerah KSB, dimana pada tahun 2005 nilai angka partisipasi kasar (APK) untuk jenjang pendidikan TK/RA mencapai 34,67%, jenjang pendidikan SD/MI/SDLB 114,02%, jenjang pendidikan SMP/MTs 90,97%, dan APK untuk jenjang pendidikan SMA/SMK/MA mencapai 70,59%. Nilai APK ini memperlihatkan bahwa hanya jenjang pendidikan SD/MI/SDLB saja yang telah mencapai nilai diatas 100%, artinya bahwa jumlah siswa di jenjang pendidikan ini telah melebihi jumlah penduduk usia sekolah SD/MI/SDLB. Sedangkan untuk jenjang pendidikan lainnya masih banyak penduduk yang belum mendapat akses.
Lebih detail lagi, pemerataan akses pelayanan pendidikan dapat dilihat dari nilai angka partisipasi murni (APM) yang merupakan nilai perbandingan antara jumlah siswa usia di jenjang pendidikan tertentu dengan jumlah penduduk kelompok usia tertentu dengan nilai ideal 100% yang berarti bahwa semua penduduk usia sekolah telah mendapat pelayanan pendidikan di masing‐masing jenjang. Data tahun 2005 memperlihatkan nilai APM untuk jenjang pendidikan TK/RA mencapai 33,53%, jenjang pendidikan SD/MI/SDLB 98,53%, jenjang pendidikan SMP/MTs mencapai 78,38%, dan APM untuk jenjang pendidikan SMA/SMK/MA sebesar 47,85%. Nilai APM ini memperlihatkan bahwa hanya untuk jenjang pendidikan SD/MI/SDLB saja yang mendekati nilai ideal, hanya tinggal 2,5% penduduk belum mendapatkan layanan untuk jenjang pendidikan ini.
2. Kondisi Sarana dan Prasarana Pendidikan
Prasarana pendidikan (sekolah) yang ada di KSB tahun 2004 cukup tersedia untuk semua jenjang, baik negeri maupun swasta dengan jumlah 136 buah meliputi: TK 28 buah, SD/MI 111 buah, SLTP/MTs 17 buah, dan SLTA 5 buah, dan sejak tahun 2004 terdapat Perguruan Tinggi (PT) 1 buah. Jumlah dan kapasitas prasarana pendidikan untuk tingkat SD relatif sudah mencukupi, tetapi untuk SLTP, SLTA dan PT, jumlah dan kapasitasnya masih kurang (BPS Kabupaten Sumbawa dan Bappeda KSB, 2004). Terbatasnya jumlah dan kapasitas SLTP, SLTA dan PT mengakibatkan pengembangan kualitas sumberdaya manusia di kabupaten sumbawa barat relatif terlambat. Padahal disisilain, Prasarana pendidikan tersebut berperan penting dalam mempersiapkan sumberdaya manusia yang mampu barpartisipasi aktif dalam pembangunan KSB di masa mendatang. Perkembangan jumlah SD per 10.000 penduduk dapat dilihat pada Gambar 7.
Jumlah SD
0
20
40
60
80
100
120
140
Jum
lah S
D
-
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Jmlh
SD
per
10.0
00 p
enduduk
2001 2002 2003 2004 2005 2010 2015 2020 2025
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 40
Gambar 2.22. Perkembangan Jumlah SD di KSB
Data pada Gambar 7. diketahui bahwa, prasarana pendidikan
(sekolah) dasar 6 tahun, atau SD di KSB selama lima tahun terakhir telah berkembang dengan cepat, sesuai dengan pertumbuhan penduduk. Hal ini terbukti dari perbandingan jumlah SD untuk setiap 10.000 penduduk besarnya selalu tetap selama lima tahun terakhir, yaitu 9 SD per 10.000 penduduk. Diperkirakan jumlah SD akan meningkat terus di masa yang akan datang, namun dengan kecepatan tumbuh yang lebih lambat dari pertumbuhan penduduk. Sehingga diperkirakan mulai tahun 2015 sampai dengan tahun 2025, di KSB hanya ada 7 SD per 10.000 penduduk. Ini berarti penurunan dari kondisi sekarang.
Diperkirakan jumlah SLTP di KSB akan meningkat lebih cepat
dari pada jumlah penduduk. Pada saat ini di KSB terdapat 2 SLTP per 10.000 peduduk dan diperkirakan pada 2010 jumlah SLTP akan menjadi 4 buah per 10.000 penduduk. Angka ini akan meningkat terus sampai menjadi 7 SLTP per 10.000 penduduk. Perkembangan Jumlah SLTP di KSB dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Perkembangan Jumlah SLTP di KSB
Sebagaimana perkembangan SLTP, diperkirakan jumlah SLTA di
KSB akan meningkat lebih cepat dari pada jumlah penduduk. Pada saat ini di KSB terdapat 1 SLTA per 10.000 peduduk dan diperkirakan pada 2010 jumlah SLTA akan menjadi 3 buah per 10.000 penduduk. Angka ini akan meningkat terus sampai menjadi 7 SLTA per 10.000 penduduk. Perkembangan jumlah SLTP di KSB dapat dilihat pad Gambar 9.
Jumlah SLTP
0
20
40
60
80
100
120
Jum
lah S
LTP
-
1
2
3
4
5
6
7
Jm
lh S
LTP p
er 1
0.00
0 pe
ndud
uk
SLTP 9 9 15 18 23 45 68 90 113
SLTP/10.000 penduduk 1 1 2 2 2 4 5 6 7
2001 2002 2003 2004 2005 2010 2015 2020 2025
Jumlah SLTA
30
40
50
60
70
80
90
Jum
lah S
LTA
2
3
4
5
6
Jmlh
SLT
A p
er 1
0.00
0 pe
ndud
uk
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 41
Gambar 9. Perkembangan Jumlah SLTA di KSB
3. Kondisi Politik Yang Mengalami Ketegangan
Issue pendidikan dan kesehatan gratis menjadi issue “seksi” yang diangkat oleh para pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah pada pemilukada langsung pertama tahun 2005 di Kabupaten Sumbawa Barat yang diikuti oleh 5 pasangan pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah15. Dari lima pasangan calon, dua 2 pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah gencar mengangkat issue pendidikan dan kesehatan gratis. Kedua pasangan calon itu adalah pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Andi Azisi Amin, SE.,MSc dan Drs.H.Muchsin Hamin dan pasangan KH.Zulkifli Muhadli, SH.,MM dan Drs.H.Malarahman. Mereka mengaku terinsipirasi dari praktek penyelenggaraan program pendidikan dan kesehatan gratis yang berlangsung di Kabupaten Jembarana, Provinsi Bali16. Pada pemilu 2005, pasangan KH.Zulkifli Muhadli, SH.MM dan Drs. H.Malarahman muncul sebagai pemenang Pemilukada pertama di KSB dengan perolehan suara sebanyak 16949 suara (31,30%), 31,30%17 dengan sebaran perolehan suara (geoplotik) dari 5 kecamatan sebanyak 2 kecamatan dimenangkan oleh Pasangan KH. Zulkifli Muhadli dan Malarahman, Sedangkan sisanya dimenangkan oleh pasangan lainnya. Hasil Pemilukada 2005, ternyata ditolak oleh empat pasangan calon lainnya. Bahkan, salah satu pasangan calon menggugat hasil pilkada ke pengadilan
15 Kelima pasangan calon tersebut adalah pasangan (1) Drs. H.M Hatta Taliwang dan H.
Abdul Razak, S.H yang diusung oleh Partai Amanat Nasional. (2) Pasangan Drs. H. Salim Ahmad dan H.M Syafe’i, yang diusung partai Golkar. (3) Pasangan KH Zulkifli Muhadli, S.H. MM dan Drs. H. Malarahman yang diusung oleh gabungan partai PBB dan PIB. (4) Pasangan Ir. H. Busrah Hasan dan Drs. Abdul Hamid Rahman yang diusung oleh gabungan partai PPP dan PDI-P. (5). Pasangan Andi Azisi Amin, SE, M.Sc dan Drs. H. Muchsin Hamim yang diusung oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS). 16 Dalam debat publik visi dan misi calon yang dilaksanakan KPU Kabupaten Sumbawa Barat pada tanggal 15 juni 2005 di gedung teahter taliwang, dihadiri lebih dari 1000 warga masyarakat, pasangan Andi Azisi Amin, SE.,MSc dan Drs.H.Muchsin Hamin dan pasangan KH.Zulkifli Muhadli, SH.,MM dan Drs.H.Malarahman memaparkan program pendidikan dan kesehatan gratis dan 17Urutan kedua adalah pasangan Andi Azisi Amin, SE.Msc dan H.Muchsin Hamin dengan perolehan suara sebanyak 12705 suara atau 23,46%, ketiga adalah pasangan Ir.Busrah Hasan dan Drs. Abdul hamid Rahman sebanyak 11192 suara atau 20,67%, keempat adalah pasangan Drs.Salim Ahmad dan H.M.Syafee’i sebanyak 10371 suara atau 19,15%, dan urutan kelima atau terakhir adalah pasangan Drs.H.M.Hatta Taliwang dan H.Abdul Razak, SH dengan perolehan suara sebanyak 2937 suara atau 5,42%17
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 42
kendati pada akhirnya gugatan dicabut18. Pasca pelatikan tanggal 13 Agustus 2005, ketegangan politik belum jua berakhir. Bupati dan Wakil Bupati KSB harus menghadapi hak interpelasi DPRD terkait dengan dugaan sejumlah kebijakan, salah satu yang mendapat sorotan adalah terkait perubahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan pendidikan dan kesehatan gratis yang dinilai oleh sebagian kalangan anggota DPRD adalah merupakan kebijakan yang keliru. Rancangan Peraturan Daerah tentang pendidikan dan kesehatan gratis yang diajukan oleh Pemerintah Daerah ditolak oleh DPRD dengan alasan KSB sebagai Kabupaten baru belum siap untuk melaksanakan program pendidikan dan kesehatan gratis karena kemampuan keuangan daerah yang sangat terbatas, sejumlah anggota DPRD menilai bahwa pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana daerah atau infrastuktur daerah jauh lebih urgent dan mendesak daripada program pendidikan dan kesehatan gratis. Penolakan program pendidikan dan kesehatan gratis oleh DPRD mendapatreaksi keras dari para pendukung Bupati dan Wakil Bupati terpilih, DPRD dinilai tidak pro terhadap rakyat miskin. Bahkan, dinilai hanya mementingkan dirinya sendiri. Disisilain, ternyata rencana program pendidikan dan kesehatan gratis yang digagas oleh Bupati terus mengalir dan meluas, bukan hanya dari para pendukung Bupati dan Wakil Bupati terpilih, melainkan pula dari pendukung pasangan calon lainnya. Namun, DPRD yang mayoritas “kontra” dengan Bupati tetap menolak program pendidikan dan kesehatan gratis. Oleh karena tidak ada dukungan dari DPRD, maka akhirnya Rancangan Peraturan Daerah tentang pendidikan dan kesehatan gratis dirubah dalam bentuk Peraturan Bupati (perbup) dan pada tanggal 2 Mei tahun 2006 Bupati Kabupaten Sumbawa Barat mengeluarkan Peraturan Bupati tentang pendidikan dan kesehatan gratis di Kabupaten Sumbawa Barat. Kedua Peraturan itu adalah (1) Peraturan Bupati Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan program pendidikan gratis dan (2) Peraturan Bupati Nomor 9 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Pelayanan Kesehatan/Pengobatan gratis di Puskesmas dan jaringannya di Kabupaten Sumbawa Barat. Lahirnya dua kebijakan tersebut kemudian disambut gegap gempita oleh masyarakat Kabupaten Sumbawa Barat karena masyarakat menilai program pendidikan dan kesehatan gratis dapat mengurangi beban masyarakat. Dua kebijakan itu pun diberlakukan surut, yakni sejak tanggal 1 januari 200619 sehingga sejak tahun 2006 masyarakat Kabupaten Sumbawa Barat mulai memperoleh pelayanan pendidikan dan kesehatan secara gratis.
4. Kondisi Keuangan Daerah Yang Terbatas
18 Pasangan calon yang mengajukan gugatan adalah pasangan Drs.Salim Ahmad dan H.M.Syafee’i yang diusung partai golkar dengan nomor register perkara No.3/PEN.PDT.PILKADA/2005/PT. MTR. Pasnagan ini menggugat KPUD KSB yang dianggap telah melanggar dan membiarkan praktek kedurangan pemilukada, namun gugatan pasangan calon ini dicabut sebelum pokok perkara diperiksa oleh Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Mataram.
19 Kebijakan yang lahir inipun oleh sejumlah kalangan yang menolak program pendidikan dan kesehatan gratis dianggap “melanggar hukum” atau “illegal” karena Perbup yang ditetapkan berlaku surut dan Perbup tersebut tidak memiliki payung hukum diatasnya. Disamping pelaksanaan program pendidikan dan kesehatan gratis yang “mendahului” program daripada landasan hukum, dalam arti program telah berjalan namun tidak ada dasar hukum daerah sebelumnya.
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 43
Sejak awal program pendidikan dan kesehatan gratis, memang dipertanyakan dan diragukan karena kemampuan keuangan daerah yang dimiliki daerah sangat terbatas. Pada tahun 2005, jumlah APBD KSB hanya sebesar Rp.107.833.901.500,- (Rp.107 milliar lebih) dengan jumlah PAD KSB yang dimiliki hanya sebesar Rp. 2.579.694.500,- atau hanya sebesar 2,37 % dari total penerimaan APBD Rp. 107.833.901.500. Dari jumlah APBD tersebut, sebagian besar penerimaan APBD tergantung dari pusat, tercatat penerimaan APBD dari Alokasi Dana Perimbangan tahun 2005 sebesar Rp. 101.354.207.000, yang bersumber dari Dana Bagi Hasil Pajak sebesar Rp. 15.585.207.000, Dana Bagi Hasil Bukan Pajak sebesar Rp. 40.000.000, Dana Alokasi Umum sebesar Rp. 40.650.000.000,-Dana Alokasi Khusus sebesar Rp. 4.000.000.000,- dan Dana perimbangan dari Provinsi NTB sebesar Rp. 1.500.000.000,- serta penerimaan Daerah lainnya yang sah sebesar Rp 3.900.000.000. Dengan kamampuan keuangan daerah yang minim itulah, pada tahun 2005, KSB digolongkan sebagai kabupaten yang memiliki kemampuan keuangan daerah rendah20. Pada saat pelaksaan program pendidikan dan kesehatan gratis dilaksanakan Pada tahun 2006. Ternyata, APBD Kabupaten Sumbawa Barat baru berjumlah Rp. 220.995.028.794,54, dengan jumlah PAD yang ditargetkan Rp. 15.634.892.000, dan Dana Perimbangan 205.360.136.794,- Sementara belanja daerah diproyeksikan mencapai 272.161.196.844,-. Jika merujuk pada kapasitas fiskal atau keuangan daerah yang dimiliki oleh KSB, maka sangatlah mustahil sebagai kabupaten baru dengan anggaran yang masih sangat minim, KSB dapat menyelenggarakan program pendidikan dan kesehatan gratis. Karena disisilain sebagai Kabupaten baru—dituntut pula untuk dapat memenuhi sarana dan prasarana daerah . Namun, keterbatasan kemampuan anggaran itu, ternyata tidaklah menjadi penghambat bagi Pemerintah daerah KSB untuk melaksanakan program pendidikan dan kesehatan gratis.
20 Komponen utama pos pendapatan dari APBD KSB tahun anggaran 2005 adalah
bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Perimbangan. PAD terdiri atas: pajak daerah, retribusi daerah dan lain-lain PAD yang sah. Sementara itu, Dana Perimbangan terdiri atas: bagi hasil pajak dan bukan pajak, Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK).
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 44
BAB IV KONSEP DAN IMPELEMENTASI
PENDIDIKAN GRATIS DI KSB DAN ARAH PERUBAHAN DIMASA MENDATANG
Pada bagian ini akan di bahas tentang pertama bagaimanakah regulasi yang mengatur program pelayanan pendidikan gratis di KSB serta bagaimanakah implementasi peraturan tersebut? Kendala dan tantangan apasajakah yang dihadapi dalam pelaksanaan program pendidikan gratis di KSB? Perubahan- apasajakah yang dibutuhkan dan arah perubahan yang perlu dituju dimasamendatang?
A. Konsep Pendidikan Gratis Menurut Peraturan Bupati Nomor 11 Tahun
2006
1. Landasan Penyelenggaraan Program Pendidikan Gratis
Landasan pelaksanaan program pendidikan gratis di KSB adalah berdasarkan
Peraturan Bupati Sumbawa Barat Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Program
Pendidikan Gratis di Kabupaten Sumbawa Barat, peraturan ini ditetapkan pada
tanggal 2 Mei 2006 dan diberlaku surut mulai sejak tanggal 1 januari 2006. Secara
umum, ada dua dasar pertimbangan utama dikeluarkannya Perbup ini, sebagaimana
tercantum dalam dasar menimbang huruf a adalah “dalam rangka meningkatkan
cakupan sasaran pelayanan pendidikan kepada seluruh masyarakat, telah diambil
suatu kebijakan Pembiayaan Sekolah melalui Program Pendidikan Gratis di
Kabupaten Sumbawa Barat”. Huruf b bahwa “agar penyelenggaraan kegiatan
sebagaimana dimaksud pada huruf a dapat berjalan efektif, perlu ditetapkan
Pedoman Pelaksanaannya”.
Merujuk pada dasar pertimbangan sebagaimana di atas, jelas bahwa Perbup
Program Pendidikan Gratis adalah sebagai pedoman pelaksanaan program
pelaksanaan program pendidikan gratis, kehadiran perbup ini dimaksudkan untuk
meningkatkan cakupan sasaran pelayanan pendidikan kepada seluruh masyarakat.
Dengan demikian, maka keberadaan/kedudukan perbup menjadi sangat strategis
dalam menentukan kearahmana program dan apakah program pelayanan
pendidikan gratis dapat berjalan efektif ataukah tidak.
Sedangkan secara hukum, dasar hukum yang dirujuk atau dijadikan sebagai
dasar mengingat adalah satau kerangka acuan hukum pembentukan Perbup ini,
adalah sebanyak 13 peraturan, ke- 13 landasan peraturan itu adalah meliputi :
a. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional;
b. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten
Sumbawa Barat di Provinsi Nusa Tenggara Barat;
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 45
c. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
sebagiamana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005
tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor
3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan daerah sebagai Undang-undang
d. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Daerah;
e. Undang-undang nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen;
f. Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 1990 tentang pendidikan Dasar
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun
1998;
g. Peraturan Pemerintah nomor 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menegah
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun
1998;
h. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1992 tentang Peran Serta Masyarakat
dalam Pendidikan Nasional;
i. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar nasional
Pendidikan;
j. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 036/U/1995 tentang
Pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar;
k. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 044/U/2002 tentang Dewan
Pendidikan dan Komite Sekolah;
l. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 060/U/2002 tentang
Pedoman Pendirian Sekolah;
m. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 11 Tahun 2005 tentang Buku
Teks Pelajaran.
2. Tujuan dan Sasaran Program Pendidikan Gratis
Tujuan dari program pendidikan gratis di KSB adalah :
a. Meringankan biaya pendidikan dari tingkat TK/RA, SD/MI, SMP/MTs
sampai SMA/SMK/MA baik negeri maupun swasta yang sebelumnya
menjadi tanggungan orang tua/wali siswa peserta belajar;
b. Memperkecil dan atau mengurangi angka putus sekolah dalam kurun waktu
selama 1-5 tahun di Kabupaten Sumbawa Barat
c. Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia di Kabupaten Sumbawa barat;
d. Meningkatkan Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni
(APM).
Sedangkan yang menjadi Sasaran dari Program Pendidikan Gratis adalah
seluruh peserta didik yang terdaftar disekolahnya masing-masing dan telah
dilakukan oleh pihak sekolah serta dilaporakan kepada Dinas.
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 46
3. Para Pihak Terkait Dan Fungsi
Para pihak terkait untuk mendukung kelancaran dan suksenya Program
Pendidikan Gratis, maka dipandang perlu keterlibatan para pihak, yakni
a. Dinas Pendidikan Pemuda dan Olaraga
Dinas teknis ini mempunyai tugas melakukan pendataan, dan pemuktahiran
data seluruh anak usia sekolah maupun tidak sekolah, sebagai dasar untuk
menerapkan mekanisme kerja. Sementara fungsinya yaitu menysusn dan
menetapkan mekanisme kerja dari perncanaan yang telah disusun
sebelumnya
b. Badan Perencana Pembangunan Daerah (Bappeda)
Menyusun perencanaan terhadap mekanisme kerja program
c. Inspektorat daerah
Melakukan pembinaan dan pengawasan, serta tugas lain yang menjadi
tupoksi dari Inspektorat Daerah, kaitannya dengan Pendidikan.
d. Dewan Pendidikan
Tugas dari lembaga ini memberikan dorongan, motivasi dan pencerahan
kepada masyarakat terhadap penyelenggaraan program. Sebagai lembaga
yang merepresentasikan masyarakat, maka keberadaannya berfungsi sebagai
corong untuk menyampaikan aspirasi, menampung berbagaii masukan, dan
menganalisa kebutuhan tersebut, yang nantinya menjadi dasar pihak lainnya
untuk menjalankan program.
e. Unit Pengaduan Masyarakat (UPM)
Keberadaannya berfungsi mengawasi pelaksanaan program secara informal,
mengidentifikasi pelaksanaan program, dan memberikan masukan terhadap
penyelenggara program
f. Dinas Kehutanan, Pertanian, Perkebunan, dan Ketahanan Pangan
Membuat melaksanakan sistem Gerakan Sejuta Pohon sebagai syarat bagi
warga untuk mendapatkan peleyanan pendidikan gratis
g. Sekolah/Madrasah
Menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar, dan memberikan informasi
serta data yang dibutuhkan oleh Dinas sesuai dengan kebutuhan kegiatan
belajar mengajar yang dilaksanakan setiap tahun anggaran
h. Guru
Melaksanakan kegiatan belajar mengajar dalam rangka mendukung
kelancaran dan keberhasilan program
i. Camat
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 47
j. Membantu kelancaran pelaksanaan program diwilayahnya, memantau
pelaksanaan program, untuk selanjutnya memberikan masukan kepada
sekolah-sekolah dan atau Dinas dalam rangka penyempurnaan pelaksanaan
program.
k. Kepala Desa
Membantu kelancaran pelaksanaan program diwilayah Desa/Keluharan
ditempatnya, memantau pelaksanaan program, untuk selanjutnya
memberikan masukan kepada sekolah-sekolah dan atau KCD dalam rangka
penyempurnaan pelaksanaan program.
l. Orang tua siswa
Melaksanakan Gerakan Sejuta Pohon sebagai prasyarat untuk mendapatkan
pelayanan pendidikan gratis, dan memberikan dukungan secara materil
maupun non materil terhadap pelaksanaan rencana program sesuai dengan
persetujuan komite sekolah.
m. Komite Sekolah
Mengkoordinir orang tua siswa untuk dapat berparfisifasi dalam pelaksanaan
program, membantu sekolah dalam menyelenggarakan program, dan
memantau pelaksanaan program, untuk selanjutnya memebrikanmasukan
masukan kepada sekolah guna penyempurnaan pelaksanaan program.
4. Penggunaan Pembiayaaan Program dan Mekanise Pelaksanaan
Pembiayaan Program Pendidikan Gratis dipergunakan untuk :
a. Biaya operasional TK/RA senilai Rp.15.000,-/siswa/bulan
b. Biaya operasional SD/MI senilai Rp.5000,-/siswa/bulan sebagai tambahan
dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah);
c. Biaya operasional SMP/MTs senilai Rp.5000,-/siswa/bulan sebagai
tambahan dana BOS
d. Biaya operasional SMA/MA senilai Rp.40.000,-/siswa/bulan
e. Biaya operasional SMK senilai Rp.50.000,-/siswa/bulan
Untuk dapat menerima biaya program pendidikan gratis, maka setiap
sekolah menyampaikan Daftar Nama Peserta Belajar kepada Dinas Pendidikan
dengan tembusan kepada Kepala Kantor Cabang setempat paling lama akhir
bulan desember setiap tahun, nama-nama yang telah disampaikan sekolah
kemudian Dinas Pendidikan melakukan verifikasi dan pemutakhiran data peserta
belajar berdasarkan tingkat pendidikannya. Setelah melakukanverifikasi dan
diperoleh data, Dinas Pendidikan melakukan koordinasi dengan BPKAD guna
kelancaran proses administrasi keuangan. Dinas melakukan koordinasi dengan
pihak sekolah, terkait syarat-syarat pengajuan pencairan keuangan maupun
pertanggungjawabannya.
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 48
Peserta belajar yang dapat menerima bantuan pendidikan dari program
adalah siswa yang terdaftar disekolahnya masing-masing dan atau telah
mempunyai sertifikat GSP (Gerakan Sejuta Pohon). Dan pada evaluasi
pelaksanaan program dikaitkan dengan GSP dilaksanakan oleh Dinas bersama
dengan Dinas Kehutanan, Pertanian, Perkebunan dan Ketahanan Pangan. Untuk
memperlancar kegiatan evaluasi, Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga dapat
dibentuk Tim. Evaluasi terhadap seluruh pelaksanaan Program wajib dilakukan
oleh Dinas Pendidikan untuk mengetahui keberhasilan dan kelemahan program
dan hasil evaluasi secara lengkap dilaporkan kepada Bupati.Sedangkan pihak-
pihak terkait lainnya diwajibkan untuk melakukan pemantauan terhadap
pelaskanaan program dan hasil pementauan tersebut disampaikan kepada
Bupati, Dinas, Tim dan lainnya.
B. Hasil Evaluasi Konsep dan Pelaksanaan Peraturan Bupati Nomor 11
Tahun 2006
1. Kedudukan Perbup Tidak Dapat Menjamin Kepastian dan
Keberlanjutan program Pendidikan Gratis
Bila menilik kembali latar belakang sejarah, lahirnya Perbup maka kita
tidak lepas dari dinamika dan konsteleasi politik yang berkembang ketika perbup
ini dilahirkan adalah pasca pilkada langsung 2005. Ketika itu, kondisi DPRD
terfragmentasi begitu kuat, relasi eksekutif dengan legislatif pada awal
kepemimpinan Bupati kurang berjalan harmonis, sebagian anggota DPRD KSB
periode 1999-2004 menolak rencana kebijakan program pendidikan gratis,
rancangan peraturan daerah yang disiapkan oleh Pemerintah Daerah pun
“terpental” karena sebagian besar anggota menilai kebijakan pendidikan gratis,
sulit untuk dapat dilaksanakan di KSB karena sebagai Kabupaten yang baru
terbentuk pada akhir tahun 2003, membutuhkan banyak anggaran untuk
melaksanakan berbagai agenda program dan kegiatan, khususnya terkait dengan
agenda pembangunan infrastuktur daerah yang membutuhkan proses yang cepat
disisilain ketersediaan dan kemampuan APBD daerah masih sangat rendah.
Sehingga dalam presfektif sebagian anggota DPRD menilai kebijakan pendidikan
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 49
gratis, sulit untuk diterapkan dan bukan merupakan agenda prioritas
pembangunan daerah tahun 2006.
Oleh karena, tidak adanya dukungan politik yang cukup besar dikalangan
legislative saat itu, sementara disisilain sosialiasi dan “janji politik” bupati
kepada rakyat untuk menggratiskan biaya pendidikan mulai tingkat TK sampai
dengan SMA/sederajat, telah tersosialisasikan keseluruh pelosok desa dan telah
memeproleh dukungan yang luas dari masyarakat , khususnya masyarakat fakir
miskin Dengan adanya dukungan yang luas dan kuat dari masyarakat itulah, pada
akhirnya menjadi modal bagi pemerintah daerah untuk menginisiasi dan
memberanikan diri untuk menetapkan Perbup Program Pendidikan Gratis,
karena rancangan peraturan daerah tidak dapat diakomodir oleh DPRD.
Masalah dan Analisis Terkait Kedudukan Perbup
Secara konseptual, dalam hireraki perundang-undangan, kedudukan
Peraturan Bupati ini adalah berada pada tingkatan terendah karena itu dari
aspek hukum landasan dan kekuatan hukum untuk menjamin kepastian
keberlangsungan terhadap program pendidikan gratis yang berkelanjutan
masih belum efektif.
Ancaman terhadap keberlangsungan program pendidikan gratis masih cukup
potensial, karena landasan dan kekuatan hukum untuk menjamin
keberlangsungan program pendidikan gratis hanya di payungi oleh perbup.
Oleh karena hanya melalui perbup sementara hierarki perbup berada pada
tingkatan terendah, maka : (a) Potensi peluang untuk dapat dibatalkan
perbup masih terbuka lebar karena kedudukannya (perbup) yang paling
rendah dalam hierarkis perundang-undangan sehingga perbup sesuai asas
perundang-undangan, tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih
tinggi (b) tidak adanya jaminan kepastian dan keberlanjutan terhadap
penyelenggraan program pendidikan gratis yang berkualitas dimasa
mendatang, karena perbup hanya mencerminkan komitmen dan tanggung
jawab politik yang terbatas pada lingkup Bupati, bukan merupakan cermin
dari komitmen politik dan tanggung jawab bersama seluruh pihak,
khususnya DPRD. Ancaman terhadap terhentinya program pendidikan
gratis akan sangat terbuka lebar untuk dihilangkan atau dihapuskan ketika
pada akhir masa jabatan Bupati 2015, dan Kepala Daerah terpilih nantinya
tidak memiliki komitmen untuk melanjutkan program pendidikan gratis,
maka dapat dipastikan pula pada tahun 2015, program pendidikan gratis
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 50
yang selama ini dilaksanakan dapat berakhir ditengah jalan. Dan tentu, hal
ini akan menjadi persoalan sosial baru bagi masyarakat KSB.
Arah Penyempurnaan
Bentuk produk hukum yang dibutuhkan untuk pelaksanaan program
pendidikan gratis adalah dalam bentuk Peraturan Daerah bukan dalam
bentuk Peraturan Bupati sebagaimana yang berlangsung selama ini. Oleh
karena ; (1) kedudukan PERDA merupakan salah satu jenis Peraturan
Perundang-undangan dan merupakan bagian dari sistem hukum nasional
yang berdasarkan Pancasila. Dan pada saat ini mempunyai kedudukan yang
sangat strategis karena diberikan landasan konstitusional yang jelas
sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, yang menyatakan “Pemerintahan Daerah
berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk
melaksanakan otonomi daerah dan tugas pembantuan”. Berdasarkan UU
No.10 Tahun 2004 Tentang Pedoman Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan serta hierarkhi perundang-undangan kedudukan Perda di atas
Peraturan Bupati.
Berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 pasal 146 ayat (1) menjelaskan bahwa
Materi muatan Peraturan Kepala Daerah adalah materi untuk
melaksanakan Peraturan Daerah atau atas kuasa peraturan
perundang-undangan. Jadi beranjak dari ketentuan tersebut akan lebih
tepat, jika Program Pendidikan Gratis ditetapkan melalui Peraturan Daerah,
dan terhadap materi yang memerlukan peraturan lebih lanjt/aturan
pelaskaaan diatur dalam Peraturan Bupati dan Keputusan Bupati.
Dengan ditetapkannya program pendidikan gratis melalui perda, maka
komitmen untuk melaksanakan program pendidikan gratis bukan hanya
semata dari Bupati melainkan pula DPRD—sehingga Bupati dan DPRD
sama-sama bertanggung jawab untuk memastikan keberlanjutan terhadap
program pendidikan gratis.
2. Dasar Hukum Yang Digunakan Tidak Relevan Lagi Dengan
Peraturan Perundang-Undang Yang Berlaku Saat ini.
Dalam peraturan Bupati Nomor 11 Tahun 2006, dalam dasar hukumnya
(dasar mengingat), oleh perancang peraturan tidak memasukkan lembara
negara/daerah dan tambahan negara dari setiap peraturan yang
dicantumkannya. Padahal, persoalan ini bukanlah persoalan yang
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 51
sederhana, melainkan sangat mendasar karena menyangkut keabsahan dan
keberlakuan suatu produk hukum.
Beberapa dasar hukum yang digunakan yang memeiliki keterterkaitan
langsung dengan materi pendidikan sangat terbatas untuk dimasukkan
kedalam dasar pertimbangan, justeru dasar hukum yang digunakan tidak
memiliki korelasi dengan substansi yang diatur. Disamping itu, jika merujuk
pada dasar hukum yang digunakan saat ini sebagai dasar dari pembentukan
Peraturan Bupati Nomor 11 tahun 2006, maka sudah kurang relevan lagi
untuk digunakan karena berbagai perubahan kebijakan peraturan
perundang-undangan baru.
Oleh sebab itu, seiring dengan dinamika perkembangan dalam bidang
pendidikan dan perkembangan kebijakan peraturan perundang-undangan
yang lahir dan berlaku saat ini, maka kiranya perlu, dasar hukum
penyelenggaraan program pendidikan gratis disesuaikan dengan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku saat ini.
Perubahan Peraturan Bupati menjadi Peraturan Daerah diarahkan pula pada
perubahan terhdap landasan hukum terkait program pendidikan gratis, dan
untuk itu pula perubahan peraturan ini akan merespons sejumlah peraturan
baru terkait dengan penyelenggaraan pendidikan gratis, diantaranya;
Peraturan Pemerintah 74 Tahun 2008 tentang Guru, Peraturan Pemerintah
Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara
Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota, Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2008 tentang
Wajib Belajar; Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang
Pendanaan Pendidikan, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 Tentang
pelayanan Publik dan beberapa peraturan terkait lainnya.
3. Masih Minimnya Cakupan Materi Yang Diatur dan Ketidakjelasan
Materi Yang Diatur Dalam Peraturan Bupati
Secara umum konsep atau materi Peraturan Bupati Nomor 11 Tahun 2006
masih banyak terdapat kelemahan. Kelemahan tersebut adalah terkait
dengan cakupan materi dan ketidakjelasan materi yang diatur dalam
Peraturan Bupati Nomor 11 Tahun 2006. Secara rinci Peraturan Bupati
terdiri dari 7 Bab dengan jumlah pasal sebanyak 26 pasal yang mengatur
tentang ketentuan umum, tujuan dan sasaran, para pihak terkait dan tugas
fungsi, penggunaan pembiaayan program, mekanisme pelaksanaan,
pemantauan dan pengawasan, pendataan dan pelaporan. Dari hasil kajian
terhadap muatan materi peraturan bupati serta kalimat perundang-
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 52
undangan yang digunakan dalam perumusan pasal demi pasal terdapat
beberapa kelemahan antara lain, sebagai berikut ini:
No
Pasal Subtansi yang diatur
Kelemahan
1 Pasal 3 Sasaran Penerima Program Pendidikan Gratis
a. Tidak mengatur syarat dan perlengkapan persyaratan yang harus dipenuhi oleh penerima program pendidikan gratis
b. Tidak mengatur mekanisme dan format verifikasi serta petunjuk teknis atau pedoman bagi sekolah-sekolah untuk melakukan verifikasi
2 Pasal 4 dan pasal 5
Para Pihak Terkait dan Tugas Fungsi
a. Tidak ada petunjuk pelaksana maupun petunjuk teknis dari para pihak untuk melaksanakan tugas fungsinya, cakupan dan batasan lingkup tugas dan fungsi, hak dan kewajiban para pihak, sanksi dan sebagainya.
b. Uraian tugas yang dijabarkan dalam perbup lebih kepada uraian fungsi dari tupoksi masing-masing dinas/badan yang berlaku selama ini yang “tanpa” diatur dalam perbup pun memang melaksanakan fungsi tersebut.
c. Tentang Unit Pengaduan Masyarakat (UPM), tidak jelas kedudukannya dimana, personil, mekanisme dan tata kerja, hak dan kewajiban dan lain sebagainya, tidak diatur dalam perbup, dan hingga saat ini tidak ada petunjuk teknis maupun petunjuk pelaksana mengenai UPM
3 Pasal 19 Penggunaan Pembiayaan Progran
a. Perbup tidak mengatur prinsip-prinsip pengelolaan biaya pendidikan, mekanisme pengelolaan, hak dan kewajiban dalam pembiayaan dan sebagainya
b. tidak ada petunjuk teknis maupun petunjuk pelaksana terkait dengan pembiayaan program
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 53
4 Pasal 20 s.d. pasal 24
Mekanisme pelaksanaan
a. perbup tidak mengatur secara jelas mekanisme pelaksanaan apasajakah yang perlu diatur dalam perbup
b. perbup hanya mengatur mengenai verifikasi peserta penerima program pendidikan dan tidak ada petujuk pelaksanaan lebih lanjut, seperti pemutakhiran data dan verifikasi, syarat-syarat pengajuan pencairan keuangan, pertanggungjawaban, dan lain sebagainya
c. ketidakjelasan tentang evaluasi pelaksanaan program pendidikan gratis yang dikaitkan dengan GSP dilaksankan oleh Dinas pendidikan dan Dinas Kehutanan, pertanian dan Ketahanan pangan
d. ketidakjelasan pengaturan mengenai pembentukan Tim
e. ketiadaan juklak dan juknis dari pelaksanaan, termasuk format pelaporan program
5 Pasal 25 s.d. pasal 26
Pemantauan dan Pengawasan
a. ketidakjelasan pihak-pihak terkait dalam melakukan pemantauan pelaksanaan program
b. tidak diatur secara jelas pemantauan apakah yang dilakukan oleh masih-masing pihak terkait, bagaimanakah mekanisme pemantauan yang dilakukan, format pemantauan dan sebagainya.
6 Pasal 27 Pendataan dan Pelaporan
a. tidak adan petunjuk teknis dan pelaksana mengenai pendataan dan pelaporan
b. tidak jelas diatur tentang pendataan dan pelaporan, misalnya siapa yang mendata, mengelola data, mendokumentasikan data, hak dan kewajiban, format pendataan, mekanisme pendataan dan sebagainya. Begitupun mengenai pelaporan pelaksanaan program, tidak ada standar pelaksanaan pelaporan program untuk masing-
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 54
masing sekolah sebagai acuan bagi sekolah untuk menyusun laporan pelaksanaan program
4. Minimnya Petunjuk Pelaksana dan Petunjuk Teknis Sebagai
Aturan Pelaksanaan Perbup
Untuk dapat melaksanakan Peraturan Bupati Nomor 11 Tahun 2006,
maka sesungguhnya dibutuhkan berbagai aturan pelaksanaan, baik berupa
petunjuk pelaksana maupun petunjuk teknis. Jika merujuk pada judul Peraturan
Bupati yang ada saat ini (Perbup Nomor 11 tahun 2006) adalah berjudul
Pedoman Pelaksanaan Program Pendidikan Gratis di Kabupaten Sumbawa Barat.
Jika merujuk pada judul Peraturan Bupati tersebut, maka seyogyanya karena
yang diatur adalah pedoman, maka dalam perbup tersebut dapat menjabarkan
secara rinci, terhadap para pihak yang diatur baik impelemnting agency atau
pelaksana dan para pihak pelaksana terkait lainnya harus jelas begitupun dengan
role occupation atau pihak-pihak yang dituju dari peraturan tersebut. Jika
melihat pada aspek susbstansi yang diatur dalam Peraturan Bupati dengan
materi dalam Peraturan Bupati nampak ketidaksesuaian, pedoman apa
sesungguhnya yang diatur dalam Perbup itu sendiri, apakah pedoman
perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, pengawasan, akuntabilitas dalam
program pendidikan gratis ? Begitupun sasaran yang dituju dari pedoman
tersebut masih terdapat bias. Pedoman untuk siapa? Karena seluruh pihak yang
dituju begitu luas dan cakupan mengenai tugas, fungsi, hak dan kewajiban
masing-masing pihak yang dituju dari aturan tersebut tidak jelas. Oleh sebab itu,
tidaklah mengherankan jika dalam pelaksanaanya, menimbulkan banyak
penafsiran dan kebingungan, bahkan aturan tersebut sesungguhnya tidak mampu
untuk mengjangkau apa yang diinginkan oleh Bupati.
Persoalan lainnya adalah jika Peraturan ini adalah bersifat Pedoman,
maka tentu ada peraturan diatasnya. Karena pada dasarnya pedoman ini adalah
untuk melaksanakan aturan/kebijakan diatasnya. Jadi agak aneh dan timpang,
peraturan mengenai pedoman ini muncul, namun yang dijadikan pedoman
masih simpang siur atau belum jelas, bahkan tidak ada aturan diatasnya. Oleh
karena Peraturan Bupati Nomor 11 tahun 2006 bersifat pedoman, maka menjadi
aneh pula jika kemudian pemerintah daerah mengeluarkan peraturan/keputusan
yang mengatur pedoman pelaksana dan pedoman teknis, karena dengan
demikian berari pedoman melahirkan pedoman, atau juklak diatas juklak.
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 55
Dari hasil kajian, persoalan ini tidak lepas dari paradigma perancang
peraturan dalam memahami legislative drafting. Untuk dapat melaksanakan
Perbup Nomor 11 Tahun 2006 dengan efektif, maka setidaknya jika merujuk
pada materi yang ada dalam perbup, masih membutuhkan peraturan lebih lanjut
yang perlu dijabarkan dalam bentuk petunjuk pelaksana dan ataupun petunjuk
teknis, sehingga para pihak yang dituju baik impelemnting agency (badan
pelaksana) maupun role accupation (para pihak yang dituju dalam peraturan)
dapat melaksanakan sesuai dengan peraturan.
Beberapa masalah kurang efektifnya perbup, karena cakupan dan materi
yang diatur yang dimaksudkan sebagai pedoman program, tidak cukup
komprehensif dan sistematik. Dan jika merujuk pada perbup tersebut, maka
terdapat beberapa peraturan pelaksaan yang perlu diatur lebih lanjut, antara lain
adalah meliputi ;
a. juklak dan juknis tentang pendataan dan verifikasi penerima program
pendidikan gratis
b. petunjuk teknis pelaksanaan persyaratan dan kelengkapan persyaratan
penerima program pendidikan gratis
c. juklak dan juknis tentang pembentukan Tim dan Tata Kerja Tim
d. juklak dan juknis pelaporan program pendidikan gratis
e. juklak dan juknis tentang pemantauan dan pengawasan program
pendidikan gratis untuk para pihak terkait
f. juklak dan juknis pembentukan Unit Pengaduan Masyarakat dan Tata
Kerja Unit Pengaduan Masyarakat
g. Juklak dan juknis Pelaporan Program Pendidikan Gratis.
h. Juklak dan Juknis Tata Cara Pengelolaan Anggaran, prosedur dan
Mekanisme Pengelolaan Anggaran untuk masing-masing sekolah
i. Juklak dan juknis Pelaporan program dan ;
j. Juklak dan juknis mengenai para pihak dan fungsi masing-masing para
pihak dalam pelaksanaan program pendidikan gratis.
Selain lingkup materi peraturan yang belum cukup komprehensif untuk
mendukung pelaksanaan program pendidikan gratis berjalan efektif, dari aspek
teknis kalimat perundang-undangan yang dirumuskan dalam pasal-pasal juga
masih menimbulkan ketidakjelasan dan berpotensi terjadi multitafsir dan kondisi
ini telah menimbulkan permasalahan dalam pelaksanaan program.
Beranjak dari permasalahan diatas, maka arah perubahan
penyempurnaan Peraturan Bupati—Penyusunan Peraturan daerah yang dituju
adalah penyempurnaan terhadap judul dan materi peraturan, penyempurnaan
terhadap kalimat peraturan, penyempurnaan terhadap sistematika materi, dan
beberapa permasalahan lainnya agar lebih komprehensif dan sistematis.
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 56
5. Minimnya Pemahaman Masyarakat Terhadap Program
Pendidikan Gratis
Pemahaman masyarakat terhadap program pendidikan gratis ternyata
masih sangat minim dan masih sangat beragam. Bahkan, sebagian besar
masyarakat tidak mengetahui materi apasajakah yang diatur dalam Perbup
Nomor 11 Tahun 2006. Pemahaman masyarakat terhadap program pendidikan
gratis selama ini dari mendengar, informasi dari para guru, teman, atau warga-
warga dikampung yang membicarakan tentang program pendidikan gratis.
lemahnya pemahaman masyarakat terhadap program pendidikan gratis ini,
karena memang sejak awal dalam proses penyusunan Peraturan tersebut
keterlibatan masyarakat sangat rendah, bahkan sama sekali tidak ada. Peraturan
Bupati disusun ‘sendiri” oleh bagian hukum, tanpa ada proses konsultasi publik.
Rendahnya keterlibatan masyarakat dalam proses ini, menurut pemda
karena saat itu situasi “genting” dalam arti membutuhkan langkah yang cepat,
karena adanya penolakan dari DPRD dan kondisi politik daerah yang kurang
kondusif, hubungan eksekuitif dan legislatif tidak berjalan harmonis, dan
hubungan antar warga masyarakat “masih” memanas karena pasca pilkada 2005,
masih tersisa berbagai persoalan, termasuk penolakan atas terpilihnya Bupati
saat itu. Sayangnya, pasca penetapan Peraturan Bupati Nomor 11 tahun 2006 dan
situasi daerah berlangsung kondusif, sosialiasi perbup secara langsung, baik dari
pemerintah daerah c.q. Bagian Hukum, maupun DPRD sangat minim. Hanya
kalangan tertentu saja dari masyarakat yang mendapatkan Perbup Nomor 11
tahun 2005. Bahkan, para tenaga pendidik di sekolah-sekolah banyak yang
mengetahui secara komprehensif perbup Nomor 11 tahun 2006. Bahkan,
membaca perbup tersebut, karena minimnya sosialiasi atas perbup itu. Distribusi
perbup kepada kelompok strategis masyarakat sangat terbatas.
Akibatnya, program pendidikan gratis yang dimaknai dan dipahami
masyarakat program pendirikan gratis adalah gratis biaya pendidikan
seluruhnya, tidak ada lagi uang untuk membayar SPP/BP3, maupun pungutan-
pungutan uang lainnya dari sekolah, karena sekolah sudah digratiskan. Dan oleh
karena pemahaman yang demikian, sulit bagi sekolah yang mengalami
kekurangan operasional untuk menarik dana dari masyarakat atau menarik dana
dari masyarakat untuk penambahan / pengembangan kegiatan yang ada
disekolah, misalnya untuk kegiatan ekstrakurikuler, biaya kursus/jam tambahan
mengajar diluar sekolah, dan sebagainya. Sementara disisilain, anggaran yang
disediakan dari program pendidikan gratis masih sangat terbatas dan pemerintah
daerah melarang kepada sekolah untuk menarik pungutan atau biaya-biaya
lainnya dari siswa/orang tua murid. Salah satu penyebab masalah diatas adalah
karena ; pertama, ketiadaan aturan yang jelas mengenai jenis-jenis pungutan
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 57
yang dilarang dan dibolehkan oleh sekolah sehingga terjadi perbedaan presepsi
atau pemahaman antara masyarakat, pemda dan sekolah. kedua, adalah
keterbatasan anggaran operasional untuk sekolah disisilain tuntutan terhadap
peningkatan mutu pendidikan di masyarakat semakin meningkat.
Arah Perubahan
Untuk mengatasi beberapa kelemahan/kendala sebagaimana diatas,
maka perlu dilakukan ; pertama, pelibatan masyarakat dalam proses
pembentukan peraturan daerah (revisi perbup), sejak awal pemerintah daerah
c.q. bagian hukum dan DPRD perlu melibatkan dan melakukan sosialiasi secara
luas kepada seluruh stakeholders di daerah—rancangan peraturan daerah perlu
disitribusikan kepada masyarakat, khsusunya adalah sekolah (tenaga pendidik)
dan para orang tua/wali. Pemerintah juga harus memberikan kesempatan dan
bersikap terbuka untuk menerima saran dan masukan dari masyarakat terhadap
rancangan peraturan daerah yang akan dibahas dan ditetapkan. Kedua,
mengenai jumlah pembiayaan program pendidikan untuk membiayai operasional
sekolah mulai dari TK/RA s.d. SMA/MA/SMK perlu dilakukan penyesuaian dan
pengkajian secara mendalam dan dilakukan evaluasi secara terus menerus,
karena pembiayaan operasional sekolah sangat tergantung dengan dinamika
pasar, fluktuasi harga, dan faktor lainnya, pada setiap akhir tahun perlu
dilakukan evaluasi dan penyesuaian terhadap biaya operasional sekolah.
Mengenai jumlah pembiayaan operasional ini dapat dicantumkan dalam
peraturan daerah dan atau dapat pula dicantumkan secara khusus dalam bentuk
surat keputusan penetapan biaya operasional sekolah/tahun.
6. Adanya Kekhawatiran Masyarakat Atas Kepastian dan
Keberlanjutan Program Pendidikan Gratis
Pada dasarnya program pendidikan gratis memang sangat dibutuhkan
masyarakat, terutama masyarakat miskin, dan hampir seluruh masyarakat
program pendidikan gratis perlu untuk dipertahankan dan dilanjutkan di masa
mendatang. Program pendidikan gratis dirasakan memiliki dampak dan manfaat
langsung dirasakan masyarakat. Karena dengan adanya program pendidikan
gratis selama ini sangat membantu mengurangi beban atau biaya pendidikan
yang selama ini ditanggung oleh orang tua/wali murid.
Saat ini dikalangan masyarakat mulai muncul kesangsian dan
kekhawatiran akan kepastian dan keberlanjutan program pendidikan gratis,
pasca berakhirnya masa jabatan Bupati dan Wakil Bupati tahun 2015.
Kekawatiran tersebut terkait dengan pertanyaan mendasar masyarakat, apakah
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 58
nantinya apabila Bupati dan Wakil Bupati sekarang berakhir masa jabatannya,
akan berakhir pula program pendidikan gratis?
Kekhawatiran tersebut muncul dan masyarakat beranggapan bahwa
karena program pendidikan gratis yang berlangsung sekarang adalah karena
merupakan kebijakan Bupati—ditetapkan melalui Peraturan Bupati nomor 11
tahun 2006, dan Bupati sudah 2 kali terpilih, dan karena itu adalah tidak
mungkin Bupati sekarang akan kembali menjabat sebagai Bupati pada tahun
2015. Jika kemudian Bupati terpilih mendatang tidak lagi memiliki komitmen
dan politicall will untuk melaksanakan program pendidikan gratis, maka akan
berakhir pula program pendidikan gratis yang telah berlangsung saat ini.
Tumpuhan masyarakat akan kepastian dan keberlangsungan program
pendidikan gratis saat ini masih dan hanya tertuju pada sosok Bupati.
Masyarakat belum menaruh harapannya kepada lembaga lain, seperti DPRD
misalnya yang merupakan lembawa perawakilan masyarakat, karena politicall
will dan keberpihakan DPRD terhadap masyarakat, dinilai warga masyarakat
masih sangat minim. Belum ada kebijakan legislasi DPRD saat ini yang
menyentuh kepada kepentingan dan kebutuhan real masyarakat.
Arah perubahan
Scalling-up perbup untuk menjadi Perda adalah salah satu cara sekaligus
usaha untuk menjamin kepastian dan kebrelanjutan terhadap program
pendidikan gratis. Dorongan perlu pembentukan perda selain untuk
menyempurnakan beberapa kelamahan perbup adalah dimaksudkan untuk
mendoroong komitmen bersama seluruh stakeholders did aerah, khususnya
DPRD untuk tetap melanjutkan program pendidikan gratis. Scalling-up ini juga
sebagai upaya untuk “mengikat” DPRD agar sebagai lembaga perwakilan rakyat
turut bertanggungjawab untuk memperjuangkan aspirasi yang berkembang
dimasyarakat. Bertanggung jawab untuk mengalokasikan anggaran program
pendidikan gartis serta sebagai upaya untuk menaikkan derajat hierarkhi produk
hukum pengaturan program pendidikan gratis yang sebelumnya masih dalam
bentuk perbup menjadi peraturan daerah.
Arah perubahan yang penting pula yang perlu dipersiapkan saat ini adalah
membangun sistem pendidikan gratis yang efektif, komprehensig dan sistematis.
Sehingga, jika sistem program pendidikan gratis telah terbangun, maka
diharapkan melalui sistem yang terbangun ini mampu untuk menjaga/mengawal
Bupati dan Wakil Bupati maupun DPRD untuk mengikuti sistem tersebut. Untuk
itupula, maka segala aspek regulasi yang bersifat mengikat untuk kesempurnaan
produk hukum—program pendidikan gratis perlu dirumuskan dan ditetapkan
sejak sekarang. Dengan berbagai instrumen hukum yang mengikat itupula
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 59
diharapkan akan muncul komitmen dan politicall will yang sama Bupati dan
Wakil bupati di masa mendatang yang terpilih dengan Bupati yang ada saat ini.
7. Pendidikan Gratis Telah Memberikan Akses, Namun Belum
Menjamin Pendidikan Yang Bermutu/Berkualitas
Sebagaian besar masyarakat mengakui bahwa dengan adanya program
pendidikan gratis yang berlangsung saat ini, akses masyarakat untuk dapat
mengikuti pendidikan dari seluruh jenjang dapat lebih terjangkau dan lebih
mudah untuk dicapainya. Pendidikan gratis juga telah mendorong motivasi orang
tua dan siswa untuk meraih cita-cita setinggi-tingginya, karena sudah tidak ada
lagi kendala untuk mengikuti proses pendidikan di KSB mulai dari TK sampai
Perguruan Tinggi. Ketercapaian tujuan program pendidikan gratis pada aspek
ketersediaan dan keterjangkauan sudah cukup berhasil, bahkan melebihi target
yang diharapkan oleh pemerintah daerah. Indikasi ketercapain ini tercermin dari
Angka Partisipasi Murni dan angka Partisipasi Kasar yang terus mengalami
perbaikan, disamping meningkatnya posisi Indeks Pembangunan Masyarakat
(IPM) KSB yang sebelumnya berada pada posisi ke 7 dari 10 kabupaten/Kota di
NTB naik menjadi peringkat ke 3.
Seiring dengan itu, tujuan program pendidikan gratis diharapkan dimasa
mendatang, tidak lagi sebatas pada aspek, melainkan sudah harus merambah
pada peningkatan mutu/kualitas pendidikan. Tuntutan terhadap peningkatan
mutu/kualitas karena masyarakat menilai pendidikan yang ada saat ini masih
tertinggal dengan Kabupaten/Kota lainnya di Indonesia, bahkan masih tertinggal
jauh dengan Kota Mataram. Sehingga, masih banyak pula warga KSB, yang
meninggalkan KSB untuk ke Kota Mataram atau Kota/Kabupaten lainnya di
Pulau Jawa—dengan tujuan dan alasan hanya mengejar mutu pendidikan, karena
mutu pendidikan yang berada di daerah tersebut relatif lebih baik dibandingkan
dengan mutu/kualitas pendidikan yang ada di KSB.
Dikalangan masyarakat bawah (miskin) persoalan mutu pendidikan
memang tidak menjadi sorotan dan kritikan yang tajam namun demikian, bukan
berartipula masyarakat miskin tidak berhak untuk memperoleh pendidikan yang
berkualitas. Sesungguhnya, dalam benak merka menginginkan pula pendidikan
yang bermutu. Bagi masyarakat miskin, cakupan program pendidikan gratis
dimasa mendatang, bukan hanya terbatas diberikan untuk biaya operasional
sekolah atau “pembebasan biaya” SPP, cakupan pendanaan program pendidikan
gratis harus pula dapat menjangkau biaya penunjang siswa antara lain seperti ;
biaya baju, buku, sepatu, transportasi dan sebagainya, karena biaya operasional
inilah yang dirasakan masih sangat sulit dan memebankan mereka.
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 60
Terkait dengan hal tersebut, dalam pandangan dan tuntutan masyarakat
miskin terhadap program pendidikan gratis dimasa mendatang, dibutuhkan
adanya reformulasi ulang terhadap sasaran kebijakan pemberian dana program
pendidikan gratis. formulasi kebijakan baru program pendidikan gratis haruslah
dapat mengutamakan terlebih dahulu kebutuhan dan kepentingan kepada
masyarakat miskin. Dan dalam konteks itu, maka perlu dilakukan peninjauan
pemberian dana pendidikan terhadap siswa yang mampu/mapan, perlu ada
perhitungan khusus dan proporsi khusus anggaran pendidikan gratis antara
warga miskin dengan warga yang mampu, dalam arti tidak lagi diperlakukan
secara seragam.
Arah perubahan
Salah satu kelemahan dari Peraturan Bupati Nomor 11 tahun 2006 adalah
tidak diaturnya mengenai standar pendidikan gratis. Persoalan lainnya adalah
rendahnya kapasitas dan profesionalisme guru, masih terbatasanya sarana dan
prasarana sekolah, dan faktor-faktor lainnya yang menyebabkan mutu
pendidikan rendah. Perubahan revisi perbup diarahkan pada upaya perbaikan
terhadap standar pendidikan dan dalam pemberian pelayanan mengacu pada
UU.No.25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Sedangkan terkait dengan
jumlah dan alokasi pemberian dana pendidikan yang tidak seragam perlu
dilakukan kajian dan diatur secara khusus dalam surat keputusan atau ketetapan
tentang besarnya proporsi anggaran bagi setiap peserta/siswa.
8. Pemberian Dana Program Pendidikan Gratis ke Sekolah Sudah
Tepat, Namun Perlu Di bangun Transparansi dan Akuntabilitas
Sekolah
Selama ini dana program pendidikan gratis untuk siswa, tidak diberikan
langsung kepada siswa melainkan kepada sekolah. Sejumlah kalangan menilai
bahwa pemberian dana ke sekolah potensial terjadi penyimpangan, karena
selama ini tidak ada keterbukaan informasi dan pertanggungjawaban publik
terhadap pengelolaan dana program pendidikan gratis. Disamping itu, juga
berpotensi terjadi manipulasi terhadap jumlah data siswa. Terkait dengan itu,
ada sebagian kecil kalangan masyarakat yang menginginkan agar pemberian
dana pendidikan gratis diberikan secara langsung berupa uang tunai kepada para
penerima (siswa), dengan alasan dana tersebut adalah merupakan hak penerima
program, karena itu siswa atau orang tua siswalah yang memiliki otoritas
langsung untuk mengelolanya, bukan sekolah.
Keinginan sebagian kalangan ini, justeru banyak yang ditolak oleh
masyarakat, khususnya dari para tenaga pendidik. Mekanisme pemberian dan
pengelolaan dana langsung kepada masing-masing sekolah sudah tepat, karena
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 61
dengan langsung sekoolah yang menerima dapat memberikan jaminan, dana
pendidikan gratis yang diberikan oleh pemerintah daerah sesuai peruntukkanya ;
membebaskan biaya operasinal siswa. Karena justeru, jika diberikan langsung
dalam bentuk uang tunai kepada masing-masing siswa/orang tua siswa/wali
dapat digunakan siswa/orang tua siswa/wali untuk keperluan belanja yang
lainnya sehingga siswa pada akhirnya terkendala untuk mambayar uang sekolah.
Dari aspek pemberian dana pendidikan gratis kepada sekolah-sekolah
sudah cukup tepat. Persoalannya sekarang adalah bagaimana pemerintah daerah,
masyarakat dan DPRD dapat mendorong adanya transparansi dan akuntabilitas
dari masing-masing sekolah penerima program pendidikan gratis, agar dana
program pendidikan gratis dapat diakses publik dan dipertanggungjawabkan
serta tidak disalahgunakan. Khususnya, terhadap sekolah swasta, karena
pertanggungjawaban sekolah swasta tergolong rendah dan pada sekolah swasta
tidak ada larangan khusus dari pemerintah daerah untuk menarik dana-dana dari
siswa atau orang tua siswa, sehingga dapat terjadi doubel acount anggaran.
Disatu sisi sekolah tersebut menerima program dana pendidikan gratis, juga
mereka menerima dana-dana dari siswa atau orang tua murid melalui kebijakan
di yayasan tersebut.
Arah Perubahan
Transparansi pengelolaan anggaran pendidikan di masing-masing
sekolah harus dibangun di masing-masing sekolah, mulai dari perencanaan,
pelaksanaan, evaluasi dan pelaporan atas program. Sekolah harus membuka
akses dan menyampaikan secara terbuka terhadap para pemangku kepentingan
yang ad di sekolah, seperti Komite Sekolah, Dewan Pendidikan, orang tua
siswa/wali, dan kepada siswa. Kegiatan yang dilakukan misalnya dengan
memasang papan informasi mengenai dana program pendidikan gratis,
mengundang para orang tua/wali untuk mensosialisasikan anggaran yang
diterima sekolah dari program pendidikan gratis, mempublikasikan secara
terbuka laporan penggunaan anggaran pendidikan gratis dan lain sebagainya.
Pertanggungjawaban pengelolaan anggaran pendidikan gratis, tidak lagi sebatas
penyampaian pelaporan sekolah kepada Dinas, melainkan pertanggungjawaban
harus pula disampaikan kepada Komite Sekolah, Dewan Pendidikan dan para
orang tua/wali siswa.
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 62
9. Menurunnya Partisipasi dan Tanggung Jawab Orang Tua/Wali
dan Siswa
Salah satu masalah yang muncul sejak diberlakukannya program
pendidikan gratis adalah adanya kecendrungan menurunnya partisipasi dan
tanggungjawab orang tua/wali siswa dalam memotivasi, mengawasi dan
membina anaknya (siswa), bahkan sebagian orang tua, semakin kurang peduli
terhadap perkembangan dan kemajuan siswa. Mereka merasa oleh karena
sekolah sudah gratis, maka berarti tanggungjawab orang tua terhadap
pembiayaan sekolah sudah menjadi tanggung jawab pemerintah, karena sudah
menjadi tanggungjawab pemerintah, maka kewajiban orang tua sudah tidak ada
lagi, dan karena itu pula, jika ada anak siswa yang tidak naik kelas atau malas
belajar tidak ada implikasinya terhadap orang tua/wali, karena orang tua tidak
dirugikan, toh meskipun tidak naik kelas atau malas belajar dana pendidikan
gratis tetap berjalan dan siswa tetap menerima program pendidikan gratis.
Dampak dari minimnya partisipasi dan tanggungjawab orang tua
terhadap siswa berpengaruh terhadap beban tugas dan fungsi para tenaga
pendidik yang semakin meningkat, para tenaga pendidik, pada akhirnya harus
membuat sejumlah kebijakan yang lebih kreatif dan ketat dalam pengawasan dan
pembinaan siswa agar para siswa yang ada di masing-masing sekolah tetap
menjalankan proses pembelajaran di sekolah dengan baik. Disamping , motivasi
dan tanggungjawab dari para siswa itu sendiri yang juga cenderung menurun.
Ada beberapa faktor munculnya masalah di atas ; pertama, karena
kurangnya pemahaman orang tua dan siswa terhadap tujuan program
pendidikan gratis, bahkan siswa rata-rata belum tahu dan pernah membaca
Perbup Nomor 11 Tahun 2006 (khususnya siswa SMP dan SMA). Sehingga
sebagian siswa salah mensalahtafsirkan semangat dan tujuan dari program
pendidikan gratis. Sehingga program pendidikan gratis, dimaknai sebagai
hilangnya beban dan tanggungjawab mereka sebagai siswa kepada orang tua,
guru dan sekolah—mereka merasa tidak perlu lagi untuk terus belajar dan
meningkatkan prestasinya. Karena toh, jikalaupun pada akhirnya mereka gagal,
orang tua mereka tidak dirugikan karena tidak ada biaya yang dikeluarkan, segala
tanggungjawab kembali kepada sekolah dan pemerintah daerah.
Arah Perubahan
Salah satu penyebab masalah di atas adalah karena di dalam Perbup
Nomor 11 Tahun 2006 tidak mengatur pembatasan waktu dan jumlah biaya yang
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 63
dikeluarkan oleh pemerintah daerah untuk membiaya siswa di masing-masing
jenjang, misalnya ; terkait dengan jenjang pendidikan di SMP adalah 3 tahun.
Disamping itu adalah tidak adanya sanksi kepada siswa atau orang tua, misalnya
sanksi berupa “pemutusan” dana bantuan pendidikan gratis apanila siswa/anak
tersebut tidak naik kelas atau malas atau melanggar peraturan tata tertib yang
ada di sekolah. Ketiadaan mekanisme tersebut menjadi salah satu pemicu
minimnya tingkat partisipasi dan tanggung jawab orang tua/wali murid untuk
mendukung upaya pencapaian program pendidikan gratis, termasuk peningkatan
mutu/kualitas pendidikan.
Oleh sebab itu, maka dalam revisi Perbup saat ini perlu dirumuskan
adanya ketentuan pembatasan waktu dan jumlah pembiayaan pada setiap jenjang
pendidikan serta sanksi terhadap siswa. Pembatsan waktu disesuaikan dengan
masa jenjang pendidikan yang harus ditempuh, jika pendidikan SMP atau SMA,
normalnya ditempuh selama 3 tahun, maka selama hanya 3 tahun itulah
kewajiban pembiayaan pendidikan yang ditanggung pemerintah daerah dalam
program pendidikan gratis. Sedangkan terkait dengan sanksi adalah berupa
pemutusan atau pencabutan pemberian dana program pendidikan gratis,
misalnya apabila masa poendidikan SMA adalah 3 tahun, kemudian ternyata
ditempuh oleh siswa bersangkutan selama 5 tahun, maka 2 tahun kelebih masa
waktu tersebut pembiayaannya menjadi tanggung jawab orang tua/wali siswa
bersangkutan.
Kedua pemerintah daerah melalui sekolah-sekolah perlu meningkatkan
sosialiasi terhadap program pendidikan gratis. Sosialiasi tersebut, bukan hanya
ditujukan kepada Komite Sekolah atau Orang Tua/Wali siswa, melainkan pula
harus ditujukan langsung kepada para siswa penerima program pendidikan
gratis khususnya kepada siswa SMP/Tsanawiyah dan SMA/SMK/Aliyah agar
para siswa dapat memahami secara komprehensif terhadap program pendidikan
gratis, dan mereka dapat berpartiispasi dan bertanggungjawab pula terhadap
keberhasilan pelaksanaan program pendidikan gratis, karena keberhasilan
program pendidikan gratis tergantung pula dari tingkat partisipasi siswa
terhadap program.
10. Masih Terbatasnya Sarana dan Prasana Pendukung Sekolah
Untuk Melahirkan Pendidikan Gratis Yang bermutu
Persoalan keterbatasan sarana dan prasarana pendidikan untuk dapat
menunjang pendidikan gratis yang berkualitas dirasakan masih menjadi kendala
yang dihadapai oleh sebagaian besar sekolah dari seluruh jenjang satuan
pendidikan, mulai dari TK s.d. SMA/sederajat. Karena program pendidikan gratis
yang diberikan oleh Pemerintah daerah terbatas pada subsidi untuk biaya
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 64
operasional pendidikan di masing-masing sekolah. Dukungan tersebut dirasakan
sekolah belum cukup untuk dapat pendidikan yang berkualitas. Beberapa
permasalahan yang banyak ditemukan di masing-masing sekolah adalah terkait
dengan sarana dan prasana alat peraga, alat bermain, laboratorium,
perpustakaan, komputer dan sarana pendukung lainnya.
Bahkan, sekolah yang sedang menuju pada sekolah standar nasional,
seperti SMAN I Taliwang dan SMPN I Taliwang, sarana dan prasarana disekolah
tersebut belum memenuhi standar yang dipersyaratkan sebagai standar sekolah
nasional. Sarana dan prasarana yang dirasakan belum belum cukup mendukung
dan memadai antara lain seperti fasilitas komputer yang masih terbatas
begitupun dengan fasilitas laboratorium IPA dan IPS yang belum memenuhi
standar sekolah nasional.
Arah perubahan
Peningkatan sarana dan prasarana merupakan masalah klasik yang masih
menjadi kendala dalam upaya peningkatan mutu/kualitas pendidikan. Dalam
rangka peningkatan mutu, selain memberikan dana program operasional sekolah
melalui program pendidikan gratis, pemerintah daerah perlu mengalokasikan
secara khusus dana peningkatan sarana dan prasarana sekolah dan mendukung
sekolah-sekolah yang sedang menuju pada standar pendidikan nasional. Sekolah
standar nasional dibutuhkan sebagai percontohan sekolah di KSB—mendorong
sekolah-sekolah untuk menuju pada sekolah standar nasional dan pada akhirnya
sekolah standar internasional.
11. Perencanaan dan Pembiayaan Program bersifat Top Down
Menghambat Kreatifitas Pengembangan Sekolah
Penyusunan program dan kegiatan sekolah sangat tergantung dari pagu
yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah melalui Dinas Pendidikan. Sekolah
harus menyesuaikan dengan anggaran yang ditetapkan dan program maupun
kegiatan sekolah pada akhirnya menyesuaikan dengan anggaran yang telah
dialokasikan oleh masing-masing sekolah. Perencanaan kegiatan/program
sekolah pada akhirnya banyak yang terhambat atau tidak dapat dilaksanakan
oleh masing-masing sekolah secara efektif, karena secara prinsipil perencanaan
program dan kegiatan masing-masing sekolah tidak berdasarkan pada
kebutuhan, potensi, dan karakteristik yang dimiliki masing-masing sekolah. Pada
dasarnya banyak sekolah yang telah memiliki rencana strategis, visi dan misi
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 65
serta agenda-agenda program yang harus dilaksanakan oleh sekolah, namun
menjadi terhambat pengembangnnya karena alokasi anggaran yang diberikan
terbatas, item jenis kegiatan yang dapat dibiayai oleh pemerintah sudha
ditetapkan.
Aspek perencanaan program dan anggaran pendidikan di masing-masing
sekolah oleh sebagian besar tenaga pendidik di masing-masing sekolah menilai
penyusunan program dan anggaran pendidikan gratis yang berlangsung selama
ini lebih bersifat top down, anggaran pendidikan untuk masing-masing sekolah
telah ditetapkan oleh Dinas Pendidikan, dan sekolah hanya menyesuaikan
dengan kebijakan dari atas. Oleh sebab itu, sangat sulit bagi sekolah untuk dapat
mengembangkan program pengembangan disekolahnya, terlebih lagi untuk
program peningkatan mutu atau kualitas pendidikan di masing-masing sekolah.
Karena jenis program dan kegiatan dimasing-masing sekolah yang harus
disesaikan dengan rincian atau item anggaran yang telah ditetapkan oleh Dinas
Pendidikan.
Arah perubahan
Perencanaan strategis atau renstra masing-masing sekolah perlu untuk
dikembangkan di masing-masing sekolah. Renstra menjadi kerangka acuan bagi
sekolah dan Dinas Pendidikan untuk menyusun program dan kegiatan tahunan.
Pola pendekatan penyusunan anggaran untuk program pendidikan gratis perlu
disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing sekolah. Pemerintah daerah
(Dinas Pendidikan) perlu untuk melibatkan sekolah-sekolah dalam proses
penyusunan anggaran, termasuk melibatkan Dewan Pendidikan Daerah. Kajian
dan evaluasi terhadap kebutuhan masing-masing sekolah harus terus dilakukan
untuk memastikan tingkat perkembangan dan kemajuan masing-masing sekolah.
Disamping itu, sebelum menetapkan dan memberikan alokasi anggaran kepada
masing-masing sekolah Dinas Pendidikan perlu melakukan verifikasi terhadap
usulan program dan kegiatan yang diajukan oleh masing-masing sekolah.
Kebijakan alokasi anggaran untuk operasional sekolah melalui program
pendidikan gratis dapat diberlakukan secara seragam, namun untuk
pengembangan masing-masing sekolah, pemerintah daerah perlu
mempersiapkan dana khusus yang dialokasikan untuk pengembangan sekolah—
berdasarkan rencana strategis yang dimiliki oleh masing-masing sekolah.
Sehingga proporsi anggaran untuk operasional masing-masing sekolah tidak
ditentukan semata atas dasar indikator/variabel jumlah siswa yang terdaftar di
masing-masing sekolah, melainkan pula didasarkan atas basis kinerja—yang
tertuang dalam rencana strategis masing-masing sekolah, sehingga dengan
kebijakan model ini diharapkan sekolah juga menjadi kreatif dalam
mengembangkan sekolahnya. Tidak tergantung dari kebijakan dan anggaran
yang dialokasikan oleh Pemerintah Daerah.
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 66
12. Sasaran Penerima Program Pendidikan Gratis Untuk Semua
Sekolah Memicu Pelaku Usaha Pendidikan Untuk Mendirikan
Sekolah-Sekolah Baru.
Kebijakan pemberian dana program pendidikan gratis yang berlaku saat
ini adalah diberikan kepada seluruh siswa TK s.d. SMA dan sederajat, baik
swasta maupun sekolah negeri dan berlakupula pada seluruh siswa, baik yang
miskin maupun siswa kaya. Tidak ada pembedaan, seluruh warga KSB memiliki
hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan gratis.
Dalam implementasinya pendekatan sasaran pemberian dana dengan
cara seperti ini telah melahirkan persoalan antara lain adalah ; pertama, adanya
kecendrungan munculnya sekolah-sekolah swasta baru, mulai dari tingkat PAUD
hingga tingkat SMA sederajat, kemunculan sekolah-sekolah baru ini banyak yang
motivasinya lebih kepada kepentingan usaha ‘bisnis pendidikan”. Bagi sejumlah
pelaku usaha, dengan adanya program pendidikan gratis yang berlaku secara
menyeluruh dipandang sebagai sebuah peluang atau bisnis baru yang relatif
cukup menguntungkan. Situasi ini, kemudian dimanfaatkan dengan cara
mendirikan sekolah, karena dengan sekolah baru itu, maka sekolah tersebut
dapat menerima siswa, dan dengan menerima siswa itu maka akan memperoleh
dana program pendidikan gratis. Fenomena kecendrungan ini dapat menjadi
masukan atau isyarat penting bagi pemerintah daerah dalam rangka
mengantisipasi terjadinya “ledakan atau lonjakan” jumlah dan jenis sekolah baru
di Kabupaten Sumbawa Barat, karena memiliki konsekuensi terhadap anggaran
daerah, berpotensi anggaran pendidikan akan semakin meningkat dan semakin
banyak “tersedot” untuk mensubsidi sekolah-sekolah tersebut.
Arah perubahan
Munculnya sekolah-sekolah baru disatu sisi cukup membantu
pemerintah daerah dalam meningkatkan ketersediaan (akses) pendidikan bagi
masyarakat, namun disilain juga menjadi beban baru bagi pemeirntah daerah
karena pemerintah daerah harus pula mengalokasikan anggaran untuk sekolah
tersebut. Pemerintah daerah juga tidak bisa atau boleh melarang orang atau
Badan Hukum yang mendirikan sekolah karena bagian dari partisipasi
masyarakat terhadap pendidikan. Dilema ini menjadi tantangan tersedniri yang
dihadapi pemerintah daerah dalam program pendidikan gratis.
Munculnya sekolah baru yang kemudian memperoleh dana program
pendidikan gratis salah satu penyebabnya adalah ketiadaan aturan yang jelas
dalam peraturan Bupati Nomor 11 tahun 2006 mengenai kualifikasi dan
persyaratan sekolah penrima program pendidikan gratis. Disamping minimnya
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 67
verifikasi dan pengawasan. Kehadiran sekolah baru juga banyak menimbulkan
masalah baru dalam masyarakat, karena banyak sekolah baru yang tidak
dilengkapi dengan kelengkapan dokumen perizinan yang memadai. Bahkan,
terdapat sejumlah sekolah yang belum memiliki legal standing yang jelas, namun
pemerintah telah memberikan dana untuk sekolah tersebut. Kondisi inipula yang
menyebabkan dari hasil pemeriksaan BPK menemukan sejumlah temuan-temuan
yang dinilai ebagai kesalahan.
Untuk itu, maka pemerintah daerah perlu untuk melakukan perbaikan
terhadap aturan main yang dijalankan dalam program pendidikan gratis dan
perlu melakukan ; pertama, evaluasi terhadap keberadaan dan kinerja sekolah-
sekolah baru diseluruh tingkatan mulai dari PAUD hingga SMA sederajat
khususnya terhadap sekolah swasta untuk dapat memastikan apakah sekolah
yang didirikan tersebut telah memenuhi persyaratan dan kelayakan untuk
menyelenggarakan pendidikan, baik sarana dan prasarana, tenaga pendidik,
legalitas sekolah dan sebagainya.
Kedua, pemerintah daerah perlu untuk menyusun kriteria dan persyaratan,
mekanisme tata kelola dana pendidikan gratis, hak maupun kewajiban,
akuntabilitas penggunaan dana dan lain sebagainya kepada masing-masing
sekolah yang akan menerima dana pendidikan gratis, kualifiasi sekolah yang
layak dan tidak layak untuk menerima dana pendidikan gratis perlu pula
dirumuskan oleh pemerintah daerah khususnya terhadap sekolah swasta,
sehingga tidak semua sekolah swasta, khususnya yang tidak layak untuk
menerima dana pendidikan gratis untuk menerima anggaran dari APBD daerah.
Oleh sebab itu maka, arah perubahan yang dituju dari adanya Revisi Peraturan
Bupati Nomor 11 Tahun 2006 adalah diarahkan pada upaya untuk mengatasi
beberapa permasalahan diatas.
13. Terjadi Disparitas Antara Sekolah Maju (Pavorit) Dengan Sekolah
Pinggiran (Tertinggal)
Disparitas antara sekolah maju dengan sekolah pinggiran sesungguhnya
terjadi bukan hanya pada masa sekarang atau sejak program pendidikan gratis
diberlakukan. Sebelumnya, diparitas antar sekolah antara sekolah pavorit dengan
sekolah pinggiran pun telah terjadi. Namun, kondisi disparitas antara sekolah
maju dengan sekolah pinggiran semakin cenderung meningkat sejak
diberlakukannya program pendidikan gratis. Salah satu penyebab pemicu
terjadinya kesenjangan yang semakin jauh ini dikarenakan kebijakan program
pemberian dana pendidikan gratis menjadikan indikator atau variabel jumlah
siswa yangterdaftar disekolah menjadi salah satu variabel yang menentukan
besarnya jumlah anggaran operasional untuk masing-masing sekolah.
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 68
Kebijakan ini ternyata memiliki konsekuensi sekolah pavorit (maju)
semakin maju karena memiliki jumlah murid dan kelas yang semakin meningkat
dan anggaran yang semakin besar. Sebaliknya, sekolah yang tertinggal, terlebih
lagi sekolah baru berdiri yang notabennya bukan sekolah pavorit cenderung
akan menerima jumlah siswa/murid dan kelas yang semakin minim sehingga
anggaran program pendidikan gratis yang diterima oleh sekolah itupun semakin
terbatas. Oleh karena, anggaran operasional yang dimiliki sekolah tertinggal
sangat terbatas, maka sulit bagi sekolah tersebut untuk dapat mengembangkan
dan meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan, hanya sekolah baru tertentu
saja yang berhasil dari ‘kemelut krisis” ini yang berhasil keluar dari masalah dan
berhasil mejadi sekolah pavorit, itupun sangat terbtas jumlahnya. Minimnya
anggaran yang diterima oleh sekolah tertinggal jika terus menerus berlangsung
sepanjang tahun, maka dapat dipastikan sekolah tersebut akan mengalami
“kebangkrutan” karena ketiadaan peserta didik dan anggaran operasional
sekolah.
Arah perubahan
Untuk mengatasi masalah tersebut, maka pemerintah daerah perlu untuk
melakukan perubahan. Perubahan tersebut diarahkan pada bagaimana
pemerintah daerah dapat lebih memperhatikan sekolah tertinggal dan
memberikan kebijakan dan anggaran khusus bagi sekolah tertinggal. Pemerintah
juga harus melakukan evaluasi terhadap sistem proporsi anggaran pada masing-
masing sekolah, variabel jumlah murid perlu dipertimbangkan kembali
penggunaannya terhadap sekolah tertinggal. Harus ada variabel tertentu yang
digunakan oleh pemerintah, seperti misalnya variabel sekolah tertinggal sebagai
penilaian dan pertimbangan khusus yang dijadikan dasar untuk menentukan
besarnya biaya tambahan operasional bagi sekolah tertinggal. Karena secara
prinsipil, dalam penyelenggaraan pendidikan biaya operasional yang harus
dikeluarkan sekolah relatif sama antar sekolah tertinggal dengan sekolah maju.
Misalnya, alat tulis mengajar yang dibutuhkan untuk melaksanakn pendidikan di
sekolah.
Arah perubahan kebijakan pendidikan yang dibutuhkan dimasa
mendatang adalah bagaimana kebijakan program pendidikan gratis mampu
mengurangi terjadinya disparitas antar sekolah. Sekolah negeri atau milik
pemerintah khususnya, dapat berkembang maju secara bersama-sama dan dapat
meningkatkan mutu dan kualitasnya, serta distribusi siswa yang merata di
masing-masing sekolah, sehingga tidak terjadi penumpukan murid dan guru
pada sekolah tertentu. program bantuan atau stimulus bagi sekolah tertinggal
perlu untuk ditingkatkan dimasa mendatang. Oleh sebab itu, arah revisi
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 69
kebijakan yang ditempuh didorong pada upaya untuk mengtasi problem
disparitas antar sekolah.
14. Pencairan APBD dengan Kalender Pendidikan Belum Sinkron dan
Sinergis.
Persoalan mendasar dan merupakan persoalan yang cukup krusial dari
penyelenggaraan program pendidikan gratis adalah ketiadaan singkroninasi
APBD dengan kalender pendidikan. Dua kebijakan ini, mekanisme APBD dan
Kalender Pendidikan adalah merupakan kebijakan ditingkat pusat, yang sulit
bagi daerah untuk menerobosnya. Sejak program pendidikan gratis diberlakukan
keluhan sekaligus masalah yang banyak menjadi sorotan dari Kepala Sekolah dan
Para Guru adalah terkait dengan waktu pencairan/pengeluaran anggaran
program karena antara waktu pengeluaran anggaran dengan kalender pendidikan
yang berbeda. Hampir seluruh sekolah, baik PAUD, TK, SMP, maupun
SMA/sederajat mengalami kendala untuk menyesuaikan kebutuahan anggaran
sekolah dengan waktu pencairan anggaran.
Sebagaimana dimafhum dalam mekanisme penyusunan dan pembahasan
APBD KSB selama ini baru dapat ditetapkan pada bulan febuari s.d. april.
Sementara itu, dalam kalender pendidikan, pada bulan januari s.d. bulan april
sekolah sedang menhadapi persiapan ujian nasional mapun ujian sekolah.
Aktifitas kegiatan sekolah pada bulan ini (januari s.d. april) begitu tinggi, dan
seiring dengan itupula sekolah membutuhkan anggaran yang memadai.
Sementara itu, pada masa ini APBD umumnya masih dalam tahap pembahasan.
APBD baru dapat dicairkan untuk program pendidikan gratis pada bulan mei
bahkan bulan juni. Akibatnya, waktu pencairan anggaran tidak sesuai dengan
waktu dan kebutuhan masing-masing sekolah.
Persoalan lainnya yang menjadi masalah adalah masa tenggang waktu
ketika proses APBD dibahas antar DPRD dengan Pemerintah Daerah, sekolah
harus “menunggu”, dan pada masa menunggu penetapan dan pencairan APBD
inilah sebagian besar sekolah mengalami kendala dalam melaksanakan berbagai
kegiatan, karena ketiadaan dana operasional. Padahal, disisilain sekolah dituntut
untuk terus melakukan proses belajar-mengajar, tanpa terganggu dengan
pembahasan APBD. Untuk menjaga agar proses belajar-mengajar tetap berjalan
efektif, sejumlah Kepala Sekolah, akhirnya terpaksa untuk mengisi “kekosongan”
biaya operasional sekolah, mencari pinjaman atau “berhutang” kepada pihak
tertentu. Keresahan dialami pula oleh para guru khususnya para guru yang
berstatus sebagai Guru Tidak Tetap (GTT) maupun Guru Kontrak Daerah (GKD)
pada masa tenggang waktu ini, mereka harus “berpuasa” karena tidak ada gaji
atau honor untuk mereka. Padahal, mereka harus tetap menjalankan aktifitas dan
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 70
tugasnya mengajar, bagi guru GTT dan GKD yang jaraknya jauh dari sekolah
mereka harus mengeluarkan biaya transportasi setiap hari, dan lebih parahnya
lagi adalah GTT dan GKD yang statusnya tidak memiliki rumah atau mengontrak,
mereka selain harus mengeluarkan biaya transportasi juga harus mengeluarkan
uang bulanan kos-kosan. Situasi ini cukup memprihatinkan dan tentu dapat
berdampak pada proses pembelajaran di sekolah.
Arah perubahan
Untuk mengatasi permasalahan di atas, maka perlu dirumuskan
formulasi kebijakan agar dana program pendidikan gratis dengan kalender
pendidikan berjalan sinergis. Namun, oleh karena kedua kebijakan ini adalah
merupakan kebijakan yang berlaku secara umum di tingkat pusat dan telah
ditetapkan oleh Pemerintah Pusat, sulit bagi Pemerintah Daerah untuk dapat
merubahnya. Untuk itu, maka harus ada kebijaksaan atau sebuah terobosan
inovatif baru dari daerah. Terobosan inovatif tersebut, misalnya adalah dengan
cara membuat kebijakan semacam “dana cadangan” atau “DANA ABADI
SEKOLAH” untuk masing-masing sekolah agar pada masa tenggang waktu
pembahasan APBD, proses belajar mengajar atau operasional sekolah tidak
terganggu.
Dana Abadi Sekolah adalah Dana yang diberikan oleh Pemerintah untuk
masing-masing sekolah. Dana Abadi Sekolah ini semacam deposito yang dimiliki
oleh masing-masing sekolah. Jumlahnya bervariasi sesuai dengan kebutuhan
operasional masing-masing jenjang sekolah. Misalnya untuk sekolah SMA adalah
Rp.50.000.000,- (lima puluh juta)/tahun. Dana ini diperuntukkan sebagai dana
“cadangan” digunakan pada saat APBD belum dicairkan kepada masing-masing
sekolah, setelah APBD ditetapkan dan diberikan kepada masing-masing sekolah,
maka dana yang terpakai dari Dana Abadi Sekolah ini diganti kembali sesuai
dengan jumlah yang dikeluarkan pada tahun tersebut. Sumber dari Dana Abadi
Sekolah ini adalah berasal dari APBD. Dan dapat pula ditarik dari sumbangan
pihak ketiga dan orang tua/siswa.
15. Ruang Partisipasi Masyarakat Tetap Harus Dibuka Oleh
Pemerintah, Tidak Boleh Ada Larangan Bagi Masyarakat Yang
Ingin Menyumbang
Tidak seluruhnya masyarakat menolak jika ada kebijakan dari sekolah
untuk memungut biaya kegiatan/program sekolah dalan rangka peningkatan
kualitas pendidikan. Misalnya, pungutan untuk biaya pembelian fasilitas
komputer siswa, penyediaan buku-buku perpustakaan sekolah, atau kegiatan
tambahan mengajar (les) dari para guru. Beberapa orang tua/wali murid yang
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 71
memiliki kelebihan secara ekonomis, ternyata banyak pula yang tidak keberatan
jika pungutan sekolah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan. Bahkan,
banyak diantara para orang tua/siswa yang menginginkan untuk memberikan
konstribusi langsung terhadap peningkatan mutu pendidikan disekolah.
Keinginan sejumlah warga masyarakat yang memiliki perhatian dan kepedulian
serta kemampuan ekonomis ini tentu harus diberikan apresiasi oleh pemerintah
daerah dan sekolah.
Arah perubahan
Potensi ini dapat dimanfaatkan oleh pemerintah daerah dan sekolah.
Misalnya melalui penggalangan dan penyaluran Dana Abadi Sekolah (DAS). DAS
ini dapat menjadi sarana atau wahana untuk penggalangan dana partisipasi
masyarakat, termasuk para alumni sekolah yang bersangkutan yang memiliki
kepedulian terhadap peningkattan mutu pendidikan di sekolah yang
bersangkutan. Secara kelembagaan, kegiatan ini dapat dilakukan oleh Komite
Sekolah di masing-masing sekolah. Sehingga, keberadaan dan peran Komite
Sekolah tetap dapat berjalan dan tidak ternegasikan dengan adanya program
pendidikan gratis—partisipasi komite sekolah justeru semakin minim.
16. Profesionalisme Guru Perlu Ditingkatkan Untuk Menjaga
Pendidikan Gratis Yang Bermutu
Pfofesionalisme guru memiliki peran yang sangat strategis dalam
menjaga dan meningkatkan mutu pendidikan. Untuk memperoleh guru yang
profesional tentu dimulai sejak proses rekrutmen Pegawai Negeri Sipil. Seleksi
dan Ujian yang dilakukan dalam penjaringan guru selain mengacu pada
ketentuan standar umum, perlu dilakukan uji kompetensi. Uji kompetensi
tersebut terkait dengan program studi yang akan diajar/dilamar. Jika lowongan
CPNS guru bahasa inggris, maka peserta calon pegawai negeri sipil tersebut
harus diuji kemampuannya secara langsung dengan program bahasa inggris,
termasuk kemampuan untuk mengajar. Karena dari hasil evaluasi, masih banyak
guru yang setelah lulus menjadi PNS-Guru ternyata tidak memiliki kapasitas
untuk mengajar. Bahkan, banyak yang tidak mampu berbicara dihadapan siswa.
Di beberapa sekolah saat ini banyak ditemukan pula pegawai negeri, yang
sesungguhnya tidak memiliki background atau basic untuk mengajar atau
berasal dari program studi keguruan dan ilmu pendidikan, sebagian besar adalah
berasal dari akta IV (mengajar). Sehingga ada guru yang basic pendidikannya
adalah Sarjana Pertanian, kemudian mengajar fisika dan kimia. Padahal, dari
aspek kemampuan dan keilmuan yang dimiliknya dengan program studi yang
diajarkan tidak memiliki korelasi dan kompetensi. Beberapa kasus lainnya
adalah Guru yang hanya berpendidikan SMA mengajar di Sekolah Dasar dan
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 72
diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil, bahkan ada tenaga administrasi yang
merangkap pula sebagai guru dan sebagainya.
Letak persoalan sesungguhnya bukan karena keterbatasan jumlah guru
yang memiliki kompetensi karena sebenarnya banyak guru di KSB yang memiliki
kompetensi di GTT atau GKD, namun karena kesempatan yang dimiliki sangat
terbatas, tidak ada akses dan jaringan ke tingkat kekuasaan, akhirnya mereka
tersingkirkan dari proses seleksi CPNS. Rentannya praktek kolusi dan nepotisme
dalam rekrutmen pegawai diyakni banyak kelangan sebagai masalah besar yang
menyebabkan minimnya mutu pendidikan. Disamping itu upaya program untuk
peningkatan kapasitas para tenaga pendidik di sekolah masih sangat minim.
Arah Perubahan
Beranjak dari permasalahan diatas, maka perlu dilakukan perubahan
terhadap sistem rekrutmen guru, perlu ada tambahan materi dalam seleksi guru,
yakni melakukan uji dan fit and propertes guru, untuk memastikan bahwa calon
PNS guru tersebut benar-benar memiliki kelayakan dan kompetensi untuk
mengajar, karena nasib pendidikan tersebut sangat tergantung dari para guru.
Uji kalayakan tersebut harus dilakukan secara terbuka dan independen serta
mengkedepankan obyektivitas.
Pemerintah daerah juga perlu untuk melakukan evaluasi secara khusus
dan menyelruh terhadap para tenaga pendidik yang ada saat ini, khususnya
adalah para guru PNS dan Guru PNS yang telah memiliki sertifikasi, apakah
dengan sertifikasi yang telah dimilikinya saat ini mencerminkan kapasitas,
integritas dan profesional mengajar yang cukup memadai ataukah sebaliknya.
Disamping, melakulan peningkatan kapasitas kepada para guru di masing-
masing sekolah, khususnya guru yang mengajar di sekolah tertinggal, perlu untuk
mendapatkan perhatian dan pengembangan program kapasitas guru agar sekolah
tersebut dapat sejajar dengan sekolah lainnya yang telah lebih dahulu maju.
Sanksi terhadap para birokrat yang melakukan KKN dalam praktek rekrutmen
CPNS guru juga perlu diberikan sanksi yang lebih berat—karena dampak yang
ditimbulkan dari praktek tersebut adalah terhadap para generasi KSB dimasa
mendatang, mereka diajar oleh para guru yang tidak memiliki komptensi atau
berkualitas.
17. Tujuan Akses Pendidikan Telah Berhasil Dicapai, Namun Mutu
Pendidikan Harus Terus Ditingkatkan
Dari aspek pencapaian tujuan program, secara umum program
pendidikan gratis telah menunjukkan adanya perkembangan kemajauan
pencapaian. Hal ini tercermin dari meningkatkan APK (Angka Partisipasi Kasar)
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 73
dan Angka Partisipasi Murni (APM) dalam bidang pendidikan yang terus
mengalamai peningkatan dari tahun ketahun, begitupun dengan tujuan
meringankan biaya pendidikan, dan penguarangan terhadap angka putus
sekolah. Mengalami kemjuan yang signifikan sejak diberlakukannya pendidikan
gratis.
Agenda yang masih mendapat sorotan dan kritikan adalah pada aspek
mutu/kualitas pendidikan. Untuk itu, maka pada periode pembangunan
pendidikan di KSB selanjutnya yang perlu untuk mendapat perhatian sekaligus
perubahan yang harus dituju adalah pada peningkatan mutu pendidikan. Standar
Pendidikan Nasional perlu untuk didorong dan diberlakukan pada sejumlah
sekolah yang ada di KSB.
18. Lemahnya Regulasi Program Pendidikan Gratis Saat ini,
Menuntut Pentingnya dilakukan Scalling-Up Kebijakan
Berbagai permasalahan yang muncul terkait dengan pelaksanaan
program pendidikan gratis sebagaimana di atas tidak lepas dari lemahnya
regulasi yang mengatur tentang program pendidikan gratis. bahkan sejumlah
materi dalam regulasi tidak dapat berjalan efektif sebagaimana mestinya.
Beberapa substansi yang kurang efektif berjalan adalah sebagai berikut ;
Pertama, aspek persyaratan penerima program. Secara konseptual
program pendidikan gratis dihubungkan pula dengan program gerakan sejuta
pohon atau dikenal dengan GSP21. Akan tetapi, Gerakan Sejuta Pohon sampai
hari ini belum jelas konsepsi maupun implementasinya, serta korelasi positif
antara GSP dengan Program Pendidikan Gratis.
Dinas pendidikan sebagai leading sektor pelaksana program pendidikan
gratis dan Dinas Kehutanan, Pertanian, dan Ketahanan Pangan sebagai leading
sektor dari program berjalan sendiri-sendiri, kurangnya koordinasi dan
harmoniasasi program antara Dinas Pendidikan dan Dinas Kehutanan juga
menjadi kendala. Disamping kendala terkait petunjuk pelaksana dan teknis
pejabaran atas kebijakan yang telah ditetapkan sebelumnya. Begitupun dalam
aspek evaluasi program pendidikan dan kesehatan gratis, dalam konsep Perbup
Nomor 11 Tahun 2006 dalam pasal 23 ayat (2) dikatakan bahwa evaluasi
pelaksanaan program dikaitkan dengan Gerakan Penanaman Sejuta Pohon,
dilaksanakan oleh Dinas (Pendidikan-red) bersama-sama dengan Dinas
Kehutanan, Pertanian, Perkebunan dan Ketahanan Pangan. Tidak ada
penjabaran lebih lanjut atau ketentuan lebih lanjut mengenai materi apasajakah
21 GSP ditetapkan dengan Peraturan Bupati Sumbawa Barat Nomor 10 Tahun 2006
Tentang Gerakan Sejuta Pohon di Kabupaten Sumbawa Barat, Peraturan ini ditetapkan pada tanggal 2 Mei 2006.
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 74
yang dievaluasi oleh masing-masing pihak, cakupan dan lingkup evaluasi,
indikator keberhasilan program, maupun korealasi antara program GSP dan
Program Pendidikan Gratis. Dua program tersebut memiliki maisntream dan
sesungguhnya semangat yang berbeda. GSP sesungguhnya adalah sebuah
program nasional yang berlangsung pada tahun 2004, era pemerintahan
megawati—sebagai bentuk respons pemerintah pusat atas kesepakatan dengan
para donor asing terkait dengan upaya antisipasi pemanasan global dan
perubahan iklim yang kemudian diadopsi oleh daerah. Sejauh ini belum terlihat
ada keterpaduan antara kedua program tersebut.
Dalam Perbup Nomor 11 Tahun 2006 pasal 23 secara eksplitit
menyebutkan mengenai syarat penerima beasiswa. Bunyi pasal 23 adalah sebagai
berikut “Peserta Belajar yang dapat menerima bantuan pendidikan dari Program
adalah siswa yang terdaftar disekolahnya masing-masing dan atau telah
mempunyai sertifikat GSP”. Dalam rumusan pasal ini, secara implisit,
mencerminkan ada dua syarat dan dua otoritas lembaga yang memiliki
kewenangan untuk menentukan peserta penerima program, yakni ; Dinas
Pendidikan dengan syarat siswa yang terdafat di sekolah dan Dinas Kehuatanan,
Pertanian, perkebunan dan Ketahanan Pangan dengan GSP. Ketidakjelasan
rumusan ini, bukan hanya membingungkan masyarakat, tetapi juga dapat
membingungkan implementing agency dari pembuat dan pelaksana aturan itu
sendiri.
Kedua, kekaburan rumusan dalan perbup Nomor 11 tahun 2006
tercermin pula dalam pengaturan mengenai pemantauan. Dalam pasal 25 ayat (1)
dikatakan bahwa pihak-pihak terkaitpsimaksud dalam pasal 4 wajib melakukan
pemantauan terhadap pelaksanaan program. Ayat (2) hasil pemantauan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Bupati, Dinas, Tim dan
lainnya guna keberhasilan Program.
Dalam rumusan ini jelas bahwa Perbup memerintahkan kepada pihak-
pihak terkait yang meliputi ;
a. Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Dikpora);
b. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda)
c. Badan Pengeloa Keuangan Aset Daerah (BPKAD)
d. Inspektorat Daerah;
e. Dinas Kehutanan, Pertanian, Perkebunan dan Ketahanan Pangan
(DISHUPPTAN)
f. Dewan Pendidikan;
g. Unit Pengaduan Masyarakat (UPM);
h. Kepala Kantor Cabang Dinas (KCD) Dinas Pendidikan, Pemuda dan
Olahraga;
i. Sekolah/Madrasah;
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 75
j. Guru;
k. Camat;
l. Kepala Desa;
m. Orang Tua/wali Siswa dan;
n. Komite Sekolah
Untuk melakukan pemantauan terhadap program pendidikan gratis.
oleh karena perintah dalam pasal 25 adalah merupakan wajib atau suatu
keharusan, maka tentu secara hukum memiliki konsekeunsi jika dilaksanakan
akan memperoleh sanksi. Namun, perintah dalam pasal 25 tersebut tidak
dibarengi dengan pengaturan terhadap sanksi. Sehingga perintah keharusan
untuk bertindak sesuai dengan pasal 25 ayat (1) tidak memiliki kekuatan apapun
karena ketiadaan atas sanksi.
Begitupun terkait dengan tugas pemantauan, oleh karena dalam
ketentuan peraturan tersebut (pasal 25 ayat 1) merupakan sebuah keharusan
untuk bertindak atau dijalankan, maka seyogyanya implementing agency
merumuskan secara jelas apa dan siapa yang dipantau (obyek pemantauan) yang
dilakukan oleh masing-masing pihak, waktu dan prosedur pemantauan yang
dijalankan, format pemantauan, dan sebagainya. Namun dalam regulasi maupun
turunannya tidak mengatur sama sekali, sehingga seulit bagi para pihak untuk
dapat melaksanakan perintah pasal 24 ayat (1) dan (2). Bahkan menjadi
keanehan, jika Dinas (dikpora) memantau dirinya sendiri dan melaporkannya
kepada mereka sendiri (lihat pasal 24 ayat 1 dan 2).
Dari rumusan pasal-pasal yang diatur dalam Perbup Nomor 11 Tahun
2006 menunjukkan lemahnya peraturan tersebut, baik dari aspek teknis
pertimbangan, landasan yuridis yang digunakan, materi pengaturan, maupun
kalimat perundang-undangan yang digunakan. Sehingga sangat wajar, jika
impelemnting agency maupun rule ocupation dari peratura tersebut tidak dapat
dijalankan secara efektif oleh para pihak atau dengan kata lain sulit bagi setiap
orang untuk berperilaku atau bertindak sesuai dengan yang diinginkan oleh
peraturan tersebut, karena perintah, larangan, kebolehan maupun pengaturan
tentang obyek, impelemnting agency dan rule occupation atas peraturan tersebut
tidak jelas dalam pengaturannya.
Beranjak dari permasalahan tersebut, maka perlu untuk dilakukannya
scalling-up perbup. Scalling-up perbup tersebut, bukan hanya pada aspek
penyempurnaan substansi materi pengaturan melainkan pula adalah scalling-up
kedudukan perbup untuk menjadi sebuah perda—sebagai landasan untuk
mendorong peyelenggaraaan pendidikan yang bermutu/berkualitas di masa
mendatang.
BAB V
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 76
LANDASAN PEMBENTUKAN PERDA PENDIDIKAN GRATIS DI KAB SUMBAWA
BARAT
Pada pembahasan sebelumnya telah digambarkan mengenai problematika yang muncul terkait konsep dan implementasi program pendidikan gratis di Kabupaten Sumbawa Barat berdasarkan Perbup Nomor 11 Tahun 2006
serta perkembangan kebijakan dalam bidang pendidikan. Untuk memperkuat landasan dan alasan mengapa perlu dilakukannya scalling
up perbup nomor 11 tahun 2006 ini adalahpenegasan alasan dan landasan filosofis, sosiologis dan landasan yuridis pembentukan perda pendidikan
gratis.
A. Landasan Penyempurnaan
1. Landasan filosofis
Secara filosofis, pembentukan peraturan daerah tentang penyelenggaraan
program pendidikan gratis adalah untuk memberikan jaminan dan kepastian atas
keberlanjutan program pendidikan gratis di KSB dimasa mendatang. Pembentukan
perda juga untuk memberikan payung hukum dan landasan bagi pemerintah daerah
untuk melanjutkan inovasi yang telah dilaksanakan selama ini.
Program pendidikan gratis, perlu untuk dipertahankan dan terus
dikembangkan karena ; (1) merupakan praktek best practices dari desentralisasi di
Indonesia. (2) Program pendidikan gratis mampu untuk mengurangi angka putus
sekolah, meningkatkan angka partisipasi kasar maupun angka partisipasi murni
pendidikan (APK dan APM), meningkatkan sumber daya manusia (IPM meningkat),
meningkatkan kecerdasan masyarakat, mengurangi beban ekonomi masyarakat,
serta mampu mendorong terwujudnya kesejahteraan masyarakat. (3) program
pendidikan gratis adalah instrumen penting untuk mewujudkan cita-cita bangsa dan
cita cita daerah, mewujudkan masyarakat yang cerdas, sejahtera dana sarana menju
peradaban yang fitrah.
Penyelenggaraan pendidikan gratis adalah merupakan bentuk investasi
jangka panjang yang tak ternilai harganya dimasa mendatang untuk kemajuan
pembangunan KSB. Oleh karena itu dibutuhkan regulasi untuk mendukung program
pendidikan gratis.
2. Landasan Yuridis
Secara yuridis landasan pembentukan peraturan daerah ini adalah untuk
melaksanakan ; pertama, amanah pembukaan UUD 1945 alinia 4 (empat), yang
intinya negara berkewajiban dan bertanggung jawab untuk mencerdaskan kehidupan
bangsa dan manah pasal 28C ayat (1) UUD 1945 (amandemen), pasal 31 ayat (1), 31
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 77
ayat (2) dan 31 ayat (4) yang intinya negara berkewajiban dan rakyat berhak untuk
memeproleh pendidikan.
Kedua, adalah amanah UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, Pasal 11 Ayat 2 Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin
tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang
berusia tujuh sampai lima belas tahun, Peraturan Pemerintah Nomor 47 tahun 2008
tentang wajib belajar, yang intinya menegaskan bahwa setiap warga negara wajib
belajar hingga 9 tahun dan Pemerintah maupun Pemerintah Daerah menjamin
terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa
memungut biaya.
Ketiga adalah oleh karena Pemerintah daerah telah menetapkan Peraturan
Daerah Kabupaten Sumbawa Barat Nomor 23 Tahun 2008 Tentang Program Wajib
Belajar 12 Tahun di Kabupaten Sumbawa Barat (Lembaran Daerah Kabupaten
Sumbawa Barat Tahun 2008 Nomor 23, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten
Sumbawa Barat Nomor 90), maka konsekuensi atas penetapan kebijakan tersebut,
Pemerintah Daerah berkewajiban untuk mendanai program wajib belajar 12 tahun.
Keempat, secara yuridis kedudukan perbup nomor 11 tahun 2006 tentang
pedoman pelaksaaan program pendidikan gratis sebagai payung hukum sekaligus
landasan penyelenggaraan program pendidikan gratis di KSB sudah kurang relevan
lagi untuk digunakan.
Kelima, Perubahan perbup ini perlu dilakukan oleh karena kedudukan
perbup yang secara hierarkhis hukum adalah merupakan peraturan paling rendah
disisilain masa jabatan Bupati dan wakil bupati akan berakhir pada tahun 2015
menjadi sangat rentan, program pendidikan gratis potensial terancam berakhir
manakala Bupati dan wakil bupati pada periode selanjutnya tidak memiliki komitmen
dan politicall will yang sama dan kuat untuk melanjutkan program pendidikan gratis.
Keenam, oleh karena telah terjadi berbagai erubahan peraturan perundang-
undangan baru yang dilahirkan oleh pemerintah pusat maka perlu pemeritah daerah
untuk melakukan penyesuaian kebijakannya dengan peraturan perundangan-
undangan yang berlaku saat ini
Keenam, oleh karena peraturan bupati sebagai pedoman penyelenggaraan
program pendidikan gratis memiliki beberapa kekurangan (tidka komprehensif)
mengatur berbagai hal, serta dalam implementasinya banyak menimbulkan
kendala/permasalahan, karena itu maka perlu dilakukan perubahan.
3. Landasan Sosiopolitis
Secara politik, perubahan ini perlu dilakukan karena situasi politik yang
mengkehendaki masa jabatan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah berakhir
pada tahun 2015, sehingga untuk menjamin keberlangsungan program pendidikan
gratis dibutuhkan peraturan daerah agar lebih memiliki kekuatan dan jaminan
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 78
keberlanjutan. Secara politis, hubungan esekutif dan legislatif yang berlangsung saat
ini cukup harmonis, sehingga berpotensi usulan perubahan dapat diterima, dan
dengan ditetapkannya pelaksanaan program pendidikan gratis secara politis dan
hukum akan mengikat lembaga legsilatif.
Secara sosial, program pendidikan gratis merupakan program sosial yang
didukung seluruh masyarakat, karena manfaat dan dampaknya sangat besar bagi
masyarakat. Kebijakan program pendidikan gratis telah membantu untuk
meringankan beban ekonomi masyarakat, meningkatkan akses pendidikan bagi
seluruh warga usia sekolah, mengurangi angka putus sekolah, meningkatkan SDM
masyarakat dan pada akhirnya program pendidikan gratis dapat mengurangi tingkat
kemiskinan disatu sisi pada waktu bersamaam mampu untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Program pendidikan gratis sangat dibutuhkan di masa
mendatang, dan untuk menjamin kepastian dan keberlanjutan program pendidikan
gratis, maka perlu adanya peraturan daerah tentang program pendidikan gratis
sebagai landasan penyelenggaraan program.
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 79
BAB VI
PERKEMBANGAN KEBIJAKAN PENDIDIKAN DAN
RELEVANSINYA DENGAN PROGRAM PENDIDIKAN
GRATIS DI KSB
Kebijakan Program Pendidikan Gratis di Kabupaten Sumbawa Barat yang saat ini berlangsung, ternyata sudah tidak relevan lagi dengan kebijakan
di tingkat Pusat. Berbagai perubahan kebijakan yang berlangsung di tingkat pusat ternyata belum diakomodir dalam peraturan bupati nomor
11 tahun 2006 sehingga peraturan bupati perlu direview dan dilakukan perubahan sesuai dengan perkembangan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Pada bab ini akan dilakukan inventarisasi peraturan perundang-undangan dan kajian peraturan perundang-undangan. Kajian ini dimaksudkan untuk melihat perkembangan perundang-undangan yang berlaku saat ini, memastikan muatan materi yang perlu diatur dalam peraturan daerah nantinya sejalan dengan semanngat peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini, serta memastikan bahwa materi peraturan daerah yang akan disusun tidak bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Singkronisasi dan harmonisasi dalam perumusan produk hukum daerah dengan peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait menjadi sangat penting dilakukan agar produk hukum yang dilahirkan daerah memiliki landasan hukum yang kuat, memenuhi asas-asas pembentukan peraturan, serta harmonis dengan peraturan perundang-undangan lainnya, tidak saling menegasikan. Legitimid atas dukungan TIFA Foundation telah melakukan inventarisasi dan kajian terhadap berbagai produk peraturan perundang-undangan terkait dalam rangka mendukung upaya Pemerintah Daerah KSB untuk melakukan scalling-up kebijakan program pendidikan dan kesehatan gratis. Dalam proses nvetarisasi ini, Team peneliti LEGITIMID menjalin kerjasama dengan sejumlah kalangan akademisi dan praktisi hukum. Pada bab ini akan dibahas inventarisasi produk peraturan perundang-undangan terkait dengan penyelenggaraan program pendidikan gratis di KSB. Inventarisasi dan kajian Peraturan Perundang-Undangan
Kebijakan pendidikan sesungguhnya adalah amanat dari UUD 1945, dalam pembukaan
UUD 1945 alinea 4, memandatkan negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, dan
dalam batang tubuh pasal 31 ayat (1) memberikan hak kepada rakyat (warga negara
indonesia) untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Dalam negara hukum, konstitusi
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 80
(UUD) merupakan peraturan yang tertinggi, seluruh peraturan perundang-undangan
yang lahir dan dibentuk oleh pemerintah maupun pemerintah daerah tidak boleh
bertentangan dengan konstitusi, bahkan pelanggaran terhadap konstitusi sebagai bentuk
“kejahatan” yang dapat dihukum. Oleh sebab itu, amanah konstitusi ini itu menjadi
kewajiban siapapun yang menjalankan negara, dan seluruh komponen bangsa indonesia,
negara dan rakyat harus tunduk pada konsititusi. Dalam rangka melaksanakan mandat
konstitusi tersebut, pemerintah telah mengeluarkan berbagai peraturan perundang-
undangan terkait dalam bidang pendidikan, sebagai berikut :
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 78 Tambahan Lembaran Negara Nomor 4301);
Undang-undang ini menggantikan UU sebelumnya, yakni UU No 2 tahun
1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Tahun 1989 Nomor
6, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3390). Undang-undang ini lahir karena ;
Pertama, melaksanakan amanah pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun 1945 yang mengamanatkan bahwa Pemerintah Negara
Indonesia melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial; kedua, melaksanakan amanah Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan Pemerintah
untuk mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang
meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta akhlak
mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-
undang; ketiga, sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan
kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen
pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan
kehidupan lokal, nasional, dan global sehingga perlu dilakukan pembaharuan
pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan; keempat, oleh karena
Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional tidak
memadai lagi, maka perlu diganti serta perlu disempurnakan agar sesuai dengan
amanat perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dalam undang-undang ini telah dirumuskan beberapa pengertian penting,
pengertian-pengertian tersebut tertuang dalam Bab I pasal 1, antara lain sebagai
berikut :
(1) Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 81
(2) Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.
(3) Sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
(4) Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.
(5) Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan.
(6) Standar nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(7) Wajib belajar adalah program pendidikan minimal yang harus diikuti oleh Warga Negara Indonesia atas tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, juga mengatur
mengenai dasar, fungsi dan tujuan pendidikan di Indonesia. Dalam pasal
2 dikatakan bahwa dasar pendidikan nasional adalah berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945. Pendidikan nasional di indonesia berfungsi untuk mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab (pasal 3). Dalam rangka
menjalankan pendidikan nasional inodnesia, maka penyelenggaraannya
didasarkan atas prinsip sebagai berikut :
(1) Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.
(2) Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multimakna.
(3) Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.
(4) Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran.
(5) Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat.
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 82
(6) Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan.
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 juga telah meletakkan dan
mengatur mengenai hak dan kewajiban warga negara, Orang tua,
masyarakat, dan pemerintah ketentuan ini diatur dalam Bab IV. Dalam
pasal 5 diatur mengenai hak dan kewajiban warga negara adalah sebagai
berikut :
(1) Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu.
(2) Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus.
(3) Warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus.
(4) Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus.
(5) Setiap warga negara berhak mendapat kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang hayat.
Dan dalam pasal 6 diatur:
(1) Setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas
tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. (2) Setiap warga negara bertanggung jawab terhadap keberlangsungan
penyelenggaraan pendidikan.
Undang-undang No.20 Tahun 2003, juga mengatur tentang hak
dan kewajiban masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan. Hak dan
Kewajiban Orang Tua tercantum dalam pasal 7, sebagai berikut :
(1) Orang tua berhak berperan serta dalam memilih satuan pendidikan dan memperoleh informasi tentang perkembangan pendidikan anaknya.
(2) Orang tua dari anak usia wajib belajar, berkewajiban memberikan pendidikan dasar kepada anaknya.
Sedangkan hak dan kewajiban masyarakat diatur dalam pasal 8
dan pasal 9. Dalam pasal 8 dikatakan bahwa Masyarakat berhak berperan
serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program
pendidikan. Sedangkan dalam pasal 9 diatur mengenai kewajiban
masyarakat bahwa Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan
sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan. Sedangkan untuk hak
dan kewajiban Pemerintah dan Pemerintah Daerah diatur dalam pasal 10
dan pasal 11. Dalam pasal 10 dikatakan bahwa Pemerintah dan Pemerintah
Daerah berhak mengarahkan, membimbing, membantu, dan mengawasi
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 83
penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Dan dalam pasal 11 dijelaskan meneganai
kewajiban pemerintah dan pemerintah daerah adalah sebagai berikut :
(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi.
(2) Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun.
Beranjak dari ketentuan yang diatur dalam UU Nomor 20 Tahun
2003 dikaitkan dengan Peraturan Bupati Nomor 11 tahun 2006, maka
terlihat adanya kekuarangan terdapat dalam perbup. Dalam program
pendidikan gratis sebagaimana tertuang dalam perbup Nomor 11 tahun
2006 tidak mengatur tentang hak dan kewajiban orang tua, peserta didik,
pemerintah daerah, masyarakat dan lainnya. Perbup juga tidak mengatur
prinsip-prinsip penyelenggaraan pendidikan. Untuk itu, maka dalam
perancangan peraturan daerah nantinya perlu diatur mengenai prinsip-
prinsip penyelenggaraan program pendidikan gratis, serta hak dan
kewajiban dengan melakukan sinkronisasi dan harmonisasi dengan UU
Nomor 20 tahun 2003. Karena UU ini menjadi kerangka acuan yang
mesti harus dipertimbangkan dalam perumusan perda pendidikan gratis
di KSB.
2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4686);
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, memiliki visi terwujudnya sistem pendidikan
sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan
semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang
berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman
yang selalu berubah.
Kualitas manusia yang dibutuhkan oleh bangsa Indonesia pada
masa yang akan datang adalah yang mampu menghadapi persaingan
yang semakin ketat dengan bangsa lain di dunia. Kualitas manusia
Indonesia tersebut dihasilkan melalui penyelenggaraan pendidikan yang
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 84
bermutu. Oleh karena itu, guru dan dosen mempunyai fungsi, peran, dan
kedudukan yang sangat strategis.
Pasal 39 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidik merupakan
tenaga profesional. Kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga
profesional mempunyai visi terwujudnya penyelenggaraan pembelajaran
sesuai dengan prinsip-prinsip profesionalitas untuk memenuhi hak yang
sarna bagi setiap warga negara dalam memperoleh pendidikan yang
bermutu. Berdasarkan uraian di atas, pengakuan kedudukan guru dan
dosen sebagai tenaga profesional mempunyai misi untuk melaksanakan
tujuan Undang-Undang ini sebagai berikut:
1. mengangkat martabat guru dan dosen; 2. menjamin hak dan kewajiban guru dan dosen; 3. meningkatkan kompetensi guru dan dosen; 4. memajukan profesi serta karier guru dan dosen; 5. meningkatkan mutu pembelajaran; 6. meningkatkan mutu pendidikan nasional; 7. mengurangi kesenjangan ketersediaan guru dan dosen antardaerah
dari segi jumlah, mutu, kualifikasi akademik, dan kompetensi; 8. mengurangi kesenjangan mutu pendidikan antardaerah; dan 9. meningkatkan pelayanan pendidikan yang bermutu.
Berdasarkan visi dan misi tersebut, kedudukan guru sebagai
tenaga profesional berfungsi untuk meningkatkan martabat guru serta
perannya sebagai agen pembelajaran untuk meningkatkan mutu
pendidikan nasional, sedangkan kedudukan dosen sebagai tenaga
profesional berfungsi untuk meningkatkan martabat dosen serta
mengembangkan ihnu pengetahuan, teknologi, dan Beni untuk
meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Sejalan dengan fungsi tersebut, kedudukan guru dan dosen
sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem
pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yakni
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang
demokratis dan bertanggung jawab.
Untuk meningkatkan penghargaan terhadap tugas guru dan
dosen, kedudukan guru dan dosen pada pendidikan anak usia dini jalur
pendidikan formal, pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 85
menengah, dan pendidikan tinggi, maka diberikan sertifikat pendidik.
Sertifikat tersebut merupakan pengakuan atas kedudukan guru dan dosen
sebagai tenaga profesional. Dalam melaksanakan tugasnya, guru dan
dosen harus memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum
sehingga memiliki kesempatan untuk meningkatkan kemampuan
profesionalnya.
Selain itu, perlu juga diperhatikan upaya-upaya memaksimalkan
fungsi dan peran strategis guru dan dosen yang meliputi penegakan hak
dan kewajiban guru dan dosen sebagai tenaga profesional, pembinaan
dan pengembangan profesi guru dan dosen, perlindungan hukum,
perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan
kerja.
Berdasarkan visi, misi, dan pertimbangan-pertimbangan di atas
diperlukan strategi yang meliputi:
1. penyelenggaraan sertifikasi pendidik berdasarkan kualifikasi akademik dan kompetensi;
2. pemenuhan hak dan kewajiban guru dan dosen sebagai tenaga profesional yang sesuai dengan prinsip profesionalitas;
3. penyelenggaraan kebijakan strategis dalam pengangkatan, penempatan, pemindahan, dan pemberhentian guru dan dosen sesuai dengan kebutuhan, baik jumlah, kualifikasi akademik, maupun kompetensi yang dilakukan secara merata, objektif, dan transparan untuk menjamin keberlangsungan pendidikan;
4. penyelenggaraan kebijakan strategis dalam pembinaan dan pengembangan profesi guru dan dosen untuk meningkatkan profesionalitas dan pengabdian para guru dan dosen;
5. peningkatan pemberian penghargaan dan jaminan perlindungan terhadap guru dan dosen dalam pelaksanaan tugas profesional;
6. peningkatan peran organisasi profesi untuk menjaga dan meningkatkan kehormatan dan martabat guru dan dosen dalam pelaksanaan tugas sebagai tenaga profesional;
7. penguatan kesetaraan antara guru dan dosen yang bertugas pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah dengan guru dan dosen yang bertugas pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat;
8. penguatan tanggung jawab dan kewajiban Pemerintah dan pemerintah daerah dalam merealisasikan pencapaian anggaran pendidikan untuk memenuhi hak dan kewajiban guru dan dosen sebagai tenaga profesional; dan
9. peningkatan peran serta masyarakat dalam memenuhi hak dan kewajiban guru dan dosen.
Pengakuan kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional
merupakan bagian dari pembaharuan sistem pendidikan nasional yang
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 86
pelaksanaannya memperhatikan berbagai ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang pendidikan, kepegawaian, ketenagakerjaan, keuangan,
dan pemerintahan daerah.
Sesuai dengan ruh dan semangat kehadiran UU nomor 14 tahun
2005, maka tentu dalam program pendidikan gratis—jangan sampai
menegasikan keberadaan Undang-undang ini. Program pendidikan gratis di
KSB harus pula mempertimbangkan aspek peningkatan kesejahteraan guru,
khususnya adalah para guru yang masih berstatus sebagai GTT dan GKD.
Kedudukan guru sebagai tenaga profesional bertujuan untuk
melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan
pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi
warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Oleh karena guru memiliki kedudukan yang strategis, merupakan
bidang pekerjaan khusus, maka dalam Bab III Undang-Undang nomor 14
tahun 2005, mengatur tentang prinsip profesionalitas guru, bahwa dalam
melaksanakan profesinya harus didasarkan atas prinsip sebagai berikut:
a. memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme;
b. memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia;
c. memiliki kualifikasi akademik dan Tatar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas;
d. memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas;
e. memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan;
f. memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja;
g. memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat;
h. memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan; dan
i. memiliki organisasi profesi yang rnempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.
Undang-undang juga telah mengatur standarisasi guru, dimana guru
wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat
jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional. Kompetensi guru itu sendiri meliputi kompetensi
pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi
profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.
Dalam pasal 14 diatur mengenai hak dan kewajiban guru. Dalam
melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berhak:
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 87
a. memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial;
b. mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;
c. memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual;
d. memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi;
e. memperoleh dan memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran untuk menunjang kelancaran tugas keprofesionalan;
f. memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut menentukan kelulusan, penghargaan, dan/atau sanksi kepada peserta didik sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perundangundangan;
g. memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas;
h. memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi; i. memiliki kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan
pendidikan;
j. memperoleh kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensi; dan/ atau
k. memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi dalam bidangnya.
Kesejahteraan penghasilan guru adalah penghasilan di atas kebutuhan hidup
minimum yang meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta
penghasilan lain berupa tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus,
dan maslahat tambahan yang terkait dengan tugasnya sebagai guru yang ditetapkan
dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi. Guru yang diangkat oleh satuan
pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah diberi
gaji sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan guru yang diangkat oleh
satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat diberi gaji berdasarkan
perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama. Pemerintah memberikan tunjangan
profesi kepada guru yang telah memiliki sertifikat pendidik yang diangkat oleh
penyelenggara pendidikan dan/atau satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
masyarakat. Tunjangan profesi yang diberikan adalah setara dengan 1 (satu) kali gaji
pokok guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
Pemerintah atau pemerintah daerah pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang
sama. Dan tunjangan profesi tersebut dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan
belanja negara (APBN) dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).
Pemerintah dan/atau pemerintah daerah memberikan tunjangan fungsional
kepada guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
Pemerintah dan pemerintah daerah ataupun yang diselenggarakan masyarakat (GTT
dan GKD). Tunjangan fungsional dan subsidi tunjangan fungsional dialokasikan
dalam anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan
belanja daerah. Dan khsusu, guru yang bertugas di daerah khusus, Pemerintah
memberikan tunjangan khusus. Tunjangan khusus diberikan setara dengan 1 (satu)
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 88
kali gaji pokok guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
Pemerintah atau pemerintah daerah pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang
sama.Disamping itu guru juga dalam UU ini guru diberikan pula Maslahat tambahan
atau tambahan kesejahteraan yang diperoleh dalam bentuk tunjangan pendidikan,
asuransi pendidikan, beasiswa, dan penghargaan bagi guru, serta kemudahan untuk
memperoleh pendidikan bagi putra dan putri guru, pelayanan kesehatan, atau
bentuk kesejahteraan lain dan pemerintah dan/atau pemerintah daerah menjamin
terwujudnya maslahat tambahan tersebut. Dalam melaksanakan tugas
keprofesionalan, guru berkewajiban:
a. merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran;
b. ineningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
c. bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran;
d. menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika; dan
e. memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.
Dalam UU No.14 tahun 2005, juga mewajibkan kepada pemerintah daerah
untuk memenuhi kebutuhan guru baik dalam jumlah, kualifikasi akademik, maupun
dalam kompetensi secara merata untuk menjamin keberlangsungan satuan
pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal serta untuk menjamin
keberlangsungan pendidikan dasar dan menengah yang diselenggarakan oleh
Pemerintah/pemerintah daerah Pasal 24.
Oleh karena kedudukan, tugas dan fungsi guru begitu strategis, maka dalam
dalam pasal 25 ayat (1) disebutkan agar Pengangkatan dan penempatan guru
dilakukan secara objektif dan transparan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan. Dan bagi guru yang bertugas guru yang bertugas di daerah khusus, dalam
pasal 29 ayat (1) memperoleh hak yang meliputi kenaikan pangkat rutin secara
otomatis, kenaikan pangkat istimewa sebanyak 1 (satu) kali, dan perlindungan dalam
pelaksanaan tugas.
Beranjak dari ketentuan yang ada dalam UU No.14 tahun 2005 sebagaimana
diuraikan secara singkat diatas, karena kedudukan, tugas dan fungsi guru yang
begitu strategis dalam pencapaian tujuan pendidikan nasional, maka perlu dalam
kebijakan penyelenggaraan program pendidikan gratis, juga mempertimbangkan
aspek kesejahteraan guru, khususnya para guru yang berstatus sebagai guru GTT dan
GKD, karena sejauh ini tingkat kesejahteraan, upah minimum yang diberikan
terhadap guru GTT khususnya masih jauh berada dibawah upah minimum regional
daerah (UMR), gaji mereka tentu tidak boleh disamakan dengan tenaga sukarela
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 89
lainnya. Para guru harus diberikan keistimewaan dan perlakuan khusus, karena
nasib generasi KSB sangat ditentukan dari peran para guru. Reformulasi kebijakan
dalam konstek pendidikan gratis, juga harus didukung dengan upaya peningkatan
kesejahteraan guru.
3. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4846);
Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal
28 F disebutkan bahwa setiap Orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh
Informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak
untuk mencari, memperoleh, memiliki, dan menyimpan Informasi dengan
menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. Untuk memberikan jaminan
terhadap semua orang dalam memperoleh Informasi, maka dibentuklah UU ini yang
mengatur tentang keterbukaan Informasi Publik. Karena memperoleh Informasi
merupakan adalah merupakan hak asasi manusia sebagai salah satu wujud dari
kehidupan berbangsa dan bernegara yang demokratis.
Keterbukaan informasi juga merupakan salah satu elemen penting dalam
mewujudkan penyelenggaraan negara yang terbuka. Hak atas Informasi menjadi
sangat penting karena makin terbuka penyelenggaraan negara untuk diawasi publik,
penyelenggaraan negara tersebut makin dapat dipertanggungjawabkan. Hak setiap
Orang untuk memperoleh Informasi juga relevan untuk meningkatkan kualitas
pelibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan publik. Partisipasi atau
pelibatan masyarakat tidak banyak berarti tanpa jaminan keterbukaan Informasi
Publik.
Keberadaan Undang-undang tentang Keterbukaan Informasi Publik dinggap
penting oleh pemerintah karena sangat penting sebagai landasan hukum yang
berkaitan dengan (1) hak setiap Orang untuk memperoleh Informasi; (2) kewajiban
Badan Publik menyediakan dan melayani permintaan Informasi secara cepat, tepat
waktu, biaya ringan/proporsional, dan cara sederhana; (3) pengecualian bersifat
ketat dan terbatas; (4) kewajiban Badan Publik untuk membenahi sistem
dokumentasi dan pelayanan Informasi.
Dalam undang-undang ini, setiap Badan Publik mempunyai kewajiban untuk
membuka akses atas Informasi Publik yang berkaitan dengan Badan Publik tersebut
untuk masyarakat luas. Lingkup Badan Publik dalam Undangundang ini meliputi
lembaga eksekutif, yudikatif, legislatif, serta penyelenggara negara lainnya yang
mendapatkan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN)/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan mencakup pula
organisasi nonpemerintah, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 90
hukum, seperti lembaga swadaya masyarakat, perkumpulan, serta organisasi lainnya
yang mengelola atau menggunakan dana yang sebagian atau seluruhnya bersumber
dari APBN/APBD, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri. Melalui mekanisme
dan pelaksanaan prinsip keterbukaan, akan tercipta kepemerintahan yang baik dan
peran serta masyarakat yang transparan dan akuntabilitas yang tinggi sebagai salah
satu prasyarat untuk mewujudkan demokrasi yang hakiki.
Dengan membuka akses publik terhadap Informasi diharapkan Badan Publik
termotivasi untuk bertanggung jawab dan berorientasi pada pelayanan rakyat yang
sebaikbaiknya. Dengan demikian, hal itu dapat mempercepat perwujudan
pemerintahan yang terbuka yang merupakan upaya strategis mencegah praktik
korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), dan terciptanya kepemerintahan yang baik
(good governance).
Dalam implementasi penyelanggaraan program pendidikan gratis,
ditemukan berbagai masalah yang muncul disebabkan karena minimnya informasi
publik untuk memahami program pendidikan gratis. Bahkan, hingga sekarang
masyarakat sama sekali belum dapat mengakses kebijakan program pendidikan
gratis. disisilain, informasi atas program mengenai program pendidikan gratis oleh
pemerintah begitu minim.
Ketiadaan informais publik selam ini juga telah mendorong terjadinya
kerantanan dalam pelaksanaan program pendidikan gratis, terutama potensi
terjadinya korupsi, kolusi dan nepotisme. Untuk mencegah terjadinya
penyalahgunaan kekuasaan, mendorong adanya partisipasi masyarakat dalam
program pendidikan gratis, serta meningkatkan kesadaran publik, dan membangun
akuntabilitas dalam pelaksanaan program pendidikan gratis, maka perlu dalam
perumusan peraturan daerah tentang program pendidikan gratis memasukkan unsur
UU informasi publik sebagai bagian pertimbangan dengan memasukkan materi
sistem informasi layanan pendidikan grati sebagai bagian dari regulasi yang diatur
dalam peraturan daerah.
Beberapa materi penting yang telah diatur dalam UU Nomor 14 tahun 2008
ini adalah terkait dengan asas dna tujuan dari informasi publik. Hak dan kewajiban
pemohon, serta hak dan kewajiban badan publik. Dalam pasal 7 telah diatur
mengenai kewajiban badan publik adalah sebagai berrikut:
(1) Badan Publik wajib menyediakan, memberikan dan/atau menerbitkan Informasi Publik yang berada di bawah kewenangannya kepada Pemohon Informasi Publik, selain informasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan.
(2) Badan Publik wajib menyediakan Informasi Publik yang akurat, benar, dan tidak menyesatkan.
(3) Untuk melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Badan Publik harus membangun dan mengembangkan sistem informasi dan dokumentasi untuk mengelola Informasi Publik secara baik dan efisien sehingga dapat diakses dengan mudah.
(4) Badan Publik wajib membuat pertimbangan secara tertulis setiap kebijakan yang diambil untuk memenuhi hak setiap Orang atas Informasi Publik.
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 91
(5) Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) antara lain memuat pertimbangan politik, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau pertahanan dan keamanan negara.
(6) Dalam rangka memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) Badan Publik dapat memanfaatkan sarana dan/atau media elektronik dan nonelektronik. Undang-undang ini juga mengatur mengenai informasi yang wajib dan
diumumkan secara berkala oleh badan publik, ketentuan ini diatur dalam pasal 9,
yakni sebagai berikut :
(1) Setiap Badan Publik wajib mengumumkan Informasi Publik secara berkala. (2) Informasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. informasi yang berkaitan dengan Badan Publik; b. informasi mengenai kegiatan dan kinerja Badan Publik terkait; c. informasi mengenai laporan keuangan; dan/atau d. informasi lain yang diatur dalam peraturan perundangundangan.
Kewajiban memberikan dan menyampaikan Informasi Publik tersebut
dilakukan paling singkat 6 (enam) bulan sekali. Dalam pasal 9 ayat (4) juga
diwajibkan untuk menyebarluaskan Informasi Publik diatas disampaikan dengan
cara yang mudah dijangkau oleh masyarakat dan dalam bahasa yang mudah
dipahami. Dan diatur pula mengenai informasi yang wajib tersedia setiap saat,
ketentuan ini tercantum dalam pasal 11, sebagai berikut :
(1) Badan Publik wajib menyediakan Informasi Publik setiap saat yang meliputi: a. daftar seluruh Informasi Publik yang berada di bawah penguasaannya, tidak
termasuk informasi yang dikecualikan; b. hasil keputusan Badan Publik dan pertimbangannya; c. seluruh kebijakan yang ada berikut dokumen pendukungnya; d. rencana kerja proyek termasuk di dalamnya perkiraan pengeluaran tahunan
Badan Publik; e. perjanjian Badan Publik dengan pihak ketiga; f. informasi dan kebijakan yang disampaikan Pejabat Publik dalam pertemuan
yang terbuka untuk umum; g. prosedur kerja pegawai Badan Publik yang berkaitan dengan pelayanan
masyarakat; dan/atau h. laporan mengenai pelayanan akses Informasi Publik sebagaimana diatur
dalam UndangUndang ini. Setiap tahun menurut pasal 12 Badan Publik wajib mengumumkan layanan
informasi, yang meliputi:
a. jumlah permintaan informasi yang diterima; b. waktu yang diperlukan Badan Publik dalam memenuhi setiap permintaan
informasi; c. jumlah pemberian dan penolakan permintaan informasi; dan/atau d. alasan penolakan permintaan informasi.
Dan untuk mewujudkan pelayanan cepat, tepat, dan sederhana setiap Badan Publik, maka dinunjuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi; dan pemerintah diharapkan membuat dan mengembangkan sistem penyediaan layanan informasi secara cepat, mudah, dan wajar sesuai dengan petunjuk teknis standar layanan Informasi Publik yang berlaku secara nasional (pasal 13). Memang tidak semua informasi harus dibuka kepublik dalam UU ini telah mengatur pula informasi yang dikecualian, sebagaimana diatur dalam Bab V dalam pasal 17, informasi yang dikecualikan adalah sebagai berikut :
a. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat menghambat proses penegakan hukum, yaitu informasi yang dapat:
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 92
1. menghambat proses penyelidikan dan penyidikan suatu tindak pidana; 2. mengungkapkan identitas informan, pelapor, saksi, dan/atau korban
yang mengetahui adanya tindak pidana; 3. mengungkapkan data intelijen kriminal dan rencanarencana yang
berhubungan dengan pencegahan dan penanganan segala bentuk kejahatan transnasional;
4. membahayakan keselamatan dan kehidupan penegak hukum dan/atau keluarganya; dan/atau
5. membahayakan keamanan peralatan, sarana, dan/atau prasarana penegak hukum.
b. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat mengganggu kepentingan perlindungan hak atas kekayaan intelektual dan perlindungan dari persaingan usaha tidak sehat;
c. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat membahayakan pertahanan dan keamanan negara, yaitu: 1. informasi tentang strategi, intelijen, operasi, taktik dan teknik yang
berkaitan dengan penyelenggaraan sistem pertahanan dan keamanan negara, meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan dan pengakhiran atau evaluasi dalam kaitan dengan ancaman dari dalam dan luar negeri;
2. dokumen yang memuat tentang strategi, intelijen, operasi, teknik dan taktik yang berkaitan dengan penyelenggaraan sistem pertahanan dan keamanan negara yang meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan dan pengakhiran atau evaluasi;
3. jumlah, komposisi, disposisi, atau dislokasi kekuatan dan kemampuan dalam penyelenggaraan sistem pertahanan dan keamanan negara serta rencana pengembangannya;
4. gambar dan data tentang situasi dan keadaan pangkalan dan/atau instalasi militer;
5. data perkiraan kemampuan militer dan pertahanan negara lain terbatas pada segala tindakan dan/atau indikasi negara tersebut yang dapat membahayakan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan/atau data terkait kerjasama militer dengan negara lain yang disepakati dalam perjanjian tersebut sebagai rahasia atau sangat rahasia;
6. sistem persandian negara; dan/atau 7. sistem intelijen negara.
d. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat mengungkapkan kekayaan alam Indonesia;
e. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik, dapat merugikan ketahanan ekonomi nasional: 1. rencana awal pembelian dan penjualan mata uang nasional atau asing,
saham dan aset vital milik negara; 2. rencana awal perubahan nilai tukar, suku bunga, dan model operasi
institusi keuangan; 3. rencana awal perubahan suku bunga bank, pinjaman pemerintah,
perubahan pajak, tarif, atau pendapatan negara/daerah lainnya; 4. rencana awal penjualan atau pembelian tanah atau properti; 5. rencana awal investasi asing; 6. proses dan hasil pengawasan perbankan, asuransi, atau lembaga
keuangan lainnya; dan/atau 7. hal-hal yang berkaitan dengan proses pencetakan uang.
f. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik, dapat merugikan kepentingan hubungan luar negeri : 1. posisi, daya tawar dan strategi yang akan dan telah diambil oleh negara
dalam hubungannya dengan negosiasi internasional; 2. korespondensi diplomatik antarnegara; 3. sistem komunikasi dan persandian yang dipergunakan dalam
menjalankan hubungan internasional; dan/atau 4. perlindungan dan pengamanan infrastruktur strategis Indonesia di luar
negeri.
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 93
g. Informasi Publik yang apabila dibuka dapat mengungkapkan isi akta otentik yang bersifat pribadi dan kemauan terakhir ataupun wasiat seseorang;
h. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat mengungkap rahasia pribadi, yaitu: 1. riwayat dan kondisi anggota keluarga; 2. riwayat, kondisi dan perawatan, pengobatan kesehatan fisik, dan psikis
seseorang; 3. kondisi keuangan, aset, pendapatan, dan rekening bank seseorang; 4. hasilhasil evaluasi sehubungan dengan kapabilitas, intelektualitas, dan
rekomendasi kemampuan seseorang; dan/atau 5. catatan yang menyangkut pribadi seseorang yang berkaitan dengan
kegiatan satuan pendidikan formal dan satuan pendidikan nonformal. i. memorandum atau suratsurat antar Badan Publik atau intra Badan
Publik, yang menurut sifatnya dirahasiakan kecuali atas putusan Komisi Informasi atau pengadilan;
j. informasi yang tidak boleh diungkapkan berdasarkan UndangUndang. Adapun kategori yang tidak termasuk dalam kategori yang dikecualikan,
sebagaimana tertuang dalam pasal 18 adalah informasi berikut :
(1) Tidak termasuk dalam kategori informasi yang dikecualikan adalah informasi berikut: a. putusan badan peradilan; b. ketetapan, keputusan, peraturan, surat edaran, ataupun bentuk
kebijakan lain, baik yang tidak berlaku mengikat maupun mengikat ke dalam ataupun ke luar serta pertimbangan lembaga penegak hukum;
c. surat perintah penghentian penyidikan atau penuntutan; d. rencana pengeluaran tahunan lembaga penegak hukum; e. laporan keuangan tahunan lembaga penegak hukum; f. laporan hasil pengembalian uang hasil korupsi; dan/atau g. informasi lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2).
(2) Tidak termasuk informasi yang dikecualikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf g dan huruf h, antara lain apabila : a. pihak yang rahasianya diungkap memberikan persetujuan tertulis;
dan/atau b. pengungkapan berkaitan dengan posisi seseorang dalam jabatanjabatan
publik. (3) Dalam hal kepentingan pemeriksaan perkara pidana di pengadilan, Kepala
Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung, Ketua Mahkamah Agung, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, dan/atau Pimpinan Lembaga Negara Penegak Hukum lainnya yang diberi kewenangan oleh UndangUndang dapat membuka informasi yang dikecualikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf i, dan huruf j.
(4) Pembukaan informasi yang dikecualikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan cara mengajukan permintaan izin kepada Presiden.
(5) Permintaan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) untuk kepentingan pemeriksaan perkara perdata yang berkaitan dengan keuangan atau kekayaan negara di pengadilan, permintaan izin diajukan oleh Jaksa Agung sebagai pengacara negara kepada Presiden.
(6) Izin tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diberikan oleh Presiden kepada Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Pimpinan Lembaga Negara Penegak Hukum lainnya, atau Ketua Mahkamah Agung.
(7) Dengan mempertimbangkan kepentingan pertahanan dan keamanan negara dan kepentingan umum, Presiden dapat menolak permintaan informasi yang dikecualikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4), dan ayat (5).
Undang-undang Nomor 14 tahun 2008 juga telah mengatir bagaimana
mekanisme untuk memperoleh informasi publik, ketentuan ini diatur dalam Bab
VI pasal 21dan pasal 22. Beranjak dari kehadiran UU diatas, maka dalam
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 94
penyelenggaraan program pendidikan gratis perlu untuk memasukkan pula UU
No.14 tahun 2008 sebagai bagian dari petimbangan dasar hukum. Sekaligus perlu
memasukkan keterbukaan informasi publik, khususnya terkait dengan pengelolaan
dana program pendidikan gratis yang dikelola oleh masing-masing satuan
pendidikan agar dana tersebut pada akhirnya dapat betul-betul dikelola secara
tepat. Masyarakat juga perlu memperoleh informasi terkait dengan anggaran,
kebijakan, para pelaksana dan sebagainya dari program pendidikan gratis. Arah
perubahan perda perlu untuk mencatumkan UU ini sebagai bagian dari dasar
pertimbangan mengingat.
4. Undang-Undang Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran negara Republik Indonesia Nomor 5038);
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 mengamanatkan bahwa tujuan didirikan Negara Republik Indonesia, antara
lain adalah untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan
bangsa. Amanat tersebut mengandung makna negara berkewajiban memenuhi
kebutuhan setiap warga negara melalui suatu sistem pemerintahan yang
mendukung terciptanya penyelenggaraan pelayanan publik yang prima dalam
rangka memenuhi kebutuhan dasar dan hak sipil setiap warga negara atas barang
publik, jasa publik, dan pelayanan administratif.
Saat ini, penyelenggaraan pelayanan publik masih dihadapkan pada
kondisi yang belum sesuai dengan kebutuhan dan perubahan di berbagai bidang
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Hal tersebut salah satunya
disebabkan oleh ketidaksiapan untuk menanggapi terjadinya transformasi nilai
yang berdimensi luas serta dampak berbagai masalah pembangunan yang
kompleks. Sementara itu, tatanan baru masyarakat Indonesia dihadapkan pada
harapan dan tantangan global yang dipicu oleh kemajuan di bidang ilmu
pengetahuan, informasi, komunikasi, transportasi, investasi, dan perdagangan.
Oleh sebab itu, maka kondisi dan perubahan cepat yang diikuti pergeseran nilai
tersebut perlu disikapi secara bijak oleh pemerintah melalui langkah kegiatan yang
terus-menerus dan berkesinambungan dalam berbagai aspek pembangunan untuk
membangun kepercayaan masyarakat guna mewujudkan tujuan pembangunan
nasional. Untuk itu, maka diperlukan konsepsi sistem pelayanan publik yang berisi
nilai, persepsi, dan acuan perilaku yang mampu mewujudkan hak asasi manusia
sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 agar tentunya dapat diterapkan sehingga masyarakat memperoleh
pelayanan sesuai dengan harapan dan cita-cita tujuan nasional.
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 95
Dengan dasar itulah, maka pemerintah menetapkan Undang-Undang
tentang Pelayanan Publik. Kehadiran Undang-Undang pelayanan publik
diharapkan dapat memberi kejelasan dan pengaturan mengenai pelayanan publik,
antara lain meliputi:
a. pengertian dan batasan penyelenggaraan pelayanan publik; b. asas, tujuan, dan ruang lingkup penyelenggaraan pelayanan publik; c. pembinaan dan penataan pelayanan publik; d. hak, kewajiban, dan larangan bagi seluruh pihak yang terkait dalam
penyelenggaraan pelayanan publik; e. aspek penyelenggaraan pelayanan publik yang meliputi standar pelayanan,
maklumat pelayanan, sistem informasi, sarana dan prasarana, biaya/tarif pelayanan, pengelolaan pengaduan, dan penilaian kinerja;
f. peran serta masyarakat; g. penyelesaian pengaduan dalam penyelenggaraan pelayanan; dan h. sanksi.
Dalam Undang-Undang tentang pelayanan publik, telah diberikan definisi
atau pengertian mengenai pelayanan publik, beberapa pengertian penting yang
diatur dalam UU pelayanan publik tercantum dalam Bab I ketentuan umum, yang
mencatumkan beberapa pengertian penting sebagai berikut ::
1. Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.
2. Penyelenggara pelayanan publik yang selanjutnya disebut Penyelenggara adalah setiap institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga independen yang dibentuk berdasarkan undang-undang untuk kegiatan pelayanan publik, dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik.
3. Atasan satuan kerja Penyelenggara adalah pimpinan satuan kerja yang membawahi secara langsung satu atau lebih satuan kerja yang melaksanakan pelayanan publik.
4. Organisasi penyelenggara pelayanan publik yang selanjutnya disebut Organisasi Penyelenggara adalah satuan kerja penyelenggara pelayanan publik yang berada di lingkungan institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga independen yang dibentuk berdasarkan undang-undang untuk kegiatan pelayanan publik, dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik.
5. Pelaksana pelayanan publik yang selanjutnya disebut Pelaksana adalah pejabat, pegawai, petugas, dan setiap orang yang bekerja di dalam Organisasi Penyelenggara yang bertugas melaksanakan tindakan atau serangkaian tindakan pelayanan publik.
6. Masyarakat adalah seluruh pihak, baik warga negara maupun penduduk sebagai orang-perseorangan, kelompok, maupun badan hukum yang berkedudukan sebagai penerima manfaat pelayanan publik, baik secara langsung maupun tidak langsung.
7. Standar pelayanan adalah tolok ukur yang dipergunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pelayanan dan acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai kewajiban dan janji Penyelenggara kepada masyarakat dalam rangka pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau, dan terukur.
8. Maklumat pelayanan adalah pernyataan tertulis yang berisi keseluruhan rincian kewajiban dan janji yang terdapat dalam standar pelayanan.
9. Sistem informasi pelayanan publik yang selanjutnya disebut Sistem Informasi adalah rangkaian kegiatan yang meliputi penyimpanan dan pengelolaan
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 96
informasi serta mekanisme penyampaian informasi dari Penyelenggara kepada masyarakat dan sebaliknya dalam bentuk lisan, tulisan Latin, tulisan dalam huruf Braile, bahasa gambar, dan/atau bahasa lokal, serta disajikan secara manual ataupun elektronik.
Kehadiran UU Pelayanan publik ini adalah dimaksudkan untuk
memberikan kepastian hukum dalam hubungan antara masyarakat dan
penyelenggara dalam pelayanan publik (pasal 2). Adapun tujuan dari
Tujuan Undang-Undang ini adalah (pasal 3):
a. terwujudnya batasan dan hubungan yang jelas tentang hak, tanggung jawab, kewajiban, dan kewenangan seluruh pihak yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan publik;
b. terwujudnya sistem penyelenggaraan pelayanan publik yang layak sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan dan korporasi yang baik;
c. terpenuhinya penyelenggaraan pelayanan publik sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan
d. terwujudnya perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik.
Dalam undang-undang ini diatur mengenai-asas-asas dalam penyelenggaraan
pelayanan publik yang meliputi :
a. kepentingan umum; b. kepastian hukum; c. kesamaan hak; d. keseimbangan hak dan kewajiban; e. keprofesionalan; f. partisipatif; g. persamaan perlakuan/tidak diskriminatif; h. keterbukaan; i. akuntabilitas; j. fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan; k. ketepatan waktu; dan l. kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan.
Seluruh organisasi pemerintah maupun pemerintah daerah uang
melaksanakan fungsi pelayanan, wajib untuk dilakukan evaluasi baik
penyelenggaraanya maupun pada aspek pengelolaan atas layanan yang
diberikan. Evaluasi terhadap penyelenggara pelayanan publik adalah
terkait dengan evaluasi terhadap kinerja, dan evaluasi ini dilakukan
secara berkala dan berkelanjutan (pasal 10 ayat 1). Dan berdasarkan
hasil evaluasi itulah, Penyelenggara berkewajiban untuk melakukan
upaya peningkatan kapasitas Pelaksana pelayanan publik. Evaluasi
terhadap kinerja pelaksana tersebut harus dilakukan dengan indikator
yang jelas dan terukur. Didalam UU ini juga membuat mekanisme
reward and punishment terhadap pelaksana pelayanan publik, antara
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 97
lain adalah berupa peningkatan promosi jabatan, pemberian
penghargaan atas prestasi kerja. Disamping mekanisme hukuman.
Undang-undang ini membedakan antara penyelenggara
pelayanan dan pelaksana pelayanan, dan karena itu hak dan kewajiban
nya pun berbeda. Dalam pasal 14 dan 15 diatur tentang hak dan
kewajiban penyelenggara sebagai berikut :
Penyelenggara memiliki hak: a. memberikan pelayanan tanpa dihambat pihak lain yang bukan tugasnya; b. melakukan kerja sama; c. mempunyai anggaran pembiayaan penyelenggaraan pelayanan publik; d. melakukan pembelaan terhadap pengaduan dan tuntutan yang tidak sesuai
dengan kenyataan dalam penyelenggaraan pelayanan publik; dan e. menolak permintaan pelayanan yang bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan.
Penyelenggara berkewajiban: a. menyusun dan menetapkan standar pelayanan; b. menyusun, menetapkan, dan memublikasikan maklumat pelayanan; c. menempatkan pelaksana yang kompeten; d. menyediakan sarana, prasarana, dan/atau fasilitas pelayanan publik yang
mendukung terciptanya iklim pelayanan yang memadai; e. memberikan pelayanan yang berkualitas sesuai dengan asas penyelenggaraan
pelayanan publik; f. melaksanakan pelayanan sesuai dengan standar pelayanan; g. berpartisipasi aktif dan mematuhi peraturan perundang-undangan yang
terkait dengan penyelenggaraan pelayanan publik; h. memberikan pertanggungjawaban terhadap pelayanan yang diselenggarakan; i. membantu masyarakat dalam memahami hak dan tanggung jawabnya; j. bertanggung jawab dalam pengelolaan organisasi penyelenggara pelayanan
publik; k. memberikan pertanggungjawaban sesuai dengan hukum yang berlaku apabila
mengundurkan diri atau melepaskan tanggung jawab atas posisi atau jabatan; dan
l. memenuhi panggilan atau mewakili organisasi untuk hadir atau melaksanakan perintah suatu tindakan hukum atas permintaan pejabat yang berwenang dari lembaga negara atau instansi pemerintah yang berhak, berwenang, dan sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Dalam undang-undang, mengatur tentang kewajiban dan larangan bagi
pelaksana pelayanan publik, ketentuan tentang kewajiban diatur dalam pasal 16
sebagai berikut:
a. melakukan kegiatan pelayanan sesuai dengan penugasan yang diberikan oleh Penyelenggara;
b. memberikan pertanggungjawaban atas pelaksanaan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
c. memenuhi panggilan untuk hadir atau melaksanakan perintah suatu tindakan hukum atas permintaan pejabat yang berwenang dari lembaga negara atau instansi pemerintah yang berhak, berwenang, dan sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
d. memberikan pertanggungjawaban apabila mengundurkan diri atau melepaskan tanggung jawab sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 98
e. melakukan evaluasi dan membuat laporan keuangan dan kinerja kepada Penyelenggara secara berkala.
sedangkan larangan-larangan bagi pelaksana pelayanan publik, diatur dalam
ketentuan pasal 17 sebagai berikut, bahwa pelaksana dilarang :
a. merangkap sebagai komisaris atau pengurus organisasi usaha bagi pelaksana yang berasal dari lingkungan instansi pemerintah, badan usaha milik negara, dan badan usaha milik daerah;
b. meninggalkan tugas dan kewajiban, kecuali mempunyai alasan yang jelas, rasional, dan sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
c. menambah Pelaksana tanpa persetujuan Penyelenggara; d. membuat perjanjian kerja sama dengan pihak lain tanpa persetujuan
Penyelenggara; dan e. melanggar asas penyelenggaraan pelayanan publik.
Kemajuan penting dari UU ini adalah diaturnya tentang hak dan kewajiban
masyarakat sebagai penerima layanan publik, selama ini tidak perna diatur
mengenai hak dan kewajiban tersebut. Ketentuan ini diatur dalam pasal 18, bahwa
masyarakat berhak :
a. mengetahui kebenaran isi standar pelayanan; b. mengawasi pelaksanaan standar pelayanan; c. mendapat tanggapan terhadap pengaduan yang diajukan; d. mendapat advokasi, perlindungan, dan/atau pemenuhan pelayanan; e. memberitahukan kepada pimpinan penyelenggara untuk memperbaiki
pelayanan apabila pelayanan yang diberikan tidak sesuai dengan standar pelayanan;
f. memberitahukan kepada Pelaksana untuk memperbaiki pelayanan apabila pelayanan yang diberikan tidak sesuai dengan standar pelayanan;
g. mengadukan Pelaksana yang melakukan penyimpangan standar pelayanan dan/atau tidak memperbaiki pelayanan kepada Penyelenggara dan ombudsman;
h. mengadukan Penyelenggara yang melakukan penyimpangan standar pelayanan dan/atau tidak memperbaiki pelayanan kepada pembina Penyelenggara dan ombudsman; dan
i. mendapat pelayanan yang berkualitas sesuai dengan asas dan tujuan pelayanan.
Sedangkan kewajiban masyarakat adalah diatur dalam pasal 19, bahwa
masyarakat berkewajiban :
a. mematuhi dan memenuhi ketentuan sebagaimana dipersyaratkan dalam standar pelayanan;
b. ikut menjaga terpeliharanya sarana, prasarana, dan/atau fasilitas pelayanan publik; dan
c. berpartisipasi aktif dan mematuhi peraturan yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan publik.
Perubahan yang cukup signifikan lainnya adalah bahwa dalam undang-
undang ini mengatur tentang standar pelayanan. Ketentuan ini tercantum dalam
pasal 20, sebagai berikut :
(1) Penyelenggara berkewajiban menyusun dan menetapkan standar pelayanan dengan memperhatikan kemampuan Penyelenggara, kebutuhan masyarakat, dan kondisi lingkungan.
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 99
(2) Dalam menyusun dan menetapkan standar pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Penyelenggara wajib mengikutsertakan masyarakat dan pihak terkait.
(3) Penyelenggara berkewajiban menerapkan standar pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pengikutsertaan masyarakat dan pihak terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan prinsip tidak diskriminatif, terkait langsung dengan jenis pelayanan, memiliki kompetensi dan mengutamakan musyawarah, serta memperhatikan keberagaman.
(4) Penyusunan standar pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan dengan pedoman tertentu yang diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah.
Adapun, komponen standar pelayanan sekurang-kurangnya meliputi: a. dasar hukum; b. persyaratan; c. sistem, mekanisme, dan prosedur; d. jangka waktu penyelesaian; e. biaya/tarif; f. produk pelayanan; g. sarana, prasarana, dan/atau fasilitas; h. kompetensi Pelaksana; i. pengawasan internal; j. penanganan pengaduan, saran, dan masukan; k. jumlah Pelaksana; l. jaminan pelayanan yang memberikan kepastian pelayanan dilaksanakan sesuai
dengan standar pelayanan; m. jaminan keamanan dan keselamatan pelayanan dalam bentuk komitmen untuk
memberikan rasa aman, bebas dari bahaya, dan risiko keragu-raguan; dan n. evaluasi kinerja Pelaksana.
Disamping itu, dalam UU pelayanan publik juga memasukkan adanya
maklumat pelayanan, sebuah janji pelayanan antara penyelenggara dan pelaksana
pelayanan publik dengan masyarakat atau pengguna layanan. Ketentuan ini diatur
dalam pasal 22 sebagai berikut
(1) Penyelenggara berkewajiban menyusun dan menetapkan maklumat pelayanan yang merupakan pernyataan kesanggupan Penyelenggara dalam melaksanakan pelayanan sesuai dengan standar pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.
(2) Maklumat pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dipublikasikan secara jelas dan luas.
Upaya mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dalam pelayanan
publik sangat terlihat dari beberapa kemajuan sebagaimana diuraikan diatas, dalam
undang-undang ini juga mengatur adanya sistem informasi pelayanan publik, diatur
dalam pasal 23, sebagai berikut :
(1) Dalam rangka memberikan dukungan informasi terhadap penyelenggaraan pelayanan publik perlu diselenggarakan Sistem Informasi yang bersifat nasional.
(2) Menteri mengelola Sistem Informasi yang bersifat nasional.
(3) Sistem Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berisi semua informasi pelayanan publik yang berasal dari penyelenggara pada setiap tingkatan.
(4) Penyelenggara berkewajiban mengelola Sistem Informasi yang terdiri atas sistem informasi elektronik atau nonelektronik, sekurang-kurangnya meliputi:
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 100
a. profil Penyelenggara; b. profil Pelaksana; c. standar pelayanan; d. maklumat pelayanan; e. pengelolaan pengaduan; dan f. penilaian kinerja.
(5) Penyelenggara berkewajiban menyediakan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kepada masyarakat secara terbuka dan mudah diakses.
Dalam hal Pengelolaan Sarana, Prasarana, dan/atau Fasilitas Pelayanan
Publik, para Penyelenggara dan Pelaksana diwajibkan untuk mengelola sarana,
prasarana, dan/atau fasilitas pelayanan publik secara efektif, efisien, transparan,
akuntabel, dan berkesinambungan serta bertanggung jawab terhadap pemeliharaan
dan/atau penggantian sarana, prasarana, dan/atau fasilitas pelayanan publik (pasal
25). Dan diwajibkan kepada pelaksana untuk memberikan laporan kepada
Penyelenggara mengenai kondisi dan kebutuhan sarana, prasarana, dan/atau fasilitas
pelayanan publik serta Pelaksana sesuai dengan tuntutan kebutuhan standar
pelayanan. Terkait dengan sarana dan prasarana, UU ini melarang kepada
Penyelenggara untukmemberikan izin dan/atau membiarkan pihak lain
menggunakan sarana, prasarana, dan/atau fasilitas pelayanan publik yang
mengakibatkan sarana, prasarana, dan/atau fasilitas pelayanan publik tidak berfungsi
atau tidak sesuai dengan peruntukannya (pasal 2). Dalam UU ini sesungguhnya
pemerintah telah menyadari bahwa pada dasarnya Biaya/tarif pelayanan publik pada
dasarnya merupakan tanggung jawab negara dan/atau masyarakat. Dan oleh karena
itu dalam penentuan tarif, dalam pasal 27 ditetapkan bahwa Penentuan biaya/tarif
pelayanan publik ditetapkan dengan persetujuan DPR/DPRD.
Perubahan terpenting dari UU ini selain diatas, adalah diaturnya mengenai
perilaku pelaksana dalam pelayanan. Dalam pasal 34, ditegaskan bahwa Pelaksana
dalam menyelenggarakan pelayanan publik harus berperilaku sebagai berikut:
a. adil dan tidak diskriminatif; b. cermat; c. santun dan ramah; d. tegas, andal, dan tidak memberikan putusan yang berlarut-larut; e. profesional; f. tidak mempersulit; g. patuh pada perintah atasan yang sah dan wajar; h. menjunjung tinggi nilai-nilai akuntabilitas dan integritas institusi penyelenggara; i. tidak membocorkan informasi atau dokumen yang wajib dirahasiakan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan; j. terbuka dan mengambil langkah yang tepat untuk menghindari benturan
kepentingan; k. tidak menyalahgunakan sarana dan prasarana serta fasilitas pelayanan publik; l. tidak memberikan informasi yang salah atau menyesatkan dalam menanggapi
permintaan informasi serta proaktif dalam memenuhi kepentingan masyarakat; m. tidak menyalahgunakan informasi, jabatan, dan/atau kewenangan yang dimiliki; n. sesuai dengan kepantasan; dan o. tidak menyimpang dari prosedur.
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 101
Dan untuk pengawasan pelayanan publik, dilakukan oleh
pengawas internal dan pengawas eksternal. engawasan internal
penyelenggaraan pelayanan publik dilakukan melalui:
a. pengawasan oleh atasan langsung sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan
b. pengawasan oleh pengawas fungsional sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan Pengawasan eksternal penyelenggaraan pelayanan publik dilakukan
melalui:
a. pengawasan oleh masyarakat berupa laporan atau pengaduan masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik;
b. pengawasan oleh ombudsman sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan c. pengawasan oleh Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Provinsi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota.
UU pelayanan publik juga mengatur mengenai mekanisme komplain atau
pengaduan masyarakat terhadap pelayanan yang diberikan oleh pelaksana layanan
publik. Dalam pasal 36, mengenai pengelolaan pengaduan sebagai berikut :
(1) Penyelenggara berkewajiban menyediakan sarana pengaduan dan menugaskan Pelaksana yang kompeten dalam pengelolaan pengaduan.
(2) Penyelenggara berkewajiban mengelola pengaduan yang berasal dari penerima pelayanan, rekomendasi ombudsman, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dalam batas waktu tertentu.
(3) Penyelenggara berkewajiban menindaklanjuti hasil pengelolaan pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Penyelenggara berkewajiban mengumumkan nama dan alamat penanggung jawab pengelola pengaduan serta sarana pengaduan yang disediakan.
Dan dalam ketentuan pasal 37, diatur kewajiban penyelenggaran untuk
menyusun mekanisme pengelolaan pengaduan dari penerima pelayanan dengan
mengedepankan asas penyelesaian yang cepat dan tuntas. Adapun mengenai Materi
dan mekanisme pengelolaan pengaduan diatur lebih lanjut oleh Penyelenggara. Materi
pengelolaan pengaduan tersebut sekurang-kurangnya meliputi:
a. identitas pengadu; b. prosedur pengelolaan pengaduan; c. penentuan Pelaksana yang mengelola pengaduan; d. prioritas penyelesaian pengaduan; e. pelaporan proses dan hasil pengelolaan pengaduan kepada atasan pelaksana; f. rekomendasi pengelolaan pengaduan; g. penyampaian hasil pengelolaan pengaduan kepada pihak terkait; h. pemantauan dan evaluasi pengelolaan pengaduan; i. dokumentasi dan statistik pengelolaan pengaduan; dan j. pencantuman nama dan alamat penanggung jawab serta sarana pengaduan yang
mudah diakses.
Dalam bab VII diatur mengenai mekanisme penyelesaian pengaduan, dalam
pasal 40 diatur sebagai berikut:
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 102
(1) Masyarakat berhak mengadukan penyelenggaraan pelayanan publik kepada Penyelenggara, ombudsman, dan/atau Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota.
(2) Masyarakat yang melakukan pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijamin hak-haknya oleh peraturan perundang-undangan.
(3) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap: a. Penyelenggara yang tidak melaksanakan kewajiban dan/atau melanggar
larangan; dan b. Pelaksana yang memberi pelayanan yang tidak sesuai dengan standar
pelayanan.
Pasal 41
(1) Atasan satuan kerja penyelenggara berwenang menjatuhkan sanksi kepada satuan kerja Penyelenggara yang tidak memenuhi kewajiban dan/atau melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (3) huruf a.
(2) Atasan Pelaksana menjatuhkan sanksi kepada Pelaksana yang melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (3) huruf b.
(3) Pemberian sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan berdasarkan aduan masyarakat dan/atau berdasarkan kewenangan yang dimiliki atasan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 42
(1) Pengaduan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 diajukan oleh setiap orang yang dirugikan atau oleh pihak lain yang menerima kuasa untuk mewakilinya.
(2) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak pengadu menerima pelayanan.
(3) Pengaduan disampaikan secara tertulis memuat: a. nama dan alamat lengkap; b. uraian pelayanan yang tidak sesuai dengan standar pelayanan dan uraian
kerugian materiil atau immateriil yang diderita; c. permintaan penyelesaian yang diajukan; dan d. tempat, waktu penyampaian, dan tanda tangan.
(4) Pengadu dapat memasukkan tuntutan ganti rugi dalam surat pengaduannya sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(5) Dalam keadaan tertentu, nama dan identitas pengadu dapat dirahasiakan.
Penyelenggaraan Program pendidikan gratis yang selama ini dilaksanakan
masih jauh dengan ketentuan UU ini, bahkan belum sama sekali mengadopsi UU
ini, karena memang peraturan bupati nomor 11 tahun 2006, hadir lebih dulu dari
UU pelayanan publik. Untuk itu, maka perlu untuk disesuaikan dengan keberadaan
UU pelayanan publik. Mengingat pelayanan pendidikan adalah merupakan bentuk
dari pelayanan penyelenggara dan pelaksana dibidang pendidikan yang langsung
dan menyentuh masyarakat, maka dalam proses pelayanan dibidang pendidikan
perlu mengacu pada ketentuan yang ada dalam UU ini. Beberapa ketentuan yang
ada dalam UU pelayanan publik akan diadopsi kedalam peraturan daerah—untuk
mendorong pelaksanaan pelayanan publik dalam bidang pendidikan, program
layanan pendidikan gratis selaras dengan semangat yang terkandung dalam UU
pelayanan publik. Beberapa ketentuan penting yang perlu dimasukkan kedalam
rancangan peraturan Daerah adalah terkait dengan standar pelayanan dan
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 103
penilaian kinerja serta mekanisme komplain masyarakat terhadap pelayanan
pendidikan gratis.
5. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4496);
Kehadiran PP ini, pada hakekatnya melihat pendidikan dalam konteks
pembangunan nasional mempunyai fungsi: (1) pemersatu bangsa, (2) penyamaan
kesempatan, dan (3) pengembangan potensi diri. Pendidikan diharapkan dapat
memperkuat keutuhan bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI), memberi kesempatan yang sama bagi setiap warga negara untuk
berpartisipasi dalam pembangunan, dan memungkinkan setiap warga negara
untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya secara optimal.
Sementara itu, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional merupakan dasar hukum penyelenggaraan
dan reformasi sistem pendidikan nasional. Undang-undang tersebut memuat visi,
misi, fungsi, dan tujuan pendidikan nasional, serta strategi pembangunan
pendidikan nasional, untuk mewujudkan pendidikan yang bermutu, relevan
dengan kebutuhan masyarakat, dan berdaya saing dalam kehidupan global.
Visi pendidikan nasional adalah mewujudkan sistem pendidikan sebagai
pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga
negara Indonesia agar berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga
mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Misi
pendidikan nasional adalah: (1) mengupayakan perluasan dan pemerataan
kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia;
(2) meningkatkan mutu pendidikan yang memiliki daya saing di tingkat nasional,
regional, dan internasional; (3) meningkatkan relevansi pendidikan dengan
kebutuhan masyarakat dan tantangan global; (4) membantu dan memfasilitasi
pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat
dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar; (5) meningkatkan kesiapan
masukan dan kualitas proses pendidikan untuk mengoptimalkan pembentukan
kepribadian yang bermoral; (6) meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas
lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan,
pengalaman, sikap, dan nilai berdasarkan standar yang bersifat nasional dan
global; dan (7) mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan
pendidikan berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Terkait dengan visi dan misi pendidikan nasional tersebut di atas,
reformasi pendidikan meliputi hal-hal berikut:
Pertama; penyelenggaraan pendidikan dinyatakan sebagai suatu proses
pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat,
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 104
di mana dalam proses tersebut harus ada pendidik yang memberikan keteladanan
dan mampu membangun kemauan, serta mengembangkan potensi dan kreativitas
peserta didik. Prinsip tersebut menyebabkan adanya pergeseran paradigma proses
pendidikan, dari paradigma pengajaran ke paradigma pembelajaran. Paradigma
pengajaran yang lebih menitikberatkan peran pendidik dalam mentransformasikan
pengetahuan kepada peserta didiknya bergeser pada paradigma pembelajaran yang
memberikan peran lebih banyak kepada peserta didik untuk mengembangkan
potensi dan kreativitas dirinya dalam rangka membentuk manusia yang memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, berakhlak mulia, berkepribadian, memiliki
kecerdasan, memiliki estetika, sehat jasmani dan rohani, serta keterampilan yang
dibutuhkan bagi dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Kedua; adanya perubahan pandangan tentang peran manusia dari
paradigma manusia sebagai sumberdaya pembangunan, menjadi paradigma
manusia sebagai subjek pembangunan secara utuh. Pendidikan harus mampu
membentuk manusia seutuhnya yang digambarkan sebagai manusia yang
memiliki karakteristik personal yang memahami dinamika psikososial dan
lingkungan kulturalnya. Proses pendidikan harus mencakup: (1)
penumbuhkembangan keimanan, ketakwaan,; (2) pengembangan wawasan
kebangsaan, kenegaraan, demokrasi, dan kepribadian; (3) penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi; (4) pengembangan, penghayatan, apresiasi, dan
ekspresi seni; serta (5) pembentukan manusia yang sehat jasmani dan rohani.
Proses pembentukan manusia di atas pada hakekatnya merupakan proses
pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.
Ketiga; Adanya pandangan terhadap keberadaan peserta didik yang
terintegrasi dengan lingkungan sosial-kulturalnya dan pada gilirannya akan
menumbuhkan individu sebagai pribadi dan anggota masyarakat mandiri yang
berbudaya. Hal ini sejalan dengan proses pentahapan aktualisasi intelektual,
emosional dan spiritual peserta didik di dalam memahami sesuatu, mulai dari
tahapan paling sederhana dan bersifat eksternal, sampai tahapan yang paling rumit
dan bersifat internal, yang berkenaan dengan pemahaman dirinya dan lingkungan
kulturalnya.
Keempat; Dalam rangka mewujudkan visi dan menjalankan misi
pendidikan nasional, diperlukan suatu acuan dasar (benchmark) oleh setiap
penyelenggara dan satuan pendidikan, yang antara lain meliputi kriteria dan
kriteria minimal berbagai aspek yang terkait dengan penyelenggaraan pendidikan.
Dalam kaitan ini, kriteria dan kriteria penyelenggaraan pendidikan dijadikan
pedoman untuk mewujudkan: (1) pendidikan yang berisi muatan yang seimbang
dan holistik; (2) proses pembelajaran yang demokratis, mendidik, memotivasi,
mendorong kreativitas, dan dialogis; (3) hasil pendidikan yang bermutu dan
terukur; (4) berkembangnya profesionalisme pendidik dan tenaga kependidikan;
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 105
(5) tersedianya sarana dan prasarana belajar yang memungkinkan berkembangnya
potensi peserta didik secara optimal; (6) berkembangnya pengelolaan pendidikan
yang memberdayakan satuan pendidikan; dan (7) terlaksananya evaluasi,
akreditasi dan sertifikasi yang berorientasi pada peningkatan mutu pendidikan
secara berkelanjutan.
Acuan dasar tersebut di atas merupakan standar nasional pendidikan yang
dimaksudkan untuk memacu pengelola, penyelenggara, dan satuan pendidikan
agar dapat meningkatkan kinerjanya dalam memberikan layanan pendidikan yang
bermutu. Selain itu, standar nasional pendidikan juga dimaksudkan sebagai
perangkat untuk mendorong terwujudnya transparansi dan akuntabilitas publik
dalam penyelenggaraan sistem pendidikan nasional.
Standar nasional pendidikan memuat kriteria minimal tentang komponen
pendidikan yang memungkinkan setiap jenjang dan jalur pendidikan untuk
mengembangkan pendidikan secara optimal sesuai dengan karakteristik dan
kekhasan programnya. Standar nasional pendidikan tinggi diatur seminimal
mungkin untuk memberikan keleluasaan kepada masing-masing satuan
pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi dalam mengembangkan mutu layanan
pendidikannya sesuai dengan program studi dan keahlian dalam kerangka otonomi
perguruan tinggi. Demikian juga standar nasional pendidikan untuk jalur
pendidikan nonformal hanya mengatur hal-hal pokok dengan maksud memberikan
keleluasaan kepada masing-masing satuan pendidikan pada jalur pendidikan
nonformal yang memiliki karakteristik tidak terstruktur untuk mengembangkan
programnya sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Penyelenggaraan pendidikan
jalur informal yang sepenuhnya menjadi kewenangan keluarga dan masyarakat
didorong dan diberikan keleluasaan dalam mengembangkan program
pendidikannya sesuai dengan kebutuhan keluarga dan masyarakat.
Dalam Bab II, diatur tentang lingkup, fungsi dan tujuan dari Standar
Pendidikan Nasional. Pasal 2 menegaskan bahwa lingkup standar nasional
pendidikan adalah meliputi :
(1) Lingkup Standar Nasional Pendidikan meliputi: a. standar isi; b. standar proses; c. standar kompetensi lulusan; d. standar pendidik dan tenaga kependidikan; e. standar sarana dan prasarana; f. standar pengelolaan; g. standar pembiayaan;dan h. standar penilaian pendidikan.
Untuk penjaminan dan pengendalian mutu pendidikan
sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan, maka dilakukan
evaluasi, akreditasi, dan sertifikasi. Dan Standar Nasional
Pendidikan ini disempurnakan secara terencana, terarah, dan
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 106
berkelanjutan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan
lokal, nasional, dan global. Fungsi Standar Nasional Pendidikan
itu sendiri adalah berfungsi sebagai dasar dalam perencanaan,
pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan dalam rangka
mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu (pasal 3).
Tujuannya adalah untuk menjamin mutu pendidikan nasional
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat (pasal 4)
Dalam Bab VIII, diatur mengenai standar pengelolan oleh
satuan pendidikan, diatur dalam pasal 49 ayat (1) bahwa
Pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar
dan menengah menerapkan manajemen berbasis sekolah yang
ditunjukkan dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi,
keterbukaan, dan akuntabilitas. Dalam pasal 52, diatur
mengenai keharusan bagi satuan pendidikan untuk memeliki
pedoman yang mengatur tentang :
a. Kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabus; b. Kalender pendidikan/akademik, yang menunjukkan seluruh kategori
aktivitas satuan pendidikan selama satu tahun dan dirinci secara semesteran, bulanan, dan mingguan;
c. Struktur organisasi satuan pendidikan; d. Pembagian tugas di antara pendidik; e. Pembagian tugas di antara tenaga kependidikan; f. Peraturan akademik; g. Tata tertib satuan pendidikan, yang minimal meliputi tata tertib
pendidik, tenaga kependidikan dan peserta didik, serta penggunaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana;
h. Kode etik hubungan antara sesama warga di dalam lingkungan satuan pendidikan dan hubungan antara warga satuan pendidikan dengan masyarakat;
i. Biaya operasional satuan pendidikan.
Pedoman tersebut diputuskan oleh rapat dewan pendidik dan ditetapkan
oleh kepala satuan pendidikan. Dan untuk (1) butir c dan i diputuskan oleh komite
sekolah/madrasah dan ditetapkan oleh kepala satuan pendidikan. Sednagkan
terkait dengan butir g ditetapkan oleh kepala satuan pendidikan setelah
mempertimbangkan masukan dari rapat dewan pendidik dan komite
sekolah/madrasah. Dan untuk Pedoman pada butir e ditetapkan oleh pimpinan
satuan pendidikan. Setiap satuan pendidikan dikelola atas dasar rencana kerja
tahunan yang merupakan penjabaran rinci dari rencana kerja jangka menengah
satuan pendidikan yang meliputi masa 4 (empat) tahun. Adapun Rencana kerja
tahunan itu sendiri meliputi:
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 107
a. kalender pendidikan/akademik yang meliputi jadwal pembelajaran, ulangan, ujian, kegiatan ekstrakurikuler, dan hari libur;
b. jadwal penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan untuk tahun ajaran berikutnya;
c. mata pelajaran atau mata kuliah yang ditawarkan pada semester gasal, semester genap, dan semester pendek bila ada;
d. penugasan pendidik pada mata pelajaran atau mata kuliah dan kegiatan lainnya;
e. buku teks pelajaran yang dipakai pada masing-masing mata pelajaran; f. jadwal penggunaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana
pembelajaran; g. pengadaan, penggunaan, dan persediaan minimal bahan habis pakai; h. program peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan yang
meliputi sekurang-kurangnya jenis, durasi, peserta, dan penyelenggara program;
i. jadwal rapat Dewan Pendidik, rapat konsultasi satuan pendidikan dengan orang tua/wali peserta didik, dan rapat satuan pendidikan dengan komite sekolah/madrasah, untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah;
j. jadwal rapat Dewan Dosen dan rapat Senat Akademik untuk jenjang pendidikan tinggi;
k. rencana anggaran pendapatan dan belanja satuan pendidikan untuk masa kerja satu tahun;
l. jadwal penyusunan laporan akuntabilitas dan kinerja satuan pendidikan untuk satu tahun terakhir.
Untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah, rencana kerja tersebut
harus disetujui rapat dewan pendidik setelah memperhatikan pertimbangan dari
Komite Sekolah/Madrasah. Pengelolaan satuan pendidikan dilaksanakan secara
mandiri, efisien, efektif, dan akuntabel (pasal 54). Dan apabila Pelaksanaan
pengelolaan satuan pendidikan untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah
yang tidak sesuai dengan rencana kerja tahunan, maka harus mendapat
persetujuan dari rapat dewan pendidik dan komite sekolah/madrasah Pelaksanaan
pengelolaan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah
dipertanggungjawabkan oleh kepala satuan pendidikan kepada rapat dewan
pendidik dan komite sekolah/madrasah. Agar pelaksanan pengelolaan berjalan
efektif dan terkendali, maka dilakukan Pengawasan terhadap satuan pendidikan
meliputi pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan, dan tindak lanjut hasil
pengawasan. Disamping pengawasan juga dilakukan Pemantauan dilakukan oleh
pimpinan satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah atau bentuk lain dari
lembaga perwakilan pihak-pihak yang berkepentingan secara teratur dan
berkesinambungan untuk menilai efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas satuan
pendidikan (pasal 56). Dalam undang-undang ini juga diatur mengenai supervisi
dan pelaporan (pasal 57 dan pasal 58).
PP juga mengatur dan menegaskan mengenai standar pengelolaan yang
dilakukan oleh pemerintah daerah. Dalam pasal 59, standar pengelolaan oleh
pemerintah daerah adalah sebagai berikut :
(1) Pemerintah Daerah menyusun rencana kerja tahunan bidang pendidikan dengan memprioritaskan program:
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 108
a. wajib belajar; b. peningkatan angka partisipasi pendidikan untuk jenjang
pendidikan menengah; c. penuntasan pemberantasan buta aksara; d. penjaminan mutu pada satuan pendidikan, baik yang
diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah maupun masyarakat; e. peningkatan status guru sebagai profesi; f. akreditasi pendidikan; g. peningkatan relevansi pendidikan terhadap kebutuhan
masyarakat; dan h. pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang pendidikan.
Realisasi rencana kerja tahunan diatas) disetujui dan
dipertanggungjawabkan oleh Bupati/Walikota sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Jika merujuk pada konstruksi dan materi yang
diatur dalam PP, maka tentu jika dapat diterapkan dalam konsteks
penyelenggaraan pendidikan gratis, maka persoalan terkait dengan mutu
pendidikan gratis, mungkin dapat teratasi, atau setidaknya keluhan terhadap mutu
pendidikan dapat berkurang. Dalam Peraturan Bupati Nomor 11 tahun 2006
tentang pedoman pelaksanaan program pendidikan gratis sebenarnya dalam dasar
pertimbangan hukumnya telah memasukkan PP Nomor 19 tahun 2005, namun
materi yang diatur dalam perbup tersebut sama sekali tidak mengacu pada
ketentuan PP tersebut, bahkan cenderung menegasikan keberadaan PP No.19
tahun 2005. Sehingga berdampak pada munculnya berbagai persoalan terkait
dengan mutu. Perancang peraturan yang menyusun Perbup tersebut,nampaknya
kurang mendalami substansi yang diatur dalam PP, dan hanya sekedar
memasukkan PP dalam rumusan dasar mengingat, namun tidak menjadikannya
sebagai kerangka materi yang perlu dimasukkan sebagai muatan dalam perbup
nomor 11 tahun 2006. Beranjak dari hal itulah, maka dalam perumusan
perancangan peraturan daerah baru perlu memasukkan dasar pertimbangan
hukum PP No.19 tahun 2005, termasuk semangat dan materi yang ada dalam PP
No.19/2005 kedalam perda.
6. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2008 tentang Wajib Belajar (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4863);
Pasal 34 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional menetapkan bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin
terselenggaranya program wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar
tanpa memungut biaya. Penyelenggaraan program wajib belajar pendidikan dasar
merupakan bagian dari kebijakan pendidikan di Indonesia dalam mencapai
pendidikan untuk semua (education for all).
Program wajib belajar diselenggarakan untuk memberikan pelayanan
pendidikan dasar seluas-luasnya kepada warga negara Indonesia tanpa
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 109
membedakan latar belakang agama, suku, sosial, budaya, dan ekonomi. Setiap
warga negara Indonesia usia wajib belajar berhak mendapatkan pelayanan
pendidikan yang bermutu dan orang tua/walinya berkewajiban memberi
kesempatan kepada anaknya untuk mendapatkan pendidikan dasar.
Program wajib belajar diselenggarakan pada satuan pendidikan dasar pada
jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal dan harus dapat menampung
anak yang normal maupun yang berkelainan dan mempunyai hambatan. Peraturan
tentang program wajib belajar mencakup hak dan kewajiban warga negara
Indonesia, tanggung jawab Pemerintah dan pemerintah daerah.
Penyelenggaraan program wajib belajar pendidikan dasar perlu dievaluasi
pencapaiannya minimal setiap tiga tahun. Sebagai bentuk dari akuntabilitas publik,
masyarakat berhak mendapat data dan informasi tentang hasil evaluasi
penyelenggaraan program wajib belajar tersebut.
Program wajib belajar merupakan gerakan nasional yang dilaksanakan oleh
Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat di seluruh wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia dan oleh Perwakilan Negara Republik Indonesia di
luar negeri.
Itulah petikan dari penjelasan yang tercantum dalam PP No.47 tahun 2008.
Dan pemerintah daerah kabupaten sumbawa barat telah merespon kebijakan
tersebut dengan menetapkan Peraturan Daerah Kabupaten Sumbawa Barat
Nomor 23 Tahun 2008 Tentang Program Wajib Belajar 12 Tahun di Kabupaten
Sumbawa Barat (Lembaran Daerah Kabupaten Sumbawa Barat Tahun 2008
Nomor 23, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Sumbawa Barat Nomor 90).
Langkah ini tentu jauh lebih maju dibandingkan dengan kebijakan yang telah
ditetapkan oleh pemeirntah pusat yang baru hanya menetapkan pada tingkan
pendidikan dasar 9 tahun. Sementara KSB telah mewajibkan kepada seluruh
pendidikanya untuk wajib belajar 12 tahun atau hingga pendidikan menengah.
Dalam PP No.47 tahun 2008, pemerintah telah menegaskan fungsi dan
tujuan dari program wajib belajar. Dalam pasal 2 dikatakan bahwa Wajib belajar
berfungsi mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh
pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara Indonesia. Sedangkan tujuan
dari, program wajib belajar adalah bertujuan untuk memberikan pendidikan
minimal bagi warga negara Indonesia untuk dapat mengembangkan potensi
dirinya agar dapat hidup mandiri di dalam masyarakat atau melanjutkan
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi (pasal 3)
Untuk memastikan program wajib belajar dapat berjalan, maka dalam PP
tersebut diatur mengenai pejaminan wajib belajar. Ketentuan ini diatur dalam
pasal 9 sampai dengan pasal 12, sebagai berikut :
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 110
BAB VI PENJAMINAN WAJIB BELAJAR
Pasal 9
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya program wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya.
(2) Warga negara Indonesia yang berusia 6 (enam) tahun dapat mengikuti program wajib belajar apabila daya tampung satuan pendidikan masih memungkinkan.
(3) Warga negara Indonesia yang berusia di atas 15 (lima belas) tahun dan belum lulus pendidikan dasar dapat menyelesaikan pendidikannya sampai lulus atas biaya Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.
(4) Warga negara Indonesia usia wajib belajar yang orang tua/walinya tidak mampu membiayai pendidikan, Pemerintah dan/atau pemerintah daerah wajib memberikan bantuan biaya pendidikan sesuai peraturan perundang-undangan.
Pasal 10
(1) Investasi pada lahan, sarana, dan prasarana selain lahan pendidikan pada satuan pendidikan dasar pelaksana program wajib belajar yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah menjadi tanggung jawab Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai kewenangan masing-masing.
(2) Investasi pada lahan, sarana, dan prasarana selain lahan pendidikan pada satuan pendidikan dasar pelaksana program wajib belajar yang diselenggarakan oleh masyarakat menjadi tanggung jawab badan hukum penyelenggara satuan pendidikan.
(3) Biaya operasi pada satuan pendidikan dasar pelaksana program wajib belajar menjadi tanggung jawab Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai kewenangan masing-masing.
(4) Ketentuan mengenai investasi dan biaya operasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pendanaan pendidikan.
Pasal 11
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin tersedianya lahan, sarana, dan prasarana selain lahan pendidikan untuk setiap satuan pendidikan pelaksana program wajib belajar yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai kewenangannya masing-masing, dengan pembagian beban tanggung jawab sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pendanaan pendidikan.
(2) Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin tersedianya pendidik, tenaga kependidikan, dan biaya operasi untuk setiap satuan pendidikan penyelenggara program wajib belajar dengan pembagian beban tanggung jawab sebagaimana diatur dalam dalam peraturan perundang-
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 111
undangan yang mengatur tentang pendanaan pendidikan. (3) Pemerintah provinsi menjamin terselenggaranya koordinasi
atas penyelenggaraan pendidikan, pengembangan tenaga kependidikan, dan penyediaan fasilitas penyelenggaraan pendidikan lintas kabupaten/kota di wilayahnya untuk pelaksanaan program wajib belajar.
Pasal 12
(1) Setiap warga negara Indonesia usia wajib belajar wajib mengikuti program wajib belajar.
(2) Setiap warga negara Indonesia yang memiliki anak usia wajib belajar bertanggung jawab memberikan pendidikan wajib belajar kepada anaknya.
(3) Pemerintah kabupaten/kota wajib mengupayakan agar setiap warga negara Indonesia usia wajib belajar mengikuti program wajib belajar.
. Landasan PP No47/2008 tentang wajib belajar sesungguhnya semakin
mengukuhkan kebijakan program pendidikan gratis yang berlangsung di KSB.
Pemerintah pusat juga merencanakan pada tahun 2013 menerapkan kebijakan
wajib belajar 12 tahun. Ini artinya, agenda untuk melanjutkan program pendidikan
gratis dan cakupan program pendidikan gratis hingga pendidikan menengah (12
tahun) memiliki landasan hukum yang kuat, tidak bertentangan dengan peraturan
yang lebih tinggi bahkan justeru dapat menjadi percontohan bagi daerah lainnya di
Indonesia. Dengan demikian pula, maka penolakan sejumlah kalangan atas
kebijakan program pendidikan gratis untuk menghentikan program pendidikan
gratis dengan alasan tidak memiliki landasna hukum yang kuat adalah sebuah
kekliruan dan alasan yang tidak berdasarkan hukum.
Arah perubahan kebijakan program pendidikan gratis dengan menaikkan
skala kedudukan kebijakan, dari peraturan bupati menuju peraturan daerah adalah
cukup tepat dan harus didorong oleh seluruh komponen yang ada di daerah.
Kebijakan scalling-up pendidikan gratis juga menjadi selaras dengan keberadaan
Peraturan Daerah Kabupaten Sumbawa Barat Nomor 23 Tahun 2008 Tentang
Program Wajib Belajar 12 Tahun di Kabupaten Sumbawa Barat (Lembaran Daerah
Kabupaten Sumbawa Barat Tahun 2008 Nomor 23, Tambahan Lembaran Daerah
Kabupaten Sumbawa Barat Nomor 90), dengan dilakukannya scalling-up perbup
menjadi perda adalah untuk mendukung pula perda Nomor 23 tahun 2008.
Substansi yang perlu diatur dan disesuaikan dalam scalling-up terkait
dengan ini adalah bagaimana mensinergiskan dan mengharmonisasikan materi
yang ada dalam perda nomor 23 tahun 2008 dengan rancangan peraturan daerah
yang akan dibentuk, sehingga kedua peraturan daerah ini nantinya saling
mendukung dan mengkokohkan program pendidikan gratis yang dilaksanakan di
KSB.
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 112
7. Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 91, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4864);
PP No.48 tahun 2008, lahir selain untuk melaksanakan amanah
Pasal 46, Pasal 47, Pasal 48, dan Pasal 49, Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, juga sebagai upaya dan
tanggungjawab Pemerintah dan pemerintah daerah untuk menjamin dan
memastikan ketersediaan anggaran pendidikan berdasarkan prinsip
keadilan, kecukupan, dan keberlanjutan. PP ini sekaligus mendukung pula
keberlakuan PP No.47 tahun 2008 tentang wajib belajar.
Oleh karena pemerintah telah meletakkan program wajib belajar 9
tahun, maka pemerintah daerah bertanggungjawab untuk dapat
melaksanakan program tersebut, salah satu tanggungjawab tersebut adalah
kaminan pendanaan untuk pelaksanaan program wajib belajar.
Dalam bab V pasal 50 diatur sumber pendanaan dan prinsip pendaan
pendidikan sebagai berikut :
Pasal 50 (1) Sumber pendanaan pendidikan ditentukan berdasarkan
prinsip keadilan, kecukupan, dan keberlanjutan. (2) Prinsip keadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berarti bahwa besarnya pendanaan pendidikan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat disesuaikan dengan kemampuan masing-masing.
(3) Prinsip kecukupan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berarti bahwa pendanaan pendidikan cukup untuk membiayai penyelenggaraan pendidikan yang memenuhi Standar Nasional Pendidikan.
(4) Prinsip keberlanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berarti bahwa pendanaan pendidikan dapat digunakan secara berkesinambungan untuk memberikan layanan pendidikan yang memenuhi Standar Nasional Pendidikan.
Dan pemerintah menegaskan mengenai pengalokasikan dana
pendidikan, 20% baik di tingkat nasional (APBN) maupun ditingkat daerah
(APBD). Ketentuan mengenai pengalokasian dana pendidikan ini
tercantum dalam pasal 80 dan pasal 81, sebagai berikut :
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 113
Pasal 80 (1) Anggaran belanja untuk melaksanakan fungsi pendidikan
pada sektor pendidikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara setiap tahun anggaran sekurang-kurangnya dialokasikan 20% (dua puluh perseratus) dari belanja negara.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai alokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh Menteri Keuangan.
Pasal 81 (1) Anggaran belanja untuk melaksanakan fungsi pendidikan
pada sektor pendidikan dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah setiap tahun anggaran sekurang-kurangnya dialokasikan 20% (dua puluh perseratus) dari belanja daerah.
Penegasan ini semakin mengukuhkan amanah konstitusi (UUD
1945) yang mengharuskan agar APBN/APBD mengalokasikan
anggaran untuk sektor pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari
total APBN/APBD. Dengan merujuk pada ketentuan tersebut, maka
adalalah menjadi suatu keharusan dan kewajaran, jika alokasi
anggaran untuk pendidikan lebih besar jika dibandingkan dengan
sektor belanja lainnya. Dan sangat beralasan dan cukup rasional, jika
dalam APBD KSB selama ini telah mengalokasikan anggaran untuk
sektor pendidikan gratis. dan tidak ada alasan pula bagi para pihak
untuk menolak kebijakan ini, karena kebijakan program pendidikan
gratis sesungguhnya adalah amanah konstitusi dan perintah undang-
undnag yang memang meski dijalankan, termasuk mengalokasikan
anggaran pendidikan dalam jumlah yang besar.
8. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5105);
Latar belakang peraturan ini adalah berangkat dari visi sistem pendidikan
nasional bahwa visi sistem pendidikan nasional adalah sebagai pranata sosial yang
kuat dan berwibawa dengan visi ini maka mengisyaratkan agar dalam pengelolaan
dan penyelenggaraan pendidikan pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan
oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat harus berlangsung sinergis.
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 114
Visi sistem pendidikan nasional sendiri dimaksudkan untuk
memberdayakan semua warga negara Indonesia agar berkembang menjadi
manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan
zaman yang selalu berubah.
Bahwa dalam era globalisasi dan informasi saat ini, keterbukaan telah
menjadi karakteristik kehidupan yang demokratis, dan hal ini membawa dampak
pada cepat usangnya kebijakan maupun praksis pendidikan. Parameter kualitas
pendidikan, baik dilihat dari segi pasokan, proses, dan hasil pendidikan pun selalu
berubah seiring dengan perubahan global. Dunia pendidikan khususnya dan
tantangan masa depan umumnya telah berubah dan berkembang sedemikian
cepatnya. Oleh sebab itu, maka untuk mengantisipasi serta merespon perubahan
dan perkembangan tersebut, pemerintah memadang perlu untuk menetapkan PP
tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan yang responsif untuk
memaksimalkan terselenggaranya sistem pendidikan nasional.
Dalam ketentuan PP ini pemerintah telah menklasifikasi pengelola
pendidikan, dalam pasal 2 ddibutkan bahwa pengelolaan pendidikan dilakukan
oleh :
a. Pemerintah; b. pemerintah provinsi; c. pemerintah kabupaten/kota; d. penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat; dan e. satuan atau program pendidikan.
Pengelolaan pendidikan ini dimaksudkan dan ditujukan untuk menjamin: a. akses masyarakat atas pelayanan pendidikan yang mencukupi, merata, dan
terjangkau; b. mutu dan daya saing pendidikan serta relevansinya dengan kebutuhan
dan/atau kondisi masyarakat; dan c. efektivitas, efisiensi, dan akuntabilitas pengelolaan pendidikan.
Adapun pengelolaannya didasarkan pada kebijakan nasional bidang
pendidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (pasal 4).
Dalam bab II pasal 5 dan pasal 6 mengatur tentang pengelolaan pendidikan. Pada
pasal 5 disebutkan bahwa Menteri bertanggung jawab mengelola sistem
pendidikan nasional serta merumuskan dan/atau menetapkan kebijakan nasional
pendidikan (pasal 5). Adapun kebijakan nasional pendidikan itu dituangkan
dalam:
a. rencana pembangunan jangka panjang; b. rencana pembangunan jangka menengah; c. rencana strategis pendidikan nasional; d. rencana kerja Pemerintah; e. rencana kerja dan anggaran tahunan; dan f. ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pendidikan.
Kebijakan nasional di atas, mencakup pula pelaksanaan strategi pembangunan nasional yang meliputi: a. pelaksanaan pendidikan agama serta akhlak mulia;
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 115
b. pengembangan dan pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi; c. proses pembelajaran yang mendidik dan dialogis; d. evaluasi, akreditasi, dan sertifikasi pendidikan yang memberdayakan; e. peningkatan keprofesionalan pendidik dan tenaga kependidikan; f. penyediaan sarana belajar yang mendidik; g. pembiayaan pendidikan yang sesuai dengan prinsip pemerataan dan
berkeadilan; h. penyelenggaraan pendidikan yang terbuka dan merata; i. pelaksanaan wajib belajar; j. pelaksanaan otonomi manajemen pendidikan; k. pemberdayaan peran masyarakat; l. pusat pembudayaan dan pembangunan masyarakat; dan m. pelaksanaan pengawasan dalam system pendidikan nasional.
Kebijakan nasional pendidikan ditas merupakan pedoman bagi: a. Kementerian; b. Kementerian Agama; c. kementerian lain atau lembaga pemerintah nonkementerian yang
menyelenggarakan satuan pendidikan; d. pemerintah provinsi; e. pemerintah kabupaten/kota; f. penyelenggara pendidikan yang didirikan masyarakat; g. satuan atau program pendidikan; h. dewan pendidikan; i. komite sekolah/madrasah atau nama lain yang sejenis; j. peserta didik; k. orang tua/wali peserta didik; l. pendidik dan tenaga kependidikan; m. masyarakat; dan n. pihak lain yang terkait dengan pendidikan di Indonesia.
Dan agar sistem pendidikan nasional dapat dilaksanakan secara maka
pemerintah mengalokasikan anggaran pendidikan. Pengalokasian anggaran
pendidikan tersebut dikonsolidasikan oleh Menteri.
Sedangkan terkait dengan pengelolaan pendidikan di tingkat daerah,
diatur dalam Bab II bagian keempat, dalam pasal 28 sampai dengan pasal 38
tentang Pengelolaan Pendidikan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota, yakni sebagai
berikut :
Pasal 28
Bupati/walikota bertanggung jawab mengelola system pendidikan nasional di daerahnya dan merumuskan serta menetapkan kebijakan daerah bidang pendidikan sesuai kewenangannya.
Pasal 29
(1) Kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 merupakan penjabaran dari kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan Pasal 17, serta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Kebijakan daerah bidang pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam:
a. rencana pembangunan jangka panjang kabupaten/kota;
b. rencana pembangunan jangka menengah kabupaten/kota;
c. rencana strategis pendidikan kabupaten/kota;
d. rencana kerja pemerintah kabupaten/kota;
e. rencana kerja dan anggaran tahunan kabupaten/kota;
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 116
f. peraturan daerah di bidang pendidikan; dan
g. peraturan bupati/walikota di bidang pendidikan.
(3) Kebijakan daerah bidang pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) merupakan pedoman bagi:
a. semua jajaran pemerintah kabupaten/kota;
b. penyelenggara pendidikan yang didirikan masyarakat di kabupaten/kota yang bersangkutan;
c. satuan atau program pendidikan di kabupaten/kota yang bersangkutan;
d. dewan pendidikan di kabupaten/kota yang bersangkutan;
e. komite sekolah atau nama lain yang sejenis di kabupaten/kota yang bersangkutan;
f. peserta didik di kabupaten/kota yang bersangkutan;
g. orang tua/wali peserta didik di kabupaten/ kota yang bersangkutan;
h. pendidik dan tenaga kependidikan di kabupaten/kota yang bersangkutan;
i. masyarakat di kabupaten/kota yang bersangkutan; dan
j. pihak lain yang terkait dengan pendidikan di kabupaten/kota yang bersangkutan.
(4) Pemerintah kabupaten/kota mengalokasikan anggaran pendidikan agar sistem pendidikan nasional di kabupaten/kota yang bersangkutan dapat dilaksanakan secara efektif, efisien, dan akuntabel sesuai dengan kebijakan daerah bidang pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3).
Pasal 30
Pemerintah kabupaten/kota mengarahkan, membimbing, menyupervisi, mengawasi, mengoordinasi, memantau, mengevaluasi, dan mengendalikan penyelenggara, satuan, jalur, jenjang, dan jenis pendidikan di kabupaten/kota yang bersangkutan sesuai kebijakan daerah bidang pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28.
Pasal 31
(1) Bupati/walikota menetapkan target tingkat partisipasi pendidikan pada semua jenjang dan jenis pendidikan yang harus dicapai pada tingkat kabupaten/kota.
(2) Target tingkat partisipasi pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipenuhi melalui jalur pendidikan formal dan nonformal.
(3) Dalam memenuhi target tingkat partisipasi pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah kabupaten/kota mengutamakan perluasan dan pemerataan akses pendidikan melalui jalur pendidikan formal.
Pasal 32
(1) Bupati/walikota menetapkan target tingkat pemerataan partisipasi pendidikan pada tingkat kabupaten/kota yang meliputi:
a. antarkecamatan atau sebutan lain yang sejenis;
b. antardesa/kelurahan atau sebutan lain yang sejenis; dan
c. antara laki-laki dan perempuan.
(2) Bupati/walikota menetapkan kebijakan untuk menjamin peserta didik memperoleh akses pelayanan pendidikan bagi peserta didik yang orang tua/walinya tidak mampu membiayai pendidikan, peserta didik pendidikan khusus, dan/atau peserta didik di daerah khusus.
Pasal 33
Bupati/walikota melaksanakan dan mengoordinasikan pelaksanaan standar pelayanan minimal bidang pendidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 34
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 117
(1) Pemerintah kabupaten/kota melakukan dan/atau memfasilitasi penjaminan mutu pendidikan di daerahnya dengan berpedoman pada kebijakan nasional pendidikan, kebijakan provinsi bidang pendidikan, dan Standar Nasional Pendidikan.
(2) Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah kabupaten/kota berkoordinasi dengan unit pelaksana teknis Pemerintah yang melaksanakan tugas penjaminan mutu pendidikan.
(3) Dalam rangka penjaminan mutu pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah kabupaten/kota memfasilitasi:
a. akreditasi program pendidikan;
b. akreditasi satuan pendidikan;
c. sertifikasi kompetensi peserta didik;
d. sertifikasi kompetensi pendidik; dan/atau
e. sertifikasi kompetensi tenaga kependidikan.
Pasal 35
(1) Pemerintah kabupaten/kota mengakui, memfasilitasi, membina, dan melindungi program dan/atau satuan pendidikan bertaraf internasional dan/atau berbasis keunggulan lokal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pemerintah kabupaten/kota melaksanakan dan/atau memfasilitasi perintisan program dan/atau satuan pendidikan yang sudah atau hampir memenuhi Standar Nasional Pendidikan untuk dikembangkan menjadi program dan/atau satuan pendidikan bertaraf internasional dan/atau berbasis keunggulan lokal.
(3) Pemerintah kabupaten/kota memfasilitasi akreditasi internasional program dan/atau satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
(4) Pemerintah kabupaten/kota memfasilitasi sertifikasi internasional pada program dan/atau satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
Pasal 36
(1) Pemerintah kabupaten/kota melakukan pembinaan berkelanjutan kepada peserta didik di daerahnya yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mencapai prestasi puncak di bidang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau olahraga pada tingkat satuan pendidikan, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, nasional, dan internasional.
(2) Untuk menumbuhkan iklim kompetitif yang kondusif bagi pencapaian prestasi puncak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah kabupaten/kota menyelenggarakan dan/atau memfasilitasi secara teratur dan berjenjang kompetisi di bidang:
a. ilmu pengetahuan;
b. teknologi;
c. seni; dan/atau
d. olahraga.
(3) Pemerintah kabupaten/kota memberikan penghargaan kepada peserta didik yang meraih prestasi puncak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pembinaan berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) serta penyelenggaraan dan fasilitasi kompetisi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Bupati/Walikota.
Pasal 37
Bupati/walikota menetapkan kebijakan tata kelola pendidikan untuk menjamin efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas pengelolaan pendidikan yang merupakan pedoman bagi:
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 118
a. semua jajaran pemerintah kabupaten/kota;
b. penyelenggara pendidikan yang didirikan masyarakat di kabupaten/kota yang bersangkutan;
c. satuan atau program pendidikan di kabupaten/kota yang bersangkutan;
d. dewan pendidikan di kabupaten/kota yang bersangkutan;
e. komite sekolah atau nama lain yang sejenis di kabupaten/kota yang bersangkutan;
f. peserta didik di kabupaten/kota yang bersangkutan;
g. orang tua/wali peserta didik di kabupaten/kota yang bersangkutan;
h. pendidik dan tenaga kependidikan di kabupaten/kota yang bersangkutan;
i. masyarakat di kabupaten/kota yang bersangkutan; dan
j. pihak lain yang terkait dengan pendidikan di kabupaten/kota yang bersangkutan.
Pasal 38
(1) Dalam menyelenggarakan dan mengelola system pendidikan nasional di daerah, pemerintah kabupaten/kota mengembangkan dan melaksanakan sistem informasi pendidikan kabupaten/kota berbasis teknologi informasi dan komunikasi.
(2) Sistem informasi pendidikan kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan subsistem dari sistem informasi pendidikan nasional.
(3) Sistem informasi pendidikan kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) memberikan akses informasi administrasi pendidikan dan akses sumber pembelajaran kepada satuan pendidikan pada semua jenjang, jenis, dan jalur pendidikan sesuai kewenangan pemerintah kabupaten/kota.
Dan khusus mengenai pengelolaan pendidikan yang dilaksanakan oleh satuan pendidikan atau program pendidikan diatur pada bagian keenam, sebagai berikut :
Pasal 49
(1) Pengelolaan satuan atau program pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah.
(2) Pengelolaan satuan atau program pendidikan tinggi dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi, akuntabilitas, jaminan mutu, dan evaluasi yang transparan.
Pasal 50
Satuan atau program pendidikan wajib bertanggung jawab mengelola sistem pendidikan nasional di satuan atau program pendidikannya serta merumuskan dan menetapkan kebijakan pendidikan sesuai dengan kewenangannya.
Pasal 51
(1) Kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 merupakan penjabaran dari kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 17, Pasal 28, dan/atau Pasal 39, serta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh satuan pendidikan anak usia dini, satuan pendidikan dasar, dan satuan pendidikan menengah dituangkan dalam:
a. rencana kerja tahunan satuan pendidikan;
b. anggaran pendapatan dan belanja tahunan satuan pendidikan; dan
c. peraturan satuan atau program pendidikan.
(3) Kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), oleh perguruan tinggi dituangkan dalam:
a. rencana pembangunan jangka panjang perguruan tinggi;
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 119
b. rencana strategis perguruan tinggi;
c. rencana kerja tahunan perguruan tinggi;
d. anggaran pendapatan dan belanja tahunan perguruan tinggi;
e. peraturan pemimpin perguruan tinggi; dan
f. peraturan pimpinan perguruan tinggi lain.
(4) Kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) mengikat bagi:
a. satuan atau program pendidikan yang bersangkutan;
b. lembaga representasi pemangku kepentingan satuan atau program pendidikan yang bersangkutan;
c. peserta didik di satuan atau program pendidikan yang bersangkutan;
d. orang tua/wali peserta didik di satuan atau program pendidikan yang bersangkutan;
e. pendidik dan tenaga kependidikan di satuan atau program pendidikan yang bersangkutan; dan
f. pihak lain yang terikat dengan satuan atau program pendidikan yang bersangkutan.
(5) Kebijakan satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan penjabaran dan selaras dengan:
a. kebijakan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5;
b. kebijakan pemerintah provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17;
c. kebijakan pemerintah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28; dan
d. kebijakan penyelenggara pendidikan yang didirikan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39.
(6) Kebijakan perguruan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan penjabaran dan selaras dengan:
a. kebijakan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5; dan
b. kebijakan penyelenggara pendidikan yang didirikan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39.
(7) Satuan atau program pendidikan mengalokasikan anggaran pendidikan agar sistem pendidikan nasional di satuan dan/atau program pendidikan yang bersangkutan dapat dilaksanakan secara efektif, efisien, dan akuntabel.
Pasal 52
Satuan atau program pendidikan mengelola pendidikan sesuai dengan kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 17, Pasal 28, dan/atau Pasal 39, serta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 53
Satuan atau program pendidikan sesuai dengan kewenangannya wajib menetapkan kebijakan untuk menjamin peserta didik memperoleh akses pelayanan pendidikan bagi peserta didik yang orang tua/walinya tidak mampu membiayai pendidikan, peserta didik pendidikan khusus, dan/atau peserta didik di daerah khusus.
Pasal 54
Satuan atau program pendidikan wajib menjamin terpenuhinya standar pelayanan minimal bidang pendidikan.
Pasal 55
(1) Satuan atau program pendidikan wajib melakukan penjaminan mutu pendidikan dengan berpedoman pada kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 17, Pasal 28, dan/atau Pasal 39, serta Standar Nasional Pendidikan.
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 120
(2) Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), satuan atau program pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, atau pendidikan menengah bekerja sama dengan unit pelaksana teknis Pemerintah yang melaksanakan tugas penjaminan mutu pendidikan.
(3) Dalam rangka penjaminan mutu pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), satuan atau program pendidikan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, mengikuti:
a. akreditasi program pendidikan;
b. akreditasi satuan pendidikan;
c. sertifikasi kompetensi peserta didik;
d. sertifikasi kompetensi pendidik; dan/atau
e. sertifikasi kompetensi tenaga kependidikan.
Pasal 56
(1) Satuan atau program pendidikan yang telah atau hampir memenuhi Standar Nasional Pendidikan dapat merintis dirinya untuk dikembangkan menjadi satuan atau program pendidikan bertaraf internasional dan/atau berbasis keunggulan lokal.
(2) Satuan atau program pendidikan yang telah atau hampir memenuhi Standar Nasional Pendidikan dapat mengikuti akreditasi dan/atau sertifikasi internasional satuan atau program pendidikan.
Pasal 57
(1) Satuan atau program pendidikan wajib melakukan pembinaan berkelanjutan kepada peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mencapai prestasi puncak di bidang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau olahraga pada tingkat satuan pendidikan, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, nasional, dan internasional.
(2) Untuk menumbuhkan iklim kompetitif yang kondusif bagi pencapaian prestasi puncak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) satuan dan/atau program pendidikan melakukan secara teratur kompetisi di satuan atau program pendidikan dalam bidang:
a. ilmu pengetahuan;
b. teknologi;
c. seni; dan/atau
d. olahraga.
(3) Satuan atau program pendidikan memberikan penghargaan kepada peserta didik yang meraih prestasi puncak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan peraturan satuan atau program pendidikan.
Pasal 58
Satuan atau program pendidikan wajib menetapkan kebijakan tata kelola pendidikan untuk menjamin efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas pengelolaan pendidikan yang mengikat:
a. satuan atau program pendidikan yang bersangkutan;
b. lembaga representasi pemangku kepentingan pendidikan pada satuan atau program pendidikan yang bersangkutan;
c. orang tua/wali peserta didik di satuan atau program pendidikan yang bersangkutan;
e. pendidik dan tenaga kependidikan di satuan atau program pendidikan yang bersangkutan; dan
f. pihak lain yang terikat dengan satuan atau program pendidikan yang bersangkutan.
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 121
Pasal 59
(1) Dalam menyelenggarakan dan mengelola pendidikan, satuan dan/atau program pendidikan mengembangkan dan melaksanakan system informasi pendidikan berbasis teknologi informasi dan komunikasi.
(2) Sistem informasi pendidikan satuan atau program pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan subsistem dari sistem informasi pendidikan nasional.
(3) Sistem informasi pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) memberikan akses informasi administrasi pendidikan dan akses sumber pembelajaran kepada pendidik, tenaga kependidikan, dan peserta didik.
Dalam PP ini datur pula tujuan masing-masing pengelolaan pada satuan
pendidikan, penerimaan siswa, dan lain sebagainya. Beranjak dari ketentuan yang
ada dalam PP No.17 tahun 2010, maka sebagai produk hukum daerah yang secara
hierarkhis berada paling rendah, maka perlu sekiranya perbup Nomor 11 tahun 2006
untuk disempurnakan. Hal ini seiring oleh karena belum diakomodir kebijakan
tersebut dalam Peraturan Bupati Nomor 11 Tahun 2006. Dan oleh karena itu, maka
dalam perumusan perda tentang program pendidikan gratis di Kabupaten Sumbawa
Barat, PP No.17 tahun 2010, bukan hanya kan menjadi landasan hukum pembentuk
perda melainkan pula menjadi salah satu materi yang perlu dimasukkan kedalam
pengaturan mengenai pengelolaan program pendidikan gratis.
Disamping peraturan perundang-undangan diatas, beberapa peraturan
terkait dengan penyelenggaraan program pendidikan gratis yang harus
disinkronisasikan dan diharmonisasikan dengan pembentukan peraturan daerah
tentang program pendidikan gratis adalah :
1. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006
tentang Standar Isi pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah;
2. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 tahun 2006
Tentang Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 22 tahun 2006 Tentang Standar Isi Untuk Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 23 tahun 2006 Tentang Standar
Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan
Menengah
3. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 tahun 2007 tentang
Petunjuk Teknis Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan
Minimal;
4. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 12 Tahun 2007
tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah;
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 122
5. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007
tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah;
6. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007
tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru;
7. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 18 Tahun 2007
tentang Sertifikasi Bagi Guru Dalam Jabatan;
8. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 19 Tahun 2007
tentang Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan Pendidikan
Dasar dan Menengah;
9. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2007
tentang Standar Penilaian Pendidikan;
10. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun
2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk Sekolah
Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah Pertama
/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), dan Sekolah Menengah
Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA);
11. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 tahun 2007
Tentang Standar Proses Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan
Menengah
12. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 50 tahun
2007 Tentang Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Pemerintah
Daerah
13. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 79 tahun 2007
tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pencapaian Standar
Pelayanan Minimal;
14. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 63 Tahun
2009 Tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan
15. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 15 tahun
2010 Tentang Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar Di
Kabupaten/Kota
16. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor
044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah;
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 123
17. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 060/U/2002
tentang Pedoman Pendirian Sekolah;
18. Peraturan Daerah Kabupaten Sumbawa Barat Nomor 3
Tahun 2008 Tentang Kewenangan Kabupaten Sumbawa Barat
Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Daerah Kabupaten Sumbawa
Barat Tahun 2008 Nomor 3)
19. Peraturan Daerah Kabupaten Sumbawa Barat Nomor 23
Tahun 2008 Tentang Program Wajib Belajar 12 Tahun di
Kabupaten Sumbawa Barat (Lembaran Daerah Kabupaten
Sumbawa Barat Tahun 2008 Nomor 23, Tambahan Lembaran
Daerah Kabupaten Sumbawa Barat Nomor 90)
20. Peraturan Daerah Kabupaten Sumbawa Barat Nomor 13
Tahun 2010 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 5
Tahun 2008 Tentang Pembentukan, Susunan, Kedudukan, Tugas
Pokok dan Fungsi Dinas-Dinas Daerah Kabupaten Sumbawa Barat
(Lembaran Daerah Kabupaten Sumbawa Barat Tahun 2010 Nomor
13)
21. Peraturan Daerah Kabupaten Sumbawa Barat Nomor 14
Tahun 2010 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 6
Tahun 2008 Tentang Pembentukan, Susunan, Kedudukan, Tugas
Pokok dan Fungsi Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Sumbawa
Barat (Lembaran Daerah Kabupaten Sumbawa Barat Tahun 2010
Nomor 14)
Demikian inventarisasi peraturan perundang-undangan ini dilakukan sebagai bahan
penting bagi para perancang peraturan daerah dalam merumuskan peraturan daerah
tentang program pendidikan gratis. semoga dengan adanya inventarisasi peraturan ini
peraturan daerah yang ditetapkan dapat dirumuskan secara komprehensif, sistematik
dan membawa perubahan yang transformatif bagi kemajuan kebijakan program
pendidikan gratis di KSB.
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 124
BAB VII IDE DAN MATERI
MUATAN PERATURAN DAERAH PENDIDIKAN GRATIS
Pada pembahasan sebelumnya telah dibahas berbagai permasalahan dan tantangan yang dihdapi oleh daerah dalam pelaksanaan pendidikan gratis. Salah satu persoalan
yang menjadi kendala dalam penyelenggaraan pendidikan gratis di KSB adalah disebabkanlemahnya materi peraturan Bupati Nomor 11 Tahun 2006 dan oleh
karenanya perlu dilakukan perubahan terhadap mutan materi atas perbup tersebut. Pada bab ini akan dibahas mengenai materi umum yang dianggap perlu diatur dalam Peraturan Daerah tentang Program Pendidikan Gratis di KSB di masa mendatang.
A. Materi Muatan
Beberapa materi yang perlu diatur dalam peraturan daerah tentang program
pendidikan gratis yang merupakan penyempurnaan atas perbup Nomor 11 Tahun
2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Pendidikan Gratis di daerah adalah :
1. Nama/Judul Peraturan
Dalam perbup Nomor 11/2006 judul peraturan tersebut adalah Pedoman
Pelaksanaan Program Pendidikan Gratis Di Kabupaten Sumbawa Barat. Perubahan
judul peraturan yang ditawarkan dalam Peraturan Daerah ini adalah :
1. Peraturan Daerah Tentang Penyelenggaraan Program Pendidikan
Gratis di Kabupaten Sumbawa Barat, atau ;
2. Peraturan Daerah Tentang Pendidikan Gratis di Kabupaten
Sumbawa Barat.
Adapun alasan perubahan nama/judul perda telah dibahas pada bab sebelumnya.
Rancangan yang disusun dalam Raperda ini adalah Penyelenggaraan Program
Pendidikan Gratis di Kabupaten Sumbawa Barat
2. Dasar Pertimbangan Pembentukan Peraturan Daerah
Pada bab sebelumnya telah dibahas mengenai alasan atau dasar
pertimbangan perubahan perbup menjadi peraturan daerah. Dari uraian yang telah
dibahas tersebut, maka penting dalam permusan pertimbangan peraturan daerah
yang dibentuk memasukkan unsur pertimbangan sebagai berikut:
a. Peraturan daerah ini dibentuk untuk menjamin dan
meningkatkan perluasan pemerataan kesempatan dan mutu
pendidikan, serta meningkatkan daya saing masyarakat
sumbawa dalam menghadapi berbagai tantangan perubahan
kehidupan di tingkat daerah, nasional, dan internasional saat ini
dan masa mendatang ;
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 125
b. Penyelenggaraan pendidikan gratis adalah merupakan amanah
UUD 1945, UndangUndang Sisdiknas dan berbagai peraturan
lainnya
c. Pemerintah daerah telah menetapkan Peraturan Daerah
Kabupaten Sumbawa Barat Nomor 23 Tahun 2008 Tentang
Program Wajib Belajar 12 Tahun di Kabupaten Sumbawa Barat
(Lembaran Daerah Kabupaten Sumbawa Barat Tahun 2008
Nomor 23, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Sumbawa
Barat Nomor 90) konsekuensi atas penetapan kebijakan
tersebut, maka Pemerintah Daerah berkewajiban untuk
mendanai program wajib belajar 12 tahun;
d. Program wajib belajar 12 tahun adalah merupakan usaha
pemerintah daerah untuk memajukan dan mensejahterakan
masyarakat, mewujudkan cita-cita bangsa, mewujudkan visi dan
misi serta cita-cita pembangunan daerah melalui wajib belajar
12 tahun akan terjadi peningkatkan sumberdaya manusia yang
pada akhirnya dengan meningkatnya SDM akan tercipta
mmasyarakat yang cerdas, beradab, demokratis dan sejahtera
serta mampu bersaing baik ditingkat daerah, nasional maupun
global ;
e. Melalui program pendidikan gratis pemerintah membantu
meringankan masyarakat serta sesungguhnya membantu pula
upaya pengentasan kemiskinan, oleh karena itu cakupan
penyelenggaraan program pendidikan gratis diberlakukan mulai
dari TK/RA, SD, MI, SMP, MTs, SMA, MA dan SMK
Negeri/Swasta dalam lingkup Pemerintah Kabupaten Sumbawa
Barat yang dilaksanakan secara terencana, terarah, dan
berkesinambungan;
f. Pembentukan peraturan daerah tentang program pendidikan
gratis juga untuk menjamin adanya kepastian hukum, menjamin
keberlangsungan dan keberlanjutan dan memberikan landasan
pijakan bagi para pemerintah daerah, penyelenggara
pendidikan, masyarakat dan para pemangku kepentingan
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 126
pendidikan lainnya dalam mengimplementasikan program
pendidikan gratis.
g. Perubahan perbup dilakukan oleh karena kedudukan perbup
yang secara hierarkhis hukum adalah merupakan peraturan
paling rendah disisilain masa jabatan Bupati dan wakil bupati
akan berakhir pada tahun 2015 menjadi sangat rentan,
terancam berakhir manakala Bupati dan wakil bupati pada
periode selanjutnya tidak memiliki komitmen dan politicall will
yang kuat untuk melanjutkan program pendidikan gratis. faktor
kedua adalah adanya perubahan peraturan perundang-
undangan baru yang dilahirkan oleh pemerintah pusat
menuntut pula dilakukannya penyesuaian kebijakan di tingkat
daerah. Faktor ketiga, adalah oleh karena peraturan bupati
sebagai pedoman penyelenggaraan program pendidikan gratis
memiliki beberapa kekurangan (tidka komprehensif) mengatur
berbagai hal, serta dalam implementasinya banyak
menimbulkan kendala/permasalahan, karena itu maka perlu
dilakukan perubahan.
Alasan-alasan diatas adalah alasan yang akan diijadikan dasar
dan muatan dalam raperda.
3. Dasar hukum
Oleh karena dasar hukum yang digunakan dalam Perbup No.11
Tahun 2006 sudah kurang relevan lagi untuk dijadikan landasan hukum
karena beberapa peraturan tersebut telah ada yang dicabut atau
dinyatakan tidak berlaku, serta terdapat beberapa peraturan perundang-
undangan baru terkait dengan pendidikan yang belum disesuaikan dan
masukkan maka perlu dalam rumusan raperda ini memasukkan beberapa
peraturan baru kedalam dasar hukum penyelenggaraan pendidikan gratis.
Beberapa peraturan baru terkait dan cukup relevan untuk dijadikan dasar
hukum (dasar hukum tambahan selain yang telah ada dalam perbup)
pembentukan peraturan daerah adalah sebagai berikut :
a. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan
Informasi Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 127
Tahun 2008 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4846);
b. Undang-Undang Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan
Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 112, Tambahan Lembaran negara Republik Indonesia
Nomor 5038);
c. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang
Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan
Minimal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005
Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4585);
d. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah,
Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
e. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tentang
Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 124,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4769);
f. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2008 tentang Wajib
Belajar (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4863);
g. Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang
Pendanaan Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 91, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4864);
h. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang
Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 23, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5105);
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 128
i. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun
2006 tentang Standar Isi pada Jenjang Pendidikan Dasar dan
Menengah;
j. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 tahun
2006 Tentang Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 22 tahun 2006 Tentang Standar Isi Untuk
Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 tahun 2006 Tentang
Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar
dan Menengah
k. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 tahun 2007 tentang
Petunjuk Teknis Penyusunan dan Penerapan Standar
Pelayanan Minimal;
l. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 12 Tahun
2007 tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah;
m. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun
2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah;
n. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun
2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi
Guru;
o. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 18 Tahun
2007 tentang Sertifikasi Bagi Guru Dalam Jabatan;
p. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 19 Tahun
2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah;
q. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun
2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan;
r. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun
2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk Sekolah
Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah
Pertama /Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), dan Sekolah
Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA);
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 129
s. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 tahun 2007
Tentang Standar Proses Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan
Menengah
t. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 50 tahun
2007 Tentang Standar Pengelolaan Pendidikan oleh
Pemerintah Daerah
u. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 79 tahun 2007
tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pencapaian Standar
Pelayanan Minimal;
v. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 63 Tahun
2009 Tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan
w. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 15 tahun
2010 Tentang Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar
Di Kabupaten/Kota
x. Peraturan Daerah Kabupaten Sumbawa Barat Nomor 3 Tahun
2008 Tentang Kewenangan Kabupaten Sumbawa Barat
Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Daerah Kabupaten
Sumbawa Barat Tahun 2008 Nomor 3)
y. Peraturan Daerah Kabupaten Sumbawa Barat Nomor 23
Tahun 2008 Tentang Program Wajib Belajar 12 Tahun di
Kabupaten Sumbawa Barat (Lembaran Daerah Kabupaten
Sumbawa Barat Tahun 2008 Nomor 23, Tambahan Lembaran
Daerah Kabupaten Sumbawa Barat Nomor 90)
4. Maksud, Fungsi dan Tujuan
4.1. Maksud
Maksud dari ditetapkannya peraturan daerah tentang program pendidikan
gratis secara umum adalah untuk; pertama, memberikan jaminan kepastian
hukum terhadap pelaksanaan program pendidikan gratis dimasa mendatang.
Jaminan kepastian hukum tersebut berupa adanya peraturan daerah yang
memayunginya, sekaligus sebagai alas atau pijakan bagi para penyelenggara
program pendidikan gratis untuk melaksanakan program pendidikan gratis
selanjutnya. Kedua, maksud ditetapkannya peraturan daerah tentang program
pendidikan gratis adalah untuk memberikan jaminan kepada seluruh para
pemangku kepentingan pendidikan, khususnya adalah kepada peserta didik dan
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 130
para orang tua/wali murid program pendidikan gratis 18 tahun tetap akan
dilaksankaan oleh pemerintah daerah, dengan adanya perda ini maka jaminan
keberlanjutan program pendidikan gratis dimasa mendatang semakin kuat.
Ketiga, melalui peraturan daerah ini, maka akan mengikat seluruh pihak, pemda,
DPRD, masyarakat dan para pemangku kepentingan lainnya untuk taat dan
tunduk pada peraturan daerah yang akan dibentuk.
4.2. Fungsi
Fungsi dari diselenggarakannya program pendidikan gratis adalah untuk ;
Pertama, memberikan kesempatan (sarana) kepada setiap
penduduk usia sekolah 4 sampai dengan 18 tahun untuk dapat mengikuti
pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan
menengah. Kesempatan ini dibuka seluas-luasnya oleh pemerintah
daerah, agar anak usia sekolah (4 s.d.18) di KSB tidak lagi putus sekolah
karena persoalan biaya. Dengan dibukanya kesempatan yang luas kepada
seluruh penduduk KSB, maka seluruh penduduk KSB khususnya adalah
masyarakat ksb yang tergolong fakir miskin yang selama ini terkendala
dalam mengikuti pendidikan karena persoalan biaya pendidikan yang
mahal dapat dihapuskan karena adanya program pendidikan gratis. dan
sarana atau kesempatan yang diberikan oleh pemerintah daerah adalah
kepada seluruh penduduk KSB, tanpa membeda-bedakan suku, agama,
ras, jenis kelamin untuk dapat mengikuti pendidikan yang dimulai dari
pendikan anak usia dini, pendidikan dasar, hingga pendidikan menengah.
Kedua, fungsi dari penyelenggaraan program pendidikan gratis
adalah untuk memberikan kesempatan (sarana) kepada anak usia
sekolah agar mereka dapat mengembangkan kemampuannya, melalui
pendidikan gratis diharapkan akan membentuk watak yang cerdas dan
bermartabat;
Ketiga, fungsi dari penyelenggaraan pendidikan gratis adalah
sebagai sarana untuk dapat memajukan dan membentuk masyarakat KSB
yang demokratis, sejahtera dan berperadaban fitrah.
Ketiga fungsi tersebut merupakan fungsi utama dari program
pendidikan gratis di KSB yang sebelumnya tidak dimasukkan dalam
peraturan bupati.
4.3. Tujuan (goals)
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 131
Tujuan yang ingin dicapai dari program pendidikan gratis, dapat
dibedakan menjadi dua. Pertama adalah tujuan umum (overall goals) dan tujuan
khusus (goals/objective).
Tujuan umum atau tujuan akhir (overall goals) dari adanya program
pendidikan gratis adalah : tercapainya pendidikan minimal bagi penduduk
sumbawa barat untuk dapat mengembangkan potensi dirinya agar dapat hidup
mandiri di dalam masyarakat atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang
lebih tinggi.
Pendidikan minimal sebagaimana dimaksud pada tujuan akhir dari
program pendidikan gratis adalah sekurang-kurangya penduduk KSB adalah
berpendidikan menengah, dengan minimal pendidikan menengah itu diharapkan
setiap penduduk KSB pada akhirnya mampun untuk mengembangkan potensi
yang ada pada dirinya agar Ia (penduduk) kSB bisa hidup mandiri di dalam
masyarakat.
Kedua, dengan pendidikan minimal yang telah dimiliki, maka setiap
penduduk KSB dapat mengikuti jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Itulah
tujuan umum (overall goals) yang harus dicapai dalam program pendidikan
gratis. Sedangkan tujuan khusus dari program pendidikan gratis yang hendak
atau perlu dicapai atau dituju/dihasilkan dari program pendidikan gratis adalah
:
a. terlaksananya program wajib belajar 12 tahun yang telah ditetapkan oleh
Pemerintah Daerah.
b. meningkatnya pemerataan kesempatan kepada setiap Penduduk
Kabupaten Sumbawa Barat untuk mengikuti seluruh jenjang pendidikan
mulai dari pendidikan usia dini (TK/RA) sampai sekurang-kurangnya
pendidikan menegah ( SMA/MA/SMK dan sederajat) ;
c. terbantunya biaya pendidikan bagi siswa atau Orang Tua/wali pada setiap
jenjang pendidikan ;
d. berkurangnya angka putus sekolah pada setiap jenjang pendidikan;
e. meningkatnya kualitas sumberdaya manusiasumbaw abarat agar
memiliki daya saing dimasa mendatang;
f. adanya investasi pembangunan daerah dimasa mendatang serta ;
g. meningkatnya kesadaran dan kepedulian masyarakat akan pentingnya
pendidikan.
5. Prinsip-prinisip penyelenggaraan pendidikan gratis
Prinsip-prinsip apasajakah yang perlu diatur dalam penyelenggaraan
pendidikan gratis, agar tujuan pendidikan gratis dapat tercapai. Prinsip sangat
penting untuk dirumuskan dalam perda, karena prinsip atau azas merupakan
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 132
norma tertinggi yang harus dipedomani oleh setiap orang. Dalam penyelenggaraan
pendidikan gratis sangat dibutuhkan untuk menjaga agar penyelenggaraan
pendidikan gratis tidak keluar dari koridor filosfis, sosiologis dan yuridis serta
tujuan dari peraturan yang akan dibentuk. Prinsip-prinisp penyelenggaraan
pendidikan gratis yang dirumuskan dalam raperda ini adalah:
Pertama, Pendidikan gratis harus diselenggarakan secara partisipatif,
transparan, akuntabel dan profesional. Prinsip ini adalah merupakan prinsip
dari tatakelola penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik yang baik.
Partisipasi, transparansi, akuntabilitas dan profesional merupakan 4 dari 10
prinsip good governance. Keempat prinsip yang dimasukkan sebagai prinsip
dalam penyelenggaraan pendidikan gratis adalah dimaksudkan untuk mendorong
adanya partisipasi warga dalam proses penyelnggaraan pendidikan (partisipatif),
menjaga terjadinya praktek penyimpangan baik berupa penyalahgunaan kekuasaan
(abuse of power) maupun praktek korupsi (prinsip transparansi), mendorong
adanya pertanggungjawaban para penyelenggara dan pengelola pendidikan atas
pengelolaan pendidikan yang telah dilaksanakan kepada masyarakat/publik
(akuntabilitas) dan terakhir adalah profesional, prinsip ini menekankan agar
pengelolaan pendidikan dilakukan secara benar, baik dan dikelola dengan standar
manajemen yang memadai dan orang-rang yang memiliki kompetensi dan
integritas untuk melaksanakan pendidikan gratis.
Kedua, Pendidikan gratis diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang
sistematik dengan sistem yang terencana, terarah, terpadu, terbuka, bertanggung
jawab dan berkelanjutan. Prinsip ini meletakkan bahwa penyelenggaraan
pendidikan mulai dari satuan pendidikan anak usia dini hingga satuan pendidikan
tinggi memiliki hubungan atau keterkaitan, karena itu dalam penyelenggarakan
pendidikan harus dilihat secara komprehensif, tidak boleh dilaksankan secara
parsial. Kebijakan dan Penyelenggaraan pendidikan harus disusun secara
terencana tidak boleh reaksinoer, memiliki arah sasaran, tujuan dan hasil yang
jelas, dan antar komponen memiliki keterpaduan baik secara vertikal maupun
secara horizontal karena itu harus dapat diintegrasikan dan dapat disinergiskan
seluruh aspek yang mendukung terlaksananya pendidikan yang baik. Dan para
pengelola pendidikan haruslah bersikap terbuka, dan bertanggung jawab.
Penyelnggaraan pendidikan juga tidak boleh terhenti karena kendala atau
tantangan yang dihadapi, proses pendidikan harus tetap berjalan apapun situasi
dan kondisinya, dan harus berkelanjutan.
Ketiga, Pendidikan gratis diselenggarakan sebagai satu proses
pembudayaan dan pemberdayaan secara berkesinambungan. Pendidikan gratis
merupakan sarana pembudayaan pendidikan dalam arti bahwa pendidikan gratis
adalah merupakan sarana pembelajaran sepanjang hayat bagi masyrakat, proses
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 133
interaksi dalam pendidikan yang berlangsung secara terus menerus akan
membentuk budaya baru dan akan melahirkan satu peradaban baru bagi
masyarakat—melalui pendidikan gratis proses pembangunan budya tersebut
dibangus atas kecerdasan masyarakat, dan akan membentuk suatu karaktek
masyarakat. Pendidikan gratis menjadi sarana atau wahana untuk memberdayakan
masyarakat, terutama masyarakat yang selama ini tidak memiliki kesempatan
untuk mendapatkan pendidikan melalui pendidikan gratis dapat menjadi lebih
berdaya. Pemberdayaan masyarakat melalui pendidikan gratis menjadi prinsip
yang harus dimiliki oleh para setiap penyelenggara pendidikan di KSB.
Keempat, Pendidikan gratis diselenggarakan secara adil, demokratis dan
tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai agama, nilai
budaya lokal dan kebhinekaan. Prinsip ini megandung pengertian bahwa dalam
penyelenggaraan pendidikan gratis, para penyelenggara pendidikan harus dapat
memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada seluruh penduduk KSB usia
sekolah (4 s.d. 18 tahun), seluruh penduduk tanpa membeda-bedakan agama,
suku, ras, jenis kelamin, warna kulit, kaya dan miskin, kota atau desa , pejabat atau
bukan anak pejabat, haruslah diberlakukan secara adil, adil dalam arti diberikan
kesmepatan untuk dapat mengikuti jenjang pendidikan dari masing-masing satuan
pendidikan yyang menyelenggarakan program pendidikan gratis. Nilai-nilai
demokratisasi harus dibangun di satuan pendidikan, dan harus dapat ditanamkan
pemahaman dan prinsip dasar mengenai HAM, demokrasi, dan kebinekaan.
Dengan prinsip ini, diharapkan perlakukan-perlakuan yang diskriminatif yang
selama ini masih ada dalam penyelenggaraan pendidikan gratis diaharapkan dapat
dihapuskan oleh para penyelnggara pendidikan.
Kelima, Pendidikan gratis diselenggarakan dalam suasana yang
menyenangkan, menantang, mencerdaskan dan kompetitif dengan dilandasi
keteladanan. Pendidikan sebagai sebuah proses dan sebagai sebuah hasil, sangat
ditentukan dari peran para pendidik dan satuan pendidikan yang melaksanakan
pendidikan. Pendidikan yang baik, proses maupun hasil yang baik ditentukan dari
sejauhmana para tenaga pendidik mampu untuk mengembangkan berbagai kreasi
dan inovasi-inovasi baru dalam proses pembelajaran , upaya mencerdaskan para
peserta didik pada hakekatnya sangat tergantung dari kompetensi dan
profesionalitas para tenaga didik. Dan para tenaga didik (guru) adalah merupakan
contoh bagi para peserta didik. Keteladanan yang baik perlu ditunjukkan oleh para
tenaga pendidik kepada para peserta didik agar pendidikan pada akhirnya dapat
mencerdaskan dan dapat bersaing.
Keenam, Pendidikan gratis diselenggarakan dengan mengembangkan
budaya membaca dan belajar bagi segenap warga masyarakat. Persoalan mutu
yang selama ini menjadi masalah dalam penyelenggaraan pendidikan gratis perlu
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 134
untuk segera diperbaiki. Para penyelenggara pendidikan harus membangun
budaya membaca di satuan pendidikan, budaya membaca dan belajar tersebut,
bukan hanya ditujukan kepada para peserta didik semata, melainkan pula kepada
para tenaga pengajar yang ada di masing-masing sekolah. Seluruh komponen
penyelenggara pendidikan harus bahu membahu untuk mengatasi masalah
rendahnya budaya membaca dan belajar baik dikalangan peserta pendidik maupun
dikalangan para tenaga pendidikan, terlebih lagi dikalangan warga masyarakat
secara luas. Kesempatan pendidikan gratis haruslah dapat dimanfaatkan oleh
seluruh para pemangku kepentingan untuk mendorong terjadinya minat baca
dikalangan siswa maupun murid. Dalam rangka mewujudkan prinsip tersebut
diatas, ketersediaan buku-buku bacaan dan perpustakaan sekolah menjadi sangat
penting untuk dapat diperhatikan oleh para pemimpin satuan pendidikan,
termasuk pemerintah daerah. Keterbatasan sarana perpustakaan, serta minimnya
para pedagang/penjual buku yang di KSB menjadi salah satu indikator rendahnya
budaya membaca dikalangan masyarakat KSB. Pendidikan gratis yang
diselnggarakan oleh pemerintah daerah haruslah dapat mendorong meningkatnya
minat membaca dan belajar. Melalui proggram pendidikan gratis, prinsip ini
(membaca dan belajar) diharapkan dapat dilaksanakan oleh seluruh stakeholder
pendidikan, khususnya adalah peserta didik dan tenaga pengajar.
Ketujuh, Pendidikan gratis diselenggarakan dengan memberdayakan
seluruh komponen pemerintah daerah dan masyarakat serta memberikan
kesempatan kepada masyarakat untuk berperan serta dalam penyelenggaraan dan
peningkatan mutu pendidikan. Untuk dapat melangsungkan proses pendidikan
gratis, seluruh komponen yang ada didaerah haruslah dapat bahu-membahu untuk
menopang terselenggaranya pendidikan gratis yang bermutu. Melalui pendidikan
gratis, sepatutnya peran serta masyarakat terhadap penyelenggaraan penndidikan
semakin meningkat bukan justeru sebaliknya, tanggungjawab masyarakat semkain
menurun, bahkan tidak peduli sama sekali terhadap para peserta didik dan
lingkungan penyelnggara pendidikan. Pemberdayaan komponen pemerintah
daerah harus dilakukan mulai dari pendanaan pendidikan, kebijakan, program dan
kegiatan, hingga persoalan kapasitas pengelolaan satuan pendidikan dan
peningkatan para tenaga didik (guru) seluruh komponen daerah yang mendukung
dan berpengaruh terhadap penyelenggaraan pendidikan gratis harus terus
diberdayan. Agar penyelnggaraan pendidikan gratis juga dapat menghasilkan mutu
pendidikan yang berkualitas. Begitupun dengan peran serta masyarakat,
pemerintah daerah perlu membuka ruang yang sebesar-besarnya untuk adanya
keterlibatan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan dan peningkatan
mutu pendidikan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi
penyelenggaraan pendidikan. Dalam penyelenggaraan pendidikan pemerintah
daerah tidak boleh menutup ruang partisipasi masyarakat, termasuk ruang bagi
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 135
masyarakat untuk memberikan sumbangan dalam rangka peningkatan mutu,
sepanjang sumbangan yyang diberikan masyarakat atas dasar kesukarelaan, tanpa
ada unsur paksaan dan tekanan, maka sepanjang itupula, pemerintah tidak boleh
melarang masyarakat untuk menyumbang.
Kedelapan, Pendidikan gratis diselenggarakan dengan mengacu pada
prinsip-prinisp pelayanan publik yang baik sebagaimana datur dalam Undang-
Undang Nomor 25 tahun 2009 Tentang pelayanan publik dan peraturan
perundang-undangan yyang berlaku lainnya. Prinsip-prinsip yang diacu adalah
asas-asas dan prinsip-prinsip yang terkandung dalam undang-undang pelayanan
publik, selaku pelayan publik para penyelenggara pelayanan publik, diharuskan
untuk dapat memberikan pelayanan secara optimal kepada masyarakat atau
pengguna layanan. Dan para penyelenggara pelayanan publik diharuskan untuk
menyusun standar pelayanan publik, menyediakan akses bagi masyarakat untuk
mengadu atas layanan publik yang buruk dan sebagainya.
Kesembilan, Pendidikan gratis dilaksanakan dengan mengacu pada
standar pendidikan yang ditetapkan oleh pemerintah dan menyesuaikan dengan
perkembangan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
6. Ruang Lingkup
Cakupan pelayanan yang diatur dalam peraturan daerah
penyelenggaraan pendidikan gratis adalah hanya pada lingkup
pendidikan anak usia dini (TKA/RA), pendidikan dasar, dan
pendidikan menegah. Sedangkan untuk pendidikan tinggi perlu
diatur tersendiri karena perguruan tinggi memiliki karekteristik
sendiri.
Tanggungjawab pemerintah untuk membiayai pendidikan
gratis tersebut adalah meliputi sekolah swasta dan sekolah negeri.
Untuk mendorong agar peserta didik mengikuti pendidikan gratis
dengan sungguh-sungguh, dan mendorong adanya pengawasan dan
tanggung jawab orang tua/wali terhadap anaknya (siswa), dan
beberapa permasalahan lainnya, maka pemerintah daerah perlu
untuk membatasi masa waktu pembiayaan yang menjadi tanggung
jawab pemerintah daerah untuk masing-masing satuan pendidikan.
Dalam perbup sebelumnya ruang lingkup pendidikan gratis ini tidak
diatur.
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 136
7. Sasaran
Sasaran penerima pendidikan gratis adalah seluruh peserta
didik yang terdaftar pada satuan pendidikan dan memenuhi syarat
sebagai penerima program pendidikan gratis. Sasaran ini sama
dengan perbup sebelumnya. Akan tetapi, dalam materi raperda ini
menegaskan agar pemerintah daerah perlu dalam pemberian
program pendidikan gratis untuk mendahulukan dan
memprioritaskan peserta didik yang berasal dari keluarga fakir
miskin
8. Syarat Penerimaan program untuk peserta didik
Dalam perbup sebelumnya mensyaratkan adanya sertifikat Gerakan Sejuta
Pohon (GSP) oleh karena program ini tidak berjalan efektif hingga sekarang syarat
sertifikat GSP pada akhirnya tidak dapat berlaku efektif atau digunakan. Beberapa
persyaratan baru yang akan dirumuskan dalam raperda adalah :
a. Bersedia untuk menyelesaikan pendidikan sesuai dengan batas waktu
yang ditentukan oleh satuan pendidikan; syarat ini dimaksudkan untuk
mendorong agar para peserta didik memiliki tanggungjawab dan
motivasi untuk belajar dan mengembangkan dirinya dengan sungguh-
sungguh ;
b. Bersedia untuk mentaati peraturan dan tata tertib satuan pendidikan;
syarat ini untuk mendorong agar para peserta didik tidak semena-mena
terhadap sekolah yang menyenggarakan pendidikan, karena merasa
gratis—berbuat semaunya terhadap sekolah, syarat ini juga
dimaksudkan untuk mencegah kenalan siswa.
c. Bersedia untuk membayar uang ganti rugi apabila tidak naik kelas;
syarat ini dimaksudkan untuk memicu prestasi, kreasi dan kemauan
anak untuk berusaha keras mengejar prestasi di sekolah sekaligus
mendorong adanya peran dan tanggung jawab orang tua/wali untuk
meningkatkan prestasi anaknya.
d. Bersedia untuk tidak menggunakan dan terlibat Narkoba, obat
terlarang, dan zat adiktif. Persyaratan ini untuk mencegah dan
mengurangi terjadinya penyalahgunaan obat-obatan oleh peserta
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 137
didik/siswa, dan sejak awal siswa diperigatkan dengan adanya
persyaratan ini. Kedua adalah untuk mencegah terjadinya kenakalan
remaja, syarat ini khususnya diberlakukan bagi siswa SMP, SMA/MA
dan sederajat lainnya.
e. Tidak pernah dikeluarkan dari sekolah lain karena sebab akademis atau
hukuman. Syarat ini untuk mencegah dan menghindari siswa untuk
bertindak nakal, karena perbuatannya yang buruk disatu sekolah,
kemudian pindah kesekolah lain, atau karena tidak naik kelas untuk
tetap mendapatkan pendidikan gratis pindah kesekolah lainnya.
Beberapa persyaratan yang dirumuskan ini bukan menjadi sebuah
persyaratan yang dimaksudkan untuk atau dapat menghambat siswa untuk
menerima pendidikan gratis, melainkan lebih kepada upaya untuk memberikan
pendidikan kepada siswa, tanggung jawab, serta mendorong motivasi para siswa
agar dengan pendidikan gratis, berarti mereka harus dapat berprestasi, dan
persyaratan ini juga dimaksudkan untuk mendorong agar para orang tua/wali
murid memiliki tanggungjawab dan ikut berpartisipasi dalam rangka
meningkatkan mutu pendidikan gratis.
9. Pemutusan biaya pendidikan gratis kepada peserta didik
Pemutusan biaya pendidikan gratis kepada peserta didik ini adalah
sebagai suatu peringatan sekaligus sanksi kepada seluruh penerima program
pendidikan gratis, agar tidak menyalahgunkan dan mengartikan penyelenggaraan
pendidikan gratis. Pemutusan biaya pendidikan gratis dapat dilakukan apabila :
a. Tingkat kehadiran peserta didik mengikuti proses belajar dikelas kurang dari
85 % (delapan puluh lima persen) dalam satu tahun tanpa alasan dan
keterangan yang jelas;
b. Peserta didik tidak naik kelas sebanyak 2 kali secara berturut-turut pada kelas
yang sama dan jenjang satuan pendidikan yang sama;
c. peserta didik tidak mematuhi peraturan dan tata tertib sekolah, dan dampak
dari perbuatannya sangat berpengaruh buruk terhadap siswa dan lingkungan
sekolah;
d. terlibat penyalahgunaan narkotika, obat terlarang, dan zat adiktif.
10. Penyelenggara Pendidikan Gratis
Dalam perbup sebelumnya tidak diatur secara jelas mengenai
penyelenggara pendidikan secara rinci, hak dan kewajiban para pihak.
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 138
Maka dalam rancangan peraturan daerah ini. Penyelenggara pendidikan
dirincikan dan dibagi menjadi 3 aktor utama. Pembagian ketiga aktor ini
didasarkan atas kedudukan, peran dan fungsinya dalam penyelenggaraan
program pendidikan gratis.
Pembagian ini untuk memudahkan para pihak, dalam memahami
kedudukan, peran dan fungsi sekaligus lingkup tanggungjawab yang
diterima dari program pendidikan gratis. Ketiga aktor utama penyelenggara
pendidikan gratis ini dalam rumusan rancangan peraturan daerah ini
dibagi sebagai berikut :
a. Penyelenggara (pemda KSB c.q. Dikpora)
Dikpora adalah lembaga teknis yang selama ini memiliki tupoksi
dalam bidang pendidikan. Tugas utama dari dikpora dalam
penyelenggaraan program pendidikan gratis adalah lebih kepada
aspek perumusan dan penetapan kebijakan/regulasi, perumusan dan
penetapan kebijakan anggaran program, supervisi pelaksanana
program kepada satuan pendidikan, evaluasi dan pelaporan atas
pelaksanaan program. Dikpora adalah sebagai penanggung jawab
pelaksana atas program pendidikan gratis. dan dalam melaksankan
tupoksinya bertanggung jawab langsung kepada Bupati selaku
pembina.
b. Lembaga pendukung (Bappeda, DPKAD, dan dinas teknis lainnya)
adalah bagian dari penyelenggara yang sifatnya mendukung
ketercapaian pelaksanaan program pendidikan gratis yang dalam hal
ini dilaksanakan oleh Dikpora. Tugas utama lembaga pendukung ini
adalah memberikan supporting untuk mendukung ketercapaian
program pendidikan gratis.
c. Pengelola adalah satuan pendidikan (sekolah). Yakni, pihak yang
secara langsung mengelola dana serta melaksanakan program
pendidikan gratis pada masing-masing satuan kepada masyarakat
langsung, adalah selaku pengelola satuan pendidikan bertanggung
jawab kepada Pemda c.q. Dikpora secara vertikal, dan secara
horizontal bertanggung jawab kepada masyarakat, baik melalui
Dewan Pendidikan, Komite Sekolah maupun langsung kepada Orang
Tua/wali.
11. Hak dan Kewajiban
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 139
Dalam perbup sebelumnya tidak diatur mengenai hak dan kewajiban para
pihak. Maka dalam rancangan ini, parak aktor-aktor baik sebagai penyelenggara,
pengelola maupun penerima program pendidikan gratis akan diatur hak dan
kewajibannya masing-masing. Dalam rancangan perda ini ada lima aktor/unsur
subyek yang akan diatur tentang hak dan kewajibannya dalam program pendidikan
gratis, yakni :
a. Hak dan Kewajiban Pemerintah Daerah
b. Hak dan Kewajiban Satuan Pendidikan
c. Hak Dan Kewajiban Orang Tua/Wali dan Masyarakat
d. Hak dan Kewajiban Peserta Didik
e. Hak dan Kewajiban Tenaga Pendidik
Diaturnya hak dan kewajiban dari lima subyek hukum diatas untuk
memberikan kepastian, dan kejelasan peran masing-masing pihak, baik
menyangkut hak-haknya yang patut diterima maupun kewajiban-kewajiban yang
harus ditaati dari adanya program pendidikan gratis. Peletakkan pengaturan
mengenai hak dan kewajiban ini dilakukan dengan prinsip terjadinya
keseimbangan antara hak dan kewajiban. Dengan adanya pengaturan hak dan
kewajiban para pihak ini maka tentu akan memiliki implikasi, atas hak dan
kewajiban yang dilaksanaknnya.
12. Pendanaan Pendidikan Gratis
Tentang pendaan pendidikan, dalam perbup sebelumnya
dituangkan besaran jumlah biaya/dana pendidikan untuk operasional
masing-masing sekolah. Dalam rancangan peraturan daerah ini, jumlah
dana yang diberikan ditetapkan secara sendiri melalui keputusan Bupati
yang ditetapkan setiap tahun, karena jumlah biaya operasional tersebut
bersifat fluktuatif. Namun, untuk memastikan pendanaan pendidikan
gratis teralokasi dalam APBD, maka ditetapkan jumlah minimal APBD
untuk sektor pendidikan adalah 20% dan alokasi tersebut adalah belanja
langsung yang diprioritaskan untuk membiaya pendidikan gratis.
Dalam rancangan peraturan daerah ini juga mengatur mengenai
komponen-komponen pembiayaan yang dibiayai dan menjadi tanggung
jawab pemerintah daerah. Dan untuk mencegah terjadinya
penyelahgunaan penggunaan anggaran pendidikan gratis, maka dalam
rancangan peraturan daerag ini mengatur prinsip-prinisp mengenai
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 140
pengelolaan dana pendidikan gratis yang harus dipedomani oleh
penyelenggara pendidikan, pengelola maupun masyarakat.
Dalam rancangan peraturan daerah ini juga merumuskan adanya
Dana Abadi Sekolah sebagai dana deposito sekolah yang diberikan
oleh pemerintah daerah kepada masing-masing satuan pendidikan yang
menyelenggarakan pendidikan gratis, dana abadi sekolah ini akan
dilaksanakan secara bertahap dengan memprioritaskan terlebih dahulu
sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah. Besarnya Dana
Abadi sekolah ini ditetapkan melalui keputusan bupati. Tujuan dari dana
ini adalah untuk memastikan bahwa penyelenggaraan pendidikan gratis
tidak terhambat dengan proses pembahasan APBD, karena tidak sesuai
dengan kalender pendidikan sekaligus memastikan sekolah yang
menyelenggarakan pendidikan gratis dapat melaksankan program
tersebut setiap tahunnya, tanpa kendala atau terhambat dengan
keterlambatan pencairan anggaran program (APBD).
Dalam rancangan peraturan daerah ini juga memasukkan unsur
pungutan yang dibolehkan oleh sekolah, yakni bersifat sukarela dan
pungutan tersebut 75% diarahkan untuk peningkatan mutu pendidikan
dengan persetujuan dari para peserta didik dan orang tua/wali yang
kemudian disetujui pula oleh dewan pendidikan dan dikpora. Kriteria
persyaratan dirinci dan diatur dalam rumusan rancangan peraturan
daerah.
Rancangan peraturan daerah ini juga mensyaratkan agar para
pengelola satuan pendidikan untuk mempertanggungjawabkan
penggunaan anggaran, mekanisme dan prinsip transapransi dan
akuntabilitas publik diatur secara khusus untuk memastikan seluruh
pelaksanaan program dan penggunaan naggaran pendidikan gratis
berjalan on the track sesuai regulasi yang ditetapkan. Oleh karena itu
dirumuskan pula mengenai prinsip-prinisp pengelolaan dana
Pengaturan mengenai pendanaan ini untuk memastikan
bagaimana pendanaan program pendidikan gratis, mulai dari
pengalokasikan hingga pelaporan atas penggunaan anggaran. Tidak
menimbulkan adanya permasalahan.
13. Standar Pelayanan
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 141
Materi penting yang diatur dari rancangan peraturan daerah ini
adalah terkait dengan adanya pengaturan mengenai standar pelayanan
pendidikan gratis, yakni meliputi; pertama, standar pelayanan yang
diberikan oleh satuan pendidikan. Standar tersebut merujuk pada SPM
yang ditetapkan oleh Pemerintah serta standar pendidikan nasional.
Pengaturan ini dimaksudkan agar mutu/kualitas penyelenggaraan
penddiikan gratis menghasilkan mutu/kualitas yang baik, tidak terjadi
penurun mutu pendidikan. SPM ini juga menjadi salah satu instrumen
penting untuk mengukur kinerja para penyelenggara dan pengelola
pendidikan gratis, serta mendorong agar seluruh satuan pedididikan yang
menyelenggarakan pendidikan gratis memiliki standar. Dikpora sebagai
penanggungjawab atas penyelenggaraan program pendidikan gratis
diharapkan dan didorong dalam rancangan peraturan daerah ini untuk
merumuskan dan menetapkan serta memberlakukan SPM pada seluruh
satuan pendidikan. Dan untuk menjaga standar mutu, maka seluruh
satuan pendidikan yang melaksanakan program pendidikan gratis
diwajibkan untuk mengacu pada standar pendidikan nasional.
Kedua, pengaturan mengenai standar informasi pelayanan
pendidikan gratis. dirumuskan dan dirancangan dalam raperda untuk
menjamin adanya keterbukaan dan informasi publik. Informasi mengenai
program pendidikan gratis sangat dibutuhkan oleh masyarakat—karena
dengan adanya informasi itulah masyarakat baru dapat berpartisipasi,
dan dengan adanya informasi itupula masyarakat dapat melakukan
pemantauan dan pengawasan serta dapat mengambil posisi dan perannya
masing-masing dalam program pendidikan gratis. Sistem informasi
pendidikan ini diharapkan juga akan mendorong adanya pemahaman
secara komprehensif masyarakat atas penyelenggaraan program
pendidikan gratis.
Ketiga, Indeks Kepuasaan Mayarakat. Pengukuran kinerja atas
pelaksanaan program pendidikan gratis, tidak diukur hanya terbatas
laporan yang disampaikan satuan pendidikan kepada pemerintah daerah,
begitupun dengan penyelnggara (dikpora) hanya melaporkan kepada
bupati, tetapi kinerja dan keberhasilan pelaksanaan program penddiikan
gratis akan diukur dari penilaian masyarakat langsung selaku pengguna
layanan, melalui indeks kepuasaan masyarakat (IKM). Indeks kepuasaan
masyarakat akan dilakukan sekurang-kurang 2 tahun sekali, dan
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 142
berdasarkan hasil indeks kepuasaan masyarakat itulah pemerintah daerah
dapat memberikan penghargaan kepaa satuan pendidikan dan tenaga
pendidikan yang berprestasi yang telah berhasil memajukan program
pendidikan gratis.
Keempat, unit pengaduan pelayanan. Menyadari bahwa program
pendidikan gratis adalah pelayanan publik yang berhubungan langsung
dengan masyarakat dan seringpula menimbulkan persoalan, maka dalam
rancangan perda perlu dirumuskan mengenai unit pengaduan
masyarakat—yang merupakan mekanisme dari pelayanan publik yang
baik, serta tatakelola yang menuju pada good governance.
Dan kelima adalah penilaian kinerja. Penilaian kinerja yang
dirumuskan dalam materi rancangan perda bukan hanya terbatas
penilaian pimpinan kepada bawahan, melainkan pula penilaian bawahan
kepada pimpinan, mekanisme mengenai penilaian kinerja dan indikator
keberhasilan kinerja diatur dalam ranperda ini.
14. Pengawasan dan evaluasi
Pengawasan terhdap program pendidikan gratis dapat
dilakukan oleh seluruh pihak sesuai dengan proporsinya masing-
masing, dalam rumusan rancnagan perda diatur mengenai
pengawasan adalah Pemerintah Daerah, DPRD, Dewan Pendidikan,
Komite Sekolah, DPRD dan para pemangku kepentingan.
Dalam konteks evaluasi, materi yang akan dimasukkan
sebagai rumusan materi adalah terkait dengan evaluasi dibagi
menjadi beberapa bagian, evaluasi tersebut meliputi; Evaluasi
Program Pendidikan Gratis itu sendiri, evaluasi belajar, evaluasi
dan kinerja.
15 Peran serta masyarakat
Dalam perbup sebelumnya tidak diatur secara jelas
mengenai peran serta masyarakat, maka dalam rancangan perd aini
akan diatur mengenai peran serta masyarakat dalam program
pendidikan gratis pada bab khusus mengatur tentang peran serta
masyarakat.
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 143
Peran serta masyarakat perlu diatur dalam rancangan perda
program pendidikan gratis. Peran serta masyarakat yang akan
diatur adalah peran serta masyarakat dalam penyelnggaraan
program pendidikan gratis, peran serta masyarakat dalam
pengembangan pendidikan, dan peran serta masyarakat dalam
komite sekolah dalam konteks penyelenggaraan pendidikan gratis.
16 Penghargaan (reward)
Pendekatan pemberian penghargaan (reward) adalah
dimaksudkan agar setiap orang untuk termotivasi dan memiliki
semangat untuk berpikir dan bertindak positif dihadapan hukum
(perda) sekaligus sebagai bentuk apresiasi pemerintah daerah
kepada semua pihak.
Melalui reward ini diharapkan semua pihak akan terangsang
untuk mentatai peraturan, tanpa perlu mendapat tekanan,
ancaman, atau lainnya dan diharapkan pula terjadi kompetisi fair
dan postif untuk mendorong pencapaian tujuan program
pendidikan gratis.
Pemberian reward yang diatur dalam peraturan daerah
adalah ditujukan kepada satuan pendidikan (sekolah) yang
berperasti dalam menyelenggarakan pendidikan gratis. Kedua
adalah kepada para guru yang berpretasi dan ketiga adalah kepada
para peserta didik.
17 Sanksi Administratif Dapat perbup sebelumnya juga tidka mengatur mengenai sanksi, dalam
rancangan peraturan daerah ini akan memuat sanksi, namun sanksi tersebut
bukanlah sanksi pidana melainkan adalah sanksi yang bersifat administratif.
Kewenangan untuk memberikan sanksi itu diberikan dan terletak pada Bupati,
sanksi administratif yang dapat diberikan adalah berupa :
a. teguran/peringatan;
b. pencabutan ijin pendirian sekolah/penyelenggaraan pendidikan ;
c. pembubaran.
18. Ketentuan peralihan
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 144
Ketentuan peralihan diperlukan untuk memuat status keberlakuan
peraturan daerah mengenai program pendidikan gratis yang sudah ada pada
saat peraturan daerah ini mulai berlaku. Hal ini dimaksudkan untuk penyesuaian
dan agar tidak menimbulkan permasalahan hukum seperti kekosongan hukum.
19 Ketentuan penutup
Ketentuan penutup diperlukan untuk mulai berlakunya Peraturan daerah
yang baru ini pada saat diundangkan. Dan untuk mengukur efektivitas
keberlakukan peraturan daerah ini, maka perlu dilakukan evaluasi setiap 2
tahun.
B. SISTEMATIKA RAPERDA PENYELENGGARAAN PROGRAM
PENDIDIKAN GRATIS
Sitematika Rancangan Peraturan Daerah ini terdiri dari :
• BAB I KETENTUAN UMUM
• BAB II MAKSUD, FUNGSI DAN TUJUAN
• BAB III PRINSIP-PRINSIP PENYELENGGARAAN PROGRAM
PENDIDIKAN GRATIS
BAB IV RUANG LINGKUP DAN SASARAN
• BAB V SYARAT PENERIMAAN DAN PEMUTUSAN PENDANAAN PROGRAM PENDIDIKAN GRATIS
• BAB VI PENYELENGGARA, PENDUKUNG DAN PENGELOLA
• BAB VII HAK DAN KEWAJIBAN
• BAB VIIIPENDANAAN PENDIDIKAN GRATIS
• BAB IX STANDAR PELAYANAN
• BAB X PENGAWASAN DAN EVALUASI
• BAB XI PERAN SERTA MASYARAKAT
• BAB XII PENGHARGAAN
• BAB XIII SANKSI ADMINISTRATIF
• BAB XIV KETENTUAN PERALIHAN
• BAB XV KETENTUAN PENUTUP
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 145
PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT
RANCANGAN
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT
NOMOR .......... TAHUN 2011
TENTANG
PENYELENGGARAAN PROGRAM PENDIDIKAN GRATIS
DI KABUPATEN SUMBAWA BARAT
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI SUMBAWA BARAT,
Menimbang : a. bahwa untuk menjamin dan meningkatkan perluasan
pemerataan kesempatan dan mutu pendidikan, serta
meningkatkan daya saing masyarakat sumbawa dalam
menghadapi berbagai tantangan perubahan kehidupan di
tingkat daerah, nasional, dan internasional saat ini dan masa
mendatang maka perlu diselenggarakan program pendidikan
gratis mulai dari TK/RA, SD, MI, SMP, MTs, SMA, MA dan
SMK Negeri/Swasta dalam lingkup Pemerintah Kabupaten
Sumbawa Barat yang dilaksanakan secara terencana, terarah,
dan berkesinambungan;
b. bahwa penyelenggaraan pendidikan gratis adalah usaha
pemerintah daerah untuk menuntaskan wajib belajar 12
tahun di daerah serta usaha pemerintah daerah untuk
memajukan dan mensejahterakan masyarakat, mewujudkan
cita-cita bangsa, mewujudkan visi dan misi serta cita-cita
pembangunan daerah ;
c. bahwa penyelenggaraan pendidikan gratis merupakan salah
satu instrument untuk meningkatkan kualitas sumber daya
manusia dan Indeks Pembangunan Manusia. mengurangi
beban ekonomi masyarakat dan kemiskinan di daerah;
d. bahwa penyelenggaraan pendidikan gratis berdasarkan
Peraturan Bupati Nomor 11 tahun 2006 tentang Pedoman
Pelaksanaan Program Pendidikan Gratis di Kabupaten
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 146
Sumbawa Barat sudah tidak memadai lagi dan perlu diganti
serta perlu disempurnakan agar sesuai dengan dinamika
kebutuhan masyarakat dan perkembangan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
pada huruf a, b, c, dan d perlu membentuk Peraturan daerah
tentang Penyelenggaraan Pendidikan Gratis di Kabupaten
Sumbawa Barat;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Nomor
4301);
2. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2003 tentang
Pembentukan Kabupaten Sumbawa Barat di Provinsi Nusa
Tenggara Barat (Lembaran Negara Tahun 2003, Nomor 145,
Tambahan Lembaran Negara 4340)
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor
59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4844);
4. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
5. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005
Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4686);
6. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 61, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4846); 7. Undang-Undang Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan
Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 112, Tambahan Lembaran negara Republik Indonesia
Nomor 5038);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1992 tentang Peran Serta Masyarakat Dalam Pendidikan Nasional (Lembaran
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 147
Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 69,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3485);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4496);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4578);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan
Minimal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005
Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4585);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor
25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4614);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah,
Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor
82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4737);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 124,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4769);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2008 tentang Wajib Belajar (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4863);
16. Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 91, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4864);
17. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 23,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5105);
18. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah;
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 148
19. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 22 tahun 2006 Tentang Standar Isi Untuk
Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 tahun 2006 Tentang
Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan
Dasar dan Menengah
20. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan dan Penerapan
Standar Pelayanan Minimal;
21. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 12 Tahun 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah;
22. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun
2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah; 23. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun
2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru;
24. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 18 Tahun
2007 tentang Sertifikasi Bagi Guru Dalam Jabatan; 25. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 19 Tahun
2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah;
26. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan;
27. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun
2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah
Pertama /Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), dan Sekolah
Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA);
28. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 tahun 2007 Tentang Standar Proses Untuk Satuan Pendidikan
Dasar dan Menengah
29. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 50 tahun 2007 Tentang Standar Pengelolaan Pendidikan oleh
Pemerintah Daerah
30. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 79 tahun 2007 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pencapaian Standar
Pelayanan Minimal;
31. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 63 Tahun 2009 Tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan
32. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 15 tahun 2010 Tentang Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar
Di Kabupaten/Kota
33. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor
044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite
Sekolah;
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 149
34. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor
060/U/2002 tentang Pedoman Pendirian Sekolah;
35. Peraturan Daerah Kabupaten Sumbawa Barat Nomor 3 Tahun 2008 Tentang Kewenangan Kabupaten Sumbawa
Barat Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Daerah
Kabupaten Sumbawa Barat Tahun 2008 Nomor 3)
36. Peraturan Daerah Kabupaten Sumbawa Barat Nomor 23 Tahun 2008 Tentang Program Wajib Belajar 12 Tahun di
Kabupaten Sumbawa Barat (Lembaran Daerah Kabupaten
Sumbawa Barat Tahun 2008 Nomor 23, Tambahan
Lembaran Daerah Kabupaten Sumbawa Barat Nomor 90)
37. Peraturan Daerah Kabupaten Sumbawa Barat Nomor 13 Tahun 2010 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah
Nomor 5 Tahun 2008 Tentang Pembentukan, Susunan,
Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi Dinas-Dinas Daerah
Kabupaten Sumbawa Barat (Lembaran Daerah Kabupaten
Sumbawa Barat Tahun 2010 Nomor 13)
38. Peraturan Daerah Kabupaten Sumbawa Barat Nomor 14 Tahun 2010 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah
Nomor 6 Tahun 2008 Tentang Pembentukan, Susunan,
Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi Lembaga Teknis
Daerah Kabupaten Sumbawa Barat (Lembaran Daerah
Kabupaten Sumbawa Barat Tahun 2010 Nomor 14)
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG
PENYELENGGARAAN PROGRAM PENDIDIKAN
GRATIS DI KABUPATEN SUMBAWA BARAT
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Bupati ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Sumbawa Barat.
2. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut azas otonomi dan tugas pembantuan
dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945.
3. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Wakil Bupati beserta Perangkat Daerah Lainnya sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah.
4. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat. 5. Kepala Daerah adalah Bupati Sumbawa Barat.
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 150
6. Dinas adalah Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Sumbawa Barat.
7. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
8. Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar
pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap
tuntutan perubahan zaman.
9. Sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
10. Standar nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia
11. Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang,
dan jenis pendidikan tertentu.
12. Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan.
13. Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan
sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam
menyelenggarakan pendidikan.
14. Jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai
dengan tujuan pendidikan.
15. Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan
kemampuan yang dikembangkan.
16. Jenis pendidikan adalah kelompok yang didasarkan pada kekhususan tujuan pendidikan suatu satuan pendidikan.
17. Satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang
menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal
pada setiap jenjang dan jenis pendidikan.
18. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan
tinggi.
19. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.
20. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan. 21. Taman Kanak-kanak, yang selanjutnya disingkat TK, adalah salah satu
bentuk satuan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang
menyelenggarakan program pendidikan bagi anak berusia 4 (empat) tahun
sampai dengan 6 (enam) tahun.
22. Raudhatul Athfal, yang selanjutnya disingkat RA, adalah salah satu bentuk satuan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 151
menyelenggarakan program pendidikan dengan kekhasan agama Islam bagi
anak berusia 4 (empat) tahun sampai dengan 6 (enam) tahun.
23. Pendidikan dasar adalah jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah, berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah
Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta sekolah menengah
pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang
sederajat.
24. Wajib belajar 12 tahun adalah program pendidikan minimal 12 tahun yang harus diikuti oleh setiap warga negara Indonesia Penduduk Kabupaten
Sumbawa Barat yang ditanggung oleh pemerintah daerah.
25. Sekolah Dasar, yang selanjutnya disingkat SD, adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum pada
jenjang pendidikan dasar.
26. Madrasah Ibtidaiyah, yang selanjutnya disingkat MI, adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal dalam binaan Menteri Agama yang
menyelenggarakan pendidikan umum dengan kekhasan agama Islam pada
jenjang pendidikan dasar.
27. Sekolah Menengah Pertama, yang selanjutnya disingkat SMP, adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan
umum pada jenjang pendidikan dasar sebagai lanjutan dari SD, MI, atau
bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama
atau setara SD atau MI.
28. Madrasah Tsanawiyah, yang selanjutnya disingkat MTs, adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal dalam binaan Menteri Agama yang
menyelenggarakan pendidikan umum dengan kekhasan agama Islam pada
jenjang pendidikan dasar sebagai lanjutan dari SD, MI, atau bentuk lain yang
sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama atau setara SD
atau MI.
29. Pendidikan menengah adalah jenjang pendidikan pada jalur pendidikan formal yang merupakan lanjutan pendidikan dasar, berbentuk Sekolah
Menengah Atas, Madrasah Aliyah, Sekolah Menengah Kejuruan, dan
Madrasah Aliyah Kejuruan atau bentuk lain yang sederajat.
30. Sekolah Menengah Atas, yang selanjutnya disingkat SMA, adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum
pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau
bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama
atau setara SMP atau MTs.
31. Madrasah Aliyah, yang selanjutnya disingkat MA, adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal dalam binaan Menteri Agama yang
menyelenggarakan pendidikan umum dengan kekhasan agama Islam pada
jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk
lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama atau
setara SMP atau MTs.
32. Sekolah Menengah Kejuruan, yang selanjutnya disingkat SMK, adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan
kejuruan pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP,
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 152
MTs, atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang
diakui sama atau setara SMP atau MTs.
33. Madrasah Aliyah Kejuruan, yang selanjutnya disingkat MAK, adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal dalam binaan Menteri Agama yang
menyelenggarakan pendidikan kejuruan dengan kekhasan agama Islam pada
jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk
lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama atau
setara SMP atau MTs.
34. Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
35. Standar pelayanan minimal adalah kriteria minimal berupa nilai kumulatif pemenuhan Standar Nasional Pendidikan yang harus dipenuhi oleh setiap
satuan pendidikan.
36. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran, serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan.
37. Dewan pendidikan adalah lembaga mandiri yang beranggotakan berbagai unsur masyarakat yang peduli pendidikan.
38. Komite sekolah/madrasah adalah lembaga mandiri yang beranggotakan orang tua/wali peserta didik, komunitas sekolah, serta tokoh masyarakat
yang peduli pendidikan.
39. Mutu pendidikan adalah tingkat kecerdasan kehidupan bangsa yang dapat diraih dari penerapan Sistem Pendidikan
40. Penjaminan mutu pendidikan adalah kegiatan sistemik dan terpadu oleh satuan atau program pendidikan, penyelenggara satuan atau program
pendidikan, pemerintah daerah, pemerintah dan masyarakat untuk
menaikkan tingkat kecerdasan kehidupan bangsa melalui pendidikan.
41. Standar Pelayanan Minimal Pendidikan, yang selanjutnya disebut SPM, adalah jenis dan tingkat pelayanan pendidikan minimal yang harus
disediakan oleh satuan atau program pendidikan, penyelenggara satuan atau
program pendidikan, dan pemerintah daerah.
42. Standar Nasional Pendidikan, yang selanjutnya disebut SNP, adalah kriteria minimaltentang sistem pendidikan diseluruh wilayah hukum Negara
Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan..
43. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran, serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan.
44. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
45. Evaluasi pendidikan adalah kegiatan pengendalian, penjaminan, dan penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada
setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebagai bentuk
pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan.
46. Akreditasi adalah kegiatan penilaian kelayakan program dalam satuan pendidikan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan.
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 153
47. Sumber daya pendidikan adalah segala sesuatu yang dipergunakan dalam penyelenggaraan pendidikan yang meliputi tenaga kependidikan, masyarakat,
dana, sarana, dan prasarana.
48. Masyarakat adalah kelompok Warga Negara Indonesia nonpemerintah yang merupakan penduduk Kabupaten Sumbawa Barat yang mempunyai perhatian
dan peranan dalam bidang pendidikan.
49. Informasi adalah keterangan, pernyataan, gagasan, dan tanda-tanda yang mengandung nilai, makna, dan pesan, baik data, fakta maupun penjelasannya
yang dapat dilihat, didengar, dan dibaca yang disajikan dalam berbagai
kemasan dan format sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi secara elektronik ataupun nonelektronik.
50. Informasi Publik adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh suatu badan publik yang berkaitan dengan
penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara dan
penyelenggaraan badan publik lainnya yang sesuai dengan UndangUndang
ini serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik.
51. Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau
pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan
publik.
52. Penyelenggara pelayanan publik yang selanjutnya disebut Penyelenggara adalah setiap institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga independen
yang dibentuk berdasarkan undang-undang untuk kegiatan pelayanan publik,
dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan
publik.
53. Standar pelayanan adalah tolok ukur yang dipergunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pelayanan dan acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai
kewajiban dan janji Penyelenggara kepada masyarakat dalam rangka
pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau, dan terukur
54. Standar kompetensi lulusan adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
55. Standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan
kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus
dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
56. Standar proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai
standar kompetensi lulusan.
57. Standar pendidik dan tenaga kependidikan adalah kriteria pendidikan prajabatan dan kelayakan fisik maupun mental, serta pendidikan dalam
jabatan.
58. Standar sarana dan prasarana adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat berolahraga,
tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat
bermain, tempat berkreasi dan berekreasi, serta sumber belajar lain, yang
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 154
diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan
teknologi informasi dan komunikasi.
59. Standar pengelolaan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan
pada tingkat satuan pendidikan, agar tercapai efisiensi dan efektivitas
penyelenggaraan pendidikan.
60. Standar pembiayaan adalah standar yang mengatur komponen dan besarnya biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun.
61. Standar penilaian pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil
belajar peserta didik.
62. Biaya operasi satuan pendidikan adalah bagian dari dana pendidikan yang diperlukan untuk membiayai kegiatan operasi satuan pendidikan agar dapat
berlangsungnya kegiatan pendidikan yang sesuai standar nasional pendidikan
secara teratur dan berkelanjutan.
63. Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang,
dan jenis pendidikan tertentu.
64. Ulangan adalah proses yang dilakukan untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik secara berkelanjutan dalam proses pembelajaran,
untuk memantau kemajuan dan perbaikan hasil belajar peserta didik .
65. Ujian adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik sebagai pengakuan prestasi belajar dan/atau
penyelesaian dari suatu satuan pendidikan.
66. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta
didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan
dasar, dan pendidikan menengah.
67. Kualifikasi Akademik adalah ijazah jenjang pendidikan akademik yang harus dimiliki oleh Guru sesuai dengan jenis, jenjang, dan satuan pendidikan
formal di tempat penugasan.
68. Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk Guru. 69. Sertifikat Pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan
kepada Guru sebagai tenaga profesional.
70. Program adalah penjabaran kebijakan SKPD dalam bentuk upaya yang berisi satu atau lebih kegiatan dengan menggunakan sumber daya yang disediakan
untuk mencapai hasil yang terukur sesuai dengan misi SKPD.
71. Kegiatan adalah bagian dari program yang dilaksanakan oleh satu atau lebih unit kerja pada SKPD sebagai bagian dari pencapaian sasaran terukur pada
suatu program dan terdiri dari sekumpulan tindakan pengerahan sumber
daya baik yang berupa personal (sumber daya manusia), barang modal
termasuk peralatan dan teknologi, dana, atau kombinasi dari beberapa atau
kesemua jenis sumber daya tersebut sebagai masukan (input) untuk
menghasilkan keluaran (output) dalam bentuk barang/jasa.
72. Pendanaan pendidikan adalah penyediaan sumberdaya keuangan yang diperlukan untuk penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan.
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 155
73. Pemangku kepentingan pendidikan adalah orang, kelompok orang, atau organisasi yang memiliki kepentingan dan/atau kepedulian terhadap
pendidikan.
BAB II
MAKSUD, FUNGSI DAN
TUJUAN
Bagian Kesatu
Maksud Pasal 2
Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Pendidikan Gratis dimaksudkan
untuk memberikan kepastian hukum dan jaminan atas keberlangsungan dan
keberlanjutan penyelenggaraan program pendidikan gratis di Kabupaten
Sumbawa Barat
Bagian Kedua
Fungsi
Pasal 3
Pendidikan gratis berfungsi sebagai sarana untuk ;
a. memberikan kesempatan kepada setiap penduduk usia sekolah 4 sampai
dengan 18 tahun untuk mengikuti pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar,
dan pendidikan menengah
b. memberikan kesempatan kepada anak usia sekolah di wilayah sumbawa barat
untuk mengembangkan kemampuan, membentuk watak yang cerdas dan
bermartabat untuk menuju kehidupan masyarakat Sumbawa Barat yang
demokratis, sejahtera dan berperadaban fitrah
c. untuk memberikan peluang pada orang tua siswa untuk mengalihkan dana
kebutuhan anak didik menjadi dukungan biaya terhadap peningkatan fasilitas
belajar dan potensi siswa.
Bagian Ketiga
Tujuan
Pasal 4
(1) Tujuan umum penyelenggaraan program pendidikan gratis adalah
tercapainya pendidikan minimal bagi penduduk sumbawa barat untuk dapat
mengembangkan potensi dirinya agar dapat hidup mandiri di dalam
masyarakat atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
(2) Tujuan khusus penyelenggaraan program pendidikan gratis adalah : a. terlaksananya program wajib belajar 12 tahun yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Daerah.
b. meningkatnya pemerataan kesempatan kepada setiap Penduduk
Kabupaten Sumbawa Barat untuk mengikuti seluruh jenjang pendidikan
mulai dari pendidikan usia dini (TK/RA) sampai sekurang-kurangnya
pendidikan menegah ( SMA/MA/SMK dan sederajat) ;
c. terbantunya biaya pendidikan bagi siswa atau Orang Tua/wali pada setiap jenjang pendidikan ;
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 156
d. berkurangnya angka putus sekolah pada setiap jenjang pendidikan; e. meningkatnya kualitas sumberdaya manusiasumbaw abarat agar memiliki daya saing dimasa mendatang;
f. adanya investasi pembangunan daerah dimasa mendatang serta ; g. meningkatnya kesadaran dan kepedulian masyarakat akan pentingnya pendidikan.
BAB III
PRINSIP-PRINSIP PENYELENGGARAAN
PROGRAM PENDIDIKAN GRATIS
Pasal 5
Prinsip-prinsip penyelenggaraan pendidikan gratis adalah: (1) Pendidikan gratis diselenggarakan secara partisipatif, transparan, akuntabel dan
profesional dan menjadi tanggung jawab bersama Pemerintah, Pemerintah
Daerah, Masyarakat dan Peserta Didik.
(2) Pendidikan gratis diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistematik dengan sistem yang terencana, terarah, terpadu, terbuka, bertanggung jawab dan
berkelanjutan.
(3) Pendidikan gratis diselenggarakan sebagai satu proses pembudayaan dan pemberdayaan secara berkesinambungan.
(4) Pendidikan gratis diselenggarakan secara adil, demokratis dan tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai agama, nilai budaya lokal dan
kebhinekaan.
(5) Pendidikan gratis diselenggarakan dalam suasana yang menyenangkan,
menantang, mencerdaskan dan kompetitif dengan dilandasi keteladanan.
(6) Pendidikan gratis diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca dan belajar bagi segenap warga masyarakat.
(7) Pendidikan gratis diselenggarakan dengan memberdayakan seluruh komponen pemerintah daerah dan masyarakat serta memberikan kesempatan kepada
masyarakat untuk berperan serta dalam penyelenggaraan dan peningkatan mutu
pendidikan.
(8) Pendidikan gratis diselenggarakan dengan mengacu pada prinsip-prinisp
pelayanan publik yang baik sebagaimana datur dalam Undang-Undang Nomor 25
tahun 2009 Tentang pelayanan publik dan peraturan perundang-undangan yyang
berlaku lainnya.
(9) Pendidikan gratis dilaksanakan dengan mengacu pada standar pendidikan yang ditetapkan oleh pemerintah dan menyesuaikan dengan perkembangan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
BAB IV
RUANG LINGKUP DAN SASARAN
Bagian Pertama
Ruang Lingkup
Pasal 6
(4) Pemerintah daerah menjamin terselenggaranya pendidikan gratis mulai
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 157
pendidikan anak usia dini sampai jenjang pendidikan menengah tanpa
memungut biaya.
(5) Penduduk Kabupaten Sumbawa Barat yang berusia 4 (empat) sampai 6 (enam) tahun wajib mengikuti pendidikan gratis pada satuan pendidikan
anak usia dini sesuai daya tampung satuan pendidikan.
(6) Penduduk Kabupaten Sumbawa Barat yang berusia 6 (enam) tahun wajib mengikuti pendidikan gratis pada satuan pendidikan dasar sesuai daya
tampun.
(7) Penduduk Kabupaten Sumbawa Barat yang berusia di atas 15 (lima belas) tahun dan belum lulus pendidikan dasar wajib menyelesaikan pendidikannya
sampai lulus atas biaya pemerintah daerah.
(8) Penduduk Kabupaten Sumbawa Barat yang berusia diatas 18 tahun dan belum lulus pendidikan menengah wajib menyelesaikan pendidikannya
sampai lulus atas biaya pemerintah daerah.
(9) Penduduk Kabupaten Sumbawa Barat usia wajib belajar yang orang tua/walinya tidak mampu membiayai pendidikan, pemerintah daerah wajib
memberikan bantuan biaya pendidikan sesuai peraturan perundang-
undangan.
(10) Pemerintah daerah wajib untuk mengupayakan agar setiap Penduduk Kabupaten Sumbawa Barat usia wajib belajar mengikuti pendidikan gratis.
Pasal 7
(1) Ruang lingkup penyelenggaraan program pendidikan gratis adalah mencakup Pendidikan Anak Usia, Pendidikan Dasardan Pendidikan
Menengah.
(2) Pendidikan Anak Usia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah meliputi;
a. Taman Kanak-kanak ( TK) negeri dan swasta; b. Raudhatul Athfal (RA) negeri dan swasta. c. Atau bentuk lain yang sederajat
(3) Pendidikan Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah meliputi: a. Sekolah Dasar (SD) negeri dan swasta ; b. Madrasah Ibtidaiyah (MI) negeri dan swasta ; c. Sekolah Menengah Pertama (SMP) negeri dan swasta; d. Madrasah Tsanawiyah, (MTs) negeri dan swasta; e. atau bentuk lain yang sederajat
(4) Pendidikan Menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah meliputi:
a. Sekolah Menengah Atas (SMA) negeri dan swasta; b. Madrasah Aliyah (MA) negeri dan swasta; c. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) negeri dan swasta; d. Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK) negeri dan swasta ; e. atau bentuk lain yang sederajat.
Pasal 8
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 158
(1) Cakupan penyelenggaraan pendidikan gratis yang menjadi tanggungjawab
pemerintah daerah adalah meliputi :
a. Pendaftaran siswa baru;
b. Bangku/meja belajar;
c. Bantuan pembangunan dan atau pemeliharaan sekolah;
d. Bantuan dengan alasan dana sharing;
e. Buku ajar;
f. Iuran kegiatan ekstrakurikuler;
g. Lembaran Kerja Siswa (LKS);
h. Pengayaan materi;
i. Penamatan;
j. Photo;
k. Penilaian dan evaluasi belajar;
l. Penulisan buku laporan hasil belajar;
m. Penulisan ijazah; n. Atribut dan kartu peserta didik;
o. Pakaian praktek Laboratorium peserta didik;
p. Praktek Kerja Lapang (PKL) bagi program studi tertentu;
(2) Rincian jenis cakupan, penambahan dan pengurangan jenis cakupan, serta besarnya anggaran dari masing-masing komponen yang ditanggung pemerintah
daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pengkajian setiap tahunnya
dan ditetapkan melalui Keputusan Bupati.
Bagian Kedua
Masa Waktu Pendidikan
Pasal 9
(1) Masa waktu pendidikan yang menjadi tanggungan pemerintah daerah untuk membiayai program pendidikan gratis kepada peserta didik adalah:
a. Pendidikan Anak Usia Dini (TK/RA) selama 2 (dua) tahun. b. Pendidikan Dasar (SD/MI dan sederajat) selama 6 tahun; c. Pendidikan Dasar (SMP/Mts dan sederajat) selama 3 tahun; d. Pendidikan Menengah (SMA/MA/SMK dan sederajat) selama 3 tahun;
(2) Apabila peserta didik melampau batas waktu sebagaimana ditetapkan pada ayat (1), Orang Tua/Wali wajib menanggung sendiri dan melanjutkan
pendidikan hingga tuntas.
(3) Pemerintah daerah wajib memberikan perhatian dan bantuan khusus kepada peserta didik/siswa yang berasal dari keluarga fakir miskin yang tertinggal di
kelas/tidak naik kelas untuk dapat melanjutkan pendidikan pada satuan
pendidikan yang ditempuhnya.
Bagian Ketiga
Sasaran
Pasal 10
(1) Sasaran penerima pendidikan gratis adalah seluruh peserta didik yang terdaftar
pada satuan pendidikan dan memenuhi syarat sebagai penerima program
pendidikan gratis.
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 159
(2) Pemerintah daerah dan satuan pendidikan wajib mendahulukan dan
memprioritaskan peserta didik penerima pendidikan gratis yang berasal dari
keluarga fakir miskin
BAB V
SYARAT
PENERIMAAN DAN PEMUTUSAN PENDANAAN
PROGRAM PENDIDIKAN GRATIS
Bagian Pertama
Syarat
Pasal 11
Syarat untuk dapat menerima program pendidikan gratis adalah:
a. Warga Negara Indonesia dan Penduduk Kabupaten Sumbawa Barat b. Usia Sekolah 4 tahun sampai dengan 18 tahun ; c. Terdaftar sebagi peserta didik pada satuan pendidikan; d. Bersedia untuk menyelesaikan pendidikan sesuai dengan batas waktu yang ditentukan oleh satuan pendidikan;
e. Bersedia untuk mentaati peraturan dan tata tertib satuan pendiidkan; f. Bersedia untuk mengikuti proses belajar dengan sungguh-sungguh ; g. Bersedia untuk membayar uang ganti rugi apabila tidak naik kelas; h. Bersedia untuk tidak menggunakan dan terlibat Narkoba, obat terlarang, dan zat adiktif.
i. Tidak pernah dikeluarkan dari sekolah lain karena sebab akademis atau hukuman
Bagian Kedua
Kelengkapan Persyaratan
Pasal 12
(1) Setiap peserta didik atau orang tua/wali penerima program pendidikan gratis harus melengkapi dan menyerahkan berkas kelengapan persyaratan sebagai berikut:
a. Peserta didik satuan pendidikan usia dini (TK/RA) ;
1) Foto warna peserta/siswa/anak;
2) Foto copy akta kelahiran; 3) Foto copy kartu keluarga; 4) Foto copy Kartu Tanda Penduduk orang tua/wali ; 5) Surat keterangan penghasilan orang tua/wali yang disahkan oleh kepala
desa/kelurahan setempat;
b. Peserta didik dari satuan pendidikan dasar (SD/MI, SMP/Mts dan sederajat);
1) Foto peserta/siswa/anak;
2) Foto copy akta kelahiran; 3) Foto copy kartu keluarga; 4) Foto copy Kartu Tanda Penduduk orang tua/wali ; 5) Surat keterangan penghasilan orang tua/wali yang disahkan oleh kepala
desa/kelurahan setempat;
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 160
6) Surat kesanggupan/kesediaan orang tua/wali untuk menanggung biaya sendiri apabila anaknya tidak naik kelas ;
7) Surat pernyataan kesediaan siswa untuk mentaati peraturan dan tata tertib sekolah (khusus siswa SMP/Mts dan sederajat);
8) Surat pernyataan untuk tidak menggunakan dan terlibat Narkoba, zat adiktif dan obat-obatan terlarang lainnya (khusus siswa
SMP/MTs dan sederajat);
9) Surat pernyataan kesediaan untuk belajar sungguh-sungguh dan bersedia untuk diberikan sanksi atas pelanggaran sekolah;
10) Surat kesanggupan untuk menanam 1 pohon diperkarakan, sekolah, atau tempat lainnya sebagaimana yang diatur dalam
gerakan sejuta pohon.
Bagian Ketiga
Verifikasi Persyaratan
Pasal 13
(1) Berkas kelengkapan persyaratan diserahkan oleh peserta didik, atau Orang Tua/Wali atau orang yang dikuasakan untuk menyerahkan kepada satuan
pendidikan yang menyelenggarakan program pendidikan gratis
(2) Satuan pendidikan gratis yang ditugaskan untuk menerima berkas persyaratan melakukan verifikasi berkas persyaratan, dan menyampaikan hasil verifikasi
pada hari itupula kepada peserta didik, Orang Tua/wali;
(3) Peserta didik, Orang Tua atau Wali melakukan perbaikan dan menyempurnakan berkeas kelengkapan apabila dinyatakan masih belum lengkap/kurang oleh
petugas penerima satuan pendidikan;
(4) Petugas penerima berkas kelengkapan wajib memberikan pelayanan kepada peserta didik/Orang Tua/Wali dengan mudah, cepat dan akurat;
(5) Peserta didik yang belum melengkapi berkas kelengkapan dapat diterima dan mengikuti program pendidikan gratis sepanjang ada kesanggupan untuk dapat
melengkapi berkas persyaratan.
Pasal 14
(1) Kepala Desa/Lurah dan Camat dilarang untuk menarik biaya administrasi,
uang rokok atau sebutan lainnya dari peserta didik atau Orang Tua/Wali
untuk pengurusan berkas kelengkapan persyaratan program pendidikan
gratis.
(2) Kepala desa/Lurah dan Camat wajib mendahulukan dan mengutamakan
pelayanan kepada peserta didik atau Orang tua/Wali yang melengkapi
persyaratan kelengkapan peseryaratan program pendidikan gratis.
Pasal 15
Syarat dan kelengkapan persyaratan, tata cara verifikasi berkas kelengkapan
persyaratan dan waktu sebagaimana dimaksud dalam pasal 11, pasal 12 dan pasal
13, diatur oleh masih-masing satuan pendidikan dengan mengacu pada peraturan
daerah ini atau pedoman yang ditetapkan oleh Pemerintah daerah.
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 161
Bagian Keempat
Pemutusan
Pasal 16
(1) Pemutusan penerimaan program pendidikan gratis kepada peserta dapat dilakukan oleh Pimpinan satuan pendidikan melalui Surat Keputusan Satuan
Pendidikan setelah berkoordinasi dan mendapat persetujuan dari Komite
Sekolah, Dewan Pendidikan dan Dikpora
(2) Pemutusan peserta didik untuk menerima program pendidikan gratis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan apabila :
e. Tingkat kehadiran peserta didik mengikuti proses belajar dikelas kurang dari 85 % (delapan puluh lima persen) dalam satu tahun tanpa alasan dan
keterangan yang jelas;
f. Peserta didik pindah atau keluar dari sekolah yang menyelenggarakan program pendidikan gratis;
g. Peserta didik tidak naik kelas sebanyak 2 kali secara berturut-turut pada kelas yang sama dan jenjang satuan pendidikan yang sama;
h. peserta didik tidak mematuhi peraturan dan tata tertib sekolah, dan dampak dari perbuatannya sangat berpengaruh buruk terhadap siswa
dan lingkungan sekolah;
i. terlibat penyalahgunaan narkotika, obat terlarang, dan zat adiktif.
Pasal 17
Tata cara pemutusan pemberian penerimaan program pendidikan gratis
sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 diatur lebih lanjut oleh satuan
pendidikan dengan mengacu pada pedoman yang ditetapkan pemerintah daerah.
BAB VI
PENYELENGGARA,
PENDUKUNG DAN PENGELOLA
Bagian Kesatu
Penyelenggara
Pasal 18
(1) penyelenggaraan program pendidikan gratis diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah
(2) Bupati adalah penanggung jawab dan pembina penyelenggaraan pendidikan gratis
Pasal 19
(1) Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (DIKPORA) adalah penanggung jawab teknis penyelenggaraan pendidikan gratis
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 162
(2) Tugas dan Fungsi Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga dalam penyelenggaraan pendidikan gratis adalah :
a. menyusun dan menetapkan kebijakan/regulasi teknis berupa
petunjuk pelaksana dan petunjuk teknis dan atau kebijakan teknis
lainnya untuk mendukung keberhasilan pelaksanaan penyelenggaraan
pendidikan gratis;
b. mengkoordinir seluruh proses dan tahapan, program dan kegiatan penyelenggaraan pendidikan gratis;
c. melakukan pendataan, verifikasi dan pemutakhiran data dan
informasi peserta didik, anak usia sekolah, anak usia sekolah yang
tidak sekolah dan satuan pendidikan penyelenggra pendidikan gratis
secara berkala;
d. melakukan pengawasan, evaluasi dan memberikan pelaporan
terhadap perkembangan kemajuan program pendidikan gratis secara
berkala kepada Bupati;
e. memberikan supervisi terhadap satuan penyelenggara pendidikan anak usia dini, satuan pendidikan dasar dan satuan pendidikan
menengah yang melaksanakan penyelenggaraan pendidikan gratis;
f. memfasilitasi terselenggaranya pendidikan gratis dimasing-masing
satuan pendidikan dan ;
g. tugas-tugas lainnya yang dilimpahkan Bupati sesuai dengan
kewenangannya dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku
Pasal 20
Rincian Tugas dan fungsi serta Tata Kerja Dinas Pendidikan, Pemuda dan
Olahraga sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih
lanjut dengan Peraturan/Keputusan Bupati
Bagian kedua
Pendukung
Pasal 21
Tugas dan Fungsi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) dalam
penyelenggaraan pendidikan gratis adalah:
a. memfasilitasi perencanaan dan pengembangan pendidikan gratis sesuai dengan kebutuhan pendidikan, laporan Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah
Raga dan kebijakan pembangunan daerah;
b. memfasilitasi Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah raga, Satuan Pendidikan Anak Usia Dini, Satuan Pendidikan Dasar, dan Satuan Pendidikan Menengah
dalam upaya untuk perencanaan dan pengembangan program pendidikan
gratis;
c. membantu memfasilitasi peningkatan kapasitas tenaga pendidik pada satuan pendidikan anak usia dini, satuan pendidikan dasar, dan satuan pendidikan
menengah dalam penyusunan perencanaan program dan peningkatan
pendidikan gratis dengan berkoordinasi dengan Dinas Teknis/Badan terkait.
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 163
d. memastikan penyelenggaraan pendidikan gratis terakomodir dalam kegiatan dan penganggaran dalam RAPBD setiap Tahunnya
e. melakukan penelitian dan kajian dalam bidang pendidikan untuk
pengembangan kebijakan, program/kegiatan di masa mendatang;
Pasal 22
Tugas dan Fungsi Badan Pengelola Keuangan dan Asset Daerah (BPKAD) dalam
penyelenggaraan pendidikan gratis adalah :
a. melakukan bimbingan dan pembinaan teknis terkait anggaran Program; b. memasukkan anggaran untuk pelaksanaan Program dalam APBD setiap Tahun Anggaran;
c. melakukan asistensi usulan penggunaan anggaran untuk program; d. menerima laporan penggunaan anggaran program yang disampaikan oleh Dinas.
Pasal 23
Tugas dan Fungsi Inspektorat Daerah dalam penyelenggaraan pendidikan gratis
adalah :
a. melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan maupun anggaran Program;
b. melakukan tugas-tugas lain sesuai tugas dan fungsi Inspektorat Daerah terkait dengan pelaksanaan pendidikan gratis.
Pasal 24
Tugas dan Fungsi Kepala Kantor Cabang Dinas (KCD) dalam penyelenggaraan
pendidikan gratis adalah :
a. membantu sekolah-sekolah dalam menyusun rencana kegiatan dan
penganggaran Program;
b. memantau pelaksanaan Program, untuk selanjutnya memberi masukan kepada sekolah-sekolah guna dapat menyempurnakan pelaksanaan Program.
Pasal 25
Tugas dan Fungsi Camat dalam penyelenggaraan pendidikan gratis adalah :
a. membantu sekolah-sekolah dalam memberikan data dan informasi yang dibutuhkan untuk menyusun rencana program;
b. memantau pelaksanaan program di wilayahnya, untuk selanjutnya
memberikan masukan kepada sekolah-sekolah dan atau Dinas dalam rangka
penyempurnaan pelaksanaan Program.
Pasal 26
Tugas dan Fungsi Kepala Desa/Kepala Kelurahan dalam penyelenggaraan
pendidikan gratis adalah:
a. membantu sekolah-sekolah dalam memberikan data dan informasi yang dibutuhkan untuk menyusun rencana Program;
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 164
b. memantau pelaksanaan Program di wilayahnya, untuk selanjutnya
memberikan masukan kepada sekolah-sekolah dan atau KCD dalam rangka
penyempurnaan pelaksanaan Program.
Bagian Ketiga
Pengelola
Pasal 27
(1) Pengelolaan program pendidikan gratis pada tingkat satuan pendidikan
anak usia dini menjadi tanggung jawab pemimpin satuan pendidikan anak
usia dini.
(2) Pengelolaan program pendidikan gratis pada tingkat satuan pendidikan
dasar menjadi tanggung jawab pemimpin satuan pendidikan dasar.
(3) Pengelolaan program pendidikan gratis pada tingkat satuan pendidikan
menengah menjadi tanggung jawab pemimpin satuan pendidikan
menengah
(4) Satuan pendidikan dasar dan satuan pendidikan menengah selaku
pengelolan program pendidikan gratis pada satuan pendidikan wajib
menjaga keberlangsungan pelaksanaan program pendidikan gratis yang
bermutu dan memenuhi Standar Nasional Pendidikan.
(1) Satuan pendidikan dasar dan satuan pendidikan menengah pelaksana
penyelenggara program pendidikan gratis wajib menerima peserta didik
program wajib belajar dari lingkungan sekitarnya tanpa diskriminasi sesuai
daya tampung satuan pendidikan yang bersangkutan.
(2) Satuan pendidikan dasar dan satuan pendidikan menengah penyelenggara
program pendidikan gratis yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dikenakan sanksi administrasi berupa teguran,
penghentian pemberian bantuan hingga penutupan satuan pendidikan
yang bersangkutan.
BAB VII
HAK DAN KEWAJIBAN
Bagian Pertama
Hak dan Kewajiban Pemerintah Daerah
Pasal 28
Pemerintah Daerah berhak mengatur dan menyelenggarakan pembebasan biaya
pendidikan dalam wilayah Kabupaten Sumbawa Barat serta meminta
pertanggungjawaban kegiatan dan keuangan dari pengelola pendidikan gratis
tingkat satuan pendidikan.
Pasal 29
(1) Pemerintah Daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu pada jenjang
pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 165
(2) Pemerintah Daerah wajib menjamin tersedianya anggaran pendidikan gratis dan anggaran pendidikan secara menyeluruh paling kurang 20% di luar gaji
yang dianggarkan melalui APBD Kabupaten Sumbawa Barat.
Bagian Kedua
Hak dan Kewajiban Satuan Pendidikan
Pasal 30
(1) Pengelola pendidikan gratis adalah satuan pendidikan anak usia dini, satuan pendidikan dasar dan satuan pendidikan menengah yang menerima program
pendidikan gratis dari pemerintah daerah
(2) Pengelola pendidikan gratis berhak untuk ; a. menerima peserta didik sesuai dengan daya tampung yang tersedia di masing-
masing sekolah;
b. memperoleh anggaran pendidikan gratis sesuai dengan kebutuhan sekolah dan kemampuan keuangan daerah;
c. mengelola anggaran pendidikan gratis sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
d. memberikan pelayanan pendidikan gratis kepada peserta didik tanpa dihambat pihak lain yang bukan tugasnya;
e. memberikan sanksi kepada peserta didik yang melanggar peraturan dan tata tertib sekolah dan peraturan perundang-undangan lainnya;
f. melakukan pembelaan terhadap pengaduan dan tuntutan yang tidak sesuai dengan kenyataan dalam penyelenggaraan pendidikan; dan
g. menolak permintaan pelayanan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 31
Satuan pendidikan pengelolan pendidikan gratis berkewajiban untuk:
a. menerima peserta didik program wajib belajar dari lingkungan sekitarnya tanpa diskriminasi sesuai daya tampung satuan pendidikan yang
bersangkutan.
b. menyusun perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan pelaksanaan
pendidikan gratis;
c. mengelola anggaran program pendidikan gratis sesuai peruntukkannya
dan berlandaskan pada prinsip-prinsip tata kelola manajemen yang baik;
d. melaksankan program pendidikan gratis yang bermutu dan memenuhi Standar Nasional Pendidikan dan peraturan perundang-udangan yang
berlaku.
e. memelihara sarana, prasarana, dan/atau fasilitas pendidikan ; f. memberikan pelayanan pendidikan yang bermutu kepada pserta didik
sesuai dengan asas penyelenggaraan pendidikan gratis
g. memberikan laporan dan pertanggungjawaban pengelolaan pendidikan gratis yang diselenggarakan kepada pemerintah daerah dan komite
sekolah secara berkala;
h. membantu orang tua siswa/wali atau masyarakat penerima pendidikan gratis dalam memahami hak dan tanggung jawabnya;
Bagian Ketiga
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 166
Hak Dan Kewajiban Orang Tua/Wali dan Masyarakat
Pasal 32
Setiap Orang Tua/Wali berhak :
a. memperolah data dan informasi perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan pelaporan penyelenggaraan pendidikan gratis pada satuan pendidikan
yang menyelenggarakan pendidikan gratis ;
b. berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan penyelenggaraan pendidikan gratis pada satuan pendidikan yang
menyelenggarakan pendidikan gratis;
c. melaporkan dan mengadukan temuan pelanggaran atas pelaksanaan
penyelenggaraan pendidikan kepada pimpinan satuan pendidikan,
Dikpora, Bupati, DPRD dan atau pihak-pihak lainnya dan berhak untuk
memperoleh tanggapan terhadap pengaduan yang diajukan serta
mendapat avdokasi dan perlindungan hukum atas laporan yang
disampaikannya;
d. memperoleh kemudahan dan diperlakukan secara adil/tidak diskriminatif dalam pelayanan pengurusan kelengapakan dokumen persyaratan
penerimaan program pendidikan gratis.
e. mendapat pelayanan yang berkualitas sesuai dengan asas dan tujuan penyelenggaraan pendidikan gratis.
Pasal 33
Setiap orang tua/wali peserta pendidikan gratis berkewajiban untuk;
a. melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap anak; b. berpartisipasi dalam pengembangan program pendidikan gratis dan mengikuti kegiatan yang diselenggarakan sekolah untuk pengembangan
kualitas murid/siswa;
c. mematuhi peratuan dan tata tertib yang diberlakukan sekolah d. menanggung biaya sendiri apabila anak/siswa tidak naik kelas e. mematuhi dan memenuhi segala peraturan perundang-undangan yang berlaku;
f. ikut menjaga terpeliharanya sarana, prasarana, dan/atau fasilitas pendidikan; dan
g. berpartisipasi aktif dan mematuhi peraturan yang terkait dengan penyelenggaraan pendidikan gratis.
Pasal 34
(1) Masyarakat berhak menyampaikan kepada pemerintah daerah jika terdapat anak usia 7 sampai dengan 18 tahun yang tidak bersekolah.
(2) Masyarakat diwajibkan menyampaikan kepada pemerintah daerah jika terdapat anak usia 7 sampai dengan 18 tahun dipekerjakan sebagaimana
layaknya tenaga kerja baik di dalam maupun di luar lingkungan keluarganya
pada jam penyelenggaraan sekolah.
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 167
Bagian Keempat
Hak dan Kewajiban Peserta Didik
Pasal 35
(1) Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak :
a. pemperoleh pelayanan pendidikan gratis yang bermutu dari satuan pendidikan
sesuai standar dan peraturan yang berlaku;
b. mendapatkan pendidikan Agama sesuai agama dianutnya dan pendidikan budi
pekerti dan akhlak mulia yang terintegrasi pada semua mata pelajaran;
c. mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat dan minat siswa;
d. penyelesaian program pendidikan sesuai dengan kecepatan belajar masing-
masing dan tidak menyimpang dari batas waktu yang ditetapkan;
e. mendapatkan buku pelajaran minimal buku yang masuk dalam ujian akhir
nasional.
(2) Setiap peserta didik yang tidak mampu, berhak untuk diprioritaskan dalam
pemberian pendidikan gratis, pemberian tambahan dana bantuan atau beasiswa dari
pemerintah, pemerintah daerah dan lembaga penyantun lainnya.
Pasal 36
(1) Setiap peserta didik berkewajiban untuk ; a. menjaga norma-norma pendidikan baik di dalam dan atau di luar lingkungan
sekolah untuk menjamin keberlangsungan proses dan keberhasilan pendidikan;
b. mentaati peraturan/tata tertib sekolah;
c. menyelesaikan jenjang pendidikan sesuai dengan batas waktu yang ditetapkan.
Bagian Kelima
Hak dan Kewajiban Tenaga Pendidik
Pasal 37
Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, tenaga pendidik berhak;
a. Memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial;
b. Mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja; c. Memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan
intelektual;
d. Memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi; e. Memperoleh dan memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran untuk
menunjang kelancaran tugas keprofesionalan;
f. Memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut menentukan kelulusan, penghargaan, dan/atau sanksi kepada peserta didik sesuai dengan
kaidah pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perundang-undangan;
g. Memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas; h. Memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi; i. Memiliki kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan; j. Memperoleh kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualifikasi k. akademik dan kompetensi; dan/atau l. Memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi dalam bidangnya.
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 168
Pasal 38
Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, tenaga pendidik berkewajiban; a. Merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu,
serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran;
b. Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan
seni;
c. Bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan
status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran;
d. Menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika; dan
e. Memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.
BAB VIII
PENDANAAN PENDIDIKAN GRATIS
Bagian Kesatu
Pengalokasian Dana Pendidikan Gratis
Pasal 39
(1) Sumber pendanaan pendidikan gratis ditentukan berdasarkan prinsip keadilan, kecukupan, dan keberlanjutan.
(2) Penyediaan pendanaan pendidikan gratis menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah bersama DPRD.
(3) Pemerintah Daerah dan DPRD wajib untuk mengalokasikan anggaran pendidikan gratis dalam APBD untuk para peserta didik yang terdaftar
pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar dan pendidikan
menengah.
(4) Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD) pada sektor pendidikan.
(5) Alokasi anggaran minimal 20% harus diprioritaskan terlebih dahulu untuk memenuhi cakupan program pendidikan gratis;
(6) Pemerintah Daerah dapat menyediakan Dana Abadi Sekolah sebagai jaminan penyelenggaraan pendidikan gratis;
(7) Dana Abadi Sekolah diperuntukkan untuk operasional sekolah pada satuan pendidikan yang menyelanggarakan pendidikan gratis;
(8) Besarnya Dana Abadi Sekolah pada masing-masing satuan pendidikan dan mekanisme pengelolaan Dana Abadi Sekolah diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Bupati
Bagian Kedua
Komponen Pembiayaan
Pasal 40
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 169
Komponen pembiayaan penyelenggaraan pendidikan gratis meliputi biaya kegiatan proses belajar mengajar yang mencakup biaya opesional, pemeliharaan, ekstrakurikuler, insentif pendidik dan tenaga kependidikan.
Pasal 41
Pengelolaan dana pendidikan gratis didasarkan atas prinsip-prinsip umum
pengelolaan dan pendidikan, meliputi ;
a. prinsip keadilan; b. prinsip efisiensi; c. prinsip transparansi; dan d. prinsip akuntabilitas publik.
Pasal 42
(1) Prinsip keadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan dengan memberikan akses pelayanan pendidikan yang seluas-luasnya dan
merata kepada peserta didik atau calon peserta didik, tanpa membedakan
latar belakang suku, ras, agama, jenis kelamin, dan kemampuan atau
status sosial-ekonomi.
(2) Prinsip efisiensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dengan mengoptimalkan akses, mutu, relevansi, dan daya saing pelayanan
pendidikan.
(3) Prinsip transparansi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan dengan memenuhi asas kepatutan dan tata kelola yang baik
dapat dipertanggungjawabkan secara transparan kepada pemangku
kepentingan pendidikan.
(4) Prinsip akuntabilitas publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dilakukan dengan memberikan pertanggungjawaban atas kegiatan yang
dijalankan oleh penyelenggara atau satuan pendidikan kepada pemangku
kepentingan pendidikan
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai komponen pembiayaan, pengelolaan dan prinsip-prinsip pengelolaan dana pendidikan gratis sebagaimana
dimaksud dalam pasal 40 dan 41 dan pada pasal 42 ayat (1), ayat (2)
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati dengan merujuk pada
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bagian Ketiga
Penyaluran dan Dana Abadi Sekolah
Dana Pendidikan Gratis
Pasal 43
(1) Penyaluran dana pendidikan diberikan Dikpora langsung kepada masing-masing satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan gratis sesuai
dengan jumlah peserta didik yang ditetapkan masing-masing satuan
pendidikan;
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 170
(2) Penyaluran dana pendidikan kepada masing-masing satuan pendidikan selambat-lambatnya diberikan 30 hari sejak APBD ditetapkan oleh
Pemerintah Daerah dan DPRD.
(3) Untuk mengatasi keterlambatan dalam penyaluran dana pendidikan ke masing-masing satuan pendidian Sekolah menggunakan Dana Abadi Sekolah
(4) Dana Abadi Sekolah adalah dana cadangan sekaligus dana deposito sekolah yang diperuntukkan dan digunakan hanya untuk operasional satuan
pendidikan sebelum dana program pendidikan gratis diterima oleh masing-
masing ssatuan pendidikan
Bagian Keempat
Pengawasan dan Pemeriksaan
Pasal 44
(1) Pengawasan penerimaan dan penggunaan dana pendidikan gratis dilakukan oleh pemerintah daerah atau pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Pemeriksaan penerimaan dan penggunaan dana pendidikan gratis dalam rangka pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 45
(1) Pengawasan penerimaan dan penggunaan dana satuan pendidikan gratis yang diselenggarakan oleh masyarakat dilakukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan dan anggaran dasar serta anggaran rumah
tangga penyelenggara atau satuan pendidikan yang bersangkutan.
(2) Pemeriksaan penerimaan dan penggunaan dana dalam rangka pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Bagian Kelima
Pertanggungjawaban
Pasal 46
(1) Dana pendidikan gratis pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah dan pemerintah dipertanggungjawabkan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Dana pendidikan gratis pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan dan anggaran dasar serta anggaran rumah tangga
penyelenggara atau satuan pendidikan yang bersangkutan.
Pasal 47
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 171
(1) Setiap satuan pendidikan yang menerima dan mengelolan dana pendidikan gratis wajib untuk mengelola anggaran sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku dan menerapkan prinsip transparans, akuntabel,
efisien, efektif dan tepat sasaran.
(2) Setiap satuan pendidikan wajib untuk melaporkan dan
mempertanggungjawabkan pengelolaan anggaran bantuan pendidikan
secara jelas, terbuka dan berkala kepada Dinas Pendidikan dan para
pemangku kepentingan.
(3) Pelaporan pengelolaan dana bantuan sebagaimana dimaksud dilaporkan sesuai dengan prinsip atau standar akuntansi yang berlaku pada lingkungan
pemerintah daerah.
Bagian Keenam
Sumbangan Sukarela
Pasal 48
Dalam rangka peningkatan mutu pendidikan satuan pendidikan dapat menarik
sumbangan sukarela atau pungutan dari peserta didik, orang tua, dan/atau
walinya dengan ketentuan sebagai berikut:
a. didasarkan pada perencanaan investasi dan/atau operasi yang jelas dan
dituangkan dalam rencana strategis, rencana kerja tahunan, serta anggaran
tahunan yang mengacu pada Standar Nasional Pendidikan;
b. perencanaan investasi dan/atau operasi sebagaimana dimaksud pada huruf a
diumumkan secara transparan kepada pemangku kepentingan satuan
pendidikan;
c. dana yang diperoleh disimpan dalam rekening atas nama satuan pendidikan;
d. dana yang diperoleh dibukukan secara khusus oleh satuan pendidikan
terpisah dari dana yang diterima dari penyelenggara satuan pendidikan;
e. tidak dipungut dari peserta didik atau orang tua/walinya yang tidak mampu
secara ekonomis;
f. menerapkan sistem subsidi silang yang diatur sendiri oleh satuan
pendidikan;
g. digunakan sesuai dengan perencanaan sebagaimana dimaksud pada huruf a;
h. tidak dikaitkan dengan persyaratan akademik untuk penerimaan peserta
didik, penilaian hasil belajar peserta didik, dan/atau kelulusan peserta didik
dari satuan pendidikan;
i. sekurang-kurangnya 75% (tujuh puluh lima persen) dari total dana pungutan
peserta didik atau orang tua/walinya digunakan untuk peningkatan mutu
pendidikan;
j. tidak dialokasikan baik secara langsung maupun tidak langsung untuk
kesejahteraan anggota komite sekolah/madrasah atau lembaga representasi
pemangku kepentingan satuan pendidikan;
k. pengumpulan, penyimpanan, dan penggunaan dana diaudit oleh akuntan
publik dan dilaporkan kepada Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga,
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 172
apabila jumlahnya lebih dari jumlah tertentu yang ditetapkan Dinas
Pendidikan, Pemuda, dan OlahRaga;
l. pengumpulan, penyimpanan, dan penggunaan dana dipertanggung
jawabkan oleh satuan pendidikan secara transparan kepada pemangku
kepentingan pendidikan terutama orang tua/wali peserta didik, dan
penyelenggara satuan pendidikan; dan
m. sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 49
(1) Sebelum melakukan pungutan satuan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 48 satuan pendidikan tersebut harus mendapat persetujuan sekurang-
kurangnya 75% suara dari para peserta didik, orang tua dan atau walinya di satuan
pendidikan bersangkutan dan disetujui oleh Dinas Pendidikan, Pemuda dan
Olahraga
(2) Pungutan tersebut besifat sukarela, tidak mengikat, memaksa dan sanksi kepada peserta atau orang tua/wali dan tidak mengikat kepada siswa/murid atau orang
tuang/wali yang tidak setuju untuk membayar sumbangan
(3) Pungutan yang dilakukan satuan pendidikan tidak boleh melanggar peraturan perundang-undangan atau meresahkan orang tua/wali
(4) Dana yang berasal dari pungutan wajib dipertanggungjawabkan oleh pemimpin satuan pendidikan kepada pemangku kepentingan pendidikan secara periodik
tahunan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan peraturan
penyelenggara atau satuan pendidikan.
BAB IX
STANDAR PELAYANAN
Bagian Pertama
Standar Pelayanan
Pasal 50
(1) Setiap satuan pendidikan yang menyelenggaraan program pendidikan gratis wajib untuk menyusun standar pelayanan minimal (SPM) ;
(2) Penyusunan standar pelayanan minimal pada masing-masing satuan pendidikan mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku;
(3) Penyusunan dan penetapan SPM pada masing-masing satuan pendidikan disusun secara terbuka dan partisipatif dengan melibatkan komite sekolah, dewan pendidikan,
atau lembaga swadaya masyarakat atau badan lain yang memiliki
kepedulian/perhatian dibidang pendidikan;
(4) Pimpinan satuan pendidikan menetapkan SPM melalui Surat Keputusan Pimpinan. (5) Setiap satuan pendidikan berkewajiban untuk melaksankaan SPM yang telah
ditetapkan pada masing-masing satuan pendidikan;
(6) Pemerintah daerah dapat memfasilitasi sekolah yang belum dapat menyusun dan menetapkan SPM dan atau membuat pedoman penyusunan SPM untuk satuan
pendidikan yyang menyelenggarakan program pendidikan gratis ;
Pasal 51
(1) Setiap satuan pendidikan yang menyelenggarakan program pendidikan gratis berkewajiban menjaga dan meningkatkan mutu pendidikan gratis
sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan yang berlaku ;
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 173
(2) Standar Nasional Pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi: a. Standar isi
b. Standar proses c. Standar kompetensi kelulusan
d. Standar pendidikan dan tenaga kependidikan e. Standar sarana dan prasarana
f. Standar pengelolaan
g. Standar pembiayaan ; dan
h. Standar penilaian pendidikan (3) Untuk menjaga dan menjamin mutu pendidikan Dinas Pendidikan, Pemuda
dan Olahraga melakukan pembinaan, pengawasan dan evaluasi kepada
pimpinan satuan pendidikan
(4) Tatacara pengendalian mutu dan standar sebagaimana dimaksu pada ayat (2) dan ayat (3) akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati dengan
mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku,
Bagian Kedua
Sistem Informasi
Pasal 52
(1) Dalam rangka memberikan dukungan informasi terhadap penyelenggaraan
pelayanan pendidikan gratis perlu diselenggarakan Sistem Informasi program
Pendidikan gratis
(2) Sistem Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi semua data dan
informasi pelayanan pendidikan gratis yang berasal dari ppemerintah daerah
dan satuan pendidikan yang mengelola program pendidikan gratis;
(3)Pemerintah daerah dan satuan pendidikan berkewajiban mengelola sistem
data dan informasi layanan program pendidikan gratis yang terdiri atas sistem
informasi elektronik atau nonelektronik, sekurang-kurangnya meliputi:
g. profil Penyelenggara pendidikan; h. profil Pelaksana pendidikan; i. profil penerima program pendidikan gratis; j. anggaran program pendidikan gratis; k. kebijakan program pendidikan gratis; l. standar pelayanan minimal pendidikan gratis; m. maklumat pelayanan pendidikan gratis; dan n. penilaian kinerja.
(4) Penyelenggara berkewajiban menyediakan informasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) kepada masyarakat secara terbuka dan mudah diakses.
Bagian Kedua
Indeks Kepuasan Masyarakat
Pasal 53
Tujuan penyusunan IKM pendidikan gratis adalah untuk ;
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 174
a. mendapatkan tanggapan balik (feedback) secara berkala atas kinerja/kualitas
pelayanan yang diberikan pemerintah daerah dan satuan pendidikan kepada
masyarakat sebagai bahan untuk menetapkan kebijakan dalam rangka
peningkatan kualitas pelayanan program pendidikan gratis
b. memberikan informasi kepada para pemangku kepentingan mengenai potret
kinerja layanan pendidikan menurut perspektif peserta didik (siswa) sebagai
pengguna layanan.
c. Sebagai bahan untuk memunculkan berbagai inovasi program pendidikan gartis
di tahun selanjutanya.
Pasal 54
Penilaian indeks kepuasan layanan pendidikan gratis dengan menggunakan
enam indikator utama, yang meliputi:
a. Metode Pembelajaran,
b. Metode evaluasi belajar,
c. Kinerja guru,
d. Fasilitas sekolah,
e. Tata kelola sekolah dan
f. etika pelayanan.
Pasal 55
(1) IKM dilaksanakan sekurang-kurangnya setiap 2 (dua) tahun sekali
(2) IKM dapat dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah atau Satuan Pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan dan hasil IKM dipublikasikan secara luas kepada
para pemangku kepentingan pendidikan
(3) Pemerintah daerah dapat melakukan kerjasama dengan pihak ketiga yang memiliki kompetensi dan kapasitas untuk melaksanakan IKM secara berkala;
Bagian Ketiga
Unit Pengaduan Masyarakat
Pasal 56
(1) Pemerintah daerah berkewajiban menyediakan sarana pengaduan masyarakat atas pelaksanaan program pendidikan gratis dan mengumumkan nama dan alamat
penanggung jawab pengelola pengaduan, serta sarana pengaduan yang disediakan.
(2) Pemerintah daerah dapat membentuk Kelompok Kerja atau Unit Pengaduan Masyarakat yang bertugas mengelola pengaduan yang berasal dari penerima program
pendidikan gratis, Orang Tua/wali, Perseorang/Badan Hukum, masyarakat dan para
pemangku kepentingan pendidikan;
(3) Kelompok Kerja atau Unit Pengaduan Masyarakat yang dibentuk Pemda berkewajiban untuk menindaklanjuti hasil pengelolaan pengaduan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2).
Pasal 57
(1) Kelompok Kerja atau Unit Pengaduan Masyarakat atau nama lain yang
dibentuk pemda berkewajiban menyusun mekanisme pengelolaan pengaduan
dari penerima pelayanan dengan mengedepankan asas penyelesaian yang
cepat dan tuntas.
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 175
(2) Materi dan mekanisme pengelolaan pengaduan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur lebih lanjut oleh kelompok Kerja/UPM atau sebutan lain.
(3) Materi pengelolaan pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
sekurang-kurangnya meliputi:
k. identitas pengadu; l. prosedur pengelolaan pengaduan; m. penentuan Pelaksana yang mengelola pengaduan; n. prioritas penyelesaian pengaduan; o. pelaporan proses dan hasil pengelolaan pengaduan kepada atasan pelaksana;
p. rekomendasi pengelolaan pengaduan; q. penyampaian hasil pengelolaan pengaduan kepada pihak terkait; r. pemantauan dan evaluasi pengelolaan pengaduan; s. dokumentasi dan statistik pengelolaan pengaduan; dan t. pencantuman nama dan alamat penanggung jawab serta sarana pengaduan yang mudah diakses.
Bagian Keempat
Penilaian Kinerja
Pasal 58
(1) Pemerintah daerah berkewajiban melakukan penilaian kinerja penyelenggaraan
program pendidikan gratis yang dilaksanakan satuan pendidikan secara berkala.
(2) Pimpinan satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan gratis berkewajiban untuk melakukan penilaian kinerja terhadap tenaga pendidik secara berkala;
(3) Penilaian kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
menggunakan indikator kinerja berdasarkan standar pelayanan minimal yang dtelah
ditetapkan.
BAB X
PENGAWASAN DAN EVALUASI
Bagian Kesatu
Pengawasan
Pasal 59
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 176
(1) Pemerintah Daerah, DPRD, Dewan Pendidikan, Komite Sekolah, DPRD dan para pemangku kepentingan wajib melakukan pengawasan atas penyelenggaraan
pendidikan gratis pada jenjang pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar dan
menengah.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas.
(3) Ketentuan mengenai pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Keputusan Bupati.
Bagian Kedua
Evaluasi Program Pendidikan Gartis
Pasal 60
(1) Evaluasi program pendidikan gratus bertujuan untuk pengendalian mutu pendidikan gratis secara keseluruhan sebagai bentuk akuntabilitas
penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
(2) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilakukan oleh Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga secara berkala.
(3) Evaluasi terhadap pelaksanaan program pendidikan gratis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya meliputi:
a. tingkat pencapaian penyelenggaraan pendidikan gratis;
b. pelaksanaan kurikulum pendidikan pada masing-masing satuan
pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar dan pendidikan menengah;
c. hasil belajar peserta didik pada masing-masing satuan pendidikan; dan
d. realisasi anggaran.
(4) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaporkan kepada Bupati.
(5) Atas dasar hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Bupati melakukan evaluasi komprehensif untuk menilai:
a. ketercapaian penyelenggaraan pendidikan gratis;
b. kemajuan penyelenggraan pendidikan gratis; dan
c. hambatan penyelenggaraan pendidikan gratis.
(6) Evaluasi terhadap pelaksanaan penyelenggaraan pendidikan gratis dapat dilakukan oleh lembaga evaluasi mandiri yang didirikan masyarakat sesuai
Standar Nasional Pendidikan.
Bagian Ketiga
Evaluasi Belajar
Pasal 61
(1) Evaluasi belajar peserta didik menjadi tanggung jawab guru dan satuan pendidikan yang bersangkutan, yang meliputi proses dan hasil belajar
dengan menerapkan prinsip ketuntasan belajar secara berkesinambungan.
(2) Jenis evaluasi hasil belajar pada satuan pendidikan meliputi:
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 177
a. penilaian kelas; b. ujian akhir; c. test kemampuan dasar; dan d. penilaian mutu.
(3) Evaluasi peserta didik dilakukan secara berkala, menyeluruh, transparan, dan sistemik untuk mencapai standar kompetensi tertentu.
(4) Peserta didik berhak mendapat sertifikasi atas dasar evaluasi yang dilakukan. (5) Sertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berbentuk ijazah dan
sertifikasi kompetensi
(6) Lembaga pendidikan yang terakreditasi berhak memberi ijazah kepada peserta didik sebagai pengakuan terhadap prestasi belajar dan/atau
penyelesaian suatu satuan pendidikan setelah lulus dalam ujian.
(7) Penyelenggara pendidikan dan pelatihan berhak memberikan sertifikat kompetensi kepada peserta didik dan warga masyarakat sebagai pengakuan
terhadap kompetensi untuk melakukan pekerjaan tertentu setelah lulus uji
kompetensi.
Bagian Keempat
Evaluasi Kinerja
Pasal 62
(1) Evaluasi kinerja tenaga pendidik menjadi tanggung jawab atasan langsung dari satuan pendidikan, yang meliputi:
a. perencanaan; b. pelaksanaan; c. penilaian hasil belajar;
d. analisis hasil belajar; dan. e. perbaikan dan pengayaan.
(2) Evaluasi kinerja tenaga pendidik dilakukan secara berkala, menyeluruh, transparan, dan sistemik.
(3) Tes kompetensi dan sertifikasi tenaga pendidik merupakan salah satu bentuk evaluasi kinerja tenaga pendidik dalam rangka peningkatan dan
pengembangan tenaga kependidikan.
(4) Evaluasi kinerja yang dilakukan masyarakat atas penyelenggaraan pelayanan yang diterima dari satuan pendidikan berdasarkan Standar Pelayanan
Minimal.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara evaluasi kinerja diatur dengan Peraturan Bupati.
BAB XI
PERAN SERTA MASYARAKAT
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 63
(1) Peran serta masyarakat dalam pendidikan gartis meliputi peran serta
perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 178
organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu
pelayanan pendidikan gratis.
(2) Masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna
hasil pendidikan gratis.
(3) masyarakat dapat melakukan pemantauan, pengawasan dan meminta
laporan pertanggungjawaban atas pelaksanaan pengelolaan anggaran
pendidikan gratis ;
(4) Ketentuan mengenai peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati mengacu
pada Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua
Pendidikan Berbasis Masyarakat
Pasal 64
(1) Masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat
pada pendidikan formal dan nonformal sesuai dengan kekhasan agama,
lingkungan sosial, dan budaya untuk kepentingan masyarakat.
(2) Penyelenggara pendidikan berbasis masyarakat mengembangkan dan
melaksanakan kurikulum dan evaluasi pendidikan, serta manajemen dan
pendanaannya sesuai dengan standar nasional pendidikan.
(3) Dana penyelenggaraan pendidikan berbasis masyarakat dapat bersumber
dari penyelenggara, masyarakat, Pemerintah, Pemerintah Daerah dan/atau
sumber lain yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
(4) Lembaga pendidikan berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan
teknis, subsidi dana, dan sumber daya lain secara adil dan merata dari
Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.
(5) Ketentuan mengenai peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Bupati dengan berpedoman pada peraturan perundnag-undangan yang
berlaku.
Bagian Ketiga
Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah
Pasal 65
(1) Masyarakat berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan
gratis yang meliputi perencanaan, pengawasan, dan evaluasi program
pendidikan gratis melalui dewan pendidikan dan Komite Sekolah.
(2) Dewan pendidikan mewadahi peran serta masyarakat dalam rangka
peningkatan mutu, pemerataan dan efisiensi pengelolaan pendidikan
gratis, meningkatkan tanggung jawab dan peran aktif dari seluruh lapisan
masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan gratis; dan menciptakan
suasana dan kondisi transparan, akuntabel, dan demokratis dalam
penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan gartis yang bermutu.
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 179
(3) Dalam mendukung ketercapaian program pendidikan gratis Dewan
Pendidikan berfungsi sebagai:
a. pemberi pertimbangan; b. pendukung; c. pengontrol; dan d. mediator.
(4) Dewan pendidikan dan Komite Sekolah dapat memberikan laporan langsung
kepada dikpora dan atau Bupati atas pelaskanaan program pendidikan gratis
berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan oleh Dewan Pendidikan
BAB XII
PENGHARGAAN
Pasal 66
(1) Bupati wajib memberikan penghargaan kepada satuan pendidikan yang memiliki kinerja dan prestasi sangat baik dalam penyelenggaraan program pendidikan
gratis di Kabupaten Sumbawa Barat
(2) Bupati wajib memberikan penghargaan kepada para tenaga pendidik yang memiliki kinerja dan prestasi sangat baik dalam memberikan layanan pendidikan
kepada para peserta didik;
(3) Bupati wajib memberikan penghargaan kepada peserta didik yang berasal dari fakir miskin dan memiliki prestasi baik pada satuan pendidikan;
(4) Pemberian penilaian dan penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) didasarkan atas hasil laporan kinerja dan evaluasi Dikpora, laporan hasil
Indeks Kepuasaan Masyarakat dan indikator penilaian lainnya yang dilaksanakan
secara obyektif.
(5) Pemberian penilaian dan penghargaan kepada peserta didik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) didasarkan atas hasil prestasi yang dicapai pada satuan
pendidikan dan pencapaian prestasi lainnya dan penilaiannya dilakukan secara
obyektif.
(6) Satuan pendidikan, tenaga pendidik dan peserta didik yang berprestasi diumumkan secara terbuka melalui media massa atau media lainnya kepada para
pemangku kepentingan dan masyarakat;
(7) Materi, Bentuk, waktu dan Tata Cara dan penetepan pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ayat (2) dan ayat (3) diatur lebih lanjut
dengan Peraturan/Keputusan Bupati
BAB XIII
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 67
(1) Bupati berwenang memberikan sanksi administratif terhadap
penyelenggara pendidikan pada semua tingkatan yang melakukan
pelanggaran terhadap Peraturan Daerah ini.
(2) Sanksi administrasif sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat berupa:
a. teguran/peringatan; b. pencabutan ijin pendirian sekolah/penyelenggaraan pendidikan ; c. pembubaran.
(2) Pelanggaran terhadap Peraturan Daerah ini bagi Pegawai Negeri Sipil
dikenakan sanksi administratif sesuai dengan ketentuan Peraturan
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 180
Perundang-Undangan yang berlaku.
BAB XIV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 68
Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka penyelenggaraan program
pendidikan gratis yang saat ini masih berjalan berdasarkan Peraturan Bupati
Nomor 11 Tahun 2006 tetap dinyatakan sah dan berlaku hingga akhir anggaran
tahun APBD berjalan;
BAB XV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 69
(1) Semua peraturan yang diperlukan untuk melaksanakan Peraturan Daerah ini harus diselesaikan paling lambat dua tahun terhitung sejak berlakunya
Peraturan Daerah ini.
(2) Untuk mengukur efektivitas keberlakukan peraturan daerah ini, maka perlu dilakukan evaluasi setiap 2 tahun.
Pasal 70
Pada saat mulai berlakunya Peraturan Daerah ini, Peraturan Bupati Nomor 11
Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Pendidikan Gratis
dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 71
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten
Sumbawa Barat
Ditetapkan di Taliwang
Pada...tanggal.....2011
BUPATI SUMBAWA BARAT,
ZULKIFLI MUHADLI
Diundangkan di Taliwang
pada tanggal ...................2011
SEKRETARIS DAERAH
KABUPATEN SUMBAWA BARAT,
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 181
MUSYAFIRIN
BERITA DAERAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT TAHUN
.......... NOMOR...
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 182
BUPATI SUMBAWA BARAT
PERATURAN BUPATI SUMBAWA BARAT
NOMOR 11 TAHUN 2006
TENTANG
PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM PENDIDIKAN GRATIS
DI KABUPATEN SUMBAWA BARAT
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI SUMBAWA BARAT,
Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan cakupan sasaran
pelayanan pendidikan kepada seluruh masyarakat, telah
diambil suatu kebijakan Pembiayaan Sekolah melalui
Program Pendidikan Gratis di Kabupaten Sumbawa Barat;
b. bahwa agar penyelenggaraan kegiatan sebagaimana dimaksud
pada huruf a dapat berjalan efektif, perlu ditetapkan Pedoman
Pelaksanaannya;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dan huruf b perlu ditetapkan dengan Peraturan
Bupati.
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional;
39. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2003 tentang
Pembentukan Kabupaten Sumbawa Barat di Provinsi Nusa
Tenggara Barat;
40. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 183
Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagai
Undang-Undang;
41. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah;
42. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen;
43. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1990 tentang
Pendidikan Dasar sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 1998;
44. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1990 tentang
Pendidikan Menengah sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 1998;
45. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1992 tentang Peran
Serta Masyarakat dalam Pendidikan Nasional;
46. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan;
47. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor
036/U/1995 tentang Pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan
Dasar;
48. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 044/U/2002
tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah;
49. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 060/U/2002
tentang Pedoman Pendirian Sekolah;
50. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 11 Tahun
2005 tentang Buku Teks Pelajaran;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN
PROGRAM PENDIDIKAN GRATIS DI KABUPATEN SUMBAWA BARAT.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 184
Pasal 1
Dalam Peraturan Bupati ini yang dimaksud dengan :
74. Daerah adalah Kabupaten Sumbawa Barat.
75. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat.
76. Kepala Daerah adalah Bupati Sumbawa Barat.
77. Dinas adalah Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Sumbawa Barat.
78. Badan Pengelola Keuangan dan Asset Daerah yang selanjutnya disingkat BPKAD adalah
Badan Pengelola Keuangan dan Asset Daerah Kabupaten Sumbawa Barat.
79. Peserta Belajar adalah para siswa sekolah mulai tingkat TK/RA, SD/MI, SMP/MTs sampai
SMA/SMK/MA yang terdaftar di sekolahnya masing-masing.
80. Program Pendidikan Gratis yang selanjutnya disebut Program adalah suatu upaya yang
ditempuh Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat untuk memberikan bantuan biaya
pendidikan kepada Peserta Belajar sebagai pengganti biaya operasional pendidikan yang
sebelumnya menjadi beban tanggungan orang tua/wali siswa selama mengikuti pendidikan
mulai Tingkat TK/RA sampai dengan SMA/SMK/MA.
BAB II
TUJUAN DAN SASARAN
Bagian Pertama
Tujuan
Pasal 2
Program Pendidikan Gratis bertujuan untuk :
a. meringankan biaya pendidikan dari tingkat TK/RA, SD/MI, SMP/MTs sampai
SMA/SMK/MA baik negeri maupun swasta yang sebelumnya menjadi tanggungan orang
tua/wali siswa peserta belajar;
b. memperkecil dan atau menghilangkan angka putus sekolah dalam kurun waktu selama 1 – 5
tahun di Kabupaten Sumbawa Barat;
c. meningkatkan kualitas sumberdaya manusia di Kabupaten Sumbawa Barat.
Bagian Kedua
Sasaran
Pasal 3
Sasaran Program Pendidikan Gratis adalah seluruh peserta belajar yang terdaftar di sekolahnya
masing-masing dan telah dilakukan verifikasi oleh pihak sekolah serta dilaporkan kepada Dinas.
BAB III
PARA PIHAK TERKAIT DAN TUGAS FUNGSI
Bagian Pertama
Para Pihak Terkait
Pasal 4
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 185
Untuk kelancaran dan suksesnya Program Pendidikan Gratis perlu keterlibatan para pihak, yaitu:
a. Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (DIKPORA);
b. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA);
c. Badan Pengelola Keuangan dan Asset Daerah (BPKAD);
d. Inspektorat Daerah;
e. Dinas Kehutanan, Pertanian, Perkebunan dan Ketahanan Pangan (DISHUPPTAN);
f. Kepala Kantor Cabang Dinas (KCD) Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga;
g. Sekolah-sekolah;
h. Guru;
i. Camat;
j. Kepala Desa;
k. Orang tua/wali siswa;
l. Komite Sekolah.
Bagian Kedua
Tugas Fungsi
Pasal 5
Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (DIKPORA) mempunyai tugas dan fungsi :
a. menghimpun data seluruh peserta belajar yang dilaporkan pihak Sekolah;
b. melakukan pendataan seluruh anak usia sekolah yang tidak bersekolah;
c. melakukan pemutakhiran data terkait huruf a dan b di atas;
d. menyusun dan menetapkan mekanisme kerja, standar dan lain-lainnya terhadap perencanaan
penganggaran, proses dan prosedur pengajuan, pencairan, pengawasan, pertanggungjawaban,
pelaporan dan evaluasi pelaksanaan Program.
Pasal 6
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) mempunyai tugas dan fungsi :
f. melakukan bimbingan dan pembinaan umum terhadap sistem perencanaan Program;
g. memasukkan jenis kegiatan dan penganggaran dari Program ke dalam bagian perencanaan
pembangunan daerah, terutama melalui RAPBD setiap Tahun Anggaran.
Pasal 7
Badan Pengelola Keuangan dan Asset Daerah (BPKAD) mempunyai tugas dan fungsi :
a. melakukan bimbingan dan pembinaan teknis terkait anggaran Program;
b. memasukkan anggaran untuk pelaksanaan Program dalam APBD setiap Tahun Anggaran;
c. melakukan asistenti usulan penggunaan anggaran untuk Program;
d. menerima laporan penggunaan anggaran Program yang disampaikan oleh Dinas.
Pasal 8
Inspektorat Daerah mempunyai tugas dan fungsi :
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 186
a. melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan maupun anggaran
Program;
b. melakukan tugas-tugas lain sesuai tugas dan fungsi Inspektorat Daerah terkait dengan
pelaksanaan pendidikan.
Pasal 9
Dinas Kehutanan, Pertanian, Perkebunan dan Ketahanan Pangan mempunyai tugas dan fungsi :
a. membuat dan/atau mengesahkan Sertifikat Gerakan Sejuta Pohon (GSP) yang dipergunakan
sebagai syarat untuk pemberian bantuan pendidikan dari Program;
b. membuat dan melaksanakan sistem Gerakan Sejuta Pohon.
Pasal 10
Kepala Kantor Cabang Dinas (KCD) Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga mempunyai tugas
dan fungsi :
a. membantu sekolah-sekolah dalam menyusun rencana kegiatan dan penganggaran Program;
b. memantau pelaksanaan Program, untuk selanjutnya memberi masukan kepada sekolah-
sekolah guna dapat menyempurnakan pelaksanaan Program.
Pasal 11
Sekolah-sekolah mempunyai tugas dan fungsi :
a. melaporkan data dan keadaan seluruh Peserta Belajar kepada Dinas.
b. menyusun dan/atau mengajukan rencana kegiatan dan penganggaran Program;
c. melaksanakan kegiatan dan menggunakan penganggaran Program sesuai rencana;
d. melaporkan pelaksanaan kegiatan dan penggunaan anggaran Program secara berkala setiap
tiga bulan, enam bulan dan satu tahun kepada Dinas dengan tembusan kepada KCD setempat.
Pasal 12
Guru mempunyai tugas dan fungsi :
a. membantu sekolahnya masing-masing dalam memberikan data, informasi dan keadaan proses
belajar mengajar sesuai kebutuhan Program;
b. melaksanakan kegiatan belajar mengajar dalam rangka mendukung kelancaran dan
keberhasilan Program.
Pasal 13
Camat mempunyai tugas dan fungsi :
a. membantu sekolah-sekolah dalam memberikan data dan infromasi yang dibutuhkan untuk
menyusun rencana Program;
b. memantau pelaksanaan Program di wilayahnya, untuk selanjutnya memberikan masukan
kepada sekolah-sekolah dan atau Dinas dalam rangka penyempurnaan pelaksanaan Program.
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 187
Pasal 14
Kepala Desa mempunyai tugas dan fungsi :
a. membantu sekolah-sekolah dalam memberikan data dan informasi yang dibutuhkan untuk
menyusun rencana Program;
b. memantau pelaksanaan Program di wilayahnya, untuk selanjutnya memberikan masukan
kepada sekolah-sekolah dan atau KCD dalam rangka penyempurnaan pelaksanaan Program.
Pasal 15
Orang tua siswa mempunyai tugas dan fungsi :
a. melaksanakan Gerakan Sejuta Pohon (GSP) agar memperoleh Sertifikat GSP sebagai syarat
untuk dapat menerima bantuan pendidikan melalui Program;
b. memberikan dukungan material maupun non material terhadap pelaksanaan rencana Program
sesuai kesepakatan dalam Komite Sekolah.
Pasal 16
Komite Sekolah mempunyai tugas dan fungsi :
a. menghimpun dan mengkoordinir orang tua siswa dan pihak lainnya untuk dapat berpartisipasi
dalam mendukung keberhasilan Program;
b. membantu sekolah-sekolah dalam menyusun rencana kegiatan dan penganggaran Program;
c. memantau pelaksanaan Program, untuk selanjutnya memberi masukan kepada sekolah-
sekolah guna penyempurnaan pelaksanaan Program.
BAB IV
PENGGUNAAN PEMBIAYAAN PROGRAM
Pasal 17
Pembiayaan Program Pendidikan Gratis dipergunakan untuk :
a. biaya operasional TK/RA senilai Rp. 15.000,-/siswa/bulan (lima belas ribu rupiah per siswa
per bulan);
b. biaya operasional SD/MI senilai Rp. 5.000,-/siswa/bulan (lima ribu rupiah per siswa per
bulan) sebagai tambahan dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah);
c. biaya operasional SMP/MTs senilai Rp. 5.000,-/siswa/bulan (lima ribu rupiah per siswa per
bulan) sebagai tamabahan dana BOS;
d. biaya operasional SMA/MA senilai Rp. 40.000,-/siswa/bulan (empat puluh ribu rupiah per
siswa per bulan);
e. biaya operasional SMK senilai Rp. 50.000,-/siswa/bulan (lima puluh ribu rupiah per siswa per
bulan).
BAB V
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 188
MEKANISME PELAKSANAAN
Bagian Pertama
Administrasi Keuangan
Pasal 18
Setiap sekolah menyampaikan Daftar Nama Peserta Belajar kepada Dinas dengan
tembusan kepada Kepala Kantor Cabang Dinas setempat paling lama akhir bulan
Pebruari setiap tahun.
Pasal 19
(1) Terhadap Daftar Nama Peserta Belajar yang disampaikan sekolah, Dinas
melakukan verifikasi dan pemutakhiran data peserta belajar berdasarkan
tingkat pendidikannya.
(2) Setelah diperoleh data yang telah diverifikasi, Dinas melakukan koordinasi
dengan BPKAD guna kelancaran proses administrasi keuangan.
Pasal 20
(1) Dinas melakukan koordinasi dengan pihak sekolah, terkait syarat-syarat
pengajuan pencairan keuangan maupun pertanggungjawabannya.
(2) Dalam melakukan koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Dinas dapat mengikut-
sertakan pihak-pihak terkait.
Bagian Kedua
Kompensasi Kepada Peserta Belajar
Pasal 21
(1) Peserta Belajar yang dapat menerima bantuan pendidikan dari Program adalah siswa yang
terdaftar di sekolahnya masing-masing dan/atau telah mempunyai Sertifikat GSP.
(2) Evaluasi pelaksanaan Program dikaitkan dengan Gerakan Penanaman Sejuta Pohon,
dilaksanakan oleh Dinas bersama-sama dengan Dinas Kehutanan, Pertanian, Perkebunan dan
Ketahanan Pangan.
(3) Untuk lebih memperlancar Kegiatam Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat
dibentuk Tim.
Pasal 22
(1) Dinas wajib melakukan evaluasi terhadap seluruh proses pelaksanaan Program
guna mengetahui keberhasilan dan kelemahan Program.
(2) Dalam melakukan evaluasi, Dinas dapat membentuk Tim dengan melibatkan pihak terkait.
(3) Hasil evaluasi secara lengkap dilaporkan kepada Bupati.
BAB VI
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 189
PEMANTAUAN DAN PENGAWASAN
Bagian Pertama
Pemantauan
Pasal 23
(1) Pihak-pihak terkait sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 wajib melakukan pemantauan
terhadap pelaksanaan Program.
(2) Hasil pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Bupati, Dinas,
Tim dan lainnya guna keberhasilan Program.
Bagian Kedua
Pengawasan
Pasal 24
(1) Inspektorat Daerah melakukan pengawasan terhadap proses dan pelaksanaan
Program.
(2) Bupati dapat menetapkan lembaga/tim/perorangan untuk melakukan pengawasan secara
Khusus terhadap proses dan pelaksanaan Program.
BAB VII
PENDATAAN DAN PELAPORAN
Pasal 25
(1) Pendataan yang dibutuhkan untuk menyusun rencana kegiatan dan penganggaran program dilakukan oleh Dinas yang
didukung oleh pihak terkait.
(2) Data-data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan kepada Bupati sebagai dasar untuk
menentukan kebijakan selanjutnya dibidang pendidikan.
(3) Pelaporan pelaksanaan Program dilakukan oleh sekolah-sekolah kepada Dinas sesuai
ketentuan Pasal 11 huruf d.
(4) Pelaporan pelaksanaan Program dilakukan oleh Dinas kepada Bupati pada setiap akhir tahun
anggaran.
BAB VIII
PENUTUP
Pasal 26
Peraturan Bupati ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan dan
mempunyai daya laku surut sejak tanggal 1 Januari 2006.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Bupati ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah
Kabupaten Sumbawa Barat.
Diterbitkan oleh LEGITIMID atas dukungan TIFA Foundation Jakarta 190
Ditetapkan di
Taliwang
pada tanggal 2
Mei 2006
BUPATI SUMBAWA BARAT,
ZULKIFLI MUHADLI
Diundangkan di Taliwang
pada tanggal 2 Mei 2006
SEKRETARIS DAERAH
KABUPATEN SUMBAWA BARAT,
AMRULLAH ALI
BERITA DAERAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT TAHUN 2006
NOMOR