BUKU KERJA KONSERVASI -...

80
BUKU KERJA KONSERVASI Berdasarkan Hasil Pemetaan Kondisi Secara Detail di Seluruh Kawasan Konservasi Lingkup Wilayah Kerja Balai Besar KSDA Jawa Barat Disusun oleh: Sustyo Iryono Robi Royana Bandung, Juli 2017

Transcript of BUKU KERJA KONSERVASI -...

Page 1: BUKU KERJA KONSERVASI - bbksdajabar.ksdae.menlhk.go.idbbksdajabar.ksdae.menlhk.go.id/wp-content/uploads/2017/08/Buku... · Buku Kerja Balai Besar KSDA Jawa Barat ini secara umum bertujuan

BUKU KERJA KONSERVASI Berdasarkan Hasil Pemetaan Kondisi Secara Detail di Seluruh Kawasan Konservasi

Lingkup Wilayah Kerja Balai Besar KSDA Jawa Barat

Disusun oleh: Sustyo Iryono Robi Royana Bandung, Juli 2017

Page 2: BUKU KERJA KONSERVASI - bbksdajabar.ksdae.menlhk.go.idbbksdajabar.ksdae.menlhk.go.id/wp-content/uploads/2017/08/Buku... · Buku Kerja Balai Besar KSDA Jawa Barat ini secara umum bertujuan

BUKU KERJA KONSERVASI Berdasarkan Hasil Pemetaan Kondisi Secara Detail di Seluruh Kawasan

Konservasi Lingkup Wilayah Kerja Balai Besar KSDA Jawa Barat

Disusun oleh:

Sustyo Iriyono Kepala Balai Besar KSDA Jawa Barat

Robi Royana Conservation and Legal Assistance Network

Bandung, Juli 2017

Page 3: BUKU KERJA KONSERVASI - bbksdajabar.ksdae.menlhk.go.idbbksdajabar.ksdae.menlhk.go.id/wp-content/uploads/2017/08/Buku... · Buku Kerja Balai Besar KSDA Jawa Barat ini secara umum bertujuan

Buku Kerja Konservasi Berdasarkan Hasil Pemetaan Kondisi Secara Detail di Seluruh Kawasan Konservasi Lingk-up Wilayah Kerja Balai Besar KSDA Jawa Barat

ISBN:

@2017 Diterbitkan oleh Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Barat

Editor: Teguh Setiawan Ruddy Rachmat Fadillah Ery Mildranaya Rudi Kurniawan Dwi Hendra Kristianto Hayunieta

Kontributor Teknis: Seluruh Staf Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Barat

Tata Letak dan Desain Ian M. Hilman

Foto Cover: Elang jawa (Nisaetus bartelsi), Cipta Seutia Nugraha Lutung (xxx), Dokumentasi Balai Besar KSDA Jabar

Bunga bangkai (Amorphophallus titanum ), Dokumentasi Balai Besar KSDA Jabar

Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Barat

Jl. Jl. Gede Bage Selatan No. 117 Rancabolang, Gede Bage, Bandung Tlp/Fax. +62-22-7535107

Page 4: BUKU KERJA KONSERVASI - bbksdajabar.ksdae.menlhk.go.idbbksdajabar.ksdae.menlhk.go.id/wp-content/uploads/2017/08/Buku... · Buku Kerja Balai Besar KSDA Jawa Barat ini secara umum bertujuan

WILAYAH KERJA BALAI BESAR KONSERV

Page 5: BUKU KERJA KONSERVASI - bbksdajabar.ksdae.menlhk.go.idbbksdajabar.ksdae.menlhk.go.id/wp-content/uploads/2017/08/Buku... · Buku Kerja Balai Besar KSDA Jawa Barat ini secara umum bertujuan

ASI SUMBER DAYA ALAM - JAWA BARAT

Page 6: BUKU KERJA KONSERVASI - bbksdajabar.ksdae.menlhk.go.idbbksdajabar.ksdae.menlhk.go.id/wp-content/uploads/2017/08/Buku... · Buku Kerja Balai Besar KSDA Jawa Barat ini secara umum bertujuan

i

KATA PENGANTAR

Mengelola 50 kawasan konservasi yang tersebar di Provinsi Jawa Barat dan Banten menjadi amanat yang harus diemban Balai Besar KSDA Jawa Barat. Dengan luas total kawasan konservasi yang dikelola mencapai 84.540,16 ha, tentunya menjadi tantangan tersendiri bagi Balai Besar KSDA Jawa Barat mengingat masih banyaknya permasalahan yang harus diselesaikan di masing-masing kawasan konservasi. Penanganan permasalahan yang dilakukan selama ini lebih bersifat ‘spo-radis’, belum sepenuhnya bersandar pada skala prioritas dan berbasis lokus.

Buku Kerja Konservasi yang telah disusun dan di dalamnya berisi pedoman pengelolaan kawasan konservasi yang efektif dan berbasis lokus ini merupakan sebuah ikhtiar yang bersifat sistematis dan terstruktur guna menyelesaikan berbagai permasalahan yang mendera kawasan konserva-si lingkup Balai Besar KSDA Jawa Barat. Harapannya, permasalahan yang dihadapi pada mas-ing-masing lokus dapat diselesaikan secara bertahap sesuai dengan prioritas yang telah ditetap-kan.

Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pi-hak yang telah berkontribusi dalam penyusunan Buku Kerja Konservasi ini. Kontribusi tersebut tentunya menjadi sumbangsih yang tiada ternilai bagi terwujudnya kelestarian kawasan konser-vasi lingkup Balai Besar KSDA Jawa Barat.

Akhirnya, agar Buku Kerja Konservasi ini tidak hanya menjadi sekadar catatan rencana tanpa aksi nyata, maka diharapkan kepada seluruh struktur Balai Besar KSDA Jawa Barat pada level terting-gi sampai level terendah beserta jajarannya untuk bersama-sama mewujudkan harapan-harapan sebagaimana tercantum di dalam Buku Kerja Konservasi ini sesuai dengan tugas dan fungsi mas-ing-masing.

Kepala Balai Besar KSDA Jawa Barat

Ir. Sustyo Iriyono, M.Si. NIP. 19620621 199002 1 001

Page 7: BUKU KERJA KONSERVASI - bbksdajabar.ksdae.menlhk.go.idbbksdajabar.ksdae.menlhk.go.id/wp-content/uploads/2017/08/Buku... · Buku Kerja Balai Besar KSDA Jawa Barat ini secara umum bertujuan

ii

SEKAPUR SIRIH

Mengelola kawasan konservasi sejatinya merupakan sebuah rangkaian upaya untuk memper-tahankan keberlangsungan proses hidup dan kehidupan karena di dalamnya terdapat sistem penyangga kehidupan yang memberikan garansi bagi eksistensi makhluk hidup. Lebih lanjut, mengelola kawasan konservasi juga erat kaitannya dengan aktivitas untuk melestarikan ke-beradaan tumbuhan dan satwa beserta eksosistemnya. Namun tidak hanya itu, mengelola ka-wasan konservasi juga memberikan peluang bagi pemanfaatan sumber daya alam hayati dan ekosistem di kawasan konservasi secara lestari. Semuanya termaktub di dalam konsep 3P (Per-lindungan, Pengawetan, dan Pemanfaatan) sebagai pilar kegiatan konservasi yang masih relevan sampai saat ini.

Konsep 3P di dalam pengelolaan kawasan konservasi di Indonesia telah cukup lama diterapkan seiring dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Namun demikian, kawasan konservasi yang digadang-gadang sebagai benteng terakhir hutan di Indonesia, ternyata belum lepas dari berbagai aktivitas ilegal seperti perambahan, pembalakan liar, perburuan satwa liar, dan sebagainya, yang dapat men-gancam keberlangsungan fungsi kawasan konservasi. Di samping itu, secara internal penge-lolaan kawasan konservasi yang dilakukan para pemangku kawasan masih jauh dari optimal yang antara lain ditandai dengan kebijakan anggaran pengelolaan yang belum berbasis lokus, keterbatasan SDM dan sarpras pengelolaan, dan ketersediaan/kelengkapan perangkat kebijakan maupun NSPK terkait pengelolaan kawasan yang belum memadai.

Bagi para pemangku kawasan konservasi, utamanya Balai/Balai Besar KSDA, yang mengelola lebih dari satu kawasan konservasi, bahkan puluhan kawasan konservasi, menentukan priori-tas lokus kawasan konservasi yang akan diselesaikan permasalahannya menjadi sebuah kenis-cayaan. Oleh karena itu, Buku Kerja Konservasi yang telah disusun Balai Besar KSDA Jawa Barat, berisi pedoman pengelolaan kawasan konservasi yang efektif dan berbasis lokus ini dapat dika-takan sebagai sebuah breakthrough dalam konteks pengelolaan kawasan konservasi mengingat Balai Besar KSDA Jawa Barat mengelola tidak kurang dari 50 kawasan konservasi.

Besar harapan kami bahwa Buku Kerja Konservasi yang telah disusun ini dapat diaplikasikan pada tingkat lapangan sehingga permasalahan pada masing-masing lokus secara bertahap dapat terselesaikan sesuai dengan prioritas yang telah ditetapkan. Tentunya, semua dapat terlaksa-na dengan baik jika didukung oleh sumber daya yang memadai, baik keuangan, sumber daya manusia, sarana prasarana, maupun kebijakan. Satu hal lagi, jika Buku Kerja Konservasi yang dikembangkan oleh Balai Besar KSDA Jawa Barat ini telah terbukti efektivitasnya pada tingkat lapangan, bukan tidak mungkin akan menjadi model bagi kawasan konservasi lain di Indonesia. Akhirnya, selamat bekerja....!!!!!

Ir. Wiratno, MSc. NIP. 19620328 198903 1 003

Page 8: BUKU KERJA KONSERVASI - bbksdajabar.ksdae.menlhk.go.idbbksdajabar.ksdae.menlhk.go.id/wp-content/uploads/2017/08/Buku... · Buku Kerja Balai Besar KSDA Jawa Barat ini secara umum bertujuan

iii

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ......................................................................................................................... iSekapur Sirih ......................................................................................................................... iiDaftar Isi ......................................................................................................................... iiiDaftar Tabel ......................................................................................................................... ivDaftar Gambar ......................................................................................................................... v

I. PENDAHULUAN ............................................................................................................... 11.1. Latar Belakang .......................................................................................................... 21.2. Tujuan Buku Kerja Konservasi ................................................................................ 21.3. Manfaat Buku Kerja Konservasi .............................................................................. 31.4. Tahapan Penyusunan Buku Kerja Konservasi ...................................................... 31.5. Sistematika Buku Kerja Konservasi ........................................................................ 4

II. KERANGKA KERJA PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI .......................... 62.1. Bisnis Proses Kawasan Konservasi ......................................................................... 72.2. Manajemen Bisnis Proses Kawasan Konservasi ................................................... 92.3. Manajemen Kinerja Bisnis Proses Kawasan Konservasi ..................................... 13

III. PENILAIAN KONDISI PENGELOLAAN ....................................................................... 443.1. Formulasi Penilaian Kondisi Pengelolaan ............................................................. 453.2. Kondisi Kemantapan Kawasan ............................................................................... 453.3. Kondisi Kelestarian Fungsi Ekologi ....................................................................... 473.4. Kondisi Kelestarian Fungsi Ekonomi ..................................................................... 493.5. Kondisi Kelestarian Fungsi Sosial Budaya ............................................................ 51

IV. ARAH, SASARAN DAN TARGET KINERJA 2017-2019 .............................................. 534.1. Arah Pengelolaan ...................................................................................................... 544.2. Sasaran Pengelolaan 2017-2019 ............................................................................... 554.3. Target Kinerja 2017 – 2019 ....................................................................................... 55

V. INOVASI PENDEKATAN DAN TEKNOLOGI .............................................................. 625.1. Perspektif Lanskap dan Kolaborasi ........................................................................ 625.2. Pemberdayaan Masyarakat ...................................................................................... 635.3. Integrasi Konservasi dalam Pembangunan Desa ................................................. 645.4. Pengelolaan Berbasis Resor ...................................................................................... 655.5. Sistem Informasi ........................................................................................................ 655.6. Situation Room .......................................................................................................... 67

VI. PENUTUP ......................................................................................................................... 68

Page 9: BUKU KERJA KONSERVASI - bbksdajabar.ksdae.menlhk.go.idbbksdajabar.ksdae.menlhk.go.id/wp-content/uploads/2017/08/Buku... · Buku Kerja Balai Besar KSDA Jawa Barat ini secara umum bertujuan

iv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Matrik Standard Kinerja Bisnis Proses Kawasan Konservasi Sebagai Basis Pengukuran Kinerja ................................................................... 18Tabel 2.2. Skala Intensitas Indikator Kemantapan Kawasan (Kriteria: Adanya Pengakuan) .......................................................................... 25Tabel 2.3. Skala Intensitas Indikator Kelestarian Fungsi Ekologi (Kriteria: Terjaminnya Fungsi Ekosistem) ....................................................... 30Tabel 2.4. Skala Intensitas Indikator Kelestarian Fungsi Ekonomi (Kriteria: Tersedianya Akses Ekonomi Untuk Masyarakat dan Pembangunan Wilayah) ..................................................................................... 36Tabel 2.5. Skala Intensitas Indikator Kelestarian Fungsi Sosial Budaya (Kriteria: Terbangunnya Hubungan-Hubungan Harmonis dengan Budaya Lokal) ....................................................................................................... 40Tabel 3.1. Formulasi Penilaian Kondisi Aktual Pengelolaan .......................................... 45Tabel 3.2. Kondisi Kemantapan Kawasan Setiap Kawasan Konservasi ........................ 46Tabel 3.3. Kondisi Kelestarian Fungsi Ekologi Setiap Kawasan Konservasi ............... 48Tabel 3.4. Kondisi Kelestarian Fungsi Ekonomi Setiap Kawasan Konservasi ............. 50Tabel 3.5. Kondisi Kelestarian Fungsi Sosial Budaya Kawasan Konservasi ................ 52Tabel 4.1. Baseline Kinerja Pengelolaan Kawasan Konservasi Balai Besar KSDA Jawa Barat 2019 ........................................................................................ 55Tabel 4.2. Rencana Kinerja Pengelolaan Kawasan Konservasi Balai Besar KSDA Jawa Barat 2017 – 2019 ............................................................................ 56

Page 10: BUKU KERJA KONSERVASI - bbksdajabar.ksdae.menlhk.go.idbbksdajabar.ksdae.menlhk.go.id/wp-content/uploads/2017/08/Buku... · Buku Kerja Balai Besar KSDA Jawa Barat ini secara umum bertujuan

v

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Tahapan Penyusunan Buku Kerja Konservasi ................................................... 4Gambar 2.1. Kerangka Pengaturan Pengelolaan Kawasan Konservasi ................................ 7Gambar 2.2. Modeal Hierarki Pengelolaan Kawasan Konservasi ......................................... 8Gambar 2.3. Komponen Bisnis Proses Pengelolaan Kawasan Konservasi ........................... 9Gambar 2.4. Struktur Organisasi dan Unit Kerja Balai Besar KSDA ..................................... 10Gambar 2.5. Kebijakan, Regulasi dan Instrumen Kawasan Konservasi ............................... 12Gambar 2.6. Ilustrasi Skala Kinerja ............................................................................................ 14Gambar 2.7. Model Hierarki Bisnis Proses Prinsip Kemantapan Kawasan ......................... 15Gambar 2.8. Model Hierarki Bisnis Proses Prinsip Kelestarian Fungsi Ekologi .................. 15Gambar 2.9. Model Hierarki Bisnis Proses Prinsip Kelestarian Fungsi Ekonomi ................ 16Gambar 2.10. Model Hierarki Bisnis Proses Prinsip Kelestarian Fungsi Sosial Budaya ...... 16Gambar 4.1. Gradasi Fungsi Hutan Berdasarkan Kondisi Alamiah yang Dipertahankan dan Tingkat Intervensi Manusia .......................................................................... 54Gambar 5.1. Pembagian peran setiap unit kerja dalam sistem informasi ............................ 66

Page 11: BUKU KERJA KONSERVASI - bbksdajabar.ksdae.menlhk.go.idbbksdajabar.ksdae.menlhk.go.id/wp-content/uploads/2017/08/Buku... · Buku Kerja Balai Besar KSDA Jawa Barat ini secara umum bertujuan

1

I. Pendahuluan

“Kondisi pengelolaan

yang belum optimal bisa

disikapi lebih progresif,

daripada hanya menyalah-

kan kekurangan berbagai

input sumber daya”.

Dokumentasi Balai Besar KSDA Jabar

Page 12: BUKU KERJA KONSERVASI - bbksdajabar.ksdae.menlhk.go.idbbksdajabar.ksdae.menlhk.go.id/wp-content/uploads/2017/08/Buku... · Buku Kerja Balai Besar KSDA Jawa Barat ini secara umum bertujuan

2

1.1. Latar Belakang

Kawasan konservasi di bawah pengelolaan Balai Besar KSDA Jawa Barat berjumlah 50 unit dengan luas seluruhnya 83.507,19 ha, terdiri dari Cagar Alam (CA) 28 unit dan Cagar Alam Laut (CAL) 2 unit dengan luas total 52.736,75 ha, Suaka Margasatwa (SM) 2 unit dan Suaka Margasatwa Laut (SML) 1 unit seluas 13.727,47 ha, Taman Wisata Alam (TWA) 15 unit dan Taman Wisata Alam Laut (TWAL) 1 unit seluas 4.622,27 ha, dan Taman Buru (TB) 1 unit seluas 12.420,07 ha. Seluruh ka-wasan konservasi tersebut tersebar pada beberapa kabupaten di provinsi Jawa Barat dan Banten. Selain tugas pengelolaan kawasan konservasi, Balai Besar KSDA Jawa Barat juga melaksanakan tugas konservasi ek-situ berupa pengendalian peredaran jenis tumbuhan dan satwa liar (TSL) di wilayah Provinsi Jawa Barat dan Banten dengan cakupan wilayah kerja seluas 4.439.700 ha. Permasalahan pengelolaan kawasan konservasi pada wilayah kerja Balai Besar KSDA Jawa Barat secara umum hampir sama dengan permasalahan kawasan konservasi di seluruh Indonesia, yaitu belum optimalnya pengelolaan karena berbagai faktor, baik dari sisi kemantapan kawasan, ke-bijakan anggaran pengelolaan yang belum berbasis lokus, keterbatasan SDM dan sarpras pen-gelolaan, peningkatan tekanan dan ancaman terhadap kawasan dan ketersediaan/kelengkapan perangkat kebijakan, maupun NSPK (Norma Standar Prosedur dan Kriteria) terkait pengelolaan kawasan yang belum memadai.

Kondisi pengelolaan yang belum optimal bisa disikapi lebih progresif, daripada hanya menyalah-kan kekurangan berbagai input sumber daya. Kehadiran ”strong leadership” di tengah berbagai keterbatasan terbukti mampu meningkatkan kinerja pengelolaan secara signiikan. Kepemimpinan yang handal mampu menetapkan prioritas, meningkatkan akurasi dan efesiensi dalam mengalo-kasikan sumberdaya, mengarahkan intervensi yang tepat lokus dan efektif, mengendalikan kiner-ja staf lebih terarah dan terukur, serta membangun jejaring kerja yang efektif untuk kepentingan pencapaian tujuan pengelolaan.

Buku Kerja Balai Besar KSDA Jawa Barat ini disusun dengan semangat peningkatan kinerja kolek-tif seluruh staf di berbagai unit kerja Balai Besar KSDA Jawa Barat. Proses penyusunan buku di-awali dengan pemetaan permasalahan seluruh kawasan konservasi secara detail. Informasi detail hampir seluruhnya bersumber dari frontliner staffs, yaitu para petugas resor yang paling menger-ti kondisi sesunguhnya kawasan konservasi di tingkat tapak. Personil atau staff di Kantor Balai Besar KSDA Jawa Barat juga telah membantu melengkapi dan memperbaiki data dan informasi secara kuantitatif dan lebih terstruktur.

1.2. Tujuan Buku Kerja Konservasi

Buku Kerja Balai Besar KSDA Jawa Barat ini secara umum bertujuan untuk menyediakan pedoman pengelolaan yang efektif dan berbasis lokus dalam rangka meningkatkan kinerja pengelolaan ka-wasan konservasi pada wilayah kerja Balai Besar KSDA Jawa Barat. Pengertian berbasis lokus da-lam konteks ini adalah prioritas pada lokasi-lokasi yang memiliki tingkat kerawanan tinggi dan/atau diproyeksikan sebagai lokasi pengembangan nilai guna sumber daya alam.

Page 13: BUKU KERJA KONSERVASI - bbksdajabar.ksdae.menlhk.go.idbbksdajabar.ksdae.menlhk.go.id/wp-content/uploads/2017/08/Buku... · Buku Kerja Balai Besar KSDA Jawa Barat ini secara umum bertujuan

3

1.3. Manfaat Buku Kerja Konservasi

Manfaat buku kerja ini adalah:1. Memberikan pedoman mengenai prioritas pengelolaan kawasan konservasi lingkup Balai

Besar KSDA Jawa Barat; 2. Memberikan pedoman mengenai pengalokasikan sumber daya pengelolaan lebih akurat

dan eisien;3. Memberikan pedoman mengenai intervensi kegiatan pengelolaan yang tepat lokus dan leb-

ih fokus; 4. Memberikan pedoman mengenai pengendalian kinerja staff agar lebih terarah dan terukur.

1.4. Tahapan Penyiapan Buku Kerja Konservasi

Penyusunan buku kerja dimulai pada Februari 2017 dan selesai pada Mei 2017. Tahapan penyia-pan buku kerja tersebut adalah sebagai berikut:

1. Diskusi konsep buku kerja. Tahapan ini dilaksanakan di Kantor Balai Besar KSDA Jawa Barat yang dipimpin oleh Kepa-

la Balai Besar KSDA Jawa Barat dengan melibatkan staf dari bidang teknis dan sub bagian perencanaan. Hasil dari tahapan ini adalah kerangka konseptual Buku Kerja.

2. Penyiapan dan distribusi alat dan bahan pengumpulan data dan informasi. Tahapan ini dilakukan pada akhir Februari 2017. Alat pengumpulan data dan informasi be-

rupa daftar isian dalam bentuk matrik yang harus diisi oleh kepala bidang KSDA wilayah dan stafnya. Daftar isian disertai bahan kerja berupa panduan untuk meminimalisir kesala-han pengisian. Hasil tahap ini adalah matrik daftar isian yang dilengkapi dengan panduan pengisiannya.

3. Pengisian data dan informasi oleh seksi konservasi wilayah dan resor konservasi wilayah. Tahapan ini dilakukan mulai akhir Februari hingga pertengahan Maret 2017. Staf resor yang

dikordinasikan oleh kepala seksi konservasi wilayah mengisi matrik daftar isian data dan informasi sesuai dengan format dan panduan yang telah disiapkan. Hasil akhir tahap ini adalah matrik daftar isian data dan informasi yang telah terisi.

4. Pembahasan awal daftar isian yang telah diisi oleh setiap bidang KSDA wilayah. Tahapan ini dilakukan pada pertengahan Maret 2017 di Kantor Balai Besar KSDA Jawa Barat.

Pembahasan dilakukan secara terpisah untuk masing-masing bidang KSDA wilayah yang dipimpin langsung oleh Kepala Balai Besar KSDA Jawa Barat dengan peserta para Kepala Bidang KSDA Wilayah, Kepala Seksi Konservasi Wilayah serta beberapa Kepala Resor. Ha-sil dari tahapan ini adalah data dan informasi yang telah dibahas dan diveriikasi secara umum.

5. Pendalaman informasi. Tahapan ini dilakukan pada akhir Maret hingga pertengahan Mei 2017 melalui diskusi di

setiap kantor bidang KSDA wilayah. Hasil dari tahapan ini adalah informasi lebih lengkap mengenai permasalahan pada kawasan konservasi yang diusulkan sebagai prioritas.

6. Penilaian kondisi terkini pengelolaan kawasan konservasi. Penilaian dilakukan mengacu pada hasil pengumpulan, pembahasan dan veriikasi data

dan informasi. Kegiatan ini dilakukan pada pertengahan Mei 2017. Hasil tahapan ini berupa hasil penilaian kondisi terkini sebagai basis menentukan arah kegiatan pengelolaan di setiap kawasan konservasi.

Page 14: BUKU KERJA KONSERVASI - bbksdajabar.ksdae.menlhk.go.idbbksdajabar.ksdae.menlhk.go.id/wp-content/uploads/2017/08/Buku... · Buku Kerja Balai Besar KSDA Jawa Barat ini secara umum bertujuan

4

7. Penyusunan draft Buku Kerja. Tahapan ini dilakukan hingga pertengahan Mei 2017 dan hasilnya berupa draft Buku Kerja Konservasi Balai Besar KSDA Jawa Barat yang akan dikonsultasikan kepada Direktur Jen-deral KSDAE Kementerian LHK untuk mendapatkan tanggapan dan pengayaan.

8. Pembahasan dan penyempurnaan draft Buku Kerja. Tahapan ini dilakukan pada akhir Mei 2017 yang menghasilkan masukan-masukan untuk

penyempurnaan Buku Kerja.9. Finalisasi Buku Kerja Konservasi Balai Besar KSDA Jawa Barat. Finalisasi Buku Kerja di tingkat Balai Besar KSDA Jawa Barat selesai menjelang akhir Mei

2017.

Gambar 1.1. Tahapan Penyusunan Buku Kerja Konservasi

1.5. Sistematika Buku Kerja

Buku kerja ini terdiri dari lima bagian utama yang sistematis dan terstruktur. Setiap bagian memi-liki keterkaitan sehingga harus dipahami secara keseluruhannya. Penjelasan ini setiap bagian se-cara ringkas adalah sebagai berikut: Bagian pertama. Adalah pendahuluan yang menguraikan latar belakang, tujuan, manfaat ser-ta tahapan penyusunan buku. Isi dari bagian ini memberikan informasi mengenai urgensi ke-beradaan buku dan tahapan penyusunan buku yang mengedepankan nilai-nilai obyektivitas dan partisipasi staf lapangan.

Bagian kedua. Memberikan gambaran singkat dan jelas mengenai kerangka pengelolaan ka-wasan konservasi yang dalam konteks ini diberi istilah bisnis proses kawasan konservasi dan bagaimana mengelola bisnis proses tersebut (business process management). Bagian ini juga

Page 15: BUKU KERJA KONSERVASI - bbksdajabar.ksdae.menlhk.go.idbbksdajabar.ksdae.menlhk.go.id/wp-content/uploads/2017/08/Buku... · Buku Kerja Balai Besar KSDA Jawa Barat ini secara umum bertujuan

5

memuat kerangka dasar untuk penilaian kondisi pengelolaan melalui penyusunan indikator kin-erja setiap elemen dari bisnis proses dan skala intensitas setiap indicator tersebut.

Bagian ketiga. Memberikan informasi mengenai hasil penilaian kondisi pengelolaan setiap ka-wasan konservasi dengan formulasi sederhana yang dapat dipahami oleh seluruh staf kunci di di Balai Besar KSDA Jawa Barat. Hasil penilaian kondisi pengelolaan menunjukkan kondisi pen-gelolaan secara umum atau nilai agregat yang menggambarkan kinerja konservasi in-situ Balai Besar KSDA Jawa Barat. Selain kondisi secara umum, hasil penilaian juga menunjukkan kondisi pengelolaan pada setiap kawasan konservasi dan kinerja untuk masing-masing dimensi hasil pengelolaan lestari kawasan konservasi. Bagian ini berguna untuk merumuskan intervensi yang tepat lokus dan fokusnya.

Bagian keempat. Merumuskan arah, sasaran dan target kinerja pengelolaan yang berbasis lokus untuk periode 2017-2019, sesuai dengan sisa priode RPJM 2015-2019. Pada bagian ini, rasional-isasi intervensi mulai dilakukan dengan pertimbangan ketersediaan input sumber daya pengelo-laan yang dapat disediakan dari sumber internal (APBN: operasional dan non operasional) dan kontribusi para pihak melalui kerja sama atau bentuk kemitraan lainnya.

Page 16: BUKU KERJA KONSERVASI - bbksdajabar.ksdae.menlhk.go.idbbksdajabar.ksdae.menlhk.go.id/wp-content/uploads/2017/08/Buku... · Buku Kerja Balai Besar KSDA Jawa Barat ini secara umum bertujuan

6

II. Kerangka KerjaPengelolaan KawasasanKonservasi

“Bisnis proses kawasan konservasi

adalah suatu kumpulan aktivitas atau

pekerjaan terstruktur yang saling ter-

kait untuk menghasilkan produk atau

layanan sekaligus menyelesaikan

berbagai masalah dalam rangka men-

capai tujuan”.

Dokumentasi Balai Besar KSDA Jabar

Page 17: BUKU KERJA KONSERVASI - bbksdajabar.ksdae.menlhk.go.idbbksdajabar.ksdae.menlhk.go.id/wp-content/uploads/2017/08/Buku... · Buku Kerja Balai Besar KSDA Jawa Barat ini secara umum bertujuan

7

2.1. Bisnis Proses Kawasan Konservasi

Pengelolaan kawasan konservasi di Indonesia secara umum merujuk pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya dan Peraturan Pemerin-tah No. 28 Tahun 2011 tentang KSA dan KPA jo Perturan Pemerintah No. 108 Tahun 2015. Beber-apa kegiatan pengelolaan diatur secara khusus dalam peraturan pemerintah tersendiri, seperti penyelenggaraan pariwisata alam. Petunjuk teknis untuk berbagai kegiatan pengelolaan selan-jutnya diatur dalam berbagai regulasi teknis setingkat peraturan menteri dan peraturan direk-tur jenderal. Kerangka logika pengaturan pengelolaan kawasan konservasi yang mencerminkan bisnis proses pengelolaan kawasan konservasi yang sederhana diperlihatkan dalam Gambar 2.1. di bawah.

Gambar 2.1. Tahapan Penyusunan Buku Kerja Konservasi

Bumi Perkemahan, Taman Wisata Alam Gunung PancarDokumentasi Balai Besar KSDA Jabar

Page 18: BUKU KERJA KONSERVASI - bbksdajabar.ksdae.menlhk.go.idbbksdajabar.ksdae.menlhk.go.id/wp-content/uploads/2017/08/Buku... · Buku Kerja Balai Besar KSDA Jawa Barat ini secara umum bertujuan

8

Bisnis proses kawasan konservasi adalah suatu kumpulan aktivitas atau pekerjaan terstruktur yang saling terkait untuk menghasilkan produk atau layanan sekaligus menyelesaikan berbagai masalah dalam rangka mencapai tujuan. Suatu proses bisnis dapat dipecah menjadi beberapa sub proses yang masing-masing memiliki atribut tersendiri tapi tetap berkontribusi untuk mencapai tujuan pengelolaan. Analisis bisnis proses umumnya melibatkan pemetaan proses dan sub proses di dalamnya hingga tingkatan aktivitas atau kegiatan8.

Seluruh elemen dalam bisnis proses pengelolaan kawasan konservasi dikendalikan oleh fungsi dan tujuan spesiiknya. Namun demikian, secara umum dapat dirumuskan tujuan umum dari pengelolaan seluruh kawasan konservasi adalah untuk mencapai kelestarian. Konsep kelestari-an dalam pengelolaan ekosistem selalu dijabarkan dalam empat prinsip kelestarian yang terdiri dari: 1) kemantapan kawasan konservasi, 2) kelestarian fungsi ekologi kawasan konservasi, 3) kelestarian fungsi ekonomi kawasan konservasi, dan 4) kelestarian fungsi sosial budaya kawasan konservasi9. Selanjutnya, secara hirarkis prinsip-prinsip tersebut diturunkan dalam kriteria-kri-teria dan indikator-indikatornya. Tujuan, prinsip, keriteria dan indikator merupakan dimensi hasil yang hubungannya bersifat hierarkis, mulai dari yang paling abstrak hingga yang paling nyata dapat diamati dan diukur di lapangan. Dalam konteks ini maka untuk melihat indika-tor-indikator kinerja pengelolaan di lapangan diperlukan separangkat alat ukur (veriier).

Merujuk pada kerangka pengaturannya maka bisnis proses dari pengelolaan kawasan konservasi dapat dikelompok dalam 3 dimensi manajemen, yakni: manajemen kawasan, manajemen sum-berdaya alam, dan manajemen kelembagaan. Arsitektur kegiatan dalam bisnis proses pengelo-laan kawasan konservasi yang dilengkapi dengan elemen-elemen penting lainnya disajikan pada Gambar 2.3. di bawah.

8 Diadaptasi dari https://ipqi.org/mengenal-manajemen-bisnis-proses/9 Analisa Standar Minimal Pengelolaan Kawawasan Konservasi, Ditjen PHKA, 2004

Gambar 2.2. Model Hierarki Pengelolaan Kawasan Konservasi

Page 19: BUKU KERJA KONSERVASI - bbksdajabar.ksdae.menlhk.go.idbbksdajabar.ksdae.menlhk.go.id/wp-content/uploads/2017/08/Buku... · Buku Kerja Balai Besar KSDA Jawa Barat ini secara umum bertujuan

9

2.2. Manajemen Bisnis Proses Kawasan Konservasi

Kemampuan suatu bisnis proses dalam mencapai tujuan sangat tergantung dari manajemen bisnis proses. Manajemen bisnis proses (MBP) pada dasarnya adalah cara memberdayakan seluruh sumber daya yang ada pada organisasi agar efektif dan eisien melalui pembangunan otoma-tisasi proses dan ketangkasan untuk mengelola perubahan. Proses adalah urutan pelaksanaan atau kejadian yang didesain dengan menggunakan waktu, ruang, keahlian, dan sumber daya lainnya, yang menghasilkan suatu hasil. Dengan demikian, suatu proses harus menghasilkan pe-rubahan-perubahan terhadap sifat-sifat dari satu atau lebih objek di bawah pengaruhnya8. Arah dan ukuran perubahan dipandu oleh seperangkat kreteria dan indikator yang telah dirumuskan sebelumnya.

Pengendali bisnis proses pengelolaan kawasan konservasi lingkup Balai Besar KSDA Jawa Barat adalah Kepala Balai Besar KSDA Jawa Barat9. Sementara pelaksana sub proses adalah staf (kepala bagian tata usaha, kepada bidang teknis, kepada bidang wilayah, kepala sub bagian, kepala seksi pemanfaatan dan pelayanan, kepala seksi perencanaan, perlindungan dan pengawetan, kepala seksi wilayah, kelompok jabatan fungsional termasuk kepala resor wilayah) yang bertanggung jawab terhadap kinerja dari setiap sub proses10. Setiap unit kerja dalam organisasi memiliki pros-es masing-masing yang unik, sesuai dengan beban sub prosesnya, yang djabarkan dalam tugas

8 Diadaptasi dari https://ipqi.org/mengenal-manajemen-bisnis-proses/9 Kepala Balai Besar KSDA bertanggung jawab memimpin, mengkoordinasikan, membimbing, memberikan petunjuk dan mengawasi pelaksanaan tugas

seluruh bawahannya.Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.8/Menlhk/Setjen/OTL.0/1/2016 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Konservasi Sumberdaya Alam, Pasal 30 Ayat (2) dan Pasal 31.

10 Struktur organisasi, tugas pokok dan fungsi dan tata hubungan kerja antara kepala Balai Besar KSDA, kepala bagian tata usaha, kepada bidang teknis, kepada bidang wilayah, kepala sub bagian, kepala seksi pemanfaatan dan pelayanan, kepala seksi perencanaan, perlindungan dan pengawetan, kepala seksi wilayah, kelompok jabatan fungsional termasuk kepala resor wilayah merujuk Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.8/Menlhk/Setjen/OTL.0/1/2016 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Konservasi Sumberdaya Alam.

Gambar 2.3. Komponen Bisnis Proses Pengelolaan Kawasan Konservasi

Page 20: BUKU KERJA KONSERVASI - bbksdajabar.ksdae.menlhk.go.idbbksdajabar.ksdae.menlhk.go.id/wp-content/uploads/2017/08/Buku... · Buku Kerja Balai Besar KSDA Jawa Barat ini secara umum bertujuan

10

dan fungsi setiap staf. Hubungan antara pengendali dan pelaksana proses serta tata hubungan kerja di antara mereka dicerminkan dalam struktur organisasi serta tugas dan fungsi yang telah ditetapkan.

Tata hubungan kerja ini merupakan basis penting dalam mengembangkan manajemen bisnis proses.

Gambar 2.4. Struktur Organisasi dan Unit Kerja Balai Besar KSDA

MBP membantu Kepala Balai dalam mengawasi dan mengontrol seluruh elemen pada bisnis proses, seperti kinerja staf, jaringan stakeholder, dan worklow. MBP meningkatkan kualitas bisnis proses melalui penyediaan mekanisme feedback yang lebih baik. Review yang berkesinam-bungan dan real-time akan membantu pengelola kawasan konservasi dalam mengidentiikasi masalah dan kemudian mengatasinya secara lebih cepat sebelum masalah tersebut berkembang menjadi lebih besar. Lebih jauh lagi, manajemen bisnis proses pengelolaan kawasan konservasi yang lebih maju akan mampu menumbuhkan peluang-peluang dalam rangka mengembangkan berbagai potensi kawasan konservasi yang dapat mendatangkan manfaat langsung.

Page 21: BUKU KERJA KONSERVASI - bbksdajabar.ksdae.menlhk.go.idbbksdajabar.ksdae.menlhk.go.id/wp-content/uploads/2017/08/Buku... · Buku Kerja Balai Besar KSDA Jawa Barat ini secara umum bertujuan

11

Tugas pokok Balai Besar KSDA adalah menyelenggarakan konservasi sumber daya alam dan ekosistemnya di cagar alam, suaka margasatwa, taman wisata alam dan taman buru serta koor-dinasi teknis pengelolaan taman hutan raya dan kawasan ekosistem esensial berdasarkan keten-tuan peraturan perundang-undangan8. Kepala Balai Besar KSDA pemimpin bisnis proses per-lu memahami kebijakan dan regulasi pengelolaan kawasan konservasi secara utuh, mulai dari tingkat makro hingga mikro yang diartikulasikan dalam berbagai bentuk instrumen kerja yang memuat prosedur operasi, metode, alat dan bahan kerja yang spesiik untuk setip unit kerja. Hal ini diperlukan untuk memastikan seluruh instrumen kerja memiliki pijakan norma. Setiap kawasan konservasi bersifat khas, baik kondisi bioisik alamiahnya maupun dinamika fak-tor eksternal yang mempengaruhinya di tingkat tapak. Oleh karenanya, pengelolaan kawasan konservasi memiliki tingkat kompleksitas berbeda di setiap kawasan konservasi. Tingkat kom-pleksitas dalam konteks ini bersumber dari dua aspek utama, yaitu aspek sosial dan ekonomi yang terus berubah cepat, baik di tingkat masyarakat lokal maupun dalam skala wilayah.

8 Permen LHK No. 8/menlhk/ Setjen/OTL.0/1/2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Konservasi Sumberdaya Alam, Pasal 2.

1. TWA Gunung Pancar

Tahun 1992 dilakukan penataan batas di TWA Gunung Pancar, pal batas terpasang

sebanyak 423 titik. Pada tahun 1995 – hanya tiga tahun setelah penataan batas –

dilakukan rekonstruksi. Saat ini, sebanyak 250 pal batas hilang dan terdapat 65 sert-

iikat lahan di dalam kawasan. Kondisi ini menandakan seolah-olah tidak pernah ada kegiatan rutin pengamanan kawasan (pengecekan dan pemeliharaan pal batas), kare-

na masalah baru diketahui dan diselesaikan ketika sudah menjadi besar, kompleks dan sulit diselesaikan.

2. TWA Cimanggu

Lokasi perambahan ditemukan seluas 9,3 ha yang digunakan oleh masyarakat untuk kegiatan pertanian dan terdapat ratusan bangunan. Keberadaan perambahan dan ban-

gunan tentu saja tidak terjadi sekaligus. Kondisi ini menandakan tidak ada penanganan sejak dini sehingga masalah terlanjur besar yang akibatnya menambah tingkat kesuli-tan dalam penanganannya.

3. SM Gunung Sawal

Panjang batas kawasan SM Gunung Sawal berdasarkan tata batas tahun 2011 ada-

lah 54,6 Km dengan pal batas sejumlah 408 unit. Pengecekan pal batas kawasan baru dilakukan pada tahun 2013 sepanjang 5,5 Km. Hingga saat ini belum diketahui bagaimana kondisi batas kawasan dan pal batas di sepanjang + 49,1 Km yang lainnya. Dalam hal perlindungan dan pemanfaatan, petugas resor SM Gunung Sawal dalam sekali temuan mendapat puluhan ton buah rotan yang dipungut masyarakat dari da-

lam kawasan. Pemanfaatan HHBK, termasuk buah rotan, sebenarnya dapat dilakukan menurut ketentuan peraturan perundangan yang berlaku. Namun, tidak adanya pen-

gaturan lebih teknis, menyebabkan pemanfaatan buah rotan tersebut selalu dianggap sebagai gangguan atau ancaman daripada sebagai peluang dalam pengembangan as-

pek pemanfaatan potensi kawasan untuk menunjang kualitas pengelolaan. Dalam hal pengawetan, konlik macan tutul (Panthera pardus) sering terjadi di daerah penyang-

ga. Namun, hingga saat ini pengelola SM tidak memiliki instrument monitoring satwa, sehingga penyebab konlik satwa, kondisi populasi dan habitat macan tutul di dalam kawasan tidak diketahui secara pasti.

Page 22: BUKU KERJA KONSERVASI - bbksdajabar.ksdae.menlhk.go.idbbksdajabar.ksdae.menlhk.go.id/wp-content/uploads/2017/08/Buku... · Buku Kerja Balai Besar KSDA Jawa Barat ini secara umum bertujuan

12

Kondisi tersebut menyebabkan instrumen-instrumen teknis pada setiap elemen bisnis proses pengelolaan kawasan konservasi tidak bisa hanya didekati dengan cara-cara normatif-teknokra-tik saja, namun dituntut untuk mengintegrasikan pendekatan-pendekatan sosial yang lebih men-dasar.

Beberapa bentuk instrument sosial dari pengalaman pengelolaan kawasan konservasi yang ber-hasil dikonseptualisasikan misalnya Beberapa tulisan Wiratno (2012, 2013, 2014, 2015, 2016) men-coba mengkonseptualisasikan pengalaman

Gambar 2.5. Kebijakan, Regulasi dan Instrumen Pengelolaan Kawasan Konservasi

Taman Wisata Alam Patengan

Dok

um

enta

si B

alai

Bes

ar K

SDA

Jab

ar

Page 23: BUKU KERJA KONSERVASI - bbksdajabar.ksdae.menlhk.go.idbbksdajabar.ksdae.menlhk.go.id/wp-content/uploads/2017/08/Buku... · Buku Kerja Balai Besar KSDA Jawa Barat ini secara umum bertujuan

13

Kondisi tersebut menyebabkan instrumen-instrumen teknis pada setiap elemen bisnis proses pengelolaan kawasan konservasi tidak bisa hanya didekati dengan cara-cara normatif-teknokra-tik saja, namun dituntut untuk mengintegrasikan pendekatan-pendekatan sosial yang lebih men-dasar.

Beberapa bentuk instrument sosial dari pengalaman pengelolaan kawasan konservasi yang ber-hasil dikonseptualisasikan misalnya Beberapa tulisan Wiratno (2012, 2013, 2014, 2015, 2016) men-coba mengkonseptualisasikan pengalaman

Walaupun prosedur kerja telah diangkap lengkap dan memadai, seringkali implementasi di lapangan dapat sangat berbeda dari apa yang telah dirancang sebelumnya dan cenderung men-garah pada buruknya kinerja pengelolaan kawasan konservasi dalam mencapai tujuan dan sasa-ran yang diinginkan. Instrumen dan prosedur kerja hanya salah satu faktor saja, di samping fak-tor infrastruktur yang sangat menentukan kinerja pelaksanaannya. Instrument adalah kebijakan dan regulasi mulai dari yang paling umum hingga paling teknis, sementara infstruktur adalah kelembagaan yang terdiri dari aspek sumberdaya manusia, struktur, tata kerja, serta dukungan manajemen lainnya. Infrastruktur kelembagaan perlu dikaji lebih jauh mengenai standar kecuk-upannya, baik secara kuantitatif (jumlah SDM, dana, dll) dan kualitatif (kapasitas SDM, efesiensi dan efektifvitas penggunaan dana, dll).

2.3. Manajemen Kinerja Bisnis Proses

Menurut Direktorat Jenderal Anggaran (2008), manajemen kinerja merupakan suatu proses strat-egis dan terpadu yang menunjang keberhasilan organisasi melalui pengembangan performansi aspek-aspek yang menunjang keberadaan suatu organisasi. Pada implementasinya, manajemen kinerja tidak hanya berorientasi pada salah satu aspek, melainkan aspek-aspek terintegrasi da-lam mendukung jalannya suatu organisasi. Manajemen kinerja dimulai dari perencanaan kinerja, pembimbingan proses kerja, penilaian kinerja, dan pemberian insentif dan disinsentif.

Menurut Williams (1998) terdapat empat tahapan utama dalam pelaksanaan manajemen kinerja. Tahapan ini menjadi suatu siklus manajemen kinerja yang saling berhubungan dan menyokong satu dengan yang lain, yaitu8:

1. Pengarahan dan perencanaan Tahap pertama merupakan tahap identiikasi perilaku kerja dan basis pengukuran kiner-ja. Kemudian, dilakukan pengarahan konkret terhadap perilaku kerja dan perencanaan terhadap target yang akan dicapai, kapan dicapai, dan dukungan yang akan dibutuhkan. Indikator-indikator target kinerja juga dideinisikan di tahap ini. Pengelolaan kawasan memiliki multiaspek yang saling terkait (hukum, ekologi, ekonomi, sosial dan budaya) karena obyek kelolanya adalah ekosistem yang terkategorikan sebagai sumber daya milik bersama (common pool resources) atau barang publik (public good). Dengan demikian, pengelolaannya pasti akan kompleks yang dicirikan dengan banyaknya data dan informa-si yang harus dikumpulkan dan banyaknya pihak yang harus dilibatkan. Oleh karenanya indikator kinerja pengelolaan kawasan konservasi juga akan cenderung komplek. Untuk itu, diperlukan alat bantu atau tools untuk melihat pengelolaan kawasan konservasi se-bagai sebuah sistem yang teratur dan nampak lebih sederhana. Jika dimensi manajemen diletakkan pada kolom suatu matrik dan dimensi hasil diletakkan pada baris matrik yang

8 http://jurnal-sdm.blogspot.co.id/2011/12/manajemen-kinerja-deinisi-manajemen.html

Page 24: BUKU KERJA KONSERVASI - bbksdajabar.ksdae.menlhk.go.idbbksdajabar.ksdae.menlhk.go.id/wp-content/uploads/2017/08/Buku... · Buku Kerja Balai Besar KSDA Jawa Barat ini secara umum bertujuan

14

sama, maka akan terlihat keteraturan hubungan di antara keduanya. Sel-sel yang terben-tuk pada persilangan di antara keduanya menghasilkan indikator sebagai elemen-elemen penting penyusun hasil pengelolaan kawasan konservasi. Indikator-indikator tersebut merupakan alat kontrol kinerja setiap unit kerja sesuai dengan peranannya masing-mas-ing.

Tujuan pengelolaan kawasan konservasi sebagai target akhir kinerja (goal) tidak bisa dica-pai sekaligus, sehingga penetapan target kinerja juga harus direncanakan secara bertahap. Menurut Khera (1998) sebuah target harus jelas apa yang akan dicapai dan bagaimana mencapainya (spesiic), terukur keberhasilannya (measureable) dan orang lain dapat me-lihat keberhasilannya. Target harus memungkinkan untuk dicapai, tidak terlalu rendah atau berlebihan (achievable), masuk akal (realistic), serta jelas sasaran waktunya (time-bound). Dalam konteks ini skala kinerja biasanya terdiri dari tiga tingkatan, yaitu: kinerja ideal yang tercermin dalam tujuan pengelolaan, kinerja potensial yang merupakan capa-ian optimal yang dapat diraih dengan kondisi input sumber daya yang ada, dan kinerja actual mencerminkan kondisi kinerja saat ini.

Gambar 2.6. Skala Kinerja

Manajemen kinerja juga sangat berkaitan dengan manajemen sumberdaya manusia, salah satunya dalam hal rotasi personil termasuk pimpinan organisasi. Kepala UPT Ditjen KS-DAE biasanya mengalami rotasi rata-rata setiap tahun. Dalam kondisi demikian, setiap kepala Balai Besar KSDA yang baru perlu mengetahui kondisi kinerja di awal kepemi-mpinannya. Kondisi awal ini menjadi starting point seorang kepala balai dalam mene-tapkan kinerja dan mengendalikan BPM di bawah kepemimpinannya, sekaligus menjadi basis pengkuran kinerja oleh Ditjen KSDAE terhadap kinerja kepala UPT.

2. Pengelolaan proses dan dukungan Tahap kedua berfokus pada pengelolaan proses kerja atau kegiatan, pemberian dukun-gan, dan pengendalian terhadap jalannya proses agar tetap berada pada jalurnya. Jalur yang dimaksudkan disini adalah kriteria dan indikator maupun proses kerja yang sesuai dengan standar prosedur yang berlaku dalam suatu organisasi. Proses kerja pengelolaan kawasan konservasi dapat dilihat pada Gambar 2.3 mengenai komponen bisnis proses pengelolaan kawasan konservasi. Sedangkan hubungan antara kriteria dan indikator den-gan proses kerja ditunjukan melalui Tabel 2.1 dan Gambar 2.6, Gambar 2.7, Gambar 2.8, dan Gambar 2.9 di bawah.

Page 25: BUKU KERJA KONSERVASI - bbksdajabar.ksdae.menlhk.go.idbbksdajabar.ksdae.menlhk.go.id/wp-content/uploads/2017/08/Buku... · Buku Kerja Balai Besar KSDA Jawa Barat ini secara umum bertujuan

15

Gambar 2.7. Model Hierarki Bisnis Proses Prinsip Kemantapan Kawasan

Gambar 2.8. Model Hierarki Bisnis Proses Prinsip Kelestarian Fungsi Ekologi

Page 26: BUKU KERJA KONSERVASI - bbksdajabar.ksdae.menlhk.go.idbbksdajabar.ksdae.menlhk.go.id/wp-content/uploads/2017/08/Buku... · Buku Kerja Balai Besar KSDA Jawa Barat ini secara umum bertujuan

16

Gambar 2.9. Model Hierarki Bisnis Proses Prinsip Kelestarian Fungsi Ekonomi

Gambar 2.10. Model Hierarki Bisnis Proses Prinsip Kelestarian Fungsi Sosial Budaya

Page 27: BUKU KERJA KONSERVASI - bbksdajabar.ksdae.menlhk.go.idbbksdajabar.ksdae.menlhk.go.id/wp-content/uploads/2017/08/Buku... · Buku Kerja Balai Besar KSDA Jawa Barat ini secara umum bertujuan

17

3. Evaluasi Evaluasi dilakukan dengan review kinerja yang telah dilaksanakan. Setelah itu, kinerja

dinilai/diukur (appraising). Tahap ini memerlukan dokumentasi atau record data yang berkaitan dengan obyek yang dievaluasi. Untuk memudahkan proses evaluasi, penjelasan dan visualisasi hasil evaluasi maka diperlukan formulasi penilaian yang sederhana. Pada Tabel 2.2, Tabel 2.3., Tabel 2.4, dan Tabel 2.5 diperlihatkan deinisi setiap indikator dan ska-la intensitasnya sebagai basis untuk melakukan penilaian kinerja.

4. Pengembangan dan penghargaan Tahap keempat berfokus pada pengembangan dan penghargaan. Hasil evaluasi menja-di pedoman penentu keputusan terhadap action yang dilakukan selanjutnya. Keputusan dapat berupa langkah perbaikan, pemberian insentif/disinsentif, melanjutkan suatu ke-giatan atau prosedur yang telah ada, dan penetapan anggaran.

Secara umum tujuan dari manajemen kinerja adalah (Williams, 1998; Armstrong & Baron, 2005; Wibisono, 2006):

1. Mengatur kinerja organisasi dengan lebih terstruktur dan terorganisir.2. Mengetahui seberapa efektif dan eisien suatu kinerja organisasi.3. Membantu penentukan keputusan organisasi yang berkaitan dengan kinerja organisasi,

kinerja setiap bagian dalam organisasi, dan kinerja individual.4. Meningkatkan kemampuan organisasi secara keseluruhan dengan perbaikan berkesinam-

bungan.5. Mendorong staf agar bekerja sesuai prosedur dan produktif sehingga hasil kerja optimal.

Page 28: BUKU KERJA KONSERVASI - bbksdajabar.ksdae.menlhk.go.idbbksdajabar.ksdae.menlhk.go.id/wp-content/uploads/2017/08/Buku... · Buku Kerja Balai Besar KSDA Jawa Barat ini secara umum bertujuan

18

PROSES/

SUB PROSES

(upaya menca-

pai hasil)

Hasil

Kemantapan Ka-

wasan

Kelestarian Fungsi

Ekologi

Keletarian Fungsi

Ekonomi

Kelestarian Fungsi

Sosial-Budaya

Kriteria

Adanya pengakuan

legal dan aktual

Terjaminnya fungsi

ekosistem

Tersedianya akses

ekonomi untuk

masyarakat dan

pembangunan

wilayah

Terbanunganya

hubungan-hubun-

gan harmonis

dengan masyarakt

lokal

Indikator

(A) (B) (C) (D)

Manajemen Kawasan

Pengukuhan ka-

wasan

A1. Tercapainya pen-

etapan kawasan

konservasi

A2. Terbangunnya

pengakuan para

pihak terhadap

keberadaan dan

batas-batas ka-

wasan

Perencanaan ka-

wasan

A3. Tersedianya data

dan informasi

lengkap menge-

nai batas-batas

kawasan di atas

peta dan di lapa-

ngan

A4. Tertatanya blok

kawasan sesuai

fungsi dan tujuan

pengelolaan

kawasan serta

endapat dukun-

gan para pihak

A5. Seluruh kawasan

terbagi habis

dalam wilayah

kerja terkecil

yang dapat dike-

lola efektif

B1. Tersedianya data

dan informasi

lengkap, aku-

rat dan terkini

mengenai kondisi

SDA dan aspek

ekologisnya

B2. Rencana pen-

gelolaan telah

mencantum-

kan program

dan kegiatan

pengelolaan

SDA termasuk

perlindungan,

pengawetan dan

pemanfaatan le-

stari SDA sesuai

fungsi kawasan,

tujuan dan blok

pengelolaan yang

telah ditetapkan.

C1. Tersedianya data

dan informasi

lengkap menge-

nai nilai ekonomi

berbagai produk

jasa lingkungan

kawasan kon-

servasi untuk

masyarakat dan

pembangunan

wilayah

C2. Terbentukn-

ya blok yang

menyediakan

akses peman-

faatan SDA bagi

masyarakat dan

pembangunan

wilayah

D1. Tersedianya data

dan informasi

lengkap, aku-

rat dan terkini

mengenai aspek

sosial dan budaya

kawasan konser-

vasi, termasuk

pemanfaatan

tradisional mas-

yarakat.

D2. Blok pengelolaan

telah mengako-

modasi akses

masyarakat untuk

melakukan kegia-

tan ritual/budaya

dan pemfaatan

tradisional.

Tabel 2.1. Matrik Standard Kinerja Bisnis Proses Kawasan Konservasi Sebagai Basis Pengukuran Kinerja

Page 29: BUKU KERJA KONSERVASI - bbksdajabar.ksdae.menlhk.go.idbbksdajabar.ksdae.menlhk.go.id/wp-content/uploads/2017/08/Buku... · Buku Kerja Balai Besar KSDA Jawa Barat ini secara umum bertujuan

19

PROSES/

SUB PROSES

(upaya menca-

pai hasil)

Hasil

Kemantapan Ka-

wasan

Kelestarian Fungsi

Ekologi

Keletarian Fungsi

Ekonomi

Kelestarian Fungsi

Sosial-Budaya

Kriteria

Adanya pengakuan

legal dan aktual

Terjaminnya fungsi

ekosistem

Tersedianya akses

ekonomi untuk

masyarakat dan

pembangunan

wilayah

Terbanunganya

hubungan-hubun-

gan harmonis

dengan masyarakt

lokal

Indikator

(A) (B) (C) (D)

A6. Tersusunnya

rencana penge-

lolaan kawasan

yang didukung

para pihak

C3. Rencana pen-

gelolaan mema-

sukan rencana

kegiatan

pemanfaatan

berbasis jasa

lingkungan un-

tuk mendukung

ekonomi mas-

yarakat dan

pembangunan

wilayah

C4. Rencana

Pembinaan

Daerah Pen-

yangga disusun

dan ditetapkan

bersama an-

tara pengelola

kawasan kon-

servasi dengan

pemerintah

daerah dan

pengelola/pe-

mangku lahan

D3. Tersusunnya

rencana pen-

gelolaan yang

melibatkan,

mengakomoda-

si dan mendapat

dukungan dari

masyarakat

asli-setempat.

Pengamanan ka-

wasan

A7. Terpeliharanya

pal batas ka-

wasan di lapan-

gan

A8. Terhindarnya ka-

wasan dari klaim

pihak lain

B3. Terkendalikan-

nya ganggu-

an-gangguan

terhadap SDA di

dalam kawasan.

C5. Terkendalikann-

ya konlik peng-

gunaan lahan di

dalam kawasan

konservasi untuk

kegiatan pemba-

ngunan wilayah

D4. Terkendalikan-

nya konlik penggunaan

kawasan untuk

kegiatan budaya/

ritual masyarakat

dan pemanfaatan

trasional.

Page 30: BUKU KERJA KONSERVASI - bbksdajabar.ksdae.menlhk.go.idbbksdajabar.ksdae.menlhk.go.id/wp-content/uploads/2017/08/Buku... · Buku Kerja Balai Besar KSDA Jawa Barat ini secara umum bertujuan

20

PROSES/

SUB PROSES

(upaya men-

capai hasil)

Hasil

Kemantapan Ka-

wasan

Kelestarian Fungsi

Ekologi

Keletarian Fungsi

Ekonomi

Kelestarian Fungsi

Sosial-Budaya

Kriteria

Adanya pengakuan

legal dan aktual

Terjaminnya fungsi

ekosistem

Tersedianya akses

ekonomi untuk mas-

yarakat dan pemba-

ngunan wilayah

Terbanunganya

hubungan-hubun-

gan harmonis

dengan masyarakt

lokal

Indikator

(A) (B) (C) (D)

A9. Terken-

dalikannya

perambahan

kawasan

B4. Terkendalikan-

nya peman-

faatan SDA di

dalam kawasan

C6. Terbangunnya insentif bagi masyarakat yang secara mandiri/swadaya melaku-kan pengamanan kawasan.

D5. Terbangunnya keterlibatan dan kapasitas masyarakat asli/setempat dalam pengamanan kawasan.

Fungsi Evaluasi A10. Terpelihara-

nya status dan

fungsi kawasan

konservasi

- - -

Manajemen Sumber Daya Alam

Perlindungan A11. Tersedianya

lokasi yang

tepat dan luasan

yang cukup

untuk menja-

min kelestarian

fungsi penyang-

ga kehidupan

B5. Blok perlind-

ungan terkelola

efektif dalam

menjamin

terpeliharanya

proses-proses

ekologis secara

alamiah

C7. Terpeliharanya

daya dukung

ekologis dari

kawasan konser-

vasi terhadap ke-

giatan ekonomi

masyarakat

dan wilayah di

sekitar kawasan

konservasi

D6. Terbangun/

terpeliharanya

pranata sosial/

budaya lokal/

kearifan lokal

yang men-

dukung per-

lindungan dan

pelestarian SDA

di kawasan

konservasiPengawetan A12. Tersedianya

lokasi yang

tepat dan luasan

yang cukup

untuk menjaga

habitat dan pop-

ulasi jenis lora dan fauna pent-

ing kawasan

B6. Terpantaunya

kondisi habitat

dan populasi

jenis lora dan fauna penting

kawasan

C8. Terbangunnya

insentif bagi

masyarakat yang

secara mandiri/

swadaya melaku-

kan pelestarian

SDA (termasuk

pemulihan eko-

sistem) di dalam

kawasan konser-

vasi

Page 31: BUKU KERJA KONSERVASI - bbksdajabar.ksdae.menlhk.go.idbbksdajabar.ksdae.menlhk.go.id/wp-content/uploads/2017/08/Buku... · Buku Kerja Balai Besar KSDA Jawa Barat ini secara umum bertujuan

21

PROSES/

SUB PROSES

(upaya menca-

pai hasil)

Hasil

Kemantapan Ka-

wasan

Kelestarian Fungsi

Ekologi

Keletarian Fungsi

Ekonomi

Kelestarian Fungsi

Sosial-Budaya

Kriteria

Adanya pengakuan

legal dan aktual

Terjaminnya fungsi

ekosistem

Tersedianya akses

ekonomi untuk

masyarakat dan

pembangunan

wilayah

Terbanunganya

hubungan-hubun-

gan harmonis

dengan masyarakt

lokal

Indikator

(A) (B) (C) (D)

B7. Terpeliharanya

ekosistem unik,

habitat dan pop-

ulasi jenis lora dan fauna pent-

ing kawasan

B8. Terpulihkan-

nya ekosistem

unik, habitat

dan populasi

jenis lora dan fauna penting

kawasan yang

terdegradasi

B9. Berkembang-

nya kegiatan

penelitian dan

pengemban-

gan mengenai

potensi, karak-

teristik dan

kemanfaatan

SDA di dalam

kawasan.

Pemanfaatan Le-

stari

A13. Tersedia ruang

pemanfaatan

sesuai fungsi ka-

wasan yang tidak

beresiko meng-

ganggu fungsi

dan keutuhan

kawasan

B10. Tersedianya

model-model

pemanfaatan le-

stari SDA sesuai

fungsi kawasan,

tujuan dan blok

pengelolaan

C9. Terlaksanan-

ya kegiatan

pemberdayaan

ekonomi mas-

yarakat di daer-

ah penyangga

kawasan kon-

servasi bersama

pemerintah

daerah

D7. Terkendalikan-

nya kegiatan

pemanfaatan

SDA secara

tradsional ber-

basis budaya/

kearifan lokal

Page 32: BUKU KERJA KONSERVASI - bbksdajabar.ksdae.menlhk.go.idbbksdajabar.ksdae.menlhk.go.id/wp-content/uploads/2017/08/Buku... · Buku Kerja Balai Besar KSDA Jawa Barat ini secara umum bertujuan

22

PROSES/

SUB PROSES

(upaya menca-

pai hasil)

Hasil

Kemantapan Ka-

wasan

Kelestarian Fungsi

Ekologi

Keletarian Fungsi

Ekonomi

Kelestarian Fungsi

Sosial-Budaya

Kriteria

Adanya pengakuan

legal dan aktual

Terjaminnya fungsi

ekosistem

Tersedianya akses

ekonomi untuk

masyarakat dan

pembangunan

wilayah

Terbanunganya

hubungan-hubun-

gan harmonis

dengan masyarakt

lokal

Indikator

(A) (B) (C) (D)

Kelola Kelembagaan

Pranata Organisasi A14. Terbangunnya

organisasi dan

sarana-prasa-

rana pengelo-

laan kawasan

konservasi di

tingkat tapak

A15. Adanya stan-

dar operasional

prosedur dan

mekanisme ker-

ja pengamanan

kawasan yang

terarah dan

efektif

B11. Tersedianya

standar opra-

sional kegiatan

perlindungan

dan pengawetan

D8. Tersedianya

pedoman dan

standar opra-

sional prosedur

penanganan

aspek so-

sial-budaya dan

pemanfaatan

tradisional mas-

yarakat

Sumber Daya Ma-

nusia

A16. Adanya staf

lapangan yang

memiliki kom-

petensi dalam

bidang pen-

gamanan dan

intensif melaku-

kan aktivitas

pengamanan

kawasan di

tingkat tapak

B12. Adanya staf

lapangan yang

memiliki kom-

petensi dalam

bidang perlind-

ungan, pen-

gawetan, dan

pemanfaatan

sesuai kebu-

tuhan spesiik lapangan

D9. Adanya staf

lapangan

yang memili-

ki komptensi

memadai dalam

bidang sosial

budaya dan

intensif melaku-

kan pendamp-

ingan/interaksi

dengan mas-

yarakat adat/

lokal

Page 33: BUKU KERJA KONSERVASI - bbksdajabar.ksdae.menlhk.go.idbbksdajabar.ksdae.menlhk.go.id/wp-content/uploads/2017/08/Buku... · Buku Kerja Balai Besar KSDA Jawa Barat ini secara umum bertujuan

23

PROSES/

SUB PROSES

(upaya menca-

pai hasil)

Hasil

Kemantapan Ka-

wasan

Kelestarian Fungsi

Ekologi

Keletarian Fungsi

Ekonomi

Kelestarian Fungsi

Sosial-Budaya

Kriteria

Adanya pengakuan

legal dan aktual

Terjaminnya fungsi

ekosistem

Tersedianya akses

ekonomi untuk

masyarakat dan

pembangunan

wilayah

Terbanunganya

hubungan-hubun-

gan harmonis

dengan masyarakt

lokal

Indikator

(A) (B) (C) (D)

Jaringan Kerja A17. Tergalangn-

ya dukungan

dan terjalinnya

kerja sama

dan kolaborasi

pengamanan

kawasan kon-

servasi

B13. Terjalinnya

kerjasama dan/

atau kolaborasi

dengan mas-

yarakat dan

berbagai pihak

dalam per-

lindungan dan

pengawetan

C10. Terjalinnya

kerja sama/

kolaborasi an-

tara pengelola

dengan pemda

dan swasta

yang menjadi

aktor kegia-

tan ekonomi

wilayah untuk

mendukung

kegiatan penge-

lolaan

D10. Terjalinnya

hubungan kemi-

traan konservasi

dengan lemba-

ga masyarakat

asli/lokal yang

efektif men-

dukung tujuan

pengelolaan

Promosi dan Pe-

masaran

B14. Tersedianya

paket-paket in-

formasi sebagai

material untuk

kampanye/

penyuluhan

penyadartahuan

dan promosi

Tekhnologi A18. Tersedianya

alat dan bahan

kerja lapangan

yang terhubung

dengan Sistem

Informasi

berbasis GIS di

seksi/bidang/

balai untuk

pemantauan

kondisi ka-

wasan secara

berkala

B15. Tersedianya alat dan bahan kerja lapangan yang merupa-kan bagian dari Sistem Infor-masi Ekosistem (SIE) yang terhubung antara resor (tapak)-seksi/bidang-balai.

Page 34: BUKU KERJA KONSERVASI - bbksdajabar.ksdae.menlhk.go.idbbksdajabar.ksdae.menlhk.go.id/wp-content/uploads/2017/08/Buku... · Buku Kerja Balai Besar KSDA Jawa Barat ini secara umum bertujuan

24

PROSES/

SUB PROSES

(upaya menca-

pai hasil)

Hasil

Kemantapan Ka-

wasan

Kelestarian Fungsi

Ekologi

Keletarian Fungsi

Ekonomi

Kelestarian Fungsi

Sosial-Budaya

Kriteria

Adanya pengakuan

legal dan aktual

Terjaminnya fungsi

ekosistem

Tersedianya akses

ekonomi untuk

masyarakat dan

pembangunan

wilayah

Terbanunganya

hubungan-hubun-

gan harmonis

dengan masyarakt

lokal

Indikator

(A) (B) (C) (D)

Keuangan A19. Kecukupan

alokasi ang-

garan untuk

mempertahank-

an/ mencapai

kemantapan

kawasan

B16. Optimalisasi

penerimaan

dari kegiatan

pemanfaatan le-

stari SDA yang

sesuai fungsi

dan tujuan

pengelolaan

kawasan

B17. Kecukupan

alokasi angga-

ran untuk mem-

pertahankan /

mencapai kele-

starian fungsi

ekosistem,

populasi jenis

lora dan fauna penting

C11. Kecukupan

alokasi ang-

garan untuk

mempertahank-

an /mencapai

kelestarian

fungsi ekonomi

kawasan kon-

servasi

D11. Kecukupan

alokasi ang-

garan untuk

mencapai kele-

starian fungsi

sosial budaya

kawasan

Page 35: BUKU KERJA KONSERVASI - bbksdajabar.ksdae.menlhk.go.idbbksdajabar.ksdae.menlhk.go.id/wp-content/uploads/2017/08/Buku... · Buku Kerja Balai Besar KSDA Jawa Barat ini secara umum bertujuan

25

INDIKATOR PENGERTIAN NILAI KETERANGAN

A1. Tercapainya penetapan

kawasan konservasi

Penetapan kawasan merupakan tahapan akhir dalam

pengukuhan kawasan yang mencerminkan kondisi

legalitas kawasan yang telah mantap. Secara kes-

eluruhan proses pengukuhan mencakup: penunjukan

kawasan, penataan batas, pemetaan, dan penetapan

kawasan.

Baik

Sedang

Kurang

Jika seluruh tahapan pen-

gukuhan selesai dilaksanakan

atau sudah penetapan

Jika tahapan pengukuhan

telah selesai pada tahap pena-

taan batas dan pemetaan

Jika kawasan belum ditata

batas

A2. Terbangunnya penga-

kuan para pihak terhadap

keberadaan dan batas-batas

kawasan

Selain telah ditetapkan, kemantapan kawasan juga

ditentukan oleh pengakuan dan persetujuan dari para

pihak terhadap batas-batas kawasan konservasi seh-

ingga tidak terjadi klaim dari pihak lain

Baik

Sedang

Kurang

Jika seluruh pihak terkait

mengakui dan menyetuji

batas-batas kawasan serta

tidak ada gangguan terhadap

keutuhan kawasan

Jika seluruh pihak terkait

mengakui dan menyetuji

batas-batas kawasan tetapi

masih ada gangguan terhadap

keutuhan kawasan

Jika terdapat sebagian pihak

terkait tidak mengakui dan

menyetuji batas-batas ka-

wasan

A3. Tersedianya data dan in-

formasi lengkap mengenai

batas-batas kawasan di atas

peta dan di lapangan

Batas-batas kawasan termuat di dalam peta hasil pe-

nataan batas sebagai dasar pembuatan peta penetapan

kawasan. Sementara di lapangan ditandai dengan pe-

masangan pal batas dengan radius yang telah ditetap-

kan. Setelah proses penataan batas (pemasangan pal

batas), seringkali terjadi gangguan yang salah satunya

ditandai dengan perusakan atau penghilangan pal

batas. Oleh karenya diperlukan updating data kondisi

pal batas berdasarkan hasil inventarisasi/ pengecekan

pal batas kawasan secara rutin.

Baik

Sedang

Kurang

Jika terdapat data pal batas

hasil pengecekan lapangan

secara berkala

Jika terdapat data pal batas

tetapi tidak terbaharui secara

berkala

Jika tidak terdapat data pal

batas kawasan hasil pengece-

kan lapangan

A4. Tertatanya blok kawasan

sesuai fungsi dan tujuan

pengelolaan kawasan serta

mendapat dukungan para

pihak

Blok pengelolaan merupakan instrument pengelolaan

yang mendasar dan menjadi panduan gerak langkah

pengelolaan kawasan konservasi. Keberadaan blok

yang berkualitas menunjukan adanya pedoman pen-

gelolaan sekaligus kesepakatan para pihak mengenai

tata/penggunaan ruang di dalam kawasan konservasi.

Baik

Sedang

Kurang

Jika sudah terdapat blok

pengelolaan yang telah

mempertimbangkan kepent-

ingan ekologi, disusun

melalui prosedur yang benar

dan melibatkan para pihak

berkepentingan

Jika sudah terdapat blok/zo-

nasi pengelolaan tetapi tidak

disusun melalui prosedur

yang benar dan tidak meli-

batkan para pihak berkepent-

ingan

Jika belum terdapat blok/

zona pengelolaan

Tabel 2.2. Skala Intensitas Indikator Kemantapan Kawasan (Kriteria: Adanya pengakuan legal dan actual)

Page 36: BUKU KERJA KONSERVASI - bbksdajabar.ksdae.menlhk.go.idbbksdajabar.ksdae.menlhk.go.id/wp-content/uploads/2017/08/Buku... · Buku Kerja Balai Besar KSDA Jawa Barat ini secara umum bertujuan

26

INDIKATOR PENGERTIAN NILAI KETERANGAN

A5. Seluruh kawasan terbagi

habis dalam wilayah kerja

terkecil yang dapat dikelola

secara efektif

Pembagian wilayah kerja pada dasarnya untuk

memastikan adanya penanggung jawab kegiatan

pengelolaan pada setiap bagian kawasan. Selanjutn-

ya kualitas pengelolaan ditunjukkan dengan adanya

aktivitas rutin, terarah dan efektif oleh penangggung

jawabnya.

Baik

Sedang

Kurang

Jika seluruh bagian kawasan

terbagi habis dalam wilayah

kerja resor dan kegiatan

pengelolaan berjalan intensif,

terarah dan efektif

Jika seluruh bagian kawasan

terbagi habis dalam wilayah

kerja resor tetapi tidak ada

kegiatan pengelolaan yang

intensif

Jika masih ada bagian ka-

wasan yang tidak termasuk

dalam wilayah kerja resor

A6. Tersusunnya rencana

pengelolaan kawasan yang

didukung para pihak

Rencana Pengelolaan KSA/KPA disusun dengan

melibatkan wakil para pihak, dikonsultasikan kepada

berbagai pihak yang lebih dan memiliki keterkaitan,

dan pada akhirnya diberi rekomendasi oleh pihak-pi-

hak tersebut sebagai bukti dukungan resmi. Rencana

pengelolaan yang didukung para pihak merupakan

pijakan bagi kegiatan pengelolaan kolaboratif.

Baik

Sedang

Kurang

Jika ada Rencana Pengelo-

laan yang telah ditetapkan,

disusun dengan melibatkan

para pihak, dikonsultasikan

dan mendapat dukungan

resmi dari para pihak

Jika ada Rencana Pengelo-

laan yang telah ditetapkan,

tetapi tidak mendapatkan

dukungan resmi dari para

pihak

Jika belum ada Rencana Pen-

gelolaan yang ditetapkan

A7. Terpeliharanya pal batas

kawasan di lapangan

Dinamika penggunaan lahan di sekitar kawasan

konservasi sangat tinggi seiring dengan meningkat-

nya kebutuhan masyarakat terhadap lahan. Benteng

kawasan di tingkat tapak dalam bentuk pal batas.

Oleh sebab itu, kondisi pal batas harus terus diperiksa

dan dipelihara agar terlihat jelas dan terhindar dari

okupasi.

Baik

Sedang

Kurang

Jika pal batas di lapangan

utuh dan dalam kondisi baik

sebagaimana tertera dalam

peta hasil tata batas

Jika terdapat pal batas yang

hilang, tetapi masih ada titik

ikat yang bisa dipakai untuk

rekonstruksi

Jika sebagian besar pal batas

hilang dan tidak ada titik ikat

untuk rekonstruksi

A8. Terhindarnya kawasan dari

klaim pihak lain

Banyak kawasan konservasi diklaim pihak lain, baik

dengan atau tanpa bukti legalitas kepemilikan (serti-

ikat, AJB, dll). Pengamanan kawasan pada dasarnya adalah untuk memastikan kawasan konservasi terhin-

dar dari klaim pihak lain atau dari perbuatan-perbua-

tan yang akan mengganggu keutuhan kawasan atau

okupasi.

Baik

Sedang

Kurang

disertai legalitas kepemilikan

lahan dan di lapangan tidak

ada upaya okupasi.

Jika tidak ada klaim pihak

lain yang disertai legalitas

kepemilikan lahan, namun di

lapangan ada upaya okupasi

Jika ada klaim pihak lain

yang disertai legalitas

kepemilikan lahan namun di

lapangan ada upaya okupasi

Page 37: BUKU KERJA KONSERVASI - bbksdajabar.ksdae.menlhk.go.idbbksdajabar.ksdae.menlhk.go.id/wp-content/uploads/2017/08/Buku... · Buku Kerja Balai Besar KSDA Jawa Barat ini secara umum bertujuan

27

INDIKATOR PENGERTIAN NILAI KETERANGAN

A9. Terkendalikannya peram-

bahan kawasan

Sebagian besar kawasan konservasi mengalami

kejadian perambahan dengan skala yang beragam.

Perambahan perlu dikendalikan sejak mulai terjadi

agar tidak terlanjur besar dan sulit diatasi.

Baik

Sedang

Kurang

Jika tidak ada aktivitas per-

ambahan di dalam kawasan

konservasi

Jika ada aktivitas perambahan

di dalam kawasan konserva-

si. tetapi sedang ada upaya

penyelesaian

Jika ada aktivitas perambahan

di dalam kawasan, tetapi belum

ada upaya penyelesaian

A10. Terpeliharanya status dan

fungsi kawasan konserva-

si

Saat ini terdapat kecenderungan untuk merubah status

kawasan konservasi menjadi hutan produksi, bahkan

APL. Upaya ini dilakukan sebagian pihak untuk

melancarkan kepentingan.

Kondisi kawasan yang rudak dan tidak mencermink-

an fungsinya akan memperkuat dorongan-dorongan

ke arah perubahan fungsi.

Baik

Sedang

Kurang

Jika tidak ada dorongan ke arah

perubahan fungsi kawasan dan

kondisi kawasan masih mecer-

minkan fungsinya.

Jika tidak ada dorongan ke

arah perubahan fungsi, tetapi

kondisi kawasan sudah tidak

sesuai dengan fungsinya

Jika ada dorongan perubahan

fungsi kawasan.

A11. Tersedianya lokasi yang

tepat dan luasan yang

cukup untuk menjamin ke-

lestarian fungsi penyangga

kehidupan

Lokus dan proporsi kawasan untuk wilayah perlind-

ungan proses-proses ekologis secara alamiah harus

memadai sehingga terjamin kelestariannya. Dalam

penataan kawasan, kepentingan ini perlu diakomodasi

dalam blok perlindungan.

Jika seluruh kawasan yang

memiliki kerentanan ekologis

(lereng sedang-sangat curam,

mata air, dll) termasuk dalam

blok perlindungan

Jika tidak seluruh kawasan

yang memiliki kerentanan

ekologis (lereng sedang-sangat

curam, mata air, dll) termasuk

dalam blok perlindungan

Jika lebih dari 20% kawasan

yang memiliki kerentanan

ekologis (lereng curam-sangat

curam, mata air, dll) tidak ter-

masuk blok perlindungan

A12. Tersedianya lokasi yang

tepat dan luasan yang cuk-

up untuk menjaga habitat

dan populasi jenis lora dan fauna penting kawasan

Lokus dan proporsi wilayah perlindungan habitat

jenis lora dan fauna penting serta ekosistem unik kawasan harus memadai sehingga terjamin kelestari-

annya. Dalam skala zonasi, habitat dan populasi jenis

lora dan fauna penting kawasan perlu diakomodasi dalam blok perlindungan. Dalam skala landscape

wilayah jelajah satwa bisa jadi melampaui batas-batas

kawasan konservasi sehingga perlu dibangun koridor

untuk menjamin kelestarian populasi fauna penting,

sekaligus menghindari konlik satwa.

Baik

Sedang

Jika seluruh kawasan yang ter-

kategorikan sebagai ekosistem

unik, habitat jenis lora dan fauna penting kawasan terma-

suk dalam blok perlindungan

Jika masih ada kawasan yang

terkategorikan sebagai eko-

sistem unik, habitat jenis lora dan fauna penting kawasan

tidak termasuk dalam blok

perlindungan

Page 38: BUKU KERJA KONSERVASI - bbksdajabar.ksdae.menlhk.go.idbbksdajabar.ksdae.menlhk.go.id/wp-content/uploads/2017/08/Buku... · Buku Kerja Balai Besar KSDA Jawa Barat ini secara umum bertujuan

28

INDIKATOR PENGERTIAN NILAI KETERANGAN

Kurang Jika lebih dari 20% kawasan yang

terkategorikan sebagai ekosistem

unik, habitat jenis lora dan fauna penting kawasan tidak termasuk

dalam blok perlindungan

A13. Tersedia ruang peman-

faatan sesuai fungsi

kawasan yang tidak ber-

esiko mengganggu fungsi

dan keutuhan kawasan

Lokus dan proporsi wilayah pemanfaatan ditetapkan

sedemikian rupa agar tidak beresiko terganggunya

keutuhan kawasan konservasi. Penetapan lokus

dibuat sesuai kaidah blok pengelolaan sesuai fungsi

kawasan. Selanjutnya, blok/ruang pemanfaatan terse-

but dibuat desain tapaknya agar tidak mengganggu

keutuhan dan fungsi kawasan.

Baik

Sedang

Kurang

Jika tersedia blok/ruang peman-

faatan sesuai fungsi kawasan dan

desain ruangnya tidak beresiko

mengganggu keutuhan kawasan

konservasi

Jika tersedia blok/ruang peman-

faatan sesuai fungsi kawasan,

namun belum dibuat desain

ruangnya.

Jika tidak tersedia blok/ruang pe-

manfaatan sesuai fungsi kawasan

A14. Terbangunnya organisasi

dan sarana-prasarana pen-

gelolaan kawasan konser-

vasi di tingkat tapak

Organisasi pengelolaan tingkat tapak atau resor

merupakan ujung tombak keamanan kawasan konser-

vasi. Oleh karenanya, organisasi tingkat tapak harus

diperkuat agar berfungsi efektif.

Baik

Sedang

Kurang

Jika organisasi tingkat tapak

memiliki fasilitas kantor, per-

alatan, sarana mobilitas, dan

anggaran operasional yang relatif

memadai.

Jika organisasi tingkat tapak

memiliki fasilitas kantor, per-

alatan, sarana mobilitas, dan

anggaran operasional yang kurang

memadai

Jika organisasi tingkat tapak

tidak memiliki fasilitas kantor,

peralatan, sarana mobilitas, dan

anggaran operasional.

A15. Adanya standar operasional

prosedur dan mekanisme

kerja pengamanan kawasan

yang terarah dan efektif

Untuk menjamin keamanan kawasan diperlukan

SOP pengamanan kawasan yang efektif dipedomani

oleh staf lapangan, mencakup SOP partroli, tindakan

terhadap temuan kejadian tipihut, pembuatan laporan

kejadian (LK), dan monev keamanan kawasan.

Baik

Sedang

Kurang

Jika ada SOP dan mekanisme kerja

pengamanan kawasan yang efektif

dipedomani oleh staf lapangan

Adanya SOP dan mekanisme

kerja pengamanan kawasan tetapi

kurang efektif dipedomani oleh

staf lapangan.

Tidak ada SOP dan mekanisme

kerja pengamanan kawasan

A16. Adanya staf lapangan yang

memiliki kompetensi dalam

bidang pengamanan dan in-

tensif melakukan aktivitas

pengamanan kawasan di

tingkat tapak

Standar operasional dan mekanisme kerja pengaman-

an kawasan akan berfungsi efektif jika didukung oleh

staf pengamanan kawasan yang intensif bekerja di

lapangan dan memiliki komptensi bidang pengaman-

an kawasan.

Baik

Sedang

Kurang

Jika ada tenaga terampil pen-

gamanan hutan yang intensif

bekerja di lapangan

Jika ada tenaga terampil pen-

gamanan hutan tetapi kurang

intensif bekerja di di lapangan

Jika tidak ada tenaga pengamanan

hutan yang bekerja di lapangan.

Page 39: BUKU KERJA KONSERVASI - bbksdajabar.ksdae.menlhk.go.idbbksdajabar.ksdae.menlhk.go.id/wp-content/uploads/2017/08/Buku... · Buku Kerja Balai Besar KSDA Jawa Barat ini secara umum bertujuan

29

INDIKATOR PENGERTIAN NILAI KETERANGAN

A17. Tergalangnya dukungan

dan terjalinnya kerja sama

dan kolaborasi pengamanan

kawasan konservasi

Terdapat kecenderungan terus berkurangnya staf

lapangan (frontliner) karena usia pensiun, sakit,

dan lain-lain. Sementara rekruitmen pegawai secara

konvensional (PNS) tersendat karena kebijakan

pemerintah pusat dalam penerimaan PNS/ASN. Oleh

sebab itu, kerja sama dan kolaborasi dengan berbagai

pihak terkait dalam pengamanan kawasan hutan perlu

diperkuat, terutama dengan masyarakat lokal.

Baik

Sedang

Kurang

Jika ada kerja sama dan ko-

laborasi pengamanan kawasan

yang efektif dengan mas-

yarakat dan pihak lain

Jika ada kerja sama dan ko-

laborasi pengamanan kawasan

dengan masyarakat dan pihak

lain, tetapi kurang efektif

Jika tidak ada kerja sama

dan kolaborasi pengamanan

kawasan

A18. Tersedianya alat dan ba-

han kerja lapangan yang

terhubung dengan Sistem

Informasi berbasis GIS

di Seksi/Bidang/Balai

untuk pematauan kondisi

kawasan secara berkala

Pengelolaan tingkat tapak oleh petugas resor berperan

sebagai produsen data dan informasi dinamika ka-

wasan. Oleh karenanya, harus tersedia alat dan bahan

kerja lapangan yang secara terarah merekam dinami-

ka yang mempengaruhi keutuhan kawasan. Alat dan

bahan serta mekanisme kerja pengamanan terhubung

dengan sistem informasi yang berpusat di Kantor

UPT. Alat dan bahan kerja lapangan ini sekaligus

sebagai salah satu alat kontrol kinerja staff lapangan.

Baik

Sedang

Kurang

Jika tersedia alat dan bahan

kerja lapangan yang khusus

merekam data kondisi kawasan

(pal batas, perambahan, dll)

secara berkala dan terhubung

dengan Sistem Informasi

Pengelolaan yang berpusat di

Kantor Balai/UPT.

Jika tersedia alat dan bahan

kerja lapangan yang khusus

merekam data kondisi kawasan

(pal batas, perambahan, dll),

namun tidak terbarui secara

berkala atau tidak terhubung

dengan Sistem Informasi

Pengelolaan yang berpusat di

Kantor Balai/UPT

Jika tidak tersedia alat dan bah-

an kerja lapangan yang khusus

merekam data kondisi kawasan

(pal batas, perambahan, dll)

secara berkala

A19. Kecukupan alokasi angga-

ran untuk mempertahank-

an/ mencapai kemantapan

kawasan

Pelaksanaan seluruh kegiatan untuk mencapai keman-

tapan kawasan harus didukung oleh anggaran yang

memadai

Baik

Sedang

Kurang

Jika alokasi anggaran untuk ke-

giatan-kegiatan dalam rangka

mencapai kemantapan kawasan

memadai.

Jika alokasi anggaran untuk ke-

giatan-kegiatan dalam rangka

mencapai kemantapan kawasan

tidak memadai

Jika tidak ada alokasi anggaran

untuk kegiatan-kegiatan dalam

rangka mencapai kemantapan

kawasan

Page 40: BUKU KERJA KONSERVASI - bbksdajabar.ksdae.menlhk.go.idbbksdajabar.ksdae.menlhk.go.id/wp-content/uploads/2017/08/Buku... · Buku Kerja Balai Besar KSDA Jawa Barat ini secara umum bertujuan

30

INDIKATOR PENGERTIAN NILAI KETERANGAN

B1. Tersedianya data dan in-

formasi lengkap mengenai

kondisi SDA dan aspek

ekologisnya

Akurasi rencana dan tindakan pengelolaan SDA san-

gat tergantung dari ketersediaan data dan informasi.

Data dan informasi aspek ekologi mencakup unsur

isis dan biologis serta interaksi di antara keduanya yang saling mempengaruhi. Satu unit sistem ekologi

dikatakan sebagai satu ekosistem. Di dalam satu

kawasan konservasi terdapat satu atau bisa jadi lebih

unit ekosistem, karena ada pula kawasan konservasi

yang justru menjadi bagian dari sistem ekologi (eko-

sistem) yang lebih luas melintasi batas-batas kawasan

konservasi.

Baik

Sedang

Kurang

Jika tersedia data dan informasi

yang lengkap mengenai potensi

SDA kawasan konservasi dan

aspek ekologisnya

Jika tersedia data dan informasi

mengenai potensi SDA kawasan

konservasi dan aspek ekologisn-

ya, tetapi tidak lengkap

Jika tidak tersedia data dan

informasi potensi SDA kawasan

konservasi dan aspek ekolo-

gisnya

B2. Rencana pengelolaan telah

mencantumkan program

dan kegiatan pengelolaan

SDA termasuk perlind-

ungan, pengawetan dan

pemanfaatan secara

lestari SDA sesuai fungsi

kawasan, tujuan dan blok

pengelolaan yang telah

ditetapkan

Dokumen rencana pengelolaan secara substansial

merupakan artikulasi dari blok pengelolaan menjadi

serangkaian program dan kegiatan pengelolaan SDA

meliputi: perlindungan, pengawetan, pemanfaatan

yang terarah (tepat lokus dan fokusnya sesuai fungsi,

tujuan dan blok pengelolaan), terukur (target capaian

yang dapat diukur dan diveriikasi) dan realistis (dapat dilaksanakan).

Baik

Sedang

Kurang

Jika rencana pengelolaan

telah mencantumkan program

dan kegiatan perlindungan,

pengawetan, pemanfaatan yang

terarah, terukur dan realistis

Jika rencana pengelolaan telah

mencantumkan program dan

kegiatan perlindungan, pen-

gawetan, pemanfaatan, namun

kurang terarah

Jika belum tersusun rencana

pengelolaan

B3. Terkendalikannya ganggu-

an-gangguan terhadap SDA

di dalam kawasan

Beberapa bentuk gangguan SDA di dalam kawasan

diantaranya: illegal logging, kebakaran hutan, per-

buruan liar, penggembalaan, dll. Gangguan lain juga

muncul dalam bentuk pemungutan hasil-hasil hutan

bukan kayu tanpa ijin. Kegiatan pengamanan melalui

cara pre-emtif, preventif hingga refresif secara

terukur berorientasi pada manusia yang menjadi agen

gangguan.

Baik

Sedang

Kurang

Jika tidak ada agen-agen peng-

ganggu SDA

Jika masih ada agen-agen

pengganggu SDA, namun terus

ditangani melalui kegiatan pen-

gamanan

Jika agen-agen penyebab

gangguan SDA terus beroperasi

tanpa ada tindakan pengamanan

B4. Terkendalikannya pe-

manfaatan SDA di dalam

kawasan.

Pemanfaatan terkendali berarti: (1) sejalan dengan

fungsi dan tujuan pengelolaan kawasan, (2) memi-

liki ijin dari pengelola, (3) jenis, cara dan volume

pemanfaatan tidak melampaui daya dukung (carrying

capacity) sehinga tidak berpengaruh negatif terhadap

struktur dan fungsi ekosistem kawasan konservasi.

Baik

Sedang

Kurang

Jika seluruh kegiatan peman-

faatan sesuai dengan fungsi dan

tujuan pengelolaan, memiliki

ijin pengelola, jenis/cara dan

volume pemanfaatan tidak

melampaui daya dukung yang

ditetapkan

Jika ada kegiatan pemanfaatan

sesuai fungsi dan tujuan pen-

gelolaan, namun tidak memiliki

ijin dari pengelola

Jika ada pemanfaatan, namun

tidak sesuai dengan fungsi dan

tujuan pengelolaan

Tabel 2.3. Skala Intensitas Indikator Kelestarian Fungsi Ekologi (Kriteria: Terjaminnya Fungsi Ekosistem)

Page 41: BUKU KERJA KONSERVASI - bbksdajabar.ksdae.menlhk.go.idbbksdajabar.ksdae.menlhk.go.id/wp-content/uploads/2017/08/Buku... · Buku Kerja Balai Besar KSDA Jawa Barat ini secara umum bertujuan

31

INDIKATOR PENGERTIAN NILAI KETERANGAN

B5. Blok perlindungan terkelo-

la efektif dalam menjamin

terpeliharanya proses-pros-

es ekologis secara alamiah

Proses ekologis adalah proses yang memainkan

peranan penting dalam menjaga keutuhan ekosistem.

Empat proses ekologi dasar adalah siklus air, siklus

nutrien, aliran energi dan keanekaragaman hayati.

Proses ekologi adalah penopang kehidupan. Oleh

karenanya kegiatan pengelolaan di blok perlindungan

harus mampu menjamin terpeliharanya proses-proses

ekologis tersebut, termasuk di dalamnya ekosistem

unik, habitat dan populasi jenis lora dan fauna pent-ing kawasan

Baik

Sedang

Kurang

Jika blok perlindungan terpeli-

hara dengan baik dan berfung-

si efektif dalam menjamin

berlangsungnya proses-proses

ekologis secara alamiah

Jika blok perlindungan kurang

terpelihara sehingga terjadi

penurunan fungsinya dalam

menjamin berlangsungnya pros-

es-proses ekologis

Jika blok perlindungan tidak

terpelihara dan sudah tidak ber-

fungsi efektif dalam menjamin

berlangsungnya proses-proses

ekologis

B6. Terpantaunya kondisi hab-

itat dan populasi jenis lora dan fauna penting kawasan

Ekosistem unik, habitat dan populasi jenis lora dan fauna penting suatu kawasan konservasi adalah

sasaran utama kegiatan pengawetan (preservasi).

Ekosistem bersifat dinamis – terus melakukan suksesi

alamiah sehingga kondisi habitat dan populasi juga

dinamis. Selain itu, suksesi juga dapat terjadi karena

pengaruh faktor ekternal. Dinamika ekosistem, ter-

masuk habitat dan populasi, harus terus dipantau agar

diketahui arah perkembangannya (menuju klimak

atau anti-klimak) untuk menentukan intervensi pen-

gelolaan dalam rangka menghindari kepunahan dan

mempertahankan keseimbangan.

Baik

Sedang

Kurang

Jika tersedia data dan infor-

masi hasil pemantauan rutin

mengenai dinamika yang terjadi

pada ekosistem unik, habitat dan

populasi jenis lora dan fauna penting kawasan

Jika tersedia data dan informasi

hasil pemantauan insidentil

mengenai dinamika yang terjadi

pada ekosistem unik, habitat dan

populasi jenis lora dan fauna penting kawasan

Jika tidak ada data dan informa-

si hasil pemantauan mengenai

dinamika yang terjadi pada

ekosistem unik, habitat dan

populasi jenis lora dan fauna penting kawasan

B7. Terpeliharanya ekosistem

unik, habitat dan populasi

jenis lora dan fauna pent-ing kawasan

Ekosistem unik, habitat dan populasi jenis lora dan fauna penting sebagai simbol dan ciri khas suatu

kawasan konservasi harus dijaga dan dipelihara agar

keberadaannya tidak punah, tetap seimbang dan

dinamis dalam perkembangannya. Upaya preservasi

sesuai kebutuhan di antaranya pembinaan habitat,

pembinaan populasi, penetapan koridor hidupan liar,

pemulihan ekosistem, atau penutupan kawasan.

Baik

Sedang

Kurang

Ekosistem unik, habitat dan

populasi jenis lora dan fauna penting kawasan terpelihara

dengan baik

Ekosistem unik, habitat dan

populasi jenis lora dan fauna penting kawasan mengalami

gangguan

Ekosistem unik, habitat dan

populasi jenis lora dan fauna penting kawasan mengalami

gangguan/kerusakan berat

B8. Terpulihkannya ekosistem

unik, habitat dan popu-

lasi jenis lora dan fauna penting kawasan yang

terdegradasi

Ekosistem unik dan habitat yang telah terlanjur rusak

serta populasi jenis lora dan fauna penting kawasan yang terganggu perlu dilakukan upaya pemulihan

secara terencana dan sistematis untuk menghindari

kepunahan dan mengembalikan keseimbangan.

Baik Jika tidak ada ekosistem unik,

habitat dan populasi jenis lora dan fauna penting kawasan yang

mengalami ganagguan atau

kerusakan berat

Page 42: BUKU KERJA KONSERVASI - bbksdajabar.ksdae.menlhk.go.idbbksdajabar.ksdae.menlhk.go.id/wp-content/uploads/2017/08/Buku... · Buku Kerja Balai Besar KSDA Jawa Barat ini secara umum bertujuan

32

INDIKATOR PENGERTIAN NILAI KETERANGAN

Sedang

Kurang

Jika ada ekosistem unik, habitat dan

populasi jenis lora dan fauna pent-ing kawasan yang mengalami gang-

guan atau kerusakan berat, namun

sedang dalam proses pemulihan

Jika ada ekosistem unik, habitat

dan populasi jenis lora dan fauna penting kawasan yang mengalami

gangguan atau kerusakan berat,

namun tidak ada proses pemulihan

B9. Berkembangnya kegiatan

penelitian dan pengem-

bangan mengenai potensi,

karakteristik dan keman-

faatan SDA di dalam

kawasan.

Potensi SDA di dalam kawasan perlu didaya-

gunakan agar bermanfaat secara langsung bagi

masyarakat dan penerimaan Negara. Pendayagu-

naan SDA tersebut perlu didahului dengan kegiatan

penelitian dan pengembangan untuk mengetahui

secara pasti mengenai potensi, karakteristik dan

manfaat setiap jenis SDA, inovasi skema pe-

manfaatannya yang paling layak, dan aspek daya

dukungnya. Kegiatan penelitian dan pengembangan

harus terarah dan terprogram sesuai kebutuhan

dalam rangka pencapaian tujuan pengelolaan.

Baik

Sedang

Kurang

Jika ada kegiatan-kegiatan pene-

litian dan pengembangan yang terar-

ah, terprogram dan terdokumentasi

dengan baik sesuai kebutuhan ke-

giatan pengelolaan untuk mencapai

tujuan

Jika ada kegiatan-kegiatan pene-

litian dan pengembangan, namun

tidak terarah dan terprogram seh-

ingga tidak jelas nilai kontribusinya

terhadap kegiatan pengelolaan

untuk mencapai tujuan

Jika tidak pernah ada kegiatan pene-

litian dan pengembangan

B10. Tersedianya model-model

pemanfaatan lestari SDA

sesuai fungsi kawasan, tu-

juan dan blok pengelolaan

Dukungan para pihak seringkali didorong oleh

adanya manfaat dari pengelolaan kawasan kon-

servasi untuk mereka. Oleh karenanya, pengelola

harus mampu menyediakan model-model peman-

faatan SDA yang sesuai fungsi kawasan dan tujuan

pengelolaan. Model-model tersebut dapat berorien-

tasi untuk memenuhi kebutuhan subsisten mas-

yarakat lokal dan/atau mengembangkan usaha yang

mendatangkan pendapatan, baik bagi masyarakat

lokal maupun penerimaan Negara.

Baik

Sedang

Kurang

Jika tersedia model-model peman-

faatan SDA yang sejalan dengan

fungsi dan tujuan pengelolaan

kawasan dan berjalan di lapangan

Jika telah tersedia model-model

pemanfaatan SDA yang sejalan den-

gan fungsi dan tujuan pengelolaan

kawasan, namun belum berjalan di

lapangan

Jika sema sekali tidak tersedia mod-

el-model pemanfaatan SDA yang

sejalan dengan fungsi dan tujuan

pengelolaan kawasan

Page 43: BUKU KERJA KONSERVASI - bbksdajabar.ksdae.menlhk.go.idbbksdajabar.ksdae.menlhk.go.id/wp-content/uploads/2017/08/Buku... · Buku Kerja Balai Besar KSDA Jawa Barat ini secara umum bertujuan

33

INDIKATOR PENGERTIAN NILAI KETERANGAN

B11. Tersedianya standar opra-

sional kegiatan perlindun-

gan dan pengawetan

Kegiatan perlindungan dan pengawetan dilak-

sanakan secara terarah dan terprogram sehingga

diperlukan standar operasional (misalnya: SOP

penanggulangan illegal logging, kebakaran hutan,

pemantauan/monitoring populasi habitat, peman-

tauan lora dan fauna penting kawasan, pemulihan ekosistem, dll). SOP merupakan pedoman teknis

yang dilengkapi dengan pengaturan peran dan tata

hubungan antar unit kerja (resor-seksi/bidang-

balai). SOP yang baik adalah SOP yang bisa dipe-

domani oleh semua unit kerja terkait.

Baik

Sedang

Kurang

Jika ada SOP perlindungan dan

pelestarian yang lengkap dan dipe-

domani oleh staf lapangan

Jika ada SOP perlindungan dan

pelestarian yang lengkap, tetapi ku-

rang dipedomani oleh staff lapangan

Jika tidak ada SOP perlindungan

dan pengwetan

B12. Adanya staf lapangan yang

memiliki kompetensi dalam

bidang perlindungan, pen-

gawetan, dan pemanfaatan

sesuai kebutuhan spesiik lapangan

Kegiatan perlindungan, pengawetan, dan peman-

faatan (3P) merupakan core business konservasi

SDA. Oleh karenanya, harus ada SDM lapangan

yang memiliki komptensi 3P memadai (seharusnya

PEH) yang bekerja intensif di tingkat tapak.

Baik

Sedang

Kurang

Jika terdapat SDM yang memiliki

komptensi memadai dalam bidang

perlindungan dan pengwetan yang

bekerja intensif di tapak

Jika terdapat SDM yang memiliki

komptensi memadai dalam bidang

perlindungan dan pengwetan, tetapi

tidak intensif bekerja di tapak

Jika tidak ada SDM yang memiliki

komptensi memadai dalam bidang

perlindungan dan pengwetan

B13. Terjalinnya kerja sama dan/

atau kolaborasi dengan

masyarakat dan berbagai

pihak dalam perlindungan

dan pengawetan

Dukungan dan kerjasama/ kolaborasi/kemitraan

termasuk dengan masyarakat, pemerintah daerah,

perguruan tinggi, dan pihak-pihak lain dalam kegia-

tan perlindungan dan pengawetan diperlukan untuk

mengisi berbagai kelemahan yang sulit diatasi/

dipenuhi oleh internal pengelola (pemerintah),

Baik

Sedang

Jika ada kerja sama/kolaborasi/ ke-

mitraan dengan masyarakat dan para

pihak terkait lainnya dalam kegiatan

perlindungan dan pengawetan dan

berjalan efektif di lapangan.

Jika ada kerja sama/kolaborasi/ ke-

mitraan dengan masyarakat dan para

pihak terkait lainnya dalam kegiatan

perlindungan dan pengawetan,

namun tidak berjalan efektif di

lapangan

Page 44: BUKU KERJA KONSERVASI - bbksdajabar.ksdae.menlhk.go.idbbksdajabar.ksdae.menlhk.go.id/wp-content/uploads/2017/08/Buku... · Buku Kerja Balai Besar KSDA Jawa Barat ini secara umum bertujuan

34

INDIKATOR PENGERTIAN NILAI KETERANGAN

misalnya ketidakcukupan anggaran dan kapasitas

SDM. Kerja sama perlindungan dapat dilakukan

lebih leksibel, namun untuk pengawetan secara khusus perlu dibangun kerja sama dengan para

peneliti dan perguruan tinggi, lembaga keilmuan

lainnya, atau NGO yang memiliki kompetensi

khusus

Sedang

Kurang

Jika ada kerja sama/kolaborasi/ ke-

mitraan dengan masyarakat dan para

pihak terkait lainnya dalam kegiatan

perlindungan dan pengawetan,

namun tidak berjalan efektif di

lapangan

Jika tidak ada kerja sama/ kolabora-

si/kemiteraan dengan masyarakat

dan para pihak terkait lainnya dalam

kegiatan perlindungan dan pen-

gawetan

B14. Tersedianya paket-paket

informasi sebagai material

untuk kampanye/penyulu-

han penyadartahuan dan

promosi

Informasi mengenai nilai SDA kawasan konservasi

perlu dikemas sedemikian rupa minimal untuk

kepentingan dua hal: (1) membangun kesadaran

para pihak mengenai pentingnya keberadaan

kawasan konservasi; (2) mangembangkan nilai

guna SDA kawasan melalui berbagai kegiatan

usaha yang sejalan dengan fungsi, tujuan dan blok

pengelolaan kawasan

Baik

Sedang

Kurang

Jika pengelola memiliki paket-paket

informasi yang dapat digunakan

untuk materi penyadartahuan dan

promosi yang manarik dan inovatif

Jika pengelola memiliki paket-paket

informasi untuk materi penyadarta-

huan dan promosi, namun kurang

manarik dan inovatif

Jika pengelola tidak memiliki

paket-paket informasi yang dapat

digunakan untuk materi penyadarta-

huan dan promosi

B15. Tersedianya alat dan bahan

kerja lapangan yang mer-

upakan bagian dari Sistem

Informasi Ekosistem (SIE)

yang terhubung antara

resor (tapak)-seksi/bidang-

balai.

Sistem informasi mempunyai 3 unsur yaitu:1) me-

nerima data sebagai masukan (input); 2) memproses

data dengan melakukan perhitungan, penggabungan

unsur data, pemutakhiran, perkiraan dan lain-lain;

3) memperoleh informasi sebagai keluaran (output).

Sistem informasi memproses data dan kemudian

mengubahnya menjadi informasi. Data sebagai

bahan baku informasi dihasilkan dari tapak oleh

petugas resor. Aliran data yang mandeg menyebab-

kan pengelola miskin informasi yang menyebabkan

pengelola mengalami ketidakmampuan mengontrol

sumber daya.

Baik

Sedang

Kurang

Jika tersedia alat dan bahan kerja

lapangan bagi para petugas resor

yang terhubung dengan SIE ka-

wasan konservasi

Jika tersedia alat dan bahan kerja

lapangan bagi para petugas resor,

tetapi tidak terhubung dengan atau

tidak ada SIE kawasan konservasi

Jika tidak ada alat dan bahan kerja

lapangan bagi para petugas resor

dan tidak ada SIE kawasan konser-

vasi

Page 45: BUKU KERJA KONSERVASI - bbksdajabar.ksdae.menlhk.go.idbbksdajabar.ksdae.menlhk.go.id/wp-content/uploads/2017/08/Buku... · Buku Kerja Balai Besar KSDA Jawa Barat ini secara umum bertujuan

35

INDIKATOR PENGERTIAN NILAI KETERANGAN

Ekosistem adalah sangat kompleks yang dicirikan

dengan banyak data. Oleh karenanya, memahami

konsep dasar informasi adalah sangat penting untuk

merancang sistem informasi yang efektif (effective

business system). Sistem informasi adalah alat

bantu Kepala

B16. Optimalisasi penerimaan

dari kegiatan pemanfaatan

lestari SDA yang sesuai

fungsi dan tujuan pengelo-

laan kawasan

Pemanfaatan lestari SDA di dalam kawasan

konservasi yang sesuai fungsi kawasan dan blok

pengelolaan harus dioptimalkan sebagai sumber

penerimaan Negara, sekaligus menjadi alternatif

pendapatan bagi masyarakat lokal. Pengertian

optimal dalam konteks ini adalah bahwa kegiatan

pemanfaatan dilakukan dengan prinsip kehatian-ha-

tian dan pembatasan. Pemanfaatan di cagar alam

memiliki derajat kehati-hatian dan pembatasan

paling tinggi dibandingkan dengan fungsi kawasan

lainnya.

Baik

Sedang

Kurang

Jika kegiatan pemanfaatan lestari

SDA yang sesuai fungsi dan tujuan

pengelolaan kawasan mampu meng-

hasilkan penerimaan Negara dan

pendapatan bagi masyarakat lokal

Jika kegiatan pemanfaatan lestari

SDA yang sesuai fungsi dan tujuan

pengelolaan kawasan mampu meng-

hasilkan penerimaan Negara atau

pendapatan bagi masyarakat lokal

Jika kegiatan pemanfaatan lestari

SDA yang sesuai fungsi dan tujuan

pengelolaan kawasan tidak meng-

hasilkan penerimaan Negara dan

pendapatan bagi masyarakat lokal

B17. Kecukupan alokasi angga-

ran untuk mempertahankan

/mencapai kelestarian fung-

si ekosistem, populasi jenis

lora dan fauna penting

perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan lestari

SDA untuk mencapai kelestarian fungsi ekosistem

harus didukung oleh anggaran yang memadai

Baik

Sedang

Kurang

Jika ada alokasi anggaran yang

cukup untuk membiayai seluruh

kegiatan dalam rangka mempertah-

ankan/mencapai kelestarian fungsi

ekosistem

Jika ada alokasi anggaran untuk

membiayai sebagian besar kegiatan

dalam rangka mempertahankan /

mencapai kelestarian fungsi eko-

sistem

Jika ada alokasi anggaran tetapi

hanya cukup untuk membiayai

sebagian kecil kegiatan dalam

rangka mempertahankan /mencapai

kelestarian fungsi ekosistem

Page 46: BUKU KERJA KONSERVASI - bbksdajabar.ksdae.menlhk.go.idbbksdajabar.ksdae.menlhk.go.id/wp-content/uploads/2017/08/Buku... · Buku Kerja Balai Besar KSDA Jawa Barat ini secara umum bertujuan

36

INDIKATOR PENGERTIAN NILAI KETERANGAN

C1. Tersedianya data dan in-

formasi lengkap mengenai

nilai ekonomi berbagai

produk jasa lingkungan

kawasan konservasi untuk

masyarakat dan pembangu-

nan wilayah

Jasa Lingkungan adalah jasa yang diberikan oleh

potensi ekosistem, keadaan iklim, fenomena alam,

kekhasan jenis dan peninggalan budaya yang dapat

dikategorikan sebagai keindahan dan fenomena

alam, keanekaragaman hayati dan ekosistem, fungsi

hidrologi, penyerapan dan penyimpanan karbon, dan

berbagai jasa lainnya. Pengetahuan mengenai jenis-je-

nis produk jasa lingkungan, termasuk HHBK dan

nilai ekonominya, sangat berguna sebagai bahan un-

tuk penyadartahuan kepada masyarakat dan pengem-

bangan alternatif usaha berbasis jasa ekosistem sesuai

fungsi kawasan dan tujuan pengelolaan.

Baik

Sedang

Kurang

Jika tersedia data dan informasi

lengkap mengenai potensi jasa

lingkungan dan nilai ekonomi

kawasan konservasi

Jika tersedia data dan informasi

lengkap mengenai potensi jasa

lingkungan, namun tidak dis-

ertai hasil kajian nilai ekonomi

kawasan konservasi

Jika tidak tersedia tersedia data

dan informasi lengkap men-

genai potensi jasa lingkungan

kawasan konservasi

C2. Terbentuknya blok yang

menyediakan akses peman-

faatan SDA bagi mas-

yarakat dan pembangunan

wilayah

Akses masyarakat dan pembangunan wilayah di

dalam kawasan konservasi perlu dibuka tetapi diatur

(regulated open access). Berbagai peraruran perun-

dangan mengenai penyelenggaraan KSDAE dan pen-

gelolaan KSA dan KPA serta aturan teknis turunannya

telah memberikan petunjuk mengenai pengaturan

akses tersebut. Setiap fungsi kawasan memiliki ciri

khas dalam pengaturan akses pemanfaatan.

Baik

Sedang

Kurang

Jika tersedia akses ruang (blok)

pemanfaatan untuk masyarakat

dan pembangunan wilayah

yang disepakati para pihak dan

sejalan dengan fungsi kawasan

dan tujuan pengelolaan

Jika tersedia akses ruang (blok)

pemanfaatan untuk masyarakat

dan pembangunan wilayah yang

sejalan dengan fungsi kawasan

dan tujuan pengelolaan, namun

belum disepakati para pihak

Jika tidak tersedia akses ruang

(blok) pemanfaatan untuk

masyarakat dan pembangunan

wilayah yang sejalan dengan

fungsi kawasan dan tujuan

pengelolaan

C3. Rencana pengelolaan me-

masukkan rencana kegiatan

pemanfaatan berbasis jasa

lingkungan untuk men-

dukung ekonomi mas-

yarakat dan pembangunan

wilayah

Sesuai dengan blok pengelolaan, maka rencana

pengelolaan mencantumkan program dan kegiatan

pemanfaatan SDA sesuai fungsi kawasan dan tujuan

pengelolaan. Rencana pengelolaan didukung dengan

rencana teknik/tematik dalam bentuk rencana induk,

rencana bisnis dan rencana detail rinci (DED) untuk

setiap jenis kegiatan usaha (misalnya: wisata alam,

air, karbon, HHBK, dll).

Baik

Sedang

Kurang

Jika rencana pengelolaan men-

cantumkan program dan kegia-

tan pemanfaatan yang disertai

dengan rencana teknik/tematik

dalam bentuk rencana induk,

rencana bisnis dan DED untuk

setiap jenis kegiatan usaha

Jika rencana pengelolaan

mencantumkan program dan ke-

giatan pemanfaatan namun tidak

ditindaklanjuti dengan peny-

usunan rencana teknik/tematik

dalam bentuk rencana induk,

rencana bisnis dan DED untuk

setiap jenis kegiatan usaha

Jika belum ada rencana penge-

lolaan

Tabel 2.4. Skala Intensitas Indikator Kelestarian Fungsi Ekonomi (Kriteria: Tersedianya Akses Ekonomi untuk Masyarakat dan Pembangunan Wilayah)

Page 47: BUKU KERJA KONSERVASI - bbksdajabar.ksdae.menlhk.go.idbbksdajabar.ksdae.menlhk.go.id/wp-content/uploads/2017/08/Buku... · Buku Kerja Balai Besar KSDA Jawa Barat ini secara umum bertujuan

37

INDIKATOR PENGERTIAN NILAI KETERANGAN

C4. Rencana Pembinaan

Daerah Penyangga disusun

dan ditetapkan bersama

antara pengelola kawasan

konservasi dengan pemer-

intah daerah dan pengelola/

pemangku lahan lainnya

Setelah adanya penetapan daerah penyangga bersa-

ma para pihak, selanjutnya harus disusun rencana

pengelolaan daerah penyangga yang berorientasi

pada penguatan ekonomi masyarakat di daerah

penyangga. Rencana pembinaan daerah penyangga

juga memasukan aktivitas pengamanan, perlind-

ungan, dan pemulihan kawasan konservasi secara

partisipatif, termasuk pembentukan dan pengelo-

laan koridor satwa atau kawasan ekosistem esensial

untuk mendukung integritas habitat. Pembinaan

daerah penyangga dalam jangka panjang terintegra-

si dalam pembangunan daerah (RPJMD) dan desa

(RPJMDes).

Baik

Sedang

Kurang

Jika telah tersusun rencana pem-

binaan daerah penyangga yang

disepakati oleh para pihak terkait

yang memuat pemberdayaan

ekonomi masyarakat, peran serta

masyarakat dalam mendukung pen-

gelolaan kawasan serta kebutuhan

khusus lain untuk pelestarian jenis

satwa penting (koridor)

Jika telah tersusun rencana pem-

binaan daerah penyangga yang

disepakati oleh para pihak terkait

yang memuat pemberdayaan

ekonomi masyarakat, namun belum

memuat peran serta masyarakat

dalam mendukung pengelolaan

kawasan.

Jika belum tersusun rencana pen-

gelolaan daerah penyangga yang

disepakati oleh para pihak terkait.

C5. Terkendalikannya konlik penggunaan lahan di dalam

kawasan konservasi untuk

kegiatan pembangunan

wilayah.

Penggunaan kawasan tidak prosedural yang beror-

ientasi untuk kepentingan pembangunan wilayah,

seperti jalan, dan fasilitas publik, dan lainnya harus

dapat dikendalikan agar tidak terjadi di dalam

kawasan konservasi. Kejadian ini telah banyak

dialami di beberapa kawasan akibat keterlanjuran

seiring dengan lemahnya koordinasi dengan pemer-

intah daerah dan pengelolaan di tingkat tapak oleh

petugas pengelola

Baik

Sedang

Kurang

Jika tidak ada penggunaan lahan

tidak prosedural di dalam kawasan

konservasi yang berorientasi pada

kegiatan pembangunan wilayah

Jika ada penggunaan lahan yang

tidak prosedural di dalam kawasan

konservasi tetapi telah/sedang

dalam penyelesaian

Jika ada penggunaan lahan yang

tidak prosedural di dalam kawasan

konservasi dan belum ada upaya

penyelesaian

C6. Terbangunnya insentif bagi

masyarakat yang secara

mandiri/swadaya melaku-

kan pengamanan kawasan

Mekanisme insentif diperlukan untuk mendorong

peran aktif masyarakat secara swadaya untuk

melakukan pengamanan kawasan. Insentif beror-

ientasi pada hasil (hilir). Insentif diberikan pada

individu atau kelompok yang telah terbukti berhasil

melakukan aktivitas pengamanan kawasan secara

swadaya.

Baik

Sedang

Kurang

Jika ada mekanisme insentif pen-

gamanan kawasan untuk mendorong

keswadayaan masyarakat dalam

mengamankan kawasan konservasi

Jika ada mekanisme insentif pen-

gamanan kawasan untuk mendorong

keswadayaan masyarakat dalam

mengamankan kawasan konservasi,

namun belum berjalan

Jika tidak ada mekanisme insentif

pengamanan kawasan untuk men-

dorong keswadayaan masyarakat

dalam mengamankan kawasan

konservasi

C7. Terpeliharanya daya

dukung ekologis dari ka-

wasan konservasi terhadap

kegiatan ekonomi

Kawasan konservasi dengan kondisi alamiah yang

dapat dipertahankan mendukung produktivitas

kegiatan ekonomi di sekitar kawasan konservasi,

Baik Jika kawasan konservasi masih

mampu berperan menopang ke-

hidupan masyarakat dan kegiatan

ekonomi wilayah di daerah pen-

yangga

Page 48: BUKU KERJA KONSERVASI - bbksdajabar.ksdae.menlhk.go.idbbksdajabar.ksdae.menlhk.go.id/wp-content/uploads/2017/08/Buku... · Buku Kerja Balai Besar KSDA Jawa Barat ini secara umum bertujuan

38

INDIKATOR PENGERTIAN NILAI KETERANGAN

masyarakat dan wilayah di sekitar

kawasan konservasi.

misalnya sawah, kebun, industri yang membu-

tuhkan suplai air yang baik dan stabil. Selain itu,

kesehatan ekosistem di dalam kawasan mengurangi

resiko bencana yang dapat mempengaruhi kegiatan

ekonomi di wilayah terdampak.

Sedang

Kurang

Jika kemampuan kawasan konserva-

si sebagai penopang masyarakat dan

kegiatan ekonomi wilayah di daerah

penyangga menurun

Jika kawasan konservasi sudah tidak

mampu berperan sebagai penopang

kehidupan masyarakat dan kegiatan

ekonomi wilayah

C8. Terbangunnya insentif

bagi masyarakat yang

secara mandiri/swadaya

melakukan pelestarian SDA

(termasuk pemulihan eko-

sistem) di dalam kawasan

konservasi

Mekanisme insentif diperlukan untuk mendorong

peran aktif masyarakat secara swadaya untuk

melakukan perlindungan SDA dan pemulihan

ekosistem kawasan konservasi. Insentif berorientasi

pada hasil (hilir). Insentif diberikan pada individu

atau kelompok yang telah terbukti berhasil melaku-

kan aktivitas perlindungan SDA dan pemulihan

ekosistem secara swadaya.

Baik

Sedang

Kurang

Jika ada mekanisme insentif untuk

masyarakat yang terbukti berhasil

melakukan perlindungan SDA dan

pemulihan ekosistem di dalam

kawasan secara swadaya

Jika ada mekanisme insentif untuk

masyarakat yang terbukti berhasil

melakukan perlindungan SDA dan

pemulihan ekosistem secara swa-

daya, namun belum dijalankan

Jika tidak ada mekanisme insentif

untuk masyarakat yang terbukti ber-

hasil melakukan perlindungan SDA

dan pemulihan ekosistem secara

swadaya

C9. Terlaksananya kegiatan

pemberdayaan ekonomi

masyarakat di daerah pen-

yangga kawasan konservasi

bersama pemerintah daerah

Salah satu bentuk kegiatan pembinaan daerah pen-

yangga adalah pengembangan ekonomi produktif

masyarakat. Ketahanan masyarakat secara ekonomi

dapat menurunkan tekanan terhadap SDA di dalam

kawasan. Jenis kegiatan ekonomi produktif dapat

menggunakan SDA di dalam kawasan sebagai

sumber plasma nutfah dan jasa ekosistem lainnya.

Pemberdayaan masyarakat di daerah penyangga da-

lam jangka panjang harus menjadi agenda pemban-

gunan di daerah sebagai bentuk sinergi antara pusat

dan daerah dalam pengelolaan kawasan konservasi.

Baik

Sedang

Kurang

Jika kegiatan ekonomi produktif

masyarakat di daerah penyangga

berkembang dan mampu mening-

katkan kesejahteraan masyarakat

melalui peran aktif Pemda

Jika kegiatan ekonomi produktif

masyarakat di daerah penyangga

berkembang dan berpotensi mening-

katkan kesejahteraan masyarakat,

namun belum ada peran aktif Pemda

Jika tidak ada pembinaan ekonomi

produktif masyarakat oleh ke-

beradaan produk-produk jasa

lingkungan kawasan konservasi

Jika terjalin kerja sama dengan

pemerintah daerah dan swasta

pelaku kegiatan ekonomi wilayah

yang diuntungkan oleh keberadaan

produk-produk jasa lingkungan ka-

wasan konservasi, namun tidak ada

kontribusi dalam kegiatan pengelo-

laan kawasan konservasi

C10. Terjalinnya kerja sama/

kolaborasi antara penge-

lola dengan Pemda dan

swasta yang menjadi aktor

kegiatan ekonomi wilayah

untuk mendukung kegiatan

pengelolaan

Perhatian, dukungan dan kegiatan pemerintah daer-

ah untuk pembinaan daerah penyangga, pember-

dayaan masyarakat, dan pemanfaatan SDA kawasan

konservasi seyogyanya terjalin dalam ikatan kerja

sama atau MoU. Kerja sama tidak terbatas dengan

pemda tetapi dengan swasta/BUMN yang menjadi

Baik Jika terjalin kerja sama efektif

dengan Pemda dan swasta pelaku

kegiatan ekonomi wilayah yang

diuntungkan oleh keberadaan

produk-produk jasa lingkungan

kawasan konservasi

Page 49: BUKU KERJA KONSERVASI - bbksdajabar.ksdae.menlhk.go.idbbksdajabar.ksdae.menlhk.go.id/wp-content/uploads/2017/08/Buku... · Buku Kerja Balai Besar KSDA Jawa Barat ini secara umum bertujuan

39

INDIKATOR PENGERTIAN NILAI KETERANGAN

pelaku kegiatan ekonomi pembangunan wilayah,

(misalnya PDAM, industri manufaktur di hilir,

perhotelan, dll). Efektivitas kerja sama selanjutnya

diukur dari adanya kontribusi nyata (in cash atau in

kind) para pihak untuk mendukung kegiatan penge-

lolaan kawasan konservasi.

Sedang

Kurang

Jika terjalin kerja sama dengan

pemerintah daerah dan swasta

pelaku kegiatan ekonomi wilayah

yang diuntungkan oleh keberadaan

produk-produk jasa lingkungan ka-

wasan konservasi, namun tidak ada

kontribusi dalam kegiatan pengelo-

laan kawasan konservasi

Jika tidak ada jalinan kerja sama

dengan pemerintah daerah dan

swasta pelaku kegiatan ekonomi

wilayah yang diuntungkan oleh

keberadaan produk-produk jasa

lingkungan kawasan konservasi

C11. Kecukupan alokasi angga-

ran untuk mempertahankan

/mencapai kelestarian

fungsi ekonomi kawasan

konservasi

Pelaksanaan seluruh kegiatan untuk mencapai ke-

lestarian fungsi ekonomi membutuhkan dukungan

anggaran yang memadai.

Baik

Sedang

Kurang

Jika ada alokasi anggaran yang

cukup untuk membiayai seluruh

kegiatan dalam rangka mencapai

kelestarian fungsi ekonomi kawasan

konservasi

Jika ada alokasi anggaran untuk

membiayai sebagian besar kegiatan

dalam rangka mencapai kelestarian

fungsi ekonomi kawasan konservasi

Jika ada alokasi anggaran, tetapi

hanya cukup untuk membiayai

sebagian kecil kegiatan dalam

rangka mencapai kelestarian fungsi

ekonomi kawasan konservasi

Page 50: BUKU KERJA KONSERVASI - bbksdajabar.ksdae.menlhk.go.idbbksdajabar.ksdae.menlhk.go.id/wp-content/uploads/2017/08/Buku... · Buku Kerja Balai Besar KSDA Jawa Barat ini secara umum bertujuan

40

INDIKATOR PENGERTIAN NILAI KETERANGAN

D1. Tersedianya data dan in-

formasi lengkap mengenai

aspek sosial dan budaya

kawasan konservasi, terma-

suk pemanfaatan tradision-

al masyarakat.

Nilai-nilai sosial dan budaya serta aktivitas tra-

disional masyarakat di dalam dan sekitar kawasan

konservasi perlu diinvetarisasi sebagai dasar bagi

pengelola untuk membangun strategi pengelolaan

kawasan yang sinergi dengan kondisi sosial dan bu-

daya masyarakat setempat. Data sosial budaya men-

cakup: kelembagaan yang ada di masyarakat dan

sistem keanggotaannya; tempat-tempat penting bagi

masyarakat secara sosial budaya; aturan-aturan pe-

manfaatan dan pengelolaan hasil hutan yang pernah

berlaku di suatu tempat; persepsi masyarakat atas

kondisi sumber daya alam; dan aktivitas tradisional

masyarakat di dalam kawasan.

Baik

Sedang

Kurang

Jika tersedia data dan informasi

lengkap mengenai nilai-nilai sosial,

budaya dan aktivitas tradisional

masyarakat setempat serta hasil

pemantauan mengenai pengaruhnya

terhadap kawasan konservasi

Jika tersedia data dan informasi

lengkap mengenai nilai-nilai sosial,

budaya dan aktivitas tradisional

masyarakat setempat, namun tidak

diketahui pengaruhnya terhadap

kawasan konservasi

Jika tidak tersedia data dan infor-

masi lengkap mengenai mengenai

nilai-nilai sosial, budaya dan aktivi-

tas tradisional masyarakat setempat

D2. Blok pengelolaan telah

mengakomodasi akses mas-

yarakat untuk melakukan

kegiatan ritual/budaya dan

pemanfaatan tradisional

Aktivitas sosial-budaya baik berupa kegiatan spir-

itual maupun ekonomi (pemanfaatan tradisional)

seyogyanya diakomodasi melalui blok pengelolaan

(blok religi dan pemanfaatan tradisional) sepanjang

masih ada nilai-nilai dan aktivitas sosial-budaya

dan tradisional tersebut

Baik

Sedang

Kurang

Jika tersedia akses ruang (blok)

untuk kegiatan religi/ritual dan/

atau pemanfaatan tradisional yang

sinergi dengan fungsi dan tujuan

pengelolaan kawasan

Jika tersedia akses ruang (blok)

untuk kegiatan religi/ritual dan/atau

pemanfaatan tradisional, namun

kurang sejalan dengan fungsi dan

tujuan pengelolaan kawasan

Jika tidak tersedia akses ruang

(blok) untuk kegiatan religi/ritual

dan/atau pemanfaatan tradisional

padahal terdapat kepentingan mas-

yarakat untuk aktivitas religi/ritual

dan/atau pemanfaatan tradisional

D3. Tersusunnya rencana

pengelolaan yang melibat-

kan, mengakomodasi dan

mendapat dukungan dari

masyarakat asli/setempat

Sesuai dengan blok pengelolaan yang telah menye-

diakan blok untuk kegiatan religi dan pemanfaatan

tradisional, maka rencana pengelolaan mencan-

tumkan program dan kegiatan pengendalian dan

pemantauan kegiatan religi/ritual dan pemanfaatan

tradisional. Pengelola kawasan juga dapat mengem-

bangkan aktivitas budaya masyarakat sebagai at-

raksi wisata budaya, dan peningkatan nilai tambah

produk-produk pemanfaatan tradisional.

Baik

Sedang

Jika rencana pengelolaan mencan-

tumkan program dan kegiatan pen-

gendalian dan pemantauan kegiatan

religi/ritual dan pemanfaatan tra-

disional, sekaligus pengembangan-

nya menjadi atraksi wisata budaya

dan peningkatan nilai tambah dari

produk-produk hasil pemanfaatan

tradisional

Jika rencana pengelolaan mencan-

tumkan program dan kegiatan pen-

gendalian dan pemantauan kegiatan

religi/ritual dan pemanfaatan tra-

disional, namun tidak ada pengem-

bangan menjadi atraksi untuk wisata

budaya dan/atau peningkatan nilai

tambah produk-produk hasil peman-

faatan tradisional

Tabel 2.5. Skala Intensitas Indikator Kelestarian Fungsi Sosial Budaya (Kriteria: Terbangunnya Hubun-gan-Hubungan Harmonis dengan Budaya Lokal)

Page 51: BUKU KERJA KONSERVASI - bbksdajabar.ksdae.menlhk.go.idbbksdajabar.ksdae.menlhk.go.id/wp-content/uploads/2017/08/Buku... · Buku Kerja Balai Besar KSDA Jawa Barat ini secara umum bertujuan

41

INDIKATOR PENGERTIAN NILAI KETERANGAN

Kurang Jika rencana pengelolaan tidak men-

cantumkan program dan kegiatan

pengendalian dan pemantauan ke-

giatan religi/ritual dan pemanfaatan

tradisional

D4. Terkendalikannya konlik penggunaan kawasan untuk

kegiatan budaya/ritual mas-

yarakat dan pemanfaatan

trasional

Kegiatan religi/ritual oleh masyarakat tidak ber-

esiko mempengaruhi status, fungsi dan keutuhan

kawasan konservasi. Untuk menjamin hal ini maka

kegiatan pengamanan dalam bentuk pemantauan

dan pengendalian perlu dilakukan melalui pendeka-

tan partisipatif

Baik

Sedang

Kurang

Jika tidak ada atau ada aktivitas

religi/ritual terjadi pada blok-blok

yang telah ditetapkan sesuai kriteria

dan tidak terjadi dampak negatif

terhadap status, fungsi dan keutuhan

kawasan konservasi.

Jika aktivitas religi/ritual terjadi

pada blok-blok yang telah ditetap-

kan sesuai kriteria, namun terjadi

dampak yang kurang baik status,

fungsi dan keutuhan kawasan

konservasi

Jika aktivitas religi/ritual bersifat

konlikting dan berdampak luas terhadap status, fungsi dan keutuhan

kawasan konservasi

D5. Terbangunnya keterlibatan

dan kapasitas masyarakat

asli/setempat dalam pen-

gamanan kawasan

Peran serta masyarakat dalam pengamanan ka-

wasan melalui berbagai skema (Masyarakat Mitra

Polhut, dll) dibangun dan dilengkapi dengan ke-

giatan pembinaan, termasuk peningkatan kapasitas

mereka sesuai peranannya yang diharapkan – agar

tidak terkesan hanya dibentuk tapi tidak dirawat.

Hal ini penting sebagai solusi keterbatasan SDM

pengelola di tingkat tapak.

Baik

Sedang

Kurang

Jika ada keterlibatan masyarakat

dalam pengamanan kawasan yang

disertai dengan kegiatan pembinaan

secara rutin

Jika ada keterlibatan masyarakat

dalam pengamanan kawasan, namun

tidak disertai dengan kegiatan pem-

binaan secara rutin

Jika tidak ada keterlibatan mas-

yarakat dalam pengamanan

kawasan.

D6. Terbangun/terpeliharanya

pranata sosial/budaya

lokal/kearifan lokal yang

mendukung perlindungan

dan pelestarian SDA di

kawasan konservasi

Nilai-nilai sosial dan budaya serta aktivitas pe-

manfaatan tradisional biasanya memiliki nilai-nilai

perlindungan yang berbasis kearifan lokal. Namun,

perubahan-perubahan yang dirangsang dari luar ser-

ingkali melunturkan kearifan lokal dan masyarakat

cenderung menjadi pragmatis. Sangat penting untuk

merevitalisasi pranata-pranata lokal dengan meng-

hidupkan kembali nilai-nilai perlindungan alam

dalam aturan-aturan lokal masyarakat baik dalam

tingkat komunitas maupun desa (perdes).

Baik

Sedang

Kurang

Jika masyarakat setempat masih

menganut pranata sosial yang

memiliki nilai-nilai perlindungan

alam yang masih berlaku atau dapat

diberlakukan lagi secara efektif.

Jika masyarakat setempat menganut

pranata sosial yang memiliki nilai-

nilai perlindungan alam, namun saat

ini kurang dipakai oleh sebagian

anggota masyarakat

Jika masyarakat setempat tidak

pernah menganut pranata sosial

yang memiliki nilai-nilai perlindun-

gan alam

Page 52: BUKU KERJA KONSERVASI - bbksdajabar.ksdae.menlhk.go.idbbksdajabar.ksdae.menlhk.go.id/wp-content/uploads/2017/08/Buku... · Buku Kerja Balai Besar KSDA Jawa Barat ini secara umum bertujuan

42

INDIKATOR PENGERTIAN NILAI KETERANGAN

D7. Terkendalikannya kegiatan

pemanfaatan SDA secara

tradsional berbasis budaya/

kearifan lokal

Kegiatan tradisional dalam hal ini adalah kegia-

tan masyarakat dalam memanfaatkan SDA di

dalam kawasan yang tidak berbasis lahan (missal

pemungutan HHBK). Lokasi, cara, frekuensi, dan

volume pemanfaatan perlu diatur dan dikendalikan

agar tidak berdampak pada penurunan potensi SDA

yang dapat mengganggu stabilitas ekosistem dan

kehidupan satwa penting kawasan.

Baik

Sedang

Kurang

Jika tidak ada pemanfaatan tra-

disional atau jika ada pemanfaatan

tradisonal tetapi dapat dikendalikan

sehingga tidak berdampak pada

penurunan potensi SDA yang dapat

mengganggu stabilitas ekosistem

dan kehidupan satwa penting

kawasan

Jika ada pemanfaatan tradisonal,

tetapi belum dapat dikendalikan

sepenuhnya yang mempengaruhi

potensi SDA yang dapat meng-

ganggu stabilitas ekosistem dan

kehidupan satwa penting kawasan

Jika ada pemanfaatan tradisonal

tetapi tidak ada kegiatan pengen-

dalian sehingga berdampak pada

penurunan potensi SDA yang dapat

mengganggu stabilitas ekosistem

dan kehidupan satwa penting

kawasan.

D8. Tersedianya pedoman

dan standar oprasional

prosedur penanganan

aspek sosial-budaya dan

pemanfaatan tradisional

masyarakat

Di lapangan seringkali petugas masih bingung

menyikapi keberadaan aktivitas sosial-budaya dan

pemanfaatan tradisional yang dilakukan mas-

yarakat setempat. Kondisi ini berbahaya dalam

jangka panjang. Oleh karenanya, sangat diperlukan

pedoman dan SOP untuk menangani aktivitas-ak-

tivitas sosial-budaya dan pemanfaatan tradisional

oleh masyarakat yang dapat menjadi acuan petugas

lapangan dalam menyikapi kejadian-kejadian di

lapangan

Baik

Sedang

Kurang

Jika ada pedoman dan SOP penan-

ganan potensi dan permasalahan

sosial-budaya dan pemanfaatan

tradisional masyarakat

Jika ada pedoman tetapi tidak

ada SOP penanganan potensi dan

permasalahan sosial-budaya dan

pemanfaatan tradisional masyarakat

Jika tidak ada pedoman dan SOP

penanganan potensi dan permasala-

han sosial-budaya dan pemanfaatan

tradisional masyarakat

D9. Adanya staf lapangan

yang memiliki komptensi

memadai dalam bidang

sosial budaya dan intensif

melakukan pendampingan/

interaksi dengan mas-

yarakat adat/lokal.

Permasalahan sosial budaya dan aktivitas peman-

faatan SDA di dalam kawasan konservasi terjadi

hampir di seluruh kawasan konservasi. Kondisi ini

mengindikasikan adanya kebutuhan adanya SDM di

lapangan yang memiliki kompetensi dalam bidang

sosial dan budaya dan secara intensif melakukan

pendampingan masyarakat di lapangan.

Baik

Sedang

Kurang

Jika terdapat SDM yang memiliki

kompetensi dalam penanganan

masalah sosial budaya dan melaku-

kan pendampingan intensif terhadap

masyarakat

Jika terdapat SDM yang memiliki

kompetensi dalam penanganan

masalah sosial budaya namun tidak

melakukan pendampingan intensif

terhadap masyarakat

Jika tidak terdapat SDM yang

memiliki kompetensi dalam penan-

ganan masalah sosial budaya dan

tidak ada pendampingan intensif

terhadap masyarakat

Page 53: BUKU KERJA KONSERVASI - bbksdajabar.ksdae.menlhk.go.idbbksdajabar.ksdae.menlhk.go.id/wp-content/uploads/2017/08/Buku... · Buku Kerja Balai Besar KSDA Jawa Barat ini secara umum bertujuan

43

INDIKATOR PENGERTIAN NILAI KETERANGAN

D10. Terjalinnya hubungan ke-

mitraan konservasi dengan

lembaga masyarakat asli/

lokal yang efektif men-

dukung tujuan pengelolaan

Masyarakat asli/lokal adalah “penjaga hutan”

paling efektif, tetapi dapat sebaliknya menjadi

“penghancur hutan” yang efektif pula. Kondisi

mana yang muncul akan tergantung dari upaya-upa-

ya pemberdayaan yang dilakukan. Oleh karenanya,

hubungan yang baik dengan masyarakat harus men-

jadi prioritas utama melalui berbagai bentuk kemit-

eraan sesuai dengan kebutuhan spesiik lokalnya.

Baik

Sedang

Kurang

Jika terdapat hubungan-hubungan

sinergis dengan masyarakat asli/

lokal dan terwadahi dalam sebuah

kemiteraan

Jika terdapat hubungan-hubungan

sinergis dengan masyarakat asli/

lokal namun belum terwadahi dalam

kemiteraan

Jika terdapat hubungan-hubungan

tidak sinergis dengan masyarakat

asli/lokal

D11. Kecukupan alokasi

anggaran untuk mencapai

kelestarian fungsi sosial

budaya kawasan

Pelaksanaan seluruh kegiatan yang berkaitan

dengan penanganan masalah sosial budaya dan pe-

manfaatan SDA secara tradisional oleh masyarakat

harus didukung oleh anggaran yang memadai

Baik

Sedang

Kurang

Jika ada alokasi anggaran yang

cukup untuk membiayai seluruh

kegiatan yang berkaitan dengan

penanganan masalah sosial budaya

dan pemanfaatan SDA secara tra-

disional oleh masyarakat

Jika alokasi anggaran yang tersedia

cukup untuk membiayai sebagian

besar kegiatan yang berkaitan den-

gan penanganan masalah sosial bu-

daya dan pemanfaatan SDA secara

tradisional oleh masyarakat

Jika ada alokasi anggaran, tetapi

hanya cukup untuk membiayai seba-

gian kecil kegiatan yang berkaitan

dengan penanganan masalah so-

sial-budaya dan pemanfaatan SDA

secara tradisional oleh masyarakat

Page 54: BUKU KERJA KONSERVASI - bbksdajabar.ksdae.menlhk.go.idbbksdajabar.ksdae.menlhk.go.id/wp-content/uploads/2017/08/Buku... · Buku Kerja Balai Besar KSDA Jawa Barat ini secara umum bertujuan

44

III. Penilaian Kondisi Pengelolaan

“Pada prinsip kemantapan kawasan

terdapat 1 kriteria, yaitu pengakuan

kawasan.“

Dokumentasi Balai Besar KSDA Jabar

Page 55: BUKU KERJA KONSERVASI - bbksdajabar.ksdae.menlhk.go.idbbksdajabar.ksdae.menlhk.go.id/wp-content/uploads/2017/08/Buku... · Buku Kerja Balai Besar KSDA Jawa Barat ini secara umum bertujuan

45

3.1. Formulasi Penilaian Kondisi Pengelolaan Kawasan

Penilaian sederhana menggunakan Skala Likert. Adapun panduan penentuan penilaian dan sko-ringnya adalah sebagai berikut: Jumlah pilihan jawaban : 3 (baik, sedang, dan buruk)Jumlah pertanyaan : 58 Skoring terendah : 1Skoring tertinggi : 3 Jumlah skor terendah : 1 x 58 = 58 (33,3%) Jumlah skor tertinggi : 3 x 58 = 174 (100%) Range : 100 – 33,3 = 66,7%Interval : 66,7/3 = 22,2 Kriteria penilaian : 77,8 – 100 atau 135,3 – 174 disebut Baik 55,6 – 77,8 atau 96,7– 133,3 disebut Sedang 33,3 – 55,6 atau 58,0 – 96,7 disebut Kurang

Dengan formulasi yang sama dapat dilakukan penilaian pada setiap dimensi hasil dengan pe-doman sebagaimana terlihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Formulasi Sederhana Penilaian Kondisi Awal Kawasan Konservasi

PrinsipJumlah

Indikator

Skor

Tertinggi

Skor

Terendah

Kriteria PenilaianInterval Predikat

Kemantapan kawasan 19 57 19

44,3 – 57,0 Baik

31,7 – 44,3 Sedang

19,0 – 31,7 Kurang

Kemantapan kawasan 17 51 17

39,7 – 51,0 Baik

28,3 – 39,7 Sedang

17,0 – 28,3 Kurang

Kelestarian fungsi ekonomi 11 33 11

25,7 – 33,0 Baik

18,3 – 25,7 Sedang

11,0 – 18,3 Kurang

Kelestarian fungsi sosial budaya* 11 33 11

25,7 – 33,0 Baik

18,3 – 25,7 Sedang

11,0 – 18,3 Baik

* Keterangan: terdapat beberapa indikator tidak bisa diterapkan pada Cagar Alam

Jika ditetapkan interval jumlah skor secara sederhana, misalnya 0 – 39 disebut buruk, 40 – 80 disebut sedang, dan 81 – 122 disebut baik, maka gambaran kinerja pengelolaan setiap kawasan konservasi sesuai bisnis proses yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya akan terlihat.

3.2. Kondisi Kemantapan Kawasan

Pada prinsip kemantapan kawasan terdapat 1 kriteria, yaitu pengakuan kawasan. Kondisi ke-mantapan kawasan setiap kawasan konservasi pada wilayah kerja Balai Besar KSDA Jawa Barat

Page 56: BUKU KERJA KONSERVASI - bbksdajabar.ksdae.menlhk.go.idbbksdajabar.ksdae.menlhk.go.id/wp-content/uploads/2017/08/Buku... · Buku Kerja Balai Besar KSDA Jawa Barat ini secara umum bertujuan

46

berdasarkan indikator kinerja yang telah ditetapkan memiliki skor rata-rata 36,4 dengan pre-dikat “Sedang” dengan komposisi sebanyak 14 kawasan konservasi dalam status kemantapan kawasan yang baik, 22 sedang, dan 14 kurang baik. Rincian hasil penilaian untuk setiap kawasan konservasi berdasarkan indicator-indikator tersebut diperlihatkan pada Tabel 3.2 sebagai berikut:

Tabel 3.2. Kondisi Kemantapan Kawasan Pada Setiap Kawasan Konservasi

Page 57: BUKU KERJA KONSERVASI - bbksdajabar.ksdae.menlhk.go.idbbksdajabar.ksdae.menlhk.go.id/wp-content/uploads/2017/08/Buku... · Buku Kerja Balai Besar KSDA Jawa Barat ini secara umum bertujuan

47

3.3. Kondisi Kelestarian Fungsi Ekologi

Pada prinsip kelestarian fungsi ekologi terdapat 1 kriteria, yaitu kelestarian fungsi ekosistem ka-wasan. Kondisi kelestarian fungsi ekosistem setiap kawasan konservasi pada wilayah kerja Balai Besar KSDA Jawa Barat berdasarkan indikator kinerja yang telah ditetapkan memiliki skor ra-ta-rata 27,46 dengan predikat “kurang baik”, dengan komposisi tidak kawasan konservasi dalam status kelestarian fungsi ekologi yang baik, 23 sedang, dan 27 kurang baik. Rincian hasil penilaian untuk setiap kawasan konservasi berdasarkan indikator-indikator tersebut diperlihatkan pada Tabel 3.3.

Page 58: BUKU KERJA KONSERVASI - bbksdajabar.ksdae.menlhk.go.idbbksdajabar.ksdae.menlhk.go.id/wp-content/uploads/2017/08/Buku... · Buku Kerja Balai Besar KSDA Jawa Barat ini secara umum bertujuan

48

Tabel 3.3. Kondisi kelestarian fungsi ekologi pada setiap kawasan konservasi

Page 59: BUKU KERJA KONSERVASI - bbksdajabar.ksdae.menlhk.go.idbbksdajabar.ksdae.menlhk.go.id/wp-content/uploads/2017/08/Buku... · Buku Kerja Balai Besar KSDA Jawa Barat ini secara umum bertujuan

49

3.4. Kondisi Kelestarian Fungsi Ekonomi

Pada prinsip kelestarian fungsi ekonomi kawasan terdapat 1 kriteria, yaitu terjaminnya man-faat ekonomi kawasan untuk masyarakat dan pembangunan wilayah. Kondisi kelestarian fungsi ekonomi setiap kawasan konservasi pada wilayah kerja Balai Besar KSDA Jawa Barat berdasarkan indikator kinerja yang telah ditetapkan memiliki skor rata-rata 18,4 dengan predikat “Sedang”, dengan komposisi sebanyak 5 kawasan konservasi dalam status kelestaran fungsi ekonomi yang baik, 19 sedang, dan 26 kurang baik . Rincian hasil penilaian untuk setiap kawasan konservasi berdasarkan indikator-indikator tersebut diperlihatkan pada Tabel 3.4.

Page 60: BUKU KERJA KONSERVASI - bbksdajabar.ksdae.menlhk.go.idbbksdajabar.ksdae.menlhk.go.id/wp-content/uploads/2017/08/Buku... · Buku Kerja Balai Besar KSDA Jawa Barat ini secara umum bertujuan

50

Tabel 3.4. Kondisi Kelestarian Fungsi Ekonomi Setiap Kawasan Konservasi

Page 61: BUKU KERJA KONSERVASI - bbksdajabar.ksdae.menlhk.go.idbbksdajabar.ksdae.menlhk.go.id/wp-content/uploads/2017/08/Buku... · Buku Kerja Balai Besar KSDA Jawa Barat ini secara umum bertujuan

51

3.5. Kondisi Kelestarian Fungsi Sosial Budaya

Pada prinsip kelestarian fungsi sosial budaya terdapat 1 kriteria, yaitu hubungan harmonis den-gan kehidupan sosial dan budaya masyarakat asli. Kondisi kelestarian fungsi sosial budaya seti-ap kawasan konservasi pada wilayah kerja Balai Besar KSDA Jawa Barat berdasarkan indikator kinerja yang telah ditetapkan memiliki skor rata-rata 20,24 dengan predikat “Sedang, dengan komposisi sebanyak 4 kawasan konservasi dalam status kelestaran fungsi sosial budaya yang baik, 31 sedang, dan 15 kurang baik. Rincian hasil penilaian untuk setiap kawasan konservasi berdasarkan indikator-indikator tersebut diperlihatkan pada Tabel 3.5.

Page 62: BUKU KERJA KONSERVASI - bbksdajabar.ksdae.menlhk.go.idbbksdajabar.ksdae.menlhk.go.id/wp-content/uploads/2017/08/Buku... · Buku Kerja Balai Besar KSDA Jawa Barat ini secara umum bertujuan

52

Tabel 3.5. Kondisi Kelestarian Fungsi Sosial Budaya Setiap Kawasan Konservasi

Page 63: BUKU KERJA KONSERVASI - bbksdajabar.ksdae.menlhk.go.idbbksdajabar.ksdae.menlhk.go.id/wp-content/uploads/2017/08/Buku... · Buku Kerja Balai Besar KSDA Jawa Barat ini secara umum bertujuan

53

IV. Arah, Sasaran dan Prioritas 2017 – 2019

“Pengelolaan kawasan konservasi

sebagaimana diatur dalam ketentuan tersebut

adalah upaya sistematis yang dilakukan untuk

mengelola kawasan melalui kegiatan

perencanaan, perlindungan, pengawetan,

pemanfaatan, pengawasan dan pengendalian.“

Dokumentasi Balai Besar KSDA Jabar

Page 64: BUKU KERJA KONSERVASI - bbksdajabar.ksdae.menlhk.go.idbbksdajabar.ksdae.menlhk.go.id/wp-content/uploads/2017/08/Buku... · Buku Kerja Balai Besar KSDA Jawa Barat ini secara umum bertujuan

54

4.1. Arah Pengelolaan

Prinsip-prinsip pengelolaan kawasan konservasi diatur dalam ketentuan Undang-Undang No-mor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan Peratur-an Pemerintah Nomor 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam. Pengelolaan kawasan konservasi sebagaimana diatur dalam ketentuan terse-but adalah upaya sistematis yang dilakukan untuk mengelola kawasan melalui kegiatan perenca-naan, perlindungan, pengawetan, pemanfaatan, pengawasan dan pengendalian. Kawasan kon-servasi merupakan bagian dari kawasan hutan. Berdasarkan peraturan-peraturan tersebut dapat dilihat prinsip pengelolaan pada setiap fungsi kawasan konservasi. Sebagai gambaran mengenai posisi setiap fungsi kawasan konservasi dalam sistem peruntukan kawasan hutan dapat dilihat dari tingkat intervensi manusia dan tingkat keaslian yang dipertahankan. Penunjukan suatu ka-wasan konservasi tentunya memiliki tujuan spesiik yang berbeda antara satu dengan lainnya.. Kekhasan kegiatan pengelolaan setiap kawasan tergantung pada tujuan spesiiknya yang tercan-tum dalam setiap surat keputusan penunjukannya.

Gambar 4.1. Gradasi Fungsi Hutan Berdasarkan Kondisi Alamiah yang Dipertahankan dan Tingkat Intervensi Manusia

Penunjukan suatu kawasan konservasi tentunya memiliki tujuan spesiik yang berbeda antara satu dengan lainnya, biasanya tercantum dalam setiap surat keputusan penunjukannya. Perbe-daan tujuan ini yang akan menjadi ciri khas kegiatan pengelolaan pada setiap kawasan

Page 65: BUKU KERJA KONSERVASI - bbksdajabar.ksdae.menlhk.go.idbbksdajabar.ksdae.menlhk.go.id/wp-content/uploads/2017/08/Buku... · Buku Kerja Balai Besar KSDA Jawa Barat ini secara umum bertujuan

55

4.2. Sasaran Pengelolaan 2017-2019

Sasaran Balai Besar KSDA Jawa Barat merupakan indikator kinerja dalam pencapaian tujuan pen-gelolaan setiap kawasan konservasi yang telah ditetapkan. Sasaran yang ingin dicapai dalam periode 2017-2019 adalah:

1. Peningkatan predikat kemantapan kawasan setiap kawasan konservasi sebanyak 1 (satu) tingkat (kurang baik menjadi sedang dan sedang menjadi baik);

2. Peningkatan predikat kelestarian ekologi kawasan setiap kawasan konservasi sebanyak 1 (satu) tingkat (kurang baik menjadi sedang dan sedang menjadi baik);

3. Peningkatan predikat kelestarian ekonomi kawasan setiap kawasan konservasi sebanyak 1 (satu) tingkat (buruk menjadi sedang dan sedang menjadi baik);

4. Peningkatan predikat kelestarian fungsi sosial budaya kawasan setiap kawasan konservasi sebanyak 1 (satu) tingkat (buruk menjadi sedang dan sedang menjadi baik);

4.3. Target Kinerja Pengelolaan 2017 – 2019

Hasil penilaian secara keseluruhan diperoleh nilai kinerja sebesar 88,38, sehingga predikat pen-gelolaan kawasan konservasi pada Balai Besar KSDA Jawa Barat secara umum dalam kategori “Kurang Baik”. Target kinerja rasional untuk periode 2017-2019 diproyeksikan mencapai pre-dikat “Sedang” dengan nilai kinerja minimal sebesar 96,70. Jika dilihat dari proporsi nilai kinerja pada setiap dimensi maka dapat ditetapkan target kinerja untuk setiap aspeknya sebagaimana ditunjukan pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Baseline Kinerja Pengelolaan Kawasan Konservasi BBKSDA Jabar 2019

No Prinsip Pengelolaan LestariKondisi Saat Ini Target Kinerja 2019

Skor Predikat Skor Predikat

1 Kemantapan Kawasan 36,40 Sedang > 44,30 Baik

2 Kelestarian Fungsi Ekologi 27,46 Kurang > 44,70 Sedang

3 Kelestarian Fungsi Ekonomi 18,40 Sedang > 25,70 Baik

4Kelestarian Fungsi Sosial Budaya

20,24 Sedang > 25,70 Baik

Penyusunan setiap rencana kerja konservasi in-situ pada Balai Besar KSDA Jawa Barat dapat merujuk pada hasil penilaian tersebut di atas. Indikatif rencana kerja selama periode 2017-2019 diperlihatkan pada Tabel 4.2.

Page 66: BUKU KERJA KONSERVASI - bbksdajabar.ksdae.menlhk.go.idbbksdajabar.ksdae.menlhk.go.id/wp-content/uploads/2017/08/Buku... · Buku Kerja Balai Besar KSDA Jawa Barat ini secara umum bertujuan

56

SASARAN KEGIATAN INDIKATOR KINERJA BASELINE//

TARGET

SATUAN TAHUN PENANGGUNG

JAWAB 2017 2018 2019

Pembangunan

Jaringan Kerja

Tergalangnya dukungan dan terjalinnya kerjasama dan

kolaborasi pengamanan kawasan konservasi

44 Unit 10 10 24

Promosi dan

Pemasaran

--

Teknologi Tersedianya alat dan bahan kerja lapangan yang terhubung

dengan Sistem Informasi berbasis GIS di Seksi/Bidang/Balai

untuk pematauan kondisi kawasan secara berkala

50 Unit 10 10 30

Keuangan Kecukupan alokasi anggaran untuk mempertahankan/

mencapai kemantapan kawasan

44 Unit 10 10 24

Peningkatan

predikat

kelestarian ekologi

kawasan setiap

kawasan

konservasi

sebanyak 1 (satu)

tingkat (buruk

menjadi sedang

dan sedang

menjadi baik

Manajemen Kawasan

Perencanaan Tersedianya data dan informasi lengkap, akurat dan terkini

mengenai kondisi SDA dan aspek ekologisnya

35 Unit 10 10 16

Rencana pengelolaan telah mencantumkan program dan

kegiatan pengelolaan SDA termasuk perlindungan, pengawetan

dan pemanfaatan lestari SDA sesuai fungsi kawasan, tujuan

dan blok pengelolaan yang telah ditetapkan

42 Dokumen 8 15 19

Pengamanan Terkendalikannya gangguan-gangguan terhadap SDA di dalam

kawasan

46 Unit 10 10 26

Terkendalikannya pemanfaatan SDA di dalam kawasan 46 Unit 10 10 26

Manajemen Sumberdaya Alam

Perlindungan Blok perlindungan terkelola efektif dalam menjamin

terpeliharanya proses-proses ekologis secara alamiah

37 Unit 10 10 17

Pengawetan Terpantaunya kondisi habitat dan populasi jenis flora dan fauna

penting kawasan

48 Unit 10 10 28

Terpeliharanya ekosistem unik, habitat dan populasi jenis flora

dan fauna penting kawasan

47 Unit 10 10 27

Terpulihkannya ekosistem unik, habitat dan populasi jenis flora

dan fauna penting kawasan yang terdegradasi

40 Unit 4 10 26

Berkembangnya kegiatan penelitian dan pengembangan

mengenai potensi, karakteristik dan kemanfaatan SDA di dalam

kawasan

47 Unit 10 10 27

Pemanfaatan Tersedianya model-model pemanfaatan lestari SDA sesuai

fungsi kawasan, tujuan dan blok pengelolaan

50 Unit 10 10 30

Manajemen Kelembagaan

Penataan Tersedianya standar oprasional kegiatan perlindungan dan 50 Unit 10 10 30

Tabel 4.2. Rencana Kinerja Pengelolaan Kawasan Konservasi Balai Besar KSDA Jawa Barat 2017 – 2019

Page 67: BUKU KERJA KONSERVASI - bbksdajabar.ksdae.menlhk.go.idbbksdajabar.ksdae.menlhk.go.id/wp-content/uploads/2017/08/Buku... · Buku Kerja Balai Besar KSDA Jawa Barat ini secara umum bertujuan

57

SASARAN KEGIATAN INDIKATOR KINERJA BASELINE//

TARGET

SATUAN TAHUN PENANGGUNG

JAWAB 2017 2018 2019

Pembangunan

Jaringan Kerja

Tergalangnya dukungan dan terjalinnya kerjasama dan

kolaborasi pengamanan kawasan konservasi

44 Unit 10 10 24

Promosi dan

Pemasaran

--

Teknologi Tersedianya alat dan bahan kerja lapangan yang terhubung

dengan Sistem Informasi berbasis GIS di Seksi/Bidang/Balai

untuk pematauan kondisi kawasan secara berkala

50 Unit 10 10 30

Keuangan Kecukupan alokasi anggaran untuk mempertahankan/

mencapai kemantapan kawasan

44 Unit 10 10 24

Peningkatan

predikat

kelestarian ekologi

kawasan setiap

kawasan

konservasi

sebanyak 1 (satu)

tingkat (buruk

menjadi sedang

dan sedang

menjadi baik

Manajemen Kawasan

Perencanaan Tersedianya data dan informasi lengkap, akurat dan terkini

mengenai kondisi SDA dan aspek ekologisnya

35 Unit 10 10 16

Rencana pengelolaan telah mencantumkan program dan

kegiatan pengelolaan SDA termasuk perlindungan, pengawetan

dan pemanfaatan lestari SDA sesuai fungsi kawasan, tujuan

dan blok pengelolaan yang telah ditetapkan

42 Dokumen 8 15 19

Pengamanan Terkendalikannya gangguan-gangguan terhadap SDA di dalam

kawasan

46 Unit 10 10 26

Terkendalikannya pemanfaatan SDA di dalam kawasan 46 Unit 10 10 26

Manajemen Sumberdaya Alam

Perlindungan Blok perlindungan terkelola efektif dalam menjamin

terpeliharanya proses-proses ekologis secara alamiah

37 Unit 10 10 17

Pengawetan Terpantaunya kondisi habitat dan populasi jenis flora dan fauna

penting kawasan

48 Unit 10 10 28

Terpeliharanya ekosistem unik, habitat dan populasi jenis flora

dan fauna penting kawasan

47 Unit 10 10 27

Terpulihkannya ekosistem unik, habitat dan populasi jenis flora

dan fauna penting kawasan yang terdegradasi

40 Unit 4 10 26

Berkembangnya kegiatan penelitian dan pengembangan

mengenai potensi, karakteristik dan kemanfaatan SDA di dalam

kawasan

47 Unit 10 10 27

Pemanfaatan Tersedianya model-model pemanfaatan lestari SDA sesuai

fungsi kawasan, tujuan dan blok pengelolaan

50 Unit 10 10 30

Manajemen Kelembagaan

Penataan Tersedianya standar oprasional kegiatan perlindungan dan 50 Unit 10 10 30

Page 68: BUKU KERJA KONSERVASI - bbksdajabar.ksdae.menlhk.go.idbbksdajabar.ksdae.menlhk.go.id/wp-content/uploads/2017/08/Buku... · Buku Kerja Balai Besar KSDA Jawa Barat ini secara umum bertujuan

58

SASARAN KEGIATAN INDIKATOR KINERJA BASELINE//

TARGET

SATUAN TAHUN PENANGGUNG

JAWAB 2017 2018 2019

Organisasi pengawetan

SDM Adanya staf lapangan yang memiliki kompetensi dalam bidang

perlindungan, pengawetan, dan pemanfaatan sesuai kebutuhan

spesifik lapangan

50 Unit 10 10 30

Jaringan Kerja Terjalinnya kerja sama dan/atau kolaborasi dengan masyarakat

dan berbagai pihak dalam perlindungan dan pengawetan

45 Unit 10 10 25

Promosi dan

Pemasaran

Tersedianya paket-paket informasi sebagai material untuk

kampanye/penyuluhan penyadartahuan dan promosi

49 Unit 10 10 29

Teknologi Tersedianya alat dan bahan kerja lapangan yang merupakan

bagian dari Sistem Informasi Ekosistem (SIE) yang terhubung

antara resor (tapak)-seksi/bidang-balai

50 Unit 10 10 30

Keuangan Optimalisasi penerimaan dari kegiatan pemanfaatan lestari

SDA yang sesuai fungsi dan tujuan pengelolaan kawasan

43 Unit 10 10 23

Kecukupan alokasi anggaran untuk mempertahankan

/mencapai kelestarian fungsi ekosistem, populasi jenis flora dan

fauna penting

50 Unit 10 10 30

Peningkatan

predikat

kelestarian

ekonomi

kawasan setiap

kawasan

konservasi

sebanyak 1

(satu) tingkat

(buruk menjadi

sedang dan

sedang menjadi

baik)

Manajemen Kawasan

Pengukuhan ---

Perencanaan Tersedianya data dan informasi lengkap mengenai nilai

ekonomi berbagai produk jasa lingkungan kawasan konservasi

untuk masyarakat dan pembangunan wilayah

49 Unit 10 10 29

Terbentuknya blok yang menyediakan akses pemanfaatan SDA

bagi masyarakat dan pembangunan wilayah

37 Unit 10 10 17

Rencana pengelolaan memasukkan rencana kegiatan

pemanfaatan berbasis jasa lingkungan untuk mendukung

ekonomi masyarakat dan pembangunan wilayah

42 Unit 10 10 22

Rencana Pembinaan Daerah Penyangga disusun dan

ditetapkan bersama antara pengelola kawasan konservasi

dengan pemerintah daerah dan pengelola/pemangku lahan

lainnya.

50 Unit 10 10 30

Pengamanan Terkendalikannya konflik penggunaan lahan di dalam kawasan

konservasi untuk kegiatan pembangunan wilayah

23 Unit 5 5 13

Terbangunnya insentif bagi masyarakat yang secara

mandiri/swadaya melakukan pengamanan kawasan

50 Unit 10 10 30

Manajemen Sumber Daya Alam

Page 69: BUKU KERJA KONSERVASI - bbksdajabar.ksdae.menlhk.go.idbbksdajabar.ksdae.menlhk.go.id/wp-content/uploads/2017/08/Buku... · Buku Kerja Balai Besar KSDA Jawa Barat ini secara umum bertujuan

59

SASARAN KEGIATAN INDIKATOR KINERJA BASELINE//

TARGET

SATUAN TAHUN PENANGGUNG

JAWAB 2017 2018 2019

Perlindungan Terpeliharanya daya dukung ekologis dari kawasan konservasi

terhadap kegiatan ekonomi masyarakat dan wilayah di sekitar

kawasan konservasi

19 Unit 5 5 9

Pengawetan Terbangunnya insentif bagi masyarakat yang secara

mandiri/swadaya melakukan pelestarian SDA (termasuk

pemulihan ekosistem) di dalam kawasan konservasi

50 Unit 10 10 30

Pemanfaatan Terlaksananya kegiatan pemberdayaan ekonomi masyarakat di

daerah penyangga kawasan konservasi bersama pemerintah

daerah

32 Unit 10 10 12

Manajemen Kelembagaan

Penataan

organisasi

--

SDM --

Jaringan Kerja Terjalinnya kerjasama/ kolaborasi antara pengelola dengan

Pemda dan swasta yang menjadi aktor kegiatan ekonomi

wilayah untuk mendukung kegiatan pengelolaan

44 Unit 10 10 24

Teknologi ---

Keuangan Kecukupan alokasi anggaran untuk mempertahankan

/mencapai kelestarian fungsi ekonomi kawasan

50 Unit 10 10 30

Peningkatan

predikat

kelestarian

fungsi sosial

budaya kawasan

setiap kawasan

konservasi

sebanyak 1

(satu) tingkat

(buruk menjadi

sedang dan

sedang menjadi

baik).

Manajemen Kawasan

Pengukuhan ---

Perencanaan Tersedianya data dan informasi lengkap, akurat dan terkini

mengenai aspek sosial dan budaya kawasan konservasi,

termasuk pemanfaatan tradisional masyarakat

48 Unit 10 10 28

Blok pengelolaan mengakomodasi akses masyarakat untuk

melakukan kegiatan ritual/budaya dan pemanfaatan tradisional

37 Unit 10 10 17

Tersusunnya rencana pengelolaan yang melibatkan,

mengakomodasi dan didukung masyarakat asli-setempat

42 Unit 10 10 22

Pengamanan Terkendalikannya konflik penggunaan kawasan untuk kegiatan

budaya/ritual masyarakat dan pemanfaatan trasional

24 Unit 5 5 14

Terbangunnya keterlibatan dan kapasitas masyarakat

asli/setempat dalam pengamanan kawasan

44 Unit 10 10 24

Manajemen Sumberdaya Alam

Perlindungan Terbangunnya/terpeliharanya pranata sosial/budaya

lokal/kearifan lokal yang mendukung perlindungan dan

46 Unit 10 10 26

Page 70: BUKU KERJA KONSERVASI - bbksdajabar.ksdae.menlhk.go.idbbksdajabar.ksdae.menlhk.go.id/wp-content/uploads/2017/08/Buku... · Buku Kerja Balai Besar KSDA Jawa Barat ini secara umum bertujuan

60

SASARAN KEGIATAN INDIKATOR KINERJA BASELINE//

TARGET

SATUAN TAHUN PENANGGUNG

JAWAB 2017 2018 2019

pelestarian SDA di kawasan konservasi

Pengwaetan ---

Pemanfaatan Terkendalikannya kegiatan pemanfaatan SDA secara tradsional

berbasis budaya/ kearifan lokal

50 Unit 10 10 30

Manajemen Kelembagaan

Penataan

organisasi

Tersedianya standar oprasional prosedur penanganan aspek

sosial budaya dan pemanfaatan tradisional oleh masyarakat

50 Unit 10 10 30

SDM Adanya staf lapangan yang memiliki komptensi memadai dalam

bidang sosial budaya dan intensif melakukan

pendampingan/interaksi dengan masyarakat adat/lokal

50 Unit 10 10 30

Jaringan Kerja Terjalinnya kemitraan konservasi dengan masyarakat asli/lokal

yang efektif mendukung tujuan pengelolaan

43 Unit 10 10 23

Keuangan Pelaksanaan seluruh kegiatan yang berkaitan dengan

penanganan masalah sosial budaya dan pemanfaatan SDA

secara tradisional oleh masyarakat harus didukung oleh

anggaran yang memadai

50 Unit 10 10 30

Page 71: BUKU KERJA KONSERVASI - bbksdajabar.ksdae.menlhk.go.idbbksdajabar.ksdae.menlhk.go.id/wp-content/uploads/2017/08/Buku... · Buku Kerja Balai Besar KSDA Jawa Barat ini secara umum bertujuan

61

V. Inovasi Pendekatan dan Teknologi

“Pengelola kawasan konservasi di tingkat unit

pelaksana teknis dituntut untuk melakukan

terobosan-terobosan yang adaptif, mendahului

munculnya dasar-dasar normatifnya”.

Dokumentasi Balai Besar KSDA Jabar

Page 72: BUKU KERJA KONSERVASI - bbksdajabar.ksdae.menlhk.go.idbbksdajabar.ksdae.menlhk.go.id/wp-content/uploads/2017/08/Buku... · Buku Kerja Balai Besar KSDA Jawa Barat ini secara umum bertujuan

62

Tantangan pengelolaan kawasan akan semakin berat seiring dengan terus meningkatnya dinami-ka sosial, ekonomi dan politik yang berpengaruh terhadap perubahan pola-pola penggunaan la-han. Realitas perubahan sosial, ekonomi dan politik yang terus bergerak cepat dan harus mampu diimbangi dengan kecepatan dalam memperkuat pengelolaan kawasan konservasi baik dari sisi intrumen maupun infrastruktur kelembagaannya. Merujuk pada tantangan nyata yang dihadapa-inya maka penguatan pengelolaan kawasan konservasi akan sulit terjadi jika hanya mengandal-kan pendekatan-pendekatan teknoratik-normatif. Pengelola kawasan konservasi di tingkat unit pelaksana teknis dituntut untuk melakukan terobosan-terobosan yang adaptif, kadangkala harus mendahului munculnya dasar-dasar normatifnya. Akibatnya, beberapa bentuk terobosan tidak jarang yang beresiko salah dan “divonis” sebagai temuan yang akan menodai proil integritasn-ya, walaupun dalam beberapa kasus pada akhirnya dipandang layak secara administratif. Bagian ini akan menyajikan konseptualisasi dari beberapa konsep yang dianggap sebagai ben-tuk terobosan berbasis pengalaman yang ditunjang dengan dasar-dasar pemikirannya, baik yang bersumber dari teori-teori pakar maupun kebijakan-kebijakan baru di sektor kehutanan. Kon-septualisasi ini diharapkan bisa menjadi “amunisi” bagi para pekerja konservasi – khususnya lingkup Balai Besar KSDA Jabar – dalam mengarahkan perubahan menjadi lebih positif. Peruba-han positif pada kawasan konservasi sebagai “tapak kinerja” sudah pasti harus didahului oleh perubahan positif dalam proses kerja pada internal organisasi pengelolaan kawasan konservasi.

5.1. Perspektif Lanskap dan Kolaborasi

Perspektif lanskap dalam pengelolaan kawasan konservasi dapat didekati dengan menempatkan kawasan konservasi sebagai bagian dari bentang alam yang lebih luas, dimana terdapat beragam penggunaan lahan dan pemangku atau pengelolanya. Posisi kawasan konservasi dalam suatu bentang alam cukup beragam. Suatu kawasan konservasi idealnya berbatasan atau dikelilingi oleh kawasan hutan dengan fungsi lain, baik hutan produksi maupun lindung. Namun, pada kenyataannya banyak kawasan konservasi yang sebagian batas kawasannya bersinggungan langsung dengan lahan-lahan yang dikelola atau dimiliki oleh masyarakat, bahkan ada kawasan konservasi yang seluruh batas luarnya dikelilingi oleh lahan-lahan milik yang dikelola secara in-tensif oleh masyarakat. Dalam kondisi demikian maka pendekatan keterpaduan menjadi kaharu-san. Kerja konservasi adalah kerja kolektif-kolegial, lintas kementerian, lintas disiplin keilmuan. Keberhasilan kerja konservasi ditentukan oleh seberapa efektif kerja-kerja multipihak dapat dikawal, baik dengan civil society, bersama birokrat di provinsi, kabupaten, kecamatan, desa, in-stitusi keagamaan, institusi adat, kampung, dusun, desa, marga, gampong, local leader baik for-mal maupun informal, pelaku-pelaku usaha di berbagai bidang. Masyarakat sekitar hutan sudah selayaknya diposisikan sebagai bagian dari solusi kelola kawasan konservasi, mereka selayaknya diperlakukan sebagai subyek. Pendekatan lanskap yang lebih kongkrit dapat diaktualisasikan dalam pengembangan daerah penyangga yang memposisikan kawasan konservasi sebagai “core area” dalam tataran bentang alam yang lebih luas8.

Dalam perspektif lanskap ini maka kolaborasi dalam pengelolaan kawasan konservasi akan menjadi keharusan (Wiratno, 2014). Wiratno berdasarkan pengalamannya, mengamati berbagai upaya di berbagai tempat, dan merujuk pendapat beberapa pakar menyimpulkan karakteristik sumberdaya hutan yang menjadi dasar bagi kolaborasi, diantaranya: 1) Irriversibel atau lulit dip-ulihkan kembali seperti kondisi semula; 2) Beneit beyond boundary atau manfaat lintas batas; 3) 8 Wiratno. 2016. Pengelolaan Bentang Alam Kolaboratif: “Perspektif Perhutanan Sosial”. http://konservasiwiratno.blogspot.co.id/2016/

Page 73: BUKU KERJA KONSERVASI - bbksdajabar.ksdae.menlhk.go.idbbksdajabar.ksdae.menlhk.go.id/wp-content/uploads/2017/08/Buku... · Buku Kerja Balai Besar KSDA Jawa Barat ini secara umum bertujuan

63

Common Pool Resource yang sulit dikelola secara ekslusif untuk mencapai kondisi yang lestari; 4) Long-term Goals atau tujuan jangka panjang dan lintas generasi; dan 5) Multipurpose beneits atau beragam manfaat. Dengan karakteristik tersebut maka kolaborasi kawasan konservasi da-lam perspektif lanskap merupakan suatu keharusan, karena pemerintah, pemegang izin (swas-ta), pengelola, LSM dan masyarakat tidak mampu melakukan pengelolaan secara soliter. Pelak-sanaan kolaborasi kawasan konservasi menghadapi berbagai tantangan, baik internal maupun eksternal. Berdasarkan pengalaman juga bahwa kemampuan “leadership” menjadi faktor kunci dalam mengawal proses kolaborasi multipihak, multisektor, dan multidisipliner. Namun demiki-an, Wiratno menekankan bahwa kolaborasi adalah kendaraan (means) bukan tujuan (ends), seh-ingga kolaborasi harus tetap berada pada jalurnya agar dapt mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Untuk itu diperlukan keberanian melakukan ujicoba skala kecil, dengan melakukan inovasi, diskresi kebijakan, pengawalan proses, pembelajaran bersama, dan dokumentasi proses pembelajaran9.

5.2. Pemberdayan Masyarakat

Penggunaan skema-skema masyarakat dalam pengelolaan kawasan konservasi semakin mene-mukan urgensinya seiring dengan semakin maraknya permasalahan sosial di kawasan konser-vasi. Salah satu jalan yang dapat ditempuh untuk menjawab tantangan sosial ini adalah den-gan memperbaiki visi pemberdayaan masyarakat. Mengadapsi pendapat Wiratno (2014) bahwa visi untuk pemberdayaan masyarakat sebaiknya memposisikan masyarakat sebagai bagian dari solusi kelola kawasan konservasi. Sebaiknya visi dibangun berdasarkan suatu kesadaran dan pemahaman bersama bahwa masyarakat adalah “subyek” bukan “obyek”. Oleh karenanya, mas-yarakat harus dilibatan sejak dari perencanaan, bahkan dimulai dari identiikasi masalah-mas-alah yang menjadi bahan untuk perencanaan. Sebagai subyek, maka masyarakat menjadi bagian dari solusi berbagai permasalahan dengan cara menjadikannya sebagai salah satu pihak yang aktif menyelesaikan permasalahan10.

Pemberdayan masyarakat dimanapun selalu mengarah pada kemandirian masyarakat secara kolektif. Namun proses pemberdayaan biasanya dimulai dengan penemuan atau pembentukan “local champion”, yaitu individu yang menjadi tokoh penggerak, memiliki semangat, kepelopo-ran dan etos kerja yang tinggi dalam menciptakan perubahan-perubahan positif, yang akhirnya meluas dalam lingkup komunitas, bahkan lintas komunitas. Seorang tokoh penggerak di dalam komunitas briokrasi akan berorientasi pada misi (mission oriented) dari pada sekedar menggu-gurkan kewajiban tugas dn fungsinya. Seorang tokok penggerak dari kalangan masyarakat akan berorientasi pada kepentingan umum dan jangka panjang komunitasnya daripada kepentingan pribadi dan jangka pendek. Seorang tokoh pengggerak dari kalangan LSM akan selalu meng-gunakan proyek sebagai alat perubahan daripada hanya sebagai ladang pekerjaannya. Pember-dayaan masyarakat yang digerakkan oleh jaraingan local champion hasilnya akan jauh berguna dan bermakna, hal sebaliknya akan terjadi jika pemberdayaan masyarakat terjebak dalam pusa-ran “mental keproyekan”.

9 Wiratno. 2016. Pengelolaan Kolaboratif Sumberdaya Alam Sebagai Alternatif Pencegahan dan Resolusi Konlik. http://konservasiwiratno.blogspot.co.id/2016/09/pengelolaan-kolaboratif-sumberdaya-alam.html

10 Wiratno. 2014. Pengelolaan KPHK melalui Pendekatan Terpadu Lanskap dan Multipihak. http://konservasiwiratno.blogspot.co.id/2014/09/pembangu-nan-kphk-melalui-pendekatan.html

Page 74: BUKU KERJA KONSERVASI - bbksdajabar.ksdae.menlhk.go.idbbksdajabar.ksdae.menlhk.go.id/wp-content/uploads/2017/08/Buku... · Buku Kerja Balai Besar KSDA Jawa Barat ini secara umum bertujuan

64

Dalam pengelolaan kawasan konservasi setidaknya ada beberapa bentuk aktivitas yang di-payungi dengan program pemberdayaan masyarakat, diantaranya dalam bentuk: masyarakat mitra polhut, masyarakat peduli api, bantuan modal usaha, desa konservasi, dan lain-lain. Ham-pir sulit menemukan contoh terbaik dari hasil-hasil pemberdayaan masyarakat tersebut, karena seluruhnya dikelola melalui sistem keproyekan. Ke depan, pengelola kawasan konservasi sebai-knya membentuk local champion di setiap desa yang berbatasan atau bertampalan dengan atau malah di dalam (enclave) kawasan konservasi, mereka nantinya diiposisikan sebagai penggerak konservasi di lingkungan masyarakatnya sendiri. Namun, ini hanya bisa terwujud jika didahului dengan adanya champion di dalam tubuh organisasi pengelola kawasan konservasi itu sendiri. 5.3. Integrasi Konservasi dalam Pembangunan Desa

Pengelolaan daerah penyangga dan pemberdayaan masyarakat untuk mendukung pengelolaan kawasan konservasi semakin mendapatkan tempat dalam politik dan instrumen makro pemban-gunan. Agenda strategis ke-3 dalam Nawa Cita pemerintahan Presiden Joko Widodo menyebut-kan: “Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan”. Arahan ini mencerminkan konsep village centered development. Da-lam Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa juga menegaskan bahwa pembangunan desa mengacu kepada rencana pembangunan desa sebagai satu-satunya dokumen perencanaan di desa11. Ini artinya pelaksanaan program-program sektoral yang masuk ke desa semestinya diinformasikan kepada pemerintah desa untuk diintegrasikan ke dalam Rencana Pembangunan Desa, tidak terkecuali program-program kehutanan dan konservasi. Lebih jauh, undang-undang tersebut memberikan arahan mengenai pemanfaatan wilayah desa yang harus merujuk pada tata ruang kabupaten12. Arahan ini juga memberikan penguatan terhadap keberadaan kawasan konservasi karena tata ruang kabupaten dapat ditetapkan setelah berksesuaian dengan kawasan hutan dan fungsinya.

Desa-desa yang memiliki pengaruh terhadap kawasan konservasi perlu diidentiikasi dan ditetap-kan sebagai bagian dari daerah penyangga kawasan konservasi. Selanjutnya, pemerintah selay-aknya memberikan arahan khusus untuk memberikan muatan konservasi dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan. Sistem insentif dan disinsentif mungkin harus dibangun untuk merangsang semangat pemerintah desa dalam mengintegrasikan konservasi dalam rencana dan pelaksanaan pembangunan desa. Para staf atau petugas konservasi dapat berfungsi sebagai mi-tra pembina bagi desa dalam pengintegrasian program-program konservasi yang sesuai dengan kondisi sosio-kultur setempat ke dalam rencana pembangunan desa. Fungsi ini identik dengan peran “Petugas PPA” di masa lalu atau bahkan peran Bintara Pembina Desa (Babinsa) atau Polisi Mitra Masyarakat yang dikembangkan oleh TNI dan POLRI saat ini. Setiap satu orang petu-gas (bisa polhut atau penyuluh), bertanggung jawab melakukan pembinaan terhadap satu atau dua desa secara intensif, menjadikan kantor desa sebagai pusat kegiatan pelayanannya, selalu berkoordinasi dengan kepala desa dan perangkatnya, petugas Babinsa, Polisi Mitra Masyarakat, Penyuluh Pertanian yang bekerja di lapangan, petugas kesehatan yang bekerja di tengah-tengah masyarakat, tokoh-tokoh masyarakat, dan lain-lain. Dengan demikian, kerja konsevasi di lapa-ngan akan dipandang sebagai bentuk pelayanan kepada masyarakat, daripada sebagai “pem-batasan” yang selalu dihindari oleh masyarakat13. Di sisi lain, konsep ini akan mendorong efek-tivitas dan eisiensi penggunaan SDM pengelola kawasan konservasi. 11 Undang-Undang No.6 Tahun 2014, Pasal 79 Nomor ((4).12 Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa, Pasal 83 Nomor (3).13 Fungsi pelayanan dalam organisasi konservasi selama ini terkesan sebagai pelayanan ijin untuk investor swasta, bukan sebagai pelayanan kepada

masyarakat, apalagi masyarakat sekitar kawasan.

Page 75: BUKU KERJA KONSERVASI - bbksdajabar.ksdae.menlhk.go.idbbksdajabar.ksdae.menlhk.go.id/wp-content/uploads/2017/08/Buku... · Buku Kerja Balai Besar KSDA Jawa Barat ini secara umum bertujuan

65

5.4. Pengelolaan Berbasis Resor

Resor adalah wilayah kerja terkecil sekaligus organisasi terbawah yang menjadi ujung tombak kegiatan pengelolaan di tingkat tapak. Pengelolaan berbasis resor atau popular dengan resor based management (RBM) pada dasarnya adalah mengintesifkan kegiatan pengelolaan di tingkat tapak. Usulan mengenai RBM dilatari oleh fenomena “ketidakhadiran” petugas resor di lapan-gan yang menjadikan kawasan konservsi terkesan sebagai lahan tidak bertuan dan open access. Akibatnya, kemananan kawasan konservasi menjadi terancam akibat perambahan dan klaim pi-hak lain, kemudian gangguan terhadap sumber daya alam (illegal logging, perburuan liar, pem-bakaran hutan, dll) menjadi tidak terkendalikan. Gangguan terhadap kawasan dan sumber daya alam pada umumnya tidak sekaligus besar, tetapi dimulai dengan gangguan-gangguan kecil yang terus meningkat hingga akhirnya menjadi besar dan sulit ditangani. Kondisi tersebut terja-di karena gangguan tidak diketahui atau diketahui tetapi dibiarkan. Keduanya mencirikan keti-dakberdayaan resor baik dilihat dari sisi kualitas dan kuantitas SDM-nya maupun integristasnya. Fenomena ketidakberdayaan resor seperti dikemukakan di atas ternyata tidak terlalu sederhana. Sumber masalahnya bukan saja di tingkat resor itu sendiri tetapi menyangkut penataan kelem-bagaan konservasi yang tidak pro lapangan, aspek governance yang belum baik, leadership yang lemah, dan kapasitas atau kompetensi yang rendah. Pendekatan RBM secara sistemik berarti memperbaiki instrumen-instrumen yang terkait dengan ketiga aspek tersebut, namun cara ini cenderung lama sementara permasalahan di kawasan terus terjadi tanpa bisa menunggu lahirn-ya peraturan-peraturan yang pro RBM. Akhirnya, nasib kawasan menjadi tergantung pada ke-beradaan champion setingkat kepala balai. Beberapa kawasan konservasi yang dikelola dengan dengan leadership yang kuat terbukti mengalami perubahan positif, misalnya TN. Gugung Gede Pangrango pada masa kepemimpinan Wahjudi Wardojo, TN. Alas Purwo pada masa kepemi-mpinan Hartono, TN. Karimun Jawa pada masa kepemimpinan Gunung Nababan, BKSDA NTT pada masa kepemimpinan Wiratno, dan beberapa kawasan konservasi lain yang jumlahnya tidak banyak.

Walaupun leadership tidak terbantahkan dalam mendorong perbaikan – the singer not the song, tetapi RBM harus tetap dilembagakan agar perubahan-perubahan positif besifat by design, tidak terpengaruh rotasi jabatan, dan dapat dipahami secara utuh serta dipedomani oleh semua pen-gelola kawasan. Untuk kepentingan ini maka proiling resor yang menjadi sasaran RBM perlu dideinisikan. Jika konsep pengintegrasian konservasi dalam pembangunan desa dapat dipahami maka pembangunan RBM tidak perlu memperhitungkan penambahan SDM resor, cukup dengan meningkatkan kapsitasnya secara terarah. Tidak perlu memikirkan pembangunan kantor resor karena kantor desa dapat berfungsi sebagai kantor atau pos resor, kecuali untuk lokasi-lokasi ter-tentu yang perlu perlakuan khusus. Dengan demikian, investasi RBM terletak pada penguatan kapasitas SDM yang bekerja di tingkat tapak dan melengkapi peralatan kerjanya.

5.5. Sistem Informasi Informasi secara sederhana merupakan data yang diolah menjadi bentuk yang lebih berguna dan lebih berarti bagi yang menerimanya atau sesuatu yang nyata atau setengah nyata yang dapat mengurangi derajat ketidakpastian tentang suatu keadaan atau kejadian. Sistem informasi sangat penting dalam pengelolaan sehingga dikenal dengan istilah sistem informasi manajemen. SIM menyediakan informasi di masa lalu, sekarang, dan proyeksi masa depan guna meningkat-kan produktivitas yang sesuai dengan gaya dan sifat manajer. Sistem informasi mempunyai 3

Page 76: BUKU KERJA KONSERVASI - bbksdajabar.ksdae.menlhk.go.idbbksdajabar.ksdae.menlhk.go.id/wp-content/uploads/2017/08/Buku... · Buku Kerja Balai Besar KSDA Jawa Barat ini secara umum bertujuan

66

unsur yaitu:1) Menerima data sebagai masukan (input); 2) Memproses data dengan melakukan perhitungan, penggabungan unsur data, pemutakhiran perkiraan dan lain-lain; 3) Memperoleh informasi sebagai keluaran (output). Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa sistem informasi memproses data dan kemudian mengubahnya menjadi informasi.

Struktur data dan informasi dalam sistem informasi kawasan konservasi merujuk pada prin-sip-prinsip pengelolaan kawasan konservasi sebagaimana dijelaskan pada bagian bisnis proses pengelolaan kawasan konservasi: 1) Manajemen Kawasan, 2) Manajemen SDA, 3) Manajemen Sosial Kawasan, dan 4) Manajemen Kelembagaan. Seluruh data dan informasi harus dapat dikla-siikasikan dalam empat dimensi manajemen tersebut.

Objek utama pengelolaan kawasan konservasi adalah ekosistem. Dalam konteks ini, maka input berupa data-data ekosistem kemudian diproses untuk menghasilkan informasi dan pengetahuan mengenai status ekosistem yang berguna untuk membuat keputusan dalam pengelolaan. Sistem informasi yang mencakup input-proses-output harus sejalan dengan tugas dan fungsi setiap unit kerja dan mencerminkan manajemen bisnis proses pengelolaan kawasan konservasi. Gambar 5.1 menujukan pembagian peran setiap unit kerja dalam sistem informasi yang akan dibangun oleh Balai Besar KSDA Jawa Barat. Jika salah satu unit kerja lemah maka akan berdampak pada man-degnya sistem. Oleh karenanya sistem informasi manajemen dapat diperankan sebagai salat satu alat untuk melakukan pengendalian bisnis proses pengelolaan kawasan konservasi, termasuk di dalamnya pembinanaan proses kerja, pengawasan, dan evaluasi.

Gambar 5.1. Pembagian peran setiap unit kerja dalam sistem informasi

Page 77: BUKU KERJA KONSERVASI - bbksdajabar.ksdae.menlhk.go.idbbksdajabar.ksdae.menlhk.go.id/wp-content/uploads/2017/08/Buku... · Buku Kerja Balai Besar KSDA Jawa Barat ini secara umum bertujuan

67

5.6 Situation Room

Situation room kepala balai adalah ruang kendali operasi yang dikhususkan bagi kepala balai dan staff kuncinya. Situation room merupakan pusat kendali dalam menjalankan seluruh bisnis proses kawasan konservasi yang dilaksanakan di tingkat tapak, sekaligus untuk memfasilitasi pengambilan keputusan yang efektif didasarkan pada analisis interaktif dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi secara intensif.

Situation room memiliki tiga fungsi utama. Pertama, sebagai pusat kolaborasi untuk melakukan pengawasan dan pengendalian pengelolaan kawasan konservasi, utamanya dalam situasi kri-sis/khusus/mendesak, dimana kepala balai dapat berkomunikasi baik secara langsung, audio mapun video conference dengan staff di tingkat bidang pengelolaan wilayah, seksi konserva-si wilayah, dan resor. Kedua, situation room berperan sebagai salah satu fasilitas kepala balai melakukan pengambilan keputusan yang efektif berdasarkan data/informasi dari berbagai sum-ber baik internal maupun eksternal yang sudah tervalidasi dan terpercaya, sekaligus sebagai tem-pat melakukan koordinasi vertical dengan Direktur Jenderal bahkan Menteri. Ketiga, situation room sebagai fasilitas pusat data, informasi dan pengetahuan kepala balai dalam melaksanakan kebijakan pegelolaan kawasan konservasi.

Page 78: BUKU KERJA KONSERVASI - bbksdajabar.ksdae.menlhk.go.idbbksdajabar.ksdae.menlhk.go.id/wp-content/uploads/2017/08/Buku... · Buku Kerja Balai Besar KSDA Jawa Barat ini secara umum bertujuan

68

VI. Penutup

“Tantangan pengelolaan kawasan konservasi

yang akan terus meningkat semakin berat,

harus diiringi dengan inovasi konsep kelola

dan peningkatan kinerja para rimbawan

konservasi. ”

Dokumentasi Balai Besar KSDA Jabar

Page 79: BUKU KERJA KONSERVASI - bbksdajabar.ksdae.menlhk.go.idbbksdajabar.ksdae.menlhk.go.id/wp-content/uploads/2017/08/Buku... · Buku Kerja Balai Besar KSDA Jawa Barat ini secara umum bertujuan

69

Kawasan konservasi telah menjadi satu-satunya “maha taman” yang tersisa bagi para rimbawan. Kegagalan mengelola hutan produksi di satu sisi, dan keberhasilan mengamankan hampir 22 juta hektar daratan agar tetap berhutan sebagai kawasan konservasi merupakan dinamika rimbawan selama hampir setengah abad ini. Dalam kancah pembangunan nasional, sektor kehutanan yang menaungi kawasan konservasi terjun bebas dari sektor yang sangat diandalkan menjadi sektor yang dianggap rendah kontribusinya terhadap produk nasional bruto. Dinamika di daerah juga demikian, para kepala daerah lebih memilih sektor berbasis lahan lainnya (pertambangan dan perkebunan) untuk menggerakkan roda ekonomi daerah. Sementara tata nilai kehidupan mas-yarakat yang terus berjalan menuju masyarakat konsumtif dan pragmatis menambah berat beban para pengelola kawasan konservasi. Alhasil, kawasan konservasi kembali menjadi incaran untuk kepentingan-kepentingan tersebut.

Tantangan pengelolaan kawasan konservasi yang akan terus meningkat semakin berat, harus diiringi dengan inovasi konsep kelola dan peningkatan kinerja para rimbawan konservasi. Se-lama ini konservasi identik dengan pengamanan, bahkan “perlindungan hutan” yang dalam kaidah keilmuan sangat kental dengan disiplin ekologi, pada kenyataannya hanya dipahami se-bagai pengamanan hutan yang didominasi oleh pola pikir “polisional” dan “defensive”. Para rimbawan konservasi selalu menyebut “tiga pilar konservasi” sebagai core business pengelolaan kawasan – Perlindungan, Pengawetan dan Pemanfaatan atau dikenal 3P. Inovasi konsep kelola masih mengakar pada 3P, hanya investasi pengelolaan harus berubah dari yang sebelumnya di-fokuskan dan didominasi oleh perlindungan menjadi pengawetan. Instrumen untuk menghasil-kan inovasi dalam praktek pengelolaan kawasan konservasi bertumpu pada kinerja pengawetan. Aspek ini menjadi yang terlemah diantara “P” yang lain, padahal core of the core business KS-DAE sebenarnya terletak pada kerja-kerja pengwetan.

Buku Kerja Konservasi ini disusun melalui penilaian kondisi pengelolaan secara detail. Hampir seluruh kawasan konservasi di Balai Besar KSDA Jabar lemah dalam hal data dan informasi, potensi sumber daya alam di dalam kawasan dan nilainya tidak diketahui secara pasti, kondisi ekosistem yang sejatinya dinamis dan terus melakukan suksesi juga tidak terpantau apakah ber-jalan secara alamiah atau terganggu oleh faktor eksternal. Pada dasarnya, Buku Kerja Konserva-si bukan bermaksud mengungkap berbagai kelemahan, namun untuk memicu semangat untuk meningkatkan kinerja. Para rimbawan konservasi di Balai Besar KSDA Jawa Barat harus mulai “move on” dari “zona nyaman” yang jauh dari kawasan ke arah “zona perang” di kawasan.

Page 80: BUKU KERJA KONSERVASI - bbksdajabar.ksdae.menlhk.go.idbbksdajabar.ksdae.menlhk.go.id/wp-content/uploads/2017/08/Buku... · Buku Kerja Balai Besar KSDA Jawa Barat ini secara umum bertujuan

Lahir di Kendal pada tanggal 21 Juni 1962. Menempuh pendidikan dasar sampai me-nengah atas di Kabupaten Kendal dilanjutkan ke bangku kuliah di Fakultas Kehutan-an Universitas Gadjah Mada pada tahun 1981, dilanjutkan dengan jenjang pasca sar-jana pada tahun 1997 di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Merintis karier di Departemen Kehutanan pada tahun 1990, sebagai staf pada Biro Kepegawaian Sekretariat Jenderal Departemen Kehutanan. Beberapa jabatan pernah diembannya antara lain sebagai Kepala Bagian Program dan Anggaran Sekditjen PHKA, Kepala Bidang Teknis KSDA pada BBKSDA Jawa Barat, Kepala Balai Taman Nasional Komodo dan Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan

Barat. Saat ini menjabat sebagai Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Barat sejak bulan Januari 2017.

Beberapa pelatihan yang pernah diikuti antara lain Perencanaan Pembangunan Nasional LPEM FE-UI pada ta-hun 1992, Pelatihan Administrasi Umum (ADUM) pada tahun 1997, dan Pendidikan dan Pelatihan SPAMA pada tahun 1999.

Di sela-sela kesibukan pekerjaannya, beberapa buku yang pernah ditulisnya antara lain Studi Cemara Laut di Taman Nasional Komodo, Kajian Peranan Taman Nasional Komodo Dalam Perekonomian Kabupaten Mang-garai Barat Provinsi Nusa Tenggara Timur, Pemenuhan Bahan Baku Patung Komodo dan Jejak Jejak Mandor - Catatan Kaki pada sebuah Repertoar. Buku Kerja Konservasi (Berdasarkan Hasil Pemetaan Kondisi Secara Detail di Seluruh Kawasan Konservasi Lingkup Wilayah Kerja Balai Besar KSDA Jawa Barat) ini adalah buku ke- 5 yang pernah dibuat.

Robi Royana . Lahir di Sumedang 3 Juni 1979. Menempuh pendidikan dasar sampai menengah pertama di Kabupaten Sumedang, dilanjutkan dengan Sekolah Menengah Atas di Bandung dan menempuh jenjang sarjana di Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada pada tahun 1998.

Kerja professional dalam bidang kehutanan dengan spesialisasi konservasi sumber-daya alam. Pernah terlibat dalam Pokja RBM dan penanganan perambahan pada Di-rektorat KKBHL, penyusunan dokumen rencana, blok dan zona pengelolaan untuk beberapa kawasan konservasi. Pada tahun 2011 terlibat dalam penulisan Strategi Na-

sional REDD+ yang dikawal oleh BAPPENAS-Kementerian Kehutanan-UNDP, tahun 2012 terlibat dalam peny-usunan instrumen penilaian forestry governance index bersama UNDP, tahun 2012-2015 menjadi team leader dalam proyek Citarum Watershed Management and Biodiversity Conservation yang didanai GEF melalui ADB, sempat bekerja di WWF Indonesia pada tahun 2015-2016 sebagai sustainable land use coordinator. Saat ini sedang terlibat dalam proyek UNDP sebagai senior specialist untuk BRG Support Facility dan Enhancing the Protect-ed Area System in Sulawesi serta mendukung program pengelolaan lanskap kubu berkelanjutan yang dikelola WWF Indonesia Program Kalimantan Barat.

Pada tahun 2016 bersama dengan beberapa kolega menggagas Perkumpulan CLAN (Conservation and Legal Assistance Network) yang berkedudukan di Bogor. Buku yang pernah ditulis diantaranya adalah Pedoman Ke-lestarian Ekosistem Dalam Operasi Panas Bumi yang diterbitkan WWF Indonesia, Pedoman Penanganan Peram-bahan yang dieterbitkan Direktorat KKBHL, terlibat sebagai Tim Penulis Rencana Induk Konservasi 10 Lanskap di Sumatera dan Kalimantan yang digagas oleh APP.